BAB II SEJARAH PERKEMBANGAN ODA (Official Development Assistance) JEPANG
Pada bab ini, penulis berusaha menjabarkan bagaimana perkembangan dan mekanisme bantuan ODA. ODA sebagai alat kebijakan luar negeri Jepang yang sangat berperan dalam kepentingan Jepang, baik kepentingan nasional maupun internasional
mengalami
beberapa
perkembangan
pasca
dimulainya
pengimplementasiian nya. Selama beberapa periode, Jepang sebagai negara yang pada awalnya penerima bantuan ODA ini, berevolusi menjadi salah satu negara donor terbesar. Evolusi tersebut akan digambarkan pada bab ini dengan menjelaskan perubahan ODA yang menyesuaikan dengan kepentingan Jepang dan perkembangan dunia internasional
yang sangat dinamis. Demi meraih
kepentingannya ODA harus bisa menyesuaikan keadaaan dengan dunia internasional. Selain itu, pada bab ini juga penulis berusaha memaparkan tentang mekanisme pemberian bantuan ODA di dalam negeri Jepang sendiri karena sebagai alat kebijakan luar negeri Jepang, ODA memiliki mekanisme sendiri dalam menyalurkan bantuan mereka ke banyak negara berkembang. A. Sejarah Perkembangan Bantuan Luar Negeri Jepang melalui ODA dan Mekanisme Pemberian Bantuan ODA Perkembangan ODA sendiri dapat dibagi dalam beberapa fase sejak mulai digulirkan nya program ini oleh OECD pada tahun 1950-an dan bergabung nya
23
Jepang pada program ini. Sebagai alat kebijakan luar negeri Jepang, ODA harus dapat merespon dan menyesuaikan diri dengan keadaan dan kebutuuhan politik luar negeri Jepang sehingga perkembangan ODA sangat dinamis tergantung dengan keadaan politik internasional itu sendiri. ODA yang banyak berfokus pada pemberian bantuan berupa pinjaman yang tidak terlalu terikat dan pemberian bantuan tenaga – tenaga ahli kepada negara berkembang, khususnya di Asia. Di sini penulis berusaha menjabarkan beberapa fase perkembangan ODA Jepang dalam merespon komunitas internasional dan kepentingan luar negeri Jepang itu sendiri : 1. 1950an : Pasca Perang Dunia ke 2 dan Usaha Perbaikan Ekonomi Pasca kekalahan pada perang dunia ke-2, membuat Jepang harus nenerima segala konsekuensi sebagai pihak yang dipersalahkan untuk kerugian yang ditumbulkan akibat perang. Oleh karena itu, Jepang menjadi salah satu negara yang harus ikut menanggung beban biaya kerusakan akibat perang di berbagai Negara, khususnya Asia yang merupakan menjadi medan perang dan banyak mendapatkan pengalaman pahit akibat kolonialisme Jepang. Beban biaya yang sangat banyak yang ditimpakan kepada Jepang inilah yang mebjadi awal dari lahirnya Jepang yang baru. Pasca penanda tanganan perjanjian San Francisco pada tahun 1951 dan dilajutkan dengan Colombo Plan pada tahun 1954 membuat jalan Jepang untuk kembali diterima di komunitas internasional kembali terbuka. Biaya yang sangat besar yang ditanggungkan kepada Jepang untuk mengganti biaya kerusakan perang mengahruskan Jepang untuk kembali bergabung dan diterima di komutias
24
internasional agar perusahaan – perusahaan industri Jepang dapat memberikan pemasukan kepada pemerintah untuk membayar biaya perang tersebut. Namun, untuk mempermudah tumbuhnya perekonomian Jepang, pemerintah Jepang juga membarengi biaya ganti rugi akibat perang tersebut dengan syarat mempermudah masuknya perusahaan Jepang kepada negara penerima, khususnya negara – negara di Asia Tenggara yang pertama mendapatkan biaya ganti rugi ini. Perusahaan – perusahaan Jepang yang pada awalnya banyak berfokus pada bidang jasa membuat barang – barang industri Jepang mendapatkan pasar di Asia Tenggara pasca perjanjian ganti rugi perang tersebut. Myanmar, Indonesia, Filipina, dan Republik Vietnam ( Vietnam Selatan ) menjadi negara – negara pertama yang menandatangani perjanjian perbaikan pasca perang tersebut1. Pembayaran ganti rugi akibat perang tersebut berlangsung dari tahun 1955 – 1977 dengan total biaya pembayaran sebesar $1.5 Miliar2. Selain menandatangani perjanjian biaya kerusakan perang, Jepang juga memulai perjanjian yang lain pada masa ini. Dengan adanya dukungan penuh dari Amerika Serikat pasca penandatangan Colombo Plan, Jepang mulai berusaha merekontruksi perekonomiannya dengan cara memberikan bantuan pinjaman luar negeri yang dapat mempermudah Jepang untuk mengekspor barang industri mereka. India menjadi negara pertama yang mendapatkan pinjaman luar negeri dari Jepang pada tahun 1958. Dengan adanya perjanjian tentang banutan pinjaman luar
1
www.mofa.go.jp/files/000119315.pdf Chapter 1 : The Track Record of Japan ODA diakses pada 26 November 2016 jam 18.46 2 Kato, Page, Shimomura, Japan Development Assistance : Foreign Aid and the post 2015 Agenda, Palgrave Macmillan, 2016
25
negeri tersebut, membuat barang – barang industri Jepang mendapatkan pasar yang lebih luas yang juga dapat menstimulus perekonomian Jepang sehingga pada masa tersebut perjanjian – perjanjian bantuan luar negeri baik yang bersifat biaya kerugian akibat perang maupun bantuan luar negeri berupa pinjaman memiliki peranan yang sangat penting pada masa awal dalam proses rekontruksi ekonomi pasca perang bagi Jepang3. 2. 1960an : Berkembangnya ODA sebagai Imbas Perkembangan Ekonomi Dengan semakin banyaknya pemasukan untuk perekonomian Jepang sebgai imbas dari keberhasilan kebijakan ODA membuat perekonomian Jepang terus membaik dan meningkat. Pada periode ini, Jepang menunjukkan bagaimana keefektifan kebijakan progran bantuan luar negeri ODA dapat menunjang perekonomian dan proses industrialisasi yang terjadi di Jepang sehingga kebijakan ini disebut dengan income doubling policy. Pada era ini juga, Amerika Serikat sebagai pihak yang mendukung secara penuh bentuk kebiajakan bantuan luar negeri ODA ini di negara – negara berkembang, khususnya di Asia Tenggara bertujuan untuk membangun negara – negara yang tidak terpengaruh komuisme pada masa tersebut. Sebagai masa – masa perang dingin antara blok timur dan barat membuat Amerika Serikat harus dapat memainkan peran strategi di negara – negara dunia ketiga untuk membedung perkembangan komunisme sehingga peran ODA Jepang sangat memainkan posisi penting pada masa perang dingin tersebut. Dengan berkembangnya negara – negara dunia ketiga melalui mekanisme bantuan luar
3
ibid
26
negeri ODA membuat posisi Amerika Serikat memlaui Jepang semkain kuat untuk membendung komunisme4. Pada periode ini pula organisasi – organisasi penunjang proses pembuatan kebijakan luar negeri ODA mulai terbentuk, seperti Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) yang mengurus perihal pembangunan di negara berkembang dibentuk pada tahun 1961. Kemudian Jepang juga membentuk Development Assistance Committee (DAC) pada tahun yang sama. Selain itu, Jepang juga membentuk organisasi Overseas Technical Cooperation Agency (OTCA) dan Japan Emigration Service (JEMIS) yang pada periode selanjutnya digabung menjadi Japan International Cooperation Agency (JICA) yang memiliki peranan penting dalam mekanisme ODA.5 Pembantukan organisasi – organisasi itu sangat penting dalam proses mekanisme bantuan luar negeri ODA sehingga melalui organisasi tersebut Jepang lebih dapat secara efektif untuk membentuk kebijakan bantuan luar negeri yang memiliki keuntungan di kedua belah pihak. Namun pada era ini juga menunjukkan bagaimana mekanisme ODA sangat bergantung pada kepentingan luar negeri di Amerika Serikat dalam usaha membendung pengaruh dari komunisme yang pada masa tersebut mulai masuk di negara – negara dunia ketiga.
4
Ibid www.mofa.go.jp/files/000119315.pdf Chapter 1 : The Track Record of Japan ODA diakses pada 16 November 2016 jam 19.05 5
27
1. 1970an : Berubahnya Orientasi ODA Pada periode ini, Jepang banyak mengalami perubahan akibat banyaknya kejadian – kejadian yang tidak dapat diprediksi sebelumnya yang membuat Jepang harus bisa beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan berbagai ketidakstabilan yang terjadi di dunia internasional. Kejadian – kejadian tersebut juga mulai membentuk mekanisme dan pengaruh ODA yang lebih baru, yang lebih bisa beradaptasi dengan pemerintahan dan masyarakat internasional yang memiliki kebudayaan maupun interaksi sosial yang berbeda dengan Jepang maupun sekutunya. Kejadian pertama yang mulai merubah orientasi ODA pada periode ini adalah pada saat Amerika Serikat melakukan embargo kacang kedelai ke Jepang pada tahun 1973 demi menyelematkan perekonomian Amerika Serikat pada waktu itu6. Hal tersebut sangat memberikan dampak bagi Jepang karena terancamnya food security Jepang karena 93% dari peredaran kacang kedelai di Jepang berasal dari Amerika Serikat sehingga Jepang perlu mencari cara untuk mengamankan hak tersebut. Selain itu, terjadinya oil shock juga mulai mengubah orientasi Jepang untuk membentuk kebijakan yang lebih dapat mengamankan pasokan baik negeri maupun makanan bagi proses industrialiasi di Jepang. Terjadinya oil shock tersebut juga membuka mata Jepang untuk tidak hanya berfokus kepada perkembangan di negara di Asia Tenggara saja, namun juga timur tengah sebagai basis dari melimpahnya minyak yang ada di kawasan tersebut.
6
http://www.japantimes.co.jp/opinion/2014/08/02/commentary/world-commentary/watergateforty-years-since-nixons-resignation/#.WGkCZly3q2k diakses pada 26 November 2016 19.17
28
Kejadian kedua yang juga mulai mempengaruhi proses mekanisme kebijakan ODA adalah pada saat berkunjungnya perdana menteri Jepang pada saat itu, Tanaka Kakuei yang mengunjungi Bangkok dan Jakarta pada tahun 1974. Perdana menteri Tanaka Kakuei memprotes negara – negara yang sedang berkembang karena sedikitnya perusahaan Jepang yang ikut terlibat dalam proses industrialisasi di negara berkembang, khususya Jakarta dan Bangkok. Karena kejadian tersebut, banyak terjadi kerusuhan Anti – Jepang di negara berkembang, seperti di Jakarta yang pasca kedatangan perdana menteri Tanaka Kakuei tersebut terjadi kerusuhan yang disebut sebagai kerusahan Malari7. Kejadian tersebut membuat pemerinta Jepang mulai melakukan evaluasi terjadap mekanisme kebijakan ODA di negara Asia Tenggara, yang kemudian dibarengi dengan kadatangan perdana menteri Jepang yang baru pada waktu itu, Yasuo Fukuda. Yasuo Fukuda melakukan kunjungan ke berbagai negara di Asia Tenggara pada tahun 1977 dan bercermin dari kejadian yang menimpa perdana menteri sebelumnya, Yasuo Fukuda membentuk mekanisme ODA yang baru yang mengedepankan perdamaian, komitmen untuk tidak menjadi kekuatan militer dan membangun rasa saling percaya di negara – negara Asia Tenggara. Hal tersebut juga dibarengi dengan mekanisme ODA yang lebih memperluas kerjasama baik jumlah maupun bidang yang termasuk dalam mekanisme ODA. Kemudian kebijakan perdana menteri Yasuo Fukuda ini dikenal dengan Fukuda doctrine8.
7
http://www.japantimes.co.jp/news/2014/01/20/national/indonesia-not-independent-yet-antijapan-activist-from-74-says/#.WGj_sly3q2k diakses pada 26 November 2016 jam 19.22 8 Lam Peng Er, ed. Japan's Relations with Southeast Asia: The Fukuda Doctrine and Beyond. Routledge, 2013
29
Namun, masih sangat berpengaruhnya kepentingan Amerika Serikat pada periode ini juga membentuk mekanisme ODA untuk lebih dapat menuyesuaikan dengan kepentingan Amerika dan berbagai kejadian di dunia internasional yang bersifat dinamis. Adanya tekanan dari Amerika Serikat untuk melakukan burden sharing dengan Jepang membuat pemerintah Amerika Serikat menginginkan pemerintah Jepang untuk lebih banyak melakukan kerjasama yang bersifat ekonomi daripada hanya terfokus pada kerjasama keamanan atau militer saja yang dimana hal ini membuat pemerintah Jepang harus menggandakan alokasi anggarannya untuk pemberian bantuan luar negeri ODA pada tahun 1977. Selain itu, penting nya posisi Jepang dalam strategi geo-politic pemerintah Amerika Serikat juga membuat pemerintah Amerika Serikat menganjurkan Jepang mulai membuka hubungan dengan beberapa negara yang memiliki posisi penting dalam perang dinginnya dengan Uni Soviet pada waktu itu, seperti China. Pada periode ini pula Jepang mulai melakukan normalisasi hubungan dengan China pada tahun 1972 yang dibarengi dengan kunjungan presiden Amerika Serikat pada waktu itu, Richard Nixon yang menunjukkan bagaimana kebijakan luar negeri yang diambil Jepang sangat tergantung pada kepentingan Amerika Serikat sendiri9. Untuk semakin mempermudah kepentingan baik Jepang maupun Amerika Serikat sendiri di China. Membuat pemerintah Jepang mulai menawarkan bantuan luar negeri ODA ke pemerintah China pada tahun 1979 yang dimulai dengan kedatangan perdana menteri Jepang pada waktu itu, Mayosi Ohira yang
9
http://www.history.com/this-day-in-history/nixon-arrives-in-china-for-talks diakses pada 26 November 2016 jam 19.33
30
memberikan pidato di China. Pidato tersebut mencakup beberapa poin penting dalam hubungan Jepang dan China, antara lain10 : a. Menstabilkan hubungan kedua negara untuk memenuhi kepentingan kedua belah pihak b. Jepang ikut berkontribusi dalam proses moderenisasi di China, c. membangun rasa saling pengertian antara kedua belah pihak d. hubungan antara Jepang dan China tidak bersifat ekslusif untuk pihak ketiga e. komitmen kedua negara untuk membentuk kawasan Asia yang damai dan stabil Pasca kedatangan perdana menteri Jepang tersebut, Jepang mulai memberikan bantuan luar negeri ODA kepada China yang pada periode – periode selanjutnya menjadi salah satu negara penerima bantuan terbesar program ODA ini. 4. 1980an : Memperluas Pengaruh ODA Mulai berkembang secara luasnya mekanisme bantuan luar negeri ODA karena dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat bagi pemerintah Jepang membuat pemerintah mulai memperluas cakupan bantuan luar negeri ODA, baik dari penerima maupun jumlah bantuan. Hal tersebut juga dibarengi dengan terjadinya plaza accord pada tahun 1985 yang dimana nilai tukar mata uang yen Jepang bersaing ketat dengan nilai mata uang dollar Amerika Serikat yang membuat negara anggota G5 (Prancis, Jerman, Amerika Serikat, Inggris dan Jepang)
10
http://www.ohira.org/htm/01e_jo(suh).html diakses pada 26 November
31
membuat perjanjian yang bertujuan menyeimbangkan nilai mata uang yen dengan nilai mata uang dollar Amerika Serikat dan Deutsche Jerman11. Plaza Accord juga kemudian dibarengi dengan perjanjian Louvre yang ditandatangani pada tahun 1987 dan mengakibatkan mulai mengecilnya ketergantungan pemerintah Jepang dengan Amerika Serikat akibat mulai meningkatnya proses ekonomi dan perdagangan Jepang di kawasan Asia Timur, termasuk China. Karena terjadinya peningkatan ekonomi yang sangat cepat inipula membuat pemerintah Jepang melewati Amerika Serikat sebagai negara donor terbesar program ODA pada tahun 198912. Pada periode ini pula karena peningkatan ekonomi membuat pemerintah Jepang memperluas cakupan kerjasama bantuan luar negeri Oda dengan mendirikan pusat pengembangan human resource di negara ASEAN dan membantu pengembangannya. China yang sudah termasuk sebagai penerima dana bantuan luar negeri ODA juga secara bertahap mulai mendapatkan pengaruh yang besar dari program ODA ini dengan mulai dibangunnya beberapa sektor yang menjadi prioritas bagi pemerintah Jepang. 5. 1990an : Tanggung Jawab sebagai Negara Donor Terbesar Sebagai negara donor terbesar program ODA, pemerintah Jepang mendapat banyak kritikan dari dunia internasional untuk tidak hanya terfokus pada pembangunan yang bersifat soft power, namun juga harus berkontribusi secaara
11
http://www.investopedia.com/terms/p/plaza-accord.asp diakses pada 27 November 2016 jam 19.02 12 Kato, Page, Shimomura, Japan Development Assistance : Foreign Aid and the post 2015 Agenda, Palgrave Macmillan, 2016
32
nyata untuk pembangunan itu sendiri. Hal itu tidak terlepas dari banyaknya kejadian internasional yang terjadi pada periode ini yang menyebabkan Jepang mengharuskan diri untuk terjun secara langsung dalam proses pembangunan tersebut. Mulai masuknya dunia pada era globalisasi dan berakhirnya perang dingin membuat banyak negara mulai melihat isu – isu baru sebagai suatu hal yang penting untuk dikembangkan, seperti masalah lingkungan dan hak asasi manusia. Para periode ini, mekanisme bantuan luar negeri ODA yang dilakukan pemerintah Jepang mulai menimbulkan perkembangan ke arah – arah yang bersifat soft diplomatic. Hal ini tidak terlepas dari tekanan internasional maupun perkembangan isu yang terjadi. Mulai diangkatnya isu – isu seperti, global warming, lingkungan, hak asasi manusia, dan demokrasi membuat arah perkembangan ODA seakan mendapatkan arah yang baru. Hal ini membuat pemerintah Jepang merumuskan ODA charter yang berisi tentang prinsip – prinsip bantuan ODA. Pada dasarnya, ODA charter yang dibentuk pada periode ini memiliki nilai – nilai dasar berupa13 :
a. Nilai – nilai kemanusiaan b. Pengakuan rasa saling ketergantungan antar bangsa – bangsa c. Konservasi lingkungan d. Dukungan untuk negara berkembang agar dapat mandiri, terutama dalam hal ekonomi.
13
www.mofa.go.jp/files/000119315.pdf Chapter 1 : The Track Record of Japan ODA
33
Nilai – nilai dasar ODA charter tersebut membuat pemerintah Jepang memiliki kualifikasi baru terhadap penerima program ODA. Besarnya perhatian yang diberikan pemerintah Jepang pada periode ini dengan berusaha untuk ikut berkontribusi secara nyata terhadap isu – isu global yang sedang berkembang, terutama masalah lingkungan yang mulai dikemukakan pda periode ini. Jepang menjadi negara tuan rumah dalam menginisiasi lahirnya protokol Kyoto yang merupakan framework dalam menghadapi isu lingkungan pada periode ini dan masa depan. 6. 2000an : Pembentukan Orientasi Kembali Sifat dunia internasional yang dinamis membuat pemerintah Jepang juga harus bisa menyesuaikan diri dengan keadaan internasional yang terjadi, ODA sebagai alat kebiajakn luar negeri Jepang pun mengalami perubahan sesuai dengan keadaan yang terjadi. Pasca kejadian 9-11 dan mulai berkembangnya isu terorisme, Pemerintah Jepang melalui ODA tidak bisa secara langsung untuk ‘’bermain’’ dalam isu ini karena keterbatasan yang mereka miliki sehingga ODA lebih mengedepankan masalah – masalah keamanan, seperti food security dan kemiskinan sebagai masalah yang perlu diatasi dalam menghadapi isu terorisme. Sebagai negara pacifis yang tidak memiliki kekuatan penuh di bidang militer, pemerintah Jepang berusaha menghadapi isu – isu global yang dianggap tidak berbehaya bagi mereka sehingga pemerintah Jepang lebih mengedepankan ODA sebagai alat kebijakan lar negeri yang dapat menunjang kepentingan nasional
34
mereka, tanpa secara langsung menunjukkan hal tersebut14. Perkembangan China dan ancaman senjata nuklir dari Korea Utara juga telah mempengaruhi kebijakan ODA sehingga mekanisme bantuan ODA secara tidak langsung menekankan akan pentingnya keamanan kedua belah, baik negara donor maupun negara penerima sendiri. Pada periode ini pula sebagai usaha dalam menghadapi isu human security, pemerintah Jepang memutuskan untuk menjadikan JICA ( Japan International Coopertation Agency ) menjadi institusi admnistrasi independent sehingga menjadikan JICA sebagai salah satu pengelola ODA dapat masuk ke wilayah isu yang dianggap sensitif. Selain itu, digabungkannya JBIC ( Japan Bank for International Cooperation ) dalam satu atap dengan JICA pada tahun 2008 membuat organisasi ini dapat mengatur secara lebih luas terhadap ODA, baik yang bersifat grant aid, loan aid, maupun technical support menjadikan JICA sebagai billateral development agency terbesar dan dapat memainkan peran penting dalam politik luar negeri pemerintah Jepang15. 7. 2010an : Abenomic Periode ini menunjukkan bagaimana ODA memegang peranan penting dalam politik luar negeri Jepang, yang dimana hal ini ODA dijadikan alat penunjang dalam kepentingan Jepang, terutama ekonomi. Pada periode ini ODA kembali mengalami reinvention pada tahun 2015 demi menunjang program ekonomi
14
Kato, Page, Shimomura, Japan Development Assistance : Foreign Aid and the post 2015 Agenda, Palgrave Macmillan, 2016 15
https://www.jica.go.jp/english/news/field/2008/081001.html diakses pada 27 November
35
perdana menteri Shinzo Abe yang telah memasuki masa jabaran periode kedua. Program ODA yang bertujuan sebagai penunjang program ekonomi Jepang ini yang biasa disebut dengan abenomic memiliki beberapa prioritas di negara berkembang, tertuama masalah lingkungan dan human security16. Pada periode ini ODA charter memiliki tema ‘’Development Cooperation Charter’’ yang menunjukkan bagaimana pemerintah Jepang melalui ODA bertujuan memberi secara nyata pembangunan dan keuntungan di kedua belah pihak. Dari penjelasan di atas kita dapat melihat beberapa fase dalam perkembangan ODA sebagai alat kebijakan luar negeri Jepang guna meriah kepetingan nasional Jepang di luar negeri. Hal tersebut juga diperlihatkan dengan besaran anggaran ODA yang dikeluarkan pemerintah Jepang dalam beberapa dekade belakangan.
Bagan 1 Grafik Pengeluaran ODA pemerintah Jepang
16
Japan Blue Diplomatic Book 2015, Chapter 3 : Japan’s foreign policy to Promote National and Worldwide Interest
36
B. Pembuatan Kebijakan ODA ODA atau Official Development Assistance merupakan salah satu dari alat kebijakan politik luar negeri yang dimiliki Jepang sehingga perannya sangat mempengaruhi kepentingan politik luar negeri Jepang sendiri. Dalam mekanisme pemberian bantuan ODA, banyak badan yang ikut terlibat dalam mekanisme atau cara pemberian bantuan tersebut. Hal tersebut membuat ODA sebagai alat kebijakan luar negeri Jepang tidak hanya ditangani oleh satu badan atau kementrian saja.
1. Kementrian Luar Negeri Jepang (MOFA) Dalam perjalanan dan perkembangan ODA, Jepang memiliki mekanisme ODA yang sangat komplek karena mekanisme pemberian bantuan tersebut banyak
37
bergantung pada kementrian dan organisasi yang tiap – tiap badan tersebut memiliki wewenang yang berbeda – beda dalam mekanisme pemberian bantuan. Kementrian luar negeri : (MOFA) memiliki peran yang paling besar dalam menentukan negara mana yang menjadi penerima bantuan ODA. Kementrian luar negeri Jepang memiliki peran sebagai korrdinator badan – badan yang ikut terlibat dalam mekanisme ODA dan juga sebagai badan yang bertanggung jawab secara penuh terhadap agenda Jepang di dunia internasional. Peran yang sangat besar kepada kementrian ini menunjukkan posisi Kementrian luar negeri Jepang sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan ODA. Economic Cooperation Bureau (ECB) merupakan badan yang berada di bawah kementrian luar negeri Jepang yang bertanggung jawab dalam kebijakan ODA dan respon dunia internasional terhadap pelaksanaan ODA. Oleh karena itu, sebagai ujung tombok dalam pelaksanaan ODA, kementrian luar negeri Jepang harus memiliki sensitifitas yang sangat mumpuni dalam merespon kejadian – kejadian di dunia internasional yang akan menunjang kepentingan dan agenda pemerintah Jepang sendiri17. 2. Kementrian Keuangan Kementrian keuangan atau MOF (minister of finance) mempunyai peran yang sangat menentukan dalam mekanisme bantuan ODA karena kementrian ini akan mengawasi serta mengatur pengeluaran dan budgeting yang dimiliki pemerintah Jepang dalam penyaluran ODA. Sebagai kementrian yang secara penuh dalam mengatur perekonomian pemerintah Jepang, MOF berperan dalam
17
Micheline Beaudry-Somcynsky and Chris M. Cook, Japan's System of Official Development Assistance : Profil for Partnership #1, International Development Research Center, 1999
38
pebgawasan penggunaan anggaran ODA dan program – program yang dijalankan dan peningkatan staff ODA. MOF juga berpengaruh dalam usaha untuk meningkatkan posisi perekonomian Jepang di dunia internasional melalui program ODA dan untuk memberikan pengaruh kepada institusi perekonomian internasional itu sendiri. Sebagai kementrian yang memiliki pengawasan terhadap program ODA, kementrian ini berusaha setiap bantuan ODA dapat tersalurkan dan dapat memberikan arti bagi perekonomian Jepang sendiri. 3. Kementrian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Kementrian ekonomi, perdagangan dan industri Jepang atau METI ( minister of economy, trade and industry) merupakan kementrian yang memiliki peran yang memiliki kepentingan dalam ODA sebagai badan yang berusaha mempromosi dan menyalurkan kepentingan ekonomi Jepang sendiri. Kementrian ini menjadi wakil dari private sector dalam kepentinga ODA di negara penerima. METI sebagai kementrian yang menawarkan kerjasama – kerjasama melalui ODA melalui perpektif dari kalangan bisnis sehingga ODA dalam perjalanannya juga seringkali dibarengi dengan kerjasama – kerjasama ekonomi dan foreign direct invesment (FDI) karena dalam mekanisme bantuan tersebut, private sector yang ada di Jepang juga menjadi donatur dana bantuan. Hal tersebut menunjukkan bagaimana ODA tidak murni sebagai bantuan cuma – cuma di negara penerima, namun juga ada kepentingan politik, terutuama untuk menunjang perekonomian dan bisnis yang dimiliki Jepang sendiri.
39
Selain ketiga kementrian yang sangat berpengaruh dalam mekanisme ODA tadi, ada beberapa kementrian yang juga memiliki perannya sendiri dalam pengimplementasian dana ODA, seperti kementrian pendidikan, budaya, olahraga, sains dan tekonologi yang mengimplementasikan dana ODA yang berdasar pada program beasiswa18. 4. Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Japan International Bank for International Cooperation (JBIC) Tidak hanya kementrian – kementrian yang ikut terlibat dalam mekanisme bantuan ODA, sejak 2008 ada dua badan yang sangat berpengaruh dalam pengimplementasiian dan kerjasama ODA, yaitu JICA ( japan international cooperation agency) dan JBIC (japan international bank for international cooperation) yang dimana kedua badan ini secara bersama – sama menjadikan bantuan ODA, baik beruapa grant aid, loan aid, maupun technical support menjadi satu kepengurusan. Melalui badan – badan ini pula, mekanisme ODA yang banyak dan berpengaruh bagi pemerintah Jepang sendiri dalam penyaluran nya akan lebih rasional. JICA pada 1 dekade terakhir telah berubah jadi abdan utama yang mengatur prorgram – progam yang dijalankan melalui mekanisme ODA di negara – negara berkembang sehingga badan ini telah menjadi ujung tombak dalam alat kebijakan luar negeri Jepang yang berada di luar kementrian, namun tetap berada di bawah pemerintah Jepang.
18
Kato, Page, Shimomura, Japan Development Assistance : Foreign Aid and the post 2015 Agenda, Palgrave Macmillan, 2016
40
JICA sendiri merupakan badan yang berdiri pada tahun 1974 sebagai badan yang pada awalnya instansi publik spesial yang berada di bawah dan oengawasanpemerintah Jepang sebagai penyalur dari dana dan kerjamasa ODA di luar negeri, namun pada tahun 2003 berubah menjadi institusi administratif publik yang independen. JICA sendiri juga menjadi badan yang mengadakan open volunteer bagi masyarakat Jepang yang ingin ikut serta dalam program – program ODA yang tersebar di luar negeri. Melalui JICA, baik masyarakt Jepang sendiri dan masyarakat yang menerima bantuan ODA akan lebih mengenal satu sama lain dan terjadi pertukaran kultur yang memiliki posisi bagus dalam memperkenalkan Jepang yang lebih ramah di mata dunia19. JBIC merupakan badan yang terbentuk pada tahun 1999 setelah meggabungkan JEXIM dan Overseas Economic Cooperation Fund. JBIC berusaha untuk mempromosikan pembangunan secara lebih luas dengan mengedepankan sumber – sumber yang penting bagi pembangunan Jepang sendiri. Selain itu, JBIC juga berusaha untuk mempertahankan sekaligus meningkatkan daya saing dari produk – produk industri Jepang sendiri sehingga dapat berkontribusi secara lebih nyata dalam perekonomian Jepang20. C. Karakteristik ODA Pada bagian ini penulis berusaha memberikan gambaran secara luas terhadap ODA sebagai alat kebijakan luar negeri Jepang, khususnya di China yang menjadi negara penerima bantuan terbesar sejak mulai digulirkan di negara ini sejak
19 20
https://www.jica.go.jp/english/about/history/index.html JBIC Profile : Role and Function
41
1979. Asia yang menjadi prioritas pemberian ODA menjadi salah satu instrument penting dalam meraih kepentingan Jepang di China. Japan official development assistance (ODA) telah memberikan kontribusi penting dalam usaha pembangunan di negara – negara berkembang, terutama di negara Asia. Sejak kembali nya Jepang ke komunitas internasional pasca perang dunia ke-2 melalui colombo plan membuat Jepang menyadari perlunya mengembalikan kepercayaan internasional guna meraih kepentingan mereka sehingga melalui program ODA usaha untuk mendapatkan posisinya kembali di dunia internasional mulai dilakukan Jepang. Sejak bergabung dengan colombo plan tersebut, Jepang secara nyata telah memberikan bantuan – bantuan ke dunia berkembang yang dirasa dapat memberikan kontribusi terhadap posisi Jepang, terutama di negara – negara berkembang yang berada di Asia. Posisi Jepang yang kurang menguntungkan akibat trauma perang dunia ke-2, terutama di negara asia yang pernah merasakan bagaimana perlakuan Jepang pada masa perang tersebut sehingga dana penyaluran ODA banyak disalurkan di negra – negara asia. Sebagai negara yang telah menjalan program ODA lebih dari 50 tahun, ODA berusaha ikut secara nyata dalam usaha pembangunan komunitas internasional yang lebih baik. Melalui ODA, Jepang berusaha untuk berkontribusi dalam usaha pembangunan sosial ekonomi di negara berkembang dengan mengedepankan transfer ilmu yang berdasarkan pengalaman serta sejarah yang dimiliki Jepang. Pemerintah Jepang juga berusaha mendorong pembentukan pemerintahan yang lebih stabil dengan mengedepankan demokrasi demi menunjang
42
atmosfir pasar yang lebih bagus21. Selain itu, ada beberapa karakteristik yang diterapkan program bantuan ODA yang dijalankan Jepang, antara lain : 1. Lebih mengedepankan pinjaman Jepang telah menjadikan bantuan ODA yang berorientasi pinjaman, hal tersebut ditunjukkan dengan tingginya angka loan aid yang diberikan Jepang jika dibandingkan dengan negara DAC lainnya. Angka pemberian bantuan langsung (grant aid) yang diberikan Jepang kurang dari 50% penganggaran dari total bantuan luar negeri yang mereka salurkan. Hal tersebut tentu jauh berbeda dengan negara anggota DAC lainnya yang setidaknya melakukan penganggaran untuk bantuan luar negeri lebih dari 50%, seperti Jerman yang menyalurkan dana bantuan luar negeri mereka sebesar 70% dan Prancis sebesar 80% dari total bantuan luar negeri yang mereka salurkan22. Jepang sendiri menjelaskan mekanisme bantuan ODA yang mereka salurkan yang lebih berorientasi pada pinjaman tersebut disebabkan alasan selfhelp principle yang dimana Jepang memandang negara penerima atau peminjam akan lebih berkembang dan tumbuh apabila diberikan bantuan berupa pinjaman, tidak berdasarkan pemberian secara langsung yang menurut Jepang tidak menumbuhkan rasa tersebut. Tapi hal tersebut juga tidak terlepas dari pengalaman Jepang sebagai negara yang pada awalya menjadi penerima pinjaman pada masa setelah perang dunia ke-2 dan hal tersebut juga dapat digunakan sebagai dana saat
21
http://www.mofa.go.jp/policy/oda/white/2007/ODA2007/html/honpen/hp102020000.htm diakses pada 29 November 2016 22 Kato, Page, Shimomura, Japan Development Assistance : Foreign Aid and the post 2015 Agenda, Palgrave Macmillan, 2016
43
keadaan ekonomi yang mendesak sehingga mekanisme pinjaman yang lebih dominan pada program bantuan luar negeri Jepang tersebut untuk pengamanan mereka sendiri untuk masa yang akan datang23. 2. Prinsip permintaan penerima Penerima bantuan ODA merupakan pihak yang paling mengerti kebutuhan pembangunan di negara mereka sehingga Jepang memegang prinsip program mereka berdasarkan permintaan negara penerima sendiri. Prinsip ini tidak terlepas dari pengalaman Jepang sendiri sebagai usaha untuk meingkatkan kapasitas negara penerima karena sektor mana yang menjadi prioritas dalam pembangunan ke depannya, pihak yang paling mengerti adalah negara penerima itu sendiri. Karena prinsip ini, Jepang menganggap program bantuan mereka harus berdasarkan kebutuhan negara penerima dan menunggu negara penerima sendiri untuk mengajukan bantuan. Hal tersebut juga merupakan usaha dalam meningkatkan kesadaran atas pentingnya prinsip development yang dipandang Jepang sebagai self – help principle tadi. Hal ini juga sesuai dengan usaha yang dijalankan oleh Organisation for Economic Co-operation dan Development-Development Assistance Committee’s (OECD-DAC) dalam Development Partnership Strategy “Shaping the 21st Century: The Contribution of Development Partnership (1996)24. 3. Asia Center
23
Akiyama, Takamasha and Takehiko,Nakao, Japanese ODA : Adapting to the issue and chalanges of the new aid environment, Tokyo : Foundation for Advanced Studies on International Development 2005 24 http://www.mofa.go.jp/policy/oda/white/2003/part1_2_1_2.html diakses pada 29 November 2016
44
Sebagai slah astu negara yang berada di kawasan Asia, tentu saja Jepang lebih baanyak menyalurkann dana bantuan program ODA ke negara – negara yang berada di kawasan Asia sendiri. Hal tersebut juga tidak terlepas dari kepetingan yang ingin dicapai oleh pemerintah Jepang, namun juga negar – negara di Asia memiliki potensi yang besar, namun tidak berkembang secara optimal jika dibandingkan dengan Jepang sendiri. Hal ini ditunjukka semenjadk Jepang mulai memberikan dana bantuan luar negeri, negara – negara di Asia merupakan wilayah yang paling banyak menerima program bantuan ODA.
Hal tersebut juga
ditunjukkan dengan laporan yang dikeluarkan oleh JICA sendiri pada tahun 2014 yang terap memprirotaskan bantuan ODA di kawasan Asia, yang walaupun beberapa tahun kebelakang wilayah Afrika menjadi penerima grant aid yang cukup besar.25
25
JICA Annual Report 2014
45
Bagan 2 Pengalokasian ODA oleh pemerintah Jepang
4. Human Resource Development Sebagai negara yang memberikan bantuan luar negeri, Jepang melalui ODA seperti negara penyalur bantuan lainnya berusaha untuk menumbuhkan kemandirian dan pengembangan sumber daya manusia yang lebih baik di negara penerima. Melalui program - program yang mereka jalankan, pemerintah Jepang berusaha selalu memasukkan tenaga – tenaga lokal agar pertukaran ilmu dan pengetahuan yang dimiliki masyarakat Jepang dapat tersalurkan ke negara penerima. Hal terserbut membuat pemerintah Jepang berusaha mengembangkan sumber daya manusia di negara penerima dengan memberikan pelatihan dan mendirikan sekolah – sekolah, tidak hanya sekolah formal, namun juga sekolah –
46
sekolah yang dapat berguna bagi perkembangan masyarakat di negara penerima sendiri. Namun, yang membedakan Jepang dengan negara lainnya adalah tidak hanya sebatas pengembangan manusia di bidang pendidikan saja, namun juga meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang dapat mengatasi permasalan – permasalahan yang terjadi, yang dimana di dalamnya termasuk skill – skill untuk kedisiplinan waktu, bekerjasama, identifikasi maslaah serta penyelesainya dengan sumber yang ada, hingga skill untuk melatih sikap dalam menyesuaikan dengan permasalahan yang terjadi. Hal tersebut yang menjadikan Jepang sebagai enagra pemberi bantuan menjadikan program bantuan yang mereka berikan kepada negara – negara berkembang berbeda dengan negara lainnya yang tergabung dalam OECD. 5. Mendukung demokratisasi Sebagai instrument alat politik luar negeri Jepang, ODA tentu saja tidak terlepas dari kepentingan pemerintah Jepang sendiri di negara berkembang. Hal tersebut membuat ODA menjadi salah satu intrument penting dalam mekanisme pembuatan kebijakan luar negeri di negara berkembang karena pengaruh yang diberikannya. Jepang melalui ODA mendukung proses demokratisasi di negara – negara agar dapat mengubah orientasi negara mereka menjadi negara yang berorientasi pasar. Hal tersebut tidak terlepas dari pandangan dan pengalaman Jepang sendiri yang berubah menjadi negara industri maju setelah merubah orientasi politik dan ekonomi mereka pasca kekalahan mereka di perang dunia ke2.
47
‘’By strengthening the capacity of the governments of developing countries, Japan has provided support for their processes of democratization and their transitions to market economies’’ 26 Melalui program – program yang dijalan oleh para profesional dan para sukarelawan, Jepang melalui ODA membuat program bersinggungan
dalam
usaha
memperbaiki
dan
- program yang
meningkatkan
kapasitas
pemerintahan yang dapat mendukung ekonomi yang berorientasi dengan pasar. Demi mendukung proses demokrtasasi yang berorientasi pada pasar, Jepang telah membuat program – program seperti pelatihan anti korupsi dan pelatihan legalisasi pelaku ekonomi.
26
http://www.mofa.go.jp/policy/oda/white/2007/ODA2007/html/honpen/hp102020000.htm diakses pada 29 November 2016
48