PANDUAN MONITORING untuk PINJAMAN ODA JEPANG
Tim Penulis : Chris Wangkay Gunawan Sentot Filemon Laia Saurlin Siagian Mulyadi Prajitno
Editor : Arimbi Heroepoetri Tim Debtwatch
Panduan Monitoring untuk Pinjaman ODA Jepang Tim Penulis : Chris Wangkay Gunawan Sentot Filemon Laia Saurlin Siagian Mulyadi Prajitno Editor : Arimbi Heroepoetri Tim Debtwatch
Cetakan I, Oktober 2005 14,5 x 21 cm i-x + 42 halaman
INFID International NGO Forum on Indonesian Development Sekretariat: Jl.Mampang Prapatan XI No.23 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Phone: (62-21) 79196721, 79196722 Fax: (62-21) 7941577 INFID European Liaison Office: Vlasfabriekstraat 11B-1060 Brussels,Belgium Phone: (32-2) 5361951 Fax: (32-2) 5361906
PENGANTAR
PERMASALAHAN MENYANGKUT UTANG LUAR NEGERI merupakan hal yang sering dialami oleh negara-negara yang berkembang (termasuk Indonesia) karena pada umumnya untuk melaksanakan pembangunan pemerintah kekurangan modal (capital shortage). Untuk menutupi kekurangan modal pembangunan tersebut mereka harus melakukan utang luar negeri (foreign debt) dengan negara-negara sahabat atau lembaga-lembaga keuangan internasional dalam jangka waktu, menengah maupun panjang. Salah satu negara kreditor bagi Indonesia dengan jumlah pinjaman yang cukup besar adalah Jepang yang memberikan pinjaman dalam bentuk ODA kepada Indonesia untuk pembangunan. Sebagian besar dana dari ODA jepang tersebut digunakan untuk proyek-proyek infrastruktur. Pada 30 Juni 2004, total pinjaman Indonesia sekitar USD 15,3 milyar dan kontribusi dari pinjaman JBIC sekitar USD 5,7 milyar (sekitar 38% dari total utang Indonesia). Pinjaman tersebut digunakan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur seperti irigasi dan regional infrastuktur (32%), jaringan listrik (30%) dan transportasi (24%). Dalam kebijakan pemberian hutang ODA tersebut, pemerintah Jepang memberikan berbagai persyaratan seperti: penggunaan ahli dan pembelian bahan/barang dari Jepang dengan menggunakan standar harga dari negara tersebut (bersifat tied). Itulah sebabnya sudah menjadi rahasia umum, bahwa sebagian besar dana hutang tersebut kembali ke negara Jepang, namun te-
iv
tap tercatat sebagai hutang Indonesia yang harus dibayar. Pada kenyataannya kebanyakan proyek yang didanai oleh ODA tesebut gagal memenuhi tuntutan demokrasi dalam hal ini adalah menjembatani konsultasi dan menjamin partisipasi penuh dari semua pihak berpengaruh pada proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan proyek. Secara umum juga bisa dikatakan bahwa keterlibatan masyarakat sangat kurang pada proses pengadaan proyek tersebut padahal masyarakat sebagai pihak yang akan terkena dampak langsung yang merugikan dari adanya proyek tersebut. Dengan kondisi seperti itu maka peran advokasi sangatlah penting, diperlukan berbagai strategi advokasi yang mungkin berjalan di tingkat lokal nasional dan internasional, bagaimana memaksa perubahan dari lembaga-lembaga itu. Untuk melakukan suatu advokasi tersebut diperlukan adanya suatu panduan untuk melakukan kegiatan monitoring dan juga advokasi untuk rencana proyek yang akan dilakukan di suatu wilayah. Dengan kata lain, hal ini seperti sistem peringatan dini (early warning system) sebelum proyek diimplementasikan. Hal ini sangat penting karena menyangkut hak-hak masyarakat setempat karena kemungkinan suatu rencana proyek bisa menimbulkan masalah-masalah sosial dan lingkungan juga mungkin merusak di masa yang akan datang. Hak-hak masyarakat yang dimaksud di sini adalah hak untuk melakukan pengawasan dan juga monitoring pembangunan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku baik itu hak untuk mendapatkan informasi, hak untuk berpendapat, hak untuk melakukan pengaduan sampai dengan hak untuk terlibat dalam pembangunan. Karena itu, panduan ini disusun sebagai pedoman bagi pihakpihak menjembatani proses demokrasi yang seharusnya terjadi pada suatu rencana kegiatan atau proyek dan juga mengimplementasikan hak-hak dari masyarakat yang selama ini terabaikan serta mencegah terjadinya permasalahan-permasalahan baik itu dari segi sosial maupun lingkungan dari suatu rencana kegiatan.
v
T U J UA N Panduan ini bertujuan : 1. Memberikan pemahaman kepada masyarakat umum terutama masyarakat sekitar lokasi rencana proyek mengenai rangka kerja dari pinjaman ODA Jepang 2. Mendorong masyarakat “korban” untuk melakukan pemantauan proyek-proyek ODA Jepang di daerah masingmasing 3. Mengajak masyarakat untuk melakukan advokasi ODA Jepang dengan basis data dan informasi yang kuat 4. Merintis inisiatif pertanggungjawaban ODA Jepang terhadap masyarakat “korban” dari proyek-proyek ODA Jepang yang telah atau sementara dilaksanakan.
C A K U PA N Untuk modul ini, cakupan monitoring meliputi 1. Obyek Monitoring : a. Projek ODA Jepang yang belum atau sedang berjalan b. Proyek ODA Jepang yang sudah selesai dilaksanakan 2. Monitoring dilakukan pada tingkat lokal, nasional dan Internasional 3. Cakupan monitoring difokuskan pada kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan ODA Jepang, kelembagaan yang terkait serta kasus-kasus yang terjadi akibat proyek ODA Jepang
SASARAN Modul Monitoring ini ditujukan pada 2 (dua) sasaran utama yaitu : 1. Organisasi rakyat, Aktivis dan kelompok strategis 2. Kelompok Masyarakat Korban Proyek Pembangunan (ODA Jepang)
vi
B AG A I M A N A M E N G G U N A K A N PA N D UA N I N I ? Manual ini pada dasarnya dapat digunakan oleh siapa saja, perseorangan maupun organisasi yang bermaksud merencanakan dan melakukan kegiatan advokasi terhadap ODA Jepang di daerahnya masing-masing. Panduan untuk Advokasi terhadap projek ODA Jepang terdiri dari empat bagian : ■
Bab I membahas mengenai Peran dan Dampak ODA di Indonesia. Bagian ini akan memberikan pemahaman mengenai ODA Jepang termasuk mengenai mekanisme pinjaman ODA Jepang dan aktor-aktor yang terlibat pada suatu siklus project serta dampak yang diakibatkan oleh adanya projek yang didanai oleh pinjaman ODA Jepang.
■
Bab II membahas mengenai Metodologi Monitoring yang bisa digunakan untuk melakukan advokasi proyek yang didanai ODA Jepang, baik itu sebelum proyek tersebut dilakukan atau pada saat dilaksanakannya proyek dan bahkan setelah proyek tersebut selesai dilaksanakan.
■
Bab III memberikan informasi mengenai Langkah-langkah Monitoring yang bisa dilakukan terhadap proyek-proyek yang didanai ODA Jepang tersebut. Ada lima tahapan yang bisa dilakukan untuk memonitoring proyek-proyek tersebut.
DAFTAR ISI
Pengantar Daftar Ilustrasi Daftar Tabel Daftar Boks
iii ix ix ix
BAB I
PERAN DAN DAMPAK ODA JEPANG DI INDONESIA 1.1 Pemahaman Tentang ODA Jepang 1.2 Mekanisme Kerja 1.3 Analisis Pelaku 1.3.1 Tingkat Internasional 1.3.2 Tingkat Nasional 1.3.3 Tingkat Lokal 1.4 Informasi tentang rencana proyek (jenis dan wilayahnya) 1.5 Akses Masyarakat dalam Daur Pinjaman ODA 1.6 Tanggung Jawab Negara dan Kreditor
3 3 8 11 11 11 14 14 15 20
viii
BAB II
METODOLOGI MONITORING Proses monitoring sebelum proyek ODA oleh rakyat korban Hak-hak Masyarakat dalam Melakukan monitoring
26 26 28
BAB III
LANGKAH-LANGKAH MONITORING 3.1 Tahap Perencanaan 3.2. Tahap Pelaksanaan 3.3. Tahap Evaluasi
32 32 33 34
BAB IV
MODEL PELAPORAN 4.1 Model pelaporan berdasarkan sasaran 4.2 Standar-standar informasi yang tercakup dalam pelaporan
38 38
Daftar Alamat yang Bisa Dihubungi
40
38
DAFTAR ILUSTRASI
Bentuk dari ODA Loan Jepang Alur proses pinjaman ODA Struktur JBIC - ODA Peluang akses informasi masyarakat dalam proses peminjaman ODA
4 10 12 18
DAFTAR TABEL
Pinjaman ODA untuk Indonesia menurut Sektor (hingga tahun 2000) Pinjaman Indonesia dari ODA dari tahun ke tahun
5 6
DAFTAR BOKS
Contoh-contoh Dampak Negatif yang Disebabkan oleh Proyek ODA Jepang Hukum Adat Batak Tentang Tanah Pentingnya Pendokumentasian Bagaimana menembus lembaga Bappenas, Bappeda, Konsultan proyek, pelaksana proyek, dan masyarakat korban ODA Jepang Standar-standar informasi pelaporan
7 21 35
36 39
PANDUAN MONITORING UNTUK PINJAMAN ODA JEPANG
BAB
1
Peran dan Dampak ODA Jepang di Indonesia
1.1 Pemahaman Tentang ODA Jepang JAPAN BANK FOR INTERNATIONAL COOPERATION (JBIC) adalah lembaga keuangan pemerintah Jepang yang mengarah pada (1) pembangunan masyarakat dan perekonomian yang stabil dan bersifat otonom bagi Negara-negara di dunia, (2) hubungan ekonomi yang kuat dan erat antara Jepang dengan Negara-negara lainnya di dunia. JBIC didirikan tanggal 1 Oktober 1999 sebagai hasil penggabungan antara Bank Ekspor Impor Jepang (JEXIM) dengan Dana Kerjasama Ekonomi Luar Negeri, Jepang (OECF). JBIC menjalankan kegiatan operasi Keuangan Internasional (International Financial Operations = IFOs) dan kegiatan operasi Kerjasama Ekonomi Luar Negeri (Overseas Development Assistance = ODA) yang terpisah baik dalam hal sumber pendanaan maupun pembukuannya. Official Development Assistance atau yang biasa disebut ODA merupakan suatu bentuk kerja sama ekonomi dari negara-negara maju kepada Negara-negara berkembang untuk membantu pengembangan ekonomi. Salah satunya Negara yang memberikan bantuan ODA ini adalah Jepang. Untuk pemberian dana ODA Jepang ini meliputi beberapa kondisi yaitu : ●
Diberikan/disediakan melalui agen yaitu pemerintah atau pihak eksekutif
4 ●
●
Diberikan untuk pengembangan ekonomi dan kesejahteraan dari Negara-negara berkembang sebagai obyek utama Karakternya untuk mengurangi beban dari Negara-negara berkembang dan juga memberikan hibah (grant) sedikitnya 25 %
Untuk ODA ini bisa dibagi atas 2 yaitu bilateral ODA dan multilateral ODA. Kemudian, bilateral ODA terbagi atas Hibah Bilateral (bantuan hibah dan kerjasama teknis) dan pinjaman ODA. Sedangkan Multilateral ODA terdiri atas kontribusi untuk lembaga-lembaga PBB dan kontribusi pada Bank-bank Pembangunan Multilateral (multilateral development banks). Untuk hibah bilateral diberikan melalui JICA (Japan International Cooperation Agency). Biasanya hibah ini difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti kesehatan, pemenuhan kebutuhan air (water supply) dan sebagainya. Selain itu juga bertarget pada pengembangan sumberdaya manusia untuk kemajuan ekonomi dari Negara-negara berkembang. Sedangkan Pinjaman ODA bentuknya adalah pinjaman yang diberikan dengan bunga relatif rendah dengan jangka waktu pengembalian yang panjang. Pinjaman ini diberikan untuk pengembangan infrastruktur ekonomi dari Negara-negara berkembang. Secara singkat bentuk dari ODA Loan Jepang dapat digambarkan sbb:
5
ODA sendiri telah mulai beroperasi di Indonesia sejak tahun 1968, hingga akhir tahun anggaran 2000 tercatat 598 proyek ODA dengan total pinjaman 3.451,8 milyar Yen (setara dengan Rp 310,7 triliun1). Tabel berikut memperlihatkan pinjaman ODA menurut sektor. Pinjaman ODA untuk Indonesia menurut Sektor sampai tahun 2000 No
Sektor
% dari Total
Jumlah proyek
959.526 754.774 603.922 357.228
27,8 21,9 17,5 10,3
28 149 127 83
286.296 232.821
8,3 6,7
60 71
144.242 64.540
4,2 1,9
54 18
48.433
1,4
8
3.451.782
100,0
598
Besar Pinjaman (dlm Milyar Yen)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pinjaman Barang Transportasi Listrik dan Gas Irigasi dan Pengendalian Banjir Pelayanan Sosial Pertambangan dan Manufaktur Telekomunikasi Pertanian, Kehutanan dan Perikanan Lain-lain
TOTAL
Tabel berikut ini memperlihatkan jumlah pinjaman Indonesia dari ODA sejak tahun 1967/1968 yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, sebagai berikut:
1) Jika 1 Yen = Rp 90
6
PELITA/Year
1967/68-1968/69 Pelita I 1969/70 - 1973/74 Pelita II 1974/75 - 1978/79 Pelita III 1979/80 - 1983/84 Pelita IV 1984/85 - 1988/89 Pelita V 1989/90 - 1993/94 Pelita VI 1994/95 - 1998/99 1999 - 2003 TOTAL
Jumlah Pinjaman (USD Million) 170,0 848,5 882,1 1.467,3 3.104,9 6.850,0 9.095,8 6.004,0 28.422,6
Dari dana pinjaman dan hibah dari ODA ini sifatnya mengikat dalam artian pada kebijakan pemberian hutang/ODA tersebut, pemerintah Jepang memberikan berbagai persyaratan seperti: penggunaan ahli dan pembelian bahan/barang dari Jepang dengan menggunakan standar harga dari negara tersebut. Itulah sebabnya sudah menjadi rahasia umum, bahwa sebagian besar dana hutang tersebut kembali ke negara Jepang, namun tetap tercatat sebagai hutang Indonesia yang harus dibayar (tied). Untuk proyek-proyek yang didanai dari ODA Jepang sebagian besar digunakan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur seperti irigasi dan regional infrastuktur (32%), jaringan listrik (30%) dan transportasi (24%). Kebanyakan pinjaman ODA Jepang melalui JBIC digunakan untuk membiayai proyek-proyek berskala besar sehingga dampak yang ditimbulkan pada lingkungan dan juga kehidupan sosial masyarakat juga sangat besar. Selain itu, pinjaman tersebut juga perlu untuk dibayar kembali sehingga menimbulkan beban utang yang harus ditanggung oleh seluruh rakyat Indonesia. Bagi sebagian besar masyarakat sekitar sangat menderita akibat
7
Contoh-contoh Dampak Negatif yang disebabkan oleh Proyek ODA Jepang Proyek Pembangunan DAM Kuto Panjang (Sumbar-Riau) Proyek yang berlokasi di Propinsi Riau dibangun dalam rangka mengeksploitasi energi dari Sungai kampar kanan untuk menghasilkan listrik sebesar 114 MW. Dalam pembangunan DAM tersebut dilakukan penenggelaman sekitar 10 Desa (8 desa di propinsi Riau dan 2 Desa di propinsi Sumatera barat) dengan jumlah kepala keluarga 4.486 atau sekitar 15.273 jiwa penduduk yang terpaksa pindah dari desanya ke pemukiman baru.Di sisi lain, kehancuran ekologis saat pembangunan DAM juga sangat besar. Adanya kondisi tersebut menimbulkan konflik pada masyarakat sehingga muncullah gerakan perlawanan untuk menghentikan rencana pembangunan DAM Kutopanjang tersebut. Puncak dari pengorganisasian tersebut pada tahun 1991 di mana rakyat melakukan aksi ke DPR RI dan kantor OEF. Aksi tersebut mendapat tanggapan serius sehingga pada tahun 2000 gugatan resmi terhadap pembangunan proyek tersebut diajukan dan kemudian pada tahun 2001 gugatan tersebut berhasil didaftarkan pada pengadilan Jepang. Proyek Pembangunan Waduk/DAM Bili-Bili Pembangunan waduk/DAM Bili-bili di Sulawesi Selatan, ditujukan untuk pengelolaan DAS Sungai Jeneberang agar lebih berdayaguna karena apabila musim hujan, luapan air dari sungai tersebut menyebabkan wilayah Makassar menjadi banjir. Karena itu, maka pihak Jepang memberikan pinjaman ODA ini untuk membangun waduk guna menanggulangi masalah banjir dan juga untuk kepentingan PLTA, irigasi, penyediaan sarana air bersih dan lain-lain. Untuk proyek yang dilaksanakan pada tahun 1992 menenggelamkan sekitar 6 desa,kelurahan dan 1 kecamatan (1.970 KK) dan juga kawasan pertanian serta pemukiman masayarakt desa. Namun ternyata permasalahan ganti rugi untuk masyarakat tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya. Kondisi masyarakat tersebut kemudian semakin diperparah oleh terjadinya longsor gunung bawakaraeng tahun 1998 yang mengakibatkan banjir lumpur yang menggenangi Dam Bilibili tersebut. Akibatnya sungai jeneberang tersebut sekarang dipenuhi oleh lumpur dan waduk bili-bili sendiri airnya menjadi keruh sehingga masyarakat sekitar sulit mendapatkan air bersih.
8
dari proyek-proyek yang didanai tersebut. Kadangkala masyarakat dipaksa untuk pindah dari rumah dan lingkungan ke tempat yang tidak mereka kenali. Masyarakat sangat jarang mendapatkan penggantian yang cukup untuk tanah dan kehidupan mereka yang hilang. Perempuan, anak-anak, orang-orang tua, etnis minoritas dan masyarakat adat seringkali menderita lebih parah. Ketika masyarakat tidak menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan, kebutuhan mereka menjadi diacuhkan. Masyarakat menderita bukan hanya karena dampak dari proyekproyek, tapi juga karena proyek-proyek itu tidak direncanakan dan tidak dilaksanakan dengan baik. Pemerintah dan perusahaan-perusahaan yang membuat sebagian besar keputusan, dengan tidak melibatkan masyarakat lokal yang harus merasakan dampak yang sangat serius. Belum ada mekanisme formal untuk masyarakat dalam menyuarakan opini dan mengangkat kekhawatiran mereka. Ini berarti mereka harus terus menerus menderita dan masalah-masalah mereka tetap tidak terpecahkan.
1.2 Mekanisme Kerja Proses pinjaman ODA ini dilakukan dalam enam proses utama yang dimulai dari persiapan proyek sampai dengan evaluasi dan tindak lanjut. Keenam proses utama itu adalah sebagai berikut: 1. PERSIAPAN PROYEK Proyek di Indonesia ditentukan berdasarkan tujuan dan strategi rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang. JBIC bertukar pandangan/pendapat tentang kepentingan dan prioritas proyek dengan pemerintah Indonesia dalam rapat kebijakan, berdasarkan atas penelitian dan survai ekonomi makso di berbagai sektor. Pada tahap persiapan ini, setiap proyek diteliti dan dianalisa dari aspek ekonomi, teknis serta lingkungan hidup.
9
2. PERMOHONAN PINJAMAN Pemerintah Indonesia menyerahkan permohonan pinjaman, dilengkapi dengan materi yang telah disusun pada tahap persiapan. 3. PEMERIKSAAN/PENILAIAN JBIC memeriksa materi proyek yang diusulkan pemerintah Indonesia. Pemerintah Jepang akan mengirimkan timnya dan akan membahas usulan tersebut dengan pemerintah Indonesia. Kemudian JBIC akan mengirim tim penilai yangakan melakukan analisis mendalam mengenai proyek tersebut dari aspek ekonomi, teknologi dan lingkungan hidup berdasarkan hasil pembahasan dengan staf proyek dan survey di lokasi proyek. 4. PERTUKARAN NOTA/ PERJANJIAN PINJAMAN DAN EVALUASI PRA-PROYEK Pemerintah Jepang menetapkan jumlah pinjaman dan persyaratannya berdasarkan hasil penilaian JBIC. Pertukaran Nota –yakni pertukaran dokumen diplomatik antara pemerintah Indonesia dan Jepang—ditetapkan. Kemudian JBIC akan menandatangani perjanjian pinjaman dengan pemerintah Indonesia. Laporan Evaluasi Pra-Proyek akan disiapkan dan disediakan untuk umum segera setelah penandatanganan perjanjian pinjaman. 5. PELAKSANAAN Setelah penandatanganan perjanjian pinjaman, proyek akan memasuki tahap pelaksanaan. Pengadaan barang dan jasa yang diperlukan untuk proyek dilaksanakan melalui tender internasional, metode yang paling efektif dan ekonomis. Pencairan dana biasanya dilaksanakan sebagai tanggapan atas permintaan dana dari pemerintah Indonesia. 6. PENYELESAIAN/EVALUASI LANJUTAN DAN TINDAK LANJUT Proyek yang telah selesai diminta untuk dievaluasi lanjutan sebagai
10
bahan kajian bagi proyek mendatang. Administrasi dan operasi setelah proyek selesai merupakan tanggung jawab pemerintah Indonesia. Namun JBIC tetap mengikuti perkembangan situasi dan akan memberikan saran apabila diperlukan. Namun apabila dijabarkan secara lebih rinci lagi, proses pinjaman ODA ini terdiri dari beberapa tahap sbb:
11
Struktur JBIC – ODA Pemimpin tertinggi JBIC disebut Gubernur (Governor) dengan 2 orang Deputi Gubernur dan 7 Senior Eksekutif Direktur serta 2 orang Auditor. Untuk rincian struktur JBIC lihat halaman sebaliknya.
1.3 Analisis Pelaku Pada pemberian ODA Jepang ini ada beberapa pelaku yang berkepentingan pada setiap bagian dari proses pinjaman tersebut. Pada ODA jepang ini, para pelaku tersebut ada pada 3 (tiga) tingkat yaitu international, nasional dan lokal. 1.3.1 Tingkat Internasional Pada tingkat ini, ada beberapa pihak yang memiliki peran yang cukup besar dalam ODA Jepang diantaranya adalah pemerintah Jepang (GoJ) dalam hal ini adalah menteri kerjasama luar negeri (MoFA). Kemudian keputusan GoJ untuk menyediakan hibah (grant) ataupun pinjaman (loan) juga ditentukan oleh 2 (dua) agen eksekutif yaitu JBIC (Japan Bank International Cooperation) untuk pemberian loan dan JICA (Japan International Cooperation Agencies) untuk pemberian grant dan technical cooperation (kerja sama teknis). Pada level ini pula pihak konsultan Jepang juga memiliki andil dalam menjalankan beberapa proyek-proyek ODA Jepang. 1.3.2 Tingkat Nasional Di tingkat nasional, pihak pemerintah Indonesia dalam hal ini adalah Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) selaku pihak yang menerima dana yang nantinya akan digunakan untuk berbagai kegiatan atau proyek pembangunan. Selain itu di level ini pula nantinya Bappenas akan memberikan dana tersebut kepada departemendepartemen terkait untuk proyek pembangunan. Jadi dalam hal ini, departemen teknis terkait juga merupakan pelaku di level nasional.
12
13
14
1.3.3 Tingkat Lokal Pada tingkat ini biasanya proses penawaran atau tender dilakukan untuk berbagai proyek-proyek yang akan dilaksanakan. Di level ini, pihak konsultan dan juga kontraktor merupakan pelaku yang berperan utama dalam menjalankan proyek dari ODA Jepang tersebut.
1.4 Informasi tentang rencana proyek (jenis dan wilayahnya) Rencana Proyek yang ada di daerah, yang dipersiapkan untuk pendanaan dari pinjaman/hutang luar negeri, biasanya, proyek besar dan terutama proyek pembangunan fisik seperti : pembangunan jalan tol, Jembatan, Pelabuhan, Waduk/DAM, Pembangkit Tenaga Listrik, Saluran Irigasi, Rumah Sakit. Selain Rencana Proyek yang hanya diusulkan dari suatu daerah, juga ada Rencana Proyek yang merupakan Paket Proyek bersifat Nasional (ada diberbagai Daerah), seperti pembangunan jalan desa di wilayah desa miskin, pembangunan Gedung SD di Daerah, Pembangunan MCK di berbagai daerah, Pembangunan Rumah Sakit Daerah, dan lain-lain. Apabila kita ingin memperoleh informasi tentang rencana proyek yang diusulkan untuk memperoleh pendanaan dari pinjaman luar negeri maka sumber informasinya adalah: 1.
Bappeda Kabupaten/Propinsi. Bappeda adalah lembaga yang bertugas untuk mengkoordinasikan seluruh rencana proyek di wilayah tersebut. Karena itu, jika ada rencana proyek pinjaman luar negeri maka Bappeda paling sedikit mengetahui rencana tersebut.
2.
Dinas terkait, misalnya Dinas Pendidikan, Dinas PU, atau Dinas lainnya. Dokumen Rencana Proyek, biasanya dikumpulkan di bagian perencanaan pada Dinas tersebut. Jika ada rencana proyek pinjaman luar negeri yang diusulkan dari daerah maka
15
pihak yang mengusulkan adalah dinas tersebut. Jika ada rencana proyek nasional yang salah satunya berlokasi di daerah tersebut dan proyek itu merupakan tugas dinas, maka dinas tersebut akan dilibatkan sebagai perpanjangan tangan pemerintah/departemen yang bertanggungjawab dari proyek tersebut. 3.
Rencana proyek pinjaman luar negeri di daerah, dapat juga kita ketahui pada saat diselenggarakan “Musrenbang” Kabupaten atau Propinsi. Penyelenggara Musrenbang biasanya Bappeda.
Apabila, kita ingin memperoleh informasi tentang Proyek ODA Jepang sedang berjalan maka sumber informasi kita adalah sebagaimana diuraikan dalam poin 1 sampai 3 di atas. Namun juga dapat kita cari dari sumber informasi: Pelaksana Proyek atau Konsultan Proyek. Dalam mencari informasi tersebut bisa digunakan kalimat kunci untuk memudahkan mendapatkan suatu informasi yang diperlukan. Kalimat kunci mencari informasi ODA Jepang adalah ‘kami ingin memperoleh PEDUM (Pedoman Umum), JUKLAK (Pentunjuk Pelaksanaan) dan JUKNIS (Petunjuk Teknis) dari proyek ini.’ Jika kita mempunyai akses ke internet, informasi dasar mengenai proyek yang didanai ODA Jepang dapat pula didapat melalui website JBIC. Biasanya informasi itu berisi mengenai jenis proyek, jumlah total pinjaman proyek dan wilayah di mana proyek itu akan dijalankan.
1.5 Akses Masyarakat dalam Daur Pinjaman ODA Dalam daur pinjaman ODA, sebenarnya tidak begitu banyak akses masyarakat dalam proses pinjaman tersebut. Dari enam proses utama peminjaman ODA akses masyarakat baru dimulai di proses ke-empat terutama dalam Laporan Evaluasi Pra Proyek. Gambar berikut menunjukkan dalam tahap mana saja masya-
16
rakat dapat mengakses informasi dalam proses pinjaman ODA. Sayangnya JBIC – ODA belum mempunyai Pedoman mengenai Keterbukaan Informasi, sehingga kebijakan mengenai informasi masihlah bersifat optional bukanlah kewajiban bagi ODA maupun pelaksana proyek. 1. Nota Kesepakatan Biasanya informasi mengenai Nota Kesepakatan dapat diketahui melalui berita media massa. Dari sini dapat diketahui informasi awal mengenai proyek dan jumlah total dana pinjaman. Dengan informasi dasar ini, jika kita ingin mengetahui lebih rinci dapat meminta informasi lebih lanjut kepada Bappenas maupun kantor JBIC – ODA. 2. Keputusan Loan Agreement Informasi mengenai Perjanjian Pinjaman (loan agreement) dapat diketahui melalui berita media massa. Dari sini dapat diketahui informasi awal mengenai proyek dan jumlah total dana pinjaman. Rincian lebih lanjut dapat diminta lanjut kepada Bappenas maupun kantor JBIC – ODA. Informasi yang dapat diminta adalah lama waktu kegiatan, siapa pelaksana proyek, lokasi proyek, bentuk pinjaman dll. Dengan informasi rinci di atas, maka masyarakat dapat mengantisipasi dampak dari proyek ini. 3. Penentuan Kontraktor Dalam tahap penentuan kontraktor, informasi awal dapat dimintakan kepada Bappenas maupun kantor JBIC – ODA. JBIC – ODA telah memiliki pedoman mengenai pengadaan barang dan pedoman mengenai konsultan untuk pinjaman ODA. Masyarakat dapat memberikan keberatan atau dukungannya terhadap kualifikasi kontraktor dalam proyek yang didanai dari ODA.
17
4. Proyek Dimulai Masyarakat sekitar proyek dapat mengetahui kegiatan proyek tersebut dari papan informasi yang dip asang di proyek tersebut. Biasanya hanya memberikan informasi dasar mengenai nama proyek, total dana dibutuhkan dan pelaksana kegiatan. Dengan informasi dasar itu, masyarakat dapat memahami tujuan proyek tersebut. Namun, sayangnya tidak dapat mengetahui dampak dari proyek di atas. Karena itu, untuk dapat mengetahui lebih rinci, maka masyarakat dapat meminta informasi lebih lanjut kepada pelaksana proyek yang nama dan lembagnya telah tertera dalam papan plang di atas. JBIC – ODA sendiri telah memiliki Pedoman tentang lingkungan hidup bagi proyek-proyek yang didanainya. Jika aktivitas proyek itu harus melakukan analisa lingkungan, maka masyarakat dapat mengetahui potensi dampak aktivitas tersebut melalui analisa lingkungan ini. 5. Penyelesaian Proyek Dalam tahap ini, jika proyek yang didanai ODA Jepang adalah pembangunan fisik, maka secara kasat mata masyarakat dapat melihat dan menilai keberhasilan proyek tersebut. 6. Evaluasi Biasanya JBIC akan meminta pemerintah Indonesia untuk mengadakan evaluasi secara transparan dengan mengundang publik. Dalam tahap ini, masyarakat dapat hadir dan memberikan evaluasinya. Keterbatasanya adalah, pemberian informasi kegiatan proyek dan masyarakat mana yang akan terlibat dalam proses evaluasi sangat tergantung dari keputusan pemerintah. Secara ringkas, bagan di halaman berikut menunjukkan pada tahap mana saja kemungkinan masyarakat dapat peluang terhadap akses informasi dalam proses peminjaman ODA.
18
19
20
1.6 Tanggung Jawab Negara dan Kreditor Tanggung Jawab Negara Tanggungjawab Negara dalam Hukum internasional selain merujuk Deklarasi Universal HAM (DUHAM), Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICPR), dan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR), dapat ditambahkan Deklarasi tentang Hak Untuk Pembangunan hasil dari Resolusi Sidang Umum 41/142 tanggal 4 Desember 1986 berisi 10 pasal tentang hak atas pembangunan, dan Deklarasi Kedaulatan Penuh terhadap Seluruh SDA (Permanent Souvereignity over Natural Resources) Resolusi Majelis Umum PBB 1803 (XVII), 14 Desember 1982. Negara wajib untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill) kebutuhan warga negaranya. Dalam konteks kewajiban Negara untuk menghormati, mensyaratkan Negara untuk sejauh mungkin tidak ikut campur dalam upaya masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penghidupan (livelihood) mereka. Jika bentuk campur tangan Negara justru melanggar integritas perorangan atau melanggar kebebasan individu untuk memilih dan menggunakan sumber daya yang tersedia dalam upaya memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) mereka. Hak atas pembangunan adalah sesuatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari hak-hak asasi manusia yang memandang bahwa setiap manusia dan keseluruhan masyarakat diakui untuk berpartisipasi, berkontribusi dan menikmati pembangunan ekonomi, sosial, dan politik, untuk itu keseluruhan hak-hak asasi dan kebebasan dasar dapat diwujudkan sepenuhnya. Hak asasi untuk pembangunan juga berkaitan dengan pemenuhan akan terwujudnya hak-hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri. Didalamnya termasuk subyek yang relevan seperti yang dimaksudkan dalam kedua Kovenan Hak-hak Asasi Manusia. Dalam melakukannya atas pemilahan hak sepenuhnya disesuaikan dengan kemampuan kelimpahan kemakmuran serta sumber daya alamnya (Pasal 1 Deklarasi Hak atas Pembangunan).
21
Kewajiban Negara untuk melindungi hak-hak warga negaranya memerlukan Negara untuk melakukan langkah-langkah agar Negara harus secara aktif melakukan aksi, membuat aturan dan mengembangkan instrumen agar hak-hak warga Negara dapat dipenuhi. Sedangkan kewajiban Negara untuk memenuhi menempatkan Negara untuk menetapkan ukuran-ukuran yang dapat meningkatkan pemegang hak untuk mengakses dan menggunakan sumbersumber ataupun cara untuk memenuhi penghidupan mereka. Salah satu kewajiban Negara adalah menghormati hak-hak masyarakat adat dalam pengelolaan maupun kepemilikan tanah. Di mana masyarakat adapt di berbagai wilayah Indonesia memiliki sistem kepemilikan dan pengelolaan sendiri yang berlainan satu dengan yang lainnya. Bahkan Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pengelolaan Agraria mengakui hak masyarakat adapt tersebut. Boks berikut adalah contoh hukum adat yang harus dihormati oleh Negara dan kreditor adalah tentang kepemilikan tanah bagi suku batak yang tidak mengakui adanya kepemilikan individu atas tanah (baca boks). Hukum Adat Batak Tentang Tanah Dalam sejarahnya suku Batak di Tapanuli tidak mengenal jual beli tanah (bumi, air, dan segala yang ada di atasnya), karena tanah dianggap punya nilai sakral, sebab semua sumber kehidupan diyakini bersumber dari tanah. Transaksi tanah hanya boleh dilakukan sesuai dengan peraturan adat batak dengan upacara adat dan kepada pihak keluarga yang menjadi saksi di berikan pagopago. Hak milik hanya bisa di miliki oleh marga (kolektif ) dan tidak mengenal kepemilikan individu, sehingga klan lain tidak bisa memiliki tanah, tetapi bisa memiliki hak tinggal dan hak pakai. Dengan demikian pemilik modal atau Negara yang ingin menggunakan tanah adat batak, hanya bisa dengan status hak pakai atau hak guna usaha saja. (Dikutip dari buku Arti dan Fungsi Tanah bagi Masyarakat Batak oleh: BA Simanjuntak dan Saur Tumiur Situmorang)
22
Tanggung Jawab Kreditor (ODA Jepang) Pengalaman advokasi yang dilakukan menunjukan bahwa khusus untuk dana pembebasan tanah yang di pergunakan bersumber dari APBD/APBN, sehingga kreditor memiliki alasan bahwa mereka tidak bertanggung jawab dalam proses pembebasan tanah yang di mana justru pada proses itu di temukan pelanggaran-pelanggaran HAM yang luar biasa. Kreditor melepaskan tanggungjawab dengan mengatakan persoalan itu sepenuhnya tanggungjawab pemerintah daerah yang bersangkutan, atau dalam terminologi pemerintah disebut tim pembebasan tanah atau tim sembilan. Sebenarnya kreditor tidak dapat berkilah seperti itu, karena sebagaimana diuraikan dalam point 1.2 di atas, maka pihak Kreditor masih mempunyai peran yang kuat dalam sebuah proyek yang didanai oleh ODA sejak awal hingga akhir proses proyek tersebut, terutama dalam pencairan dana. JBIC – ODA juga telah mempunyai Pedoman mengenai Lingkungan yang diterapkan dalam setiap program pinjaman mereka. Pedoman lingkungan ini berlaku untuk pinjaman JBIC - ODA yang memberi arahan yang berkaitan dengan prinsip pertimbangan lingkungan JBIC dalam melakukan penilaian proyek. Pedoman Lingkungan mengklasifikasi proyek dalam tiga kategori. KATEGORI A: Proyek yang masuk dalam kategori ini wajib menyerahkan Laporan Analisis Dampak Lingkungan. Laporan ini harus disertai ringkasannya dalam bahasa Inggris atau Jepang. Kemudian proyek tersebut berdasartkan Pedoman ini. Proyek yang masuk dalam kategori A adalah: 1. MEGA PROYEK YANG BERHUBUNGAN DENGAN: a. Jalan dan jalur kereta api b. Bandar udara c. Pelabuhan d. Pembangkit Listrik
23
e. f. g. h. i. j. k. l.
Industri secara umum Pertambangan Kehutanan Irigasi Pembuangan air Pembangunan yang menenggelamkan area luas Pembangunan daerah aliran sungai Pembangunan yang melibatkan manufaktur dengan penggunaan bahan berbahaya, beracun dan pestisida m. Pembangunan yang melibatkan reklamasi yang mempengaruhi tubuh sungai 2.
PROYEK
YANG PELAKSANAANNYA DAPAT MEMPENGARUHI
AREA SEPERTI:
a. b. c. d. e.
f. g. h.
3. a. b. c.
Area di mana terdapat bahaya akumulasi garam atau erosi tanah Area semi-arid Hutan alam di area tropis Sumber air Habitat yangmelindungi penggunaan berkesinambungan perikanan dan sumber kehidupan liar (termasuk terumbu karang dan ekosistem mangrove) Area dengan keunikan (sejarah, budaya dan keilmuan) Area konsentrasi populasi atau kegiatan industri Area derngan kepentingansosial untuk kelompok masyarakat rentan (masyarakat nomad dengan gaya hidup tradisional dll). PROYEK DENGAN KARAKTER SEPERTI BERIKUT: Proyek yang diperkirakan akan akan memberi dampak luas, beraneka dan tidak terbalikkan kepada lingkungan Proyek yang mempengaruhi kelompok besar pemukiman (di luar dampak pemindahan-paksa) Proyek yang akan mengkonsumsi dalam jumlah besar sum-
24
d.
e.
ber daya alam yang tak terbarukan Proyek yang akan menghasilkan perubahan secara signifikan dalam tata guna lahan dan kehidupan sosial, fisik dan atau lingkungan ekologis Proyek yang menghasilkan limbah berbahaya dan beracun.
KATEGORI B: Proyek yang masuk dalam kategori ini tidak diwajibkan menyerahkan Laporan Analisis Dampak Lingkungan. Namun tetap harus dinilai berdasarkan Pedoman ini. Proyek yang masuk dalam Kategori B adalah: 1.
PROYEK
YANG MASUK DALAM SEKTOR BERIKUT, TETAPI
TIDAK TERMASUK KATEGORI
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. 2.
A:
Jalan dan jalur kereta api Bandar udara Pelabuhan Suplai air Sewage Pembangkit listrik Transmisi listrik Industri umum Pertambangan Pipanisasi minyak dan gas Kehutanan Irigasi Pembuangan air PROYEK DI LUAR POINT 1 DI ATASA DENGAN DAMPAK LINGKATEGORI A
KUNGAN DI BAWAH
25
3.
PINJAMAN KATEGORI
PELAYANAN REKAYASA YANG DIBERIKAN DALAM
A.
KATEGORI C: Proyek yang masuk dalam kategori ini tidak diwajibkan untuk memberikan laporan analisis dampak lingkungan, maupun dinilai berdasarkan pedoman ini. Terhadap proyek-proyek tersebut di atas, masyarakat dapat meminta dokumen Laporan Analisa Dampak Lingkungan ke pihak JBIC – ODA. Sehingga berdasarkan dokumen tersebut pihak kreditor dapat diukur pertanggung jawabannya.
BAB
2
Metodologi Monitoring
KEPENTINGAN KORBAN merupakan tujuan terpenting yang harus didahulukan dalam sebuah proses monitoring. Metode yang dipakai diutamakan menggunakan metode-metode yang bersifat partisipatif meliputi diskusi di tingkat desa/diskusi kampung untuk mentabulasi masalah-masalah yang akan dirasakan oleh masyarakat. Intinya metodologi monitoring yang partisipatif adalah monitoring dari rakyat oleh rakyat untuk kepentingan rakyat korban. Pelaku yang paling berkepentingan melakukan monitoring adalah rakyat korban itu sendiri, sementara pendamping merupakan aspek pendukung dalam proses monitoring. Aspek pengorganisasian adalah aspek yang tidak boleh dipisahkan dalam proses monitoring. Oleh karena langkah-langkah dalam pengorganisasian harus menjadi bagian tak terpisahkan dalam proses monitoring.
Proses monitoring sebelum proyek ODA oleh rakyat korban 1. Mendiskusikan dampak proyek bagi kelangsungan hidup ekonomi dan sosial warga. 2. Mengetahui kelayakan lokasi pemindahan baru bagi warga yang akan digusur 3. Memastikan ada tidaknya plang proyek ditempat tempat strategis.
27
4.
5. 6.
Memastikan informasi mengenai plang (baliho) proyek yang berisi minimal tujuan proyek, jumlah dana, sumber dana, pelaksana, penanggungjawab proyek, serta alamat yang bisa dihubungi jika ingin mendapat informasi atau jika ada masalah. Mencari rincian plafon proyek dari panitia proyek, sehingga mengetahui dengan pasti jumlah anggaran untuk rakyat korban. Memastikan apakah orang orang yang diundang oleh panitia proyek untuk mendiskusikan kehadiran proyek (sosialisasi) adalah orang-orang yang benar-benar akan menjadi korban proyek.
Proses sederhana Monitoring oleh rakyat korban pada saat proyek ODA sedang dilaksanakan sebagai berikut : 1.
Wadah berkumpul memakai wadah yang sudah ada Korban berkumpul mendiskusikan masalah yang mereka hadapi. Pertemuan bisa memakai wadah yang sudah ada, dan bahan diskusi yang baru adalah salah satu yang menjadi agenda, misalanya memanfaatkan pertemuan STM (Serikat Tolong Menolong), acara keagamaan seperti wirid, dll.
2.
Mendiskusikan masalah bersama yang berkaitan dengan Proyek Pada proses ini, jika sudah melihat ada masalah dalam diskusi sebelumnya, bisa menyepakati pertemuan khusus selain pertemuan yangh dilakukan untuk kegiatan rutin yang sudah ada sebelumnya.
3.
Rakyat Korban memulai diskusi monitoring Berangkat dari masalah yang dirasakan warga, dilakukan pertemuan untuk merumuskan apa saja yang akan dimonitoring, kemudian Menyepakati dan melakukan monitoring. Hasil monitoring menjadi bahan diskusi rakyat pada pertemuan mingguan di rumah rumah yang disepakati. Setiap evaluasi moni-
28
toring menjadi bahan perbaikan untuk monitoring lanjutan. Tugas pendamping lebih pada mencari dokumen yang bersifat teknis, seperti menyediakan peraturan peraturan yang berkaitan dan informasi yang hanya bisa ddiperoleh dari media informasi yang ada 4.
Monitoring untuk kepentingan hak-hak korban Pada akhirnya hasil monitoring menjadi bahan rakyat untuk melakukan aktivitas mengkritisi, mengawasi, bahkan memutuskan sikap soal menerima atau menolak kehadiran sebuah proyek, sebagai bagian dari hak-hak warga. Hasil monitoring menjadi data dalam menuntut hak-hak korban yang dirampas.
Hak-hak Masyarakat dalam Melakukan Monitoring Sesungguhnya masyarakat mempunyai hak untuk melakukan monitoring dan dijamin oleh berbagai peraturan perundang-undangan. Hak untuk melakukan monitoring terkait dengan hak-hak lainnya seperti hak mendapat informasi dan hak untuk berpartisipasi. Berikut adalah berbagai hak penting dalam rangka melakukan monitoring yang dilindungi hak-haknya baik oleh konvensi internasional maupun oleh peraturan nasional. 1. Hak untuk mendapatkan informasi Pasal 19 DUHAM: “Setiap orang berhak untuk kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapatnya, hal ini mencakup untuk menganut pendapat tanpa ada yang mengganggu dan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan gagasan melalui media apapun tanpa memperdulikan batas negeri.” Pasal 28F UUD 1945: “Setiap oranng berhak untuk berkomunikaasi dan memper-
29
oleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Pasal 5 ayat 2 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup: “Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dan pengelolaan lingkungan hidup.” Pasal 17 ayat 2 UU no. 40 Tahun 1999 tentang Pers: “Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.”
2. Hak untuk Berpendapat Pasal 19 DUHAM: “Setiap orang berhak untuk kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapatnya, hal ini mencakup untuk menganut pendapat tanpa ada yang mengganggu dan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan gagasan melalui media apapun tanpa memperdulikan batas negeri.” Pasal 28 UUD 1945: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagianya ditetapkan dengan Undang-undang”
30
3. Hak untuk Berpartisipasi Hak untuk berpartisipasi dijamin dalam berbagai peraturan seperti peraturan mengenai Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), tata ruang maupun konservasi sumber daya alam. Dalam proses AMDAL, masyarakat terkena dampak kegiatan dimungkinkan untuk terlibat dalam penilaian AMDAL proyek tersebut, terutama ketika mereka masuk dalam Komisi AMDAL yang melakukan penilaian atas kelayakan proyek tersebut. Mengenai partisipasi diatur dalam Bab khusus yaitu Bab VI: Keterbukaan Informasi dan Peran Masyarakat, dari Pasal 33 s.d Pasal 35 Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Pasal 34 ayat 1 PP 27 Tahun 1999: “Warga masyarakat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses penyusunan kerangka acuan, penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup” Pasal 35 ayat 1: “Semua dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, saran, pendapat, dan tanggapan warga masyarakat yang berkepentingan, kesimpulan komisi penilai, dan keputusan kelayakan lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatan bersifat terbuka untuk umum”
4. Hak untuk Berorganisasi Pasal 20 DUHAM: (1) Setiap orang berhak atas kebebasan berkumpul dan mengadakan rapat dengan tidak mendapat gangguan
31
(2) tidak seorangpun dapat dipaksa memasuki salah satu perkumpulan Pasal 21 ICCPR: “Setiap orang harus mempunyai hak kebebasan untuk berkumpul dengan yang lain, termasuk hak untuk membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.” Pasal 28 UUD 1945: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”
5. Hak untuk Melakukan Pengaduan Deklarasi Kedaulatan Penuh terhadap Seluruh Sumber daya Alam (Permanent Souvereignty over Natural Resources) Resolusi Majelis Umum PBB 1803 (XVII), 14 Desember 1962: Deklarasi Point ke-2: “Eksplorasi, pengembangan dan disposisi terhadap sumber daya, seperti masuknya modal asing untuk tujuan tersebut, selayaknya menyesuaikan dengan aturan dan keadaan di mana rakyat dan Negara memiliki kebebasan untuk menyatakan kepentingan atau pengharapannya dengan jaminan kewenangan, pembatasan ataupun penolakan atas aktivitas itu.” Pasal 4 huruf d UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen: “Hak konsumen adalah Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan.”
BAB
3
Langkah-Langkah Monitoring
LANGKAH-LANGKAH MELAKUKAN MONITORING dapat berpatokan dari mekanisme kerja proses peminjaman ODA sebagaimana diuraikan dalam Bab I, point I.2. Setidaknya ada tiga bagian besar dalam proses peminjaman ODA: I. Tahap Perencanaan; termasuk dalam tahap ini adalah: 1. persiapan proyek 2. pemohonan pinjaman 3. pemeriksaan/penilaian 4. pertukaran nota/ perjanjian pinjaman II. Tahap Pelaksaanaan, dan III. Tahap Evaluasi
3.1. Tahap Perencanaan Dalam tahap perencanaan informasi yang bisa didapat adalah jenis proyek (apakah berbentuk Bantuan Teknis atau proyek pembangunan fisik), jumlah total pinjaman proyek dan wilayah di mana proyek itu akan dijalankan. Informasi awal ini dapat dilihat ke Website JBIC: www.jbic.go-jp. Masalahnya informasi yang tersedia di website umumnya berbahasa Inggris, sehingga diperlukan kemahiran pema-
33
haman berbahasa Inggris bagi siapapun yang mengakses ke website JBIC tersebut. Dokumen yang bisa di akses dalam tahap ini adalah Laporan Analisis Dampak Lingkungan untuk proyek-proyek yang termasuk dalam Kategori A dan B (Lihat Bab I, Point 1.6). Dari Laporan tersebut, masyarakat dapat melihat potensi kerusakan lingkungan dan sosial dari rencana kegiatan yang didanai oleh ODA, termasuk pilihan cara untuk menanggulangi kerusakan tersebut. Dari sini masyarakat dapat mengantisipasi poteni kerusakan tersebut.
3.2. Tahap Pelaksanaan Informasi mengenai Perjanjian Pinjaman (loan agreement) dapat diketahui melalui berita media massa. Dari sini dapat diketahui informasi awal mengenai proyek, penentuan kontraktor, dan jumlah total dana pinjaman. Rincian lebih lanjut dapat diminta lanjut kepada Bappenas maupun kantor JBIC – ODA. Informasi yang dapat diminta adalah lama waktu kegiatan, siapa pelaksana proyek, lokasi proyek, bentuk pinjaman dll. Pada tahap ini identifikasi runut sudah dapat dilakukan yang meliputi hal-hal sebagai berikut: a.
Jenis Proyek/Kegiatan Kita harus mengumpulkan informasi yang cukup untuk mengetahui jenis proyek apa yang akan dilakukan di suatu wilayah. Informasi mengenai proyek tersebut apakah akan mengganggu atau mengancam keberadaan masyarakat dan lingkungan sekitar sangatlah diperlukan untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan selanjutnya.
b.
Lokasi Kegiatan/Proyek Informasi di mana satu proyek akan dilakukan sangat diperlukan untuk mengidentifikasi apakah suatu proyek akan berdampak negatif pada masyarakat dan lingkungan. De-
34
ngan mengetahui lokasi suatu proyek maka bisa dilakukan identifikasi dampak yang mungkin ditimbulkan oleh suatu proyek ditinjau dari berbagai aspek termasuk sosial dan lingkungan. c.
Pelaku yang Terlibat Pada tahap ini, kita mengidentifikasi pihak mana saja yang terlibat dalam suatu proyek yang akan dilaksanakan. Pihak yang terlibat di sini mencakup dari negara kreditor dalam hal ini Jepang dan juga negara peminjam yaitu dari pihak Indonesia. Untuk pihak dari negara Jepang, dalam hal ini adalah GoJ (MoFA), JBIC, JICA dan konsultan serta kontraktor Jepang. Untuk di Indonesia bisa di identifikasi dari pemerintah Indonesia dalam hal ini Bappenas, Departemen Teknis terkait dengan yang mengerjakan proyek, konsultan dan kontraktor Indonesia.
d.
Pengumpulan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan proyek Pada saat pra perencanaan proyek, biasanya dokumen tentang kegiatan tersebut belum terpublikasikan. Agar supaya kegiatan tersebut dapat diketahui perkembangannya, termasuk berbagai dokumen yang dapat diperoleh maka perlu dilakukan upaya, misalnya: ngobrol bebas dengan aktor kunci, mengundang aktor kunci untuk diskusi di suatu acara, meminta temen wartawan untuk mengkonfirmasi hal tersebut dengan rencana pembangunan daerah setempat, serta cara lainnya. Dokumen yang ada, biasanya masih bersifat draft atau konsep atau penyiapan konsep.
3.3. Tahap Evaluasi Biasanya JBIC akan meminta pemerintah Indonesia untuk mengadakan evaluasi secara transparan dengan mengundang publik. Dalam
35
Pentingnya Pendokumentasian Proyek-proyek yang didanai oleh ODA seringkali menimbulkan masalah namun tidak nampak dipermukaan. Karena itu pendokumentasian dalam hal ini sangatlah penting. Yang perlu dilakukan disini adalah mengumpulkan fakta-fakta dan informasi dari beberapa pihak yang terkait dengan proyek-proyek tersebut termasuk dalam hal ini adalah masyarakat. Dokumentasi di sini merupakan bukti bahwa telah terjadi permasalahan akibat proyek-proyek tersebut. Dokumentasi dapat berupa foto-foto, pernyataan tertulis, rekaman wawancara atau video yang dilengkapi dengan informasi waktu (hari,tanggal dan tahun), lokasi dan metode pendokumentasian tersebut. Dalam dokumentasi tersebut juga penting untuk mencantumkan secara detail mengenai permasalahan konkrit yang terjadi serta dampak penting dari rencana kegiatan tersebut.
tahap ini, masyarakat dapat hadir dan memberikan evaluasinya. Keterbatasanmya adalah, pemberian informasi kegiatan proyek dan masyarakat mana yang akan terlibat dalam proses evaluasi sangat tergantung dari keputusan pemerintah. Namun demikian, secara berkala JBIC juga mengeluarkan Laporan Tahunan yang berjudul “ODA Loan Report” (Laporan Pinjaman ODA). Di dalamnya kita bisa mempelajari analisa proyek yang sedang dan sudah berlangsung yang didanai ODA, termasuk analisis atas proyek tersebut yang dilakukan oleh JBIC.
36
Bagaimana menembus lembaga Bappenas, Bappeda, Konsultan proyek, pelaksana proyek, dan masyarakat korban ODA Jepang Banyak cara menembus berbagai lembaga tersebut, namun demikian, berkait dengan fokus monitoring proyek ODA Jepang maka langkah-langkah yang dapat disarankan dapat dilakukan adalah : 1.
Mengenali Lembaga yang terkait dengan ODA Jepang, dan yang paling utama adalah bagian apa yang mengurusi rencana proyek ODA Jepang. Misalnya, Bappenas yang dapat kita kenali dengan membuka website , yang kemudian kita cari struktur organisasi yang mengurusi ODA Jepang. Untuk di Bappenas adalah bagian organisasi yang mengurusi masalah tersebut adalah Direktorat Pendanaan Pembangunan Bilateral.
2.
Kembangkan jaringan, di Departemen Teknis biasanya unit penting yang mengurusi ODA Jepang adalah Biro Kerjasama Luar Negeri dan Biro Perencanaan Departemen yang berada di bawah Sekretaris Jenderal.
3.
Apabila kita dapat mengembangkan jaringan di unit kunci tersebut maka kita
37
akan memperoleh jalan untuk menembus jaringan Konsultan Proyek dan Pelaksana Proyek. 4.
Poin 1, 2, 3 tersebut dapat kita lakukan juga di tingkat daerah, di mana fungsi Bappeda relatif sama dengan fungsi Bappenas, dan fungsi Departemen relatif sama seperti fungsi Dinas. Namun demikian, susunan organisasi berbeda. Karena itu, mengenali lembaga dan sruktur organisasi lembaga menjadi langkah prasyarat bagi siapa saja yang ingin mengembangkan jaringan untuk ODA Jepang.
BAB
4
Model Pelaporan
4.1 Model pelaporan berdasarkan sasaran 4.1.1 Laporan kepada pemerintah Indonesia Format Laporan kepada pemerintah Indonesia diperinci menjadi : 1. Kasus-kasus yang terkait dengan pelanggaran HAM dilaporkan ke lembaga HAM tingkat Nasional seperti Komnas HAM; memakai format pelaporan pelanggaran HAM 2. Kasus yang berkaitan dengan tindak korupsi, penyelewengan dana proyek, penipuan terhadap masyarakat pelaporanya kepada lembaga peradilan; memakai format pelaporan yang sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku 4.1.2 Laporan kepada Pemerintah Jepang 4.1.3 Laporan kepada Komisi HAM PBB 4.2 Standar-standar informasi yang tercakup dalam pelaporan Informasi-informasi penting yang harus muncul dalam pelaporan, baik skala 4.1.1, 4.1.2 dan 4.1.3 adalah sebagai berikut : 1. Persepsi para pihak terhadap proyek sasaran monitoring 2. Kondisi yang ada di mana lokasi proyek itu ditempatkan 3. Dampak-dampak proyek 4. Studi kasus spesifik dari dampak proyek
39
5.
Upaya-upaya atau inisiasi masyarakat yang telah, sementara dan akan dilakukan dalam memperjuangkan hak-hak mereka.
Standar-standar Informasi Pelaporan I. Pendahuluan - Masalah - Tujuan - Cakupan laporan - Metodologi pengumpulan dan analisis data - Sistematika laporan II. Diskripsi Project - Penjelasan berkaitan dengan project yang dimonitoring - Wilayah (geografis, demografis, etnografi, dll) - Aktor-aktor yang terlibat - Proses pra, pelaksanaan, dan pasca project - Fakta-fakta atau kasus-kasus yang muncul dari proyek (informasi tentang gambaran peristiwa, siapa korban, dan pelaku bisa juga ditambahkan dengan hasil-hasil studi sosial, ekonomi dan budaya) III. Respon atau langkah-langkah Pemerintah IV. Respon dari Pemerintah Jepang (kreditor) V. Tanggungjawab secara hukum internasional, nasional dan adat VI. Kesimpulan dan Rekomendasi Rekomendasi kepada: 1. Pemerintah Indonesia 2. Pemerintah Jepang 3. Komisis Khusus HAM PBB
DAFTAR ALAMAT
Yang Bisa Dihubungi
BAPPENAS Bappenas - Jl.Taman Suropati No.2 Jakarta 10310 Telp.021-3905650 www.bappenas.go.id INFID Sekretariat: Jl.Mampang Prapatan XI No.23 Jakarta Selatan 12790 Indonesia Phone: (62-21) 79196721, 79196722 Fax: (62-21) 7941577 www.infid.org INFID European Liaison Office Vlasfabriekstraat 11B-1060 Brussels,Belgium Phone: (32-2) 5361951 Fax: (32-2) 5361906 ELSAM (Lembaga Studi Advokasi Masyarakat) Jl. Siaga II No. 31 Pasar Minggu Jakarta 12510
41
JARI Jl. Minyak III No. 1 Komp. Pertamina , Duren Tiga Jakarta Selatan 12780 Telp, 021 - 794 9988 Fax: 021 - 794 9988 BAKUMSU Lembaga Bantuan Hukum & Advokasi Rakyat Sumatra Utara Jl. Bromo Ujung no. 51, Medan Denai 20228 Sumatra Utara KSPPM Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat) Jalan Yosef Sinaga No. 62 Parapat 21174 JARI Celebes Raya Jl. Lembu No. 34 Maricaya Makassar - Sulawesi Selatan
[email protected] JICA Japan International Cooperation Agency www.jica.or.id