PELAKSANAAN PENDAMPINGAN KELOMPOK DALAM PROGRAM BINA KELUARGA LANSIA (BKL) *YUSNADI DAN **YUSNIAR * Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah ** Mahasiswa Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Email :
[email protected] ABSTRAK Permasalahan penelitian ini berkaitan dengan pelaksanaan pendampingan kelompok yang dilakukan pendamping terhadap lansia dalam program Bina Keluarga Lansia. Jenis penelitian yang digunakan adalah evaluasi dengan pendekatan kuantitatif. Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yang berupa penyebaran angket (kuesioner) dan dokumentasi. Sampel penelitian ini adalah pendamping lapangan yang bertugas di dalam program BKL sebanyak 80 orang. Alat pengumpulan data yang digunakan yaitu angket dengan rumus P=F/N x 100%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Pelaksanaan pendampingan kelompok secara klasikal cenderung baik (B) dilihat dari 46 responden berada pada kategori baik dengan persentase 57,5% (2) tahap persiapan sebelum pelaksanaan pendampingan sebesar 38,75% (3) tahap identifikasi yang dilakukan pendamping diperoleh sebesar 42,07% (4) tahap perencanaan alternatif program sebesar 44% (5) tahap perumusan rencana kegiatan sebesar 40,41% (6) tahap pelaksanaan program sebesar 43,65% (7) tahap evaluasi diperoleh sebesar 46,96%. Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan aspek pada tahap yang telah dilakukan di atas, dengan adanya pelaksanaan pendampingan kelompok menentukan keberhasilan program BKL sehingga pelaksanaan pendampingan kelompok dalam program bina keluarga lansia di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang dinyatakan baik. Kata Kunci : Pendampingan Kelompok, Program Bina Keluarga Lansia
PENDAHULUAN Lanjut usia merupakan fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang dimulai dengan adanya perubahan dalam hidup. Usia lanjut pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Indonesia mengalami peningkatan jumlah dan proporsi penduduk berusia 60 tahun keatas cukup pesat. Di Indonesia jumlah lansia meningkat menjadi 20.547.541 pada tahun 2009 jumlah ini termasuk terbesar keempat setelah China, India dan Jepang (U.S.Sensus Bureau, International Data Base. 2009). Badan kesehatan dunia WHO
menyatakan bahwa penduduk lansia pada tahun 2020 mendatang sudah mencapai angka 11,34% atau tercatat 28,8 juta orang (Depkes RI. 2005). Berdasarkan Laporan Kementrian Kesehatan RI (2013), jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 11,3 juta jiwa (6,4%), meningkat menjadi 15,3 juta jiwa (7,4%) pada tahun 2000. Pada tahun 2011 diketahui jumlah lansia sama dengan jumlah balita yaitu sekitar 24 juta jiwa atau 9,77% dari seluruh jumlah penduduk. Hal ini sama dengan yang disampaikan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN provinsi Sumatera Utara),
8
bahwa jumlah penduduk lansia mencapai sekitar 24 juta jiwa. Padahal, tahun 1970 silam, jumlah penduduk lansia di Indonesia baru mencapai 2 juta jiwa. Jumlah penduduk Sumatera Utara sebanyak 13.042.317 jiwa dan sekitar 6,3% dari populasi tersebut adalah lanjut usia yang jumlahnya 820.990 jiwa, sedangkan jumlah lanjut usia yang dibina sebesar 24.659 atau sekitar 30% dari seluruh populasi lansia (BPS, 2013). Dengan meningkatnya jumlah penduduk lansia, maka perhatian terhadap lansia perlu ditingkatkan agar terwujud kualitas keluarga yang sejahtera. Kenyataannya, peningkatan jumlah penduduk lanjut usia menimbulkan berbagai masalah diberbagai aspek kehidupan lansia, baik secara individu dalam kaitannya dengan keluarga, masyarakat maupun pemerintah. Permasalahan tersebut berupa aspek kesehatan fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi. Manusia lanjut usia akan mengalami kemunduran terutama dibidang kemampuan kesehatan fisiknya karena adanya proses penuaan atau perubahan yang dialami lansia sendiri, yang dapat mengakibatkan pada timbulnya gangguan dalam mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain (old age ratio dependency). Pemerintah masih terus bergulat dengan berbagai pemikiran dan kebijakan agar para lansia tetap berdaya dimasa tuanya.
Pembangunan kesehatan adalah salah satu upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat masyarakat setinggi-tingginya. Seiring dengan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi lansia, maka BKKBN memiliki suatu program yang berfokus pada kesehatan lansia yaitu melalui program Bina Keluarga Lansia (BKL). Program Bina Keluarga Lansia dilaksanakan melalui kegiatan posyandu lansia merupakan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat yang bekerja sama antara petugas kesehatan dengan masyarakat. Program Bina Keluarga Lansia (BKL) merupakan suatu wadah yang dilakukan oleh keluarga yang memiliki lansia untuk mengetahui, memahami, dan mampu membina kondisi dan masalah yang dihadapi lansia. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan lansia, melalui kepedulian dan peran keluarga dalam mewujudkan lansia yang sehat, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, produktif dan bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat. Dengan demikian, diperlukan kesiapan keluarga khususnya keluarga lansia atau keluarga yang memiliki lansia untuk dapat dibina melalui kelompok kegiatan Bina Keluarga Lansia (BKKBN, 2010).
9
Peran keluarga dalam program ini dituntut dalam memenuhi kebutuhan lansia diantaranya berupa pemenuhan kebutuhan ekonomi, kesehatan fisik, nutrisi makanan, serta berupaya memotivasi lansia agar tetap menanamkan perilaku hidup sehat sehingga lansia tetap sehat, bugar, dan tidak menjadi beban. Program Bina Keluarga Lansia kiranya perlu disosialisasikan keberadaannya kepada masyarakat yang menjadi sasaran program melalui berbagai media massa. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat dengan memanfaatkan keberadaan kegiatan yang ada dimasyarakat, seperti majelis taklim atau pengajian. Semua itu perlu dilakukan agar program Bina Keluarga Lansia semakin dikenal oleh masyarakat dan mau mengikuti program ini. Selain itu, agar program Bina Keluarga Lansia berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka diperlukan orang yang ahli yaitu pendamping dalam menangani program tersebut. Sebagaimana sumodiningrat dalam priyono (1996) mengemukakan bahwa pendamping dapat meliputi pendamping setempat, yaitu kader-kader yang ada di desa setempat, pendamping teknis yang berasal dari tenaga penyuluh kementrian teknis, dan pendamping khusus yang disediakan bagi masyarakat desa miskin di desa tertinggal dengan pembinaan khusus. Pendampingan kelompok merupakan salah satu cara menentukan keberhasilan program
bina keluarga lansia (BKL). Untuk mengembangkan peran keluarga, demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat lansia, maka harus melibatkan masyarakat sebagai subjek bukan hanya objek yang hanya menerima program Bina Keluarga Lansia (BKL). Dengan demikian, masyarakat diajak bertanggung jawab dalam perencanaan kegiatan yang akan dilakukan hingga pelaksanaan serta pengembangan dari kegiatan dimasa yang akan datang. Oleh sebab itu, hendaknya pendamping bisa mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dengan melakukan pendampingan kelompok agar tujuan keluarga sehat dan sejahtera dapat terwujud. Pada tahun 2013 jumlah penduduk lansia di Kecamatan Tanjung Morawa mencapai 8125 jiwa. Jumlah Lansia yang kurang sejahtera sekitar 1289 jiwa. Jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah Lansia yang menjadi anggota BKL yaitu hanya 313 jiwa atau sekitar 24,3% dan pendamping yang ada di kecamatan tanjung morawa hanya berjumlah 80 orang pendamping. (Data Basis Kecamatan Tanjung Morawa, 2013). Dari data di atas menunjukkan bahwa sampai saat ini program Bina Keluarga Lansia mengalami kendala untuk melaksanakan program tersebut. Program Bina Keluarga Lansia yang ada di Kecamatan Tanjung Morawa belum banyak dikenal oleh masyarakat lansia. Hal ini terjadi
10
karena kurangnya sosialisasi yang diberikan pendamping kepada masyarakat sehingga program bina keluarga lansia belum berjalan dengan maksimal dan dilihat secara jumlah, pendamping yang ada di kecamatan tanjung morawa tidak sebanding atau setara dengan banyaknya lansia, sehingga mereka tidak mampu menjangkau lokasi karena keterbatasan tenaga pendamping. Padahal, peran pendamping sangat menentukan keberhasilan suatu program karena mereka akan menjadi ujung tombak di lapangan dalam memberikan motivasi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan program. Melalui pendampingan, informasi tentang lanjut usia dapat tersampaikan kepada anggota kelompok BKL disetiap kecamatan dan adanya pendamping juga akan menjadi wahana bagi masyarakat untuk saling belajar mentransformasikan pikiran, persepsi, perilaku yang diharapkan akan terjadi peningkatan kearah yang lebih baik. Tetapi, pendamping masih memiliki kekurangan dalam menyampaikan informasi kepada kelompok lansia sehingga kurangnya partisipasi masyarakat lansia untuk mengikuti kegiatan yang telah dibuat. Dari uraian latar belakang permasalahan yang dihadapi, maka akan dilakukan penelitian “Pelaksanaan Pendampingan Kelompok dalam program Bina Keluarga Lansia di Kecamatan
Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang”. METODE PENELITIAN Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan untuk mendapatkan penjelasan dan menjawab permasalahan penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan angket dan dokumentasi. Angket Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pernyataan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Angket yang digunakan dalam penelitian ini ditujukan kepada pendamping dalam program BKL di Kecamatan Tanjung Morawa. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup menggunakan skala Likert. Jawaban setiap item instrumen menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sampai negatif yaitu dengan pilihan jawaban berjumlah empat (a, b, c, dan d) dengan skor: a. Pilihan jawaban a skor 4 menyatakan Sangat sering b. Pilihan jawaban b skor 3 menyatakan sering c. Pilihan jawaban c skor 2 menyatakan kadangkadang d. Pilihan jawaban d skor 1 menyatakan tidak pernah
11
Pengukuran variabel berdasarkan skala Likert yaitu: 76%-100% = Sangat Baik 51%-75% = Baik
26%-50% = Cukup Baik 0%-25% = Kurang Baik (Hadi: 1982)
Tabel 1 Kisi-kisi angket No. 1.
Variabel Pelaksanaan pendampinga n Kelompok
Sub Variabel
Indikator
1. Persiapan
Jumlah Item 3
1.1.Pendataan lingkungan sasaran program 2. Identifikasi 2.1.Identifikasi masalah 3 yang terjadi dimasyarakat 3. Perencanaan 3.1.Pembagian program 5 Alternatif kerja pendamping Kegiatan 4. Perumusan 4.1.Menentukan kegiatan 3 rencana yang akan kegiatan atau dilakukan dalam indakan program BKL 5. Pelaksanaan 5.1. Proses dan target 14 Program yang akan dicapai dalam program Bina Keluarga Lansia
6. Evaluasi
Dokumentasi Dokumentasi adalah cara untuk mendapatkan informasi dan data melalui tulisan-tulisan yang didokumentasikan (disimpan). Dokumentasi ini digunakan untuk mendapatkan data-data yang berhubungan dengan penelitian, baik data-data yang berasal dari tempat penelitian dan data-data yang mendukung penelitian ini. Seperti data mengenai jumlah pendamping dan kepengurusan organisasi yang
6.1.Penilaian hasil pencapaian pelaksanaan program Bina Keluarga Lansia
7
No. Item 1, 2, 3
4, 5, 6
7, 8, 9, 10, 11 12, 13, 14
15,16, 17,18, 19,20, 21,22, 23,24, 25,26, 27,28 29,30, 31,32, 33,34, 35
diperoleh dari surat SK di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli serdang yang diambil/diminta dari kepala pemerintahan setempat. Teknik Analisis Data Teknik analisis adalah cara untuk memudahkan atau menyederhanakan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dimengerti untuk menguasai dan menganalisis data agar dapat
12
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka data tersebut perlu di uji dan di analisis secara sistematis. Data yang digunakan dalam penelitian adalah dalam bentuk kuantitatif. Untuk menggambarkan distribusi data maka digunakan central tendency. Central tendency merupakan ukuran statistik yang menerangkan secara akurat tentang skor atau penilaian suatu objek yang sedang diteliti baik secara individu maupun kelompok, melalui pengukuran tunggal (Sudjana, 2005: 77). Terdapat tiga ukuran central tendency yaitu: 1. Mean Mean/rata-rata hitung adalah nilai rata-rata dari sejumlah data. Cara menghitung mean/rata-rata yaitu dengan menjumlahkan semua nilai (sum) dibagi dengan banyaknya data. Rumus untuk mencari mean yaitu:
Keterangan : µ = Rata-rata Σx = Jumlah seluruh data n = Banyaknya data 2. Median Median adalah nilai yang terdapat persis di tengahtengah jika nilai semua pengamatan diurutkan dari yang terkecil sampai yang terbesar. Median dapat dihitung dengan rumus: Me = b + p (
Keterangan : Me = Median b = Batas bawah kelas median p = Panjang kelas median n = Ukuran sampel atau banyak data F = Jumlah semua frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari `tanda kelas median f = frekuensi kelas median 3. Modus Modus adalah ukuran untuk menunjukkan kejadian atau peristiwa yang paling sering terjadi. Modus dapat ditentukan dengan rumus: Mo = b + p (
)
Keterangan : Mo = Modus b = Batas bawah kelas interval dengan frekuensi terbanyak p = Panjang kelas interval b1 = Frekuensi terbanyak dikurangi frekuensi kelas sebelumnya b2 = Frekuensi terbanyak dikurangi frekuensi kelas sesudahnya Untuk melengkapi hasil data penelitian dilakukan pengujian kecenderungan dari variabel penelitian skor ideal dan standar deviasi dari variabel yang kemudian dikategorikan kepada 4 (empat) kategori data yaitu sangat baik, baik, cukup baik, dan kurang baik. ≥M +1,5 SD : Sangat baik M-M+1,5 SD : Baik M-M-1,5 SD : Cukup baik ≤M-1,5 SD : Kurang baik (Sya’ban: 2005)
) 13
Setelah diperoleh kecenderungan tengah (central tendency) maka selanjutnya digunakan tabel frekuensi untuk mengetahui presentase jawaban responden, dengan rumus :
P =
x 100%
Keterangan : P = Persentase jawaban responden F = Frekuensi jawaban atau jumlah responden yang menjawab N = Jumlah keseluruhan responden HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Angket dalam penelitian ini berjumlah 35 pernyataan yang diajukan kepada responden yang berjumlah 80 orang, yaitu para
pendamping kegiatan di 9 desa yang ada di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada Program Bina Keluarga Lansia. Uji Kecenderungan Untuk melengkapi hasil data penelitian dilakukan pengujian kecenderungan dari variabel penelitian skor ideal dan standar deviasi ideal dari variabel yang kemudian dikategorikan kepada 4 (empat) kategori yaitu sangat baik, baik, cukup baik dan kurang baik. Berdasarkan hasil pengolahan data variabel evaluasi pelaksanaan pendampingan kelompok dalam program bina keluarga lansia, diperoleh skor maksimum sebesar = 136, skor minimum sebesar = 91. Hasil uji kecenderungan variabel Pelaksanaan Pendampingan Kelompok Dalam Program Bina Keluarga Lansia pada tabel berikut:
Tabel 2 Tingkat Kecenderungan Pelaksanaan Pendampingan Kelompok Dalam Program Bina Keluarga Lansia (BKL) Interval Skor Frekuensi F relatif (%) Kategori ≥127,59 7 8,75 Sangat baik 115,77-127,59 46 57,5 Baik 103,57-115,77 22 27,5 Cukup baik ≤103,57 5 6,25 Kurang baik Jumlah 80 100 Berdasarkan pada Tabel 2 dapat dijabarkan untuk variabel pelaksanaan pendampingan kelompok kategori sangat baik yang menjawab ada 7 responden dengan persentase sebesar 8,75%, kategori baik yang menjawab 46 responden dengan persentase sebesar 57,5%,
kategori cukup baik yang menjawab 22 orang dengan persentase sebesar 27,5%, dan kategori kurang baik yang menjawab 5 responden dengan persentase jawaban sebesar 6,25%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendampingan kelompok dalam program bina 14
keluarga lansia dalam penelitian ini cenderung baik dibuktikan dengan 57,5% responden termasuk dalam kategori baik. Pembahasan Indonesia merupakan negara berkembang dengan masalah kependudukan yang relatif tingi terutama pada penduduk lansia. Peningkatan jumlah penduduk lansia menimbulkan permasalahan berupa aspek kesehatan fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi. Sadar akan hal itu pemerintah membuat berbagai macam program untuk para lansia salah satunya melalui program Bina Keluarga Lansia yang dibuat oleh BKKBN bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan lansia yang sehat, bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, mandiri, produktif, dan bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat. Keberhasilan dari kegiatan atau program yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat dapat diukur dengan baik atau tidaknya pelaksanaan pendampingan kelompok yang dilakukan oleh pendamping. Dalam mengikuti suatu kegiatan program biasanya memiliki tujuan dan harapan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan program. Dalam pelaksanaan program perlu adanya tahapan-tahapan yang harus dilakukan untuk menilai sejauh mana pelaksanaan program telah tercapai. Program Bina Keluarga Lansia (BKL) yang berada di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang dipilih menjadi tempat penelitian karena
peneliti ingin melihat pelaksanaan pendampingan kelompok yang dilakukan pendamping terhadap masyarakat lansia. Ada beberapa tahap untuk mengetahui pelaksanaan pendampingan kelompok dapat berjalan baik atau tidak yaitu sebagai berikut. 1. Tahap Persiapan a. Pendataan Lingkungan Sasaran Program Pendataan lingkungan merupakan pengumpulan datadata yang dilakukan sebelum suatu kegiatan dilaksanakan untuk mengetahui sasaran program yang ada dilingkungan tersebut. Dalam melakukan pendataan, jawaban setiap responden berbeda-beda. Pendataan yang dilakukan oleh para pendamping tergolong cukup baik (38,75%). Pendamping yakin bahwa dengan melakukan pendataan dapat menjangkau sasaran program untuk ikut program Bina Keluarga Lansia. Dalam hal ini, pendamping juga dibekali dengan mengikuti pelatihan sebelum melaksanakan program yang telah direncanakan agar para pendamping tidak kaku dan mengerti apa yang akan dilakukan pada saat melaksanakan program BKL. Dari hasil jawaban angket yang telah disebarkan kepada responden, pendamping yang mengikuti pelatihan tergolong
15
cukup baik (51,25%) karena pendamping percaya bahwa dengan mengikuti pelatihan, akan mendapatkan ilmu yang dapat disalurkan kepada lansia sebelum pelaksanaan program. Selain itu, dalam tahap persiapan yang harus dilakukan pendamping yaitu mensurvei lokasi sasaran program. Tujuannya yaitu agar program BKL yang akan dilaksanakan tepat pada sasaran atau sesuai dengan apa yang sedang dibutuhkan para lansia dengan sumber daya alam yang dimiliki didalam lingkungan mereka. Jadi, selain para lansia diberikan kesehatan, bagi para lansia yang masih produktif dapat menambah penghasilan mereka dengan dibekali keterampilan yang diberikan tergantung kesepakatan. 2. Identifikasi a. Identifikasi masalah yang terjadi Identifikasi mencakup pengidentifikasian masalah tentang kebutuhan yang dirasakan dan sumber daya yang dimiliki masyarakat lansia serta mengidentifikasi lansia yang masih produktif dan yang tidak agar program BKL yang diberikan dapat dikenal masyarakat secara menyeluruh dan merasakan manfaat dari adanya program yang akan dilaksanakan. Sebelum melaksanakan kegiatan,
pengidentifikasian yang dilakukan pendamping sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan program. Dalam hal ini, pendamping dikatakan belum sepenuhnya melakukan identifikasi terhadap masalah yang ada di lapangan terbukti hanya 42,07% pendamping yang melakukannya. Dalam pengidentifikasian masalah, yang harus dilakukan adalah menemukan masalah yang terjadi karena banyak keganjalan yang terjadi di dalam masyarakat. Dalam hal ini, pendamping yang terjun ke lapangan untuk menemukan masalah yang terjadi masih tergolong cukup baik yaitu hanya 38,75%. Pendamping kebanyakan kurang yakin apabila terjun kelapangan langsung menemukan masalah yang terjadi sehingga mereka tidak terjun langsung kelapangan. Keuntungan apabila pendamping langsung terjun ke lapangan yaitu dapat memberikan solusi dari apa yang menjadi masalah para lansia sehingga dalam pelaksanaan BKL sesuai dengan kebutuhan lansia. Dari hasil angket yang diberikan kepada responden, yang membuat kegiatan sesuai kebutuhan berada pada kategori cukup baik yaitu 43,75%. Dengan melakukan pengidentifikasian masalah, akan mempererat tali kekeluargaan antara pendamping
16
dengan masyarakat lansia sehingga dalam hal ini, mempermudah target yang akan dicapai. Dari hasil angket yang diberikan, hanya 45% pendamping yang mengajak masyarakat lansia untuk merencanakan kegiatan secara bersama-sama kepada lansia. 3. Perencanaan Alternatif Kegiatan a. Pembagian Program Kerja Pendamping Dalam merencanakan alternatif program, diperlukannya pendamping dalam pembagian program kerja agar hasil dari pelaksanaan pendampingan kelompok dalam program Bina Keluarga Lansia (BKL) dapat dikatakan berhasil. Dalam melakukan pembagian kerja, pendamping dalam kategori cukup baik dalam membagi program kerja (44%). Hal ini dilakukan agar pendamping sadar akan kewajibannya untuk melayani lansia. Selain itu, dalam perencanaan alternatif program, perlu melibatkan masyarakat lansia dan keluarga lansia untuk ikut andil dalam memberikan masukan berupa keluh kesah ataupun masalah lansia itu sendiri. Pendamping yang mengikutsertakan keluarga lansia untuk mencurahkan masalah yang dihadapi hanya sekitar 40%. Dalam hal ini, tidak kalah penting seorang pendamping mengikutsertakan
masyarakat untuk menyampaikan masalah yang dihadapi lansia agar program BKL yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan para lansia. 4. Perumusan Rencana Kegiatan a. Menentukan kegiatan yang akan dilakukan dalam BKL Dalam perumusan rencana kegiatan, menentukan kegiatan apa saja yang akan dilakukan dalam BKL agar dapat menentukan keberhasilan program. Untuk itu, sebelum melaksanakan program, ada baiknya mengelompokkan masalah-masalah yang terjadi pada masyarakat lansia. Setelah itu, barulah adanya kebijakan pendamping dalam memberikan alternatif jalan keluar masalah. Kebijakan pendamping tergolong masih dalam kategori cukup baik (45%). Hal ini terlihat para pendamping kurang memfasilitasi dalam menentukan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam program Bina Keluarga Lansia. Terbukti dari 80 responden, hanya 36,25% yang selalu memfasilitasi masyarakat lansia. 5. Pelaksanaan Program a. Proses dan target yang akan dicapai Pelaksanaan program merupakan melakukan apa yang telah direncanakan untuk memenuhi target yang akan dicapai dengan memberikan pelayanan kesehatan setiap bulannya, memberikan informasi
17
yang jelas kepada lansia misalnya sosialisasi tentang merawat kesehatan tubuh lansia, melakukan kunjungan rumah sasaran apabila masyarakat lansia tidak hadir dalam pertemuan yang telah dijanjikan. Dalam hal ini, pendamping memiliki andil yang cukup besar agar pelaksanaan program BKL dapat berjalan dengan baik. Namun, hanya sebahagian dari pendamping yang mau melaksanakan hal tersebut terbukti dari hasil angket yang di sebarkan kepada 80 responden hanya sebesar (43,65%) yang selalu melaksanakan program BKL dengan baik. 6. Evaluasi a. Penilaian hasil pencapaian pelaksanaan program BKL Penilaian merupakan proses pengawasan serta pengukuran terhadap pelaksanaan kegiatan. Hal-hal yang perlu dievaluasi dalam pendampingan kelompok dalam program BKL yaitu menilai proses kegiatan, menilai hasil pelaksanaan program, memantau lansia dalam setiap pertemuan apakah bertambah atau berkurang dalam setiap pelaksanaan program yang telah dibuat, membuat laporan serta melaporkannya, dan mencatat hal-hal yang kurang agar dapat disesuaikan dengan evaluasi program yang telah dilakukan untuk menjadi bahan perbaikan dalam pelaksanaan program
kedepannya. Dalam penilaian hasil pencapaian pelaksanaan program BKL, dari hasil angket yang dibagikan kepada 80 responden, hanya 46,96% yang selalu melakukan evaluasi program dengan baik. Pelaksanaan pendampingan kelompok adalah suatu hal atau proses untuk melaksanakan ide berupa pendampingan yang dilakukan oleh seorang pendamping terhadap klien secara berkelompok dengan harapan terjadinya perubahan terhadap diri klien sehingga tercapainya sebuah program yang telah direncanakan. Pendampingan diperlukan agar para lansia dapat mencapai sesuatu lebih baik dan menjadi lansia yang lebih mandiri. Kemandirian disini menyiratkan suatu kemampuan otonom untuk mengambil keputusan bertindak untuk memilih arah tindakannya sendiri tanpa terhalang oleh pengaruh dari luar. Dalam pelaksanaan pendampingan kelompok, seorang pendamping dapat melaksanakan pendampingan secara berbeda-beda, ada yang melaksanakan pendampingan dengan baik dan ada yang kurang baik. Hal ini terlihat dari jawaban yang diberikan oleh para pendamping. Pendampingan kelompok akan menentukan tingkat keberhasilan untuk mencapai apa yang ingin dicapai dalam suatu program. Selain itu, dengan melibatkan keluarga lansia dalam pelaksanaan pendampingan dengan Seseorang yang menjadi pendamping
18
pada program Bina Keluarga Lansia berasal dari desa-desa setempat berupa kader-kader kelompok yang telah dipilih. Dan yang menjadi sasaran program Bina Keluarga Lansia yaitu masyarakat yang telah berusia 60 tahun keatas serta keluarga lansia itu sendri dengan tujuan memberikan pelayanan kesehatan dan melakukan penyuluhan guna memberikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap mengenai hal-hal yang berkaitan dengan materi BKL. Program Bina Keluarga Lansia Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menanggulangi masalah kesehatan lansia serta untuk meningkatkan kesejahteraan lansia melalui kepedulian dan peran keluarga dalam mewujudkan lansia yang sehat, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mandiri, produktif dan bermanfaat bagi keluarga dan masyarakat. Adapun kegiatan yang dilakukan dalam program ini yaitu memberikan layanan kesehatan yang dilakukan setiap pertemuannya, memberikan penyuluhan, bagi masyarakat lansia yang masih produktif dibekali pelatihan untuk menanggulangi rawan ekonomi, pembinaan kesehatan fisik dan jasmani, pembinaan sosial, serta pembinaan keluarga lansia. Dengan mengikuti program Bina Keluarga Lansia pemerintah berharap kesehatan para lansia dapat terjaga sehingga berkualitasnya usia
harapan hidup di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Dengan adanya pendampingan kelompok dalam program Bina Keluarga Lansia (BKL) yamg dilakukan setiap sebulan sekali, adanya rasa tanggung jawab keluarga lansia untuk mengikuti program tersebut. Semua ini dilakukan karena program ini dibuat untuk menjaga kesehatan lansia melalui pemeriksaan kesehatan secara gratis yang diadakan pemerintah untuk menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi lansia. Selain itu, pendamping yakin tanpa mensurvei lokasi yang menjadi sasaran program pelaksanaan pendampingan kelompok tetap akan berjalan. Hal ini dapat dibuktikan pelaksanaan pendampingan kelompok berdasarkan hasil angket yang dibagikan kepada 80 orang responden, diperoleh bahwa pada tahap persiapan tergolong cukup baik (38,75%), tahap identifikasi tergolong cukup baik (42,07%), tahap alternatif kegiatan tergolong cukup baik (44%), tahap perumusan rencana kegiatan tergolong cukup baik (40,41), tahap pelaksanaan tergolong cukup baik (43,65%), dan tahap evaluasi tergolong cukup baik (46,96%). Dan melalui uji kecenderungan diperoleh kategori sangat baik 7 orang (8,75%), kategori baik 46 orang (57,5%), kategori cukup baik 22orang (27,5%), dan kategori kurang baik 5 orang (6,25%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
19
pelaksanaan pendampingan kelompok dalam program Bina Keluarga Lansia dalam penelitian ini cenderung baik, dibuktikan dengan 57,5% responden yang termasuk dalam kategori baik. 4. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang, tentang Pelaksanaan Pendampingan Kelompok Dalam Program Bina Keluarga Lansia (BKL) dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Tahap persiapan merupakan penyiapan petugas/pendamping berupa pemberian pelatihan dan bertugas melakukan studi kelayakan terhadap daerah yang akan dijadikan sasaran sebelum melaksanakan pendampingan kelompok terhadap masyarakat lansia dinyatakan 38,75% (memiliki tingkat persiapan cukup baik). 2. Tahap identifikasi yang merupakan proses pengidentifikasian masalah yang terjadi pada lansia serta merencanakan tindakan-tindakan pemecahan masalah dalam kelompok tersebut dinyatakan 42,07% (melakukan identifikasi yang cukup baik) 3. Tahap perencanaan alternatif kegiatan atau program yang merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh pendamping yang mencoba melibatkan
5.
6.
7.
keluarga lansia untuk berpartisipasi untuk berfikir tentang masalah yang dihadapi dan mencari jalan keluarnya dinyatakan 44% (memiliki kategori cukup baik). Tahap perumusan rencana tindakan atau kegiatan yang merupakan suatu kegiatan yang dilakukan pendamping untuk membantu masing-masing kelompok lansia dalam merumuskan dan menentukan program yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang ada dinyatakan 40,41% (berada pada kategori cukup baik). Tahap pelaksanaan program atau kegiatan yang merupakan tahap melaksanakan perencanaan yang telah dibuat dalam bentuk kegiatan dalam program Bina Keluarga Lansia dinyatakan 43,65% (berada pada kategori cukup baik). Tahap evaluasi kegiatan yaitu menilai atau mengukur suatu proses dan hasil kegiatan kelompok secara menyeluruh dinyatakan 46,96% (berada pada kategori cukup baik). Hasil perolehan skor data variabel tentang Pelaksanaan Pendampingan Kelompok Dalam Program Bina Keluarga Lansia (BKL) cenderung baik (57,5%).
Saran Pendamping memiliki peranan yang penting dalam program
20
Bina Keluarga Lansia. Hal ini dapat dikatakan dengan adanya pendampingan secara berkelompok, membuat masyarakat lansia untuk memiliki keinginan yang lebih untuk datang mengikuti program Bina Keluarga Lansia seperti mengecek kesehatan mereka secara rutin, mengikuti pengajian dan sosialisasi yang dibuat oleh pendamping, serta kegiatan tambahan yang telah dirancang. Semua itu dapat terwujud a pabila para pendamping mengikuti prosedur dalam melaksanakan pendampingan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran yang diberikan sebagai berikut: 1. Bagi pihak pemerintah pusat, kiranya lebih memberikan perhatian yang lebih pada program BKL, dengan memberikan dana untuk terlaksananya program ini. Apabila dana yang diberikan oleh pemerintah tidak lancar, hal ini tentu saja memberikan hambatan dalam pelaksanaan program BKL karena keterbatasan biaya dalam pelaksanaan program. 2. Bagi pendamping, kiranya dapat meningkatkan pelayanannya dalam melaksanakan program Bina Keluarga lansia (BKL). Apalagi saat ini pendamping BKL di Kecamatan tanjung morawa tergolong sedikit sehingga dihimbau kepada Petuga Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) untuk menambah pendamping dalam program tersebut. Selain itu,
3.
lansia sangat membutuhkan orang-orang yang ahli dalam pelayanan BKL sehingga mempermudah semua kegiatan yang ada. Untuk itu, pihak pendamping kiranya dapat memberikan pendekatan yang lebih lagi dari sebelumnya sehingga program Pendampingan kelompok pada program BKL yang dilakukan terlaksana dengan lebih baik. Bagi lansia, diharapkan dapat menerima pengarahan dari para pendamping sehingga semua program yang ada dapat terlaksana dengan baik dan tertib, juga tidak malas melaksanakan program yang ada, karena semua program pelayanan yang dilaksanakan adalah untuk kebaikan lansia itu sendiri dan tidak dipungut biaya apapun.
RUJUKAN Adi, I. R. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan masyarakat dan Intervensi Komunitas. Depok: FE-UI. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Akhmad, N, Soni. 2000. Sistem Pelayanan Kelompok Bina Keluarga Lansia (Studi kasus pada kelompok BKL Bougenville di Kelurahan Batununggal Kecamatan Bandung Kidul Kota Bandung). Program Pasca Sarjana Kesejahteraan Sosial: UI. (Online) dalam
21
(http://lontar.ui.ac.id/ login.jsp/requester/filedigital/71 739-T205081Sistem20pelayanan.pdf diakses 20 maret 2014). BPS Sumatera Utara.2013. BPS kabupaten Sumatera Utara (online) dalam (http://bps.go.id/download_file/d ata_SP2010_menurut_kelompok _umur_pdf diakses tanggal 12 maret 2014). BKKBN. 2010. Modul Bina Keluarga Lansia. Medan. ______. Pedoman Pembinaan Ketahanan Keluarga Lansia. Jakarta. Badan Perkumpulan Keluarga Berencana. 2001. Pendampingan Masyarakat. Jawa Timur. Bina Desa. (1991), Pendampingan Bagi Masyarakat pedesaan, Jakarta: Depsos RI. Crow, L.D & Crow, Alice. 1996. An Introduction To Guidance. New Delhi: Eurasio Publishing House. Departemen Kesehatan RI. 1992. UU RI No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Depkes RI. ______. 2005. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta. Efendi, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Hadi, Sutrisno. 1982. Metodologi Reseach.Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Hurlock, B, E. 2012. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga. Iskandar. 2013. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial.Jakarta: Referensi. Malhotra. 2007. Riset Penelitian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Maryam, R. Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika. Mubyaharto dkk. 1994. Keswadayaan Masyarakat Desa Tertinggal.Yogyakarta: Aditya Media. Primahendra. R. 2002. Pedoman Pendampingan Untuk Pemberdayaan Masyarakat: Jakarta. Priyono, Onny,S. 1996. Pemberdayaan, Konsep, Kebijakan dan Implementasi: Jakarta. Santrock, W.J. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga. Soekanto, S. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Soniacinanta.2010. pengertian kelompok menurut para tokoh. (online). dalam (http://soniacinantapsikologi.blogspot.com/2010/
22
10/pengertian-kelompokmenurut-para-tokoh.html diakses tanggal 28 maret 2014). Sudirman, dkk. 2004. Penegakan Hukum, dan HIV/AIDS, Pusat Kependudukan dan Kebijakan: Universitas Gaja Mada. Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suharto, E. (2005). Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat. Bandung: Reflika Aditama. Sukardi. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sya’ban, Ali.2005. Teknik Analisis Data Penelitian. Jakarta: Universitas Muhammadiyah. Walgito, Bimo. 2008. Psikologi Kelompok. Yogyakarta: Andi Offset. Waryasaputra, T. S. (2006). Ready to care: Pendamping dan konseling Psikoterapi, Yogyakarta: Galang Press.
23