ANALISIS TERMAL PENDINGINAN SIANG/MALAM (DAY/NIGHT COOLING) LARUTAN NUTRISI PADA BUDIDAYA TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill) DENGAN SISTEM NUTRIENT FILM TECHNIQUE (NFT)
Oleh: YUNIARTY RANDINIATY F14103070
2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Yuniarty Randiniaty. F14103070. Analisis Termal Pendinginan Siang/Malam (Day/Night Cooling) Larutan Nutrisi Pada Budidaya Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) dengan Sistem Nutrient Film Technique (NFT). Dibawah bimbingan: Yudi Chadirin dan Y. Aris Purwanto. 2007.
RINGKASAN Budidaya tanaman secara hidroponik merupakan salah satu alternatif sistem produksi tanaman secara lebih terencana dari segi mutu, waktu dan jumlah hasil panen. Hal ini dapat terjadi karena faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman diupayakan dalam kondisi yang optimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman diantaranya temperatur, cahaya, kelembaban udara, kadar CO2 dan ketersediaan unsur hara. Penggunaan rumah kaca dalam budidaya hidroponik dapat menciptakan lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman, tetapi dapat meningkatkan temperatur udara di dalam rumah kaca. Evaporative cooling merupakan salah satu cara mendinginkan udara di dalam rumah kaca. Tetapi cara ini kurang efektif dan membutuhkan biaya yang mahal. Cara ini tidak cocok diterapkan di Indonesia yang memiliki iklim panas dan lembab. Alternatif lain yang lebih efektif yaitu dengan pendinginan pada daerah yang terbatas atau zone cooling. Pendinginan yang dilakukan yaitu dengan mendinginkan larutan nutrisi pada tangki larutan yang kemudian disirkulasikan ke daerah perakaran tanaman. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mempelajari distribusi temperatur larutan nutrisi dalam bedeng tanaman pada sistem NFT dan melakukan analisis kebutuhan energi untuk pendinginan larutan nutrisi dalam budidaya tanaman secara NFT. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapangan Leuwikopo. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2007. Metode penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, diantaranya tahap persiapan, tahap pengamatan dan pengukuran. Persiapan yang dilakukan diantaranya pembuatan bedeng tanaman, persiapan peralatan serta penyediaan pupuk dan benih tanaman. Pengamatan dilakukan pada setiap bedeng yang mendapatkan perlakuan yang berbeda. Bedeng I merupakan bedeng yang mendapatkan perlakuan pendinginan malam hari (mulai pukul 18:00 sampai 06:00 WIB). Bedeng II merupakan bedeng yang mendapatkan perlakuan pendinginan sepanjang hari. Bedeng III merupakan bedeng yang tidak mendapatkan perlakuan pendinginan (bedeng kontrol). Pengukuran distribusi temperatur larutan nutrisi dilakukan pada bedeng bagian dalam yang berhubungan langsung dengan larutan nutrisi, sedangkan untuk melakukan analisis kebutuhan energi berdasarkan prinsip pindah panas. Pengukuran dilakukan pada setiap fase pertumbuhan tanaman pada masing-masing bedeng tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi temperatur larutan nutrisi disepanjang bedeng tanaman untuk bedeng I dan II meningkat dari inlet ke outlet. Bedeng I diperoleh nilai rata-rata beda temperatur larutan nutrisi pada setiap fase pertumbuhan antara inlet dan outlet sekitar 0.0 - 0.50C dengan rata-rata beda temperatur sebesar 0.20C, sedangkan untuk bedeng II sekitar 0.1 - 0.90C dengan rata-rata beda temperatur sebesar 0.40C. Rata-rata beda temperatur larutan nutrisi
2
bedeng III antara inlet dan outlet sebesar -0.40C dengan kisaran antara -1.0 hingga 0.80C. Semakin besar beda temperatur larutan nutrisi antara inlet dan outlet maka semakin banyak kalor yang diserap oleh larutan nutrisi disepanjang bedeng tanaman. Menurut Hidayat (1997), temperatur yang optimal untuk tanaman tomat yaitu pada siang hari temperatur berkisar antara 20 - 300C dan pada malam hari sekitar 15 - 200C. Temperatur malam sangat penting untuk pertumbuhan tanaman terutama untuk pembentukan bakal bunga dan buah. Sedangkan temperatur di daerah perakaran tanaman yang optimal sekitar 20 - 250C. Temperatur larutan nutrisi rata-rata didaerah perakaran pada setiap fase pertumbuhan tanaman pada masing-masing bedeng antara lain, untuk bedeng I temperatur larutan nutrisi pada siang hari berkisar antara 21.5 – 31.00C, malam hari sekitar 20.0 – 31.80C, pada bedeng II berkisar antara 16.7 – 25.10C pada siang hari dan 16.3 – 24.80C pada malam hari sedangkan pada bedeng III sekitar 25.4 – 37.20C pada siang hari dan 28.8 – 32.10C pada malam hari. Berdasarkan prosentase tumbuh dan tinggi tanaman tomat. Pertumbuhan tanaman tomat pada bedeng I secara umum lebih baik daripada bedeng II dan bedeng III. Prosentase tumbuh tanaman pada bedeng I sebesar 93.9%, bedeng II sebesar 12% sedangkan bedeng III sebesar 90.9%. Temperatur larutan nutrisi pada bedeng I mendekati temperatur optimal untuk pertumbuhan tanaman tomat. Pada siang hari, larutan nutrisi cenderung melepaskan kalor ke lingkungan karena temperatur larutan nutrisi lebih tinggi daripada temperatur lingkungannya terutama pada bedeng I sebesar 0.58 MJ/hari dan bedeng II sebesar 0.51 MJ/hari. Sedangkan pada malam hari, larutan nutrisi cenderung menyerap panas dari lingkungan terutama pada bedeng II, besarnya rata-rata sekitar 11.27 MJ/hari. Besarnya energi listrik untuk pendinginan yang diperlukan untuk bedeng I yaitu sebesar 18.42 MJ/hari. Sedangkan untuk bedeng II, energi listrik yang dibutuhkan sebesar 26.47 MJ/hari. Perlakuan pendinginan pada bedeng I dapat menghemat energi listrik sebesar 8.05 MJ/hari. Jika diasumsikan harga listrik per kWh sebesar Rp. 600,- maka akan diperoleh penghematan sebesar Rp. 1344,-/hari. Perlakuan pendinginan larutan nutrisi dapat optimal dilakukan di dalam rumah kaca apabila temperatur larutan nutrisi dapat dipertahankan pada temperatur optimum tanaman, sehingga perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut mengenai alat pendingin agar temperatur larutan dapat konstan dan sesuai dengan temperatur yang diinginkan.
3
RIWAYAT HIDUP
Yuniarty Randiniaty dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 1 Juni 1984 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Pada tahun 1996 penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Gunung Batu IV Bogor. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan di SLTP Negeri 4 Bogor. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 6 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis memilih Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA). Selain itu, penulis juga pernah melakukan kegiatan praktek lapang di PT. Mekar Unggul Sari, Cileungsi Bogor, dan menulis laporan praktek lapang yang berjudul “Mempelajari Aspek Teknik Pengendalian Lingkungan Pada Budidaya Melon Secara Hidroponik di Taman Wisata Mekarsari Cileungsi, Bogor”. Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Termal Pendinginan Siang/Malam (Day/Night Cooling) Larutan Nutrisi Pada Budidaya Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) dengan Sistem Nutrient Film Technique (NFT)” di bawah bimbingan Yudi Chadirin, S.TP, M.Agr dan Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc.
4
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana yang diharapkan. Shalawat dan salam penulis panjatkan untuk Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi tauladan dalam menjalani hidup ini. Skripsi ini berjudul ”Analisis Termal Pendinginan Siang/Malam (Day/Night Cooling) Larutan Nutrisi Pada Budidaya Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) dengan Sistem Nutrient Film Technique (NFT)”. Selama melaksanakan penelitian dan penulisan laporan akhir ini telah banyak pihak yang membantu penulis, sehingga dengan segala kerendahan hati penulis sampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Yudi Chadirin, S.TP, M.Agr dan Dr. Ir. Y .Aris Purwanto, M.Sc, selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan motivasi yang berharga bagi penulis. 2. Bapak Chusnul Arif, S.TP selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis. 3. Keluarga tercinta atas doa dan dukungannya baik moril dan material. 4. Bapak Ahmad selaku teknisi Laboratorium Lingkungan dan Bangunan Pertanian FATETA IPB yang telah membantu penulis dalam penyediaan peralatan dalam melaksanakan penelitian ini. 5. Shinta, Eka, Rena Nurista, Dewi R.A, Dewi Nurna, Murniwati, Rizky, Deta, Riris, Fauzan, Yusuf, Ale, Deni, Asum yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini. 6. Tri Sutrisno, Rika dan Elly yang selalu memberikan semangat kepada penulis dalam melaksanakan penelitian ini. 7. Rekan-rekan LBP 40 dan seluruh teman-teman TEP 40 IPB dan semua pihak yang telah memberikan dukungan moril dalam penelitian ini.
5
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan penulis menerima segala kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2007
Penulis
6
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii DAFTAR SIMBOL ........................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vii I. PENDAHULUAN........................................................................................ 1 A. Latar Belakang ........................................................................................ 1 B. Tujuan ..................................................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4 A. Temperatur ............................................................................................... 4 B. Sistem Nutrient Film Technique (NFT) ................................................... 5 C. Rumah Kaca ............................................................................................. 7 D. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill).................................................... 8 E. Sistem Pendingin ...................................................................................... 9 F. Pindah Panas ............................................................................................. 11 III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 12 A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 12 B. Alat dan Bahan ......................................................................................... 12 C. Metoda Penelitian ..................................................................................... 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 20 A. Distribusi Temperatur larutan Nutrisi Sepanjang Bedeng Tanaman ....... 20 B. Analisis Kebutuhan Energi Untuk Pendinginan Larutan ......................... 30 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 32 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 35 LAMPIRAN ....................................................................................................... 37
7
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Berat (g) garam-garaman murni untuk dilarutkan ke dalam 1000 liter air ...............................................................................................
7
8
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema sederhana siklus pendinginan kompresi uap ......................... 10 Gambar 2. Hybrid recorder ................................................................................. 14 Gambar 3. Skema bedeng tanaman dan titik pengukuran ................................... 16 Gambar 4. Skema pindah panas .......................................................................... 18 Gambar 5. Beda temperatur larutan nutrisi pada fase vegetatif tanaman tanggal 12 Mei 2007 ...................................................................................... 20 Gambar 6. Tanaman tomat (a) dan akar tanaman tomat (b) pada bedeng I ........ 22 Gambar 7. Tanaman tomat (a) dan akar tanaman tomat (b) pada bedeng II ....... 22 Gambar 8. Tanaman tomat yang mengalami stres (a) dan akar tanaman yang membusuk (b) pada bedeng III................................................. 22 Gambar 9. Beda temperatur larutan nutrisi pada fase generatif awal (pembungaan) tanaman tanggal 10 Juni 2007................................... 23 Gambar 10. Tanaman tomat yang diduga mengalami gejala kekurangan unsur hara ................................................................................................... 25 Gambar 11. Beda temperatur larutan nutrisi pada fase generatif akhir (pembuahan) tanaman tanggal 20 Juli 2007.................................... 25 Gambar 12. Buah tomat pada bedeng I ............................................................... 28 Gambar 13. Buah tomat pada bedeng II.............................................................. 28 Gambar 14. Buah tomat pada bedeng III ............................................................ 28 Gambar 15. Perubahan temperatur udara lingkungan (di dalam dan di luar) Rumah kaca pada fase generatif ...................................................... 29 Gambar 16. Penyerapan kalor bedeng tanaman .................................................. 30 Gambar 17. Konsumsi energi listrik per hari tanaman tomat ............................. 32 Gambar 18. Konsumsi energi listrik pendinginan per hari tanaman tomat ........ 32
9
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Distribusi temperatur larutan nutrisi pada fase pertumbuhan vegetatif tanaman tanggal 12 Mei 2007 .......................................... 37 Lampiran 2. Distribusi temperatur larutan nutrisi pada fase pertumbuhan generatif awal (pembungaan) tanaman tanggal 10 Juni 2007 ......... 38 Lampiran 3. Distribusi temperatur larutan nutrisi pada fase pertumbuhan generatif akhir (pembuahan) tanaman tanggal 20 Juli 2007 ........... 39 Lampiran 4. Intensitas matahari total .................................................................. 40 Lampiran 5. Pembungaan tanaman tomat ........................................................... 41 Lampiran 6. Pengendapan unsur hara (a) dan keadaan akar tanaman (b) pada bedeng II ......................................................................................... 42 Lampiran 7. Gambar alat pendingin yang digunakan ......................................... 43 Lampiran 8. Prosentase pembentukan bakal bunga tanaman tomat ................... 44 Lampiran 9. Penyerapan kalor (W/m) bedeng tanaman fase vegetatif tanggal 10 Juni 2007 ................................................................................... 45 Lampiran 10. Penyerapan kalor (W/m) bedeng tanaman fase generatif tanggal 1 Juli 2007 ..................................................................................... 47 Lampiran 11. Data tinggi tanaman tomat fase vegetatif ..................................... 50
10
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Budidaya tanaman secara hidroponik merupakan salah satu alternatif sistem produksi tanaman secara lebih terencana dari segi mutu, waktu dan jumlah hasil panen.
Hal ini dapat terjadi karena faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman dapat diupayakan dalam kondisi yang optimal. Faktorfaktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman diantaranya temperatur, cahaya, kelembaban udara, kadar CO2 dan ketersediaan unsur hara. Untuk menciptakan lingkungan yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman maka perlu dibuat suatu iklim mikro yang berbeda dengan iklim lingkungan sekitarnya.
Dengan demikian, diharapkan tanaman
dapat tumbuh dengan baik walaupun lingkungan disekitarnya berbeda dengan lingkungan asal tanaman tersebut. Teknik budidaya tanaman dalam rumah kaca (greenhouse) dengan sistem hidroponik adalah salah satu alternatif yang perlu diperhitungkan untuk menciptakan lingkungan yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman. Dengan sistem rumah kaca ini faktor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan dapat dikendalikan. Penggunaan rumah kaca dalam budidaya tanaman dapat membawa pengaruh, antara lain dapat meningkatkan temperatur udara di dalam rumah kaca, terlindunginya tanaman dari curah hujan secara langsung serta dapat berkurangnya intensitas serangan hama. Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis, yang memperoleh sinar matahari sepanjang tahun. Sehingga, dengan budidaya tanaman di dalam rumah kaca, maka temperatur di dalam rumah kaca akan menjadi tinggi. Terdapat beberapa metode pengendalian lingkungan untuk mengatasi tingginya temperatur udara di dalam rumah kaca, antara lain ventilasi dan pendinginan. Pendinginan udara dalam rumah kaca dapat dilakukan dengan evaporative cooling dan zone cooling. Evaporative cooling merupakan suatu cara untuk mendinginkan temperatur udara di dalam rumah kaca. Sedangkan zone cooling merupakan suatu cara penurunan temperatur secara terbatas yang dilakukan dengan mengalirkan udara dingin ke sekitar tanaman.
11
Penggunaan metode evaporatif cooling untuk menurunkan temperatur di dalam rumah kaca, selain mahal cara ini tidak efektif, karena kelembaban nisbi (RH) di dalam rumah kaca akan meningkat pada malam hari dan penyakit akan mudah berkembang. Cara ini kurang cocok diterapkan di Indonesia yang beriklim panas dan lembab. Alternatif lain yang lebih murah dan efektif adalah dengan metode zone cooling yaitu dengan mengalirkan larutan nutrisi yang didinginkan ke daerah perakaran tanaman. Karena daerah perakaran merupakan daerah kritis bagi tanaman. Walaupun temperatur udara di dalam rumah kaca tinggi tetapi apabila temperatur di daerah perakaran dapat dipertahankan cukup rendah maka pertumbuhan tanaman akan cukup baik. Sistem budidaya secara hidroponik yang biasa digunakan pada tingkat komersil adalah sistem Nutrient film techique (NFT). NFT merupakan suatu cara menumbuhkan tanaman dengan akar berada dalam aliran dangkal yang bersirkulasi dalam air yang mengandung unsur-unsur hara yang diperlukan oleh tanaman. Lapisan aliran yang ada tersebut sangat dangkal sehingga sebagian akar tanaman akan terendam dalam lapisan larutan nutrisi dan sebagian lagi akan berada pada bagian atasnya. Sesudah melewati bedeng tanaman, larutan nutrisi akan kembali ke tangki dan kemudian disirkulasikan kembali ke bedeng tanaman. Tomat adalah salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini secara luas dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi. Untuk mencapai hasil buah tomat yang baik selain dengan menggunakan varietas yang tahan terhadap penyakit dan hama, juga perlu diperhatikan teknologi budidaya yang tepat. Tanaman tomat sangat rentan terhadap lingkungan sehingga perlu penanganan lingkungan secara menyeluruh seperti cahaya, temperatur dan lingkungan sekitar akar tanaman. Iklim yang bervariasi juga perlu modifikasi untuk mencapai keadaan lingkungan yang diinginkan oleh tanaman tomat.
12
B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mempelajari distribusi suhu larutan nutrisi dalam bedeng tanaman pada sistem NFT 2. Melakukan analisis kebutuhan energi untuk pendinginan larutan nutrisi dalam budidaya tanaman secara NFT
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Temperatur Temperatur sangat besar pengaruhnya dalam mendukung atau membatasi pertumbuhan
tanaman.
Pertumbuhan
dan
metabolisme
tanaman
sangat
dipengaruhi oleh perubahan temperatur lingkungan (Fitter and Hay, 1994). Menurut Harjadi (1984), temperatur mempengaruhi kelarutan berbagai zat, kecepatan reaksi, kestabilan sistem enzim, kesetimbangan sistem lain dan persenyawaan. Sejumlah proses pertumbuhan mempunyai hubungan kuantitatif dengan temperatur, diantaranya respirasi, sebagian reaksi fotosintesis, gejala pematangan, dormansi, pembungaan dan pembentukan buah. Temperatur yang ekstrim dapat merusak tanaman. Temperatur terlalu dingin dapat membekukan dan temperatur terlalu tinggi dapat mematikan tanaman sebagai akibat koagulasi protein. Terhentinya pertumbuhan pada temperatur tinggi merupakan suatu gambaran dari suatu kesetimbangan metabolik yang terganggu (Harjadi, 1984). Respons laju pertumbuhan tanaman terhadap suatu kisaran temperatur yang luas (konstan) dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kisaran temperatur minimum dan maksimum, dimana pertumbuhan berhenti seluruhnya dan kisaran temperatur optimum dimana kecepatan pertumbuhan tertinggi dapat dipertahankan, dengan anggapan
bahwa
temperatur
merupakan
faktor
pembatas
pertumbuhan.
Temperatur optimum untuk pertumbuhan akar umumnya lebih rendah daripada temperatur untuk pertumbuhan taruk (tajuk) (Fitter and Hay, 1991). Fluktuasi temperatur harian terjadi karena rotasi bumi, pada malam hari tidak ada radiasi matahari dan terjadi perpindahan panas (kehilangan radiasi dari permukaan tanah). Dengan demikian, setiap hari terdapat temperatur maksimum yang terjadi beberapa saat setelah tengah hari dan temperatur minimum yang terjadi pada saat matahari terbenam. Pengaruh dari temperatur ditunjukkan dengan adanya perbedaan pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam greenhouse (Harjadi, 1984). Penurunan temperatur zona perakaran merupakan salah satu metode paling murah dan mudah dibandingkan dengan metode lainnya. Penurunan temperatur
14
zona perakaran ini dilakukan dengan cara mendinginkan larutan nutrisi (unsur hara dan mineral). Hal ini telah dilakukan pada tanaman tomat dimana dengan mempertahankan temperatur larutan nutrisi pada 22 oC dan dengan menggunakan sirkulasi larutan nutrisi secara berkala pada sistem NFT pertumbuhan tanaman tetap baik, walaupun temperatur udara dalam greenhouse mencapai 37 oC (Syam, 1995).
B. Sistem Nutrient Film Technique (NFT) Istilah hidroponik berasal dari bahasa latin yang terdiri dari kata “hydro” yang berarti air dan “ponos” yang berarti kerja. Ditinjau dari segi asal katanya, hidroponik berarti pengerjaan atau pengelolaan air yang digunakan sebagai media tumbuh tanaman yang dibudidayakan. Media tumbuh adalah tempat melekatnya akar tanaman dan juga sebagai tempat akar tanaman mengambil unsur hara yang diperlukan tanaman (Soeseno, 1985). Hidroponik dapat digolongkan menjadi dua berdasarkan tempat tumbuh dan perkembangan akar, yakni hidroponik kultur air/larutan, dalam sistem tersebut akar tanaman tumbuh dan berkembang dalam larutan nutrisi. Hidroponik substrat/agregat, dimana akar tanaman tumbuh dan berkmbang didalam media agregat/substrat seperti kerikil, pasir, rockwool, ataupun campuran media organik. Saat ini dikenal 8 macam teknik hidroponik modern, yakni Nutrient Film Technique (NFT), Static Aerated Technique (SAT), Ebb and Flow Technique (EFT), Deep Flow Technique (DFT), Aerated Flow Technique (AFT), Drip Irrigation Technique (DIT), Root Mist Technique (RMT), dan Fog Feed Technique (FFT) (Chadirin, 2006). Nutrient film technique (NFT) adalah metode budidaya tanaman yang akar tanamannya berada di lapisan air dangkal tersirkulasi yang mengandung nutrisi sesuai kebutuhan tanaman. Perakaran bisa jadi berkembang di dalam larutan nutrisi dan sebagian lainnya diatas permukaan larutan. Aliran larutan sangat dangkal, jadi bagian atas perakaran berkembang di atas air yang meskipun lembab tetap berada di udara. Di sekeliling perakaran itu terdapat selapis larutan nutrisi (Chadirin, 2006).
15
Kata “film” pada nutrient film technique (NFT) menunjukkan aliran tipis. Dengan demikian, hidroponik ini hanya menggunakan aliran air (nutrien) sebagai medianya. Keunggulan sistem hidroponik ini antara lain air yang diperlukan tidak banyak, kadar oksigen terlarut dalam larutan hara cukup tinggi, air sebagai media mudah didapat dengan harga murah, pH larutan mudah diatur dan ringan sehingga dapat disangga dengan talang (Sutiyoso, 2004). Pada pangkal talang bagian atas dikucurkan larutan hara. Secara gravitasi, larutan hara meluncur ke bagian bawah, membasahi helaian plastik dan kubus rockwool serta akar anak semai. Di ujung talang bagian bawah, kelebihan larutan ditampung dan dialirkan kembali ke tangki tandon larutan hara untuk disirkulasikan ke talang lagi (Sutiyoso, 2004). Untuk membuat selapis nutrisi, diperlukan syarat-syarat (Chadirin, 2006): 1. Kemiringan talang tempat mengalirnya larutan nutrisi kebawah benar-benar seragam. 2. Kecepatan aliran nutrisi masuk tidak boleh terlalu cepat dipertimbangkan dengan kemiringan talang. 3. Lebar talang memadai untuk menghindari terbendungnya aliran nutrisi oleh kumpulan akar. 4. Dasar talang harus rata dan tidak melengkung untuk mencapai kedalaman larutan nutrisi yang disyaratkan. Komposisi berat garam-garaman murni untuk dilarutkan dalam 1000 liter air tertera pada tabel 1.
16
Tabel 1. Berat (g) garam-garaman murni untuk dilarutkan ke dalam 1000 l air Bahan Formula Berat (gram) Potassium dihydrogen phosphate
KH2PO4
263
Potassium nitrate
KNO3
583
Calcium nitrate
Ca(NO3)2.4H2O
1003
Magnesium sulphate
MgSO4.7H2O
513
Fe-EDTA
[(CH2.N(CH2.COO)2]2FeNa
79
Manganous sulphate
MnSO4.H2O
6.1
Boric acid
H3BO3
1.7
Copper sulphate
CuSO4.5H2O
0.39
Ammonium molybdate
(NH4)6Mo7O24.4H2O
0.37
Zinc sulphate
ZnSO4.7H2O
0.44
Sumber: Cooper dalam Chadirin, 2006
C. Rumah Kaca Menurut Nelson (1981), greenhouse (rumah kaca) didefinisikan sebagai suatu bangunan yang memiliki struktur atap dan dinding yang bersifat tembus cahaya yang memungkinkan bagi cahaya yang dibutuhkan tanaman bisa masuk dan tanaman terhindar dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman, diantaranya curah hujan yang deras, tiupan angin yang kencang atau keadaan temperatur yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Selain itu dengan pemakaian greenhouse maka temperatur, kelembaban, cahaya dan keperluan tanaman dapat diatur sampai tanaman (sayuran) musiman dapat ditanam sepanjang tahun. Pemakaian greenhouse sebagai rumah tanaman mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan iklim mikro didalamnya. Terutama greenhouse yang tertutup dan terpisah dengan lingkungan diluarnya. Umumnya greenhouse model ini digunakan di negara-negara yang mempunyai empat musim. Hal ini dikarenakan perubahan iklim didaerah tersebut sangat ekstrim. Dengan demikian modifikasi iklim didalamnya dapat dilakukan secara lengkap, mulai dari konsentrasi CO2, temperatur, kelembaban dan lain-lain (Widyastuti 1993).
17
D. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) Tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan tanaman sayuran yang dimakan buahnya.
Di Indonesia, tanaman ini sudah lama
dibudidayakan tanpa diketahui dengan jelas kapan penyebarannya (Purwati, 1997). Menurut sejarahnya, tomat berasal dari kawasan Meksiko sampai Peru. Semua varietas tomat baik yang ditanam di Eropa maupun di Asia berasal dari biji yang dibawa dari Amerika latin oleh pedagang bangsa Spanyol dan Portugis pada abad ke-16. Tomat di Afrika diperkenalkan oleh pedagang dari Eropa atau bangsa yang menjajah negeri itu.
Pada masa sekarang tomat sudah demikian
berkembang, kultivar-kultivar modern atau hibrida dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi dilingkungan iklim yang jauh berbeda dari asalnya (Duriat, 1997). Sistematika tanaman tomat menurut para ahli botani adalah sebagai berikut (Jaya, 1997): Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Class
: Dicotiledoneae
Ordo
: Tubiflorae
Famili
: Solanaceae
Genus
: Lycopersicon
Spesies
: Lycopersicon esculentum Mill Tanaman tomat mempunyai akar tunggang, tumbuh baik secara horizontal
maupun vertikal. Daerah perakarannya dapat mencapai 1.5 m sedangkan ujung akarnya dapat mencapai kedalaman 0.5 m pada kondisi lingkungan yang optimum. Batang tanaman tomat berbentuk silinder, diameter batang dapat mencapai 4 cm dan ditutupi oleh bulu-bulu halus. Batang tanaman tomat lunak, sedikit berkayu sehingga mudah patah serta mempunyai banyak cabang. Daun tanaman tomat termasuk daun majemuk dan bercelah menyirip. Daun-daun tersebut letaknya tersusun disetiap sisi, daunnya berjumlah ganjil yaitu 5-7 helai dan antara pasangan-pasangan daun terdapat daun kecil yang disebut foliol. Bunga tanaman tomat berjenis kelamin dua, jumlah kelopaknya 5 buah berwarna hijau dan 5 buah mahkota bunganya berwarna kuning. Buah tomat sangat bervariasi
18
bentuk, ukuran, warna, kekerasan, rasa dan kandungan bahan padatnya (Jaya, 1997). Respons tanaman tomat terhadap unsur hara akan berkurang apabila temperatur udara dan substrat tidak sesuai dengan temperatur normal yang diinginkan oleh tanaman. Temperatur yang rendah disekitar tanaman dibawah 13oC akan menghambat penyerapan unsur hara. Temperatur yang optimal untuk tanaman tomat pada siang hari sekitar antara 20 - 30oC dan pada malam hari sekitar 15 - 20oC. Temperatur yang terlalu tinggi akan menyebabkan banyak bunga yang rontok. Sedangkan untuk temperatur didaerah perakaran tanaman yang optimal sekitar 20 - 25oC (Hidayat, 1997). Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh suhu. Sebagai contoh, pada suhu rendah tanaman tomat memproduksi dompolan bunga yang besar. Begitu suhu meningkat, ukuran dompolan mengecil. Demikian juga daun, ketika suhu tinggi, bentuk daun menjadi lebih panjang, sempit dan lebih tebal. Kondisi buah juga berpengaruh, tomat yang tumbuh pada temperatur 29oC memiliki kulit lebih lunak 30 % daripada yeng tumbuh didaerah bersuhu siang hari rata-rata 18oC (Untung, 2003).
E. Sistem Pendingin Pada pemeliharaan tanaman secara hidroponik dengan menggunakan sistem NFT, penurunan temperatur daerah perakaran dapat dilakukan dengan mendinginkan larutan nutrisi pada tangki penampung dan mengalirkannya ke tanaman. Mesin
pendingin
adalah
mesin
yang
berfungsi
untuk
mendinginkan/mempertahankan suhu suatu bahan dibawah suhu lingkungannya (Syarif dan Kumendong, 1992). Prinsip dasar pendinginan adalah menurunkan suhu bahan hingga suhu yang diinginkan.
Pendinginan adalah suatu proses perpindahan panas yang
menyebabkan fenomena pemindahan energi. Salah satu tipe mesin pendingin yang tersedia secara komersial adalah tipe kompresi uap. Mesin pendingin tipe kompresi uap memanfaatkan sifat perubahan bentuk refrigeran akibat perubahan tekanan dalam menghasilkan efek pendinginan. Komponen dasar yang digunakan
19
mesin ini adalah kondensor, evaporator, kompresor, dan pipa kapiler (katup ekspansi) dan juga beberapa perlengkapan tambahan dan pipa-pipa penghubung. Seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Kondensor
Kompresor Katup Ekspansi Evaporator
Gambar 1. Skema sederhana siklus pendinginan kompresi uap
Uap panas refrigeran bertekanan rendah, dihisap dari evaporator ke kompresor menjadi uap panas yang bertekanan tinggi ke arah alat pengembun (kondensor).
Dengan cara mendinginkan dengan air atau udara, uap panas
bertekanan tinggi itu mengembun menjadi cairan. Panas pengembunan dibuang dari refrigeran bersama air atau udara pendinginan kondensor. Dari kondensor, cairan refrigeran mengumpul di dalam tangki penerimaan sebagai cairan bertekanan tinggi. Cairan bertekanan tinggi ini mengalir melalui katup ekspansi yang menentukan jumlah cairan refrigeran bertekanan rendah mengaliri gulungan pipa evaporator. Di dalam evaporator, refrigeran mendidih, memuai dan menguap. Tenaga panas untuk menguap itu diserap dari lingkungan sekitar ruangan dan juga dari medium yang didinginkan. Panas yang dikandung oleh uap refrigeran bertekanan rendah, diisap melalui pipa penghisapan, ke dalam kompresor, untuk dimampatkan menjadi uap refrigeran bertekanan tinggi, dan selanjutnya diubah menjadi refrigeran cair yang dapat lagi digunakan untuk proses refrigerasi selanjutnya
20
F. Pindah Panas Pindah panas dapat didefinisikan sebagai perpindahan energi dari satu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari beda suhu dari daerah-daerah tersebut (Kreith, 1973). Pindah panas dapat terjadi baik secara konveksi, konduksi maupun radiasi. 1. Konveksi adalah pindah panas yang dihubungkan dengan pergerakan fluida. Apabila gerakan fluida terjadi karena adanya gaya gerak dari luar maka dinamakan konveksi paksa. Laju perpindahan konveksi (qc), dinyatakan dalam: qc = hc A ΔT ........................................................................................... (1) Ket :
hc
= koefisien konveksi (W/m2/K)
A
= luas penampang bedeng (m2)
ΔT
= beda temperatur permukan dan fluida (oC)
2. Konduksi adalah pertukaran energi melalui kontak langsung antar molekul zat yang berbeda suhu. Laju aliran panas dengan cara konduksi (qk) dalam suatu bahan dinyatakan dalam: qk = -k A Ket :
k δT δx
δT ............................................................................................(2) δx
= konduktivitas termal bahan (W/m/K) = gradien temperatur pada penampang A (K/m)
3. Perpindahan panas secara radiasi adalah perpindahan energi panas dari suhu yang lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah apabila benda-benda tersebut terpisah di dalam ruang, bahkan bila terdapat ruang hampa diantara bendabenda tersebut dan energi panas yang berpindah ini disebut dengan panas radiasi. Laju aliran panas dengan cara radiasi (qr),dinyatakan dalam: qr = σ A T4 ...............................................................................................(3) Ket :
σ
= konstanta Stefan-Boltzman (5.67 x 10-8 W/m2/K4)
T
= temperatur udara (oC)
21
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di greenhouse Departemen Teknik Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang berada di Leuwi Kopo, Dramaga – Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Maret 2007 sampai dengan Juli 2007.
B. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Rumah Kaca (Greenhouse) Greenhouse berfungsi untuk melindungi tanaman dari faktor-faktor
lingkungan yang tidak menguntungkan, seperti terpaan angin, cahaya matahari yang berlebih serta curah hujan. Konstruksi greenhouse menggunakan besi stal dan pipa galvanis sebagai tiang utama.
Atap greenhouse menggunakan plastik PVC
transparan 0.2 mm. Greenhouse berbentuk segi empat berukuran 6 m x 12 m.
Greenhouse dibangun membujur utara selatan. Sisi samping dari
greenhouse ini sebagai dinding digunakan kawat nyamuk dengan lubang
anyaman 1 mm2.
Lantai greenhouse dilapisi semen dengan pondasi
bangunan sedalam 50 cm bertipe pondasi setempat. 2. Bedeng Tanaman Bedeng tanaman berfungsi untuk menempatkan tanaman dan mengalirkan larutan nutrisi. Bedeng tanaman dibuat dari bahan kayu lapis setebal 4 mm dengan ukuran 0.2 m x 10 m. Bagian dasar bedeng dilapisi dengan plastik polyethylene hitam dengan ketebalan 0.2 mm. Pada sisi samping kiri dan kanan terdapat dinding bedeng yang terbuat dari kayu lapis 4 mm dengan ketinggian 10 cm.
Isolator bedeng terbuat dari
styrofoam setebal 2 cm. Isolator diberi lubang dengan diameter 4 -5 cm
dan jarak antar lubang 30 cm.
Bedeng tanaman berjumlah 3 unit.
Kemiringan bedeng tanaman yang dipergunakan yaitu sebesar 5%. Skema bedeng tanaman dan titik pengukuran terdapat pada Lampiran 10.
22
3. Saluran Sirkulasi Saluran sirkulasi dibuat dari bahan PVC sepanjang 10 m dengan diameter pipa ½”. Saluran ini digunakan untuk mengalirkan larutan nurisi dari tangki larutan ke bedeng tanaman. 4. Penyangga Bedeng Bagian ini menggunakan kerangka dari bahan bambu.
Ketinggian
penyangga bedengan adalah 100 cm dari lantai dan dibuat menurun hingga ketinggian penyangga sekitar 50 cm. Agar larutan nutrisi dapat mengalir dengan baik. 5. Tangki Larutan Tangki larutan berfungsi untuk menampung larutan nutrisi yang akan dan telah dirsirkulasikan.
Tangki yang digunakan terbuat dari bahan
plastik. Tangki ini dilapisi dengan styrofoam setebal 3 cm pada bagian luarnya untuk mengurangi kehilangan energi dari tangki ke lingkungan. Selain itu, pada bagian atas tangki juga ditutup styrofoam dengan ketebalan 2 cm. 6. Pompa Air Pompa air berfungsi untuk mensirkulasikan larutan nutrisi dari tangki penampungan ke bedeng tanaman. Pompa air yang digunakan memiliki debit 3000 l/jam dengan daya 120 W. Pompa air yang digunakan 3 buah, dimana masing-masing pompa akan mengairi 1 bedeng tanaman. Debit aliran nutrisi pada awal pindah tanam sebesar 8 l/menit. Setelah tanaman memasuki fase generatif awal (pembungaan), debit aliran diturunkan menjadi 4 l/menit. 7. Unit Pendingin Unit pendingin berfungsi untuk mendinginkan larutan pada tangki larutan sehingga temperatur larutan nutrisi dapat dipertahankan pada suhu 20 - 24oC. Unit pendingin yang digunakan berdaya ¼ PK atau 186.4 W dengan tegangan 220 volt yang biasa digunakan untuk lemari pendingin. Unit pendingin yang digunakan berjumlah 2 buah, dimana unit pendingin yang satu akan digunakan untuk mendinginkan larutan nutrisi pada siang
23
dan malam hari sedangkan yang satunya hanya digunakan untuk mendinginkan larutan pada malam hari. 8. Hybrid Recorder Hybrid Recorder (merek: Yokogawa, tipe HR 2300) ini digunakan untuk mencatat temperatur pada titik pengukuran tertentu yang dihubungkan dengan termokopel.
Gambar 2. Hybrid recorder Peralatan lainnya yang digunakan antara lain: ember/wadah larutan stok, gelas ukur, termometer air raksa, pyranometer, EC meter dan meteran. Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain benih tomat, larutan nutrisi dan air.
C. Metoda Penelitian 1. Persiapan Persiapan penelitian meliputi kegiatan pembersihan rumah kaca dari kotoran, pembuatan bedeng tanaman, persiapan peralatan dan penyediaan benih dan pupuk. Penyiapan pratanam meliputi penempatan bedeng-bedeng tanaman, media tanam dan penyiapan sistem sirkulasi larutan nutrisi. Perlakuan yang diberikan yaitu bedeng I merupakan bedeng yang mendapatkan perlakuan pendinginan malam hari (mulai pukul 18:00
24
sampai 06:00 WIB). Bedeng II merupakan bedeng yang mendapatkan perlakuan pendinginan sepanjang hari. Bedeng III merupakan bedeng yang tidak mendapatkan perlakuan pendinginan (bedeng kontrol). 2. Pengamatan dan Pengukuran Pengamatan dilakukan seminggu setelah bibit dipindahkan ke bedeng tanaman. Parameter yang diukur meliputi temperatur larutan nutrisi pada bak, temperatur bedeng tanaman dan temperatur lingkungan luar dan dalam rumah kaca. Pengukuran data tersebut dilakukan secara bersamaan setiap 10 menit sekali. Data-data tersebut merupakan hasil pengukuran selama 4 hari berturut-turut pada setiap fase pertumbuhan tanaman. Pengukuran distribusi temperatur larutan nutrisi bedeng tanaman dilakukan pada bedeng bagian dalam yang berhubungan langsung dengan larutan nutrisi. Pengukuran dilakukan pada 5 titik pengukuran masingmasing pada x = 0.25 m (inlet), x = 3.3 m, x = 6.6, dan x = 10 m (outlet). Dimana x merupakan jarak dari inlet. Skema bedeng tanaman dan titik pengukuran terdapat pada Gambar 3. Pengukuran dilakukan pada masingmasing bedeng tanaman. Pencatatan data dilakukan pada masing-masing bedeng, pencatatan temperatur dilakukan dengan menggunakan hybrid recorder yang dihubungkan pada titik pengukuran dengan menggunakan termokopel tipe CC. Pencatatan data dilakukan selama 24 jam, baik untuk pendingin yang dinyalakan setengah hari maupun yang satu hari penuh. Pendugaan distribusi temperatur disepanjang bedeng dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut
Tx =
X (T1 − T2 ) + T2 L
Ket : Tx
=
....................................................................... (4)
temperatur larutan nutrisi pada jarak x (0C)
X = titik pendugaan (m) T1 = temperatur larutan nutrisi di inlet (0C) T2 = temperatur larutan nutrisi di outlet (0C)
25
16
1
6
11
3.3 m
17 2
10 m
7
12
8
13
3.3 m
3
3.3 m
18
4
9
14
5
10
15
Bedeng I
Bedeng II
Bedeng III
Gambar 3. Skema bedeng tanaman dan titik pengukuran
26
Ket : 1 – 15 = titik pengukuran temperatur larutan nutrisi 16
= titik pengukutan temperatur udara luar
17 – 18 = titik pengukuran temperatur udara dalam = pompa Hasil pengamatan mengenai distribusi temperatur memberikan gambaran mengenai temperatur larutan nutrisi yang terjadi disekitar daerah perakaran tanaman. Gradien suhu dalam sistem menyebabkan perubahan temperatur larutan nutrisi selama interval waktu pengukuran. Fluktuasi temperatur larutan nutrisi ini dipengaruhi oleh proses-proses perpindahan panas. Proses-proses perpindahan panas yang terjadi dalam sistem secara umum antara lain pindah panas radiasi dari matahari, pindah panas konveksi dari bahan penutup bedeng ke dalam larutan nutrisi dan secara konduksi dari pertukaran energi melalui kontak langsung antar molekul zat yang berbeda suhu. Dengan
asumsi-asumsi
bahwa
temperatur
larutan
nutrisi
merupakan temperatur air yang seragam pada setiap titik serta larutan nutrisi dianggap berada dalam ruang yang tertutup rapat, maka persamaan kesetimbangan panas dalam air dapat disederhanakan menjadi:
Ma Cpa
dT = Qmulsa-sty + Qair-kayu ........................................................ (5) dt
Ket : Ma = massa air (kg) Cpa = panas spesifik air (kJ/kg K)
dT = gradien temperatur terhadap waktu (K) dt Qmulsa-sty = pindah panas dari mulsa ke styrofoam (W) Qair-kayu = pindah panas dari air ke kayu (W) Proses perpindahan panas yang terjadi dianggap hanya terjadi satu dimensi, yaitu secara vertikal dari atas kebawah seperti ditunjukkan pada skema dalam Gambar 4.
27
Udara Q
Tl Styrofoam Ts Air
Qmulsa-sty
Ta Kayu Tk
Qair-kayu
Gambar 4. Skema pindah panas Ket :
Tl = temperatur permukaan bedeng (0C) Ts = temperatur styrofoam (0C) Ta = temperatur larutan nutrisi (0C) Tk = temperatur kayu (0C) Untuk mengetahui pindah panas yang terjadi pada bedeng tanaman,
dapat menggunakan rumus berdasarkan pindah panas konduksi yang terjadi dari penutup (stryrofoam) ke air dan dari air ke bedeng dapat menggunakan persamaan sebagai berikut : Qmulsa-sty = -kmulsa-sty A δT
..................................................................... (6)
Qair-kayu = -kair-kayu A δT
....................................................................... (7)
δx
δx
Ket : Qmulsa-sty = pindah panas dari mulsa ke styrofoam (W) Qair-kayu = pindah panas dari air ke kayu (W) kmulsa-sty = konduktivitas termal mulsa-styrofoam (W/mK) kair-kayu
= konduktivitas termal air-kayu (W/mK)
A
= luas penampang bedeng (m2)
Berdasarkan kesetimbangan panas larutan nutrisi, maka akan diperoleh nilai penyerapan kalor oleh larutan nutrisi pada masing-masing bedeng tanaman.
28
Untuk mengetahui besarnya energi listrik yang digunakan pada setiap bedeng tanaman yaitu dengan menjumlahkan daya dari pompa dan mesin pendingin yang digunakan kemudian dikalikan dengan waktu yang digunakan untuk mengoperasikannya. Sedangkan, untuk menghitung besarnya energi pendinginan yang digunakan yaitu dengan mengkalikan daya
mesin
pendingin
dengan
waktu
yang
digunakan
untuk
mengoperasikannya. Hasil perhitungan energi listrik yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengetahui besarnya energi listrik yang digunakan sehingga akan diperoleh perbandingan antara mesin pendingin yang bekerja selama 24 jam dengan mesin pendingin yang hanya digunakan pada malam hari, selanjutnya akan digunakan untuk mengetahui penghematan energi yang diperoleh.
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Distribusi Temperatur Larutan Nutrisi Sepanjang Bedeng Tanaman Perubahan temperatur larutan nutrisi disepanjang bedeng tanaman dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar tanaman. Lingkungan luar yang berpengaruh, salah satunya temperatur udara di dalam rumah kaca. Gambar 5. memperlihatkan beda temperatur larutan nutrisi pada setiap bedeng tanaman, saat fase pertumbuhan vegetatif tanaman. Beda temperatur antara inlet dan outlet pada bedeng I, berkisar antara 0.0 - 0.50C dengan rata-rata 0.20C, sedangkan rata-rata beda temperatur larutan nutrisi pada bedeng II lebih besar yaitu 0.50C pada kisaran 0.1 - 0.80C. Dan pada bedeng III, beda temperatur larutan berkisar antara -1.0 – 0.50C dengan rata-rata 0.00C. Semakin besar beda temperatur larutan nutrisi maka semakin banyak kalor yang diserap oleh larutan nutrisi pada sepanjang bedeng.
Sehingga temperatur larutan nutrisi akan
meningkat dari inlet ke outlet. 1,8 Bedeng I
Beda Temperatur (0C)
1,4
Bedeng II
1,0
Bedeng III
0,6 0,2 -0,26:00
9:00
12:00
15:00
18:00
21:00
0:00:00
3:00
6:00
-0,6 -1,0 Waktu Pengukuran (jam)
Gambar 5. Beda temperatur larutan nutrisi antara inlet dan outlet pada fase vegetatif tanaman tanggal 12 Mei 2007 Pada saat fase pertumbuhan (vegetatif), tanaman tomat menghendaki temperatur yang optimal yaitu berkisar antara 20 – 250C. Perubahan temperatur larutan nutrisi pada masing-masing bedeng tanaman dapat dilihat pada Lampiran 1. Bedeng I merupakan bedeng tanaman dengan perlakuan pendinginan larutan nutrisi pada malam hari. Pada siang hari, temperatur larutan nutrisi bedeng I
30
berkisar antara 21.5 hingga 31.60C sedangkan pada malam hari, temperatur cenderung menurun menjadi 20.4 hingga 29.70C.
Bedeng II adalah bedeng
tanaman yang mendapatkan perlakuan pendinginan larutan sepanjang hari. Temperatur minimum yang dapat dicapai sebesar 16.90C, sedangkan temperatur maksimum yang dicapai sebesar 23.40C. Bedeng III merupakan bedeng kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan pendinginan. Temperatur larutan pada siang hari sekitar 29.6 sampai 38.00C dan pada malam hari sekitar 29.6 sampai 34.70C. Efek
pendinginan
pada
masing-masing
perlakuan
menunjukkan
pertumbuhan tanaman yang berbeda. Pertumbuhan tanaman pada bedeng I dan II cukup baik.
Ditunjukkan dengan tinggi tanaman dan keadaan daun serta
perkembangan daerah perakaran yang lebih baik, ditandai dengan adanya bulubulu akar yang berwarna putih. Data tinggi tanaman tomat pada fase vegetatif terdapat pada Lampiran 11. Perkembangan daerah perakaran tanaman berpengaruh terhadap kemampuan tanaman untuk menyerap unsur hara yang ada dalam larutan nutrisi. Semakin banyak akar yang tumbuh maka semakin banyak pula hara yang diserap sehingga semakin baik pula pertumbuhan tanaman tersebut. Pertumbuhan tanaman pada bedeng III terganggu karena tanaman mengalami stres. Hal ini dapat terjadi karena temperatur larutan nutrisi yang terlalu tinggi. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999), pada suhu dibawah 150C dan diatas 300C pertumbuhan tanaman akan berlangsung buruk. Hal ini dapat merusak daerah perakaran dan menjadi membusuk, sehingga kemampuan tanaman untuk menyerap unsur hara terhambat. Akhirnya tanaman akan menjadi layu dan mati.
Salah satu penyebab tingginya suhu larutan nutrisi adalah
penggunaan mulsa plastik hitam untuk menutup bedeng. Mulsa plastik hitam dapat menyerap panas, sehingga panas yang masuk terperangkap di dalam bedeng. Hampir seluruh tanaman di bedeng III disulam. Untuk mengatasi hal tersebut, maka plasik mulsa penutup bedeng tanaman dibuka. Selain itu, faktor yang menyebabkan temperatur larutan nutrisi pada bedeng III lebih tinggi adalah letak bedeng tanaman.
Bedeng terletak di sebelah timur sehingga akan
mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak dibandingkan dengan bedeng lainnya. Tanaman pada bedeng I, II dan III dapat dilihat pada Gambar 6, 7 dan 8.
31
a a b Gambar 6. Tanaman tomat (a) dan akar tanaman tomat (b) pada bedeng I
a b Gambar 7. Tanaman tomat (a) dan akar tanaman tomat (b) pada bedeng II
a b Gambar 8. Tanaman tomat yang mengalami stres (a) dan akar tanaman tomat yang membusuk (b) pada bedeng III
32
Pada fase vegetatif ini, pertumbuhan tanaman tomat pada bedeng I dan II lebih baik daripada bedeng III. Hal ini dapat terjadi karena suhu larutan nutrisi pada bedeng I dan II mendekati temperatur optimal untuk pertumbuhan tanaman tomat. Ditunjukkan dengan banyaknya tanaman tomat yang hidup/tumbuh pada fase vegetatif ini. Pada bedeng I, tanaman tomat yang tumbuh sebanyak 31 tanaman dari 33 tanaman (93.3%), bedeng II prosentase tanaman tomat yang tumbuh sebesar 45.5% sedangkan prosentase tanaman yang tumbuh pada bedeng III sebesar 90.9%. Menurut Kusmini (1989), Pertumbuhan akar tomat sangat dipengaruhi suhu udara malam. Pertumbuhan akar terbaik pada suhu malam 16 – 220C.
1.8 Bedeng I 1.4
Bedeng II Bedeng III
Suhu (0C)
1.0 0.6 0.2 -0.26:00
9:00
12:00
15:00
18:00
21:00
0:00
3:00
6:00
-0.6 -1.0
Waktu pengukuran (jam)
Gambar 9. Beda temperatur larutan nutrisi antara inlet dan outlet pada fase generatif awal (pembungaan) tanaman tanggal 10 Juni 2007 Dari Gambar 9. dapat dilihat bahwa pada fase generatif awal (pembungaan) beda suhu larutan nutrisi pada bedeng I berkisar antara -0.2 – 0.70C dengan rata-rata 0.20C. Rata-rata beda suhu pada bedeng II sebesar 0.40C pada kisaran 0.1 – 0.80C. Sedangkan pada bedeng III, beda suhu larutan nutrisi sekitar -0.2 – 0.50C dengan rata-rata beda suhu sebesar 0.20C. Distribusi temperatur larutan nutrisi pada masing-masing bedeng pada fase generatif awal (pembungaan) tanaman tomat dapat dilihat pada Lampiran 2. Suhu larutan nutrisi pada bedeng I berkisar antara 20 – 400C pada siang hari, sedangkan pada malam hari sekitar 19.2 – 31.80C. Pada bedeng II, suhu larutan nutrisi pada siang hari berkisar antara 17.7 – 270C dan pada malam hari sekitar 18.2 – 23.60C.
33
Sedangkan suhu larutan nutrisi pada bedeng III sekitar 28.4 – 37.20C pada siang hari dan 28.8 – 33.20C pada malam hari. Untuk pertumbuhan tanaman tomat terutama pada masa berbunga dan berbuah diperlukan keadaan cuaca yang menguntungkan, salah satunya suhu udara rata-rata siang hari antara 18 – 250C. Tanaman tomat tumbuh lebih baik di daerah dengan suhu siang dan malam yang konstan dibanding dengan yang mempunyai fluktuasi suhu siang dan malam yang besar (Kusmini, 1989). Temperatur malam sangat penting untuk pertumbuhan tanaman terutama untuk pembentukan bakal bunga dan buah. Pembungaan pada tanaman tomat dapat berlangsung optimal pada suhu malam antara 19 – 200C. Bakal bunga tanaman tomat dapat dilihat pada Lampiran 5. Munculnya bakal bunga tanaman tomat pada bedeng I lebih cepat dibandingkan bedeng lain. Walaupun suhu larutan nutrisi pada bedeng II lebih rendah daripada bedeng I. Prosentase pembentukan bakal bunga dapat dilihat pada Lampiran 8. Hal ini dapat terjadi karena pada bedeng II terjadi pengendapan salah satu unsur hara yaitu belerang yang terdapat dalam larutan nutrisi, sehingga penyerapan larutan nutrisi oleh akar tanaman terhambat yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Daya larut suatu bahan padat di dalam air meningkat dengan meningkatnya suhu air, sebaliknya daya larut suatu bahan akan menurun seiring menurunnya suhu air. Gambar pengendapan unsur hara tersebut dan akar tanaman tomat pada bedeng II, dapat dilihat pada Lampiran 6. Hampir 75 % tanaman di bedeng II mati karena mengalami gejala kekurangan unsur hara tersebut.
Tanaman tomat yang
mengalami gejala kekurangan unsur hara tersebut dapat dilihat pada Gambar 9. Plastik mulsa pada bedeng I pada fase ini dibuka karena hampir seluruh tanaman layu.
34
Gambar 10. Tanaman tomat yang diduga mengalami gejala kekurangan salah satu unsur hara Setelah penyulaman, pertumbuhan tanaman pada bedeng III lebih cepat daripada bedeng lainnya.
Temperatur larutan nutrisi yang tinggi dapat
mempercepat pertumbuhan tanaman tomat, tetapi munculnya bakal bunga menjadi lebih lambat. Hal ini dapat terjadi karena suhu larutan nutrisi pada bedeng III ini cukup tinggi. Pembungaan tanaman tomat dapat berkurang pada suhu tinggi. Menurut Nelson (1979), temperatur tinggi maka kandungan CO2 tinggi, menyebabkan proses fotosintesis berlangsung cepat sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih cepat. Tetapi hal ini dapat mengurangi kualitas tanaman diantaranya batang panjang, kurus dan bunga yang dihasilkan kecil. 1,8 Bedeng I
Beda Temperatur (0C)
1,4
Bedeng II
1,0
Bedeng III
0,6 0,2 -0,26:00
9:00
12:00
15:00
18:00
-0,6 -1,0
Waktu Pengukuran (jam)
Gambar 11. Beda temperatur larutan nutrisi antara inlet dan outlet pada fase generatif akhir (pembuahan) tanaman tanggal 20 Juli 2007
35
Gambar 11. menunjukkan beda temperatur larutan nutrisi pada fase generatif akhir (pembuahan).
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa beda
temperatur larutan nutrisi antara inlet dan outlet pada bedeng I mulai meningkat dari pukul 06:00 WIB hingga pukul 16:00 WIB dan mencapai maksimal pada pukul 11:30 WIB sebesar 1.60C, setelah pukul 16:00 WIB beda temperatur larutan nutrisi bernilai negatif, karena temperatur larutan di inlet lebih besar daripada suhu di outlet. Hal ini dapat terjadi karena mulsa plastik yang digunakan untuk menutupi bedeng dibuka, sehingga bagian outlet bedeng terbuka, sedangkan bagian inlet tertutup. Beda temperatur larutan nutrisi pada bedeng II berkisar antara 0.0 hingga 1.70C dengan rata-rata 0.40C dan mencapai maksimal pada pukul 13:20 WIB. Pada bedeng III, beda temperatur larutan nutrisi mulai pukul 06:50 hingga pukul 20:00 WIB juga bernilai negatif.
Faktor lain yang
menyebabkan beda temperatur larutan nutrisi pada bedeng III bernilai negatif adalah letak bedeng yang berada disebelah timur sehingga bedeng lebih banyak terkena sinar matahari, sehingga temperatur larutan nutrisi di dalam bedeng meningkat. Distribusi temperatur larutan nutrisi pada fase generatif akhir (pembuahan) pada masing-masing bedeng tanaman dapat dilihat pada Lampiran 3. Temperatur larutan nutrisi pada bedeng I berkisar antara 20.5 – 34.70C pada siang hari dan 27.1 – 33.20C pada malam hari. Pada bedeng II, temperatur larutan nutrisi pada siang hari sekitar 16.9 – 24.80C dan 21.0 – 23.30C pada malam hari. Sedangkan pada bedeng III, temperatur pada siang hari berkisar antara 25.4 – 34.70C dan pada malam hari sekitar 30.8 – 32.10C. Pembentukan buah juga dipengaruhi oleh suhu malam. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999), temperatur malam yang optimal untuk pembentukan buah yaitu antara temperatur 18 – 240C. Pada temperatur udara dibawah 150C dan diatas 300C pembentukan buah akan berlangsung buruk. Pada umur tanaman yang sama, pembentukan buah pada bedeng I lebih cepat dibandingkan bedeng lain.
Hal ini dapat terjadi karena pada temperatur tinggi, proses fotosintesis
berlangsung cepat dan menghasilkan gula dan oksigen lebih banyak, sedangkan pada temperatur yang rendah, laju transpirasi terhambat sehingga proses pemecahan gula pun terhambat akibatnya terjadi penumpukan gula dalam buah
36
dan daun sehingga pertumbuhan fase generatif tanaman lebih cepat daripada fase vegetatifnya. Rata-rata buah yang dihasilkan pada tangkai pertama sebanyak 3 buah. Pada masing-masing pohon terdapat 2 - 3 tangkai bakal buah. Hampir 66.7 % tanaman tomat pada bedeng I berbuah. Pada bedeng II, sekitar 51.5 % tanaman tomat yang berbuah. Buah yang dihasilkan setiap tanaman hanya berjumlah 2 buah dan tidak terdapat tangkai bakal buah yang muncul. Sedangkan pada bedeng III, hanya sekitar 5 % dari jumlah tanaman tomat yang berbuah. Tomat yang dihasilkan lebih sedikit dan pertumbuhan buah berlangsung lambat. Buah tomat yang dihasilkan pada masing-masing bedeng terdapat pada Gambar 12, 13 dan 14. Pada siang hari temperatur larutan nutrisi selalu lebih tinggi daripada temperatur udara didalam rumah kaca.
Hal ini dapat terjadi karena adanya
pertukaran panas antara udara luar dengan air yang ada didalam bedeng tanaman, yang dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari yang masuk ke dalam rumah kaca dan mengenai bedeng tanaman.
Mulsa plastik hitam yang menutup
bedengan juga dapat menyerap radiasi matahari dan memerangkap panas didalam bedeng. Sehingga temperatur larutan nutrisi meningkat. Selain itu, panas dari pompa yang disimpan dalam tangki larutan nutrisi juga mempengaruhi tingginya temperatur larutan nutrisi. Panas jenis udara lebih rendah daripada air, sehingga penurunan temperatur udara lebih cepat dibandingkan dengan suhu air. Dapat dikatakan bahwa aliran panas bergerak dari sistem ke lingkungan. Namun pada malam hari terjadi sebaliknya, temperatur larutan nutrisi lebih rendah daripada temperatur lingkungan udara dalam rumah kaca karena proses pendinginan larutan mulai dilakukan.
37
Gambar 12. Buah tomat bedeng I
Gambar 13. Buah tomat bedeng II
Gambar 14. Buah tomat bedeng III
38
Temperatur udara harian rata-rata didalam rumah kaca yang diambil saat fase generatif awal pada tanggal 10 Juni 2007, berada pada selang 23.8 hingga 30.7 0C dengan temperatur maksimum sebesar 35.8 0C yang terjadi pada siang hari sekitar pukul 12:00 hingga 14:00 WIB. Sedangkan temperatur udara harian rata-rata diluar rumah kaca berkisar pada 22.6 – 31.6 0C dengan temperatur maksimum dapat mencapai 43.5 0C. Perubahan temperatur udara lingkungan terdapat pada Gambar 15. 45.0 40.0
Temperatur udara dalam rumah kaca
35.0
Suhu (0C)
30.0
Temperatur udara luar rumah kaca
25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 6:00
9:00
12:00
15:00
18:00
21:00
0:00
Waktu (jam)
Gambar 15. Perubahan temperatur udara lingkungan (di dalam dan di luar) rumah kaca pada fase generatif pada tanggal 10 Juni 2007 Temperatur udara di dalam rumah kaca cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur udara di luar rumah kaca terutama pada malam hari. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pergerakan udara di dalam rumah kaca dan adanya efek rumah kaca. Radiasi matahari yang diterima oleh rumah kaca yang berupa gelombang pendek yang diteruskan oleh penutup atap berubah menjadi gelombang panjang, gelombang panjang tersebut akan menyebabkan panas yang tidak dapat diteruskan keluar melalui atap sehingga terperangkap di dalam rumah kaca. Selain itu, konstruksi rumah kaca dengan dinding menggunakan kawat nyamuk (kasa) dengan lubang anyaman sebesar 1 mm2 mengakibatkan berkurangnya turbulensi udara di dalam rumah kaca. Sehingga pergantian massa dan energi menjadi lambat.
39
Jenis penutup atap rumah kaca juga sangat berpengaruh terhadap tingginya temperatur udara di dalam rumah kaca, bahan penutup yang terbuat dari kaca akan menghasilkan temperatur yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan yang terbuat dari plastik. Hal ini dikarenakan kaca mempunyai koefisien transmisivitas panas yang lebih kecil daripada plastik. Semakin kecil koefisien transmisivitas panas suatu bahan, maka semakin sulit bahan tersebut melepaskan panas. Faktor lingkungan lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman di dalam rumah kaca adalah panas radiasi matahari yang masuk ke dalam rumah kaca. Total radiasi matahari harian pada saat pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 4. B. Analisa Kebutuhan Energi Untuk Pendinginan Larutan Larutan nutrisi selama mengalir disepanjang bedeng tanaman menyerap panas dari inlet ke outlet. Sehingga temperatur larutan nutrisi semakin ke outlet akan semakin tinggi karena larutan nutrisi semakin banyak menyerap panas dari dinding bedeng. Hal ini dapat terjadi apabila temperatur lingkungan lebih tinggi dari pada temperatur larutan nutrisi. Sebaliknya apabila temperatur lingkungan lebih rendah daripada temperatur larutan nutrisi, maka larutan akan melepaskan panas ke lingkungan. 350 Bedeng I
Penyerapan Kalor (W/m)
300
Bedeng II Bedeng III
250 200 150 100 50 0 6:00
9:00
12:00
15:00
18:00
21:00
0:00
3:00
6:00
-50
Waktu Pengukuran (jam)
Gambar 16. Penyerapan kalor bedeng tanaman fase generatif awal tanggal 1 Juli 2007
40
Dari data hasil pengukuran yang diperoleh pada Gambar 16. pada siang hari larutan nutrisi cenderung melepaskan kalor ke lingkungan sehingga bernilai negatif, terutama pada bedeng I dan bedeng III. Sedangkan pada malam hari, larutan nutrisi cenderung menyerap panas dari lingkungan karena temperatur larutan nutrisi lebih rendah daripada temperatur lingkungan udara di dalam rumah kaca, kecuali pada bedeng III yang tidak mendapatkan perlakuan pendinginan, sehingga penurunan temperatur larutan nutrisinya menjadi lambat. Data hasil perhitungan penyerapan kalor pada fase vegetatif terdapat pada Lampiran 9 Besarnya penyerapan kalor pada fase vegetatif untuk bedeng I sebesar 0.43 MJ/hari sedangkan untuk bedeng II sebesar 0.71 MJ/hari. Besarnya total penyerapan kalor harian pada fase generatif awal yaitu untuk bedeng I sebesar 0.29 MJ/hari, bedeng II sebesar 1.9 MJ/hari dan pada bedeng III sebesar 0.21 MJ/hari. Penyerapan kalor pada bedeng II lebih besar daripada bedeng I, hal ini dikarenakan pada bedeng II temperatur larutan nutrisi lebih rendah daripada temperatur lingkungan luar sehingga larutan nutrisi cenderung untuk menyerap kalor dari lingkungan. Data perhitungan penyerapan kalor fase generatif pada Lampiran 10. Penyerapan kalor yang terjadi pada fase vegetatif lebih besar daripada fase generatif awal. Hal ini dapat terjadi karena Penyerapan kalor pada setiap fase pertumbuhan tanaman dipengaruhi juga oleh intensitas radiasi matahari total harian. Pada fase vegetatif total radiasi matahari harian sebesar 5.29 MJ/m2 sedangkan pada fase generatif awal sebesar 3.27 MJ/m2. Besarnya penggunaan energi listrik pada bedeng I yang merupakan bedeng dengan perlakuan pendinginan malam hari sebesar 18.42 MJ, yang diperoleh dari lamanya penggunaan pompa sebesar 120 watt selama 24 jam dan mesin pendingin dengan daya sebesar 186.4 watt selama 12 jam. Bedeng II merupakan bedeng dengan perlakuan pendinginan sepanjang hari, besarnya penggunaan energi listrik yaitu sebesar 26.47 MJ, yang diperoleh dari lamanya penggunaan pompa sebesar 120 watt dan mesin pendingin sebesar 186.4 watt selama 24 jam. Sedangkan bedeng III merupakan bedeng kontrol, energi listrik yang digunakan hanya berasal dari pompa sebesar 150 watt selama 24 jam. Sehingga besarnya energi listrik yang dipergunakan sebesar 12.96 MJ.
41
30,00 Konsumsi Energi Listrik
Energi Listrik (MJ)
25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00
Bedeng I
Bedeng II
Bedeng III
Gambar 17. Konsumsi energi listrik per hari tanaman tomat Dari Gambar 17. dapat dilihat bahwa konsumsi energi listrik terbesar terdapat pada bedeng II disebabkan oleh lamanya penggunaan listrik untuk mesin pendingin yang digunakan untuk mendinginkan larutan nutrisi selama 24 jam.
Energi Listrik (MJ)
20,00
konsumsi energi listrik pendinginan
16,00 12,00 8,00 4,00 0,00
Bedeng I
Bedeng II
Bedeng III
Gambar 18. Konsumsi energi listrik pendinginan per hari tanaman tomat Untuk memperoleh suhu larutan nutrisi sekitar 17 – 250C pada bedeng II dengan panjang bedeng 10 m dibutuhkan energi dari sistem pendingin sebesar 16.1 MJ/hari atau setara dengan 4.47 kWh/hari. Sedangkan pada bedeng I, energi yang dibutuhkan dari sistem pendingin sebesar 2.24 kWh/hari atau setara dengan 8.05 MJ/hari. Seperti diperlihatkan pada Gambar 18. Sehingga dengan perlakuan pendinginan yang dilakukan hanya pada malam hari, konsumsi energi listrik dapat dihemat sebesar 8.05 MJ/hari. Jika diasumsikan harga listrik per kWh sebesar Rp. 600,- maka akan diperoleh penghematan sebesar Rp. 1344,-/hari.
42
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Distribusi temperatur larutan nutrisi pada setiap fase pertumbuhan tanamn pada bedeng I rata-rata berkisar antara 20.5 - 34.70C pada siang hari dan 19.2 - 29.70C pada malam hari. Temperatur larutan nutrisi pada bedeng II, berkisar antara 17.7 - 24.80C pada siang hari dan 16.9 - 23.30C pada malam hari. Sedangkan pada bedeng III, pada siang hari temperatur larutan nutrisi pada siang hari berkisar antara 25.4 - 37.20C dan pada malam hari 28.8 - 34.70C. Temperatur larutan nutrisi pada bedeng I cukup optimal untuk pertumbuhan tanaman tomat. 2. Beda temperatur larutan nutrisi antara inlet dan outlet rata-rata pada setiap fase pertumbuhan tanaman pada bedeng I sebesar 0.0 – 0.60C, pada bedeng II sebesar 0.1 – 1.50C sedangkan pada bedeng III sebesar -1.0 – 0.60C. 3. Semakin besar beda temperatur larutan nutrisi maka semakin banyak kalor yang diserap oleh larutan nutrisi, sehingga temperatur larutan nutrisi akan meningkat dari inlet ke outlet. 4. Berdasarkan tinggi tanaman dan prosentase tanaman tomat yang hidup, bedeng I prosentase tanaman yang hidup sebesar 93.9 %, bedeng II sebesar 45.5 % dan bedeng III sebesar 90.9 %. Pertumbuhan tanaman tomat pada bedeng I dengan pendinginan larutan yang dilakukan pada malam hari secara umum lebih baik dibandingkan dengan bedeng II yang mendapatkan perlakuan pendinginan sepanjang hari dan bedeng III yang tidak memperoleh perlakuan pendinginan. 5. Konsumsi energi listrik pendinginan pada bedeng II sebesar 26.47 MJ/hari sedangkan pada bedeng I sebesar 18.42 MJ/hari. Sehingga pendinginan pada bedeng I dapat menghemat energi listrik sebesar 8.05 MJ/hari. Jika diasumsikan harga listrik per kWh sebesar Rp. 600,- maka akan diperoleh penghematan sebesar Rp. 1344,-/hari.
43
B. Saran Perlakuan pendinginan larutan nutrisi dapat optimal dilakukan di dalam rumah kaca apabila suhu larutan nutrisi dapat dipertahankan pada suhu optimum tanaman, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sistem pendinginan larutan nutrisi agar temperatur larutan yang dipergunakan dapat konstan dan sesuai dengan temperatur yang diinginkan.
44
DAFTAR PUSTAKA
Chadirin,Y. 2004. Application of Deep Sea Water for High Quality Tomato Production in Multi-Trusses Cultivation in Nutrient Film Technique System. Kochi University. Japan. Cooper, A. 1982. Nutrient Film Technique. The English Language Book Society and Grower Books, London. dalam Chadirin, Y. 2006. Teknologi greenhouse dan Hidroponik Bagian Hidroponik. Diktat kuliah. Duriat, A.S. 1997. Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Sayuran (BALITSA). Bandung. Fitter, A.H. dan R.K.M, Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hidayat, A. 1997. Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Sayuran (BALITSA). Bandung. Harjadi, M.M. dan Setyawati, S. 1984. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta. Jaya. B. 1997. Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Sayuran (BALITSA). Bandung. Kreith, F. 1973. Prinsip-Prinsip Perpindahan Panas (Principles of Heat Transfer). Diterjemahkan oleh Priyono, A. Erlangga. Jakarta. Kusmini. 1989. Pengaruh Atap dan Jenis Mulsa Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tomat Di Musim Hujan Di Tongkoh Sumatera Utara. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Nelson, P 1978. Greenhouse Operation and Management. Resto Publishing Company United Stete of America. Purwati, E. 1997. Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Sayuran (BALITSA). Bandung. Rubatzky, V.E. dan Yamaguchi, M. 1997. Sayuran Dunia Tiga. Penerbit ITB. Bandung Soeseno, S. 1985. Bercocok Tanam Secara Hdroponik. PT Gramedia. Jakarta.
45
Sutiyoso, Y. 2004. Hidroponik ala Yos. Penebar Swadaya. Jakarta. Syarif, A.M. dan J. Kumendong. 1997. Petunjuk Laboratorium Penyimpanan dingin. Syam, S.Z. 1995. Karakteristik Termal Zona Perakaran Tanaman Selada (Latuca sativa L) pada Sistem Nutirien Film Technique (NFT) dengan Sirkulasi Larutan Nutrisi Secara Berkala. Untung, O. 2003. Hidroponik Sayuran Sistem NFT (nutrient film technique). Penebar Swadaya. Jakarta. Widyastuti, Y.E. 1993. Greenhouse Rumah untuk Tanaman. Penebar swadaya. Jakarta
46
Lampiran 1. Distribusi temperatur larutan nutrisi pada fase pertumbuhan vegetatif tanaman tanggal 12 Mei 2007
Bedeng I 45.0 40.0
Suhu (0C)
35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 Inlet
5.0 0.0 6:00
9:00
Tengah 12:00
Outlet
15:00
Tangki
18:00
21:00
Tdalam 0:00:00
3:00
6:00
3:00
6:00
Waktu (jam)
Bedeng II 45.0 40.0
S uhu (0C)
35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 Inlet
5.0 0.0 6:00
9:00
Tengah
12:00
Outlet
15:00
Tangki
18:00
21:00
Tdalam
0:00:00
Waktu (jam)
Bedeng III 45.0 40.0
Suhu (0C)
35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0
Inlet
0.0 6:00
9:00
Tengah
12:00
Outlet
15:00
18:00
Tangki
21:00
Tdalam
0:00:00
3:00
6:00
Waktu (jam)
47
Lampiran 2. Distribusi temperatur larutan nutrisi pada fase pertumbuhan generatif awal (pembungaan) tanaman tanggal 10 Juni 2007 Bedeng I 45.0 40.0
Suhu (0C)
35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 6:00
Inlet
Tengah
9:00
12:00
Outlet
15:00
18:00
Tangki 21:00
0:00
Tdalam 3:00
6:00
Waktu (jam)
Bedeng II 45.0 40.0
Suhu (0C)
35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0
Inlet
5.0 0.0 6:00
9:00
Tengah
12:00
Outlet
15:00
18:00
Tangki
21:00
Tdalam
0:00
3:00
6:00
Waktu (jam)
Bedeng III 45.0 40.0
Suhu (0C)
35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 6:00
Inlet 9:00
Tengah 12:00
Outlet
15:00
18:00
Tangki 21:00
0:00
Tdalam 3:00
6:00
Waktu (jam)
48
Lampiran 3. Distribusi temperatur larutan nutrisi pada fase pertumbuhan generatif akhir (pembuahan) tanaman tanggal 20 Juli 2007
Bedeng I 45.0 40.0
Suhu (0C)
35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0
Inlet
5.0
Tengah
Outlet
Tangki
Tdalam
0.0 6:00
8:00
10:00
12:00
14:00
16:00
18:00
20:00
Waktu (jam)
Bedeng II 45.0 40.0
Suhu (0C)
35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 Inlet
5.0
Tengah
Outlet
Tangki
Tdalam
0.0 6:00
8:00
10:00
12:00
14:00
16:00
18:00
20:00
Waktu (jam)
Bedeng III 45.0 40.0
Suhu (0C)
35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 Inlet
5.0
Tengah
Outlet
Tangki
Tdalam
0.0 6:00
8:00
10:00
12:00
14:00
16:00
18:00
20:00
Waktu (jam)
49
Lampiran 4. Intensitas matahari total
6,00 Intensitas Matahari (MJ/m^2)
Radiasi 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 11-Mei
12-Mei
8-Juni
9-Juni
10-Juni
20-Jul
21-Jul
22-Jul
Waktu Pengukuran (tanggal)
Ket : Fase Vegetatif
: 11 – 12 Mei 2007
Fase Generatif Awal : 08 – 09 Juni 2007 Fase Generatif Akhir : 20 – 22 Juli 2007
40
Lampiran 5. Pembungaan tanaman tomat
Bedeng I
Bedeng II
Bedeng III
41
Lampiran 6. Pengendapan unsur hara dan keadaan akar tanaman pada bedeng II
Pengendapan unsur hara
Keadaan akar tanaman pada bedeng II
42
Lampiran 7. Gambar alat pendingin yang digunakan
Alat pendingin yang digunakan pada bedeng I
Alat pendingin yang digunakan pada bedeng II
43
Lampiran 8. Prosentase pembentukan bakal bunga tanaman tomat
Tanggal 25-Mei 27-Mei 28-Mei 29-Mei 30-Mei 31-Mei 01-Jun 02-Jun 03-Jun 04-Jun 05-Jun 06-Jun 07-Jun 08-Jun 09-Jun 10-Jun 11-Jun 12-Jun 13-Jun
Bedeng I (%) 12,1 36,4 57,6 60,6 66,7 75,8 87,9 90,9 90,9 90,9 90,9 90,9 90,9 90,9 93,8 93,8 93,8 93,8 100,0
Bedeng II (%) 0,0 27,3 36,4 48,5 51,5 63,6 63,6 78,8 78,8 87,9 87,9 87,9 87,9 87,9 87,9 87,9 87,9 87,9 87,9
Bedeng III (%) 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 33,3 53,3 66,7 83,3 83,3
44
Lampiran 9. Penyerapan kalor (W/m) bedeng tanaman fase vegetatif tanggal 9 Juni 2007 Tanggal 09-Jun
10-Jun
Qtotal
Waktu 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 harian
Tl(10) 21,9 25,2 28,0 34,5 42,1 40,4 41,3 37,6 39,6 40,1 31,4 29,5 25,5 24,6 24,3 24,0 24,1 24,3 23,9 23,5 23,3 23,0 22,6 22,4 23,3 (MJ/hari)
Td(11) 22,3 24,3 26,9 30,4 37,2 38,4 39,3 38,3 41,5 39,7 38,2 35,3 32,6 28,6 26,5 24,6 23,6 23,5 23,1 22,9 22,6 22,3 21,8 21,6 22,4
Tw(12) 19,6 23,4 26,8 30,0 33,5 35,9 37,8 38,8 36,9 40,1 40,4 38,0 36,6 30,8 27,3 24,9 23,0 22,1 21,6 21,1 20,7 20,4 20,0 19,6 20,0
Bedeng I Tk(15) 22,3 24,0 26,7 29,5 32,3 34,4 36,4 35,7 39,8 36,3 33,7 32,0 29,7 27,7 26,4 25,5 24,9 24,8 24,6 24,3 23,7 23,4 23,0 22,8 22,5
Qsty -0,02 0,04 0,04 0,16 0,19 0,08 0,08 -0,03 -0,07 0,02 -0,27 -0,23 -0,28 -0,16 -0,09 -0,02 0,02 0,03 0,03 0,02 0,03 0,03 0,03 0,03 0,04
Qkayu 27,41 6,09 -1,02 -5,08 -12,18 -15,23 -14,21 -31,46 29,44 -38,57 -68,01 -60,90 -70,04 -31,47 -9,14 6,09 19,29 27,41 30,45 32,48 30,45 30,45 30,45 32,48 25,38
Qtotal 27,39 6,13 -0,97 -4,92 -11,99 -15,15 -14,13 -31,49 29,36 -38,55 -68,27 -61,13 -70,31 -31,62 -9,22 6,07 19,30 27,44 30,48 32,50 30,48 30,48 30,48 32,51 25,41 0.43
45
Lampiran 9. lanjutan Tanggal 09-Jun
10-Jun
Qtotal
Waktu 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 Harian
Tl(10) 27,3 27,7 30,5 32,8 33,8 32,2 35,1 37,5 35,1 36,1 36,5 32,7 33,2 29,4 29,2 29,3 29,6 29,6 29,6 29,0 29,0 28,9 28,3 27,7 27,8 (MJ/hari)
Td(11) 22,3 25,6 28,4 33,7 35,4 44,7 45,0 37,2 42,0 38,5 30,0 27,7 23,9 23,3 23,6 23,8 24,0 24,3 24,1 23,6 23,4 23,0 22,7 22,6 24,0
Tw(12) 17,8 18,0 18,6 19,8 21,6 22,6 24,1 24,7 24,9 25,3 25,4 24,0 23,3 21,3 20,5 19,7 19,5 19,3 19,6 19,2 19,2 19,0 18,9 18,7 18,2
Bedeng II Tk(15) 21,6 22,2 23,4 25,0 27,3 29,2 30,6 30,2 31,1 39,9 29,8 27,2 25,6 24,1 23,8 23,5 23,4 23,3 23,6 23,0 22,8 22,6 22,2 21,9 21,7
Qsty 0,20 0,08 0,08 -0,04 -0,06 -0,49 -0,39 0,01 -0,27 -0,09 0,25 0,20 0,36 0,24 0,22 0,21 0,22 0,21 0,21 0,21 0,22 0,23 0,22 0,20 0,15
Qkayu 38,57 42,63 48,72 52,78 57,86 66,99 65,98 55,83 62,93 148,19 44,66 32,48 23,35 28,42 33,50 38,57 39,59 40,60 40,60 38,57 36,54 36,54 33,50 32,48 35,53
Qtotal 38,77 42,71 48,80 52,74 57,79 66,50 65,59 55,84 62,66 148,10 44,91 32,68 23,71 28,66 33,71 38,78 39,80 40,81 40,81 38,78 36,76 36,77 33,71 32,68 35,67 0.71
46
Lampiran 10. Penyerapan kalor (W/m) bedeng tanaman fase generatif tanggal 1 Juli 2007 Tanggal 01 Jul
02 Juli
Qtotal
Waktu 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 harian
Tl(1) 21,5 23,0 28,3 33,6 35,9 37,5 38,5 39,1 36,1 37,8 31,8 26,7 25,0 24,0 24,3 23,8 23,3 22,9 22,6 23,2 22,8 22,0 22,4 21,7 21,5 (MJ/hari)
Td(2) 20,5 22,6 26,5 30,3 33,0 34,5 35,4 36,3 35,5 35,8 33,6 31,3 29,6 26,7 25,3 24,3 23,5 22,9 22,4 22,6 22,3 21,7 21,8 21,3 21,0
Tw(3) 19,1 22,3 24,9 27,9 30,2 32,7 34,2 35,1 36,0 36,1 36,0 34,4 32,6 28,5 25,9 24,3 23,1 22,2 21,6 21,3 21,1 20,7 20,5 20,2 20,1
Bedeng I Tk(4) 22,0 23,3 25,8 28,4 30,1 31,6 32,4 34,7 34,4 34,7 33,0 30,8 29,0 27,3 26,0 25,3 25,1 24,1 23,6 23,9 23,6 22,8 23,0 22,4 22,3
Qsty 0,039 0,016 0,070 0,129 0,113 0,117 0,121 0,109 0,023 0,078 -0,070 -0,179 -0,179 -0,105 -0,039 -0,020 -0,008 0,000 0,008 0,023 0,020 0,012 0,023 0,016 0,020
Qkayu 29,44 10,15 9,14 5,08 -1,01 -11,17 -18,27 -4,06 -16,24 -14,21 -30,45 -36,54 -36,54 -12,18 1,02 10,15 20,30 19,29 20,30 26,39 25,38 21,32 25,38 22,33 22,33
Qtotal 29,47 10,17 9,21 5,20 -0,90 -11,05 -18,15 -3,95 -16,22 -14,13 -30,52 -36,72 -36,72 -12,29 0,98 10,13 20,29 19,29 20,31 26,41 25,39 21,33 25,40 22,35 22,35 0.29
47
Lampiran 10. Lanjutan Tanggal 01 Jul
02-Jul
Qtotal
Waktu 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 harian
Tl(5) 21,5 23,2 29,2 32,5 36,8 39,8 42,7 41,1 37,0 37,6 30,7 25,2 23,6 23,2 24,0 23,8 23,5 23,0 22,9 23,4 23,1 22,4 22,8 22,3 22,0 (MJ/hari)
Td(6) 20,0 20,8 23,5 24,6 26,3 30,1 31,3 32,1 31,2 31,0 28,5 25,4 23,5 22,6 22,6 22,3 22,1 21,9 21,4 21,6 21,5 21,3 21,0 20,9 20,6
Tw(7) 17,8 18,0 18,5 19,9 21,3 22,8 23,9 24,9 25,6 25,5 25,6 24,4 22,9 21,6 20,5 20,5 20,2 19,9 19,5 19,4 19,3 19,3 19,0 18,8 18,5
Bedeng II Tk(8) 20,1 20,4 21,4 22,9 24,6 26,3 27,8 28,7 28,9 28,9 28,0 26,1 24,3 23,4 23,0 22,8 22,6 22,1 21,9 22,1 21,9 21,3 21,3 21,1 20,9
Qsty 41,2 65,9 156,5 216,9 288,3 266,4 313,0 247,1 159,3 181,2 60,4 -5,5 2,7 16,5 38,4 41,2 38,4 30,2 41,2 49,4 43,9 30,2 49,4 38,4 37,6
Qkayu 23,35 24,36 29,44 30,45 33,50 35,53 39,59 38,57 33,50 34,51 24,36 17,26 14,21 18,27 25,38 23,35 24,36 22,33 24,36 27,41 26,39 20,30 23,35 23,35 24,36
Qtotal 64,54 90,26 185,96 247,38 321,83 301,89 352,63 285,71 192,76 215,75 84,77 11,76 16,96 34,75 63,82 64,54 62,80 52,54 65,55 76,83 70,33 50,51 72,77 61,79 61,98 1.90
48
Lampiran 10. lanjutan Tanggal 01-Jul
02-Jul
Qtotal
Waktu 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 harian
Tl(10) 22,9 24,0 30,5 30,8 33,3 35,4 35,8 38,2 35,2 35,5 31,3 26,8 25,0 24,3 24,9 24,8 24,9 24,3 24,3 24,8 24,6 23,8 24,3 23,4 23,4 (MJ/hari)
Td(11) 26,6 25,7 27,8 30,0 31,3 33,1 33,6 35,3 35,1 34,9 33,5 30,0 27,6 26,6 27,0 26,8 26,7 26,6 26,2 26,8 26,5 26,1 26,0 25,7 25,3
Tw(12) 27,7 27,8 28,3 31,1 32,5 33,9 34,9 35,4 36,2 35,9 35,6 32,8 30,3 29,4 29,2 29,2 29,2 29,1 28,8 28,9 29,1 28,7 28,6 28,3 27,9
Bedeng III Tk(15) 26,0 26,1 27,6 30,0 31,5 33,5 34,4 35,0 35,3 35,0 33,6 30,8 28,7 28,1 27,9 27,8 27,9 27,5 27,4 27,2 27,3 26,9 27,1 26,5 26,4
Qsty -0,144 -0,066 0,105 0,031 0,078 0,090 0,086 0,113 0,004 0,023 -0,086 -0,125 -0,101 -0,090 -0,082 -0,078 -0,070 -0,090 -0,074 -0,078 -0,074 -0,090 -0,066 -0,090 -0,074
Qkayu -17,26 -17,26 -7,10 -11,17 -10,15 -4,06 -5,08 -4,06 -9,14 -9,13 -20,30 -20,30 -16,24 -13,20 -13,20 -14,21 -13,20 -16,24 -14,21 -17,26 -18,27 -18,27 -15,23 -18,27 -15,23
Qtotal -17,40 -17,32 -7,00 -11,13 -10,07 -3,97 -4,99 -3,95 -9,13 -9,11 -20,39 -20,42 -16,34 -13,28 -13,28 -14,29 -13,27 -16,33 -14,28 -17,33 -18,34 -18,36 -15,29 -18,36 -15,30 0.21
49
Lampiran 11. Data tinggi tanaman tomat fase vegetatif Tanaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 Rata-rata
Bedeng I (cm) 20,0 23,0 21,5 21,0 17,0 17,0 24,0 25,0 17,0 25,0 24,0 25,0 23,0 25,0 23,0 23,0 25,0 24,0 23,0 25,0 23,0 25,0 25,0 24,0 21,0 23,0 21,0 21,0 24,0 21,0 23,0 24,0 21,0 22,6
Bedeng II (cm) 19,0 20,0 22,5 20,0 21,0 23,0 24,0 24,0 21,0 24,0 25,0 20,0 21,0 23,0 19,0 15,0 22,0 24,0 13,0 11,0 25,0 24,0 24,0 25,0 24,0 25,0 21,0 25,0 25,0 24,0 22,0 24,0 20,0 21,8
Bedeng III (cm) 18,0 20,0 22,5 20,0 21,0 20,0 21,0 21,0 21,0 15,0 21,0 19,0 15,0 20,0 21,0 21,0 22,0 22,0 19,0 25,0 23,0 17,0 20,0 23,0 20,0 24,0 20,0 17,0 21,0 22,0 16,0 20,0 21,0 20,3
50