DAMPAK PERGULIRAN DANA SIMPAN PINJAM KHUSUS PEREMPUAN (SPP) PNPM MANDIRI PERDESAAN TERHADAP PERKEMBANGAN UMKM : STUDI KASUS KECAMATAN CIMARGA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN
OLEH FIKANTI ZULIASTRI H14080047
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN
FIKANTI ZULIASTRI. Dampak Perguliran Dana Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan Terhadap Perkembangan UMKM : Studi Kasus Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak Provinsi Banten (dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI)
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan penting terhadap perekonomian Indonesia terutama sebagai sumber pertumbuhan kesempatan kerja dengan menyerap 99,40 juta tenaga kerja atau sebesar 99,72 persen tenaga kerja bergerak pada sektor UMKM sehingga pada akhirnya dapat menanggulangi kemiskinan. Besarnya potensi UMKM harus didukung pula oleh penguatan terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi UMKM terutama permasalahan modal dan keterbatasan akses UMKM pada lembaga keuangan formal. Program pinjaman bergulir Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) merupakan salah satu kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yang bergerak di bidang pengembangan ekonomi. Program SPP dianggap sebagai tindakan khusus yang dilakukan pemerintah sebagai alternatif solusi dengan memberikan fasilitas pinjaman yang mudah dan tanpa agunan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak perguliran dana Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) terhadap perkembangan UMKM yang dilihat berdasarkan indikator omset usaha, keuntungan dan penyerapan tenaga kerja. Penelitian ini mengambil studi kasus di Kecamatan Cimarga yaitu Desa Margajaya, Desa Girimukti dan Desa Cimarga yang dilakukan melalui wawancara dengan pelaku usaha perempuan anggota SPP sebanyak 30 responden. Metode pengambilan contoh menggunakan teknik purposive sampling, yaitu prosedur pemilihan responden berdasarkan pertimbangan tujuan penelitian. Pertimbangan dalam pengambilan sampel yaitu berdasarkan tahun penerimaan dana SPP. Responden yang dipilih yaitu yang menerima dana pinjaman SPP pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2010 dan 2011. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif untuk melihat keragaan penyaluran pinjaman bergulir SPP di Kecamatan Cimarga. Selain itu, analisis juga dilakukan menggunakan metode regresi linear berganda dengan menggunakan persamaan simultan untuk mengukur dampak perguliran dana SPP terhadap perkembangan UMKM. Metode yang digunakan untuk menduga parameter regresi yaitu Two-Stage Least Squares (2SLS) dengan pengujian signifikansi menggunakan aplikasi software SAS 9.1. Dilihat berdasarkan keragaan pinjaman, sebagian besar responden yaitu 36,67 persen sudah mencapai guliran keempat dengan besar pinjaman rata-rata
sebesar 4,5 juta rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian pinjaman sebagian besar responden tergolong lancar dan terdapat hubungan antara jumlah guliran dengan besarnya pinjaman yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program pinjaman bergulir SPP berhasil meningkatkan pendapatan pelaku usaha dengan meningkatkan omset usaha sebesar 36,05 persen dari omset usaha rata-rata 43,64 juta rupiah per tahun menjadi 60,06 juta rupiah per tahun. Selain omset, keuntungan usaha juga mengalami peningkatan sebesar 2,98 juta rupiah (36,08 %) dari keuntungan rata-rata per tahun 7,91 juta rupiah menjadi 10,90 juta rupiah per tahun. Berdasarkan analisis dengan persamaan simultan, pinjaman dana bergulir SPP berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen terhadap nilai omset usaha. Besarnya jumlah pinjaman yang diperoleh UMKM dipengaruhi oleh jumlah guliran dan omset usaha. Variabel omset usaha setelah memperoleh pinjaman berpengaruh positif dan signifikan terhadap keuntungan yang diperoleh. Ini menunjukkan semakin besar nilai omset yang diperoleh, maka semakin besar pula keuntungan usaha. Variabel keuntungan usaha selanjutnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Adapun besar pinjaman juga berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 10 persen terhadap penyerapan tenaga kerja. Secara keseluruhan, jika dilihat dari keterkaitan antar variabel maka besarnya pinjaman berpengaruh positif dan nyata terhadap omset usaha. Omset usaha selanjutnya berpengaruh nyata terhadap keuntungan yang diperoleh dan keuntungan usaha berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja.
DAMPAK PERGULIRAN DANA SIMPAN PINJAM KHUSUS PEREMPUAN (SPP) PNPM MANDIRI PERDESAAN TERHADAP PERKEMBANGAN UMKM : STUDI KASUS KECAMATAN CIMARGA KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN
OLEH FIKANTI ZULIASTRI H14080047
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Skripsi
: Dampak Perguliran Dana Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan terhadap Perkembangan UMKM : Studi Kasus Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak Provinsi Banten
Nama Mahasiswa
: Fikanti Zuliastri
Nomor Registrasi Pokok
: H14080047
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Lukytawati Anggraeni, Ph.D NIP. 19771213 2005 2 002
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juni 2012
Fikanti Zuliastri H14080047
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Fikanti Zuliastri lahir pada tanggal 12 Juli 1990 di Rangkasbitung. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Fin Rian dan Ibu Tati Kania Hartati. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1994 di TK PGRI 4 Rangkasbitung, kemudian pada tahun 1996 melanjutkan pendidikan dasar di SD Negeri Kejaksaan Rangkasbitung Barat 7 dan lulus pada tahun 2002. Semasa pendidikan sekolah dasar, penulis juga melaksanakan pendidikan agama di Madrasah Ibtidaiyah Al-Muhajirin yang lulus pada tahun 2002. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 4 Rangkasbitung yang lulus pada tahun 2005 dan melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Rangkasbitung yang lulus pada tahun 2008. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB dengan mayor Ilmu Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis aktif dalam berbagai organisasi dan kepanitian selama menjadi mahasiswa. Penulis aktif dalam Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA) pada periode tahun 2009-2010 sebagai staf divisi pendidikan dan kehidupan akademik (LABLE). Selain itu, penulis juga aktif dalam organisasi kampus yaitu Sharia Economics Student Club (SES-C) sebagai staf divisi Sumberdaya Insani pada periode tahun 2010-2011. Penulis juga aktif sebagai asisten dosen Ekonomi Umum untuk mahasiswa TPB pada tahun 20102011. Kepanitiaan yang pernah diikuti antara lain, Penanggung Jawab Anggota Kelompok (PJAK) MPF ORANGE FEM 2010 dan MPD Ilmu Ekonomi 2010, divisi publikasi, dekorasi dan dokumentasi Banking Goes To Campus (BGTC) tahun 2010, divisi konsumsi HIPOTEX-R tahun 2010, divisi acara Hipotesa Goes To School (HGTS) 2010 dan berbagai acara kepanitiaan lainnya.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Dampak Perguliran Dana Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan terhadap Perkembangan UMKM : Studi Kasus Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak Provinsi Banten”. Perguliran dana SPP merupakan topik yang menarik karena diharapkan dapat memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan usaha khususnya yang berada di daerah perdesaan. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian tersebut khususnya di daerah Kecamatan Cimarga sebagai pelaksana PNPM Mandiri Perdesaan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak perguliran dana Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) terhadap perkembangan UMKM yang dilihat berdasarkan indikator omset usaha, keuntungan dan penyerapan tenaga kerja. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Lukytawati Anggraeni, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. M. Parulian Hutagaol selaku dosen penguji utama yang telah banyak memberikan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini. 3. Tanti Novianti, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan saran terkait dengan tata cara penulisan dan bahasa dalam penulisan skripsi ini. 4. Seluruh staf Departemen Ilmu Ekonomi atas bantuan dan kerjasamanya. 5. Bapak, ibu dan saudara tercinta (Fin Rian, Tati Kania Hartati, dan Rianti Amalia) yang telah memberikan dukungan, doa dan kasih sayang.
6. Seluruh pihak dari Kecamatan Cimarga, Unit Pengelola Kegiatan (UPK) SPP PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Cimarga yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. 7. Teman satu bimbingan, Herdiana Puspitasari, Farida Ayu Briliyanti, Puspasari Aisyah Prayitno dan Chrisgerson Rudor yang telah banyak memberikan saran, kritik, motivasi dan dukungan dalam penyelesaian penelitian ini. 8. Seluruh keluarga IE 45 khususnya Rizky, Alika, Chaerunisa, Erma, Mega, Mutiara atas kebersamaan dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Teman-teman Wisma Dhea (Ita, Nonie, Rahmi dan Mba Anti) yang telah memberikan dukungan, bantuan dan kasih sayang dalam penyusunan skripsi ini. 10. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas segala dukungan, bantuan, dan kerjasama baik secara langsung maupun tidak langsung.
Bogor, Juni 2012
Fikanti Zuliastri H14080047
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ………………………………………………………………… DAFTAR TABEL …………………………………………………………… DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………... DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… I. PENDAHULUAN …………………………………………………….... 1.1 Latar Belakang …………………………………………………….... 1.2 Perumusan Masalah ……………………………………………….... 1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………….... 1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………….. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian …………………………………………... II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ………...... 2.1 Konsep Kredit ………………………………………………………. 2.1.1 Kredit Mikro …………………………………………………… 2.1.2 Teori Permintaan dan Penawaran Kredit ……………………… 2.1.3 Asymmetry Information di Pasar Kredit ………………………. 2.1.4 Teori Group Lending …………………………………………... 2.1.5 Skim Kredit Program Pemerintah ……………………………... 2.1.6 Konsep Lembaga Keuangan Mikro (LKM) …………………… 2.2 Konsep Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) …………….. 2.2.1 Perkembangan UMKM ………………………………………... 2.2.2 Permasalahan UMKM …………………………………………. 2.3 Pemberdayaan Perempuan ………………………………………….. 2.3.1 Pengusaha Perempuan di UMKM ……………………………... 2.3.2 Pembiayaan Bagi Pengusaha UMKM Perempuan …………….. 2.4 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan …………………………………………………………… 2.4.1 Prinsip PNPM Mandiri Perdesaan ……………………………... 2.4.2 Konsep Pengelolaan PNPM Mandiri Perdesaan ………………. 2.4.3 Konsep Cara Kerja PNPM Mandiri Perdesaan ………………... 2.4.4 Konsep Perguliran Dana Simpan Pinjam Perempuan (SPP) …... 2.4.5 Konsep Pemberdayaan Masyarakat ……………………………. 2.5 Kerangka Pemikiran Konseptual ……………………………………. 2.6 Penelitian Terdahulu ………………………………………………... III. METODE PENELITIAN ………………………………………………. 3.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ………………………….. 3.2 Jenis dan Sumber Data ……………………………………………… 3.3 Metode Pengumpulan Data …………………………………………. 3.4 Metode Pengambilan Data …………………………………………... 3.5 Metode Analisis ……………………………………………………... 3.5.1 Besar Pinjaman UMKM ………………………………………..
i iii iv v 1 1 6 8 8 9 10 10 11 13 15 17 18 19 20 22 23 24 25 26 27 29 30 32 33 34 35 38 43 43 43 44 45 45 46
ii
3.5.2 Nilai Penjualan (Omset) UMKM ……………………………… 47 3.5.3 Nilai Keuntungan Usaha ……………………………………….. 47 3.5.4 Tenaga Kerja …………………………………………………... 48 3.6 Definisi Operasional ………………………………………………… 48 IV. GAMBARAN UMUM ………………………………………………….. 51 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lebak ………………………………... 51 4.1.1 Letak Geografis ………………………………………………... 51 4.1.2 Pembagian Wilayah Menurut Wilayah Pembangunan ………… 52 4.1.3 Perekonomian Kabupaten Lebak ………………………………. 53 4.2 Gambaran Umum Kecamatan Cimarga …………………………….. 55 4.2.1 Kondisi Perekonomian Kecamatan Cimarga …………………... 56 4.3 Gambaran Umum Simpan Pinjam Perempuan (SPP) ………………. 56 4.3.1 Mekanisme Pelaksanaan Simpan Pinjam Perempuan (SPP) …... 58 4.3.2 Ketentuan dan Pelaksanaan Pencairan Dana …………………... 60 4.3.3 Pelaksanaan Sistem Tanggung Renteng SPP ………………….. 61 4.3.4 Sanksi Tunggakan Pembayaran Pinjaman ……………………... 62 4.3.5 Pelaksanaan SPP dalam Tiap Kelompok ………………………. 62 V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM ………. 65 5.1 Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP ………………... 65 5.2 Karakteristik Responden ……………………………………………. 69 5.2.1 Status Responden dalam Keluarga …………………………….. 72 5.2.2 Jenis Pekerjaan ………………………………………………… 73 5.3 Karakteristik Usaha Responden …………………………………….. 74 5.3.1 Jenis Usaha UMKM Responden ………………………………. 74 5.3.2 Lama Usaha Responden ……………………………………….. 75 5.3.3 Besar Modal Awal Usaha ……………………………………… 76 5.3.4 Sumber Modal Awal Usaha ……………………………………. 76 5.4 Penguasaan Aset Responden ………………………………………... 77 5.5 Akses Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan …………………… 78 5.5.1 Akses Simpanan Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan …... 78 5.5.2 Akses Pinjaman Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan …… 80 5.6 Pendapatan Rumah Tangga …………………………………………. 84 5.6.1 Struktur Pendapatan Rumah Tangga …………………………... 84 5.6.2 Dampak Pinjaman Bergulir SPP terhadap Pendapatan ………... 85 5.7 Dampak Perguliran SPP terhadap UMKM dengan Persamaan Simultan ……………………………………………………………. 89 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………… 95 6.1 Kesimpulan …………………………………………………………. 97 6.2 Saran ………………………………………………………………… 98 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 99 LAMPIRAN …………………………………………………………………. 102
iii
DAFTAR TABEL Nomor 1.1
Halaman Jumlah Unit Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Skala Usaha Tahun 2009-2010 ……………………………………...
1.2
Rekapitulasi Hasil Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan Tahun Anggaran 2011 Periode Desember 2011 ……………………………
1.3
2
5
Perkembangan Pembiayaan Mikro Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Provinsi Banten T.A 2008-2009 ……..
7
2.1
Penelitian Terdahulu ………………………………………………... 41
4.1
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Lebak ……………….
54
4.2
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ……………………...
55
4.3
Jumlah Kepala Keluarga Menurut Tingkat Kesejahteraan ………….
56
5.1
Jumlah Kelompok dan Nilai Pinjaman SPP Tahun 2010-2011 .......... 65
5.2
Nilai Pinjaman dan Tingkat Pengembalian Tahun 2011 ……………
5.3
Jumlah Guliran dan Besarnya Nilai Pinjaman ……………………… 68
5.4
Statistik Deskriptif Karakteristik Responden Anggota SPP ………... 70
5.5
Lama Usaha UMKM ………………………………………………..
76
5.6
Besar Modal Awal Usaha Responden ………………………………
76
5.7
Penguasaan Aset Lahan dan Non Lahan .…………………………...
78
5.8
Akses Simpanan pada Lembaga Keuangan ………………………… 79
5.9
Akses Pinjaman Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan ………...
67
80
5.10 Alasan Mengajukan Pinjaman pada SPP …………………………… 81 5.11 Struktur Pendapatan Rumah Tangga ………………………………..
84
5.12 Dampak Pinjaman Bergulir SPP terhadap Nilai Omset Usaha ……..
86
5.13 Dampak Pinjaman Bergulir SPP terhadap Keuntungan …………….
87
5.14 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besar Pinjaman UMKM ……… 90 5.15 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Omset UMKM ………….. 92 5.16 Dampak Pinjaman Bergulir SPP terhadap UMKM …………………
93
5.17 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Keuntungan UMKM ……
94
5.18 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja …….. 95
iv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
2.1
Dampak Penambahan Modal terhadap Output pada Fungsi Produksi .. 13
2.2
Penurunan Kredit Akibat Menurunnya Penawaran Kredit …………...
14
2.3
Pasar Kredit dalam Kondisi Informasi yang Asimetri ………………..
15
2.4
Credit Rationing dalam Pasar Kredit …………………………………
16
2.5
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia ……………………..
20
2.6
Struktur Manajemen PNPM Mandiri Perdesaan ……………………... 31
2.7
Bagan Kerangka Pemikiran …………………………………………..
37
4.1
Peta Kabupaten Lebak ………………………………………………..
51
5.1
Tingkat Usia Responden ……………………………………………...
70
5.2
Status Responden dalam Keluarga …………………………………… 72
5.3
Jenis Pekerjaan Responden dan Suami ……………………………….
5.4
Jenis Usaha yang Memperoleh Pinjaman SPP ……………………….. 74
5.5
Sumber Modal Awal Usaha …………………………………………..
77
5.6
Penggunaan Pinjaman pada setiap Lembaga Keuangan ……………..
82
5.7
Credit Rationing dalam Penyaluran Pinjaman SPP …………………..
83
5.8
Penggunaan Dana Pinjaman SPP oleh Pelaku Usaha ………………...
88
73
v
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Kuesioner Penelitian ……………………………………………….....
103
2
Hasil Regresi Besar Pinjaman dengan 2SLS …………………………
111
3
Hasil Regresi Nilai Omset dengan 2SLS ……………………………..
112
4
Hasil Regresi Nilai Keuntungan dengan 2SLS ……………………….
113
5
Hasil Regresi Penyerapan Tenaga Kerja dengan 2SLS ………………
114
1
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang
(NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) semata. Pertumbuhan PDB yang tinggi tidak bisa menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bahkan terkadang peningkatan PDB hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Tetapi keberhasilan pembangunan ekonomi juga harus disertai dengan menurunnya tingkat pengangguran, pemerataan distribusi pendapatan antar golongan masyarakat dan menurunnya jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengukur kemiskinan menggunakan konsep kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, angka kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan sebesar 0,13 juta orang (0,13 %) dari 30,02 juta orang penduduk miskin (12,49 % dari total penduduk) pada Maret 2011 menjadi 29,89 juta jiwa (12,36 % dari total penduduk) pada September 2011 dengan garis kemiskinan sebesar Rp 211.726 per kapita perbulan (BPS, 2012). Hal ini disebabkan adanya peningkatan produksi industri manufaktur mikro dan kecil pada Triwulan I sebesar 1,26 persen menjadi 2,21 persen pada Triwulan III. Berdasarkan data BPS jumlah penduduk miskin perdesaan di Provinsi Banten pada September 2011 mencapai 355.750 jiwa (BPS, 2012). Konsekuensi dari kemiskinan adalah tidak adanya kesempatan bagi penduduk miskin untuk mengakses kebutuhan pendidikan, kesehatan, penguasaan teknologi, dan kurangnya keterampilan.
2
Di Indonesia Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan penting terhadap perekonomian nasional terutama sebagai sumber pertumbuhan kesempatan kerja atau pendapatan dan penanggulangan kemiskinan. UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 99,40 juta orang pada tahun 2010 atau 99,72 persen tenaga kerja bergerak pada sektor UMKM (Kemenkop, 2011). UMKM mampu membuktikan ketahanan sebagai landasan perekonomian Indonesia dengan memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam menghadapi perubahan kondisi pasar yang cepat baik pada masa krisis ekonomi tahun 1997/1998 maupun pada tahun 2008. Hal ini dikarenakan UMKM berlandaskan pada pemberdayaan ekonomi lokal sehingga tidak terpengaruh dengan adanya krisis. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Skala Usaha Tahun 2009 – 2010 Tahun 2009 Skala Usaha
Tahun 2010
Usaha Mikro
Unit Usaha (unit) 52.176.795
Tenaga Kerja (orang) 90.012.694
Unit Usaha (unit) 53.207.500
Tenaga Kerja (orang) 93.014.759
Usaha Kecil
546.675
3.521.073
573.601
3.627.164
Usaha Menengah
41.133
2.677.565
42.631
2.759.852
52.764.603
96.211.332
53.823.732
99.401.775
4.677
2.674.671
4.838
2.839.711
Total UMKM Usaha Besar
Sumber : Kementerian Koperasi dan UMKM 2011 Jumlah unit UMKM pada tahun 2010 mencapai 53,82 juta unit usaha dan didominasi oleh skala usaha mikro sebesar 98,85 persen yang merupakan usaha rumah tangga, pedagang kaki lima dan jenis usaha mikro lain yang bersifat informal. Pada skala usaha mikro inilah paling banyak menyerap tenaga kerja (pro job) dan mampu menopang peningkatan taraf hidup masyarakat (pro poor). Dengan demikian, adanya perkembangan dan kemajuan UMKM akan sangat
3
membantu dalam mengatasi kemiskinan. Namun yang telah memperoleh kredit dari perbankan hanya sekitar 37,36 persen atau 19,1 juta unit usaha (Kemenkop, 2011). Salah satu upaya yang dilakukan dalam mengentaskan kemiskinan adalah memberdayakan UMKM melalui akses pembiayaan yang mudah dan tanpa jaminan. Hal ini karena permasalahan utama yang dihadapi UMKM adalah permodalan (Kusmuljono, 2009). Pada awalnya program pembangunan orientasinya tidak bersamaan dengan program penanggulangan
kemiskinan.
Tetapi saat ini program-program
pembangunan yang dilakukan pemerintah orientasinya sudah bersamaan dengan penanggulangan kemiskinan. Hal ini sesuai dengan Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia yaitu penanggulangan kemiskinan. Prioritas untuk mengatasi kemiskinan yaitu dengan memperluas kesempatan kerja melalui pendekatan pemberdayaan, meningkatkan infrastruktur, dan memperkuat sektor pertanian. Tindakan khusus yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan fasilitas kredit untuk mendorong perkembangan dan pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Hal ini dikarenakan permasalahan utama yang dihadapi UMKM yaitu mengenai kesulitan permodalan. Proses pembangunan akan berjalan optimal jika berlandaskan pada pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan kesetaraan gender. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan pembangunan milenium (MDGs) di Indonesia yakni mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri pada tanggal 30 April 2007 di Kota Palu Sulawesi. PNPM Mandiri ini terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri
4
Perkotaan dan PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. Berdasarkan Kebijakan PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2008, PNPM merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mendorong akselerasi penurunan kemiskinan dan pengangguran yang berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM bertujuan meningkatkan kualitas dan kapasitas masyarakat menuju kemandirian dalam pembangunan dengan pelaksanaannya dari, oleh dan untuk rakyat. Alokasi dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PNPM 80 persen bersumber dari APBN dan 20 persen dari APBD. PNPM
Mandiri
Perdesaan
merupakan
program
percepatan
penanggulangan kemiskinan di perdesaan secara terpadu dan berkelanjutan melalui pemberdayaan masyarakat yang merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah berlangsung pada tahun 1998 (PNPM Mandiri Perdesaan, 2007). Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan secara garis besar terbagi dalam lima jenis kegiatan, yaitu kegiatan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) dan kegiatan peningkatan kapasitas Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Salah satu program kegiatan pada PNPM Mandiri Perdesaan yang memberikan fasilitas kredit yang mudah untuk perkembangan UMKM dengan memfokuskan pada pemberdayaan perempuan yaitu program Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP).
5
Tabel 1.2 Rekapitulasi Hasil Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan Tahun Anggaran 2011 Periode Desember 2011 Jenis Kegiatan Jumlah Sumber Dana Asal Usulan Kegiatan Usulan BLM Swadaya Campuran Perempuan (Rp.Milyar) (Rp.Milyar) (Orang) (Orang) Infrastruktur 36.892 5.460,66 175,06 23.841 10.839 Pendidikan 2.521 104,71 2,52 579 1.819 Kesehatan 1.074 32,14 1,29 61 965 Simpan Pinjam 24.582 960,45 3,46 211 23.206 Perempuan (SPP) Usaha Ekonomi 147 6,41 0,17 20 118 Produktif (UEP) Jumlah Total 65.216 6.564,39 182,51 24.712 36.947 Sumber : PNPM Mandiri Perdesaan 2012 Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) merupakan pinjaman modal usaha tanpa agunan dalam bentuk perguliran dengan kegiatan pengelolaan simpanan dan pinjaman melalui pembentukan kelompok perempuan. Kegiatan SPP mendapatkan alokasi dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) kedua terbesar setelah kegiatan infrastruktur yaitu sebesar 960,45 milyar rupiah. Keharusan individu berkelompok dengan individu yang lainnya dalam memperoleh pinjaman SPP menyebabkan terciptanya mekanisme kontrol antara anggota satu dengan anggota lainnya dalam sebuah kelompok. Besarnya pinjaman disesuaikan dengan permintaan yang diajukan dalam proposal. Dalam pelaksanaannya, kegiatan SPP ini tidak boleh hanya kegiatan meminjam, tetapi didalamnya harus ada kegiatan menabung. Hal ini dikarenakan pada dasarnya SPP bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup kaum perempuan. Kontribusi perempuan sebagai pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) mencapai 60% - 80% dari jumlah 46 - 49 juta pelaku UKM pada tahun 2008 (BPS,2008).
6
1.2
Perumusan Masalah Pemerintah Indonesia sudah banyak menjalankan berbagai program dalam
memperkuat pendanaan UMKM melalui pemberian kredit untuk mendorong perkembangan UMKM. Namun, masih sedikit skim kredit program pemerintah yang memfokuskan pada pemberdayaan perempuan. Kelompok usaha di perdesaan pada umumnya merupakan UMKM yang tidak memiliki aset yang cukup dan memiliki status tidak berbadan hukum. Hal inilah yang menyebabkan sulitnya UMKM untuk memperoleh akses kredit perbankan. Oleh karena itu, pemerintah memberikan fasilitas kredit Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang merupakan kegiatan pengembangan ekonomi PNPM Mandiri Perdesaan. SPP merupakan pinjaman yang mudah dan tanpa agunan bagi Rumah Tangga Miskin (RTM) untuk pengembangan usahanya. SPP memperoleh alokasi dana 25 persen dari total dana BLM dalam PNPM Mandiri Perdesaan. Alokasi dana SPP di provinsi Banten sebesar 1-3 miliar rupiah per kecamatan dengan jumlah pemanfaat dana SPP tahun anggaran 2010 mencapai 928 ribu orang perempuan dengan sebanyak 711 ribu orang berasal dari RTM atau sebesar 77 persen. Kabupaten Lebak memperoleh dana BLM PNPM tahun 2011 sebesar 69 miliar rupiah yang disalurkan pada 27 kecamatan dan 329 desa (PNPM Lebak, 2011). Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kemenko Kesra, menyatakan bahwa anggaran PNPM Mandiri pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp 9,9 triliun, mengalami peningkatan pada tahun 2010 sebesar Rp 12 triliun dan pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi Rp 11,8 triliun.
7
Tabel 1.3 Perkembangan Pembiayaan Mikro Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Provinsi Banten Tahun Anggaran 2008-2009 Periode Alokasi Pinjaman Realisasi Pengembalian Persentase (Rp.Juta) (%) Pokok Bunga (Rp.Juta) (Rp.Juta) Desember 2009 116.654,45 65.047,76 13.282,79 88 Maret 2009 63,35 40,64 8,35 87,48 Desember 2008 54,37 33,91 6,96 86,94 Maret 2008 33,57 19,56 4,06 85,76 Sumber : PNPM Mandiri Persesaan 2010 Berdasarkan Tabel 1.3 pembiayaan mikro kegiatan SPP di provinsi Banten mengalami peningkatan dari periode Maret 2008 hingga Desember 2009. Hal ini terlihat dari alokasi jumlah pinjaman tiap periode yang mengalami peningkatan. Selain peningkatan jumlah pinjaman, tingkat pengembalian dana SPP pun mengalami peningkatan dari 85,76 persen pada periode Maret 2008 menjadi 88 persen pada Desember 2009. Hal ini menunjukkan kelancaran pengembalian pinjaman bergulir SPP di provinsi Banten tergolong cukup lancar dan terus meningkat. Pemilihan Kecamatan Cimarga sebagai lokasi penelitian dilandaskan pada tingkat pengembalian SPP selama kurun waktu 2011 tergolong relatif lancar yaitu mencapai 90 persen dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Lebak. Tingkat pengembalian SPP yang cukup tinggi ini didorong oleh meningkatnya kesadaran masyarakat khususnya penerima dana pinjaman SPP. Peningkatan
alokasi
jumlah
pinjaman
dan
kelancaran
tingkat
pengembalian diharapkan dapat memberikan dampak terhadap perkembangan UMKM. Skim kredit program pemerintah untuk mendorong perkembangan UMKM yang memfokuskan pada pemberdayaan perempuan masih relatif sedikit. Selain itu, adanya kendala yang harus diperbaiki mengenai pemahaman keliru di
8
masyarakat yang memandang SPP sebagai dana pemberian pemerintah seperti halnya Bantuan Langsung Tunai (BLT). Oleh karena itu, ada beberapa permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana keragaan penyaluran pinjaman bergulir program SPP bagi UMKM di Kecamatan Cimarga ? 2. Bagaimana dampak perguliran dana SPP PNPM Mandiri Perdesaan terhadap perkembangan UMKM di Kecamatan Cimarga ?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, maka tujuan dari
penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi keragaan penyaluran pinjaman bergulir program SPP bagi UMKM di Kecamatan Cimarga dilihat dari tingkat pengembalian pinjaman. 2. Menganalisis dampak perguliran dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan terhadap perkembangan UMKM yang dilihat berdasarkan indikator omset usaha, keuntungan dan penyerapan tenaga kerja.
1.4
Manfaat Penelitian Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan program Simpan Pinjam Perempuan (SPP), yaitu : 1. Bagi masyarakat khususnya kaum perempuan diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai manfaat adanya perguliran dana SPP sebagai langkah dalam upaya meningkatkan pemberdayaan ekonomi perempuan.
9
2. Bagi pemerintah sebagai bahan masukan dalam menyusun kebijakan untuk pengembangan atau penyaluran modal program simpan pinjam kelompok perempuan dalam mengatasi kemiskinan dan perkembangan UMKM. 3. Bagi
Fasilitator
Desa
dapat
dijadikan
sebagai
masukan
dalam
memaksimalkan pengelolaan perguliran dana SPP. 4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai upaya penanggulangan kemiskinan melalui perguliran dana SPP yang berdampak pada perkembangan UMKM.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji dampak perguliran dana dari pelaksanaan salah
satu program kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan yaitu kegiatan Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) terhadap perkembangan UMKM. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Jumlah anggota kelompok SPP yang dijadikan sebagai sampel sebanyak 30 orang berdasarkan proporsi jumlah kelompok pada tiga desa yaitu Desa Margajaya, Desa Cimarga dan Desa Girimukti. Pemilihan ketiga desa ini berdasarkan keragaman jenis usaha yang dijalankan sehingga jenis usaha yang ada dapat terwakili semua. Anggota yang menjadi sampel/responden adalah anggota kelompok SPP yang menerima dana pinjaman SPP pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2010 dan 2011. Pengkajian dilakukan dengan analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda yaitu persamaan simultan dengan metode Two Stage Least Square (2SLS).
10
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1
Konsep Kredit Kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan.
Secara umum memiliki arti kreditur (pihak yang memiliki modal/dana) memberikan kepercayaan (kredit/credere) kepada debitur (pihak yang meminjam dana) untuk mengelola sejumlah dana untuk diputarkan agar dapat menghasilkan. Dengan demikian istilah kredit memiliki arti khusus yaitu meminjamkan uang (atau penundaan pembayaran) (Suyatno et.al, 2007). Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan. Untung (2000) mengatakan bahwa kredit memiliki empat unsur yaitu kepercayaan, tenggang waktu, tingkat resiko dan objek kredit (uang atau modal). Kepercayaan berarti pemberi kredit yakin bahwa dana yang diberikan kepada penerima kredit akan kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. Kredit dalam perekonomian mempunyai fungsi diantaranya untuk meningkatkan daya guna uang, meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang, meningkatkan perkembangan usaha dan meningkatkan pemerataan pendapatan. Kredit dapat dibedakan menurut berbagai kriteria, yaitu diantaranya dari segi tujuan penggunaannya dan skala sektor usaha yang dijalani. Berdasarkan tujuan penggunaannya, kredit dikelompokkan menjadi tiga yaitu : 1. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsi sehari-hari.
11
2. Kredit produktif, baik kredit investasi maupun kredit modal kerja. Kredit investasi adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung dan mesin-mesin. Sedangkan kredit modal kerja adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan kebutuhan dunia usaha akan modal kerja yang berupa persediaan bahan baku, persediaan produk akhir dalam proses produksi. 3. Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif (semi konsumtif dan semi produktif). Berdasarkan besar-kecilnya skala sektor usaha yang dijalani, kredit dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu : 1. Kredit usaha mikro, yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha mikro yang dimiliki dan dijalankan dengan plafon kredit maksimal sebesar Rp 50 juta. 2. Kredit usaha kecil, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai pengusaha kecil dengan plafon kredit maksimum sebesar Rp 500 juta. 3. Kredit usaha menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha skala usaha menengah dengan plafon kredit diatas Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar. 4. Kredit usaha besar, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnya lebih besar daripada pengusaha skala menengah. 2.1.1
Kredit Mikro Berdasarkan kesepakatan Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat dan
Gubernur BI tentang Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan dan
12
Pengembangan
Usaha
Mikro,
Kecil,
dan
Menengah
No.
11/KEP/MENKO/KESRA/IV/2002 dan No. 4/2/KEP/GBI/2002 Tanggal 22 April 2002, definisi kredit mikro adalah kredit yang diberikan kepada nasabah usaha mikro baik langsung maupun tidak langsung yang dimiliki dan dijalankan oleh penduduk miskin dengan kriteria penduduk miskin menurut BPS yaitu berdasarkan konsep kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, dengan plafon kredit maksimal Rp 50 juta (Adi, 2007). Menurut definisi yang dipakai dalam Microcredit Summit (1997), kredit mikro adalah program pemberian kredit berjumlah kecil kepada warga miskin untuk membiayai kegiatan produktif yang dikerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang memungkinkan mereka peduli terhadap diri sendiri dan keluarganya. Sedangkan Bank Indonesia mendefinisikan kredit mikro sebagai kredit yang diberikan kepada para pelaku usaha produktif baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan paling banyak Rp 100 juta per tahun (Ashari, 2006). Pembiayaan mikro merupakan hal yang penting dalam perkembangan UMKM khususnya dalam meningkatkan jumlah produksi. UMKM merupakan jenis skala usaha dengan karakteristik modal yang relatif kecil, sehingga dengan adanya penambahan modal dari pembiayaan mikro akan menyebabkan peningkatkan output dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan jumlah penambahan modalnya. Penambahan modal sebesar ΔC dari pembiayaan mikro akan meningkatkan jumlah output sebesar ΔQ. Dalam istilah ekonomi hal ini disebut increasing return to scale. Prinsip peningkatan jumlah output yang besar dengan adanya penambahan modal yang sedikit diperoleh dari kurva fungsi
13
produksi, seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.1. Selain itu dalam ekonomi terdapat prinsip pengurangan margin laba dari modal (diminishing marginal return of capital) yaitu perusahaan dengan modal relatif kecil yakni UMKM seharusnya memperoleh laba yang lebih tinggi pada investasi modal mereka daripada perusahaan dengan modal besar. Ketika perusahaan menginvestasikan lebih banyak modal, maka setiap unit tambahan modal akan menghasilkan tambahan laba yang terus berkurang. UMKM memiliki margin laba yang lebih besar (MRi) daripada usaha skala besar (MRt) (Kusmuljono, 2009). Output
MRt
MRi
MRi : Marginal Return for poorer entrepreneur. MRt : Marginal Return for richer entrepreneur.
Capital Sumber : Kusmuljono (2009) Gambar 2.1 Dampak Penambahan Modal terhadap Output pada Fungsi Produksi 2.1.2
Teori Permintaan dan Penawaran Kredit Menurut Stiglitz dalam (Zeller, 2006) credit crunch merupakan suatu
kondisi terjadi penurunan penawaran kredit perbankan akibat menurunnya keinginan bank dalam menyalurkan kredit pada suku bunga yang berlaku. Hal ini terlihat dari meningkatnya spread yaitu selisih suku bunga pinjaman dan suku bunga dana dan semakin sulitnya persyaratan untuk memperoleh kredit. Dalam
14
kondisi terparah, credit crunch terjadi dalam bentuk credit rationing yaitu suatu kondisi nasabah tidak mendapatkan kredit dari bank pada suku bunga berapapun. Faktor yang menyebabkan penurunan penawaran kredit yaitu menurunnya tingkat kelayakan kredit (creditworthiness) dari debitur akibat melemahnya kondisi keuangan perusahaan. Hal ini menyebabkan debitur dengan tingkat kelayakan kredit yang sama akan terkena credit rationing yaitu pembatasan terhadap kredit untuk sektor tertentu (kredit konsumsi) atau kelompok debitur tertentu (usaha kecil). Selain itu, debitur yang layak memperoleh kredit juga akan ditolak karena bank tidak memiliki informasi yang lengkap mengenai data keuangan calon debitur. Penurunan penawaran kredit mendorong kenaikan suku bunga pinjaman dan ketatnya persyaratan kredit. Hal ini diakibatkan persoalan informasi yang membuat bank tidak dapat membedakan kualitas debitur mengenai tingkat resiko kredit sehingga bank cenderung lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit dan tingkat suku bunga bukan pertimbangan utama dalam memberikan kredit. Meskipun suku bunga kredit tinggi karena adanya penurunan penawaran kredit, akan tetapi permintaan terhadap kredit tetap tinggi. Suku bunga kredit
S2 S1
r2
r1 D Kuantitas Kredit K2
K1
Gambar 2.2 Penurunan Kredit Akibat Menurunnya Penawaran Kredit
15
2.1.3
Asymmetry Information di Pasar Kredit Pendekatan new-Keynesian mengemukakan bahwa pada dasarnya pasar
kredit berjalan tidak sempurna (imperfect market) terutama dengan adanya informasi yang asimetri antar pelaku pasar. Informasi yang asimetri menyebabkan terjadinya tindakan moral hazard yaitu penggunaan kredit untuk tujuan lain yang berisiko tinggi. Selain itu juga, timbul persoalan adverse selection yaitu menurunnya kualitas kelayakan kredit debitur. Gambar 2.3 mengilustrasikan hubungan antara permintaan dan penawaran kredit. Pada pasar kredit yang sempurna, dimana tidak adanya informasi yang asimetri maka debitur dapat memperoleh kredit berapapun yang diperlukan pada suku bunga riil r sehingga kurva penawaran merupakan garis horizontal r. Pada kondisi ini, keseimbangan kredit berada pada perpotongan kurva permintaan dan penawaran kredit yaitu K1. Biaya dana (bunga kredit) S
r+p r D Jumlah kredit F
K2
K1
Sumber : Kusmiarso, et.al (2001) Gambar 2.3 Pasar Kredit dalam Kondisi Informasi yang Asimetri Dalam kondisi pasar kredit yang tidak sempurna, kebutuhan modal dapat dipenuhi dari modal sendiri yaitu sebesar F. Akan tetapi ketika kebutuhan modal
16
sudah tidak dapat dipenuhi dari modal sendiri, maka diperlukan tambahan modal eksternal yang lebih besar (kredit) sehingga kurva S menjadi berslope positif. Semakin besar modal eksternal yang diperlukan, semakin besar peluang terjadi moral hazard sehingga premi yang dikenakan makin besar (r + p). dalam kondisi tersebut, keseimbangan kredit menjadi K2 yang lebih rendah dari kondisi pasar kredit yang sempurna dimana informasi sempurna antar dua belah pihak (K1). Apabila permasalahan adverse selection tidak dapat diatasi akibat informasi yang asimetri atau tidak sempurna, maka bank tidak lagi dapat membedakan kualitas debitur mengenai kelayakan kredit sehingga kurva penawaran kredit menjadi condong kebelakang (backward bending) sebelum memotong kurva permintaan kredit. Hal ini menyebabkan debitur terkena credit rationing yaitu tidak terjadinya keseimbangan antara permintaan dan penawaran kredit pada suku bunga yang berlaku. Biaya dana (bunga)
S
r D Jumlah kredit F
K1
Sumber : Kusmiarso, et.al (2001) Gambar 2.4 Credit Rationing dalam Pasar Kredit
17
2.1.4
Teori Group Lending Kredit berbasis kelompok atau dikenal dengan group lending merupakan
pemberian kredit kepada individu-individu yang tergabung dalam sebuah kelompok sehingga dapat memiliki akses terhadap permodalan dalam sebuah program. Program yang dilaksanakan biasanya ditujukkan bagi masyarakat miskin yang tidak memiliki agunan untuk memperoleh kredit. Menurut Zeller dan Simtowe (2006) kredit berbasis kelompok ini dibuat untuk individu tetapi semua anggota kelompok bertanggungjawab terhadap pembayaran kredit tersebut (joint liability lending). Berdasarkan kewajiban dan tanggung jawab pinjaman bersama maka setiap anggota yang tidak mengalami kesulitan dapat membantu membayar anggota lain yang mengalami kegagalan bayar (intra-group asuransi). Ukuran keberhasilan program pinjaman kelompok dapat dilihat dari tingkat pengembalian. Manfat positif yang dapat diperoleh jika menggunakan sistem kredit berbasis kelompok (group lending)
dengan skema pembiayaan joint liability
lending diantaranya mengurangi masalah adverse selection, dimana pada saat pembentukan kelompok memperhatikan mengenai kelayakan kredit sehingga dapat mencegah kredit yang beresiko tinggi. Selain itu, dapat mengurangi masalah moral hazard, yaitu masing-masing anggota saling mengawasi dan memantau satu sama lain untuk memastikan bahwa anggota menggunakan dana kredit untuk kegiatan produktif sehingga akan menjamin pembayaran kredit. Anggota diwajibkan untuk saling memantau untuk menjamin akses kredit di masa mendatang. Apabila terdapat anggota yang tidak bersedia membayar pinjaman maka anggota lain dapat mengenakan sanksi sosial dan tekanan dari semua anggota (Zeller dan Simtowe, 2006).
18
2.1.5 Skim Kredit Program Pemerintah Keberhasilan UMKM di Indonesia tidak terlepas dari dukungan dan peran pemerintah dalam mendorong penyaluran kredit kepada UMKM. Berdasarkan Info UMKM dalam website resmi Bank Indonesia (www.bi.go.id), berbagai skim kredit/pembiayaan UMKM diluncurkan oleh pemerintah dikaitkan dengan tugas dan program pembangunan ekonomi pada sektor-sektor usaha tertentu, misalnya ketahanan pangan, perternakan dan perkebunan. Peran pemerintah dalam skimskim kredit UMKM ini adalah pada sisi penyediaan dana APBN untuk subsidi bunga skim kredit tersebut, sedangkan dana kredit/pembiayaan seluruhnya berasal dari bank-bank yang ditunjuk pemerintah sebagai bank pelaksana. Selain itu pemerintah berperan dalam mempersiapkan UMKM agar dapat dibiayai dengan skim tersebut, menetapkan kebijakan dan prioritas usaha yang akan menerima kredit, melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa kredit, dan memfasilitasi hubungan antara UMKM dengan pihak lain. Skim kredit program pemerintah yang terkenal di masyarakat yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diperuntukkan bagi UMKM yang layak mendapatkan fasilitas kredit, namun tidak mempunyai agunan yang cukup untuk persyaratan kredit perbankan. Tujuan akhir diluncurkan program KUR adalah pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Selain KUR, skim kredit program pemerintah yang lainnya yaitu Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) dan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). Pemerintah juga melakukan program pembiayaan untuk usaha produktif yaitu Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) yang diberikan pada perempuan rumah tangga miskin (Kusmuljono, 2009).
19
2.1.6
Konsep Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Lembaga Keuangan Mikro (LKM) merupakan alat atau wadah untuk
pemberdayaan potensi rakyat yang berbasis pada kemampuan ekonomi rakyat dengan pendekatan kebersamaan sebagai bagian integral dalam memperkuat perekonomian nasional (Adi, 2007). LKM berfungsi sebagai penyedia jasa keuangan bagi pengusaha kecil dan mikro. Oleh karena itu keberadaan LKM menjadi sangat penting sebagai solusi untuk mengatasi kesulitan permodalan UMKM dalam mengakses kredit di lembaga formal. LKM merupakan lembaga yang mampu memenuhi kebutuhan modal UMKM karena mampu menyesuaikan dengan karakteristik UMKM yang cenderung dianggap tidak bankable oleh sektor perbankan komersial. Kinerja LKM dapat dilihat dari tiga aspek yang saling berkaitan yaitu keberlanjutan dari pelaksanaan pemberian kredit yang dilihat secara jangka panjang, keterjangkauan dan dampak dari keberadaan LKM dengan melihat dampak dari program yang sedang dijalankan oleh LKM terhadap kualitas kehidupan masyarakat. (Zeller dan Meyer, 2002). Secara umum LKM di Indonesia dikelompokkan menjadi dua jenis berdasarkan sifatnya yaitu LKM formal dan LKM informal. LKM formal terdiri dari bank dan non bank. LKM informal dikelompokkan menjadi tiga, yaitu LKM yang dibentuk oleh pemerintah, seperti Badan Kredit Desa (BKD), LKM yang dibentuk berdasarkan inisiatif masyarakat, seperti Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan LKM pendukung program pemerintah, seperti Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
20
Bank Formal Non Bank LKM
BPR, BRI unit, Mandiri Unit Mikro KUD, KSP, Perum Pegadaian
LKM yang dibentuk pemerintah, yaitu BKD Non Formal
LKM yang dibentuk atas inisiatif masyarakat, yaitu BMT, LSM. LKM pendukung program pemerintah, yaitu PPK, PNPM
Sumber : Adi (2007) Gambar 2.5 Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia
2.2
Konsep Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Sebagian besar dari jumlah UMKM di Indonesia terdapat di perdesaan
sehingga diharapkan dapat menjadi penggerak pembangunan ekonomi perdesaan untuk menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan pembangunan antara perkotaan dan perdesaan. Selain itu, UMKM berperan penting dalam menyerap kelebihan tenaga kerja di perdesaan karena bersifat padat karya. Oleh karena itu, kemajuan pembangunan ekonomi perdesaan sangat ditentukan oleh kemajuan pembangunan UMKM. Pemberdayaan UMKM dalam konteks pembangunan ekonomi kerakyatan tidak terlepas dari peran semua pihak baik pengusaha, pendamping (fasilitator), pemerintah dan lembaga keuangan (Adi, 2007). Sebagian besar pengusaha mikro di Indonesia berusaha karena ingin memperoleh perbaikan penghasilan bukan karena peluang bisnis dan pangsa pasar yang besar. Hal ini karena tidak adanya kesempatan berkarier di bidang lain.
21
Definisi UMKM diatur dalam UU No 20 Tahun 2008 tentang UMKM menggunakan kriteria nilai kekayaan atau aset bersih tanpa tanah dan bangunan atau hasil penjualan tahunan. Berdasarkan kriteria tersebut, usaha mikro merupakan unit usaha yang memiliki nilai aset paling banyak Rp 50 juta atau dengan hasil penjualan tahunan paling besar Rp 300 juta. Usaha kecil dengan nilai aset lebih dari Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta hingga Rp 2,5 miliar. Sedangkan usaha menengah adalah unit usaha dengan nilai aset bersih lebih dari Rp 500 juta hingga Rp 10 miliar atau memiliki hasil penjualan tahunan diatas Rp 2,5 miliar hingga Rp 50 miliar. Selain itu, definisi UMKM menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dengan berdasarkan pada kriteria jumlah pekerja. Menurut BPS, Usaha mikro adalah unit usaha dengan jumlah pekerja tetap hingga 4 orang. Usaha kecil merupakan unit usaha dengan jumlah pekerja antara 5 hingga 19 pekerja. Sedangkan usaha menengah mempunyai pekerja dari 20 hingga 99 orang pekerja. Di Indonesia banyak ragam jenis sektor usaha pada skala UMKM. Secara garis besar jenis sektor usaha pada UMKM dikelompokkan dalam empat jenis, yaitu sebagai berikut : 1. Usaha Perdagangan. Meliputi keagenan, pengecer, ekspor/impor, dan sektor informal. 2. Usaha Pertanian. Meliputi usaha perkebunan, peternakan dan perikanan. 3. Usaha Industri. Meliputi industri makanan/minuman, pertambangan, pengrajin dan konveksi. 4. Usaha Jasa. Meliputi jasa konsultan, perbengkelan, rumah makan, jasa transportasi dan jasa pendidikan.
22
2.2.1
Perkembangan UMKM Di Indonesia UMKM lebih didominasi oleh usaha mikro yang sebagian
besar berlokasi di perdesaan. Kegiatan produksi di usaha mikro khususnya pada produksi makanan, minuman dan kerajinan relatif mudah dilakukan. Hal ini karena kebutuhan modal awal yang sedikit, tidak membutuhkan pendidikan formal yang tinggi, dan tidak memerlukan tempat khusus untuk kegiatan produksi. Oleh karena itu, kegiatan produksi usaha mikro lebih banyak dilakukan oleh perempuan. Pendapatan dari kegiatan usaha mikro sangat penting baik sebagai sumber pendapatan utama maupun sebagai sumber pendapatan tambahan keluarga. Usaha mikro pada umumnya merupakan unit usaha sendiri tanpa pekerja (self-employment) atau pemilik usaha melakukan semua pekerjaan sendiri (Tambunan, 2009). Sektor UMKM akan dapat berkembang lebih baik apabila tersedianya sumber permodalan dan pembiayaan yang mudah dijangkau dan adanya pendampingan untuk pembangunan kapasitas pengusaha (Kusmuljono, 2009). UMKM yang dapat menghasilkan produk berdaya saing adalah UMKM yang melakukan suatu strategi inovasi sehingga dapat berkembang dengan pesat. Tetapi pada umumnya UMKM di Indonesia mempunyai kelemahan dalam penguasaan teknologi, informasi dan kualitas SDM yang menyebabkan rendahnya produktivitas UMKM dan menghambat kemampuan berinovasi. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan formal pengusaha yang rendah dan keterbatasan modal untuk melakukan inovasi. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan formal pengusaha di UMKM menyebabkan rendahnya tingkat keuntungan rata-rata usaha dan rendahnya daya saing UMKM. Tingkat kesejahteraan atau perkembangan
23
UMKM dapat diukur dengan menghitung tingkat produktivitas unit usaha yaitu rata-rata nilai penjualan atau omset per hari per unit usaha. Nilai omset merupakan nilai keseluruhan atas barang dan jasa yang diperdagangkan. Unit usaha yang memiliki nilai omset terus meningkat setiap tahunnya berarti permintaan pasar terhadap produknya terus meningkat. Ini menunjukkan unit usaha tersebut berdaya saing tinggi. 2.2.2
Permasalahan UMKM Bantuan finansial yang dilakukan pemerintah secara langsung dalam
bentuk pemberian skim kredit untuk UMKM dengan diikuti kebijakan publik yang tepat untuk memperbaiki fasilitas umum dan infrastruktur pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Hal ini karena UMKM mampu menciptakan kesempatan kerja lebih banyak daripada usaha besar. UMKM perdesaan memiliki kekuatan dalam menghadapi persaingan barang impor karena jaringan distribusi yang terjadi antara penjual dan masyarakat perdesaan (pembeli) dilandasi oleh hubungan sosial yang kuat. Hambatan yang umum dihadapi UMKM di perdesaan yaitu keterbatasan modal, kesulitan pemasaran, distribusi, kesulitan pengadaan bahan baku, dan keterbatasan akses informasi mengenai peluang pasar. Rumitnya persyaratan kredit dan tingginya suku bunga kredit menjadi penyebab utama kesulitan UMKM mengakses kredit ke perbankan. Akibatnya modal yang digunakan oleh sebagian besar UMKM di perdesaan berasal dari uang/tabungan sendiri, bantuan dari saudara atau dari sumber informal. Keberhasilan pengusaha UMKM dalam mengelola dana secara efektif belum tentu berhasil mengelola uang dalam skala besar. Banyak industri kecil yang runtuh setelah mendapatkan kredit dalam
24
jumlah besar karena kesalahan dalam mengalokasikan dana pinjaman. Kredit yang seharusnya digunakan untuk usaha produktif justru dimanfaatkan untuk keperluan konsumtif. Hal ini disebabkan rendahnya kemampuan pengusah UMKM dalam berwirausaha sehingga terjadi kekeliruan alokasi dana pinjaman (Ismawan, 2001). 2.3
Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan perempuan merupakan upaya meningkatkan kemampuan
perempuan untuk memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial dan budaya agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah, sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri. Salah satu penyebab ketidakberdayaan perempuan adalah ketidakadilan gender yang mendorong terpuruknya peran dan posisi perempuan di masyarakat. Pemerintah telah menetapkan UU No. 25/2000 tentang Program Pembangunan Nasional yang didalamnya termasuk program-program di bidang pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan. Pembangunan nasional di bidang pemberdayaan perempuan diwujudkan melalui peningkatan kualitas hidup perempuan, penggalakkan sosialisasi kesataraan dan keadilan gender dan penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi perempuan. Berkaitan dengan program pembangunan untuk perempuan, terdapat tiga program utama yang dilaksanakan secara sektoral oleh departemen dan lembaga, yang dikoordinasikan oleh Menteri Urusan Wanita yaitu Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS), Program Bina Keluarga dan Balita (BKB) dan Program Peningkatan Pendapatan Bagi Perempuan melalui Industri Kecil. Sedangkan program pemberian modal yang dikhususkan pada perempuan
25
yaitu program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) pada program PNPM Mandiri Perdesaan (SMERU, 2003). 2.3.1 Pengusaha Perempuan di UMKM Perkembangan kewirausahaan perempuan sangat berpotensi sebagai pendorong
proses
pemberdayaan
prempuan
dan
transformasi
sosial.
Perkembangan kewirausahaan perempuan dipengaruhi oleh tekanan ekonomi (keuangan), lokasi geografi dan latar belakang sosial dan budaya. Semakin besar tekanan-tekanan ekonomi yang dihadapi seorang perempuan dalam kehidupannya, semakin besar kemungkinan perempuan untuk mencari pekerjaan atau membuka usaha sendiri. Di Indonesia pada umumnya perempuan perdesaan lebih sulit untuk mengembangkan jiwa kewirausahaannya dibandingkan perempuan di perkotaan. Hal ini karena perempuan di perdesaan menghadapi hambatan struktural dan kultural seperti kesulitan untuk mendapatkan pendidikan. UMKM mempunyai peran yang lebih penting bagi pengusaha perempuan karena pada usaha mikro lebih banyak pengusaha perempuan dibandingkan jumlah pengusaha lelaki. Hal ini disebabkan di negara berkembang lebih banyak perempuan daripada lelaki yang terlibat di dalam kegiatan ekonomi informal. Perkembangan kewirausahaan perempuan khususnya di perdesaan berperan dalam pembangunan ekonomi dan kemajuan sosial di perdesaan. Perempuan pengusaha UMKM pada umumnya terdapat pada industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi. Hal ini menandakan bahwa perempuan pengusaha cenderung melakukan bisnis yang tidak memerlukan pendidikan tinggi atau keahlian khusus dan tidak membutuhkan modal yang besar (Tambunan, 2009).
26
Karakteristik kewirausahaan perempuan di UMKM di Indonesia yaitu skala usaha yang kecil baik dalam volume produksi, modal, dan jumlah pekerja. Selain itu usaha yang dijalankan merupakan usaha atau kegiatan paruh waktu sehingga tetap dapat melakukan kewajiban utama untuk mengurus keluarga. Rintangan yang umum dihadapi pengusaha perempuan UMKM yaitu kesulitan mendapatkan pinjaman dari bank atau lembaga keuangan formal lainnya yang disebabkan rendahnya pendidikan perempuan terutama yang berlokasi di perdesaan. Sulitnya akses kredit berkaitan dengan hak kepemilikan aset sehingga pengusaha perempuan tidak mampu memenuhi persyaratan bank terkait jaminan atas pinjaman. 2.3.2 Pembiayaan Bagi Pengusaha UMKM Perempuan Grameen Bank merupakan salah satu program kredit mikro yang khusus bagi kaum perempuan. Muhammad Yunus sebagai pendiri dan direktur pengelola Grameen Bank berhasil dalam menyalurkan kredit mikro tersebut. Sistem Grameen Bank menggunakan prinsip tanpa surat perjanjian dan tidak ada sanksi sehingga kepercayaan merupakan modal utama dalam pelaksanaannya. Sistem Grameen Bank menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat miskin dengan memberikan kepercayaan penuh sehingga memiliki tanggung jawab yang kuat untuk menjadi nasabah yang baik. Grameen Bank bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dengan berlandaskan pada pemberdayaan masyarakat miskin khususnya kaum perempuan (Yunus, 2007). Grameen Bank menerapkan dua hal agar mencapai keberhasilan sebagai bank dalam program pengentasan kemiskinan yaitu menjangkau orang miskin dan menerapkan kedisiplinan pengembalian kredit dengan membangun sistem
27
“jaminan sosial”. Para peminjam adalah perempuan yang tidak punya tanah dan membentuk kelompok lima orang. Dua diantara yang termiskin mendapat pinjaman pertama. Sedangkan sisanya tiga orang baru akan mendapatkan pinjaman setelah dua orang pertama tadi mengembalikan pinjaman tersebut. Metode seperti ini menjadikan anggota kelompok saling membantu apabila ada anggota yang mengalami kesulitan. Strategi yang diterapkan Grameen Bank yaitu memberikan pinjaman tanpa jaminan dan bunga rendah kepada masyarakat miskin. Selain itu, pembayaran cicilan dilakukan setiap hari agar tidak memberatkan anggota pada saat jatuh tempo. Nasabah Grameen Bank dikhususkan pada kaum perempuan. Hal ini karena pemberian pinjaman kepada kaum perempuan di Bangladesh ternyata memberikan dampak yang sangat besar terhadap peningkatan ekonomi keluarga dibandingkan kepada kaum laki-laki. Pembentukan kelompok dalam pemberian pinjaman juga merupakan faktor keberhasilan program kredit Grameen Bank. 2.4
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan Program
Nasional
Pemberdayaan
Masyarakat
(PNPM)
Mandiri
merupakan program pembangunan berbasis masyarakat atau Community Driven Development (CDD) sebagai upaya pemerintah dalam membangun kemandirian masyarakat dan mendorong percepatan penurunan kemiskinan. PNPM Mandiri merupakan integrasi dan bertujuan untuk mengkoordinasikan program-program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat yang sudah dan sedang berjalan. Integrasi dilakukan dengan menggabungkan program yang telah terbukti efektif, yaitu Program Pengembangan Kecamatan (PPK) di wilayah perdesaan dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP).
28
Berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2008 (Peraturan Departemen Dalam Negeri Nomor : 414.2/ 316/ PMD), tujuan umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yaitu meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan dalam keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pelestarian pembangunan. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Mengembangkan kapasitas pemerintahan lokal dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif. Menyediakan prasarana dan sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat, dan melembagakan pengelolaan dana bergulir melalui Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP). Selain itu, mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan di perdesaan. PNPM Mandiri Perdesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak tahun 1998-2007. Dalam PNPM Mandiri Perdesaan, seluruh anggota masyarakat didorong untuk terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai dengan kebutuhan yang paling prioritas di desanya, hingga pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya. Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan berada di bawah binaan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Departemen/Kementrian Dalam Negeri. Program ini
29
didukung dengan pembiayaan yang bersumber dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), partisipasi dari Corporante Social Responsibility (CSR), dana hibah, swadaya masyarakat dan pinjaman dari sejumlah lembaga. 2.4.1
Prinsip PNPM Mandiri Perdesaan Prinsip-prinsip yang diterapkan dalam Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yaitu sebagai berikut : a. Bertumpu pada pembangunan manusia. PNPM Mandiri Perdesaan memiliki prinsip bahwa setiap kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia seutuhnya. b. Otonomi.
Masyarakat
diberi
kewenangan
secara
mandiri
untuk
berpartisipasi dalam menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara mandiri. c. Desentralisasi. PNPM Mandiri Perdesaan memberikan kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan mengenai kewilayahan dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah atau masyarakat sesuai dengan kapasitasnya. d. Berorientasi pada masyarakat miskin. Semua kegiatan yang dilakukan harus mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin serta kelompok masyarakat yang kurang beruntung. e. Partisipasi atau keterlibatan masyarakat. masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan prencanaan, pemantauan, dan pelaksanaan pembangunan serta secara gotong royong melaksanakan pembangunan.
30
f. Kesetaraan dan Keadilan Gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan secara adil. g. Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan di dalam semua kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin. h. Transparansi dan Akuntabilitas. Masyarakat harus memiliki akses atas segala informasi proses pengambilan keputusan pembangunan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan, baik secara moral, legal, teknis dan administratif. i. Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan untuk pengentasan kemiskinan, kegiatan mendesak, dan yang memberikan manfaat
sebanyak-banyaknya
kepada
masyarakat
dengan
mendayagunakan secara optimal berbagai sumber daya yang terbatas. j. Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antar pelaku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan. k. Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan pembangunan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang tidak hanya untuk saat ini tetapi juga di masa depan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. 2.4.2
Konsep Pengelolaan PNPM Mandiri Perdesaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan
berada dibawah binaan Departemen Dalam Negeri (Depdagri), Direktorat Jenderal
31
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Ditjen PMD) sebagai instansi pelaksana. PNPM Mandiri Perdesaan dilaksanakan di tingkat kecamatan. Dalam membantu pengelolaan program secara nasional, dibentuk Tim Koordinasi yang terdiri dari Menko Kesra, Bappenas, Depdagri, Departemen Keuangan, dan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah di berbagai level pemerintahan. Sedangkan untuk di tingkat Kecamatan, Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) bertindak sebagai Pimpinan Proyek (Pimpro) atau sebagai Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PjOK).
Departemen Konsultan Nasional
APBN
Konsultan Provinsi
Konsultan Kabupaten/Kota
Fasilitator
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Nasional
Satuan Kerja Perangkat Daerah Pelaksana
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kabupaten/Kota
APBD Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD)
Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK)
Lembaga Keswadayaan Masyarakat Masyarakat Penerima Manfaat
Sumber : PNPM Mandiri Perdesaan Gambar 2.6 Struktur Manajemen PNPM Mandiri Perdesaan
32
2.4.3
Konsep Cara Kerja PNPM Mandiri Perdesaan Program
Nasional
Pemberdayaan
Masyarakat
(PNPM)
Mandiri
Perdesaan memiliki tujuan, yakni meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui berbagai tahapan kegiatan dalam sebuah siklus kegiatan. Tahap-tahapan tersebut adalah: a. Informasi dan sosialisasi. Tahapan ini dilakukan dalam beberapa cara, diantaranya lokakarya di berbagai tingkat pemerintahan, dan forum-forum musyawarah masyarakat. Setiap desa dilengkapi papan informasi sebagai salah satu media penyebaran informasi dan membuka kerjasama dengan berbagai pihak (media massa, akademisi, dan anggota dewan). b. Proses Perencanaan Partisipatif. Dilaksanakan mulai dari tingkat dusun, desa dan kecamatan. Masyarakat memilih Fasilitator Desa (FD) untuk mendampingi proses sosialisasi dan perencanaan. FD mengatur pertemuan kelompok, termasuk pertemuan khusus perempuan untuk kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP), untuk membahas kebutuhan dan prioritas usulan desa. c. Seleksi Proyek di Tingkat Desa dan Kecamatan. Masyarakat melakukan musyawarah di tingkat desa dan antardesa (kecamatan) untuk memutuskan usulan prioritas dan layak didanai. Musyawarah terbuka bagi segenap anggota masyarakat untuk menghadiri dan memutuskan jenis kegiatan. d. Masyarakat Melaksanakan Proyek. Dalam forum musyawarah, masyarakat memilih anggotanya untuk menjadi Tim Pengelola Kegiatan (TPK) di desa-desa yang terdanai. Fasilitator teknis program akan mendampingi TPK dalam mendisain prasarana dan penganggaran kegiatan.
33
2.4.4
Konsep Perguliran Dana Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Tingkat keberdayaan kaum perempuan harus dipertimbangkan dalam
upaya mensejahterakan masyarakat secara keseluruhan (Suman, 2007). Hal ini disebabkan karena kaum perempuan dari sudut pandang budaya lokal dalam masyarakat pertanian, lebih banyak tinggal di rumah dan memiliki banyak waktu luang. Keterlibatan perempuan di dalam sektor pertanian hanya pada waktu tertentu, yaitu seperti masa tanam dan masa panen. Simpan Pinjam Perempuan (SPP) merupakan salah satu kegiatan program dari PNPM Mandiri Perdesaan yang berupa kegiatan perguliran dana untuk menjadikan masyarakat miskin perdesaan khususnya kaum perempuan lebih berdaya. Pemberdayaan yang dimaksud merupakan ketersediaan pilihan bagi masyarakat miskin untuk memanfaatkan peluang usaha sehingga mendapatkan tambahan pendapatan. Pengambilan keputusan untuk menentukan jumlah alokasi dana untuk SPP dikendalai oleh jumlah alokasi dana untuk pembangunan sarana / prasarana. Semakin besar proporsi dana untuk fasilitas sarana dan prasarana, maka semakin kecil ketersediaan dana untuk kegiatan SPP. Sedangkan keputusan pembiayaan kegiatan SPP ditentukan oleh kelayakan proposal yang diajukan oleh kelompok SPP. Pengorganisasian kelompok SPP dapat dilakukan dengan memanfaatkan organisasi-organisasi lokal baik formal maupu informal yang sudah ada dalam lingkungan masyarakat, seperti kelompok dasa wisma atau kelompok pengajian. Kelompok SPP dapat mengakses dana untuk usaha produktif maupun untuk keperluan keluarga, seperti untuk biaya pendidikan. Kredit yang disalurkan kepada kelompok diharapkan menjadi penggerak aktivitas-aktivitas produktif
34
yang mampu memberikan nilai tambah bagi anggota kelompok. Kredit berkelompok memiliki akses yang relatif lebih besar dibandingkan kredit individu karena berkaitan dengan besarnya posisi tawar kelompok (Ismawan, 2001). Penyaluran kredit kepada pelaku UMKM secara kelompok merupakan salah satu cara untuk mengurangi kesalahan penggunaan dana kredit (moral hazard) dan mengurangi resiko kredit bermasalah. 2.4.5
Konsep Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan
berasal
dari
bahasa
Inggris
yaitu
empowerment.
Pemberdayaan merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada manusia dengan
mengedepankan
asas
partisipasi.
Menurut
Kusmuljono
(2009)
Pemberdayaan masyarakat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat bargaining position masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan penekan di segala bidang kehidupan. memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang tidak mampu melalui pengembangan kemampuan masyarakat agar memiliki keterampilan dalam mengatasi masalah. Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui pengembangan kelembagaan masyarakat dan sinkronisasi antara pendampingan, penyuluhan dan pelayanan. Pemberdayaan masyarakat mengacu pada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses atas sumber daya yang penting. Masyarakat miskin dianggap berdaya apabila mampu meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonominya melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), peningkatan kemampuan permodalan, dan pengembangan usaha. Sedangkan
35
partisipasi merupakan proses aktif dimana masyarakat miskin relatif lebih diuntungkan oleh keberlangsungan proyek pembangunan (Ismawan, 2001). Pendekataan utama dalam konsep pemberdayaan masyarakat adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi menjadi subjek dari upaya pembangunan. Berdasarkan konsep tersebut dikembangkan berbagai pendekatan : a. Upaya pemberdayaan masyarakat harus terarah. Program yang dijalankan harus langsung mengikutsertakan masyarakat yang menjadi sasaran, sehingga bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat. b. Menggunakan pendekatan kelompok karena secara sendiri-sendiri masyarakat yang kurang berdaya sulit untuk memcahkan masalah yang dihadapinya. Selain itu, pendekatan kelompok juga lebih efisien dilihat dari sumber penggunaan sumberdaya. c. Adanya pendampingan, karena penduduk miskin umumnya mempunyai keterbatasan dalam mengembangkan dirinya. Oleh karena itu, diperlukan pendamping
untuk
membimbing
dalam
upaya
memperbaiki
kesejahteraannya. Pendampingan dalam konsep pemberdayaan berfungsi membantu mencari solusi pemecahan masalah yang tidak dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri. 2.5
Kerangka Pemikiran Konseptual UMKM berperan penting dalam pengentasan kemiskinan dan penyerapan
tenaga kerja. Pengentasan kemiskinan merupakan salah satu tujuan dari program pembangunan yang dilakukan pemerintah melalui penyerapan tenaga kerja
36
sehingga dapat mengurangi pengangguran dan pengentasan kemiskinan dapat tercapai. Program pembangunan yang dilakukan pemerintah saat ini sudah berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. Program pembangunan dengan menjadikan masyarakat sebagai pelaku dalam proses pembangunan khususnya masyarakat desa yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Perguliran dana kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP) merupakan salah satu program PNPM Mandiri Perdesaan dalam rangka meningkatkan pemberdayaan ekonomi kaum perempuan. Program SPP ini tidak hanya memberikan penyaluran yang mudah, ringan dan tanpa jaminan kepada kelompok perempuan, tetapi juga pengawasan, pendampingan dan pembinaan terhadap kelompok perempuan oleh Fasilitator Desa (FD) atau Kader. Dengan demikian, perguliran dana SPP diharapkan dapat meningkatkan perkembangan usaha yang dijalankan oleh kaum perempuan sehingga dapat mendorong peningkatan pendapatan.
37 UMKM
Potensi
Penyerapan tenaga kerja
Permasalahan
Pengentasan kemiskinan
Kesulitan Pemasaran
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan
Kredit program pemerintah
Kegiatan pengembangan ekonomi melalui permodalan UMKM
Lembaga keuangan formal
Simpan Pinjam Perempuan (SPP)
Dampak terhadap perkembangan UMKM
Jangkauan
Keuntungan Usaha
Nilai Penjualan (Omset Usaha)
Keberlanjutan
Penyerapan Tenaga Kerja
Rekomendasi Pengembangan /Penyaluran Pinjaman
Keterangan :
Akses informasi
Sumber permodalan
Pembangunan berbasis pemberdayaan masyarakat
Pembangunan fisik
Keterbatasan modal
Bagian yang dianalisis Gambar 2.7 Bagan Kerangka Pemikiran
38
2.6
Penelitian Terdahulu Wiasti (2008) fokus terhadap efektivitas penyaluran kredit pada wanita
pedesaan melalui pendekatan berkelompok dengan mengambil kasus pada Karya Usaha Mandiri (KUM) cabang Nanggung Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kredit untuk perempuan dengan berbasis kelompok terhadap perkembangan usaha dan terhadap peningkatan kesejahteraan rumah tangga nasabah KUM . Data primer diperoleh dari wawancara dengan 40 responden nasabah cabang Nanggung dengan jenis usaha mayoritas berdagang. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan adanya pemberian kredit
KUM
berpengaruh
nyata
terhadap
perkembangan
usaha
yaitu
mempengaruhi jumlah produksi, pendapatan dan keuntungan usaha responden. Suman
(2007)
penelitian
mengenai
evaluasi
terhadap
program
pemberdayaan masyarakat yaitu Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dengan fokus program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang diselenggarakan di Provinsi Jawa Timur dengan mengacu pada pemberdayaan perempuan, kredit mikro, dan kemiskinan. Data diperoleh dari wawancara dan kuesioner dari 274 responden penerima SPP yang tersebar di 27 kabupaten di Jawa Timur. Analisis data yang digunakan yaitu metode regresi dengan menggunakan OLS. Penelitian ini mengkaji keberhasilan perempuan dalam memanfaatkan kredit mikro dan menunjukkan adanya pengaruh positif pemberian pinjaman SPP terhadap tingkat kemiskinan melalui adanya peningkatan pendapatan bagi pemanfaat dana SPP.
39
Osa (2010) melakukan penelitian mengenai analisis dampak keberadaan LKM terhadap perkembangan UMKM dan penyebab kendala akses UMKM terhadap lembaga keuangan formal dengan mengambil kasus BRI Unit Kramat Jati Induk di Jakarta. Jumlah responden yang menjadi sampel yaitu sebanyak 120 dengan 60 responden merupakan pelaku UMKM yang menerima pinjaman dari BRI Unit dan dan 60 responden pelaku UMKM yang tidak menerima pinjaman untuk melihat faktor penyebab kendala akses UMKM pada lembaga keuangan formal. Analisis dilakukan dengan menggunakan model persamaan simultan dengan tujuan untuk menganalisis dampak pinjaman yang diberikan BRI terhadap perkembangan UMKM. Hasil menunjukkan LKM memberikan dampak positif kepada UMKM dengan adanya pemberian kredit yaitu berpengaruh positif terhadap nilai omset dan penyerapan tenaga kerja luar keluarga. Respita (2010) fokus pada analisis dampak penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap perkembangan UMKM dan penyebab kendala UMKM dalam mengakses KUR dengan studi kasus pada BRI Unit Margonda Depok. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak penyaluran KUR terhadap perkembangan UMKM dengan menggunakan model persamaan simultan. Responden yang menjadi fokus penelitian berjumlah 60 responden pelaku UMKM yang menerima pinjaman KUR. Hasil penelitian menunjukkan penyaluran KUR berdampak positif terhadap perkembangan UMKM yaitu terhadap peningkatan omset usaha. Adapun dalam hal penyerapan tenaga kerja penyaluran KUR belum berdampak signifikan. Lembaga Pengkajian Koperasi dan UKM (2006) mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMKM di provinsi Sumatera Utara. Studi ini
40
menggunakan metode studi kasus di kabupaten Deli Serdang dan kabupaten Tapanuli Selatan. Data yang digunakan yaitu data primer dengan teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive. Variabel kajian yang digunakan yaitu kemampuan internal UMKM dilihat dari karakteristik usia, pendidikan dan perkembangan usaha yang meliputi kepemilikan aset, tingkat produksi, pertumbuhan
tenaga
kerja,
perkembangan
volume
penjualan
(omset),
perkembangan modal dan biaya transportasi. Teknik analisis menggunakan analisis statistik sederhana. Berdasarkan hasil kajian, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMKM di provinsi Sumatera Utara meliputi pengadaan bahan baku, peningkatan keterampilan tenaga kerja, stabilitas harga aset, jumlah produksi dan lama usaha. Ramadhini (2008) studi mengenai efektivitas penyaluran Kredit Usaha Rumah Tangga (KRISTA) Perum Pegadaian bagi pendapatan usaha mikro kaum perempuan dengan metode studi kasus pada nasabah Perum Pegadaian cabang Bogor. Tujuan penelitian ini salah satunya untuk menganalisis pemanfaatan KRISTA dan dampak Krista terhadap peningkatan pendapatan usaha debiturnya. Sampel penelitian yaitu pengusaha perempuan mikro dan sangat mikro yang merupakan debitur KRISTA. Jenis usaha yang ditekuni responden yaitu dagang sembako dan dagang makanan olahan. Untuk melihat dampak kredit terhadap perubahan pendapatan usaha responden digunakan analisis regresi sederhana. Hasil penelitian, responden memanfaatkan dana KRISTA untuk menambah modal usaha dan kebutuhan rumah tangga. Pendapatan usaha mikro secara keseluruhan mengalami peningkatan setelah menerima dana KRISTA sebesar 21,14 persen.
41
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti Ika Anggie Wiasti (2008)
Agus Suman (2007)
Irfan Karunia Osa (2010)
Elsha Surya Respita (2010)
Studi Keandalan prosedur dan efektivitas penyaluran kredit pada wanita pedesaan melalui pendekatan berkelompok (Studi Kasus KUM cabang Nanggung Bogor) Pemberdayaan Perempuan, Kredit Mikro, dan Kemiskinan : Program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Sebuah Studi empiris di Jawa Timur. Analisi dampak keberadaan LKM terhadap perkembangan UMKM dan penyebab kendala akses UMKM terhadap lembaga keuangan formal (Studi Kasus BRI Unit Kramat Jati Provinsi DKI Jakarta).
Analisis dampak penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap perkembangan UMKM dan penyebab kendala UMKM dalam mengakses KUR (Studi Kasus BRI Unit Margonda Depok).
Model
Hasil
Y1 = a0 + a1x1 + Kredit berpengaruh a2x2 + a3x3 + a4W + nyata terhadap a5 G perkembangan usaha yaitu terhadap Y2 = a0 + a1x1 + produksi, a2x2 + a3x3 + a4W + pendapatan dan a5 G keuntungan MISKIN = a0 - Adanya pengaruh a1PINJAMAN positif pemberian pinjaman terhadap kemiskinan dengan peningkatan pendapatan. BK = a0 + a1BB + a2ASET sebelum kredit + a3LK + a4DJJ + U1 NO = b0 + b1TKT b2BK + b3PU + U2 NK = c0 + c1NO + c2PPU+ c3PU + U3 ASET = d0 + d1NO +d2NK+ d3PU + U4 TKDK = e0 + e1TKLK + e2JAK + e3PPU + U5 TKLK = f0 + f1BK + f2BU +f3NK+ U6 TKT = TKDK + TKLK BK = a0 + a1OU1 + a2DSN + a3DKA + U1 OU2 = b0 + b1TKT b2BK + b3PU + b4DSU + U2 KU = c0 + c1OU2 + c2LPPU+ c3PU + + c4DSU + U3 TKD = d0 + d1TKL + d2BK + d3JAK + d4DSU+ d5KU+ U4 TKL = e0 + e1TKD
LKM berdampak positif terhadap nilai omset UMKM dan penyerapan tenaga kerja luar keluarga dengan adanya pemberian kredit.
Penyaluran KUR berdampak positif terhadap peningkatan omset usaha. Sedangkan terhadap penyerapan tenaga kerja KUR belum berdampak positif.
42
+ e2BK +e3KU+ U5 TKT = TKDK + TKLK Lembag Kajian faktor-faktor Analisis Statistik Faktor-faktor yang a yang mempengaruhi Sederhana mempengaruhi Pengkaji perkembangan UMKM perkembangan an di Provinsi Sumatera UMKM yaitu bahan Koperasi Utara. baku, peningkatan dan keterampilan tenaga UKM kerja, stabilitas harga (2006) aset, jumlah produksi dan lama usaha Suci Efektivitas penyaluran t-hit : d¯ - d0 Pendapatan usaha Meisakh Kredit Rumah Tangga mikro responden Sd / √ Ramadhi (KRISTA) Perum secara keseluruhan ni Pegadaian bagi mengalami (2008) pendapatan usaha mikro peningkatan setelah kaum perempuan (Studi menerima dana Kasus nasabah Perum KRISTA. Pegadaian Bogor).
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini akan mengkaji dampak perguliran dana salah satu program pemerintah yaitu PNPM dengan fokus kegiatan pada program SPP terhadap perkembangan UMKM di Kecamatan Cimarga. Pada umumnya penelitian mengenai skim kredit program pemerintah khusunya SPP hanya melihat dampaknya pada pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, belum ada yang melihat terhadap perkembangan UMKM. Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis regresi linear berganda yaitu persamaan simultan dengan menggunakan Two Stage Least Squares (2SLS).
43
III. METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Cimarga Kabupaten
Lebak yang merupakan wilayah pelaksana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Program yang dilaksanakan oleh Kecamatan Cimarga tersebut khususnya yaitu kegiatan Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) yang menjadi fokus penelitian ini. Pemilihan Kecamatan Cimarga sebagai lokasi penelitian dikarenakan wilayah ini cukup bisa mewakili sampel yang dibutuhkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2012. 3.2
Jenis dan Sumber Data Penelitian ini merupakan suatu studi kasus dengan jenis data yang
digunakan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan atau diperoleh dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan penelitian yang sedang dijalani. Sedangkan data sekunder adalah data yang memiliki tujuan awal saat mengumpulkan data, bukan untuk memenuhi kebutuhan penelitian yang sedang dihadapi sekarang oleh peneliti. Data primer penelitian ini diperoleh dari wawancara dengan masyarakat khususnya kaum perempuan yang tergabung dalam kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP). Selain itu juga, data primer diperoleh dari wawancara dengan pihak Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM program Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP). Sedangkan
44
untuk data sekunder diambil dari laporan-laporan PNPM Mandiri Perdesaan, arsip dan laporan UPK, BPS Kabupaten Lebak dan BPS Kecamatan Cimarga. 3.3
Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang bertujuan untuk
mengetahui lebih dalam mengenai sifat-sifat, dan karakteristik dari masingmasing individu, kelompok, maupun masyarakat yang ada di suatu wilayah. Untuk memperoleh informasi yang lebih komprehensif digunakan pemberian kuesioner kepada para responden yaitu kaum perempuan anggota kelompok pengguna SPP yang memperoleh dana pinjaman bergulir dua tahun terakhir yaitu tahun 2010 dan 2011 yang memiliki usaha produktif. Data primer yang diperoleh menggunakan kuesioner ini merupakan persepsi anggota kelompok terhadap kondisi perkembangan usaha mereka setelah adanya PNPM Mandiri Perdesaan program Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP). Hal ini dapat dilihat dari usaha produktif yang dimiliki setiap kelompok perguliran dana SPP dan dapat berkembang menjadi unit-unit usaha membentuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Metode wawancara dilakukan dengan bertanya jawab secara langsung kepada ketua kelompok dan anggota kelompok pemanfaat perguliran dana SPP. Penelitian ini juga melakukan observasi yang bertujuan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui metode wawancara dan kuesioner. Observasi dilakukan selama pengumpulan data di daerah penelitian, khususnya pada waktu melakukan wawancara dengan responden. Hal-hal yang diobservasi yaitu yang berhubungan dengan penelitian, diantaranya yaitu usaha yang dijalankan, aktivitas sehari-hari,
45
dan keadaan umum Kecamatan Cimarga. Hasil-hasil informasi yang diperoleh dapat digunakan dalam mengkaji dampak dari program Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) terhadap perkembangan UMKM. Sedangkan data sekunder mencakup semua data yang berhubungan dengan petunjuk pelaksanaan program Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP). 3.4
Metode Pengambilan Data Pengambilan contoh yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan
teknik nonprobability sampling, yaitu teknik penarikan contoh dengan setiap anggota populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk dijadikan anggota sampel. Teknik pengambilan datanya dilakukan dengan purposive sampling, yaitu prosedur memilih sampel berdasarkan pertimbangan karakteristik yang cocok berkaitan dengan anggota contoh yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian (Juanda, 2009). Pertimbangan dalam pengambilan sampel yaitu berdasarkan tahun penerimaan dana SPP. Sampel yang diambil yaitu 30 responden anggota kelompok SPP yang menerima dana pinjaman SPP pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2010 dan 2011 di Kecamatan Cimarga. 3.5
Metode Analisis Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
deskriptif yaitu untuk menentukan suatu besaran atau frekuensi dari suatu kejadian. Metode deskriptif yang dilakukan menggunakan dua bentuk pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan penyajian data yang ditampilkan dalam bentuk tabel.
46
Sedangkan pendekatan kualitatif dilakukan dengan cara mengumpulkan data fakta-fakta yang terjadi dilapangan hasil wawancara dengan narasumber. Pendeskripsian hasil penelitian dijelaskan dengan berdasarkan pada persepsi dari responden sebagai pemanfaat dana bergulir Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) terhadap perubahan kondisi perkembangan usaha yang dijalankan. Rancangan penelitian yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah causal research atau penelitian hubungan sebab akibat. Hal ini dikarenakan penelitian ini dilakukan untuk mengkaji dampak perguliran dana Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) terhadap perkembangan UMKM. Dampak perguliran dana SPP dilihat dengan cara membandingkan omset dan keuntungan usaha rata-rata per tahun antara sebelum dengan sesudah memperoleh pinjaman dana bergulir SPP. Analisis data yang digunakan adalah metode regresi linear berganda (multiple linear regression) dengan menggunakan persamaan simultan untuk mengukur dampak perguliran dana SPP terhadap perkembangan UMKM yang dilihat berdasarkan indikator perolehan omset usaha (nilai penjualan), laba usaha, dan penyerapan tenaga kerja. Metode yang digunakan untuk menduga parameter regresi yaitu Two-Stage Least Squares (2SLS) dengan pengujian signifikansi menggunakan aplikasi software SAS 9.1. 3.5.1
Besar Pinjaman UMKM Besar pinjaman UMKM merupakan besarnya jumlah pinjaman 2 tahun
terakhir yang diperoleh UMKM dari Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP). Untuk menduga besar pinjaman yang diperoleh digunakan fungsi dari nilai aset
47
UMKM, omset sebelum memperoleh pinjaman, jumlah guliran pinjaman dan lama usaha. Persamaan besar pinjaman UMKM dirumuskan sebagai berikut : BP = a0 + a1ASET + a2NP1 + a3JUG + a4LU + U1 ………………...…(3.1) Tanda parameter yang diharapkan : a1, a2, a3, a4 > 0 , dimana : BP = Besar Pinjaman yang diterima pemilik UMKM (Rupiah) ASET = Nilai aset UMKM (Rupiah). NP1 = Nilai Penjualan / Omset sebelum memperoleh pinjaman (Rupiah) JUG = Jumlah guliran pinjaman LU = Lama Usaha (Tahun)
3.5.2
Nilai Penjualan (Omset) UMKM Nilai penjualan atau omset usaha adalah nilai penerimaan total yang
diperoleh UMKM. Untuk menduga besarnya omset UMKM maka digunakan fungsi dari aset usaha, besarnya pinjaman, lama usaha dan modal awal usaha. Persamaannya dirumuskan sebagai berikut : NP2 = b0 + b1ASET + b2BP + b3LU + b4MA + U2 ...............................(3.2) Tanda parameter yang diharapkan : b1, b2, b3, b4 > 0, dimana : NP2 = Nilai Penjualan / Omset setelah memperoleh pinjaman (Rupiah) MA = Modal Awal (Rupiah)
3.5.3
Nilai Keuntungan Usaha Keuntungan usaha adalah selisih antara total pendapatan dengan total
biaya atau jumlah pendapatan bersih yang diperoleh. Untuk menduga besarnya nilai keuntungan usaha digunakan fungsi dari biaya total, omset penjualan, tingkat pendidikan dan lama usaha. Persamaannya dirumuskan sebagai berikut : KU = c0 + c1TC + c2NP2 + c3TP + c4LU + U3 …………………...… (3.3)
48
Tanda parameter yang diharapkan : c1, c2, c3, c4 > 0 ; dimana : KU = Keuntungan Usaha (Rupiah) TC = Biaya Total (Rupiah) TP = Tingkat Pendidikan (Tahun)
3.5.4
Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan penggunaan input berupa tenaga manusia dalam
kegiatan usaha. Untuk menduga penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan usaha, maka digunakan fungsi dari besarnya pinjaman, keuntungan usaha dan jumlah anggota keluarga. Persamaan penggunaan tenaga kerja dirumuskan sebagai berikut : TK = d0 + d1BP + d2KU + d3JAK + U4 …………………... (3.4) Tanda parameter yang diharapkan : d1, d3 > 0 ; d2, d4 < 0 TK = Tenaga Kerja (Orang) JAK = Jumlah Anggota Keluarga (Orang)
3.6
Definisi Operasional 1. Program adalah serangkaian kegiatan-kegiatan, proyek-proyek, atau proses-proses yang terorganisasi dan diarahkan untuk pencapaian suatu tujuan. 2. Dampak adalah hasil yang diperoleh dari efek suatu kegiatan atau proyek yang dihasilkan oleh suatu kegiatan pada tingkat yang lebih luas dan menjadi tujuan jangka panjang kegiatan tersebut. 3. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan adalah salah satu program pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan
49
di perdesaan dengan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat desa dengan mencakup serangkaian kegiatan yang saling berkaitan dan terkoordinasi untuk mencapai tujuan program. 4. Simpan Pinjam khusus Perempuan adalah salah satu program utama dari PNPM Mandiri Perdesaan berupa kegiatan perguliran dana kepada kaum perempuan yang tergabung dalam suatu kelompok untuk menjalankan unit usaha. 5. Distribusi dana adalah jumlah dana yang diterima kelurahan atau desa untuk melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan khusunya program Simpan Pinjam Perempuan (SPP). Indikator distribusi dana dlihat dari tingkat kemudahan mendapatkan dana bergulir SPP dan tingkat manfaat dana bergulir tersebut terhadap perkembangan unit usaha yang dimiliki. 6. Fasilitator keluruhan atau desa adalah individu atau lembaga yang memberikan bantuan baik berupa pendampingan maupun penyampaian materi pada saat pelatihan dan pelaksanaan kegiatan SPP. Indikator dilihat dari tingkat pengetahuan responden pengguna dana SPP tentang fasilitator desa, tingkat kemampuan fasilitator desa dalam mangayomi, tingkat kehadiran fasilitator desa dalam pertemuan, tingkat kehandalan dalam mengatasi masalah yang dihadapi responden, dan tingkat manfaat dengan adanya fasilitator desa. 7. Pelatihan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh PNPM Mandiri Perdesaan khususnya program Simpan Pinjam khusus Perempuan dengan tujuan untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan meningkatkan
50
kemampuan responden atau peserta pelatihan. Indikator dilihat dari tingkat pengetahuan responden mengenai pelatihan, tingkat kehadiran dalam pelatihan, dan tingkat keaktifan dalam pelatihan. 8. Pendampingan adalah kegiatan yang dilakukan oleh fasilitator dalam mendampingi para anggota kelompok pengguna dana bergulir SPP untuk membantu
apabila
terdapat
suatu
permasalahan
yang
dihadapi.
Indikatornya dapat dilihat dari tingkat pengetahuan responden mengenai pendampingan. 9. Peningkatan modal usaha adalah penambahan uang yang dapat digunakan untuk memulai usaha dan menambah jumlah usaha yang dijalankan oleh kaum perempuan anggota kelompok pengguna SPP . 10. Peningkatan pendapatan adalah penambahan jumlah pemasukan rata-rata per bulan yang diterima. 11. Partisipasi adalah tingkat kehadiran dan keaktifan dalam sosialisasi, pelatihan, pendampingan program SPP, dan dalam kegiatan unit usaha yang dilakukan. 12. Guliran adalah frekuensi atau tahapan perolehan pinjaman SPP yang telah diperoleh anggota kelompok SPP. 13. Tanggung renteng adalah suatu bentuk penanggungan sanksi secara bersama jika terjadi kemacetan pembayaran dari salah satu anggota kelompok SPP dalam bentuk pemberian dana talangan yang berasal dari tabungan kelompok.
51
IV. GAMBARAN UMUM
4.1
Gambaran Umum Kabupaten Lebak
4.1.1
Letak Geografis Kabupaten Lebak merupakan salah satu kabupaten yang terletak di
Provinsi Banten. Kabupaten Lebak beribukota di Rangkasbitung yang secara geografis terletak pada koordinat 105025 -106030 Bujur Timur dan antara 6018 7000 Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Lebak sebesar 304.472 ha atau 3.044,72 km2 yang terdiri dari 28 kecamatan, 315 desa dan lima kelurahan a. Sebelah Utara
: Kabupaten Serang
b. Sebelah Selatan
: Samudera Indonesia
c. Sebelah Barat
: Kabupaten Pandeglang
d. Sebelah Timur
: Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi.
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Lebak
52
Kecamatan yang ada di Kabupaten Lebak seluruhnya merupakan pelaksana PNPM Mandiri Perdesaan, dan untuk PNPM Mandiri Perkotaan dilaksanakan di tingkat kelurahan yang hanya terdapat di Ibukota Kabupaten Lebak yaitu Kecamatan Rangkasbitung. Jumlah penduduk di Kabupaten Lebak berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010 sebesar 1,2 juta jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 395 jiwa per km2 (BPS,2010). Kabupaten Lebak memiliki kekayaan sumber daya alam yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat pada sektor pertambangan, Kabupaten Lebak memiliki tambang emas produktif yang terletak di wilayah Cikotok Kecamatan Bayah. Selain itu, dalam sektor pariwisata terutama dipesisir Samudera Hindia sepanjang Kecamatan Malingping hingga Kecamatan Bayah sejauh 40 km memiliki objek wisata pantai karang yang dapat menarik wisatawan. Hal tersebut tentunya dapat menambah pemasukan kas daerah Kabupaten Lebak. 4.1.2
Pembagian Wilayah Menurut Wilayah Pembangunan Kabupaten Lebak memiliki 4 (empat) wilayah pembangunan dimana tiap
wilayah pembangunan dibentuk kecamatan-kecamatan yang secara relatif sama untuk kepentingan pembangunan Kabupaten Lebak secara potensial, yaitu : 1. Wilayah pembangunan Lebak Utara, ditujukan untuk wilayah perdagangan dan industri baik industri hulu maupun industri hilir sebagai industri pengolahan
hasil
pertanian.
Wilayah ini diantaranya Kecamatan
Rangkasbitung, Warunggunung, Maja, dan Kecamatan Cimarga. 2. Wilayah pembangunan Lebak Selatan, meliputi wilayah Kecamatan Malingping, Wanaslam, Panggarangan, Bayah dan Kecamatan Cihara
53
yang merupakan daerah berpantai sehingga diperuntukkan sebagai wilayah pembangunan yang berpotensi di bidang pertambangan dan pariwisata. 3. Wilayah pembangunan Lebak Timur, meliputi Kecamatan Cipanas, Sajira, Sobang, Muncang, dan Kecamatan Lebakgedong yang merupakan daerah perbukitan sehingga baik untuk perkebunan kecil dan perkebunan besar dengan jenis komoditas yaitu Kelapa Sawit dan Pohon Karet. 4. Wilayah pembangunan Lebak Barat, meliputi Kecamatan Gunungkencana, Banjarsari, dan Kecamatan Cileles yang masih memiliki hutan lindung sehingga baik untuk perkebunan besar dan perkebunan kecil. Jenis komoditas yang dibudidaya yaitu Albazia. Kecamatan yang memiliki luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Cibeber yang termasuk wilayah pembangunan Lebak Selatan mencapai 40.455 ha. Sedangkan Kecamatan Kalanganyar yang termasuk wilayah pembangunan Lebak Utara merupakan wilayah terkecil dengan luas 2.591 ha. 4.1.3
Perekonomian Kabupaten Lebak Perekonomian di Kabupaten Lebak dalam kurun waktu 2007-2009
mengalami peningkatan yang signifikan dari 6,035 miliar rupiah pada tahun 2007 menjadi 7,279 miliar pada tahun 2009. Hal ini didorong oleh peningkatan produktivitas sektor pertanian sebagai sektor dominan dalam perekonomian Kabupaten Lebak. Kemudian disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Kondisi PDRB Kabupaten Lebak dapat dilihat pada Tabel 4.1.
54
Tabel 4.1 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Lebak No Lapangan Usaha 2007 2008 (Rp. Miliar) (Rp. Miliar) 2.381 1. Pertanian 2.207 2. Pertambangan dan 90,14 penggalian 90,12 3. Industri Pengolahan 589 644 38,27 38,31 4. Listrik, gas dan air bersih 253 282 5. Bangunan / Konstruksi 6. Perdagangan, hotel dan restoran 1.396 1.630 7. Pengangkutan dan komunikasi 536 645 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 277 304 645 732 9. Jasa-jasa TOTAL Sumber : BPS Lebak, 2010
6.035
2009 (Rp. Miliar) 2.506 100 673 41 294 1.844 721 326 770
6.749
7.279
Jenis komoditas yang paling banyak dihasilkan pada sektor pertanian khususnya sub sektor perkebunan dan kehutanan yaitu Karet dan Albazia dengan jumlah produksi masing-masing sebesar 5,1 juta ton dan 4,8 juta ton. Hal ini sesuai
dengan
pembagian
wilayah
pembangunan
dimana
dua
wilayah
pembangunan Lebak dari empat wilayah pembangunan yaitu Lebak Timur dan Lebak Barat merupakan wilayah untuk perkebunan besar dan kecil. Ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama Kabupaten Lebak. Selain dari potensi alam, perekonomian Kabupaten Lebak juga ditunjang oleh keberadaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Berdasarkan hasil Sensus Ekonomi tahun 2006 yang dilaksanakan oleh BPS diketahui jumlah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kabupaten Lebak berjumlah 104.537 unit usaha yang bergerak pada 13 jenis usaha. Unit usaha terbanyak berada pada jenis usaha perdagangan besar dan eceran yaitu sebanyak 47.969 unit usaha.
55
4.2
Gambaran Umum Kecamatan Cimarga Kecamatan Cimarga merupakan salah satu kecamatan yang berada di
wilayah Kabupaten Lebak bagian utara dengan luas wilayah sebesar 15.406 ha atau 27,65 km2. Luas tanah Kecamatan Cimarga dilihat berdasarkan penggunaannya, mayoritas merupakan lahan non sawah seluas 8,26 ribu ha sedangkan untuk lahan sawah sebesar 4,72 ribu ha. Kecamatan Cimarga terdiri dari 17 desa dengan 10 desa masih termasuk desa tertinggal dan sisanya 7 desa sudah tergolong sebagai desa berkembang. Jumlah penduduk di Kecamatan Cimarga pada tahun 2010 yaitu 60,9 ribu jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 2.204 jiwa per km2. Jumlah penduduk menurut jenis mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian No Jenis Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (jiwa) 1. Petani 2. Buruh Tani 3. Nelayan 4. Buruh Nelayan 5. PNS dan TNI/POLRI 6. Industri Rumah Tangga 7. Perdagangan 8. Lainnya Sumber : Profil Kecamatan Cimarga (2010)
14.956 18.282 0 0 403 545 942 3.073
Data menunjukkan penduduk Kecamatan Cimarga mayoritas bermata pencaharian sebagai buruh tani sebanyak 18,28 ribu jiwa. Adapun jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia, paling besar berada pada kelompok usia 10-14 tahun sebesar 7.670 jiwa. Berdasarkan kondisi ekonomi penduduk, jumlah kepala keluarga dapat dilihat menurut tingkat kesejahteraan keluarga. Jumlah kepala keluarga di Kecamatan Cimarga sebanyak 16.897 kepala keluarga.
56
Tabel 4.3 Jumlah Kepala Keluarga Menurut Tingkat Kesejahteraan Tingkat Kesejahteraan Keluarga Jumlah Kepala Keluarga (KK) Keluarga pra sejahtera Keluarga sejahtera 1 Keluarga sejahtera 2 Keluarga sejahtera 3 Keluarga sejahtera 3 plus Sumber : Profil Kecamatan Cimarga (2010) 4.2.1
5.883 3.360 5.325 2.256 73
Kondisi Perekonomian Kecamatan Cimarga Potensi ekonomi yang paling menonjol dan sudah diberdayakan di
Kecamatan Cimarga khususnya di seluruh desa yaitu sektor pertanian dan perkebunan. Hal ini sesuai dengan mata pencaharian penduduk Kecamatan Cimarga yang mayoritas sebagai buruh tani dan petani. Sektor pertambangan yang menjadi potensi ekonomi Kecamatan Cimarga yaitu tambang pasir yang ada di Desa Sarageni, Jayasari, Margatirta dan Desa Intenjaya. Selain itu, potensi ekonomi pada sektor industri kerajinan rumah tangga berada di Desa Girimukti dengan jenis industri yaitu pembuatan dompet yang sudah banyak dikirim ke kota besar seperti Jakarta. Penduduk Desa Girimukti yang bergerak di industri pembuatan
dompet,
mayoritas
merupakan
warga
Kampung
Bangkalok.
Berdasarkan data BPS Kecamatan Cimarga tahun 2010, jumlah unit usaha kecil dan industri rumah tangga yang ada di Kecamatan Cimarga yaitu sebanyak 286 unit usaha. Oleh karena itu, adanya program SPP di Kecamatan Cimarga dapat berperan dalam meningkatkan potensi unit usaha yang ada. 4.3
Gambaran Umum Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM Mandiri
Perdesaan Tahun 2008 (Peraturan Departemen Dalam Negeri Nomor : 414.2/ 316/ PMD), upaya pemberian dukungan terhadap PNPM Mandiri Perdesaan yang
57
mempunyai tujuan percepatan penanggulangan kemiskinan maka kegiatan pengelolaan dana bergulir menjadi salah satu kegiatan yang memberikan kemudahan bagi Rumah Tangga Miskin (RTM) untuk mendapatkan permodalan dalam bentuk kegiatan SPP. Dana bergulir merupakan seluruh dana program dan bersifat pinjaman yang dikelola Unit Pengelola Kegiatan (UPK) bagi masyarakat untuk mendanai kegiatan ekonomi masyarakat yang disalurkan melalui kelompokkelompok masyarakat. Dana bergulir ini tidak diperkenankan untuk mendanai kegiatan sektor riil yang dijalankan oleh pihak UPK. Simpan Pinjam Perempuan (SPP) merupakan salah satu bentuk kegiatan dana bergulir yang mempunyai kegiatan pengelolaan simpanan dan pinjaman yang termasuk dalam jenis Kelompok Simpan Pinjam (KSP) dengan ketentuan anggota khusus perempuan dan prioritas kelompok yang memiliki anggota RTM. Program SPP merupakan bentuk pinjaman tanpa agunan dengan sistem tanggung renteng. Kegiatan pengelolaan dana bergulir ini bertujuan : 1. Memberikan kemudahan akses permodalan usaha baik kepada masyarakat sebagai pemanfaat maupun kelompok usaha. 2. Memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada RTM dalam pemenuhan kebutuhan permodalan usaha yang tidak mempunyai akses langsung pada lembaga keuangan formal. Mekanisme perguliran dana yang dimaksud yaitu dana pembayaran angsuran pinjaman yang diterima pihak UPK dari tiap anggota akan dipinjamkan kembali atau digulirkan pada kelompok lain yang mengajukan pinjaman. Oleh karena itu, apabila ada kelompok yang menunggak, maka akan terhambat pula penyaluran pinjaman pada kelompok lain yang membutuhkan. Ketentuan
58
mengenai pendanaan dalam kegiatan dana bergulir SPP mengacu pada aturan perguliran dan Standar Operasional Prosedur (SOP) UPK yang telah disepakati yang memuat hal-hal sebagai berikut : 1. Dana perguliran SPP hanya digunakan untuk pendanaan kegiatan SPP dengan alokasi dana sebesar 25 persen dari total dana PNPM Mandiri Perdesaan. 2. Tidak diperkenankan memberikan pinjaman secara individu. 3. Adanya perjanjian pinjaman antara pihak UPK dengan kelompok pemanfaat dalam bentuk surat perjanjian utang. 4. Jangka waktu pinjaman SPP yaitu selama 1 tahun atau 12 bulan dengan sistem atau jadwal pembayaran angsuran tiap bulan dan tanggal jatuh tempo tiap kelompok disesuaikan dengan tanggal saat pencairan dana. 5. Besarnya beban jasa pinjaman atau suku bunga pinjaman SPP yaitu 18 persen. 6. Kelompok dapat diberikan Insentif Pengembalian Tepat Waktu (IPTW) sebagai stimulan sehingga terdorong untuk membayar tepat waktu sebelum tanggal jatuh tempo. 4.3.1
Mekanisme Pelaksanaan Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Pelaksanaan SPP agar dapat dipahami secara benar oleh masyarakat
khususnya kelompok pemanfaat SPP, maka dibentuk kader di setiap desa yang melaksanakan program SPP yang terdiri dari satu orang laki-laki dan satu orang perempuan yang bertujuan untuk mendampingi kelompok dan membantu ketua kelompok. Musyawarah kegiatan perguliran dana SPP dilakukan setahun sekali pada saat akan pencairan dana dan sekaligus diadakan sosialisasi untuk
59
memberitahu pada warga sekitar bahwa ada program pemberian pinjaman dari pemerintah berupa SPP. Mekanisme untuk dapat memperoleh pinjaman dari program SPP yaitu dengan cara membentuk kelompok terlebih dahulu dengan jumlah anggota tidak boleh lebih dari 20 orang. Pembentukan kelompok dilakukan sendiri bukan oleh pihak UPK dengan penentuan ketua kelompok dipilih langsung oleh anggota melalui musyawarah. Mekanisme pengajuan pinjaman SPP dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan pengajuan pinjaman dengan melalui beberapa tahap yaitu : 1. Pembuatan proposal pengajuan oleh ketua kelompok sebagai salah satu persyaratan yang berisi identitas tiap anggota, jenis usaha yang dijalankan dan besarnya pengajuan pinjaman dengan ketentuan besarnya pinjaman tiap anggota tidak boleh lebih dari 5 juta rupiah. 2. Menyerahkan proposal pada pihak UPK SPP dengan disertai persyaratan lain yaitu fotocopy KTP dan Kartu Keluarga (KK). 3. Mengisi formulir atau disebut sebagai surat pengakuan utang untuk tiap anggota dan surat pernyataan kesanggupan tanggung renteng sebagai persyaratan pengajuan. Setelah melaksanakan tahapan pengajuan pinjaman tersebut, maka akan dilakukan survei lapangan oleh tim verifikasi dari UPK SPP untuk pengajuan pinjaman yang pertama mengenai kelayakan memperoleh bantuan pinjaman dana bergulir dan kesesuaian antara jenis usaha yang dijalankan dengan besarnya pengajuan pinjaman. Kemudian setelah dinyatakan layak maka selanjutnya menunggu pengesahan dari Kepala Kecamatan dan setelah disahkan maka akan dilaksanakan pencairan dana SPP. Pencairan dana SPP dilakukan di Kantor
60
Kepala Desa dan harus dihadiri oleh seluruh anggota kelompok karena dana pinjaman langsung diberikan pada masing-masing anggota tidak melalui ketua kelompok terlebih dahulu. Pelaksanaan pinjaman program SPP di Kecamatan Cimarga pada tahun 2011 ada pergantian kepengurusan, sehingga ada kebijakan baru mengenai persyaratan pengajuan pinjaman yakni harus menyertakan fotocopy KTP suami untuk mengantisipasi atau menghindari kasus penyalahgunaan dana SPP yang tidak diketahui pihak suami. Selain itu kebijakan adanya potongan 2% (dua persen) dari total pinjaman kelompok untuk biaya pengelolaan dana. 4.3.2
Ketentuan dan Pelaksanaan Pencairan Dana Besarnya dana pinjaman yang diterima oleh tiap anggota pada saat
pencairan terkadang tidak sesuai dengan nilai pengajuannya (credit rationing). Hal ini dikarenakan untuk anggota yang baru pertama kali mengujakan pinjaman SPP disesuaikan dengan jenis usaha yang dijalankan dan kesanggupan pembayaran yang dilihat dari hasil survei lapangan oleh tim verifikasi. Adapun untuk anggota yang sudah mengajukan kembali, besarnya pinjaman yang diperoleh didasarkan pada kondisi pinjaman sebelumnya. Apabila pada periode sebelumnya tidak terdapat tunggakan, maka anggota dapat mengajukan pinjaman dengan jumlah pinjaman yang lebih besar dari pinjaman sebelumnya. Akan tetapi, apabila pada periode sebelumnya terdapat tunggakan maka besarnya dana pinjaman yang diterima akan lebih kecil dari pinjaman sebelumnya. Setiap anggota diwajibkan untuk menabung terlebih dahulu sebelum pencairan dana dilakukan. Hal ini terdapat dalam ketentuan pelaksanaan SPP karena sesuai dengan nama programnya yaitu Simpan Pinjam Perempuan (SPP)
61
sehingga harus ada kegiatan menabung atau menyimpan. Besarnya tabungan atau simpanan yaitu sebesar 10 persen dari total pinjaman. Apabila anggota ingin uang pinjaman yang diterimanya utuh maka anggota harus membayar simpanan terlebih dahulu sebelum dana pinjaman diterima pada saat pencairan. Akan tetapi, simpanan yang diwajibkan tersebut dapat juga dibayarkan dari jumlah pinjaman yang akan diterima anggota tetapi dengan konsekuensi jumlah pinjaman yang diterima tidak utuh karena dikurangi simpanan sebesar 10 persen. Hal ini bertujuan untuk tidak memberatkan anggota karena harus menyediakan sejumlah uang terlebih dahulu untuk membayar simpanan dan memberikan kebebasan pada anggota. Simpanan sebesar 10 persen ini dalam prosedur SPP disebut sebagai tabungan tanggung renteng. 4.3.3
Pelaksanaan Sistem Tanggung Renteng SPP Sistem
tanggung
renteng
dalam
pelaksanaan
SPP
merupakan
penanggungan secara bersama dalam upaya menghindari pinjaman macet yakni berupa simpanan yang disebut sebagai tabungan tanggung renteng yang berasal dari tiap anggota. Tabungan tanggung renteng ini berfungsi untuk membantu anggota yang mengalami kesulitan pada saat pembayaran angsuran saat jatuh tempo sehingga ditanggulangi terlebih dahulu dari tabungan tanggung renteng tersebut. Adanya tabungan ini bertujuan untuk mengantisipasi atau menghindari pembayaran macet dari satu anggota yang akan berdampak buruk pada semua anggota (satu kelompok). Ini dikarenakan apabila tidak ditanggulangi terlebih dahulu maka satu kelompok yang akan menanggung akibatnya. Hal ini juga disebut sebagai tanggung renteng, karena ulah dari satu anggota akibatnya akan ditanggung bersama. Akibat yang ditanggung yakni untuk pengajuan pinjaman
62
kembali harus menunggu anggota yang macet untuk melunasi pembayarannya terlebih dahulu, sehingga akan menghambat anggota yang lain dalam pengajuan pinjaman tahap berikutnya. 4.3.4
Sanksi Tunggakan Pembayaran Pinjaman Bentuk sanksi yang diberikan pada anggota yang menunggak pembayaran
pinjaman berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) UPK SPP yaitu apabila pada tahap berikutnya mengajukan pinjaman kembali maka besarnya pinjaman akan lebih kecil dari pinjaman semula. Akan tetapi, apabila anggota tersebut sering menunggak pembayaran maka tidak akan diberikan pinjaman kembali oleh pihak UPK pada periode berikutnya. Hal ini karena menyebabkan dana menjadi terhambat untuk digulirkan kembali. Pihak UPK SPP menawarkan dua pilihan pada anggota kelompok yang menunggak pembayaran pinjaman, yaitu: 1. Rescheduling, yaitu dengan tetap diberi pinjaman pada tahap berikutnya, tetapi besarnya jumlah pinjaman lebih rendah dari besarnya jumlah pinjaman awal. 2. Jangka waktu pembayaran pinjaman diperpanjang tetapi dengan resiko untuk pengajuan tahap berikutnya harus menunggu anggota yang macet tersebut untuk melunasinya terlebih dahulu. 4.3.5
Pelaksanaan SPP dalam Tiap Kelompok Pada Pelaksanaan SPP tidak ada pertemuan rutin mingguan ataupun
bulanan yang dilaksanakan oleh tiap kelompok. Pertemuan intern tiap kelompok hanya dilakukan pada saat sebelum pembayaran angsuran terakhir atau angsuran kedua belas. Pertemuan tersebut membahas mengenai keputusan tiap anggota
63
kelompok untuk mengajukan pinjaman kembali pada periode berikutnya atau tidak dan keluar dari kelompoknya. Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses pengajuan pinjaman pada periode berikutnya dengan mengetahui siapa saja anggota yang akan mengajukan kembali. Kegiatan pelaksanaan simpanan pada program SPP ini tidak hanya dalam bentuk tabungan tanggung renteng yang diwajibkan dalam prosedur pelaksanaan. Tetapi juga, ada yang dinamakan tabungan kelompok dimana tiap anggota menabung pada saat pembayaran angsuran setiap bulannya kepada ketua kelompok ataupun bendahara kelompok jika ada. Besarnya jumlah tabungan tiap bulannya tidak ditentukan. Tabungan kelompok berfungsi untuk membantu anggota yang mendesak membutuhkan pinjaman sehingga dana yang terkumpul digulirkan kembali. Tabungan kelompok yang terkumpul dari tiap anggota terkadang dipinjamkan pada non anggota kelompok yang membutuhkan sehingga pada akhirnya dapat menambah anggota baru. Dengan demikian, adanya tabungan kelompok dapat mendorong terjadinya kemandirian dalam penyediaan dana. Pengadaan tabungan kelompok ini tidak diwajibkan dalam prosedur pelaksanaan SPP. Akan tetapi diserahkan pada masing-masing kelompok untuk mengadakan tabungan tersebut atau tidak tergantung pada kesepakatan setiap anggota. Berkaitan dengan hal tersebut, maka tugas ketua kelompok yaitu : 1. Membuat proposal pengajuan pinjaman dengan dibantu oleh kader desa. 2. Menampung dan mengkoordinir tabungan kelompok setiap bulan untuk dipinjamkan atau digulirkan kembali pada anggota.
64
3. Mengkoordinir angsuran pembayaran dari tiap anggota setiap bulannya sebelum diserahkan pada bendahara UPK SPP termasuk menagih pembayaran angsuran ke tiap anggota. 4. Membuat laporan bulanan mengenai pembayaran angsuran pinjaman tiap anggota. Mekanisme pengembalian pinjaman bergulir SPP dilakukan dengan cara tiap anggota kelompok membayar angsuran pinjaman setiap bulannya pada ketua kelompok. Batas pembayaran angsuran tiap bulannya disesuaikan dengan tanggal jatuh tempo tiap kelompok. Setelah dana angsuran dari tiap anggota terkumpul maka ketua kelompok langsung menyerahkan pada pihak bendahara UPK SPP untuk digulirkan kembali pada kelompok lain yang membutuhkan.
65
V. DAMPAK PERGULIRAN DANA SPP TERHADAP UMKM 5.1
Keragaan Penyaluran Pinjaman Dana Bergulir SPP Kecamatan Cimarga merupakan salah satu kecamatan yang melaksanakan
program SPP sejak diselenggarakannya PNPM Mandiri Perdesaan pada tahun 2008. Kecamatan Cimarga terdiri atas 17 desa, namun ada satu desa yang tidak ikut berpartisipasi melaksanakan program SPP yaitu Desa Sarageni. Hal ini disebabkan karena lokasi Desa Sarageni dari ibukota kecamatan merupakan yang terjauh dengan jarak 37 km, sehingga warga Desa Sarageni kurang berminat untuk mengikuti program SPP. Setiap desa yang melaksanakan program SPP, memiliki jumlah kelompok dan besarnya nilai pinjaman yang berbeda dimana hal tersebut tergantung pada nilai pengajuan pinjaman dari setiap anggota. Keragaan penyaluran pinjaman SPP dapat dilihat berdasarkan indikator jumlah kelompok dari setiap desa dan besarnya nilai pinjaman pada tahun 2010 dan 2011. Tabel 5.1 Jumlah Kelompok dan Nilai Pinjaman SPP Tahun 2010 – 2011 Jumlah Kelompok Nilai Pinjaman (Rp.Juta) Persentase No Nama Desa Perubahan Tahun Tahun Tahun Tahun (%) 2010 2011 2010 2011 1 Cimarga 4 6 42,5 111 161,18 2 Intenjaya 1 1 10 12 20 3 Jayasari 1 1 16 20 25 4 Margajaya 10 10 253 281,4 11,22 5 Margatirta 4 2 49,5 42 -15,15 6 Mekarmulya 1 2 10 20 100 7 Sangkanmanik 8 9 116 223 92,24 8 Tambak 2 2 20 34 70 9 Girimukti 3 4 73,5 108,3 47,35 10 Jayamanik 3 3 42 54 28,57 11 Karyajaya 2 3 24 52 116,67 12 Mekarjaya 6 8 79,5 132,47 66,63 13 Sangiangjaya 5 8 103,3 142,3 37,75 14 Sudamanik 9 10 262 266 1,53 15 Margaluyu 2 3 27 47 74,07 16 Gununganten 1 1 7 7 0 TOTAL 62 73 1.135,3 1.559,47 Sumber : Data Primer UPK SPP Cimarga
66
Berdasarkan Tabel 5.1 keragaan penyaluran pinjaman bergulir SPP di Kecamatan Cimarga menunjukkan hasil yang baik. Hal ini terlihat dari jumlah kelompok SPP yang mengalami peningkatan dari 62 kelompok pada tahun 2010 menjadi 73 kelompok pada tahun 2011. Selain itu, besarnya jumlah pinjaman bergulir SPP yang diperoleh tiap desa juga mengalami peningkatan pada tahun 2011. Hal ini karena jumlah kelompok yang bertambah di tiap desa dan besarnya pinjaman tiap kelompok yang mengalami peningkatan karena tiap anggota memperoleh pinjaman yang lebih besar pada guliran berikutnya akibat kelancaran pengembalian pinjaman. Akan tetapi ada juga desa yang kelompoknya tidak mengajukan pinjaman kembali pada guliran berikutnya sehingga jumlah kelompok dan besarnya pinjaman menjadi berkurang. Desa yang mengalami peningkatan jumlah pinjaman terbesar yaitu Desa Cimarga dengan persentase peningkatan sebesar 161,18 persen. Sektor usaha yang paling banyak dijalankan oleh warga Desa Cimarga yaitu perdagangan dengan jenis usaha warung kelontongan. Omset yang diperoleh dari jenis usaha tersebut bersifat harian sehingga kondisi keuangan usaha perdagangan cukup meyakinkan bagi pelaku usaha untuk memperoleh pinjaman yang lebih besar. Adanya peningkatan jumlah kelompok menunjukkan UMKM di Kecamatan Cimarga yang memperoleh akses permodalan SPP semakin meningkat sehingga diharapkan dapat mengembangkan usaha yang dijalani. Kelompok SPP yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 7 kelompok yang berasal dari tiga desa yaitu Desa Margajaya sebanyak 5 kelompok, Desa Cimarga 1 kelompok dan Desa Girimukti sebanyak 1 kelompok. Pemilihan ketiga desa tersebut dilakukan berdasarkan keragaman jenis usaha yang
67
dijalani dan tergolong sebagai desa yang sudah berkembang. Indikator keragaan penyaluran pinjaman bergulir SPP dapat juga dilihat dari nilai Non Performing Loan (NPL) dari pinjaman yang diberikan atau tingkat pengembalian pinjaman. Hal ini karena tingkat pengembalian dana SPP yang lancar secara tidak langsung dapat mempengaruhi kelancaran program PNPM Mandiri Perdesaan. Tabel 5.2 Nilai Pinjaman dan Tingkat Pengembalian Tahun 2011 Nama Desa Jumlah Nilai Tingkat Nama Anggota Pinjaman Pengembalian Kelompok (orang) (Rupiah) (%) Desa Margajaya Tunas Mekar 02 20 31.300.000 76 Tunas Mekar 03 16 27.400.000 78 As-Syifa 9 16.000.000 76 Teratai 17 30.000.000 79 Tunas Karya 12 40.000.000 82 Desa Cimarga Belimbing 10 20.000.000 80 Desa Girimukti Burung Merak 14 37.500.000 84 Sumber : Data Primer Tabel 5.2 menunjukkan bahwa banyaknya jumlah anggota kelompok tidak selalu berbanding lurus dengan besarnya nilai pinjaman yang diperoleh. Hal ini dapat dilihat kelompok Tunas Mekar 02 dengan jumlah anggota paling banyak yaitu 20 orang memperoleh pinjaman sebesar 31,3 juta rupiah. Sedangkan kelompok Tunas Karya dengan jumlah anggota 12 orang memperoleh pinjaman paling besar yaitu 40 juta rupiah. Ini disebabkan besarnya pinjaman tiap anggota kelompok Tunas Mekar 02 relatif kecil berkisar antara 1-2 juta rupiah. Adapun untuk kelompok Tunas Karya besarnya pinjaman tiap anggota berkisar antara 2–5 juta rupiah. Berdasarkan hasil survei di lapangan, hal ini bukan disebabkan karena perbedaan jenis usaha, akan tetapi ada salah satu anggota yang membutuhkan pinjaman cukup besar melebihi batasan pinjaman yang ditentukan sehingga menitip pinjaman pada anggota lain dan hal ini merupakan salah satu bentuk moral hazard. Akan tetapi apabila dilihat dari data jumlah pinjaman yang ada,
68
besarnya nilai pinjaman tiap anggota sesuai dengan ketentuan yang ada dimana besarnya nilai pinjaman setiap anggota tidak boleh lebih dari 5 juta rupiah. Hal ini karena sebagian anggota meminjam sebesar 4-5 juta rupiah padahal kebutuhan pinjaman mereka hanya sebesar 2 juta, dan sisanya dipinjamkan pada anggota yang bersangkutan. Pembatasan besarnya jumlah pinjaman SPP tiap anggota bertujuan untuk membantu pelaku usaha di perdesaan yang sulit mendapatkan akses
pinjaman
pada
lembaga
keuangan
formal.
Berdasarkan
tingkat
pengembalian pinjaman SPP, kelompok SPP yang dijadikan sampel tergolong lancar dengan tingkat pengembalian pinjaman rata-rata diatas 76 persen. Indikator keragaan penyaluran pinjaman SPP selanjutnya yaitu besarnya pinjaman yang diperoleh dilihat berdasarkan jumlah guliran seperti pada Tabel 5.3. Sebanyak 11 orang responden (36,67 %) sudah mencapai guliran keempat atau sudah memperoleh pinjaman hingga empat kali. Jumlah responden yang baru mencapai guliran pertama atau baru memperoleh pinjaman satu kali sebanyak 3 responden. Tabel 5.3 Jumlah Guliran dan Besarnya Nilai Pinjaman Jumlah Guliran Pinjaman Besar Pinjaman Jumlah Persentase (Frekuensi Perolehan Pinjaman) Rata-rata (Rupiah) Responden (%) 1 1.500.000 3 10 2 2.000.000 9 30 3 3.500.000 7 23,33 4 4.500.000 11 36,67 Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat semakin tinggi jumlah guliran semakin besar pula jumlah pinjaman rata-rata yang diperoleh. Ini menunjukkan pada umumnya responden disiplin dalam pengembalian pinjaman dan tidak adanya tunggakan. Berdasarkan ketentuan prosedur pelaksanaan SPP, besarnya pinjaman yang diperoleh didasarkan pada kondisi pinjaman sebelumnya (guliran
69
sebelumnya). Apabila pada guliran sebelumnya tidak terdapat tunggakan maka responden dapat mengajukan pinjaman pada guliran berikutnya dengan jumlah pinjaman yang lebih besar dari pinjaman sebelumnya dengan maksimal besar pinjaman yaitu 5 juta rupiah. Berdasarkan hasil survei ada salah satu responden yang sudah mencapai guliran keempat meminjam dengan besar pinjaman diatas batas maksimum pinjaman dengan cara menitip pinjaman pada anggota yang lain. Hal ini menunjukkan adanya kasus moral hazard. Akan tetapi, karena responden tersebut pembayarannya lancar maka tindakan tersebut tidak diketahui oleh pihak UPK SPP. 5.2
Karakteristik Responden Responden yang dijadikan sampel yaitu kaum perempuan (ibu-ibu) yang
memperoleh pinjaman dari program SPP di tiga desa yaitu Desa Margajaya, Desa Cimarga dan Desa Girimukti pada tahun anggaran 2010 dan 2011. Karakteristik responden mengenai tingkat usia, lama pendidikan dan jumlah anggota keluarga maupun karakteristik usaha responden mengenai lama usaha disajikan dalam bentuk statistik deskriptif pada Tabel 5.3. Statistik deskriptif bertujuan untuk mengetahui karakteristik data berdasarkan ukuran pemusatan dan ukuran penyebaran (variasi) data. Ukuran pemusatan data melihat karakteristik responden yaitu tingkat usia, lama pendidikan dan jumlah anggota keluarga dari nilai ratarata (mean). Variasi data atau keragaman menggambarkan penyebaran data dari nilai rata-ratanya dengan menggunakan ukuran standar deviasi.
70
Tabel 5.4 Statistik Deskriptif Karakteristik Responden Anggota SPP Variabel Mean Nilai Nilai Standar (Rata-rata) Maksimum Minimum Deviasi Tingkat Usia 37,87 52 25 6,86 Lama Pendidikan
8,33
12
3
2,537
Jumlah Anggota Keluarga
4,267
7
2
1,112
Lama Usaha
5,33
30
0,7
6,65
Hasil olahan data pada Tabel 5.4 menunjukkan rata-rata usia responden yaitu 38 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 6,86 tahun atau dibulatkan menjadi 7 tahun. Nilai standar deviasi tersebut menunjukkan bahwa usia responden sangat bervariasi atau beragam dan nilainya cukup tersebar dari ratarata usia (38 tahun) dengan simpangan diantara 31 tahun hingga 45 tahun. Hal ini juga ditunjukkan dengan perbedaan usia tertinggi responden yaitu 52 tahun dengan usia terendah responden yaitu 25 tahun. Sebaran usia responden dapat dilihat dari pembagian kelas usia pada Gambar 5.1. 12 10 8 6 10 4 2
7 5 3
3
2
0 25‐29 tahun 30‐34 tahun 35‐39 tahun 40‐44 tahun 45‐49 tahun 50‐54 tahun
Gambar 5.1 Tingkat Usia Responden Keragaman usia responden juga terlihat pada Gambar 5.1 yang menunjukkan usia responden tersebar pada setiap kelas usia dengan sebagian besar berada pada interval 30-34 tahun sebanyak 10 orang responden atau sebesar
71
33,33 persen. Rata-rata usia responden berada pada kategori usia produktif yaitu 38 tahun menunjukkan bahwa adanya program bantuan dana bergulir SPP dari pemerintah diharapkan dapat meningkatkan produktivitas usaha yang dijalani. Hal ini karena peluang untuk mengembangkan usaha relatif besar dengan usia yang tergolong produktif. Tingkat pendidikan responden berdasarkan Tabel 5.4 memiliki rata-rata lama pendidikan yaitu 8 tahun atau setingkat dengan kelas 2 SMP dengan lama pendidikan tertinggi responden yaitu 12 tahun atau setara dengan tingkat pendidikan lulusan SMA dan lama pendidikan terendah yaitu 3 tahun atau hanya mendapatkan pendidikan hingga kelas 3 SD. Nilai standar deviasi lama pendidikan responden sangat berbeda dengan tingkat usia responden dimana standar deviasi lama pendidikan responden yaitu sebesar 2,537 tahun atau dibulatkan menjadi 2 tahun. Hal ini menunjukkan lama pendidikan responden tidak terlalu bervariasi dan mendekati nilai rata-rata lama pendidikan responden yaitu 8 tahun dengan simpangan diantara 6 tahun atau lulusan SD hingga 10 tahun atau setara dengan kelas 1 SMA. Apabila dihubungkan dengan jenis usaha yang dijalankan, pada umumnya responden dengan lama pendidikan yang realtif rendah cenderung menjalankan usaha yang relatif tidak beresiko dan tidak memerlukan perhitungan keuangan yang rumit seperti warung jajanan sekolah. Karakteristik responden berikutnya yang dijelaskan dalam statistik deskriptif pada Tabel 5.4 yaitu jumlah anggota keluarga. Jumlah anggota keluarga yang dimaksud yaitu suami, istri (responden), anak dan orang tua atau saudara yang tinggal dalam satu rumah. Anggota keluarga responden rata-rata berjumlah 4 orang dengan standar deviasi sebesar 1 orang. Ini menunjukkan bahwa jumlah
72
anggota keluarga dari seluruh responden tidak terlalu bervariasi dan mendekati rata-rata jumlah anggota keluarga. Hal ini karena dengan nilai simpangan sebesar 1 orang maka sebagian besar responden memiliki jumlah anggota keluarga antara 3 orang hingga 5 orang. Ini menunjukkan peluang responen untuk memperoleh pinjaman cukup besar karena jumlah anggota keluarga tidak terlalu banyak. Perbedaan antara jumlah anggota keluarga terbanyak dengan terendah cukup besar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.4 jumlah anggota keluarga responden terbanyak yaitu 7 orang sedangkan jumlah anggota terendah yaitu 2 orang. 5.2.1 Status Responden dalam Keluarga Karakteristik responden lainnya yang diidentifikasi dalam penelitian ini yaitu status responden di dalam keluarga. Status responden yang merupakan kaum perempuan di dalam keluarga pada penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu status sebagai seorang istri dan status sebagai wanita kepala keluarga. 7% Status sebagai wanita kepala keluarga Status sebagai istri
93%
Gambar 5.2 Status Responden dalam Keluarga Hasil survei lapangan pada Gambar 5.2 menunjukkan ada dua orang responden penerima pinjaman dana bergulir SPP yang berstatus sebagai wanita kepala keluarga atau sebesar 7 persen dari total responden 30 orang kaum perempuan (ibu-ibu). Status wanita kepala keluarga yang dimaksud yakni status wanita sebagai kepala keluarga yang dikarenakan tidak memiliki suami (berstatus
73
janda). Adapun sisanya sebesar 93 persen atau sejumlah 28 orang responden berstatus sebagai istri atau bukan sebagai kepala keluarga. Adanya responden penerima pinjaman bergulir SPP yang berstatus sebagai kepala keluarga menunjukkan bahwa program SPP yang dilakukan sesuai dengan tujuan awal yaitu untuk memandirikan kaum perempuan. 5.2.2
Jenis Pekerjaan Karakteristik responden untuk jenis pekerjaan dibagi menjadi dua yaitu
jenis pekerjaan responden sendiri sebagai penerima pinjaman SPP dan jenis pekerjaan suami apabila responden berstatus sebagai istri di dalam keluarga. Hal ini karena cakupan dalam penelitian ini yaitu rumah tangga sehingga pekerjaan suami atau kepala keluarga juga diidentifikasi. Hasil survei menunjukkan mayoritas jenis pekerjaan responden yaitu sebagai pedagang (60 %) dengan mayoritas sebagai pedagang warung kelontongan. 100% 90% 80%
Petani
70%
Pegawai Swasta
60%
Buruh Lepas
50%
Pegawai Negeri
40% 30%
Industri Kerajinan
20%
Jasa
10%
Pedagang
0% Responden (Ibu‐ibu)
Suami
Gambar 5.3 Jenis Pekerjaan Responden dan Suami Jenis pekerjaan responden berikutnya yakni bekerja di sektor industri kerajinan rumah tangga dengan jenis usaha sebagai pembuat dompet yang berada di Desa Girimukti sebesar 16,67 persen atau sejumlah lima orang. Jenis pekerjaan
74
responden di sektor jasa sebesar 13,33 persen dengan jenis usaha sebagian besar yaitu penjahit, pangkas rambut dan tambal ban yang dijalankan oleh suami. Jenis pekerjaan kepala keluarga (suami) lebih beragam daripada jenis pekerjaan responden (kaum ibu). Suami mayoritas bekerja sebagai buruh lepas sebesar 21,43 persen atau sejumlah 6 orang dari 28 orang suami, diikuti oleh jenis pekerjaan di sektor industri kerajinan rumah tangga yaitu sebagai pembuat dompet dan pegawai negeri dengan persentase yang sama yaitu 17,86 persen. Gambar 5.3 menunjukkan bahwa mayoritas jenis pekerjaan antara responden (kaum ibu) dan suami berbeda. 5.3
Karakteristik Usaha Responden
5.3.1
Jenis Usaha UMKM Responden Hasil survei yang diperoleh dilapangan, menunjukkan bahwa adanya
PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Cimarga khususnya program SPP sangat bermanfaat bagi pelaku usaha mikro khususnya pelaku usaha wanita dalam mengatasi persoalan modal. Hal ini karena ada beberapa dari responden yang memiliki jenis usaha lebih dari satu sehingga total usaha yang dijalankan dari keseluruhan responden (30 orang) sebanyak 40 usaha. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5.4 berikut ini. 60% 50% 40% 30% 20%
50%
10%
20%
15%
15%
Jasa
Industri Makanan
Industri Kerajinan
0% Perdagangan
Gambar 5.4 Jenis Usaha yang Memperoleh Pinjaman SPP
75
Berdasarkan data yang telah diolah dalam Gambar 5.4 jenis usaha rumah tangga yang paling banyak diberikan pinjaman SPP yaitu sektor perdagangan dengan mayoritas adalah pedagang warung kebutuhan pokok dan penjual jajanan anak sebesar 50 persen. Hal tersebut dikarenakan mayoritas warga di lokasi penelitian berprofesi sebagai pedagang dan berlokasi dekat dengan sekolah sehingga sebagian besar bergerak pada usaha warungan. 5.3.2 Lama Usaha Responden Berdasarkan survei menyatakan bahwa lama usaha dari seluruh responden cukup beragam dengan nilai standar deviasi sebesar 6,65 tahun atau dibulatkan menjadi 7 tahun pada Tabel 5.4. Hal ini juga ditunjukkan dengan perbedaan antara lama usaha terendah responden yaitu 8 bulan (0,7 tahun) dengan lama usaha tertinggi responden yaitu 30 tahun. Akan tetapi pada umumnya rata-rata lama usaha responden yaitu 5 tahun. Tabel 5.4 menunjukkan lama usaha UMKM para responden. Sebagian besar lama usaha yang dijalankan responden berada pada interval 2 hingga 5 tahun sebesar 50 persen. Pada ketentuan pelaksanaan program pinjaman bergulir SPP, tidak diperlukan persyaratan minimal lama usaha yang dijalankan. Hal ini karena program pinjaman bergulir SPP bertujuan untuk membantu rumah tangga miskin yang membutuhkan modal untuk usaha walaupun baru memulai usaha. Lama usaha responden yang berkisar antara 2 hingga 5 tahun menunjukkan bahwa pelaku usaha untuk memperoleh akses pinjaman pada lembaga formal mengalami kesulitan karena diperlukan persyaratan lama usaha yang biasanya diatas 5 tahun. Oleh karena itu, program pinjaman bergulir SPP berguna bagi pelaku usaha yang terkendala masalah modal dan tidak memiliki akses pada lembaga formal.
76
Tabel 5.5 Lama Usaha UMKM Lama Usaha (Tahun)
Frekuensi
Persentase (%)
6 20 10 4
15 50 25 10
<2 2-5 6-10 > 10 5.3.3
Besar Modal Awal Usaha Tabel 5.6 menunjukkan bahwa besar modal awal usaha responden
mayoritas mencapai 1 juta rupiah dengan persentase sebesar 62,86 persen. Besar modal awal usaha diatas 5 juta rupiah hanya sebesar 5,71 persen atau dua UMKM dengan jenis usaha yaitu industri pembuatan dompet yang memerlukan modal awal cukup besar. Hal ini dikarenakan bahan yang diperlukan untuk membuat dompet relatif mahal terutama untuk aksesoris dompet. Besar modal awal usaha responden dibawah 1 juta menunjukkan bahwa pada umumnya pelaku usaha memulai usaha dengan besaran modal yang relatif rendah dan memang untuk skala UMKM tidak memerlukan modal awal yang cukup besar sehingga dapat memudahkan pelaku usaha dalam menjalankan usaha. Tabel 5.6 Besar Modal Awal Usaha Responden Besar Modal Awal (Rupiah) Frekuensi 0 – 1.000.000 >1.000.000 – 5.000.000 >5.000.000 5.3.4
22 11 2
Persentase (%) 62,86 31,43 5,71
Sumber Modal Awal Usaha Hasil lapangan berdasarkan Gambar 5.5 menunjukan bahwa sebagian
besar modal awal yang digunakan oleh pelaku usaha dalam memulai usahanya bersumber dari diri sendiri yaitu sebesar 70 persen. Sedangkan sumber modal awal usaha yang berasal dari pinjaman informal diantaranya pinjaman dari
77
program SPP dan pinjaman dari saudara sebesar 21 persen. Hal ini dikarenakan ada dari sebagian responden yang baru memulai usaha kembali dengan modal awal berasal dari pinjaman SPP. Sisanya bersumber dari gabungan modal sendiri dan pinjaman dan ada juga yang berasal dari pemberian desa. Data ini menunjukkan bahwa pelaku usaha mikro mampu memulai usahanya secara mandiri. Oleh karena itu, dengan adanya program-program bantuan pinjaman modal dari pemerintah seperti program SPP ini diharapkan dapat mengembangkan UMKM yang telah ada bahkan memunculkan UMKM baru.
6% Sendiri 21%
Pemberian Desa Pinjaman Informal Sendiri + Pinjaman
3% 70%
Gambar 5.5 Sumber Modal Awal Usaha
5.4
Penguasaan Aset Responden Aset responden yang diteliti dibagi menjadi dua yaitu penguasaan aset
lahan dan non lahan yang dimiliki oleh responden diluar aset usaha. Aset lahan dibedakan menjadi tiga yaitu rumah, sawah, dan lahan kering. Aset non lahan juga dibedakan menjadi tiga yaitu kendaraan, perhiasan dan tabungan.
78
Tabel 5.7 Penguasaan Aset Lahan dan Non Lahan Aset Nilai Rata-rata (Rupiah)
Persentase (%)
Rumah Sawah Lahan Kering
17.605.000 11.800.000 5.991.666,67
28,62 19,18 9,74
Total Aset Lahan Kendaraan Perhiasan Tabungan Total Aset Non Lahan
35.396.666,67 18.519.333,33 2.870.400 4.725.333,33 26.115.066,67
57,54 30,11 4,67 7,68 42,46
Hasil survei yang ditunjukkan pada Tabel 5.7 dengan data aset yang telah diolah, memperlihatkan bahwa jenis aset yang paling banyak dimiliki oleh responden yaitu aset lahan dengan jenis aset lahan rumah sebesar 28,62 persen dengan nilai rata-rata sebesar 17,6 juta rupiah. Total nilai aset lahan yang dimiliki responden lebih besar dibandingkan total nilai aset non lahan yaitu sebesar 35,39 juta rupiah atau 57,54 persen dari total aset secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar aset yang dimiliki merupakan aset lahan yang bersifat non-liquid sehingga lebih sulit untuk dicairkan menjadi uang dibandingkan aset non lahan yang lebih mudah dicairkan menjadi uang sehingga dapat memberikan kemudahan untuk tambahan modal usaha. Oleh karena itu, adanya program SPP diharapkan dapat membantu pelaku usaha dalam mengatasi persoalan modal usaha. 5.5
Akses Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan
5.5.1
Akses Simpanan Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan Studi menunjukkan rendahnya akses tabungan rumah tangga terhadap
lembaga keuangan formal dan semi formal. Hal ini karena pada umumnya rumah tangga yang memiliki akses pada lembaga keuangan formal khususnya bank yaitu
79
rumah tangga yang berprofesi sebagai pegawai negeri dan swasta dimana pengambilan gaji dilakukan melalui bank dan juga kepentingan transaksi. Tabel 5.8 Akses Simpanan pada Lembaga Keuangan Akses Simpanan Nilai Rata-rata (Rupiah) Formal Bank Semi Formal Koperasi Simpan Pinjam Informal SPP Sekolah Majelis
Partisipasi
9.055.556
n = 9 (30 %)
238.888,9
n = 9 (30 %)
363.333,3 200.000 550.000
n = 30 (100 %) n = 1 (3,33 %) n = 1 (3,33 %)
Berdasarkan hasil survei, sebagian besar rumah tangga hanya memiliki akses tabungan atau simpanan pada lembaga informal khususnya SPP dengan nilai partisipasi sebesar 100 persen. Hal ini dikarenakan dalam prosedur pelaksanaan pinjaman program SPP, terdapat kebijakan yaitu setiap anggota yang meminjam diwajibkan untuk menabung sebesar 10 persen dari total pinjaman. Tabungan tersebut berfungsi sebagai dana talangan bagi anggota yang tidak mampu membayar angsuran dan sistem tersebut dinamakan tanggung renteng atau disebut tabungan tanggung renteng. Dengan demikian, adanya SPP ini dapat meningkatkan akses simpanan pada lembaga keuangan. Sedangkan akses rumah tangga terhadap simpanan pada lembaga keuangan formal masih relatif sedikit karena jarak yang cukup jauh dengan lokasi lembaga keuangan formal. Selain itu, relatif sedikit responden yang memiliki uang berlebih untuk ditabung, hanya responden rumah tangga yang berprofesi sebagai pegawai negeri yang memiliki akses tabungan cukup besar pada lembaga keuangan formal.
80
5.5.2
Akses Pinjaman Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan Tabel 5.9 memperlihatkan mengenai akses pinjaman rumah tangga pada
tiga jenis lembaga keuangan, yaitu lembaga keuangan formal, semi formal dan lembaga keuangan informal. Akses simpanan rumah tangga pada lembaga formal khususnya bank tidak menentukan akses pinjaman rumah tangga pada lembaga formal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.8 dan Tabel 5.9, sebanyak 30 persen rumah tangga memiliki akses simpanan pada bank, akan tetapi hanya 23,33 persen rumah tangga yang memiliki akses pinjaman pada bank. Akses rumah tangga terhadap pinjaman pada lembaga formal tidak terlepas dari penguasaan aset yang dimiliki rumah tangga. Hal ini dikarenakan pinjaman pada bank umumnya mengharuskan adanya jaminan atau agunan berupa kepemilikan aset. Tabel 5.9 Akses Pinjaman Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan Akses Pinjaman Nilai Rata-rata (Rupiah) Partisipasi Formal Bank - BJB - BTPN Syariah - BCA - BRI Semi Formal Koperasi Simpan Pinjam Informal SPP Saudara
19.971.428 32.666.667 900.000 20.000.000 10.000.000
n = 7 (23,33 %)
649.500
n = 10 (33,33 %)
3.541.333 3.500.000
n = 30 (100 %) n = 3 (10 %)
Hasil survei seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.9 memperlihatkan bahwa rumah tangga memiliki akses pinjaman pada setiap jenis lembaga keuangan. Akses pinjaman rumah tangga pada lembaga formal khususnya bank sebesar 23,33 persen dengan bank yang dituju yaitu BJB, BTPN Syariah, BCA dan BRI. Responden rumah tangga yang memiliki akses pinjaman pada lembaga
81
formal khususnya bank sebagian besar merupakan pegawai negeri dengan pengambilan gaji di BJB berjumlah 3 orang responden sehingga nilai rata-rata pinjaman pada BJB relatif lebih besar dibandingkan bank lainnya dan biasanya termasuk jenis kredit konsumsi. Pemilihan akses pada BRI dan BCA dikarenakan kepentingan transaksi usaha dan fasilitas yang memadai. Pemilihan akses pinjaman pada BTPN Syariah dikarenakan pada tahun 2011 bank tersebut mengadakan program pemberian pinjaman dengan berbasis pinjaman kelompok seperti halnya pinjaman program pemerintah yakni SPP. Akses pinjaman rumah tangga pada lembaga keuangan pun mayoritas pada lembaga keuangan informal khususnya SPP dengan partisipasi sebesar 100 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pinjaman bergulir SPP dapat diakses oleh semua rumah tangga karena mudahnya persyaratan pengajuan pinjaman SPP dan tidak adanya jaminan atau agunan yang diperlukan hanya berupa simpanan yang disebut tabungan tanggung renteng sebesar 10 persen dari jumlah pinjaman. Berdasarkan survei sebagian besar responden (36,67 %) tetap memilih untuk meminjam pada SPP karena alasan tidak adanya jaminan dan persyaratan pengajuan yang mudah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.10. Tabel 5.10 Alasan Mengajukan Pinjaman pada SPP Alasan Meminjam pada SPP Persyaratan yang mudah dan jangka waktu pembayaran lama Jangka waktu pembayaran yang lama Tidak adanya jaminan/agunan dan persyaratan pengajuan mudah Tidak adanya jaminan/agunan dan sistem tanggung renteng Sistem tanggung renteng dan jangka waktu pembayaran lama TOTAL
Persentase (%) 30 13,33 36,67 13,33 6,67 100
Rumah tangga dapat memperoleh jumlah pinjaman yang jauh lebih besar jika mendapatkan akses pinjaman pada lembaga formal (bank) dibandingkan
82
dengan mengajukan pinjaman pada lembaga informal (SPP). Namun, karena akses pinjaman pada bank mensyaratkan adanya jaminan yang dirasakan berat untuk dipenuhi oleh rumah tangga, maka rumah tangga lebih memilih mengajukan pinjaman pada SPP. Hal ini dikarenakan tidak memerlukan adanya jaminan walaupun jumlah pinjaman yang diperoleh tidak sebesar jika dibandingkan meminjam pada bank. Penggunaan pinjaman oleh rumah tangga dari tiap lembaga keuangan dapat dilihat pada Gambar 5.6. 100% 90% 80% 70% 60%
Gabungan
50%
Konsumsi
40%
Produksi
30% 20% 10% 0% Formal (Bank)
Semi Formal
Informal
Gambar 5.6 Penggunaan Pinjaman pada setiap Lembaga Keuangan Berdasarkan hasil survei seperti yang terlihat pada Gambar 5.6 sebagian besar rumah tangga yang memiliki akses pinjaman pada lembaga formal menggunakan dana pinjaman untuk kebutuhan konsumtif sebesar 57,14 persen. Pinjaman yang diperoleh dari lembaga formal (bank) relatif besar sehingga pada umumnya merupakan jenis kredit konsumsi yang digunakan untuk membangun rumah atau membeli kendaraan. Adapun untuk akses pinjaman dari lembaga keuangan informal, mayoritas rumah tangga menggunakan dana pinjaman untuk kebutuhan usaha yaitu sebesar 57,57 persen. Hal ini menunjukkan lembaga
83
keuangan informal seperti SPP dengan jumlah pinjaman yang jauh lebih kecil dibandingkan lembaga keuangan formal (bank) justru mampu mengembangkan usaha. Hal ini dikarenakan jumlah pinjaman yang relatif kecil sehingga rumah tangga mengalokasikan hanya untuk kepentingan usaha. Oleh karena itu, adanya pinjaman bergulir SPP program pemerintah dapat membantu mendorong perkembangan UMKM. Dalam pelaksanaan penyaluran pinjaman bergulir SPP, tidak semua anggota SPP memperoleh pinjaman sesuai dengan jumlah pinjaman yang diajukan atau disebut dengan istilah credit rationing. Credit rationing juga merupakan indikator keragaan penyaluran pinjaman, yaitu suatu kondisi adanya perbedaan antara nilai pinjaman yang diinginkan (pengajuan) dengan nilai pinjaman yang terealisasi. Hasil survei terdapat 23 persen responden memperoleh pinjaman dengan jumlah yang lebih rendah dari jumlah pengajuan pinjaman. Ini disebabkan karena adanya kemacetan pengembalian pinjaman pada guliran pinjaman sebelumnya. Jumlah pinjaman yang diperoleh 25 persen lebih rendah dari pinjaman yang diajukan oleh responden yang mengalami credit rationing.
23%
Mengalami Credit Rationing
Tidak Mengalami Credit Rationing 77%
Gambar 5.7 Credit Rationing dalam Penyaluran Pinjaman SPP
84
5.6
Pendapatan Rumah Tangga
5.6.1
Struktur Pendapatan Rumah Tangga Karakteristik struktur pendapatan rumah tangga merupakan struktur
pendapatan rumah tangga yang diperoleh responden dari usaha tani dan non usaha tani maupun diluar usaha rumah tangga seperti kiriman yang diperoleh dari salah satu anggota keluarga (anak). Tabel 5.11 Struktur Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan Rata-rata per Tahun (Rupiah) Pendapatan Usaha Tani Industri Rumah Tangga Dagang Jasa Buruh Gaji Pensiunan Kiriman Total
6.771.500 8.261.333,33 8.557.966,67 4.361.000 1.692.000 5.960.000 2.688.000 38.246.800
Persentase (%) 17,70 21,6 22,37 11,28 4,42 15,5 7,03 100
Berdasarkan hasil data survei pada Tabel 5.11 menunjukkan bahwa struktur pendapatan terbesar yang diperoleh responden yaitu berasal dari sektor perdagangan yang merupakan bagian dari pendapatan non usaha tani sebesar 22,37 persen. Hal ini dikarenakan pada umumnya responden rumah tangga berprofesi sebagai pedagang. Pendapatan dari sektor perdagangan sebagian besar merupakan usaha warung kelontongan. Selanjutnya diikuti oleh pendapatan yang berasal dari industri rumah tangga sebesar 21,6 persen. Pendapatan untuk sektor industri rumah tangga ini dibedakan menjadi dua jenis usaha yaitu industri makanan olahan dan industri kerajinan rumah tangga dalam hal ini adalah pembuatan dompet. Kontribusi struktur pendapatan rumah tangga yang berasal dari usaha tani padi yaitu sebesar 17,70 persen. Hal ini disebabkan lahan sawah
85
yang dimilki sebagian besar rumah tangga rata-rata hanya seluas 1.475 m2 (0,14 ha), sehingga kontribusi struktur pendapatan rumah tangga dari usaha tani tergolong rendah. Kontribusi struktur pendapatan rumah tangga dari gaji yaitu sebesar 15,5 persen. Pendapatan gaji tersebut berasal dari rumah tangga yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan mayoritas berprofesi guru. Adapun untuk pendapatan yang berasal dari sektor jasa dengan jenis usaha sebagian besar adalah penjahit, pangkas rambut dan tambal ban yaitu hanya sebesar 11,28 persen dari total pendapatan. Kontribusi struktur pendapatan rumah tangga terendah berasal dari pendapatan buruh yaitu sebesar 4,42 persen. 5.6.2
Dampak Pinjaman Bergulir SPP terhadap Pendapatan Pinjaman bergulir program SPP bertujuan untuk memudahkan akses
masyarakat khususnya pelaku usaha anggota SPP terhadap permodalan usaha sehingga usaha yang dijalankan dapat lebih berkembang. Dampak pinjaman bergulir SPP terhadap perkembangan usaha, selanjutnya akan berdampak juga terhadap pendapatan pelaku usaha anggota SPP. Dampak pinjaman terhadap pendapatan dilihat dengan cara membandingkan omset dan laba (keuntungan) yang diperoleh responden sebelum memperoleh pinjaman bergulir SPP dengan kondisi setelah memperoleh pinjaman berdasarkan jenis usaha yang dijalankan. Pelaku usaha anggota SPP pada umumnya tidak hanya menjalankan satu jenis sektor usaha tetapi juga melakukan diversifikasi usaha. Nilai omset usaha saat sebelum dan sesudah memperoleh pinjaman dapat dilihat pada Tabel 5.12
86
Tabel 5.12 Dampak Pinjaman Bergulir SPP terhadap Nilai Omset Usaha Omset Rata-rata per Tahun Perkembangan Omset (Rupiah) Usaha Jenis Sektor Frekuensi Sebelum Setelah Jumlah Persentase Usaha Mendapat Mendapat (Rupiah) (%) Pinjaman Pinjaman Perdagangan 12 51.708.533 74.684.600 22.976.067 44,43 Jasa 6 26.298.333 33.024.170 6.725.837 25,57 Industri 5 79.610.700 107.223.400 27.612.700 34,68 Rumah Tangga Perdagangan 6 41.106.700 59.150.000 19.043.300 47,48 + Industri Jasa + 1 20.504.000 26.260.800 5.756.800 28,07 Industri
Berdasarkan Tabel 5.12 jenis usaha yang dijalankan oleh responden terbagi dalam lima sektor usaha yaitu sektor perdagangan, jasa, industri rumah tangga yang mencakup industri makanan olahan dan industri kerajinan pembuatan dompet, gabungan perdagangan dan industri serta gabungan jasa dan industri. Pemberian pinjaman bergulir SPP memberikan dampak positif terhadap pendapatan di semua jenis sektor usaha. Sektor perdagangan merupakan jenis usaha yang dominan dijalankan oleh sebagian besar responden yaitu sebanyak 12 responden. Peningkatan omset pada sektor gabungan perdagangan dan industri merupakan yang terbesar diantara yang lainnya yaitu sebesar 47,48 persen. Hal ini disebabkan sebagian responden membuka usaha baru di sektor lain setelah memperoleh pinjaman bergulir SPP sehingga usaha yang dijalankan lebih beragam. Kemudian dilanjutkan peningkatan omset pada sektor perdagangan sebesar 44,43 persen. Hal ini dikarenakan untuk sektor perdagangan omset yang diterima bersifat harian (tiap hari) sehingga perputaran pendapatannya lebih cepat dibandingkan sektor industri rumah tangga dan jasa, yang omsetnya bersifat
87
mingguan. Dampak pinjaman terhadap pendapatan dapat juga dilihat dari keuntungan yang diperoleh pada saat sebelum dan setelah memperoleh pinjaman bergulir SPP. Tabel 5.13 menunjukkan dampak pinjaman bergulir SPP terhadap keuntungan yang diperoleh UMKM. Tabel 5.13 Dampak Pinjaman Bergulir SPP terhadap Keuntungan Keuntungan Rata-rata per Perkembangan Keuntungan Tahun Usaha Jenis Sektor Frekuensi Sebelum Setelah Jumlah Persentase Usaha Mendapat Mendapat (Rupiah) (%) Pinjaman Pinjaman Perdagangan 12 10.557.970 15.219.800 4.661.830 44,15 Jasa 6 5.304.700 6.653.240 1.348.540 25,42 Industri 5 9.261.300 12.426.100 3.164.800 34,17 Rumah Tangga Perdagangan 6 8.382.500 12.355.700 3.973.200 47,40 + Industri Jasa + 1 6.080.000 7.860.000 1.780.000 29,27 Industri Peningkatan keuntungan pada sektor gabungan perdagangan dan industri juga merupakan yang terbesar yaitu mengalami peningkatan sebesar 47,40 persen. Berdasarkan hasil survei di lapangan, responden merasakan adanya dampak positif dari pemberian pinjaman bergulir SPP ini, dimana ada dari responden yang awalnya sudah memiliki usaha namun sudah beberapa tahun tidak beroperasi karena terkena musibah. Akan tetapi, setelah menerima pinjaman bergulir SPP akhirnya dapat membuka usaha kembali sehingga ada tambahan sumber pendapatan. Oleh karena itu, pinjaman bergulir SPP ini sangat dirasakan manfaatnya oleh responden karena setelah memperoleh pinjaman SPP, responden dapat memiliki usaha yang sebelumnya justru tidak mempunyai usaha. Selain itu, dampak positif dari pinjaman bergulir SPP yang dirasakan responden yaitu jenis
88
usaha yang dijalankan responden menjadi beragam setelah memperoleh pinjaman SPP. Contohnya, usaha yang dijalankan awalnya hanya warungan akan tetapi setelah memperoleh pinjaman usahanya tidak hanya warungan tetapi juga usaha industri makanan olahan. Hal ini menunjukkan bahwa pinjaman bergulir SPP dapat menjadikan responden melakukan diversifikasi (keragaman) usaha atau produk yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan pelaku usaha. Dampak pinjaman SPP terhadap peningkatan pendapatan juga disebabkan karena responden anggota SPP pada umumnya memang mengalokasikan dana pinjaman SPP untuk menambah modal usaha.
30%
Murni untuk Modal Modal + Konsumsi Pendidikan Modal + Konsumsi Sehari‐hari 57%
13%
Gambar 5.8 Penggunaan Dana Pinjaman SPP oleh Pelaku Usaha
Berdasarkan Gambar 5.8 sebagian besar pelaku usaha menggunakan dana pinjaman dari SPP untuk keperluan modal usaha saja yaitu sebesar 57 persen atau sebanyak 17 responden pelaku usaha dari total responden. Adapun penggunaan dana pinjaman SPP selanjutnya dialokasikan untuk gabungan modal usaha dan keperluan kebutuhan rumah tangga yaitu sebesar 30 persen. Hal ini menunjukkan bahwa responden SPP sebagai pelaku usaha terbilang disiplin dalam menggunakan dana pinjaman SPP. Ini dikarenakan mayoritas responden
89
menggunakan dana pinjaman untuk kegiatan yang produktif yaitu untuk modal usaha sehingga dampak yang dirasakan cukup besar terhadap peningkatan pendapatan. 5.7
Dampak Perguliran SPP terhadap UMKM dengan Persamaan Simultan Simpan Pinjam Perempuan (SPP) sebagai salah satu skim kredit program
pemerintah harus dapat memberikan dampak positif terhadap perkembangan usaha yang dijalankan oleh anggota kelompok SPP. Untuk melihat pengaruh pinjaman bergulir SPP terhadap perkembangan UMKM, dilakukan analisis dengan menggunakan model persamaan simultan dan diuji signifikansinya dengan menggunakan aplikasi software SAS 9.1. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai R2 dari keempat persamaan berada diantara 0,43079 hingga 0,63042. Hal ini dikarenakan data yang digunakan merupakan data primer dengan keragaman yang cukup besar. Selain itu, tidak ada pelanggaran asumsi autokorelasi yang terjadi pada setiap persamaan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Durbin-Watson dari keempat persamaan yang terletak di daerah tidak adanya autokorelasi. 5.7.1
Besar Pinjaman UMKM Besar pinjaman UMKM merupakan besarnya jumlah pinjaman dua tahun
terakhir yang diperoleh pemilik UMKM dari Simpan Pinjam Perempuan (SPP). Tabel 5.14 menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi besar pinjaman yang diperoleh pemilik usaha anggota SPP.
90
Tabel 5.14 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besar Pinjaman UMKM Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas Elastisitas Intersep 111388,9 0,12 0,9042 Aset -0,00028 -0,23 0,8206 Omset sebelum pinjaman 0,002961 1,75 0,0930** 0,13308 Jumlah Guliran 1034909 3,57 0,0015* 1,08914 Lama Usaha 11446,17 0,25 0,8065 2 R = 0,43079 F hitung = 4,73* Durbin-Watson = 1,71033 Ket : * signifikan pada taraf nyata 5 persen ** signifikan pada taraf nyata 10 persen. Berdasarkan hasil pendugaan, besar pinjaman UMKM memiliki nilai R2 sebesar 0,43079 yang artinya 43,07 persen keragaman besar pinjaman UMKM dapat dijelaskan oleh setiap variabel penjelas yang ada dalam model. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap besar pinjaman UMKM yaitu omset usaha sebelum memperoleh pinjaman dan jumlah guliran pinjaman. Omset usaha memiliki pengaruh positif terhadap besarnya jumlah pinjaman yang diperoleh UMKM dengan koefisien sebesar 0,002961. Ini berarti apabila omset usaha meningkat 100 ribu rupiah maka besar pinjaman yang akan diperoleh UMKM akan meningkat sebesar 296,1 rupiah cateris paribus. Secara statistik, omset usaha signifikan pada taraf nyata 10 persen terhadap besarnya jumlah pinjaman yang diperoleh UMKM dengan nilai t-statistik sebesar 1,75. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin besar omset usaha maka semakin besar peluang UMKM untuk memperoleh jumlah pinjaman yang lebih besar. Berdasarkan survei, jenis usaha pembuatan dompet yang termasuk sektor industri rumah tangga dengan omset paling besar seperti pada Tabel 5.12 memperoleh jumlah pinjaman yang relatif besar juga dibandingkan sektor usaha lainnya yaitu berkisar antara 4-5 juta rupiah. Nilai elastisitas variabel omset usaha adalah 0,13308 yang berarti bahwa besarnya jumlah pinjaman yang diperoleh UMKM tidak elastis terhadap nilai omset usaha. Nilai elastisitas tersebut memiliki
91
arti apabila terjadi perubahan pada omset usaha sebesar 10 persen, maka besar pinjaman yang akan diperoleh hanya akan berubah sebesar 1,33 persen. Jumlah guliran berpengaruh positif terhadap besarnya jumlah pinjaman yang diperoleh UMKM dengan nilai t statistik 3,57 dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah guliran yang telah ditempuh maka semakin besar jumlah pinjaman yang diperoleh. Berdasarkan hasil survei seperti pada bagian sebelumnya pada Tabel 5.10 responden yang telah mencapai guliran keempat, memperoleh pinjaman dengan jumlah yang lebih besar yaitu sekitar 4,5 juta rupiah. Hal ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengembalian yang lancar sehingga jumlah pinjaman yang diperoleh semakin besar dengan semakin tingginya jumlah guliran. Hasil pendugaan aset dan lama usaha secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya jumlah pinjaman. Hal ini dikarenakan memang pada dasarnya, skim kredit program pemerintah khususnya pinjaman bergulir SPP ini tidak membutuhkan adanya jaminan yang biasanya berupa aset sehingga nilai aset yang dimiliki responden tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya pinjaman. Selain itu, kredit program pemerintah pada umumnya bertujuan untuk membantu mengembangkan usaha yang baru dijalankan sehingga lama usaha tidak berpengaruh nyata terhadap besar pinjaman. 5.7.2
Nilai Penjualan (Omset) UMKM Omset UMKM merupakan nilai total penjualan dari output yang
dihasilkan atau diproduksi dan dijual dalam satuan rupiah per tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai omset UMKM dapat dilihat pada Tabel 5.15
92
Tabel 5.15 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Omset UMKM Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas Elastisitas Intersep -1,027E8 -0,77 0,4503 Aset Usaha 0,702659 4,34 0,0002* 0,25370 Besar Pinjaman 89,09874 2,32 0,0288* 1,13032 Lama Usaha -1713949 -0,23 0,8190 Modal Awal Usaha 13,39023 0,69 0,4984 2 R = 0,63042 F hitung = 10,66 Durbin-Watson = 1,916734 Ket : * signifikan pada taraf nyata 5 persen Berdasarkan hasil pendugaan, nilai omset usaha memiliki nilai R2 sebesar 0,63042 yang artinya 63,04 persen keragaman nilai omset dapat dijelaskan oleh masing-masing variabel penjelas yang ada dalam model. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap nilai omset UMKM yaitu aset usaha dan besar pinjaman. Aset usaha memiliki pengaruh positif terhadap omset usaha dengan koefisien sebesar 0,7026. Ini berarti apabila aset yang dimiliki pelaku usaha meningkat sebesar 100 rupiah maka omset usaha akan meningkat sebesar 70,26 rupiah cateris paribus. Aset usaha secara statistik signifikan pada taraf 5 persen. Nilai elastisitas variabel aset usaha adalah 0,25370. Hal tersebut menunjukkan bahwa omset UMKM tergolong tidak elastis terhadap nilai aset usaha yang dimiliki. Artinya, setiap nilai aset usaha mengalami perubahan sebesar 10 persen, maka omset yang diperoleh hanya akan berubah sebesar 2,53 persen. Besar pinjaman berpengaruh positif terhadap omset yang diperoleh UMKM dengan koefisien sebesar 89,09874 dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Omset usaha responden mengalami peningkatan sebesar 36,05 persen setelah memperoleh pinjaman bergulir SPP yaitu dari 43,64 juta rupiah per tahun menjadi 60,06 juta rupiah per tahun. Ini dikarenakan dana pinjaman memang digunakan untuk modal usaha. Nilai elastisitas variabel besar pinjaman yaitu sebesar 1,13032 yang berarti omset usaha elastis terhadap besarnya jumlah
93
pinjaman yang diperoleh. Nilai ini memiliki arti apabila besar pinjaman mengalami peningkatan 10 persen, maka akan meningkatkan omset usaha sebesar 11,30 persen. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Osa (2010) mengenai dampak keberadaan LKM terhadap perkembangan UMKM di DKI Jakarta yang hasilnya bahwa besar pinjaman berpengaruh positif terhadap omset usaha dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Tabel 5.16 Dampak Pinjaman Bergulir SPP terhadap UMKM Berkembang atau Tidak Alasan Persentase (%) Usaha Berkembang
Memberikan/menambah modal Jumlah produk semakin banyak Jenis usaha yang dijalankan menjadi beragam atau bertambah Menambah asset usaha
Total Usaha Berkembang Usaha Tidak Kurangnya pembeli atau permintaan Berkembang atau tetap Pinjaman digunakan untuk konsumsi Pengelolaan usaha yang kurang baik Total Usaha Tidak Berkembang atau Tetap
10 20 40 13,33 83,33 3,33 10 3,33 16,67
Tabel 5.16 menunjukkan bahwa pinjaman bergulir SPP berdampak positif terhadap perkembangan UMKM. Sebesar 40 persen responden mengakui bahwa jenis usaha yang dijalankan menjadi beragam atau bertambah setelah mendapatkan pinjaman bergulir dari SPP. Akan tetapi, berdasarkan survei di lapangan ada juga UMKM yang tidak berkembang setelah memperoleh pinjaman bergulir dari SPP. Hal ini dikarenakan sebesar 10 persen responden menggunakan pinjaman bergulir SPP untuk kebutuhan konsumsi bukan untuk kepentingan usaha. Selain itu, tidak berkembangnya usaha juga dikarenakan kurangnya pembeli atau permintaan dan pengelolaan usaha yang kurang baik sehingga dampak dari pinjaman bergulir SPP tidak meningkatkan perkembangan usaha.
94
5.7.3 Nilai Keuntungan UMKM Keuntungan adalah selisih antara total pendapatan dengan total biaya atau jumlah pendapatan bersih yang diperoleh dalam satuan rupiah per tahun. Tabel 5.17 menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai keuntungan UMKM. Tabel 5.17 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Keuntungan UMKM Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas Elastisitas Intersep 18360440 1,03 0,3118 Total Biaya 0,028697 1,41 0,1717 Omset setelah pinjaman 0,041134 3,07 0,0051* 0,31417 Tingkat Pendidikan 381127,3 0,23 0,8218 Lama Usaha -415973 -0,64 0,5285 R2 = 0,47173 F hitung = 5,58 Durbin-Watson = 1,886591 Ket : * signifikan pada taraf nyata 5 persen Hasil pendugaan menunjukkan bahwa nilai keuntungan UMKM memiliki nilai R2 = 0,47173 yang artinya keragaman nilai keuntungan UMKM yang dapat dijelaskan dengan baik oleh masing-masing variabel penjelas yang terdapat dalam persamaan yaitu sebesar 47,17 persen. Nilai omset usaha setelah memperoleh pinjaman berpengaruh positif dengan koefisien sebesar 0,041134 terhadap nilai keuntungan UMKM. Ini berarti setiap peningkatan omset usaha sebesar 100 ribu rupiah maka akan meningkatkan keuntungan usaha sebesar 4.113,4 rupiah. Omset usaha signifikan pada taraf 5 persen, yang menunjukkan semakin besar nilai omset, maka semakin besar pula keuntungan usaha yang diperoleh. Keuntungan usaha responden sebelum memperoleh pinjaman rata-rata mencapai 7,91 juta rupiah per tahun. Setelah memperoleh pinjaman keuntungan usaha responden mengalami peningkatan sebesar 36,08 persen menjadi 10,90 juta rupiah per tahun. Nilai elastisitas variabel omset usaha adalah 0,31417 yang menunjukkan bahwa nilai keuntungan UMKM tidak elastis (tidak peka) terhadap perubahan nilai omset usaha. Nilai tersebut memiliki arti setiap nilai omset usaha
95
mengalami perubahan sebesar 10 persen, maka nilai keuntungan hanya akan berubah sebesar 3,14 persen. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Osa (2010) mengenai dampak keberadaan LKM terhadap perkembangan UMKM di DKI Jakarta yang hasilnya bahwa nilai omset usaha berpengaruh positif terhadap keuntungan usaha dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Lama usaha tidak signifikan secara statistik terhadap keuntungan usaha yang diperoleh. Hal ini berarti lama usaha responden tidak berpengaruh terhadap besarnya keuntungan UMKM. Berdasarkan hasil survei banyak responden dengan lama usaha lebih dari 10 tahun tetapi justru keuntungan yang diperoleh semakin berkurang bukan semakin meningkat, karena banyaknya persaingan usaha sehingga keuntungan usaha yang diperoleh pun berkurang. 5.7.4 Penyerapan Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan penggunaan input berupa tenaga manusia dalam kegiatan usaha dalam satuan jumlah orang yang bekerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja ditunjukkan pada Tabel 5.18 Tabel 5.18 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Tenaga Kerja UMKM Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas Elastisitas Intersep -0,48099 -0,20 0,8468 Besar Pinjaman 9,771E-7 1,82 0,0796** 1,14255 Keuntungan Usaha 1,068E-7 2,68 0,0126* 1,28887 Jumlah Anggota Keluarga -0,70563 -1,19 0,2453 R2 = 0,47418 F hitung = 7,82 Durbin-Watson = 1,946973 Ket : * signifikan pada taraf nyata 5 persen ** signifikan pada taraf nyata 10 persen Berdasarkan pendugaan, nilai R2 yang dihasilkan yaitu sebesar 0,47418 yang artinya keragaman penyerapan tenaga kerja yang dapat dijelaskan dengan baik oleh masing-masing variabel penjelas yang terdapat dalam persamaan yaitu sebesar 47,42 persen. Penyerapan tenaga kerja dipengaruhi oleh besarnya
96
pinjaman dan keuntungan usaha yang diperoleh. Besar pinjaman berpengaruh positif terhadap penyerapan tenaga kerja dan signifikan pada taraf nyata 10 persen. Hal tersebut berarti semakin besar jumlah pinjaman maka semakin besar kemungkinan untuk menyerap tenaga kerja lebih banyak. Ini sesuai dengan hasil survei, khususnya untuk usaha industri pembuatan dompet setelah memperoleh pinjaman, jumlah dompet yang dapat dihasilkan semakin banyak sehingga menambah jumlah tenaga kerja. Nilai elastisitas variabel besar pinjaman adalah 1,14255 yang berarti penyerapan tenaga kerja elastis atau peka terhadap besar pinjaman yang diperoleh. Artinya, jika terjadi perubahan besar pinjaman sebesar 10 persen, maka akan meningkatkan peyerapan tenaga kerja sebesar 11,42 persen. Keuntungan usaha secara statistik berpengaruh nyata dan signifikan pada taraf nyata 5 persen. Ini menunjukkan apabila keuntungan usaha yang diperoleh semakin tinggi maka pelaku usaha cenderung untuk menambah atau menyerap tenaga kerja. Nilai elastisitas keuntungan usaha adalah 1,28887. Hal tersebut berarti bahwa penyerapan tenaga kerja elastis (peka) terhadap besarnya keuntungan usaha yang diperoleh. Berdasarkan survei, sektor usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja yaitu sektor industri rumah tangga dengan jenis usaha pembuatan dompet. Adapun untuk sektor perdagangan pada umumnya merupakan unit usaha sendiri tanpa pekerja (self-employment). Secara keseluruhan, jika dilihat dari keterkaitan antar variabel maka besarnya pinjaman berpengaruh positif terhadap omset usaha. Omset usaha selanjutnya berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh dan keuntungan usaha berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian, usaha responden anggota SPP mengalami perkembangan setelah memperoleh pinjaman bergulir SPP.
97
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Dilihat dari keragaan pinjaman, 36,67 persen responden sudah mencapai guliran keempat dengan besar pinjaman rata-rata sebesar 4,5 juta rupiah. Berdasarkan hubungan antara jumlah guliran dan besarnya pinjaman yang diperoleh, semakin tinggi jumlah guliran semakin besar pula pinjaman yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian pinjaman sebagian besar responden tergolong lancar dengan rata-rata tingkat pengembalian mencapai 80 persen atau memiliki nilai NPL sekitar 20 persen sehingga dapat mengajukan pinjaman kembali hingga mencapai guliran keempat dengan jumlah pinjaman yang lebih besar. Selain itu, sebanyak 23 persen responden mengalami perbedaan antara nilai pinjaman yang diajukan dengan nilai pinjaman yang terealisasi (credit rationing) dengan jumlah pinjaman yang diperoleh 25 persen lebih rendah dari pinjaman yang diajukan. Berdasarkan indikator keragaan penyaluran pinjaman tersebut maka keragaan penyaluran pinjaman SPP di Kecamatan Cimarga,Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tergolong baik. 2. Program pinjaman dana bergulir SPP berdampak positif terhadap perkembangan UMKM. Keuntungan usaha mengalami peningkatan sebesar 36,08 persen dari keuntungan usaha rata-rata 7,91 juta rupiah menjadi 10,90 juta rupiah per tahun dengan jenis usaha. Berdasarkan analisis dengan persamaan simultan, pinjaman dana bergulir SPP
98
berpengaruh positif dan signifikan terhadap omset usaha, keuntungan dan penyerapan tenaga kerja. 6.2 Saran Berdasarkan survei, tingkat pengembalian pinjaman SPP sudah tergolong lancar dan sudah mencapai guliran keempat sehingga untuk perkembangan permodalan usaha diperlukan adanya penguatan atau kerjasama antar kelompok (bridging). Hal ini bertujuan agar tercapai kemandirian dalam hal swadaya modal yaitu melalui tabungan kelompok yang terus digulirkan kembali sehingga permodalan bukan lagi menjadi masalah utama dalam perkembangan usaha. Selain itu, ketersediaan dana dalam hal perguliran dana dapat berkelanjutan walaupun tanpa adanya bantuan skim kredit program pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan program pinjaman bergulir SPP berhasil memberdayakan ekonomi dengan memberikan dampak positif terhadap perkembangan UMKM. Perkembangan UMKM yang terjadi yaitu dapat meningkatkan omset, keuntungan usaha dan penyerapan tenaga kerja. Oleh karena itu, disarankan agar pemerintah dapat tetap melaksanakan program pinjaman bergulir SPP ini sehingga para pelaku UMKM di perdesaan khususnya kaum perempuan dapat mengembangkan usahanya. Adapun untuk pemberian pinjaman, tidak hanya fokus pada sektor perdagangan tetapi juga pada sektor industri rumah tangga karena omset yang dihasilkan lebih besar dan lebih banyak menyerap tenaga kerja.
99
DAFTAR PUSTAKA Adi, M Kwartono. 2007. Analisis Usaha Kecil dan Menengah. Andi : Yogyakarta. Agung, Juda dan Kusmiarso, Bambang. 2001. Credit Crunch di Indonesia Setelah Krisis : Fakta, Penyebab dan Implikasi Kebijakan. Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia : Jakarta. Ashari. 2006. Potensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam Pembangunan Ekonomi Pedesaan dan Kebijakan Pengembangannya. Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 4 No. 2, Juni 2006 : 146-164. Badan Pusat Statistik. (2008). Kontribusi Perempuan sebagai Pelaku UKM. Jakarta. Badan Pusat Statistik. (2009). Kontribusi Perempuan di Sektor Non Pertanian. Jakarta. Badan Pusat Statistik. (2010). Kabupaten Lebak Dalam Angka. BPS Kabupaten Lebak. Badan Pusat Statistik. (2011). Kecamatan Cimarga Dalam Angka. BPS Kabupaten Lebak. Badan Pusat Statistik. (2012). Perkembangan Angka Kemiskinan di Indonesia Tahun 2011. Jakarta. Deputi Bidang Pengembangan dan Informasi, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. (2001). Informasi Pemberdayaan Perempuan. Jakarta. Dirjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Departemen Dalam Negeri. (2008). Petunjuk Teknis Operasional PNPM Mandiri Perdesaan. Jakarta. Info UMKM, Bank Indonesia. Skim Kredit Program yang Dikeluarkan Pemerintah. [terhubung berkala] www.bi.go.id. [ 23 Februari 2012] Ismawan, Indra. 2001. Sukses Di Era Ekonomi Liberal Bagi Koperasi dan Perusahaan Kecil-Menengah. Grasindo : Jakarta. Juanda, Bambang. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press : Bogor. Kementerian Koperasi dan UMKM. (2010). Perkembangan Komposisi PDB Menurut Skala Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000. [terhubung berkala] www.depkop.go.id [31 Januari 2012]
100
Kusmuljono, B.S. 2009. Menciptakan Kesempatan Rakyat Berusaha : Sebuah Konsep Baru Tentang Hybrid Microfinancing. IPB Press : Bogor. Lembaga Pengkajian Koperasi dan UKM. 2006. Kajian Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha UKM di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM Nomor 1 Tahun I-2006. Muttaqien, Imam. 2007. Evaluasi Efek Program Ikhtiar Baytul Maal Bogor terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus Desa Sukaluyu Kecamatan Taman Sari kabupaten Bogor).[Skripsi]. IPB, Bogor. Osa, Irfan K. 2010. Analisis Dampak Keberadaan LKM terhadap Perkembangan UMKM dan Penyebab Kendala Akses UMKM terhadap Lembaga Keuangan Formal (Studi Kasus BRI Unit Kramat Jati Induk di Provinsi DKI Jakarta). [Skripsi]. IPB, Bogor. PNPM Mandiri Perdesaan. Perkembangan Pembiayaan Mikro Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Desember 2009. [terhubung berkala] www.pnpm-perdesaan.or.id. [6 Mei 2011] PNPM Mandiri Perdesaan. Rekapitulasi Hasil PNPM Mandiri-Perdesaan Tahun 2008. [terhubung berkala] www.pnpm-perdesaan.or.id. [6 Mei 2011] Ramadhini, Suci M. 2008. Efektivitas Penyaluran Kredit Usaha Rumah Tangga (KRISTA) Perum Pegadaian Bagi Pendapatan Usaha MIkro Kaum Perempuan (Studi Kasus Nasabah Perum Pegadaian Cabang Bogor). [Skripsi]. IPB, Bogor. Respita, Elsha S. 2010. Analisis Dampak Penyaluran Kedit Usaha Rakyat (KUR) terhadap Perkembangan UMKM dan Penyebab Kendala UMKM dalam Mengakses KUR (Studi Kasus BRI Unit Margonda Depok). [Skripsi]. IPB, Bogor. Santoso, Singgih. 2003. Statistik Deskriptif : Konsep dan Aplikasi dengan Microsoft Excel dan SPSS. Andi : Yogyakarta. Simtowe, Franklin dan Zeller, Manfred. 2006. Determinants of Moral Hazard in Microfinance : Empirical Evidence from Joint Liability Lending Programs in Malawi. MPRA Paper No. 461.
101
Suman, Agus. 2007. Pemberdayaan Perempuan, Kredit Mikro, dan Kemiskinan : Sebuah Studi Empiris. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 9, No. 1, hal.62-72. Suwarni. 2009. Peningkatan Pendapatan Anggota Arisan Mekar Jaya Melalui Pengembangan Kredit Mikro (Studi Kasus Kelurahan Cimahi Kota Cimahi). [Tesis]. IPB, Bogor. Suyatno, Thomas, Pramono, Bambang dan Hutapea, Erwin. 2007. Dasar – Dasar Perkreditan. Edisi Keempat. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Tambunan, Tulus T.H. 2009. UMKM di Indonesia. Ghalia Indonesia : Bogor Tim Koordinasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. 2008. Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM Mandiri Perdesaan. Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. Tim Peneliti SMERU. 2003. Upaya Penguatan Usaha Mikro dalam Rangka Peningkatan Ekonomi Perempuan. Kerjasama Lembaga Penelitian SMERU dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan. Jakarta. Untung, Budi. 2000. Kredit Perbankan di Indonesia. Andi : Yogyakarta. Wiasti, Ika A. 2008. Keandalan Prosedur dan Efektivitas Penyaluran Kredit pada Wanita Pedesaan Melalui Pendekatan Berkelompok (Studi Kasus KUM Cabang Nanggung, Bogor). [Skripsi]. IPB, Bogor. Yunus, Muhammad. 2007. Bank Kaum Miskin. Marjin Kiri : Depok. Zeller, Manfred. dan L.M. Richard. 2002. The Triangle of Microfinance : Financial Sustainability, Outreach, and Impact. IFPRI Food Policy Statement. Number 40, November 2002. www.ifpri.org [ 4 Maret 2012]
102
LAMPIRAN
103
Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN Dampak Perguliran Dana Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan terhadap Perkembangan UMKM : Studi Kasus Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak Provinsi Banten
Oleh Fikanti Zuliastri / H14080047
Terima kasih atas partisipasi Ibu menjadi responden dalam pengisian kuesioner penelitian. Tujuan penelitian ini adalah untuk lebih memahami kondisi kehidupan masyarakat Kecamatan Cimarga. Kuesioner ini hanya digunakan untuk kepentingan penelitian, maka jawaban yang Ibu sampaikan sepenuhnya akan dijaga kerahasiaannya. Atas kerjasama Ibu, saya ucapkan terima kasih. Nama Pewawancara : Tanggal Wawancara :
IDENTITAS RESPONDEN (Pemilik Usaha-Penerima SPP) Desa/Kelurahan
:
Nama Responden
:
Alamat
: RT :
Usia
:
Status
: a. Belum Menikah
Jumlah Anggota Keluarga :
RW :
b. Sudah Menikah
c. Janda
104
A. Komposisi Rumah Tangga No
Nama
Umur (Tahun)
Pendidikan (Tahun)
Kode 1 1 = Kepala keluarga 2 = Istri 3 = Anak 4 = Lainnya (sebutkan)
Status (Kode 1)
Pekerjaan (Kode 2)
Lama Bekerja (Tahun)
Kode 2 1 = Bekerja di lahan sendiri (bidang pertanian) 2 = Berdagang 3 = Pegawai negeri 4 = Buruh Lepas 5 = Buruh pertanian 6 = Bekerja di luar bidang pertanian 7 = Ibu Rumah Tangga 8 = Pelajar 9 = Menganggur, sedang mencari pekerjaan 10 = Beristirahat atau pension 11 = Tidak mampu bekerja karena cacat
B. Penguasaan Aset B. 1. Penguasaan Aset Lahan Kategori
Luas
Tahun
Nilai
Status (Kode 1)
Hubungan* (Kode 2)
Rumah Sawah Tanah/Lahan Kandang Kolam Kode 1 1 = milik 2 = sewa 3 = bagi hasil 4 = gadai 5 = numpang
Kode 2 1 = saudara 2 = tetangga * hubungan antara pemilik tanah dan penggarap bila tanah bukan milik pribadi
B. 2. Penguasaan Aset Non Lahan Kategori Motor Sepeda Perhiasan Ternak
Jumlah
Nilai
105
C. Struktur Pendapatan Rumah Tangga C.1 Pendapatan Usaha Tani Kategori
Jenis Komoditas
Jumlah
Nilai (Rp)
Sawah Lahan Kering Ternak C.2 Pendapatan Non Usaha Tani dan Pendapatan di Luar Usaha Kategori
Pendapatan atau Nilai (Rp)
Produksi (Industri Rumah Tangga) Dagang Jasa Buruh Gaji Pensiunan Kiriman per Bulan D. Data Usaha Responden Jenis Lama Usaha Usaha (Kode 1) (Tahun)
Status Badan Hukum (Kode 2)
Aset Usaha (Rp)
Kode 1 : 1 = Dagang 2 = Jasa 3 = Produksi (Industri Rumah Tangga) a. Produksi makanan dan minuman olahan b. Kerajinan tangan (handicraft) 4 = Peternakan (ayam, bebek, ikan, kambing, sapi) 5 = Bertani (pemilik maupun penggarap) 6 = Hortikultura (tanaman hias, tanaman obat) 7 = Lainnya (sebutkan)
Status Usaha (Kode 3)
Jumlah Hari Beroperasi per Minggu* (Hari)
Kode 2 : 1 = Berbadan Hukum 2 = Tidak Berbadan Hukum Kode 3 : 1 = sebagai pekerjaan utama 2 = sebagai pekerjaan sampingan * Untuk jenis usaha dagang, jasa, dan industri rumah tangga.
106
E. Akses terhadap Lembaga Keuangan E.1. Simpanan pada Lembaga Keuangan Formal dan Non Formal Nama Lembaga Tahun
Tabungan Jumlah
Alasan Pemilihan (Kode 1)
Kode 1 : 1 = Mudah dan Aman 2 = Bunga tinggi 3 = Lokasi terjangkau 4 = Pelayanan baik 5 = Fasilitas memadai 6 = Status badan hukum 7 = Lainnya (Sebutkan)
E.2. Pinjaman pada Lembaga Keuangan Formal Nama Lembaga
Tahun Perolehan
Sistem Kredit (Kode 1)
Pinjaman Pengajuan Realisasi
Lama Pencairan
Jangka Waktu Kredit
Suku Bunga
Lama Menjadi Nasabah (Tahun)
Kode 1 : 1 = Kredit Individual 2 = Kredit Kelompok
E.3. Pinjaman pada Lembaga Keuangan Semiformal dan Non-Formal serta Pinjaman pada Non Lembaga Tahun Sumber Sistem Kredit Perolehan Kredit (Kode 1) (Kode 2)
Nilai Pengajuan (Rp)
Nilai Realisasi (Rp)
Lama Penggunaan Pencairan Kredit (Kode 3)
Alasan Pemilihan (Kode 4)
107
Kode 1 : 1 = Rentenir 2 = Pengusaha dalam satu desa 3 = Kredit program (SPP) 4 = Perkumpulan simpan pinjam 5 = Saudara 6 = Tetangga / Teman 7 = Kas RT 8 = Koperasi
Kode 3 : 1 = Produksi 2 = Konsumsi a. Kebutuhan Sehari-hari b. Biaya Sekolah 3 = Produksi dan Konsumsi
Kode 4 : 1 = Persyaratan mudah 2 = Tidak ada jaminan 3 = Bunga rendah 4 = Biaya administrasi rendah 5 = Sistem tanggung renteng 6 = Lokasi terjangkau 7 = Pencairan dana cepat 8 = Jangka pembayaran lama 9 = Lainnya (Sebutkan)
Kode 2 : 1 = Kredit Individual 2 = Kredit Kelompok
F. Pelaksanaan Program Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) Frekuensi Perolehan Pinjaman
Jangka Waktu Pinjaman
Besarnya Angsuran
Suku Bunga
Sistem Pembayaran (Kode 1)
Frekuensi Telat Bayar
Kode 1 : 1 = Mingguan 2 = Bulanan 3 = Pola angsuran per musim panen 4 = Lainnya (sebutkan)
Mekanisme atau prosedur pengajuan pinjaman dan pengembalian pinjaman SPP :
108
G. Persyaratan Pengajuan Pinjaman Program SPP Indikator Persyaratan
Pelaksanaan Pada Program SPP (Kode 1)
Pemenuhan Persyaratan oleh Responden (Kode 2)
Transaction Cost
Lama Usaha Batasan Besarnya Pinjaman Perizinan Usaha Administrasi : • Formulir • KTP • Kartu Keluarga • Foto • Proposal Pengajuan Agunan/Jaminan Perencanaa Usaha (Business Plan) Kode 1 : 1 = Diwajibkan 2 = Tidak diwajibkan 3 = Tidak diperlukan
Kode 2 : 1 = Dilaksanakan secara penuh 2 = Dilaksanakan tidak secara penuh 3 = Tidak dilaksanakan sama sekali
H. Pelaksanaan Pinjaman Kelompok Nama Kelompok
Jumlah Anggota
Status (Kode 1)
Jenis Pertemuan (Kode 2)
Kode 1: 1 = Ketua Kelompok 2 = Anggota Kode 2 : 1 = Mingguan 2 = Bulanan Kode 5: 1 = Kesamaan Jenis Usaha 2 = Kedekatan Tempat Tinggal
Kehadiran Pertemuan (Kode 3)
Kode 3 : 1 = Tidak pernah hadir 2 = Jarang hadir 3 = Kadang – kadang 4 = Sering 5 = Selalu hadir
Hubungan Antar Anggota (Kode 4)
Dasar Pembentukan Kelompok (Kode 5)
Sistem Pembentukan Kelompok (Kode 6)
Kode 4: 1 = Keluarga 2 = Tetangga beda RT 3 = Teman Arisan satu RT 4 = Lainnya (Sebutkan)
Kode 6 : 1 = Dibentuk sendiri 2 = Dibentuk oleh pihak UPK SPP
109 3 = Bebas 4 = Lainnya
H.1 Darimana Ibu mengetahui informasi mengenai adanya program SPP ini? Siapa yang mengajak ibu untuk ikut bergabung membentuk kelompok SPP ini?
H.2 Sejak kapan ibu mulai bergabung dalam kelompok SPP ini? Bagaimana awal mulanya bergabung dengan anggota kelompok SPP? (Apakah karena adanya kesamaan kesulitan usaha yang dihadapi).
H.3 Berdasarkan sistem pembentukan kelompok yang dilakukan (sendiri atau dibentuk oleh pihak UPK SPP), maka bagaimana sistem penentuan ketua kelompoknya? (Apakah dipilih langsung oleh anggota kelompok melalui musyawarah atau ditentukan oleh pihak UPK sesuai dengan pemenuhan kriteria tertentu)
H.4 Bagaimana tugas dan kewajiban ketua kelompok?
H.5 Berdasarkan sistem pembentukan kelompok yang dilakukan, Apakah pada saat pembentukan kelompok masing-masing anggota sudah mengetahui karakter dari anggota yang lainnya dalam satu kelompok?
H.6 Bagaimana pelaksanaan sistem tanggung renteng SPP mengenai kepekaan atau kepedulian antar anggota kelompok terhadap kesulitan yang dihadapi anggota kelompoknya?
H.7 Apa bentuk sanksi yang diberikan pada anggota yang telat membayar pinjaman ?
H.8 Apakah sanksi tersebut hanya dikenakan untuk anggota yang bersangkutan yang telat membayar pinjaman atau dikenakan pada satu kelompok (tanggung renteng) ?
110
H.9 Bagaimana pengaruhnya pada anggota kelompok yang lainnya maupun ketua kelompok apabila ada anggota yang telat membayar pinjaman? I. Data Perkembangan Usaha Rincian
Sebelum Mendapat
Setelah Mendapat
Pinjaman
Pinjaman
Harga (Rp) Penerimaan : Omset Keuntungan
Biaya : a. Bahan baku :
b. Transportasi c. Sewa d. Tenaga Kerja • Tenaga
Kerja
Dalam Keluarga • Tenaga
Kerja
Luar Keluarga
Jumlah (Unit)
Harga (Rp)
Jumlah (Unit)
111
Lampiran 2 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model
BP
Dependent Variable
BP
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
4
4.654E13
1.164E13
4.73
0.0056
Error
25
6.15E13
2.46E12
Corrected Total
29
1.08E14
Root MSE
1568376.66
R-Square
0.43079
Dependent Mean
3608000.00
Adj R-Sq
0.33972
Coeff Var
43.46942
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
1
111388.9
916138.7
0.12
0.9042
ASET
1
-0.00028
0.001220
-0.23
0.8206
NP1
1
0.002961
0.001695
1.75
0.0930
JUG
1
1034909
290190.5
3.57
0.0015
LU
1
11446.17
46224.68
0.25
0.8065
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.71033 30 0.103937
112
Lampiran 3 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model
NP2
Dependent Variable
NP2
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
4
2.423E18
6.058E17
10.66
<.0001
Error
25
1.421E18
5.682E16
Corrected Total
29
3.406E18
Root MSE
238373174
R-Square
0.63042
Dependent Mean
276522250
Adj R-Sq
0.57128
Coeff Var
86.20398
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
1
-1.027E8
1.3384E8
-0.77
0.4503
ASET
1
0.702659
0.162010
4.34
0.0002
BP
1
89.09784
38.40485
2.32
0.0288
LU
1
-1713949
7411901
-0.23
0.8190
MA
1
13.39023
19.48845
0.69
0.4984
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.916734 30 0.000232
113
Lampiran 4 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model
KU
Dependent Variable
KU
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
4
9.295E15
2.324E15
5.58
0.0024
Error
25
1.041E16
4.164E14
Corrected Total
29
1.97E16
Root MSE
20405416.9
R-Square
0.47173
Dependent Mean
36204216.7
Adj R-Sq
0.38721
Coeff Var
56.36199
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
1
18360440
17784206
1.03
0.3118
TC
1
0.028697
0.020392
1.41
0.1717
NP2
1
0.041134
0.013384
3.07
0.0051
TP
1
381127.3
1674575
0.23
0.8218
LU
1
-415973
650779.9
-0.64
0.5285
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.886591 30 0.033531
114
Lampiran 5 The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model
TKT
Dependent Variable
TKT
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
3
223.1565
74.38549
7.82
0.0007
Error
26
247.4585
9.517635
Corrected Total
29
372.7000
Root MSE
3.08507
R-Square
0.47418
Dependent Mean
3.90000
Adj R-Sq
0.41351
Coeff Var
79.10427
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept
1
-0.48099
2.464912
-0.20
0.8468
BP
1
9.771E-7
5.355E-7
1.82
0.0796
KU
1
1.068E-7
3.985E-8
2.68
0.0126
JAK
1
-0.70563
0.593557
-1.19
0.2453
Durbin-Watson Number of Observations First-Order Autocorrelation
1.946973 30 0.016338