Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan Di Kota Makassar
Muhammad Irvan Nur Iva
Jurusan Ilmu Administrasi, Universitas Sulawesi Barat, Majene
[email protected]
Abstrak Implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah kebijakan yang bertujuan memberikan jaminan kesehatan kepada masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional Melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kota Makassar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan, wawancara dan dokumentasi terhadap informan yang terlibat langsung dalam implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional tersebut. Proses analisis data meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional merupakan kebijakan dalam bidang kesehatan yang tepat sasaran bagi masyarakat. (2) Implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Kata kunci: Implementasi Kebijakan, Jaminan Kesehatan Nasional, BPJS Kesehatan
Abstract The Implementation of National Health Insurance held by the Healthcare and Social Security Agency (BPJS) of Health is a policy which aims to provide health insurance to the public.The aims ofthis study is to understand and analyze the policy implementation of the National Health Insurance through the Social Security Organizer Agency (BPJS) of Health in Makassar. This study employed a qualitative approach. Data were collected with observation, documentation, and interviews of informantsdirectly involved in the implementation of the National Health Insurance policy. The process of data analysis includes data collection, data reduction, presentation, and conclusion. The results of the research indicated that: (1) National Health Insurance Policy is a policy in the health sector with an appropriate target for the community. (2) Implementation of the National Health Insurance policy through theSocial Security Organizer Agency (BPJS) of Health had not completely worked well. Keywords: Policy Implementation, National Health Insurance, Social Security Organizer Agency (BPJS) of Health
149
Implementasi kebijakan adalah salah satu bagian dari proses kebijakan yang merupakan pelaksanaan dari sebuah kebijakan agar kebijakan tersebut dapat mencapai tujuan yang dikehendaki. Edward dalam Nugroho (2014:673), menegaskan bahwa masalah utama dari administrasi publik adalah “lack of attention to implementation”. Edward mengatakan bahwa “without effective implementation the decision of policymakers will not be carried out successfully”(Ibid).Edward menyarakan untuk memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu komunikasi (communication), sumber daya (resource), Disposisi atau sikap (disposition or atitudes) dan struktur birokrasi (buereaucratic structures). Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia dimulai sejak 1 Januari tahun 2014 yang dilakukan secara bertahap dengan harapan dapat mencapai Universal Health Coverage pada tahun 2019 sebagaimana diamanatkan Undang Undang. Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional dijelaskan dalam UU SJSN (2004) Pasal 2 yang menyatakan bahwa kebijakan ini dipilih oleh pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Dengan demikian prinsip keadilan harus dipergunakan dalam kebijakan JKN. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hajar (2013),yang bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Daerah yang temuan penelitiannya adalah kebijakan tersebut belum berjalan dengan optimal.Hasil penelitian lainnyaoleh Ernawati (2013) yang bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan kebijakan Jaminan Kesehatan Daerah menunjukkan bahwa penelitian mengenai kebijakan tersebut belum berjalan dengan sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan.Kemudian hasil penelitian Darlianti (2014) yang mengevaluasi pelaksanaan pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional menunjukkan bahwa pelayanan kesehatan pada Jaminan Kesehatan tersebut belum berjalan optimal.
I.
PENDAHULUAN Kesehatan adalah hak dasar setiap warga negara sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu negara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara. Salah satunya dengan memberikan dan menjamin warga negara memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke-5 juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 dan pasal 34, dan diatur dalam UndangUndang Nomor 23 Tahun 1992 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya dibidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Hal ini sejalan dengan konsep Universal Health Coverage yang disepakati oleh negara-negara yang menjadi anggota World Health Organization pada tahun 2005. Universal Health Coverage adalah sistem kesehatan dimana setiap masyarakat di dalam populasi memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan yang bersifat holistik meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bermutu dan dibutuhkan dengan biaya yang terjangkau (Yuningsih, 2013). Pada umumnya di Indonesia, tingkat kesehatan masyarakat miskin masih tergolong rendah,serta jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin masih rendah.Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 (Kemenkes, 2013), menunjukkan sebanyak 50,5% penduduk Indonesia belum memiliki jaminan kesehatan. ASKES/ASABRI dimiliki oleh sekitar 6,0% penduduk, Jamsostek 4,4% penduduk, asuransi kesehatan swasta dan tunjangan kesehatan perusahaan masingmasing sebesar 1,7% penduduk. Kepemilikan jaminan kesehatan didominasi oleh Jamkesmas 28,9% dan Jamkesda 9,6%.
149
problem or matter concern.” (serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah tindakan yang dilakukan pemerintah yang berhubungan dengan kelangsungan hidup negara beserta rakyatnya.
Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional mulai di implementasikan per tanggal 1 Januari 2014 melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Di Kota Makassar ditemukan beberapa kendala atau masalah dalam implementasinya. Pada aspek kepesertaan masih banyak yang belum mendaftarkan diri sebagai peserta BPJS Kesehatan.Berdasarkan data BPJS Kesehatan Kota Makassar jumlah peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non PBI hingga bulan januari 2015 sebanyak 783,893 penduduk atau baru mencapai 47% dari keseluruhan jumlah penduduk Kota Makassar. Dalam aspek pendanaan, masih banyak tunggakan premi peserta. Sementara dari aspek pelayanan kesehatan sistem rujukan berjenjang belum berjalan dengan baik berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 001 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan. Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisa implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kota Makassar.
Implementasi Kebijakan Implementasi merupakan tahap yang sangat menentukan dalam proses kebijakan karena tanpa implementasi yang efektif maka kebijakan tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi kebijakan publik merupakan salah satu tahapan dari proses kebijakan publik (publik policy process) sekaligus studi yang sangat krusial. Bersifat krusial karena bagaimanapun baiknya suatu kebijakan, kalau tidak dipersiapkan atau direncanakan secara baik dalam implementasinya, maka tujuan kebijakan tidak akan terealisasi dengan maksimal. Dengan demikian, kalau menghen-daki tujuan kebijakan dapat dicapai dengan baik, maka bukan saja pada tahap implementasi yang harus dipersiapkan dan direncanakan dengan baik, tetapi juga pada tahap perumusan atau pembuatan kebijakan juga telah diantisipasi untuk dapat diimplementasikan. Peter de Leon dan Linda de Leon dalam nugroho (2014:664-665) mengemukakan pendekatan-pendekatan dalam implementasi kebijakan publik dapat dikelompokkan menjadi tiga generasi. Generasi pertama, memahami implementasi kebijakan sebagai masalah-masalah yang terjadi di antara kebijakan dan eksekusinya. Generasi kedua, mengembangkan pendekatan implementasi kebijakan yang bersifat topdown dan secara bersamaan juga muncul pendekatan bottom-up. Generasi ketiga dikembangkan oleh Malcolm L. Goggin (1990) memperkenalkan pemikiran bahwa variabel perilaku dari aktor pelaksana implementasi kebijakan yang lebih menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Pada saat yang sama muncul
II. Kajian Literatur Kebijakan Publik Kebijakan publik adalah satu studi yang hingga saat ini masih menarik untuk dikaji secara mendalam. Studi kebijakan publik umumnya fokus pada perumusan kebijakan, impelementasi dan evaluasi kebijakan. Kebijakan publik adalah suatu otoritas yang dimiliki negara yang bertujuan untuk mengatur kehidupan di dalam negara.Thomas R. Dye dalam Nugroho (2014:126) mengemukanan bahwa kebijakan publik adalah “whatever govemment choose to do or no to do”.Kebijakan publik adalah apapun yang pemerintah pilih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Senada dengan Dye, Anderson dalam Nugroho (2014:125) menjelaskan bahwa “…….a purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a
150
pendekatan kontijensi atau situasional dalam implementasi kebijakan yang mengemukakan bahwa implementasi kebijakan banyak didukung oleh adaptabilitas implementasi kebijakan tersebut. Terdapat beberapa model yang dapat diadopsi dalam mengimplementasikan kebijakan, seperti model yang diperkenalkan oleh Mazmanian dan Sabatier dalam Nugroho (2014:666) yang dikenal sebagai model kerangka analisis implementasi (A Framework for Implementation Analysis). Model ini menekankan pada pengklasifikasian proses implementasi ke dalam tiga variabel, yaitu variabel independen, variabel intervening dan variabel dependen. Ketiga variabel ini menjadi dasar dalam mengimplementasikan suatu kebijakan sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Implementasi kebijakan merupakan salah satu proses yang paling substansial, seringkali terdapat masalah-masalah yang tidak terprediksi sebelumnya yang menyebabkan kebijakan tersebut mengalami kegagalan dalam implementasinya. Oleh karena itu model-model implementasi kebijakan yang berkembang menjadi solusi pemecahan masalah dalam mengimplementasikan kebijakan.Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn dalam Nugroho (2014 : 668670), mengemukakan bahwa untuk mengimplementasikan kebijakan secara sempurna maka diperlukan 10 (sepuluh) persyaratan tertentu. Syarat pertama, jaminan bahwa kondisi eksternal yang dihadapi oleh lembaga/badan pelaksana tidak akan menimbulkan masalah yang besar. Syarat kedua, ketersediaan sumberdaya yang memadai. Syarat ketiga, adanya perpaduan sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan. Syarat keempat, kebijakan yang akan diimplementasikan didasari hubungan kausal yang andal. Syarat kelima, seberapa hubungan kausalitas yang terjadi. Syarat keenam, hubungan saling ketergantungan kecil. Syarat ketujuh, pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. Syarat kedelapan, tugas-tugas telah dirinci dan
ditempatkan dalam urutan yang benar. Syarat kesembilan, komunikasi dan koordinasi yang sempurna. Syarat kesepuluh, pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. III. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Metode penelitian ini dilakukan secara deskriptif untuk mengetahui atau menggambarkan kenyataan dari kejadian yang diteliti sehingga memudahkan penulis untuk mendapatkan data yang objektif. Penelitian ini dilakukan di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di kota Makassar yang beralamat di Jalan Andi Pangeran Pettarani No 78 Makassar dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)kota Makassar yang beralamat di Jalan Perintis Kemerdekaan No 14 kota Makassar. Waktu pelaksanaan penelitian inipadabulan Meisampai denganJuli 2015. Informan penelitian ini, adalah: kepalakepala unit BPJS Kesehatan, pegawai BPJS Kesehatan, masyarakat peserta BPJS Kesehatan dan pegawai RSUD kota Makassar. Data juga diperoleh melalui fenomena yang terjadi dilokasi penelitian yang sesuai dengan fokus penelitian. Adapun sumber data lainnya yaitu dokumen-dokumen yang berkaitan dengan fokus penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan yakni observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalam teknik analisis data peneliti mengacu kepada beberapa tahapan yang dijelaskan Miles dan Huberman dalam Moleong (2009), terdiri dari beberapa tahapan antara lain:data reduction,data display, dan conclusion drawing/ verification. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Untuk menjelaskan hasil penelitian implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di kota Makassar, penulis menggunakan 4 (empat)
151
indikator yang terkait dengan kondisi dan fakta dalam menjelaskan penelitian ini. Indikator pertama adalah kondisi eksternal yang dihadapi Badan pelaksana yaitu BPJS Kesehatan. Kondisi eksternal yang ditekankan dalam penelitian ini adalah tingkat pemahaman dan penerimaan masyarakat sebagai target group. Berdasarkan hasil wawancara dan data dari penelusuran dokumen dilokasi penelitian yang berkaitan pemahaman masyarakat mengenai kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini, penulis menemukan bahwa kebijakan ini bersifat wajib bagi seluruh Warga Negara. Oleh karena ini menjadi sebuah kewajiban, maka setiap warga negara diharuskan mendaftarkan diri sebagai syarat untuk mendapatkan pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Adapun untuk memperoleh akses jaminan kesehatan ini di badan penyelenggara, masyarakat selaku sasaran kebijakan harus memenuhi dan mematuhi berbagai syarat dan aturan yang berlaku. Menurut BPJS Kesehatan cabang Makassar, bahwa tingkat penerimaan masyarakat Kota Makassar terhadap kebijakan ini cukup tinggi. Jumlah peserta yang telah terdaftar mencapai 52% dari jumlah penduduk di kota Makassar sejak dioperasikannya BPJS Kesehatan per tanggal 1 Januari 2014 sampai dengan bulan Mei 2015. Indikator penelitian kedua adalah kesiapan dan ketersediaan sumber daya yang dimiliki oleh Badan pelaksana. Dalam penelitian ini, terkait dengan kesiapan dan ketersediaan sumber daya yang dimiliki serta digunakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sumber daya pertama yaitu sumber daya manusia dimiliki Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan selaku Badan Penyelenggara kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional. SDM yang digunakan dalam Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesehatan, merupakan pegawai PT. Askes yang bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan.Pada tahun 2014, jumlah keseluruhan pegawai BPJS Kesehatan cabang
Makassar sebanyak 111 orang yang terdiri dari 1 orang manager, 10 orang asisten manager dan 100 orang staf pegawai. Sedangkan jumlah TKWT Outsourcing sebanyak 15 orang. Jumlah tersebut termasuk didalamnya pegawai BPJS yang ditempatkan pada loket BPJS di fasilitas kesehatan tingkat rujukan (rumah sakit) di kota Makassar yang bertugas untuk menyediakan informasi bagi peserta mengenai hak dan kewajibannya serta bagaimana teknis pemanfaatan kartu jaminan kesehatan tersebut ketika peserta mengakses pelayanan kesehatan di rumah sakit. Sumber daya kedua adalah pembiayaan, ketersediaan pembiayaan menjadi faktor penting dalam mengimplementasi kebijakan yang tentu juga berlaku dalam kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan melalui BPJS Kesehatan ini. Untuk kebijakan ini, terdapat 2 jenis mekanisme pendanaan, yaitu pembiayaan untuk operasional internal badan pelaksana dan pembiayaan jaminan kesehatan masyarakat yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Selain dana awal yang diperoleh dari APBN Tahun 2013, BPJS Kesehatan juga mengelola aset Dana Jaminan Sosial (DJS) yg diperuntukkan untuk pembayaran manfaat atau pembiayaan layanan Jaminan Kesehatan, sebagai dana operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial yang jumlahnya sebesar 6,25% dari total Dana Jaminan Sosial dan keperluan investasi yang dananya bersumber dari iuran peserta dan sumbersumber lainnya. Iuran peserta tersebut dibayarkan paling lambat pada tanggal 10 (sepuluh) setiap bulannya, jika mengalami keterlambatan maka akan diberikan sanksi. Di Kota Makassar jumlah Dana Jaminan Sosial yang terkumpul dari iuran peserta PBI yang dibayarkan oleh pemerintah pusat setiap bulannya sebesar Rp. 5.966.267.275.00 yang dihitung berdasarkan jumlah peserta PBI dikalikan dengan jumlah iuran peserta PBI Rp.19.225,00 per orangnya . Adapun iuran yang terkumpul dari peserta bukan PBI tidak dapat diakses oleh penulis karena data tersebut hanya untuk internal BPJS
152
Kesehatan.Dana Jaminan Sosial tersebut digunakan untuk pembayaran dana kapitasi dan non kapitasi pada pelayanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan pada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) atau rumah sakit yaitu pembayaran tarif Indonesian Case Base Group (INA-CBG’s) atau sistem paket berdasarkan diagnosis penyakit yang diderita oleh pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional. Sumber daya ketiga adalah sumber daya berupa fasilitas kesehatan yang digunakan dalam implementasi kebijakan ini. Berdasarkan hasil penelitian penulis, jenis dan jumlah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama di kota Makassar yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan terdiri dari 46 puskesmas, 33 praktek dokter umum, 21 praktek dokter gigi, 44 klinik pratama dan 19 fasilitas kesehatan TNI/POLRI. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama tersebut memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh peserta BPJS kota Makassar yang terdaftar.Sementara itu jumlah Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan milik pemerintah dan swasta yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan kepada peserta BPJS Kesehatan yang terdapat di kota Makassarsecara keseluruhan sebanyak 30 jumlah Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan di kota Makassar yang melayani rujukan peserta BPJS Kesehatan dari dalam dan dari luar kota Makassar. Adapun indikator ketiga penelitian ini adalah tugas-tugas dirinci dan ditempatkan sesuai dalam urutan yang benar, hal ini berkaitan dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) pelayananBadan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.Untuk memperoleh jaminan kesehatan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, masyarakat perlu mengetahui sejumlah Standar Operasional Prosedur atau mekanisme yang berlaku secara nasional karena kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional adalah produk kebijakan Pemerintah Pusat. Dalam penelitian ini tidak semua
mekanisme pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional akan dijelaskan oleh penulis, mengingat banyaknya mekanisme yang berlaku untuk memperoleh pelayanan Jaminan Kesehatan ini. Untuk memperoleh jaminan kesehatan ini, masyarakat harus terdaftar sebagai peserta BPJS. Pendaftaran dapat dilakukan dengan datang langsung ke kantor BPJS Kesehatan atau mendaftarkan diri secara online.Setelah melengkapi dokumen pendaftaran maka pendaftar perorangan atau badan usaha akan memperoleh Virtual Account, iuran pertama baru dapat dibayarkan setelah 14 hari kerja sejak diterimanya Virtual Account tersebut. Setelah peserta membayar iuran untuk pertama kali, maka manfaat pelayanan kesehatan bagi peserta telah dapat diperoleh dan digunakan untuk mengakses pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Jika masyarakat ingin memperoleh pelayanan kesehatan, BPJS Kesehatan telah menerapkan sistem rujukan berjenjang untuk pelayanan kesehatan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional yaitu jika masyarakat ingin memperoleh pelayanan kesehatan diharuskan terlebih dahulu pada fasilitas kesehatan tingkat pertama kemudian jika membutuhkan penanganan lebih lanjut maka dirujuk pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. Jika pada kondisi darurat maka diperbolehkan untuk langsung mendapatkan pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (Rumah Sakit). Indikator terakhir dalam penelitian ini adalah komunikasi dan koordinasi. Dalam penelitian implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, komunikasi dan koordinasi yang baik serta efektif antara pimpinan dan karyawan serta komunikasi antar sesama karyawan dalam badan pelaksana sangat dibutuhkan. Tidak hanya itu, komunikasi dan koordinasi dengan badan/instansi lain yang terkait juga perlu demi kelancaran implementasi kebijakan ini. Penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan
153
Nasional melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di kota Makassar bertujuan untuk memberi jaminan kesehatan bagi masyarakat namun implementasinya belum berjalan secara optimal. Berdasarkan teori implementasi kebijakan model Hogwood dan Gunn dalam Nugroho (2014), yang mengemukakan 10 (sepuluh) indikator dalam implementasi kebijakan, penulis memilih 4 indikator utama yang terkait dengan kondisi dan fakta dilapangan dalam menjelaskan penelitian ini. Adapun indikatornya yaitukondisi eksternal yang dihadapi oleh lembaga/badan pelaksana, sumber daya yang memadai, tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat, komunikasi dan koordinasi yang sempurna. Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa keempat indikator dalam implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di kota Makassar belum berjalan dengan optimal.Apabila BPJS Kesehatan aktif melakukan sosialisasi yang berkualitas kepada masyarakat dan Badan Usaha kemudian disambut secara positif oleh pihak-pihak tersebut, tentu masyarakat dan badan usaha secara sukarela akan mendaftar sebagai peserta jaminan kesehatan nasional. Kebijakan tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai harapan apabila badan pelaksana mampu memberikan pemahaman secara menyeluruh kepada masyarakat melalui sosialisasi yang berdampak pada penerimaan masyarakat terhadap kebijakan tersebut.Akan tetapi realita yang terjadi tidak semua masyarakat dan badan usaha sepenuhnya memahami secara detail mengenai kebijakan ini, termasuk mengenai hal-hal teknis yang bersifat prosedural untuk mengikuti jaminan kesehatan ini.Dibutuhkan pemahaman yang mendalam dari masyarakat dan itu merupakan bagian dari tugas penyelenggara jaminan kesehatan untuk melakukan sosialisasi secara kontinu agar tidak terjadi ketidakpahaman masyarakat mengenai kebijakan tersebut. Pemahaman yang mendalam yaitu kondisi ketika masyarakat benar-benar memahami segala
bentuk proses, persyaratan, tujuan dan manfaat yang mereka terima jika menerima untuk mengikuti kebijakan jaminan kesehatan tersebut. Pemahaman yang mendalam dibutuhkan agar masyarakat mengetahui secara spesifik mengenai kebijakan ini sehingga implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional tidak mengalami kendala yang berarti dari masyarakat yang menjadi objek sasaran kebijakan ini. Dalam kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan melalui BPJS Kesehatan yang kepesertaannya bersifat wajib bagi setiap Warga Negara (Kemenkes, 2013), salah satu indikator keberhasilan dari kebijakan jaminan kesehatan ini dinilai dari penerimaan masyarakat yang ikut terlibat sebagai peserta dari BPJS Kesehatan. Dalam pelaksanaan jaminan kesehatan ini, kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan diri sebagai peserta masih tergolong rendah. Meskipun kepesertaannya bersifat wajib sehingga tren peningkatan kepesertaan terus meningkat tapi tidak sedikit masyarakat yang baru melakukan pendaftaran karena dalam keadaan terdesak membutuhkan biaya atau jaminan kesehatan untuk penanganan medis di fasilitas kesehatan. Ironisnya, mayoritas masyarakat yang melakukan pendaftaran pada saat sedang sakit sudah mengetahui sebelumnya bahwa manfaat dari mendaftarkan diri sebagai peserta dalam Jaminan Kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS kesehatan adalah pemberian jaminan pembiayaan dalam pelayanan kesehatan. Sumber Daya Manusia BPJS Kesehatan cabang Makassar saat ini masih mampu untuk menjalankan tugas dan fungsinya. Untuk saat ini, penambahan pegawai belum menjadi suatu kebutuhan yang mendesak bagi BPJS Kesehatan cabang Makassar sehingga saat ini belum mengusulkan penambahan pegawai baru dalam rangka memberikan pelayanan terhadap peserta Jaminan Kesehatan Nasional. Iuran yang dikumpulkan oleh peserta perorangan dan badan usaha diperuntukkan untuk pembiayaan jaminan kesehatan di
154
fasilitas kesehatan (Kemenkes, 2013), selama ini faktanya iuran tersebut seringkali mengalami tunggakan.Jumlah tunggakan di Kota Makassar tersebut tentu tidak akan menjadi masalah berarti jika seluruh Dana Jaminan Sosial yang dananya dihimpun secara nasional mampu untuk menutupi seluruh pembiayaan Jaminan Kesehatan di Indonesia tapi jika terdapat banyak tunggakan di setiap daerah tentu saja akan menghambat pembiayaan Jaminan Kesehatan secara keseluruhan. Tentunya besar kecilnya tunggakan iuran Jaminan Kesehatan pasti akan tetap mempengaruhi pembiayaan Jaminan Kesehatan. Hal ini tentu menjadi suatu masalah yang harus diselesaikan oleh BPJS Kesehatan selaku penyelenggara. Temuan adanya fraud dalam implementasi kebijakan ini mengindikasikan bahwa sistem pembayaran klaim pelayanan kesehatan yang diperoleh peserta dari fasilitas kesehatan yang ditagihkan kepada BPJS Kesehatan cabang Makassar membutuhkan pengawasan dari penyelenggara dan kesadaran dari fasilitas kesehatan untuk transparan dan menagihkan klaim sesuai dengan yang semestinya diperoleh. Kota Makassar telah memiliki kuantitas dan kualitas fasilitas kesehatan yang cukup memadai. Akan tetapi belum semua fasilitas kesehatan baik tingkat pertama dan tingkat lanjutan telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta Jaminan Kesehatan Nasional. Adapun Standar Operasional Prose-dur (SOP) Pelayanan untuk mendapatkan jaminan kesehatan belum berjalan dengan optimal, salah satunya disebabkan ketidakpatuhan terhadap sistem rujukan berjenjang yang telah ditetapkan seperti yang telah diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia (Putriet al.,2014), padahal komitmen dari BPJS Kesehatan, fasilitas kesehatan dan masyarakat yang mengakses pelayanan kesehatan dibutuhkan agar aturan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Komunikasi dan koordinasi dari pegawai dalam badan pelaksana serta
hubungan BPJS Kesehatan cabang Makassar dengan lembaga pemerintah atau organisasi non pemerintah yang turut berperan serta dalam implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional juga menjadi salah satu hal penting. Komunikasi yang efektif disertai koordinasi dari berbagai pihak yang berperan serta tentunya akan menunjang keberhasilan dari impelementasi kebijakan tersebut. V. PENUTUP Penelitian ini berkesimpulan bahwaBPJS Kesehatan cabang Makassar selaku badan penyelenggara kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Makassar belum sepenuhnya menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal.Sosialisasi BPJS Kesehatan masih kurang sehingga berdampak pada pemahaman dan penerimaan masyarakat terhadap kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional.Iuran premi peserta masih seringkali mengalami tunggakan serta ditemukan kasus fraud yang dilakukan oleh fasilitas kesehatan.Sistem rujukan berjenjang masih belum berjalan dengan maksimal.Berdasarkan hasil dan pembahasan peneliti, maka disarankan BPJS Kesehatan cabang Makassar selaku penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional perlu meningkatkan kinerjanya agar implementasi kebijakan berjalan sesuai dengan yang diharapkan.Selain itu masyarakat sebagai objek sasaran kebijakan seharusnya turut berperan aktif dalam penyelenggaraan kebijakan pemerintah.
155
DAFTAR PUSTAKA Darlianti.(2014). Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional di RSUD Ajjappangge Soppeng. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Ernawati Tuty. (2013). Studi Pelaksanaan Kebijakan Peraturan Daerah Jaminan Kesehatan Daerah Sumatera Barat Sakato dalam Menghadapi Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tahun 2013. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia. Vol 02 Nomor 03 September 2013 : 134-140 Putri E.A. & Eka M. (2014).Himpunan Lengkap Peraturan Perundang-Undangan Jaminan Kesehatan Nasional. Tangerang: PT. Martabat Prima Konsultindo Hajar Mukhlis. (2013). Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Daerah di kabupaten Sinjai. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Kemenkes. (2013). Bahan Paparan Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Kemenkes. (2013). Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional.Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Kemenkes.(2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Moleong J.L. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:PT. Remana Rosdakarya. Nugroho Riant. (2014). Public Policy, Edisi kelima. Jakarta: Gramedia Nugroho Riant. (2014).Kebijakan Publik di Negara-Negara Berkembang.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Yuningsih Rahmi. (2013). Permasalahan Dalam Persiapan Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional 2014. Info Singkat Kesejahteraan Sosial.Vol. V Nomor 17 September 2013 : 09-12
156