PEMBANGUNAN FASTEL USO T
WHITE PAPER PELUANG USAHA DI BIDANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
DIREKTORAT JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI DIREKTORAT TELEKOMUNIKASI
Kata Pengantar Dokumen white paper ini merupakan konsep kebijakan pemerintah dalam rangka penyelenggaraan telekomunikasi khususnya mengenai pembukaan peluang usaha penyelenggaraan telekomunikasi (penyelenggaraan jaringan tetap lokal, penyelenggaraan jaringan tetap SLJJ dan penyelenggaraan jaringan tetap sambungan internasional). Konsep ini disusun untuk menghimpun masukan dari berbagai pihak dalam rangka penyempurnaan White Paper “Rencana Pembukaan Peluang Usaha Pembangunan Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal, Penyelenggaraan Jaringan Tetap SLJJ Dan Penyelenggaraan Jaringan Tetap Sambungan Internasional”. Tujuan kebijakan pemerintah dalam Rencana Pembukaan Peluang Usaha Pembangunan Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal, Penyelenggaraan Jaringan Tetap SLJJ Dan Penyelenggaraan Jaringan Tetap Sambungan Internasional” antara lain: 1.
2.
3.
4.
5.
Meningkatkan laju pertumbuhan dan perkembangan industri telekomunikasi yang diharapkan dapat memicu pertumbuhan di sektorsektor usaha lainnya; Meningkatkan kualitas layanan telekomunikasi bagi masyarakat dengan meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana telekomunikasi yang lebih luas; Mendorong terciptanya iklim kompetisi yang sehat, adil dan transparan bagi para penyelenggara telekomunikasi, sehingga dapat mendorong penyelenggaraan telekomunikasi yang lebih efisien. Mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi baru dalam bentuk tumbuhnya berbagai peluang usaha baru bagi perusahaan sekala kecil dan menengah agar penyelenggaraan telekomunikasi dapat tumbuh lebih pesat. Menciptakan kompetisi layanan sewa bandwidth dengan tarif (harga) yang kompetitif dan affordable.
Kami masih membuka kesempatan berbagai pihak, dari para penyelenggara telekomunikasi, industri telekomunikasi, Asosiasi-Asosiasi di bidang telekomunikasi, para akademisi dan tenaga ahli, dan lainnya untuk memberikan masukan bagi penyempurnaan konsep kebijakan pemerintah ini dalam waktu yang tidak terlalu lama, sebelum ditetapkan menjadi suatu regulasi. Semoga konsep kebijakan pembukaan peluang usaha dibidang telekomunikasi ini akan dapat diimplementasikan dengan baik dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi perkembangan telekomunikasi di Indonesia. Jakarta,
Desember 2006
DIREKTORAT JENDERAL POS DAN TELEKOMUNIKASI
2
WHITE PAPER PELUANG USAHA DI BIDANG PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI I.
UMUM 1.
Pertumbuhan industri telekomunikasi di Indonesia akhir-akhir ini dan dimasa mendatang berkembang dan meningkat secara signifikan. Kecenderungan tersebut akan lebih menggairahkan bagi para penyelenggara (operator) telekomunikasi untuk mengembangkan bisnisnya dan hal ini dapat memicu pertumbuhan bisnis turutan/pendukung (complementary) dan sektor-sektor lainnya karena apabila sarana dan prasarana telekomunikasi telah tersedia serta terus dikembangkan seiring dengan kebutuhan masyarakat, maka kebutuhan masyarakat dan sektor-sektor lainnya akan jasa telekomunikasi diharapkan dapat terpenuhi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kegiatan bisnis telekomunikasi akan terjadi lebih intens begitu juga sebaliknya sehingga terjadi hubungan timbal balik yang saling memperkuat antara sektor telekomunikasi dengan sektor bisnis lainnya.
2.
Laju pertumbuhan dan perkembangan industri telekomunikasi sangat dipengaruhi parameter dan faktor-faktor demografi dan ekonomis yang melingkupi sektor-sektor industri tersebut serta parameter tersebut secara langsung akan terkait dengan beberapa variable dominan antara lain : a. b. c. d.
e. f.
Populasi penduduk yang akan menentukan ukuran pasar industri telekomunikasi. GDP, yang menyangkut seluruh output produksi dan menggambarkan kekuatan ekonomi nasional. GDP perkapita yang menggambarkan tingkat penghasilan penduduk dan kemampuan daya belinya. Pertumbuhan ekonomi, variabel ini menentukan besarnya pengembangan volume ekonomi nasional yang menyebabkan membesarnya potensi pasar pada industri telekomunikasi. Tingkat inflasi. Besarnya angkatan kerja yang merupakan besaran angka usia produktif yang memiliki penghasilan dan komponen penduduk ini merupakan penggerak ekonomi sekaligus pasar potensial untuk layanan telekomunikasi.
3
g.
h.
i.
II.
Kurs rupiah terhadap valuta asing terutama dollar USA, hal ini menarik karena fluktuasi rupiah yang labil terutama pada periode puncak krisis 1997-2000. Umumnya investasi pada industri telekomunikasi dilakukan dalam US $ mengingat sebagian terbesar komponennya berasal dari import, sedangkan pendapatan operator dalam rupiah. ARPU dan densitas perkembangan penetrasi serta struktur tariff merupakan kombinasi serta kemampuan daya beli pelanggan untuk menyerap layanan tersebut. Kebijakan regulasi dan tariff yang ditentukan oleh pemerintah sangat mempengaruhi laju perkembangan industri telekomunikasi.
PERMASALAHAN Kebijakan Reformasi sektor telekomunikasi yang telah dijalankan khususnya dalam era duopoly ternyata dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2000-2005) pelaksanaannya belum menunjukan hasil yang maksimal terhadap perkembangan lndustri telekomunikasi terutama dalam hal memenuhi kebutuhan layanan telekomunikasi bagi masyarakat. Skema duopoly tersebut belum memberikan peningkatan yang signifikan terhadap teledensitas telekomunikasi, hal ini disebabkan karena masih terbatasnya sarana jaringan telekomunikasi baik yang berskala jaringan akses maupun jaringan backbone. Beberapa permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan telekomunikasi saat ini untuk masing-masing jenis penyelenggaraan diidentifikasi sebagai berikut: 1.
Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal a. Pembangunan jaringan lokal hanya terkonsentrasi pada daerah-daerah provitable. b. Tarif layanan masih dibawah cost. c. Izin penggelaran jaringan lebih sulit. d. Nilai investasi jaringan yang menggunakan kabel relatif lebih mahal.
2.
Penyelenggaraan Jaringan Tetap Sambungan Langsung Jarak Jauh : a. Nilai investasi jaringan yang menggunakan kabel relatif lebih mahal. b. Kondisi geografis yang terlalu luas. c. Jumlah penyelenggara jaringan tetap SLJJ masih terbatas. d. Jaringan Backbone masih terkonsentrasi di wilayah-wilayah profitable
4
3.
III.
TUJUAN 1. 2.
3. 4. 5.
6.
IV.
Penyelenggaraan Jaringan Tetap Sambungan Internasional a. Nilai investasi jaringan yang menggunakan kabel relatif lebih mahal. b. Landing point negara tujuan terbatas. c. Jumlah penyelenggara jaringan tetap Sambungan internasional masih terbatas. d. Jaringan Backbone internasional masih terbatas baik link dan kapasitasnya. e. Harga layanan (sewa bandwidth) masih mahal.
Menyediakan infrastruktur jaringan akses, jaringan backbone domestik dan jaringan sambungan internasional yang memadai. Mendorong ketersediaan backbone nasional, hal ini diperlukan karena luasnya wilayah geografis Indonesia dan masih kurangnya kapasitas serta cakupan / akses ke wilayah-wilayah terpencil. Menyediakan jaringan akses pita lebar (broadband) internasional yang terhubung ke jaringan backbone internet (TIER-1). Menyediakan sewa bandwidth dengan tarif (harga) sewa bandwidth yang kompetitif dan affordable. Menciptakan kompetisi layanan sewa bandwidth Internasional yang dapat mendorong penyelenggaraan telekomunikasi lebih efisien dan kompetitif sehingga mampu menekan biaya internet menjadi lebih terjangkau oleh masyarakat Indonesia yang menggunakan layanan tersebut. Mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi baru dalam bentuk tumbuhnya berbagai peluang usaha baru bagi perusahaan skala kecil dan menengah agar penyelenggaraan telekomunikasi tumbuh lebih pesat.
ARAH KEBIJAKAN PEMBUKAAN PELUANG USAHA Percepatan pembangunan infrastruktur harus menjadi dasar kebutuhan kebijakan persaingan dan liberalisasi sektor telekomunikasi. Mengingat alokasi dana pembangunan infrastruktur telekomunikasi tidak lagi menjadi tanggung jawab Pemerintah sepenuhnya, maka pembukaan pasar (peluang usaha) merupakan hal mendesak yang perlu dilakukan.
5
1.
Jaringan Tetap Lokal (Jartap lokal): a. Kondisi eksisting 1) Tarif masih dibawah cost sehingga operator sulit berkompetisi jika hanya memiliki izin jartap lokal. 2) Pembangunan jaringan akses didominasi menggunakan wireless karena investasi lebih murah dan penggelaran jaringan lebih cepat. 3) Beberapa operator memiliki jaringan akses yang dapat digunakan sebagai jartap lokal dan pada prinsipnya berminat menjadi penyelenggara jaringan tetap lokal. b.
Arah Kebijakan 1) Pembukaan peluang usaha dengan pemberian izin penyelenggaraan baru kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia. 2) Peluang usaha dapat diberikan kepada operator eksisting (operator yang belum memiliki izin penyelenggaraan jaringan tetap lokal) atau calon operator. 3) Izin yang diberikan berupa paket izin penyelenggaraan jaringan tetap lokal dan SLJJ 4) Tidak berafiliasi dengan penyelenggara yang memiliki izin penyelenggaraan jaringan tetap lokal
c.
Kewajiban 1). Memiliki komitmen untuk membangun infrastruktur jaringan akses menggunakan kabel dengan cakupan nasional; 2) Membangun sentral lokal dan junction untuk keperluan interkoneksi dengan jaringan lain; 3). Menyediakan sarana operasi, pemeliharaan dan billing system; 4). Menyampaikan Roll Out Plan sampai dengan 5 (lima) tahun ke depan.
d.
Item Penilaian Utama 1) Kemampuan financial perusahaan; 2) Lokasi pembangunan jaringan tetap lokal (wilayah yang belum terlayani mendapat nilai lebih); 3) Kapasitas sentral lokal yang akan dibangun; 4) Jumlah dan lokasi sentral lokal; 5) Jaringan eksisting
6
2.
Penyelenggaraan Jaringan Tetap Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) a. Kondisi Eksisting 1) Pada prakteknya sulit mendapatkan trafik dari pelanggan jartap lokal “Other License Operator” sehingga operator harus memiliki customer based (pelanggan) sendiri. 2) Pemilihan jaringan operator melalui kode akses sulit diterapkan. 3) Beberapa operator memiliki infrastruktur yang dapat digunakan untuk jartap jarak jauh dan pada prinsipnya berminat menjadi penyelenggara jaringan tetap SLJJ b.
Arah Kebijakan 1) Pembukaan peluang usaha dengan pemberian izin penyelenggaraan jaringan tetap SLJJ baru kepada operator eksisting yang belum memiliki izin jaringan tetap SLJJ. 2) Peluang usaha dapat diberikan kepada operator eksisting yang memiliki customer base (pelanggan) yaitu penyelenggara jaringan tetap lokal dan jaringan bergerak seluler. 3) Tidak berafiliasi dengan penyelenggara yang memiliki izin penyelenggaraan jaringan tetap SLJJ.
c.
Kewajiban : 1). Memiliki komitmen untuk membangun infrastruktur backbone SLJJ (fiber optic) di wilayah Indonesia. 2). Menyampaikan Roll Out Plan kapasitas bandwidth jaringan tetap SLJJ s/d 5 (lima) tahun kedepan.
d.
Item Penilaian Utama 1) Lokasi pembangunan backbone mendapat nilai lebih) 2) Kapasitas dan panjang Backbone akan dibangun 3) Jumlah dan lokasi sentral trunk 4) Harga sewa bandwidth yang affordable. 5) Jumlah pelanggan dan kapasitas eksisting
(wilayah
timur
domestic yang
kompetitif
dan
backbone FO
7
3.
Penyelenggaraan Jaringan Tetap Sambungan Internasional (SLI). a. Kondisi eksisting 1) Meskipun trafik dari “Other License Operator” masih memungkinkan namun sulit berkompetisi apabila tidak memiliki customer based (pelanggan) sendiri. 2) Trafik SLI melalui operator SLI semakin berkurang sejak adanya operator ITKP. 3) Beberapa operator yang ada saat ini memiliki infrastruktur yg dapat digunakan untuk jartap sambungan langsung internasional. b.
Arah Kebijakan 1) Pembukaan peluang usaha dengan pemberian izin penyelenggaraan SLI baru kepada operator eksisting. 2) Peluang usaha dapat diberikan kepada operator eksisting yang memiliki customer base (pelanggan) yaitu penyelenggara jaringan tetap lokal dan atau jaringan bergerak seluler dan atau jaringan bergerak satelit. 3) Tidak berafiliasi dengan penyelenggara yang memiliki izin penyelenggaraan jaringan tetap sambungan internasional (SLI)
c.
Kewajiban : 1). Memiliki komitmen untuk membangun infrastruktur backbone internasional (fiber optic) dari wilayah Indonesia dengan prioritas langsung ke TIER-1 IP backbone; 2). Jaringan domestik yang dibangun harus memiliki interkoneksi lastmile FO langsung minimal ke salah satu lokasi Internet Exchanged; 3). Membangun sentral gerbang Indonesia (SGI) sejumlah 10 yang saling terhubung dengan sarana kabel optik milik sendiri; 4). Membangun minimal 1 (satu) landing point di wilayah Indonesia dan menjadi essential facility (dapat digunakan oleh operator lain) 5). Menyampaikan Roll Out Plan kapasitas bandwidth internasional (kapasitas yang terinterkoneksi ke sirkuit/hub di Luar Negeri); 6). Rencana harga sewa bandwidth internasional s/d 5 (lima) tahun kedepan.
8
d.
V.
Item Penilaian Utama 1) Kapasitas Backbone Internasional 2) Jumlah dan lokasi SGI 3) Harga layanan sewa bandwidth internasional
TAHAPAN KEGIATAN SELEKSI 1
PENERBITAN KEPMEN TENTANG PELUANG USAHA PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
2
PENERBITAN SK. DIRJEN PENETAPAN PANITIA LELANG/SELEKSI
3
PENGUMUMAN PELUANG BEBERAPA PERSYARATAN SELEKSI
4
PENGAMBILAN DOKUMEN SELEKSI ADMINISTRASI DAN TEKNIS
5
PENGAJUAN PERTANYAAN TERTULIS OLEH CALON PESERTA SELEKSI
6
RAPAT AANWIJZING
7
RAPAT PENJELASAN TAMBAHAN (MISAL: JIKA ADA PENGUNDURAN JADUAL)
8
PENYERAHAN DOKUMEN SELEKSI OLEH CALON PESERTA SELEKSI
9
PEMBUKAAN PERSYARATAN ADMINISTRASI YANG DISAKSIKAN OLEH SEMUA PESERTA
10
EVALUASI DOKUMEN SELEKSI
11
LAPORAN HASIL EVALUASI OLEH DIRJEN KE MENTERI
12
PENETAPAN PERSETUJUAN PEMENANG OLEH MENTERI
13
DIRJEN POSTEL SELAKU KETUA PANITIA MENETAPKAN PEMENANG DENGAN SK. DIRJEN DAN MEMBERIKAN PEMBERITAHUAN PEMENANG SELEKSI KEPADA PESERTA SELEKSI
14
MASA SANGGAH
15
JAWABAN SANGGAHAN OLEH PANITIA SELEKSI
16
PENYERAHAN JAMINAN PEMBANGUNAN
17
PENERBITAN IZIN PRINSIP
USAHA
BANK
DI
MEDIA
SEBAGAI
SWASTA
JAMINAN
DENGAN
PELAKSANAAN
9
10