Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
i
KATA PENGANTAR
Atas berkat rahmat Allah SWT, akhirnya Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun Anggaran 2011 dapat terselesaikan. Semoga dapat bermanfaat dan menjadi acuan dalam pelaksanaan pengelolaan APBN Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun anggaran 2011. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun Anggaran 2011 berisi kebijakan program, pengelolaan program dan anggaran serta pengendalian, pengawasan, evaluasi dan pelaporan. Mengingat pedoman ini masih bersifat umum, maka dalam menjalankan semua kegiatan/komponen/sub komponen yang tertuang dalam POK masih diperlukan Pedoman/petunjuk Teknis yang diterbitkan oleh Direktorat Teknis lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yang terpisah dari Pedoman Pelaksanaan ini . Harapan kami, semoga Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun Anggaran 2011 dapat dijadikan acuan sehingga pelaksanaan pembangunan peternakan dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Jakarta, Desember 2010 Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Drh. Prabowo Respatyo Cr, MM, Ph.D NIP 19540204 198203 1 001
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ........................................................................ DAFTAR ISI ................................................................................. I.
II.
III.
i ii
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................... B. Tujuan ........................................................................ C. Sasaran ........................................................................ D. Ruang Lingkup ............................................................... E. Pengertian ........................................................................
1 2 3 3 4
KEBIJAKAN DAN PROGRAM A. Tujuan Pembangunan Peternakan ................................... B. Kebijakan ......................................................................... C. Strategi ......................................................................... D. Sasaran Pembangunan Peternakan 2011 ......................... E. Program dan Kegiatan ...................................................... F. Penuangan Anggaran dalam Program Peternakan............. G. Permasalahan dan Tindak Lanjut ...................................
7 8 8 8 9 12 24
PENGELOLAAN PROGRAM DAN ANGGARAN A. Pengelolaan Anggaran Pembangunan Peternakan Pusat.. B. Pengelolaan Dana Dekonsentrasi .................................... C. Pengelolaan Dana Tugas Pembantuan................................ D. Kewenangan dan Tanggung Jawab Pengelolaan Anggaran E. Penanggung Jawab Program dan Anggaran Pembangunan F. Perubahan Dokumen Anggaran (DNA, DIPA, POK dan Alur revisi) ...........................................................................
31 33 35 38 38 41
IV. PENGENDALIAN, PENGAWASAN, EVALUASI DAN PELAPORAN A. Pengendalian Kegiatan dan Anggaran ...................... B. Pengawasan Program, Kegiatan dan Anggaran ............. C. Monitoring dan Evaluasi ….......................................... D. Pelaporan ...................................................................... E. Sanksi ......................................................................
47 48 49 51 56
V.
58
PENUTUP
.......................................................................
Lampiran Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 iii
I. PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Pelaksanaan pembangunan peternakan bersumber dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011 mengacu pada Undang Undang No. 10 tahun 2010 tentang APBN Tahun 2011. Namun demikian, regulasi lain yang menuntut pemerintah melakukan perubahan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada tetap menjadi acuan. Regulasi tersebut antara lain berupa reformasi manajemen keuangan negara sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-Undang. No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; Undang-Undang No.15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara; Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Undang-Undang. No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang. No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Perencanaan pembangunan peternakan masih memerlukan pembenahan pada tingkat fleksibilitas maupun responsibilitas terhadap lingkungan strategis, baik secara internal maupun eskternal. Hal ini harus dipahami oleh aparat perencana, agar produk perencanaan dapat akomodatif terhadap kebutuhan daerah dan aspirasi masyarakat. Untuk mewujudkan perencanaan dimaksud, dalam implementasinya diperlukan pendanaan, sumberdaya manusia dan sarana/peralatan yang memadai serta diperlukan perangkat sistem yang efektif untuk pengendalian dan penilaian kinerja. Peran anggaran pemerintah sebenarnya hanya sebagai stimulus investasi. Disamping itu, anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan peternakan di daerah juga merupakan instrumen pengendalian yang memberikan informasi rinci atas pelaksanaan operasional program maupun kegiatan. Namun demikian, bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa peran subsektor peternakan terhadap ekonomi nasional sangat penting tetapi bila ditelaah lebih lanjut ternyata para pelaku usaha peternakan tidak dapat menikmati pertumbuhan ekonomi secara proporsional sesuai kontribusinya. Dalam rangka pembangunan ekonomi wilayah, peran subsektor peternakan memiliki kaitan kuat di hulu, on farm maupun hilir. Namun demikian, peran strategis tersebut belum banyak difahami dan belum
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 iv
mampu mendorong partisipasi masyarakat dan swasta serta dihadapkan pada berbagai kendala. Untuk itu, pendekatan teknis yang telah diterapkan selama ini tidaklah cukup tetapi juga pendekatan sosial budaya yang mampu merangsang perubahan sikap dan pola kerja melalui pemilihan kegiatan yang benar-benar dapat memicu pembangunan peternakan. Permasalahan lain yang bersifat klasik adalah meningkatnya target pencapaian populasi dan produksi nasional tetapi tidak diikuti oleh naiknya anggaran yang diperlukan. Dengan demikian, diperlukan koordinasi dalam implementasi pembangunan peternakan baik di pusat maupun di daerah sehingga anggaran pemerintah yang terbatas dapat dimanfaatkan secara tepat sasaran untuk menggerakkan partisipasi masyarakat dan swasta. Penerapan anggaran terpadu (unified budget) dan berbasis kinerja (performance budget) masih mengalami banyak kendala sehingga belum dapat dilakukan sepenuhnya pada TA. 2010. Dalam rangka mengimplementasikan program-program tahun Anggaran 2011 tersebut, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan akan melaksanakan satu program dari 12 program Kementerian Pertanian yaitu “Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal”. Pengelolaan anggaran diharapkan dapat dilakukan secara konsekuen sehingga jajaran peternakan mampu meningkatkan kemampuan dan menggali secara inovatif kegiatan produktif yang dapat memberdayakan masyarakat petani, meningkatkan pelayanan dan menggerakkan investasi guna mengelola sumberdaya peternakan. Dalam rangka memandu pengelolaan anggaran terpadu dan berbasis kinerja TA 2011, maka diperlukan Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011. B.
Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 adalah untuk : 1. Memberikan acuan pelaksanaan anggaran terpadu dan berbasis kinerja dalam pembangunan peternakan. 2. Menjabarkan program pembangunan peternakan ke dalam kegiatankegiatan mulai dari pusat sampai daerah.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
v
3. Meningkatkan efisiensi, efektivitas, tertib dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan. C.
transparan
serta
Sasaran Sasaran yang ingin dicapai dari Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 adalah sebagai berikut : 1. Terlaksananya pembangunan peternakan sebagai implementasi kebijakan dan program pembangunan peternakan secara nasional. 2. Terjabarkannya program pembangunan peternakan ke dalam kegiatankegiatan yang bersifat pengungkit pembangunan. 3. Tercapainya efisiensi dan efektifitas dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan peternakan.
D.
Ruang Lingkup Ruang lingkup Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 adalah sebagai berikut : 1. Kebijakan dan program. 2. Pengelolaan program dan anggaran. 3. Pengendalian, pengawasan, evaluasi dan pelaporan. Pokok materi kebijakan dan program meliputi tujuan pembangunan peternakan, kebijakan, strategi, sasaran pembangunan 2011 dan permasalahan. Dalam rangka pengelolaan anggaran diperlukan pemetaan kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota, pengorganisasian pengelolaan anggaran pembangunan peternakan serta tugas dan tanggung jawab masing-masing instansi. Tata hubungan kerja operasional pelaksanaan pembangunan peternakan dilakukan baik secara vertikal antara pusat dengan daerah, maupun hubungan horisontal lintas sektor maupun sub-sektor. Pengendalian, pengawasan, evaluasi dan pelaporan diarahkan agar sejalan dengan rencana dan penganggaran pembangunan peternakan. Dengan demikian, evaluasi dapat dilakukan untuk menilai kinerja pelaksanaan pembangunan peternakan berdasarkan indikator-indikator yang terukur.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 vi
E.
Pengertian Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan : 1. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah. 2. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lainnya dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. 3. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. 4. Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua penerimaan dana pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. 5. Rencana Strategis Kementerian/Lembaga adalah dokumen perencanaan yang bersifat indikatif yang memuat program-program pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk kurun waktu 5 (lima) tahun. 6. Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. 7. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumberdaya (manusia, material, dana, teknologi) sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011vii
8. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) adalah dokumen perencanaan nasional untuk periode 1 (satu) tahun. 9. Anggaran Terpadu adalah rencana keuangan tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana. 10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan ditetapkan dengan Undang Undang. 11. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) adalah dokumen perencanaan yang berisi program dan kegiatan suatu kementrian/lembaga yang merupakan penjabaran dari rencana kerja pemerintah dan rencana strategis Kementerian/Lembaga yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran, serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya. 12. Daftar Nominatif Anggaran (DNA) adalah ringkasan alokasi anggaran satuan kerja yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dirinci berdasarkan unit organisasi kementerian negara/lembaga dan provinsi sebagaimana dimuat dalam Keputusan Presiden mengenai rincian APBN. 13. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan pendanaan kegiatan serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah. 14. Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) adalah dokumen yang merupakan bagian tak terpisahkan dari DIPA dan RKA-KL yang memuat kegiatan secara rinci dan dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan dalam kurun waktu satu tahun. 15. Satuan Kerja pada instansi pemerintah adalah organisasi dalam pemerintah yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu di bidangnya masing-masing atau bertugas melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari satu program.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011viii
16. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan dalam penggunaan anggaran satuan kerja yang dialokasikan dalam APBN. 17. Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan dan mempertanggung jawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan APBN pada kantor/satker Kementerian/Lembaga negara/lembaga. 18.
S atuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah organisasi/ lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan dekonsentrasi/ tugas pemerintah di bidang tertentu di daerah provinsi, kabupaten atau kota.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 ix
II. KEBIJAKAN DAN PROGRAM Kebijakan dan program pembangunan peternakan disusun berlandaskan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2010-2014. Visi Renstra yang menjadi landasan dalam pembangunan peternakan adalah: ”Menjadi direktorat jenderal yang profesional dalam mewujudkan peternakan yang berdaya saing dan berkelanjutan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal untuk mewujudkan penyediaan dan keamanan pangan hewani serta meningkatkan kesejahteraan peternak”. Misi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah : (1) merumuskan dan menyelenggarakan kebijakan bidang peternakan yang berdaya saing dan berkelanjutan dengan memanfaatkan sumberdaya lokal; (2) menyelenggarakan dan menggerakkan pengembangan: perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner dalam mencapai penyediaan dan keamanan pangan hewani untuk meningkatkan kesejahteraan peternak; dan (3) meningkatkan profesionalisme dan integritas penyelenggaraan administrasi publik. A.
Tujuan Tujuan mencakup tujuan umum dan tujuan khusus. 1. Tujuan Umum Meningkatkan penyediaan pangan hewani yang aman dan kesejahteraan peternak melalui kebijakan dan program pembangunan peternakan yang berdaya saing dan berkelanjutan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah : 1) Meningkatkan jaminan ketersediaan benih dan bibit ternak yang berkualitas. 2) Meningkatkan populasi dan produktivitas ternak. 3) Meningkatkan penyediaan pakan ternak. 4) Meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan hewan. 5) Meningkatkan jaminan keamanan produk hewan. 6) Meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
x
B.
Kebijakan Kebijakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan hewan untuk mencapai tujuan dalam periode 2010-2014 adalah : 1. Kebijakan peningkatan ketersediaan dan mutu benih dan bibit 2. Kebijakan peningkatan populasi dan optimalisasi produksi ternak 3. Kebijakan peningkatan penyediaan pakan ternak 4. Kebijakan peningkatan dan mempertahankan status kesehatan hewan 5. Kebijakan peningkatan jaminan keamanan produk hewan 6. Kebijakan peningkatan pelayanan prima kepada masyarakat
C.
Strategi Strategi yang ditempuh adalah : 1. Peningkatan ketersediaan dan perbaikan mutu benih dan bibit ternak dengan optimalisasi kelembagaan perbibitan dan sertifikasi, penjaringan, pemurnian dan persilangan ternak bibit dan benih lokal melalui penerapan perbibitan yang baik, serta penggunaan teknologi inseminasi buatan dan embrio transfer. 2. Peningkatan populasi dan optimasi produksi ternak melalui penerapan good farming practices (GFP), pengaturan perwilayahan, integrasi ternak dan tanaman, restrukturisasi perunggasan, percepatan peningkatan populasi unggas lokal, optimalisasi produksi ternak unggas, penataan usaha babi ramah lingkungan, pengembangan ternak puyuh, kelinci, rusa, pemberdayaan peternak serta pemberdayaan peternak. 3. Peningkatan produksi pakan ternak melalui peningkatan ketahanan dan keamanan pakan unggas dan pengembangan alat dan mesin. pendayagunaan bahan pakan lokal 4. Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular dan gangguan reproduksi serta mempertahankan dan memperluas status wilayah Indonesia bebas penyakit hewan menular strategis. 5. Pencegahan dan pengamanan bahaya pencemaran produk hewan, zoonosis dan produk rekayasa genetik, serta peningkatan penerapan kesejahteraan hewan. 6. Pendayagunaan peran dan fungsi kelembagaan serta SDM peternakan untuk kebijakan dan pengambilan keputusan.
D.
Sasaran Pembangunan Peternakan 2011 Realisasi pertumbuhan PDB subsektor peternakan pada masa sebelum krisis (1993-1997) rata-rata mencapai 4,8%, pada masa krisis (1997-1998)
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 xi
mengalami penurunan hingga (13,6%), namun pada masa pasca krisis (1998-1999) kembali naik 5,83%, bahkan masa recovery (2000-2003) mengalami peningkatan sebesar 6,1%, dan pertumbuhan PDB 2004 – 2009 sebesar 3,02%. Diharapkan subsektor peternakan menjadi andalan sumber pertumbuhan dimasa-masa yang akan datang. Secara makro, pembangunan peternakan tahun 2011 menargetkan pertumbuhan PDB sebesar4,20%, penyerapan tenaga kerja 3,15 juta orang atau penambahan tenaga kerja yang diserap sebanyak 98 ribu orang. Sasaran produksi dan pertumbuhan komoditas utama peternakan pada tahun 2011 mengacu pada Renstra Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 2010-2014 sebagai berikut: 1. Populasi Sasaran populasi ternak tahun 2011 yaitu sapi potong 13,17 juta ekor (2,93%); sapi perah 0,47 juta ekor (10,86%); kerbau 2,09 juta ekor (0,20%); kambing 16,77 juta ekor (4,10%); domba 11,15 juta ekor (4,81%); babi 6,95 juta ekor (1,02%); kuda 0,41 juta ekor (0,61%); ayam buras 291,43 juta ekor (3,42%); ayam ras petelur 117,54 juta ekor (2,43%); ayam ras pedaging 940,04 juta ekor (2,58%)dan itik 39,02 juta ekor (2,81%). 2. Produksi Sasaran produksi daging tahun 2011 sebanyak 2.283,28 ribu ton (3,82%), produksi telur 1.574,01 ribu ton (4,70%) dan susu 853,76 ribu ton (15,50%). 3. Ketersediaan/konsumsi Sasaran ketersediaan/konsumsi per tahun untuk daging (daging dan jerohan) sebanyak 1.620,31 ribu ton (4,13%), telur 1.404,15 ribu ton (4,02%) dan susu 2.922,42 ribu ton (4,07%). Sedangkan penyediaan per kapita per tahun untuk daging 6,94 kg, telur 6,02 kg dan susu 12,53 kg atau setara dengan penyediaan protein 6,57 gram/kapita/tahun (2,90%).
E.
Program dan Kegiatan 1. Program Program pembangunan peternakan tahun 2011 yang akan dilaksanakan adalah ”Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal” Outcome yang diharapkan dari program
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xii
tersebut adalah a) meningkatnya ketersediaan pangan hewani (daging, telur, susu); b) meningkatnya kontribusi ternak lokal dalam penyediaan pangan hewani (daging, telur, susu); dan c) meningkatnya ketersediaan protein hewani asal ternak. 2. Kegiatan Kegiatan pada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi pada masing-masing Eselon 2 (Direktorat Perbibitan Ternak, Direktorat Budidaya Ternak, Direktorat Pakan Ternak, Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan pasca panen dan Sekretariat Direktorat Jenderal). Untuk menunjang kegiatan prioritas Kementerian Pertanian dikemas dalam satu kegiatan prioritas dan enam kegiatan tugas pokok dan fungsi sebagai berikut: a. Kegiatan Prioritas. Pencapaian Swasembada Daging Sapi 2014. Output kegiatan ini adalah meningkatnya ketersediaan daging sapi domestik pada tahun 2014 sebesar 90%. Indikatornya adalah kontribusi produksi daging sapi domestik terhadap total penyediaan daging sapi nasional. b. Kegiatan Tugas Pokok dan Fungsi : Kegiatan 1. Peningkatan kuantitas dan kualitas benih dan bibit dengan mengoptimalkan sumber daya lokal. Output kegiatan ini adalah Peningkatan kualitas dan kuantitas benih dan bibit ternak (sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, babi, ayam buras, itik) yang bersertifikat melalui: penguatan kelembagaan perbibitan yang menerapkan Good Breeding Practices, peningkatan penerapan standar mutu benih dan bibit ternak; peningkatan penerapan teknologi perbibitan, dan pengembangan usaha dan investasi. Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah peningkatan kuantitas semen, peningkatan produksi embrio, peningkatan kualitas Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xiii
dan kuantitas bibit sapi potong, sapi perah, kerbau, domba, kambing, babi, ayam buras, itik.
Kegiatan 2. Peningkatan produksi ternak dengan pendayagunaan sumber daya lokal. Output kegiatan ini adalah meningkatnya populasi dan produksi ternak. Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah pertumbuhan populasi dan produksi ternak, proporsi produksi susu sapi domestik terhadap total permintaan susu nasional serta pengembangan usaha dan kelembagaan. Kegiatan 3. Peningkatan produksi pakan ternak dengan pendayagunaan sumber daya lokal. Output kegiatan ini adalah meningkatnya produksi pakan ternak serta meningkatnya pendayagunaan sumber daya lokal pakan ternak. Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah peningkatan produksi pakan dan proporsi pemanfaatan bahan pakan lokal dalam pakan ternak. Kegiatan 4. Pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan menular strategis dan penyakit zoonosis. Output kegiatan ini adalah penguatan kelembagaan kesehatan hewan, pengendalian dan penanggulangan PHMS dan zoonosis, perlindungan hewan terhadap penyakit eksotik dan surveilans nasional PHMSZE dan pengawasan alsin dan obat hewan. Indikator keberhasilan kegiatan ini dalam rangka penguatan kelembagaan adalah fasilitasi puskeswan, fasilitasi lab. Kesehatan hewan pusat sampai daerah, penguatan otoritas veteriner dari pusat sampai daerah. Pengendalian dan penanggulangan PHMS untuk meningkatkan status kesehatan suatu wilayah dan melakukan pembebasan. Perlindungan hewan dari penyakit eksotik memiliki indikator berupa kemampuan mempertahankan status daerah bebas PMK dan BSE. Surveilans Nasional Penyakit Hewan Menular Strategis dan Zoonosis serta Eksotik (PHMSZE) untuk menentukan prevalensi dan atau insidensi suatu penyakit di Indonesia. Serta pengawasan alsin dan obat hewan untuk menjamin alat dan mesin kesehatan hewan dan obat hewan yang beredar di Indonesia memiliki mutu yang baik Kegiatan 5. Penjaminan pangan asal hewan yang aman dan halal serta pemenuhan persyaratan produk hewan non pangan. Output kegiatan ini adalah penguatan peran dan fungsi lembaga Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xiv
otoritas veteriner, peningkatan jaminan produk hewan ASUH dan daya saing produk hewan, tersosialisasikannya resiko residu dan cemaran pada produk hewan serta zoonosis kepada masyarakat dan tersedianya profil keamanan produk hewan nasional serta peta zoonosis, serta peningkatan penerapan kesrawan di RPH/RPU. Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah meningkatnya penerapan fungsi otoritas veteriner, UPT pelayanan dan lab kesmavet melalui puskeswan, terpenuhinya persyaratan dan standar keamanan dan mutu produk hewan pangan dan non pangan, persentase penurunan produk asal hewan yang diatas BMCM dan BMR, penurunan prevalensi dan atau insidensi zoonosis, peningkatan persentase jumlah RPH yang menerapkan kesrawan, peningkatan persentase jumlah RPU yang menerapkan kesrawan. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kebutuhan protein hewani, maka penyediaan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) sudah menjadi tuntutan yang harus dipenuhi. Oleh karena itu, kegiatan prioritas peningkatan keamanan pangan diarahkan untuk penyediaan pangan asal hewan ASUH sebagai upaya untuk mewujudkan jaminan keamanan pangan asal hewan bagi masyarakat. Kegiatan 6. Peningkatan koordinasi dan dukungan manajemen di bidang peternakan. Output kegiatan ini adalah meningkatnya pelayanan prima kepada masyarakat. Indikator keberhasilan kegiatan ini adalah indeks kepuasan pelanggan. F.
Penuangan Anggaran Dalam Program Peternakan Dalam rangka mengimplementasikan program-program tahun Anggaran 2011 tersebut, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan akan melaksanakan satu program dari 12 program Kementerian Pertanian yaitu “Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Peningkatan Penyediaan Pangan Hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal”. Pencapaian Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014 telah ditetapkan sebagai program Nasional yang harus dipersiapkan dan dilaksanakan secara maksimal agar swasembada daging sapi benar-benar dapat diwujudkan tepat pada waktunya. Oleh karena itu Pencapaian Swasembada Daging Sapi (PSDS) harus dilakukan melalui berbagai terobosan yang dapat diwujudkan melalui jaringan koordinasi yang kuat
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xv
antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, masyarakat dan swasta sehingga swasembada daging dapat dicapai secara berkelanjutan. Berdasarkan analisis kebutuhan dan penyediaan, maka tanpa upaya yang serius, dikhawatirkan pada tahun 2014 Indonesia masih dihadapkan pada kekurangan pasokan daging sapi. Dalam kondisi seperti itu, kebijakan yang dapat diterapkan adalah pengawasan pemotongan betina produktif, importasi sapi betina produktif, pengembangan pakan dan alat dan mesin (Alsin), serta importasi bull. Upaya pencapaian swasembada daging sapi dilakukan di 32 propinsi dengan fokus di 22 propinsi yang dibagi ke dalam tiga daerah prioritas, yaitu : 1) daerah prioritas inseminasi buatan (IB) : Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan Bali; 2) daerah campuran IB dan kawin alam (KA) : Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Riau dan Jambi; 3) daerah prioritas KA : Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Pelaksanaan PSDS dilakukan dengan lima kegiatan pokok dan 13 kegiatan operasional yaitu : 1. Kegiatan pokok penyediaan bakalan/daging sapi lokal dengan kegiatan operasional yaitu : a). pengembangan usaha, b). pengembangan pupuk organik dan biogas, c). pengembangan integrasi, dan d). peningkatan kualitas RPH. 2. Kegiatan pokok peningkatan produktivitas dan reproduktivitas sapi lokal dengan kegiatan operasional yaitu : a). optimalisasi IB dan INKA, b). penyediaan dan pengembangan pakan dan air, c). penanggulangan gangguan reproduksi dan peningkatan pelayanan kesehatan hewan. 3. Kegiatan pokok pencegahan pemotongan sapi betina produktif dengan kegiatan operasional yaitu pemberdayaan sapi betina produktif secara optimal. 4. Kegiatan pokok penyediaan bibit sapi dengan kegiatan operasional yaitu : a). Penguatan kelembagaan sumber bibit dan kelembagaan usaha perbibitan, b). pengembangan usaha pembibitan sapi potong melalui Village Breeding Centre (VBC) dan c). penyediaan bibit melalui subsidi bunga (KUPS). 5. Kegiatan pokok revitalisasi aturan distribusi dan pemasaran ternak/daging sapi dengan kegiatan operasional yaitu : a). pengaturan Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xvi
impor sapi bakalan dan daging dan b). pengaturan distribusi dan pemasaran ternak sapi dan daging di dalam negeri.
Program Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan akan dituangkan dalam enam kegiatan sebagai berikut : 1.
Peningkatan kuantitas dan kualitas benih dan bibit dengan mengoptimalkan sumber daya lokal. Dalam dekade terakhir ini impor sapi hidup dan daging sapi masih relatif tinggi, bahkan cenderung meningkat dan di dalam negeri sendiri masih ada pemotongan sapi betina produktif. Untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, maka perlu ada terobosan dalam pengembangan ternak bibit di Indonesia. Tahun 2011 akan dilakukan peningkatan kegiatan pengembangan perbibitan baik di masyarakat maupun di di Unit Pelaksanan Teknis (UPT) pembibitan lingkup Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. Untuk pengembangan pembibitan dilaksanakan melalui penyusunan aturan pembibitan, pembentukan lembaga sertifikasi produk, pelaksanaan uji zuriat dan uji performans, pengelolaan sumber daya genetik ternak (SDG), pengembangan usaha pembibitan, investasi pembibitan ternak, koordinasi dengan instansi/ stakeholder terkait, pelaksanaan lomba dan kontes ternak, publikasi serta pembinaan, pengawasan dan evaluasi. Kegiatan tersebut merupakan penjabaran dari Sistem Perbibitan Nasional (Sisbitnas). Pengembangan pembibitan sapi juga dilakukan melalui pemanfaatan kredit usaha pembibitan sapi (KUPS) bagi para pengusaha pembibitan sapi melalui kemitraan dengan usaha pembibitan sapi rakyat. Kegiatan ini diharapkan menjadi stimulus bagi pembibitan sapi dalam menghasilkan bibit ternak. Benih/bibit merupakan faktor esensial dalam berusahatani. Dalam rangka memperkuat dan memperlancar penyediaan bibit peternakan diperlukan dukungan kelembagaan perbibitan yang memadai baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Untuk itu akan dibentuk pusat-pusat perbibitan pedesaan di wilayah berpotensi, dibarengi dengan kegiatan penguatan lembaga perbenihan/perbibitan yang ada baik di pusat, provinsi dan kabupaten/kota dengan mengacu pada sistem perbenihan/perbibitan nasional.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xvii
2.
Peningkatan produksi ternak dengan pendayagunaan sumber daya lokal. Meskipun telah terjadi peningkatan produksi yang signifikan dari berbagai komoditas peternakan selama beberapa dekade terakhir ini, namun peningkatan tersebut masih jauh dari potensinya. Di lain pihak, walaupun komoditas tanaman pangan relatif lebih maju, pengembangan komoditas ini juga dihadapkan pada kendala keterbatasan sumberdaya lahan dan semakin tingginya opportunity cost dengan semakin tajamnya kompetisi penggunaan lahan dengan non-peternakan (terutama di pulau Jawa). Sehubungan dengan upaya peningkatan produksi, produktivitas dan pengembangan mutu produk, maka pada tahun 2011 akan dilakukan upaya peningkatan produksi dan produktivitas sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, unggas lokal dan non unggas serta penataan ramah lingkungan. Hasil samping pemeliharaan ternak yaitu kotoran ternak dimanfaatkan sebagai pupuk/kompos dan bahan bakar biogas. Salah satu kontribusi Pemerintah dalam mencapai tujuan penyediaan produk ternak bagi seluruh masyarakat Indonesia adalah dengan membangun kelompok-kelompok peternak di pedesaan, baik kelompok peternak sapi potong, kambing, ayam buras dan itik. Ribuan kelompok peternak telah terbentuk dan tersebar di seluruh Indonesia dengan kinerja yang sangat bervariasi. Kelompok yang terbentuk berdasarkan kebutuhan yang sama dan dimulai dari peternak sendiri merupakan kelompok yang berakar kuat dan setiap anggotanya mempunyai rasa solidaritas yang tinggi. Kelompok seperti ini yang diharapkan berkembang di masyarakat. Kelembagaan kelompok yang demikian diharapkan dapat terbangun dengan baik, sehingga peran pemerintah sebagai fasilitator hanya terbatas mempercepat perkembangan kearah yang lebih besar dan profesional. Peningkatan kualitas kelompok merupakan tantangan yang perlu diantisipasi untuk mewujudkan sistem agribisnis yang efisien, lebih
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xviii
produktif dan berkelanjutan. Kelompok yang baik akan menjadi rujukan dan tempat belajar bagi kelompok lain yang belum/kurang berkembang. Salah satu kendala utama petani di Indonesia dalam mengembangkan usahanya adalah terbatasnya modal dan lemahnya kemampuan akses terhadap sumber permodalan. Untuk meningkatkan bargaining power petani, pemberdayaan petani akan dilakukan dengan pendekatan kelompok untuk mempermudah pembinaan dan pengembangan usahanya agar dapat mencapai skala ekonomi. Dalam rangka mengatasi permodalan petani, akan disalurkan stimulan penguatan modal usaha kelompok (PMUK). Kegiatan PMUK ini akan disertai dengan kegiatan pengembangan kelembagaan petani, kemitraan, peningkatan akses terhadap sumberdaya, teknologi dan pasar serta peningkatan kualitas SDM. Untuk menjaring kelompok ternak sapi potong, kambing, ayam buras dan itik yang baik akan terus dibina dan didampingi untuk dapat meningkatkan motivasi dan kinerja dalam memproduksi produk ternak yang baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan kesehatan hewan secara rutin melaksanakan lomba kelompok sebagai evaluasi pengembangan agribisnis peternakan. Lomba kelompok peternak ini merupakan bagian dari kegiatan Kementerian Pertanian dalam rangka pemberian penghargaan ketahanan pangan yang disampaikan oleh Presiden RI. Dengan adanya hasil lomba yang juga merupakan kebanggaan bagi para peternak, diharapkan dapat memicu, memotivasi dan meningkatkan peran serta mereka dalam pembangunan peternakan. Tujuan lomba kelompok peternak adalah untuk meningkatkan motivasi peternak dan dinamika kelompok peternak sapi potong, kambing, ayam buras dan itik, sehingga dapat meningkatkan produktivitas ternaknya. Sedangkan bagi petugas teknis inseminator, Medik Veteriner (Dokter Hewan) Puskeswan dan Para Medik Veteriner Puskeswan diharapkan dapat meningkatkan prestasi dan kinerja meningkatkan mutu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Program lainnya adalah Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) yaitu lembaga yang terorganisir secara formal, tumbuh dan berkembang secara mandiri di masyarakat dengan kegiatan utama meningkatkan gerakan moral melalui kegiatan pendidikan, sosial dan keagamaan serta meningkatkan keterampilan masyarakat melalui Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xix
kegiatan agribisnis yang dikelola secara mandiri atau bermitra dengan petani atau kelompok tani di wilayahnya antara lain pesantren (lembaga pendidikan islam), seminari, paroki, gereja, pasraman, vihara dan subak. Pemberdayaan dan pengembangan usaha agribisnis peternakan pada LM3 adalah upaya peningkatan kemampuan sumberdaya manusia pengelola usaha agribisnis LM3, optimalisasi potensi agribisnis yang tersedia di LM3, penguatan kapasitas kelembagaan LM3 (institusional capacity building) dan penguatan modal usaha agribisnis LM3. Dengan pemberdayaan tersebut diharapkan LM3 dapat menjalankan dan mengembangkan usahanya secara mandiri dan berkelanjutan serta dapat berperan secara optimal sebagai agen pembangunan bagi masyarakat disekitarnya. Proses pemberdayaan LM3 dilakukan dengan menumbuhkan kesadaran LM3 serta meningkatkan semangat dan kapasitasnya untuk mengembangkan usaha agribisnis LM3 agar dapat lebih berperan dalam pembangunan masyarakat, baik dalam aspek moral-spiritual, sosial maupun ekonomi. Mengingat proses pemberdayaan memerlukan waktu yang cukup panjang, maka kegiatan pemberdayaan perlu dirancang secara sistematis dengan strategi yang tepat. 3.
Peningkatan produksi sumber daya lokal.
pakan
ternak
dengan
pendayagunaan
Salah satu kegiatan terobosan yang mulai dilakukan pada tahun 2007 adalah pengembangan pilot-pilot percontohan integrasi tanaman-ternak, kompos dan biogas di tingkat perdesaan. Kegiatan integrasi ternak sapi potong dilakukan di lahan-lahan perkebunan sawit, sedangkan integrasi ternak unggas dilaksanakan pada lahan-lahan persawahan, tanaman jagung, integrasi dengan sektor perikanan dan pemanfaatan hasil samping agro industri. Kegiatan integrasi dimaksudkan untuk pemanfaatan seoptimal mungkin bahan pakan lokal yang banyak tersedia di Indonesia dengan tujuan untuk menekan biaya produksi. Kegiatan Sarjana Membangun Desa (SMD) mulai dilaksanakan sejak tahun 2007 dan dilanjutkan pada tahun 2011. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka menjembatani lulusan Perguruan Tinggi (PT) untuk dapat berkiprah secara langsung di tengah masyarakat dalam proses introduksi, distribusi dan transfer inovasi baru kepada peternak. Dengan masuknya lulusan PT diharapkan dapat menumbuhkan usaha-usaha Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xx
peternakan yang dikelola secara profesional, sehingga dapat menarik investasi publik dan perbankan dan akan dilaksanakan di 32 provinsi. 4.
Pengendalian dan penanggulangan strategis dan penyakit zoonosis.
penyakit
hewan menular
Penyakit hewan memiliki dampak yang luas tidak hanya dampak langsungnya terhadap sub sektor peternakan dengan mewabahnya penyakit hewan strategis yang menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar, juga berdampak terhadap kesehatan/ keselamatan masyarakat serta meresahkan masyarakat akibat penyakit zoonosis. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan No.59 tahun 2007 terdapat 12 penyakit hewan strategis didasarkan atas eksternalitas dan dampak ekonomi yang diakibatkan. Dari 12 penyakit hewan strategis tersebut mengingat keterbatasan sumberdaya yang ada difokuskan untuk pengendalian dan penanggulangan 5 penyakit hewan strategis (PHMS) yaitu Rabies, Avian Influenza, Brucellosis, Anthrax dan Hog Cholera sedangkan pengendalian penyakit Jembrana dilakukan mengingat penyakit tersebut hanya terdapat pada Sapi Bali sehingga diharapkan tidak berkembang dan berdampak luas ke wilayah yang terdapat populasi Sapi Bali dan tidak menyebar luas ke negara lainnya. Untuk itu salah satu prioritas kegiatan pembangunan peternakan pada tahun 2011 diarahkan untuk pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan strategis. Wabah penyakit hewan menular flu burung menyebar ke 31 provinsi di Indonesia dan telah menjadi isu global karena bersifat zoonosis (menular dari unggas kepada manusia) dan diprediksikan dapat memicu pandemi influenza apabila telah menjadi penularan antar manusia. Kerugian yang terjadi tidak hanya dari kerugian ekonomi akibat kematian unggas, banyak unggas yang harus dimusnahkan, turunnya harga komoditas unggas dan ditolak ekspor produk unggas ke negara lain, tetapi juga jatuhnya korban manusia yang tidak ternilai harganya. Pada gilirannya, isu global ini juga dapat memperngaruhi iklim dunia usaha dan investasi di Indonesia. Sebagai bagian dari komunitas internasional, Indonesia berkewajiban secara serius dalam menangani flu burung ini. Kegiatan ini dimaksudkan Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xxi
untuk pengendalian dan pemberantasan avian influenza (AI) pada unggas serta kesiapsiagaan terhadap pandemi flu burung. Wabah AI di indonesia memberikan momentum untuk segera menata sub sektor peternakan unggas melalui sektor 1 (industri yang terintegrasi dan pembibitan), sektor 2 (budidaya unggas/commercial farm), sektor 3. (peternakan mandiri dan kelompok ternak) dan sektor 4 (ekstensif/ back yard farm) serta masyarakat yang memelihara unggas untuk hobi (kesayangan, penelitian, pendidikan, hiburan yang perlu diatur sehinggga memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku. Fokus dari restukturisasi perunggasan adalah pewilayahan (zoning) usaha peternakan unggas dan pengamanan unggas hidup & produknya (from farm to table). Namun untuk memudahkan pengaturannya, maka restrukturisasi dibagi kedalam struktur hulu (bibit, pakan, alsin, vaksin dan bahan biologik); stuktur budidaya/ on farm kawasan produksi dan kawasan non produksi); struktur hilir (tempat penampungan unggas (TPU), rumah potong unggas (RPU), pasar unggas, distribusi unggas dan produknya); serta struktur pendukung (kemasan). Pengendalian dan pemberantasan PHMS diprioritaskan kepada penyakit Rabies, AI, Brucellosis, Anthrax, dan Hog Cholera sebagai berikut: a. Rabies. Pengendalian dan pemberantasan penyakit rabies dilakukan di daerah-daerah tertular melalui vaksinasi, pembatasan populasi hewan penular rabies (HPR), surveilans, dan sosialisasi. Kegiatan vaksinasi dilakukan untuk memberikan kekebalan individu hewan sehingga tidak tertular rabies dan tidak menjadi perantara penularan rabies baik antar HPR maupun ke manusia. Pembatasan populasi HPR dilakukan dengan eliminasi untuk mengurangi populasi HPR liar yang merupakan faktor risiko penularan rabies antar hewan dan ke manusia. Selain itu sedang diuji coba efektifitas sterilisasi (ovariektomi) HPR betina liar. Target pengendalian dan pemberantasan diutamakan untuk provinsi Bali, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Barat, dan Jawa Barat serta Banten untuk kembali bebas setelah tertular rabies kembali. Sedangkan daerah lain dilakukan pengendalian untuk menghindari munculnya kasus baik pada hewan maupun manusia.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xxii
b. Avian Influenza (AI). Kasus AI relatif menurun pada tahun 2009, namun demikian upaya pengendalian dan pemberantasan harus senantiasa dilakukan untuk mencapai daerah nol kasus dan dilanjutkan kepada upaya pembebasan. Pengendalian AI perlu ditingkatkan dan difokuskan melalui penerapan sembilan elemen yaitu: 1) kelembagaan, 2) peningkatan pengendalian AI, 3) surveilans and epidemiologi, 4) diagnostik laboratorium, 5) pelayanan karantina hewan, 6) peraturan perundangan, 7) komunikasi, 8) penelitian dan pengembangan dan 9) restrukturisasi industri. c. Brucellosis. Pengendalian dan pemberantasan Brucellosis telah membuahkan hasil yang cukup baik dengan telah dibebaskannya Provinsiprovinsi diwilayah BPPV Regional II Bukittinggi yaitu Sumatera Barat, Riau, Jambi, Kepulauan Riau melalui Kepmentan Nomor 2541 dan Pulau Kalimantan melalui Kepmentan Nomor 2540 Tahun 2009. Pengendalian dan pemberantasan penyakit Brucellosis di daerah-daerah tertular dibedakan berdasarkan prevalensi penyakit, yatu: 1) prevalensi Brucellosis di daerah (kabupaten/kota) kurang dari 2% dilakukan test and slaughter dan dilakukan pembayaran kompensasi, selanjutnya dilakukan surveilans untuk mengetahui perkembangan prevalensinya, 2) prevalensi brucellosis diatas 2% dilakukan vaksinasi untuk memberikan kekebalan individual dan selanjutnya dilakukan surveilans untuk mengetahui prevalensinya. Bagi daerah yang telah memiliki prevalensi sangat rendah maka dilakukan surveilans dalam rangka pembebasan wilayah. d. Anthrax. Pengendalian penyakit anthrax di daerah-daerah tertular dilakukan melalui vaksinasi dan surveilans terutama di provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Jambi, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara. Hal lain yang tidak kalah penting adalah sosialisasi untuk tidak menyembelih/ mengkonsumsi produk hewan dari ternak sakit atau mati di daerah endemis anthrax untuk menghindari terjadinya korban pada manusia.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xxiii
e. Hog Cholera. Pengendalian dan pemberantasan penyakit Hog Cholera dilakukan didaerah-daerah tertular melalui vaksinasi dan surveilans. Untuk Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, dan Kepulauan Alor, aktifitasnya difokuskan pada pemberantasan. 5.
Penjaminan pangan asal hewan yang aman dan halal serta pemenuhan persyaratan produk hewan non pangan. Target penyediaan pangan yang ASUH pada tahun 2011 sebesar 80% dari data dasar 5% tahun 2005. Pada tahun 2010 baru dicapai sekitar 48,8% dari target 60%. Untuk mendukung tercapainya target 80% tersebut kebijakan yang ditetapkan adalah : a. Penyediaan PAH yang ASUH dan Berdaya Saing. Untuk meningkatkan jaminan keamanan pangan asal hewan, dilakukan secara bertahap melalui peningkatan jenis dan kualitas sarana dan prasarana unit usaha daging, susu dan telur yang memenuhi persyaratan teknis kesmavet, sehingga memenuhi PAH dan ASUH melalui kegiatan : peningkatan kompetensi auditor NKV, pertemuan manajemen RPH dan RPU, penyusunan pedoman penerapan Higiene Sanitasi di Unit Usaha Produk Asal Hewan, dan sertifikasi juru sembelih dan butcher, pembangunan RPUSK, pembangunan TPS, dan penataan kios daging, bimbingan teknis dan monitoring fasilitasi pasca panen, pelatihan juru sembelih halal, peningkatan kompetensi Meat Inspector, penyusunan peraturan perundangan unit usaha daging, peningkatan kompetensi paramedik veteriner pemeriksa daging, penyusunan model dan desain RPH kambing/domba dan RPH babi. b. Penerapan Jaminan Keamanan Pangan pada Mata Rantai Susu Segar. Penerapan jaminan keamanan pangan pada mata rantai susu segar dengan tujuan meningkatkan kualitas susu segar dalam negeri melalui pembinaan, sosialisasi dan bimbingan untuk dapat menerapkan teknis higiene sanitasi serta memfasilitasi sarana prasarana peralatan TPS. Sasaran kegiatan ini adalah meningkatnya unit usaha persusuan yang memenuhi persyaratan teknis minimal higiene sanitasi yang diikuti pemberian sertifikat nomor kontrol veteriner (NKV).
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xxiv
c. Penerapan Good Hygienic Practicess (GHP) Unit Usaha Telur. GHP diterapkan baik pada telur maupun farm-nya. Bagi pelaku usaha yang telah memenuhi persyaratan akan diberi sertifikat, sedangkan yang belum akan dibina sampai memenuhi persyaratan d. Peningkatan Keamanan Produk Hewan. Terhadap produk hewan yang berasal dari impor, dilakukan peningkatan pengawasan pemasukan maupun peredaran. Pengawasan pemasukan mengimplementasikan jaminan keamanan (ASUH) melalui kajian evaluasi status negara asal dan unit usaha serta analisa resiko. Pengawasan peredaran melalui koordinasi pemantauan dan evaluasi unit kerja terkait. Disamping itu untuk menjaga kredibilitas produk hewan ekspor perlu ditetapkan prinsipprinsip mampu telusur, higiene sanitasi, pengujian dan pemberian sertifikasi yang sesuai kaidah jaminan keamanan produk hewan, melalui kegiatan: penyusunan permentan bidang produk hewan non pangan dan produk asal hewan, on side review, penyusunan analisa resiko pangan asal hewan, peningkatan petugas pengawas kesmavet, penyidikan produk asal hewan ilegal, sosialisasi peraturan perundangan kesmavet, dan pemantauan PAH dalam rangka Hari Keagamaan Besar Nasional. e. Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Zooosis. Berkembangnya emerging dan re-emerging diseases perlu diantisipasi dengan sistem yang efektif. Untuk itu diperlukan langkah-langkah peningkatan kewaspadaan dini dalam rangka pengendalian dan penanggulangan penyakit tersebut melalui sampling dan pemetaan penyakit zoonosis serta sosialisasi yang melibatkan partisipasi aktif unsur daerah dan masyarakat, melalui kegiatan pemantauan hewan qurban, penyusunan data zoonosis, penyusunan juknis pengendalian dan penanggulangan zoonosis, monitoring dan evaluasi pengendalian zoonosis, bimbingan teknis pengendalian dan penanggulangan zoonosis serta penyusunan NSPK bidang zoonosis. f.
Penerapan Kesejahteraan Hewan.
Penerapan teknis kesejahteraan hewan dilaksanakan dengan skala prioritas hewan produksi dengan fokus penerapan di RPH, mengingat aspek kesejahteraan hewan sangat berpengaruh terhadap kualitas daging yang dihasilkan. Untuk itu fasilitasi sarana prasarana dan sosialisasi serta pelatihan petugas teknis akan dilaksanakan agar produksi daging ASUH dapat terwujud. Hal ini sekaligus juga untuk Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xxv
menjawab tuntutan perdagangan global yang salah satunya mensyaratkan penerapan teknis kesejahteraan hewan, melalui kegiatan penyusunan pedoman kesrawan, pertemuan koordinasi dan sosialisasi kesrawan. g. Peningkatan Kompetensi Laboratorium. Untuk mendukung kualitas pengujian terhadap residu dan atau cemaran pada produk asal hewan, secara bertahap dilakukan upaya untuk meningkatkan status kompetensi laboratorium uji kesehatan masyarakat veteriner melalui fasilitasi peralatan, peningkatan kemampuan sumberdaya manusia, penerapan metode uji yang standar dengan menerapkan cara berlaboratorium yang baik untuk mencapai akreditasi, melalui kegiatan : penyusunan RSNI metode pengujian, workshop audit internal, sosialisasi SNI dan Permentan Kesmavet, pertemuan laboratorium kesmavet regional, bimbingan akreditasi laboratorium kesmavet, peningkatan kompetensi PPC (petugas pengambil contoh), peningkatan pemahaman dan penerapan ISO/IEC. h. Peningkatan jumlah sampel uji dari unit usaha. Untuk terpenuhinya persyaratan teknis pada tingkat kepercayaan tertentu diperlukan jumlah sampel yang mewakili secara metoda statistik. Untuk itu diperlukan peningkatan jumlah sampel dari 1% menjadi 10% secara bertahap, agar hasil monitoring dan survailans residu dan atau cemaran mikroba dapat menggambarkan status sebaran sebenarnya dengan kegiatan pertemuan evaluasi dan hasil monitoring dan surveilans cemaran mikroba, inventarisasi sumber daya lab kesmavet, dan jejaring lab kesmavet 6.
Peningkatan koordinasi dan dukungan manajemen di bidang peternakan. Dalam menyusun rencana kerja pembangunan diperlukan suatu perencanaan yang matang yang didasarkan pada hasil evaluasi, dan data yang akurat serta data terkini. Evaluasi kegiatan/program dilakukan satuan kerja terutama bagi provinsi digunakan untuk mengetahui pelaksanaannya. Penyusunan program dan rencana kerja pembangunan yang setiap tahun disusun sebagai dasar untuk penyusunan RAPBN tahun mendatang.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xxvi
Pengelolaan gaji, honorarium dan tunjangan digunakan untuk pembayaran gaji, honorarium dan tunjangan pegawai negeri sipill (PNS) pada satuan kerja kantor pusat (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan) dan Unit Pelaksanan Teknis (UPT) lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sebanyak 22 satuan kerja. Didalam suatu perkantoran diperlukan operasional dan pemeliharaan perkantoran baik itu berupa peralatan, operasional sumberdaya manusia dan sarana fisik untuk kelancaran perkantoran. Operasional sarana fisik perkantoran berupa eksploitasi kendaraan, komputer atau sarana lainnya dan pemeliharaan perkantoran antara lain berupa perawatan gedung/ruangan dan lainnya. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang selama ini telah dilaksanakan pada setiap unit kerja dalam rangka memfasilitasi/memperlancar kegiatan-kegiatan terkait lainnya. Kegiatan tersebut mencakup pada aspek kegiatan koordinasi, perencanaan, pembinaan, pengendalian, pengembangan database, sosialisasi/ apresiasi, workshop, rapat-rapat, monev dan pelaporan. Untuk mendukung keberhasilan PSDS/K 2014 diperlukan suatu data yang akurat sehingga diperlukan pendataan ternak terutama sapi dan kerbau tahun 2011 sebagai dasar perencanaan dan evaluasi. Pendataan ternak dilakukan di 32 provinsi. G. Permasalahan dan tindak lanjut 1. Perbibitan ternak Beberapa permasalahan yang menghambat pembangunan perbibitan antara lain : kurangnya pendayagunaan sumber daya genetik ternak asli dan lokal serta benih rumput, tidak adanya insentif pembiayaan yang dapat merangsang tumbuhnya peternak pembibitan dan penggemukan yang berorientasi komersil sebagai akibat kondisi struktur pasar yang kurang kondusif dalam mendukung iklim usaha peternakan sapi potong rakyat, pemanfaatan dan kompetensi SDM belum optimal, lemahnya koordinasi pusat, daerah dan lintas sektor, law enforcement lemah dalam penerapan punishment dan reward, fungsi kelembagaan belum optimal, rendahnya penerapan standar bibit dan Good Breeding Practice (GBP), Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xxvii
tingginya persilangan antara ternak lokal dan eksotik dan kurangnya pengawasan mutu benih/bibit. Tindak lanjut dari permasalahan diatas adalah dilakukannya koordinasi dan kompetensi SDM di bidang perbibitan antara lain : penguatan kelembagaan perbibitan yang menerapkan GBP, peningkatan penerapan standar mutu benih dan bibit ternak, peningkatan penerapan teknologi perbibitan, peningkatan koordinasi dan kompetensi SDM di bidang perbibitan dan pengembangan usaha dan investasi perbibitan.
2. Budidaya ternak 1) Ternak potong Permasalahan dalam pengelolaan ternak potong antara lain dalam pelaksanaan PSDS dilapangan kekurangan tenaga inseminator, PKB, ATR, Recorder, tenaga teknis kesehatan hewan karena rasio antara tenaga pelayanan dan target didaerah-daerah belum ada. Struktur kegiatan dan pembiayaan belum mengacu pada 13 langkah operasional PSDS 2014. Metode penghitungan data ternak/potensi ternak yang sebenarnya di tingkat provinsi, kabupaten/kota tidak seragam sehingga menyulitkan perhitungan suply demand ternak potong secara nasional. Koordinasi antara provinsi dan kabupaten/kota kurang optimal dalam hal pelaporan dan pembelian semen beku dan di tingkat kabupaten/kota terutama di dinas pertanian tidak ada struktur/penanggung jawab kegiatan IB, petugas IB beralih fungsi dan banyak sarana IB yang hilang. Tindak lanjut dan upaya pemecahan permasalahan diatasa antara lain perlu dilakukan penetapan dan sosialisasi metode penghitungan ternak dalam rangka suply demand, kebijakan pengaturan impor sapi bakalan dan daging diperkuat dengan data analisa suply demand yang valid dan bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan. Ditingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk membangun koordinasi dan sekaligus mensinkronkan kegiatan-kegiatan pusat dengan daerah, baik jenis kegiatan maupun sharing pembiayaannya. 2) Ternak perah Permasalahan utama yang dihadapi dalam rangka pengembangan sapi perah adalah populasi dan produktifitas yang masih rendah, tingkat skala pemilikan ternak yang terbatas, masih rendahnya manajemen kelembagaan kelompok/koperasi. Sistem peremajaan yang belum Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xxviii
terlaksana dengan baik yang disebabkan kurang tersedianya bibit ternak dalam negeri, terbatasnya permodalan dalam rangka usaha budidaya sapi perah. Masalah lainnya, peternak belum seluruhnya menerapkan recording, terbatasnya sarana prasarana, teknologi budidaya dan pasca panen ditingkat peternak. Masalah tersebut diatas dapat ditindaklanjuti dengan cara meningkatkan populasi, produktifitas ternak dan skala pemilikan ternak sapi perah, pembinaan teknis khususnya peningkatan masalah tata laksana pemeliharaan. Pengembangan sapi perah di luar Pulau Jawa dengan memperhatikan potensi sumber daya lokal, SDM, pasar dan dukungan pemerintah daerah, selain itu diperlukan penyuluh yang menangani khusus masalah budidaya sapi perah, peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap terhadap peternak melalui pelatihan, magang dan studi banding. 3) Alat dan mesin Kurang optimalnya pemanfaatan peralatan dan ketersediaan alsin ternak ruminansia, kurang optimalnya penyerapan dana dari KKP-E karena masih terkendala pada agunan yang harus disiapkan oleh kelompok peternak, kurang maksimalnya pemamfaatan kotoran ternak dari hasil biogas untuk dimanfaatkan menjadi pupuk organik padat dan pupuk organik cair serta terbatasnya sarana dan prasarana dalam mendukung inseminasi buatan. Tindak lanjut masalah diatas antara lain perlu sosialisasi tentang pemanfaatan alsin ternak ruminansia secara intensif dan berkesinambungan, pembinaan dan sosialisasi KKP dan kredit mikro lainnya dan agunan agar Pemda dapat sebagai avalis. Pemanfaatan kotoran ternak untuk menjadi biogas, pupuk organik padat dan pupuk organik cair perlu ditingkatkan dan perlu pembinaan secara intensif oleh petugas serta pelatihan tentang biogas, pembuatan pupuk organik padat dan cair. Perlu adanya sarana dan prasarana dalam mendukung Inseminasi Buatan seperti : sepeda motor, kendaraan roda 4 daei sumber APBN, APBD maupun kredit dengan bunga ringan. 4) PSDS Komitmen daerah dalam pelaksanaan program PSDS masih sangat rendah, hal ini ditunjukkan dengan belum dibentuknya penggorganisasian unit manajemen PSDS dan kurangnya dukungan pendanaan operasional PSDS di daerah serta lemahnya koordinasi antara tingkat pusat dan daerah. Blue print PSDS sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xxix
masih terdapat kelemahan sehingga perlu dilakukan review dan penajaman ulang. Tindak lanjutnya antara lain perlu dilakukannya review dan pembenahan struktur kegiatan dan pembiayaan sesuai dengan 13 langkah operasional, penyempurnaan Blue Print sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan dan sosialisasi kegiatan PSDS perlu ditingkatkan. 3. Pakan ternak Ketersediaan bibit/benih hijauan masih sangat terbatas baik jumlah maupun kualitasnya karena tidak adanya fungsi UPT/UPTD yang khusus membidangi pakan hijauan, belum adanya peta potensi bahan pakan serta adanya jaminan penguasaan lahan untuk memproduksi Tanaman Pakan Ternak (TPT). Pada umumnya pemberian pakan ternak masih dilakukan secara tradisional dengan mutu pakan yang tidak memenuhi standar kebutuhan serta belum optimalnya pemanfaatan hasil samping atau limbah pertanian dan agroindustri sebagai bahan pakan ternak ruminansia, rendahnya tingkat adopsi teknologi dan pengolahan pakan. Melihat tingginya permintaan terhadap benih/bibit tanaman baik untuk keperluan revegitasi lahan maupun kebutuhan hijauan pakan ternak sebaiknya fungsi UPT/UPTD yangmempunyai kegiatan sebagai pembibitan tanaman hijauan lebih ditingkatkan lagi secara maksimal. Dalam memenuhi kebutuhan pakan secara kualitas dan kuantitas perlu adanya inventarisasi jenis-jenis pakan dan pemetaan ketersediaan bahan baku di daerah maupun distribusinya. Disarankan untuk dapat membangun unit-unit pembibitan tanaman pakan ternak di lokasi binaan kawasan pengembangan pakan hijauan oleh Ditjen PSP. Optimalisasi pemanfaatan hasil samping atau limbah pertanian dan agroindustri sebagai pakan ternak ruminansia perlu ditingkatkan. 4. Kesehatan Hewan Kendala yang masih dihadapi dalam pengendalian dan pemberantasan penyakit ini diantaranya adalah pelaksanaan otonomi daerah yang belum rapi. Sifat penyakit yang tidak mengenal batas administratif akan mengalami kendala apabila pelaksanaan pengendalian dan pemberantasan masih terbatas oleh kebijakan daerah. Aspek pendanaan menjadi masalah klasik namun tetap membutuhkan solusi diantaranya adalah mengoptimalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk menangani penyakit hewan spesifik lokasi yang menjadi prioritas daerah. Keterbatasan dana Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xxx
memiliki konsekuensi pembatasan jumlah penyakit hewan yang dapat dilakuan pengendalian dan pemberantasan penyakit dilakukan. Faktor kelembagaan dan keterbatasan sumberdaya yang terlibat dalam pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan juga dirasakan sebagai kendala yang tidak bisa diabaikan. Jumlah SDM dokter hewan dan tenaga paramedik veteriner baik dipusat maupun UPT masih jauh dari kebutuhan. Meskipun rekruitment tenaga harian lepas telah dilaksanakan dan perannya sangat membantu memperkuat basis utama peternakan dan kesehatan hewan yaitu puskeswan serta penguatan kelembagaan pelayanan kesehatan hewan (surveillans, pengendalian penyakit hewan, pengawasan obat hewan) namun masih belum dapat mencukupi kebutuhan akan tenaga medik maupun paramedik veteriner di lapangan. Pelaksanaan dan capaian kinerja Direktorat Kesehatan Hewan pada tahun 2010 mencakup keberhasilan, kegagalan, hambatan dan kendala, permasalahan dan langkah antisipatif, diuraikan sebagai berikut: 1) Secara umum kegiatan Direktorat Kesehatan hewan telah memenuhi tugas pokok dan fungsi yang dibebankan pada tahun 2010. Kegiatan seperti penyiapan perumusan kebijakan, penyiapan perumusan standar, norma, kriteria dan prosedur, bimbingan teknis, evaluasi pelaksanaan kegiatan di bidang pengamatan penyakit hewan, pencegahan dan pemberantasan penyakit hewan, perlindungan penyakit hewan, medik veteriner dan pengawasan obat hewan, telah dilaksanakan dengan baik. Demikian juga kegiatan teknis yang menjadi tanggung jawab pusat terkait adanya wabah nasional penyakit avian influenza juga telah dilaksanakan denga baik, penjabaran yang rinci pada formulir Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK). 2) Pada tahun 2010 juga telah dilaksanakan program SIKHNAS dengan beberapa perbaikan yang dilakukan untuk penyempurnaan sistem pelaporan sehingga lebih cepat, akurat dan efektif serta telah dilakukan sosialisasi pelaksanaan sistem informasi kesehatan hewan. 3) Koordinasi antar instansi terkait dengan kesehatan hewan baik regional, nasional, bilateral, multilateral serta internasional telah dilakukan dalam upaya mewujudkan status kesehatan hewan yang mantap dan mencegah masuknya penyakit baru (eksotik) dari negara lain. 4) Dalam pelaksanaan pengendalian dan penanggulangan PHM prioritas utama didahului dan didukung dengan kegiatan sosialisasi . Program kesehatan hewan yang dilaksanakan yaitu melalui pengelolaan penyakit dalam populasi sehingga dibutuhkan koordinasi dengan dinas di daerah. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xxxi
5) Penguatan sistem pelayanan kesehatan hewan nasional ditekankan kepada perbaikan terhadap hasil temuan / penilaian, perencanaan dalam pencegahan dan pengendalian penyakit hewan menular yang diprioritaskan dan penyakit hewan menular yang baru muncul/EID. 6) Upaya mempertahankan Indonesia dari penyakit eksotik utama harus ditingkatkan untuk mencegah masuknya penyakit dari luar negeri ke Indonesia. Kendala rendahnya dan kurang tertibnya pengiriman laporan pelaksanaan program/kegiatan dari propinsi (dana dekonsentrasi) dan kabupaten/kota (dana tugas pembantuan) baik kinerja keuangan maupun kinerja teknis. 5. Kesehatan masyarakat veteriner dan pasca panen 1) Kelembagaan yang membidangi fungsi-fungsi Kesmavet di provinsi maupun kabupaten/kota masih ada yang belum terwadahi sesuai dengan kebutuhan publik, hal ini ditandai dengan adanya Perda (peraturan daerah) tentang penyelenggaraan jaminan keamanan pangan asal hewan belum menjadi skala prioritas. 2) SDM yang membidangi fungsi-fungsi Kesmavet di provinsi, kabupaten/kota masih dianggap sangat kurang seperti Auditor NKV, pengawas Kesmavet, juru sembelih, Keur Master dan petugas pengambil contoh. 3) Pendanaan sebagai sharing dana dari APBD I maupun APBD II sebagai pendamping APBN untuk kelanjutan tahun berikutnya masih harus diadakan. 4) Diharapkan kelembagaan otoritas veteriner yang didukung oleh SDM yang kompeten dibidang Kesmavet masih perlu ditingkatkan supaya dapat menyelenggarakan pelayanan masyarakat dibidang penjaminan keamanan pangan, pengendalian zoonosis, pengawasan peredaran produk hewan dan pengembangan daya saing. 6. Sekretariat Perencanaan mempunyai fungsi untuk sinkronisasi perencanaan baik di pusat dan daerah khususnya bidang peternakan dirasakan kewenangannya sangat terbatas mengingat posisinya hanya di Eselon administrasi sehingga bidang Sekretariat lebih terfokus pada pekerjaan administrasi dibanding dengan tugas fungsi sebagai perencana pembangunan peternakan yang harus banyak melakukan koordinasi di pusat dan daerah.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xxxii
Dengan adanya otonomi daerah, hubungan struktural antara pusat dan daerah secara formal tidak ada sehingga dirasakan adanya kesulitan dalam pelaksanaan program nasional di daerah. Jumlah pegawai secara kuantitas cukup memadai namun sebagian besar belum melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara optimal yang berakibat kinerjanya belum sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan. Sistem dan tata laksana yang sudah ada belum dan tidak semua dilaksanakan sesuai dengan Standart Operasional Procedure (SOP) bahkan masih ada yang belum di buat, contohnya dalam menempatkan personil tidak didasarkan pada analisa jabatan, memutuskan sesuatu yang terkait antar bagian tidak dilakukan koordinasi, penyempurnaan organisasi belum dimulai dengan analisa beban kerja dan surat-surat sering terlambat prosesnya karena belum dibuatkan SOP nya. Untuk selanjutnya SOP disetiap kegiatan harus secepatnya di buat untuk mendukung lancarnya pelaksanaan kegiatan yang ada. Reward dan punishment harus dilaksanakan secara tegas dan kontinyu sehingga produktifitas pegawai dan rasa keadilan dapat berjalan dengan baik. Satuan kerja (Satker) yang dibentuk belum dapat diimbangi dengan anggaran yang cukup, pengiriman laporan sering mengalami keterlambatan ke bagian keuangan sehingga realisasi yang dilaporkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Fungsi sekretariat yang seharusnya dapat memperlancar kegiatan teknis dimasing-masing direktorat belum dapat dilaksanakan sepenuhnya karena belum optimalnya koordinasi dilingkungan Sekretariat Direktorat Jenderal hal tersebut dapat ditindaklanjuti dengan adanya penegasan tupoksi di masingmasing lingkup kerja.. Pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kompetensi pegawai secara berkala sangat dibutuhkan untuk meningkatkan dan menjaga kualitas kinerja di setiap level.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xxxiii
III. PENGELOLAAN PROGRAM DAN ANGGARAN Pengelolaan program dan anggaran menggunakan suatu unit organisasi berupa satuan kerja. Kepala Satker baik organisasi tingkat eselon I maupun eselon II, eselon III atau eselon IV yang berdiri sendiri adalah sebagai Kuasa Pengguna Anggaran yang dibantu dengan pejabat pengelola keuangan. Satker yang pimpinannya ditetapkan sebagai kuasa pengguna anggaran dikelompokkan sebagai berikut : a. Satker Pusat adalah Satker yang kewenangan dan tanggung jawabnya melakukan kegiatan pengelolaan anggaran dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kantor pusat Kementerian/Lembaga yang lokasinya dapat berada di pusat dan atau di daerah. b. Satker/Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian/Lembaga adalah instansi vertikal di daerah yang kewenangan dan tanggung jawabnya melakukan kegiatan pengelolaan anggaran dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang berasal dari kantor pusat. c. Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) adalah Satker di Provinsi/kabupaten/kota. Satker di provinsi melaksanakan tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan, sedangkan Satker di kabupaten/kota melaksanakan tugas pembantuan. Pengorganisasian anggaran pembangunan peternakan berdasarkan satuan kerja lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sebanyak 79 satker dan dapat dikelompokkan menjadi sebanyak satu satker kantor pusat, 22 Satker di UPT Pusat, dan 33 satker di provinsi, 23 satker di kabupaten/kota dan pengelolaan anggarannya sebagai berikut : A. Pengelolaan Anggaran Pembangunan Peternakan Pusat Pengelolaan anggaran pembangunan peternakan di pusat dengan menggunakan pengorganisasian anggaran seperti pada Bagan 5-1, sedangkan pada UPT Pusat seperti pada Bagan 5-2.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xxxiv
Bagan 5-1.
Struktur Organisasi Pengelola Anggaran Kantor Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan TA. 2011
Menteri Pertanian Pengguna Anggaran/Barang Dirjen Peternakan Kuasa Pengguna Anggaran
Sekretaris / Direktur lingkup Direktorat Jenderal Peternakan Pejabat Pembuat Komitmen
Satuan Pelaksan a
Bendahara Pengeluaran Bendahara Penerimaan Jabatan Fungsional
PUM PUM
Petugas Pembukuan dan Kartu-kartu
Kasir
Kepala Bagian Keuangan Pejabat Penguji & Perintah Pembayaran (PPPP) Penguji SPP & Penerbitan SPM
SAI
Catatan : 1. Menteri menunjuk KPA 2. Menteri menetapkan/mengangkat PPPP dan Bendahara 3. KPA menetapkan/mengangkat pejabat eselon II atau pejabat lainnya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, petugas SAI dan petugas PUM. 4. SAI = sistem akuntansi instansi
Dalam rangka pengelolaan anggaran pembangunan peternakan yang ada di Pusat dan Unit Pelaksanan Teknis Pusat, Menteri Pertanian selaku pengguna anggaran menetapkan/mengangkat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Bendahara, serta Pejabat Penguji dan Perintah Pembayaran (PPPP). Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan. KPA mengangkat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Selanjutnya untuk memperlancar pengelolaan administrasi keuangan dari setiap PPK serta membantu kelancaran tugas bendahara, maka KPA dapat mengangkat Pemegang Uang Muka Kerja (PUMK).
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xxxv
Bagan 5-2. Struktur Organisasi Pengelola Anggaran Pada Satker UPT Pusat TA. 2011
Menteri Pertanian Pengguna Anggaran/Barang Kepala Satker UPT Kuasa
Pejabat Pembuat Komitmen
Pejabat Pembuat Komitmen
Pejabat Pembuat Komitmen
Satuan Pelaksan a
Bendahara Pengeluaran Bendahara Penerimaan Jabatan Fungsional
Petugas Pembukuan dan
PUM PUM
Pengguna
Kasir
Pejabat Pembuat
Kabag/Kasub TU/Umum/Keuangan Pejabat Penguji & Perintah Penguji SPP dan Penerbitan SPM
SAI.
Catatan : 1. Menteri menunjuk Kepala Satker UPT Pusat sebagai KPA 2. Menteri menetapkan/mengangkat Bendahara Pengeluaran dan Penerimaan, serta PPPP 3. Kepala Satker menentapkan/mengangkat petugas pembantu Bendahara 4. KPA menetapkan/mengangkat kabag/kabid/kasie atau pejabat lainnya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, petugas SAI dan petugas PUM. 5. SAI = sistem akuntansi instansi
B.
Pengelolaan Dana Dekonsentrasi Kegiatan pembangunan peternakan yang dilaksanakan melalui dana dekonsentrasi Tahun Anggaran 2011 adalah kegiatan non fisik, mencakup enam kegiatan yang ada di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kegiatan non fisik yang dimaksud di provinsi dari dana dekonsentrasi adalah: koordinasi perencanaan, fasilitasi, pelatihan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian, termasuk belanja fisik input berupa pengadaan barang/jasa sebagai penunjang kegiatan non fisik dimaksud.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xxxvi
Gubernur mengadminitrasikan DIPA dekonsentrasi sesuai format yang ditentukan Menteri Dalam Negeri (Lampiran-1) dan memberitahukan rencana kerja dan anggaran pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana dekonsentrasi Kementerian Pertanian kepada DPRD. Untuk meningkatkan kinerja pengelolaan APBN Tahun 2011 secara ekonomis, efisien dan efektif serta mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, Gubernur menetapkan satuan kerja perangkat daerah sebagai pelaksana kegiatan pembangunan peternakan. Pengorganisasian pengelolaan anggaran dana dekonsentrasi seperti pada Bagan 5-3. Bagan 5-3. Struktur Organisasi Pengelola Anggaran Dana Dekonsentrasi Satker Dinas Provinsi TA. 2011
Gubernur Penerima Pelimpahan Wewe- nang Dana Kepala Dinas/Badan Provinsi Kuasa Pengguna Anggaran
Eselon-III Dinas/Badan Prov
Eselon-III Dinas/Badan Prov
Eselon-III Dinas/Badan Prov
Satuan Pelaksan a
Bendahara Pengeluaran Bendahara Penerimaan Jabatan Fungsional
Petugas Pembukuan
PUM PUM
Kasir
Eselon-III Dinas/Badan Prov
Kabag TU/Umum Pejabat Penguji & Perintah Pembayaran (PPPP) Penguji SPP dan penerbitan SPM
SAI.
Catatan : • Gubernur menunjuk KPA/PB • Gubernur menetapkan/mengangkat PPPP dan Bendahara • KPA dapat menetapkan/mengangkat Pejabat Pembuat Komitmen, petugas SAI dan petugas PUM.
Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendaharawan Pengeluaran dalam pencairan anggaran pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana dekonsentrasi harus memperhatikan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA); Pedoman Umum yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xxxvii
atau Pedoman Pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan; Petunjuk Operasional Kegiatan (POK); Keputusan penetapan para pelaksana anggaran; serta membuat, menyiapkan dan menyelenggarakan pembukuan pengelolaan dana dekonsentrasi. Penerimaan dan pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana dekonsentrasi diadministrasikan dalam anggaran dekonsentrasi. Apabila ada sisa/saldo anggaran lebih atas pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana dekonsentrasi, merupakan penerimaan kembali APBN dan disetor ke rekening Kas Umum Negara. Dalam hal pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana dekonsentrasi dapat menghasilkan penerimaan, maka merupakan penerimaan APBN dan harus disetor ke Kas Umum Negara sesuai peraturan perundangundangan. Semua barang yang diperoleh dari pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana dekonsentrasi menjadi barang milik Negara. Pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana dekonsentrasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemeriksaan dana dekonsentrasi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. C.
Pengelolaan Dana Tugas Pembantuan Kegiatan pembangunan peternakan yang dilaksanakan melalui dana Tugas Pembantuan Tahun Anggaran 2011 adalah untuk kegiatan fisik, mencakup enam kegiatan lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Yang dimaksud Kegiatan fisik di provinsi/kabupaten/kota dari dana tugas pembantuan adalah kegiatan menghasilkan keluaran (output), penambahan & pemeliharaan aset pemerintah, termasuk belanja non fisik yang mendukung kegiatan fisik itu sendiri, seperti perencanaan dan pengawasan dalam konstruksi serta pelatihan dalam rangka kegiatan fisik dimaksud. Untuk pelaksanaan kegiatan pembangunan peternakan, kepada gubernur dilimpahkan penugasan pengelolaan anggaran tugas pembantuan sesuai dengan dokumen DIPA TA 2011. Gubernur mengadministrasikan DIPA tugas pembantuan provinsi dan kabupaten/kota sesuai format yang ditentukan Menteri Dalam Negeri (Lampiran-3 dan 4) dan memberitahukan rencana kerja dan anggaran pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xxxviii
tugas pembantuan Kementerian Pertanian kepada DPRD. Untuk meningkatkan kinerja pengelolaan APBN Tahun 2011 secara ekonomis, efisien dan efektif serta mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, gubernur menetapkan satuan kerja perangkat daerah sebagai pelaksana kegiatan tugas pembantuan provinsi. Pengorganisasian pengelolaan anggaran tugas pembantuan seperti pada Bagan 5-4. Bagan 5-4. Struktur Organisasi Pengelola Anggaran Tugas Pembantuan Satker di Provinsi TA. 2011 Gubernur Penerima Penugasan Dana Tugas Pembantuan Ka Dinas/Badan/Kantor/Satker Kuasa Pengguna Anggaran
Es-III Dinas/Bdn Prov Pejabat Pembuat Komitmen
Es-III Dinas/Badan Prov Pejabat Pembuat Komitmen
Es-III Dinas/Badan Prov Pejabat Pembuat Komitmen
Satuan Pelaksan a
Bendahara Pengeluaran Bendahara Penerimaan Jabatan Fungsional
Pentugas Pembukuan
PUM PUM
Kasir
Es-III Dinas/Badan/Kantor Prov Pejabat Pembuat Komitmen
Kabag/Kasubag TU/Umum/Keu Pejabat Penguji & Perintah Penguji SPP dan penerbitan SPM
SAI.
Catatan : Menteri menetapkan/mengangkat KPA, PPK, PPPP dan Bendahara atas usulan dari Provinsi
Untuk pelaksanaan kegiatan pembangunan peternakan, kepada bupati/walikota dilimpahkan penugasan pengelolaan anggaran tugas pembantuan sesuai dengan dokumen DIPA Tahun Anggaran 2011. Bupati/walikota mengadministrasikan DIPA tugas pembantuan sesuai format yang ditentukan Menteri Dalam Negeri (Lampiran-10) dan memberitahukan rencana kerja dan anggaran pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana tugas pembantuan Kementerian Pertanian kepada DPRD. Bupati/Walikota menetapkan satuan kerja perangkat daerah sebagai pelaksana kegiatan tugas pembantuan kabupaten/kota. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xxxix
Pengorganisasian pengelolaan anggaran tugas pembantuan seperti pada Bagan 5-5. Bagan 5-5. Struktur Organisasi Pengelola Anggaran Tugas Pembantuan Satker di Kab/Kota TA. 2011
Bupati/Walikota Penerima Penugasan Dana Tugas Pembantuan Ka Dinas/Badan/Kantor/Satker Kuasa Pengguna Anggaran
Es-III Dins/Bdn Kab/Kot Pejabat Pembuat Komitmen
Es-III Dins/Bdn Kab/Kot Pejabat Pembuat Komitmen
Es-III Dinas/Badan/Kantor Kab/Kota
Satuan Pelaksan a
Bendahara Pengeluaran Bendahara Penerimaan Jabatan Fungsional
PUM PUM
Petugas Pembukuan
Kasir
Es-III Dinas/Badan/Kantor Kab/Kota
Kabag/Kasubag TU/Umum/Keu Pejabat Penguji & Perintah Penguji SPP dan penerbitan SPM
Catatan : Menteri menetapkan/mengangkat KPA/PB, PPK, PPPP dan Bendahara Kab/kota
SAI.
atas usulan dari
Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendaharawan Pengeluaran dalam pencairan anggaran pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana tugas pembantuan harus memperhatikan : Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA); Pedoman Umum yang diterbitkan Dirjen Peternakan dan Kesehetan Hewan; Petunjuk Operasional Kegiatan (POK); Keputusan penetapan para pelaksana anggaran; serta membuat, menyiapkan, menyelenggarakan pembukuan pengelolaan dana tugas pembantuan. Dalam hal pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana tugas pembantuan dapat menghasilkan penerimaan, maka merupakan penerimaan APBN dan harus disetor ke Kas Umum Negara sesuai peraturan perundang-undangan. Semua barang yang diperoleh dari pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana tugas pembantuan menjadi barang milik Negara. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 xl
Penerimaan dan Pengeluaran yang berkenaan dengan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana tugas pembantuan diadministrasikan dalam anggaran tugas pembantuan. Apabila ada sisa/saldo anggaran lebih atas pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana tugas pembantuan, merupakan penerimaan kembali APBN dan disetor ke rekening Kas Umum Negara. Pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari dana tugas pembantuan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemeriksaan dana tugas pembantuan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Untuk meningkatkan kinerja pengelolaan dana tugas pembantuan kabupaten/kota secara ekonomis, efisien dan efektif serta mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku, Gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah berperan dalam koordinasi perencanaan, pengelolaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan tugas pembantuan kab/kota di wilayahnya. D.
Kewenangan dan Tanggung Jawab Pengelolaan Anggaran Sesuai dengan perubahan sistem penganggaran yang berorientasi kinerja, banyak sekali dijumpai permasalahan yang perlu diselesaikan, sehingga berdampak terhadap output yang akan dicapai. Permasalahan pengelolaan anggaran selama ini meliputi ketaatan disiplin pengelolaan anggaran, kegiatan maupun estimasi alokasi biaya yang tidak tepat, ketidaktepatan waktu pelaksanaan, acuan standar harga/biaya, kualitas SDM perencana dan lainnya. Untuk itu perlu didukung dengan menciptakan aparat pengelola anggaran yang disiplin dan penuh tanggungjawab. Rincian penetapan pengelola keuangan, kewenangan dan tanggung jawab Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Penguji dan Perintah Pembayaran (PPPP), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Bendaharawan Pengeluaran serta Pemegang Uang Muka Kerja (PUMK) mengacu pada ketentuan pengelolaan keuangan APBN diatur dalam buku Pedoman Administrasi Keuangan (PAK) Kementerian Pertanian.
E.
Penanggung Jawab Program dan Anggaran Pembangunan
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xli
Pola pengorganisasian program dan anggaran berbasis kinerja pembangunan peternakan termasuk salah satu penentu arah dalam pelaksanaan pembangunan peternakan. Dengan adanya penataan organisasi yang mantap dan pengelolaan sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi), maka akan memberikan dampak positif terhadap keberhasilan kegiatan yang dilaksanakan. Untuk lebih jelasnya tingkatan mekanisme kontrol sekaligus pembinaan terhadap implementasi kegiatan berdasarkan program dan anggaran kinerja dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Kementerian Pertanian bertanggung jawab atas keberhasilan program dan anggaran kinerja pembangunan pertanian termasuk didalamnya peternakan secara nasional. Menteri Pertanian sebagai Pengguna Anggaran/Barang dalam menjalankan tugasnya dibantu Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, yang dalam melaksanakan tugas operasional dibantu oleh Direktur/Sesditjen atau pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen. Dalam hal pengendalian dan evaluasi dilakukan secara terpadu di bawah kendali Kuasa Penguna Anggaran. 2. Masing-masing Gubernur bertanggungjawab terhadap keberhasilan program dan anggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan untuk pembangunan peternakan di provinsi yang dipimpinnya. Dalam melaksanakan tugas operasional, Gubernur dibantu oleh Kepala Dinas lingkup peternakan provinsi sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, dan secara teknis bertanggung jawab atas keberhasilan pembangunan peternakan yang dikelolanya. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Dinas Peternakan Provinsi dibantu oleh Bendahara, serta eselon-3 atau pejabat yang mempunyai kompetensi di lingkup instansinya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen. Pengendalian dan evaluasi dilakukan secara bersama di bawah kendali Kepala Dinas Peternakan provinsi. 3. Masing-masing Bupati/Walikota bertanggungjawab terhadap keberhasilan program dan anggaran tugas pembantuan untuk pembangunan peternakan di kabupaten/kota yang dipimpinnya. Dalam melaksanakan tugas operasional, Bupati/Walikota dibantu oleh Kepala Dinas Peternakan kabupaten/kota sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, dan secara teknis bertanggung jawab atas keberhasilan pembangunan peternakan yang dikelolanya. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Dinas peternakan kabupaten/kota dibantu oleh Bendahara, serta eselon-3 atau pejabat yang mempunyai kompetensi di lingkup instansinya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen. Pengendalian dan Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xlii
evaluasi dilakukan secara bersama di bawah kendali Kepala Dinas peternakan kabupaten/kota. Secara lebih detail pengorganisasian dan penanggungjawab pengelolaan anggaran baik di pusat, provinsi maupun kabupaten/kota sebagai berikut: 1) Tingkat Pusat (1) Menteri Pertanian sebagai Penanggungjawab Program Pembangunan Pertanian. (2) Sekretaris Jenderal dan Pejabat Eselon I Lingkup Kementerian Pertanian selaku pembina program dan anggaran kinerja sesuai dengan tugas dan fungsi organisasi yang dipimpinnya. (3) Masing-masing Unit Kerja Eselon-I bertindak sebagai koordinator terhadap komoditas/tugas pokok/pelayanan yang dikembangkan/ dilakukan. (4) Selaku pembina program dan anggaran kinerja, dalam operasional kegiatan dibantu oleh dua orang bendahara ( Bendahara Pengeluaran dan Penerimaan), Pejabat Penguji dan Perintah Pembayaran serta Pejabat Pembuat Komitmen. 2) Tingkat Provinsi (1) Gubernur sebagai penanggung jawab program dan anggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan untuk pembangunan pertanian di daerahnya. (2) Kepala Dinas/Badan/UPT Daerah sebagai Kepala Satker lingkup pertanian atau pejabat yang ditunjuk sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, masing-masing bertanggung jawab atas seluruh aktivitas kegiatan serta keberhasilan program dan anggaran kinerja pada Satker yang dipimpinnya. (3) Untuk kelancaran operasional kegiatan program dan anggaran kinerja (tertib administrasi dan keuangan) sehari-hari, masingmasing kepala Satker dibantu oleh dua orang bendahara (Bendahara Pengeluaran dan Penerimaan), Pejabat Pembuat Komitmen serta Kabag TU/Umum sebagai Pejabat Penguji dan perintah Pembayaran. (4) Untuk Satker UPT/UPTD, Kepala Satker dipegang oleh Kepala UPT yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh satu orang bendahara (Bendahara Pengeluaran), Kasi atau pejabat yang ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dan Kasubag TU/Umum sebagai Pejabat Penguji dan Perintah Pembayaran. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xliii
3) Tingkat Kabupaten/Kota (1) Bupati/Walikota sebagai penanggung jawab program dan anggaran tugas pembantuan untuk pembangunan pertanian di daerahnya. (2) Kepala Dinas/Badan/UPT Daerah sebagai Kepala Satker lingkup pertanian atau pejabat yang ditunjuk dalam hal ini sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, masing-masing bertanggung jawab atas seluruh aktivitas kegiatan serta keberhasilan program dan anggaran kinerja pada Satker yang dipimpinnya. (3) Untuk kelancaran operasional kegiatan program dan anggaran kinerja (tertib administrasi dan keuangan) sehari-hari, masingmasing kepala Satker dibantu oleh dua orang bendahara (Bendahara Pengeluaran dan Penerimaan), Pejabat Pembuat Komitmen serta Kabag TU/Umum sebagai Pejabat Penguji dan Perintah Pembayaran. (4) Untuk Satker UPT/UPTD, Kepala Satker dipegang oleh Kepala UPT yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh satu orang bendahara (Bendahara Pengeluaran), Kepala seksi atau pejabat yang ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dan Kasubbag TU/Umum sebagai Pejabat Penguji dan Perintah Pembayaran. F.
Perubahan Dokumen Anggaran ( DNA, DIPA, POK dan Alur revisi) 1. Ketentuan Kepala Satker penerima Dana Dekonsentrasi, Kantor Daerah dan Dana Tugas Pembantuan dan Para Pejabat Eselon II lingkup Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dapat melakukan perubahan terhadap Dokumen Anggaran yang ada (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Petunjuk Operasional Kegiatan (POK). Perubahan dapat dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang perubahan Dokumen Anggaran. 2. Prosedur Kepala Satker Penerima Dana Dekonsentrasi,Kantor Daerah dan Dana Tugas Pembantuan serta Direktur lingkup Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan mengirimkan surat pengajuan revisi kegiatan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Adapun dalam surat tersebut harus terdapat alasan mengapa revisi tersebut diperlukan dan dilampirkan Dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xliv
Selanjutnya surat dan dokumen tersebut akan diteliti kesesuaian dan kelengkapannya sebelum proses dilanjutkan. Apabila surat dan data dukung telah sesuai dan lengkap maka pengajuan revisi akan diproses untuk mendapat persetujuan dari Instansi terkait. Tetapi apabila terdapat ketidaksesuaian / kekurangan data dukung maka pengajuan tersebut akan dikembalikan kepada pihak yang mengajukan revisi untuk melengkapi persyaratan dimaksud 3. Persyaratan Persyaratan/Dokumen yang harus dipenuhi oleh Kepala Kantor penerima Dana Kantor Daerah,Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan serta Pejabat Eselon II lingkup Ditjen Peternakan dan Kesehatan hewan adalah sebagai berikut : 1) Surat Pengajuan Revisi. 2) Matriks Usulan Perubahan ( format terlampir) ditandatangani oleh pihak yang berwenang (Kepala Dinas/Pejabat Es II lingkup Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan). 3) TOR dan RAB kegiatan yang baru ditandatangani oleh pihak yang berwenang (Kepala Dinas/Pejabat Es II lingkup Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan). 4) Aplikasi Data Komputer (back data RKAKL yang telah dirubah). 5) Data dukung lainnya seperti RAB yang telah diketahui oleh Dinas Cipta Karya setempat untuk pengadaan bangunan, Daftar Inventaris Barang untuk pengadaan kendaraan Roda 2 dan Roda 4,daftar harga dari pihak penyedia/Surat Pertanggungjawaban Mutlak dll. 4. Prosedur surat revisi lengkap Nota Dinas Kepala Bagian Perencanaan kepada Sekditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan apabila pengajuan revisi telah sesuai dan dilengkapi oleh data dukung yang lengkap. (Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota untuk tugas pembantuan). Contoh :
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xlv
NOTA DINAS Nomor : Kepada : Dari : Perihal Lampiran : Tanggal : Tembusan
: :
Berdasarkan Surat Kepala Dinas/Kepala UPT [sebutkan nama Dinas dan UPT pemohon revisi] nomor : [ isikan nomor surat pengajuan] tanggal [isikan tanggal surat pengajuan] perihal [isikan perihal surat pengajuan] Pengajuan revisi terssebut dilakukan dengan alasan [ sebutkan alasan yang terdapat pada surat pengajuan ]. Setelah dilakukan telaahan lebih lanjut terhadap pengajuan revisi dimaksud maka dapat disampaikan bahwa Revisi telah dilengkapi oleh data dukung yang memadai untuk selanjut dapat dimintakan pertimbangan teknis kepada Direktorat terkait. Bersama ini kami sampai Draft Nota Dinas kepada Direktorat terkait untuk dapat ditandatangi apabila Bapak tidak berkehendak lain. Atas perhatian Bapak diucapkan terima kasih. Kepala Bagian Perencanaan
Nama NIP Nota Dinas Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan kepada Direktorat terkait untuk meminta persetujuan teknis apabila pengajuan revisi telah sesuai dan dilengkapi oleh data dukung yang lengkap. (Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota untuk tugas pembantuan).
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xlvi
NOTA DINAS Nomor : Kepada : Dari : Perihal Lampiran : Tanggal : Tembusan
: :
Menindaklanjuti Surat Kepala Dinas [sebutkan nama Dinas revisi] nomor : [ isikan nomor surat pengajuan] tanggal [isikan tanggal surat pengajuan] perihal [isikan perihal surat pengajuan] Pengajuan revisi tersebut dilakukan dengan alasan [ sebutkan alasan yang terdapat pada surat pengajuan ]. Setelah dilakukan telaahan lebih lanjut terhadap pengajuan revisi dimaksud maka dapat disampaikan bahwa Revisi telah sesuai dan dilengkapi oleh data dukung yang memadai. Kami harapkan Saudara dapat menelaah lebih lanjut secara teknis kegiatan-kegiatan yang diusulkan untuk dirubah. Atas perhatian Bapak diucapkan terima kasih. Sekretaris,
Nama NIP Nota Dinas Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan kepada Direktur Jenderal untuk meminta persetujuan apabila pengajuan revisi telah sesuai dan dilengkapi oleh data dukung yang lengkap dan telah mendapat persetujuan dari Direktorat terkait [ Dinas Provinsi/Kabupaten/Kota untuk tugas pembantuan] Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xlvii
NOTA DINAS Nomor : Kepada : Dari : Perihal Lampiran : Tanggal : Tembusan
:
Menindaklanjuti Surat Kepala Dinas [ Nama Dinas revisi] nomor] : [ isikan nomor surat pengajuan] tanggal [isikan tanggal surat pengajuan] perihal [isikan perihal surat pengajuan] dan persetujuan Direktorat terkait melalui Nota dinas nomor : [ isikan nomor surat pengajuan] tanggal [isikan tanggal surat pengajuan] perihal [isikan perihal surat pengajuan] Bersama ini disampaikan Draft surat persetujuan dan lampiran revisi untuk dapat ditandatangi apabila Bapak tidak berkehendak lain. Atas perhatian Bapak diucapkan terima kasih. Sekretaris,
Nama NIP Surat Persetujuan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor Lampiran : Hal :
:
Yth Kepala Dinas [isikan dengan nama satker pemohon revisi] Di Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
xlviii
[Kota lokasi satker pemohon revisi] Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor [isikan PMK yang mengatur tentang tata cara revisi] dan Menindaklanjuti surat Saudara nomor : [ isikan nomor surat pengajuan] tanggal [isikan tanggal surat pengajuan] perihal [isikan perihal surat pengajuan] bersama ini kami sampaikan bahwa Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan dapat menyetujui permohonan revisi yang Saudara ajukan untuk selanjutnya agar kegiatan tersebut dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab. Atas perhatian dan kerjasama Saudara diucapkan terima kasih. Direktur Jenderal,
Nama NIP
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011xlix
IV. PENGENDALIAN, PENGAWASAN, EVALUASI DAN PELAPORAN A.
Pengendalian Kegiatan dan Anggaran Pengendalian kegiatan dan anggaran merupakan kegiatan yang cukup penting mengingat banyaknya kendala dan permasalahan yang sering ditemui dalam pelaksanaan kegiatan dan anggaran. Disamping itu, tuntutan agar pengelola kegiatan, anggaran dan penerima manfaat dapat bekerja sama serta melaksanakan tugas secara transparan, akuntabel, penegakan hukum dan perlakuan yang adil/kesetaraan, perlu dilakukan pengendalian terhadap implementasi kegiatan dan anggaran kinerja pembangunan pertanian di daerah dengan tujuan: 1. Mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan dan anggaran serta kesesuaian pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran dengan sasaran yang ingin dicapai. 2. Mengantisipasi secara dini terhadap permasalahan dan kendala yang dihadapi sehingga dapat dicari solusinya. 3. Mencegah atau mengurangi terjadinya kesalahan pelaksanaan kegiatan dan penyalahgunaan anggaran yang tidak sesuai dengan rencana serta sasaran yang ingin dicapai. 4. Mendapatkan bahan untuk dijadikan masukan dalam penyempurnaan dan evaluasi kegiatan. Sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan lingkup Kementerian Pertanian, maka pengendalian kegiatan dan anggaran kinerja ini dilakukan oleh Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan sesuai dengan bidang tugasnya. Hal ini mengingat beragamnya komoditas yang dikembangkan di daerah serta jenis kegiatan yang dilaksanakan. Bentuk pengendalian yang dilakukan adalah : 1. Memberikan bimbingan pelaksanaan kegiatan teknis di daerah melalui penerbitan Pedoman sebagai acuan/rambu-rambu dalam operasional kegiatan. 2. Sosialisasi Pedoman sebelum tahapan pelaksanaan kegiatan. 3. Bimbingan terhadap penyusunan prosedur dan tata kerja pelaksanaan kegiatan, program dan anggaran kinerja. 4. Peningkatan kualitas SDM melalui kursus, workshop atau pelatihan. 5. Melakukan kunjungan ke daerah untuk melakukan supervisi pembinaan, bimbingan, monitoring, evaluasi, arahan serta sejenisnya
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
l
sehingga kontrol yang diberikan dapat mendukung keberhasilan kegiatan di daerah. 6. Evaluasi tahunan Eselon-I perlu dilakukan untuk mengetahui kinerja keseluruhan dan menjadi dasar perencanaan program dan anggaran berikutnya. B.
Pengawasan Program, Kegiatan dan Anggaran Dalam sistem penganggaran terpadu berbasis kinerja, pengawasan fungsional pembangunan peternakan masih tetap dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian dan Pengawasan Internal oleh pimpinan pelaksana fungsi manajemen (Eselon I dan II) melalui Satlak SPI. Pengawasan dapat dilakukan setiap saat selama proses manajemen berlangsung. Pengawasan fungsional kegiatan program dan anggaran kinerja pembangunan peternakan secara eksternal juga dilakukan oleh aparatur pengawasan seperti BPK, BPKP dan Bawasda. Pengawasan yang dilaksanakan berupa pemeriksaan reguler yaitu pemeriksaan setempat yang dilaksanakan secara reguler terhadap obyek pemeriksaan lingkup Kementerian Pertanian berdasarkan program kerja pengawasan tahunan maupun pemeriksaan non reguler. Pengawasan yang dilakukan berupa pemeriksaan, pengujian, pengusutan dan penilaian terhadap pengelolaan program, kegiatan dan anggaran kinerja. Objek pemeriksaan diprioritaskan terhadap obyek yang anggarannya relatif besar, mempunyai aspek pelayanan masyarakat, bantuan luar negeri serta mempunyai peran strategis terhadap keberhasilan pembangunan peternakan dan bidang-bidang rawan kebocoran. Sistem dan upaya pengawasan terus dikembangkan dan disempurnakan melalui berbagai langkah yang efektif agar dapat mengamankan kebijakan pembangunan peternakan secara berdaya guna dan berhasil guna. Upaya tersebut dilakukan melalui penyempurnaan dan pemantapan sistem dan proses penyusunan program kerja pemeriksaan dengan mengikutsertakan secara aktif unsur-unsur perencana dan pelaksana. Di samping itu, peningkatan ketrampilan petugas pemeriksa merupakan kegiatan yang mutlak dilakukan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia dalam upaya mendukung fungsi pemeriksaan dan pengawasan secara lebih berkualitas.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
li
Dalam rangka mendukung implementasi program dan anggaran berbasis kinerja maka pemeriksaan yang dilakukan meliputi : 1. Pemeriksaan kinerja aparat pengelolaan kegiatan, yaitu pemeriksaan apakah sumberdaya dan dana sudah digunakan sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai serta pelaksanaannya tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. 2. Pemeriksaan yang mengarah pada pelaksanaan wewenang sesuai tupoksi, apakah kegiatan yang dilaksanakan sudah sesuai atau tidak sehingga akan dapat merekomendasikan penyempurnaan pada kegiatan yang akan datang. 3. Pemeriksaan akuntabilitas kinerja dimana instansi pelaksana kegiatan mempertanggungjawabkan wewenang dan tupoksi instansi tersebut. 4. Pemeriksaan khusus dilaksanakan sewaktu-waktu melalui pengujian dan pendalaman untuk memperoleh kejelasan suatu informasi yang bersumber dari laporan masyarakat. Pemeriksaan ini termasuk pula untuk pengembangan dari pemeriksaan reguler yang dipandang perlu terhadap adanya dugaan terjadinya tindak pidana penyalahgunaan wewenang. C.
Monitoring dan Evaluasi Monitoring dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan yang dananya bersumber dari APBN, dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2006, tentang: Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. PP No. 39 Tahun 2006, tidak hanya mengikat Satker Lingkup Kementerian Pertanian tetapi juga SKPD Provinsi (Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan) dan SKPD Kabupaten/Kota (Tugas Pembantuan). 1. Monitoring Monitoring diatur dengan PP No. 39 Tahun 2006 dan kegiatan yang sama di luar monitoring digunakan istilah pemantauan. Pemantauan didefinisikan sebagai kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin. Program/kegiatan yang harus dimonitor meliputi: (1) Seluruh program/kegiatan yang tertera pada Rencana Kerja Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Program/Kegiatan yang dimaksud adalah seluruh program/kegiatan yang tercantum dalam DIPA.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 lii
(2) Seluruh program/kegiatan di tingkat provinsi dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, dan tugas pembantuan, (3) Seluruh program/kegiatan di tingkat kabupaten/kota dalam rangka tugas pembantuan. Berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 terdapat 5 kelompok pejabat pemantauan/ monitoring pelaksanaan rencana pembangunan. Kelompok pejabat dimaksud adalah : (1) Pimpinan Kementerian Pertanian menjadi pejabat pemantau pelaksana Renja Kementerian Pertanian (program dan kegiatan). Pimpinan Kementerian Pertanian menunjuk pejabat pelaksana tugas pemantauan yang didalamnya termasuk pejabat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, (2) Gubernur menjadi pejabat pemantau pelaksana rencana program dan kegiatan dalam rangka dekonsentrasi dan tugas pembantuan, (3) Bupati/Walikota menjadi pejabat pemantau pelaksana rencana program dan kegiatan sesuai tugas dan kewenangannya, (4) Kepala SKPD Provinsi menjadi pejabat pemantau pelaksanaan rencana program dan kegiatan dalam rangka dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, (5) Kepala SKPD Kabupaten/Kota menjadi pejabat pemantau program dan kegiatan tugas pembantuan. Hasil pemantauan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kepala SKPD Provinsi, Kepala SKPD Kabupaten Kota, disusun dalam bentuk laporan triwulan. Format, tata cara, dan waktu penyampaian laporan dilaksanakan berdasarkan PP No.39 Tahun 2006 tentang tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan dan berpedoman pada Peraturan Menteri Pertanian Tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Gubernur Dalam Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Dana Dekonsentrasi Tahun Anggaran 2011, Pelimpahan Wewenang Kepada Gubernur Dalam Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Dana Tugas Pembantuan Provinsi Tahun Anggaran 2011 dan Pelimpahan Wewenang Kepada Bupati/Walikota Dalam Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Dana Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2011 . 2. Evaluasi Setiap Satker Pusat & Satker Daerah paling lambat 1 (satu) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan yang dananya bersumber dari APBN. Evaluasi dimaksud dilakukan terhadap pencapaian sasaran sumberdaya yang Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011liii
digunakan, indikator dan sasaran kinerja keluaran (output) untuk masing-masing kegiatan. Hasil evaluasi kegiatan Satker tersebut akan digunakan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk mengevaluasi kinerja Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menyampaikan laporan hasil evaluasi kinerja Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan kepada Menteri Pertanian paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Hasil Evaluasi kinerja Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan digunakan oleh Menteri Pertanian sebagai bahan evaluasi kinerja Pemerintah. D.
Pelaporan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008, tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, untuk pembangunan pertanian Gubernur menyampaikan laporan pertanggungjawaban kegiatan dan keuangan kepada Menteri Pertanian. Laporan kinerja dievaluasi dan dilaporkan ke Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (Menteri/Pejabat Eselon I) untuk digunakan sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi analisis dan evaluasi alokasi anggaran tahun berikutnya. Pelaporan hasil kegiatan program dan anggaran kinerja ini, merupakan bentuk penyampaian informasi serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak dari persiapan kegiatan sampai pada akhir pelaksanaan. Melalui laporan akan dapat dilihat sejauhmana tingkat keberhasilannya. 1.
Pelaporan Dana Dekonsentrasi Mengacu kepada Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 71/Permentan/OT.140/12/2010 Tanggal 29 Desember 2010 tentang Pelimpahan kepada Gubernur dalam Pengelolaan Kegiatan dan Tanggung Jawab Dana Dekonsentrasi Provinsi Tahun Anggaran 2011, pertanggungjawaban dan pelaporan dana dekonsentrasi mencakup laporan manajerial dan laporan akuntabilitas. Laporan manajerial mencakup perkembangan realisasi penyerapan dana, pencapaian
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011liv
target keluaran, kendala yang dihadapi dan saran tindak-lanjut sedangkan laporan akuntabilitas meliputi laporan keuangan dan laporan barang. Laporan barang terdiri atas neraca, laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keuangan. Kepala SKPD provinsi yang melaksanakan dekonsentrasi bertanggungjawab atas pelaporan kegiatan dekonsentrasi. 1) Mekanisme Pelaporan Dana Dekonsentrasi Berdasarkan Aspek Manajerial (1) Kepala SKPD provinsi menyusun serta menyampaikan laporan manajerial setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran kepada Gubernur melalui Bappeda provinsi dan kepada Menteri Pertanian c.q. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian yang membidangi kegiatan dimaksud setiap tanggal 5 bulan berikutnya setelah triwulan berakhir. (2) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan merekapitulasi laporan manajerial dan melaporkan ke Menteri Pertanian c.q. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian setiap tanggal 10 bulan berikutnya setelah triwulan berakhir. (3) Gubernur menugaskan Bappeda menggabungkan laporan manajerial dan menyampaikannya setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas. (4) Bentuk dan isi laporan manajerial berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. 2) Mekanisme Pelaporan Dana Dekonsentrasi Berdasarkan Aspek Akuntabilitas (1) Kepala SKPD provinsi yang melaksanakan dekonsentrasi wajib menyelenggarakan akuntansi dan bertanggungjawab terhadap penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang (laporan akuntabilitas). (2) Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan dana dekonsentrasi berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 lv
(3) Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan BMN hasil pelaksanaan dana Dekonsentrasi berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penatausahaan BMN. (4) Untuk membantu kelancaran penyusunan dan penyampaian laporan keuangan yang bersumber dari anggaran Kementerian Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kementerian Pertanian membentuk Sekretariat Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Wilayah (UAPPA/BW). (5) Sekretariat Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Wilayah (UAPPA/B-W) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berkedudukan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian di seluruh Indonesia. (6) Organisasi dan tata kerja Sekretariat UAPPA/B-W ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Pertanian. 2. Pelaporan Dana Tugas Pembantuan Provinsi Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 70/Permentan /OT.140/12/2010 Tanggal 29 Desember 2010 Tentang Penugasan Kepada Gubernur Dalam Pengelolaan Kegiatan dan Tanggung Jawab Dana Tugas Pembantuan Provinsi Tahun Anggaran 2011, Pertanggungjawaban dan pelaporan dana tugas pembantuan provinsi mencakup laporan manajerial dan laporan akuntabilitas. Laporan manajerial meliputi perkembangan realisasi penyerapan dana, pencapaian target keluaran, kendala yang dihadapi, dan saran tindaklanjut. Laporan akuntabilitas meliputi laporan keuangan dan laporan barang. Laporan barang terdiri atas neraca, laporan realisasi anggaran, dan catatan atas laporan keuangan. Kepala SKPD provinsi yang melaksanakan tugas pembantuan bertanggungjawab atas pelaporan kegiatan tugas pembantuan. 1) Mekanisme Pelaporan Dana Tugas Pembantuan Provinsi Berdasarkan Aspek Manajerial (1) Kepala SKPD provinsi menyusun serta menyampaikan laporan manajerial setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran kepada Gubernur melalui Bappeda provinsi dan kepada Menteri Pertanian c.q. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian yang membidangi kegiatan dimaksud setiap tanggal 5 bulan berikutnya setelah triwulan berakhir. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011lvi
(2) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian merekapitulasi laporan manajerial dan melaporkan ke Menteri Pertanian c.q. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian setiap tanggal 10 bulan berikutnya setelah triwulan berakhir. (3) Gubernur menugaskan Bappeda menggabungkan laporan manajerial dan menyampaikannya setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas. (4) Bentuk dan isi laporan manajerial berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. 2) Mekanisme Pelaporan Dana Tugas Pembantuan Provinsi Berdasarkan Aspek Akuntabilitas (1). Kepala SKPD provinsi yang melaksanakan tugas pembantuan wajib menyelenggarakan akuntansi dan pertanggungjawab terhadap penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang (laporan akuntabilitas). (2). Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan dana tugas pembantauan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. (3). Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan BMN hasil pelaksanaan dana tugas pembantuan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penatausahaan BMN. (4). Untuk membantu kelancaran penyusunan dan penyampaian laporan keuangan yang bersumber dari anggaran Kementerian Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kementerian Pertanian membentuk Sekretariat Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Wilayah (UAPPA/B-W). (5). Sekretariat Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Wilayah (UAPPA/B-W) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berkedudukan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian di seluruh Indonesia. (6). Organisasi dan tata kerja Sekretariat UAPPA/B-W ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Pertanian. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011lvii
3. Pelaporan Dana Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 68/Permentan /OT.140/12/2010 Tanggal 29 Desember 2010 Tentang Penugasan Kepada Bupati/Walikota dalam Pengelolaan Kegiatan dan Tanggung Jawab Dana Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2011, pertanggungjawaban dan pelaporan tugas pembantuan kabupaten/kota meliputi laporan manajerial dan laporan akuntabilitas. Laporan manajerial meliputi perkembangan realisasi penyerapan dana, pencapaian target keluaran, kendala yang dihadapi, dan saran tindaklanjut. Laporan akuntabilitas meliputi laporan keuangan dan laporan barang. Laporan keuangan terdiri atas neraca, laporan realisasi anggaran dan catatan atas laporan keuangan. Kepala SKPD kabupaten/kota yang melaksanakan tugas pembantuan bertanggungjawab atas pelaporan kegiatan tugas pembantuan. 1) Mekanisme Pelaporan Dana Tugas Pembantuan Kabupaten/ Kota Berdasarkan Aspek Manajerial (1) Kepala SKPD kabupaten/kota menyusun serta menyampaikan laporan manajerial setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran kepada Bupati/Walikota melalui Bappeda kabupaten/kota dan kepada Menteri Pertanian c.q. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian yang membidangi kegiatan dimaksud dan menyampaikan tembusan kepada SKPD provinsi yang tugas dan kewenangannya sama setiap tanggal 5 bulan berikutnya setelah triwulan berakhir. (2) Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Departemen merekapitulasi laporan manajerial dan melaporkan ke Menteri Pertanian c.q. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian setiap tanggal 10 bulan berikutnya setelah triwulan berakhir. (3) Bupati/Walikota menugaskan Bappeda menggabungkan laporan manajerial dan menyampaikan setiap triwulan dan setiap berakhirnya tahun anggaran kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (4) Bentuk dan isi laporan manajerial berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011lviii
2) Mekanisme Pelaporan Dana Tugas Pembantuan Kabupaten/ Kota Berdasarkan Aspek Akuntabilitas Kepala SKPD kabupaten/kota yang melaksanakan tugas pembantuan wajib menyelenggarakan akuntansi dan bertanggungjawab terhadap penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang (laporan akuntabilitas). Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan dana tugas pembantuan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. Tata cara penyusunan dan penyampaian laporan BMN hasil pelaksanaan dana tugas pembantuan berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penatausahaan BMN. Untuk membantu kelancaran penyusunan dan penyampaian laporan keuangan yang bersumber dari anggaran Kementerian Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kementerian Pertanian membentuk Sekretariat Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Wilayah (UAPPA/B-W). Sekretariat Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran/Barang Wilayah (UAPPA/B-W) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berkedudukan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian di seluruh Indonesia. Organisasi dan tata kerja Sekretariat UAPPA/B-W ditetapkan lebih oleh Menteri Pertanian. E.
Sanksi Penerapan sanksi dalam pelaksanaan dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 156/PMK.07/2008 Tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan. SKPD penerima dana dekonsentrasi dan/atau dana tugas pembantuan yang secara sengaja atau lalai tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan dana dimaksud kepada Kementerian Pertanian dikenakan sanksi berupa penundaan pencairan dan/atau penghentian alokasi pendanaan. 1. Sanksi penundaan pencairan dikenakan kepada SKPD apabila tidak melakukan rekonsiliasi laporan keuangan dengan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Setempat sesuai dengan ketentuan Peraturan
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011lix
Menteri Keuangan yang mengatur mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. 2. Pengenaan sanksi penundaan pencairan dimaksud tidak membebaskan SKPD dari kewajiban menyampaikan laporan dana dekonsentrasi dan/atau dana tugas pembantuan. 3. Penghentian pembayaran dalam tahun berjalan dapat dilakukan apabila : (1). SKPD tidak menyampaikan laporan keuangan triwulanan kepada Kementerian Pertanian yang memberikan dana dekonsentrasi dan/atau dana tugas pembantuan secara berturut-turut 2 (dua) kali dalam tahun anggaran berjalan; dan/atau (2). Ditemukan adanya penyimpangan dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian atau aparat pemeriksa fungsional lainnya. 4. Untuk melaksanakan penghentian pembayaran, setelah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian menetapkan Surat Keputusan penghentian pembayaran dana. 5. Surat Keputusan penghentian pembayaran dana dimaksud disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. 6. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tidak akan mengalokasikan dana dekonsentrasi dan/atau dana tugas pembantuan untuk tahun berikutnya apabila SKPD penerima dana dimaksud : (1). Tidak memenuhi target kinerja pelaksanaan kegiatan tahun sebelumnya yang telah ditetapkan; (2). Tidak pernah menyampaikan laporan keuangan dan barang sesuai ketentuan berlaku pada tahun anggaran sebelumnya dan/atau (3). Melaksanakan penyimpangan sesuai hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan Pertanian atau aparat pemeriksa fungsional lainnya.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011 lx
V. PENUTUP Era desentralisasi menuntut agar perencanaan dilakukan secara komprehensif dengan memperhatikan aspirasi dari seluruh stakeholder dan perkembangan yang ada. Disamping itu perencanaan hendaknya disusun dengan mengacu pada sasaran yang jelas dengan besaran yang terukur, lokasi, waktu, kelompok sasaran dan manfaat bagi kelompok sasaran. Kehadiran sistem anggaran terpadu berbasis kinerja akan membuka peluang bagi daerah untuk bekerja lebih optimal dan mencerminkan komitmen yang kuat dalam pelaksanaan sistem penganggaran berbasis kinerja. Sistem anggaran kinerja merupakan sistem pengukuran kinerja yang efektif yang dapat membantu masyarakat untuk mengevaluasi apakah tingkat pelayanan pemerintah setara dengan dana yang dikeluarkan untuk pelayanan publik. Menyikapi hal ini, arah dan kebijakan pembangunan pertanian memerlukan penyesuaian, dan menjadikan anggaran kinerja merupakan artikulasi dari hasil perumusan strategi yang telah dibuat. Salah satu langkah yang ditempuh adalah melalui pemberdayaan birokrasi dan stakeholder lingkup pertanian yang bersih, amanah dan profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam pembangunan pertanian. Untuk mendukung hal tersebut, perlu diciptakan keterpaduan pelaksanaan pembangunan pertanian melalui pemantapan sistem dan metode perencanaan, peningkatan kualitas SDM, penataan kelembagaan dan peningkatan koordinasi antar instansi terkait. Dengan demikian hal-hal yang terkait dengan aspek kekuatan, kelemahan, peluang, tantangan dan permasalahan akan dapat terakumulasi, sehingga memudahkan dilakukannya pemantapan perencanaan pembangunan pertanian yang bermuara pada keberhasilan pembangunan nasional. Pedoman Pelaksanaan ini sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan secara umum sehingga dalam pelaksanaan anggaran pembangunan peternakan TA 2011 masih memerlukan pedoman/petunjuk umum/teknis yang akan diterbitkan oleh Direktorat Teknis lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011lxi
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011lxii DEP/KL
2
NO.
1
3
UNIT ES-1
PROVINSI ...................
4
PROGRAM
5
KEGIATAN
6
SKPD
7
RUPIAH MURNI
9
TOTAL 10
KPA
11
KETERANGAN
...............................
....................., .............................. GUBERNUR .........................................
8
PHLN
ALOKASI DANA (JUTAAN RUPIAH)
REKAPITULASI KEGIATAN DEKONSENTRASI KEMENTERIAN/LEMBAGA DI DAERAH TAHUN ANGGARAN .................
Lampiran-1
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011lxiii DEP/KL
2
NO.
1
3
UNIT ES-1
PROVINSI ...................
4
PROGRAM
5
KEGIATAN
6
SKPD
7
RUPIAH MURNI
9
TOTAL 10
KPA
11
KETERANGAN
Lampiran-2
...............................
....................., .............................. GUBERNUR .........................................
8
PHLN
ALOKASI DANA (JUTAAN RUPIAH)
REKAPITULASI KEGIATAN TUGAS PEMBANTUAN KEMENTERIAN/LEMBAGA DI PROVINSI TAHUN ANGGARAN .................
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011lxiv DEP/KL
2
NO.
1
3
4
PROGRAM
: ...................... : ......................
UNIT ES-1
KABUPATEN / KOTA PROVINSI
5
KEGIATAN
6
SKPD
7
RUPIAH MURNI
9
TOTAL 10
KPA
11
KETERANGAN
Lampiran-3
...............................
....................., .............................. GUBERNUR .........................................
8
PHLN
ALOKASI DANA (JUTAAN RUPIAH)
REKAPITULASI KEGIATAN TUGAS PEMBANTUAN KEMENTERIAN/LEMBAGA DI KAB/KOTA TAHUN ANGGARAN .................
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011lxv UNIT ES-1
3
2
4
PROGRAM
: ...................... : ......................
DEP/KL
KABUPATEN / KOTA PROVINSI
5
KEGIATAN
6
SKPD
7
RUPIAH MURNI
9
TOTAL 10
KPA
11
KETERANGAN
Lampiran-4
...............................
....................., .............................. BUPATI/WALIKOTA ..........................
8
PHLN
ALOKASI DANA (JUTAAN RUPIAH)
REKAPITULASI KEGIATAN TUGAS PEMBANTUAN KEMENTERIAN/LEMBAGA DI KAB/KOTA TAHUN ANGGARAN .................
Lampiran 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37.
Daftar Pedoman/Petunjuk Umum/Teknis Lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2011.
Pedoman Pelaksanaan Monitoring dan evaluasi Pedoman Pelaksanaan SPI Pedoman Teknis Penyusunan Proposal 2011 Pedoman Teknis Pengumpulan Data Statistik Peternakan Pedoman Teknis Pemeliharaan Unggas di Pedesaan Pedoman Teknis Pemeliharaan Unggas di Pemukiman Pedoman Teknis Kompartementalisasi dan Zonifikasi Pedoman Teknis Pengembangan Pakan Lokal Pedoman Teknis Fasilitasi Pengawasan Mutu Pakan Pedoman Teknis Pemeliharaan Babi Ramah Lingkungan Pedoman Teknis Budidaya Aneka Ternak Pedoman Teknis Pelaksanaan Lomba Kelompok Peternak dan Petugas Berprestasi Pedoman Teknis Integrasi Ternak dan Tanaman Pedoman Teknis ULIB Pedoman Teknis Pabrik Pakan Skala Kecil Pedoman Teknis Alat Pengolah Pakan Good Farming Practices Budidaya Ternak Pedoman Teknis LM3 Peternakan Pedoman Teknis SMD Pedoman Teknis Penanganan Betina Produktif Pedoman Sertifikasi dan Pengawasan Mutu Benih/Bibit Ternak Pedoman Penetapan Rumpun Atau Galur Ternak Pedoman Pelepasan Rumpun Atau Galur Ternak Pedoman Transfer Embrio Pedoman Teknis Pengendalian dan Pemberantasan Rabies Pedoman Teknis Pengendalian dan Pemberantasan Brucellosis Pedoman Teknis Pengendalian Anthrax Pedoman Teknis Pengendalian Hog Cholera Pedoman Teknis Pengendalian Jembrana Pedoman Pencegahan penyakit Eksotik Pedoman Kesiagaan Wabah Penyakit Hewan Pedoman Teknis Penanggulangan Gangguan Reproduksi dan Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan Prosedur Operasional Standar Pengendalian Avian Influenza Pedoman Surveilans Avian Influenza di Indonesia Pedoman Operasional Pusat Kesehatan Hewan Pedoman Teknis 13 langkah Operasional PSDS Pedoman Standar Laboratorium Tipe B dan C
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011lxvi
38. Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Potong Unggas Skala Kecil (RPUSK) 39. Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Potong Hewan (RPH) 40. Pedoman Teknis Pembangunan Tempat Penampungan Unggas (TpnU) 41. Pedoman Teknis Penataan Kios Daging di Pasar Tradisional 42. Pedoman Teknis Penataan Higiene Sanitasi susu di Tempat Penampungan Susu
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
lxvii
Lampiran
:
Nomor
:
Tanggal
:
Form Usulan Revisi DIPA/RKAKL/POK
Lampiran-5 USULAN REVISI POK [diisi dengan nama dinas] SEMULA
MENJADI
KEGIATAN/OUTPUT/JENIS KODE
1 [KODE PROGRAM]
[KODE KEGIATAN] [KODE OUTPUT]
BELANJA/RINCIAN BELANJA
2
PERHITUNGAN TAHUN 2011 VOLUME
3
HARGA SATUAN (Rp)
JUMLAH (Rp)
4
5
KODE
1 [KODE PROGRAM]
[NAMA KEGIATAN]
[KODE KEGIATAN]
[KODE OUTPUT]
[NAMA OUTPUT]
[NAMA KOMPONEN]
[KODE MAK]
[NAMA BELANJA]
Detail Kegiatan
PERHITUNGAN TAHUN 2011 VOLUME
HARGA
JUMLAH (Rp)
SATUAN (Rp)
[NAMA PROGRAM]
[KODE KOMPONEN]
KEGIATAN/OUTPUT/JENIS BELANJA/RINCIAN BELANJA
-
2
3
4
5
[NAMA PROGRAM]
[NAMA KEGIATAN]
[NAMA OUTPUT]
[KODE KOMPONEN]
[NAMA KOMPONEN]
[KODE MAK]
[NAMA BELANJA]
Detail Kegiatan
KEPALA DINAS/KEPALA UPT/DIREKTUR
NAMA NIP
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan APBN Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan TA 2011
i