OPTIMASI PERIKANAN LAYANG DI KABUPATEN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN
FINRIYANI ARIFIN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Perikanan Layang di Kabupaten Selayar Propinsi Sulawesi Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, April 2008
Finriyani Arifin NRP C451060071
RINGKASAN FINRIYANI ARIFIN. 2008. Optimasi Perikanan Layang di Kabupaten Selayar Propinsi Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO dan BUDY WIRYAWAN. Kabupaten Selayar memiliki potensi perikanan ikan pelagis kecil yang cukup besar. Salah satu ikan pelagis kecil yang dominan berada di perairan Selayar adalah ikan layang sebesar 31,5 ton/tahun. Usaha perikanan tangkap pelagis kecil di Kabupaten Selayar umumnya menggunakan purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menentukan prioritas pengembangan teknologi penangkapan ikan layang di Kabupaten Selayar, (2) mengalokasikan unit penangkapan ikan layang yang optimum dan berkelanjutan di Kabupaten Selayar dan (3) menentukan strategi pengembangan alat tangkap ikan layang di Kabupaten Selayar. Manfaat penelitian ini diharapkan sebagai bahan informasi kepada pengusaha dan nelayan dalam mengembangkan usaha perikanan layang dan bahan masukan bagi Pemerintah daerah dalam membuat kebijakan mengenai pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar Propinsi Sulawesi Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, yaitu dengan wawancara dan observasi langsung di lapangan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) metode skoring untuk menetapkan unit penangkapan ikan layang berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan lingkungan; (2) analisis linear goal programming untuk mengalokasikan unit penangkapan ikan layang; dan (3) analisis SWOT bertujuan untuk menentukan strategi pengembangan perikanan layang yang ada di Kabupaten Selayar. Prioritas teknologi yang terpilih sesuai dengen kriteria biologi, teknis, sosial, ekonomi adalah alat tangkap purse seine pada urutan pertama, jaring insang hanyut pada urutan kedua dan bagan perahu pada urutan ketiga. Sedangkan dari segi keramahan lingkungan alat tangkap jaring insang hanyut termasuk alat tangkap yang ramah lingkungan sedangkan alat tangkap purse seine dan bagan perahu adalah alat tangkap kurang ramah lingkungan. Gabungan keseluruhan aspek menempatkan alat tangkap purse seine pada urutan pertama sebesar 16,6, jaring insang hanyut sebesar 13,6 dan bagan perahu sebesar 9,3. Alokasi unit penangkapan purse seine sebagai alat tangkap yang diprioritaskan berdasarkan analisis program LINDO yang direkomendasikan sebanyak 61 unit sehingga terjadi penambahan sebesar 31 unit dari jumlah alat tangkap yang ada saat ini beroperasi di Perairan Selayar. Sedangkan untuk alat tangkap jaring insang hanyut sebesar 300 unit dan bagan perahu sebesar 50 unit. Strategi pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar adalah (1) optimalisasi usaha perikanan layang, (2) penggunaan unit penangkapan ikan yang hemat bahan bakar minyak, (3) penyediaan modal usaha dengan bunga rendah, dan (4) peningkatan peranan stakeholders dan masyarakat untuk pengawasan pengoperasian alat tangkap. Kata kunci : purse seine, optimalisasi perikanan layang, Kabupaten Selayar.
ABSTRACT FINRIYANI ARIFIN. Optimization of Scads Fishery in Selayar District South Sulawesi Province. Under supervision of SUGENG HARI WISUDO, and BUDY WIRYAWAN. Scads is a potential fishing resources in Selayar regency. The production of scads fishery landed in Selayar regency was 31.5 ton in 2006. The objectives of the research are 1) to determine priority of catching technology development for scads fish in Selayar district; 2) optimum allocation of scads fish catching unit in Selayar district; and 3) to determine development strategy of scads fishery. Survey method and direct observation was used in research methodology. Some analysis used in this research were 1) Scoring method, to determine the best of scads fishing technology pursuant to biological, tehnical, sosial, economical aspects and environmentally friendly; 2) LINDO analysis was used to determine optimum allocation in scads fish catching unit; and 3) SWOT analysis was used to determine development strategy of scads fishery. The result of this research is that the scads purse seine fishing technology become the most effective, efficient and suistainable. Optimum number allocation of scads fish catching unit used in Selayar district waters is 61 units of purse seine. The development strategy of scads fishery at Selayar district are (1) Optimizing scads fishery; (2) Operating economical oil consumption fishing unit; (3) Capital effort with low interest are available; and (4) Improvement of stakeholders and public function in fishing gear operation controlling. Keywords : purse seine, optimization of scads fishery, Selayar district.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilimiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
OPTIMASI PERIKANAN LAYANG DI KABUPATEN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN
FINRIYANI ARIFIN
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Eko Sri Wiyono, M.Si
LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis
: Optimasi Perikanan Layang di Kabupaten Selayar Propinsi Sulawesi Selatan
Nama Mahasiswa
: Finriyani Arifin
NRP
: C451060071
Program Studi
: Teknologi Kelautan
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si Ketua
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc Anggota
Diketahui, Program Studi Teknologi Kelautan Ketua,
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 7 April 2008
Tanggal Lulus
PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Optimasi Perikanan Layang di Kabupaten Selayar Propinsi Sulawesi Selatan” dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si dan Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, saran, semangat dan dukungan dalam penyusunan tesis ini. Dr. Ir. Eko Sri Wiyono, M.Si selaku penguji luar komisi atas koreksi, saran dan pertanyaan yang memberikan bobot tersendiri dalam penyempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih pula kepada Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc selaku ketua Program Studi dan seluruh staf dosen dan staf administrasi Program Studi Teknologi Kelautan atas bantuan kelancaran selama proses menyelesaikan studi. Terima kasih kepada Bapak Bupati Selayar atas bantuan dana penelitian Prof. Dr. Ir. Sudirman, MP dan Dr. Ir. Metusalach, M.Sc yang telah memberikan rekomendasi dan Prof. Dr. Ir. Najamuddin, M.Sc atas dukungan dan bantuan literatur yang telah diberikan. Untuk keluarga Bapak Amiruddin, SE, MM, Ir. Nursyamsinah, dr. Nurlaela, adik kecilku Irsyad atas segala limpahan kasih sayangnya selama penulis menyelesaikan studi dan Nur Aminah, SE, Nurlinda, ST, Agus Salim, S.STp dan Rahmat Hidayat yang sudah menyanyangi, merawat dan menjaga kedua orang tuaku selama menyelesaikan studi serta seluruh keluarga yang ada di Kabupaten Selayar, Jeneponto dan Makassar yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas doa dan motivasinya. Rekan-rekan Pascasarjana PS TKL 2006: Muhd. Tahsim Hajatuddin, S.Pi, Amirul Karman, S.Pi, Arif Febrianto, S.Pi, Moh. Riyanto, S.Pi, Benediktus Jeujanan, S.Pi, Adnan, S.Pi, Hufiadi, S.Pi, Muklis, S.Pi, Rudiansyah Latif, S.Pi, Takril, S.Pi, Adi Heriawan, S.Kom, Yeyen Kurniawan, S.Pi, Ririn Irnawati, S.Pi, Stany R. Siahaenenia, S.Pi, Dina Mayasari, S.Pi, Isnaniah, S.Pi dan TKL S3 Bapak Irham, S.Pi, atas segala kerjasama dan dukungan serta kebersamaannya selama ini.
Terima kasih pula untuk sahabat-sahabatku PSP Angkatan 2002, Fadliah Ahmad, S.Pi, Andi Yulianti, A.Ma, Indah Fitriana, S.Pi atas kesediannya mendengarkan keluh kesahku, dan seseorang yang telah memberikan suport, semangat dan menjadi inspirasiku sehingga ingin terus berkarya serta Marissa Oktaviani, S.Pi atas bantuannya selama penelitian. Teman-teman sekosan di Gemises, Anggrek dan Bougenville serta Dwi Rosalina, S.Si, Isnaini, S.Si, Nurmila Anwar, S.Pi atas kebersamaanya dalam suka dan duka selama menempuh studi. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta, Ayah Ir. Arifin Daeng Marola dan Ibu dr. Saribulan Arifin atas segala limpahan kasih sayangnya, pengorbanan, doa, keikhlasan dan kesabaran yang diberikan secara tulus selama ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak terdapat kesalahan dari segi isi maupun penulisannya. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak untuk perbaikan tesis ini. Bogor, April 2008 Finriyani Arifin
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 4 Januari 1984 dari pasangan ayah Ir. Arifin Daeng Marola dan ibu dr. Saribulan Arifin. Penulis merupakan putri tunggal. Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Benteng Selayar dan pada tahun 2002 di terima di Universitas Hasanuddin melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Tahun 2006 penulis dinyatakan lulus strata satu dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan program magister pada Program Studi Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah penulis aktif pada Forum Mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (FORUM WACANA IPB) sebagai sekertaris bagian internal periode 2008/2009.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL..............................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xvii
1
2
3
PENDAHULUAN........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah............................................................................. 1.3 Tujuan dan Manfaat..............................................................................
1 2 3
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
5
2.1 Sistematika dan Morfologi Ikan Layang (Decapterus spp).................... 2.2 Daerah Distribusi Ikan Layang (Decapterus spp).................................. 2.3 Alat Tangkap Ikan Pelagis Kecil............................................................ 2.3.1 Purse seine (pukat cincin) ......................................................... 2.3.2 Jaring insang hanyut.................................................................. 2.3.3 Bagan perahu............................................................................ 2.4 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap.......................................... 2.5 Konsep Dasar Sistem Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan............. 2.6 Teori Optimasi....................................................................................... 2.7 Teori Program Linear............................................................................
5 8 9 9 11 12 14 15 17 18
METODOLOGI...........................................................................................
20
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian............................................................... 20
4
5
3.2 Alat dan Bahan...................................................................................... 3.3 Metode Penelitian................................................................................. 3.4 Analisis Data......................................................................................... 3.4.1 Metode skoring........................................................................... 3.4.2 Analisis optimasi......................................................................... 3.4.3 Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats)...............................................................................
20 20 26 27 30
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN.................................................
36
4.1 4.2 4.3 4.4
36 37 38 39
Letak dan Kondisi Geografis............................................................... Sumberdaya Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Selayar.............. Nelayan di Kabupaten Selayar............................................................ Armada Perikanan Tangkap................................................................
33
HASIL.........................................................................................................
41
5.1 Deskripsi Unit Penangkapan Ikan Layang........................................... 5.1.1 Unit penangkapan purse seine................................................... 5.1.2 Teknik pengoperasian purse seine............................................. 5.1.3 Unit penangkapan jaring insang hanyut.....................................
41 41 42 44
6
7
5.1.4 Teknik pengoperasian jaring insang hanyut............................... 5.1.5 Unit penangkapan bagan perahu............................................... 5.1.6 Teknik pengoperasian bagan perahu......................................... 5.2 Teknologi yang Tepat Untuk Perikanan Layang di Kabupaten Selayar.............................................................................. 5.2.1 Analisis aspek biologi................................................................. 5.2.2 Analisis aspek teknis.................................................................. 5.2.3 Analisis aspek sosial.................................................................. 5.2.4 Analisis aspek ekonomi.............................................................. 5.2.5 Analisis aspek keramahan lingkungan....................................... 5.2.6 Analisis aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan lingkungan............................................................... 5.3 Analisis Optimasi................................................................................. 5.4 Analisis SWOT....................................................................................
45 46 48 49 50 51 52 52 53
PEMBAHASAN..........................................................................................
63
6.1 Pemilihan Teknologi Untuk Ikan Layang di Kabupaten Selayar.............................................................................. 6.1.1 Analisis aspek biologi................................................................. 6.1.2 Analisis aspek teknis.................................................................. 6.1.3 Analisis aspek sosial.................................................................. 6.1.4 Analisis aspek ekonomi.............................................................. 6.1.5 Analisis aspek keramahan lingkungan....................................... 6.1.6 Analisis gabungan beberapa aspek............................................ 6.2 Optimasi Alokasi Armada Penangkapan Ikan Layang......................... 6.3 Strategi Pengembangan Perikanan Layang........................................
63 63 63 64 64 66 67 67 68
54 55 60
KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 71 7.1 Kesimpulan......................................................................................... 7.2 Saran..................................................................................................
71 71
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
72
LAMPIRAN.......................................................................................................
77
DAFTAR TABEL Halaman
1
Jenis dan daerah penyebaran ikan layang (Decapterus spp) di perairan Indonesia..................................................................................
9
2
Pengukuran parameter biologi terhadap sumberdaya ikan layang.............. 21
3
Pengukuran parameter teknis pada perahu dan alat penangkapan ikan layang..................................................................................................
22
Pengukuran parameter sosial pada nelayan yang menggunakan unit penangkapan ikan layang....................................................................
23
Pengukuran parameter ekonomi pada nelayan yang menggunakan unit penangkapan ikan layang....................................................................
23
6
Pembobotan tiap unsur SWOT...................................................................
34
7
Maktriks hasil analisis SWOT...................................................................... 34
8
Rangking alternatif strategi.........................................................................
9
Produksi perikanan tangkap dan jumlah alat tangkap Kabupaten Selayar tahun 2002-2006............................................................................ 37
4 5
10 Potensi sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan Kabupaten Selayar.......................................................................................................
35
37
11 Jumlah nelayan di perairan Kabupaten Selayar.......................................... 39 12 Tingkat teknologi alat penangkapan ikan di Kabupaten Selayar................. 39 13 Jumlah kapal penangkap ikan berdasarkan jenis kapal dirinci perkecamatan.............................................................................................
40
14 Alat penangkapan ikan layang di Kabupaten Selayar tahun 2006.............. 40 15 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek biologi unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar................................................... 50 16 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek teknis unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar................................................... 51 17 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek sosial unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar................................................... 52 18 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek ekonomi unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar................................................... 53
19 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek keramahan lingkungan unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar....................................... 54 20 Pengelompokan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan lingkungan..................................................................................................
54
21 Total standarisasi aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan lingkungan unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar....................................... 55 22 Total produksi, upaya penangkapan dan CPUE unit penangkapan ikan layang di Kabupaten Selayar............................................................... 56 23 Alokasi unit penangkapan ikan layang di perairan Kabupaten Selayar....... 60 24 Identifikasi, skoring dan arahan pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar.................................................................................. 61 25 Analisis SWOT pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar.......................................................................................................
62
DAFTAR GAMBAR Halaman
1
Kerangka pikir penelitian perikanan layang di Kabupaten Selayar Propinsi Sulawesi Selatan.............................................................
4
2
Ikan layang (Decapterus russelli)................................................................
6
3
Ikan layang (Decapterus macrosoma)........................................................
7
4
Unit penangkapan purse seine...................................................................
10
5
Unit penangkapan jaring insang hanyut...................................................... 11
6
Unit penangkapan bagan perahu................................................................ 13
7
Tempat pendaratan ikan di Kabupaten Selayar (tampak samping)............. 39
8
Pabrik es dan cold storage di Kabupaten Selayar (tampak depan)............. 39
9
Kapal purse seine yang dioperasikan di Kabupaten Selayar...................... 42
10 Desain alat tangkap purse seine yang dioperasikan di perairan Kabupaten Selayar.....................................................................................
42
11 Kapal jaring insang hanyut yang digunakan di perairan Kabupaten Selayar.......................................................................................................
44
12 Konstruksi jaring insang hanyut yang dioperasikan di perairan Kabupaten Selayar.....................................................................................
45
13 Konstruksi bagan perahu yang dioperasikan di perairan Kabupaten Selayar.....................................................................................
47
14 Perkembangan produksi ikan layang di perairan Selayar periode tahun 2002-2006.........................................................................................
56
15 Hubungan antara hasil lestari ikan layang dengan upaya penangkapan model Schaefer dan keseimbangan bioekonomi penangkapan ikan layang di perairan Kabupaten Selayar.......................... 58
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1
Peta lokasi penelitian .................................................................................
2
Data produksi (kg) dan upaya penangkapan (trip)...................................... 80
3
Hasil analisis program Maple VIII terhadap fungsi produksi ikan layang..................................................................................................
78
81
4
Analisis kelayakan usaha perikanan tangkap.............................................. 86
5
Hasil analisis LINDO untuk alokasi unit penangkapan ikan layang di perairan Kabupaten Selayar........................................................ 95
6
Dokumentasi hasil penelitian......................................................................
97
DAFTAR ISTILAH Berkelanjutan
Pemanfaatan sumber daya secara lestari, yaitu di mana laju pemanfaatan harus lebih kecil atau sama dengan laju pemulihan sumber daya tersebut.
Biodervisity
Keanekaragam hayati yang ada di dalam suatu habitat yang menunjukkan produktivitas suatu perairan.
By-catch
Hasil tangkapan sampingan; merupakan bagian dari hasil tangkapan yang didapatkan pada saat operasi penangkapan sebagai tambahan dari tujuan utama penangkapan (target spesies).
Nelayan
Orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalan operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air.
Net Benefit Cost (Net B/C)
Perbandingan antara total penerimaan bersih dan total biaya produksi.
Net Present Value (NPV)
Selisih antara nilai sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat bunga tertentu.
Pengembangan
Usaha perubahan dari suatu nilai yang kurang kepada sesuatu yang lebih baik; proses yang menuju pada suatu kemajuan.
Perikanan
Semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan SDI dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
Perikanan Tangkap
Kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang mengunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
Unit Penangkapan Ikan
Satu kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal perikanan, alat tangkap, dan nelayan.
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu sistem yang terdapat dalam sektor perikanan dan kelautan yang terdiri dari beberapa elemen atau subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya, antara lain sarana produksi, usaha penangkapan, prasarana unit pengolahan, unit pemasaran dan unit pembinaan. Dalam usaha perikanan tangkap, faktor biologi, lingkungan perairan, dan sosial ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap kegiatan produksi. Sistem ini mempunyai interaksi yang kompleks antara stok dan faktor produksi seperti alat tangkap, armada, keterampilan nelayan dan modal usaha yang digunakan dalam operasi penangkapan. Kegiatan perikanan skala kecil pada umumnya memiliki jangkauan usaha penangkapan yang masih terbatas di perairan pantai, dengan produktivitas yang dihasilkan masih rendah (Barus et al. 1991). Perairan Kabupaten Selayar memiliki potensi sumberdaya perikanan khususnya
ikan
pelagis
kecil
yang
cukup
besar,
namun
diduga
tingkat
pemanfaatannya masih belum optimal. Salah satu sumberdaya ikan pelagis kecil, yang menjadi andalan utama nelayan Selayar dan mempunyai prospek ke depan yang baik serta merupakan hasil tangkapan dominan pada alat tangkap ikan pelagis kecil adalah ikan layang. Produksi ikan layang sebagai ikan ekonomis penting dengan potensi sumberdaya menempati urutan prioritas yang utama dan memberikan konstribusi yang tinggi terhadap produksi perikanan pelagis di Kabupaten Selayar adalah sebesar 31,5 ton/tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Selayar 2007). Ikan layang ditangkap dengan menggunakan alat tangkap yang bervariasi menggunakan alat tangkap purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu (DKP Selayar 2007). Beberapa penelitian terdahulu mengkaji keadaan perikanan di Kabupaten Selayar Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian tersebut diantaranya mengenai, pengembangan perikanan tangkap di kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate (Sultan 2004), model pengelolaan perikanan di wilayah padat tangkap: kasus perairan laut Sulawesi Selatan bagian Selatan (Barani 2005), studi pengembangan perikanan tangkap di Kecamatan Bontoharu Kabupaten Selayar (Arifin 2006) dan
2
teknologi penangkapan pilihan untuk ikan cakalang di perairan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan (Rukka 2006). Penelitian tersebut belum mencakup mengenai optimasi pemanfaatan sumberdaya ikan layang sebagai salah satu sumberdaya ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap di perairan Kabupaten Selayar Propinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan uraian diatas maka dianggap perlu mengadakan penelitian
mengenai
optimasi
perikanan
layang
yang
diharapkan
dapat
meningkatkan pendapatan serta keberlanjutan usaha kegiatan penangkapan akan terjamin, sehingga sektor ini menjadi pilar pertumbuhan ekonomi daerah. 1.2 Perumusan Masalah Pengembangan
usaha
perikanan
secara
umum
dilakukan
melalui
peningkatan produksi dan produktivitas usaha perikanan yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani dan nelayan, devisa negara, gizi masyarakat dan penyerapan tenaga kerja, tanpa menganggu atau merusak kelestarian sumberdaya perikanan yang ada. Usaha peningkatan produktivitas dan produksi perikanan tangkap tersebut ternyata sulit dibandingkan dengan usaha peningkatan produksi pada usaha pertanian lainnya yang memanfaatkan sumberdaya daratan, karena itu diperlukan berbagai pertimbangan, baik dari segi biologi, teknis, sosial, ekonomis, dan keramahan lingkungan dalam pengembangan usaha perikanan tangkap yang dilakukan. Perairan Kabupaten Selayar memiliki potensi sumberdaya perikanan khususnya ikan pelagis kecil yang dominan tertangkap adalah ikan layang, namun tingkat eksploitasinya masih rendah. Sebahagian besar usaha perikanan yang berkembang di daerah ini masih tergolong perikanan pantai dimana kegiatan penangkapan masih dilakukan oleh perikanan rakyat dengan menggunakan teknologi penangkapan yang relatif sederhana. Alat tangkap yang umumnya digunakan nelayan untuk menangkap ikan pelagis kecil di daerah ini adalah purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu. Usaha pemanfaatan sumberdaya perikanan ikan pelagis kecil khususnya ikan layang yang memberikan kontribusi terbesar di daerah Kabupaten Selayar Propinsi Sulawesi Selatan telah dihadapkan pada masalah besarnya potensi yang belum dimanfaatkan karena faktor sarana dan prasarana usaha perikanan tangkap yang masih kurang dan sederhana serta belum berfungsi secara optimal. Disamping
3
itu memiliki modal usaha yang terbatas, umumnya kualitas sumberdaya manusia relatif masih rendah hal ini dicirikan oleh tingkat pendidikan dan keterampilan nelayan yang rendah, kemampuan manajemen yang lemah serta kondisi ekonomi yang kurang baik yang berkaitan dengan rendahnya tingkat pendapatan. Berdasarkan uraian diatas, maka masalah-masalah yang dihadapi dalam usaha perikanan khususnya pemanfaatan ikan layang dengan alat tangkap purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu adalah belum diketahuinya alat tangkap yang akan diprioritaskan untuk dikembangkan ditinjau dari aspek biologi, teknis, sosial ekonomi dan keramahan lingkungan. Serta alokasi dari unit pengembangan perikanan layang dan strategi-strategi pengembangan perikanan layang. Dengan demikian diperlukan pengkajian terhadap usaha perikanan layang dengan menggunakan alat tangkap purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu untuk mendapatkan alat tangkap mana yang lebih efektif, efisien dan berkelanjutan
sehingga
dimanfaatkan
untuk
sumberdaya kesejahteraan
perikanan nelayan
laut dengan
yang
tersedia
tanpa
dapat
menganggu
keberlangsungan sumberdaya yang ada. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka pemikiran penelitian (Gambar 1). 1.3 Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian ini adalah :
1) Menentukan prioritas utama teknologi penangkapan ikan layang di Kabupaten Selayar
2) Menentukan jumlah unit penangkapan ikan layang yang optimum dan berkelanjutan di Kabupaten Selayar
3) Menentukan strategi pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar. Manfaat dari penelitian ini adalah : 1) Sebagai
bahan
informasi
kepada
pengusaha
dan
nelayan
dalam
mengembangkan usaha perikanan layang di Kabupaten Selayar.
2) Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah daerah dalam membuat kebijakan mengenai pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar.
4
Mulai
Kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan layang di Kabupaten Selayar
Analisis keragaan alat tangkap
Teknologi penangkapan ikan layang
Alokasi unit penangkapan ikan layang
Rekomendasi pengembangan perikanan layang
Analisis SWOT
Strategi pengembangan perikanan layang
Selesai
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian perikanan layang di Kabupaten Selayar Propinsi Sulawesi Selatan
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika dan Morfologi Ikan Layang (Decapterus spp) Menurut Weber dan Beaufort (1931) dalam Najamuddin (2004) sistematika ikan layang (Decapterus spp) adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces Sub kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi Sub Ordo : Percoidae Devisi : Carangi Famili : Carangidae Sub Famili : Caranginae Genus : Decapterus Spesies : Decapterus russelli, (Ruppel) D. macrosoma, (Bleeker) D. lajang, (Bleeker) D. Kurroides, (Bleeker) D. maruadsi, (Temminck dan Schlegel) Nama Decapterus terdiri dari dua suku kata yaitu Deca artinya sepuluh dan Pteron artinya sayap. Jadi Decapterus berarti ikan yang mempunyai sepuluh sayap. Nama ini berkaitan dengan layang yang berarti jenis ikan yang mampu bergerak sangat cepat di air laut. Kecepatan tinggi ini memang dapat dicapai karena bentuknya seperti cerutu dan sisiknya halus. Selanjutnya dikatakan bahwa genus marga ini mudah dibedakan dari 26 marga lainnya dalam suku Carangidae, karena mempunyai tanda khusus yaitu terdapat finlet di belakang sirip punggung dan sirip dubur, mempunyai bentuk tubuh yang bulat memanjang dan pada bagian belakang garis sisi (lateral line) terdapat sisik-sisik berlengir (lateral scute) (Burhanuddin et al. (1983) dalam Najamuddin (2004)). Berikut ini deskripsi dari beberapa jenis ikan layang menurut Saanin (1984); Nontji (1993) adalah sebagai berikut :
1. Decapterus russelli (Ruppell) Decapterus russelli nama Indonesia disebut ikan layang dan nama daerah khusus untuk Jawa disebut Benggol, Kerok, layang; Jabar/Jakarta : Layang; Madura:
6
Kaban padara, Kaban patek, Lajeng rencek bulus, Rencek kaban, Rencek padara, Rencek patek ; Maluku (Ambon) : Momar merah ; Nusa Tenggara Timur : Layang. Decapterus russelli mempunyai badan memanjang, agak gepeng. Dua sirip punggung, sirip punggung pertama berjari-jari 9 (1 meniarap + 8 biasa), sirip punggung kedua berjari-jari keras 1 dan 30 – 32 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2 (lepas) dan 1 bergabung dengan 22 – 27 jari-jari sirip lemah. Baik dibelakang sirip punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan (finlet). Termasuk pemakan plankton (invertebrata). Hidup di perairan lepas pantai, kadar garam tinggi, membentuk gerombolan besar. Dapat mencapai panjang 30 cm umumnya 20 – 25 cm. Warna biru kehijauan, hijau pupus bagian atas, putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya abu-abu kekuningan atau pucat dan satu totol hitam terdapat pada tepian atas penutup insang (Gambar 2).
Sumber : Balai Penelitian Perikanan Laut (1992)
Gambar 2 Ikan layang (Decapterus russelli)
2. Decapterus macrosoma (Bleeker) Decapterus macrosoma nama Indonesia disebut ikan layang
dan nama
daerah khusus untuk Jawa disebut benggol deles, layang deles, layang lidi, luncu; Jawa Barat/Jakarta : layang deles; Madura : bulus blanseng, Kaban bulus: bawean : Bulus ; Muna-Buton : Lada Seram : Iya biya; Ambon : momar, momol, momare, kela mahu; Saparua : momar papeda; Nusa Tenggara Timur : layang. Decapterus macrosoma mempunyai badan memanjang,seperti cerutu. Badan sepintas lalu seperti tongkol. Sirip punggung pertama berjari-jari keras 8; sirip punggung kedua berjari-jari keras 1 dan 32 – 35 lemah. Sirip dubur berjari-jari keras 2 (lepas), 1 jari-jari keras bergandeng dengan 26 – 30 jari-jari lemah. Di belakang
7
sirip punggung kedua dan dubur terdapat 1 jari-jari sirip tambahan (finlet). Terdapat 25 – 30 sisik duri pada garis sisinya. Termasuk pemakan plankton kasar. Hidup bergerombol di perairan lepas pantai,
daerah-daerah pantai laut dalam, kadar garam tinggi. Dapat mencapai
panjang 40 cm, umumnya 25 cm. Warna biru kehijauan bagian atas, putih perak bagian bawah. Sirip-siripnya kuning pucat atau kuning kotor. Satu totol hitam pada bagian atas penutup insang, dan pangkal sisip dada (Gambar 3).
Sumber : Balai Penelitian Perikanan Laut (1992)
Gambar 3 Ikan layang (Decapterus macrosoma)
3.
Decapterus macarellus (Cuvier) Decapterus macarellus nama Indonesia disebut ikan malalugis biru. Jari-jari
sirip terdiri dari D VIII; I, 31 – 37, A. II; I, 27 – 31, GR 9 – 31 + 31 – 39. Mempunyai tubuh memanjang dan ramping; sirip punggung pendek, tidak sampai melebihi garis vertical dari ujung posterior duri-duri perut; garis lateral terdiri dari 68 – 79. Sisik berbentuk kurva, 19 – 33 sisik berbentuk lurus diikuti dengan 23 – 32 scute; tidak mempunyai gigi pada rahang atas, membran sub spesifik rahang atas berwarna putih; ujung rahang atas berbentuk lurus dan jaringan adipose mata berkembang dengan baik. Berwarna biru metalik sampai kehitaman pada bagian atas, putih keperakan pada bagian bawah, terdapat bintik/noda hitam kecil pada garis tepi operkulum. Sirip ekor berwarna kuning kehitaman, sedang sirip lainnya berwarna putih kehitaman. Panjang tubuh bisa mencapai 28 cm.
4. Decapterus kurroides (Bleeker) Jari-jari sirip terdiri dari D VIII, I, 28 – 30, A. II; I 22 – 26, GR 9 – 12 + 26 – 32. Mempunyai tubuh memanjang dan sedikit gepeng. Jaringan adipose menutup seluruh mata dan terdapat sebuah celah. Sisik berada diatas kepala dan menyebar
8
mendekati garis tepi anterior mata. Sirip dada memanjang mendekati sebuah garis vertikal dari sirip dorsal lemah. Rahang atas dengan rangkaian gigi, rahang bawah memiliki sederatan gigi yang tidak teratur. Lateral line melengkung kebawah didepan terdapat 47 – 55 scute pada bagian yang lurus. Badan bagian atas berwarna biru kehijauan dan bagian bawah berwarna putih keperak-perakan. Terdapat satu bintik noda hitam pada garis tepi operkulum. Sirip ekor berwarna merah, spinous dorsal dan sirip dorsal lemah kadang-kadang berwarna kehitaman, sedangkan sirip lainnya berwarna putih. Panjang tubuh mencapai 17 cm.
2.2 Daerah Distribusi Ikan Layang (Decapterus spp) Penyebaran ikan layang sangat luas di dunia. Jenis-jenis ikan ini mendiami perairan tropis dan sub tropis di Indo-Pasifik dan Lautan Atlantik. Walaupun jenis ikan ini hidup di wilayah yang luas, namun setiap jenis mempunyai wilayah sebaran tertentu . Ikan layang di Perairan Indonesia terdapat 5 jenis ikan layang yakni Decapterus russelli, Decapterus kurroides, Decapterus
lajang, Decapterus
macrosoma dan Decapterus maruadsi. Namun dari kelima spesies tersebut hanya Decapterus russelli yang mempunyai daerah sebaran yang luas di Indonesia mulai dari Kepulauan Seribu hingga Bawean dan Pulau Masalembo. Decapterus lajang senang hidup di perairan dangkal seperti di Laut Jawa ( termasuk Selat Sunda, Selat Madura, dan Selat Bali), Ambon dan Ternate. Decapterus macrosoma banyak dijumpai di Selat Bali, Laut Banda, Selat Makasar dan Sangihe. Ikan layang Deles (Decapterus macrosoma Ruppell) termasuk dalam kelompok ikan pelagis kecil yang sudah dieksploitasi secara intensif di perairan Selat Makassar. Decapterus kurroides terdapat di Selat Bali, Labuhan dan Pelabuhan Ratu. Decapterus maruadsi termasuk ikan yang berukuran besar, hidup di laut dalam seperti di Laut Banda. Ikan ini tertangkap pada kedalaman 100 meter atau lebih (Gafa et al. (1993); Nontji (1993)). Layang (Decapterus spp) terutama terkonsentrasi di perairan utara Jawa, utara dan selatan Sulawesi. Daerah penyebarannya mulai dari barat Sumatera, selatan Jawa, timur Kalimantan, Nusa Tenggara, selatan dan barat Kalimantan, Maluku dan Irian Jaya (Direktorat Jenderal Perikanan 1997). Jenis dan daerah penyebaran ikan layang di perairan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
9
Tabel 1 Jenis dan daerah penyebaran ikan layang (Decapterus spp) di perairan Indonesia No. Jenis Ikan Daerah Penyebaran Decapterus russelli Kepulauan Seribu hingga Bawean 1. dan Pulau Masalembo Selat Bali, Labuhan dan Pelabuhan 2. Decapterus kurroides Ratu Laut Jawa (Selat Sunda, Selat 3. Decapterus lajang Madura dan Selat Bali), Selat Makassar, Ambon dan Ternate Selat Bali, Selat Makassar dan 4. Decapterus macrosoma Sangihe 5. Decapterus maruadsi Laut Banda
2.3 2.3.1
Alat Tangkap Ikan Pelagis Kecil Purse seine (pukat cincin) Alat tangkap purse seine atau pukat cincin adalah jaring yang umumnya
berbentuk empat persegi panjang, dilengkapi dengan tali kerut yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah), sehingga dengan menarik tali kerut bagian bawah jaring dapat dikuncupkan dan jaring akan berbentuk seperti mangkok (Baskoro 2002). Disebut pukat cincin karena alat tangkap ini dilengkapi dengan cincin. Fungsi cincin dan tali kerut/tali kolor ini penting terutama pada waktu pengoperasian jaring (Gambar 4 ). Adanya tali kerut tersebut jaring yang semula tidak berkantong bandingkan dengan jaring payang (seine net) akan terbentuk kantong pada tiap akhir penangkapan ikan (Subani dan Barus 1989). Menurut Brandt (1984) purse seine dibentuk dari dinding jaring yang sangat panjang, biasanya tali ris bawah (leadline) sama atau lebih panjang daripada tali ris atas (floatline). Floatline memuat rangkaian pelampung (float) yang menjaga posisi jaring agar tetap berada di permukaan air. Leadline adalah tali ris bawah yang merangkai kumpulan pemberat (sinker) yang terbuat dari timah sehingga memungkinkan jaring untuk melebar secara vertikal dengan maksimal. Pada pukat cincin mata, jaring hanya berfungsi sebagai penghadang gerak ikan, bukan penjerat seperti pada gillnet (Ayodhyoa 1981). Pukat cincin yang kurang lebih sejenis di Indonesia sudah sejak lama dikenal walaupun dengan nama dan konstruksi yang sedikit berbeda, seperti pukat langgar, pukat senangin, gae dan giob. Pukat cincin pertama kali diperkenalkan di pantai
10
utara Jawa oleh BPPL pada tahun 1970. Kemudian diaplikasikan 1973/1974 di Muncar dan berkembang pesat sampai sekarang (Subani dan Barus 1989).
Sumber : Brandt (1984)
Gambar 4 Unit penangkapan purse seine Baskoro (2002) menyatakan bahwa purse seine dioperasikan dengan cara melingkari gerombolan ikan baik dengan menggunakan satu kapal ataupun dua unit kapal. Setelah gerombolan ikan terkurung, kemudian bagian bawah jaring dikerutkan hingga tertutup dengan menarik tali kerut yang dipasang sepanjang bagian bawah melalui cincin. Alat penangkapan ini ditujukan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Tingkah laku ikan layang membentuk gerombolan dekat dasar perairan pada siang hari dan mencari makan pada malam hari di permukaan perairan (Jaiswar et al. 2001). Hasil tangkapan yang mendominasi hasil tangkapan pukat cincin biasanya adalah jenis ikan layang yaitu antara Decapterus russelli dan Decapterus macrosoma (Atmajaya dan Nugroho 2005). Menurut Subani dan Barus (1989) umumnya perikanan purse seine di dunia menggunakan satu kapal. Ada dua tipe kapal purse seine, yaitu tipe Amerika dan tipe Skandinavia (Eropa). Kapal purse seine tipe Amerika mempunyai bridge (anjungan) dan ruang akomodasi pada
bagian haluan. Kapal purse seine tipe Skandinavia
(Eropa) mempunyai bridge (anjungan), dan ruang akomodasi di buritan. Kegiatan penurunan jaring dilakukan pada sisi kanan kapal (starboart), sedangkan sisi kiri kapal (portside) ditempati untuk ruang kemudi.
11
Alat penangkapan purse seine disimpan pada bagian buritan dan power block, biasanya terletak di sisi anjungan kapal Fyson (1985). Menurut Fridman (1986) jenis purse seine yang dioperasikan dengan satu unit kapal memiliki kantong (bunt) yang terletak pada salah satu ujung jaring, sedangkan kantong (bunt) pada purse seine yang manggunakan dua unit kapal terletak pada bagian tengah jaring 2.3.2
Jaring insang hanyut Gill net sering diterjemahkan dengan istilah jaring insang atau jaring rahang
dan lain-lain. Istilah Gill net didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap gill net terjerat pada bagian operculumnya pada bagian jaring. Penamaan gill net di Indonesia beraneka ragam, ada yang menyebutnya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring koro, jaring udang dan sebagainya), ada pula disertai dengan nama tempat dan sebagainya (Sudirman dan Mallawa 2003). Salah satu jenis jaring insang adalah jaring insang hanyut (drift gill net). Jaring insang hanyut adalah jaring insang yang pengoperasiannya dibiarkan hanyut dibiarkan hanyut di perairan, baik itu dihanyutkan di permukaan perairan, kolom perairan atau dihanyutkan di dasar perairan (Martasuganda 2005). Secara lebih jelasnya gambar jaring insang hanyut dapat dilihat pada Gambar 5
Sumber : Martasuganda (2005)
Gambar 5
Unit penangkapan jaring insang hanyut
12
Tertangkapnya ikan-ikan dengan gill net adalah dengan cara ikan tersebut terjerat (gilled) pada mata jaring ataupun terbelit (entangled) pada tubuh jaring. Pada umumnya ikan-ikan yang menjadi tujuan penangkapan gill net adalah ikan-ikan yang bermigrasi secara horizontal dan bermigrasi secara vertilal tidak seberapa aktif. Dengan kata lain, migrasi dari ikan-ikan tersebut terbatas pada suatu range layerdepth tertentu. Berdasarkan depth dari swimming layer ini lebar jaring dapat ditentukan (Sudirman dan Mallawa 2003). Jaring insang hanyut dapat digunakan untuk mengejar gerombolan ikan dan merupakan suatu alat penangkap yang penting untuk perikanan laut bebas. Karena posisinya tidak ditentukan oleh jangkar, maka pengaruh dari kecepatan arus terhadap kekuatan tubuh jaring dapat dilakukan atau gerakan jaring bersamaan dengan gerakan arus, sehingga besarnya tahanan dari jaring terhadap arus dapat diabaikan (Sudirman dan Mallawa 2003). 2.3.3
Bagan perahu Bagan merupakan alat tangkap yang berasal dari daerah Sulawesi Selatan
dan Tenggara, dan mulai diperkenalkan pertama kalinya oleh nelayan-nelayan Makassar dan Bugis sekitar tahun 1950.
Kemudian dalam tempo relatif singkat
sudah dikenal hampir di seluruh daerah perikanan laut di Indonesia dan dalam perkembangannya telah mengalami perubahan-perubahan bentuk (Subani dan Barus 1989). Menurut Brandt (1984), bagan merupakan alat tangkap yang diklasifikasikan ke dalam kelompok jaring angkat (lift net). Dalam pengoperasiannya,
jaring
diturunkan ke dalam perairan, kemudian diangkat secara vertikal. Penangkapan dengan bagan hanya dilakukan pada waktu malam hari, terutama pada saat gelap bulan dengan menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan (Subani dan Barus 1989). Pengoperasian alat tangkap bagan menggunakan atraktor cahaya (light fishing) sehingga tidak efisien apabila digunakan pada saat terang bulan (purnama).
Hal ini dikarenakan pada waktu terang bulan ikan-ikan cenderung
menyebar
di dalam kolom perairan (Gunarso 1984), sehingga fungsi cahaya
sebagai atraktor tidak efisien bila dibandingkan saat gelap bulan. Oleh karena itu, umumnya nelayan-nelayan bagan tidak melakukan operasi penangkapan pada saat terang bulan.
13
Menurut Subani (1989), lampu yang umum digunakan sebagai atraktor cahaya adalah lampu petromaks yang berkekuatan 250 – 400 lilin yang digantung di atas permukaan perairan dengan jarak lebih kurang 1 meter. Bagan perahu (boat lift net) menggunakan dua buah perahu yang pada bagian depan dan belakang dihubungkan dengan dua batang bambu sehingga berbentuk bujur sangkar sebagai tempat untuk menggantungkan jaringnya. Seperti juga rakit, bagan perahu ini dapat berpindah tempat penangkapannya.
Sumber : Sudirman dan Mallawa (2003)
Gambar 6 Unit penangkapan bagan perahu Operasi penangkapan dimulai pada saat matahari mulai terbenam. Terlebih dahulu jaring diturunkan sampai pada kedalaman yang diinginkan.
Selanjutnya
lampu-lampu mulai dinyalakan untuk menarik perhatian ikan-ikan agar berkumpul di bawah sinar lampu, maka jaring diangkat sampai berada di atas permukaan air dan hasil tangkapan tersebut diambil dengan menggunakan serok. Hasil tangkapan bagan selain cumi-cumi (Loligo spp) juga jenis-jenis ikan seperti teri, layang, tembang, japuh, pepetek, selar, kerong-kerong, kapas-kapas, gulamah, biji nangka dan sebagainya (Subani 1989).
14
2.4 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu usaha perubahan dari suatu nilai kurang kepada sesuatu yang dinilai baik ataupun dari suatu yang sudah baik menjadi lebih baik. Dengan kata lain pengembangan adalah suatu proses yang menuju pada suatu kemajuan. Usaha perikanan tangkap adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan dalam keadaan tidak dibudidayakan dengan maupun tanpa alat tangkap, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk menampung, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah, dan mengawetkan (Alhidayat 2002). Menurut Bahari (1989) mengatakan bahwa pengembangan usaha perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik. Untuk menerapkan teknologi yang lebih baik, dapat dilakukan seleksi teknologi yang meliputi aspek ”bio-tecnicososio-economic”. Menurut Haluan dan Nurani (1988), ada lima aspek yang harus dipenuhi suatu teknologi penangkapan ikan yang akan dikembangkan, yaitu (1) Secara biologi tidak merusak atau menganngu kelestarian sumberdaya; (2) Secara teknis efektif digunakan; (3) Secara sosial dapat diterima oleh nelayan; dan (4) Secara ekonomi bersifat menguntungkan. Satu aspek tambahan yang tidak dapat diabaikan yaitu adanya izin dari pemerintah (kebijakan atau peraturan pemerintah). Menurut
Gardenia
(2006)
pengembangan
usaha
perikanan
harus
mempertimbangkan aspek-aspek bio-technico-socio-approach. Oleh karena itu ada empat aspek yang harus diperhatikan dalam pengembangan suatu jenis alat tangkap ikan yaitu :
1. Aspek biologi, alat tangkap tidak merusak atau menganggu kelestarian sumberdaya. 2. Aspek teknis, alat tangkap yang digunakan efektif untuk menangkap ikan. 3. Aspek sosial, dapat diterima oleh masyarakat nelayan. 4. Aspek ekonomi, usaha tersebut bersifat menguntungkan. Apabila pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan ditekankan pada perluasan kesempatan kerja, menurut Monintja (1987) teknologi perlu dikembangkan adalah jenis unit penangkapan ikan yang relatif dapat menyerap banyak tenaga
15
kerja, dengan pendapatan per nelayan memadai. Selanjutnya dalam kaitannya dengan penyedian protein untuk masyarakat Indonesia, maka dipilih unit penangkapan ikan yang memiliki produktivitas unit serta produktivitas nelayan pertahun yang tinggi, namun masih dapat dipertanggungjawabkan secara biologis dan ekonomis. 2.5 Konsep Dasar Sistem Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan Berbagai permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang sedang dihadapi pada saat ini, telah menjadi dasar dan alasan penting bahwa pengembangan teknologi penangkapan ikan dimasa mendatang lebih dititik beratkan pada kepentingan konservasi sumberdaya dan perlindungan lingkungan. Usahausaha untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dari ancaman kepunahan, sebenarnya telah dilakukan sejak lama oleh berbagai ahli penangkapan ikan di seluruh dunia. Sebagai contoh, industri penangkapan ikan di laut Utara telah melakukan berbagai usaha untuk mengurangi buangan hasil tangkap sampingan lebih dari 100 tahun yang lalu (Purbayanto dan Baskoro 1999). Kegiatan ini pada akhirnya telah mengarahkan kepada pengembangan penelitian selektivitas mata jaring yang dilakukan oleh sebagian besar negaranegara di benua Eropa. Hal tersebut kemudian diikuti oleh negara-negara di Asia. Usaha-usaha tersebut di atas belum dapat dikatakan berhasil, setelah diketahui bahwa hampir sebagian besar ikan-ikan yang lolos dari alat tangkap melalui selektivitas dilaporkan mengalami kematian akibat luka atau stres yang diterima selama proses penangkapan dan pelolosan (Purbayanto dan Baskoro 1999). Terlebih lagi dengan kerusakan lingkungan bumi dan sumberdaya alam yang telah melampaui ambang batas dan menghawatirkan bagi kelangsungan hidup generasi mendatang akhir-akhir ini, telah menggugah kepedulian masyarakat dunia untuk segera bertindak. Akhir abad ke-20 kiranya dapat disebut sebagai abad sadar lingkungan dengan telah dicanangkannya dua isu penting internasional yaitu pemeliharaan
lingkungan
bumi
dan
jaminan
penyediaan
pangan
(earth
environmental conservation and food security) (Purbayanto dan Baskoro 1999). Perhatian internasional
tentang tingkat stres dan kematian dari ikan-ikan
setelah lolos dari alat tangkap dan diperlukannya standarisasi dari penelitian selektivitas telah membawa kedua isu ini menjadi fokus perhatian para ahli
16
penangkapan ikan.
Penelitian mengenai survival dan selektivitas telah menjadi
suatu topik utama dalam beberapa tahun terakhir ini.
Hal
ini
sejalan dengan
International Code of Conduct for Responsible Fisheries yang dihasilkan dari pertemuan konsultasi ahli-ahli perikanan dunia (FAO) tahun 1995.
Untuk
mewujudkan pengembangan selektivitas alat tangkap secara sukses tanpa mengakibatkan kematian ikan-ikan yang lolos melalui proses seleksi alat tangkap, telah direkomendasikan bahwa kegiatan penelitian survival dan selektivitas harus saling terkait (Purbayanto dan Baskoro 1999). Memasuki awal melenium III, trend pengembangan teknologi penangkapan ikan di tekankan pada teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan (environmental friendly fishing technology) dengan harapan dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan. Teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan adalah suatu alat tangkap yang tidak memberikan dampak lingkungan, yaitu sejauh mana alat tangkap tersebut merusak dasar perairan (benthic disturbance), kemungkinan hilangnya alat tangkap, serta kontribusinya terhadap polusi (Arimoto 1999). Faktor lain bagaimana dampaknya terhadap bio-diversity dan target resources yaitu komposisi hasil tangkapan, adanya by catch serta tertangkapnya ikan-ikan muda.
Berbagai permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang sedang
dihadapi pada saat ini telah menjadi dasar dan alasan penting
bahwa
pengembangan teknologi penangkapan ikan dimasa mendatang dititik beratkan pada
kepentingan
konservasi
sumberdaya
dan
perlindungan
lingkungan
(Purbayanto dan Baskoro 1999). Proses seleksi
alat tangkap ramah lingkungan dimulai dengan melihat
spesies ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Apakah spesies tersebut termasuk kategori dilindungi atau terancam punah, jika ya maka tidak dilakukan penangkapan. Jika spesies termasuk kategori yang diperbolehkan, maka dapat dilanjutkan dengan memilih teknologi penangkapan yang ada di perairan tersebut, dengan memenuhi syarat ramah lingkungan dan berkelanjutan (Monintja 2000). Beberapa kriteria alat tangkap ramah lingkungan dan berkelanjutan adalah:
1) Mempunyai selektivitas yang tinggi. 2) Tidak merusak habitat.
17
3) Tidak membahayakan operator. 4) Menghasilkan ikan berkualitas tinggi. 5) Produk yang dihasilkan tidak membahayakan konsumen. 6) By-catch rendah. 7) Tidak berdampak buruk terhadap biodiversity. 8) Tidak menangkap ikan-ikan yang dilindungi. 9) Dapat diterima secara sosial. 10) Hasil tangkapan tidak melebihi TAC. 11) Tingkat keuntungan tinggi. 12) Nilai investasi rendah. 13) Penggunaan bahan bakar rendah. 14) Secara hukum legal. 2.6
Teori Optimasi Optimasi adalah suatu kata kerja yang berarti menghitung atau mencari titik
optimum. Kata benda optimasasi merupakan suatu peristiwa atau kejadian proses optimasi. Jadi teori optimasi adalah mencakup studi kuantitatif tentang titik optimum dan cara-cara untuk mencarinya (Haluan 1985). Ilmu dalam teori ini mempelajari bagaimana mendapatkan dan menjelaskan sesuatu yang terbaik, setelah orang dapat mengenali dan mengukur apa yang baik dan apa yang buruk. Wiyono
(2001) menyatakan bahwa untuk
mendapatkan
hasil yang
memuaskan, suatu usaha perikanan harus memiliki faktor produksi yang cukup dan kombinasi yang tepat. Keterbatasan sumberdaya menyebabkan diperlukannya pengaturan atau alokasi sumberdaya agar dapat mencapai keseluruhan atau sebagian tujuan yang diinginkan. Teknik optimasi sering digunakan dalam mengatasi masalah keterbatasan sumberdaya tersebut. Menurut Gaspersz (1996) menyatakan optimasi adalah suatu proses pencarian hasil terbaik. Proses ini dalam analisis sistem diterapkan terhadap alternatif yang dipertimbangkan, kemudian dari hasil itu dipih alternatif yang menghasilkan keadaan terbaik. Persoalan optimasi dapat berbentuk maksimasi atau minimasi. Pada umumnya orang mengharapkan kebaikan sebanyak-banyaknya atau maksimum dan
18
keburukan sedikit-sedikitnya atau minimum. Keadaan seperti inilah yang disebut optimum. Dalam proses optimisasi, terlebih dahulu harus dilakukan pemilihan ukuran kuantitatif dan efektifitas suatu persoalan. Oleh karena itu pengetahuan mengenai sistem yang berlaku menyangkut aspek fisik maupun ekonomi merupakan suatu keharusan. Menurut Supranto (1983), agar suatu persoalan dapat dipecahkan dengan teknik linear programming harus memenuhi syarat berikut : (1) harus dapat dirumuskan secara matematis; (2) harus jelas fungsi objektif yang linear yang harus dibuat optimum; dan (3) pembatasan-pembatasan harus dinyatakan dalam ketidaksamaan yang linear. Kelebihan dari cara linear programming
menurut Soekartawi (1995)
adalah :
1) Mudah dilaksanakan, apalagi bila menggunakan alat bantu komputer. 2) Dapat menggunakan banyak variabel. sehingga berbagai kemungkinan untuk memperoleh pemanfaatan sumberdaya yang optimum dapat dicapai.
3) Fungsi tujuan (objective function) dapat difleksibelkan sesuai dengan tujuan penelitian atau berdasarkan data yang tersedia. Sedangkan kelemahan penggunaan linear programming adalah bila alat
bantu komputer tidak tersedia, maka cara linear programming yang
menggunakan banyak variabel akan menyulitkan analisisnya dan bahkan tidak mungkin dikerjakan dengan cara manual saja. Kelemahan lainnya adalah pada penggunaan asumsi linearitas, karena di dalam kenyataan yang sebenarnya kadang-kadang asumsi ini tidak sesuai. 2.7
Teori Program Liniear Program linear adalah salah satu teknik analisis dari kelompok teknik riset
operasi yang memakai model matematika. Tujuannya adalah untuk mencari, memilih, dan menentukan alternatif yang terbaik dari sekian alternatif layak yang tersedia. Dikatakan linear karena peubah-peubah yang membentuk model program liniear dianggap linear. Program linear pada hakekatnya merupakan suatu teknik perencenaan yang bersifat analitis dengan tujuan menemukan beberapa kombinasi alternatif pemecahan masalah, kemudian dipilih mana yang terbaik diantaranya dalam menyusun strategi dan langkah-langkah kebijakan lebih lanjut tentang alokasi
19
sumberdaya dan dana yang terbatas guna mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan secara optimal (Agrawal dan Heady 1973). Linear goal programming (LGP) merupakan pengembangan metode linear programming (LP) yang diperkenalkan oleh Charnel dan Cooper pada awal tahun enam puluhan. Perbedaan utama antara LGP dan LP terletak pada struktur dan penggunaan fungsi tujuan. Pada LP fungsi tujuannya hanya mengandung satu tujuan, sementara dalam LGP semua tujuan baik satu atau beberapa digabungkan
dalam
sebuah
fungsi
tujuan.
Ini
dapat
dilakukan
dengan
mengekspresikan tujuan itu dalam bentuk sebuah kendala (goal constraint), memasukkan suatu variabel simpangan (deviational variable) dalam kendala itu untuk mencerminkan seberapa jauh tujuan itu dicapai, dan menggabungkan variabel simpangan dalam fungsi tujuan. Pada LP tujuannya bisa maksimisasi atau minimisasi, sementara dalam LGP tujuannya adalah meminimumkan penyimpangan-penyimpangan dari tujuan-tujuan tertentu. Ini berarti semua masalah LGP adalah masalah minimisasi (Mulyono 1991). Menurut Stevenson (1989) dalam Sultan (2004) mengatakan bahwa goal programming merupakan variasi dari model linear programming yang dapat digunakan
untuk
menangani
masalah
yang
mempunyai
banyak
sasaran.
Selanjutnya Siswanto (1993), mengatakan bahwa dalam model goal programming terdapat variabel deviasional dalam fungsi kendala. Variasi tersebut berfungsi untuk menampung penyimpangan hasil penyelesaian terhadap sasaran
yang hendak
dicapai, dimana dalam proses pengolahan model tersebut jumlah variabel deviasional akan diminimumkan di dalam fungsi tujuan.
20
3 METODOLOGI 3.1 Waktu danTempat Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dalam 2 tahapan berdasarkan waktu kegiatan, yaitu : 1) Pelaksanaan penelitian lapangan selama 3 bulan (Juli – September 2007), yaitu pengambilan data primer dan sekunder secara langsung di lapangan. 2) Pelaksanaan analisis pengolahan data dan penyusunan tesis selama 4 bulan (September 2007 - Februari 2008 ). Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Selayar Propinsi Sulawesi Selatan (Lampiran 1). 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner sebagai pedoman pengumpulan data, alat tulis menulis, seperangkat komputer untuk rekapitulasi dan analisis data, alat ukur panjang (penggaris) serta alat perekam berupa tape recorder, kamera digital untuk kepentingan dokumentasi penelitian. Objek penelitian berupa unit penangkapan ikan layang yang menggunakan alat tangkap purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu. Sedangkan bahan yang digunakan adalah ikan layang. 3.3 Metode Penelitian Penelitian ini di laksanakan dengan metode penelitian survei terhadap obyek nelayan sebagai pelaku. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung ke lokasi penelitian. Data primer diperoleh melalui pengukuran dan pengamatan langsung terhadap unit penangkapan ikan layang serta wawancara menggunakan kuisioner yang telah disusun sesuai dengan keperluan analisis dan tujuan penelitian. Wawancara dilakukan terhadap nelayan pemilik alat penangkapan ikan layang, nelayan sebagai pekerja dan para stakeholders di lokasi penelitian. Responden dikumpulkan secara purposive sampling, yaitu dengan cara memastikan diperolehnya sejumlah sampel yang mewakili populasi yang akan diteliti (Mangkusbroto dan Trisnadi 1985). Jumlah responden sebesar 10 % dari jumlah populasi yang ada yaitu sebanyak 45 orang dari 5 kecamatan (Kecamatan Bontoharu, Kecamatan Bontomate’ne, Kecamatan Bontosikuyu dan
21
Kecamatan Bontomanai) tiap kecamatan 9 orang (3 orang nelayan purse seine, 3 orang nelayan jaring insang hanyut dan 3 orang nelayan bagan perahu). Data sekunder berupa produksi dan nilai produksi ikan layang tahunan (time series data) Kabupaten Selayar dari tahun 2002-2006, gambaran umum perikanan di kabupaten Selayar yang diperoleh dari DKP Kabupaten Selayar serta berbagai tulisan mengenai ikan layang yang ada hubungannya dengan penelitian penulis melalui penelusuran pustaka (studi pustaka). Data yang dikumpulkan untuk masing-masing aspek kajian (aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan lingkungan) adalah sebagai berikut : 1. Aspek biologi Pengukuran parameter biologi pada penelitian ini dilakukan terhadap sumberdaya ikan layang sebagai hasil tangkapan utama dari alat tangkap purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu . Parameter biologi yang menjadi kajian terhadap sumberdaya layang seperti komposisi target spesies dari ketiga alat tangkap yang diteliti, ukuran hasil tangkapan utama yaitu ikan layang dan musim penangkapan ikan layang. Beberapa parameter biologi yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Pengukuran parameter biologi terhadap sumberdaya ikan layang No. Parameter Rincian data yang dikumpulkan 1. Komposisi target Komposisi hasil tangkapan utama yaitu ikan spesies layang (dalam %) 2.
Ukuran hasil tangkapan
Rata-rata ukuran panjang total ikan layang hasil tangkapan (dalam cm)
3.
Musim penangkapan
Lama waktu nelayan melakukan operasi penangkapan ikan layang (dalam satuan bulan)
2. Aspek teknis Pengukuran
parameter
teknis
dilakukan
pada
perahu
dan
alat
penangkapan ikan layang. Parameter teknis penting untuk diketahui karena menyangkut masalah produksi unit penangkapan ikan layang yang dioperasikan. Parameter teknis yang dikumpulkan antara lain : ukuran kapal/perahu, jenis mesin, jenis bahan bakar, material yang digunakan, ukuran alat tangkap, bahan alat tangkap, produksi hasil tangkapan per tahun, produksi per trip, dan produksi per tenaga kerja. Beberapa parameter teknis yang akan dikumpulkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
22
Tabel 3 Pengukuran parameter teknis pada perahu dan alat penangkapan ikan layang No. Parameter Rincian data yang dikumpulkan 1. Ukuran perahu Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui panjang, lebar dan tinggi perahu yang digunakan oleh nelayan,tentunya berkaitan dengan GT, jangkauan daerah penangkapan serta kapasitas produksi. 2.
Jenis Bahan Bakar Minyak (BBM) yang digunakan
Perbedaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang digunakan sangat tergantung dari jenis mesin yang dipakai oleh nelayan, namun diharapkan BBM yang digunakan tersedia setiap waktu, harganya terjangkau dan membuat mesin menjadi tahan lama.
3.
Ukuran alat penangkapan ikan layang
Pengukuran alat penangkapan ikan layang seperti dimensi (panjang dan lebar) dan pengukuran mata jaring (mesh size) dari tiga alat penangkapan ikan layang.
4.
Material alat penangkapan ikan layang
Tiga jenis alat penangkapan ikan layang terbuat dari bermacam-macam material, yang diharapkan dari bahan ini adalah tahan lama, harganya terjangkau serta mudah didapatkan oleh nelayan.
5.
Produksi per tahun
Jumlah hasil tangkapan yang dihasilkan setiap unit penangkapan selama satu tahun.
6.
Produksi pertrip
Jumlah hasil tangkapan yang dihasilkan setiap unit penangkapan ikan layang pertrip, satu kali trip yaitu satu kali armada penangkapan ikan layang terhitung sejak armada penangkapan ikan layang meninggalkan fishing base menuju daerah penangkapan dan kembali ke fishing base semula atau fishing base lainnya untuk mendaratkan hasil tangkapannya.
3. Aspek sosial Pengukuran parameter sosial dalam penelitian ini diarahkan kepada nelayan sebagai pelaku utama dalam kegiatan penangkapan ikan layang. Parameter sosial yang dianalisis menyangkut masalah sumberdaya manusia yang mengoperasikan unit penangkapan ikan layang. Parameter sosial yang dikumpulkan antara lain jumlah nelayan yang terserap setiap unit penangkapan, pendapatan nelayan per tahun dan tingkat penguasaan teknologi (Tabel 4).
23
Tabel 4 Pengukuran parameter sosial pada nelayan yang menggunakan unit penangkapan ikan layang No. Parameter Rincian data yang dikumpulkan 1. Jumlah nelayan yang Banyaknya nelayan yang bekerja atau terserap setiap unit digunakan dalam setiap kegiatan operasi penangkapan ikan layang penangkapan ikan layang dengan pendapatan yang sesuai 2.
Pendapatan nelayan pertahun
Pendapatan nelayan dari bagi hasil antara pemilik kapal dengan ABK tanpa memperhitungkan kelebihan satu sama lainnya
3.
Tingkat penguasaan teknologi
Bagaimana penguasaan nelayan terhadap teknologi alat tangkap yang digunakan, (1) mudah; (2) sedang; (3) sedikit sukar; (4) sukar.
4. Aspek ekonomi Pengukuran parameter ekonomi dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui manfaat ekonomi dari suatu penangkapan ikan layang untuk diketahui kelayakan usaha dari alat tangkap tersebut. Parameter ekonomi yang dikumpulkan dalam penelitian ini seperti biaya investasi, biaya operasional, biaya perawatan, dan nilai produksi. Beberapa parameter ekonomi yang dikumpulkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Pengukuran parameter ekonomi pada nelayan yang mengunakan unit penangkapan ikan layang No Parameter Rincian data yang dikumpulkan 1. Biaya investasi Biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan kapal/perahu, alat penangkapan ikan layang, mesin dan perlengkapan lainnya Biaya yang dikeluarkan saat kegiatan operasional penangkapan dilaksanakan seperti BBM, perbekalan dan es
2.
Biaya operasional
3.
Biaya perawatan
Biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan perahu, alat penangkapan ikan layang, mesin dan perlangkapan lainnya
4.
Nilai produksi
Berat produksi dikalikan harga persatuan berat pada tingkat harga produsen, dinyatakan dalam rupiah.
24
5. Aspek Keramahan Lingkungan Kriteria utama penilaian terhadap keramahan lingkungan mengacu pada pendapat Monintja (2000), bahwa alat tangkap ikan dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria diantaranya adalah: 1) Mempunyai selektivitas yang tinggi Suatu alat tangkap dikatakan mempunyai selektitivitas yang tinggi apabila alat tangkap tersebut di dalam operasionalnya hanya menangkap sedikit spesies dengan ukuran yang relatif seragam. Selektivitas alat tangkap ada dua macam yaitu selektif terhadap spesies dan selektif terhadap ukuran dengan nilai masingmasing sub kriteria :
(1) Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan variasi ukuran yang berbeda jauh.
(2) Menangkap tiga spesies ikan atau kurang dengan variasi ukuran yang berbeda jauh.
(3) Menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif seragam.
(4) Menangkap ikan satu spesies dengan ukuran yang relatif seragam. 2) Tidak merusak habitat Suatu alat tangkap dianggap tidak merusak habitat dimana pemberian bobotnya didasarkan pada :
(1) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas. (2) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit. (3) Menyebabkan kerusakan sebahagian habitat pada wilayah yang sempit. (4) Aman bagi habitat. 3) Menghasilkan ikan berkualitas tinggi Kualitas ikan hasil tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap yang digunakan, metode penangkapan dan penanganannya. Untuk menentukan level kualitas ikan dengan berbagai jenis alat tangkap didasarkan pada kondisi hasil tangkap yang terlihat secara morfologis, yaitu :
(1) Ikan mati dan busuk. (2) Ikan mati, segar, cacat fisik. (3) Ikan mati dan segar. (4) Ikan hidup.
25
4) Tidak membahayakan nelayan Tingkat
bahaya
atau
risiko
yang
diterima
oleh
nelayan
dalam
mengoperasikan alat tangkap sangat tergantung pada jenis alat tangkap dan keterampilan yang dimiliki oleh nelayan. Risiko tingkat bahaya yang dialami oleh nelayan didasarkan pada dampak yang mungkin diterima, yaitu :
(1) Bisa berakibat kematian pada nelayan. (2) Bisa berakibat cacat permanen pada nelayan. (3) Hanya bersifat ganguan kesehatan yang bersifat sementara. (4) Aman bagi nelayan. 5) Produksi tidak membahayakan konsumen Tingkat bahaya yang diterima oleh konsumen terhadap produksi yang dimanfaatkan tergantung dari ikan yang diperoleh dari proses penangkapan. Apabila dalam proses penangkapan nelayan mengunakan bahan-bahan beracun atau bahan-bahan lainnya yang berbahaya, maka akan berdampak pada tingkat keamanan konsumsi pada konsumen. Tingkat bahaya yang mungkin dialami oleh konsumen, diantaranya adalah :
(1) Berpeluang besar menyebabkan kematian pada konsumen. (2) Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen. (3) Relatif aman bagi konsumen. (4) Aman bagi konsumen. 6) By-cath rendah Suatu spesies dikatakan hasil tangkapan sampingan apabila spesies tersebut tidak termasuk dalam target penangkapan. Hasil tangkapan yang didapat ada yang dimanfaatkan dan ada yang dibuang ke laut (discard). Beberapa kemungkinan by-catch yang didapat adalah :
(1) By-catch ada berapa spesies dan tidak laku dijual di pasar. (2) By-catch ada berapa spesies dan ada jenis yang laku di pasar (3) By-catch kurang dari tiga spesies dan laku di pasar. (4) By-catch kurang dari tiga spesies dan mempunyai harga yang tinggi. 7) Dampak ke biodiversity Dampak buruk yang diterima oleh habitat akan berpengaruh buruk pula terhadap biodiversity yang ada di lingkungan tersebut. Hal ini tergantung dari
26
bahan yang digunakan dan metode pengoperasiannya. Pengaruh pengoperasian alat tangkap terhadap biodervisity yang ada adalah :
(1) Menyebabkan kematian semua makhluk hidup dan merusak habitat. (2) Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat. (3) Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat.
(4) Aman bagi biodiversity. 8) Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi Suatu alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yang dilindungi apabila alat tangkap tersebut mempunyai peluang yang cukup besar untuk tertangkapnya spesies yang dilindungi. Tingkat bahaya alat tangkap terhadap spesies yang dilindungi berdasarkan kenyataan di lapangan adalah :
(1) Ikan yang dilindungi sering tertangkap. (2) Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap. (3) Ikan yang dilindungi pernah tertangkap. (4) Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 9) Dapat diterima secara sosial Penerimaan masyarakan terhadap suatu alat tangkap yang digunakan tergantung pada kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Suatu alat tangkap dapat diterima secara sosial oleh masyarakat apabila :
(1) Biaya investasi murah. (2) Menguntungkan. (3) Tidak bertentangan dengan budaya setempat. (4) Tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Ada beberapa kemungkinan yang ditemui di lapangan dalam menentukan alat tangkap pada suatu area penangkapan, yaitu :
(1) Alat tangkap memenuhi 1 dari 4 kriteria di atas. (2) Alat tangkap tersebut memenuhi 2 dari 4 kriteria yang ada. (3) Alat tangkap tersebut memenuhi 3 dari 4 kriteria. (4) Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada. 3.4. Analisis Data
27
Analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah, (1) metode skoring, bertujuan untuk menetapkan prioritas unit penangkapan ikan layang yang tepat; (2) analisis optimasi untuk mengetahui alokasi dari setiap unit alat tangkap; dan (3) analisis SWOT untuk membuat strategi pengembangan dari perikanan layang di perairan Selayar.
3.4.1 Metode skoring Untuk menyeleksi jenis teknologi penangkapan ikan yang berkelanjutan dan layak dikembangkan, dilakukan dengan metode skoring (Mangkusubroto dan Trisnadi 1985).
Metode ini dapat digunakan dalam penilaian kriteria yang
mempunyai satuan berbeda dengan memberi nilai dari yang terendah sampai yang tertinggi.
Dalam menilai semua kriteria digunakan nilai tukar, sehingga
semua nilai mempunyai standar yang sama.
Jenis alat tangkap yang
mendapatkan nilai skor tertinggi dapat diartikan lebih baik dari yang lainnya, demikian pula sebaliknya. Selanjutnya disebutkan, standarisasi dengan fungsi nilai dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : V (X) =
X − X0 .......................................................................(1) X1 − X 0
V (A) =
∑ V (X )
n
i− 1
i
i
, i = 1,2,3 . . . . . . . n .................................... (2)
dimana : V (X)
= Fungsi nilai dari variabel X
X
= Nilai variabel X
X1
= Nilai tertinggi pada kriteria X
X0
= Nilai terendah pada kriteria X
V (A)
= Fungsi nilai alternatif A
Vi (Xi)
= Fungsi dari alternatif pada kriteria ke-i Penentuan
prioritas
penangkapan
ikan
layang
menggunakan
metode skoring, sebagai berikut : Analisis aspek biologi meliputi komposisi target spesies (X1), ukuran panjang tubuh ikan layang hasil tangkapan (X2), dan musim penangkapan ikan layang (X3). Analisis aspek teknis (perahu, alat penangkapan ikan layang dan hasil tangkapan). Penilaian kriteria aspek teknis dari unit penangkapan ikan layang
28
yaitu mencakup produksi per tahun (X1), produksi per trip (X2), dan produksi per tenaga kerja (X3). Analisis aspek sosial yakni berkaitan dengan tenaga kerja yang diserap setiap unit penangkapan ikan layang antara lain jumlah tenaga kerja perunit penangkapan ikan layang (X1), pendapatan nelayan pertahun (X2), dan tingkat penguasaan teknologi (X3). Selanjutnya untuk analisis ekonomi setelah memperoleh rincian data yang dikumpulkan berdasarkan hasil wawancara maka dilakukan analisis ekonomi untuk mengetahui kelayakan usaha dari alat tangkap dengan mengunakan pendekatan net present value, net benefit-cost ratio, break event point, dan rentabilitas (Kadariah 1978). Adapun rumus yang digunakan untuk analisis aspek ini adalah :
1) Net present value (NPV) Net present value digunakan untuk menilai manfaat investasi, yaitu berapa nilai kini (present value) dari manfaat bersih proyek yang dinyatakan dalam rupiah . Proyek dinyatakan layak untuk dilanjutkan apabila NPV > 0, sedangkan apabila NPV< 0 , maka investasi dinyatakan tidak menguntungkan yang berarti proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Pada keadaan ini nilai NPV = 0 maka berarti pada proyek tersebut hanya kembali modal atau tidak untung dan juga tidak rugi. Rumus yang digunakan untuk menghitung NPV adalah :
NPV =
n
∑
t=1
Bt − C t (1 + i )
……………………………………..(3)
dimana : B = benefit; C = cost; i = discount rate dan t = periode.
2) Net benefit-cost ratio (Net B/C) Net
benefit-cost
ratio
merupakan
perbandingan
dimana
sebagai
pembilang terdiri atas present value total yang bernilai positif, sedangkan sebagai penyebut terdiri atas present value total yang bernilai negatif, yaitu biaya kotor lebih besar daripada manfaat(benefit) kotor. 12
∑ Net B-C ratio =
1
12
∑
1
Bt − C t ( Bt − C t ) > 0 (1 − i ) t Bt − C t ( Bt − C t ) < 0 (1 − i ) t
………….(4)
29
dimana : B = benefit; C = cost; i = discount; t = periode Persamaan ini menunjukkan bahwa nilai B/C akan terhingga bila paling sedikit ada satu nilai Bt-Ct yang bernilai negatif. Pada saat NPV = 0 maka nilai Net B/C = 1, dan apabila NPV > 0 maka Net B/C akan bernilai > 1. Dengan demikian apabila Net B/C ≥ 1 menunjukkan bahwa suatu proyek layak untuk dilanjutkan, sedangkan bila Net B/C < 1 merupakan tanda tidak layaknya suatu proyek.
3) Break even point (BEP) Break even point dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu; 1. Atas dasar produksi; dan 2. Atas dasar nilai jual dalam rupiah (Riyanto 1991).
(1) Analisis break even point atas dasar produksi (banyaknya hasil tangkapan) dapat dilakukan dengan rumus : Biaya tetap x produksi BEP (Kg) =
……...(5) Hasil penjualan - Biaya variabel
(2) Analisis break even point atas dasar harga jual dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Biaya tetap BEP (Rp) =
.........(6)
Biaya variabel
1-
Hasil penjualan 3) Return on investment (ROI) Return menghasilkan
on
investment
keuntungan.
adalah
kemampuan
Perhitungan
terhadap
suatu ROI
usaha
untuk
dilakukan
untuk
mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh dibandingkan dengan besar investasi yang ditanamkan (Rangkuti 2006). Rumus yang digunakan adalah ROI =
Keuntungan x100% ………………(7) Investasi
Nilai rasio yang diperoleh akan tergolong ”Baik” jika bernilai >25%, ”Cukup Baik” jika bernilai >15 – 25%, ”Cukup Buruk” jika bernilai 5 – 15 % dan ”Buruk” iika bernilai <5%.
30
Analisis aspek ekonomi dapat dijabarkan menjadi aspek ekonomi kriteria efisiensi usaha. Aspek ekonomi kelayakan usaha meliputi kriteria Net B/C (X1), ROI (X2), dan BEP (X3). Selanjutnya untuk analisis keramahan lingkungan untuk beberapa subkriteria meliputi yaitu mempunyai selektivitas yang tinggi (X1), tidak merusak habitat (X2), menghasilkan ikan berkualitas tinggi (X3), tidak membahayakan nelayan (X4), produksi tidak membahayakan konsumen (X5), by-catch rendah (X6), dampak ke biodiversity (X7), tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi (X8), dapat diterima secara sosial (X9).
3.4.2 Analisis optimasi Soekartawi
(1995)
menyatakan
bahwa
prinsip
optimasi
dalam
penggunaan faktor produksi pada dasarnya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut seefisien mungkin. Pengoptimalan alokasi beberapa unit penangkapan ikan secara bersamaan akan dibatasi oleh berbagai kendala maka dapat digunakan model linear goal programming. Stevenson (1989) dalam Sultan (2004) mengatakan bahwa linear goal programming merupakan variasi dari model linear programming yang dapat digunakan untuk menangani masalah yang mempunyai banyak sasaran. Model linear goal programming terdapat variabel deviasional dalam fungsi kendala. Variabel tersebut berfungsi untuk menampung penyimpangan hasil penyelesaian terhadap sasaran yang hedak dicapai. Dalam proses pengolahan model tersebut, jumlah variabel deviasional akan diminimumkan di dalam fungsi tujuan (Siswanto 1993). Model linear goal programming untuk optimasi jenis armada penangkapan menggunakan model matematik: Fungsi tujuan:
Z=
m
∑ ( DBi + i= 1
Fungsi kendala-kendala
DAi ) ……………………….. (8)
31
a11 x1 + a12 x 2 + ... + a1n x n + DB1 − DA1 = b1 a 21 x1 + a 22 x 2 + ... + a 2 n x n + DB2 − DA2 = b2 . . . a m11 x1 + a m 2 x 2 + ... + a mn x n + DBm − DAm = bm dimana : Z
= Fungsi tujuan (total deviasi) yang akan diminimumkan
DB = Deviasi bawah kendala ke-i DA = Deviasi atas kendala ke-i Cj
= Parameter fungsi tujuan ke-j
b
= Kapasitas / ketersedian kendala ke-i
aij
= Parameter fungsi kendala ke-i pada variabel keputusan ke-j kendala
Xj =
Variabel putusan ke-j (jumlah unit penangkapan)
Xj, DAi dan DBi > 0, untuk I = 1,2,….,m dan j =1,2….,n Sebelum melakukan analisis optimasi terlebih dahulu perhitungan catch per unit effort (CPUE) yang akan digunakan dalam analisis perhitungan fungsi produksi lestari dan analisis maksimum ekonomi yield (MEY). Standarisasi upaya penangkapan perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan perhitungan CPUE, yaitu dengan cara membandingkan hasil tangkapan per upaya penangkapan masing-masing unit penangkapan. Unit penangkapan yang dijadikan standar adalah jenis unit penangkapan yang paling dominan menangkap jenis-jenis ikan tertentu di suatu daerah dan memiliki nilai faktor daya tangkap (fishing power indeks) sama dengan satu. Perhitungan fishing power indeks (FPI) adalah sebagai berikut :
CPUE s = CPUEi =
HTs .........................................(9) FE s HTi ..........................................(10) FEi
FPI S =
CPUE s ......................................(11) CPUE s
FPI i =
CPUEi ......................................(12) CPUE
32
Upaya standarisasi diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Gulland 1991) yaitu : SE = FPI I × FEi
................................(13)
Dimana :
CPUE s = Catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan upaya unit penangkapan standar pada tahun ke-i;
CPUE i = Catch per unit effort atau jumlah hasil tangkapan per satuan upaya jenis penangkapan yang akan distandarisasi;
HTs
= Jumlah hasil tangkapan (catch) jenis unit penangkapan yang dijadikan standar pada tahun ke-i;
HTi
= Jumlah hasil tangkapan (catch) jenis unit penangkapan yang akan distandarisasi pada tahun ke-i;
FE s
= Jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan ikan yang dijadikan standar pada tahun ke-i;
FEi
= Jumlah upaya penangkapan (effort) jenis unit penangkapan ikan yang aka distandarisasi pada tahun ke-i;
FPI S = Fishing power indeks atau faktor daya tangkap jenis unit penangkapan standar pada bulan ke-i;
FPI i = Fishing power indeks atau daya tangkap jenis unit penangkapan yang akan distandarisasi pada tahun ke-i; SE
= Upaya penangkapan (effort) hasil standarisasi pada tahun ke-i Model bio-ekonomi penangkapan dalam penelitian ini diduga dengan
menggunakan model Gordon Schaefer, dengan berdasarkan pada model biologi Schaefer (1975) dan model ekonomi Gordon (1954). Model bio-ekonomi yang digunakan adalah model
bio-ekonomi statik dengan harga tetap. Model ini
disusun dari model parameter biologi, biaya penangkapan dan harga ikan. Berdasarkan asumsi bahwa harga ikan per kg (p) dan biaya penangkapan per unit upaya tangkap adalah konstan, maka total penerimaan nelayan dari usaha penangkapan (TR) adalah :
TR = p.C ......................................(14) Total biaya penangkapan (TC) dihitung dengan persamaan :
TC = c.E ......................................(15)
π = TR − TC ………………………(16)
33
π = p.Y − c.E ………………….....(17) π = p(aE − bE 2 ) − cE ……………(18) dimana : TR
= Total revenue (penerimaan total)
P
= Harga rata-rata ikan hasil survei per kg (Rp)
C
= Jumlah produksi ikan (kg)
TC
= Total cost (penangkapan total)
c
= Total pengeluaran rata-rata unit penangkapan ikan (Rp)
E
= Jumlah upaya penangkapan untuk menangkap sumberdaya ikan (unit)
π
= Keuntungan bersih usaha penangkapan ikan
Perhitungan diatas dilakukan dengan menggunakan bantuan software MAPLE VIII. Pengunaan metode model Gordon Schaefer, mengunakan beberapa konsep dan batasan yaitu : 1) Analisis bio-ekonomi merupakan suatu analisis terpadu dari aspek biologi dan ekonomi dalam upaya pemanfaatan sumberdaya ikan layang. 2) Upaya pemanfaatan sumberdaya ikan layang, yaitu upaya penangkapan ikan layang yang dilakukan nelayan yang berbasis di Kabupaten Selayar dengan daerah penangkapan di perairan Selayar.
3) Upaya penangkapan (effort) dihitung berdasarkan jumlah hari operasi. 4) Harga nominal ikan layang adalah harga pasar ikan layang di tempat pendaratan ikan di Kabupaten Selayar, menurut responden. 5) Hasil tangkapan adalah volume ikan layang yang didaratkan di Kabupaten Selayar oleh nelayan yang berbasis di Kabupaten Selayar. Asumsi-asumsi yang digunakan karena keterbatasan dari model statik Gordon-Schaefer adalah : 1) Populasi ikan layang di daerah penangkapan menyebar secara merata.
2) Pengaruh upaya penangkapan di luar daerah penangkapan (fishing ground) terhadap kelimpahan populasi di daerah penangkapan, relatif kecil dan bisa diabaikan. 3) Ukuran kapal dan teknologi penangkapan yang digunakan relatif sama dan adanya standarisasi alat tangkap. 4) Harga ikan per satuan hasil tangkap bersifat konstan. 5) Seluruh unit upaya penangkapan aktif melakukan usaha penangkapan.
34
3.4.3 Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) Sebelum melakukan proses pengambilan keputusan yang layak untuk suatu kasus, terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya dalam kondisi yang ada saat ini adalah analisis SWOT. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi (Rangkuti 2006). Analisis SWOT didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif adalah
dengan
memaksimalkan
kekuatan
(Strengths)
dan
peluang
(Oppurtunities), serta meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Analisis didahului oleh proses identifikasi faktor eksternal dan internal. Untuk menentukan strategi yang terbaik, dilakukan pembobotan terhadap tiap unsur SWOT berdasarkan tingkat kepentingan. Bobot/nilai yang diberikan berkisar antara 1-5. dimana nilai 1 berarti tidak penting, 2 berarti sedikit penting, 3 berarti cukup penting, 4 berarti penting dan 5 berarti sangat penting (Tabel 6). Tabel 6 Pembobotan tiap unsur SWOT Kekuatan Bobot S1 S2 S3 . . Sn Keterangan :
Peluang O1 O2 O3 . . On
Bobot
Kelemahan W1 W2 W3 . . Wn
Bobot
Ancaman T1 T2 T3 . . Tn
Bobot
Nilai 5=Sangat Penting, Nilai 4= Penting, Nilai 3=Cukup Penting, Nilai 2=Kurang Penting, Nilai 1=Tidak Penting Setelah masing-masing unsur SWOT diberi bobot/nilai, unsur-unsur tersebut dihubungkan untuk memperoleh beberapa alternatif strategi (SO, ST, WO, WT) (Tabel 7). Pemilihan alternatif strategi yang diprioritaskan untuk dilakukan didasarkan pada rangking dari masing-masing strategi alternatif. Strategi dengan rangking tertinggi merupakan alternatif strategi yang menjadi prioritas. Tabel 7 Matriks hasil analisis SWOT Kekuatan
Peluang
Ancaman
S01 S02
ST1 ST2
35
Kelemahan
S03 . . Son
SO3 . . STn
WO1 WO2 WO3 . . WOn
WT1 WT2 WT3 . . WTn
Alternatif strategi pada maktriks hasil analisis SWOT (Tabel 7) dihasilkan dari penggunaan unsur-unsur kekuatan untuk mendapatkan peluang yang ada (SO), penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi ancaman yang datang (ST), reduksi kelemahan yang ada dengan memanfaatkan peluang yang tersedia (WO) dan pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi ancaman yang akan datang (WT). Strategi yang dihasilkan terdiri atas beberapa alternatif strategi. Untuk menentukan
prioritas
strategi
yang
harus
dilakukan,
maka
dilakukan
penjumlahan bobot yang berasal dari keterkaitan antara unsur-unsur SWOT yang terdapat dalam suatu alternatif strategi. Jumlah bobot tadi kemudian akan menentukan rangking prioritas alternatif strategi pengembangan usaha perikanan layang dengan alat tangkap yang terpilih (Tabel 8). Tabel 8 Rangking alternatif strategi Unsur SWOT Strategi SO 1 SO1 SO2 ……… n Son Strategi ST 1 ST1 ST2 ……… n STn Strategi WO 1 WO1 WO2 ……… No
Keterkaitan S1,S2,…Sn,O1,02,..On S1,S2,…Sn,O1,02,..On ………………………. S1,S2,…Sn,O1,02,..On S1,S2,…Sn,T1,T2,..Tn S1,S2,…Sn,T1,T2,..Tn ………………………. S1,S2,…Sn,T1,T2,..Tn W1,W2,…Wn,O1,O2,..On W1,W2,…Wn,O1,O2,..On ……………………….
Jumlah Bobot
Rangking (Peringkat)
36
n Won Strategi WT 1 WT1 WT2 n
WTn
W1,W2,…Wn,O1,O2,..On W1,W2,…Wn,T1,T2,..Tn W1,W2,…Wn,T1,T2,..Tn ………………………. W1,W2,…Wn,T1,T2,..Tn
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Kabupaten Selayar salah satu kabupaten di Propinsi Sulawesi Selatan yang terletak di laut Flores tepatnya di penghujung selatan pulau Sulawesi, yang dipisahkan oleh Selat Bira. Secara Geografis, Kabupaten Selayar terletak pada yang terletak pada posisi 5°42-7°35´ LS dan 120°15´-120°30´ BT. Merupakan daerah kepulauan yang terdiri atas pulau-pulau besar dan kecil, dengan luas wilayah 903,35 km² dengan panjang garis pantai mencapai 670 km. Melihat posisinya yang membentang dari Utara ke Selatan, maka batas administratif Kabupaten Selayar adalah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Selat Bira dan Teluk Bone
Sebelah Timur
: Laut Flores
Sebelah Selatan
: Laut Flores
Sebelah Barat
: Laut Flores
Letak geografis Kabupaten Selayar dapat dijadikan petunjuk, bahwa daerah ini beriklim tropis. Keadaan iklim dan letak lintangnya, menyebabkan seluruh kawasan Selayar berlaku dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi antara bulan Desember sampai bulan April, sedangkan antara bulan Mei sampai bulan November, daerah ini mengalami musim kemarau (BPS 2006). Secara umum dapat dikatakan bahwa jumlah curah hujan di Kabupaten Selayar berkisar antara 1000-1500 mm pertahun, dengan musim kering 4-6 bulan dan musim basah 3-4 bulan. Rendahnya curah hujan di daerah ini disebabkan oleh bentuk pulau Selayar yang relatif sempit, dengan ketinggian maksimum 500 meter di atas permukaan laut. Selain itu topografi daerah ini cenderung melandai ke arah Barat, sementara pada bagian timur dibatasi oleh pantai curam, sehingga mengakibatkan proses presipitasi tidaklah berjalan secara efektif (DKP Kabupaten Selayar 2007). Kabupaten Selayar sebagaimana umumnya daerah tropis, mempunyai perubahan suhu yang tidak terlalu besar dan bervariasi, dimana pada siang hari temperatur udara mencapai 35° C dan pada malam hari mencapai 23° C (DKP Kabupaten Selayar 2007).
37
4.2 Sumberdaya Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Selayar Panjang garis pantai Kabupaten selayar sekitar 670 km dengan jumlah pulau-pulau besar dan kecil 123 buah, sehingga sangat potensial untuk kegiatan penangkapan ikan dan budidaya (DKP Selayar 2007). Produksi perikanan tangkap dan jumlah alat tangkap Kabupaten Selayar tahun 2002-2006 dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Produksi perikanan tangkap dan jumlah alat tangkap Kabupaten Selayar tahun 2002-2006 Tahun Produksi (ton) Jumlah Alat Tangkap 2002 11.295,9 2.041 2003 11.969,6 2.052 2004 13.635,4 1.332 2005 12.967,7 3.965 2006 13.506,9 5.491 Sumber : DKP Kabupaten Selayar (2007) Beberapa jenis alat tangkap yang umum digunakan oleh nelayan di Kabupaten Selayar yaitu purse seine, jaring insang hanyut, payang, jaring klitik, bagan perahu, pancing tonda, pancing, bubu, sero, muroami dan alat pengumpul rumput laut. Potensi sumberdaya ikan pelagis kecil di Kabupaten Selayar cukup besar tetapi pemanfaatannya didominasi oleh nelayan-nelayan dari Kabupaten Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Jeneponto dan Takalar (Tabel 10). Tabel 10 Potensi sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan Kabupaten Selayar Jenis Ikan No. Potensi Nama Indonesia Nama Latin Nama Lokal 1. Alu-alu Sphyraena sp Kaso Ada 2. Layang Decapterus sp Lajang Melimpah 3. Selar Caranx spp Katombong Banyak 4. Kuwe Carangoides spp Copa Banyak 5. Ikan Terbang Cypsellurus spp Tuin-tuin Banyak 6. Belanak Mugil cephalus Balanak Ada 7. Julung-julung Hemirhampus spp Orasa Ada 8. Teri Stolephorus spp Mairo Banyak 9. Tembang Sardinella fimbriata Tembang Banyak Sumber : DKP Kabupaten Selayar (2007) Sarana dan prasarana yan akan digunakan sebagai tempat pemasaran hasil-hasil produksi seperti Tempat Pangkalan Pendaratan Ikan sudah ada tetapi belum dimanfaatkan secara optimal sedangkan sarana penunjang seperti pabrik es dan cold stroge juga sudah tersedia sehingga sampai saat ini nelayan di Kabupaten Selayar menjual hasil tangkapannya dalam keadaan segar (Gambar 7 dan 8).
38
Gambar 7 Tempat pendaratan ikan di Kabupaten Selayar (tampak samping)
Gambar 8 Pabrik es dan cold storage di Kabupaten Selayar (tampak depan)
4.3 Nelayan di Kabupaten Selayar Nelayan merupakan bagian dari unit penangkapan ikan yang memegang peranan penting dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan. Peranan tersebut didasarkan pada kemampuan nelayan dalam menggunakan dan mengoperasikan alat tangkap serta pengalaman dalam menentukan fishing ground (daerah penangkapan ikan). Nelayan di Kabupaten Selayar tersebar secara merata di perairan Selayar. Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan tahun 2007, di perairan Selayar terdapat 4872 orang nelayan. Perkembangan jumlah nelayan dalam kurung waktu 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 11.
39
Tabel 11 Jumlah nelayan di perairan Kabupaten Selayar tahun 2002-2006 Tahun Jumlah Nelayan Proporsi (%) 2002 3156 2003 3779 16,49 2004 4872 22,43 2005 4598 -5,96 2006 4872 5,62 Sumber : DKP Kabupaten Selayar (2007) Berdasarkan Tabel 11, kenaikan jumlah nelayan selama periode 20022003 yaitu sebesar 7,72 %. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2003-2004 yaitu sebesar 22,43 %. Sedangkan pada tahun 2005 mengalami penurunan dan peningkatan kembali pada tahun 2006 yaitu 5,62 %.
4.4 Armada Perikanan Tangkap Sumberdaya perikanan laut baik ikan pelagis maupun ikan demersal dimanfaatkan dengan berbagai teknologi penangkapan ikan (kapal perikanan dan alat penangkap ikan) yang berbeda-beda. Kondisi kapal penangkap ikan yang digunakan dapat memberikan gambaran kemampuan jangkauan daerah penangkapan ikan dan kapasitas produksi ikan. Sedangkan jenis teknologi penangkapan ikan yang ada di Kabupaten Selayar sangat bervariasi bedasarkan kategori jenis alat tangkap. Tingkat teknologi alat penangkapan ikan di Kabupaten Selayar dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Tingkat teknologi alat penangkapan ikan di Kabupaten Selayar Jumlah Ukuran Alat Tingkat Jenis Alat Tangkap Tenaga Kapal Bantu Teknologi Kerja A. Pelagis Kecil Purse Seine 5-10 GT 5-10 Ada Tinggi Bagan Perahu 5-10 GT 8-14 Ada Tinggi Gillnet < 5 GT 1-4 Tidak ada Rendah B. Pelagis Besar Rawai Dasar < 1 GT 1-3 Tidak ada Sedang Pancing Lain < 1 GT 1-2 Tidak ada Rendah C. Ikan Demersal Muroami 5-10 GT 6-12 Tidak ada Sedang Samba 5-10 GT 5-10 Tidak ada Sedang D. Ikan Hidup Pancing < 1 GT 1-3 Tidak ada Rendah Sumber : DKP Kabupaten Selayar (2007) Distribusi dari jumlah armada penangkapan ikan yang ada di Kabupaten Selayar ditinjau dari struktur kapal penangkap ikan yang ada terbagi-bagi pada tiap kecamatan. Armada penangkapan yang ada didominasi oleh perahu tanpa
39
Tabel 11 Jumlah nelayan di perairan Kabupaten Selayar tahun 2002-2006 Tahun Jumlah Nelayan Proporsi (%) 2002 3156 2003 3779 16,49 2004 4872 22,43 2005 4598 -5,96 2006 4872 5,62 Sumber : DKP Kabupaten Selayar (2007) Berdasarkan Tabel 11, kenaikan jumlah nelayan selama periode 20022003 yaitu sebesar 7,72 %. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2003-2004 yaitu sebesar 22,43 %. Sedangkan pada tahun 2005 mengalami penurunan dan peningkatan kembali pada tahun 2006 yaitu 5,62 %.
4.4 Armada Perikanan Tangkap Sumberdaya perikanan laut baik ikan pelagis maupun ikan demersal dimanfaatkan dengan berbagai teknologi penangkapan ikan (kapal perikanan dan alat penangkap ikan) yang berbeda-beda. Kondisi kapal penangkap ikan yang digunakan dapat memberikan gambaran kemampuan jangkauan daerah penangkapan ikan dan kapasitas produksi ikan. Sedangkan jenis teknologi penangkapan ikan yang ada di Kabupaten Selayar sangat bervariasi bedasarkan kategori jenis alat tangkap. Tingkat teknologi alat penangkapan ikan di Kabupaten Selayar dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Tingkat teknologi alat penangkapan ikan di Kabupaten Selayar Jumlah Ukuran Alat Tingkat Jenis Alat Tangkap Tenaga Kapal Bantu Teknologi Kerja A. Pelagis Kecil Purse Seine 5-10 GT 5-10 Ada Tinggi Bagan Perahu 5-10 GT 8-14 Ada Tinggi Gillnet < 5 GT 1-4 Tidak ada Rendah B. Pelagis Besar Rawai Dasar < 1 GT 1-3 Tidak ada Sedang Pancing Lain < 1 GT 1-2 Tidak ada Rendah C. Ikan Demersal Muroami 5-10 GT 6-12 Tidak ada Sedang Samba 5-10 GT 5-10 Tidak ada Sedang D. Ikan Hidup Pancing < 1 GT 1-3 Tidak ada Rendah Sumber : DKP Kabupaten Selayar (2007) Distribusi dari jumlah armada penangkapan ikan yang ada di Kabupaten Selayar ditinjau dari struktur kapal penangkap ikan yang ada terbagi-bagi pada tiap kecamatan. Armada penangkapan yang ada didominasi oleh perahu tanpa
40
motor dibandingkan dengan perahu motor . Hal ini merupakan indikator yang menunjukkan bahwa terbatasnya jangkauan daerah penangkapan oleh nelayan yang beroperasi di Kabupaten Selayar (Tabel 13). Tabel 13 Jumlah kapal penangkap ikan berdasarkan jenis kapal dirinci perkecamatan Perahu Tanpa Motor Perahu Motor No. Kecamatan Jukung Kecil Sedang Besar Inboard Outboard 1. Pasimarannu 85 15 10 85 75 245 2. Pasilambena 70 10 15 85 70 248 3. Pasimasunggu 75 6 15 72 75 229 4. Taka Bonerate 100 5 14 80 79 232 Pasimasunggu 5. 90 5 15 72 75 229 Timur 6. Bontosikuyu 125 5 15 47 48 230 7. Bontoharu 127 10 5 49 60 233 8. Benteng 50 4 7 30 50 123 9. Bontomanai 80 10 9 15 35 179 10. Bontomatene 70 5 10 29 30 143 Sumber : DKP Kabupaten Selayar (2007) Jumlah armada penangkapan ikan pelagis kecil yang dominan hasil tangkapannya ikan layang terdiri atas purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu beroperasi di perairan Kabupaten Selayar Propinsi Sulawesi Selata berbeda-beda. Alat tangkap purse seine sebagai alat tangkap yang relatif baru relatif lebih sedikit dibandingkan dengan alat tangkap jaring insang hanyut dan bagan perahu. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Alat penangkapan ikan layang di Kabupaten Selayar tahun 2006 No. Jenis alat tangkap Jumlah (unit) 1. Purse seine 30 2. Jaring insang hanyut 692 3. Bagan perahu 100 Sumber : DKP Kabupaten Selayar (2007)
5 HASIL 5.1 Deskripsi Unit Penangkapan Ikan Layang 5.1.1 Unit penangkapan purse seine Kapal purse seine sebagai obyek penelitian terbuat dari kayu dengan ukuran panjang (L) = 17 meter, lebar (B) = 3,5 meter, dalam (H) = 1,75 meter, sarat (T) = 1,3 meter dengan kapasitas muatan 5-10 GT (Gambar 9).
Keterangan : 1. Tempat penyimpanan jangkar 2. Tempat penyimpanan jaring
3. Tempat penyimpanan hasil tangkapan (palka) 4. Kamar (ruang kemudi) 5. Ruang mesin 6. Baling-baling 7. Kemudi 8. Tempat penyimpanan kompressor Gambar 9 Kapal purse seine yang dioperasikan di perairan Kabupaten Selayar Alat tangkap purse seine yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ukuran panjang 450 meter dan lebar 36 meter. Ukuran mata jaring (mesh size) yang digunakan 1 inci atau 2,5 cm untuk bagian sayap, badan dan kantong dari alat tangkap tersebut. Jaring yang digunakan terdiri dari 12 piece PA mulltifilament 210
42
D/9 pada bagian sayap dan kantong dan 24 piece PA multifilamen 210 D/6 pada bagian badan. Tali ras atas, tali ris bawah, tali pelampung, tali pemberat, dan tali kolor terbuat dari bahan polytethylene. Bahan jaring yang digunakan berwarna biru dan hijau. Untuk memberi daya apung pada alat tangkap tersebut, maka digunakan pelampung bola yang terbuat dari plastik berdiameter 10,5 cm sebanyak 1800 buah dengan jarak antara pelampung 25 cm sedangkan untuk memberi daya tenggelam digunakan pemberat berupa cincin yang terbuat dari timah hitam berdiameter 11 cm sebanyak 360 buah dengan jarak antara pemberat 1,25 meter (Gambar 10).
Keterangan :
1. Pelampung tanda
6. Tali kolor
2. Tali pelampung
7. Tali pemberat
3. Tali ris atas
8. Pemberat cincin
4. Pelampung utama
9. Tali selambar
5. Tali ris bawah Gambar 10 Desain alat tangkap purse seine yang dioperasikan di perairan Kabupaten Selayar
5.1.2
Teknik pengoperasian purse seine Alat tangkap purse seine yang digunakan dalam penelitian ini dioperasikan
pada malam hari. Alat bantu yang digunakan pada alat tangkap purse seine adalah lampu petromaks. Petromaks digunakan sebagai sumber cahaya bertujuan untuk menarik dan mengkonsentrasikan ikan pada catchable area.
43
Pemberangkatan ke lokasi penangkapan dilakukan pada sore hari sekitar pukul 14.00 WITA. Setelah sampai pada daerah fishing ground maka perahu sekoci menyalakan lampu petromaks sedangkan kapal penangkap segera meninggalkan perahu sekoci untuk menunggu saat yang tepat untuk melakukan setting. Pada perahu sekoci, pemasangan lampu petromaks dilakukan saat malam mulai gelap. Lampu petromaks ditempatkan disisi kanan dan kiri perahu. Lama penyalaan lampu berlangsung selama 4-5 jam. Setelah ikan sudah terkonsentrasi pada suatu catchable area, orang yang berada di atas perahu sekoci akan memberikan tanda kepada nahkoda untuk segera melakukan pelingkaran jaring. Pada saat pelingkaran jaring, kapal melaju dengan kecepatan tinggi agar kedua ujung jaring dapat dipertemukan secepat mungkin cepat untuk menghindari gerombolan ikan meloloskan diri. Urutan kegiatan operasi penangkapan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mula-mula pelampung tanda dilemparkan ke posisi yang telah ditentukan oleh nahkoda dengan melihat arah angin dan arus untuk mengetahui arah hanyutnya jaring pada saat pelingkaran.
2. Kemudian kapal penangkap ikan dengan kecepatan penuh melingkari gerombolan ikan yang berada di sekitar perahu sekoci sambil menurunkan jaring dan pemberat.
3. Setelah kapal bergerak melingkari perahu sekoci dan bertemu kembali dengan ujung jaring yang pertama kali dibuang, mesin kapal dimatikan dan pelampung tanda dinaikkan di atas kapal.
4. Tali kolor segera digulung dengan mengunakan mesin roller dan setelah tali kolor tergulung seluruhnya, maka mesin roller dimatikan segera dan pemberat dinaikkan di atas kapal.
5. Penarikan dan pengangkatan jaring dilakukan oleh ABK, dimana bagian jaring yang telah berada di atas kapal langsung disusun kembali dengan teratur dan rapi.
6. Jika hasil tangkapan yang diperoleh dalam jumlah yang banyak, maka digunakan serok untuk mengangkat ikan ke atas kapal, tetapi jika hasil tangkapan sedikit maka pengambilan ikan dilakukan secara langsung dengan mengangkat jaring ke atas kapal.
44
5.1.3 Unit penangkapan jaring insang hanyut Gill net atau jaring insang yang digunakan pada penelitian ini adalah jaring insang hanyut permukaan berdasarkan letaknya dalam perairan.
Jaring insang
hanyut di Kabupaten Selayar dikenal dengan nama “Lanra”. Kapal yang digunakan memiliki panjang 10 meter, lebar 1,5 meter dan tinggi 1,5 meter terbuat dari bahan kayu damar dengan kontruksi yang sederhana. Adapun kapal jaring insang hanyut yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada Gambar 11.
Keterangan : 1. Keranjang ikan 2. Mesin 3. Palkah 4. Jaring Gambar 11 Kapal jaring insang hanyut yang digunakan di perairan Kabupaten Selayar Alat tangkap yang digunakan terdiri dari jaring terbuat dari bahan multifilament (PA 210 D/9) dengan mesh size 2 inci dan panjang 50-100 meter dan tinggi 5-8 meter. Tali pelampung, tali ris atas, tali ris bawah dan tali pemberat terbuat dari bahan polyetheline dengan ukuran tali nomor 6. Pada jaring ini digunakan 2 macam pelampung yaitu pelampung utama dan pelampung tambahan. Pelampung utama berbentuk elips yang terbuat dari fiberglass dengan diameter 4,5 sebanyak 40 buah untuk setiap bagian, jarak tiap pelampung 25 mata jaring yang dipasang. Pelampung berbentuk bola yang terbuat dari fibreglass dengan diameter 22 cm sebanyak 6 buah untuk satu bagian jaring jarak tiap pelampung 175 mata jaring. Sedangkan pemberat yang digunakan berbentuk tabung dengan diameter 2 cm
45
sebanyak 80 buah yang dipasang pada tali pemberat untuk satu bagian jaring. Secara lebih jelas dapat Gambar 12.
Keterangan : 1. Pelampung
5. Pemberat
2. Tali pelampung
6. Tali Pemberat
3. Pelampung utama
7. Tali ris bawah
4. Tali ris atas
8. Tali selembar
Gambar 12 Konstruksi jaring insang hanyut yang dioperasikan di perairan Kabupaten Selayar. 5.1.4
Teknik pengoperasian jaring insang hanyut Operasi penangkapan ikan layang (Decapterus spp) dengan jaring insang
dilakukan pada malam hari. Pengoperasian alat tangkap ini rata-rata hanya dilakukan satu trip dalam sehari dan nelayan melakukan operasi penangkapan ratarata 20-25 trip per bulan. Pemberangkatan dari fishing base sekitar rata-rata sekitar pukul 16.00-17.00 WITA dan kembali dari fishing ground sekitar pukul 04.00-05.00 dini hari. Setelah sampai pada fishing ground, maka tahap pertama yang dilakukan adalah mematikan mesin kapal, menyatakan lampu tanda, selanjutnya dilakukan penurunan jaring, yang pertama-tama diturunkan keperairan adalah pelampung tanda/bola, kemudian lampu tanda dan selanjutnya jaring diturunkan secara perlahan-lahan lama waktu yang dibutuhkan dalam melakukan setting berkisar
46
antara 1 jam. Setelah semua jaring turun dan terbentang dengan sempurna maka dalam jangka waktu selama 4-6 jam maka dilakukan penarikan jaring (hauling). Setelah penarikan jaring, setelah ikan-ikan hasil tangkapan dilepas, maka jaring disusun kembali secara beraturan untuk memudahkan pengoperasian alat tangkap jaring insang tergantung dari kondisi perairan. Kegiatan pengoperasian ini dianggap selesai jika jaring telah disusun kembali diatas kapal dan telah dilakukan penyortiran hasil tangkapan.
5.1.5
Unit penangkapan bagan perahu Salah satu jenis alat tangkap yang mengalami perkembangan pesat dewasa
ini adalah bagan perahu. Bagan ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan bagan tancap (statis), diantaranya adalah bagan ini dapat dipindah-pindahkan dari satu fishing ground ke fishing ground yang dikehendaki.
Berdasarkan klasifikasi alat
tangkap, bagan termasuk kedalam jaring angkat (lift net). Bagan yang digunakan pada saat penelitian sebanyak 2 unit yang terdiri dari perahu bagan dan rangka bagan. Perahu bagan terbuat dari kayu yang bermutu tinggi yaitu dari kayu ulin dan jati, berukuran panjang 15 dan 17 meter, lebar 2,5 dan 3 meter dan dalam 1 meter. Sedangkan rangka bagan terbuat dari rangkaian kayu dengan ukuran 15 dan 17 meter, lebar 15 dan 17 meter. Untuk membuat bangunan bagan (kerangka bagan) digunakan kawat besi sebanyak 16 rol yang berdiameter 0,5 cm. Kawat ini bertumpu pada tiang utama kapal yang berjumlah 2 buah yang panjangnya 10 meter dan diameter 50 cm (Gambar 13). Bahan jaring terbuat dari waring yang dirangkaikan satu demi satu sehingga membentuk segi empat yang besar yang berukuran panjang 15 dan 17 meter dan lebar 15 dan 17 meter serta mesh size 0,5 cm. Pada bagian tepi jaring terdapat tali ris yang berfungsi sebagai penguat. Agar mulut jaring terbuka sempurna maka tali ris diikatkan pada kayu, dimana pada kayu ini terdapat pemberat dari batu sebanyak 8 buah dengan masing-masing batu beratnya 10 kg.
47
Keterangan :
1. Panjang perahu
8. Rumah bagan
2. Lebar perahu
9. Roller
3. Tinggi perahu
10. Jaring
4. Tinggi tiang perahu
11. Tali penarik jaring
5. Panjang rangka bagan
12. Tali tiang dari kawat baja
6. Lebar rangka bagan
13. Lampu pemikat ikan
7. Tinggi rangka bagan
14. Lampu pengkonsentrasi ikan
Gambar 13 Konstruksi bagan perahu yang dioperasikan di perairan Kabupaten Selayar Untuk mengangkat dan menurunkan jaring digunakan tali roller dengan diameter 4 cm yang terbuat dari bahan polyethylene yang panjangnya 65 meter untuk tiap bagian dan roller ini memiliki 2 buah handle untuk memudahkan penarikan jaring. Pada bagian tengah terdapat sebuah rumah bagan yang berfungsi sebagai tempat beristirahat, generator listrik, bahan makanan, serta perlengkapan lainnya. Bagan Perahu yang digunakan dalam penelitian ini memiliki 8 dan 5 buah lampu merkuri, 6 atau 5 buah lampu berwarna putih dimana satu buah lampu yang memiliki daya 500 atau 400 watt dipasang ditengah-tengah diantara lampu yang
48
berwarna putih yang memiliki daya 400 atau 250 watt dan dipasang pada bagian haluan kapal pada kerangka kayu
yang dipasang pada ketinggian 1,5 meter.
Sedangkan 2 buah lampu merkuri berwarna merah yang memiliki daya 250 watt dipasang pada sisi kiri dan kanan kapal yang berfungsi sebagai lampu konsentrasi pada saat proses penarikan Pada tiang utama kapal terdapat satu buah lampu pijar berwarna biru atau hijau yang digunakan untuk memberi kode bila hasil tangkapan setelah hauling akan di jual ke kapal pole and line atau kapal-kapal penadah. Pembangkit listrik yang dipakai adalah dinamo yang berkekuatan 12.500 watt dan voltage yang digerakkan oleh sebuah generator bermerek Yanmar 22 PK dan Jiandong 16 PK dan mesin penggerak kapal yang digunakan dua buah yaitu Jiangdong 24 dan 22 PK. Agar bangunan bagan tidak hanyut oleh arus, badai atau gelombang maka digunakan sebuah jangkar yang memiliki berat 50 dan 100 kg dengan tali terbuat dari bahan polyethylene berdiameter 4 cm yang panjangnya 400 dan 500 meter. Jangkar ini ditarik dan diturunkan dengan menggunakan alat pemutar tersendiri yang terdapat pada bagian haluan bagan panjangnya 0,5 meter yang memiliki 2 handle untuk memudahkan menarik jangkar, pada bagan ini juga terdapat sebuah pelampung tanda yang dipasang untuk menandai letak jangkar. Selain roller untuk jangkar dan untuk penarik jaring pada bagan perahu juga terdapat roller untuk penggulung jaring yang terdapat pada haluan kapal yang ditempatkan pada sisi kanan kapal yang panjangnya 1,5 meter yang juga memiliki 2 buah handle. 5.1.6 Teknik pengoperasian bagan perahu 1. Persiapan operasi Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan semua peralatan apakah ada kerusakan atau tidak pada semua peralatan yang dibutuhkan pada saat pengoperasian seperti lampu-lampu, baling-baling kapal, mesin kapal. Selain itu juga memeriksa kelengkapan peralatan seperti ketersediaan bahan bakar dan bahan makanan yang diperlukan dalam proses pengoperasian bagan perahu. 2. Penurunan jaring (setting) Setelah sampai di fishing ground yang pertama dilakukan adalah menurunkan jangkar yang dilakukan oleh ABK kapal yang letaknya di haluan kapal. Operasi penangkapan dimulai pada pukul 18.00 WITA yang dimulai dengan
49
menurunkan jaring dan menyalakan lampu merkuri yang terdapat di haluan kapal dengan tujuan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul. 3. Proses menunggu gerombolan ikan (soaking) Selama proses soaking ini berlangsung juragan sekaligus fishing master dalam operasi penangkapan mengawasi adanya gerombolan ikan dibawah permukaan air.
Antara setting dan hauling tidak dibatasi oleh waktu tetapi
ditentukan oleh ada tidaknya gerombolan ikan yang berkumpul. Hauling dilakukan setelah terlihat adanya ikan yang cukup banyak bergerombol. 4. Pengangkatan jaring (hauling) Pengangkatan jaring ditandai dengan pemadaman lampu yang dimulai pada lampu merkuri bagian depan, setelah beberapa lama kemudian salah satu lampu merkuri berwarna merah yang terdapat di sisi kapal di matikan sehingga yang menyala hanya salah satu lampu merkuri yang terdapat disalah satu sisi bagan, kemudian lampu merkuri yang masih menyala tersebut di tutup dengan menggunakan tudung selama kurang lebih 10 menit. Jaring diangkat perlahan-lahan dengan menggunakan roller oleh para ABK.
Setelah mulut jaring berada
dipermukaan air, semua lampu dinyalakan kembali, sedangkan ikan-ikan yang berada dalam jaring digiring menuju buritan kapal.
5.
Pengambilan hasil tangkapan Ikan yang telah digiring menuju ke daerah bunuhan dinaikkan ke atas kapal
dengan menggunakan sebuah serok dan dimasukkan ke dalam keranjang. Ikanikan tersebut akan dijual langsung bila ada kapal penadah yang datang atau ikan tersebut dijual langsung ke pasar yang ada di dusun Padang atau di Benteng Selayar. 5.2 Teknologi yang Tepat untuk Perikanan Layang di Kabupaten Selayar Berdasarkan tujuan dari penelitian yang dilakukan yaitu mengetahui urutan prioritas teknologi penangkapan ikan layang di Kabupaten Selayar yang optimum dan berkelanjutan, maka analisis dilakukan terhadap ketiga alat tangkap, yaitu purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu. Ketiga alat tangkap tersebut dianalisis berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan lingkungan untuk menentukan urutan yang prioritas alat tangkap terbaik yang layak untuk dikembangkan dalam usaha perikanan layang di Kabupaten Selayar.
50
5.2.1
Analisis aspek biologi Analisis aspek biologi antara lain mengenai komposisi target spesies dalam
% ukuran hasil tangkapan utama (panjang layang) dalam cm dan lama waktu musim penangkapan ikan layang dalam bulan. Semua data tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan. Adapun nilai terhadap unit penangkapan ikan layang tersebut dapat dilihat pada Tabel 15. Setiap kriteria diberikan urutan prioritas dan urutan prioritas pada masing-masing kriteria tersebut mempunyai nilai yang berbeda. Tabel 15 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek biologi unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar Kriteria Penelitian Unit X1 X2 X3 V(A)1 UP Penangkapan Ikan Layang V1X1 V2X2 V3X3 60 20,4 9 Purse seine 3 1 1 1 1 40 12,5 8 Jaring Insang 0,6 2 Hanyut 0 0.11 0.5 50 11,5 7 Bagan Perahu 0,5 3 0.5
0
0
Keterangan : X1
= Komposisi dari target spesies ikan layang (%)
X2
= Ukuran dari hasil tangkapan utama ikan layang (cm)
X3
= Lama waktu musim penangkapan ikan layang (bulan)
V(A)
= Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)
UP
= Urutan prioritas Berdasarkan hasil skoring dari penelitian dilihat dari segi aspek biologi
menunjukkan bahwa alat tangkap purse seine berada pada urutan prioritas pertama dari segi komposisi hasil tangkapan dan ukuran dari hasil tangkapan utama, jaring insang hanyut berada pada urutan prioritas kedua dinilai dari lama waktu operasi penangkapan. Setelah dilakukan standarisasi berdasarkan keseluruhan fungsi nilai yang telah diperoleh menunjukkan bahwa purse seine pada urutan prioritas pertama, jaring insang hanyut prioritas kedua dan bagan perahu pada prioritas ketiga.
51
5.2.2 Analisis aspek teknis Analisis terhadap aspek teknis dalam penentuan teknologi penangkapan ikan layang yang tepat dalam hal ini kaitannya dengan pengoperasian ketiga alat tangkap ini apakah bernilai efektif atau tidak. Adapun kriteria penilaian yang digunakan dalam aspek ini adalah nilai produksi per tahun, produksi per trip dan produksi per tenaga kerja per alat tangkap. Data yang digunakan diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan. Adapun nilai terhadap unit penangkapan ikan layang tersebut dapat dilihat pada Tabel 16. Setiap kriteria diberikan urutan prioritas dan urutan prioritas pada masing-masing kriteria tersebut mempunyai nilai yang berbeda. Tabel 16
Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek teknis unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar Kriteria Penelitian Unit X1 X2 X3 V(A)3 UP Penangkapan Ikan Layang V1X1 V2X2 V3X3 48000 300 30 Purse seine 2,3 1 1 1 0,28 25920 112 56 Jaring Insang 1,0 3 Hanyut 0 0 1 37800 236 20 Bagan Perahu 1,2 2 0,54 0,66 0,00 Keterangan : X1
= Produksi per tahun (kg)
X2
= Produksi per trip (kg)
X3
= Produksi per tenaga kerja (kg)
V(A)
= Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)
UP
= Urutan prioritas Berdasarkan hasil skoring dan standarisasi di atas berdasarkan aspek teknis
maka purse seine menempati urutan pertama, bagan perahu pada urutan kedua dan jaring insang hanyut pada urutan ketiga. Hal ini menunjukkan bahwa alat tangkap purse seine dari segi teknis merupakan alat tangkap yang produktif untuk menangkap ikan layang di perairan Kabupaten Selayar.
52
5.2.3 Analisis aspek sosial Analisis terhadap aspek sosial dalam penentuan teknologi penangkapan ikan layang yang tepat dalam hal ini kaitannya dengan penyerapan tenaga kerja tiap alat tangkap, penerimaan nelayan per unit penangkapan, dan bagaimana tingkat penguasaan teknologi alat tangkap. Semua data yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara langsung dengan nelayan (Tabel 17). Tabel 17 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek sosial unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar Kriteria Penelitian Unit X1 X2 X3 V(A)4 UP Penangkapan Ikan Layang V1X1 V2X2 V3X3 10 63.250.000 2 Purse seine 2,3 1 0,8 1 0,5 2 35.000.000 1 Jaring Insang Hanyut 0,0 3 0 0 0,0 12 40.000.000 2 Bagan Perahu 1,7 2 1 0,18 0,5 Keterangan : X1
= Jumlah tenaga kerja
X2
= Pendapatan nelayan per tahun
X3
= Tingkat penguasaan teknologi (1) mudah; (2) sedang; (3) sedikit
sukar;
dan (4) sukar V(A)
= Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)
UP
= Urutan prioritas Berdasarkan hasil skoring untuk aspek sosial alat tangkap purse seine
menempati urutan prioritas pertama sedangkan bagan perahu pada urutan kedua dan jaring insang hanyut menempati urutan prioritas ketiga. 5.2.4 Analisis aspek ekonomi Analisis aspek ekonomi meliputi kelayakan usaha dari alat tangkap sehingga semua data yang dikumpulkan diolah untuk mengetahui analisis kelayakan usaha alat tersebut. Parameter penilaian kelayakan usaha didasarkan pada 3 kriteria yaitu Net B/C ratio, BEP (kg) dan ROI. Hasil analisis perhitungan kelayakan usaha dari ketiga alat tangkap berbeda, secara lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 18
53
Tabel 18 Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek ekonomi unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar Kriteria Penelitian Unit Penangkapan X1 X2 X3 V(A)4 UP Ikan Layang V1X1 V2X2 V3X3 3,67 8.945 78,79 Purse seine 2,0 1 1,00 0,13 1,00 3.27 14.045 26,57 Jaring Insang 1,0 3 Hanyut 0,00 1.00 0.00 3,33 8.202 74,29 Bagan Perahu 1,1 2 0,15 0.00 0,35 Keterangan : X1
= Net B/C
X2
= BEP (kg)
X3
= ROI
V(A)
= Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)
UP
= Urutan prioritas Berdasarkan hasil skoring untuk aspek ekonomi untuk kriteria kelayakan
usaha alat tangkap purse seine menempati urutan prioritas pertama sedangkan bagan perahu pada urutan kedua dan jaring insang hanyut menempati urutan prioritas ketiga. 5.2.5 Analisis aspek keramahan lingkungan Analisis terhadap aspek keramahan lingkungan dalam penentuan teknologi penangkapan ikan layang yang tepat dalam hal ini kaitannya dengan 9 kriteria alat tangkap yang tergolong kedalam alat tangkap yang ramah lingkungan. Semua data yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara langsung dengan nelayan (Tabel 19). Tabel 19
Hasil skoring dan standarisasi setiap fungsi nilai aspek keramahan lingkungan unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar
Unit Penangkapan Ikan Layang Purse seine Jaring Insang Hanyut Bagan Perahu
X1 V1X1 2 1 2 1 1 0
X2 V2X2 4 1 4 1 4 1
X3 V3X3 3 0 4 1 3 0
Kriteria Penelitian X4 X5 X6 V4X4 V5X5 V6X6 4 3 3 1 0 2 4 4 4 1 1 3 4 3 1 1 0 0
X7 V7X7 3 0 4 1 3 0
X8 V8X8 4 1 4 1 4 1
X9 V9X9 3 0 4 1 3 0
VA5
U P
7
2
11
1
4
3
54
Keterangan : X1
= Selektivitas yang tinggi
X2
= Tidak merusak habitat
X3
= Menghasilkan ikan yang berkualitas tinggi
X4
= Tidak membahayakan nelayan
X5
= Produksi tidak membahayakan konsumen
X6
= By-catch rendah
X7
= Dampak ke biodiversity
X8
= Tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi
X9
= Dapat diterima secara sosial
V(A)
= Fungsi nilai dari alternatif A, yaitu jumlah dari Vi(Xi)
UP
= Urutan prioritas. Berdasarkan hasil analisis diatas dari ketiga alat tangkap di atas berdasarkan
hasil skoring maka alat tangkap jaring insang hanyut termasuk kategori alat tangkap ramah lingkungan, purse seine dan bagan perahu termasuk alat tangkap yang kurang ramah lingkungan (Tabel 20). Tabel 20
Pengelompokan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan lingkungan No. Kategori Jenis Alat Tangkap 1. Tidak ramah lingkungan (Total <3) Kurang ramah lingkungan Purse seine 2. (3 ≤ Total ≤ 6) Bagan perahu 3. Ramah lingkungan (Total > 6) Jaring insang hanyut
5.2.6 Analisis aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan lingkungan Tujuan pemilihan unit penangkapan ikan layang adalah untuk mendapatkan jenis alat tangkap ikan layang yang mempunyai nilai yang baik ditinjau dari aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan sehingga alat tangkap yang terpilih sebagai alat tangkap yang prioritas digunakan merupakan alat tangkap yang pantas untuk dikembangkan. Hasil skoring yang dilakukan terhadap ketiga jenis alat tangkap yaitu purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu yang digunakan dalam perikanan tangkap ikan layang di Kabupaten Selayar dari kelima aspek tersebut dapat dilihat pada Tabel 21.
55
Tabel 21 Total standarisasi aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan lingkungan unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu) di Kabupaten Selayar Kriteria Penilaian Unit Penangkapan V(A) UP Ikan Layang V(A)1 V(A)2 V(A)3 V(A)4 V(A)5 Total Purse seine 3,0 2,3 2,3 2,0 7 16,6 1 Jaring Insang 0,6 1,0 0,0 1,0 11 13,6 2 Hanyut Bagan Perahu 0,5 1,2 1,7 1,9 4 9,3 3 Keterangan : V(A)1 = Aspek biologi V(A)2 = Aspek teknis V(A)3 = Aspek sosial V(A)4 = Aspek ekonomi V(A)5 = Aspek keramahan lingkungan Berdasarkan hasil dari total standarisasi aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi dan keramahan lingkungan unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut, bagan perahu) di Kabupaten Selayar maka yang menjadi prioritas pengembangan adalah alat tangkap purse seine pada urutan pertama, jaring insang hanyut pada urutan kedua dan bagan perahu pada urutan ketiga. 5.3 Analisis Optimasi Analisis optimasi dengan mengunakan program linear goal programming tetapi terlebih dahulu dilakukan analisis produksi upaya penangkapan (effort) dan CPUE untuk mengetahui produksi ikan layang yang maksimum economic yield. Data tersebut akan digunakan sebagai faktor tujuan dalam melakukan analisis optimasi perikanan layang di Kabupaten Selayar. Produksi tangkapan ikan layang di perairan Kabupaten Selayar dalam lima tahun terakhir (2002-2006) menunjukkan berfluktuasi sebagaimana terlihat pada Tabel 22. Berfluktuasinya produksi ikan layang dapat diakibatkan oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi dalam kegiatan perikanan tangkap. Faktor yang saling berinteraksi tersebut adalah upaya penangkapan dan ketersedian stok ikan layang di perairan Kabupaten Selayar. Produksi ikan layang dalam kurun waktu lima tahun terakhir dianalisis terhadap keadaan stok dengan menggunakan pendekatan terhadap indeks CPUE dengan melakukan standarisasi alat tangkap yang menangkap ikan layang karena
56
terdapatnya kemampuan menangkap setiap jenis alat tangkap yang berbeda. Hasil standarisisai menunjukkan bahwa alat tangkap purse seine sebagai alat tangkap standar, karena alat tangkap ini mempunyai nilai CPUE pertahun lebih besar dibandingkan alat tangkap jaring insang hanyut dan bagan perahu (Lampiran 2). Tabel 22 Total produksi, upaya penangkapan dan CPUE unit penangkapan ikan layang di Kabupaten Selayar Tahun
Total Hasil Tangkapan (kg)
Total Effort (trip)
CPUE
2002 2003 2004 2005 2006
2629000 2442000 2940000 3110000 3120000
10369 11449 10721 12192 14147
254 213 274 255 221
Sumber : Diolah dari DKP Kabupaten Selayar 2007
Produksi ikan layang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2002 total hasil tangkapan 2.629.000 kg mengalami penurunan pada tahun 2003 yaitu 2.442.000 kg kemudian mengalami peningkatan 2004 yaitu sebesar 2.940.000 kg, sedangkan tahun 2005 yaitu sebesar 3.110.000 kg dan pada tahun 2006 mengalami peningkatan 3.120.000 kg. Hal ini secara lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 14.
Produksi (kg/tahun)
3500000 3000000 2500000 2000000 1500000 1000000 500000 0
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 14 Perkembangan produksi ikan layang di perairan Selayar periode tahun 2002-2006 Berdasarkan perhitungan hubungan antara catch per unit effort dan effort standar yang digunakan adalah alat tangkap purse seine dalam pemanfaatan sumberdaya ikan layang
mempunyai nilai intersep (a) sebesar 356.3362017
dankoefisien independent (b) sebesar -0,009595886 (Lampiran 3), sehingga secara
57
matematis hubungan antara CPUE dengan effort usaha penangkapan ikan layang dapat dinyatakan sebagai berikut CPUE = 356.3362017-0,009595886 E2. Hubungan antara hasil dengan effort yang lebih dikenal sebagai fungsi produksi lestari dapat dinyatakan sebagai berikut h = 356,3362017E - 0,009595886 E2. Selanjutnya dengan menggunakan program MAPLE VIII, maka dapat diketahui effort pada tingkat produksi lestari maksimum (Emsy) pemanfaatan sumberdaya alat ikan layang dengan menggunakan alat tangkap purse seine sebagai standar adalah sebesar 18.567 trip per tahun sedangkan tingkat produksi pada kondisi maximum economic yield (Emey) ialah 15.701 trip per tahun (Lampiran 3). Perhitungan matematis hasil tangkapan pada kondisi MSY di peroleh sebesar 3.308.709,96 kg/tahun sedangkan pada kondisi MEY sebesar 3.140.264, 50 kg/tahun. Nilai hmsy menunjukkan tingkat produksi maksimum lestari yaitu hasil tangkapan ikan layang yang dapat ditangkap tanpa mengancam kelestarian sumberdaya perikanan yang terdapat di perairan Kabupaten Selayar. Hubungan kuadratik antara upaya penangkapan dengan hasil tangkapan ikan layang di perairan Kabupaten Selayar dapat dilihat pada Gambar 15. Berdasarkan
Gambar
15
terlihat
bahwa
hubungan
antara
upaya
penangkapan dan hasil tangkapan ikan layang di perairan Kabupaten Selayar berbentuk parabola (fungsi kuadratik), artinya setiap penambahan tingkat upaya penangkapan (E) maka akan meningkatkan hasil tangkapan (h) sampai mencapai titik maksimum, kemudian akan terjadi penurunan hasil tangkapan untuk tiap peningkatan intensitas pengusahaan sumberdaya.
58
Produksi (kg/tahun) hmey = 3.140.264,50 kg/thn
hmsy = 3.308.709, 96 kg/thn
2006 2004
2005
2002 2003
MSY
TR=TC
MEY
Gambar 14 Hubungan antara hasil lestari ikan layang dengan upaya penangkapan model Schaefer dan keseimbangan bioekonomi penangkapan ikan layang di perairan Kabupaten Selayar Berdasarkan data-data yang diperoleh maka dilakukan alokasi jumlah unit penangkapan ikan tetapi dalam melakukan analisis optimasi tidak dimasukkan faktor tujuan yaitu meminumumkan bahan bakar minyak hal ini disebabkan oleh tidak adanya kelangkaan dalam memperoleh bahan bakar minyak di Kabupaten Selayar. Sehingga tujuan-tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1. Mengoptimalkan
hasil
tangkapan
sumberdaya
ikan
layang
dengan
pertimbangan MEY Berdasarkan hasil perhitungan analisis MEY ikan layang di perairan Selayar adalah 3.140.264,502 kg/trip/tahun. Hasil observasi dan wawancara di lapangan menunjukkan bahwa produktivitas setiap unit penangkapan ikan layang yaitu dapat menangkap ikan 47.753 kg/trip/tahun untuk alat tangkap purse seine (X1), 356,38 kg/trip/tahun untuk alat tangkap jaring insang hanyut (X2) dan 2225,5 kg/trip/tahun
59
untuk alat tangkap bagan perahu (X3). Berdasarkan informasi ini maka dapat dibuat persamaan matematikanya yaitu sebagai berikut : 47753X1 + 356.38X2 + 2225.5X3 +DB1-DA1 = 3140264,502
2. Mengoptimalkan jumlah hari operasi sesuai dengan upaya penangkapan pada tingkat fMEY Berdasarkan hasil perhitungan analisis foptimum (fMEY) perikanan layang yang ada di perairan Selayar adalah 15.701 trip. Hasil observasi dan wawancara di lapangan menunjukkan bahwa setiap unit penangkapan ikan ikan layang dapat melakukan trip penangkapan ikan sebesar 180 untuk alat tangkap purse seine, 140 untuk alat tangkap jaring insang hanyut dan 160 untuk alat tangkap bagan perahu. Berdasarkan informasi ini maka dapat dibuat persamaan matematikanya yaitu sebagai berikut : 180X1 + 140X2 + 160X3 + DB2 – DA2 <=15701
3. Mengoptimalkan tingkat penyerapan tenaga kerja Berdasarkan jumlah tenaga kerja (nelayan) yang dapat terserap di perairan Kabupaten Selayar adalah 4872 orang. Hasil observasi dan wawancara dilapangan menunjukkan bahwa setiap unit penangkapan ikan layang layang dapat menyerap rata-rata sebanyak 10 orang/unit untuk alat tangkap purse seine, 2 orang/unit untuk alat tangkap jaring insang hanyut dan 12 orang/unit untuk alat tangkap bagan perahu. Berdasarkan informasi ini maka model persamaan matematik dari sasaran penyerapan tenaga kerja adalah sebagai berikut : 10X1 + 2X2 + 12X3 + DB3 >= 4872 Hasil analisis komputer dengan menggunakan perangkat lunak LINDO dalam optimasi alokasi armada penangkapan ikan di Kabupaten Selayar sebagaimana terlihat pada Lampiran 5. Hasil tersebut dapat dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu bagian pertama memuat informasi mengenai penyelesaian optimal, yaitu : nilai fungsi tujuan, nilai variabel deviasional, nilai optimal variabel keputusan, nilai slack and surplus variabel, nilai reduced cost dan nilai dual price. Bagian kedua memuat informasi mengenai analisis sensitivitas parameter fungsi tujuan dan parameter nilai ruas kanan kendala. Nilai dari fungsi tujuan dalam goal programming adalah merupakan gabungan dari hasil peminuman variabelvariabel deviasional dari kendala-kendala tujuan (goal constraints). Hasil olahan
60
LINDO dalam optimasi alokasi armada penangkapan ikan di Kabupaten Selayar memperlihatkan nilai fungsi tujuan dalam goal programming adalah merupakan gabungan dari hasil peminuman variabel-variabel deviasinal dari kendala-kendala tujuan dalam optimasi alokasi armada penangkapan ikan di Kabupaten Selayar memperlihatkan nilai fungsi tujuan sebesar 66.158,84 memberikan informasi mengenai beberapa variabel keputusan (Tabel 23). Tabel 23 Alokasi unit penangkapan ikan layang di perairan Kabupaten Selayar No.
Alat Tangkap
Unit Penangkapan yang ada
Alokasi Alat Tangkap Optimum
1. 2. 3.
Purse Seine Jaring Insang Hanyut Bagan Perahu
30 600 100
61 300 50
5.5 Analisis SWOT Adapun penentuan strategi pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar menggunakan analisis SWOT. Menurut
Rangkuti (2006), analisis ini
didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) yang dilakukan dalam bentuk matrik. Hasil identifikasi
faktor-faktor
internal
dan
eksternal
yang
dilakukan
terhadap
pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Selayar. Berdasarkan identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang dilakukan terhadap pengembangan perikanan layang maka dilakukan pengujian dengan menggunakan metode SWOT (Tabel 24) sehingga menghasilkan arahan yang jelas untuk pengembangan usaha perikanan layang di Kabupaten Selayar.
61
Tabel 24 Identifikasi, skoring dan arahan pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar Kode
Identifikasi SWOT
Skor
Kemungkinan Pengembangannya
Kekuatan (Strenghts) S1
Potensi sumberdaya perikanan yang cukup tinggi
3
S2
Sumberdaya nelayan Yang cukup tinggi
3
S3
Visi Pemda untuk mewujudkan Selayar sebagai kabupaten Maritim
2
Pemanfaatan sumberdaya ikan layang secara rasional Peningkatan kualitas nelayan yang ada Mendukung usaha pemerintah daerah Kabupaten Selayar
Kelemahan (Weaknesses) W1
Masih beroperasi di dekat pantai
5
W2
Terbatasnya modal usaha perikanan tangkap
4
W3
Kurangnya sarana dan prasarana
3
Peluang (Opportunities) Letak geografis Kabupaten O1 Selayar yang strategis O2
Harga ikan layang yang meningkat
O3
Permintaan yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk
3 4 3
Peningkatan pemanfaatan armada penangkapan di jalur 2 Penyedian modal usaha dengan bunga rendah Peningkatan sarana dan prasarana Peningkatan produksi perikanan tangkap yang ada Peningkatan produksi ikan layang Identifikasi permintaan pasar
Ancaman (Threats) T1
Penggunaan alat tangkap yang Tidak ramah lingkungan
4
T2
Harga bahan bakar minyak yang cenderung meningkat
4
Peningkatan peranan stakeholders dan masyarakat untuk pengawasan pengoperasian alat tangkap Pengunaan bahan bakar minyak sehemat mungkin
Dengan : Nilai 1 = Tidak Penting, Nilai 2 = Sedikit Penting, Nilai 3 = Cukup penting, Nilai 4 = Penting dan Nilai 5 = Sangat Penting Strategi pengembangan perikanan ikan layang yang ada di perairan Selayar disesuaikan dengan potensi yang dimiliki Kabupaten Selayar (Strategi SO) dimana diarahkan kepada optimalisasi usaha perikanan ikan layang. Strategi ST diarahkan kepada pengunaan teknologi yang hemat Bahan Bakar Minyak. Strategi WO adalah
62
dengan jalan peningkatan modal usaha perikanan tangkap sedangkan strategi WT adalah peningkatan peranan stakeholders dan masyarakat untuk pengawasan pengoperasian alat tangkap (Tabel 25). Tabel 25 Analisis SWOT pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar No. Unsur SWOT Strategi SO 1.
S01
Keterkaitan Optimalisasi usaha perikanan layang dengan purse seine
Jumlah
18
S1, S2, S3, 01, 03 Strategi ST 2.
ST1
Pengunaan teknologi penangkapan ikan layang yang hemat bahan bakar minyak S1, S2, T1, T2
14
Penyediaan modal usaha dengan bunga rendah W2, 02, 03
11
Peningkatan peranan stakeholders dan masyarakat untuk pengawasan pengoperasian alat tangkap W1, T1
9
Strategi WO 3.
W02
Strategi WT 4.
WT1
6 PEMBAHASAN 6.1 Pemilihan Teknologi Untuk Ikan Layang di Kabupaten Selayar Teknologi penangkapan ikan layang
yang
digunakan oleh
nelayan
Kabupaten Selayar saat ini adalah purse seine, jaring insang hanyut dan bagan perahu. Ketiga alat tangkap ini dianalisis berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi,
dan
keramahan
lingkungan
untuk
mengetahui
urutan
prioritas
pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar. 6.1.1 Analisis aspek biologi Berdasarkan kriteria aspek biologi (Tabel 15) untuk spesies komposisi target spesies (%), ukuran hasil tangkapan utama (cm), dan lama waktu musim penangkapan ikan layang (bulan) alat tangkap purse seine berada pada urutan prioritas pertama, jaring insang hanyut berada pada urutan prioritas kedua dan bagan perahu pada urutan prioritas ketiga. Untuk komposisi hasil tangkapan 60 % dan ukuran hasil tangkapan pada alat tangkap purse seine yaitu 20,4 cm menunjukkan ikan-ikan yang telah ditangkap adalah ikan-ikan yang sudah pernah memijah sehingga secara biologis sudah mendukung keberlanjutan dari sumberdaya ikan layang. Hasil penelitian Tiews et al. (1970); Jaiswar et al (1993); dan Atmajaya dan Nugroho (1995) menyatakan bahwa ikan layang mencapai matang gonad pada panjang cagak (FL) lebih besar 18 cm. Menurut Najamuddin (2006) menyatakan Ikan layang betina pertama kali memijah pada panjang cagak antara 19,8 cm – 20,3 cm, sedangkan ikan layang jantan pada panjang cagak antara 19,6 cm – 20,1 cm. Hal ini berbeda dengan hasil tangkapan pada alat tangkap bagan perahu yang dimana hasil tangkapannya belum mengalami matang gonad dengan ukuran panjang rata-rata 18,5 cm. 6.1.2 Analisis aspek teknis Berdasarkan analisis aspek teknis (Tabel 16), yang dikaji erat kaitannya dengan efektivitas suatu unit penangkapan ikan, dimana alat tangkap tersebut dikatakan efektif jika alat tangkap tersebut memiliki produktivas yang tinggi. Berdasarkan kriteria-kriteria penilaian yang digunakan dalam aspek ini adalah nilai produksi per tahun, produksi per trip dan produksi per tenaga kerja menempatkan
64
alat tangkap purse seine menempati urutan pertama dalam usaha perikanan layang yang ada di Kabupaten Selayar. Hal ini dapat disebabkan oleh prinsip pengoperasian alat tangkap purse seine
yang
bersifat
aktif
dengan
cara
melingkari
tujuan
penangkapan,
mengkerucutkan bagian bawah jaring sehingga membentuk kantong menyebabkan ikan-ikan layang yang telah berada dalam catchable area akan sulit untuk meloloskan diri. Sedangkan untuk alat tangkap jaring insang hanyut dan bagan perahu yang bersifat pasif dengan prinsip pengoperasian menghadang gerakan renang ikan sehingga peluang untuk mendapatkan hasil tangkapan relatif lebih sedikit dibandingkan dengan alat tangkap purse seine. 6.1.3 Analisis aspek sosial Dalam suatu usaha perikanan FAO dalam Asian Produktivity Organisation Development menyatakan bahwa dalam bidang perikanan berkelanjutan faktor sosial harus menjadi perhatian penting. Berdasarkan hasil skoring untuk aspek sosial alat tangkap purse seine pada urutan pertama, bagan perahu pada urutan kedua dan jaring insang hanyut menempati urutan prioritas ketiga (Tabel 17). Hal ini disebabkan oleh alat tangkap purse seine mampu memberikan pendapatan nelayan yang lebih tinggi
dibandingkan alat tangkap jaring insang
hanyut dan bagan perahu. Sedangkan dari segi tenaga kerja bagan perahu mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Tingkat penguasaan teknologi ketiga alat tangkap tersebut tidak mengalami kesulitan disebabkan nelayan sudah beberapa tahun menggunakan alat tangkap tersebut. 6.1.4 Analisis aspek ekonomi Sesuai dengan hasil skoring untuk aspek ekonomi dilihat dari segi kelayakan usaha (Tabel 18) menempatkan alat tangkap purse seine menempati urutan prioritas pertama sedangkan bagan perahu pada urutan kedua dan jaring insang hanyut menempati urutan prioritas ketiga. Berdasarkan hasil analisis kriteria kelayakan usaha pada aspek ekonomi dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha penangkapan dari setiap alat tangkap untuk mengetahui keuntungan usaha yang di terima nelayan. Hasil analisis
65
perhitungan nilai Net B/C mengambarkan skala penerimaan atas biaya dan modal adalah untuk alat tangkap purse seine sebesar 3,67. Hal ini mempunyai arti bahwa pendapatan yang diperoleh sebesar 3,67 kali dari atas besarnya biaya yang dikeluarkan sehingga usaha tersebut layak untuk dikembangkan. Nilai Net B/C alat tangkap purse seine dan nilai Net B/C dari alat tangkap bagan perahu lebih tinggi daripada nilai B/C alat tangkap jaring insang hanyut. Sedangkan untuk nilai NPV sebesar Rp. 440.756.518 dimana nilai NPV > 0 menunjukkan nilai rata-rata keuntungan bersih yang diperoleh selama 10 tahun ke depan. ROI sebesar 78,79 % nilai ini menunjukkan bahwa investasi usaha perikanan purse seine di Kabupaten Selayar dalam artian setiap satu rupiah yang akan diinvestasikan akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 78,79 berbeda dengan alat tangkap jaring insang hanyut sebesar 26,56 % dan bagan perahu sebesar 74,29 %. Hasil penjualan minimum atau hasil tangkapan minimal (BEP) dari sebuah unit penangkapan purse seine selama satu tahun usaha. BEP merupakan jumlah dan nilai minimal yang harus diperoleh agar dapat menutupi total biaya nilai produksi per tahun sehingga usaha ini akan memberikan keuntungan apabila berada pada titik sama atau lebih besar dari Rp. 64.577.109 dengan volume produksi per tahun sebesar 8.945,75 kg (Lampiran 4). Alat tangkap purse seine prioritas untuk dikembangkan di Kabupaten Selayar harus tetap memperhatikan berapa jumlah alat tangkap ini yang optimal untuk dioperasikan di perairan Selayar sehingga tidak akan akan terjadi kelebihan penggunaan alat tangkap ini. Dalam beberapa penelitian juga dikatakan bahwa alat tangkap purse seine mampu memberikan keuntungan yang maksimal tetapi selain dengan melakukan analisis finansial juga untuk ke depan terlebih perlu faktor-faktor produksi terhadap usaha purse seine. Hal ini sesuai dengan pendapat Masyahoro (2001) yang menyatakan bahwa faktor lama operasi/trip dan ukuran panjang jaring purse seine akan memberikan pengaruh
yang
nyata
terhadap besarnya hasil tangkapan dalam
operasi
penangkapan ikan layang mengunakan alat tangkap purse seine. Keunggulan alat tangkap tangkap purse seine disebabkan antara lain karena tingginya produktivitas menyebabkan pendapatan kotor yang cukup besar dibandingkan kedua alat tangkap tersebut sehingga dari segi ekonomi alat tangkap
66
purse seine menempati urutan pertama, bagan perahu pada urutan kedua dan jaring insang hanyut pada urutan ketiga. 6.1.5 Analisis aspek keramahan lingkungan Berdasarkan hasil analisis keramahan lingkungan dari ketiga alat tangkap di atas berdasarkan hasil skoring dari kriteria keramahan lingkungan maka alat tangkap jaring insang hanyut dan purse seine termasuk kategori alat tangkap ramah lingkungan sedangkan bagan perahu termasuk alat tangkap yang dianggap kurang ramah lingkungan (Tabel 19). Bagan perahu dikategorikan alat tangkap yang kurang ramah lingkungan disebabkan karena selektivitas dan hasil tangkapan sampingan (by catch) memiliki nilai yang rendah mampu menangkap semua jenis ikan yang ada dalam areal penangkapan dari berbagai jenis dan ukuran ini dibandingkan dengan alat tangkap lainnya dan jika dihubungkan dengan nilai aspek biologi menunjukkan bahwa hasilhasil tangkapan ikan layang yang diperoleh relatif belum mengalami matang gonad. Hal ini sesuai dengan pendapat Najamuddin (2004) yang menyatakan alat tangkap bagan perahu termasuk alat tangkap yang tidak selektif dimana menangkap banyak jenis ikan dengan ukuran mulai dari kecil sampai besar. Menurut Shepherd (1992) menyatakan bahwa penangkapan ikan-ikan kecil lebih berbahaya dari pada penangkapan ikan memijah, karena lebih banyak jumlah ikan yang diambil dengan berat yang sama, dan juga ikan-ikan lebih kecil lebih mudah ditangkap bertahun-tahun sampai memijah. Jika ditangkap pada fase-fase sebelum memijah, mereka tidak mempunyai kesempatan untuk memijah, sementara tidak semua ikan yang memijah dapat ditangkap dan mereka mempunyai kesempatan memijah sekurang-kurangnya sekali. Hal ini sesuai dengan pendapat Monintja (2000) bahwa alat tangkap ikan disebut ramah lingkungan bila memenuhi 9 kriteria tersebut selanjutnya menurut Arimoto (1999); Samuel (2003), teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan adalah suatu alat tangkap yag tidak memberikan dampak lingkungan, tidak merusak dasar perairan (benthik disturbance), kemungkinan hilangnya alat tangkap kecil, serta kontribusinya terhadap polusi rendah. Permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang sedang dihadapi pada saat ini telah menjadi dasar dan alasan penting bagi pengembangan teknologi
67
penangkapan ikan dimasa mendatang dengan menitik beratkan pada kepentingan konservasi sumberdaya (Purbayanto dan Baskoro 1999). 6.1.6 Analisis gabungan beberapa aspek Analisis aspek gabungan dari aspek biologi, teknik, sosial, ekonomi dan keramahan lingkungan dimaksudkan untuk menilai penampilan alat tangkap secara menyeluruh. Hasil dari analisis ini merupakan salah satu indikator menyeluruh tentang bagaimana keberlanjutan dari suatu usaha penangkapan ikan layang yang ada di perairan Kabupaten Selayar dan urutan prioritas dari alat tangkap yang ada (Tabel 21). Berdasarkan hasil dari total standarisasi aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan unit penangkapan ikan layang (purse seine, jaring insang hanyut, bagan perahu) di Kabupaten Selayar maka yang menjadi prioritas pengembangan adalah alat tangkap purse seine pada urutan pertama, jaring insang hanyut pada urutan kedua dan bagan perahu pada urutan ketiga. Hal ini menunjukkan bahwa dalam usaha perikanan layang yang diprioritaskan untuk dikembangkan adalah alat tangkap purse seine sesuai dengan pendapat Haluan dan Nurani (1988), dan Yuliansyah (2002) yang menyatakan bahwa alat tangkap purse seine adalah alat tangkap yang paling produktif untuk dikembangkan. 6.2 Optimasi Alokasi Armada Penangkapan Ikan Layang Model linear goal programming yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tiga variabel keputusan dan tiga kendala tujuan. Variabel keputusan yang dimaksud adalah jumlah unit penangkapan purse seine (X1), jumlah unit penangkapan jaring insang hanyut (X2) dan jumlah unit penangkapan bagan perahu (X3). Adapun ketiga kendala
tujuan
yang
dimaksud
adalah
mengoptimalkan
hasil
tangkapan,
mengendalikan jumlah hari operasi dan mengoptimalkan jumlah anak buah kapal. Hasil olahan LINDO dalam optimasi alokasi armada penangkapan ikan di Kabupaten
Selayar
memperlihatkan
nilai
fungsi
tujuan
sebesar
66.158,84
memberikan informasi mengenai beberapa variabel keputusan yaitu : 1. Jumlah unit penangkapan purse seine yang optimal adalah 61 unit. Hal ini ditunjukkan oleh variabel keputusan X1 sebesar 61 2. Jumlah unit penangkapan jaring insang hanyut yang optimal adalah 300 unit. Hal ini ditunjukkan oleh variabel keputusan X2 sebesar 300
68
3. Jumlah unit penangkapan bagan perahu yang optimal adalah sebanyak 50 unit. Hal ini ditunjukkan oleh variabel keputusan X3 sebesar 50 Berdasarkan hasil analisis perhitungan ini menunjukkan bahwa alat tangkap purse seine yang layak dioptimalkan dengan jumlah 61 unit, ini berarti harus ada penambahan jumlah armada penangkapan sebanyak 31 unit karena berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Selayar saat ini purse seine sebanyak 30 unit tetapi penambahan jumlah unit peningkatan ini tetap harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak memberikan dampak yang buruk terhadap pengelolaan sumberdaya ikan layang di perairan Selayar. Hal ini juga menunjukkan bahwa akan terjadi peningkatan jumlah unit penangkapan ikan layang yang telah direkomendasikan oleh Sultan (2004) yaitu sebesar 15 unit. Sedangkan untuk jumlah alat tangkap jaring insang hanyut dewasa ini yang ada di Kabupaten Selayar adalah 600 unit maka dilakukan pembatasan sebesar 300 unit dan alat tangkap bagan perahu yang ada dewasa ini sebesar 100 unit dialokasikan menjadi 50 unit hal ini dilakukan untuk melakukan transfer teknologi secara bertahap alat penangkapan ikan dari alat yang ada ke alat penangkapan ikan yang baru selain itu juga untuk pengalokasian ke usaha budidaya perikanan yang ada seperti usaha tambak dan rumput laut yang juga mulai berkembang. 6.3 Strategi Pengembangan Perikanan Layang Hasil analisis SWOT pada (Tabel 22 dan Tabel 23) digunakan sebagai arahan dan kebijakan dalam program pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar . Urutan kebijakan berdasarkan hasil SWOT adalah sebagai berikut :
1. Optimalisasi usaha perikanan layang Potensi sumberdaya perikanan yang cukup tinggi didukung dengan sumberdaya nelayan yang tinggi serta visi Pemda untuk mewujudkan Selayar sebagai kabupaten maritim dimana didukung oleh letak geografis kepulauan Selayar yang strategis sehingga penerapan teknologi yang tepat guna dalam usaha optimilasasi usaha perikanan layang. Optimalisasi sumberdaya perikanan layang dalam hal ini digunakan sebagai solusi terbaik dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan di perairan Selayar sehingga diperoleh berbagai manfaat secara optimal.
69
Menurut Gaspersz (1996), optimasi adalah suatu proses pencarian hasil yang terbaik. Karena optimisasi mencakup usaha untuk menemukan cara terbaik dalam melakukan suatu pekerjaan, cara terbaik dalam memecahkan persoalan, maka aplikasinya dapat meluas ke berbagai haluan (Haluan 1985). Optimasi dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di perairan Selayar harus mendapat dukungan melalui kebijakan pemerintah daerah, agar semua pelaku dalam bidang perikanan memiliki persepsi yang sama.
2. Pengunaan unit penangkapan ikan layang yang hemat bahan bakar minyak Bahan bakar minyak (BBM) merupakan jenis sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui yang cadangannya di alam terbatas. Dengan semakin menipisnya cadangan minyak dunia sedangkan kebutuhan bahan bakar semakin meningkat, maka aktivitas penangkapan ikan diharapkan dapat menggunakan bahan bakar seminim mungkin. Hal ini dilakukan untuk menjamin kelangsungan usaha penangkapan ikan yang ada pada kondisi sekarang ini sangat tergantung pada pasokan minyak bumi sebagai bahan bakar dalam operasi penangkapan ikan. Usaha pengembangan perikanan dengan potensi sumberdaya ikan layang yang cukup tinggi tetapi dengan meningkatnya harga bahan bakar minyak yang dapat menyebabkan biaya operasional dalam usaha penangkapan meningkat maka solusi utama adalah meminimumkan penggunaan bahan bakar minyak tetapi tetap memberikan hasil yang optimal dengan cara dilakukan penentuan daerah penangkapan ikan layang yang tepat sehingga meminimumkan biaya operasional nelayan dalam penentuan daerah fishing ground sehingga nelayan ke laut bukan mencari ikan melainkan langsung menangkap ikan. 3. Penyediaan modal usaha dengan bunga rendah Peningkatan kesejahteraan melalui dukungan permodalan adalah syarat mutlak bagi para pelaku-pelaku bisinis perikanan baik bagi usaha skala kecil, menegah dan besar termasuk koperasi. Modal yang diperlukan sangat diharapkan berasal dari kredit perbankan yang diberikan kepada perusahaan swasta, BUMN, koperasi ataupun individu pengusaha, dimana selama ini terdapat keenganan dari pihak perbankan karena masalah kelayakan usaha/teknis melainkan kesalahan manajemen (Abubakar 1999). Salah satu perbankan yang sangat dekat dengan masyarakat Selayar sampai-sampai di desa-desa terpencil adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI)
70
sehingga diharapkan dapat memberikan bantuan modal usaha kepada masyarakat nelayan. BRI sampai saat ini menurut Rudjito (2002) sampai saat ini memegang
peranan
penting
sebagai
bagian
dari
lokomotif
masih
penggerakan
perekonomian di daerah dengan menjalankan tiga peran tradisional bank sebagai intermediasi, optimalisasi pendapatan pemilik dana berlebih dan optimalisasi pembiayaan usaha. Agar semua peran BRI dapat tercapai maka secara bertahap melakukan beberapa langkah-langkah yaitu : membangun jaringan informasi on line, penetapan fokus bisnis pada usaha ritel dan agribisnis, dan pengembangan program kemitraan serta regionalisasi kebijakan bisnis. 4. Peningkatan peranan stakeholders dan masyarakat dalam pengawasan pengoperasian alat tangkap Pengembangan suatu perikanan tangkap sangat diperlukan peranan pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Nelayan ada yang menggunakan racun untuk melakukan penangkapan ikan yang dapat menyebabkan kerusakan terhadap sumberdaya yang ada sehingga untuk mencegah hal tersebut pemerintah setempat bekerjasama dengan masyarakat untuk melakukan kegiatan pengawasan di perairan Selayar. Salah satu program Dinas Perikanan dan Kelautan Selayar adalah dengan membentuk
Kelompok
Masyarakat
Pengawas
(POKMASWAS)
melalui
pemberdayaan masyarakat untuk mengawasi dan memantau seluruh aktivitas masyarakat pesisir. Melalui pendekatan dan kegiatan ini, masyarakat diharapkan memahami dan mengetahui potensi sumber daya hayati laut yang harus dilestarikan sehingga usaha pemanfaatan sumberdaya yang ada tetapi berkelanjutan. Selain itu di Kabupaten Selayar untuk menanggulangi illegal fishing, pemerintah setempat melakukan koordinasi antar instansi yaitu adanya kerjasama antara Dinas Kelautan dan Perikanan Selayar dan pihak Kepolisian serta Kejaksaan yang mendukung pengawasan yang dilaksanakan. Salah satu upaya yang dilaksanakan adalah mendirikan pos-pos penjagaan yang melibatkan unsur pemerintah daerah dan aparat kepolisian serta masyarakat.
7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan
1. Prioritas urutan teknologi penangkapan ikan layang di Kabupaten Selayar berdasarkan aspek biologi, teknis, sosial, ekonomi, dan keramahan lingkungan adalah
purse seine pada urutan pertama, jaring insang hanyut pada urutan
kedua dan bagan perahu pada urutan ketiga.
2. Alokasi dari jumlah unit penangkapan ikan layang yang optimum digunakan di perairan Kabupten Selayar adalah purse seine sebanyak 61 unit, jaring insang hanyut sebanyak 300 unit dan alat tangkap bagan perahu sebanyak 100 unit.
3. Strategi pengembangan perikanan layang di Kabupaten Selayar adalah (1) optimalisasi usaha perikanan layang, (2) penggunaan unit penangkapan ikan yang hemat bahan bakar minyak, (3) penyediaan modal usaha dengan bunga rendah dan (4) peningkatan peranan stakeholders dan masyarakat untuk pengawasan pengoperasian alat tangkap. 7.2 Saran
1. Penambahan jumlah unit penangkapan purse seine sebanyak 30 unit dilakukan secara hati-hati dan diharapkan adanya peningkatan peran pemerintah dalam pengoperasian alat tangkap agar tidak memberikan dampak yang buruk terhadap pengelolaan sumberdaya ikan pelagis kecil di Kabupaten Selayar.
2. Perlunya mengadakan penelitian lanjutan tentang bagaimana pengaruh faktorfaktor produksi yang berpengaruh terhadap peningkatan produksi dan daerahdaerah yang potensial untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan layang.
DAFTAR PUSTAKA Abubakar, M. 1999. Pemberdayaan Perikanan Rakyat (Nelayan) Melalui Dukungan Kelembagaan dan Permodalan. Makalah Seminar dalam Kongres V Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia. Bogor. 11 hal. Agrawal RC, Earl O Heady. 1973. Operations Research Methods for Agricultural Decisions. The Law State University Pres, Ames. Pg 303 . Alhidayat, SA. 2002. Kajian Pengelolaan Perikanan Tangkap di Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. [Tesis]. Bogor: IPB. 77 hal. Arifin, F. 2006. Studi Pengembangan Perikanan Tangkap di Kecamatan Bontoharu Kabupaten Selayar. [Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar. 77 hal. Arimoto, T. 1999. Research and Education System of Fishing Technology in Japan. The 3 rd JSPS International Seminar. Suistainable Fishing Technology in Asia Toward the 21 st Century. Pg 32-37. Arimoto, T., Choi, S.J., and Choi, Y.G. 1999. Trend and Perspectives for fishing Technology Research Towards the Susitainable Development. In Proceeding of 5th Internasional Symposium on Efficient Aplication and Preservation of Marine Biological Resources OSU National University. Japan. Pg 135-144 . Atmajaya, S.B. dan Nugroho, D. 1995. Aspek Reproduksi Ikan Layang Deles (Decapterus macrosoma) dan Siro (Amblygaster sirm) sebagai Pertimbangan dalam Pengelolaannya di Laut Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan 1(3):1-10. Atmajaya, S.B. dan Nugroho, D. 2005. Aplikasi Model Beverton dan Holt bagi Ikan Layang (Decapterus spp) di Laut Natuna dan sekitarnya. Jurnal Penelitian Perikanan 11(6):1-6. Ayodhyoa, A.U. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 81 hal. Bahari, R. 1989. Peran Koperasi Perikanan dalam Pengembangan Perikanan Tangkap. Prosiding Temu Karya Ilmiah Perikanan Rakyat : Jakarta 18-19 Desember 1991. Pusat Penelitian Perikanan dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Hal. 165-180. Balai Penelitian Perikanan Laut. 1992. Ikan-ikan Laut Ekonomis Penting Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Jakarta. 170 hal.
73
Barani, M.H. 2005. Model Pengelolaan Perikanan di Wilayah Padat Tangkap:Kasus Perairan Laut Sulawesi Selatan Bagian Selatan. [Disertasi]. Bogor: IPB. 159 hal. Barus, H.R. Badrudin. dan N. Naamin. 1991. Potensi Sumberdaya Perikanan Laut dan Strategi Pemanfaatannya bagi Pengembangan Perikanan yang Berkelanjutan. Prosiding Forum II Perikanan Sukabumi, 18-21 Juni 1991. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Hal 165-180. Baskoro, M.S. 2002. Metode Penangkapan Ikan. Diktat Pengajaran Kuliah Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 54 hal. Brandt, A. von. 1984. Fish Catching Methods of The World. 3rd Edition. Warwickshire: Avon Litho Ltd., Stratford-upon-Avon. Pg 418. Burhanuddin, Djamali, A, Maryosewojo S, Muljanto. 1983. Evalusi tentang Potensi dan Usaha Pengelolaan Sumberdaya Ikan Layang (Decapterus spp). Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI. Jakarta. 61 hal. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Kabupaten Maritim Selayar Kantor Statistik Kabupaten Selayar. 360 hal.
dalam Angka.
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2007. Laporan Tahunan Dinas Perikanan Kabupaten Selayar. Kabupaten Selayar. Sulawesi Selatan. 217 hal. Direktorat Jenderal Perikanan. 1997. Buku Pedoman Pengenalan Sumberdaya Perikanan Laut. Bagian I. Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting. Departemen Pertanian. Jakarta. 64 hal. Fridman, A.L. 1986. Calculations for Fishing Gear Design (ed. By Carrothers, P.J.G. FAO Fishing Manuals, Fishing News Books. Ltd. Pg 183-203. Fyson, J. 1985. Design of Small Fishing Vessel. London : FAO Fishing. News Books. Ltd. Pg 183 – 203. Haluan, J. 1985. Proses Optimasi dalam Operasi Penangkapan Ikan. Pedoman Kuliah Metode Penangkapan Ikan II (Bagian Pertama). Sistem Pendidikan Jarak Jauh Melalui Satelit Sisdiksat Intim. Bogor. 55 hal. Haluan, J. dan T. W. Nurani. 1988. Penerapan Metode Skoring dalam Penelitian Teknologi Penangkapan Ikan yang Sesuai Untuk dikembangkan di Suatu Wilayah Perairan. Bulletin PSP (2):3-16. Gafa, B., Bahar, S. dan Karyana. 1993. Potensi Sumberdaya Perikanan di Perairan Laut Flores dan Selat Makassar. Jurnal Penelitian Perikanan Laut 72:43-53.
74
Gardenia, Y.T. 2006. Teknologi Penangkapan Pilihan untuk Perikanan Rajungan di Perairan Gerbang Mekar Kabupaten Cirebon. [Tesis]. Bogor: IPB.114 hal. Gaspersz, V. 1996. Analisis Sistem Terapan Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri. Tarsito. Bandung. 669 hal. Gordon, H.S. 1954. The Economic Theory of a Common Property Resources: the Fishery. Journal of Political Economy 62:124-142. Gunarso, W. 1984. Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Metode dan Taktik Penangkapan. Diktat Kuliah. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan. Bogor : IPB.281 hal. Gulland, J. A. 1991. Fish Stock Assessment. A Manual of Basic Methods. A WileyInterscience Publication. Pg 223. Jaiswar, A.K., George, J.P., Gulati, D.L., Swamy, R.P. 1993. A Study of LengthWeight Relationship, Food and Feeding Habits of Indian Scad, Decapterus ruselli (Ruppell, 1830) along The Northwest Coast of India. Journal Indian Fish 23:1-6. Jaiswar, A. K., S. K.Chakraborty and R.P. Swamy. 2001. Studies on the Age, Growth and Mortality Rates of Indian Scad Decapterus russelli (Ruppell) from Mubai Waters. Fisheries Research 53:303-308. Kadariah. 1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 104 hal. Mangkusbroto dan Trisnadi. 1985. Analisa Keputusan Pendekatan System dalam Manajemen Usaha dan Proyek. Ganeca Exact. Bandung. 271 hal. Martasuganda, S. 2002. Jaring Insang (Gillnet). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 68 hal. Masyahoro, A. 2001. Analisis Berbagai Faktor Produksi pada Perikanan Purse Seine di Perairan Teluk Tomini. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Agroland. Fakultas Pertanian Universitas Tadulako. 8(2):216-233. Mulyono, S. 1991. Operations Research. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 247 hal. Monintja, D.R. 1987. Beberapa Teknologi Pilihan untuk Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Laut di Indonesia. Buletin PSP 1(2):4-25. Monintja, D.R. 2000. Prosiding Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 156 hal.
75
Najamuddin. 2004. Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang (Decapterus spp) Berkelanjutan di Perairan Selat Makassar. [Disertasi]. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar. 263 hal. Najamuddin. 2006. Analisis Ukuran Mata Jaring Minimum Alat Penangkap Ikan Layang Deles (Decapterus macrosoma Bleeker) di Perairan Selat Makassar Sulawesi Selatan. Jurnal Kopertis. 1(1):1-13. Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. PT. Djambatan. Jakarta. 386 hal. Purbayanto, A., dan Baskoro M. 1999. Tinjauan Singkat Tentang Pengembangan Teknologi Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Mini Review on the Development of Environmental Friendly Fishing Technology. Graduate Student at Tokyo University of Fisheries. Departemen of Marine Science and Technology. Tokyo. 5 hal. Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 188 hal. Rudjito. 2002. Peran Sektor Perbankan dalam Menunjang Sektor Kelautan dan Perikanan di Kawasan Timur Indonesia. Bahan Seminar Optimalisasi dan Pengembangan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan dalam Mendorong Percepatan Pembangunan di KTI 20-21 Maret 2002. Bogor. 16 hal. Rukka, A.H. 2006. Teknologi Penangkapan Pilihan untuk Ikan Cakalang di Perairan Selayar Provinsi Sulawesi Selatan. [Tesis]. Bogor: IPB. 65 hal. Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan Jilid 2. Bina Cipta. Bogor. 508 hal. Samuel. 2003. Composition of Spesies Caught by Some Fishing Gears in The Middle Part of Musi River Basins. Jurnal Ilmu-ilmu Perikanan dan Budidaya Perairan. 1(1):89-100. Schaefer, M.B. 1954. Some Aspects of Dynamic of Population Important to the Management of Commercial Marine Fisheries. Bulletin of the Inter-American Tropical Tuna Commission: 25-26. Setyawan, L.B. 1992. Studi Tentang Aspek Target Strenght Ikan Tongkol (Euthunus affinis). [Skripsi]. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan. Bogor: IPB. 74 hal. Shepherd, J.G. 1992. Aide Memoire on Scientific Advice on Fisheries Management Directorate of Fisheries Research. Lowesroft. UK. Pg 17. Siswanto. 1993. Goal Programming dengan Menggunakan LINDO. PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta. 242 hal.
76
Soekartawi. 1995. Programasi Tujuan Ganda Teori dan Aplikasinya. Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 234 hal. Stevenson, W. J. 1989. Introduction to Management Science. Homewood. Boston. Subani, W. dan H.R. Barus. 1989. Alat Penangkap Ikan dan Laut di Indonesia (Fishing Gears for Marine Fish and Shrimp in Indonesia). Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta. 50(1):248. Sudirman dan Mallawa, A. 2003. Teknik Penangkapan Ikan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 168 hal. Sultan, M. 2004. Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate. [Disertasi]. Bogor: IPB. 174 hal. Supranto. 1983. Linear Programming. Edisi Kedua. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 87 hal. Tiews, K., I. A. and L. M. Santos. 1970. On the Biology of Anchovies (Stolephorus lacepede) in Philippines waters. Proc. Indo. Pasific Fish. Counc. 12(2):1-25. Yuliansyah, H. 2002. Pengembangan Perikanan Tangkap untuk Pemberdayaan Nelayan di Kepulauan Riau dalam Perpestif Otonomi Daerah. [Tesis]. Bogor: IPB. 231 hal. Wiyono, E.S. 2001. Optimasi Manajemen Perikanan Skala Kecil Pelabuhanratu, Jawa Barat. [Tesis]. Bogor: IPB. 101 hal.
di Teluk
Weber, M. and De Beaufort, L.F. 1931. The Fishes of the Indo-Australian Archiopelago. Vol. VI. E.J. Brill Leiden Ltd:192-201.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian 120°
122°
124°
2°
2°
4°
4°
Lampiran 1. Lanjutan 0 06 00’
120°
122°
124°
1: 400.000
Keterangan : : lokasi penelitian 060 20’
: fishing base bagan perahu : fishing base jaring Insang hanyut : fishing base purse seine : fishing ground alat tangkap 1200 20'
1200 20'
Lampiran 1 Lanjutan
Lampiran 2
Data produksi (kg) dan upaya penangkapan (trip)
A. Data produksi dan upaya penangkapan sebelum standarisasi Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 Total
Purse Seine kg trip 1265000 4850 1222000 4900 1470000 5760 1555000 6400 1645000 7680 7157000 29590
Bagan Perahu kg trip 799000 34950 732000 40070 882000 24480 933000 28800 885000 32800 4231000 161100
Jaring Insang Hanyut kg trip 565000 68600 488000 87480 588000 91640 622000 106040 590000 115640 2853000 469400
B. Produktivitas dan FPI (Fishing Power Indeks) Alat Purse seine Bagan Perahu Jaring Insang Hanyut
Produktivitas 241.8722541 26.26319056 6.077971879
FPI 1 0.1085829 0.02512885
C. Total hasil dan upaya penangkapan baku setelah standarisasi Total Hasil Tahun Tangkapan (kg) 2002 2629000 2003 2442000 2004 2940000 2005 3110000 2006 3120000
Upaya Penangkapan Baku (trip) Purse Bagan Jaring Insang Seine Perahu Hanyut 4850 3795 1724 4900 4351 2198 5760 2658 2303 6400 3127 2665 7680 3562 2906
Total effort (trip) 10369 11449 10721 12192 14147
CPUE 253.54883 213.29022 274.23027 255.08842 220.53492
Lampiran 3
Hasil analisis program MAPLE VIII terhadap fungsi produksi ikan layang
> a:=356.3362017;
a:=356.2017
> b:=-0.009595886;
b:=-0.9586
> c:=550000;
c := 5 0
> p:=10000;
p := 10000
> Emsy:=-a/(2*b); > h:=a*E+b*E^2; > TR:=p*h;
Emsy:=18567.39 h := 356.3362017 E − 0.009595886 E 2
TR := 0.3563362017 10 7 E − 95.95886000 E 2
> plot(TR,E=0..37134);
> hmsy:=a*Emsy+b*Emsy^2;
hmsy := 0.3308070996 10 7
> TRmsy:=p*hmsy;
TRmsy := 0.3308070996 10 11
> TCmsy:=c*Emsy;
TCmsy := 0.1021192368 10 11
> phimsy:=TRmsy-TCmsy; phimsy := 0.2286878628 10 11 > h:=a*E+b*E^2;
h := 356.3362017 E − 0.009595886 E 2
> plot(h,E=0..37134);
> TR:=p*h;
TR := 0.3563362017 10 7 E − 95.95886000 E 2
> plot(TR,E=0..37134,color=black);
> TC:=c*E;
TC:=50 E
> plot(TC,E=0..37134,color=black);
> plot({TR,(E),TC(E)},E=0..37134,color=black);
> fsolve(TR=TC,E); > phi:=p*h-c*E;
0.3,14265
φ := 0.3013362017 10 7 E − 95.95886000 E 2
> fsolve(phi,E);
0.3,14265
> diff(phi,E);
0.3013362017 10 7 − 191.9177200 E
> y:=diff(phi, E);
y := 0.3013362017 10 7 − 191.9177200 E
> fsolve(y=0, E);
1570.32
> Emey:=15701.32251;
Emey:=1570.32
> hmey:=a*Emey+b*Emey^2;
hmey := 0.3229261181 10 7
> TRmey:=p*hmey; > TCmey:=c*Emey;
TRmey := 0.3229261181 10 11 TCmey := 0.8635727380 10 10
> phimey:=TRmey-TCmey;
phimey := 0.2365688443 10 11
> Eoa:=31402.64502; > hoa:=a*Eoa+b*Eoa^2; > TRoa:=p*hoa; > TCoa:=c*Eoa; > phioa:=TRoa-TCoa;
Eoa:=31402.65 hoa := 0.1727145476 10 7 TRoa := 0.1727145476 10 11
TCoa := 0.1727145476 10 11 phioa := 0.
Lampiran 4
Analisis kelayakan usaha perikanan tangkap
1. Perikanan purse seine No. Uraian (1) Investasi 1 Kapal (untuk 10 tahun) 2 Mesin kapal (untuk 5 tahun) 3 Alat tangkap (untuk 5 tahun) 4 Alat bantu penangkapan Total investasi (2) Biaya 1) Biaya tetap 1 Penyusutan kapal 2 Penyusutan mesin 3 Penyusutan alat tangkap 4 Penyusutan alat Bantu 5 Perawatan kapal (5 kali dalam setahun) 6 Perawatan mesin (4 kali dalam setahun) 7 Perawatan alat tangkap (3 kali dalam setahun) Total biaya tetap 2) Biaya tidak tetap 1 Solar 2 Minyak tanah 3 Oli 4 Es 5 Konsumsi (10 orang x 180 trip x Rp. 5000) 6 Upah ABK (10 orang x 180 trip x Rp. 30.000 Total biaya tidak tetap Total biaya
Biaya 125.000.000 20.000.000 22.000.000 18.000.000 185.000.000 12.500.000 4.000.000 4.400.000 3.600.000 4.000.000 3.800.000 1.090.000 33.390.000 115.500.000 540.000 2.700.000 3.600.000 9.000.000 36.000.000 167.340.000 200.730.000
Lampiran 4 Lanjutan 2. Perikanan jaring insang hanyut No. Uraian (1) Investasi 1 Kapal (untuk 10 tahun) 2 Mesin kapal (untuk 5 tahun) 3 Alat tangkap (untuk 5 tahun) Total investasi Biaya I. Biaya tetap 1 Penyusutan kapal 2 Penyusutan mesin 3 Penyusutan alat tangkap 4 Perawatan kapal 5 Perawatan mesin 6 Perawatan alat tangkap Total biaya tetap II. Biaya tidak tetap 1 Solar 2 Minyak tanah 3 Oli 4 Konsumsi (10 orang x 180 trip x Rp. 5000) Total biaya tidak tetap Total biaya
Biaya 20.000.000 5.000.000 10.000.000 35.000.000 4.000.000 1.000.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 1.500.000 11.000.000 10.000.000 2.700.000 1.400.000 5.600.000 19.700.000 30.700.000
Lampiran 4 Lanjutan C. Analisis kelayakan usaha alat tangkap Bagan Perahu No. Uraian A. Investasi 1 Kapal (untuk 10 tahun) 2 Mesin kapal (untuk 5 tahun) 3 Alat tangkap (untuk 5 tahun) 4 Alat bantu penangkapan Total investasi B. Biaya I. Biaya tetap 1 Penyusutan kapal 2 Penyusutan mesin 3 Penyusutan alat tangkap 4 Penyusutan alat Bantu 5 Perawatan kapal (5 kali dalam setahun) 6 Perawatan mesin (4 kali dalam setahun) 7 Perawatan alat tangkap (3 kali dalam setahun) Total biaya tetap II. Biaya tidak tetap 1 Solar 2 Minyak tanah 3 Oli 4 Es 5 Konsumsi 6 Upah ABK Total biaya tidak tetap Total biaya
Biaya 100.000.000 30.000.000 25.000.000 25.000.000 170.000.000 10.000.000 4.000.000 5.000.000 5.000.000 3.000.000 4.000.000 35.000.000 55.000.000 500.000 1.000.000 2.800.000 9.600.000 19.200.000 88.700.000 123.200.000
Lampiran 5 Hasil analisis LINDO untuk alokasi unit penangkapan ikan layang di perairan Kabupaten Selayar MIN DA1 + DB1 + DA2 + DB2 + DB3 SUBJECT TO 47753 X1 + 356.38 X2 + 2225.5 X3 + DB1 - DA1 = 3140264.502 (MEY) 180 X1 + 147 X2 + 160 X3 + DB2 - DA2 <= 15.701 (fMEY) 10 X1 + 2 X2 + 12 X3 + DB3 >=4872 (Jumlah Nelayan) X2 >= 300 X3 >= 50 END Keterangan : X1 = Purse seine X2 = Jaring insang hanyut X3 = Bagan perahu LP OPTIMUM FOUND AT STEP 9 s OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1)
66158.84
VARIABLE VALUE DA1 0.000000 DB1 0.000000 DA2 63098.761719 DB2 0.000000 DB3 3060.085449 X1 61.191456 X2 300.000000 X3 50.000000
REDUCED COST 1.003560 0.996440 0.000000 2.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) 0.000000 -0.003560 3) 0.000000 1.000000 4) 0.000000 -1.000000 5) 0.000000 -143.731293 6) 0.000000 -140.077255 NO. ITERATIONS=
9
Lampiran 5. Lanjutan
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: VARIABLE DA1 DB1 DA2 DB2 DB3 X1 X2 X3 ROW 2 3 4 5 6
CURRENT COEF 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 0.000000 0.000000 0.000000
OBJ COEFFICIENT RANGES ALLOWABLE ALLOWABLE INCREASE DECREASE INFINITY 1.003560 INFINITY 0.996440 264.350006 0.923924 INFINITY 2.000000 12.144772 1.000000 3005.665771 47923.000000 INFINITY 143.731293 INFINITY 140.077255
RIGHTHAND SIDE RANGES CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE 3140264.500000 14612826.000000 2922075.750000 15.701000 63098.761719 INFINITY 4872.000000 INFINITY 3060.085449 300.000000 1589.349243 300.000000 50.000000 265.311005 50.000000
Lampiran 6 Dokumentasi hasil penelitian
Gambar 1 Kapal purse seine yang beroperasi di Kabupaten Selayar
Gambar 2 Alat tangkap jaring insang hanyut di Kabupaten Selayar
Gambar 3 Bagan perahu yang beroperasi di Kabupaten Selayar
Gambar 4 Wawancara dengan nelayan di Kabupaten Selayar