LAYANG-LAYANG BEBEAN DI DESA UNGASAN, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG Siti Meisaroh, I Gst Nym Widnyana, Eka Harsana Koriawan. Jurusan Pendidikan Seni Rupa Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]}
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) bahan dan alat dalam proses pembuatan layang-layang bebean, (2) proses pembuatan layang-layang bebean, (3) nilai visual dan estetis layang-layang bebean di Desa Ungasan Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah pembuat layang-layang bebean yang ada di Desa Ungasan Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah menggunakan metode observasi, wawancara, dokumentasi, rekontruksi, dan kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) bahan dan alat yang digunakan dalam pembuatan layang-layang yaitu: bambu Santong, kain parasut, tali tambang, benang nilon, benang kasur, benang jahit, tali plastik/tali pancing, pisau, meteran kayu, meteran kain, golok, gergaji, gunting benang, gunting kain, mesin jahit, cutter, jarum jahit, pensil, dan penggulung benang, (2) Proses pembuatan layang-layang bebean dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu dimulai dari; menyiapkan bahan dan alat, memotong bambu sesuai ukuran, memasang tulang sehingga menjadi kerangka layang-layang bebean, membuat pola pada kain, memasang kain penutup pada kerangka layang-layang, membuat dan memasang goangan, dan yang terakhir memasang tali timbang dan tali penarik layang-layang bebean, (3) Secara visual layang-layang memiliki unsur-unsur garis, bidang, dan warna. Sedangkan secara Estetik layanglayang bebean mengandung prinsip harmoni pada keserasian penyusunan kerangka dan prinsip kontras pada perpaduan warnanya. Sedangkan asas yang terkandung dalam desain layang-layang bebean adalah asas proporsi, kesederhanaan, kesatuan, serta keseimbangan yang bersifat simetris. Kata-kata kunci : layang-layang bebean, nilai visual, nilai estetik
Abstract This study aims to determine (1) materials and tools in the process of making a bebean kites, (2) the process of making a bebean kites, (3) visual and aesthetic values bebean kites in Ungasan Village, South Kuta District, Badung Regency. Type of research is descriptive qualitative research. The subjects were bebean kites makers in the Ungasan Village, South Kuta District, Badung Regency. The method of data collection was performed using the method of observation, interviews, documentation, reconstruction, and literature. The results showed that (1) the materials and tools used in the manufacture of bebean kites, namely: Santong bamboo, parachute cloth, rope, nylon yarn, thread mattresses, sewing thread, plastic string / fishing line, knives, wooden meter, cloth meter, machetes, saws, scissors yarn, fabric scissors, sewing machine, cutter, sewing needles, pencils, and bobbin, (2) the process of making a bebean kites can be divided into several parts which starts from; preparing materials and tools, bamboo cut to size, put the bones to become bebean kite frame, making patterns on cloth, put the cloth covering the kite frame, making and installing goangan, and the last weigh put straps and rope towing bebean kites, (3) visually kite has the elements of line, shape, and color. As for the Aesthetic bebean kites contains the principle of harmony in harmony preparation of the framework and principles of the blend color contrast. While the principles embodied in the design of the bebean kites is the principle of proportion, simplicity, unity, and balance are symmetrical. Key words: bebean kites, visual values, aesthetic values
PENDAHULUAN Bangsa Indonesia merupakan bangsa dengan ragam suku bangsa yang sangat kaya. Setiap suku bangsa tersebut membawa ciri khas kebudayaannya, keunikan di Indonesia ini membuat bangsa Indonesia tidak habis-habis diteliti dan dipelajari. Salah satu yang merupakan bagian dari kebudayaan adalah permainan rakyat atau Folkfore. Permainan rakyat adalah sebuah tradisi yang sering dilakukan dalam sebuah suku bangsa. Setiap suku bangsa yang ada di Indonesia pada umumnya memiliki permainan rakyat masing-masing. Entah itu masih dilaksanakan atau pun telah pudar ditelan oleh zaman (Soelaeman, 1987). Permainan rakyat sangat berguna bagi setiap manusia dikarenakan permainan adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh setiap orang untuk melepaskan penat dan bosan. Setiap orang butuh perasaan senang dan harus bermain. Sebuah kebutuhan dari dalam diri manusia yang akan membuat diri manusia itu menjadi pribadi yang seimbang. Selain sebagai sarana untuk refreshing, di dalam permainan rakyat juga banyak memiliki nilai-nilai luhur masyarakatnya. Nilai-nilai luhur tersebut yang kemudian menjadi tujuan utama dalam diadakannya sebuah permainan rakyat. Nilai-nilai ini juga yang menjadi alasan kuat bagi setiap suku untuk tetap melaksanakannya setiap tahun. Walaupun sudah banyak sebagian suku di Indonesia sudah tidak lagi mempertahankan permainan rakyatnya di zaman sekarang. Namun permainan rakyat yang masih bertahan akan menjadi ciri khas dan kebanggaan rakyat tersebut. Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (dalam Anggraini, 2009:2) membagi permainan rakyat berdasarkan sifatnya atas dua golongan besar yaitu “permainan rakyat untuk bermain (play) dan permainan rakyat untuk bertanding (game)”. Golongan yang sifatnya untuk bermain lebih menekankan fungsi untuk mengisi waktu senggang, melepaskan kejenuhan atau rekreasi, sedangkan golongan untuk bertanding kurang mempunyai sifat itu tetapi lebih terorganisir, diperlombakan
(kompetisi) dan dimainkan paling sedikit oleh dua orang untuk menentukan yang kalah dan yang menang. Salah satu permainan rakyat yang masih bertahan hingga saat ini yaitu permainan layang-layang. Permainan layang-layang terdapat hampir di berbagai daerah di dunia. Terutama daerah dengan hembusan angin yang cukup kencang. Di Indonesia permainan layang-layang dikenal di seluruh wilayah di tanah air. Namun setiap wilayah tersebut memiliki tujuan yang berbeda-beda dalam melaksanakan permainan layang-layang. Di Bali permainan layang-layang ini diadakan karena memang sebuah tradisi budaya Bali dan menjadi kebutuhan. Permainan layang-layang biasanya diadakan di Bali ketika panen telah usai, permainan ini dilakukan di sawah yang padinya telah dipanen sebagai bentuk ucapan syukur kepada Dewi Sri sehingga setiap desa khususnya di Bali Selatan mengadakan kegiatan lomba layang-layang dengan berbagai kriteria-kriteria tertentu (Anggraini, 2009). Jenis layang-layang yang dilombakan pun bermacam-macam. Terbagi menjadi layang-layang tradisional Bali dan layang-layang Kreasi. Ada tiga jenis layang-layang tradisional Bali yaitu Pecukan, Janggan, dan Bebean. Layanglayang tradisional Bali ini merupakan sebuah karya seni yang bersifat komunal dan memiliki dimensi spiritual yang tetap dipertahankan baik bentuk maupun warnanya oleh masyarakat dari masa ke masa. Oleh karena itu benda seni yang bersifat tradisi tersebut memiliki nilai yang sangat tinggi dan tertanam ideologi masyarakat yang menciptakannya. Sedangkan layang-layang yang dilombakan lainnya adalah layang-layang Kreasi. Layang-layang Kreasi ini memiliki bentuk yang bermacam-macam dari yang berbentuk dua dimensi hingga tiga dimensi. Misalnya berbentuk serial kartun yang sedang nge-trend, perahu layar tiga dimensi, kereta kuda, dan banyak lagi yang lainnya. Sistem pewarnaannya pun biasanya berwarna-warni tanpa terikat oleh simbol-simbol tertentu.
Gambar 1. Layang-layang yang Dilombakan pada Festival Layang-layang di Bali Salah satu desa yang aktif mengikuti perlombaan layang-layang adalah Desa Ungasan. Desa Ungasan adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Desa ini merupakan daerah yang berbukit, terletak + 5 km dari Ibu Kota Kecamatan Kuta Selatan, + 30 km dari Ibu Kota Kabupaten, dan + 25 km dari Ibu Kota Provinsi. Sebelah Utara adalah Kelurahan Jimbaran, sebelah Timur adalah Desa Kutuh, sebelah Selatan adalah Samudra Indonesia, dan sebelah Barat adalah Desa Pecatu. (www.desaungasan.badungkab.go.id). Desa Ungasan ini sering mengikuti perlombaan layang-layang baik di tingkat kecamatan maupun provinsi. Hal ini juga bisa dilihat dari letak geografisnya yang bersebelahan dengan Samudra Indonesia sehingga menyebabkan daerah ini mempunyai hembusan angin yang cukup kencang. Faktor tersebut menjadi tak mengherankan apabila penduduk desa di daerah tersebut merupakan langganan dalam mengikuti perlombaan layang-layang tingkat Provinsi Bali (wawancara dengan Nyoman Suana, 14 April 2014). Fokus masyarakat Desa Ungasan dalam mengikuti perlombaan adalah untuk kategori layang-layang jenis Bebean. Layang-layang Bebean dipilih karena memiliki keunikan tersendiri dibandingkan layang-layang jenis lainnya. Adapun keunikan layang-layang Bebean yaitu; 1) hanya terdapat di Bali, 2) hanya dibuat pada musim tertentu, 3) favorit masyarakat
Bali, 4) memiliki berbagai macam ukuran dari yang terkecil hingga terbesar, 5) tradisi komunal masyarakat Bali, dan 6) memiliki dimensi spiritual. Pertama, layang-layang Bebean hanya terdapat di Bali dan merupakan layang-layang tradisional Bali (Puspoyo, 1995:23). Sehingga secara otomatis merupakan tradisi komunal masyarakat Bali (point 5). Ke dua, layang-layang ini hanya dibuat pada musim tertentu yaitu musim berhembusnya angin Musim Timur pada bulan Juli dan juga bersamaan dengan diadakan lomba layang-layang tingkat Provinsi Bali setiap tahunnya (wawancara dengan panitia layang-layang I Made Susila Patra). Ke tiga, layang-layang Bebean adalah layang-layang yang paling disukai oleh sebagian besar masyarakat Bali. Pada Festival Layang-layang XXXVI Tingkat Provinsi Bali, jumlah semua peserta adalah 1318 peserta. Dari keseluruhan peserta tersebut peserta layang-layang Bebean sebanyak 740 peserta, Janggan sebanyak 161 peserta, pecukan sebanyak 355 peserta, dan kreasi sebanyak 62 peserta (data panitia layang-layang Bali XXXVI Tahun 2014). Ke empat, layang-layang Bebean mempunyai berbagai macam ukuran dari yang terkecil hingga yang terbesar yang disesuaikan dengan keinginan pembuat layang-layang. Pembuatan berbagai ukuran layang-layang Bebean lebih mudah karena sudah memiliki patokan-patokan ukuran tertentu. Ke lima, layang-layang Bebean ini merupakan tradisi komunal masyarakat Bali. Tradisi yang turun temurun dari masa ke masa dengan pemilihan bentuk dan warna yang konsisten dan tidak berubah. Ke enam, layang-layang Bebean memiliki dimensi spiritual. Dimensi spiritual ini paling nampak pada pemilihan warna pada kain penutup layang-layang yang menyimbolkan dewa Tri murti. Keunikan layang-layang tersebut membuat penulis ingin mengetahui lebih jauh tentang layang-layang Bebean, yaitu mengenai sejarah, eksistensi, proses pembuatan, alat dan bahan, serta nilai estetik layang-layang Bebean di Desa
Ungasan, Kecamatan Kabupaten Badung.
Kuta
Selatan,
METODE Penelitian yang berjudul layanglayang Bebean ini bersifat deskriptif kualitatif. Bersifat Deskriptif karena penelitian ini merupakan penelitian yang berusaha menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, jadi ia juga menyajikan data, menganalisis dan menginterpretasi. Penelitian deskriptif bertujuan untuk pemecahan masalah secara sistematis dan faktual mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi (Narbuko, 2003). Sedangkan pengertian penelitian kualitatif menurut Taylor dan Bogdan dalam Suyanto (2005:166) dapat diartikan sebagai “penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti”. Penelitian kualitatif mempunyai proses penelitian yang berkesinambungan sehingga tahap pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data dapat dilakukan secara bersamaan selama proses penelitian. Prosedur penelitiannya pun tidak distandardisasi dan bersifat fleksibel. Hal ini dikarenakan variabelvariabel dalam penelitian kualitatif bersifat relatif yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal yang tidak dapat diangkakan. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif kualitatif adalah sebuah penelitian yang berkesinambungan dalam proses penyajian data, analisis data, dan juga interpretasi data sehingga analisis data tidak mutlak dilakukan di akhir pengolahan data karena data yang bersifat fleksibel. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data lisan, data tulis, dan data gambar kontruksi layang-layang. Data lisan merupakan data primer hasil wawancara dengan narasumber. Data tulis merupakan data sekunder berupa bukubuku sebagai panduan dalam melengkapi data. Sedangkan data gambar rekontruksi layang-layang merupakan data yang dihasilkan dengan mengilustrasikan data tulis dan lisan dalam bentuk gambar
rekontruksi. Data gambar juga berupa fotofoto hasil dokumentasi menggunakan kamera. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari berbagai kalangan yaitu salah satu warga masyarakat Desa Ungasan sebagai sumber yang membuat layanglayang Bebean dan panitia lomba layanglayang tingkat Provinsi Bali yaitu Persatuan Layang-layang Indonesia Cabang Bali. Seluruh data yang terkumpul disusun berdasarkan urutan masalah, mulai dari bahan dan alat, proses pembuatan, serta analisis estetik layang-layang Bebean di Desa Ungasan Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung. Setelah semua data terkumpul maka selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis data dengan cara analisis coding dan domain taksonomi. Tahapan analisis data coding terbagi menjadi tiga bagian besar yaitu open coding, axial coding, dan selective coding (Sudikan, 2001). Pada tahap open coding peneliti berusaha memperoleh sebanyak-banyaknya variasi data yang terkait dengan topik penelitian. Open coding meliputi proses merinci (breaking down), memeriksa (examining), membandingkan (comparing), dan mengkonseptualisasikan (conceptualizing), dan mengkategorikan (categorizing) data. Pada tahap axial coding hasil yang diperoleh dari open coding diorganisir kembali berdasarkan kategori untuk dikembangkan ke arah proposisi. Pada tahap ini dilakukan analisis hubungan antarkategori. Pada tahap selective coding peneliti mengklasifikasikan proses pemeriksaan kategori inti kaitannya dengan kategori lainnya. Kategori inti ditemukan melalui perbandingan hubungan kategori dan akhirnya menghasilkan simpulan yang diangkat menjadi general design. Spradley (Sudikan, 2001) membahas empat macam analisis yang memiliki satu tujuan tunggal yaitu mengungkapkan sistem makna budaya yang digunakan oleh masyarakat. Keempat macam analisis tersebut yaitu; (1) analisis domain, meliputi penyelidikan terhadap unit-unit pengetahuan budaya yang lebih besar yang disebut domain. Dalam melakukan jenis analisis ini peneliti akan mencari simbol-simbol budaya yang
termasuk kategori (domain) yang lebih besar berdasar atas beberapa kemiripan, (2) analisis taksonomi, meliputi pencarian struktur internal domain serta membentuk identifikasi susunan yang bertentangan, (3) analisis komponen, meliputi pencarian atribut-atribut yang menandai berbagai perbedaan di antara simbol-simbol dalam sebuah domain, dan (4) analisis tema, pencarian hubungan di antara domain dan bagaimana domain-domain itu dihubungkan dengan budaya secara keseluruhan. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan-bahan dalam pembuatan layang-layang Bebean terdiri dari tiga bahan utama yaitu bambu Santong dan kain Parasut. Bahan-bahan lainnya merupakan bahan-bahan pelengkap yang perannya untuk menggabungkan atau pun penyeimbang bahan utama tersebut. Namun keseluruhan bahan tersebut adalah komponen penting yang tidak dapat dilepaskan dari proses pembuatan layanglayang Bebean. Ada pun bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan layang-layang Bebean adalah sebagai berikut.
Gambar 2. Bahan-bahan untuk Membuat Layang-layang Bebean 1. Bambu Santong Bambu Santong atau Bambu Legi (Gigantochloa ater) adalah bambu yang memiliki kekuatan, kelenturan, serta tahan lama. Memiliki panjang buku antara 25-38 cm dan diameter 8-15 cm. Bambu ini
banyak terdapat di Desa Ungasan dan bagus sebagai bahan pembuatan layanglayang. Bambu ini langsung diambil dari perkebunan bambu yang ada di daerah Kuta Selatan. Bambu Santong dipilih karena merupakan bambu yang kuat, memiliki kelenturan yang bagus, serta bisa bertahan hingga bertahun-tahun. Selain itu, bambu santong juga merupakan bambu yang tahan terhadap serangan rayap. Bambu yang ditebang untuk digunakan sebagai bahan layang-layang Bebean berumur sedang sekitar 4-5 tahun. Jika bambu terlalu tua, maka kelenturannya kurang tercapai sedangkan apabila bambu terlalu muda maka kekuatannya belum maksimal. Sebelum melakukan penebangan bambu, terlebih dahulu harus mencari hari baik untuk proses pemotongannya. Bambu yang dipilih tidak boleh bengkok, bambunya harus utuh dari pangkal sampai ujung (maksudnya tidak boleh ada yang rusak atau mati), serta memiliki warna hijau kekuningan. Penggunaan bamboo pada kontruksi layang-layang Bebean dikarenakan bamboo seratnya memanjang sehingga mempunyai kelenturan serta bahannya yang ringan dibandingkan dengan kayu pada umumnya. Bambu adalah batangan yang lurus sedangkan kayu massanya berat dan bercabangcabang. Bamboo juga berongga, ini juga merupakan alasan mengapa bamboo dipilih daripada kayu sebagai kontruksi layanglayang. Biasanya bambu Santong dipersiapkan setahun sebelum proses pembuatan layang-layang. Disimpan terlebih dahulu tanpa dipotong-potong sampai kadar airnya berkurang atau menyusut. Namun bisa juga setelah penebangan batang bambu, bambu dipotong kecil-kecil dengan ketebalan sekitar 2-3 cm dan dikeringkan di bawah terik matahari selama + seminggu. 2. Tali plastik/tali pancing Tali Plastik atau Tali pancing adalah tali berwarna bening yang memiliki kekuatan yang cukup tinggi. Tali ini biasanya digunakan sebagai tali pancing ikan. Tali plastik atau tali pancing ini berfungsi untuk mengikat bagian-bagian
tulang layang-layang yang akan disambungkan menjadi satu kesatuan. Kelebihan tali ini adalah tidak mudah patah/kuat dan ikatan yang dihasilkan tidak mudah longgar serta tahan lama. 3. Tali nilon Benang Nilon yang digunakan adalah benang nilon yang tipis. Tali nilon/benang nilon digunakan untuk menyetel / menyeimbangkan kerangka layang-layang. 4. Kain Parasut Pemilihan kain parasut sebagai kain penutup layang-layang Bebean adalah; (1) Memiliki pori-pori yang kecil seperti kertas sehingga mampu menahan aliran angin, (2) Memiliki massa yang ringan sehingga layang-layang mudah diterbangkan karena tidak terlalu berat, (3) Tidak mudah menyerap air sehingga masih bisa terbang saat terkena air, dan (4) Cepat kering. 5. Benang kasur Benang kasur adalah benang yang memiliki diameter yang lebih besar dibandingkan dengan benang jahit untuk mesin jahit. Hal ini dikarenakan benang kasur digunakan untuk menjahit kain kasur yang memiliki pori-pori cukup besar. Benang kasur juga memiliki kekuatan tinggi dan biasanya berwarna putih. Benang kasur digunakan untuk menjahit/menggabungkan antara kain penutup layang-layang dengan kerangka layang-layang. Benang kasur ini digunakan karena memiliki ukuran yang lebih besar serta kekuatan yang melebihi dari benang jahit biasa. 6. Benang jahit Dalam pembuatan layang-layang Bebean fungsi dari benang jahit ini adalah sebagai bahan utama dalam proses penjahitan kain penutup layang-layang Bebean antara ketiga warna Tridatu. Proses penjahitan ini menggunakan mesin jahit. 7. Tali tambang Tali tambang adalah tali yang memiliki kekuatan yang tinggi. Tali ini sudah lama digunakan penduduk Indonesia.
Digunakan untuk tali sumur, tali sapi, maupun tali untuk menebang kayu. Sedangkan alat-alat yang harus dipersiapkan yaitu; pancing, pisau, meteran kayu, meteran kain, golok, gergaji, gunting benang, gunting kain, mesin jahit, cutter, jarum jahit, pensil, dan penggulung benang. Seperti gambar berikut.
Gambar 3. Alat yang Digunakan dalam Pembuatan Layang-layang Bebean Langkah - langkah pembuatan layang-layang Bebean setelah menyiapkan alat dan bahan adalah sebagai berikut. 1. Memotong bambu sesuai ukuran Apabila mengambil Tulang Pelengkung sebagai patokan pola layanglayang Bebean, maka perbandingan yang didapatkan adalah sebagai berikut : Tulang Jujuk =¾ T. Pelengkung Tulang Ekor =¾ T. Pelengkung Tulang Petak Bawah =½ T. Pelengkung Tulang Petak Atas =¼ T. Pelengkung a. Tulang jujuk Tulang jujuk adalah tulang yang tegak lurus dengan tulang petak atas, tulang pelengkung, dan tulang petak bawah. Tulang ini merupakan tulang yang memiliki diameter paling besar dikarenakan menjadi penyangga dari tulang-tulang lainnya. Tulang jujuk merupakan tulang tempat tulang petak atas, tulang pelengkung, tulang petak bawah, dan tulang ekor terikat.
Gambar 4. Tulang Jujuk untuk Mengikat Tulang Petak Atas
Gambar 8. Tulang Pelengkung c. Tulang petak atas Tulang petak atas adalah tulang horizontal yang terdapat di bagian paling atas dari layang-layang Bebean.
Gambar 5. Tulang Jujuk untuk Mengikat Tulang Pelengkung
Gambar 9. Tulang Petak Atas. d. Tulang petak bawah Tulang petak bawah adalah tulang horizontal yang terdapat di bawah tulang pelengkung dan di atas tulang ekor.
Gambar 6. Tulang Jujuk untuk Mengikat Tulang Petak Bawah dan Tulang Ekor
Gambar 10. Tulang Petak Bawah e. Tulang ekor Tulang ekor terdiri dari dua tulang yang memiliki panjang yang sama di bawah tulang petak bawah.
Gambar 7. Tulang Jujuk Utuh b. Tulang pelengkung Tulang pelengkung merupakan salah satu tulang layang-layang berarah horizontal yang terdapat di bawah tulang petak atas. Tulang ini melengkung ke arah bawah dan menjadi patokan panjang tulang-tulang lainnya.
Gambar 11. Tulang Ekor 2. Memasang tulang sehingga menjadi kerangka layang-layang Bebean Tulang-tulang yang telah dipotongpotong sesuai ukuran dan diraut dipersiapkan terlebih dahulu. Tali pancing/plastik juga harus dipersiapkan
sebagai tali pengikat yang akan menggabungkan antara tulang satu dengan tulang yang lain. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menggabungkan tulang-tulang layanglayang menjadi kerangka layang-layang adalah sebagai berikut. a. Pasang tulang petak atas pada tulang jujuk
Gambar 15. Mengikat Benang Nilon pada Kepala dan Badang Layanglayang e. ikat bambu perekat pada kepala dan badan layang-layang
Gambar 12. Memasang Tulang Petak Atas pada Tulang Jujuk b. Pasang tulang pelengkung pada tulang jujuk
Gambar 16. Mengikat Bambu Perekat pada Kepala dan Badan Layanglayang f. Pasang tulang ekor pada tulang jujuk
Gambar 13. Memasang Tulang Pelengkung pada Tulang Jujuk c. Pasang tulang petak bawah pada tulang jujuk
Gambar 14. Memasang Tulang Petak Bawah pada Tulang Jujuk d. ikat benang nilon pada kepala dan badan layang-layang
Gambar 17. Memasang Tulang Ekor pada Tulang Jujuk g. Ikat benang nilon dan bambu perekat pada tulang ekor
Gambar 18. Mengikat Benang Nilon dan Bambu Perekat pada Tulang Ekor
3. Membuat pola dan menjahit kain penutup Kain penutup layang-layang terbagi menjadi 3 bagian besar yang dijahit terpisah. Adapun tiga bagian itu yaitu bagian badan, bagian ekor, dan bagian geleber. Warna yang dipakai untuk layanglayang Bebean adalah warna Tridatu yaitu merah, hitam, dan putih/kuning. Ketiga warna tersebut dikombinasikan pada kain penutup layang-layang Bebean. 4. Memasang kain penutup Pemasangan kain penutup layanglayang Bebean pada kerangka layanglayang Bebean dimulai dengan memasang bagian badan layang-layang, dijahit dengan menggunakan benang kasur, selanjutnya menjahit bagian ekor layang-layang, dan terakhir menjahit bagian geleber layanglayang Bebean. 5. Memasang goangan Goangan adalah kayu pinang atau bambu yang diraut tipis dan dilengkungin di depan dan di belakang layang-layang kemudian diberi pita goangan. Pita goangan ini bergetar saat terkena angin pada saat layang-layang Bebean diterbangkan. Getaran pita goangan ini dapat mengeluarkan bunyi yang menjadi ciri khas layang-layang Bebean. Jadi secara garis besar goangan terdiri dari tiga bagian yaitu bambu goangan, pita goangan, dan butiran goangan.
Pita Butiran
Goangan
Goangan
Bambu
Goangan
Gambar 19. Goangan 6. Memasang tali timbang dan tali penarik Langkah-langkah memasang tali timbang dan tali penarik adalah sebagai berikut. a. Kain penutup layang-layang pada bagian tulang pelengkung dilubangi sedikit,
lubang lebih kecil namun tali tambang masih bisa masuk. Biasanya kain dilubangi dengan menggunakan dupa yang masih ada bara apinya. b. Masukkan tali tambang ke dalam lubang tersebut dari bagian depan layanglayang Bebean. Lekatkan pada tulang pelengkung dan dibawa lagi ke bagian dengan layang-layang. Lalu tali tambang tersebut diikat menggunakan simpul mati pada bagian depan layang-layang. c. Lakukan juga pada sisi sebelahnya. Panjang tali timbang adalah sepanjang tulang petak bawah, pada tengah-tengah tali timbang tersebut ikat tali tambang sepanjang 2 kali tulang jujuk atau disesuaikan keseimbangannya sesuai dengan layang-layang. d. Kemudian tarik tegak lurus terhadap tulang pelengkung. Pada ujung titik lurus tegak lurus tersebut diikat tali penarik layang-layang. Tali penarik ini menggunakan sistem satu benang/tunggal. Layang-layang Bebean di Desa Ungasan Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung memiliki nilai visual dan estetik. Secara visual layang-layang memiliki unsur-unsur garis, bidang, dan warna. Garis terbagi lagi menjadi garis horizontal, vertikal, dan lengkung. Bidangnya terbentuk oleh adanya garis dan adanya warna yang berbeda. Sedangkan warna pada layang-layang Bebean merupakan warna yang menyimbolkan Tri datu yaitu merah sebagai Dewa Brahma, Hitam sebagai Dewa Wisnu, dan Putih sebagai Dewa Siwa. Secara Estetik layang-layang Bebean mengandung prinsip harmoni pada keserasian penyusunan kerangka dan prinsip kontras pada perpaduan warnanya. Sedangkan asas yang terkandung dalam desain layang-layang Bebean adalah asas proporsi, kesederhanaan, kesatuan, serta keseimbangan yang bersifat simetris. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai Layang-layang Bebean di Desa Ungasan Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung, dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut.
1)
2)
3)
Bahan dan alat dalam pembuatan layang-layang Bebean di Desa Ungasan Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung yaitu; bambu Santong, kain parasut, tali tambang, benang nilon, benang kasur, benang jahit, tali plastik/tali pancing, pisau, meteran kayu, meteran kain, golok, gergaji, gunting benang, gunting kain, mesin jahit, cutter, jarum jahit, pensil, dan penggulung benang. Proses pembuatan layang-layang Bebean dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu dimulai dari; menyiapkan bahan dan alat, memotong bambu sesuai ukuran, memasang tulang sehingga menjadi kerangka layanglayang Bebean, membuat pola pada kain, memasang kain penutup pada kerangka layang-layang, membuat dan memasang goangan, dan yang terakhir memasang tali timbang dan tali penarik layang-layang Bebean. Layang-layang Bebean di Desa Ungasan Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung memiliki nilai visual dan estetik. Secara visual layanglayang memiliki unsur-unsur garis, bidang, dan warna. Garis terbagi lagi menjadi garis horizontal, vertikal, dan lengkung. Bidangnya terbentuk oleh adanya garis dan adanya warna yang berbeda. Sedangkan warna pada layang-layang Bebean merupakan warna yang menyimbolkan Tridatu yaitu merah sebagai Dewa Siwa, Hitam sebagai Dewa Wisnu, dan Putih sebagai Dewa Brahma. Secara Estetik layang-layang Bebean mengandung prinsip harmoni pada keserasian penyusunan kerangka dan prinsip kontras pada perpaduan warnanya. Sedangkan asas yang terkandung dalam desain layang-layang Bebean adalah asas proporsi, kesederhanaan, kesatuan, serta keseimbangan yang bersifat simetris.
SARAN Meninjau kembali tujuan dan manfaat dari penelitian yang berjudul Layang-layang Bebean di Desa Ungasan Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten
Badung, maka beberapa saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut. 1) Layang-layang Bebean adalah sebuah permainan rakyat Bali yang merupakan salah satu kekayaan Indonesia. Kelestarian dan eksistensi layanglayang Bebean ini berada di tangan kita sebagai generasi muda. Setiap orang mempunyai cara sendiri untuk membantu melestarikan budaya tersebut sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Sebagai sivitas akademika maka upaya pelestarian budaya bangsa adalah dengan pembuatan artikel maupun buku yang dapat dihasilkan dari penelitian ini. 2) Bagi masyarakat Bali khususnya Desa Ungasan, penelitian ini hendaknya dijadikan sebagai arsip daerah sebagai pendokumentasian sebuah produksi budaya lokal pada masa sekarang. 3) Bagi masyarakat pembaca secara umum, penelitian ini bisa dijadikan sebagai referensi ilmiah ataupun buku panduan yang membantu masyarakat untuk membuat layang-layang Bebean. 4) Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis, penelitian ini bisa dikembangkan dengan mengangkat variable-variabel lainnya yang masih berhubungan. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, Niza. 2009. Fungsi Permainan
Layang-layang Suku Bagi Masyarakat Gunuang Rajo. Skripsi. Universitas Andalas. Tersedia pada sumber :
http://repository.unand.ac.id (diakses tanggal 13 Februari 2014, pukul 14.00 Wita) Anonim. 2014. Profil Desa Ungasan. Situs Resmi Desa Ungasan. Tersedia pada sumber :
www.desaungasan.badungkab.go.id (diakses tanggal 14 Juni 2014, pukul 14.00 Wita) Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara Puspoyo, Endang Widjanarko. 1995.
Layang-layang
Salah
Satu
Khasanah Budaya Bangsa. Jakarta : AldaPro. Soelaeman, Munandar. 1987. Ilmu Budaya Dasar - Suatu Pengantar. Bandung : PT. Refika Aditama. Sudikan, Setya Yuwana. 2001. Metode Penelitian Kebudayaan. Surabaya : Citra Wacana. Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2007. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Kencana.