“PEMAHAMAN SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA BESERTA PERMASALAHANNYA”
Disusun: Nama
: Eka Saputra N
NPM
: 11.11.4899
Kelompok
:D
Program Studi : S1 – Tekhnik Informatika
Dosen: Tahajudin Sudibyo,Drs. MEMENUHI SALAH SATU SYARAT MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011
ABSTRAK Pancasila
sebagai
dasar
negara
memang
sudah
final.
Menggugat
Pancasilahanya akan membawa ketidakpastian baru. Bukan tidak mungkin akan timbul chaos(kesalahan) yang memecah-belah eksistensi negara kesatuan. Akhirnya Indonesia akan tercecer menjadi negara-negara kecil yang berbasis agama dan suku. Untuk menghindarinya maka penerapan hukum-hukum agama (juga hukumhukum adat) dalam sistem hukum negara menjadi urgen untuk diterapkan. Sejarah Indonesia yang awalnya merupakan kumpulan Kerajaan yang berbasis agama dan suku memperkuat kebutuhan akan hal ini. Pancasila yang diperjuangkan untuk mengikat agama-agama dan suku-suku itu harus tetap mengakui jati diri dan ciri khas yang dimiliki setiap agama dan suku.
BAB I PENDAHULUAN A. L A T A R B E L A K A N G Pancasila adalah dasar filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam PembukaanUUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945. Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. Mengapa begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia? Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus dipersatukan. Sejarah Pancasila adalah bagian dari sejarah inti negara Indonesia. Sehingga tidak heran bagi sebagian rakyat Indonesia, Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang sakral yang harus kita hafalkan dan mematuhi apa yang diatur di dalamnya. Ada pula sebagian pihak yang sudah hampir tidak mempedulikan lagi semua aturanaturan yang dimiliki oleh Pancasila. Namun, di lain pihak muncul orang-orang yang tidak sepihak atau menolak akan adanya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna adanya keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tunggal, yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan diantara makhluk ciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini ia-lah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selainNya adalah terbatas. Dalam memahami dan mengamalkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa tak dapat dikotak-kotakkan dengan keempat sila lainnya karena hakikat manusia sebagai mahluk Tuhan yang Maha Esa sebab yang membentuk persatuan mendirikan negara dan persatuan manusia dalam suatu wilayah disebut rakyat dan yang ingin mewujudkan suatu tujuan bersama yaitu keadilan dalam suatu persekutuan hidup masyarakat negara (keadilan sosial).
Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, seperti pengertiannya terkandung dalam:
a. Pembukaan UUD 1945 aline ketiga, yang antara lain berbunyi: “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa .... “Dari bunyi kalimat ini membuktikan
bahwa
negara
Indonesia
tidak
menganut paham
maupun
mengandung sifat sebagai negara sekuler. Sekaligus menunjukkan bahwa negara Indonesia bukan merupakan negara agama, yaitu negara yang didiri-kan atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang didirikan ataslandasan Pancasila atau negara Pancasila.
b. Pasal 29 UUD 1945 1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan
untuk
beribadah
menurut
agamanya
dan
kepercayaannya.
Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang Maha Esa, anti agama. Sedangkan sebaliknya dengan paham KetuhananYang Maha Esa ini hendaknya diwujudkan dan dihidup suburkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh doleransi dalam batas-batas yang diizinkan olehatau menurut tuntunan agama masing-masing, agar terwujud ketentraman dan ke-sejukan di dalam kehidupan beragama. Untuk senantiasa memelihra dan mewujudkan 3 model kerukunan hidup yang meliputi : 1. Kerukunan hidup antar umat seagama. 2. Kerukunan hidup antar umat beragama. 3. Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah.
Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan bangsa. Di dalam memahami sila I Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para pemuka agama senantiasa berperan di depan dalam menganjurkan kepada pemeluk agama masing-masing untuk menaati norma-norma kehidupan beragama yang dia-nutnya. Sebagai negara yang bermayoritas penduduk agama Islam, Pancasila sendiri yang sebagai dasar negara Indonesia tidak bisa lepas dari pengaruh agama yang tertu-ang dalam sila pertama yang berbunyi sila “ Ketuhanan yang Maha Esa ”. yang pada awalnya berbunyi “… dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluknya” yang sejak saat itu dikenal sebagai Piagam Jakarta. Namun dua ormas Islam terbesar saat itu dan masih bertahan sampai sekarang yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah menentang penerapan Piagam Jakartatersebut, karena dua ormas Islam tersebut menyadari bahwa jika penerapan syariat Islam diterapkan secara tidak langsung namun pasti akan menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dan secara “fair” hal tersebut dapat memojokkan umat beragama lain. Yang lebih buruk lagi adalah dapat memicu disintegrasi bangsa terutama bagi provinsi yang mayoritas beragama nonislam. Karena itulah sampai detik ini bunyi sila pertama adalah “ketuhanan yang maha esa” yang berarti bahwa Pancasila mengakui dan menyakralkan keberadaan Agama, tidak hanya Islam namun termasuk juga Kristen, Katolik, Budha dan Hindu sebagai agama resmi negara pada saat itu.
Butir-Butir Pancasila Sila Pertama Searah dengan perkembangan, sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat dijabarkan dalam beberapa point penting atau biasa disebut dengan butir-butir Pancasila Diantaranya: Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaanya kepada TuhanYang Maha Esa. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama
dan
kepercayaannya
masing-masing
menurut
dasar
bekerjasama
antra
kemanusiaanyang adil dan beradab. Mengembangkan
sikap
hormat
menghormati
dan
pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan YangMaha Esa. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yangmenyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.Dari butir-butir tersebut dapat dipahami bahwa setiap rakyat Indonesia wajib memeluk satu agama yang diyakini. Tidak ada pemaksaan dan saling toleransi antara agama yang satu dengan agama yang lain.
B. RUMUSAN MASALAH Untuk membahas tema tersebut, maka secara umum rumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Apa yang pengertian Ideologi Pancasila ? 2. Apakah muncul konflik ketika aliran Ahmadiyah muncul di Indonesia ? 3. Apa yang memicu kontroversi antara umat Islam dengan Ahmadiyah ?
BAB II PENDEKATAN HISTORIS TINJAUAN HISTORIS Pembahasan
historis
Pancasila
dibatasi
pada
tinjauan
terhadap
perkembangan rumusan Pancasila sejak tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968. Pembatasan ini didasarkan pada dua pengandaian, yakni: 1) Telah tentang dasar negara Indonesia merdeka baru dimulai pada tanggal 29 Mei 1945, saat dilaksanakan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI); 2) Sesudah Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 tersebut, kerancuan pendapat tentang rumusan Pancasila dapat dianggap tidak ada lagi. Permasalahan Pancasila yang masih terasa mengganjal adalah tentang penghayatan dan pengamalannya saja. Hal ini tampaknya belum terselesaikan oleh berbagai peraturan operasional tentangnya. Dalam hal ini, pencabutan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 (Ekaprasetia Pancakarsa) tampaknya juga belum diikuti upaya penghayatan dan pengamalan Pancasila secara lebih „alamiah‟. Tentu kita menyadari juga bahwa upaya pelestarian dan pewarisan Pancasila tidak serta merta mengikuti Hukum Mendel. Tinjauan historis Pancasila dalam kurun waktu tersebut kiranya cukup untuk memperoleh gambaran yang memadai tentang proses dan dinamika Pancasila hingga menjadi Pancasila otentik. Hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa dalam membahas Pancasila, kita terikat pada rumusan Pancasila yang otentik dan pola hubungan sila-silanya yang selalu merupakan satu kebulatan yang utuh.
BAB III PEMBAHASAN A. PEMAHAMAN DAN PELANGGARAN TERHADAP PANCASILA Ideologi
Pancasila
merupakan
dasar
negara
yang
mengakui
dan
mengagungkan keberadaan agama dalam pemerintahan. Sehingga kita sebagai warga negara Indonesia tidak perlu meragukan konsistensi atas Ideologi Pancasila terhadap agama. Tidak perlu berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi berbasis agama dengan alasan bahwa ideologi Pancasila bukan ideologi beragama. Ideologi Pancasila adalah ideologi beragama.Sesama umat beragama seharusnya kita saling tolong menolong. Tidak perlu melakukan permusuhan ataupun diskriminasi terhadap umat yang berbeda agama, berbeda keyakinan maupun berbeda adat istiadat. Hanya karena merasa berasal dari agama mayoritas tidak seharusnya kita merendahkan umat yang berbeda agama ataupun membuat aturan yang secara langsung dan tidak langsung memaksakan aturan agama yang dianut atau standar agama tertentu kepada pemeluk agama lainya dengan dalih moralitas.Hendaknya kita tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan tolak ukur nilai moralitas bangsa Indonesia. Sesungguhnya tidak ada agama yang salah dan mengajarkan permusuhan.Sebuah kesalahan fatal bila menjadikan salah satu agama sebagai standar tolak ukur benar salah dan moralitas bangsa. Karena akan terjadi gesekan antar agama. kalaupun penggunaan dasar agama haruslah mengakomodir standar dari Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu bukan berdasarkan salah satu agama entah agama mayoritas ataupun minoritas.
B. KASUS AHMADIYAH Keyakinan warga Ahmadiyah bahwa Mirza Ghulam Ahmad mendapat status kenabian merupakan persoalan kunci, yang memicu kontroversi dengan umat Islam mainstream, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di negara Muslim di dunia. Selain itu, hasil pengalaman spiritual Mirza Ghulam Ahmad yang kemudian dikompilasioleh pengikutnya dalam buku ‟ Tadzkirah‟, diposisikan sebagai ‟kitab suci‟. Dalam rapat kerja nasional (RAKERNAS) 4-6 November 2007 Majelis Ulama Indonesia menetapkan sepuluh kriteria aliran sesat, salah satunya adalah
Mengingkari salah satu dari rukun Iman dan rukun Islam. Juga apabila ada yang melecehkan dan atau merendahkan Nabi dan Rasul. Selain mengaku sebagai rasul, beberapa paham Amadilla yang dianggap sesat, antara lain: 1 . P e n g a k u a n M i r z a G h u l a m A h m a d s e b a g a i Tuhan. “Engkau dariku dan Akudarimu, punggungmu hádala punggung-Ku” (Tadzkirah 700) 2.Sikap Mirza Ghulam
Ahmad
terhadap
Muhammad
SAW . “Sesungguhnya Nab isaw memiliki tiga ribu mukjizat” (Kitab Tuhfan Kolrawiyah 67, RK 17/153). Dan sesungguhnya mukjizatku lebih dari satu juta mukjizat.” (Tadzkirah asy-Syahadatain 41, RK20/43) 3.Hujatan Mirza Ghulam Ahmad terhadap nabi Isa a.s. “Ya, dialah (Yesus Al-Masih) yang terbiasa banyak memaki dan Sangat jelek akhlaknya.” (RK 11/289,lampiran Injam Atiham 5 (foot note)). 4.Iuran wajib organisasi. “Candah (iuran) yang dinyatakan wajib oleh hazrat aqdasmasih mau‟ud a.s. (Mirza Ghulam Ahmad, pen) kepada setiap ahmadi untuk membayarnya dan siapa-siapa yang sampai tiga bulan berturut-turut tidak membayar, dikatakan keluar dari jemaat beliau. Itu sama sekali lain dan terpisah dari zakat” 5.Sakralisasi desa Qadian. “Sesungguhnya bumi Al -Qadian berhak untuk dihargai,karena menyerang dia sama dengan menyerang tanah haram.” (Durr Tsami 52)
C. Analisis Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Esensinya adalah Tuhan. Berhubungan dengan Agama. Bagaimana agama memandang Ahmadiyah? 1.Ahmadiyah
bukan
beda
dalam
masalah furu‟ (khilafiyah)
tapi
sudah beda dalam hal Aqidah. Sedangkan dalam hal Aqidah itu mutlak harus diikuti. Barang siapa yang berbeda, berarti dia telah murtad atau kafir. 2.Ahmadiyah tidak memiliki platform ajaran sendiri, tidak seperti agama lain yang memiliki platform ajarannya masing-masing. Jadi lebih baik ahmadiyah mendirikan agama sendiri, tanpa membawa-bawa Islam beserta segala atributnya.
3.Kitab-kitab
karangan Mirza Ghulam Ahmad beserta
tadzkirahnya menyebutkan bahwa setiap orang yang mengingkari kenabian Mirza Ghulam Ahmad (tidak mengakuinya) dianggap KAFIR oleh kalangan Ahmadiyah. Jadi bagi setiap umat Islam yang membela Ahmadiyah, pelajarilah dulu semuanya. Padahal jelas-jelas mereka menganggap setiap orang yang tidak mengakui kenabian Mirza Ghulam Ahmad dianggap KAFIR. 4 . S e t i a p u ma t b e r a g a m a y a n g me m p e l a ja r i a g a ma n y a d e n g a n b a i k d a n b e n a r , d i a akan merasakan nikmatnya beribadah dan menjalani ajaran agama tersebut. Dan akan menjadi sakit sekali bila agamanya itu dinodai. jadi bila ada
umat
Islam
yang
justru
malah
membela
Ahmadiyah,
berarti
dia
tidak mempelajari Islam dengan baik dan benar (lihat juga poin-poin di atas). 5.Ahmadiyah
juga
telah
membajak
kitab
suci
Al -Qur‟an. Tapi
(juga) dibiarkan oleh pemerintah dan para aparatnya. Tapi bila lagu „Indonesia Raya‟ dibajak atau„Indonesia‟ dinodai langsung ditangkap dan ditindak tegas. 6.Dalam buku
karangan
nabi palsu tersebut
juga
ada
yang
isinya menghina Nabi Isa a.s. 7.Mirza Ghulam Ahmad tidak hanya mengaku dirinya nabi, tapi juga mengaku dirinya itu malaikat, juga mengaku sebagai tuhan pencipta langit dan bumi (baca tadzkirah).
Jadi sudah jelas bahwa Ahmadiyah itu tidak sesuai dengan ajaran agama Islam yang telah diakui, tidak pantas menganggap dirinya Islam. Wajar bila banyak umat Islam yang melakukan berbagai aksi. Ini karena agama mereka telah dinodai.Dan juga dipandang dari Pancasila, Ahmadiyah jelas melanggar karena setiap umat beragama yang mempelajari agamanya dengan baik dan benar, dia akan merasakan nikmatnya beribadah dan menjalani ajaran agama tersebut. Dan akan menjadi sakit sekali bila agamanya itu dinodai, seperti yang dijelaskan diatas. Hal ini bertentangan dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan juga Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan yaitu :1.Pancasila
adalah ideologi
yang
sangat baik untuk diterapkan
di negara Indonesiayang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa karena Pancasilamengakui adanya pluralitas.2.Dengan mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara,
jika
melak-sanakannya dengan
baik, maka perwujudan untuk menuju negara yang aman dansejahtera pasti akan terwujud.3 . D a l a m m e m a h a m i s i l a K e t u h a n a n Y a n g M a h a E s a t a k dapat
dipisahkan
dari
k e - empat
sila
lainnya.4.Ditinjau
dari Pancasila Sila Ketuhanan Yang Maha Esa kasus Ahmadiyah merupakan suatu pelanggaran karena Pancasila mengajarkan kebebasan memeluk agama dan keyakinan masing-masing bukan kebebasan mengubah ajaran suatu agama yang dalam hal ini agama Islam.
B. SARAN Berdasarkan pembahasan diatas, ada beberapa saran yang perlu untuk diper-timbangkan untuk lebih meningkatkan pemahaman terhadap nilai Pancasila, yaitu: 1.Untuk semakin memperkokoh rasa bangga terhadap Pancasila, maka perlu ada-nya peningkatan pengamalan butir-butir Pancasila khususnya sila ke-1. Salahsatunya dengan saling menghargai antar umat beragama. 2.Untuk menjadi
sebuah
negara
Pancasila
yang
nyaman
bagi
rakyatnya, diperlukanadanya jaminan keamanan dan kesejahteraan setiap masyarakat yang ada di da-lamnya. Khususnya jaminan keamanan dalam melaksanakan kegiatan beribadah
DAFTAR PUSTAKA Kaelan, M.S. 2003. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma Kurniawan, apep Fajar. 2006. Teologi Kenabian Ahmadiyah. Jakarta : RMBOOKS Fathoni, Nuslih. 2002. Paham Mahdi Syiah dan Ahmadiyah dalam Perspektif. Jakarta : Rajawali Pers