PELAKSANAAN PANCASILA DALAM BEBERAPA ASPEK KEHIDUPAN DALAM ERA REFORMASI
TUGAS AKHIR
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
Nama
:
Ivan Kharisma
NIM
:
11.12.5924
Kelompok
:
Demokrasi
Program Studi
:
Pendidikan Pancasila
Jurusan
:
Sistem Informasi
Dosen
:
Drs. Muh. Idris Purwanto, MM.
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini yang berjudul “Pelaksanaan Pancasila Dalam Beberapa Aspek Kehidupan Dalam Era Reformasi”. Berbagai sumber telah penulis ambil sebagai bahan dalam pembuatan karya ilmiah ini. Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan penulis juga menyadari bahwa dalam karya tulis ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun demi kemajuan dimasa yang akan datang.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Penulis
2
Daftar Isi
Kata Pengantar ..........................................................................................
2
Daftar Isi....................................................................................................
3
Abstrak ......................................................................................................
4
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah .............................................................
5
1.2. Rumusan Masalah .......................................................................
6
1.3. Pendekatan ..................................................................................
6
a. Historis ...................................................................................
6
b. Sosiologis ...............................................................................
7
c. Yudiris....................................................................................
8
Bab II Pembahasan A. Pelaksanaan Pancasila Pada Masa Reformasi ...............................
10
B. Pelaksanaan Pancasila Dalam Bidang Ekonomi ...........................
11
Bab III Penutup A. Kesimpulan ...................................................................................
16
B. Saran ..............................................................................................
17
Refrensi .....................................................................................................
18
3
Abstrak
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara telah mengalami pasang naik dan pasang surut dalam mengarungi zaman yang berbeda-beda dari era awal kemerdekaan hingga era reformasi sekarang ini. Ada kalanya Pancasila menjadi perdebatan politik yang tak kunjung habis di era Demokrasi Liberal atau Demokrasi Parlementer pada tahun 1950-an. Ada kalanya pula Pancasila menjadi sesuatu yang dipandang mistis, sakral, bahkan angker pada masa Orde Baru. Sementara, di era reformasi sekarang ini, Pancasila seakan hilang dari keseharian kita sebagai sebuah bangsa. Pancasila seolah telah terpinggir dan terlupakan. Kilau nilai-nilai Pancasila seakan redup dihembus angin liberalisasi yang mulai memasuki relung-relung kehidupan masyarakat kita. Kita melihat dan merasakan bahwa pada era reformasi ini, kita mengalami berbagai fenomena yang memperihatinkan dan mengkhawatirkan. Betapa kita terhenyak dengan mengemukanya kekerasan-kekerasan komunal dan primordial yang mencabik-cabik kebhinekaan serta menggoyahkan sendisendi integrasi bangsa. Tentu saja kita sedih dan prihatin, mengapa seolaholah masyarakat Indonesia menjadi sangat mudah marah dan tidak segansegan melakukan kekerasan terhadap sesama anak bangsa.
4
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. Mengapa begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia? Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus dipersatukan. Sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan landasan berbangsa dan bernegara yang implementasinya mewajibkan semua manusia Indonesia harus ber-ketuhanan. Karena keberadaan Tuhan melingkupi semua wujud dan sifat dari alam semesta ini, diharapkan manusia Indonesia dapat menyelaraskan diri dengan dirinya sendiri, dirinya dengan manusia-manusia lain di sekitarnya, dirinya dengan alam, dan dirinya dengan Tuhan. Keselarasan ini menjadi tanda dari mausia yang telah meningkat kesadarannya dari kesadaran rendah menjadi kesadaran manusia yang manusiawi. Pancasila, dalam konteks masyarakat bangsa yang plural dan dengan wilayah yang luas, harus dijabarkan untuk menjadi ideologi kebangsaan yang menjadi kerangka berpikir (the main of idea), kerangka bertindak (the main of action), dan dasar hukum (basic law) bagi segenap elemen bangsa. Namun, dalam kerangka pluralitas dan multikulturalisme tidak dinafikan dan dihalangi hidupnya ideologi kelompok yang sifatnya lebih terbatas selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Sebagai contoh, ideologi kelompok keagamaan (ormas), partai politik, dan etnonasionalisme kesukuan tetap 5
dibiarkan hidup sebagai khasanah kekayaan bangsa dalam payung ideologi besar Pancasila. Hal ini, dimaksudkan untuk menghindari pemaksaan dan monopoli ideologi serta penafsiran tunggal. Pada hakikatnya, Pancasila juga terbuka pada pemikiran ideologi lainnya. Kecuali terhadap ideologi Komunisme yang nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila harus tetap dilarang dan tidak boleh hidup di bumi Indonesia. Artinya Pancasila menjadi ajimat yang ampuh bagi rejim dalam mengambil segala bentuk keputusan, rakyat diharuskan tunduk pada legitimasi yang digunakan dengan melalui pengatasnamaan Pancasila, inilah di kemudian waktu menjadi permasalahan yang rumit.
1.2. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pelaksanaan Pancasila pada era reformasi? 2. Bagaimana pelaksanaan Pancasila dalam bidang ekonomi? 3. Bagaimana pelaksanaan Pancasila dalam bidang politik dan hukum?
1.3.Pendekatan a. Historis Nilai-nilai Pancasila digali dari bangsa Indonesia sendiri, seperti nilainilai ketuhanan (kepercayaan kepada Tuhan telah berkembang dan sikap toleransi sudah lahir), dan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila-sila lainya. Nilai-nilai Pancasila menjadi dasar negara Indonesia oleh para tokoh bangsa saat akan melahirkan negara RI.
6
Nilai-nilai Pancasila tetap tercantum dalam pembukaan UUD 1945, biarpun perjalanan ketatanegaraan mengalami
perubahan dan
pergantian undang-undang: dari UUD 45, Konstitusi RIS, UUD Sementara, Sampai kembali ke UUD 45. Kebenaran Nilai-nilai Pancasila diyakini tinggi. Penafsiran Pancasila berbeda-beda : Masa Orla : Pancasila di tafsirkan dengan nasakom (nasionalis – agama – komunis) yang disebut trisila – kemudian diperas menjadi ekasila (gotong royong); Masa Orba : Pancasila
harus
dihayati
dan
di
amalkan
dengan
berpedoman kepada butir-butir yang di tetapkan oleh MPR melalui Tap MPR no.II/MPR/1978 tentang P4; Masa Reformasi : MPR melalui Tap MPR no.XVIII/MPR/1998 tentang Penegasan
Pancasila
sebagai
Dasar
Negara,
yang
mengandung makna ideologi nasional sebagai cita-cita dan tujuan negara. b. Sosiologis Pancasila sebagai kepribadian dan jati diri bangsa Indonesia merupakan pencerminan nilai-nilai yang tumbuh dalam kehidupan bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang di rumuskan dalam Pancasila merupakan hasil pemikiran konseptual dari tokoh bangsa Indonesia seperti: Soekarno, 7
Drs. Mohammad. Hatta, Mr. Muhammad Yamin, Prof. Mr. Dr. Supomo, dan tokoh lainya. c. Yuridis UU No.2 Tahun 1989 Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39 ayat 2 yang menyebutkan tentang isi kurikulum, jalur, dan jenjang pendidikan wajib yang memuat : a) Pendidikan Pancasila; b) Pendidikan Agama; dan c) Pendidikan Kewarganegaraan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menetapkan kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat Pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan dan bahasa. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no. 30 tahun 1990, menetapkan status pendidikan Pancasila dalam kurikulum pendidikan tinggi sebagai mata kuliah wajib untuk setiap progam studi dan bersifat nasional. PP no. 60 tahun 1999 Sejak 1983-1999 silabus pendidikan Pancasila banyak mengalami perubahan sesuai dengan perubahan yang berlaku dalam masyarakat. Keputusan
Dirjen
penyempurnaan
Dikti
No.
Kurikulum
Inti
265/Dikti/Kep/2000 Mata
Kuliah
tentang
Pengembangan
Kepribadian Pendidikan Pancasila pada PT di Indonesia. Kep Mendiknas no, 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi, dan Nomor 45/U/2002 tentang Agama, pendidikan Pancasila, dan Pendidikan Kewarganegaraan menjadi kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap progam studi. 8
Pelaksanaanya sesuai dengan SK Dirjen Dikti no. 38/Dikti/Kep/2002 tentang
Rambu-rambu
Pelaksanaan
Kelompok
Matakuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK) di Perguruan Tinggi. Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas RI No. 43/Dikti/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian di PT.
9
BAB II PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Pancasila Pada Masa Reformasi Terlepas dari kenyataan yang ada, gerakan reformasi sebagai upaya memperbaiki kehidupan bangsa Indonesia ini harus dibayar mahal, terutama yang berkaitan dengan dampak politik, ekonomi, sosial, dan terutama kemanusiaan. Para elite politik cenderung hanya memanfaatkan gelombang reformasi ini guna meraih kekuasaan sehingga tidak mengherankan apabila banyak terjadi perbenturan kepentingan politik. Berbagai gerakan muncul disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan. Banyaknya korban jiwa dari anak-anak bangsa dan rakyat kecil yang tidak berdosa merupakan dampak dari benturan kepentingan politik. Tragedi “amuk masa” di Jakarta, Tangerang, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian Jaya, serta daerah-daerah lainnya merupakan bukti mahalnya sebuah perubahan. Dari peristiwa-peristiwa tersebut, nampak sekali bahwa bangsa Indonesia sudah berada di ambang krisis degradasi moral dan ancaman disintegrasi. Kondisi sosial politik ini diperburuk oleh kondisi ekonomi yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Sektor riil sudah tidak berdaya sebagaimana dapat dilihat dari banyaknya perusahaan maupun perbankan yang gulung tikar dan dengan sendirinya akan diikuti dengan pemutusan hubungan kerja (PHK). Jumlah pengangguran yang tinggi terus bertambah seiring dengan PHK sejumlah tenaga kerja potensial. Masyarakat kecil benarbenar menjerit karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi ini diperparah dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, serta harga bahan kebutuhan pokok lainnya. Upaya pemerintah untuk 10
mengurangi beban masyarakat dengan menyediakan dana sosial belum dapat dikatakan efektif karena masih banyak terjadi penyimpangan dalam proses penyalurannya. Ironisnya kalangan elite politik dan pelaku politik seakan tidak peduli den bergaming akan jeritan kemanusiaan tersebut. Di balik keterpurukan tersebut, bangsa Indonesia masih memiliki suatu keyakinan bahwa krisis multidimensional itu dapat ditangani sehingga kehidupan masyarakat akan menjadi lebih baik. Apakah yang dasar keyakinan tersebut? Ada beberapa kenyataan yang dapat menjadi landasan bagi bangsa Indonesia dalam memperbaiki kehidupannya, seperti: (1) adanya nilai-nilai luhur yang berakar pada pandangan hidup bangsa Indonesia; (2) adanya kekayaan yang belum dikelola secara optimal; (3) adanya kemauan politik untuk memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). B. Pelaksanaan Pancasila dalam Bidang Ekonomi Hampir semua pakar ekonomi Indonesia memiliki kesadaran akan pentingnya moralitas kemanusiaan dan ketuhanan sebagai landasan pembangunan ekonomi. Namun dalam praktiknya, mereka tidak mampu meyakinkan pemerintah akan konsep-konsep dan teori-teori yang sesuai dengan kondisi Indonesia. Bahkan tidak sedikit pakar ekonomi Indonesia yang mengikuti pendapat atau pandangan pakar Barat (pakar IMF) tentang pembangunan ekonomi Indonesia. Pilar Sistem Ekonomi Pancasila meliputi: (1) ekonomika etik dan ekonomika humanistik (dasar), (2) nasional ekonomi dan demokrasi (cara/metode operasionalisasi),
dan
(3)
ekonomi
berkeadilan
sosial
(tujuan).
Kontekstualisasi dan implementasi Pancasila dalam bidang ekonomi cukup dikaitkan dengan pilar-pilar di atas dan juga dikaitkan dengan pertanyaanpertanyaan dasar yang harus dipecahkan oleh sistem ekonomi apapun. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah: (a) Barang dan jasa apa yang akan dihasilkan dan berapa jumlahnya; (b) Bagaimana pola atau cara memproduksi 11
barang dan jasa itu, dan (c) Untuk siapa barang tersebut dihasilkan, dan bagaimana mendistribusikan barang tersebut ke masyarakat. Langkah yang perlu dilakukan adalah perlu digalakkan kembali penanaman nilai-nilai Pancasila melalui proses pendidikan dan keteladanan. Perlu dimunculkan gerakan penyadaran agar ilmu ekonomi ini dikembangkan ke arah ekonomi yang humanistik, bukan sebaliknya mengajarkan keserakahan dan mendorong persaingan yang saling mematikan untuk memuaskan kepentingan sendiri. Ini dilakukan guna mengimbangi ajaran yang mengedepankan kepentingan pribadi, yang melahirkan manusia sebagai manusia ekonomi (homo ekonomikus), telah melepaskan manusia dari fitrahnya sebagai makhluk sosial (homo socius), dan makhluk beretika (homo ethicus). Relevankah Ekonomi Pancasila dalam memperkuat peranan ekonomi rakyat dan ekonomi negara di era global (isme) kontemporer? Mereka skeptis, bukankah sistem ekonomi kita sudah mapan, makro-ekonomi sudah stabil dengan indikator rendahnya inflasi (di bawah 5%), stabilnya rupiah (Rp 8.500,-), menurunnya suku bunga (di bawah 10%). Lalu, apakah tidak mengada-ada bicara sistem ekonomi dari ideologi yang pernah “tercoreng”, dan tidak nampak wujudnya, tidak realistis, dan utopis? Mereka ini begitu yakin bahwa masalah ekonomi (krisis 97) adalah karena “salah urus” dan bukannya “salah sistem”, apalagi dikait-kaitkan dengan “salah ideologi” atau “salah teori” ekonomi. Tidak dapat disangkal, KKN yang ikut memberi sumbangan besar bagi keterpurukan ekonomi bangsa ini. Namun, krisis di Indonesia juga tidak terlepas dari berkembangnya paham kapitalisme disertai penerapan liberalisme ekonomi yang “kebablasan”. Akibatnya, kebijakan, program, dan kegiatan ekonomi banyak dipengaruhi paham (ideologi), moral, dan teori-teori kapitalisme-liberal. Di sinilah relevansi Ekonomi Pancasila, sebagai “media” untuk mengenali (detector) bekerjanya paham dan moral ekonomi yang berciri neo-liberal 12
Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari negara kesatuan Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Pembangunan politik memiliki dimensi yang strategis karena hampir semua kebijakan publik tidak dapat dipisahkan dari keberhasilannya. Tidak jarang kebijakan publik yang dikeluarkan pemerintah mengecewakan sebagian besar masyarakat. Beberapa penyebab kekecewaan masyarakat, antara lain: (1) kebijakan hanya dibangun atas dasar kepentingan politik tertentu, (2) kepentingan masyarakat kurang mendapat perhatian, (3) pemerintah dan elite politik kurang berpihak kepada masyarakat, (4) adanya tujuan tertentu untuk melanggengkan kekuasaan elite politik. Keberhasilan pembangunan politik bukan hanya dilihat atau diukur dar terlaksananya pemilihan umum (pemilu) dan terbentuknya lembaga-lembaga demokratis seperti MPR, Presiden, DPR, dan DPRD, melainkan harus diukur dari kemampuan dan kedewasaan rakyat dalam berpolitik. Persoalan terakhirlah yang harus menjadi prioritas pembangunan bidang politik. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa manusia adalah subjek negara dan karena itu pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Namun, cita-cita ini sulit diwujudkan karena tidak ada kemauan dari elite politik sebagai pemegang kebijakan publik dan kegagalan pembangunan bidang politik selama ini. Pembangunan politik semakin tidak jelas arahnya, manakala pembangunan bidang hukum mengalami kegagalan. Penyelewengan-penyelewengan yang terjadi tidak dapat ditegakkan oleh hukum. Hukum yang berlaku hanya sebagai simbol tanpa memiliki makna yang berarti bagi kepentingan rakyat banyak. Pancasila sebagai paradigma pembangunan politik juga belum dapat direalisasikan sebagaimana yang dicita-citakan. Oleh karena itu, perlu analisis ulang untuk menentukan paradigma yang benar-benar sesuai dan dapat dilaksanakan secara tegas dan konsekuen. 13
Pancasila sebagai paradigma pambangunan politik dan hukum kiranya tidak perlu dipertentangkan lagi. Bagaimanakah melaksanakan paradigma tersebut dalam praksisnya? Inilah persoalan yang perlu mendapat perhatian dalam pembangunan politik dan hukum di masa-masa mendatang. Apabila dianalisis, kegagalan tersebut disebabkan oleh beberapa persoalan seperti: 1. Tidak jelasnya paradigma pembangunan politik dan hukum karena tidak adanya blue print. 2. Penggunaan Pancasila sebagai paradigma pembangunan masih bersifat parsial. 3. Kurang berpihak pada hakikat pembangunan politik dan hukum. Prinsip-prinsip pembangunan politik yang kurang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila telah membawa implikasi yang luas dan mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia. Pembangunan bidang ini boleh dikatakan telah gagal mendidik masyarakat agar mampu berpolitik secara cantik dan etis karena lebih menekankan pada upaya membangun dan mempertahankan kekuasaan. Implikasi yang paling nyata dapat dilihat dalam pembangunan bidang hukum serta pertahanan dan keamanan. Pembangunan bidang hukum yang didasarkan pada nilai-nilai moral (kemanusiaan) baru sebatas pada tataran filosofis dan konseptual. Hukum nasional yang telah dikembangkan secra rasional dan realistis tidak pernah dapat direalisasikan karena setiap upaya penegakan hukum selalu dipengaruhi oleh keputusan politik. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila pembangunan bidang hukum dikatakan telah mengalami kegagalan. Sementara, pembangunan bidang pertahanan dan keamanan juga telah menyimpang dari hakikat sistem pertahanan yang ingin dikembangkan seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri republik tercinta ini. Pembangunan
14
pertahanan dan keamanan lebih diarahkan untuk kepentingan politik, terutama guna mempertahankan kekuasaan.
15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan Pancasila sebagai warisan bangsa dapat digolongkan sebagai budaya sebab kompleksitas masyarakat Indonesia pada dasarnya dibangun selaras pahampaham dalam Pancasila. Dalam budaya Pancasila, dianut dan dikembangkan sikap kekeluargaan yang dilandasi oleh semangat kebersamaan, kesediaan untuk saling mengingatkan, saling mengerti dan mengutamakan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi dan golongan. Budaya ini sudah terbukti mampu membawa bangsa Indonesia meraih kemerdekaan, menggalang persatuan dan kesatuan, dan mendorong pembangunan. Keberhasilantersebut dapat terwujud sebab potensi konflik akibat perbedaan budaya tidak bisa hidup dalam Pancasila. Sebaliknya, budaya Pancasila itu terus menerus diperbaharui lewat pengalaman hidup bernegara dan bermasyarakat sehingga ia bisa mempertahankan dan memperkuat nilai-nilai mosaik budaya etnis yang ada di bumi Nusantara. Sungguh suatu interaksi budaya yang dua arah dan dinamis. Memahami peranan Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama, dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan, dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apalagi manakala dikaji perkembangannya secara konstitusional selama lebih dari
55
tahun
terakhir
ini
dihadapkan
pada
situasi
yang
tidak
kondusifsehingga kredibilitasnya menjadi diragukan, diperdebatkan, baik dalam wacana politis maupun akademis. Hal ini diperparah oleh minimal dua 16
hal, ialah: pertama, penerapan Pancasila yang dilepaskan dari prinsip-prinsip dasar filosofinya sebagai dasar negara; dan kedua, krisis multi dimensional yang melanda bangsa Indonesia sejak 1998 yang diikuti oleh fenomena disintegrasi bangsa. B. Saran Berdasarkan uraian di atas tentang “Pelaksanaan Pancasila Dalam Beberapa Aspek Kehidupan Dalam Era Reformasi” sebaiknya para pemimpin bangsa dan negara tidak hanya mengucapkan Pancasila dan UUD 45 dalam pidatopidato, tetapi mempraktekkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan kenegaraan serta kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kesaktian Pancasila bukan hanya diwujudkan dalam bentuk seremonial, melainkan benar-benar bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
17
REFRENSI
www.icalbakrie.com www.slideshare.net www.pancasila.univpancasila.ac.id www.arykamara.wordpress.com www.republika.co.id www.nasional.kompas.com
18