Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
PROGRAM PEMBENTUKAN DAN PENDAMPINGAN KELOMPOK SADAR WISATA DALAM MENGOPTIMALKAN POTENSI WISATA (Implementasi Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dan Pendekatan Pariwisata Berbasis Masyarakat di Desa Tunuo, Kecamatan Kao Utara, Kabupaten Halmahera Utara) Yerik Afrianto Singgalen Program Studi Destinasi Pariwisata, Fakultas Teknologi dan Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Email :
[email protected]/081225428401 ABSTRAK Program pengabdian masyarakat ini dilaksanakan di Desa Tunuo, Kecamatan Kao Utara, Kabupaten Halmahera Utara. Tujuan pelaksanaan program ini untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat Desa Tunuo dalam mengembangkan potensi wisata di Desa Tunuo menjadi Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) Desa Tunuo. Program ini dilakukan untuk mengatasi masalah peningkatan aktivitas penangkapan ikan menggunakan bahan peledak oleh oknum-oknum di Desa Tunuo, serta masalah peningkatan aktivitas produksi dan konsumsi minuman keras "Cap Tikus". Hasil identifikasi masalah di Desa Tunuo menunjukan bahwa kebutuhan pribadi dan keluarga, rendahnya tingkat pendidikan dan terbatasnya lapangan pekerjaan di Desa Tunuo menjadi faktor pendorong. Sementara itu, faktor penariknya ialah ketersediaan sumber daya (bahan baku merakit bom), adanya permintaan pasar dan sumber pendapatan alternatif. Kebutuhan masyarakat Desa Tunuo selalu meningkat menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru. Disisi lain, tingkat pendidikan masyarakat lokal masih tergolong rendah, sehingga kesadaran untuk melestarikan lingkungan masih sangat minim. Adapun, lapangan pekerjaan di Desa Tunuo sangat terbatas pada aktivitas pertanian dan nelayan sambilan tambahan. Mayoritas penduduk di Desa Tunuo memiliki matapencaharian sebagai petani "Kelapa Dalam" yang mengolah buah kelapa menjadi kopra, kemudian dipasarkan. Apabila harga jual kopra di pasar menurun, sementara kebutuhan masyarakat meningkat, maka aktivitas penangkapan ikan menggunakan bahan peledak akan dilakukan karena menguntungkan. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan program pendampingan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat melalui Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Proses pengabdian mayarakat menunjukan adanya respon positif dan partisipasi aktif masyarakat untuk terlibat. Kendala yang dihadapi ialah minimnya fasilitas penunjang proses pendampingan Pokdarwis. Kata kunci : Pariwisata, Pembangunan Berkelanjutan, Matapencaharian, Pendekatan Pariwisata
Berbasis Masyarakat. ABSTRACT Community service program was implemented in the village Tunuo, Kao District of North, North Halmahera. The purpose of the program is to increase the awareness and participation of local communities in Tunuo to develop tourism potential as tourist attractions. The program address the problem caused by fishing bom activities as well as the problem caused by production and consumption local liquor called "Cap Tikus". The problems derived by some issues, include personal and family needs, lack of education and the opportunities. Meanwhile, the pull and push factor contain the availability of resources (raw materials to make bombs), market demand and alternative sources of income. The needs always arise among Christmas eve and New Year celebration. On the other hand, the education level of 202
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X local people still relatively low, so the awareness to preserve the environment is low. Otherwise, employment in the Tunuo village is limited as agricultural activities and fishing. The majority of local people in the Tunuo village has a job as farmers in order to process coconuts fruits into copra, then sell it into the market. If the selling price of copra has declining, while the needs of the community increases, the fishing bomb activity arises ase profitable livelihood. This programs aims to raise the awareness and public participation through the tourism community. The result of the programshowed a positive response and active participation of the community to get involved. Keywords : Tourism, Sustainable Development, Livelihood, Community Based Tourism Approach
LATAR BELAKANG Desa Tunuo memiliki potensi pariwisata yang dapat dioptimalkan menjadi objek wisata yaitu potensi wisata alam, budaya dan minat khusus. Wisata alam yang dimaksud terdiri dari wisata pantai, bahari, dan sungai. Wisata pantai dapat dikembangkan sebagai tempat bagi wisatawan untuk menikmati pemandangan alam pada saat matahari terbit dan matahari terbenam. Sedangkan wisata bahari dapat dikembangkan menjadi aktivitas berselancar, selam dalam dan selam permukaan. Disisi lain, wisata sungai dapat dikembangkan menjadi aktivitas mendayung perahu tradisional sepanjang aliran sungai Tunuo. Selanjutnya, wisata budaya yang dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu tarian tradisional dan upacara adat. Tarian tradisional dapat dikemas menjadi atraksi budaya khusus menampilkan tarian Cakalele dan Tide-tide dengan melibatkan wisatawan sehingga menarik. Selain itu, upacara adat pernikahan dapat dikembangkan sebagai daya tarik budaya masyarakat lokal terhadap wisatawan yang ingin mengetahui budaya nikah adat di Desa Tunuo. Adapun wisata minat khusus yang dapat dikembangkan ialah wisata memancing, wisata desa musiman, wisata rekreasi dan wisata kuliner. Wisata memancing dapat dikembangkan sebagai atraksi wisata menarik bagi wisatawan yang gemar memancing. Selain itu wisata desa musiman merupakan aktivitas masyarakat lokal yang dapat dikembangkan sehingga menarik wisatawan, seperti berburu cacing laut sekitar bulan April hingga Mei, bercocok tanam, dan membuat seni kerajinan sebagai cenderamata. Hamparan pasir di muara Sungai Tunuo juga dapat dikembangkan sebagai lokasi kegiatan alam terbuka untuk kegiatan kepemimpinan maupun pelatihan-pelatihan lainnya. Selain itu, wisata kuliner juga dapat dikembangkan dengan melibatkan wisatawan yang berkunjung untuk memasak bersama. Dengan demikian, Desa Tunuo dapat dikembangkan menjadi Desa Wisata. Masalah Masalah yang dihadapi masyarakat Desa Tunuo sebelum dilaksanakan program pengabdian masyarakat ini ialah adanya aktivitas penangkapan ikan menggunakan bahan peledak (bom ikan) serta konsumsi minuman keras tradisional (cap tikus) di kalangan anak-anak muda maupun orang tua. Aktivitas tersebut mempengaruhi aspek sosial, ekonomi dan lingkungan di Desa Tunuo. Adapun hal-hal yang menjadi latarbelakang berkembangnya aktivitas tersebut ialah minimnya tingkat pendidikan masyarakat lokal, minimnya pendapatan per kapita dan meningkatnya kebutuhan pribadi dan keluarga. Oleh sebab itu, sebagai upaya untuk menekan berkembangnya aktivitas yang berdampak negatif bagi sosial, ekonomi, dan lingkungan di Desa Tunuo maka pengembangan pariwisata menjadi salah satu strategi yang tepat. Potensi wisata di Desa Tunuo sangat beragam sehingga dapat dioptimalkan menjadi Desa Wisata. Adapun masalah yang dihadapi ialah minimnya pengetahuan tentang pariwisata, sehingga program ini harus membentuk dan mendampingi Kelompok Sadar Wisata sebagai pelopor pembangunan Desa Tunuo. 203
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
Metode Pelaksanaan Program pengabdian masyarakat dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama, dilakukan pemetaan potensi wisata di Desa Tunuo. Tahap kedua, Pembentukan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Tahap Ketiga, peningkatan kapasitas Pokdarwis melalui sosialisasi sadar wisata dan sapta pesona serta pelatihan produksi seni kerajinan khas Desa Tunuo. Tahap Keempat, pendidikan masyarakat.Tahap Kelima, pembuatan website desatunuo.com dan video promosi dan pemasaran potensi wisata Desa Tunuo. Tahap 1. Identifikasi Potensi Pariwisata Desa Tunuo Pada tahap ini, titik koordinat lokasi potensi wisata diambil menggunakan alat GPS (Global Positioning System) secara manual kemudian dilakukan proses digitasi peta potensi wisata Desa Tunuo sehingga memudahkan proses sosialisasi tentang potensi wisata kepada masyarakat di Desa Tunuo. Beriku ini contoh peta potensi wisata Desa Tunuo.
Peta 1. Peta Potensi Pariwisata Desa Tunuo Peta 1 menunjukan lokasi-lokasi potensi wisata alam, budaya dan minat khusus di Desa Tunuo yakni potensi Sumber Daya Alam (SDA), Sumber Daya Budaya (SDB) dan Sumber Daya Manusia (SDM) penunjang pariwisata, serta hal-hal yang berkaitan dengan sapta pesona dan 4 A yaitu atraksi (Attraction), akses (Accessibility) dan kelembagaan pariwisata (Ancillary). Melalui proses identifikasi potensi wisata di Desa Tunuo, diharapkan amenitas penunjang pariwisata dapat dikembangkan untuk mengoptimalkan proses pengembangan pariwisata di Desa Tunuo. Disisi lain, potensi wisata Desa Tunuo dapat dipetakan secara spesifik berdasarkan karakteristik wisata pada Tabel 7 berikut ini.
204
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
Tabel 1. Karakteristik Potensi Wisata Desa Tunuo Karakteristik Wisata Atraksi Lokasi Wisata Pantai Matahari Terbit (Sunrise) Pantai Tunuo, Pantai Gulo, Bakoroko & Pantai Bailo Matahari Terbenam Pantai Tunuo, Pantai Gulo, (Sunset) Sungai Tunuo Wisata Bahari Berselancar (Surfing) Sungai Tunuo Selam Dalam (Skin Pantai Bailo & Bakoroko Wisata Alam Diving) Selam Permukaan Pantai Bailo (Snorkeling) Wisata Sungai Mendayung Perahu Sungai Tunuo Sepanjang Aliran Sungai (Canoeing) Tarian Tradisional Cakalele Desa Tunuo Wisata Tide-Tide Desa Tunuo Budaya Upacara Adat Pernikahan Adat Desa Tunuo Wisata Memancing Memancing Pantai Tunuo, Pantai Gulo, Bakoroko, Pantai Bailo Wisata Desa : Berburu Cacing Laut Bakoroko, Pantai Bailo, Musiman (Polichaeta Annelida) Pantai Tunuo (Seasonal) Bercocok Tanam Desa Tunuo Membuat seni kerajinan Desa Tunuo Wisata Minat berbentuk Tikar, Saloi, Khusus Parang dan Salawaktu. Wisata Rekreasi Kegiatan Alam Terbuka Desa Tunuo (Outbound) Wisata Kuliner Belajar Memasak Desa Tunuo Makanan Khas Budaya Lokal Tabel 1 menunjukan bahwa Wisata pantai dapat dikembangkan sebagai tempat bagi wisatawan untuk menikmati pemandangan alam pada saat matahari terbit dan matahari terbenam. Sedangkan wisata bahari dapat dikembangkan menjadi aktivitas berselancar, selam dalam dan selam permukaan. Disisi lain, wisata sungai dapat dikembangkan menjadi aktivitas mendayung perahu tradisional sepanjang aliran sungai Tunuo. Selanjutnya, wisata budaya yang dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu tarian tradisional dan upacara adat. Tarian tradisional dapat dikemas menjadi atraksi budaya khusus menampilkan tarian Cakalele dan Tide-tide dengan melibatkan wisatawan sehingga menarik. Selain itu, upacara adat pernikahan dapat dikembangkan sebagai daya tarik budaya masyarakat lokal terhadap wisatawan yang ingin mengetahui budaya nikah adat di Desa Tunuo. Adapun wisata minat khusus yang dapat dikembangkan ialah wisata memancing, wisata desa musiman, wisata rekreasi dan wisata kuliner. Wisata memancing dapat dikembangkan sebagai atraksi wisata menarik bagi wisatawan yang gemar memancing. Selain itu wisata desa musiman merupakan aktivitas masyarakat lokal yang dapat dikembangkan sehingga menarik wisatawan, seperti berburu cacing laut sekitar bulan April hingga Mei, bercocok tanam, 205
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
dan membuat seni kerajinan sebagai cenderamata. Hamparan pasir di muara Sungai Tunuo juga dapat dikembangkan sebagai lokasi kegiatan alam terbuka untuk kegiatan kepemimpinan maupun pelatihan-pelatihan lainnya. Selain itu, wisata kuliner juga dapat dikembangkan dengan melibatkan wisatawan yang berkunjung untuk memasak bersama. Dengan demikian, Desa Tunuo dapat dikembangkan menjadi Desa Wisata. Lebih jauh, akan dideskripsikan gambar potensi wisata pantai, bahari dan sungai di Desa Tunuo pada Tabel 2 berikut ini.
No 1
Tabel 2. Deskripsi Potensi Wisata Pantai, Bahari dan Sungai di Desa Tunuo Gambar Potensi Deskripsi Wisata Pantai Desa Gulo. Pantai pasir hitam yang luas dengan gelombang laut yang cukup tinggi, dapat dikembangkan menjadi tempat untuk aktivitas berselancar dan berjemur. Pengunjung dapat menikmati pemandangan saat matahari terbenam (sunset). (Sumber foto : Rinaldo Singgalen, 2016)
2
Muara Sungai Desa Tunuo. Muara sungai Desa Tunuo selalu mengalami perubahan. Proses perubahan yang terjadi nampak dari perpindahan hamparan pasir hitam di muara Sungai Tunuo. Pengunjung dapat menikmati pemandangan alam serta melakukan kegiatan rekreasi dalam bentuk outbond. (Sumber foto : Ulrich Kramer, 2015)
3
Sungai Tunuo. Sungai Tunuo sejak dahulu digunakan sebagai akses menuju ke lokasi perkebunan masyarakat lokal menggunakan perahu. Aliran sungai ini sangat tenang sehingga pengunjung dapat melakukan wisata mendayung perahu (canoeing) menelusuri alam sekitar sungai yang masih asri. (Sumber foto : Yerik Singgalen, 2015)
4
Bakoroko. Bentuk batu karang berupa jembatan ini, menjadi daya tarik pengunjung untuk menikmati pemandangan matahari terbit (sunrise). Tempat ini dapat dijadikan lokasi pemotretan pre-wedding yang menarik. Adapun, keindahan alam bawah laut sekitar lokasi ini sangat indah sehingga dapat dijadikan lokasi aktivitas selam dalam (fin diving/ scuba diving). (Sumber foto : Yerik Singgalen, 2014)
206
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
5
Teluk Bailo. Keindahan pantai berpasir putih serta terumbu karang yang ada di perairan teluk ini, dapat dikembangkan menjadi lokasi selam permukaan (snorkeling). Dari lokasi ini, Pengunjung dapat melihat dan menikmati pemandangan teluk Kao serta pegunungan wilayah Kabupaten Halmahera Timur. (Sumber foto : Rinaldo Singgalen, 2016)
Tabel 2 menunjukan bahwa Sumber Daya Alam di sekitar Desa Tunuo sangat potensial untuk dikembangkan menjadi Objek Daya Tarik Wisata (ODTW). Adapun lokasi potensi wisata sungai, pantai dan bahari dapat jangkau oleh pengunjung dengan berjalan kaki. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa SDA Desa Tunuo sangat menunjang pengembangan pariwisata. Selain itu, Sumber Daya Manusia (SDM) penunjang pariwisata di Desa Tunuo juga mendukung pengembangan pariwisata di Desa Tunuo, apabila sudah memenuhi kriteria Sapta Pesona seperti pada Tabel 3 berikut ini.
No 1
Tabel 3. Potret Masyarakat Desa Tunuo Berdasarkan Sapta Pesona Gambar Potensi Wisata Deskripsi Keamanan. Kondisi keamanan di Desa Tunuo sangat kondusif. Hal tersebut didorong oleh rasa persaudaraan yang tinggi terhadap sesama warga Desa Tunuo. Pengunjung yang datang ke Desa Tunuo, dapat menyaksikan kondisi sosial masyarakat Desa Tunuo yang bebas dari ancaman kekerasan dan penipuan (Sumber foto : Olden Singgalen, 2014)
2
Ketertiban. Masyarakat Desa Tunuo berperan aktif dalam kegiatan gotong royong untuk membersihkan lingkungan. Ketertiban masyarakat Desa Tunuo menjaga kebersihan lingkungan di kawasan pemukiman dapat menunjang kesehatan warga secara keseluruhan. Hal sederhana lainnya ialah kebiasaan antri yang tertib dan saling mengalah. (Sumber foto : Olden Singgalen, 2014)
3
Keramahan. Masyarakat Desa Tunuo selalu bersikap ramah kepada pengunjung, rasa hormat dan saling menghargai dapat disaksikan pengunjung ketika datang ke Desa Tunuo. Hal sederhana ialah tentang kejujuran terhadap pengunjung dalam menunjukan arah atau tempat, seringkali warga bersedia mengantar pengunjung hingga sampai di tempat tujuan. (Sumber foto : Olden Singgalen, 2014)
207
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X 4
Kebersihan. Kebersihan menjadi suatu kewajiban, pada waktuwaktu tertentu masyarakat secara bergotong-royong membersihkan dan menghias Desa Tunuo dengan bendera dan hiasan lainnya. Bahkan, setiap rumah warga dihiasi dengan bunga untuk memperindah Desa Tunuo. (Sumber foto : Olden Singgalen, 2014)
5
Kesejukan. Masyarakat Desa Tunuo memanfaatkan lahan di sekitar tempat tinggal untuk menanam tanaman produktif atau buah sehingga sejuk. Beberapa rumah warga telah ditanami pohon mangga dan pohon nangka sebagai tempat untuk berteduh ketika musim panas. (Sumber foto : Olden Singgalen, 2014)
6
Keindahan. Sumber Daya Alam (SDA) di Desa Tunuo sangat indah. Pengunjung yang datang ke Desa Tunuo dapat menikmati pemandangan alam di sekitar Desa Tunuo seperti Sungai Tunuo, Hamparan Pasir di Muara Sungai Tunuo, Tanjung Harapan, Bakoroko dan Teluk Bailo. Keindahan lainnya ialah keragaman seni kerajinan dan adat istiadat atau kebudayaan masyarakat Desa Tunuo. (Sumber foto : Olden Singgalen, 2014)
7
Kenangan. Salah satu seni kerajinan dalam bentuk aksesoris gelang yang dapat dijadikan kenangan ialah gelang akar bahar. Akar bahar merupakan jenis tanaman yang tumbuh di dasar laut. Sejak dahulu, gelang akar bahar terkenal dengan hal-hal spiritual, konon gelang tersebut dapat memberikan kekuatan bagi pemakainya. (Sumber foto : Yerik A Singgalen, 2015)
Tabel 3 merupakan potret masyarakat Desa Tunuo berdasarkan sapta pesona yang menunjukan bahwa kondisi masyarakat di Desa Tunuo dapat menunjang pengembangan pariwisata, meskipun dalam hal-hal tertentu terdapat oknum-oknum tidak bertanggungjawab yang menyebabkan masalah terkait aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Tahap 2. Pembentukan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sebagai upaya untuk menekan dan menjaga kondisi sosial, lingkungan dan ekonomi tetap kondusif maka dibentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di Desa Tunuo yang dibentuk sejak tanggal 2 Juni 2016 dan disahkan oleh Pemerintah Desa pada tanggal 05 Oktober 2016 dengan fokus menyadarkan masyarakat untuk berpartisipasi aktif, bersama mengembangkan potensi wisata di Desa Tunuo menjadi sumber matapencaharian alternatif selain perkebunan kelapa untuk
208
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
menghasilkan kopra. Pokdarwis memiliki peran penting dalam upaya menekan berkembangnya aktivitas oknum tidak bertanggungjawab melalui sektor pariwisata.
Gambar 1. Kelompok Sadar Wisata Desa Tunuo Gambar 1 merupakan dokumentasi Kelompok Sadar wisata yang telah terbentuk, proses pembentukan kelompok sadar wisata berawal dari diskusi antara Yerik Afrianto Singgalen sebagai pengajar di Program Studi Destinasi Pariwisata Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana bersama Nurmenci Pipidor, S.AP tentang konsep pembangunan pariwisata berbasis masyarakat. Hasil dari diskusi tersebut dilanjutkan oleh Nurmenci Pipidor, S.AP untuk membentuk Pokdarwis di Desa Tunuo. Dasar organisasi Pokdarwis diperkuat dengan membuat Anggaran Dasar Rumah Tangga (ADRT) yang mengatur secara spesifik tatakelola organisasi untuk mencapai tujuan. Pokdarwis yang dibentuk, secara administratif memiliki Logo yang sah untuk memenuhi segala keperluan administratif antar lembaga seperti pada gambar 2 berikut ini.
Gambar 2. Logo dan Cap Pokdarwis Gambar 2 merupakan logo dan cap pokdarwis yang dirancang khusus oleh Fhilep Rogel Jober, S.Kom sebagai alumni mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi jurusan Teknik Informatika yang sementara memperbanyak portofolio. Sebelum proses perancangan, telah disepakati bersama tema yang mencermintkan potret kehidupan masyarakat Desa Tunuo pada umumnya yaitu sebagai penggarap lahan perkebunan kelapa dalam untuk menghasilkan kopra. Dengan demikian, logo dari Pokdarwis ini dominan dengan identitas pohon dan buah kelapa. Tahap 3. Peningkatan Kapasitas Pengurus Pokdarwis Upaya meningkatkan kapasitas pengurus pokdarwis dilakukan dengan cara sosialisasi konsep-konsep dasar tentang pariwisata. Pelaksanaan program sosialisasi dilakukan sebagai 209
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
upaya menyadarkan masyarakat tentang sapta pesona dalam sektor pariwisata. Selanjutnya, pelbagai pelatihan dilaksanakan untuk memperkuat pengetahuan pengurus pokdarwis terkait dengan kepentingan organisasi seperti : pembuatan surat undangan, proposal kegiatan, rancangan dan laporan program kerja. Disisi lain, pelatihan menulis artikel bagi pengurus Pokdarwis juga dilaksanakan agar informasi tersebut dapat dipublikasikan melalui website promosi pariwisata desa. Tahap 4. Penyelenggaraan Sosialisasi Sadar Wisata dan Sapta Pesona Setelah peningkatan kapasitas pengurus Pokdarwis selanjutnya dilakukan pendidikan masyarakat. Pendidikan masyarakat dilaksanakan untuk menyadarkan masyarakat Desa Tunuo pada umumnya tentang manfaat yang dapat diperoleh dari pengembangan sektor parwisata. Pendidikan masyarakat yang dimaksudkan ialah penyuluhan tentang pentingnya kelompok sadar wisata Desa Tunuo dalam proses pengembangan potensi wisata. Pada Tahap pelaksanaan pendidikan masyarakat, kolaborasi lintas sektor menjadi sangat penting. Oleh sebab itu, pemateri dapat berasal dari instansi lain yang berperan penting mewujudkan tujuan pembangunan pariwisata Desa Tunuo. Seperti halnya keterlibatan pejabat sektor publik dari Pemerintah Desa Tunuo, pengajar atau dosen dari Universitas Kristen Satya Wacana serta Pengurus Kelompok Sadar Wisata di Desa Tunuo. Pendidikan Masyarakat menjadi wadah untuk bertukar pikiran bersama masyarakat di Desa Tunuo membahas pembangunan pariwisata dari pelbagai ranah keilmuan maupun kepakaran. Tahap 4. Pembuatan Website dan Video Promosi Potensi Desa Tunuo Website Desa Tunuo digunakan Pokdarwis sebagai wadah informasi yang dapat dimanfaatkan untuk memasarkan produk wisata Desa Tunuo dalam bentuk artikel, foto maupun video. Gagasan awal pembuatan video terbentuk dari diskusi antara Melkior N.N Sitokdana, S.Kom., M.Eng terkait dengan tantangan pengembangan objek wisata pada tahap awal, sehingga membutuhkan Teknologi Informasi dalam hal ini Website untuk memperkenalkan potensi wisata Desa Tunuo yang atraktif. Selain itu, video promosi juga didokumentasikan sebagai informasi audio dan visual tentang potret masyarakat Desa Tunuo. Video promosi Desa Tunuo dirancang khusus untuk wisatawan dengan hasil segmentasi pasar pariwisata. Saat ini, website Pokdarwis Desa Tunuo dapat dikunjungi di www.desatunuo.com , dengan demikian diharapkan masyarakat luas dapat mengakses informasi tentang Desa Tunuo.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan program pengabdian masyarakat dari tahap identifikasi potensi wisata sampai pada tahap pembuatan website dan video promosi potensi desa Tunuo dapat berjalan dengan baik. Tantangan dalam pelaksanaan program pengabdian masyarakat ini ialah minimnya pemahaman masyarakat di Desa Tunuo tentang kepariwisataan sehingga untuk membentuk Kelompok Sadar Wisata, beberapa masyarakat masih bertanya-tanya.
210
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
Gambar 3. Pertemuan sebelum dilaksanakannya Sosialisasi Oleh sebab itu, diberikan pemahaman tentang kepariwisataan melalui sosialisasi sadar wisata dan sapta pesona terlebih dahulu. Meskipun demikian, jauh sebelumnya telah dilakukan pendekatan terhadap kelompok untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya Kelompok Sadar Wisata dalam pengembangan pariwisata terlebih dahulu, seperti pada Gambar 3 berikut ini. Setelah melakukan pertemuan dengan pengurus maupun anggota Pokdarwis Desa Tunuo, hasil pertemuan tersebut menunjukan bahwa pentingnya pelaksanaan kegiatan sosialisasi secara formal. Meskipun demikian, sebagian besar anggota dan pengurus Pokdarwis memiliki waktu yang terbatas karena harus pergi bertani. Dalam segala keterbatasan, Ketua Pokdarwis mengambil keputusan secara tegas untuk menetapkan tanggal pelaksanaan kegiatan yaitu tanggal 05 Oktober 2016, pada hari Rabu. Kendala lain yang dihadapi ialah listrik di Desa Tunuo yang sering padam. Pada saat acara diselenggarakan, listrik di Desa Tunuo padam namun inisiatif dan bantuan dari Pemerintah Desa untuk menyediakan mesin pembangkit listrik (generator) sehingga proses sosialisasi tetap berjalan dengan baik. Kendala yang sama juga mempengaruhi proses persiapan menjelang pelaksanaan kegiatan sosialisasi tatkala mempersiapkan materi untuk presentasi tetapi listrik padam. Meskipun demikian, masyarakat Desa Tunuo sangat antusias dengan program sosialisasi tentang sadar wisata dan sapta pesona serta pembentukan kelompok sadar wisata, selain itu kerjasama dan sikap saling membantu di kalangan masyarakat menjadi penentu keberhasilan penyelenggaraan acara. Alhasil semua rangkaian kegiatan dapat berjalan dengan baik, pokdarwis yang telah dibentuk, juga diberikan pemahaman tentang kepariwisataan secara mendalam sehingga mampu menjalankan roda organisasi secara mandiri di bidang pariwisata. Gambar 4 merupakan proses sosialisasi yang berlangung di Desa Tunuo. Tujuan pengembangan pariwisata Desa Tunuo ialah mencapai kesejahteraan sosial, kemandirian ekonomi dan keberlangsungan lingkungan melalui sektor pariwisata. Program yang telah terlaksana ialah sosialisasi sadar wisata dan sapta pesona serta pembentukan Pokdarwis. Pembentukan Pokdarwis merupakan upaya meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan kerjasama dengan Pemerintah Desa (PEMDES) maupun pihak pemangku kepentingan di bidang pariwisata dan akademisi. Kegiatan yang dilaksanakan menunjukan adanya kerjasama yang baik antara masyarakat dan pemerintah desa. Hal tersebut terjewantahkan dalam proses kegiatan yang mana Kepala Desa bersedia hadir dan memberikan kata sambutan, memberikan motivasi dan mengesahkan Kelompok Sadar Wisata Desa Tunuo.
211
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
Gambar 4. Pelaksanaan Sosialisasi Sadar Wisata dan Sapta Pesona
Adapun proses penyampaian materi mendapatkan respon yang baik dari peserta, terbukti dari setiap komentar yang disampaikan ketika selesai presentasi. Dengan demikian proses pendidikan masyarakat semacam ini mampu menggerakan masyarakat untuk membangun Desa Tunuo. Sebagai narasumber, hasil amatan proses pengabdian masyarakat di Desa Tunuo menunjukan adanya kolaborasi yang baik dalam pelaksanaan program pendidikan masyarakat, sehingga menjadi lebih efektif. Melalui pengembangan sektor pariwisata diharapkan masyarakat Desa Tunuo dapat mengasah kemampuan berwirausaha dalam menjalankan unit usaha penunjang pariwisata. Dengan demikian, kesiapan masyarakat untuk terlibat dalam sektor pariwisata memberikan peluang meningkatkan pendapatan per-kapita dan memperluas lapangan kerja. Melalui pariwisata, diharapkan aktivitas masyarakat yang awalnya berdampak negatif terhadap aspek lingkungan, sosial dan ekonomi dapat beralih ke aktivitas yang positif. Komunitas menjadi bagian yang sangat esensial dalam pembangunan oleh sebab itu dibentuk Kelompok Sadar Wisata di Desa Tunuo. Sebagaimana Ritzer (1993) menguraikan sebuah struktur budaya dalam kehidupan bermasyarakat yang menekankan pada peran komunitas dapat menunjang pembangunan melalui efficiency, calculability, predictability, control, and the concept of rationality. Lebih jauh Ritzer (1993) menguraikan aspek efisiensi dalam pembangunan ketika adanya partisipasi masyarakat sehingga dapat dikendalikan, dikalkulasi atau diprediksi perkembangan dalam pembangunan. Komunitas telah menjadi sebuah tema yang ramai digunakan oleh para Politisi, pengamat sosial, tokoh agama, akademika sehingga menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam berbagi bidang. Disisi lain, Turner (1969) mendefinisikan komunitas sebagai sebuah proses pengelompokan yang berawal dari persamaan perspektif sekelompok individu, tanpa di batasi oleh ruang gerak dan waktu. Dalam bahasa aslinya Turner (1969) mendefinisikan komunitas sebagai ‘a whole group of people cross[ing] a treshold and together enter[ing] a liminal time and space-that is, an in between that is neither past nor present, and a space that is neither here nor there’. Istilah komunitas kemudian berkembang dan digunakan dalam berbagai ranah pembangunan sesuai dengan latarbelakang aktivitas yang dikerjakan individu. Komunitas dalam pembangunan merupakan proses konstruksi budaya yang melibatkan individu dan kelompok masyarakat dalam tahap perencanaan hingga implementasi. Beeton (2006) berpandangan bahwa komunitas dapat dideskripsikan dalam berbagai cara. Saat ini, komunitas digunakan sebagai tema yang mencerminkan suatu kebudayaan masyarakat berdasarkan letak geografi hingga kondisi politik. Istilah yang muncul dari tema komunitas tersebut ialah ‘komunitas lokal’ yang menggambarkan identitas kelompok masyarakat yang berdomisili di suatu
212
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
wilayah. Ekspresi komunitas lokal cenderung merujuk pada daerah yang terpencil sehingga sering dikaitkan dengan wilayah pedesaan (rural) dibandingkan wilayah perkotaan (urban). Komunitas yang paling kuat dalam pandangan Beeton (2006) ialah kelompok keluarga. Keluarga memiliki dasar budaya dan ikatan yang sangat kuat yakni rasa tanggung jawab, menghargai, membalas budi. Komunitas keluarga memiliki otoritas yang tinggi dan mampu mengarahkan pembangunan. Dalam beberapa kasus, komunitas lokal dibangun berdasarkan kompleksitas ikatan kekeluargaan yang memiliki pengaruh pada keinginan untuk mengalami, mengamati dan memahami sesuatu. Beeton (2006) menguraikan beberapa kasus di mana komunitas lokal dan pengembangan pariwisata saling terintegrasi. Sebagai contoh, komunitas lokal berlatarbelakang budaya barat (western culture) di mana sensitivitas komunitas lokal terhadap pengunjung sangat tinggi.Kedatangan wisatawan sering dipandang sebagai hal yang negative, terutama rasa ‘direndahkan’ (inferior), dengan asumsi bahwa wisatawan selalu beranggapan komunitas lokal di sekitar tempat wisata ‘membutuhkan perlindungan mereka’ (need protection from the outside world) sehingga dapat berkembang. Hal tersebut, menjadi pukulan keras terhadap budaya imperial, yang beranggapan bahwa komunitas lokal selalu miskin, sehingga dapat menerima perubahan dengan adanya pengunjung. Beeton (2006) berpandangan bahwa interaksi antara wisatawan dengan komunitas lokal sangat rentang terhadap perubahan, terutama pada aspek sosial dan lingkungan.Interaksi antara wisatawan dengan komunitas lokal, serta pemahaman lintas budaya nampak pada tingkat penerimaan masyarakat dan kenyamanaan wisatawan ketika berwisata. Beeton (2006) memberikan gambaran bahwa hal tersebut dapat dilihat pada perilaku dan aktivitas wisatawan ketika berada di daerah tujuan wisata, wisatawan yang melakukan perjalanan menggunakan pesawat ke destinasi wisata cenderung memakai pakaian yang sesuai dengan kebudayaan di daerah tujuan, bahkan beberapa di antara wisatawan yang berkunjung, belum pernah melihat atau mengetahui bahan dasar baju yang dipakainya. Perbedaan bahasa yang digunakan antara penduduk lokal dengan pengunjung, namun dapat memahami maksud dari percakapan, juga menunjukan adanya awal pemahaman lintas budaya antara komunitas lokal dan pengunjung. Setiap pengunjung yang tinggal di kediaman komunitas lokal, tidak mempermasalahkan tingkat pendidikan, bahkan pengunjung menikmati pengalaman budaya komunitas dan mendorong perkembangan komunitas tersebut. Ketertarikan komunitas (Community Interest) sangat beragam dan dapat diklasifikasikan sesuai dengan bentuk dan karakteristik. Dalam kaitannya dengan pariwisata, Beeton (2006) berpandangan bahwa komunitas dibentuk berdasarkan persamaan paradigma secara kolektif oleh individu sesuai tentang hal-hal yang mencerminkan identitas kelompok, sebagaimana terdapat komunitas artis, akademik, dokter, pengacara, dan sebagainya. Komunitas yang dibentuk manusia dalam berbagai macam bentuk, kepercayaan, sumberdaya, preferensi, kebutuhan dan beragam kondisi semuanya masih dapat dipetakan berdasarkan geografi, dalam kaitannya dengan pariwisata bahwa individu cenderung berkunjung ke suatu tempat atau destinasi, sehingga komunitas rentan terhadap perubahan (changing, evolving, and developing). Komunitas perlu menjadi kuat untuk diberdayakan. Beeton (2006) berpendapat bahwa rasa memiliki komunitas akan sangat membantu proses pemberdayaan komunitas dalam ranah pembangunan. Sebuah rasa saling berbagi antar individu maupun kelompok, mampu meningkatkan kapastias komunitas sehingga kokoh dan dapat digerakan menuju tujuan pembangunan guna memperoleh hasil yang optimal. McMillan dan Chavis (1996) menemukan adanya empat faktor yang mencerminkan rasa memiliki komunitas, yakni keanggotaan, pengaruh, berbagi hubungan emosional, intetrasi dan saling membantu untuk memenuhi kebutuhan. Sebagaimana Graves (1992) berpendapat bahwa rasa memiliki komunitas sebagai sebuah lingkungan yang memungkinkan interaksi individu maupun kelompok yang kohesif, sesuai dengan sopan santun (budaya) atas hubungan yang dibangun, 213
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
akan membentuk sebuah kebiasaan untuk saling menghargai dan menerima perbedaan individu dalam sebuah kelompok. Lebih jauh Graves (1992) mengatakan bahwa elemen yang sangat esensial dalam komunitas ialah pemberdayaan, ketergantungan di antara anggota kelompok, memiliki rasa memiliki, iman dan percaya, berbagi nilai dan tujuan. Trevor Sofield (2003) mendefinisikan sebuah konsep pemberdayaan untuk pembangunan pariwisata berkelanjutan yang menyediakan kehidupan nyata (real-life) dan fokus membahas peran pemerintah dan komunitas. Menurutnya, sebuah pemberdayaan komunitas tanpa dukungan politik hanya akan ada nama pemberdayaan, dan hal tersebut sangat beresiko apabila kepentingan politik menjadi dominan dibandingkan dengan komunitas, karena hal yang ditakutkan ialah apa yang menjadi keinginan pemerintah bukanlah keinginan komunitas lokal. Dengan demikian, pemberdayaan komunitas harus diseimbangkan dengan peran pemerintah dalam menentukan arah pengembangan pariwisata berkelanjutan. Konsep pembangunan pariwisata berbasis Komunitas (Community Based Tourism Development) telah dikenal sejak tahun 1990-an. Pearce (1990) menghadirkan konsep pembangunan pariwisata berbasis komunitas sebagai instrumen yang dapat digunakan untuk mencapai kesejahteraan komunitas di suatu wilayah melalui pemerataan ekonomi, dan pengambilan keputusan yang dapat mengendalikan pembangunan. Konsep pembangunan berbasis komunitas berawal dari konsep pengembangan atau pemberdayaan komunitas yang kemudian dikaitkan atau dikolaborasikan dengan pariwisata sehingga dianggap relevan dalam mencapai pembangunan berkelanjutan (Blackstock, 2005). Dalam konteks komunitas pariwisata Hall (2003) menunjukan lika-liku pemahaman pariwisata dalam kaitannya dengan eksistensi komunitas, yang meningkatkan pengakuan pada aturan yang ditetapkan komunitas lokal (host community) yang memainkan peran penting dalam pembentukan atau penciptaan (creation) hingga penyampaian (delivery) pengalaman berwisata. Topik-topik tersebut dikombinasikan sehingga dikenal sebagai komunitas pariwisata (community tourism) yang didefinisikan dalam berbagai macam pandangan, sebagai contoh pandangan Kelly (2002) yang mengatakan bahwa “Community tourism shifts the focus away from the tourist and their experience to the host community and THEIR experience” yang berarti komunitas pariwisata menggeser pandangan pada wisatawan ataupun kepada pengalaman mereka (individu), dan lebih menekankan pada pengalaman MEREKA (komunitas).
KESIMPULAN DAN SARAN Pelaksanaan kegiatan sosialisasi sapta pesona dan sadar wisata di Desa Tunuo dapat berjalan dengan baik. Partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan kegiatan sebanyak 47 orang termasuk aparatur pemerintah desa dan masyarakat lain yang tidak termasuk anggota maupun pengurus Pokdarwis, menunjukan bahwa masyarakat mendukung program pengembangan pariwisata di Desa Tunuo. Adapun, proses pembentukan dan pendampingan Kelompok Sadar Wisata Desa Tunuo sangat membantu masyarakat lokal dalam memahami cara menjalankan organisasi di bidang pariwisata, terutama dalam menetapkan program kerja. Masyarakat yang terlibat dalam kegiatan sosialisasi sadar wisata dan sapta pesona, memberikan respon yang baik terhadap kegiatan dengan menyelenggarakan kerja bakti membersihkan sampah di sepanjang bibir pantai. Selain itu, masyarakat mulai sadar tentang pentingnya menjaga lingkungan sekitar objek wisata dari ancaman terhadap keberlanjutan yang diakibatkan oleh aktivitas bom ikan. Hal ini menunjukan bahwa sosialisasi sadar wisata dan sapta pesona tidak hanya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata, tetapi mampu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya lingkungan hidup. Berdasarkan hal tersebut, saran terhadap Pemerintah Desa (Pemdes) dan Pemerintah Daerah (Pemda) agar mendukung 214
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
program kerja Kelompok Sadar Wisata Desa Tunuo melalui pengakuan terhadap keberadaan kelompok melalui Surat Keputusan (SK) pembentukan Kelompok Sadar Wisata Desa Tunuo, serta memberikan dukungan finansial untuk menjalankan program kerja kelompok. Dengan demikian, pemerintah dapat mengoptimalkan fungsi pengendalian masyarakat dalam pembangunan daerah melalui sektor pariwisata.
DAFTAR PUSTAKA Beeton, S. (2006) Community Development Through Tourism. Land Links Press Australia)\ Blackstock, K. (2005). A critical look at community based tourism. Community Development Journal 40(1), 39–49. Graves, L.N. (1992). Cooperative learning communities: context for a new vision of education and society. Journal of Education 174(2), 57–79. Hall, C.M. (2003a). Introduction to tourism: dimensions and issues. 4th edn. Hospitality Press, Frenchs Forest. Hall, C.M. (2003b). Politics and place: an analysis of power in tourism communities. In Tourism in destination communities. (Eds S. Singh, D.J. Timothy & R.K. Dowling.) pp. 99–114. CABI Publishing, Wallingford. Kelly, M.E. (2002). The Community Tourism Newsletter. November–December 2002. Community Tourism Development Planning and Design, Gatineau. McMillan, D.W. & Chavis, D.M. (1996). Sense of community: a defi nition and theory. Journal of Consumer Psychology 14, 6–23. Pearce, P.L., Moscardo, G. & Ross, G.F. (1996). Tourism community relationships. (Elsevier Science, Oxford.) Ritzer, G. (1993). The McDonaldization of society: an investigation into the changing character of contemporary social life. Pine Forge Press, Newbury Park. Sofi eld, T. (2003). Empowerment for sustainable tourism development. Pergamon, Elsevier Science, Oxford. Turner, V. (1969). The ritual process: structure and antistructure. Cornell University Press, Ithaca, New York.
SESI TANYA JAWAB Nama Pemakala h Yerik Afrianto Singgalen
Nama Penanya
Asal Institusi
Isi Pertanyaan
Ita Lopang
UKRIDA Jakarta
1. Apa daya tarik lebih dari daerah tersebut untuk menarik para wisatawan?
Jawaban
2. Transportasi untuk sampai di daerah wisata tersebut?
215
Wisata alam sungai dan bahari, wisata budaya, wisata minat khusus, burung langka dan pohon sagu, cacing laut pada musimnya. Transportasi darat sudah baik (aspal/hotmill) ditunjang komunikasi yang baik (jaringan cyber optic cukup bagus)
Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat ISSN.2541-3805, ISSN 2541-559X
Umi Proboye kti
UKDW Yogyakarta
3. Apakah ada upaya pemerintah untuk membantu meningkatkan wisata tersebut? 4. Apa objek wisata yang ditemukan oleh penduduk lokal untuk dikembangkan/dipromos ikan?
216
Upaya pemda belum ada.
Wisata alam sungai dan bahari, wisata budaya, wisata minat khusus, burung langka dan pohon sagu, cacing laut pada musimnya.