Pelayanan Prima Pada Sektor Publik Oleh: Iqbal Islami *)
A. Pendahuluan Nilai yang ketiga dari lima nilai-nilai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) adalah pelayanan. Sebagai sebuah organisasi pemerintah maka salah satu fungsi yang harus dilakukan adalah memberikan pelayanan publik kepada seluruh pemangku kepentingan yang terkait. Pemangku kepentingan Kemenkeu adalah segenap pihak yang terkait
baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan pengelolaan keuangan Negara seperti seperti masyarakat, perusahaan, Kementerian/Lembaga beserta satuan-satuan kerjanya, dan lain-lain.
Menurut
UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, definisi pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pada masa sekarang ini sudah bukan jamannya lagi bagi suatu instansi pemerintah untuk memberikan pelayanan yang seadanya kepada para pemangku kepentingannya. Pelayanan yang diberikan haruslah mencapai apa yang disebut sebagai pelayanan prima yaitu memberikan pelayanan yang melebihi apa yang diharapkan oleh penerima pelayanan. Dengan demikian akan memberikan kepuasan yang tinggi kepada para penerima pelayanan tersebut. Pada banyak negara, perbaikan proses pelayanan pada sektor publik telah menjadi prioritas termasuk juga di Indonesia. Para penerima pelayanan publik di Indonesia sekarang ini sudah lebih pintar dan lebih tahu tentang hak-haknya serta lebih kritis. Mereka sudah tahu bentuk pelayanan yang disebut pelayanan prima dan mereka mengharapkan untuk mendapatkan pelayanan prima dari instansi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada mereka.
1
Hal yang sama terjadi pada para pemangku kepentingan yang menerima pelayanan dari instansi-instansi di lingkungan Kemenkeu. Mereka menuntut pelayanan prima pada waktu berhubungan dengan Kemenkeu. Maka sangat tepat sekali nilai pelayanan dimasukkan sebagai salah satu dari lima nilai Kemenkeu. Dengan memasukkan pelayanan ke dalam nilai Kemenkeu diharapkan pelayanan prima menjadi hidup dalam setiap aktivitas yang dilakukan sehari-hari oleh seluruh pejabat dan pegawai di lingkungan Kemenkeu. Makna dari nilai pelayanan pada nilai-nilai Kemenkeu adalah memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan aman. Untuk mencapai pelayanan
seperti pada makna
pelayanan tersebut maka ada dua perilaku utama yang harus dilakukan, yaitu pertama melayani dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentingan dan kedua bersikap proaktif dan cepat tanggap. B. Karakteristik Organisasi yang Memberikan Pelayanan Prima The Institute of Customer Service dari Inggris seperti yang dikutip oleh Beevers mempunyai visi tentang suatu organisasi yang memberikan pelayanan prima kepada para pelanggannya yaitu sebagai berikut: “The organisation is honest, gives good value for money, has a high reputation, meets deadlines, has quality products and services, has easy to understand processes, responds to criticism, encourages complaints and handles them well, and demonstrates that it is passionate about customers. At all levels people are respected, well trained, friendly, contactable, flexible, knowledgeable, honest, trusted, stable, involved and consistent. The perceived culture is one of professionalism, efficiency, teamwork, caring, respect, seriousness, but with a touch of fun and character.” Dari visi tersebut terlihat begitu banyak karakteristik dari organisasi yang memberikan pelayanan prima yaitu mulai dari sifat jujur yang berarti organisasi tersebut dalam memberikan pelayanan tidak boleh membohongi atau menyembunyikan sesuatu yang penting untuk pihak yang dilayaninya. Pelayanan yang diberikan haruslah efisien artinya tidak boleh berbiaya tinggi. Manfaat yang diterima pihak yang dilayani harus jauh melebihi biaya yang dikeluarkan mereka. Itulah arti dari good value for money.
2
Selanjutnya, organisasi tersebut harus mempunyai reputasi yang tinggi dimata para pemangku kepentingannya sebagai organisasi yang senantiasa memberikan pelayanan prima. Setiap pelayanan yang diberikan pun mempunyai standar pelayanan minimum (SPM) misalnya standar waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan pelayanan tersebut. SPM bukan hanya sebagai lip service namun benar-benar dilaksanakan dalam praktik seharihari dari organisasi tersebut. Dengan demikian para penerima pelayanan akan mempunyai kepastian waktu dan biaya atas layanan yang diterimanya. Selain itu, layanan yang diberikan baik berupa barang ataupun jasa haruslah berkualitas tinggi. Bukan pelayanan yang apa adanya. Proses pelayanan yang diberikan mudah dan sederhana. Tidak ada lagi praktik kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah. Yang dilakukan adalah sebaliknya, kalau bisa dipermudah kenapa harus dipersulit. Organisasi yang memberikan pelayanan prima harus mampu untuk memberikan respon yang baik terhadap kritik dan mendorong keluhan para pelanggan dan menanganinya dengan baik. Organisasi tersebut harus memiliki sistem dan prosedur penerimaan keluhan pelanggan dan penanganannya. Selanjutnya, organisasi tersebut harus memastikan bahwa sisten tersebut berjalan dengan baik untuk memastikan bahwa atas setiap kritikan dan keluhan yang diterima akan dijawab sebagaimana mestinya. Kritikan dan keluhan akan dipandang sebagai pelung untuk melakukan perbaikan agar organisasi tersebut dapat terus meneruskan meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan. Selain itu, secara periodik harus juga dilakukan survey kepuasan pelanggan sehingga organisasi tersebut dapat mengetahui secara langsung pendapat para pelanggannya atas pelayanan yang diberikan. Untuk dapat memberikan pelayanan prima maka orang-orang yang ada di dalam organisasi tersebut haruslah orang-orang yang mempunyai jiwa pelayanan sehingga pada waktu memberikan pelayanan maka mereka melakukannya dengan sepenuh hati. Mereka mempunyai passion tentang para pelanggannya. Melayani pelanggan tidak lagi dianggap sebagai kewajiban tetapi sudah lebih dari itu yaitu sudah dianggap sebagai kesenangan. Dengan demikian, pada organisasi yang hendak mencapai pelayanan prima maka orangorang di dalamnya pada setiap tingkatan mulai tingkat yang paling rendah sampai tingkat yang paling tinggi terdiri dari orang-orang yang terhormat, dilatih dengan baik, bersahabat, mudah dihubungi, fleksibel, berpengetahuan, jujur, dipercaya, stabil, terlibat, dan konsisten. Dengan mempunyai orang-orang yang memiliki karakter tersebut maka pelayanan prima akan dengan gampang dapat diwujudkan. 3
Selain itu, organisasi tersebut juga mempunyai budaya professional, efisien, bekerja dalam tim, menghormati, serius namun tetap dengan sentuhan gembira dan berkarakter. Dengan memiliki karakteristik-karakteristik seperti yang diuraikan di atas maka pelayanan prima akan menjadi suatu budaya yang hidup dalam keseharian organisasi tersebut. Tidak hanya sebagai pencitraan saja. C. Pelayanan Publik yang Prima pada Sektor Publik Pelayanan prima pada sektor bisnis atau swasta merupakan hal yang sangat penting untuk keberlangsungan dan kesuksesan suatu perusahaan. Apabila suatu perusahaan tidak dapat atau tidak mau memberikan pelayanan prima kepada konsumennya maka akan ada kompetitornya yang mau melakukan dan menyediakannya. Sehingga perusahaan yang tidak dapat memberikan kepuasan kepada konsumennya akan ditinggalkan konsumennya. Bagaimana dengan pelayanan prima pada sektor publik? Pada era sekarang ini tuntutan masyarakat kepada sektor publik untuk memberikan pelayanan prima kepada para pemangku kepentingannya semakin tinggi. Masyarakat dan para pemangku kepentingan lain yang membutuhkan pelayanan dari organisasi sektor publik semakin menuntut pelayanan yang sama kualitasnya dengan pelayanan yang biasa mereka terima dari sektor bisnis. Status organisasi publik tidak dapat dijadikan alasan untuk memberikan pelayanan yang seadanya atau di bawah standar. Waktu tunggu yang lama di antrian, respon yang lambat atas permasalahan yang disampaikan, berbelit-belitnya proses pengurusan perizinan, dan mahalnya biaya yang harus dibayar atas pelayanan yang diterima adalah contoh keluhan yang biasa disampaikan oleh masyarakat atas pelayanan yang diberikan oleh organisasi sektor publik. Oleh sebab itu, organisasi sektor publik harus melakukan perubahan-perubahan yang radikal agar dapat memberikan pelayanan prima atas pelayanan publik yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Salah satunya adalah dengan menetapkan para pengguna pelayanan publik sebagai pusat atau inti dari perancangan dan pelaksanaan dari pelayanan yang akan diberikan. Ini sama dengan konsep dalam dunia bisnis yang mengatakan bahwa pelanggan adalah prioritas pertama.
Untuk itu, suatu organisasi publik harus mengintegrasikan
pelayanan publik yang prima ke dalam misi, tujuan, dan sasaran organisasinya. Dengan demikian pelayanan publik yang prima harus dipandang dan dimasukkan sebagai hal yang
4
strategis yang akan mempengaruhi seluruh aspek kegiatan organisasi publik mulai dari aspek strategis sampai ke hal yang bersifat teknis operasional. Salah satu aspek yang strategis adalah dalam hal alokasi sumber daya seperti personil, pelatihan, pendanaan, fasilitas pelayanan, dan proses bisnis. Tidak boleh ada alasan bahwa pelayanan publik yang prima tidak dapat dilaksanakan karena alasan kekurangan sumber daya seperti personil dan fasilitas kerja. Dengan menempatkan pelayanan publik yang prima sebagai hal yang strategis maka tujuan pelayanan prima tersebutlah
yang akan
mempengaruhi bagaimana alokasi sumber daya dilakukan. Bukan sebaliknya. Organisasi publik harus memastikan bahwa sumber daya seperti orang dan fasilitas kerja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pelayanan publik yang prima yang telah ditetapkan harus dapat dipenuhi. Alokasi sumber daya ini menjadi penting karena akan mempengaruhi kualitas dari pelayanan publik. Dengan demikian proses penganggaran yang dilakukan harus mampu untuk menyediakan anggaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan pelayanan publik yang ditetapkan. Pelayanan publik yang prima tidak berarti pelayanan harus diberikan berapapun biayanya. Sebagai organisasi publik maka organisasi yang memberikan pelayanan publik harus memasukkan prinsip efisiensi dalam pelaksanaan pelayanannnya Organisasi publik harus mampu untuk memberikan pelayanan publik yang prima secara efisien. Efisiensi disini bukan dilakukan dengan mengorbankan kualitas. Efisiensi dilakukan misalnya dengan penyederhanaan proses bisnis. Biaya pelayanan untuk kenikmatan pemberi pelayanan harus diminimalkan. Sebaliknya biaya pelayanan yang akan dinikmati oleh penerima pelayanan harus dimaksimalkan. Sebagai contoh, ruang tunggu dan rancangan ruang tunggu untuk para penerima pelayanan harus dibuat nyaman. Demikian pula sistem antrian yang dibuat harus dibuat transparan, adil, dan memberikan kenyamanan kepada para penerima pelayanan. Menurut
Richard
Beevers
ada
tiga
determinan dari pelayanan pelanggan yang prima yaitu orang, proses, dan teknologi seperti dapat dilihat pada gambar di sebelah ini. Ketiga determinan tersebut harus dipandang sebagai lingkaran yang saling beririsan (overlapping). Daerah di mana ketiga lingkaran tersebut saling beririsan itulah yang dinamakan “sweet spot of 5
service quality” yang dicapai bila ketiga determinan tersebut berjalan dengan harmoni sesuai dengan standar atau ekspektasi dari pelanggan. Ekspektasi pelanggan harus dijadikan barometer dalam menetapkan standar pelayanan yang diberikan. Pelayanan prima hanya akan tercapai apabila organisasi pemberi pelayanan mampu untuk memberikan pelayanan lebih dari ekspektasi pengguna pelayanan. Orang (people) yang terlibat dalam pemberian pelayanan harus memiliki jiwa pelayanan sehingga dapat memberikan pelayanan dengan sepenuh hati. Ini merupakan syarat perlu tapi tidak cukup. Orang yang mempunyai jiwa pelayanan yang tinggi tadi harus juga dilengkapi dengan proses (processes) berupa proses bisnis dan teknologi (technology) seperti teknologi informasi yang memungkinkannya untuk dapat memberikan pelayanan yang prima. Proses bisnis harus disederhanakan dan dilengkapi dengan teknologi informasi yang handal dan tepat guna sehingga memungkinkan orang agar dapat memberikan pelayanan yang prima. Mengingat pelayanan selama ini belum menjadi prioritas utama pada organisasi publik, maka pengembangan kapasitas dalam ketiga determinan tersebut menjadi penting untuk dilakukan agar suatu organisasi publik dapat memberikan pelayanan prima. 1. Orang (Sumber Daya Manusia) Orang atau sumber daya manusia yang ada di organisasi publik tersebut mulai dari tingkat atas sampai dengan yang berada di garis depan harus memiliki budaya dan jiwa pelayanan yang tinggi. Pertama-tama, orang-orang yang berada di tingkat atas harus memiliki kepemimpinan yang kuat untuk menetapkan dengan jelas bahwa pelayanan prima merupakan tujuan yang hendak dicapai. Selanjutnya para pimpinan harus memberikan contoh tauladan sehingga nilai pelayanan menjadi nilai yang hidup dalam keseharian seluruh orang dalam organisasi tersebut. Orang-orang dalam organisasi tersebut harus sama-sama menyadari bahwa pelayanan prima bukan sekedar jargon atau pemanis saja. 2. Proses Bisnis Selanjutnya, organisasi publik tersebut harus melakukan reformasi birokrasi dengan menata ulang proses bisnisnya. Standar pelayanan minimum (SPM) untuk masing-masing jenis pelayanan yang diberikan harus ditetapkan dengan memperhatikan ekspektasi penerima pelayanan. Standard operating procedures (SOP) atau proses operasi standar untuk masingmasing jenis pelayanan harus dibuat sehingga telihat dengan jelas siapa melakukan apa. Dengan adanya SOP maka pelaksanaan pelayanan tidak 6
tergantung pada siapa yang
melakukannya. Dengan demikian, siapapun yang melakukan pelayanan tersebut penerima pelayanan akan mendapatkan standar pelayanan yang sama. 3. Teknologi Informasi Agar orang-orang yang ada dalam suatu organisasi publik dapat melaksanakan proses pelayanan sesuai dengan prosedur operasi standar dan mencapai SPM yang telah ditetapkan maka orang-orang tersebut harus dibekali dengan teknologi seperti teknologi informasi. Dengan meningkatnya volume jumlah transaksi atau frekuensi pelayanan yang harus diberikan maka proses pelayanan yang dibangun harus dengan memanfaatkan teknologi informasi secara maksimal. Salah satu variabel penting yang akan menentukan kepuasan para penerima pelayanan adalah kecepatan dan ketapatan waktu pelayanan. Teknologi informasi harus dibangun dan digunakan semaksimal mungkin untuk memungkinkan para pemberi pelayanan di garis depan dapat memberikan pelayanan prima. Informasi yang dibutuhkan oleh orang-orang yang ada di garis depan harus dapat dengan cepat dan mudah diakses sehingga memungkinkan mereka untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsi pelayanannya dengan baik dan cepat. Dengan mengembangkan ketiga determinan penting tersebut maka pelayanan publik yang prima akan sangat mungkin dilakukan oleh suatu organisasi publik. Sinergi ketiga unsur yaitu orang-orang yang mempunyai jiwa pelayanan yang tinggi dengan ditunjang bisnis proses yang sederhana dan ringkas serta didukung juga dengan teknologi informasi yang tepat guna dan handal maka akan terciptalah apa yang dinamakan sebagai “sweet spot of service quality”. Dengan demikian pelayanan publik yang diterima para penerima atau pengguna pelayanan akan dapat melebih ekspektasi mereka. D. Pelayanan Publik yang Prima pada Kemenkeu Pelayanan publik prima pada Kemenkeu bukan lagi sekedar pemanis kata-kata tetapi telah dilakukan dalam praktik pelaksanaan proses bisnis sehari-hari. Langkah-langkah kongkrit telah dilakukan untuk menjadikan pelayanan prima sebagai budaya yang hidup dalam keseharian aktivitas dan kegiatan di lingkungan Kemenkeu. Informasi tentang hal ini secara lengkap dapat dilihat pada situs Reformasi Birokrasi Kemenkeu dengan alamat http://www.reform.depkeu.go.id/ Berdasarkan informasi pada situs tersebut dapat diketahui bahwa pada setiap Eselon I di lingkungan Kemenkeu telah dikembangkan layanan-layanan unggulan guna memberikan 7
kepastian pelayanan, antara lain terhadap proses, jangka waktu penyelesaian, biaya atas jasa pelayanan, dan persyaratan administrasi yang disediakan masing-masing unit Eselon I sebagaimana yang telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 187/Kmk.01/2010 Tentang Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure) Layanan Unggulan Kementerian Keuangan. Sebagai contoh, di DJP salah satu layanan unggulannya adalah Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan janji jangka waktu penyelesaian 1 (satu) hari kerja sejak permohonan pendaftaran NPWP diterima secara lengkap dan tidak ada biaya atas jasa pelayanan ini. Bahkan, atas setiap layanan unggulan tersebut telah dibuat SOP-nya oleh masing-masing unit terkait di lingkungan Kemenkeu. Penyusunan dan pelaksanaan layanan unggulan tadi merupakan bagian dari pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Kemenkeu yang telah dimulai sejak tahun 2006. Terdapat tiga pilar utama dari reformasi birokrasi di Kemenkeu yaitu Penataan organisasi, Penyempurnaan proses bisnis, dan Peningkatan disiplin dan manajemen SDM. Dan sebagai puncak atau tujuan yang hendak dicapai adalah pelayanan publik yang prima sehingga akan dapat diraih kepercayaan publik yang tinggi terhadap Kemenkeu. Penataan dilakukan
organisasi
meliputi
yang
pemisahan,
penggabungan, dan penajaman fungsi, serta
modernisasi.
Modernisasi
diimplementasikan
dalam
pembentukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Modern Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Utama (KPU DJBC) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
dan
Perbendaharaan
Kantor Negara
Pelayanan (KPPN)
Percontohan. Dengan modernisasi tersebut, saat ini masyarakat telah dapat memperoleh pelayanan prima pada 3 KPP Wajib Pajak Besar, 28 KPP Madya, dan 171 KPP Pratama. Selain itu pelayanan prima juga dapat diperoleh di KPU Tipe A DJBC Tanjung Priok dan KPU Tipe B DJBC Batam. Sementara di 18 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Percontohan juga telah beroperasi. Penataan organisasi ini akan terus berlanjut dan
8
semuanya dilakukan agar organisasi di lingkungan Kemenkeu mampu untuk menghasilkan kebijakan berkualitas dan dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Selain itu, penyempurnaan proses bisnis yang dilakukan di Kemenkeu antara lain adalah
penyusunan SOP yang rinci dan dapat menggambarkan setiap jenis keluaran
pekerjaan secara komprehensif , melakukan analisis dan evaluasi jabatan untuk memperoleh gambaran rinci mengenai tugas yang dilakukan oleh setiap jabatan, serta melakukan analisis beban kerja untuk dapat memperoleh informasi mengenai waktu dan jumlah pejabat yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Dengan ketiga alat tersebut Kemenkeu diharapkan dapat memberikan layanan prima kepada publik, yaitu layanan yang terukur dan pasti dalam hal waktu penyelesaian, persyaratan administrasi yang harus dipenuhi, dan biaya yang harus dikeluarkan. Saat ini di Kemenkeu telah berhasil disusun 6.820 SOP, dengan 35 SOP diantaranya dipilih menjadi SOP unggulan (quick win). Untuk menjaga mutu pelayanan kepada masyarakat, pelaksanaan SOP tersebut akan terus dimonitor, dievaluasi, dan disempurnakan secara berkesinambungan, sehingga terwujud pelayanan prima di lingkungan Kemenkeu. Selain itu, setiap eselon I di lingkungan Kemenkeu juga terus membenahi teknologi informasi yang digunakannya untuk mendukung SDM yang melakukan pelayanan agar mampu melaksanakan SOP dengan baik sehingga dapat mencapai SPM yang ditentukan dan akhirnya akan memberikan kepuasan yang tinggi atas pelayanan yang diberikannya. Terakhir tetapi bukan yang tidak penting, untuk mewujudkan pelayanan prima adalah adalah peningkatan disiplin dan manajemen SDM. Dengan langkah ini diharapkan Kemenkeu ke depan akan memiliki SDM yang profesional dan bertanggung jawab yang akan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan kepada masyarakat. Prinsip peningkatan manajemen SDM meliputi peningkatan kualitas, penempatan SDM yang kompeten pada tempat dan waktu yang sesuai, sistem pola karir yang jelas dan terukur, pengelolaan SDM berbasis kompetensi, serta keakuratan dan kecepatan penyajian informasi SDM sesuai kebutuhan manajemen. Sedangkan program peningkatan manajemen SDM terdiri dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi, pembangunan assessment center, penyusunan pola mutasi, peningkatan disiplin, dan pengintegrasian Sistem Informasi Pegawai (SIMPEG). Saat ini di seluruh Kemenkeu mulai dilakukan pemetaan kompetensi SDM, yang pada gilirannya akan digunakan sebagai bahan bagi pengembangan SDM yang professional. 9
Sebagai contoh, salah satu proyek besar yang dilakukan di Kemenkeu adalah proyek yang dilaksanakan di DJP yaitu proyek yang disebut PINTAR (Project for Indonesia Tax Administration Reform) yang bertujuan untuk: 1) meningkatkan ketaatan wajib pajak dengan meningkatkan efisiensi dan efektifitas DJP; dan 2) meningkatkan tata kelola yang baik dalam administrasi pajak dengan memperkuat mekanisme transparansi dan akuntabilitas. Terdapat empat komponen dari proyek ini. Komponen pertama adalah peningkatan efisiensi dan manajemen pengumpulan data wajib pajak yang salah satunya adalah dengan penyedian infrastruktur Information and Communications Technology (ICT). Komponen kedua dari proyek ini adalah pengelolaan dan pengembangan SDM. Komponen ketiga yaitu memperkuat ketaatan atas manajemen operasi dan komponen keempat adalah manajemen proyek dan perubahan. Komponen ketiga dan keempat tersebut dapat dikatakan berkaitan dengan proses bisnis. Dengan demikian dapat dilihat bahwa proyek yang dilakukan oleh DJP ini konsisten dengan tiga determinan penting agar organisasi public mampu untuk memberikan pelayanan prima. Diharapkan dengan selesainya proyek tersebut maka disamping akan meningkatkan penerimaan perpajakan, DJP juga akan lebih mampu untuk memberikan pelayanan prima kepada para wajib pajak dan pemangku kepentingan lain. E. Kesimpulan Hal-hal yang telah dilakukan oleh Kemenkeu mulai dari pelaksanaan reformasi birokrasi yang tujuannya untuk meraih kepercayaan publik dengan mampu untuk melakukan pelayanan prima sampai dengan dimasukkannya nilai pelayanan sebagai salah satu nilai Kemenkeu menunjukkan bahwa Kemenkeu serius untuk mewujudkan pelayanan prima dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Kegiatan ataupun proyek-proyek yang dilakukan oleh Kemenkeu konsisten dengan tiga determinan yang penting dari pelayanan prima yaitu SDM, proses bisnis, dan teknologi informasi seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Ketiga aspek tersebut yaitu SDM, proses bisnis dan teknologi informasi benar-benar merupakan aspek yang diperhatikan untuk ditata ulang dalam proses reformasi birokrasi di lingkungan Kemenkeu. Ketiga determinan tersebut merupakan aspek-aspek penting dalam pelaksanaan modernisasi kantor-kantor pelayanan di lingkungan Kemenkeu. Dengan penataan proses bisnis dan penggunaan teknologi informasi yang andal dan tepat guna maka SDM di lingkunan Kemenkeu akan lebih mampu untuk mewujudkan pelayanan prima.
10
Pelayanan prima akan semakin menjadi hidup dalam keseharian pelaksanaan tugas dan fungsi pelayanan publik di lingkungan Kemenkeu dengan internalisasi nilai pelayanan pada nilai-nilai Kemenkeu yang maknanya adalah memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan aman. Untuk mencapai pelayanan seperti pada makna pelayanan tersebut maka ada dua perilaku utama yang harus dilakukan, yaitu pertama melayani dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentingan dan kedua bersikap proaktif dan cepat tanggap. Kedua perilaku tersebut diharapkan akan menjadi perilaku yang asli atau genuine yang muncul dari kesadalan internal masing-masing insan di lingkungan Kemenkeu dan bukan karena keterpaksaan. Sebagai penutup, berikut disampaikan beberapa cara dan kiat yang mungkin dapat dilakukan untuk memberikan pelayanan bagi SDM di lingkungan Kemenkeu yaitu antara lain: Fokus pada kepuasan pihak yang dilayani. Memberikan pelayanan dengan sepenuh hati. Jujur terhadap pelayanan yang diberikan. Sabar dan ikhlas dalam memberikan pelayanan. Menerima dan mendengar dengan baik serta tidak bersikap asertif apabila ada keluhan dan kritik atas pelayanan yang diberikan. Bahasa tubuh, penampilan, dan gaya bicara yang ramah dan bersahabat. Mempunyai pengetahuan yang luas terkait dengan pelayanan yang diberikan.
*) Penulis adalah Widyaiswara Madya pada Pusdiklat PPSDM
Daftar Pustaka: 1.
Richard Beevers, Northern Housing Consortium, Webster’s Ropery, Customer Service Excellence in the Publik Sector
2.
Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan, www.reform.depkeu.go.id, diakses tanggal 29 Oktober 2012
3.
www.worldbank.org/projects/p100740/project-indonesian-tax-administration-reform-pintar?lang=en, diakses tanggal 8 November 2012
11