perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DAN KELOMPOK DALAM PROGRAM PENJANGKAUAN DAN PENDAMPINGAN (OUTREACH) KOMUNITAS PENGGUNA NAPZA SUNTIK (Studi kasus tentang Peran Komunikasi Antar Pribadi dan Kelompok dalam Program Penjangkauan dan Pendampingan (Outreach) Komunitas Pengguna Napza Suntik oleh LSM Mitra Alam Surakarta Tahun 2010)
NETHY PUDJIASTUTI D 1208598
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
PEMBIMBING
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Adolfo Eko Setyanto, M.Si NIP. 19580617 198702 1 001
Mahfud Anshori, S.Sos, M.Si NIP. 1970908 200312 1 001
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN Telah disetujui dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Hari
:
Tanggal
:
Panitia Penguji :
1. Dr. Prahastiwi Utari, M.Si, Ph.D NIP. 19600813 198702 2 001
sebagai Ketua
(.......................)
2. Dra. Sri Urip Haryati, M.Si NIP. 19570821 198303 2 001
sebagai Sekretaris
(.......................)
3. Drs. Adolfo Eko Setyanto, M.Si NIP. 196006131986011001
sebagai Penguji I
(.......................)
4. Mahfud Anshori, S.Sos, M.Si NIP. 1970908 200312 1 001
sebagai Penguji II
(………………)
Mengetahui Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Drs. H. Supriyadi SN, SU NIP 195301281981031001
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Bismillahirrahmaanirrahiim.... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, pada hal ia amat baik bagi mu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk, bagi mu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Al-Baqarah : 216) Hidup akan lebih berarti jikalau diri kita bermanfaat untuk orang lain, dengan suatu harapan insya Allah akan tercipta suatu kebahagiaan bagi mereka dan itulah hadiah terindah yang dapat kita berikan kepada hati kita. (Penulis) Jangan pernah berkata tidak untuk sesuatu yang belum pernah kita coba, dengan niatan tulus…Insya Allah apa yang akan kita kerjakan tidak akan pernah sia-sia. (Penulis)
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini teruntuk : §
Allah SWT,
Atas segala limpahan karunia-Nya. §
Kedua Orang tua,
Atas pelajaran hidup yang tak kan dapat tergantikan. §
Kakak ku,
Bangkitlah dari kegagalan, masa depan menantimu §
Adik ku dan Teman-teman kost Wisma Hidayah
Atas semangat kebersamaan yang tak kan terlupakan. §
Mas Adie Candra,
Atas semangat dalam suka dan duka. commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Assalamu’Alaikum Wr. Wb. Syukur Alhamdulillah atas kehadirat ALLAH SWT atas segala anugerah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi “PERAN KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI DAN KELOMPOK DALAM PROGRAM PENJANGKAUAN DAN PENDAMPINGAN (OUTREACH) KOMUNITAS PENGGUNA NAPZA SUNTIK (Studi kasus tentang Peran Komunikasi Antar Pribadi dan Kelompok dalam Program Penjangkauan dan Pendampingan (Outreach) Komunitas Pengguna Napza Suntik oleh LSM Mitra Alam Surakarta Tahun 2010).” Penyusunan skripsi ini merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban Penulis sebagai mahasiswa guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Keberhasilan ini tidak lepas dari semua pihak yang telah membantu penulis dengan sepenuh hati. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan moral. Ucapan terima kasih ini Penulis sampaikan kepada: 1. Drs. Supriyadi SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Dr. Prahastiwi Utari, M. Si., Ph. D. selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Drs. Adolfo Eko Setyanto, M.Si, selaku Pembimbing I Skripsi atas bimbingan dan bantuannya selama skripsi. 4. Mahfud Anshori, S.Sos, M.Si selaku Pembimbing
II
Skripsi
atas
bimbingan dan bantuannya selama skripsi. 5. Direktur Mitra Alam dan seluruh staff LSM Mitra Alam Surakarta (Pak Yunus, Pak Walidi, Mas ligik, Mbak Ayuk, Mas Mulyadi, Mas Puger, dan Mbak Lumiris) yang telah membantu Penulis menyelesaikan penelitian. 6. Teman-teman Kost Wisma Hidayah (Adikku Ambar, Maya, Laras, Nana, Wahyu), serta Dila, Niken, Okta, dan Tanjung yang menjadi tempat berbagi canda, duka dan menjadi sahabat yang terbaik. 7. Teman-teman Ilmu Komunikasi Swadana Transfer FISIP UNS Angkatan 2008 atas bantuan yang telah diberikan sehingga penelitian ini selesai. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan Oleh karena itu, dengan segala kerendahan dan kelapangan hati penulis menerima saran maupun kritik yang sifatnya membangun. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Wassalamu’Alaikum Wr. Wb. Surakarta, Januari 2011
commit to user vii
Nethy Pudjiastuti
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................................
i
PERSETUJUAN..................................................................................................
ii
PENGESAHAN ...................................................................................................
iii
MOTTO ...............................................................................................................
iv
PERSEMBAHAN................................................................................................
v
KATA PENGANTAR .........................................................................................
vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
xiv
ABSTRAK ...........................................................................................................
xv
ABSTRACT .........................................................................................................
xvi
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah............................................................................
1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................
6
C. Tujuan Penelitian ......................................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................
7
E. Tinjauan Pustaka .......................................................................................
7
1. Peran Komunikasi Tatap Muka/Antar commit to user Pribadi ..................................
6
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Peran Komunikasi Kelompok……………………………………….
19
3. Peran Komunikasi Antarpribadi dan Kelompok Dalam Program Penjangkauan Dan Pendampingan (Outreach) ......................................
24
4. Pengguna Narkoba Suntik..................................................................
29
F. Kerangka Konsep .....................................................................................
29
G. Metodologi Penelitian ...............................................................................
32
1. Jenis Penelitian Data ...........................................................................
32
2. Lokasi Penelitian .................................................................................
34
3. Sumber Data .......................................................................................
34
4. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................
35
5. Teknik Pengambilan Sampel ..............................................................
37
6. Teknik Analisis Data ...........................................................................
38
7. Validitas Data ......................................................................................
40
BAB II. DESKRIPSI LOKASI DAN OBJEK PENELITIAN A. Gambaran Umum LSM Mitra Alam .........................................................
42
B. Gambaran Umum Pelaksanaan Outreach Lapangan ................................
63
C. Profil Narasumber .....................................................................................
66
BAB III. PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA A. Peran Komunikasi Antar Pribadi dan Kelompok dalam Program Penjangkauan dan Pendampingan Komunitas Pengguna Napza Suntik (Penasun) oleh LSM Mitra Alam Surakarta ............................................. 1. Tahap-Tahap
Komunikasi
Antar
Pribadi
Dalam
Program
Pendampingan dan Penjangkauan ....................................................... commit to user ix
69
71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Key person . ..................................................................................
72
a) Peran penting Key person . .....................................................
72
b) Proses Komunikasi Key person dalam merekrut IDU . ..........
76
b. Membangun Komunikasi . ............................................................
78
a) Memahami Karakteristik IDU . ..............................................
78
b) Penggunaan Istilah/bahasa IDU sehari-hari . ..........................
82
c. Mengembangkan Kredibilitas . .....................................................
84
a) Keterlibatan Petugas lapangan dalam Program Penjangkauan dan pendampingan . ................................................................
84
b) Menanamkan Kepercayaan pada IDU maupun warga sekitar
91
2. Tahap-Tahap Komunikasi Kelompok dalam Program Penjangkauan dan Pendampingan .............................................................................
95
a. Pembagian Kelompok Dampingan dalam Komunikasi Kelompok
96
b. Pelaksanaan Komunikasi Kelompok . ..........................................
98
c. Pemecahan Masalah dalam Komunikasi Kelompok .................... 103 B. Tolak Ukur Keberhasilan Peran Komunikasi Antar Pribadi Dan Kelompok Dalam Program Penjangkauan Dan Pendampingan (Outreach) Pada Komunitas Pengguna Napza Suntik.......................................................... 105 1. Peningkatan Pemahaman Penasun Tentang HIV/AIDS ...............
106
2. Pertambahan Jumlah IDU Yang Dijangkau Dan Didampingi ......
108.
3. Jumlah Kelompok Dampingan Yang Mengakses Layanan KIE dan LJSS .......................................................................................
110
a. Layanan Media KIE . ........................................................ 110 commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Layanan LJSS . ................................................................. 111 c. Layanan Methadone . ........................................................ 112 4. Terjadinya Perubahan Perilaku .....................................................
114
C. Pandangan Kelompok Dampingan Terhadap Peran Komunikasi Antar Pribadi dan Kelompok Dalam Program Penjangkauan dan Pendampingan Pada Komunitas Pengguna Napza Suntik ................................................. 115 1. Pandangan Kelompok Dampingan Terhadap Peran Komunikasi Antar Pribadi ................................................................................ 115 2. Pandangan Kelompok Dampingan Terhadap Peran Komunikasi Antar Kelompok Yang Dirasakan ................................................. 118 BAB IV. PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................... 121 B. Saran .......................................................................................................... 126 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
TABEL
HALAMAN
Tabel II.1 Tabel Pengalaman Organisasi Bidang Kesehatan Masyarakat ........ 48 Tabel III.1 Tabel Pemahaman IDU Tentang HIV/AIDS ................................... 106 Tabel III.2 Tabel Capaian IDU Program Penanggulangan HIV/AIDS Tahun 2007-2009 .............................................................................. 108 Tabel III.3 Tabel Capaian Distribusi Media Komunikasi Informasi Dan Edukasi (KIE) Tahun 2007-2009 ...................................................... 110 Tabel III.4 Capaian Distribusi Jarum Suntik Tahun 2007 – 2009 ...................... 111
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR GAMBAR
HALAMAN
Gambar I.1 Bagan Tahapan dalam disuksi pemecahan masalah . ..................... 23 Gambar I.2 Bagan Alur kerangka konsep ........................................................... 32 Gambar I.3 Bagan Analisis data Model Interaktif dari Miles dan Huberman ... 42 Gambar II.1 Bagan Struktur Organisasi LSM Mitra Alam Surakarta. ............... 46 Gambar II.2 Bagan Cara Pencegahan Penularan HIV/AIDS di Komunitas Injecting Drug User (IDU) ............................................................ 63
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Surat tugas penelitian 2. Surat keterangan dari lokasi penelitian 3. Kontrak kerjasama LSM dengan badan penyandang dana FHI (Family Health International) 4. Surat permohonan asistensi kelompok kerja (POKJA) HR KPA Prov. Jawa Tengah tahun 2010 5. Dokumentasi lokasi penelitian 6. Brosur tentang informasi HIV/AIDS 7. Pamflet tentang informasi HIV/AIDS 8. Form penilaian risiko kelompok (GRA) 9. Lembar penilaian risiko pribadi 10. Tabel jumlah IDU yang mengakses layanan LJSS 2007-2009 11. Tabel jumlah IDU yang dijangkau tahun 2007-2009 12. Tabel capaian evaluasi tentang pemahaman IDU mengenai HIV/AIDS 13. Catatan lapangan 14. Hasil wawancara
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Nethy Pudjiastuti. D.1208598. Peran Komunikasi Antar Pribadi dan Kelompok Dalam Program Penjangkauan dan Pendampingan (Outreach) Komunitas Pengguna Napza Suntik. Skripsi. Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2010 Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah, mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Salah satu dampak yang ditimbulkan penyalahgunaan narkoba adalah penularan virus HIV khususnya bagi pengguna narkoba suntik atau sering disebut dengan Injecting Drugs User (IDU). Upaya menyikapi penyebaran virus HIV pada pengguna narkoba suntik tersebut antara lain adalah dengan program harm reduction yaitu pengurangan dampak buruk penularan virus HIV/AIDS pada pengguna napza suntik melalui penjangkauan dan pendampingan pada para IDU. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui Peran Komunikasi Antar Pribadi dan kelompok dalam program Penjangkauan dan pendampingan (Outreach) Komunitas Pengguna Napza Suntik oleh LSM Mitra Alam Surakarta
Di dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Kasus memiliki batas, lingkup kajian, dan pola pikir tersendiri sehingga dapat mengungkap realitas sosial atau fisik yang unik, spesifik dan menantang. Penulis menggunakan metode observasi semi partisipan dan wawancara serta studi kepustakaan. Observasi dilakukan dengan pengamatan langsung dalam proses komunikasi yang berlangsung dalam program pendampingan dan mekanisme kerja yang dilakukan dalam pelaksanaan program pendampingan di lapangan oleh Petugas Outreach LSM Mitra Alam Surakarta. Teknik analisa dilakukan melalui proses analisa data melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitan ini adalah purposive sampling. Populasi adalah seluruh pihak LSM Mitra Alam mencakup seluruh staf LSM Mitra Alam, dan pengguna Napza Suntik. Sampelnya Manager Program, Koordinator Lapangan, 3 Petugas Lapangan, dan 3 orang pengguna Napza Suntik. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa peran komunikasi antar pribadi Melalui tatap muka secara langsung komunikasi antar pribadi antara petugas lapangan dengan pengguna napza suntik akan menjadi efektif karena petugas lapangan dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh pengguna napza suntik secara langsung sehingga dapat tercipta kredibilitas melalui : Keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap positif, dan kesetaraan. Sedangkan Peran Komunikasi kelompok antara petugas lapangan dengan pengguna napza suntik dilakukan melalui proses diskusi kelompok. Komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok yang efektif maka program pengurangan dampak buruk penyebaran virus HIV pada IDU dapat berhasil sesuai tujuan program. commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Nethy Pudjiastuti. D.1208598. The Role of Interpersonal Communication and Outreach Program and the Group Mentoring Community injecting drug users. Thesis. Department of Communication Science Faculty of Social and Political Sciences, University of Sebelas Maret Surakarta. 2010 Until now the spread of drugs is already almost inevitable, given the almost entire population of the world can easily get drugs from rogue elements who are not responsible. One of the impacts of drug abuse is the transmission of the HIV virus, especially for injecting drug users or often referred to Injecting Drugs Users (IDU). Efforts to address the spread of HIV in injecting drug users are among others with harm reduction programs that harm reduction transmission of HIV / AIDS in injecting drug users through outreach and assistance to the IDU. The purpose of this research is to know Role of Interpersonal Communication and Outreach group and mentoring program Community Injection drug users by the NGO Nature Partner Surakarta In this study the authors use this type of qualitative research using case study approach. The case has a limit, the scope of the study, and its own mindset so as to reveal the social or physical reality is unique, specific and challenging. The author uses the method of semi-participant observation and interviews and literature study. Observations carried out by direct observation in the communication process that takes place in mentoring programs and mechanisms for the work done in the implementation of mentoring programs in the field by officers NGO Outreach Natural Partners Surakarta. Technical analysis is done through the process of data analysis through data reduction, data presentation, and conclusion. The sampling technique used in this research is purposive sampling. The population is all the NGO partners include the entire staff of NGO's Natural Natural Partners, and injecting drug users. Sample Program Manager, Field Coordinator, 3 Field Officer, and 3 Injection drug users. From the results of this research is that the role of interpersonal communication in outreach programs of injecting drug user community through direct face to face will create credibility through transparency in the community of injecting drugs user. The second is empathy in interpersonal communication. Third supportive attitude that aims to support the positive attitude of injecting drug users in better behavior change. Fourth is a must have a positive attitude, and the fifth is the equality who conducted the field. The role of group communication in outreach through IDUs meeting, Support Group IDUs, Group Risk Assessment, Discussion and Evaluation Program.
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Narkoba adalah suatu akronim dari narkotika dan obat - obatan berbahaya, yang dalam bahasa Inggris disebut drug. Narkotika sendiri sering diartikan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis yang dapat menurunkan kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan kerugian jika salah dan dapat menimbulkan ketergantungan. Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa didaerah sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua, ormas, pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang begitu meraja rela. Upaya pemberantas narkoba pun sudah sering dilakukan namun masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD dan SMP pun banyak yang terjerumus narkoba. Telah banyak pula generasi muda di Indonesia yang telah terlibat baik sebagai pengedar maupun sebagai pengguna, sehingga tidak sedikit mengakibatkan tumbuhnya keresahan dan kerawanan sosial. commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
Kasus AIDS pertama kali di Indonesia dilaporkan pada 1987. Jumlah kasus masih tetap relatif rendah, meski diperkirakan bahwa akan segera terjadi peningkatan drastis. Hingga Mei 2001, 23 dari 26 propinsi "lama" telah melaporkan ada kasus HIV, dan dari 23 propinsi tersebut 16 di antaranya telah melaporkan adanya kasus AIDS. 1 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peredaran dan penyalahgunaan narkoba dengan berbagai implikasi dan dampak negatifnya merupakan masalah nasional yang sangat kompleks yang dapat merusak dan mengancam kehidupan masyarakat, bangsa,dan negara serta dapat melemahkan ketahanan nasional. Oleh karena itu pemerintah Indonesia telah menetapkan bahwa peredaran dan penyalahgunaan narkoba merupakan bahaya yang harus ditangani secara dini dengan melibatkan seluruh potensi yang ada, baik pemerintah, masyarakat maupun pihak-pihak lain yang terkait. Pada awal tahun 1970-an di Jakarta mulai ditemukan penggunaan narkoba dengan cara suntik atau biasa disebut Injecting Drug User (IDU). Orang yang terlibat biasanya dikenal sebagai morfinis tetapi sekarang diperkirakan yang disuntikkan itu adalah heroin dan bukan morfin. Awalnya heroin dipakai dengan cara menghirup asapnya, kemudian karena alasan ekonomi dan agar lebih cepat merasakan kenikmatannya, merekapun mulai memakai cara suntik. Jenis narkoba yang sering dipakai melalui suntikan adalah heroin, amfetamin dan kokain, walaupun banyak narkoba lain yang disuntikkan, termasuk obat penenang dan obat farmasi lain. 1
commit to kalangan user Pengguna Narkoba Suntikan Dasar Chrish W. Green, Menanggapi Epidemi HIV di Pemikiran Pengurangan Dampak Buruk Narkoba, Warta AIDS, Yogyakarta, 2001, hal. 33.
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sesuai dengan UU No.5/1997 tentang Psikotropika dan UU No.22/1997 tentang Narkotik, pengedar narkoba diancam dengan pidana mati. Namun, kenyataan bisa jadi berbeda. Pada akhir 1999 polisi menangkap pemilik pabrik ecstacy yang berlokasi di pinggiran kota Jakarta dan mampu membuat 1,8 juta pil per bulan. Pengadilan akhirnya menghukumnya dengan hanya empat bulan kurungan.2 Mengkonsumsi narkoba dengan cara suntik sangat rawan menularkan HIV/AIDS, terutama pada IDU (Injecting Drug User) yang memakai jarum suntik secara bergantian, tanpa proses penyucihamaan secara tepat. Berbagai alasan dilontarkan berkenaan dengan pemakaian jarum suntik bergantian. Mulai dari kelangkaan alat suntik yang tersedia, penyuntikan dalam keadaan mabuk, karena dalam gejala dalam putus zat (sakaw), sampai alasan kesetiakawanan atau persahabatan yang akrab. Salah satu upaya untuk memutus mata rantai penularan virus HIV melalui pengguna napza suntik adalah melalui program harm reduction yaitu sebuah program pengurangan dampak buruk dari penggunaan napza suntik yang bertujuan memutus mata rantai penularan virus HIV melalui penjangkauan pada kelompok sasaran yaitu komunitas pengguna napza suntik. Program Harm Reduction meliputi 12 langkah layanan yang meliputi penjangkauan (outreach) ke komunitas pengguna napza suntik, penyampaian Komunikasi Informasi dan Edukasi(KIE), konseling penggunaan resiko pribadi dan kelompok, VCT, layanan jarum suntik steril, layanan kesehatan commit to user 2
Ibid, hal. 34
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dasar, pendidikan sebaya (peer educater), program subtistusi oral, rehabilitasi, perawatan dan pengobatan HIV/AIDS, sterilisasi jarum dan penghancuran alat suntik bekas. Salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat yang melaksanakan program Harm Reduction adalah Yayasan Mitra Alam Surakarta. Berdasarkan data dari Yayasan Mitra Alam Tersebut, diketahui bahwa 20 persen dari total keseluruhan penderita HIV/AIDS di Kota Solo, Jawa Tengah, berasal dari kalangan pecandu narkoba. Sejak 2005 hingga 2009, pengidap HIV/AIDS di Kota Solo berjumlah 306 orang. Dari jumlah tersebut, 60 di antaranya merupakan kalangan yang mengalami ketergantungan pada narkotika dan obat-obatan berbahaya. Dari 60 orang pengidap HIV/AIDS dari kalangan orang yang mengalami ketergantungan narkoba, 40 persen di antaranya saat ini belum bisa lepas dari penggunaan narkoba, terutama melalui media jarum suntik. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan karena sangat berpotensi menyebarkan virus HIV/AIDS. 3 Salah satu kegiatan dalam harm reduction adalah penjangkauan (outreach) yaitu proses penjangkauan langsung yang dilakukan secara aktif kepada IDU baik secara kelompok maupun individu. Populasi ini sulit dijangkau dengan metode yang lebih formal karena stigma dan diskriminasi yang sangat kuat di dalam masyarakat terhadap status penggunaan napzanya. Dalam proses penjangkauan dan pendampingan para pekerja lapangan 3
http://www.antarajateng.com/detail/index.php?id=22303 diakses tanggal 30 April 2010
commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melakukan proses identifikasi lokasi yang biasa menjadi tempat IDU berkumpul datau tempat yang memungkinkan untuk melakukan interaksi langsung dengan IDU. Penjangkauan
yang dilakukan dalam pogram harm reduction
berperan sebagai komunikasi interpersonal yang di dalamnya terjadi sebuah komunikasi antara petugas outreach dengan pengguna napza suntik, dimana Petugas Lapangan sebagai komunikator yang menyampaikan pesan/informasi mengenai Pencegahan HIV/AIDS pada komunitas IDU yang bertujuan untuk merubah sikap dari menyuntik beresiko menjadi tidak beresiko dan juga bertujuan untuk merubah perilaku dari menggunakan napza menjadi tidak menggunakan napza. Sesuai dengan definisi komunikasi antar pribadi menurut Joseph A. Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.4 Kebanyakan komunikasi interpersonal berbentuk verbal disertai ungkapan-ungkapan nonverbal dan dilakukan secara lisan. Melalui proses komunikasi ini para pengguna napza suntik dapat mengerti tentang bahaya dari penggunaan napza suntik yaitu merupakan salah satu pintu masuk penularan virus HIV. Komunikasi selain merupakan kegiatan pengoperan dan penerimaan lambang atau keinginan mengubah pendapat orang lain, juga merupakan suatu
4
commit to user PT Citra Aditya Bakti Bandung, 1993, Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, hal. 59-60.
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
usaha untuk mengadakan hubungan sosial. Hal ini dilakukan dengan jalan komunikasi yang serasi. Dalam sistem sosial komunikasi berfungsi sebagai berikut5: Informasi, Sosialisasi, Motivasi, Perdebatan dan diskusi, Pendidikan, Memajukan kebudayaan, Hiburan, dan Integrasi. Demikian juga dalam program harm reduction ini bahwa fungsi komunikasi baik interpersonal maupun komunikasi kelompok yang dikembangkan oleh petugas lapangan berfungsi untuk menyampaikan informasi tentang HIV/AIDS dan upaya untuk memutus mata rantai penularan virus HIV pada pengguna napza suntik, Sebagai Penyediaan sumber pengetahuan mengenai Program pencegahan HIV/AIDS yang memungkinkan IDU bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat untuk mempengaruhi para IDU untuk mengubah sikap dan perilakunya dari menggunakan napza suntik yang beresiko menjadi tidak beresiko yaitu dengan cara menggunakan jarum suntik steril, tidak berbagi jarum, bahkan tujuan jangka panjang tidak lagi menggunakan napza suntik ataupun napza jenis apapun. Tujuan komunikasi menurut Efendy antara lain adalah untuk perubahan sikap, perubahan pendapat, perubahan perilaku dan perubahan sosial. Dilihat dari tujuan komunikasi tersebut maka komunikasi yang dilakukan oleh seorang petugas outreach dalam program penjangkauan dan pendampingan pada pengguna napza suntik disamping bertujuan untuk perubahan sikap juga untuk perubahan perilaku. Tujuan untuk perubahan 5
A. W. Widjaja, Komunikasi:Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Bumi Aksara Jakarta, commit to user 1993, hal. 3.
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sikap yaitu dari menggunakan napza menjadi tidak menggunakan, sedangkan tujuan untuk merubah perilaku yaitu dari perilaku beresiko menularkan virus HIV menjadi tidak beresiko. Salah satu pemandangan yang khas terlihat di Drop In Center LSM Mitra Alam Surakarta yang berada di Jl. Arif Rahman Hakim No.66, Kepunton, Jebres, Surakarta. Ditempat ini merupakan kantor sekaligus tempat berkumpulnya para IDU yang mengakses layanan yang tersedia oleh Lembaga, dan juga ruang untuk para IDU mengisi waktu luang dengan melakukan kegiatan positif, misalnya melakukan olahraga fitness. Di DIC LSM Mitra Alam ini setiap sebulan sekali menyelenggarakan kegiatan pertemuan IDU, Support Group, Penilaian Resiko Kelompok maupun Diskusi dan Evaluasi bagi komunitas IDU yang bertujuan untuk mendorong para IDU agar berubah perilakunya dalam hal menyuntik menjadi tidak beresiko dan dapat
timbul
kesadarannya
untuk
mengambil
keputusan
berhenti
menggunakan napza jenis apapun. Berdasarkan fenomena sosial yang terjadi tersebut, banyak hal yang menarik untuk diamati tentang keberadaan para IDU. Mengenai Latar belakang mereka dapat terjerumus menggunakan napza, dan bagaimana peran komunikasi antar pribadi dan kelompok dalam Program Penjangkauan dan pendampingan oleh LSM Mitra Alam Surakarta melalui Petugas Lapangan dalam menyampaikan komunikasi yang efektif untuk mengubah sikap, perilaku maupun opini para IDU agar dapat berhenti dari penyalahgunaan Napza suntik.
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka pokok masalah dari penelitian ini adalah: Bagaimana Peran Komunikasi Antar Pribadi dan kelompok dalam program Penjangkauan dan pendampingan (Outreach) Komunitas Pengguna Napza Suntik oleh LSM Mitra Alam Surakarta?
C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui Peran Komunikasi Antar Pribadi dan kelompok dalam program Penjangkauan dan pendampingan (Outreach) Komunitas Pengguna Napza Suntik oleh LSM Mitra Alam Surakarta.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik dari segi teoritis maupun praktis. Adapun manfaat itu sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat memberi sumbangsih bagi pengembangan ilmu penelitian di bidang komunikasi. 2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi referensi berbagai pihak untuk memberikan informasi mengenai pencegahan HIV/AIDS, dan perubahan perilaku yang lebih aman bagi kelompok Pengguna Napza Suntik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
E. Tinjauan Pustaka 1. Peran Komunikasi Tatap Muka/Antar Pribadi Komunikasi interpersonal didefinisikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book6 sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Pesan komunikasi dapat mempunyai banyak bentuk. Kita mengirimkan dan menerima pesan ini melalui salah satu atau kombinasi tertentu dari panca indra kita. Kita bisa berkomunikasi secara verbal (lisan dan terrtulis) dan non verbal (tanpa kata). Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan. Jarang sekali komunikasi berlangsung melalui hanya satu saluran, kita menggunakan tiga atau empat saluran yang berbeda secara simultan.7 Dalam proses komunikasi, komunikasi interpersonal efektivitasnya paling tinggi karena komunikasinya timbal balik dan terkonsentrasi. Komunikator mengetahui pasti apakah komunikannya itu menanggapi dengan positif atau negatif, berhasil atau tidak. Pentingnya situasi seperti ini bagi komunikator adalah karena ia dapat mengetahui diri komunikan selengkap-lengkapnya dan yang penting artinya untuk mengubah sikap, pendapat atau perilakunya. Dengan demikian komunikator dapat mengarahkan ke suatu tujuan sebagaimana ia inginkan.8
6
Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, PT Citra Aditya Bakti Bandung, 1993, hal. 59-60. 7 commitProfessional to user Books Jakarta, 1997, hal.28. Joseph A.Devito, Komunikasi Antar Manusia, 8 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, Remadja Rosdakarya, Bandung, 1986, hal. 8
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hubungan dalam komunikasi interpersonal terbina melalui tahaptahap. Kita menumbuhkan keakraban secara bertahap, melalui langkah atau tahap. Kelima tahap ini adalah kontak, keterlibatan, keakraban, perusakan, dan pemutusan. Tahap-tahap ini menggambarkan hubungan seperti apa adanya. Tahap-tahap ini tidak mengevaluasi atau menguraikan bagaimana seharusnya hubungan itu berlangsung.9 Tahap-tahap itu antara lain : Kontak, pada tahap pertama kita membuat kontak. Ada beberapa macam persepsi alat indra (melihat, mendengar, dan membaui seseorang). Menurut beberapa riset selama tahap inilah dalam empat menit pertama interaksi awal. Pada tahap ini penampilan fisik begitu penting karena dimensi fisik paling terbuka untuk diamati secara mudah. Namun demikian, kualitas-kualitas lain seperti sikap bersahabat, kehangatan, keterbukaan dan dinamisme juga terungkap pada tahap ini. Jika anda menyukai orang ini dan ingin melanjutkan hubungan maka akan beranjak ke tahap kedua. Keterlibatan, tahap keterlibatan adalah tahap pengenalan lebih jauh, ketika kita mengikatkan diri kita untuk mengenal orang lain dan juga mengungkapkan diri kita. Jika ini adalah hubungan yang romantik, maka ini disebut tahap kencan. Keakraban, pada tahap keakraban, kita mengikat diri lebih jauh dengan orang lain. Hubungan dalam keakraban disebut sebagai hubungan commit to user 9
Joseph A.Devito, Op. Cit, hal.233-235.
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
primer (primary relationship), dimana orang menjadi sahabat baik atau kekasih. Perusakan, dua tahap berikutnya merupakan penurunan hubungan, ketika ikatan di antara kedua pihak melemah. Pada tahap perusakan mulai merasa bahwa hubungan ini mungkin tidaklah sepenting apa yang dipikirkan sebelumnya. Hubungan akan semakin jauh. Makin sedikit waktu senggang yang dilalui bersama dan bila bertemu maka akan berdiam diri, tidak lagi banyak mengungkapkan diri. Jika tahap perusakan ini berlanjut maka memasuki tahap pemutusan. Pemutusan, tahap pemutusan adalah pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua pihak. Jika bentuk ikatan itu adalah perkawinan, pemutusan hubungan dilambangkan dengan perceraian, walaupun pemutusan hubungan aktual dapat berupa hidup berpisah. Adakalanya terjadi peredaan, kadang-kadang ketegangan dan keresahan makin meningkat, saling tuduh dan permusuhan. Pentingnya komunikasi interpersonal ialah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi dialogis adalah bentuk komunikasi interpersonal yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pengertian bersama (mutual understanding) dan empati.
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Walaupun
demikian
derajat
keakraban
dalam
komunikasi
interpersonal dialogis pada situasi tertentu bisa berbeda. Komunikasi horizontal selalu menimbulkan derajat keakraban yang lebih tinggi ketimbang komunikasi vertikal. Yang dimaksudkan horizontal adalah komunikasi antara orang-orang yang memiliki kesamaan dalam apa yang disebut Wilbur Schramm, frame of reference (kerangka referensi) yang kadang-kadang dinamakan juga field of experience (bidang pengalaman). Para pelaku komunikasi yang mempunyai kesamaan dalam frame of reference/field of experience itu adalah mereka yang sama atau hampir sama dalam tingkat pendidikan, jenis profesi atau pekerjaan, agama, bangsa, hobi, ideologi, dan lain sebagainya.10 Komunikasi interpersonal mempunyai beberapa tujuan antara lain11 : a. Menemukan Diri Sendiri Salah
satu
tujuan
komunikasi
interpersonal
adalah
menemukan personal atau pribadi. Bila kita terlibat dalam pertemuan interpersonal dengan orang lain kita belajar banyak sekali tentang diri kita maupun orang lain. Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada kita untuk berbicara tentang apa yang kita sukai, atau mengenai diri kita. Adalah sangat menarik dan mengasyikkan bila berdiskusi mengenai perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita sendiri. Dengan membicarakan diri kita dengan orang lain, kita 10
11
Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, PT Citra Aditya Bakti Bandung, 1993, commit to user hal. 61. Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009, hal. 78-80
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberikan sumber balikan yang luar biasa pada perasaan, pikiran, dan tingkah laku kita. b. Mengetahui Dunia Luar Hanya komunikasi interpersonal menjadikan kita dapat memahami lebih banyak tentang diri kita dan orang lain yang berkomunikasi dengan kita. Banyak informasi yang kita ketahui datang dari komunikasi interpersonal, meskipun banyak jumlah informasi yang datang kepada kita dari media massa hal itu seringkali didiskusikan dan akhirnya dipelajari atau didalami melalui interaksi interpersonal. c. Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna Salah satu keinginan orang yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain. Banyak
dari
waktu
kita pergunakan
dalam
komunikasi
interpersonal diabadikan untuk membentuk dan menjaga hubungan sosial dengan orang lain. d. Mengubah Sikap Dan Perilaku Banyak waktu kita pergunakan untuk mengubah sikap dan tingkah laku orang lain dengan pertemuan interpersonal. Dengan adanya Program Penjangkauan dan pendampingan ini, maka diharapkan terjadi perubahan perilaku yang beresiko menjadi aman terhadap pemakaian jarum suntik sesuai dengan tujuan program.
commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Untuk Bermain Dan mencari Hiburan Bermain mencakup semua aktivitas yang mempunyai tujuan utama adalah mencari kesenangan. Berbicara dengan sesama IDU, memulai percakapan dengan obrolan basa-basi dari hal yang ringan pada umumnya hal itu adalah merupakan pembicaraan melakukan
yang
untuk
komunikasi
menghabiskan
interpersonal
waktu.
semacam
Dengan
itu
dapat
memberikan keseimbangan yang penting dalam pikiran yang memerlukan rileks dari semua keseriusan di lingkungan kita. f. Untuk Membantu Ahli-ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi menggunakkan
komunikasi
interpersonal
dalam
kegiatan
profesional mereka untuk mengarahkan kliennya. Kita semua juga
berfungsi
membantu
orang
lain
dalam
interaksi
interpersonal kita sehari-hari. Komunikasi interpersonal yang terjadi antara petugas outreach dengan pengguna Napza Suntik bertujuan untuk menciptakan suasana yang baik dan maksimal. Artinya, setiap individu yang terlibat didalamnya membutuhkan komunikasi interpersonal yang baik untuk membina suatu hubungan yang harmonis. Menurut Joseph A.Devito, komunikasi interpersonal yang efektif dimulai dengan lima kualitas umum yang perlu dipertimbangkan, yaitu : 12 commit to user 12
Joseph A.Devito, Op.Cit, hal.259.
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
a. Keterbukaan Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka pada orang yang diajak berinteraksi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan. Kedua, mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis dan tanggap merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Kita ingin setiap orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita ucapkan. Aspek ketiga, menyangkut kepemilikan perasaan hati dan pikiran. Terbuka dalam arti ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang kita lontarkan adalah milik kita dan kita bertanggungjawab atasnya. b. Empati Henry Backrack, dalam Devito mendefinisikan empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Pengertian empati itu akan membuat seseorang lebih mampu menyesuaikan komunikasinya. Langkah pertama dalam mencapai empati adalah menahan godaan untuk mengevaluasi, menilai, menafsirkan dan mengkritik. Bukan karena reaksi ini salah, tetapi seringkali menghambat pemahaman. Langkah kedua, semakin banyak anda mengenal seseorang-keinginannya, commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengalamannya, kemampuannya, ketakutannya, dan sebagainya, maka anda akan mampu melihat apa yang dilihat dan dirasakan orang itu. c. Sikap mendukung Sikap
mendukung
adalah
pandangan
yang
mendukung,
membantu bersama-sama. Sebuah bentuk hubungan interpersonal yang efektif adalah sebuah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. d. Sikap positif Sikap positif mengacu pada dua aspek komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri. Orang yang merasa positif mengisyaratkan perasaan ini ke orang lain dan selanjutnya merefleksikan perasaan positif ini. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang positif. Tidak ada hal yang lebih menyenangkan ketimbang berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi interaksi. e. Kesetaraan Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidak-setaraan salah seorang lebih pandai, lebih kaya, atau lebih cantik. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya harus commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
ada pengakuan diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan kita. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antar pribadi berperan penting hingga kapanpun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi tatap-muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar, televisi, ataupun lewat teknologi tercanggihpun. Teori komunikasi Antar Pribadi yang cocok dengan perkembangan hubungan adalah Social Penetration Theories. One of the most widely studied processes of relational development is social penetration. Briefly, this is the idea that relationships become more intimate over time when partners disclose more and more information about them selves. Social penetration, then, is the process of increasing disclousure and intimacy in a relationship. 13
Salah satu proses yang paling luas dikaji atas perkembangan hubungan adalah penetrasi sosial. Secara garis besar, ini merupakan ide bahwa hubungan menjadi lebih akrab seiring waktu ketika patner
13
commitCommunication, to user Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Belmont, California: Wadsworth Publishing Company, 1998, hal. 266-267
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memberitahukan semakin banyak informasi mengenai mereka sendiri. Selanjutnya,
social
penetration
merupakan
proses
peningkatan
disclosure dan keakraban dalam hubungan. Terdapat empat langkah perkembangan hubungan. Orientation mengandung komunikasi impersonal, dimana seseorang memberitahu hanya informasi yang sangat umum mengenai dirinya sendiri. Jika tahap ini menghasilkan reward pada partisipan, mereka akan bergerak menuju tahap
berikutnya,
the
exploratory
affective
exchange,
dimana
perluasaan/ekspansi awal informasi dan gerakan menuju level lebih dalam dari disclosure itu terjadi. Tahap ketiga, affective exchange memusatkan pada perasaan evaluatif dan kritis pada level yang lebih dalam. Tahap ini tidak akan dimasuki kecuali jika patner menyadari reward substansial yang relatif terhadap cost dalam tahap lebih awal. Akhirnya, stable exchange adalah keakraban yang sangat tinggi dan mengijinkan patner untuk meramalkan setiap tindakan pihak lain dan menanggapinya dengan sangat baik. Komunikasi interpersonal yang dilakukan secara terus menerus akan mempengaruhi perilaku, hal ini seperti dalam International Journal Communication berikut ini: When interpersonal discussion occurs, it can substantially influence subsequent behavior. An investigation into the role of interpersonal communication in promoting behavioral change was done by the team investigating the impact of the radio drama "Twende na Wakati" in Tanzania in the 1990s (Rogers et al., 1999”.14 14
commit Joyee S. Chatterjee, Anurudra Bhanot, Laurento B.user Frank, Sheila T. Murphy, Gerry Power , The Importance of Interpersonal Discussion and Self-Efficacy in Knowledge, Attitude, and Practice
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ketika diskusi interpersonal terjadi, secara substansial dapat mempengaruhi perilaku. Hal ini seperti hasil penelitian terhadap peran komunikasi interpersonal dalam mempromosikan perubahan perilaku dilakukan oleh tim peneliti dampak dari radio drama "Twende na Wakati" di Tanzania pada 1990an (Rogers et al, 1999.). Hasil dari analisis mereka menemukan salah dari proses utama melalui opera sabun yang mengubah perilaku perencanaan keluarga sebagai pendengar Tanzania melalui komunikasi interpersonal 2. Peran Komunikasi kelompok Komunikasi Kelompok menurut Onong Uchjana Effendy adalah komunikasi dengan sejumlah komunikan. Karena jumlah komunikan itu menimbulkan konsekuensi, jenis ini diklasifikasikan menjadi komunikasi kelompok kecil dan komunikasi kelompok besar. Communication in small groups is interpersonal communication within groups of between 3 and 20 individuals. This implication that group discussion goes through the same series of stages in the same order for any decision-making group is known as the linear phase model. As a consequence, large groups tend to be dominated by one or two members to the detriment of the others15. Menurut Journal international dalam Wikipedia menjelaskan bahwa kelompok kecil dilakukan antara 3 sampai 20 peserta. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Robert
Bales tentang bahwa dari diskusi
kelompok kecil tersebut yang berperan adalah 40 sampai 50 persen dari
15
Models, International Journal Communication, Volume 3, diakses tanggal 20 November 2010 dari http://ijoc.org/ojs/index.php/ijoc/article/view/444/337 Lilaroja, Communication in Small Groups, International Free Journal, dari commit to user http://en.wikipedia.org/wiki/Communication_in_small_groups diposting tanggal 29 Oktober 2010
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seluruh peserta dalam kelompok. Dengan demikian dalam komunikasi kelompok besar hanya akan didominasi oleh satu atau dua orang saja yang akan merugikan seluruh peserta dalam kelompok besar. Menurut Onong Uchjana Effendi, dasar pengklasifikasiannya bukan jumlah yang dihitung secara matematis, melainkan kesempatan komunikan dalam menyampaikan tanggapannya.16 Kelompok kecil didefinisikan oleh Robert F. Bales dalam bukunya “ Interaction Proces Analysis” sebagai sejumlah orang yang terlibat dalam suatu interaksi satu dengan yang lainnya dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka (face to face meeting). Setiap anggota dalam kelompok ini dengan leluasa mendapatkan kesan atau penglihatan antara satu dengan lainnya. Sehingga baik pada saat timbul pertanyaan maupun sesudahnya, seseorang
dapat
memberikan
tanggapan
kepada
masing-masing
perorangan. 17 Komunikasi kelompok dipengaruhi oleh tingkah laku komunikasi anggota
kelompok atau peserta kelompok. Tingkah laku komunikasi
anggota kelompok tersebut meliputi, penyampaian pesan-pesan selama berinteraksi serta bagaimana tingkah laku anggota kelompok lain akibat efek yang penyampaian pesan tadi yang berupa umpan balik. Pesan itu sendiri dalam komunikasi kelompok dapat dibedakan berdasarkan pesan dalam bentuk verbal dan non verbal. Selain itu, tingkah laku komunikasi kelompok anggota lainnya yang mempengaruhi komunikasi kelompok 16 17
to Onong Uchjana Effendy, Op. Cit, hal.commit 10 Ibid, hal. 72
user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah faktor keingintahuan antar anggota kelompok lainnya. Keyakinan serta system kepercayaan juga ikut mempengaruhi para anggota kelompok selama berinteraksi. Hal ini merupakan ciri-ciri kelompok pada umumnya. Ciri-ciri kelompok yang dapat menjadi bagian dari teori komunikasi kelompok menurut Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson, adalah umpan balik antar pribadi, kecepatan interaksi kelompok, fase-fase kelompok, norma-norma kelompok, iklim atau suasana kelompok, konflik antar pribadi serta distribusi kepemimpinan.18 Dalam upaya meningkatkan kesadaran terhadap permasalahan HIV/AIDS di kalangan IDU, peran komunikasi kelompok dapat dilakukan melalui diskusi lapangan yang diorganisasikan oleh petugas lapangan. Diskusi lapangan bisa mencakup berbagai macam isu, baik yang berkaitan dengan masalah HIV/AIDS, Napza, atau masalah lain yang dirasa bisa mendorong IDU dan pasangannya untuk terlibat di dalam intervensi. Tujuan dilaksanakan diskusi adalah mengembangkan dialog pemecahan masalah tentang upaya pengurangan resiko penularan HIV/AIDS di antara IDU, sehingga bisa terbangun pengetahuan dan pemahaman yang baik diantara mereka serta timbul kesadaran bagi para IDU berhenti menggunakan napza jenis apapun dan merubah perilaku beresiko mereka dalam pemakaian jarum suntik yang tidak steril. Dengan adanya distribusi informasi dan pengetahuan di antara IDU, diharapkan muncul sebuah norma yang mengatur mereka menuju penggunaan Napza dan perilaku seks yang lebih aman. Melalui diskusi diharapkan dapat membangun
commit to user 18
Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson, Op. Cit, hal. 8-9
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesadaran IDU atas situasi yang mereka alami sehingga mereka mampu mengartikulasikan kebutuhan dan kepentingan secara bersama. Dalam diskusi kelompok terdapat kelompok Pemecahan masalah melalui kegiatan Pertemuan rutin bagi para IDU. Kelompok Pemecahan masalah menurut Joseph. A. Devito19 dalam bukunya Komunikasi Antar Manusia mendefinisikan bahwa sekumpulan individu yang bertemu untuk memecahkan suatu masalah tertentu untuk mencapai suatu keputusan mengenai suatu permasalahan. a. Kelompok Pemecahan masalah Dalam Kelompok pemecahan masalah ada beberapa tahapan yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu masalah. Berdasarkan pendapat dari seorang Filsuf John Dewey pendekatan masalah diidentifikasi dalam enam tahap. 20 Tahap-tahap ini dirancang agar pemecahan masalah lebih efisien dan efektif. Enam langkah di dalam pendekatan pemecahan masalah terdiri dari pendefinisian dan analisis masalahnya, menyusun kriteria
untuk
mengevaluasi
pemecahannya,
mengembangkan
pemecahan yang mungkin, mengevaluasi pemecahannya, memilih pemecahan terbaik, dan menguji pelaksanaan pemecahannya.
19 20
Joseph. A. Devito, Op.Cit, hal. 304 Ibid, hal. 304
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bagan I. 1 Tahapan dalam disuksi pemecahan masalah Definisi dan Analisis Masalah
Menyusun Kriteria untuk mengevaluasi pemecahan Identifikasi pemecahan yang mungkin
Evaluasi Pemecahan
Pemilihan pemecahan terbaik
Kajian Ulang
Pengujian terhadap pemecahan yang dipilih
Pemilihan pemecahan
Salah satu fungsi dari diskusi kelompok pada kalangan IDU adalah akan terbentuk kelompok pemecahan masalah. Melalui komunikasi kelompok akan diketahui permasalahan yang dapat menghambat tercapainya tujuan program, sehingga melalui komunikasi kelompok akan dapat dicari solusi untuk pemecahan masalah yang timbul tersebut. Berdasarkan pendapat dari Jhon Dewey tersebut, untuk memecahkan suatu masalah perlu dilakukan 6 langkah pendekatan mulai dari mendefinisikan atau menganalisis permasalahan yang timbul, menyusun kriteria untuk mengevaluasi pemecahan, identifikasi pemecahan yang dapat dilakukan, evaluasi pemecahan, pemilihan pemecahan terbaik dan akhirnya dilakukan pengujian terhadap commitMelalui to user 6 langkah pendekatan terhadap permasalahan yang dipilih.
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemecahan masalah ini maka proses komunikasi kelompok akan menjadi efektif sehingga tujuan program untuk mengubah sikap penasun untuk menjadi tidak beresiko akan dapat tercapai. b. Metoda Pengambilan Keputusan Dalam Komunikasi kelompok mungkin saja menggunakan metoda Pengambilan keputusan yang berbeda-beda, misalkan saja dalam menentukan kriteria atau alternative pemecahan masalah yang akan diambil. Pada umumnya, kelompok akan menggunakan salah satu dari ketiga metoda berikut : 1.
Wewenang : Para anggota menyuarakan perasaan dan pendapat mereka, tetapi pimpinan, bos, atau direksi membuat keputusan akhir
2.
Aturan mayoritas : Kelompok menyetujui untuk mematuhi keputusan mayoritas dan mengijinkan adanya pemungutan suara untuk mencari penyelesaian suatu masalah.
3.
Konsensus : Kelompok hanya akan sampai pada suatu keputusan jika semua anggota kelompok menyetujuinya. Berbagai metode pengambilan keputusan tersebut masing-
masing akan mempunyai kelebihan dan kekurangan, namun dalam program penjangkauan dan pendampingan pada komunitas pengguna napza suntik akan dapat dicari metode pendekatan yang sesuai dengan karakteristik kelompok dampingan sehingga selain pemecahan masalah menjadi efektif, tujuan program juga akan dapat tercapai. commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Terkait dengan efek dan umpan balik yang diharapkan, komunikasi kelompok dinilai ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Teori yang menjelaskan tentang hal tersebut adalah tentang Teori sistim A-B-X dan Newcomb. Teori sistim A-B-X dari Newcomb yang menitikberatkan pada pola interaksi antara dua individu, A dan B dalam suatu interaksi dengan suatu objek (X) yang mempengaruhi interaksi mereka. Interaksi dua individu ini merupakan interaksi yang terjadi dalam komunikasi kelompok.21 Berdasarkan teori tersebut, maka bila salah satu anggota dari kelompok tersebut mempunyai pendapat tentang suatu hal maka ia akan cenderung mempengaruhi anggota kelompok lainnya agar mengikuti pendapatnya. Bila hal ini berhasil, maka biasanya akan diikuti perubahan sikap pula. 3. Peran Komunikasi Antarpribadi dan Kelompok Dalam Program Penjangkauan Dan Pendampingan (Outreach) Komunikasi yang terjalin antara petugas outreach dan pengguna Napza suntik dapat diawali dengan membangun komunikasi yang baik, diwujudkan dengan cara melibatkan IDU dan pasangan seksualnya, keluarga, ataupun orang kunci (teman IDU) dalam upaya advokasi pencegahan HIV/AIDS pada jaringan sosialnya. Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang
melaksanakan
hak
dan
commit to user 21
Ibid, hal. 51-52
kewajibannya
sesuai
dengan
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal ini sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Pentingnya peranan karena ia mengatur perilaku seseorang. Peranan menyebabkan seseorang pada batasbatas tertentu dapat meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain22 Sedangkan arti dalam kamus lengkap bahasa Indonesia, Peran adalah tindakan yang dilakukan dalam suatu peristiwa. 23 Program penjangkauan dan pendampingan (outreach) adalah proses penjangkauan langsung yang dilakukan secara aktif kepada IDU baik secara kelompok maupun individu.24 Selain itu juga pengertian Outreach dapat diartikan sebagai suatu strategi untuk menjangkau kelompok-kelompok di dalam masyarakat yang karena faktor struktural memiliki hambatan untuk mengakses informasi dan layanan publik yang ada di dalam masyarakat. Faktor struktural ini antara lain kemiskinan, keyakinan politik, stigma masyarakat, status hukum dari tindakan/perilaku, atau hambatan geografis yang membuat mereka terisolasi dari lingkungan sosial masyarakat yang lebih luas.25 22
23
24
25
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Grafindo Persada, Yogyakarta, 2000, hal. 268 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta, 1982, hal. 641 Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Op. Cit, hal.18 Ignatius Praptoharjo dan Octavery Kamil, Standar Operasional dan Prosedur Intervensi commit to Suntik, user Family Health International, Jakarta, Pencegahan HIV/AIDS Bagi Pengguna Napza 2009, hal. 12
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Outreach dilakukan agar kelompok sasaran memiliki akses terhadap layanan publik yang dibutuhkan. Disisi lain outreach juga berusaha untuk melakukan pendidikan kepada masyarakat umum tentang persoalanpersoalan yang dihadapi oleh kelompok-kelompok yang tidak memiliki akses terhadap layanan publik dan implikasi dari persoalan tersebut terhadap masyarakat umum. Oleh karena itu, outreach digunakan sebagai strategi untuk mengidentifikasi, melibatkan dan mendorong kelompokkelompok IDU untuk melakukan pengurangan resiko terhadap penularan HIV/AIDS dalam praktik penyuntikannya serta memanfaatkan layananlayanan sosial dan kesehatan yang tersedia di masyarakat. Dalam pelaksanaan Program Pendampingan pada komunitas pengguna napza suntik ini, yang paling penting adalah adanya : 26 a. Kelompok Dampingan (Pengguna Napza Suntik) Kelompok Dampingan adalah pengguna napza suntik menjadi sasaran utama (primer) sedangkan pengguna Napza yang lain dan pasangan seks IDU menjadi sasaran sekunder. Selain itu masyarakat di sekitar IDU baik keluarga, orang kunci dan teman-temannya menjadi sasaran tersier. b. Petugas Outreach Petugas Outreach adalah sebuah tim yang terdiri dari petugas lapangan dan koordinator penjangkauan. Petugas lapangan dapat yang mempunyai latar belakang mantan IDU atau individu yang mempunyai commit to user 26
Ibid, hal 19-20
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemampuan dan kesediaan untuk masuk dalam komunitas IDU. Sedangkan koordinator penjangkauan berperan dalam memberikan dukungan dan pemantauan terhadap proses penjangkauan dan pendampingan di lapangan sehingga searah dengan tujuan program yang dikembangkan oleh LSM Mitra Alam, yaitu memberikan informasi yang benar
tentang kesehatan reproduksi dan kesehatan
seksual (terutama tentang HIV/AIDS) dan memberikan dukungan terhadap perubahan perilaku di kalangan komunitas Pengguna Narkoba Suntik di Surakarta dari perilaku tidak aman (beresiko tertular HIV/AIDS) menjadi perilaku yang aman (tidak beresiko tertular HIV/AIDS). Dalam proses penjangkauan dan pendampingan para pekerja lapangan melakukan proses identifikasi lokasi yang biasa menjadi tempat IDU berkumpul atau tempat yang memungkinkan untuk melakukan interaksi langsung dengan IDU. Proses penjangkauan dan pendampingan memberi peluang bagi IDU untuk dapat mengakses berbagai layanan kesehatan yang dibutuhkannya, seperti: mendapatkan layanan Informasi, tes HIV dan Konseling, layanan kesehatan dasar yang tersedia, layanan manajemen kasus untuk IDU yang membutuhkan, akses terhadap jarum suntik steril dan layanan lainnya yang memungkinkan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa Peranan merupakan penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau bagian dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan. Dari uraian commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di atas pula dapat diketahui bahwa komunikasi interpersonal dalam penjangkauan dan pendampingan yang dilaksanakan oleh petugas lapangan yaitu sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk IDU, dalam meningkatkan pengetahuan serta sikap yang mendorong perubahan perilaku dalam mengurangi resiko terinfeksi HIV. Selain itu juga peran komunikasi interpersonal dalam penjangkauan dan pendampingan adalah membuka akses pendampingan pada komunitas IDU maupun pasangan seksualnya yang berada di masyarakat. Melalui tahap awal diterimanya petugas outreach, untuk masuk ke dalam komunitas IDU. Secara garis besar, maka hubungan antara petugas lapangan dengan IDU akan terjalin lebih akrab. Sehingga dapat mempermudah dalam proses penjangkauan dan pendampingan. Sedangkan
peran
komunikasi
kelompok
dalam
program
penjangkauan dan pendampingan dilakukan melalui diskusi. Diskusi kelompok bertujuan mengembangkan dialog tentang upaya pengurangan resiko penularan HIV/AIDS di antara IDU, sehingga bisa terbangun pengetahuan dan pemahaman yang baik diantara mereka. Dengan adanya distribusi informasi dan pengetahuan di antara IDU, diharapkan muncul sebuah norma yang mengatur mereka menuju penggunaan Napza dan perilaku seks yang lebih aman. Melalui diskusi diharapkan dapat membangun kesadaran IDU atas situasi yang mereka alami sehingga mereka mampu mengartikulasikan kebutuhan dan kepentingan secara bersama.
commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Pengguna Narkoba Suntik Pengguna Napza Suntik adalah pengguna atau penyalahguna Napza yang digunakan dengan cara disuntikkan pada pembuluh darah vena memakai jarum suntik.27 Istilah lain Penasun berasal dari pengguna Narkoba suntik yang umumnya disebut IDU (Injecting Drug User) yang berarti individu yang menggunakan obat terlarang (narkotika) dengan cara disuntikkan menggunakan alat suntik ke dalam aliran darah. Jarum hipodermik atau jarum suntik adalah jarum yang secara umum digunakan dengan alat suntik untuk menyuntikkan suatu zat ke dalam tubuh. Alat inilah yang digunakan oleh orang untuk memasukan zat pada tubuhnya untuk merasakan kenikmatan sesaat, namun jika seseorang itu terinfeksi HIV/AIDS lalu jarum tersebut dipakaikan lagi pada orang lain maka beresiko besar akan menular.
F. Kerangka Konsep Komunikasi interpersonal yang terjadi antara petugas Outreach dengan pengguna Napza Suntik bertujuan untuk menciptakan suasana yang baik dan maksimal. Artinya, setiap individu yang terlibat didalamnya membutuhkan komunikasi interpersonal yang baik untuk membina suatu hubungan yang harmonis.
commit to user 27
Ibid, hal. 70
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Peran Komunikasi antarpribadi yang dilakukan antara petugas outreach dengan kelompok pengguna Napza suntik, termasuk dalam konteks sosial dalam penjangkauan dan pendampingan (outreach) lebih mengarah pada permasalahan HIV/AIDS, sebagai kelompok pengguna Napza Suntik yang memiliki perilaku yang tidak bisa diterima dari sisi norma hukum maupun norma social. Peran petugas lapangan dalam Outreach yang dimaksud, yakni petugas lapangan diharapkan mampu membantu kelompok sasaran dalam mengakses layanan public yang dibutuhkan. Namun dalam pemanfaatan layanan public menuntut keterlibatan aktif kelompok sasaran. Selain itu peran komunikasi antar pribadi yang dilakukan Petugas lapangan
dalam penjangkauan dan
pendampingan sebagai upaya pengurangan resiko dan memberikan informasi dalam meningkatkan pengetahuan dan kepedulian tentang HIV/AIDS. Dalam
upaya
meningkatkan
kesadaran
terhadap
permasalahan
HIV/AIDS di kalangan IDU, peran komunikasi kelompok dapat dilakukan melalui diskusi lapangan yang diorganisasikan oleh petugas lapangan. Tujuan dilaksanakan diskusi adalah mengembangkan dialog tentang upaya pengurangan resiko penularan HIV/AIDS di antara IDU, sehingga bisa terbangun pengetahuan dan pemahaman yang baik diantara mereka. Dengan adanya distribusi informasi dan pengetahuan di antara IDU, diharapkan muncul sebuah norma yang mengatur mereka menuju penggunaan Napza dan perilaku seks yang lebih aman. Melalui diskusi diharapkan dapat membangun commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesadaran IDU atas situasi yang mereka alami sehingga mereka mampu mengartikulasikan kebutuhan dan kepentingan secara bersama. Dari uraian di atas pula dapat diketahui bahwa komunikasi interpersonal dalam penjangkauan dan pendampingan yang dilaksanakan oleh petugas lapangan yaitu sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk IDU, dalam meningkatkan pengetahuan serta sikap yang mendorong perubahan perilaku dalam mengurangi resiko terinfeksi HIV. Selain itu juga peran komunikasi interpersonal dalam penjangkauan dan pendampingan adalah membuka akses pada komunitas IDU maupun pasangan seksualnya yang berada di masyarakat. Melalui tahap awal diterimanya petugas outreach, untuk masuk ke dalam komunitas IDU. Secara garis besar, maka hubungan antara petugas lapangan
dengan
IDU
akan
terjalin
lebih
akrab.
Sehingga
dapat
mempermudah dalam proses penjangkauan dan pendampingan. Bagan I.2 Alur kerangka konsep dalam penelitian Peran Komunikasi dalam Program Pendampingan dan Penjangkauan (Outreach) Komunitas Pengguna Napza Suntik Oleh LSM Mitra Alam Surakarta Peran Komunikasi
Peran Komunikasi
Antar Pribadi/Tatap muka
Kelompok
Peran komunikasi dalam Penjangkauan dan Pendampingan (Outreach)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
33 digilib.uns.ac.id
G. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Data Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, yang lebih menekankan pada masalah proses dan makna, maka jenis penelitian dengan strategi yang terbaik adalah penelitian kualitatif deskriptif. Sebagaimana dijelaskan oleh Vradenberg, penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan realitas sosial yang kompleks dengan menerapkan konsep-konsep yang telah dikembangkan. Jadi penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan secara terinci fenomena sosial tertentu tanpa menggunakan hipotesa yang telah dirumuskan secara ketat.28 Penelitian ini bersifat studi kasus yaitu penelitian yang memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan mendetail yang bertujuan mempelajari secara intensif latar belakang, status terakhir dan interaksi lingkungan yang terjadi pada suatu satuan sosial seperti individu, kelompok, lembaga atau komunitas pada keadaan sekarang.29 Adapun penggunaan studi kasus dalam penelitian komunikasi dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut :30 a. Menentukan topik penelitian (relatif spesifik) dan tujuan penelitian. b. Mengidentifikasi unit analisis (individu, kelompok, organisasi, komunitas, teks). c. Melakukan studi literatur. 28
Masri Singarimbun & Sofyan Efendi, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1982, hal 4 commit user Yogyakarta, 1998, hal 63 Anwar Syarifuddin, Metode Penelitian, Pustakato Pelajar, 30 Pawito, Ph.D, Op.Cit, hal. 145-146 29
perpustakaan.uns.ac.id
34 digilib.uns.ac.id
d. Merancang pedoman wawancara, terutama pada studi kasus yang melibatkan manusia sebagai sumber data (subjek, informan). Dalam hal ini, jumlah subjek yang diangkat sebagai kasus biasanya relatif terbatas jumlahnya, tergantung pada tujuan penelitian. e. Melakukan pengamatan dan pengumpulan data, termasuk observasi dan in- dept interview. Catatan lapangan serta penggunaan alat-alat perekam yang digunakan untuk merekam wawancara sangat penting dalam hal ini. f. Membandingkan (mencari persamaan serta perbedaan) yang ada di antara unit analisis yang berbeda-beda, menghubung-hubungkan satu dengan yang lain. g. Menyusun draft awal (persoalan demi persoalan) di bawah sub-sub judul tertentu sambil kembali memeriksa literatur. h. Penyusunan draft final laporan penelitian. Dalam menjalankan penelitian, peneliti dapat belajar tentang pengetahuan proposional dan eksperimental (pengalaman). Pengetahuan proposional menunjuk pada deskripsi tentang kasus yang
telah
diasimilasikan dalam pikiran peneliti sehingga terwujud dalam bentuk paparan tekstual yang unik, kaya, spesifik dan kadang menantang emosional. Dalam penelitian ini yang akan diamati adalah pengguna napza suntik yang menjadi anggota komunitas LSM Mitra Alam Surakarta dan juga staff LSM Mitra Alam yang berhubungan langsung dengan Program commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penjangkauan dan pendampingan (Outreach) yaitu Manager Program, Koordinator Lapangan dan juga petugas lapangan. Dengan latar belakang sebagai penyalahguna napza, yang tidak dapat diterima baik dari sisi norma agama, sosial, maupun hukum. Penyalahgunaannya dilakukan secara tersembunyi. Sehingga Penyalahguna napza sendiri memiliki hambatan dalam mengakses layanan kesehatan yang mereka butuhkan berkaitan dengan informasi seputar pencegahan HIV/AIDS. Dengan metode ini dimaksudkan agar fenomena yang terjadi pada pengguna napza suntik dapat diungkapkan secara nyata, dan agar data yang akan diperoleh akan lebih lengkap, sehingga akan memiliki kredibiltas yang tinggi. Dan dapat diketahui sejauhmana peran komunikasi antar pribadi dan kelompok yang dilakukan petugas lapangan LSM Mitra Alam dalam melaksanakan Program Penjangkauan dan pendampingan (Outreach) sebagai upaya dalam pencegahan HIV/AIDS agar berjalan sesuai dengan harapan/tujuan program yang diinginkan..
2. Lokasi Penelitian LSM Mitra Alam Surakarta, JL. Arif Rahman Hakim No.66, Kepunton, Jebres, Surakarta, khususnya pada Program Pendampingan Divisi Kesehatan Masyarakat.
commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Sumber Informan Penelitian Dalam penelitian ini sumber data diperoleh melalui wawancara maupun observasi. Sumber data atau informan penelitian ini adalah para pengguna napza suntik yang berperan dalam membentuk peran komunikasi antar pribadi dan kelompok dalam program penjangkauan dan pendampingan (outreach) LSM Mitra Alam secara umum dan Petugas lapangan yang menjadi fasilitator dalam menyampaikan informasi mengenai pencegahan HIV/AIDS dari LSM Mitra Alam. Sumber data tertulis yang digunakan meliputi mengutip buku, dokumen, arsip dan catatan lain yang mendukung. Foto dan rekaman digunakan sebagai pendukung dari data-data sebelumnya dan memperkuat gambaran keadaan melalui bahasa audio dan visual.
4. Teknik Pengumpulan Data Observasi dilakukan sebelum dan selama penelitian ini berlangsung yang meliputi gambaran umum berupa peristiwa, tempat dan lokasi serta benda-benda dan rekaman audio. Dilakukan secara langsung dan menggunakan komunikasi interpersonal. Dikatakan secara langsung karena memiliki pengertian bahwa peneliti hadir dan mengamati kejadiankejadian di lokasi.31 Metode observasi sendiri ada dua jenis, yaitu : observasi dengan ikut terlibat dalam kegiatan komunitas yang diteliti (participant observation) commit to user 31
Pawito,Op.Cit, hal 114
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan observasi tidak terlibat (non participant observation). Metode observasi dengan ikut terlibat dalam kegiatan komunitas yang diteliti (participant observation) masih dibedakan menjadi dua jenis dengan berdasarkan tingkat keterlibatan/tingkat partisipasi, yakni berpartisipasi secara aktif dan penuh (total participant observation), serta berpartisipasi aktif (active participant observation).32 Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi berperan aktif (active participant observation), peneliti ikut aktif dalam kegiatan penjangkaun dan pendampingan (Outreach) pada komunitas pengguna napza suntik dengan didampingi oleh petugas lapangan secara langsung dan melakukan pengamatan. Akan tetapi, peneliti tidak menjadi bagian dari masyarakat yang diteliti. Observasi yang dilakukan menghasilkan catatan-catatan lapangan yang kemudian akan menjadi arsip dan dokumen tertulis dari setiap perilaku yang teramati selama masa observasi, serta menjadi sumber data yang cukup penting. a. Wawancara Mendalam Sumber data penting dalam penelitian kualitatif adalah berupa manusia yang dalam posisi sebagai narasumber atau informan. Maka untuk mengumpulkan informasi diperlukan teknik wawancara untuk menambah informasi mengenai masalah yang sedang diteliti. Wawancara
mendalam
dilakukan
commit to user 32
Ibid, hal 114-115.
dengan
Manager
Program,
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Koordinator lapangan LSM Mitra Alam, pengguna napza suntik yang mengikuti program penjangkauan dan pendampingan (outreach) dan petugas lapangan
yang menjadi fasilitator dalam setiap kegiatan
penjangkauan dan pendampingan (outreach) LSM Mitra Alam Surakarta. b. Studi Kepustakaan Studi pustaka adalah metode pengumpulan data dan informasi dengan menggunakan data yang diperoleh orang lain melalui penelitian sebelumnya, atau yang diperoleh dari sumber tertulis yang terdapat dalam berbagai referensi buku, surat kabar dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini sumber tertulis diperoleh dari dokumen resmi LSM Mitra Alam mengenai hasil evaluasi tahunan mengenai program penjangkauan dan pendampingan (outreach), Buku Standar Operasional dan Prosedur Intervensi Pencegahan HIV/AIDS Bagi Pengguna Napza Suntik dari Family Health International, Buku pedoman tentang bagaimana Menanggapi Epidemi HIV di kalangan Pengguna Narkoba Suntikan Dasar Pemikiran Pengurangan Dampak Buruk Narkoba dari Warta AIDS Yogyakarta, dan Buku panduan mengenai Pelatihan Dasar bagi Petugas Lapangan dari Departemen Kesehatan.
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Teknik Sampling Penelitian lapangan sering melibatkan keputusan sesaat tentang pengambilan sampel untuk mendapatkan keuntungan peluang baru selama pengumpulan data aktual. Ketika melakukan pengamatan, orang tidak mungkin menangkap segalanya. Oleh karena itu, perlu membuat keputusan tentang aktivitas yang diamati, orang yang diamati dan diwawancarai, dan periode waktu seperti apa yang akan diseleksi untuk mengumpulkan data. Sehingga dapat diambil secara acak sampel dalam periode waktu tertentu (Patton, 2006:97). Dalam konteks penelitian kualitatif, logika sampel sebagaimana dikemukakan di atas tidak dapat berjalan. Persoalannya terlalu banyak gejala komunikasi yang bersifat kompleks dan laten. Setidaknya, untuk banyak hal sangat sulit untuk memenuhi tuntutan representativitas sampel dengan prinsip acak (random). Dalam penelitian komunikasi kualitatif prinsip keterwakilan dengan mendasarkan diri pada random dan probabilitas tidak dibutuhkan karena dinilai tidak efisien dan justru dapat menimbulkan kesesatan. Oleh karena itu, teknik pengambilan sampel dalam penelitian komunikasi kualitatif berbeda dengan kuantitatif, lebih mendasarkan diri pada alasan atau pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Sifat metode sampling dari penelitian kualitatif adalah purposive sampling. 33 commit to user 33
Pawito, Op. Cit, hal. 88.
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Informan dalam penelitian ini yaitu pengguna napza suntik, Manager Program, Koordinator lapangan, dan petugas lapangan yang terlibat langsung dalam melaksanakan program Penjangkauan dan pendampingan (Outreach) dalam menyampaikan informasi terutama dalam pemakaian jarum suntik yang tidak steril dan juga mendorong perubahan perilaku yang beresiko menjadi aman pada pengguna napza suntik.
6. Teknik Analisa Data Dalam proses pelaksanaannya, tahap pengolahan data tidak cukup hanya terdiri atas tabulasi dan rekapitulasi saja, akan tetapi mencakup banyak tahap. Di antaranya adalah tahap reduksi data, penyajian data, interpretasi data dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Lebih dari sekedar itu, pengolahan data, yang tidak lain merupakan tahap analisis dan interpretasi data mencakup langkah-langkah reduksi data, penyajian data, interpretasi data dan penarikan kesimpulan /verifikasi. Teknik analisa data menggunakan model analisa interaktif (interactive model of analysis) dari Miles dan Huberman. 34 Dimana proses pengumpulan data berlangsung, penulis bergerak diantara komponen reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), dan penarikan serta pengujian kesimpulan (drawing and verifying concluisions). Reduksi data diartikan secara sempit sebagai proses pengurangan data, namun dalam arti yang lebih luas adalah proses penyempurnaan data, commit to user 34
Ibid, hal 104
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
baik pengurangan terhadap data yang kurang perlu dan tidak relevan, maupun penambahan terhadap data yang dirasa masih kurang. Penyajian data merupakan proses pengumpulan informasi yang disusun berdasar kategori atau pengelompokan-pengelompokan yang diperlukan. Interpretasi data merupakan proses pemahaman makna dari serangkaian data yang telah tersaji, dalam wujud yang tidak sekedar melihat apa yang tersurat, namun lebih pada memahami atau menafsirkan mengenai apa yang tersirat di dalam data yang telah disajikan. Penarikan kesimpulan merupakan proses perumusan makna dari hasil penelitian yang diungkapkan dengan kalimat yang singkat-padat dan mudah difahami, serta dilakukan dengan cara berulangkali melakukan peninjauan mengenai kebenaran dari penyimpulan itu, khususnya berkaitan dengan relevansi dan konsistensinya terhadap judul, tujuan dan perumusan masalah yang ada.
commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut: 35 Bagan I.3 Analisis data Model Interaktif dari Miles dan Huberman (1994:12) Pengumpulan Data
Penyajian Data
Penarikan/pegujian kesimpulan Reduksi Data
8. Validitas Data Validitas adalah ukuran yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu menggunakan apa yang ingin diukur.36 Validitas dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi data wawancara mendalam tak berstruktur dan pengamatan.37 Sangatlah penting untuk memastikan bahwa indeks yang dipilih benar-benar tidak tergantung, kokoh dari berbagai tipe dan sumber. Penelitian ini menggunakan beberapa sumber data dengan tujuan untuk memberikan kebenaran dan memperoleh kepercayaan terhadap suatu data. Dengan membandingkan data yang diperoleh dari sumber yang berbeda. Dimana data tersebut dikontrol oleh data yang sama tetapi dari 35
Ibid, hal. 105 commit Masri Singarimbun dan Effendy, Op.cit, hal 124to user 37 Burhan, Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, PT.Radja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal.96 36
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sumber yang berbeda dan juga mengontrol data yang sama, pada situasi yang berbeda. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajad kepercayaan atau informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Ini dapat dilakukan dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan, membandingkan hasil wawancara dengan isi dalam suatu sub bab dokumen yang berkaitan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II DESKRIPSI LOKASI
A. Gambaran Umum LSM Mitra Alam LSM Mitra Alam adalah salah satu organisasi non pemerintah (NGO) local yang berkedudukan di Kabupaten Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah yang bekerja dalam berbagai kegiatan pengembangan swadaya masyarakat. Program pelayanan Mitra Alam berorientasi pada pemberdayaan masyarakat rentan yang bertumpu pada pendekatan kelompok maupun pendekatan secara individual. Keberadaan LSM Mitra Alam dirintis sejak tahun 1998 oleh tim relawan dari berbagai disiplin ilmu yang peduli terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan tidak membedakan latar belakang suku, agama,
ras,
dan
berbagai
golongan.
Untuk
lebih
meningkatkan
profesionalisme pelayanan, maka keberadaan lembaga diaktanotariskan pada tanggal 18 Juli 2000, oleh Ny. E. Ratna Widjaja Notaris di Surakarta. Berdasar Status Hukum antara lain terdaftar di PN Sukoharjo No. 37/2000/p/Skh, Kansospol No. 106/YL/2000 dan di Dinas Sosial No. 466/609/BKS. LSM Mitra Alam adalah Non Government Organization (NGO) yang tidak terikat oleh lembaga lain dalam status hokum organisasinya (independent) serta tidak berafiliasi pada organisasi massa atau partai politik tertentu. Dalam menjalankan program-program pelayanan, LSM Mitra Alam userdan internasional NGO dalam bekerjasama dengan NGO commit local to lain 44
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelaksanaan dan pendanaan program yang berprinsip pada transparasi, akuntabilitas dan sustainabilitas program. Peran serta LSM dikalangan masyarakat sangatlah diperlukan dalam kerangka pemberdayaan masyarakat. LSM Mitra Alam bergerak dalam berbagai bidang kegiatan yaitu : 1. Bidang Pertanian dan Lingkungan 2. Bidang MED (Microenterprise Development) 3. Bidang Kesehatan Masyarakat Setiap menjalankan prosedur dari masing-masing bidang kegiatan, sekiranya tidak mengurangi perhatiannya pada bidang lain, akan tetapi bidang yang ada tersebut berjalan saling beriringan walaupun berada dalam satu organisasi yang menaungi beberapa gagasan yang berlainan, bahkan cenderung memiliki perbedaan program kerja satu sama lain. Hal ini tidaklah menjadi persoalan yang besar, karena ada alternatif yang dapat diambil, untuk membedakan dari semua bidang yang ada tersebut, semisal dibentuknya sebuah tim-tim kerja untuk berbagai bidang yang ada. 1. Visi, Misi, dan Tujuan Berdirinya LSM Mitra Alam : a. Visi
: Terwujudnya
kelembagaan
yang
mandiri
dengan
mengembangkan prinsip–prinsip akuntabilitas, transparansi, dan sustainabilitas dalam pelayanan dan pendampingan kepada masyarakat rentan b. Misi
: 1. Membangun keswadayaan masyarakat rentan dengan meningkatkan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang berwawasan lingkungan. commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Pelibatan kelompok-kelompok masyarakat secara aktif dan partisipatif dalam proses analisis,perencanaan, pelaksanaan sampai monitoring dan evaluasi program. 3. Menjalin kemitraan dan membangun jaringan kerja dengan pihak-pihak lain dalam mengembangkan Layanan program kepada masyarakat rentan. c. Tujuan : Melakukan proses pendampingan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat rentan baik diperkotaan maupun di pedesaan melalui berbagai aktivitas keswadayaan. 2. Struktur Organisasi Lembaga dan Susunan Pengurus / Pelaksana a. Struktur Organisasi Lembaga Bagan II.1 Struktur Organisasi LSM Mitra Alam Surakarta Badan Pengurus
Direktur Bag.Adm dan Keu
KOORD. BIDANG Lingkungan dan PRB
Staf Program b.
KOORD. BIDANG MED
Staf Program
commit to user
KOORD. BIDANG Kesehatan Masyarakat
Staf Program
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Susunan Kepengurusan 1. Dewan Pengawas
: Aloysius Eka Wardaya SP
2. Dewan Pembina
: Idi Bantara Msc
3. Dewan Pengurus
:
Ketua Badan Pengurus
: Ir. Taholi Laia
Sekretaris
: Yunus Prasetyo SP
Bendahara
: Widi Nugroho SE.
3. Program Lembaga Adapun yang menjadi program dari Lembaga Swadaya Masyarakat Mitra Alam berdasarkan bidangnya masing-masing adalah : 1. Bidang Pertanian dan Lingkungan a. Peningkatan SDM Petani melalui Pertanian Organik b. Pengembangan Ternak Kecil bagi Petani Lahan Kering c. Pengembangan Hutan Rakyat dan Konservasi Lahan 2. Bidang MED (Microenterprise Development) -
Layanan Pengembangan Usaha Kecil Produktif
3. Bidang Kesehatan Masyarakat a. Program Harm Reduction untuk Penganggulangan HIV/AIDS pada IDU di Kota Surakarta dan Kota Salatiga. b. Program Awareness untuk Pencegahan HIV/AIDS.
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Pengalaman Organisasi Tabel II.1 Pengalaman Organisasi Bidang Kesehatan Masyarakat No
1
2
3
4
5
6
7
8
Nama Program / Kegiatan
Periode Lokasi (Tahun)
Candlelight Memorial 12 Mei Traffic Light 2004 bersama Lingkar 2004 Jl. Jendral LSM Peduli AIDS Solo Sudirman Solo Kampanye Publik Hari 1 Des Traffic Light AIDS Sedunia 2004 Jl. Jendral Sudirman Solo Facilitator Refresher 20 Des Wisma RBM Training 2004 Colomadu Karanganyar Sarasehan 21 Des Aula SMKN 4 Penanggulangan HIV / 2004 Solo AIDS bagi Pelajar SMU Sarasehan 22 Des Gedung Penanggulangan HIV / 2004 Serbaguna AIDS bagi Masyarakat Rejosari Umum Kelurahan Gilingan
Kelompok Sasaran
Sumber
Masyarakat Solo
Swadaya
Masyarakat umum Pengguna jalan Solo 20 orang staf
CWS
Dana
Lembaga
Indonesia
CWS Indonesia
240 siswa CWS SMU Indonesia
107 orang tokoh masyarakat Kel. Gilingan Kota Solo Kampanye Publik pada 1 Des Kota Masyarakat Hari AIDS sedunia 2005 Surakarta di Terminal 2005 Tirtonadi Solo Sarasehan 10 Des Aula SMA 300 siswa Penanggulangan HIV / 2005 Negeri 4 Solo SMU AIDS bagi Pelajar Koordinator Kegiatan 19-20 Kota Lingkar AIDS Candlelight Mei Surakarta LSM Peduli Memorial 2006 2006 AIDS Solo, commit to user Masyarakat
CWS Indonesia
CWS Indonesia
CWS Indonesia CWS Indonesia
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
9
Program Reduction
10
Program Awareness 2007Kota Untuk Pencegahan sekarang Surakarta HIV/AIDS
11
Harm 20062009
Umum Kota Komunitas ASA FHI Surakarta , IDUs, Kota Salatiga, Warga Cilacap, Binaan Banyumas Rutan di Surakarta, Salatiga dan Nusakamba ngan.
Harm Reduction
20092010
Kota Surakarta, Salatiga, Kabupaten Banyumas dan Temanggung
Mendampin gi Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba di 14 Sekolah Menengah Atas di Solo Komunitas IDU dan Pasangan IDU
CWS Indonesia
Aware Java
HCPI
5. Fokus Perhatian Pada Bidang Kesehatan Bidang kesehatan masyarakat yang menjadi focus perhatian penelitian ini, pengurangan
kegiatannya menitik beratkan pada penanganan
dampak
buruk
(Harm
Reduction)
dan
mengurangi
permintaan (Dermand Reduction) commit toatau userdengan program yang terangkum
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam bentuk Awareness. Adapun salah satu cabang dari usaha bidang kesehatan ini terletak di Jalan Arif Rahman Hakim no. 66 Kepunton, Jebres, Surakarta. Untuk melaksanakan kegiatan dalam bidang kesehatan tersebut diperlukan beberapa staf khusus yang menanganinya diantarannya dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab Staff Program 1. Direktur Program : Bertanggung jawab secara umum atas bidang yang ditangani mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta keberlanjutan
proyek.
Secara
operasional
pimpinan
proyek
bertanggung jawab sebagai berikut : a) Menyusun dan mengembangkan perencanaan kegiatan program. b) Mengembangkan dan mengadakan koordinasi dengan stakeholder terkait. c) Mengadakan kunjungan lapangan untuk kepentingan lapangan supervis dan monitoring. d) Mengadakan evaluasi secara internal, maupun untuk kepentingan donor. e) Menyampaikan
dan
mengirimkan
laporan
kegiatan
keuanngan ke Lembaga Donor dan badan pengurus.
commit to user
dan
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Manager Program: Bertanggung jawab membantu Direktur Program atas bidang yang ditangani mulai dari perencanaan, pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta keberlanjutan program. Adapun operasional tanggung jawab Manager Program antara lain : a. Menyusun dan mmengembangkan rencana kegiatan bulanan program. b. Memimpin operasional seluruh kegiatan program. c. Melakukan supervise pada Petugas Outreach dan staf program lainnya di kantor maupun di lapangan. d. Menyusun laporan kegiatan program secara periodic kepada lembaga donor. e. Menjalin dan mengembangkan kerja sama dengan masyarakat sasaran program. 3. Manajer Data.: Bertanggung jawab membantu Manager Program atas bidang yang berkaitan dengan dukungan data untuk menyusun analisis perkembangan program. Operasional tannggung jawab Manager Data Yaitu : a. Mengumpulkan data-data yang diperoleh dari lapangan maupun data sekunder yang berhubungan dengan implementasi program. commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Melakukan analisis situasi lembaga dengan data-data yang diperoleh tersebut. c. Melakukan oleh data untuk pengembangan program dan melakukan entry data cakupan Outreach secara Online ke lembaga donor (FHI). d. Melakukan filling data-data dari Petugas Outreach untuk membantu penyusunan pelaporan manager program. 4. Manager Kasus : a. Bertanggung jawab penuh terhadap tindak lanjut mendampingi pengguna narkoba suntik yang status HIV-nya positif dari hasil VCT yang dilakukan. b. Case
Manager berperan mendampngi ODHA untuk dapat
memperoleh
layanan
SCT
dengan
statusnya.
Dalam
pendampingannya. c. Case Manager berperan memfasilitasi ODHA dengan merujuk pada penyedia layanan kesehatan yang bekerjasama dalam program ini. d. Dalam tahap awal 1 orang Case Manager akan mengcover 2 Drop in center di Kota Salatiga. e. Manajer kasus akan mulai bulan 1 program berjalan. Peran Manajer Kasus: a. Manajer Kasus dapat bekerja dengan orang dari berbagai macam latar belakang.
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Manajer Kasus perlu mengetahui dan menerima bahwa setiap orang mempunyai sikap, tata nilai dan keyakinan yang berbeda. c. Konseling bukanlah menekan orang untuk menganut standar tertentu yang diterima masyarakat. d. Konseling yang efektif mampu memperhatikan tata nilai, sikap dan kebudayaan klien. e. Manajer Kasus yang baik tidak memaksakan sikap, tata nilai dan keyakinannya mempengaruhi proses konseling. f. . Kesulitan dan konflik yang terjadi antara Manajer Kasus – klien akan sikap, tata nilai dan keyakinan harus diselesaikan melalui supervisi, konsultasi dengan senior Manajer Kasus dan jika perlu dirujuk. 5. Konselor : a.
Bertanggung jawab penuh dalam proses Voluntary Counseling and Testing (VCT), mulai dari pre test, post test dan penyampaian hasil status HIV peserta Voluntary Counseling ang Testing (VCT).
b. Menerima rujukan klien yang akan memeriksakan status HIVnya di Drop In Center di Kota Surakarta dan Kota Salatiga, untuk selanjutnya mendampingi dalam proses tes status HIV-nya dari konseling sebelum tes, proses dan pengambilan dan penyerahan hasil test yang dilakukan. commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.
Bertugas untuk memberikan layanan konseling adiksi serta mengelola kegiatan kelompok dukungan bagi pengguna narkoba suntik yang sudah berhenti menggunakan narkoba.
6. Staf Keuangan dan Administrasi : Bertanggung jawab atas semua kegiatan administrasi keuangan
untuk
menunjang
keberhasilan
program.
dan
Adapun
operasional tanggung jawabnya adalah: a. Melakukan kegiatan kearsipan serta mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan proyeknya. b. Merealisasikan kebutuhan dana sesuai anggaran yang sudah disusun dalam cashlow. c. Menyiapkan kelengkapan administrasi pendukung kebutuhan proyek (alat tulis, materi). d. Mencatat pengeluaran dana pemasukan keuangan secara teratur dengan diketahui Manager Program. e. Menyimpan bukti-bukti transaksi. f. Bersama Manager Program proyek menyusun laporan keuangan sesuai standar lembaga donor dan mengirimkan ke lembaga donor dengan tepat waktu. 7. Koordinator Petugas Outreach : Bertanggung jawab penuh terhadap koordinasi pelaksanaan penjangkauan yang dilaksanakan oleh Petugas Outreach (PO). Operasional tanggung jawab adalah : commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Melakukan
Koordinasi
dengan
PO
untuk
perencanaan
penjangkauan dan pengaturan jadwal kerja PO. b. Bersama dengan PO melakukan penjangkauan kepada kelompok dampingan. c. Membantu PO dalam melakukan pelaporan pelaksanaan penjangkauan kepada Manager Program. d. Membantu PO dalam mengatasi permasalahan teknis dilapangan. 8. Petugas Outreach (PO) : Bertanggung jawab penuh dalam penjangkauan sasaran dan pendampingan kelompok saasaran dan kegiatan program di lapangan Adapun tanggung jawab operasionalnya antara lain: a. Mendampingi keloompok sasaran b. Melakukan kunjungan lapangan dan observasi sesuai jadwal. c. Menindaklanjuti masalah yang bias diatasi di lapangan. d. Sebagai fasilitator dalam setiap kegiatan program. e. Memberikan laporan intervensi pelaksanaan program. f. Menghadiri pertemuan Mingguan dan Bulanan. 9. Janitor (2 orang – bekerja 100%): a. Membantu aktivitas pelaksanaan program di Drop In Center dan kantor b. Mengantar kenyamanan Dropn In Center dan kantor. c. Bertanggung jawab kepada Program Manager. commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Bentuk Penerapan Program dari Bidang Kesehatan Masyarakat Adapun bentu yang menjadi program dari pelaksanaan di bidang kesehatan masyarakat antara lain: 1. DEMAND REDUCTION – PENGURANGAN PERMINTAAN Gambaran umum mengenai program demang reduction dapat dijelaskan sebagai berikut: Memberikan Pendidikan public agar menghindar dari narkoba, seperti memberi pelatihan kepada guru dan siswa dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus narkoba yang berada di sekolah, beserta pemberian informasi yang tekait seputar permasalahan sebab maupun akibat yang ditimbulkan ketika seseorang menggunakan narkoba. Di sini siswa tidak hanya diberi pelatihan dalam segi pengetahuannya saja melainkan juga menerapkan pelatihan berupa ketrampilan dalam menyampaikan informasi yang benar seputar narkoba dan HIV / AIDS kepada rekan-rekannya yang lain. Sehingga dalam hal ini berlaku pola sosialisasi teman sebaya yang mana diharapkan lebih efektif dan efisien ketika informasi itu dilakukan tidak seperti menggurui namun pada situasi yang santai yang membuat orang lain secara tidak sadar telah memahami sebuah informasi yang penting seputar narkoba dan HIV / AIDS. Sebagai upaya peningkatan pengetahuan bagi masyarakat dalam bidang kesehatan dapat berupa pemberian informasi eputar narkoba dan HIV / AIDS, dimaksudkan agar masyarakat mengerti akan bahaya commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang ditimbulka, ketika narkoba ataupun HIV/AIDS itu menyerang individu. Sehingga diharapkan agar masyarakat dapat melakukan tindakan preventif untuk menolak dan menghindari akan bahaya yang diakibatkan ari penggunaan narkoba beserta perilaku yang mengarah kepada tindakan berisiko tinggi terhadap penyebaran HIV / AIDS.
2. HARM REDUCTION – PENGURANGAN DAMPAK BURUK Ada 12 program yang komprehensif (standar WHO) antara lain: a. KIE (sarana komunikasi, informasi dan edukasi, yang berupa stiker, brosur, pamflet, dan lain-lain). b. Penjangkauan pendampingan (pemetaan, membuka akses dan lainlain) c. Konseling pengurangan risiko skill information HIV / AIDS d. Voluntary Counseling ang Testing (VCT) atau konseling sukarela untuk mengetahui status kesehatan. e. Pencegahan
infeksi
(informasi
oportunistik) f. PISS (pertukaran jarum suntik steril) g. Penghancuran alat suntik bekas h. Pendidikan sebaya i. Layanan kesehatan dasar j. Perawatan pengobatan HIV / AIDS k. Program substitusional commit to user
penyuntikan,
adanya
infeksi
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
l. Pelayanan pemulihan napza 7. Program Harm Reduction Program Harm Reduction mempunyai ruang lingkup diantaranya seperti: a. Latar belakang belakang intervensi b. Pengertian tentang harm reduction c. Prinsip dan jenis kegiatan harm reduction d. Pelibatan IDU dalam perubahan perilaku Dari ruang lingkup yang ada tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Komponen Intervensi dikomunitas IDU: Komponen Intervensi dikomunitas IDU antara lain sebagai berikut: a. Outreach → indicator frekuensi kontak, jumlah yang ikut penilaian risiko secara pribadi (IRA) dan penilaian risiko secara kelompok ( GRA) b. Tes dan konseling HIV, Voluntary Counseling and Testing (VCT) → jumlah yang tes, ambil hasil c. Case Management, CM → jumlah yang dilayani d. Layanan Kesehatan Dasar (LKD) jumlah yang dilayani e. PISS (jumlah jarum terdistribusi) f. Support Group jumlah kelompok dukungan, frekuensi kegiatan. jumlah kontak yang mengikuti g. Layanan Rujukan → Perawatan ARV, Drugs Treatment, Metadon, Konseling Adiksi, Detoksifikasi, Rehabilitasi (jumlah yang dirujuk), Kerangka Intervensi di Lapas/Rutan. commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Pengertian Pengertian “pengurangan dampak buruk”’ pendekatan pragmatis (sesuai dengan kenyataan dan praktis) untuk mengurangi dampakdampak buruk (risiko penularan HIV/AIDS dan risiko lain) akibat penggunaan jarum suntuk narkoba dengan tidak aman ataupun Harm Reduction sebagai pendekatan public health untuk mengatasi drug related issues dengan menempatkan prioritas utama untuk mengurangi konsekwensi-konsekwensi negative akibat drug user. Sebutan lain dari harm reduction antara lain Harm Minimisation, Risk Minimisation atau Risk Reduction. Sedangkan dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan Pengurangan Dampak Buruk, Pengurangan Efek Mudhorot. Sampai saat ini tak ada consensus diantara praktisi adiksi atau dalam literature-literatur adiksi tentang pengertian Harm Reduction (HR). 3. Prinsip dan jenis kegiatan Harm Reduction Prinsip perubahan perilaku dalam Harm Reduction dengan melibatkan
peran
akan
sebuah
informasi,
Materi
dan
Skill
(Ketrampilan). Prinsip pelaksanaan program pengurangan dampak buruk narkoba dalam mencegah infeksi HIV/AIDS dikalangan IDU antara lain sebagai berikut : a. Penggunaan materi KIE bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran akan resiko HIV dikalangan IDU, pendidikan kesehatan serta motivasi dikalangan IDU dan masyarakat sekitarnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
b. Penjangkauan IDU dapat dilakukan melalui pendidikan dengan cara tatap muka mengenai resiko-resiko HIV/AIDS dan langkah-langkah pencegahanya, serta pendistribusian materi KIE dan upaya pencegahan. c. Penyediaan alat suntik yang seteril dan zat suci hama seperti cairan pemutih termasuk penyediaan kondom, merupakan sarana utama dalam pencegahan HIV dari dan dikalangan IDU. d. Penyediaan terapi substitusi narkoba dapat membantu IDU dalam mengurangi atau menghentikan penyuntikan narkoba. e. Kebijakan yang mendukung, perundang-undangan, dan advokasi yang terarah dapat memberikan kontribusi dalam mengurangi, diskriminasi, sehingga IDU dengan mudah mendapatkan pelayanan pencegahan HIV/AIDS. 4. Goal dan strategi Goal dan Strategi dari program Harm reduction antara lain : a. Goal, semua kebijakan dan program mempunyai tujuan yang sama yaitu mengurangi “harm” akibat penggunaan narkoba. b. Strategi, kebijakan dan program mempunyai strategi yang sama yaitu mengurangi “harm” tanpa mempersyaratkan abstinensia. Kegiatan penanggulangan masalah pemakaian narkoba bertujuan untuk: 1. Menyediakan bimbingan, rujukan, dan perawatan. 2. Mengurangi resiko penularan penyakit. 3. Menurunkan angka kriminalitas (menjadi pemakai narkoba legal). commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Mengurangi risiko over dosis. 5. Jenis Program Harm Reduction Jenis Program Harm Reduction antara lain sebagai berikut: I.
Pencegah HIV / AIDS a. Pendidikan penjangkauan dengan memakai pendidik sebaya b. Penyediaan program informasi untuk menyadarkan IDU mengenai risiko –risiko penggunaan dan penyuntikan narkoba c. Program penyebaran / pertukaran jarum suntik yang suci hama dan pembuangan jarum suntik bekas
II. Perawatan Narkoba a. Pendirian program pengalihan narkoba b. Program perawatan dan pemulihan pecandu III. Dukungan dan Perawatan HIV / AIDS a. Konseling dan tes HIV pada kelompok IDU b. Pengobatan dan perawatan HIV / AIDS c. Memperbesar kesempatan bagi IDU untuk memperoleh layanan kesehatan dasar IV. Special setting Rumah Tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan V. Advokasi Mengurangi atau menghapus hambatan yang menghalangi upaya penyuntikan yang lebih aman, termasuk undang-undang dan tindakan polisi
commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Pelibatan IDU dalam perubahan perilaku atau hierarki perubahan perilaku (pesan Harm Reduction) a. Berhenti menggunakan narkoba jenis apapun. b. Jika itu tidak bias dilakukan, maka penggunaannya jangan disuntik. c. Jika itupun masih belum bisa, maka gunakan jarum sendiri dan jangan berbagi jarum dengan orang lain. d. Jika benar-benar belum bias dilakukan, maka sterilkan dengan pemutih jika harus berbagi dalam penggunaan jarum suntik. 7. Mendorong perubahan perilaku Kegiatan dalam upaya mendorong perubahan perilaku, perlu mengidentifikasi dan mendapatkan akses pada mereka yang paling berisiko seperti pada: a. Institusi Sekolah, Kampus serta Lapas atau Rutan b. Penjangkauan komunitas 1. tempat tetap 2. bergerak Penerapan pendekatan-pendekatan khusus ini dapat diupayakan selalui: a. Meningkatkan kesadaran terhadap HIV / AIDS b. Memunculkan HIV / AIDS sebagai bahaya saat ini dan nyata (Clear ang Present danger) c. Menyederhanakan
pengetahuan
tentang
penularannya commit to user
HIV
dan
bagaimana
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Memberikan usulan berbagai strategi alternatif pengurangan risiko yang memungkinkan e. Mendorong advokasi pencegahan dapat dilakukan dengan cara, antara lain: 1) Mempelajari norma social yang terkait dengan perilaku resiko tinggi. Menggali bagaimana klien mengartikan risiko yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima. 2) Membantu klien untuk mengidentifikasi perilaku berisikonya sebagai risiko yang tidak dapat diterima. 3) Memperkuat
perubahan
norma
social
untuk
mendukung
penggunaan risiko. 4) Cara mencegah penularan HIV / AIDS di komunitas Injecting Drug User (IDU) dapat dilihat seperti bagan di bawah ini: Bagan II.2. Cara Pencegahan Penularan HIV/AIDS di Komunitas Injecting Drug User (IDU) Harm Reduction · Oral Subtitusi · PJSS · Sterilisasi IDU
HIV/AIDS KONDOM commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari serangkaian kegiatan yang dilalui dalam pelaksanaan program Harm Reduction, tak dapat dipungkiri bahwa hambatan-hambatan untuk menerapkan program tersebut dapat muncul kapan saja untuk itu perlu mempersiapkan caracara untuk mengatasi hambatan yang ditimbulkan tersebut antara lain dengan melakukan: 1. menggunakan “indigenous staff” akan memfasilitasi akses dan meningkatkan legitimasi. 2. perlu berjaringan melalui kontak-kontak awal. 3. melibatkan IDU dalam perencanaan dan implementasi kegiatan intervensi. 4. membangun kepercayaan - jaga kerahasiaan. 5. menunjukkan kepedulian dan Bantu klien dalam masalah-masalah kesehariannya.
B. Gambaran Umum Pelaksanaan Outreach Lapangan Pelaksana program penjangkauan dan pendampingan adalah sebuah tim yang terdiri dari petugas lapangan dan koordinator penjangkauan. Petugas lapangan dapat yang mempunyai latar belakang mantan IDU atau individu yang mempunyai kemampuan dan kesediaan untuk masuk dalam komunitas IDU. Sedangkan koordinator penjangkauan berperan dalam memberikan dukungan dan pemantauan terhadap proses penjangkauan dan pendampingan di lapangan sehingga searah dengan tujuan program yang dikembangkan. Tim commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penjangkauan dan pendampingan, sebelum melaksanakan program sudah mendapatkan pelatihan khusus mengenai penjangkauan dan pendampingan. Sarana dan Prinsip-prinsip Pelaksanaan Sarana : a. Material pendukung KIE terkait dengan HIV/AIDS dan Napza, berupa brosur, buklet, stiker atau media lainnya. b. Alat untuk demonstrasi pencegahan HIV, yaitu jarum suntik, pemutih (bleach), air bersih, tissue/kapas beralkohol (alcohol swab) dan kondom. Prinsip-prinsip Pelaksanaan a. Para petugas lapangan yang telah direkrut oleh lembaga pelaksana mendapatkan
pelatihan
khusus
mengenai
penjangkauan
dan
pendampingan. Dalam pelatihan dibahas mengenai informasi dasar HIV/AIDS, status epidemi HIV/AIDS secara umum dan pada kelompok Penasun, teknis penjangkauan dan pendampingan, pemberian informasi, mengisi laporan dan melakukan rujukan layanan. b. Mengidentifikasi lokasi-lokasi yang merupakan tempat IDU berkumpul. c. Mengidentifikasi
waktu
yang
paling
optimal
untuk
melakukan
penjangkauan dan pendampingan di lokasi atau tempat tertentu. Hal ini dilakukan dengan proses pengamatan awal yang dilakukan dalam waktu berbeda. d. Membuat kontak dengan anggota dari kelompok sasaran dalam lingkungan tersebut secara bertahap. Proses ini mengutamakan upaya untuk commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membangun kepercayaan dengan IDU atau orang kunci yang mungkin akan membantu untuk masuk dalam komunitas IDU yang ada. e. Petugas lapangan memulai kontak dengan IDU dengan memperkenalkan diri, lembaga tempat bekerja, dan tujuan berada di lapangan. Hubungan ini biasanya diperoleh dari kontak-kontak yang diperoleh melalui IDU yang sudah dikenal sebelumnya pada saat program dikembangkan. f. Petugas lapangan menyampaikan informasi kepada IDU yang sudah dikenal dan menyiapkan beberapa informasi tentang perawatan Napza atau perawatan HIV/AIDS yang dapat bermanfaat bagi para IDU secara berkala. g. Petugas lapangan memotivasi IDU untuk melakukan pengurangan risiko terinfeksi HIV ssecara berkala. h. Petugas lapangan perlu membangun hubungan dengan masyarakat sekitar serta menjelaskan tujuan dan peran yang sedang dilaksanakan
di
lapangan, tanpa menghilangkan prinsip kerahasiaan IDU. Tokoh-tokoh atau orang kunci yang berada di sekitar lokasi perlu dihubungi dan diupayakan untuk mendapatkan dukungannya. i. Petugas lapangan menuliskan laporan harian mengenai proses kegiatan penjangkauan setiap hari. Laporan ini berisi mengenai lokasi tempat penjangkauan, jumlah IDU yang ditemui, diskripsi situasi, materi atau topik diskusi yang dilakukan dengan IDU, serta kejadian penting yang ada di lapangan. commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
j. Secara berkala tim penjangkauan dan pendampingan melakukan pertemuan koordinasi mengenai hasil kegiatan yang telah dilakukan dan membahas masalah dan tantangan yang ditemukan di lapangan. Tim mendiskusikan dan mencari cara pemecahan bersama dan menentukan rencana kerja penjangkauan dan pendampingan ke depan. k. Pihak menejemen program penjangkauan dan pendampingan perlu melakukan koordinasi dengan pihak KPA daerah, BNP/BNK dan institusi kepolisian setempat mengenai kegiatan yang dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman terhadap kegiatan penjangkauan dan pendampingan yang dilaksanakan. C. Profil Narasumber 1.
2.
3.
Nama
: Ligik Triyogo
Umur
: 33 tahun
Alamat
: Sukoharjo
Pekerjaan
: Manager Program LSM Mitra Alam, Surakarta
Nama
: Walidi
Umur
: 40 tahun
Alamat
: Mertodranan, RT 02/03, Pasar Kliwon, Surakarta
Pekerjaan
: Koordinator Lapangan
Nama
: Ira Ayu Cahyaningtyas
Umur
: 25 tahun
Alamat
: Jl. Kalilarangan No.65, Surakarta
Pekerjaan
: Petugas Outreach LSM Mitra Alam Surakarta commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
5.
6.
Nama
: Mulyadi
Umur
: 27 tahun
Alamat
: Pasar Kliwon, Surakarta
Pekerjaan
: Petugas Outreach LSM Mitra Alam Surakarta
Nama
: Puger
Umur
: 34 tahun
Alamat
: Purwosari
Pekerjaan
: Petugas Outreach LSM Mitra Alam Surakarta
Nama
: Hery
Umur
: 25 tahun
Alamat
: Solo
Pekerjaan
: Pengangguran (Kelompok Dampingan LSM Mitra Alam, Surakarta)
7.
Nama
: Abby
Umur
: 29 tahun
Alamat
: Solo
Pekerjaan
: Wiraswasta (Kelompok Dampingan LSM Mitra Alam, Surakarta)
8.
Nama
: Dony
Umur
: 30 tahun
Alamat
: Singosaren
Pekerjaan
: Wiraswasta (Key Person, Anggota Kelompok Dampingan LSM Mitra Alam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA
A. Peran Komunikasi Antar Pribadi dan Kelompok Dalam Program Penjangkauan dan Pendampingan Komunitas Pengguna Napza Suntik (Penasun) oleh LSM Mitra Alam Surakarta Program penjangkauan dan pendampingan dilakukan oleh satu tim proyek dari Yayasan Mitra Alam yang terdiri dari Program Manager, Administrasi, Koordinator Lapangan, dan Petugas Lapangan. Tim proyek direkrut dari orang-orang yang mempunyai kepedulian dan kapasitas untuk melaksanakan program pengurangan dampak buruk bagi pengguna narkoba suntik melalui penjangkauan dan pendampingan pada komunitas pengguna napza suntik. Pelaksanaan penjangkauan dan pendampingan pada pengguna napza suntik dilakukan melalui proses komunikasi yang baik yang dilakukan oleh petugas lapangan. Komunikasi yang dilakukan meliputi komunikasi antar pribadi dan komunikasi kelompok. Tahapan dalam pelaksanaan komunikasi antar pribadi dimulai dari keterlibatan pihak ketiga yaitu Key person sebagai tokoh kunci yang akan menghubungkan pada komunitas IDU. Setelah dapat masuk pada kelompok sasaran melalui Key person maka dilanjutkan dengan membangun komunikasi untuk menciptakan derajat keakraban. Setelah tercipta derajat keakraban, tahap selanjutnya adalah mengembangkan kredibilitas melalui keterbukaan, empati, sikap mendukung,, sikap positif, dan commit to user 69
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesetaraan. Apabila komunikasi antar pribadi telah berjalan dengan baik maka komunikasi kelompok juga dapat dilaksanakan tanpa mengalami suatu permasalahan. Komunikasi kelompok antara petugas lapangan dengan pengguna napza suntik dilakukan melalui proses diskusi kelompok. Petugas
lapangan
sebelum
melaksanakan kegiatan penjangkauan
terlebih dahulu dibekali dengan start up yaitu pembekalan bagi petugas lapangan
tentang informasi HIV/AIDS, Pengetahuan tentang Drugs dan
Adiksi, Infeksi Menular Seksual, dan tahapan penjangkauan yang wajib dilakukan agar tidak mengalami kesulitan dalam melakukan komunikasi kepada kelompok sasaran dalam upaya mencapai tujuan program. Perekrutan petugas lapangan berasal dari IDU yang sudah clean yaitu yang sudah tidak menggunakan napza suntik lagi dan berasal dari non IDU yang masingmasing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Petugas
outreach yang berasal dari IDU yang sudah clean tidak mengalami kendala yang berarti dalam masuk dalam kelompok sasaran karena sudah mengetahui karakteristik yang akan dijangkau, namun di sisi lain mempunyai kelemahan ada kemungkinan untuk relaps atau menggunakan narkoba lagi jika berhubungan secara terus menerus dengan IDU aktif
jangkauannya.
Demikian juga Petugas Outreach yang bukan berasal dari IDU akan mengalami kesulitan dalam masuk ke kelompok sasaran tapi di sisi lain tetap dapat menjalankan tugasnya dengan baik karena lebih kecil kemungkinan untuk ikut arus dalam dunia pecandu narkoba suntik. commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Prinsip-prinsip pelaksanaan peran komunikasi antar pribadi dan kelompok dalam program penjangkaun dan pendampingan komunitas IDU dapat terbagi dalam tahap komunikasi antar pribadi dan tahap komunikasi kelompok. 1. Tahap-Tahap
Komunikasi
Antar
Pribadi
Dalam
Program
Pendampingan dan Penjangkauan Tahap awal dalam proses penjangkauan dan pendampingan petugas lapangan yang telah mendapatkan pelatihan tentang ketrampilan outreach dan pemahaman tentang HIV&AIDS terlebih dahulu membuat jadwal atau
rencana tindak lanjut yang digunakan sebagai dasar dalam
memberikan informasi tentang HIV dan AIDS kepada para IDU di lapangan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Koordinator Lapangan tentang pelaksanaan program penjangkauan dan pendampingan pada IDU, diperoleh penjelasan mengenai penggunaan metode komunikasi antar pribadi dalam program intervensi IDU yang terbagi dalam beberapa tahapan komunikasi antar pribadi. “Kita kalau sudah mendapatkan akses dan diterima masuk ke komunitas. Petugas Lapangan akan mudah dalam menyampaikan informasi dan posisinya kita sebagai teman bagi mereka.” 1 Setelah memperoleh akses masuk ke dalam pendampingan pada komunitas IDU untuk mengetahui sejauhmana keefektifan komunikasi Antar Pribadi yang dicapai selanjutnya diperlukan adanya feedback commit to user 1
Walidi, Koordinator Lapangan, Wawancara Tanggal 23 September 2010
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
langsung dari kelompok dampingan. Dalam program penjangkauan dan pendampingan ini kedudukan antara petugas lapangan dengan IDU sejajar, yaitu tidak ada yang merasa pintar atau lebih tahu sebagai pendamping atau sebaliknya. Petugas penjangkau sebisa mungkin memposisikan diri sebagai teman bagi kelompok dampingan, sehingga tidak ada jarak diantara mereka yang nantinya akan menghambat dalam proses pendampingan/intervensi. Adapun tahap-tahap komunikasi Antar Pribadi dalam melakukan penjangkauan dan pendampingan di lapangan adalah : a. Key Person Pelaksanaan penjangkauan dan pendampingan ke komunitas IDU, bukanlah suatu masalah yang mudah. Pengguna napza tidak dibenarkan baik dari sisi norma agama maupun hukum. Situasi ini menyebabkan
penggunaan Napza dilakukan
secara sembunyi-
sembunyi dan penggunanya menjadi komunitas yang tersembunyi pula, sehingga menyulitkan orang luar untuk masuk dalam komunitas ini. Dengan demikian keberadaan key person sangat dibutuhkan dalam membuka akses masuk pendampingan ke komunitas. a)
Peran penting Key Person Peran dari key person yaitu menghubungkan antara petugas dan kelompok dampingan. Pentingnya Key person
berdasarkan hasil wawancara
dengan Mulyadi selaku petugas lapangan adalah sebagai berikut: “Peran Key person sangat penting bagi PO karena dapat to user baru, membuka commit komunitas dapat menyambung
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
informasi/isu tentang HIV/AIDS. Sedangkan yang ditunjuk sebagai Key person yaitu orang yang sudah dikenal PO atau bisa juga dari kelompok dampingan”2 Menurut Mulyadi selaku petugas lapangan, key person mempunyai peran penting antara lain menyambung informasi tentang HIV/AIDS, dan key person merupakan orang yang sudah dikenal oleh Petugas Lapangan dan juga dari kelompok dampingan. Pendapat Mulyadi tersebut dilengkapi oleh pendapat petugas lapangan yang lain yaitu
Ira Ayu, yang merupakan
petugas lapangan wanita memberikan tanggapan tentang
key
person adalah sebagai berikut: “Peran key person itu penting. Karena yang tadinya untuk masuk ke komunitas kita sebagai Petugas Lapangan mengalami kesulitan dengan bantuan key person memudahkan kita diterima dan dapat memberikan informasi terkait HIV/AIDS. key person disini menjadi penghubung antara petugas Lapangan ke komunitas penasun. Apabila keberadaan Petugas sudah dapat diterima. Petugas dapat bekerja sendiri atau tetap didampingi oleh key Person. Key person adalah orang yang bener-bener bisa dipercaya untuk mengenalkan ke teman-temannya. Yang sudah dikenal PO dan tahu tentang pekerjaan PO sendiri”3 Menurut Ira Ayu selaku petugas lapangan wanita, peran key person dalam masuk ke komunitas pengguna napza suntik sangat penting pada saat petugas lapangan mengalami kesulitan dalam masuk ke komunitas pengguna napza suntik di suatu kelompok tertentu.
Peran key person tersebut lebih pada upaya untuk
membuka akses baru ke komunitas pengguna napza suntik 2 3
commit Mulyadi, Petugas Lapangan, Wawancara Tanggalto22user September 2010 Ira Ayu, Petugas Lapangan, wawancara tanggal 22 September 2010
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sehingga apabila petugas lapangan sudah berhasil diterima oleh suatu
komunitas
pengguna
napza
suntik
dengan
penuh
kepercayaan maka petugas lapangan akan dengan mudah untuk melakukan komunikasi baik interpersonal maupun secara berkelompok dalam rangka penyebaran informasi HIV/AIDS dan menawarkan
layanan
yang
disediakan
oleh
LSM
yang
melaksanakan program. Peran key person menurut petugas lapangan yang lain yaitu Puger Mulyono adalah sebagai berikut: ”Peran key person sangat penting bagi PO karena dapat mengontrol mereka yang memberikan informasi yang bersumber dari kita dianggap netral dan benar-benar membantu dan tidak mengada-ngada”4 Menurut Puger Mulyono selaku petugas lapangan, peran key person lebih pada alat kontrol dari pihak ketiga yaitu key person tentang informasi yang diberikan oleh petugas lapangan ke pengguna napza suntik. Petugas lapangan akan dapat melakukan komunikasi dengan baik kepada pengguna napza suntik karena pintu masuknya melalui key person yang merupakan orang yang berpengaruh pada komunitas pengguna napza suntik tersebut. Keberadaan key person berdasarkan penjelasan ketiga Petugas Lapangan adalah sangat penting dalam menghubungkan informasi antara Petugas Lapangan dengan IDU yang pada intinya berperan sebagai penghubung antara petugas lapangan commit to user 4
Puger Mulyono, Petugas Lapangan, wawancara tanggal 23 September 2010
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan komunitas pengguna napza suntik. Menurut Liliweri, key person
dapat
diartikan
sebagai
pihak
ketiga.
Dimana
penjelasannya terdapat dalam salah satu ciri dari komunikasi interpersonal, yaitu ciri tatanan Ekstrinsik, dimana tata aturan yang timbul dalam proses komunikasi akibat pengaruh pihak ketiga. 5 Keberadaan key person/ pihak ketiga dalam proses komunikasi ini dapat diartikan sebagai alat/jembatan yang digunakan
untuk
menghubungkan
komunikator
dengan
komunikan, berbeda dengan penggunaan alat dan media pada umumnya yang berupa bahasa dan media massa, key person yang biasanya berasal dari kelompok dampingan sendiri dianggap netral dan dianggap sebagai kunci dari proses komunikasi dalam program penjangkauan dan pendampingan ini. Karena tanpa keberadaan key person akan sulit untuk membuka akses masuk pendampingan ke komunitas IDU. Key person mempunyai peran penting dalam membuka akses ke komunitas IDU karena karakteristik dari para pengguna napza adalah tertutup dan mudah curiga kepada orang asing karena keberadaan mereka bertentangan dari berbagai norma mulai norma hukum, norma agama dan juga norma sosial. Bagi petugas lapangan yang berasal dari komunitas IDU tidak lagi commit to user 5
Allo Liliweri, Op.Cit, hal 38
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengalami kesulitan dalam masuk ke kelompok sasaran, namun bagi petugas IDU dengan latar belakang non IDU merupakan permasalahan
utama
sehingga
peran key
person
sangat
dibutuhkan untuk dapat membuka akses masuk dalam komunitas pengguna napza suntik. b)
Proses komunikasi Key person dalam merekrut IDU baru Proses komunikasi yang dilakukan oleh key person kepada komunitas IDU adalah dengan melakukan pendekatan secara pribadi, namun karena key person tersebut berasal dari komunitas pengguna napza suntik, maka proses komunikasi akan berjalan lancar.
Hal ini seperti hasil wawancara penulis dengan key
person tentang proses komunikasi yang dilakukan dengan IDU baru yaitu sebagai berikut. “Biasanya ngobrol basa basi dulu, karena biasanya yang diajak masuk ke komunitas berasal dari teman lamaku...Jadi ya pendekatannya lebih mudah. Awalnya kita kenalkan petugas Lapangan. Kaya begini...Ini ada petugas dari LSM yang akan mendampingi kita supaya lepas dari ketergantungan narkoba. Nanti kita disediakan sarana dan pra sarana untuk membantu kita mengakses layanan kesehatan.”6 Komunikasi yang terjadi antara key person dengan calon IDU baru dapat berjalan lancar karena adanya persamaan latar belakang yaitu sebagai pengguna narkoba. Dengan demikian pendekatan komunikasi yang dilakukan oleh key person lebih mudah diterima. Hal ini berbeda apabila petugas membuka akses commit to user 6
Doni, Key person, wawancara tanggal 3 September 2010
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sendiri
ke
komunitas
IDU
tanpa
bantuan
key
person,
kemungkinan besar akan ditolak dan bahkan tidak diterima dengan baik oleh calon IDU, karena mereka sangat tertutup dengan orang asing yang belum dikenalnya. Terdapat dua langkah yang dilakukan key person dalam membuka akses petugas lapang untuk masuk dalam komunitas IDU.
Pertama, key person biasanya mengenalkan petugas
lapangan terlebih dahulu, kemudian yang kedua, key person memberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan Petugas untuk melakukan pendampingan. Penjelasan dan informasi secara baik yang disampaikan oleh
key person ke calon IDU baru tentang petugas lapang,
mengakibatkan diterimanya petugas lapang ke komunitas mereka sehingga
dapat
masuk
menyampaikan informasi
ke
kelompok
sasaran
untuk
HIV& AIDS. Hal tersebut karena
komunikasi horizontal selalu menimbulkan derajat keakraban yang lebih tinggi ketimbang komunikasi vertikal. Komunikasi horizontal adalah komunikasi antara key person dan calon pengguna Napza Suntik yang memiliki kesamaan dalam apa yang disebut wilbur schramm, frame of reference (kerangka referensi) yang kadang-kadang dinamakan juga field of experience (bidang pengalaman). Para pelaku komunikasi yang mempunyai kesamaan dalam frame of reference/field of commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
experience itu adalah mereka yang sama atau hampir sama dalam tingkat pendidikan, jenis profesi atau pekerjaan, agama, bangsa, hobi, ideologi, dan lain sebagainya.7
b. Membangun Komunikasi Tahapan setelah petugas lapang berhasil membuka akses untuk masuk dalam kelompok sasaran adalah membangun komunikasi. Membangun komunikasi merupakan tahap yang harus dilakukan oleh petugas lapang yang telah berhasil membuka akses pada komunitas pengguna napza suntik (IDU). Karakteristik IDU di satu komunitas dengan komunitas lain berbeda sehingga seorang petugas lapang perlu memahami karakteristik IDU di satu wilayah yang ingin didampingi. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis, bahwa petugas lapang LSM Mitra Alam tidak mengalami kendala dalam proses komunikasi pada komunitas IDU, hal ini disebabkan para petugas lapang tersebut telah memahami karakteristik IDU disatu wilayah. Karakteristik IDU dalam suatu tongkrongan tersebut dapat digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan strategi lapangan yang sesuai dengan karakter kelompok yang bersangkutan. a)
Memahami Karakteristik IDU Pemahaman kelompok
petugas
dampingan
lapangan
akan
commit to user 7
Onong Uchjana, Op. Cit, hal. 61.
tentang
memudahkan
karakteristik dalam
proses
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membangun komunikasi.
Langkah awal dalam membangun
komunikasi antar pribadi dapat dimulai dari pembicaraan hal-hal ringan yang menarik minat kelompok dampingan, seperti tentang hobi, pekerjaan dan juga mendengarkan permasalahan yang sering dialami dampingan terkait dengan isu penangkapan yang dilakukan polisi terhadap teman mereka yang sedang ramai dibicarakan dikomunitasnya. Tahap awal dalam
membangun komunikasi yang
dilakukan oleh petugas lapang antara lain adalah seperti pendapat para petugas lapangan yaitu sebagai berikut: “Melakukan pendekatan dan memberikan informasi mengenai HIV/AIDS, Biasa aja ngobrol gitu. Sebagai PO kita harus mampu berimprovisasi mengenai informasi yang kita sampaikan. Kalau sudah akrab dengan PO mereka memberanikan diri minta insul, minta kondom terus kita merujuk VCT, terus PTRM. Jadi ya basa-basi dulu gak langsung kita ajak mereka untuk mengakses layanan”8 Berdasarkan wawancara dari Ira Ayu sebagai petugas lapangan, bahwa tahap awal dalam pelaksanaan penjangkauan yang perlu dilakukan
adalah membangun komunikasi untuk
menciptakan derajat keakraban. Apabila telah terjalin keakraban antara petugas lapangan dan pengguna napza suntik maka proses penyampaian informasi yang diberikan juga akan lebih mudah. Banyak cara untuk menjalin keakraban dengan komunitas
commit to user 8
Ira Ayu, Petugas Lapangan, wawancara tanggal 22 Sepetember 2010
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengguna napza suntik antara lain seperti diungkapkan oleh Puger Mulyono selaku petugas lapangan yaitu sebagai berikut: “Agar dapat masuk ke komunitas dengan mudah antara lain coba bertanya yang dia suka, kalo aku lebih suka mencari sesuatu yang ringan, biasanya seputar hobinya apa dari situ mungkin bisa kita gali”9 Berdasarkan penjelasan petugas lapang tersebut dapat diketahui bahwa tahapan awal dalam membangun komunikasi adalah dengan meningkatkan derajat keakraban yaitu melalui pembicaraan terhadap hal-hal yang ringan dan menarik bagi IDU yang didampingi. Dalam komunikasi interpersonal dialogis pada situasi tertentu bisa berbeda. Derajat keakraban akan dapat diperoleh dalam komunikasi horizontal
dibandingkan
dengan
komunikasi
vertikal.
Komunikasi horizontal adalah komunikasi antara orang-orang yang memiliki kesamaan dalam apa yang disebut wilbur schramm, frame of reference (kerangka referensi) yang kadangkadang dinamakan juga field of experience (bidang pengalaman). Para pelaku komunikasi yang mempunyai kesamaan dalam frame of reference/field of experience itu adalah mereka yang sama atau hampir sama dalam tingkat pendidikan, jenis profesi atau pekerjaan, agama, bangsa, hobi, ideologi, dan lain sebagainya.10
9
committanggal to user Puger Mulyono, Petugas lapangan, wawancara 23 September 2010 Onong Uchjana, Op. Cit, hal. 61.
10
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan demikian dalam upaya membangun komunikasi efektif dalam proses penjangkauan dan pendampingan, seorang petugas lapang harus dapat lebih pada komunikasi horizontal. Berdasarkan hasil observasi penulis bahwa dalam proses penjangkauan dan pendampingan pada IDU, petugas lapang sudah cenderung melakukan komunikasi secara horizontal. Meskipun secara pengalaman, latar belakang pendidikan, maupun pekerjaan jelas berbeda, akan tetapi petugas lapangan berupaya melakukan komunikasi secara horizontal yaitu dengan terlebih dahulu memahami perilaku IDU, memahami dan menggunakan istilah-istilah yang digunakan IDU, bahkan dari cara berpakaian juga disesuaikan dengan kondisi lapangan sehingga tidak terlihat terdapat gap diantara petugas lapang dan IDU. Setelah tercipta derajat keakraban maka penyebaran informasi tentang HIV/AIDS maupun drug serta promosi terhadap layanan program akan dapat meminimalkan hambatan yang terjadi di lapangan. Membina hubungan baik antara petugas lapangan dengan kelompok dampingan diperlukan dalam proses penjangkauan, hal ini seperti pendapat dari petugas lapangan yaitu sebagai berikut: ”...Dalam membangun komunikasi dengan warga sekitar atau tokoh masyarakat perlu melakukan koordinasi/dihubungi dan diupayakan untuk mendapatkan commit to user dukungannya. Dengan cara memberikan penjelasan tujuan
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan peran yang sedang dilaksanakan di lapangan, tanpa menghilangkan prinsip kerahasiaan Penasun.”11 Komunikasi interpersonal yang terjadi antara petugas Outreach dengan pengguna Napza Suntik, bertujuan untuk menciptakan suasana yang baik dan maksimal. Hal ini seperti dikemukakan Joseph A.Devito bahwa tiap individu yang terlibat didalamnya membutuhkan komunikasi interpersonal yang baik untuk membina suatu hubungan yang harmonis.12 Hubungan yang harmonis antara petugas lapang dengan IDU akan dapat dicapai dengan komunikasi yang baik, antara lain adalah dengan komunikasi horisontal yaitu dengan meningkatkan
derajat
keakraban
antara
lain
dengan
menggunakan gaya komunikasi informal yang sering dipakai oleh kelompok dampingan. Melalui komunikasi dengan istilah yang sering dipakai oleh IDU,
maka proses penyampaian
informasi akan mudah ditangkap karena peristilahan yang digunakan adalah sederhana dan sudah tidak asing lagi bagi para IDU tersebut. b)
Penggunaan Istilah/bahasa IDU sehari-hari Pentingnya mengetahui istilah-istilah yang sering dipakai oleh IDU dilapangan adalah seperti hasil keterangan dari para staf lapangan yaitu sebagai berikut:
11 12
committanggal to user Puger Mulyono, Petugas lapangan wawancara 23 September 2010 Joseph A.Devito, Op. cit, hal.259.
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
”..kita sendiri harus tahu pemahaman karakter dari mereka sebelum masuk komunitas. Karena dengan pemahaman bahasa/istilah yang mereka gunakan kita akan mudah diterima. Sehingga akan mempermudah dalam penyampaian. Dengan demikian kita harus wajib menguasai bahasa-bahasa yang biasa digunakan jungki.”13 Salah satu upaya untuk membangun komunikasi antara petugas lapangan dengan kelompok dampingan adalah dengan meningkatkan
keakraban
yang
telah
terjalin,
sehingga
kedudukannya lebih pada menjadi teman. Upaya yang dilakukan petugas lapangan adalah dengan memahami istilah yang digunakan oleh para pengguna napza suntik. Berikut adalah beberapa istilah yang sering digunakan para pengguna napza suntik: ”Istilahnya banyak...Ya Bar pakau po, Bar bokul po, Paling juga pakai bahasa keseharian.”14 Para petugas lapangan selain memahami bahasa sehari-hari yang digunakan pengguna napza suntik juga harus menggunakan dalam bahasa sehari-hari dalam penjangkauan agar komunikasi interpersonal yang dilakukan dapat berjalan dengan baik. Bahasa sehari-hari tersebut harus dipahami dan digunakan oleh setiap petugas lapangan setiap kali berinteraksi dengan kelompok dampingan “Bahasa yang biasa dipakai yakni bahasa keseharian. Namun ada juga istilah yang biasa dipakai di
13 14
commit to user Walidi, Koordinator Lapangan wawancara tanggal 23 September 2010 Ira Ayu, Petugas lapangan, wawancara tanggal 22 September 2010
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
komunitas.Yang sering digunakan sebagai contoh Bokul artinya beli, dan Cucau artinya nyuntik.”15 Komunikasi yang digunakan dalam proses penjangkauan dan pendampingan oleh petugas penjangkau dapat berupa komunikasi verbal maupun non verbal. Pesan verbal adalah pesan yang disampaikan menggunakan bahasa yang dikeluarkan dengan kata-kata, sedangkan pesan non verbal adalah pesan yang disampaikan dengan menggunakan gerakan tubuh. Penggunaan bahasa dalam proses penjangkauan ke komunitas IDU adalah yang banyak digunakan oleh petugas lapangan.
c. Mengembangkan Kredibilitas Tujuan penjangkauan yang dilakukan oleh petugas lapangan pada komunitas IDU adalah meningkatkan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku perorangan atau kelompok serta meningkatkan kualitas hidup kelompok dampingan khususnya pengguna napza suntik. a)
Keterlibatan Petugas lapangan dalam Program Penjangkauan dan pendampingan Tugas petugas lapangan cukup komplek mulai dari mendampingi
kelompok
sasaran,
melakukan
kunjungan
lapangan, sebagai fasilitator dalam setiap kegiatan, bahkan juga dituntut untuk dapat menindaklanjuti permasalahan yang dapat
commit Mulyadi, Petugas Lapangan, wawancara Tanggalto22user September 2010
15
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diatasi di lapangan, dengan demikian seorang petugas lapangan dituntut untuk menguasai teknik komunikasi mulai dari komunikasi sebagai fasilitator sampai pada komunikasi untuk dapat diterima dalam komunitas pengguna napza suntik yaitu dengan komunikasi horisontal. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas lapangan mengenai keterlibatannya dalam proses penjangkauan adalah sebagai berkut: “Kalau saya pribadi, selain menjalankan tugas saya sebagai pendamping. Posisi atau kedudukan saya sejajarkan dengan penasun. Dalam artian bahwa saya pribadi dapat menjadi teman sharing bagi mereka. Selain sebagai penyampai informasi terkadang saya menjadi pendengar terhadap keluhan atau permasalahan dampingan”16 Menurut
Mulyadi
selaku
petugas
lapangan
proses
komunikasi yang dilakukan dalam kegiatan penjangkauan adalah dengan mensejajarkan diri dengan para pengguna napza suntik yang didampingi sehingga dapat diterima dengan baik. Petugas lapangan juga harus
dapat berempati dengan mendengarkan
permasalahan dari para pengguna napza suntik, sehigga dengan kedudukannya yang sejajar petugas lapangan dapat melakukan komunikasi dengan baik dalam upaya menyampaikan informasi dan layanan.
commit to user 16
Mulyadi, Petugas Lapangan, wawancara tanggal 22 September 2010
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut
Puger
Mulyono
selaku
petugas
lapangan,
keterlibatannya dalam proses penjangkauan yang dilakukan adalah sebagai berikut: “Keterlibatan sebagai pendamping kalau saya pribadi biasanya selalu memberikan saran bagi mereka untuk merubah perilaku beresiko yang mereka lakukan untuk berubah menjadi lebih aman. Atau bahkan sampai berhenti menggunakan narkoba. Kedudukan saya sebagai teman bagi mereka. Sehingga sebagai petugas saya sediakan waktu 24 jam bagi mereka. Terkadang penasun yang membutuhkan bantuan untuk mengatasi keluhan yang mereka rasakan. Pada waktu malam hari pun saya sempatkan untuk mendengarkan keluhan mereka. Biasanya bisa tentang masalah pribadi yang mereka hadapi”17 Menurut Puger Mulyono selaku petugas lapangan, apabila petugas lapangan dapat menempatkan diri sebagai teman bagi para pengguna napza suntik, maka petugas lapangan akan dapat memberikan saran agar tidak melakukan perilaku beresiko bahkan dalam jangka panjang dapat berhenti untuk tidak menggunakan narkoba suntik ataupun narkoba jenis lain. Petugas lapangan juga harus berempati yaitu mendengarkan keluhan dari para pengguna napza suntik sehingga setelah mengetahui apa yang mereka rasakan akan dapat memberikan saran yang dapat membantu mengatasi permasalahan khususnya yang berkaitan dengan upaya agar dapat terlepas dari kecanduan napza suntik. Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
para
petugas
lapangan tersebut diketahui bahwa keterlibatan petugas lapangan commit to user 17
Puger Mulyono, Petugas Lapangan, wawancara tanggal 23 September 2010
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam proses penjangkauan dan pendampingan adalah dengan melakukan komunikasi horisontal yaitu mensejajarkan diri dengan kelompok dampingan sebagai teman sharing terhadap permasalahan yang didampingi sehingga komunikasi yang dilakukan untuk penyebaran informasi dapat berjalan secara efektif. Menurut Joseph A.Devito, termasuk dalam komunikasi Interpersonal yang efektif yang dimulai dengan lima kualitas umum yang perlu dipertimbangkan, yaitu: 18 1)
Keterbukaan Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka pada orang yang diajak berinteraksi. Kedua
mengacu
pada kesediaan
komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Aspek ketiga, menyangkut kepemilikan perasaan hati dan pikiran. Upaya petugas lapangan untuk melaksanakan prinsip keterbukaan dalam komunikasi interpersonal antara lain dilakukan sejak masuk dalam kelompok sasaran yaitu dengan mengenalkan diri bahwa ia adalah seorang petugas lapangan yang akan bertujuan memberikan informasi seputar HIV, AIDS dan permasalahan drugs. Selanjutnya commit to user 18
Joseph A.Devito, Op. Cit, hal.259.
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
reaksi dari komunitas pengguna napza suntik merupakan umpan balik yang dilakukan oleh pengguna napza suntik sehingga keterbukaan akan terjadi. Perasaan hati dan pikiran juga harus dimiliki pada petugas lapangan pada saat melakukan komunikasi interpersonal, hal ini terlihat dari falsafah yang ditegakkan dalam program penjangkauan yaitu bekerja dengan hati, sehingga tindakan
dalam
memberikan layanan pada kelompok dampingan dapat dilakukan dengan tulus sehingga tujuan pendampingan dapat tercapai. 2)
Empati Henry Backrack, dalam Devito mendefinisikan empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Pengertian empati itu akan membuat seseorang lebih mampu menyesuaikan komunikasinya. Petugas lapangan juga
harus
mempunyai
empati
dalam
melakukan
komunikasi interpersonal dengan komunitas pengguna napza suntik sehingga dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh para pengguna napza suntik sehingga akan dapat merasakan apa yang dialami oleh para pecandu napza suntik.
commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Derajat keakraban yang terjalin antara petugas lapangan dan IDU menimbulkan berbagai efek baik positif yaitu penyampaian informasi seputar HIV dan AIDS dapat lebih dipahami, sedangkan dari sisi negatif mereka seringkali mengutarakan permasalahan seperti keuangan kepada petugas lapangan sehingga akan berkembang pada pinjam meminjam keuangan bahkan jual beli barang-barang yang tidak jelas dari mana asalnya. Seorang petugas lapangan diharapkan mempunyai rasa empati yaitu ikut merasakan permasalahan para pengguna napza suntik, akan tetapi tidak dibenarkan perasaan empati berubah menjadi simpati yang berdampak pada pinjam meminjam keuangan dan juga jual beli barang, yang akan dapat menghambat keberhasilan program. 3)
Sikap mendukung Sikap mendukung adalah pandangan yang mendukung, membantu
bersama-sama.
Sebuah
bentuk
hubungan
interpersonal yang efektif adalah sebuah hubungan dimana terdapat sikap mendukung (supportiveness). Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam suasana yang tidak mendukung. Seorang petugas lapangan dalam melakukan proses penjangkauan dan pendampingan juga menerapkan prinsip saling mendukung. Meskipun commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tujuan
jangka
panjang
yang
diharapkan
dalam
penjangkauan yaitu para pengguna napza suntik dapat berhenti menggunakan napza, akan tetapi petugas lapangan juga memberikan dukungan para pengguna napza suntik yang belum dapat meninggalkan napza antara lain dengan memberikan pengetahuan tentang upaya untuk mengurangi resiko dari penularan virus HIV dan juga memberikan dukungan layanan tes VCT dan rujukan layanan therapi ketergantungan ke panti rehap. 4)
Sikap positif Sikap positif mengacu pada dua aspek komunikasi interpersonal. Pertama, komunikasi interpersonal terbina jika orang memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri.
Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi
pada umumnya sangat penting untuk interaksi yang positif. Seorang petugas lapangan dalam melakukan penjangkauan harus mempunyai pikiran positif sehingga akan dapat mempengaruhi pola pikir para IDU
yang
cenderung
berpikiran negatif dan penuh curiga. Sikap positif petugas lapangan secara tidak langsung akan mempengaruhi para IDU untuk menekan rasa curiga dan kawatir tentang kehadiran orang asing ke komunitasnya. commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5)
Kesetaraan Dalam setiap situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan salah seorang lebih pandai, lebih kaya, atau lebih cantik. Tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal. Proses penjangkauan yang dilakukan petugas lapangan telah menerapkan prinsip kesetaraan yaitu seorang petugas lapangan tidak menempatkan posisi lebih pandai dari kelompok dampingan, akan tetapi menerapkan prinsip sama-sama belajar untuk kepentingan bersama yaitu dengan tujuan memberikan informasi yang benar tentang HIV dan AIDS, dan drugs sehingga akan dapat memutus mata rantai penularan virus HIV pada komunitas pengguna napza suntik.
b)
Menanamkan kepercayaan pada IDU maupun warga sekitar Setelah terjalin komunikasi yang efektif tahap yang perlu dilakukan oleh seorang petugas lapangan adalah harus dapat membangun kepercayaan dengan komunitas IDU dan juga masyarakat sekitar. Pentingnya membangun kepercayaan pada kelompok dampingan tersebut seperti hasil wawancara dengan petugas lapangan yaitu sebagai berikut: ”Caranya membina hubungan baik Ya PO harus menanamkan kepercayaan di benak KD. Asalkan PO tidak suka ngember, bisa menjadi teman yang baik bagi mereka. Bisa menjaga kerahasiaan/identitas mereka. KD tidak akan commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lari dari kita. Setiap diadakan pertemuan mereka akan mengusahakan datang.”19 Salah satu upaya membangun kepercayaan adalah dengan menjaga kerahasiaan identitas IDU. Seperti diketahui bahwa IDU merupakan komunitas yang tertutup dari pihak luar karena perbuatan yang dilakukan adalah bertentangan dengan berbagai norma, sehingga mereka akan menghindar jika kerahasiaan mereka sebagai IDU tidak terjaga. Petugas lapangan juga harus dapat menanamkan kepercayaan bahwa mereka mempunyai tujuan baik yaitu membantu kelompok IDU dalam mengatasi permasalahan mereka agar terhindar dari penyebaran virus HIV, bahkan membantu para IDU yang ingin berhenti dari kecanduan dengan membangun kelompok dukungan melalui diskusi kelompok. 1) Respon
Dari
Kelompok
Dampingan
Terhadap
Komunikasi Antar Pribadi Keberhasilan komunikasi antar pribadi antara petugas lapangan dengan komunitas IDU dapat dilihat dari umpan balik (feedback) dari Kelompok Dampingan berupa respon atau tanggapan. Respon yang bersifat positif maupun negatif dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi atas pelaksanaan program Penjangkauan dan Pendampingan.
commit to user 19
Ira Ayu, Petugas Lapangan, wawancara tanggal 22 Sepetember 2010.
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Respon positif dari Kelompok dampingan bisa terlihat selama Pendampingan berlangsung baik itu dari terjalinnya komunikasi
antara Petugas
Lapangan
dan
Kelompok
Dampingan khususnya dalam hal mengakses layanan yang tersedia di LSM. Sedangkan untuk respon negatif yang bisa terlihat
yakni
Kelompok
Dampingan
akan
berusaha
menghindari Petugas Lapangan, khususnya setiap kali diadakan pertemuan rutin atau justru bagi IDU yang sudah mengakses Layanan maka tidak akan melanjutkan mengakses layanan kembali. Hal ini ditentukan oleh kreativitas Petugas Lapangan dalam
melakukan
improvisasi,
agar
informasi
yang
disampaikan dapat dibuat menarik perhatian dan membuat suasana yang nyaman dalam melakukan komunikasi. Berdasarkan fakta yang ditemui dilapangan diketahui bahwa sebagian besar IDU memberikan respon positif terkait dengan program penjangkauan dan pendampingan yang dilakukan oleh Petugas Lapangan, hal ini seperti hasil wawancara sebagai berikut: “ Kalau respon positif yang saya temui di lapangan. Penasun yang ingin berhenti dari kecanduan. Mereka akan berantusias dalam mengakses layanan kesehatan yang disediakan”20
commit to user 20
Mulyadi, Petugas Lapangan, wawancara tanggal 22 September 2010
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Manfaat dari layanan yang disediakan oleh LSM Mitra Alam dirasakan oleh kelompok dampingan terutama mereka yang sudah memahami tujuan program yaitu untuk mencegah penularan virus HIV pada pengguna napza suntik dan juga merubah perilaku pengguna napza suntik dari menyuntik beresiko menjadi tidak beresiko, bahkan jangka panjang tidak menggunakan narkoba suntik lagi ataupun narkoba jenis lain. Selain manfaat layanan, bagi kelompok dampingan yang belum memahami tentang HIV/AIDS akan menjadi lebih paham seperti pendapat salah satu kelompok dampingan yaitu sebagai berikut: “Ya...yang tadinya aku belum tahu banyak tentang HIV/AIDS dan juga kalau menggunakan jarum suntik secara bersama dapat beresiko tertular HIV/AIDS. Makanya aku sekarang mau ikut dampingan untuk mudah mengakses layanan kesehatan”21 Penulis dapat mengartikan respon dari Kelompok Dampingan tersebut sebagai umpan balik/feedback. Seperti yang dikatakan oleh Onong Uchjana Effendy bahwa dalam proses komunikasi, komunikasi interpersonal efektivitasnya paling tinggi karena komunikasinya timbal balik dan terkonsentrasi.
Komunikator
mengetahui
commit to user 21
Abby, Kelompok Dampingan, Wawancara tanggal 23 September 2010
pasti
apakah
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
komunikannya itu menanggapi dengan positif atau negatif, berhasil atau tidak.22 Penulis secara lebih spesifik menggunakan kata respon karena sesuai dengan fakta yang ditemui di lapangan, dimana respon dapat saja terjadi sebelum komunikasi terjadi, misalnya saja IDU tahu Petugas mengajak bertemu atau akan mendatanginya, maka mereka jusrtu menghindar, sedangkan dalam menyampaikan pesan dan setelah penyampaian pesan terjadi. Respon ini dapat berbentuk verbal dan non verbal.
2. Tahap-Tahap Komunikasi Kelompok dalam Program Penjangkauan dan Pendampingan Berdasarkan hasil penelitian di Yayasan Mitra Alam Surakarta, diketahui
bahwa
dalam
pelaksanaan
program
penjangkauan
dan
pendampingan disamping komunikasi pribadi juga dilakukan komunikasi kelompok. Jumlah peserta dalam diskusi kelompok bermacam-macam tergantung pada kegiatan yang dilakukan, namun untuk efektifitas kegiatan jumlah peserta dalam kelompok berkisar antara 5 sampai 10 orang. Menurut Onong Uchjana Effendy komunikasi kelompok dibedakan menjadi kelompok besar dan kelompok kecil .23 Komunikasi kelompok yang dilakukan oleh petugas lapangan tersebut menurut Robert F.Bales termasuk dalam kelompok kecil karena sejumlah sejumlah orang 22 23
to Onong Uchjana Effendy, Op. Cit, hal. commit 8 Onong Uchjana Effendy, Op. Cit, hal. 10
user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yaitu sekelompok pengguna napza suntik yang terlibat dalam proses diskusi kelompok bersifat tatap muka (face to face meeting), dan antar anggota leluasa mendapatkan kesan atau penglihatan antara satu dengan lainnya, sehingga setiap pertanyaan akan mendapatkan tanggapan dengan baik. 24 Pembagian
kelompok
dampingan
dalam
proses
komunikasi
kelompok, petugas lapangan menerapkan pembagian berdasarkan pada komunitasnya masing-masing, hal ini untuk mencegah terjadinya konflik dalam komunitas. a.
Pembagian Kelompok Dampingan dalam Komunikasi Kelompok Komunikasi kelompok juga dilakukan oleh petugas lapang dalam proses penjangkauan dan pendampingan disamping komunikasi pribadi. Terdapat berbagai jenis kegiatan yang melibatkan komunikasi kelompok antara lain: kegiatan pertemuan IDU (IDU’s Meeting), Penguatan Kelompok Dampingan (Support Grup IDU), Penilaian Resiko Kelompok (Group Risk Asessment), Pertemuan dan Pelatihan Pendidik Sebaya (Peer Educator), dan Evaluasi Program (Annual Survey). Menurut Onong Uchjana Effendy, pengertian komunikasi kelompok adalah komunikasi dengan sejumlah komunikan. Karena jumlah
komunikan
itu
menimbulkan
konsekuensi,
jenis
ini
diklasifikasikan menjadi komunikasi kelompok kecil dan komunikasi commit to user 24
Onong Uchjana Effendy, Op.Cit, hal. 72
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kelompok besar. Dasar pengklasifikasiannya bukan jumlah yang dihitung secara matematis, melainkan kesempatan komunikan dalam menyampaikan tanggapannya.25 Jumlah peserta dalam komunikasi kelompok tergantung pada kegiatan yang dilakukan, namun untuk diskusi kelompok jumlah yang efektif adalah 5 sampai dengan 10 orang. Jumlah ini efektif untuk pertemuan IDU (IDU’s Meeting), Penguatan Kelompok Dampingan (Support Grup IDU) dan juga Penilaian Resiko Kelompok (GRA). Jumlah peserta dalam pertemuan dan pelatihan Pendidik Sebaya (Peer Educator) dilakukan antara 15 sampai dengan 30 orang, sedangkan untuk evaluasi program disesuaikan dengan sampel yang dibutuhkan namun untuk efektifnya kegiatan tetap dilakukan antara 5 sampai 10 peserta. Komunikasi kelompok yang dilakukan oleh petugas lapangan menurut Robert F.Bales termasuk dalam kelompok kecil karena sejumlah orang yang terlibat dalam interaki tatap muka leluasanya mendapatkan kesan atau penglihatan antara satu dengan yang lainnya. Komunikasi kelompok antara petugas lapangan dengan pengguna napza suntik tersebut termasuk efektif karena satu orang dengan yang lainnya dapat memberikan tanggapan dengan baik mengingat jumlah kelompok yang relatif sedikit.
commit to user 25
Onong Uchjana Effendy, Op. Cit, hal. 10
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas lapangan mengenai pembagian peserta dalam diskusi kelompok adalah sebagai berikut: “...biasanya pembagian kelompok didasarkan pada komunitasnya masing-masing. Supaya tidak terjadi perselisihan atau menekan perselisihan yang biasanya terjadi antar komunitas. Sehingga dalam satu komunitas pasti mereka saling mengenal”26 Menurut pendapat Puger Mulyono selaku petugas lapangan bahwa pembagian kelompok dalam melakukan komunikasi kelompok didasarkan pada komunitasnya dari kelompok masing-masing. Hal ini bertujuan untuk memperkecil perselisihan yang mungkin timbul jika lebih dari satu komunitas dijadikan dalam satu diskusi kelompok. Jumlah peserta yang ikut dalam diskusi kelompok terlihat dari hasil wawancara dengan kelompok dampingan yaitu sebagai berikut: “Saya pernah ikut diskusi kelompok, paling waktu kita kumpul kita diajak diskusi/dialog ± 5-8 orang sekali pertemuan”27 Berdasarkan
hasil
wawancara
tersebut
diketahui
bahwa
pembagian kelompok dalam diskusi kelompok harus dilakukan oleh komunitasnya yang sudah saling mengenal untuk menghindari terjadinya konflik, sedangkan jumlah anggota dalam komunikasi kelompok yang efektif adalah antara 5 sampai 10 orang. b. Pelaksanaan Komunikasi Kelompok Upaya
yang
dilakukan
oleh
petugas
lapangan
untuk
mempermudah penyampaian informasi disamping penyampaian komunikasi verbal juga dilakukan dengan media komunikasi dan 26 27
commit tanggal to user23 September 2010 Puger Muyono, Petugas Lapangan, wawancara Abby, Kelompok Dampingan, wawancara tanggal 23 September 2010
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
informasi atau sering disebut media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) yang berupa pamflet, brosur, setiker maupun poster. Media KIE juga diberikan oleh petugas lapangan sebagai upaya dalam mengembangkan dialog dengan kelompok dampingan. Hal ini seperti hasil wawancara dengan petugas lapang yaitu sebagai berikut: “Kita biasanya membagi-bagikan Brosur dari KIE dan materi tentang pencegahan HIV/AIDS seperti; kondom, jarum suntik steril, cairan pemutih (bleach), air bersih, dan kapas alkohol. Dengan begitu Kelompok dampingan tidak merasa bosan dan timbul pertanyaan kepada petugas...Ya terus ada diskusi melalui tanya jawab gitu”28 Melalui media KIE tersebut akan menarik minat Kelompok dampingan sehingga akan timbul rasa ingin tahu dan muncul pertanyaan kepada petugas lapangan. Pada saat masuk dalam komunitas, seorang petugas lapangan harus dapat memposisikan diri sejajar dengan kelompok agar dapat diterima dan informasi yang diberikan dapat ditangkap oleh komunitas IDU, dengan demikian petugas lapangan harus dapat berperan sebagai komunikator terkadang juga bertukar peran sebagai komunikan. Pelaksanaan diskusi kelompok yang dilakukan oleh petugas lapangan dalam proses penjangkauan dan pendampingan antara lain sebagai berikut: 1) Pertemuan IDU’s (IDU’s Meeting) IDU’s
Meeting
merupakan
media
komunikasi
kelompok antara petugas lapangan dengan para IDU dengan commit to user 28
Ira Ayu, Petugas Lapangan, wawancara tanggal 22 September 2010
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jumlah peserta antara 5 sampai 10 orang. Pertemuan IDU’s dilakukan sebagai media untuk memberikan informasi tentang HIV&AIDS dan juga seputar drug dan adiksi. Disamping pemberian informasi dalam pertemuan ini juga sebagai media diskusi untuk membahas permasalahan yang terjadi dalam tingkatan kelompok sehingga dapat diperoleh upaya pemecahan terhadap permasalahan yang terjadi. 2) Penguatan Kelompok IDU (Support Grup IDU) Support Grup merupakan jenis komunikasi kelompok dengan beranggotakan sama dengan pertemuan IDU yaitu antara 5 sampai dengan 10 orang. Jenis kegiatan ini merupakan media untuk saling menguatkan diantara para IDU khususnya dalam mengatasi permasalahan kecanduan napza, dengan demikian dalam support grup ini dibagi menjadi kelompok-kelompok yang masih aktif kecanduan, kelompok yang ingin berhenti, dan kelompok yang sudah berhenti dan ingin mempertahankan statusnya untuk tidak menggunakan narkoba lagi (stay clean). 3) Penilaian Resiko Kelompok (Grup Risk Asessment) Penilaian Resiko Kelompok merupakan komunikasi kelompok yang dilakukan dengan jumlah peserta antara 5 sampai 10 orang
IDU. Penilaian Resiko
Kelompok
merupakan media agar IDU dapat memahami perilaku commit to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyuntik mereka yang beresiko terhadap penyebaran virus HIV. 4) Diskusi dalam Evaluasi Jumlah peserta dalam evaluasi juga berkisar antara 5 sampai 10 orang, untuk mencapai efektivitas kegiatan yang dilakukan. Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui keberhasilan program yang telah dilakukan oleh Yayasan Mitra Alam dalam proses penjangkauan dan juga pendampingan. Pelaksanaan komunikasi kelompok yang berbentuk diskusi lapangan tersebut dilakukan secara rutin tiap satu bulan sekali yang bertujuan untuk menilai resiko mereka secara berkelompok dan juga untuk mengetahui permasalahan yang dialami oleh kelompok dampingan dalam mengakses layanan. Isu yang dibahas dalam diskusi antara lain meliputi permasalahan HIV/AIDS, Napza, dan juga permasalahan yang berhubungan dengan layanan program. Melalui distribusi informasi dan pengetahuan di antara IDU, diharapkan muncul sebuah norma yang mengatur mereka menuju penggunaan Napza dan perilaku seks yang lebih aman. Isu
lain
yang dibahas
dalam
diskusi
kelompok
selain
permasalahan drug dan HIV/AIDS juga tentang penangkapan oleh Aparat Kepolisian terhadap teman mereka dalam penyalahgunaan Narkoba ataupun masalah kriminalitas yang dilakukan oleh para IDU. commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan permasalahan yang dialami kelompok dampingan melalui diskusi, diharapkan dapat membangun kesadaran IDU atas situasi yang dialami sehingga mampu mengartikulasikan kebutuhan dan kepentingan secara bersama. Melalui keterlibatan mereka dalam diskusi diharapkan terbentuk suatu norma agar
timbul kesadaran
dalam merubah perilaku ke arah yang lebih baik. Hal ini seperti hasil wawancara dengan kelompok dampingan yaitu sebagai berikut: “Melalui Sesi tanya jawab tentunya kita akan terlibat dalam mengembangkan dialog serta berinteraksi dengan komunitas dan timbul kesadaran atas situasi yang kita alami. Sehingga mengartikulasikan kepantingan secara bersama. Dan biasanya akan timbul suatu norma yang mengatur kita untuk mengakses layanan yang tersedia agar kita bisa lepas dari kecanduan narkoba”29 Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa faktor keingintahuan antar anggota kelompok Dampingan dengan anggota lainnya dalam bentuk tingkah laku dapat mempengaruhi komunikasi kelompok itu sendiri. Melalui pesan verbal maupun non verbal yang disampaikan anggota kelompok Dampingan dengan anggota yang lainnya dapat mempengaruhi sistem kepercayaan dan keyakinan para anggota kelompok selama berinteraksi. Hal ini merupakan ciri-ciri kelompok pada umumnya. Ciri-ciri kelompok yang dapat menjadi bagian dari teori komunikasi kelompok menurut Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson, adalah umpan balik antar pribadi, kecepatan interaksi kelompok, fase-fase kelompok, norma-norma kelompok, commit to user 29
Abby, Kelompok Dampingan, wawancara tanggal 23 September 2010
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
iklim atau suasana kelompok, konflik antar pribadi serta distribusi kepemimpinan.30 c.
Pemecahan Masalah Dalam Komunikasi Kelompok Salah satu fungsi dari komunikasi kelompok dalam program penjangkauan dan pendampingan pada pengguna napza suntik adalah dapat memecahkan permasalahan yang timbul di komunitas pengguna napza suntik yang berhubungan dengan upaya untuk memutus mata rantai penularan virus HIV pada pengguna napza suntik. Berbagai permasalahan yang timbul di komunitas yang tidak dapat diselesaikan secara personal akan diupayakan penyelesaiannya melalui komunikasi kelompok seperti pertemuan IDU’s (IDU’s Meeting) ataupun Support Grup. Idu’s Meeting dan juga Support Grup merupakan media yang disediakan oleh Program Harm Reduction, melalui proses diskusi yang lebih pada upaya untuk pemecahan permasalahan yang timbul berkaitan dengan program seperti akses layanan yang disediakan sebagai contoh permasalahan mengapa terdapat komunitas pengguna napza suntik yang tidak bersedia menggunakan layanan drop in center, adanya pengguna napza suntik yang tidak bersedia mengakses layanan jarum suntik steril, tidak menggunakan layanan kesehatan dasar, layanan VCT dan lain-lain layanan yang telah disediakan oleh program. commit to user
30
Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson, Op. Cit, hal. 8-9
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Filsuf Jhon Dewey, upaya pemecahan masalah yang efisien terdapat enam langkah yaitu sebagai berikut: 1.
Mendefinisikan dan Analisis Masalah
2.
Menyusun kriteria untuk mengevaluasi pemecahan
3.
Identifikasi pemasalahan yang mungkin
4.
Evaluasi pemecahan
5.
Pemilihan pemecahan terbaik
6.
Pengujian terhadap pemecahan yang dipilih Seorang petugas outreach diharapkan dapat menganalisis
suatu permasalahan yang timbul di kelompok sasaran, sehingga dapat memberikan alternatif pemecahan terhadap suatu permasalahan yang timbul pada kelompok dampingan sehubungan dengan keberhasilan pencapaian tujuan program. Mengenai metode pengambilan keputusan dalam pemecahan masalah terdapat tiga model yaitu: 1. Wewenang 2. Aturan Mayoritas 3. Konsensus Berdasarkan ketiga metode pengambilan keputusan tersebut yang efektif diterapkan pada proses komunikasi kelompok pada pengguna napza suntik adalah aturan mayoritas dan konsensus karena para kelompok sasaran yang akan membuat kesepakatan-kesepakatan sendiri dan nantinya juga akan dilaksanakan sendiri oleh mereka commit to user
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berkaitan dengan akses layanan yang ditawarkan oleh program pengurangan dampak buruk pengguna napza suntik.
B. Tolok Ukur Keberhasilan Peran Komunikasi Antar Pribadi Dan Kelompok
Dalam
Program
Penjangkauan
Dan
Pendampingan
(Outreach) Pada Komunitas Pengguna Napza Suntik Salah satu tujuan dari penjangkauan (outreach) dan juga pendampingan yang dilakukan oleh petugas lapangan Yayasan Mitra Alam adalah untuk meningkatkan pengetahuan tentang HIV/AIDS.
Keberhasilan petugas
lapangan dalam memberikan informasi tentang HIV/AIDS dipengaruhi oleh proses komunikasi yang dilakukan, dengan demikian komunikasi baik antar pribadi dan kelompok mempunyai peran yang besar terhadap keberhasilan proses penjangkauan dan pendampingan. Apabila komunikasi yang dilakukan oleh petugas lapangan tersebut efektif maka tujuan dari penjangkauan dan pendampingan akan berhasil, demikian pula apabila petugas lapangan gagal dalam melaksanakan komunikasi yang baik dengan kelompok dampingan IDU maka program penjangkauan dan pendampingan tidak dapat berhasil mencapai tujuan seperti yang diharapkan. Keberhasilan proses komunikasi baik komunikasi antar pribadi maupun kelompok yang dilakukan oleh petugas lapangan dalam melakukan penjangkauan dan pendampingan dapat dilihat dari indikator-indikator antara lain meningkatnya pemahaman pengguna napza suntik tentang HIV/AIDS, meningkatnya jumlah IDU yang dijangkau, meningkatnya IDU yang commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengakses layanan, dan yang terakhir adalah terjadinya perubahan perilaku IDU. 1. Peningkatan Pemahaman Penasun T Tentang HIV/AIDS Peningkatan pemahaman pengguna napza suntik tentan tentang g HIV/AIDS merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan penjangkauan dan pendampingan yang selama ini telah dilakukan oleh petugas lapangan Yayasan Mitra Alam. Berdasarkan data yang diperoleh dari Yayasan Mitra Alam dari hasil evaluasi tahunan diperoleh da data ta tentang peningkatan pemahaman pengguna napza suntik tentang HIV/AIDS yaitu sebagai berikut:
TABEL III.1 PEMAHAMAN IDU TENTANG HIV/AIDS
Sumber : Yayasan Mitra Alam, 2010 Pemahaman HIV/AIDS oleh pengguna napza suntik (IDU) tersebut antara lain adalah mengenai pengertian HIV, cara penularan, pencegahan, dan apa yang harus dilakukan apabila ter terinfeksi infeksi virus tersebut. Berdasarkan data evaluasi tahunan yang dilakukan oleh Yayasan Mitra Alam terlihat bahwa pemahaman IDU dalam intervensi selama 3 tahun commit to user
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terus meningkat yaitu pada tahun 2007 sebesar 86% IDU yang dijangkau telah paham tentang HIV/AIDS, sedangkan tahun 2008 menjadi 88% dan tahun 2009 menjadi 91%. Melihat data tentang adanya peningkatan pemahaman tentang HIV/AIDS pada komunitas IDU dapat dikatakan bahwa komunikasi yang dilakukan oleh para petugas lapangan dengan komunitas pengguna napza suntik cukup berhasil, hal ini terlihat dengan meningkatnya pemahaman pengguna napza suntik tentang informasi HIV/AIDS yang diberikan oleh petugas lapangan. Sebelum dilakukannya penjangkauan oleh LSM Mitra Alam, para pengguna napza suntik banyak yang belum mengetahui tentang HIV/AIDS, seperti hasil wawancara penulis dengan salah satu pengguna napza suntik yaitu sebagai berikut: “Ya paling itu mbak..Aku belum mengetahui secara keseluruhan atau mendetail tentang HIV/AIDS”31 Peningkatan pemahaman para IDU tentang HIV/AIDS terus meningkat sejak dilakukannya penjangkauan dan pendampingan yang dilakukan oleh petugas lapangan Yayasan Mitra Alam, hal tersebut juga dapat dilihat dari hasil evaluasi tahunan yang menunjukkan bahwa prosentase pemahaman pengguna napza suntik sejak tahun 2007 terus meningkat, hal tersebut menunjukkan keberhasilan komunikasi antar pribadi dan kelompok antara petugas lapangan dengan pengguna napza suntik. commit to user 31
Hery, Kelompok Dampingan, wawancara tanggal 23 September 2010
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Pertambahan Jumlah IDU Y Yang Dijangkau Dan Didampingi Pertambahan jumlah IDU yang dijangkau dan didampingi oleh LSM Mtra Alam merupakan tolok ukur keberhasilan program. Hal ini seperti hasil wawancara penulis dengan koordinator lapangan tent tentang ang tolok ukur keberhasilan penjangkauan yang dilakukan petugas lapangan yaitu sebagai berikut: “Pertama, Pertama, cakupan/ cakupan/coverage penasun yang didampingi. Kedua, jumlah distribusi jarum yang didistribusikan. Ketiga, jumlah penasun yang dirujuk ke puskesmas dan Ru Rumah mah Sakit (VCT, Metadon, IMS, Layanan Kesehatan Dasar). Keempat, Penasun yang dirujuk ke Rehabilitasi”32 Pertambahan cakupan pengguna napza suntik yang didampingi oleh petugas lapangan dapat dilihat dari hasil penjangkauan sejak tahun 2007 yaitu sebagai berikut: TABEL III.2 CAPAIAN IDU PROGRAM PENANGGULANGAN HIV TAHUN 2007 - 2009
Sumber : Data YMA, tahun 2010
commit to user 32
Ligik Triyogo, Manager Program, wawancara tanggal 24 September 2010
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan hasil wawancara dengan Program Manager Yayasan Mitra Alam Surakarta, bahwa jumlah pengguna napza suntik (IDU) yang didampingi merupakan tolok ukur keberhasilan penjangkaun dan pendampingan dalam rangka pengurangan resiko penyebaran virus HIV pada komunitas IDU. Jumlah IDU yang telah dijangkau dan didampingi oleh LSM Mitra Alam, menurut penjelasan dari koordinator lapangan adalah sebagai berikut: “Iya...sampai hari ini kita sudah melalui 3 tahun lebih 3 bulan Ya hampir 4 tahun. Dan sampai saat ini anggota dampingan yang bisa kita akses kurang lebih 400 an IDU’s dan 60 % sudah mengakses layanan yang ada”33 Berdasarkan data yang diperoleh dari LSM Mitra Alam, diketahui bahwa jumlah IDU yang didampingi oleh petugas lapangan rata-rata adalah 423 IDU, yaitu sebanyak 437 pada tahun 2007, sebanyak 411 pada tahun 2008 dan sebanyak 422 pada tahun 2009. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah IDU yang ikut dalam kelompok dampingan rata-rata adalah 400 IDU. Relatif stabilnya jumlah IDU yang menjadi dampingan Yayasan Mitra Alam tersebut merupakan keberhasilan petugas lapangan dalam melakukan komunikasi baik interpersonal maupun kelompok.
commit to user 33
Walidi, Koordinator Lapangan, wawancara tanggal 23 September 2010
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Jumlah Kelompok Dampingan Yang M Mengakses engakses Layanan KIE dan LJSS a. Layanan Media KIE Media Komunikasi Informasi dan Edukasi atau sering disebut dengan istilah Media KIE, merupakan media informasi non verbal yang biasa digunakan oleh petugas lapangan dalam proses pemberian informasi tentang HIV/AIDS kepada komunitas pengguna napza suntik (IDU).Media KIE saja tidak cukup untuk memberikan informasi akan tetapi harus juga dilakukan komunikasi verbal agar informasi informa yang diberikan dapat diterima dengan baik. Penggunaan media KIE sebagai salah satu alat komunikasi dalam proses penjangkauan dan pendampingan pada komunitas pengguna napza suntik di Surakarta dapat dilihat dari data pada tahun 2007 sampai 2009 yaitu seb sebagai berikut: TABEL III.3 CAPAIAN DISTRIBUSI MEDIA KOMUNIKASI INFORMASI DAN EDUKASI (KIE) TAHUN 2007-2009
Sumber : Data YMA, Tahun 2010
commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan data selama tiga tahun dapat diketahui bahwa penggunaan media KIE sebagai salah satu media komunikasi cukup tinggi dan terus meningkat yaitu pada tahun 2007 sebanyak 3860, tahun 2008 sebanyak 3400, dan tahun 2009 sebanyak 6169 KIE. Hal tersebut menunjukkan bahwa Media KIE merupakan salah satu media komunikasi yang efektif dan dapat membantu dalam proses penjangkauan dan pendampingan. b. Layanan LJSS Layanan Jarum Suntik Steril atau biasa disebut dengan LJSS, merupakan salah satu layanan yang dib diberikan erikan oleh LSM Mitra Alam melalui
kegiatan
penjangkauan
dan
pendampingan.
Tujuan
dilakukannya LJSS ini adalah untuk memutus mata rantai penularan virus HIV melalui pertukaran darah akibat dari penggunaan jarum suntik yang tidak steril. Berdasarkan data yyang ang diperoleh dari LSM Mitra Alam mengenai banyaknya jarum suntik steril yang diakses oleh kelompok dampingan adalah sebagai berikut: TABEL III.4 CAPAIAN DISTRIBUSI JARUM SUNTIK TAHUN 2007 – 2009
Sumber : YMA, Tahuncommit 2010 to user
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jumlah distribusi jarum suntik steril yang diakses oleh pengguna napza suntik merupakan salah satu indikator keberhasilan program. Apabila jumlah jarum terdistribusi tinggi berarti ada perubahan perilaku bagi para pengguna napza suntik untuk menggunakan jarum suntik steril setiap kali memakai napza sehingga dapat memutus mata rantai penularan virus HIV. Jumlah permintaan jarum suntik steril tersebut merupakan salah satu indikator dari keberhasilan proses penjangkauan dan pendampingan yang dilakukan oleh para petugas lapangan, sehingga dapat mempengaruhi perubahan perilaku dari pola menyuntik beresiko yaitu menggunakan jarum bekas secara bergantian yang berdampak terjadinya pertukaran darah, menjadi menggunakan jarum suntik steril secara sendiri-sendiri tanpa berbagi (sharing) dengan yang lain. c.
Layanan Methadone Methadone
merupakan
obat
pengganti
heroin
yang
menggunaannya dengan ditelan, yang dapat berfungsi mengurangi bahkan menghilangkan ketergantungan pecandu terhadap heroin, sehingga apabila pengguna napza suntik yang belum bisa berhenti, dapat mengakses layanan methadone sehingga dapat memutus mata rantai penularan virus HIV yang diakibatkan pertukaran jarum suntik tidak steril.
commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator lapangan LSM Mitra Alam tentang tolok ukur keberhasilan program penjangkauan dan pendampingan adalah sebagai berikut: “Tolak ukurnya itu Tetap No Drug...kalau pemakai narkoba sudah lepas dari narkoba ini dikatakan bahwa program kita ini sudah selesai. Sehingga tidak ada intervensi program. Tetapi kalau masih ada pengguna narkoba. Diharapkan agar mereka tidak menggunakan jarum suntik. Bisa dialihkan menggunakan narkoba jenis lain yang mengandung unsur Depresan. Sehingga tidak menimbulkan rasa ingin memakai narkoba lagi. Unsur Depresan yang dimaksud secara medis lebih mengarah pada obat penenang yang bisa diperoleh di puskesmas yang ditunjuk pemerintah. Seperti kalau di Surakarta tepatnya Puskesmas Manahan”34 Menurut program manager LSM Mitra Alam bahwa salah satu prioritas petugas lapangan dalam program penjangkauan adalah harus memiliki target untuk mendorong kelompok dampingan mengakses layanan PTRM ( Pelayanan Terapi Rumatan Metadhone). “Target minimal 1 orang petugas merujuk KD untuk metadon dalam waktu sebulan”35 Target yang harus dicapai petugas lapangan untuk dapat merujuk layanan PTRM dimulai sejak bulan Maret 2010, dan sampai pada bulan September 2010 telah terdapat 35 kelompok dampingan yang telah mengakses layanan PTRM di Puskesmas Manahan Surakarta. Adanya
kelompok
dampingan
yang
mengakses
layanan
methadone tersebut merupakan salah satu indikator keberhasilan penjangkauan dan pendampingan yang dilakukan oleh petugas
34 35
commit to user Walidi, Koordinator Lapangan, wawancara tanggal 23 September 2010 Ligik Triyogo, Manager Program, wawancara tanggal 24 September 2010
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lapangan. Apabila petugas lapangan berhasil mengkomunikasikan dengan baik tentang manfaat layanan methadone yang diberikan maka kelompok dampingan yang mengakses layanan ini akan semakin meningkat. 4. Terjadinya Perubahan Perilaku Perubahan perilaku merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh LSM Mitra Alam dalam program penanggulangan HIV pada komunitas IDU baik jangka pendek maupun jangka panjang. Perubahan perilaku yang dapat dicapai dalam program jangka pendek antara lain adalah adanya kesadaran untuk menggunakan jarum suntik steril, adanya kesadaran untuk melakukan seks secara aman, tidak menggunakan jenis narkoba yang disuntikkan, bahkan tujuan jangka panjang adalah dapat berhenti menggunakan narkoba (no drugs). Terjadinya perubahan perilaku dengan tidak lagi melakukan sharing jarum suntik menurut hasil wawancara dengan kelompok dampingan adalah sebagai berikut: ”Ya...yang tadinya aku belum tahu banyak tentang HIV/AIDS dan juga kalau menggunakan jarum suntik secara bersama dapat beresiko tertular HIV/AIDS. Makanya aku sekarang mau ikut dampingan untuk mudah mengakses layanan kesehatan”36 Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu dampingan LSM Mitra Alam tersebut dapat diketahui tentang keberhasilan proses komunikasi yang dilakukan oleh petugas lapangan dalam program penjangkauan dan pendampingan. Salah satu indikator keberhasilan commit to user 36
Abby, Kelompok Dampingan, wawancara tanggal 22 September 2010
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
program ini antara lain adalah terjadinya perubahan perilaku beresiko pada komunitas pengguna napza suntik. 5. Pandangan Kelompok Dampingan Terhadap Peran Komunikasi Antar Pribadi dan Kelompok Dalam Program Penjangkauan dan Pendampingan Pada Komunitas Pengguna Napza Suntik Pandangan kelompok dampingan terhadap
terhadap peran
komunikasi antar pribadi dan kelompok dalam program penjangkauan dan pendampingan dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam keberhasilan program. 1. Pandangan Kelompok Dampingan Terhadap Peran Komunikasi Antar Pribadi Terjalinnya komunikasi antar pribadi yang efektif dalam program Penjangkauan dan Pendampingan dapat mencerminkan keberhasilan suatu program yang dijalankan, yaitu petugas lapangan yaitu sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk IDU, dalam meningkatkan pengetahuan serta sikap yang mendorong perubahan perilaku dalam mengurangi resiko terinfeksi HIV. Selain itu juga peran komunikasi interpersonal
dalam
penjangkauan
dan
pendampingan
adalah
membuka akses pada komunitas IDU maupun pasangan seksualnya yang berada di masyarakat. Melalui tahap awal diterimanya petugas outreach, untuk masuk ke dalam komunitas IDU. Secara garis besar, maka hubungan antara petugas lapangan dengan IDU akan terjalin commit to user
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lebih akrab, sehingga dapat mempermudah dalam proses penjangkauan dan pendampingan. Tahapan komunikasi antar pribadi yang dilakukan secara efektif membuat proses pemberian informasi berjalan dengan baik dengan situasi yang akrab sehingga kelompok dampingan merasa nyaman dalam menerima informasi yang disampaikan petugas lapangan. Hal ini seperti hasil wawancara penulis dengan kelompok dampingan yaitu sebagai berikut: “Lebih bersifat non formal, aku pribadi jadi nyante…ngobrol secara face to face gak banyak orang aku lebih enak..ya jadinya antara aku ma petugas kayak obrol ama temen ku sendiri…Jadi ya pas lagi kasih informasi tentang HIV/AIDS pun ya aku oke..”37 Pandangan Aby selaku kelompok dampingan merasa nyaman didampingi oleh petugas lapangan karena derajat keakraban yang berhasil diciptakan, sehingga pemberian informasi yang diberikan dapat diterima dengan baik. Berikut hasil wawancara penulis dengan Aby sebagai berikut: “Selama ini ya aku pribadi enjoy aja dengan Petugas Lapangan selama pendampingan...Soalnya mereka itu bisa jadi temen sharing buat aku... kapan aku lagi butuh. Sebisa mungkin mereka mau bantu aku. Mau jadi pendengar yang baik pokoknya..Kalau udah gitu ya pas pendampingan aku ngikut aja..Toh buat kebaikan kita juga ko.”38 Berdasarkan
hasil
wawancara
tersebut
diketahui
bahwa
kelompok dampingan merasa nyaman apabila melakukan komunikasi
37 38
commit to user Abby, Kelompok Dampingan, Wawancara tanggal 22 September 2010 Hery, Kelompok Dampingan, wawancara tanggal 23 September 2010
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
antar pribadi dengan petugas lapangan, karena dinilai lebih efektif dan lebih terbuka untuk mengutarakan masalah pribadi yang tidak mungkin diketahui oleh orang lain atau anggota lain komunitas. Salah satu proses yang paling luas dikaji atas perkembangan hubungan ini adalah Teori penetrasi sosial. Secara garis besar, ini merupakan ide bahwa hubungan
menjadi
lebih
akrab
seiring waktu
ketika patner
memberitahukan semakin banyak informasi mengenai mereka sendiri. Selanjutnya, social penetration merupakan proses peningkatan disclosure dan keakraban dalam hubungan. Terdapat empat langkah perkembangan hubungan. Orientation mengandung komunikasi impersonal, dimana seseorang memberitahu hanya informasi yang sangat umum mengenai dirinya sendiri. Jika tahap ini menghasilkan reward pada partisipan, mereka akan bergerak menuju tahap berikutnya, the exploratory affective exchange, dimana perluasaan/ekspansi awal informasi dan gerakan menuju level lebih dalam dari disclosure itu terjadi. Tahap ketiga, affective exchange memusatkan pada perasaan evaluatif dan kritis pada level yang lebih dalam. Tahap ini tidak akan dimasuki kecuali jika patner menyadari reward substansial yang relatif terhadap cost dalam tahap lebih awal. Akhirnya, stable exchange adalah keakraban yang sangat tinggi dan mengijinkan patner untuk meramalkan setiap tindakan pihak lain dan menanggapinya dengan sangat baik). 39 commit to user 39
Stephen W. Littlejohn, Op.Cit, hal. 266-267
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sejauh ini, peran komunikasi antar pribadi dianggap paling efektif untuk melakukan pendekatan ke kelompok dampingan. Ada kalanya IDU tidak ingin masalahnya diketahui semua orang atau kelompok dampingan yang lainnya. Oleh karena itu, sebagian dari mereka lebih senang untuk berbicara berdua saja dengan petugas Lapangan tanpa ada rasa takut dan khawatir ada teman mereka yang mendengarkan, sebagai contoh pada saat kelompok dampingan sedang mengalami masalah pribadi dengan keluarganya. Melalui komunikasi Antar Pribadi ini kelompok dampingan bisa lebih terbuka kepada petugas Lapangan.
2. Pandangan Kelompok Dampingan Terhadap Peran Komunikasi Kelompok Yang Dirasakan Pandangan kelompok dampingan terhadap peran komunikasi kelompok dalam program penjangkauan dan pendampingan dapat diketahui dari hasil diskusi yang difasilitasi oleh petugas lapangan. Diskusi kelompok bertujuan
mengembangkan dialog dan dengan
adanya distribusi informasi dan pengetahuan di antara IDU, sehingga diharapkan muncul sebuah norma yang mengatur mereka menuju penggunaan napza dan perilaku seks yang lebih aman. Berikut ini adalah hasil wawancara penulis dengan kelompok dampingan tentang keterlibatannya dalan diskusi lapangan yang difasilitasi oleh petugas lapangan. commit to user
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Melalui Sesi tanya jawab tentunya kita akan terlibat dalam mengembangkan dialog serta berinteraksi dengan komunitas dan timbul kesadaran atas situasi yang kita alami. Sehingga mengartikulasikan kepentingan secara bersama. Dan biasanya akan timbul suatu norma yang mengatur kita untuk mengakses layanan yang tersedia agar kita bisa lepas dari kecanduan narkoba”40 Berdasarkan
hasil wawancara dengan salah satu kelompok
dampingan tersebut bahwa melalui komunikasi kelompok yang dikembangkan
lembaga penyedia program akan terjalin interaksi
melalui dialog sehingga akan menggugah kesadaran untuk mengakses layanan yang telah disediakan demi kepentingan para pengguna napza suntik agar dapat terhindar dari bahaya penularan virus HIV dan juga bisa terlepas dari kecanduan narkoba. Selanjutnya pendapat dari Hery selaku anggota kelompok dampingan adalah sebagai berikut:
“Melalui diskusi kelompok yang difasilitasi oleh Mitra Alam, kita bisa berinteraksi dengan aktif baik dengan sesama pengguna napza suntik yang lain juga dapat berdialog dengan Mitra Alam melalui petugas yang memimpin diskusi ”41 Berdasarkan tanggapan dari Hery yang merupakan anggota kelompok dampingan, merasa senang dapat terlibat aktif dalam kegiatan kelompok yang difasilitasi oleh LSM Mitra Alam karena dapat bertukar pikiran dengan sesama pengguna napza suntik dalam hal positif. Terkait dengan efek dan umpan balik yang diharapkan, komunikasi kelompok dinilai ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, 40 41
commit to 22 user Abby, Kelompok Dampingan, wawancara tanggal September 2010 Hery, Kelompok Dampingan, wawancara tanggal 23 September 2010
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Melalui dialog atau tanya jawab, kelompok dampingan akan dapat berinteraksi dengan anggota lainnya. Dari informasi yang diperoleh dari hasil diskusi mengenai HIV/AIDS, IMS, ataupun isu-isu yang dialami oleh anggota kelompok dampingan akan dapat mempengaruhi sikap, kepercayaan, opini dan perilaku mereka, khususnya adanya kemauan dari kelompok dampingan untuk mengakses layanan yang tersedia oleh LSM Mitra Alam dan timbulnya kesadaran untuk mengarah ke perilaku yang tidak beresiko. Teori yang menjelaskan tentang hal tersebut adalah tentang teori sistim A-B-X dan Newcomb. Teori sistim A-B-X dari Newcomb yang menitikberatkan pada pola interaksi antara dua individu, A dan B dalam suatu interaksi dengan suatu objek (X) yang mempengaruhi interaksi mereka. Interaksi dua individu ini merupakan interaksi yang terjadi dalam komunikasi kelompok. 42 Berdasarkan teori tersebut, maka bila salah satu anggota dari kelompok tersebut mempunyai pendapat tentang suatu hal maka ia akan cenderung mempengaruhi anggota kelompok lainnya agar mengikuti pendapatnya. Bila hal ini berhasil, maka biasanya akan diikuti perubahan sikap pula.
commit to user 42
Alvin A. Goldberg dan Carl E. Larson ,Op. Cit, hal. 51-52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah proses pembahasan dan analisis data berkenaan dengan peran komunikasi antar pribadi dan kelompok dalam penjangkauan dan pendampingan komunitas pengguna napza suntik, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Peran komunikasi antar pribadi
dalam program penjangkauan dan
pendampingan (outreach) komunitas pengguna napza suntik adalah sebagai berikut: a. Melalui tatap muka secara langsung komunikasi antar pribadi antara petugas lapangan dengan pengguna napza suntik akan menjadi efektif karena petugas lapangan dapat mengetahui apa yang dirasakan oleh pengguna napza suntik secara langsung sehingga dapat
tercipta
kredibilitas melalui : 1) Keterbukaan, Kualitas keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka pada orang yang diajak berinteraksi. Kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Aspek ketiga, menyangkut kepemilikan perasaan hati dan pikiran.
commit to user 121
115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 122
Upaya petugas lapangan untuk melaksanakan prinsip keterbukaan dalam komunikasi interpersonal antara lain dilakukan sejak masuk dalam kelompok sasaran yaitu dengan mengenalkan diri bahwa ia adalah seorang petugas lapangan yang akan bertujuan memberikan informasi seputar HIV, AIDS dan permasalahan drugs. Selanjutnya reaksi dari komunitas pengguna napza suntik merupakan umpan balik yang dilakukan oleh pengguna napza suntik sehingga keterbukaan akan terjadi. Hal ini merupakan awal dari terjalinnya komunikasi dari kedua belah pihak. Perasaan hati dan pikiran juga harus dimiliki pada petugas lapangan pada saat melakukan komunikasi interpersonal, hal ini terlihat dari falsafah yang ditegakkan dalam program penjangkauan yaitu bekerja dengan hati, sehingga tindakan dalam memberikan layanan pada kelompok dampingan dapat dilakukan dengan tulus
sehingga tujuan
pendampingan dapat tercapai. 2) Empati, yaitu Petugas lapangan sebaiknya mempunyai rasa empati dalam melakukan komunikasi interpersonal dengan komunitas pengguna napza suntik Hal ini bertujuan untuk mengetahui apa yang dirasakan oleh para pengguna napza suntik, sehingga akan dapat merasakan apa yang dialami oleh para pecandu napza suntik. Derajat keakraban yang terjalin antara petugas lapangan dan IDU menimbulkan berbagai efek baik positif yaitu penyampaian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 123
informasi seputar HIV dan AIDS dapat lebih dipahami, sedangkan dari sisi negatif mereka seringkali mengutarakan permasalahan seperti keuangan kepada petugas lapangan
sehingga akan
berkembang pada pinjam meminjam keuangan bahkan jual beli barang-barang yang tidak jelas dari mana asalnya. 3) Sikap mendukung, yaitu sikap yang dimiliki oleh petugas lapangan dalam
mendukung sikap positif dari pengguna napza suntik.
Sehingga seorang petugas lapangan dalam melakukan proses penjangkauan dan pendampingan juga menerapkan prinsip saling mendukung. Tujuan jangka panjang yang diharapkan dalam penjangkauan yaitu para pengguna napza suntik dapat berhenti menggunakan
napza,
akan
tetapi
petugas
lapangan
juga
memberikan dukungan para pengguna napza suntik yang belum dapat meninggalkan napza antara lain dengan memberikan pengetahuan tentang upaya untuk mengurangi resiko dari penularan virus HIV dan juga memberikan dukungan layanan tes VCT dan rujukan layanan therapi ketergantungan ke panti rehap. 4) Sikap positif, yaitu sikap yang dimiliki seorang petugas lapangan dalam melakukan penjangkauan dengan berpikiran positif sehingga akan dapat mempengaruhi pola pikir para IDU yang cenderung berpikiran negatif dan penuh curiga. Sikap positif petugas lapangan secara tidak langsung akan mempengaruhi para IDU untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 124
menekan rasa curiga dan kawatir tentang kehadiran orang asing ke komunitasnya. 5) Kesetaraan yang dilakukan petugas lapangan yaitu menempatkan posisi sejajar tidak ada yang lebih pandai ataupun lebih tahu dan menerapkan prinsip sama-sama belajar untuk kepentingan bersama yaitu dengan tujuan memberikan informasi yang benar tentang HIV dan AIDS, dan drugs sehingga akan dapat memutus mata rantai penularan virus HIV pada komunitas pengguna napza suntik. Keberhasilan komunikasi antar pribadi antara petugas lapangan dengan pengguna napza suntik dapat dilihat dari umpan balik (feedback) dari kelompok dampingan berupa respon atau tanggapan baik positif maupun negatif.
Permasalahan yang dihadapi oleh
petugas lapangan dalam mengembangkan rasa empati adalah banyak pengguna napza suntik yang mempunyai permasalahan keuangan tidak segan-segan untuk meminjam ke petugas lapangan, disamping itu petugas lapangan juga rentan terlibat jual beli barang-barang dari pengguna napza suntik yang harus benar-benar dihindari oleh petugas lapangan. 2.
Peran
komunikasi
kelompok
dalam
program
penjangkauan
dan
pendampingan (outreach) komunitas pengguna napza suntik antara lain dilakukan dengan diskusi kelompok.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 125
Kegiatan yang melibatkan komunikasi kelompok dalam program penjangkaun dan pendampingan antara lain : a. Pertemuan IDU Pertemuan IDU’s sebagai media untuk memberikan informasi tentang HIV&AIDS dan juga seputar drug dan adiksi. Disamping pemberian informasi dalam pertemuan ini juga sebagai media diskusi untuk membahas permasalahan yang terjadi dalam tingkatan kelompok sehingga dapat diperoleh upaya pemecahan terhadap permasalahan yang terjadi. b. Support Grup IDU, Kegiatan ini merupakan media untuk saling menguatkan diantara para IDU khususnya dalam mengatasi permasalahan kecanduan napza, dengan demikian dalam support grup ini dibagi menjadi kelompokkelompok yang masih aktif kecanduan, kelompok yang ingin berhenti, dan kelompok yang sudah berhenti dan ingin mempertahankan statusnya untuk tidak menggunakan narkoba lagi (stay clean). c.
Penilaian Resiko Kelompok, Penilaian Resiko Kelompok sebagai media agar IDU dapat memahami perilaku menyuntik mereka yang beresiko terhadap penyebaran virus HIV.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 126
d. Diskusi dan Evaluasi Program. Diskusi dan Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan para petugas lapangan setiap sebulan sekali untuk mengetahui keberhasilan program yang telah dilakukan oleh Yayasan Mitra Alam dalam proses penjangkauan dan juga pendampingan.
B. Saran Dalam melakukan penelitian ini tidak sedikit kendala yang dihadapi oleh peneliti misalnya dalam melakukan penelitian dengan metode observasi semi partisipan, lebih baik dilakukan oleh tim dari pada perorangan ini berkaitan dengan banyaknya hal yang perlu dilihat (di observasi). Penelitian yang dilakukan lebih dari satu orang bisa saling melengkapi baik dalam bentuk data gambar maupun informasi. Hal lain yang perlu kita ingat adalah kebiasaan yang seringkali terjadi apabila berhadapan dengan kelompok Pengguna Napza Suntik, yang memiliki kecenderungan untuk tertutup dengan orang asing yang baru dikenal. Sehingga untuk memperoleh informasi perlu adanya pendekatan dari peneliti untuk mengutarakan maksud dan tujuan dalam mengadakan penelitian. Selain itu peneliti perlu memberikan balas jasa terkait dengan informasi yang telah diperoleh dari Komunitas Napza Suntik pada waktu melakukan kegiatan wawancara. Sehingga pada penelitian selanjutnya dapat dipertimbangkan untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 127
melakukan pengumpulan data dengan metode lain, misalnya menyebar kuesioner/angket. Penelitian ini tentunya jauh dari sempurna banyak keterbatasan di dalamnya. Salah satunya adalah keterbatasan peneliti sendiri dalam hal pengalaman, materi, jumlah personil dan lama waktu penelitian. Mungkin akan lebih tepat penelitian ini dikaji dengan menggunakan metode etnografi atau untuk penelitian selanjutnya lebih menfokuskan pada satu permasalahan yang cakupannya tidak luas. Misalnya mengkaji permasalahan berkaitan dengan penggunaan media Komunikasi Informasi dan Edukasi dalam penyampaian informasi mengenai pencegahan HIV/AIDS pada komunitas IDU. Dalam pelaksanaan Program Penjangkauan dan Pendampingan (Outreach) sebaiknya petugas lapangan mempertahankan Sikap empati agar jangan sampai berubah menjadi simpati karena sebagai seorang petugas lapangan sangat rentan terlibat jual beli dan pinjam meminjam barang dengan komunitas pengguna napza suntik yang seharusnya dihindari. Sedangkan bagi IDU sendiri Perlu adanya pengelolaan waktu yang lebih baik, misalnya pada waktu pertemuan IDU agar dilaksanakan tepat waktu sehingga waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan sebaik mungkin.
commit to user