perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI KOMPARASI HUKUM PENGATURAN KONSEP PEMBUKAAN RAHASIA BANK (BANK SECRECY DISCLOSURE) DALAM PENYIDIKAN PERKARA MONEY LAUNDERING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN REPUBLIC OF THE PHILIPPINES CODE NO. 9160 ON ANTI MONEY LAUNDERING ACT OF 2001
Oleh : EKA WINARNI E. 1106024
SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK EKA WINARNI. E. 1106024. 2010. STUDI KOMPARASI HUKUM PENGATURAN KONSEP PEMBUKAAN RAHASIA BANK (BANK SECRECY DISCLOSURE) DALAM PENYIDIKAN PERKARA MONEY LAUNDERING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN REPUBLIC OF THE PHILIPPINES CODE NO. 9160 ON ANTI MONEY LAUNDERING ACT OF 2001. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi).2010. Penulisan Hukum ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pengaturan konsep pembukaan rahasia bank (bank secrecy disclosur) dalam penyidikan perkara money laundering menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Rebuplic of the Philippines code No. 9160 on Anti Money Loundering act of 2001 dan mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya persamaan dan perbedaan tersebut. Dilihat dari tujuan penelitian, penulisan hukum ini termasuk dalam jenis penelitian hukum normatife bersifat preskriptif. Sumber data sekunder yang digunakan berupa dokumen publik dan catatan-catatan resmi yaitu dokumen peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkara money loundering baik yang ada di Indonesia maupun di Philipina. Dalam hal ini sumber data yang digunakan adalah Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Anti Money Laundering Act of 2001 dan juga bahan-bahan kepustakaan lainnya. Tehnik pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui pengumpulan (dokumentasi) data-data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, dengan cara menginventarisasi dan mempelajari peraturan perundang-undangan, bukubuku, tulisan-tulisan dan dokumen yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti. Tehnik analisis data dengan model kualitatif. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa sesuai dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Rebuplic of the Philippenes code No. 9106 on Anti Money Loundering act of 2001 persamaan konsep pembukaan rahasia bank dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang pada dasarnya dilaksanakan dalam rangka memberikan mekanisme kepada penegak hukum untuk dapat membuka rekening setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana pencucian uang. Kewenagan ini diserahkan kepada penegak hukum untuk membuka rekening setiap orang yang telah dilaporkan, tersangka atau terdakwa dengan tujuan memudahkan dalam penanganan perkara. Perbedaan diantara keduanya dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia dibentuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Laporan Keuangan (PPATK), sedangkan di Filipina dibentuk sebuah dewan yang disebut dengan Anti Money Laundering Council (AMACL). Faktor yang mempengaruhi persamaan dan perbedaan diantara kedua Negara tersebut karena adanya kepentingan bangsa dan rakyat dalam rangka pencegahan dan penanganan tindak pidana money laundering yang dapat menimbulkan kerugian besar bagi kepentingan umum. Sedangkan faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan dan pengaturan pembukaan rahasia bank karena adanya mekanisme hukum dan prosedur dalam penanganan hukum dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana money laundering yang berbeda diantara kedua Negara tersebut.
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT EKA WINARNI. E. 1106024. A COMPARATIVE STUDY ON THE REGULATION OF BANK SECRECY DISCLOSURE IN INVESTIGATING THE MONEY LAUNDERING CASE ACCORDING TO ACT NO. 15 OF 2003 ABOUT THE MONEY LAUNDERING CRIMINAL ACTION AND REPUBLIC OF PHILIPPINE CODE NO. 9160 ON ANTI MONEY LAUNDERING ACT OF 2001. Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. Thesis. 2010. This research aims to find out the regulation similarity and the difference bank secrecy disclosure regulation in investigating the money laundering case according to Act No. 25 of 2003 about Money Laundering Criminal Action and Republic of the Philippines code no. 9160 on Anti Money Laundering Act of 2001 and to find out the factors causing such similarity and difference. Viewed from the objective of research, this study belongs to a normative law research that is prescriptive in nature. The secondary data sources used were public document and official notes, namely, the legislation document relating to good money laundering case emerging in both Indonesia and Philippine/ in this case the data source used was Act No. 25 of 2003 about Money Laundering Criminal Action and Anti Money Laundering Act of 2001, as well as other literature. Technique of collecting data used was secondary data documentation. Technique of collecting data employed was library study by collecting and ordering data relevant to the problem studied, by inventorying and leaning the legislation, books, writing and document relevant to the problem the writer studied. Technique of analyzing data used was qualitative model. Considering the research it can be found that according to Act No. 25 of 2003 about Money Laundering Criminal Action and Republic of the Philippines code no. 9160 on Anti Money Laundering Act of 2001, the similarity of bank secrecy disclosure concept in investigating the money laundering criminal action is basically conducted in the attempt of providing the mechanism to the law enforcer to be able to open every one’s account assumed committing the money laundering criminal action. This authority is given to the law enforcer to open the account of everyone reported, the accused in the purpose of facilitating the case handling. The difference between them is that in the attempt of preventing and eradicating the money laundering criminal action in Indonesia it has been established the Reporting and Financial Report Transaction Analysis Centre (PPATK), while in Philippine it has been established a council called Anti Money Laundering Council (AMACL). The factors causing the similarity and difference among the two countries is because the presence of the nation’s and people’s interest in the attempt of preventing and eradicating the money laundering criminal action that can result in big lost for the public interest. While the factors causing the difference and the regulation of bank secrecy disclosure is the presence of law mechanism and procedure of dealing with the law in preventing and eradicating the money laundering criminal action that is different among the two countries.
commit to user x
1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke-4 dengan sangat jelas menerangkan bahwa tujuan
dibentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum
serta
ikut melaksanakan
ketertiban
dunia
yang
berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pembukaan (mukadimah) UUD 1945 ini mengandung banyak dimensi kehidupan bangsa, antara lain meliputi kemanusiaan, sosial, politik, ekonomi, budaya, hukum dan tata pergaulan internasional yang harus dipelihara dan dikembangkan sesuai dengan kepentingan nasional. (Tim
Penyusun,
Naskah
Akademik
Rancangan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta, 2006, hlm. 1). Sampai saat ini, setelah Indonesia merdeka dan berdaulat, tujuan negara untuk menyejahterakan rakyat belum tercapai. Banyak kendala yang dihadapi
untuk mencapai
tujuan-tujuan
negara tersebut.
Sejak
terjadinya krisis moneter pada tahun 1998, pemerintah belum juga mampu untuk mengembalikan tingkat pertumbuhan ekonomi seperti sebelum krisis, bahkan kita semakin terpuruk ke dalam penderitaan. Banyak pakar berpendapat bahwa keterpurukan bangsa ini terutama disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum khususnya dalam penanganan perkara pidana. (Tim
Penyusun,
Pencegahan
Naskah
Akademik
Rancangan
Undang-Undang
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta,
2006, hlm. 2) Penegakan hukum yang banyak disorot oleh dunia internasional adalah penegakan
dalam
tindak pidana pencucian uang (money commitinito user laundering). Penanganan perkara dinilai masih bersifat tebang pilih, 1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kurangnya political will dan moral hazard dari pemegang kekuasaan, serta belum ada harmonisasi dari seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Diakui atau tidak, pemberantasan tindak pidana pencucian uang menghadapi kendala baik bersifat teknis maupun non teknis. Pemikiran agar Indonesia membuat suatu undang-undang tentang pencucian uang telah ada sejak Orde Baru mulai berkuasa. (Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2004. hlm. ix) Perhatian dunia internasional terhadap praktek pencucian uang semakin meningkat setelah Financial Action Task Force on Money Laundering
(FATF)
menyusun
dan
mengeluarkan
the
Forty
Recommendations, yaitu sebuah kerangka dasar bagi upaya pemberantasan pencucian
uang
dan
dirancang sebagai pedoman yang dapat di-
implementasikan secara universal. FATF adalah sebuah lembaga antar pemerintah (intergovernmental body) yang dibentuk oleh G-7 Summit di Paris pada Juli 19 89, yang bertujuan mengembangkan dan meningkatkan kebijakan untuk memberantas praktek pencucian uang di dunia. (Siahaan, NHT, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2002. hlm. 111). Bulan Juni 2001, secara mengejutkan Indonesia ditetapkan sebagai negara yang tidak kooperatif dalam memberantas praktek-praktek pencucian uang oleh FATF. Sebagai konsekuensinya Indonesia dimasukan dalam NCCT list (non-cooperative countries and
territories) bersama 16 belas negara
lainnya. Dimasukannya Indonesia ke dalam FATF blacklist berdasarkan pada berbagai pertimbangan, yaitu belum adanya peraturan perundangudangan yang menyatakan pencucian uang sebagai tindak pidana, terdapat loopholes (kekosongan hukum) dalam pengaturan lembaga keuangan terutama lembaga keuangan non-bank, terbatasnya sumber daya dalam pencegahan dan pemberantasan pencucian uang, serta minimnya kerjasama commit to user internasional dalam upaya memerangi kejahatan pencucian uang. (Yunus
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Husein, Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang,
Prosiding,Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, 2005, hlm. 35). Berbagai kelemahan yang dimiliki Indonesia pada saat itu, permasalahan
ketiadaan
peraturan
perundang-undangan
yang
mengkriminalisasi praktek pencucian uang merupakan kelemahan dasar dan fatal, karena tanpa adanya kriminalisasi terhadap pencucian uang maka tindakan menyembunyikan dan/atau menyamarkan harta kekayaan hasil dari suatu kejahatan merupakan tindakan yang dibenarkan menurut hukum di Indonesia. Oleh karena itu FATF menganggap bahwa Indonesia belum eligible untuk dapat masuk dalam pergaulan antar bangsa. Reaksi yang terjadi di dalam negeri atas dimasukannya Indonesia ke dalam NCCT list bermacam-macam. Beberapa pakar berpendapat bahwa pemerintah tidak perlu menghiraukan desakan internasional, dengan alasan bahwa Indonesia bukan anggota dari FATF, karena FATF sendiri bukan sebuah organisasi internasional atau badan dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sehingga Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk tunduk terhadap badan ini. Secara formal hal demikian dapat diterima, bahwa memang FATF bukan suatu badan atau organisasi internasional yang dapat memaksakan kebijakankebijakannya terhadap negara diluar anggota. Pengesahan
Undang-Undang
perbaikan-perbaikan atas 2002,
sekali
No.
25
Tahun
2003
sebagai
kekurangan dari Undang-Undang No.15 Tahun
lagi tidak serta merta mengeluarkan Indonesia dari daftar
negara-negara dan wilayah yang tidak kooperatif dalam usaha pencegahan dan pemberantasan pencucian uang (NCCT list). Dikeluarkannya Indonesia dari daftar hitam (balcklist) adalah sangat tergantung dari pelaksanaan dan penegakan undang-undang tersebut. Implementasi UU TPPU sangat penting, bukan saja guna menghindari sanksi (counter measures) dari FATF, tetapi juga bertujuan agar berbagai predicate offences (tindak pidana awal) yang merupakan sumber uang haram dapat diberantas atau paling tidak dikurangi. commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Telah diketahui, bahwa melalui
pencucian uang pelaku tindak
pidana dapat menyembunyikan dan menyamarkan, lalu pada tahap selanjutnya dapat menggunakan hasil dari tindak pidana itu secara bebas. Sifat dari tindak pidana pencucian uang adalah sulit di lacak (untraceable), tidak ada bukti tertulis (paperless), tidak kasat mata (discernible), dillakukan dengan cara yang rumit (intricrate) dan karena didukung oleh teknologi canggih, maka juga bersifat sophisticated. Dengan adanya sifat -sifat tersebut, maka menjadi sangat sulit untuk mencegah dan memberantas tindak pidana ini. Usaha
untuk
mencegah
dan
memberantasan
tindak
pidana
pencucian uang perlu dilakukan pelacakan, pembukaan, pembekuan, dan penyitaan atas aset atau rekening dari tersangka atau terdakwa pelaku pencucian uang. Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian
Uang telah
memberikan suatu mekanisme dan aturan dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan pemeriksaan di persidangan ter hadap kasus atau perkara tindak pidana pencucian uang. Akan tetapi sampai saat ini masih terdapat kendala dan hambatan dalam penerapannya. Kendala-kendala dalam rangka penegakan
hukum tindak pidana
pencucian uang, antara lain menyangkut: 1. Pembukaan rahasia bank, pemblokiran dan permintaan keterangan mengenai rekening nasabah; 2. Penyitaan dana yang diduga berasal dari tindak pidana; 3. Pemeriksanaan atau penyelidikan; 4. Perlindungan saksi, ahli dan pelapor (whistle blower); 5. Tukar-menukar informasi antara pihak terkait; 6. Mengenai alat bukti, dan pembuktian di persidangan; 7. Proses hukum pemberian sanksi administratif; 8. Pemberkasan perkara dan tata cara pembuatan dakwaan; Berbicara mengenai kendala dan hambatan dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian di Indonesia selama 5 (lima) tahun commit to mengenai user terakhir, maka perlu dikemukakan pembukaan rahasia bank
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
guna mencari atau melacak harta kekayaan serta menggunakan rahasia bank tersebut dalam pembuktiaan kesalahan terdakwa di persidangan. Pembukaan rahasia bank menjadi elemen penting dalam proses penyidikan dan pembuktian dalam rangka pemeriksaan perkara pencucian uang. Rahasia bank dan pengecualiannya diatur dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Walaupun demikian, pembukaan rahasia bank bukanlah suatu perkara yang mudah dilakukan. Adanya beragam penafsiran atas beberapa aturan dalam UU TPPU, menjadikan pembukaan transaksi atau rekening milik tersangka atau terdakwa sering menghadapi masalah. Aturan tentang pengecualian rahasia bank yang diatur dalam UU TPPU belum jelas dan mengandung pengertian yang ambigu, sehingga sangat menyulitkan penyidik atau hakim dalam memeriksa perkara. Selain itu, pengaturan pembukaan rahasia bank yang diatur dalam UU TPPU menimbulkan pertentangan antara UU TPPU dengan UU Perbankan. Juga perlu dipertanyakan apakah pembukaan rahasia bank yang diatur dalam UU TPPU dapat mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Berbeda dengan penanganan tindak pidana pencucian uang yang ada di negara lain seperti Philipina, di negara tersebut penanganan terhadap tindak pidana pencucian uang dapat dilaksanakan dengan baik. Di Philipina juga mempunyai dasar hukum sebagai pedoman dalam pelaksanaan penanganan terhadap tindak pidana pencucian uang (money loundering) yaitu Republik Of The Philippines Code No. 9160 On Anti Money Laundering Act Of 2001. Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini penulis ingin mengangkat permasalahan yang terkait dengan penangan terhadap tindak pidana pencucian uang yang ada di Indonesia dan di Philipina sebagai bagan pembahasan dalam penelitian ini. Untuk itu dalam penelitian ini penulis memberikan judul : “STUDI KOMPARASI HUKUM PENGATURAN to user BANK (BANK SECRECY KONSEP PEMBUKAAN commit RAHASIA
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
DISCLOSURE) UNTUK KEPENTINGAN PEMERIKSAAN PERKARA TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN REPUBLIK OF THE PHILIPPINES CODE NO. 9160 ON ANTI MONEY LAUNDERING ACT OF 2001”.
B. Rumusan Masalah Dalam suatu penelitian diperlukan adanya perumusan masalah untuk mengidentifikasikan persoalan yang diteliti sehingga sasaran yang hendak dicapai menjadi jelas, tegas, terarah, serta tercapainya sasaran yang diharapkan. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis akan merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah persamaan dan perbedaan pengaturan konsep pembukaan rahasia bank (bank secrecy disclouser) dalam pemeriksaan perkara pencucian uang menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines code No. 9160 on Anti Money Loundering Act of 2001 ? 2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya persamaan dan perbedaan tersebut ?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan hal-hal yang hendak dicapai oleh penulis melalui penelitian yang berhubungan dengan rumusan masalah yang sudah ditetapkan. Dalam penelitian ini, penulis mempunyai tujuan yang terbagi dua, yaitu: 1. Tujuan obyektif a. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pengaturan konsep pembukaan rahasia bank (bank secrecy disclouser) dalam penyidikan perkara money laudering menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines code No. 9160 on Anti Money loundering act of 2001. b. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya persamaan dan perbedaan tersebut. 2. Tujuan Subyektif a. Untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan jelas sebagai bahan untuk menyusun penulisan hukum, sebagai persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk menambah, memperluas dan mengembangkan pengetahuan serta pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktek di lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis. c. Untuk lebih meningkatkan serta mendalami berbagai teori yang telah penulis dapatkan di Fakultas Hukum, khususnya di bidang Hukum Acara Pidana.
D. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis 1) Hasil penelitian dapat menyumbangkan pemecahan-pemecahan atas permasalahan dari sudut teori. 2) Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah referensi di bidang karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan. 3) Penelitian ini merupakan latihan dan pembelajaran dalam menerapkan teori yang diperoleh sehingga menambah penegatahuan, pengalaman dan dokumentasi ilmiah. b. Manfaat praktis 1) Dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti. 2) Dapat memberikan data dan informasi mengenai pengaturan prinsip mengenal
nasbah
dalam Perundang-undangan commit to user
yang
menagtur
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang yang berlaku di Indonesia dan Filipina. 3) Dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan secara langsung dalam penelitian ini.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum doctrinal. Penelitian yang digunakan bersifat normative, yaitu penelitian yang difokuskan pada bahan pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian dibandingkan dan ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan dengan pengaturan konsep pembukaan rahasia bank (Bank Secrecy Disclosure) dalam penyidikan perkara money laundering menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republik of the Philippines code No. 9106 anti money laundering act of 2001 ( Peter Mahmud Marzuki. 2006 : 35 ). 2. Sifat Penelitian Berdasarkan dengan masalah yang diajukan penulis, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan penelitian yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22). Dalam penelitian ini penulis ingin memperoleh gambaran yang nyata dan jelas tentang komparasi hukum pengaturan konsep pembukaan rahasia bank (bank secrecy disclosure) dalam penyidikan perkara money laundering menurut Undang-undang No. 24 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines code No. 9160 on Anti Money Laundering Act of 2001. commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Jenis Data Jenis data dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder berupa dokumen publik dan catatan-catatan resmi (public documents and official records), yaitu dokumen peraturan perundangan yang berkaitan dengan masalah money loundering baik yang ad di Indonesia maupun di Philipina. Disamping sumber data yang berupa leteratur-literatur baik berupa artikel, jurnal penelitian maupun hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. 4. Sumber Data Sumber data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh data yang diperoleh dari bahan pustaka, seperti dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, jurnal maupun arsip-arsip yang sesuai dengan penelitian yang dibahas. Dari
sudut
kekuatan
mengikatnya,
data
sekunder
dapat
digolongkan ke dalam : a. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum atau bahan pustaka yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat secara yuridis, adapun yang penulis gunakan adalah : 1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. 2) Kitab Undang Undang Hukum Pidana. 3) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana. 4) UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang 5) Republic of the Philippines code No. 9160 on Anti Money Loundering Act of 2001 b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti misalnya, hasil karya ilmiah para sarjana yang terkait dalam penelitian ini, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, internet dan seterusnya. 5. Teknik Pengumpul Data Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) data sekunder berupa peraturan perundangan, artikel maupun dokumen lain yang dibutuhkan untuk kemudian dikategorisasi menurut pengelompokan yang tepat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik studi pustaka untuk mengumpulkan dan menyusun data yang diperlukan. 6. Teknik Analisa Data Dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan logika deduktif. Dalam hal ini sumber penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini dengan menggunakan inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian dari studi kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta dokumendokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait, kemudian sumber penelitian tersebut diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir adalah menarik dari sumber penelitian yang diolah sehingga pada akhirnya dapat diketahui persamaan dan perbedaan pengaturan konsep pembukaan rahasia bank dalam penyidikan perkara money laundering menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines code No. 9106 in Anti Money Loundering act of 2001 dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya persamaan dan perbedaan tersebut. Menurut Philipus M.Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud motede deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan besifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus) dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau counclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 47). Dalam logika userbersifat premis mayornya adalah deduktif untuk penalaran commit umum to yang
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Sedangkan menurut Johny Ibrahim, mengutip pendapat Bernard Arief Shiharta logika deduktif merupakan suatu tehnik untuk menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (Johnny Ibrahim, 2006: 249). F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, yang tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut : BAB I
:
PENDAHULUAN Pada bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan metode penelitian yang digunakan dalm penyusunan penulisan hukum ini.
BAB II
:
TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini penulis menguraikan mengenai teori-teori yang menjadi landasan dalam penulisan hukum ini. Adapun mengenai teori-teori tersebut antara lain mengenai tinjauan umum tentang perbandingan hukum, tinjauan umum tentang konsep pembukaan rahasia bank (bank secrecy disclouser) dalam penyidikan perkara money laudering, tinjauan umum tentang tindak pidana pencucian uang, tinjauan umum tentang ketentuan hukum tentang Undang-Undang Anti Pencucian Uang, dan tinjauan umum tentang Republic of the Philippines code No. 9160 on Anti Money loundering act of 2001 commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III :
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan dan hasil yang diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti, terdapat dua pokok permasalahan yang dibahas dalam bab ini yaitu yang pertama mengenai ruang lingkup perbandingan konsep pembukaan rahasia bank (bank secrecy
disclouser)
dalam
penyidikan
perkaran
money
laudering menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines code No. 9160 on Anti Money loundering act of 2001. Yang kedua mengenai faktor-faktor yang menyebabkan persamaan dan perbedaan tersebut. BAB IV :
PENUTUP Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang dapat diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan hukum ini.
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Perbandingan Hukum a. Istilah dan Definisi Perbandingan Hukum Istilah perbandingan hukum, dalam bahasa asing, diterjemahkan: comparative law (bahasa Inggris), vergleihende rechstlehre (bahasa Belanda), droit comparé (bahasa Perancis). Istilah ini, dalam pendidikan tinggi hukum di Amerika Serikat, sering diterjemahkan lain, yaitu sebagai conflict law atau dialihbahasakan, menjadi hukum perselisihan, yang artinya menjadi lain bagi pendidikan hukum di Indonesia (Romli Atmasasmita, 2000: 6). Istilah yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini, adalah perbandingan hukum (pidana). Istilah ini sudah memasyarakat di kalangan teoritikus hukum di Indonesia, dan tampaknya sudah sejalan dengan istilah yang telah dipergunakan untuk hal yang sama di bidang hukum
perdata,
yaitu
perbandingan
hukum
perdata.
Untuk
memperoleh bahan yang lebih lengkap, maka perlu dikemukakan definisi perbandingan hukum dari beberapa pakar hukum terkenal. Rudolf B. Schlesinger, seperti yang dikutip oleh Romli Atmasasmita, mengatakan bahwa perbandingan hukum merupakan metoda penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu. Perbandingan hukum bukanlah perangkat peraturan dan asas-asas hukum dan bukan suatu cabang hukum, melainkan merupakan teknik untuk menghadapi unsur hukum asing dari suatu masalah hukum (Romli Atmasasmita, 2000: 7). Winterton, seperti yang dikutip oleh Romli Atmasasmita mengemukakan, bahwa perbandingan hukum adalah suatu metode commit to user yaitu perbandingan sistem-sistem hukum dan perbandingan tersebut 13
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghasilkan data sistem hukum yang dibandingkan (Romli Atmasasmita, 2000: 7). Perbandingan
hukum
adalah
metoda
umum
dari
suatu
perbandingan dan penelitian perbandingan yang dapat diterapkan dalam bidang hukum. Para pakar hukum ini adalah: Frederik Pollock, Gutteridge, Rene David, dan George Winterton (Romli Atmasasmita, 2000: 8). Lemaire mengemukakan, seperti yang dikutip oleh Romli Atmasasmita, perbandingan hukum sebagai cabang ilmu pengetahuan (yang juga mempergunakan metoda perbandingan) mempunyai lingkup: (isi dari) kaidah-kaidah hukum, persamaan dan perbedaannya, sebab-sebabnya
dan
dasar-dasar
kemasyarakatannya
(Romli
Atmasasmita, 2000: 9). Hesel Yutena mengemukakan definisi perbandingan hukum sebagai berikut: Comparative law is simply another name for legal science, or like other branches of science it has a universal humanistic outlook ; it contemplates that while the technique nay vary, the problems of justice are basically the same in time and space throughout the world. (Perbandingan hukum hanya suatu nama lain untuk ilmu hukum dan merupakan bagian yang menyatu dari suatu ilmu sosial, atau seperti cabang ilmu lainnya perbandingan hukum memiliki wawasan yang universal, sekalipun
caranya berlainan,
masalah keadilan pada dasarnya sama baik menurut waktu dan tempat di seluruh dunia) (Romli Atmasasmita, 2000: 9). Romli Atmasasmita yang berpendapat perbandingan hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari secara sistematis hukum (pidana) dari dua atau lebih sistem hukum dengan mempergunakan metoda perbandingan (Romli Atmasasmita, 2000: 12). commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Karakteristik Sistem “Common Law” dan sistem “Civil Law” 1) Karakteristik sistem hukum Inggris pada umumnya, khususnya dalam hukum pidana dan acara pidana. Pertama. Sistem hukum Inggris bersumber pada : a) Custom, merupakan sumber hukum yang tertua di Inggris. Lahir dan berasal dari (sebagian) hukum Romawi. Tumbuh dan berkembang dari kebiasaan suku Anglo Saxon yang hidup pada abad pertengahan. Pada abad ke 14 Custom melahirkan “common law” dan kemudian digantikan dengan precedent. b) Legislation; berarti undang-undang yang dibentuk melalui parleman. undang-undang yang dibentuk itu disebut statutes. Sebelum abad ke 15, legislation bukanlah merupakan salah satu sumber hukum di inggris. Pada masa itu undang-undang dikeluarkan oleh Raja dan “Grand-Council” (terdiri dari kaum bangsawan terkemuka dan Penguasa Kota London). Selama abad ke 13 dan 14 Grand Council kemudian dirombak dan terdiri dari dua badan yaitu, Lords dan Common; kemudian dikenal sebagai Parlemen (Parliament). Sampai abad ke 17, Raja dapat bertindak tanpa melalui Parlemen. Akan tetapi sesudah abad ke 17 dengan adanya perang saudara di Inggris, telah ditetapkan bahwa di masa yang akan datang semua undang-undang harus memperoleh persetujuan Parlemen sejak tahun 1832 dengan Undang-Undang Pembaharuan (Reformasi Act), House of Common merupakan suatu badan yang demokratis dan mewakili seluruh penduduk Inggris dan karena itu merupakan wakil perasaan keadilan seluruh rakyat Inggris. Sejak saat itu Legislation merupakan salah satu sumber hukum yang penting sejak Code Napoleon (1805) dikembangkan, Inggris telah mengambil manfaat dari apa yang terjadi di commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perancis,
dan
legislation
dipergunakan
sebagai
alat
pembaharuan hukum di Inggris. c) Case-law, mempunyai
sebagai
salah
karakteristik
satu
sumber
hukum
Inggris
yang
utama.
Seluruh
hukum
kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat tidak melalui Parlemen, akan tetapi dilakukan oleh para hakim, sehingga dikenal dengan istilah ”Judge-made law”. Setiap putusan hakim di Inggris merupakan precedent bagi hakim yang akan datang, sehingga lahirlah doktrin Precedent sampai sekarang. Kedua. Sebagai konsekwensi dipergunakannya case-law dengan doktrin precedent yang merupakan ciri utama maka sistem hukum Inggris tidak sepenuhnya menganut asas legalitas. Ketiga. Bertitik tolak dari doktrin precedent tersebut, maka kekuasaan hakim di dalam sistem hukum Common Law sangat luas dalam memberikan penafsiran terhadap suatu ketentuan yang tercantum dalam undang-undang. Bahkan hakim di Inggris diperbolehkan tidak sepenuhnya bertumpu pada ketentuan suatu undang-undang jika diyakini olehnya bahwa ketentuan tersebut tidak dapat diterapkan dalam kasus pidana yang sedang dihadapinya. Dalam hal demikian hakim dapat menjatuhkan putusannya sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan atau melaksanakan asas precedent sepenuhnya. Dilihat dari segi kekuasaan hakim Inggris yang sangat luas dalam memberikan penafsiran tersebut, sehingga dapat membentuk hukum baru, maka nampaknya sistem hukum Common Law kurang memperhatikan kepastian hukum. Keempat. Ajaran Kesalahan dalam sistem hukum Common Law (Inggris) dikenal melalui doktrin Mens-Rea yang dilandaskan pada maxim: “Actus non est reus nisi mens sit rea”, yang berarti: “suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah kecuali commit to user jika pikiran orang itu jahat”. Ajaran Mens-Rea ini dalam sistem
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hukum
Inggris
dirumuskan
berbeda-beda
tergantung
dari
kwalifikasi delik yang dilakukan seseorang. Pada sistem hukum Common Law, doktrin Mens-Rea secara klasik diartikan setiap perkara pelanggaran hukum yang dilakukan adalah disebabkan karena pada diri orang itu sudah melekat sikap batin yang jahat (evil will), dan karenanya perbuatan tersebut dianggap merupakan dosa. Lord Denning, seorang hakim terkemuka di Inggris memberikan komentar atas doktrin Mens-Rea, dengan mengatakan: “In order that an act should be punishable it must be morally blame-worthy”. Sedangkan Jerome Hall, mengatakan bahwa Means-Rea adalah “a voluntary doing of morally wrong act forbidden by penal law”. (Roeslan Saleh,1982:23 sebagaimana telah dikutip oleh Romli Atmasasmita, 2000: 37) Kelima.
Dalam
sistem
Common
Law
(Inggris)
pertanggungjawaban pidana tergantung dari ada atau tidaknya: a) actus-reus dan b) mens-rea. Namun demikian unsur “mens-rea” ini adalah merupakan unsur yang mutlak dalam pertanggungjawaban pidana dan harus ada terlebih dulu pada perbuatan tersebut sebelum dilakukan penunt`utan (Roeslan Saleh,1982:28). Dewasa ini dalam peraturan perundangan modern unsur “mens-rea” ini tidak lagi dianggap sebagai syarat utama, misalnya pada delik-delik tentang ketertiban umum atau kesejahteraan umum. Keenam. Sistem hukum Inggris dan negara-negara yang menganut sistem Common Law tidak mengenal perbedaan antara Kejahatan dan Pelanggaran. Sistem Common Law membedakan tindak pidana (secara klasik) dalam: Kejahatan berat atau “felonies”, kejahatan ringan atau “misdemeanors” dan kejahatan terhadap negara atau “treason”. Setelah dikeluarkannya “Criminal Law Act” (1967) pembedaan sebagai berikut: commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Indictable Offences, adalah kejahatan-kejahatan berat yang hanya dapat diadili dengan sistem Juri melalui pengadilan yang disebut Crown Court. b) Summary Offences, adalah kejahatan-kejahatan kurang berat yang hanya dapat diadili oleh suatu pengadilan (magistrate court) tanpa dengan sistem Juri. c) Arrestable Offence, adalah kejahatan-kejahatan yang diancam dengan hukuman di bawah 5 (lima) tahun kepada seorang pelaku kejahatan yang belum pernah melakukan kejahatan. Penangkapan terhadap pelaku tersebut dilakukan tanpa surat perintah penangkapan. Klasifikasi terbaru mengenai tindak pidana dalam sistem hukum pidana Inggris dicantumkan dalam criminal law act tahun 1977 yang akan diuraikan secara khusus dalam bab mengenai klasifikasi Tindak Pidana. Ketujuh.
Sistem hukum acara pidana yang berlaku di
negara-negara Common Law pada prinsipnya menganut “sistem Accusatoir” atau yang secara populer dikenal dengan sebutan “Advesary Sistem”. Sistem accusatoir atau Adversary sistem menempatkan tersangka dalam proses pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan di muka sidang-sidang pengadilan sebagai subjek hukum yang memiliki hak (asasi) dan kepentingan yang harus dilindungi. Kedelapan. Sistem pemidanaan yang berlaku pada umumnya negara-negara yang menganut sistem Common Law adalah bersifat komulatif. Sistem pemidanaan tersebut memungkinkan seseorang dituntut dan dijatuhi pidana karena melakukan lebih dari satu tindak pidana. Jika kesemua tuntutan tersebut terbukti di muka sidang pengadilan maka pelaku tindak pidana tersebut dijatuhi sekaligus semua ancaman hukuman yang dikenakan kepadanya. commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Karakteristik Sistem Hukum Belanda pada umumnya, khususnya dalam hukum pidana dan acara pidana Pertama. Sistem hukum Belanda (Civil Law Sistem) bersumber pada : a) Undang-Undang Dasar; b) Undang-undang; c) Kebiasaan case-law; d) Doktrin Peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum pidana umum adalah sebagai berikut : a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Penal Code atau Wetboek van Strafrecht). b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Code of Crime Procedure atau Wetboek van Strafvordering). c) Undang-Undang tentang Susunan, organisasi, kekuasaan dan tugas-tugas Pengadilan dan Sistem Penuntutan (Judicial Act atau Wet op de Rechterlijke Organisatie). Kedua. Karakateristik kedua dari sistem hukum Belanda (Civil Law Sistem) adalah dianutnya asas legalitas atau “the principles of legality”. Asas ini mengandung makna sebagi berikut: a) Tiada suatu perbuatan merupakan suatu tindak pidana, kecuali telah ditentukan dalam undang-undang terlebih dahulu. Undang-undang dimaksud adalah hasil dari perundingan Pemerintah Parlemen. b) Ketentuan undang-undang harus ditafsirkan secara harfiah dan pengadilan tidak diperkenankan memberikan suatu penafsiran commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
analogis untuk menetapkan suatu perbuatan sebagai tindak pidana. c) Ketentuan undang-undang tidak berlaku surut. d) Menetapkan bahwa hanya pidana yang tercantum secara jelas dalam undang-undang yang boleh dijatuhkan. Dalam praktik penyelesaian perkara pidana di negeri belanda prinsip legalitas dan penafsiran yang diperbolehkan dari prinsip tersebut diserahkan sepenuhnya kepada para pelaksana / praktisi hukum, seperti, jaksa dan hakim. Mengingat penafsiran yang bersifat kaku terhadap ketentuan undang-undang menurut asas legalitas ini, maka peranan putusan Mahkamah Agung menjadi lebih penting. (Romli Atmasasmita, 2000 : 48) Ketiga. Dianutnya asas legalitas sebagaimana diuraikan dalam butir kedua diatas, sangat berpengaruh terhadap soal pertanggungjawaban pidana (criminal liability atau strafbaarheid). Syarat umum bagi adanya pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana Belanda adalah adanya gabungan antara perbuatan yang dilarang dan pelaku yang diancam dengan pidana. Perbuatan pelanggaran hukum dari pelaku harus memenuhi syarat sebagai berikut : a) Bahwa perbuatan tersebut (berbuat atau tidak berbuat) dilakukan seseorang. b) Diatur dalam ketentuan undang-undang termasuk lingkup definisi pelanggaran. c) Bersifat melawan hukum. Ketiga syarat bagi adanya suatu pertanggungjawaban pidana tersebut di atas sesungguhnya merupakan suatu konstruksi gabungan dari syarat-syarat adanya sifat pertanggungjawaban commit to user pidana dan kekecualian-kekecualian dari pertanggungjawaban
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pidana. Dalam soal pertanggungjawaban pidana sistem hukum pidana Belanda (Civil Law) menganut asas kesalahan pada perbuatannya (dodex-strafrecht). Keempat. Dianutnya asas legalitas dalam sistem hukum pidana Belanda mengakibatkan keterikatn hakim terhadap isi ketentuan undang-undang dalam menyelesaikan perkara pidana. Hakim tidak diperbolehkan memperluas penafsiran terhadap isi ketentuan undang-undang sedemikian rupa sehingga dapat membentuk delik-delik baru. Kelima.
Sistem
hukum
pidana
belanda
mengenal
pembedaan antara Kejahatan (Misdrijven) dan Pelanggaran (Overtredingen). Pembedaan dimaksud berasal dari perbedaan antara mala in se dan mala prohibita yaitu perbedaan yang dikenal dalam hukum Yunani. Mala in se adalah perbuatan yang disebut sebagai kejahatan karena menurut sifatnya adalah jahat. Sedangkan Mala prohibita, suatu perbuatan yang dilarang. Pembedaan antara kejahatan karena undang-undang menetapkan sebagai perbuatan yang dilarang. Pembedaan anatara kejahatan dan pelanggarab tersebut semula didasarkan atas pertimbangan tentang adanya pengertian istilah “rechtedelict” dan ”wetdelict”; namun perbedaan tersebut tidak dianut lagi dalam doktrin. Perbedaan kejahatan dan pelanggaran dewasa ini didasarkan atas ancaman hukumannya; kejahatan memperoleh ancaman hukum yang lebih berat dari pelanggaran. Keenam. Sistem peradilan yang dianut di semua negara yang berlandaskan “Civil Law Sistem” pada umumnya adalah sistem Inquisatoir. Sistem Inquisatoir menempatkan tersangka sebagai
objek
pemeriksaan
baik
pada tahap
pemeriksaan
pendahuluan maupun pada tahap pemeriksaan di muka sidang pengadilan.
commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ketujuh. Sistem pemidanaan yang dianut pada umumnya di negara-negara yang berlandaskan civil Law Sistem adalah sistem pemidanaan Alternatif dan Alternatif-kumulatif, dengan batas minimum dan maksimum anaman pidana yang diperkenankan menurut Undang-Undang. Sesungguhnya apabila kita telusuri karakteristik yang melekat pada kedua sistem hukum sebagaimana telah diuraikan di atas,
pendekatan
dari
segi
historis,
khususnya
mengenai
perkembangan hukum pidana di Eropa Continental yang menganut sistem “Civil Law” lebih menonjol dan lebih menampakkan dirinya keluar dari batas wilayah yuridiksi sistem “Common Law”. Perkembangan penerapan sistem “Civil Law” di negara dunia ketiga pada awalnya dipaksakan jika dibandingkan dengan penerapan penggunaan sistem “Common Law” di negara-negara bekas jajahan-jajahannya. Sebagai contoh penggunaan dan pemakaian sistem hukum Belanda di Indonesia dan sistem hukum Inggris dan Malaysia atau Singapura. Satu-satunya karakteristik yang sama antara kedua sistem hukum (legal sistem) tersebut adalah bahwa keduanya menganut falsafah dan doktrin liberalisme (Romli Atmasasmita, 2000: 50).
2. Tinjauan Umum Tentang Rahasia Bank a. Rumusan Pengertian Rahasia Bank dan Tindak Pidana Rahasia Bank Dasar hukum dari ketentuan rahasia bank di Indonesia mulamula ialah Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tetapi kemudian telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Pengertian rahasia bank oleh Undang-undang No. 7 Tahun 1992 diberikan oleh Pasal 1 angka 16 yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut: Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keuangan dan hal-hal dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan. Pengertian ini telah diubah yang baru oleh Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Oleh Undang-undang itu rumusan yang baru diberikan dalam Pasal 1 angka 28 Undangundang No. 10 Tahun 1998 yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut: Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Selain dari memberikan rumusan dari pengertiannya Undangundang Perbankan juga memberikan rumusan mengenai delik rahasia bank. Undang-undang No. 7 Tahun 1992 memberikan rumusan delik rahasia bank sebagaimana ditentukan dalam Pasal 40 Tahun 1992 ialah bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal dari nasabahnya
yang wajib
dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, 42, 43 dan 44. Rumusan delik rahasia bank tersebut diatas telah diubah dengan rumusan yang baru, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dari Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Rumusan yang baru ini lengkapnya berbunyi sebagai berikut: Pasal 40 bank wajib merahasiakan
keterangan
mengenai
nasabah
penyimpan
dan
simpanannya kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A. Kedua rumusan itu sangat berbeda. Tindak pidana rahasia bank menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Pasal 51 ialah kejahatan. Sanksi tindak pidana rahasia bank ditentukan dalam Pasal 47 ayat (2) yaitu pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,(empat milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,- (delapan milyar rupiah). commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Rahasia Bank Berkaitan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang Salah satu faktor penghalang bagi penegak hukum untuk dapat berhasil mengungkapkan tindak pidana pencucian uang adalah ketentuan rahasia bank yang terlalu ketat di Negara yang bersangkutan. Menyadari hal tersebut maka Tim yang merancang Undang-undang No. 25 Tahun 2003 telah memberikan pengecualian kepada penyidik, penuntut umum, dan hakim untuk memperoleh keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya dengan cara menyimpang dari ketentuan rahasia bank yang ditentukan dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Menurut Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang, untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang, penyidik, penuntut umum atau hakim berwenang untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), tersangka, atau terdakwa Pasal 33 ayat (2) Undang-undang tersebut menentukan bahwa dalam meminta keterangan sebagaimana dimaksud ayat (1) terhadap penyidik, penuntut umum atau hakim tidak berlaku ketentuan Undang-undang yang mengatur tentang rahasia bank dan kerahasiaan transaksi keuangan lainnya. Yang dimaksud dengan Penyedia Jasa Keuangan dalam Pasal 33 ayat (1) adalah Penyedia Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga penyimpanan dan penyelesaian pedagang valuta asing, dana pensiun perusahaan asuransi dan kantor pos. Sedangkan yang dimaksud dengan Harta Kekayaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (1) adalah Harta Kekayaan sabagaimana dimaksud pada commit to user Pasal 1 angka 4 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
semua benda bergerak atau tidak bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Dengan demikian ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undangundang Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut merupakan tambahan pengecualian terhadap berlakunya ketentuan rahasia bank yang telah ditentukan dalam Undang-undang Perbankan. Agar penggunaan fasilitas pengecualian yang diberikan oleh Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang tidak digunakan secara serampangan atau disalahgunakan, maka Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) dari Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut memberikan rambu-rambu bagi penyidik, penuntut umum atau hakim dalam mengajukan permintaan keterangan kepada penyedia jasa keuangan. Ditentukan oleh Pasal 33 ayat (3). Permintaan keterangan harus diajukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas mengenai: 1. Nama dan jabatan penyidik, penuntut umum atau hakim 2. Identitas setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa 3. Tindak Pidana yang bersangkutan atau didakwakan, dan 4. Tempat harta kekayaan benda Sementara itu Pasal 33 ayat (4) menentukan: Surat permintaan untuk memperoleh keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus ditandatangani oleh: 1. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian Daerah dalam hal permintaan diajukan oleh penyidik 2. Jaksa Agung Republik Indonesia atau Kepala Kejaksaan Tinggi dalam hal permintaan diajukan oleh penuntut umum 3. Hakim Ketua Majelis yang memeriksa perkara yang bersangkutan Dari ketentuan Pasal
33 Undang-undang Tindak Pidana
Pencucian Uang tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank dalam rangka pemberantasan dan commit pencucian to user penindakan tindak pidana uang hanya dapat diberikan
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
apabila pemeriksaan tindak pidana pencucian uang yang telah memasuki tahap penyidikan. Artinya, nasabah penyimpan harus menjadi tersangka. Apabila masih dalam tahap penyelidikan, maka keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya tidak boleh diungkapkan oleh bank. c. Tindak Pidana yang menyangkut Rahasia Bank Secara eksplisit ada dua jenis tindak pidana yang ditentukan oleh Pasal 47 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang berkaitan dengan rahasia bank yang pertama ialah tindak pidana yang dilakukan oleh mereka tanpa membawa perintah atau izin dari Pemimpin Bank Indonesia dengan sengaja memaksa bank atau pihak yang terafilisasi untuk memberikan keterangan yang harus dirahasiakan oleh bank. Hal itu ditentukan oleh Pasal 47 ayat (2). Kedua ialah tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank. Tindak Pidana tersebut ditentukan oleh Pasal 47 ayat (2). Untuk lebih jelasnya dikutip bunyi lengkap Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang No. 10 Tahun 1998 sebagai berikut: 1. Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,- (dua ratus milyar rupiah) 2. Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank ataupun pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan commitmenurut to user Pasal 40, diancam dengan pidana
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- (empat milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,- (delapan milyar rupiah) Sehubungan dengan ketentuan Pasal 47 ayat (1) tersebut diatas, yang perlu dipermasalahkan apakah pihak yang memaksa dapat dituntut telah melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 47 ayat (1) sekalipun pihak yang memaksa tidak sampai berhasil membuat pihak bank atau pihak teralifiliasi memberikan keterangan yang diminta secara paksa. Ataukah pihak yang memaksa dapat dikenai pidana karena melakukan percobaan tindak pidana Pasal 47 ayat (1)
3
Tinjauan Umum Tentang Pengaturan Pencucian Uang (Money Laundering) a. Pengertian Pencucian Uang (Money Laundering) Sebenarnya tidak ada definisi yang universal dan komprehensif mengenai pencucian uang. Pihak penuntut dan lembaga penyidik kejahatan, kalangan perusahaan dan pengusaha, negara maju ataupun berkembang,
atau
negara negara
dunia
ketiga
masing masing
mempunyai definisi atau pengertian tersendiri berdasarkan pemikiran, prioritas, dan perspektif yang berbeda. Definisi untuk tujuan penuntutan lebih sempit dibandingkan dengan definisi untuk tujuan penyidikan. Dalam hal ini, a) Welling mengemukakan bahwa, Money laundering is the process by which one conceals the existence, illegal source, or illegal application of income, and than disguises that income to make it appear legitimate (Pencucian Uang adalah suatu proses di mana. seseorang menyembunyikan keberadaan dari sumber yang tidak sah, atau mengubah uang yang tidak sah tersebut dengan commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menjadikannya seolah-olah uang tersebut berasal dari pendapatan yang sah). (Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 2) b) Fraser mengemukakan bahwa, Money Laundering is quite simply the process through which dirty money (proceed of crime), is washed through dean or legitimate sources and interprices so that the bad guys may more safety enjoy their ill'golten gains (Pencucian Uang adalah suatu proses di mana seseorang menyembunyikan atau menyimpan uang yang kotor (berasal dari kejahatan) kemudian dicuci menjadi bersih, atau dalam hal ini menjadikan atau merubah sumber yang tidak sah menjadi bersih atau sah, sehingga mereka bisa menikmati keuntungan yang mereka peroleh dari itu). (Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 2) c) Menurut Pamela H. Busy dalam bukunya yang berjudul "White Collar Crime, Cases and Materials", menyatakan Money Laundering is the concealment of the existance, nature or illegal source of illicit fund in such a manner that the funds will appear legitimate of discovered (Pencucian Uang adalah suatu perbuatan merahasiakan atau menyembunyikan atau menyimpan uang yang berasal dari sumber yang tidak sah, dalam hal ini uang kotor, sehingga uang kotor tersebut dijadikan seolah olah berasal dari sumber yang sah). (Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 2) d) Chaikin memberikan defnisi pencucian uang sebagai The process by wich conceals or disguises that true nature, source, disposil ion, movement or ownerships of money for whatever reason (Pencucian Uang adalah suatu proses di mana perbuatan merahasiakan atau menyembunyikan baik dalam hal asal usul, sumber, pergerakan, maupun kepemilikan uang dengan cara ataupun alasan yang dibuat sedemikan rupa untuk menghilangkan jejak uang tersebut). (Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 2) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
e) Financial Action Task Force on Money Laundering atau FATF yang dibentuk oleh G 7 Summit di Paris tahun 1982 juga tidak memberikan definisi mengenai pencucian uang, akan tetapi memberikan uraian mengenai pencucian uang sebagai The goal of the large number of criminal act is to generate ofprofilfor the individual or group that carries out the act. Money Laundering is the processing. of this criminals proceeds to disguise their illegal origin. This process is of critical importance, as it enables that criminals to enjoy this profits whitout the joepardissing their course. Illegal arm sales, smugling, and the activities of organized crime induding for example drug traficking and prostitution rings can generate huge sums. Embezlement, insider trading, bribery, and computer fraud schems can also produce large profits and create the intensive to legitimise the ill'gotten through money laundering (Pencucian Uang adalah suatu proses yang merupakan perbuatan atau aktivitas menyembunyikan atau merahasiakan, atau menyimpan hasil dari sebagian besar tindak kejahatan, dengan menyembunyikan sumber ataupun asal usul uang kotor atau tidak sah, adanya perdagangan gelap, penyelundupan, ataupun tindak kejahatan terorganisasi lainnya seperti halnya penjualan dan peredaran narkoba, jaringan prostitusi, sehingga memang dapat menghasilkan sejumlah uang yang sangat besar dari kegiatan tersebut). f) When a criminals activity generate substancial profits, the individuals or groups involved must find away to control the fund whitout attracting attention to the underlaying activity or the persons involved Criminals do this by disguising the source, changing the form, or moving the funds to a place where they are les fikely to attract attention (Ketika aktivitas ataupun tindak kejahatan tersebut menghasilkan sebuah keuntungan, baik secara commit to user individu maupun kolektif terlibat ternyata keberadaannya tidak
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat terdeteksi. Tindak kejahatan pencucian uang dapat dilakukan dengan
berbagai
macam
metode
antara
lain
dengan
menyembunyikan sumber, merubah format, maupun dengan cara memutar dana atau uang kotor tersebut dari suatu tempat ke tempat yang lain sehingga tidak dapat terdeteksi). (Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 3) g) Sedangkan Konvensi Perserikatan Bangsa bangsa, The United Nation Convention Against Illicit Trafic in Narcotics, Drugs, and Psychotropic Substances of 1988 mengartikan tindak pidana pencucian uang sebagai The convention or transfer of property, knowing that such property is derived from any serious offence or offences, or from act of perticipation in such offence or offences, for the purpose of concealing or disguising the illicit of the property or of assisting any person who is involved in the commission of such and offence or offences to evade the legal consequences of his action, or the concealment or disguise of the true neture, source, location, disposition, movement, right with respect to or ownership of property, knowing that such property is derived from a serious (indictable) offence or offences or from an act of participation in such an offence or offences (Pencucian Uang adalah suatu proses penyerahan maupun perpindahan harta kekayaan, di mana diketahui bahwa harta kekayaan tersebut didapatkan dari tindak kejahatan atau dalam hal ini diperoleh dari keikutsertaan dalam tindak kejahatan tersebut, dengan tujuan untuk merahasiakan atau menyembunyikan baik pihak pihak
yang
terlibat
dari
adanya
sumber ataupun konsekuensi
atas
undang undang atas tindakannya itu, maupun dengan cara penyamaran dari sumber aslinya, asal usul, dengan penempatan, pergerakan yang berkenaan dengan harta kekayaan tersebut, dengan diketahui sebelumnya bahwa harta kekayaan tersebut commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diperoleh dari tindak kejahatan, maupun keikutsertaan dalam tindak kejahatan tersebut). h) Menurut Black’s Law Dictionary, Money Laundering is term used to describe invesement or other transfer of money flowing from racketeering, drug transaction and other illegal sources into legitimate channels so that its originals source can not be traced (Pencucian Uang adalah istilah yang digunakan dalam menjelaskan aktivitas, dalam hal menguraikan atau memindahkan asal usul yang tidak sah menjadi seolah olah sah, sehingga sumber asalnya tidak dapat diusut ataupun dideteksi). i) Hal demikian berbeda dengan Undang undang Pencucian Uang Malaysia atau Anti Money Laundering Act of 2001, yang menyebutkan bahwa money laundering means the act of a person who : (a) engages, directly or indirectly, in a transaction that nvolves proceeds of any unlawful activity; (b) acquires, receives, possesses, disguises, transfers, converts, exchanges, carries, disposes, uses, removes from or brings into Malaysia proceeds of any unlawful activity; or (c) conceals, disguises or impedes the establishment of the true nature, origin, location, movement, disposition, title of, rights with respect to, or ownership of, proceeds of any unlawful activity; Pencucian Uang adalah perbuatan seseorang yang :
(a) melakukan/terlibat (langsung/tidak) dalam suatu transaksi harta kekayaan yang berasal dari perbutan melawan hukum
(b) Memperoleh,
menerima,
memiliki,
menyemnyikan,
mentransfer, mengubah, menukar, membawa, menyimpan, commit to user menggunakan, memindahkan dari atau membawa ke Malaysia,
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
harta kekayaan yang berasal dari perbuatan yang melawan hukum
(c) Menyembunyikan, menyamarkan atau merintangi penentuan asal usul, tempat, penyaluran, penempatan, hak-hak yang terkait dengan atau kepemilikan dari harta kekayaan yang berasal dari perbuatan yang melawan hukum). j) Kemudian dalam amandemen UU TPPU yang baru lalu, definisi pencucian uang adalah Perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, mengaburkan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah olah menjadi harta kekayaan yang sah. Sehingga dari beberapa definisi tersebut di atas bahwa yang dimaksud sebagai pencucian uang dapat disimpulkan sebagai berikut: Pencucian uang adalah rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang
yang
berasal
dari
kegiatan
dengan
maksud
untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana dengan cara memasukkan uang tersebut kedalam sistem keuangan sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal. b. Tahap-tahap Tindak Pidana Pencucian Uang Sebenarnya tidak mudah untuk membuktikan adanya suatu tindakan pencucian uang yang sangat kompleks, namun para pakar commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
telah berhasil menggolongkan proses pencucian uang menjadi tiga tahap, yaitu: 1) Placement, yakni dengan mengubah uang tunai hasil kejahatan menjadi aset yang legal, dimana ini merupakan suatu tahapan atau proses menempatkan uang hasil kejahatan ke dalam sistem keuangan. Dalam tahapan ini perbuatan yang dilakukan berupa pergerakan fisik dari uang tunai dengan maksud untuk mengaburkan atau memisahkan sejauh mungkin uang hasil kejahatan dari sumber perolehannya. 2) Layering, yaitu suatu proses yang dilakukan para pelaku kejahatan setelah uang hasil kejahatan itu masuk ke dalam sistem keuangan (bank) dengan cara melakukan transaksi lebih lanjut dengan maksud untuk menutupi asal usul uang. Proses ini juga dapat berupa penggunaan uang baik di dalam negeri ataupun di negeri manapun di luar negeri melalui electronic funds transfer. 3) Integration, yakni pelaku menggunakan uang hasil kejahatan tersebut untuk kegiatan ekonomi yang sah karena merasa aman bahwa kegiatan yang dilakukannya seolah tanpa berhubungan dengan aktivitas ilegal sebelumnya. Kemudian selain hal- hal di atas yang merupakan tahapantahapan proses pencucian uang, karakteristik yang selanjutnya dapat dijelaskan bahwa tindak pidana pencucian uang melibatkan penjahat kelas atas atau kejahatan kerah putih, yang pelakunya mempunyai kedudukan tinggi secara politik maupun dalam hubungan ekonomi. Di samping adanya sejumlah karakteristik yang umumnya melekat pada White Collar Crime adalah sebagai berikut (Hazel Croall, 1992 sebagaimana dikutip oleh Harkristuti Harkrisnowo, 2001: 4) : commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Low Visibility, bahwa kejahatan kerah putih yang memang super canggih sangat dimungkinkan tidak kasat mata, sehingga akan sangat sulit diraba. 2) Complexity, dimana kejahatan kerah putih sangat kompleks, hal tersebut dimungkinkan dengan banyaknya campur tangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3) Diffusion of Responsibility, dalam perkara perkara kejahatan kerah putih selalu terjadi ketidakjelasan pertanggungjawaban pidana, yang hal ini juga tidak terlepas dari sifat kejahatan kerah putih yang memang sangat terselubung dengan rapi. 4) Diffusion of Victims, berawal dari pemanfaatan teknologi yang super canggih, kemudian dengan metode kejahatan yang terselubung, maka akan mengakibatkan pula ketidakjelasan korban yang memang sangat luas akibatnya. Selain itu juga, tindak kejahatan pencucian uang sebagai bentuk kejahatan yang dilakukan secara terorganisir, dan terjadinya dapat melintasi batas negara sebagai kejahatan transnasional, dimana menggunakan sepenuhnya kemajuan teknologi dan informasi sebagai modus operandi kejahatan berdimensi baru. c. Modus Kejahatan Pencucian Uang Pencucian
uang
dimulai
dengan
perbuatan
secara
memperoleh uang kotor, dalam hal ini terdapat dua cara utama (Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 120) : 1) Tax Evasion, atau pengelakan pajak, dengan cara ini seseorang memperoleh uang dengan legal, akan tetapi kemudian melaporkan jumlah keuangan yang tidak sebenarnya supaya didapatkan perhitungan pajak yang lebih sedikit dari yang sebenarnya. Yang kemudian commit to user cara ini mengembang kepada
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
variasi yang bersifat collusion, dimana sangat dimungkinkan ditempuhnya jalan terobosan secara ilegal, mengingat rumitnya birokrasi di negara kita, maka tindakan-tindakan yang termasuk kategori penyuapan sungguh merajalela. Modus tersebut juga timbul sebagai akibat dari mekanisme ilegal dengan cara memotong sejumlah pajak, sehingga akan menimbulkan dua segi kriminalisasi pencucian uang, yakni wajib pajak dan petugas pajak (Robert Klitgaard dan Kimberly Ann Elliot, 1998). 2) Melalui cara-cara kriminal, atau yang jelas-jelas melanggar hukum. Cara seperti ini sangat beragam jumlahnya, seperti dalam hasil amandemen UU TPPU, yaitu korupsi (corruption), penyuapan (bribery), penyelundupan barang (smuggling), penyelundupan imigran (people smuggling), perbankan, pasar modal,
asuransi,
narkotika,
psikotropika,
perdagangan
manusia, (women and children trafficking), perdagangan senjata gelap (arms trafficking), penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, perpajakan, kehutanan, lingkungan hidup, kelautan, serta tindak pidana lain yang diancam pidana penjara 4 tahun atau lebih. Perolehan uang secara kriminal di atas dilakukan secara bawah
tanah
(underground
business),
bahkan
di
bidang
perdagangan umum juga termasuk sebagai praktik yang tergolong dirty money. d. Metode Pencucian Uang Selanjutnya perlu pula diketahui bagaimana para pelaku pemutihan uang melakukan pencucian uang, sehingga bisa dicapai commit to user hasil dari uang ilegal menjadi uang legal. Sebenarnya di atas sudah
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dijelaskan beberapa hal mengenai modus modus pencucian uang, tetapi secara metodiknya dapat dikenal tiga metode dalam kejahatan pencucian uang, yang terdiri sebagai berikut (Business News, 2001): 1) Metode Buy and Sell Conversions, metode ini dilakukan melalui transaksi barang barang dan jasa. Katakanlah suatu aset dapat dibeli dan dijual kepada konspirator yang bersedia membeli atau menjual secara lebih mahal dari harga normal dengan mendapatkan laba ataupun diskon. Selisih harga dibayar dengan uang ilegal dan kemudian dicuci secara transaksi bisnis. Barang atau jasa itu dapat diubah seolah-olah menjadi hasil yang legal melalui rekening pribadi atau perusahaan yang ada di suatu bank. 2) Metode Offshore Conversions, dengan cara ini uang kotor, dikonversi ke suatu wilayah yang merupakan tempat yang sangat aman bagi penghindaran pajak (tax heaven money laundering center) untuk kemudian didepositokan di bank yang berada di wilayah tersebut. Di negara negara yang termasuk atau bercirikan seperti tersebut di atas memang terdapat sistem hukum perpajakan yang tidak ketat, terdapat sistem rahasia, bank yang sangat ketat, birokrasi bisnis yang cukup mudah untuk memungkinkan adanya rahasia bisnis yang ketat serta pembentukan usaha trust fund. Untuk mendukung kegiatan demikian, para pelakunya biasanya memakai jasa-jasa pengacara, akuntan atau konsultan keuangan dan para pengelola dana yang handal untuk memanfaatkan segala celah yang ada di negara itu. 3) Metode
Legitimate
Business
Conversions,
metode
ini
dilakukan dengan melalui kegiatan bisnis yang sah sebagai cara pengalihan atau topemanfaatan dari sesuatu hasil uang commit user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kotor. Hasil uang kotor hu kemudian dikonversi secara transfer, cek atau alat pembayaran lain untuk disimpan di rekening bank lainnya. Biasanya para pelaku bekerjasama dengan
suatu
perusahaan
yang
rekeningnya
dapat
dipergunakan sebagai terminal untuk menampung uang kotor. 4
Tinjauan Umum Tentang Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang Untuk memperlancar proses peradilan tindak pidana pencucian uang, Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim sesuai dengan tingkat penanganan perkara untuk dapat meminta pemblokiran harta kekayaan kepada Penyedia Jasa Keuangan. Undang-undang ini juga mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa. Sebelum dikeluarkannya undang-undang no. 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, undang-undang yang berlaku adalah undang-undang no. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang terdiri dari 10 Bab, 46 Pasal. UU ini berisi ketentuan umum mencakup subjek hukum, harta kekayaan, penyedia jasa keuangan, transaksi, transaksi keuangan yang mencurigakan, dokumen dan tentang Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan atau PPATK. Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dirasakan commit tobelum user memenuhi standar internasional
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
serta perkembangan proses peradilan tindak pidana pencucian uang sehingga perlu diubah, agar upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dapat berjalan secara efektif. Perubahan dalam undang-undang tersebut antara lain meliputi : a) Cakupan pengertian Penyedia Jasa Keuangan diperluas tidak hanya bagi setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan tetapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangan. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi pelaku tindak pidana pencucian uang yang memanfaatkan bentuk Penyedia Jasa keuangan yang ada di masyarakat namun belum diwajibkan menyeampaikan laporan transaksi keuanagn dan sekaligus mengantisipasi munculnya bentuk penyedia jasa keuangan baru yang belum diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 . b) Pengertian transaksi keuangan mencurigakan diperluas dengan mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. c) Pembatasan
jumlah
hasil
tindak
pidana
sebesar
Rp
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) atau lebih, atau nilai yang setara yang diperoleh dari tindak pidana dihapus, karena tidak sesuai dengan prinsip yang berlaku umum bahwa untuk menentukan suatu perbuatan dapat dipidana tidak tergantung kepada besar atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh. d) Cakupan tindak pidana asal (predicate crime) diperluas untuk mencegah berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan dimana pelaku tindak pidana berupaya menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul hasil tindak pidana namun perbuatan tersebut tidak dipidana. e) Jangka waktu penyampaian laporan transaksi keuangan commit to user mencurigakan dipersingkat, yang semula 14 (empat belas) hari
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kerja menjadi tidak lebih dari tiga hari kerja setelah Penyedia Jasa Keuangan mengetahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan. Hal ini dimaksudkan agar harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana dan pelaku tindak pidana pencucian uang dapat segera dilacak. f) Penambahan ketentuan baru yang menjamin kerahasiaan penyusunan dan penyampaian laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang disampaikan kepada PPATK atau penyidik (anti-tipping off). Hal ini dimaksudkan antara lain untuk mencegah berpindahnya hasil tindak pidana dan lolosnya pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga mengurangi efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. g) Ketentuan kerjasama bantuan timbal balik di bidang hukum (mutual legal assistance) dipertegas agar menjadi dasar bagi penegak hukum Indonesia menerima dan memberikan bantuan dalam rangka penegakkan hukum pidana pencucian uang. Dengan adanya ketentuan kerjasama bantuan timbal balik merupakan bukti bahwa Pemerintah Indonesia memberikan komitmennya bagi komunitas internasional untuk bersamasama mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Kerjasama internasional telah dilakukan dalam forum yang tidak hanya bilateral namun regional dan multilateral sebagai strategi untuk memberantas kekuatan ekonomi para pelaku kejahatan yang tergabung dalam kejahatan yang terorganisasi. Namun demikian, pelaksanaan kerjasama bantuan timbal balik harus tetap memperhatikan hukum nasional masing-masing negara serta kepentingan nasional dan terutama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun commit to user 1945.
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan awal pengaturan anti pencucian uang di Indonesia yang banyak kelemahan, maka dalam amandemen pertama definisi yang sebelumnya tidak dicantumkan, maka dicantumkan dalam Pasal 1angka (1) UU No. 25 Tahun 2003 yang isinya sebagai berikut : Pencucian uang adalah menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan
hasil
tindak
pidana
dengan
maksud
untuk
menyembunyikan, atau manyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Dari definisi tersebut di atas, tampak ciri dari kejahatan ini, yaitu bahwa kejahatan ini bukan kejahatan tunggal tetapi kejahatan ganda. Pencucian uang merupakan kejahatan yang bersifat follow up crime atau kejahatan lanjutan atas hasil kejahatan utama (core crime). Penentuan core crime dalam pencucian uang pada umumnya disebut sebagai predicate offence atau unlawful actifity atau predicate offense, yaitu menentukan jenis kejahatan apa saja yang hasilnya dilakukan proses pencucian uang. Selain itu dalam kejahatan pencucian uang terdapat dua kelompok pelaku yaitu kelompok yang berkaitan langsung dengan core crime yang disebut principle violater dan kelompok kedua yang sama sekali tidak berkaitan langsung dengan core crime misalnya penyedia jasa keuangan, baik lembaga perbankan maupun non perbankan, akuntan atau bahkan para lawyer. Kelompok kedua ini disebut sebagai aiders atau abettors. Dari definisi tersebut dikembangkan menjadi dua kreteria yaitu Tindak Pidana Pencucian Uang (Pasal 3 dan 6) dan tindak Pidana yang berkaitan dengan Pencucian uang (Pasal 8 dan 9), yang masing-masing Pasal tersebut adalah : commit to user 1. Pasal 3 :
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setiap orang yang dengan sengaja : a. Menempatkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyediaan jasa keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama pihak lain. b. Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dari suatu penyedia jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan yang lain baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain. c. Membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan atas namanya maupun atas nama pihak lain; d. Menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana baik atas namanya sendiri ataupun atas nama pihak lain; e. Menitipkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana baik atas namanya maupun atas nama pihak lain. f. Membawa keluar negeri harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana, atau g. Menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan maksud untuk meyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima commit to userpaling sedikit Rp. 100.000.000,belas) tahun dan denda
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(seratus
juta
rupiah)
dan
paling
banyak
Rp.
15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah). Unsur obyektif (actus reus) dari Pasal 3 tersebut sangat luas dan karena merupakan inti delik maka harus dibuktikan. Unsur obyektif tersebut terdiri dari menempatkan , mentransfer, membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan , mebawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kejahatan. Sedangkan unsur subyektifnya (mens rea) yang juga merupakan inti delik adalah sengaja, mengetahui atau patut diduga bahwa harta kekayaan berasal dari hasil kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta tersebut. 2. Pasal 6 : Setiap orang yang menerima atau menguasai : a. Penempatan b. Pentransferan c. Pembayaran d. Hibah e. Sumbangan f. Penitipan g. Penukaran harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dipidana dengan penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. Unsur obyektif Pasal 6 tersebut adalah menerima atau menguasai:
penempatan,
pentransferan,
pembayaran,
hibah,
sumbangan, penitipan, penukaran harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil tindak pidana. Sedangkan unsur subyektif atau mens reanya adalah mengetahui atau patut diduga commit user merupakan hasil tindak pidana. bahwa harta kekayaan yang todidapat
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemudian dalam UUTPPU juga mengatur tentang tindak pidana yang berkaitan dengan pencucian uang yaitu : Pasal 8 yang isinya sebagai berikut : Penyedia jasa keuangan dengan sengaja tidak menyampaikan laporan kepada PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). 3. Pasal 8 Adapun Pasal 13 ayat (1) yang ditunjuk oleh Pasal 8 tersebut adalah sebagai berikut : Penyedia jasa keuangan wajib menyampaikan laporan kepada PPATK sebagaimana dimaksud dalam Bab V, untuk hal-hal sebagai berikut : a. Transaksi keuangan mencurigakan; b.Transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau mata uang asing yang nilainya setara dilakukan dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam satu hari kerja. Unsur obyektif atau actus reus dalam Pasal 8 tersebut adalah tidak menyampaikan laporan kepada PPATK, transaksi keuangan mencurigakan, transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) atau lebih mata uang asing yang nilainya setara dilakukan dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam satu hari kerja. Sedangkan unsur subyektifnya adalah sengaja. Pasal 9 : Setiap orang yang tidak melaporkan uang tunai berupa rupiah sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) atau lebih mata uang asing yang nilainya serta yang dibawa ke dalam atau keluar wilayah NKRI dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Dalam Pasal 9 ini unsure to user obyektifinya (actus commit reus-nya) adalah tidak melaporkan uang tunai
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berupa rupiah sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) atau lebih uang asing yang nilainya setara yang dibawa ke dalam atau ke luar wiyah NKRI. Hal ini perlu dipahami bahwa uang itu tidak harus berasal dari kajahatan yang penting adalah kewajiban melaporkan Bea Cukai sebagaimana diatur sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1). Perumusan Pasal 8dan 9 yang menunjuk rumusan perbuatan Pasal 13 dan tujuan pelaporan ke lembaga yang diatur dalam Pasal 16 terlalu jauh, sehingga menyulitkan dalam penerapan. Subyek hukum Pasal 8 adalah penyedia jasa keuangan.
B. KERANGKA PEMIKIRAN Penyidikan Perkara Money Laundering
Undang-undang No 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian
Republik Of The Philippines Code No. 9160 on Anti Money Laundering
Persamaan Perbedaan
Faktor-faktor yang penyebab terjadinya persamaan dan perbedaan
Keterangan Kerangka Pemikiran : Dalam penyelesaian perkara pidana dalam persidangan dipengadilan harus melewati beberapa tahap, salah satu diantaranya adalah tahap commit tomerupakan user penyidikan. Dalam hal ini penyidikan tahap yang penting dalam
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyelesain
perkara
money
laundering.
Dalam
penelitian
ini
akan
membandingkan bagaimana penyidikan perkara money laundering menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines code No. 9160 on Anti Money Laundering Act of 2001. Setelah dilakukan perbandingan dari dari masing-masing peraturan, maka dapat diketahui perbedaan, persamaan dari masing-masing proses penyidikan. Dengan adanya perbedaan dan persaaman juga dapat diteliti mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan dan persamaan mengenai penyidikan perkara money laundering. Sehingga dapat ditemukan konsep hukum yang diperoleh berdasarkan hasil perbandingan. Untuk memperlancar proses peradilan tindak pidana pencucian uang, Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim sesuai dengan tingkat penanganan perkara untuk dapat meminta pemblokiran harta kekayaan kepada Penyedia Jasa Keuangan. Undang-undang ini juga mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa. Selain kekhususan diatas, undang-undang ini juga mengatur mengenai persidangan tanpa kehadiran terdakwa, dalam hal terdakwa yang telah dipanggil tiga kali secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundagan tidak hadir, maka majelis hakim dengan putusan sela dapat meneruskan pemeriksaan dengan tanpa kehadiran terdakwa.
commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persamaan dan Perbedaan Pengaturan Pembukaan Rahasia Bank (Bank Secrecy Disclosure) untuk Kepentingan Pemeriksaan Perkara Money Laudering menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines Code No. 9160 on Anti Money Loundering Act of 2001 1. Pengaturan Rahasia Bank dalam UU No. 25 tahun 2003 a. Kriminalisasi Pencucian Uang Kriminalisasi kegiatan pencucian uang di Indonesia pada dasarnya telah dimulai sejak pemerintah mengundangkan UndangUndang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Adanya kerugian-kerugian akibat praktek pencucian uang, mendasari lembaga legislatif dan eksekutif untuk mengundangkan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pemikiran ini didasari pula oleh konsep kriminalisasi yang dikemukakan oleh Sudarto seperti di bawah ini : “ kriminalisasi merupakan suatu proses penetapan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana menjadi tindak pidana. Dengan kriminalisasi dimaksudkan proses penetapan suatu perbuatan orang sebagai perbuatan yang dapat dipidana. Proses ini diakhiri dengan terbentuknya undang-undang di mana perbuatan itu diancam dengan suatu sanksi yang berupa pidana”.(Soedarto, 1986: 151). Mengacu pada kriteria sebuah perbuatan dapat dipidana, yang menurut Soedarto adalah : 1) Penggunaan
hukum
pidana
harus
memperhatikan
tujuan
pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan pancasila; sehubungan dengan ini, maka (penggunaan) hukum pidana commit to user 46
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bertujuan untuk menanggulangi kejahatan demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat; 2) Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan hukum pidana harus merupakan “perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian (materiil dan spirituil) atas warga masyarakat; 3) Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip “biaya dan hasil” (cost-benefit principle) 4) Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, yaitu jangan sampai ada kelampauan beban tugas (overblasting). Menurut Muladi (1990: 3), selain alasan-alasan di atas terdapat alasan lain yang tidak kalah pentingnya: ” alasan-alasan adaptif, yakni KUHP nasional pada masa mendatang harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan-perkembangan baru, khususnya perkembangan Internasional yang sudah disepakati oleh masyarakat”. Dengan demikian, melakukan kriminalisasi berarti mengadakan usaha pembaharuan hukum pidana yang disesuaikan dengan kebutuhan saat ini dan untuk kepentingan masa yang akan datang yang diformulasikan dalam bentuk perundang-undangan. Usaha pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang tidak berhenti pada kriminalisasi kegiatan pencucian uang dalam hukum positif saja, akan tetapi perlu ditindaklanjuti dengan penegakan hukum.
b. Proses Penegakan Hukum UU Pencucian Uang Soeryono Soekanto mengatakan, dalam melakukan penegakan hukum harus diperhatikan keselarasan nilai dan kaidah. Menurutnya penegakan hukum adalah : (Soeryono Soekanto, 1983: 13) ” ....Kegiatan commit menyerasikan to user hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan yang
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mantab dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan (sebagai social engineering), memelihara dan mempertahankan (sebagai social control) kedamaian pergaulan hidup”. Penegakan hukum dikatakan sebagai social control, berarti diperlukannya campur tangan pemerintah dalam pengawasan dan pengaturan tingkah laku anggota masyarakat melalui hukum pidana. Menurut Prof. Simons, hukum pidana adalah: “ sejumlah peraturan-peraturan yang merupakan bagian dari hukum positif yang mengandung larangan-larangan dan keharusan-keharusan yang ditentukan oleh negara atau kekuasaan lain yang berwenang un tuk menentukan peraturanperaturan pidana, dan apabila hal ini dilanggar timbulah hak dari negara untuk melakukan penuntutan, menjalankan pidana dan melaksanakan pidana”.(Simon dalam S.R. Sianturi, 1982: 15) Rumusan di atas mengandung pengertian bahwa hukum pidana harus merupakan hukum positif yang berisi larangan dan/atau keharusan yang berlaku bagi setiap orang dan harus di buat oleh pemerintah atau pejabat berwenang sebelum perbuatan terjadi. Rumusan tersebut sejalan dengan ruang lingkup berlakunya hukum pidana yaitu berdasarkan asas legalitas (Moeljanto, 1987: 25). Dewasa ini kejahatan yang dilakukan oleh
perorangan,
organisasi ataupun korporasi dalam wilayah negara atau melintasi batas negara semakin meningkat. Kejahatan lintas batas tersebut tidak lagi hanya yurisdiksi satu negara, karena seringkali dampaknya tidak hanya dirasakan oleh satu negara saja akan tetapi akan berakibat buruk terhadap negara lain. Hal demikian dalam menimbulkan masalah yurisdiksi antar negara yang berkepentingan dalam kasus pidana yang bersifat lintas batas teritorial (Romli Atmasasmita, 2000: 5). Beberapa kejahatan lintas batas teritorial yang tergolong dalam kejahatan kerah putihcommit (whiteto collar user crime), seperti tindak pidana
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perbankan, penyelundupan imigran, perdagangan senjata gelap, illegal logging, trafficking, korupsi, penipuan dan penggelapan pajak telah menghasilkan sejumlah uang yang sangat besar. Uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari berbagai tindak pidana tersebut pada umumnya tidak langsung digunakan atau dibelanjakan oleh pelaku, karena apabila langsung digunakan akan mudah dideteksi oleh penegak hukum, sumber dari harta kekayaan tersebut. Pelaku kejahatan akan mengusah akan agar harta kekayaan tersebut terlebih dahulu masuk ke dalam suatu sistem keuangan (financial system) yang sah, dengan tujuan agar harta yang dihasilkan dari tindak pidana tersebut tidak dapat atau sulit untuk dilacak oleh penegak hukum. Harta kekayaan bagi organisasi kejahatan ibarat bahan bakar bagi sebuah kendaraan. Apabila alliran bahan bakar itu diputus, maka organisasi kejahatan akan semakin lemah dan kemudian berhenti beroperasi. Oleh karena harta kekayaan merupakan sesuatu yang vital bagi keberadaan
organisasi,
maka
usaha
untuk
menyembunyikan,
mengaburkan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan merupakan strategi yang harus dilakukan oleh pelaku agar terbentuk “dinding pemisah” antara harta kekayaan dengan tindak pidana yang meng hasilkannya, sehingga pelaku mempunyai kebebasan untuk menikmati atau mengunakan hartanya. Perbuatan yang telah disebutkan diatas merupakan
konsep
sederhana
dari
pencucian
uang
(money
laundering). Salah satu sektor yang sangat mendukung pelaku kejahatan untuk melakukan pencucian uang adalah sistem perbankan (banking system). Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) memperkirakan $ 300 miliar - $ 600 miliar uang hasil kejahatan telah dimasukan dan dicuci melalui sektor perbankan (US Government. Secretary of Treasury and Attorney General, 2000: 6-7). Berdasarkan commit to userFund) hasil kejahatan yang dicuci data IMF (International Monetary
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melalui sektor ini mencapai $1.500 miliar pertahun, jumlah ini sebanding dengan 11%-12% GDP (gross domestic product) dunia (Yunus Husein, 2001: 31-40). Ketertarikan pelaku untuk melakukan pencucian uang dalam sistem ini disebabkan adanya keunggulan-keunggulan dari sistem perbankan. Keunggulan itu antara lain, pertama, bank menawarkan jasa instrumen dalam lalu lintas keuangan secara cepat, aman, mudah dan lintas batas negara (transnational) karena melibatkan teknologi komunikasi dan informasi (ICT/ information and communication technology) yang semakin canggih. Kedua, pemberian insentif berupa bunga simpanan yang relatif tinggi sehingga sangat menguntungkan penyimpan. Ketiga, penghargaan dan penerapan prinsip-prinsip kerahasiaan bank (bank secrecy principle) secara ketat. Menurut Sutan Remy Sjahdeini (2007) menerangkan bahwa rahasia bank sangat terkait dengan kepercayaan nasabah untuk memelihara dan meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap
suatu bank ialah kepatuhan terhadap kewajiban rahasia bank. Dalam hukum positif di Indonesia, pengaturan mengenai rahasia bank terdapat dalam Undang-Undang No.10 tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Pengertian rahasia bank adalah “Segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan
mengenai
Nasabah
Penyimpan
dan
Simpanannya” (Pasal 1 Angka 28 UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan). Kegiatan pencucian uang memiliki akibat negatif yang sangat besar bagi sektor perekonomian dan penegakan hukum. Menurut Pemerintah Kanada dalam sebuah kertas kerja yang dikeluarkan pada Oktober 1998, disebutkan ada beberapa kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan pencucian uang terhadap masyarakat. Kerugiancommit to userberikut: (Departement of Justice kerugian tersebut adalah sebagai
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Canada, Solicitor General Canada, Electronic Money Laundering: An Environmental Scan, October 1998). 1) Pencucian uang memungkinkan penjual dan pengedar narkoba, penyelundup dan para penjahat lainnya untuk dapat memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan meningkatkan biaya penegakan hukum
dalam
pemberantasannya
serta
peningkatan
biaya
perawatan dan pengobatan kesehatan bagi masyarakat pencandu narkoba; 2) Kegiatan pencucian uang berpotensi untuk merongrong keuangan masyarakat (financial community) sebagai akibat dari besarnya uang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Potensi untuk melakukan korupsi bertambah besar sejalan dengan meningkatnya peredaran uang haram dalam jumlah yang signifikan; 3) Pencucian uang mengurangi pendapatan pemerintah dari sektor pajak dan secara tidak langsung merugikan wajib pajak (masyarakat) yang jujur serta mengurangi kesempatan kerja yang legal. Kegiatan pencucian uang dapat kepercayaan masyarakat
menyebabkan berkurangnya
terhadap perbankan, yang pada akhirnya
akan mengganggu sistem keuangan dan pembayaran nasional dan internasional. Pencucian uang juga dapat mengurangi kepercayaan negara lain terhadap suatu negara (contohnya Indonesia), karena dinilai tidak mampu mengatasi kegiatan pencucian uang. Terakhir, pencucian uang menimbulkan ketidakpastian hukum dan instabilitas keamanan nasional (Siahaan, 2002: 28). Mengingat kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan pencucian uang sangat besar, baik bagi masyarakat, sektor perekonomian dan perbankan maupun negara,
maka kriminalisasi yang kemudian
dilanjutkan dengan penegakan hukum tindak pidana pencucian uang dinilai sebagai langkah yang tepat dalam usaha mencegah dan commit to user uang di Indonesia. memberantas tindak pidana pencucian
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ketentuan mengenai Pencucian Uang diatur dalam Undang Undang No.15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No.25 Tahun 2003. Pengertian tindak pidana pencucian uang dapat kita lihat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu sebagai berikut: ” Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah”. Pasal 6 ayat (1) Undang -Undang Tindak Pidana Pencucian Uang menyatakan bahwa, setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan atau penukaran Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana pencucian uang (Pasal 6 (1) Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang). Diundangkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang -Undang No. 25 Tahun 2003 merupakan suatu usaha dari Pemerintah pemberantasan
Indonesia tindak
untuk pidana
melakukan pencucian
pencegahan uang
di
dan
Indonesia.
Berdasarkan undang-undang ini, setiap transaksi perbankan yang mencurigakan wajib dilaporkan oleh penyedia jasa k euangan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.
Wewenang dalam Upaya Paksa Penerapan ketentuan rahasia bank yang terlalu ketat dapat menjadi penghalang bagi aparat penegak hukum untuk menanggulangi tindak pidana ini. Walaupun Undang-Undang Perbankan telah memberikan pengecualian rahasia bank dalam hal terjadinya tindak pidana, akan tetapi pengecualian itu kurang mengatur secara khusus mengenai pembukaan rahasia bank dalam kaitannya dengan tindak pidana pencucian uang. Pengecualian rahasia bank juga diatur dalam Pasal 33 ayat (1) UU TPPU, yakni: “ Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang, maka penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK , tersangka, atau terdakwa” Pasal ini memberikan suatu mekanisme pembukaan rahasia bank (lifting bank secrecy) bagi aparat penegak hukum. Pembukaan rahasia bank tersebut sangat diperlukan untuk memperoleh segala keterangan mengenai transaksi atau harta kekayaan yang tersimpan atas diri tersangka atau terdakwa dalam sistem perbankan. Dalam pembukaan rahasia bank di Indonesia terdapat berbagai permasalahan. Pembukaan rahasia bank dalam perkara-perkara tindak pidana pencucian uang mengandung berbagai permasalahan yang mendasar, baik mengenai syarat formal pengajuan surat permintaan keterangan maupun hal lain yang terkait dengan pembukaan rahasia bank dalam perkara tindak pidana pencucian uang. Permasalahan dalam pembukaan rekening tersangka atau terdakwa timbul oleh karena Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, tidak jelas atau kurang memadai dalam memberikan aturan mengenai pembukaan rahasia bank dalam perkara tindak pidana pencucian uang. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi antara lain sebagai berikut:
commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Mengenai pejabat yang ditunjuk untuk menandatangani surat permintaan
keterangan
apabila
pejabat
yang
berwenang
berhalangan; Pada penjelasan Pasal 33 ayat (4) UU TPPU, dengan tegas menyatakan bahwa: “ Dalam hal Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian Daerah, atau Jaksa Agung Republik Indonesia atau Kepala Kejaksaan Tinggi berhalangan, penandantanganan dapat dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk”. Penjelasan diatas memberikan pedoman bagi penyidik dan penuntut dalam melakukan pembukaan rekening tersangka atau terdakwa, terutama mengenai penandatanganan surat permintaan keterangan rekening tersangka atau terdakwa. Penandatanganan surat dapat lakukan oleh pejabat yang ditunjuk apabila pejabat berwenang berh alangan. Penjelasan diatas hanya ditujukan kepada pihak penyidik (polisi) dan penuntut umum (jaksa), sedang kepada pengadilan (hakim) yang memeriksa perkara, tidak diberikan penjelasan apapun, misal dalam hal hakim ketua majelis berhalangan, tidak ditentukan apakah hakim anggota boleh menandatangani, atau perlu ditunjuk seorang hakim ketua majelis yang baru oleh ketua pengadilan, juga tidak jelas apakah Ketua Pengadilan Negeri, Tinggi atau Ketua Mahkamah Agung dibolehkan untuk menandatangani surat pemintaan apabila pejabat yang berwenang berhalangan. Penunjukan pejabat untuk menandatangani surat pemintaan commit to user juga menimbulkan masalah. Undang-undang tidak menyatakan
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
apakah penunjukan pejabat dapat dilakukan secara permanen atau hanya selama pejabat yang berwenang berhalangan. Pada prakteknya penunjukan ini bersifat permanen, padahal dalam penjelasan Pasal
33 ayat (4) UU TPPU
dinyatakan bahwa
penandatanganan dapat dillakukan oleh pejabat yang ditunjuk apabila pejabat yang berwenang berhalangan. Tujuan dari penunjukan pejabat untuk menandatangani surat permintaan adalah
untuk memudahkan langkah aparat dalam
mengungkap perbuatan dan menindak pelaku tindak pidana pencucian uang, akan tetapi penunjukan permanen yang terjadi dalam praktek sekarang ini, tidak sesuai dengan undang-undang, dengan demikian hal tersebut akan berakibat adanya penolakan dari penyedia jasa keuangan untuk memberikan keterangan. Dikhawatirkan pula keterangan dan/atau alat bukti yang diperoleh dari pembukaan rahasia bank (yang surat permintaannya cacat hukum), tidak dapat di jadikan sebagai keterangan dan alat bukti yang sah secara hukum dalam persidangan. Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang seharusnya mengatur secara jelas dan menyeluruh mengenai penandatanganan surat permintaan keterangan dalam hal pejabat yang berwenang berhalangan,
mengingat
surat
permintaan
keterangan
ini
merupakan langkah penting dalam penyidikan perkara tindak pidana pencucian uang. commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mengenai penandatanganan surat
permintaan keterangan
rekening, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang seharusnya memuat aturan sebagai berikut: a) Penandatanganan surat permintaan pembukaan rekening dapat dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri, Tinggi, atau Mahkamah Agung dalam hal hakim
ketua majelis yang
memeriksa perkara beralangan; b) Penunjukan pejabat untuk menandatangani surat permintaan pembukaan rekening dalam hal pejabat yang berwenang berhalangan, harus ditegaskan bahwa penandatanganan surat permintaan keterangan hanya dapat dilakukan apabila pejabat yang berwenang berhalangan, sehingga penunjukan tidak dapat secara permanen. c) Mengenai pembukaan rekening perusahaan, apabila tersangka atau terdakwa merupakan pemilik atau pengurus suatu perusahaan; Pengecualian rahasia bank yang diatur dalam UndangUndang Tindak Pidana Pencucian Uang tidak memberikan pengaturan yang lengkap dan jelas mengenai pembukaan rekening perusahaan
dimana
terdakwa
merupakan
pemilik
atau
pengurusnya. Pasal 33 ayat (1) UU TPPU menyatakan bahwa: “ Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang, maka penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang untuk meminta keterangan dari commit to user mengenai Harta Kekayaan setiap Penyedia Jasa Keuangan
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa”. Pengertian setiap orang adalah orang-perseorangan atau korporasi, yang mana korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisir baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang.) Jadi menurut pasal diatas rekening setiap orang (pribadi dan/atau korporasi) dapat dibuka oleh penegak hukum sepanjang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka atau terdakwa. Sekali lagi tidak terdapat keterangan yang menjelaskan kapan rekening pribadi dan/atau korporasi dapat dibuka oleh penegak hukum, baik dalam UU TPPU maupun penjelasannya. Walaupun dikatakan bahwa apabila seorang pelaku tindak pidana pencucian uang bertindak atas nama pribadi maka hanya rekening pribadinya yang dapat dibuka oleh penegak hukum, sedangkan apabila tersangka atau terdakwa beritindak atas nama korporasi dan tindakannya sesuai dengan anggaran dasar korporasi maka, baik rekening perusahaan dapat dimintakan pembukaan oleh penegak hukum, akan tetapi undang-undang tetap tidak dapat menjelaskan bagaim ana bila tindakan dari pelaku tidak dapat dikategorikan tindakan pribadi atau tindakan atas nama korporasi yang sesuai dengan anggaran dasar perusahaan. Dalam praktek seringkali sulit untuk dipisahkan antara tindakan pribadi seorang pemilik atau peng urus, dengan tindakan atas nama korporasi. Adanya kesulitan untuk menyimpulkan apakah tindakan pelaku merupakan perbuatan atas nama pribadi atau korporasi akan menimbulkan permasalahan bagi pelaksanaan pembukaan rekening. Selain itu, tanpa adanya aturan yang jelas dan tegas yang mengatur mengenai pembukaan rekening perusahaan, maka commit to user dikhawatirkan keterangan yang didapat melalui pembukaan
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terhadap rekening perusahaan tidak akan diterima oleh hakim sebagai alat bukti yang sah, karena mengandung permasalahan hukum ketika mendapatkan bukti-bukti itu. Mengenai permasalahan tersebut Undang-Undang
Tindak
Pidana
diatas, seharusnya
Pencucian
Uang
mampu
memberikan solusi yang tepat. Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang seharusnya memberikan suatu pengaturan yang komprehensif mengenai pembukaan rekening korporasi dalam hal tersangka atau terdakwa merupakan direksi atau pengurus suatu perusahaan. Pembukaan rekening perusahaan dapat dilakukan bilamana dalam melakukan tindakannya, tersangka atau terdakwa bertindak atas nama perusahaan, yaitu sesuai dengan anggaran dasar perusahaan tersebut. Pada sisi lain, rekening perusahaan tidak dapat dibuka apabila tersangka atau terdakwa bertindak diluar kewenangannya sebagai direksi atau pengurus suatu perusahaan. Tindakan direksi diluar kewenangannya biasa disebut ultra vires, yakni: (Herlien Budiono, 2007: 253) “ suatu tindakan yang dilakukan oleh direksi, yang berada di luar kewenangannya, melampaui maksud dan tujuan perseroan
dan
tidak
berdasarkan
anggaran
dasar
perseroan”. Sejalan dengan pendapat diatas, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas terutama Pasal 92 ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal 97 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 92 ayat (1) dan (2) UU Perseroan Terbatas (1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. (2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana commit usersesuai dengan kebijakan yang dimaksud pada ayatto (1)
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dipandang tepat, dalam batas yang ditent ukan dalam UndangUndang ini dan/atau anggaran dasar.
Pasal 97 ayat (1), (2) dan (3) UU Perseroan Terbatas (1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1). (2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. (3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Berdasarkan ketentuan diatas dapat dipahami bahwa direksi berkewajiban untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan anggaran dasar perseroan. Kelalaian yang dilakukan oleh direksi, tindakan diluar maksud dan tujuan perseroan, termasuk tindakan melampaui kewenangan, berakibat pada tanggung jawab penuh direksi secara pribadi (Herlien Budiono, 2007: 253). Mengacu pada uraian diatas, maka setiap perbuatan yang tergolong dalam tindak pidana pencucian yang dilakukan oleh direksi di luar kewenangannya, harus dipertanggungjawabkan secara pribadi. Dengan demikian pembukaan rekening perusahaan dimana tersangka atau
terdakwa merupakan pengurus suatu
korporasi, tidak dapat dilakukan oleh penyidik.
2) Mengenai pembukaan rekening pihak-pihak yang terkait dengan tersangka atau terdakwa; Dalam
proses
pencucian
uang
(money
laundering),
seringkali uang hasil tindak pidana dipecah ke dalam beberapa user pencucian uang mungkin saja rekening. Pelaku commit tindak to pidana
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memindahkan sebagian dana yang tersimpan di rekeningnya kepada beberapa rekening milik orang lain dalam jumlah yang relatif kecil, ataupun sebaliknya, tersangka atau terdakwa tindak pidana pencucian 3) Mengenai sanksi yang dapat dikenakan kepada Penyedia Jasa Keuangan apabila tidak memberikan keterangan. Menurut Pasal 33 ayat (1) UU TPPU, penyidik, penuntut umum dan hakim yang memeriksa perkara tindak pidana pencucian uang memiliki wewenang untuk membuka rekening setiap orang yang telah dilaporkan ol eh PPATK, tersangka atau terdakwa. Melalui surat permintaan pembukaan rekening yang diajukan oleh penegak hukum kepada
penyedia
jasa
keuangan
(bank),
penegak
hukum
diperkenankan untuk mengecualikan ketentuan rahasia bank yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan.
d. Ketentuan Pembukaan Rahasia Bank Ketentuan dalam pembukaan rahasia bank terkait dengan penangan tindak pidana pencucian uang diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang pada bab V, menerangkan bahwa setiap lembaga keuangan wajib melaporkan transaksi keuangan kepada PPATK yang menyangkut transaksi keuangan mencurigakan, seperti : transaksi keuangan yang dilakukan
secara
tunai
dalam
jumlah
kumulatif
sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau yang nilainya setara, baik dilakukan dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1(satu) hari kerja.
e.
Tata Cara Pembukaan Rahasia Bank Tata cara pembukaan rahasia bank terkait dengan penangan tindak pidana pencucian uang diatur dalam Undang-Undang No. 15 to user Tahun 2002 Tentangcommit Tindak Pidana Pencucian Uang, dijelaskan
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahwa dalam kaitannya dengan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan, seperti yang dijelaskan pada ketentuan UndangUndang Tindak Pencucian Uang, maka perlu dilakukan tata cara pembukaan rahasia bank sebagai berikut: 1) Dalam transaksi di atas dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diketahui oleh Penyedia Jasa Keuangan. 2) Penyampaian laporan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal transaksi dilakukan. 3) Kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf h tidak berlaku untuk transaksi yang dikecualikan. 4) Transaksi
yang
dikecualikan
dari
kewajiban
pelaporan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) meliputi transaksi antarbank, transaksi dengan Pemerintah, transaksi dengan bank sentral, pembayaran gaji, pensiun, dan transaksi lainnya atas permintaan Penyedia Jasa Keuangan yang disetujui oleh PPATK. 1) Penyedia Jasa Keuangan wajib membuat dan menyimpan daftar transaksi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4). 2) Ketentuan mengenai bentuk, jenis, dan tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala PPATK. Dalam penanganan tindak pidana pencucian uang pelaksanaan kewajiban pelaporan oleh Penyedia Jasa Keuangan yang berbentuk bank, dikecualikan dari ketentuan rahasia bank
sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang yang mengatur mengenai rahasia bank. Penyedia jasa keuangan, pejabat, serta pegawainya tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana atas pelaksanaan kewajiban pelaporan. commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setiap orang yang membawa uang tunai ke dalam atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia berupa rupiah sejumlah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih, harus melaporkan kepada Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Direktorat Jendral Bea dan Cukai wajib
menyampaikan laporan tentang informasi yang
diterimanya selama jangka waktu 5 (lima) hari kerja kepada PPATK. Direktorat Jendral Bea dan Cukai wajib memberitahukan kepada PPATK paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah mengetahui adanya pelanggaran. Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga harus memuat rincian mengenai identitas orang yang membuat laporan. Apabila diperlukan PPATK dapat meminta informasi tambahan dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berupa rupiah sejumlah Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih, yang dibawa oleh setiap orang dari atau ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Setiap orang yang melakukan hubungan usaha dengan Penyedia Jasa Keuangan wajib memberikan identitasnya secara lengkap dan akurat dengan mengisi formulir yang disediakan oleh Penyedia Jasa Keuangan dan melampirkan dokumen pendukung yang diperlukan. Penyedia Jasa Keuangan wajib memastikan pengguna jasa keuangan bertindak untuk diri sendiri atau untuk orang lain. Dalam hal pengguna jasa keuangan bertindak untuk orang lain, Penyedia Jasa Keuangan wajib meminta informasi mengenai identitas dan dokumen pendukung dari pihak lain tersebut. Penyedia Jasa Keuangan yang berbentuk bank, identitas dan dokumen pendukung yang diminta dari pengguna jasa keuangan harus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyedia
Jasa Keuangan wajib menyimpan catatan dan dokumen mengenai identitas pengguna jasa keuangan sampai dengan 5 (lima) tahun sejak berakhirnya hubungan usaha dengan pengguna jasa keuangan tersebut. committersebut to user maka akan dapat dilakukan Dengan adanya laporan
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyidikan terhadap laporan transaksi keuangan yang mencurigakan tersebut.
2. Pengaturan Rahasia Bank dalam Republic of the Philippines Code No. 9160 on Anti Money Loundering Act of 2001 a. Kriminalisasi Pencucian Uang Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001 pada dasarnya merupakan kebijakan negara untuk melindungi dan menjaga integritas dan kerahasiaan rekening bank dan untuk memastikan bahwa Filipina tidak akan digunakan sebagai tempat pencucian uang hasil kegiatan yang melanggar hukum. Hal ini konsisten dengan kebijakan luar negerinya, dimana negara akan memperluas kerjasama dalam penyelidikan dan penuntutan transnasional orang yang terlibat dalam kegiatan pencucian uang di manapun berkomitmen. Hal ini sesuai dengan bunyi bagian 2 dalam Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001 yang berbunyi : “ It is hereby declared the policy of the State to protect and preserve the integrity and confidentiality of bank accounts and to ensure that the Philippines shall not be used as a money laundering site for the proceeds of any unlawful activity. Consistent with its foreign policy, the State shall extend cooperation in transnational investigations and prosecutions of persons involved in money laundering activities wherever committed” Dalam konsep pembukaan rahasia bank terkait dengan penyelidikan tindak pidana pencucian uang di Filipina berdasarkan Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001 pada bagian 4 menjelaskan bahwa tindak pidana pencucian uang merupakan kejahatan dimana hasil dari kegiatan yang melanggar hukum yang ditransaksikan, sehingga membuatnya tampak berasal dari sumber yang sah. Hal ini dilakukan oleh sebagai berikut: commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Setiap orang mengetahui bahwa setiap instrumen moneter atau properti mewakili, melibatkan, atau berhubungan dengan, hasil kegiatan yang melanggar hukum, transaksi antara atau mencoba untuk bertransaksi mengatakan instrumen moneter atau properti. 2) Setiap orang mengetahui bahwa setiap instrumen moneter atau properti melibatkan hasil kegiatan yang melanggar hukum, melakukan atau tidak melakukan perbuatan sebagai hasil dari yang ia memfasilitasi tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam ayat (a) di atas. 3) Setiap orang mengetahui bahwa setiap instrumen moneter atau properti yang diperlukan di bawah Undang-undang ini harus diungkapkan dan diajukan dengan Anti-Money Laundering Council (AMLC), gagal untuk melakukannya. Secara yurisdiksi kasus pencucian uang. di Filipina ditangani di pengadilan persidangan daerah memiliki yurisdiksi untuk mencoba semua kasus pada pencucian uang. Mereka yang dilakukan oleh pejabat publik dan orang pribadi yang dalam konspirasi dengan pejabat
publik
tersebut
harus
berada
di
bawah
yurisdiksi
Sandiganbayan.
b. Proses Penegakan Hukum UU Pencucian Uang Pengaturan tentang penuntutan tindak pidana pencucian uang di Filipina menurut Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001 diatur sebagai berikut : 1) Setiap orang mungkin akan dikenakan biaya dengan dan dihukum baik tindak pidana pencucian uang dan kegiatan yang melanggar hukum sebagaimana terdefinisikan. 2) Melanjutkan setiap yang berkaitan dengan kegiatan yang melanggar hukum harus diberikan didahulukan dari penuntutan pelanggaran atau pelanggaran di bawah Undang-undang ini tanpa commit to solusi user lainnya yang disediakan. mengurangi pembekuan dan
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ketentuan pidana dalam tindakan pidana pencucian uang menurut Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001 terdiri dari : 1) Hukuman atas Tindak Pidana Pencucian Uang. Hukuman penjara mulai dari tujuh (7) untuk empat belas (14) tahun dan denda tidak kurang dari tiga juta peso Filipina (Php 3,000,000.00) tetapi tidak lebih dari dua kali nilai instrumen moneter atau properti yang terlibat dalam pelanggaran, akan dikenakan atas seseorang dihukum berdasarkan Bagian 4 (a) Undang-undang ini. Hukuman penjara dari empat (4) untuk tujuh (7) tahun dan denda tidak kurang dari Satu juta lima ratus ribu peso Filipina (Php1, 500,000.00) tetapi tidak lebih dari tiga juta peso Filipina (Php3, 000,000.00), harus mposed atas seseorang dihukum berdasarkan Bagian 4 (b) Undang-undang ini. Hukuman penjara dari 6 (enam) bulan sampai dengan empat (4) tahun atau denda tidak kurang dari seratus ribu peso Filipina (Php100, 000.00) tetapi tidak lebih dari lima ratus ribu peso Filipina (Php500, 000.00), atau keduanya , harus dikenakan pada seseorang dihukum berdasarkan Bagian 4 (c) dari Undang-undang ini. 2) Hukuman untuk Kegagalan untuk Jauhkan Records. Hukuman penjara dari enam (6) bulan untuk satu (1) tahun atau denda tidak kurang dari seratus ribu peso Filipina (Php100, 000.00) tetapi tidak lebih dari lima ratus ribu peso Filipina (Php500, 000.00), atau keduanya, harus dikenakan pada seseorang dihukum berdasarkan Bagian 9 (b) Undang-undang ini. 3) Pelaporan Berbahaya. Setiap orang yang, dengan niat jahat, atau dengan itikad buruk, laporan, atau file yang tidak berdasar informasi yang lengkap atau salah relatif terhadap transaksi pencucian uang terhadap setiap orang akan subject12 untuk denda sebesar enam (6) bulan sampai dengan empat (4) tahun penjara commitdari to user dan denda tidak kurang seratus ribu peso Filipina (Php100,
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
000.00) tetapi tidak lebih dari lima ratus ribu peso Filipina (Php500, 000.00), atas kebijakan pengadilan: Menyediakan, itu pelaku tidak berhak untuk memanfaatkan keunggulan Hukum Masa Percobaan. Jika pelaku perusahaan, asosiasi, kemitraan atau badan
hukum,
hukuman
dikenakan
pada
petugas
yang
bertanggung jawab, sebagai kasus mungkin, yang berpartisipasi dalam tindak pidana atau yang harus sadar diijinkan atau gagal untuk mencegah nya komisi. Jika pelaku adalah suatu badan hukum, pengadilan dapat menangguhkan atau mencabut izin. Jika pelaku adalah alien, ia wajib, di samping hukuman yang ditentukan di sini, akan dideportasi tanpa proses lebih lanjut setelah melayani di sini denda yang ditentukan. Jika pelaku adalah pejabat publik atau karyawan, dia harus, di samping hukuman yang ditentukan di sini, menderita diskualifikasi mutlak abadi atau sementara dari kantor, sebagai kasus mungkin. Setiap pejabat publik atau karyawan yang dipanggil untuk bersaksi dan menolak untuk melakukan hal yang sama atau sengaja gagal untuk bersaksi harus menderita hukuman yang sama yang ditetapkan di sini. 4) Pelanggaran Kerahasiaan. Hukuman penjara mulai dari tiga (3) sampai delapan (8) tahun dan denda tidak kurang dari lima ratus ribu peso Filipina (Php500, 000.00) tetapi tidak lebih dari Satu juta peso Filipina (Php1, 000,000.00), dikenakan pada orang yang dihukum karena pelanggaran di bawah Bagian 9 (c). Sistem insentif dan penghargaan khusus ini dibentuk untuk diberikan kepada lembaga pemerintah yang tepat dan personil perusahaan yang dipimpin dan memprakarsai penyidikan, penuntutan, dan keyakinan orang-orang yang terlibat dalam pelanggaran dihukum. Undang-undang ini tidak boleh digunakan untuk penganiayaan politik atau pelecehan atau sebagai alat untuk menghambat persaingan dalam perdagangan dan perdagangan. Tidak ada kasus pencucian uang commit to user dapat diajukan terhadap dan tidak ada aset harus dibekukan, melekat
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atau dilepaskan untuk merugikan calon untuk pemilihan kantor selama masa pemilu. Dalam tiga puluh (30) hari dari efektivitas Undang-undang ini, Bangko Sentral ng Pilipinas, Komisi Asuransi dan Securities and Exchange
Commission
akan
menyebarluaskan
peraturan
dan
ketentuan untuk melaksanakan secara efektif ketentuan Undangundang ini. Said aturan dan peraturan akan diserahkan kepada Kongres Komite Pemantau pproval. lembaga Covered harus merumuskan uang masing-masing program pencegahan pencucian sesuai dengan Undang-undang ini termasuk, namun tidak terbatas pada, penyebaran informasi tentang kegiatan pencucian uang dan pencegahan, deteksi dan pelaporan, dan pelatihan petugas yang bertanggung jawab dan personil lembaga tertutup. Dalam rangka menjamin pengawasan pelaksanaan undangundang ini dilakukan dengan ini menciptakan Komite Pemantau Kongres terdiri dari tujuh (7) anggota dari Senat dan tujuh (7) dari anggota DPR. Para anggota dari Senat diangkat oleh Presiden Senat berdasarkan perwakilan proporsional dari pihak atau koalisi di dalamnya dengan setidaknya dua (2) Senator mewakili minoritas. Anggota dari DPR diangkat oleh Ketua juga berdasarkan perwakilan proporsional dari pihak atau koalisi di dalamnya dengan setidaknya dua (2) orang anggota yang mewakili minoritas. Komite Pemantau harus memiliki kekuatan untuk menyebarluaskan peraturan itsown, untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang ini, dan untuk meninjau atau merevisi peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Anti-Money Laundering Council dalam waktu tiga puluh (30) hari dari penetapan kata aturan. The AMLC harus dilengkapi dengan alokasi awal Dua puluh lima juta peso Filipina (Php25, 000,000.00) yang bisa ditarik dari pemerintah
nasional. Alokasi untuk tahun berikutnya harus commit to user dimasukkan dalam UU Alokasi Umum. Jika terdapat ketentuan atau
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bagian dari Undang-undang ini atau aplikasi resminya kepada orang atau keadaan yang dianggap tidak valid, ketentuan lain atau bagian dari Undang-undang ini, dan penerapan ketentuan tersebut atau bagian untuk orang lain atau keadaan, tidak akan terpengaruh demikian. Semua undang-undang, dekrit, perintah eksekutif, aturan dan peraturan atau bagiannya, termasuk ketentuan Undang-Undang Republik Nomor 1405, sebagaimana telah diubah; Republik Undangundang Nomor 6426, sebagaimana telah diubah; Republik Undangundang Nomor 8791, sebagaimana telah diubah dan lainnya yang serupa hukum, sebagai are14 tidak konsisten dengan UU ini, dengan ini dicabut, diubah atau dimodifikasi sesuai. Undang-undang ini berlaku harus mengambil lima belas (15) hari setelah pengumuman lengkap dalam Berita Resmi atau dalam setidaknya dua (2) surat kabar nasional sirkulasi umum. Ketentuanketentuan Undang-undang ini tidak berlaku untuk deposito dan investasi yang dilakukan sebelum efektifitasnya.
c.
Wewenang dalam Upaya Paksa Konsep pengaturan tentang penanganan tindak pidana pencucian uang di Filipina berdasarkan Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001, dilakukan dengan membentuk sebuah dewan yang
peran untuk mengatasi masalah
tindak pidana pencucian yang disebut dengan Anti-Money Laundering Council (AMLC). Anti-Money Laundering Council (AMLC) ini diciptakan dan harus terdiri dari Gubernur Bank Sentral Pilipinas sebagai ketua, Komisaris Komisi Asuransi dan Ketua Securities and Exchange Commission sebagai anggota. The AMLC harus bertindak secara bulat dalam melaksanakan fungsinya sebagai didefinisikan di bawah ini: 1) Untuk meminta dan menerima laporan transaksi tertutup dari lembaga tertutup; commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Untuk memberi perintah ditujukan kepada Otoritas Pengawas sesuai atau lembaga tertutup untuk menentukan identitas sesungguhnya dari pemilik instrumen moneter atau properti subyek laporan transaksi yang ditutupi atau permintaan bantuan dari suatu Negara asing, atau diyakini oleh Dewan , berdasarkan bukti-bukti substansial, harus, secara keseluruhan atau sebagian, dimanapun berada, mewakili, melibatkan, atau terkait dengan, langsung atau tidak langsung, dengan cara apapun atau dengan cara apapun, hasil dari kegiatan yang melanggar hukum; 3) Untuk menjalankan proses perampasan sipil dan semua proses perbaikan lainnya melalui Kantor Pengacara Umum; 4) Menyebabkan pengajuan keluhan dengan Departemen Kehakiman atau Ombudsman untuk penuntutan tindak pidana pencucian uang; 5) Untuk melakukan investigasi terhadap transaksi meliputi, kegiatan pencucian uang dan pelanggaran lain undang-undang ini; 6) Untuk membekukan instrumen moneter atau properti diduga hasil kegiatan yang melanggar hukum; 7) Untuk
melaksanakan
tindakan
yang
dianggap
perlu
dan
dibenarkan di bawah Undang-undang ini untuk melawan pencucian uang; 8) Untuk menerima dan mengambil tindakan sehubungan dengan, setiap permintaan dari negara asing untuk bantuan dalam operasi mereka sendiri anti pencucian uang yang disediakan dalam Undang-undang ini; 9) Untuk mengembangkan program pendidikan tentang efek merusak pencucian uang, metode dan teknik yang digunakan dalam pencucian uang, berarti layak untuk mencegah pencucian uang dan cara yang efektif untuk mengadili dan menghukum pelaku dan 10) Untuk meminta bantuan dari setiap cabang, departemen, biro, kantor, badan atau perangkat dari pemerintah, termasuk BUMN to user setiap dan semua operasi antidan dikendalikan, commit dalam melakukan
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pencucian uang, yang mungkin termasuk penggunaan nya personil, fasilitas dan sumber daya untuk pencegahan yang lebih tegas, deteksi dan penyidikan tindak pencucian uang dan penuntutan pelanggar. The AMLC ini diberi wewenang untuk membentuk sekretariat yang akan dipimpin oleh seorang Direktur Eksekutif yang akan diangkat oleh Dewan untuk jangka waktu lima (5) tahun. Dia harus menjadi anggota Bar Philipina, setidaknya tigapuluh lima (35) tahun dan memiliki karakter moral yang baik, integritas dan kejujuran tak diragukan lagi dikenal. Semua anggota Sekretariat harus telah melayani setidaknya selama lima (5) tahun baik di Komisi Asuransi, Komisi Sekuritas dan Bursa atau Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP) dan harus memegang posisi permanen penuh waktu dalam BSP. d. Ketentuan Pembukaan Rahasia Bank Dalam upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang di Filipina menurut Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001. Persyaratan identifikasi pelanggan dan penyimpanan catatan. Yang teridiri dari : 1) Identifikasi Nasabah Lembaga Covered harus menetapkan dan mencatat identitas sebenarnya dari klien berdasarkan dokumen resmi. Mereka harus memelihara sistem verifikasi identitas sebenarnya dari klien mereka dan, dalam kasus klien perusahaan, memerlukan sistem verifikasi keberadaan hukum dan struktur organisasi, serta kewenangan dan identifikasi semua orang yang mengaku bertindak atas nama mereka. Ketentuan hukum untuk sebaliknya meskipun, rekening anonim, account dengan nama fiktif, dan semua rekening sejenis lainnya harus benar-benar dilarang. Peso dan mata uang asing non-memeriksa nomor rekening akan diizinkan. BSP dapat melakukan pengujian tahunan hanya terbatas
pada penentuan keberadaan dan identitas commitrekening to user tersebut. sebenarnya dari pemilik
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Penyimpanan Catatan, semua catatan dari seluruh transaksi lembaga tertutup harus dipelihara dan disimpan dengan aman selama lima (5) tahun dari tanggal transaksi. Sehubungan dengan rekening ditutup, catatan pada identifikasi pelanggan file account, dan korespondensi bisnis, harus disimpan dan aman disimpan setidaknya selama lima (5) tahun dari tanggal ketika mereka tutup. Pelaporan
Transaksi
Covered.
-
Covered
lembaga
harus
melaporkan kepada AMLC semua tercakup transaksi dalam 5 (lima) hari kerja dari terjadinya daripadanya, kecuali Otorita Pembimbing bersangkutan mengatur waktu yang lebih lama tidak lebih dari sepuluh (10) hari kerja. Saat melaporkan meliputi transaksi ke AMLC, meliputi lembaga dan perwira mereka, karyawan, perwakilan, agen, penasehat, konsultan atau asosiasi tidak akan dianggap telah melanggar Undang-Undang Republik Nomor 1405, sebagaimana telah diubah; Republik Undang-undang Nomor 6426,
sebagaimana telah
diubah;
Undang-Undang
Republik Nomor 8791 dan hukum yang serupa lainnya, tapi dilarang berkomunikasi, secara langsung atau tidak langsung, dengan cara apapun atau dengan cara apapun, untuk setiap fakta bahwa laporan transaksi tertutup dibuat, isi daripadanya, atau informasi lain di hubungan tambahan. Dalam kasus pelanggaran daripadanya, petugas yang bersangkutan, karyawan, perwakilan, agen, penasehat, konsultan atau asosiasi lembaga tertutup, harus bertanggung jawab kriminal. Namun, tidak ada administrasi, proses pidana atau perdata, akan dusta terhadap setiap orang karena telah membuat laporan transaksi tercakup dalam tugas kinerja secara berkala dan dengan itikad baik, apakah atau tidak hasil laporan tersebut dalam setiap tuntutan pidana berdasarkan Undang-undang ini, atau yang lainnya Filipina hukum. Saat melaporkan meliputi transaksi ke AMLC, meliputi lembaga dan commit toperwakilan, user perwira mereka, karyawan, agen, penasehat, konsultan
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atau asosiasi dilarang berkomunikasi, secara langsung atau tidak langsung, dengan cara apapun atau dengan cara apapun, untuk setiap orang, perusahaan, media, fakta bahwa laporan transaksi tertutup dibuat, isi daripadanya, atau informasi lainnya dalam sehubungan. Baik pelaporan tersebut dapat dipublikasikan atau ditayangkan dengan cara atau bentuk oleh media massa, surat elektronik,
atau
perangkat
sejenis
lainnya.
Dalam
kasus
pelanggaran daripadanya, petugas yang bersangkutan, karyawan, perwakilan, agen, penasehat, konsultan atau asosiasi lembaga tertutup, atau media harus diadakan kriminal bertanggung jawab. Setelah penentuan yang menyebabkan ada kemungkinan bahwa setiap deposit atau account yang serupa dengan cara apapun yang berkaitan dengan kegiatan melanggar hukum, yang AMLC dapat mengeluarkan perintah pembekuan, yang akan berlaku segera, pada account untuk jangka waktu tidak melebihi lima belas (15) hari. Pemberitahuan kepada deposan bahwa account-nya telah dibekukan akan diterbitkan bersamaan dengan penerbitan urutan membeku. deposan harus memiliki tujuh puluh dua (72) jam setelah diterimanya pemberitahuan untuk menjelaskan mengapa urutan beku harus diangkat. The AMLC memiliki tujuh puluh dua (72) jam untuk membuang penjelasan deposan. Jika gagal untuk bertindak dalam tujuh puluh dua (72) jam dari diterimanya penjelasan deposan, urutan beku akan secara otomatis dibubarkan. Lima belas (15) hari membekukan urutan AMLC dapat diperpanjang atas perintah pengadilan, asalkan lima belas (15) hari periode harus dibunyikan menunggu keputusan pengadilan untuk memperpanjang jangka waktu tersebut.
Tidak
ada
pengadilan
akan
mengeluarkan
perintah
penahanan sementara atau tulisan dari perintah terhadap suatu perintah pembekuan dikeluarkan oleh AMLC kecuali Pengadilan Banding atau ourt Agung. commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menyimpang
dari
ketentuan-ketentuan
Undang-Undang
Republik Nomor 1405, sebagaimana telah diubah; Republik Undangundang Nomor 6426, sebagaimana telah diubah; Republik Undangundang Nomor 8791, dan hukum lain, mungkin AMLC menyelidiki atau memeriksa deposit tertentu atau investasi dengan lembaga perbankan atau keuangan non-bank lembaga atas perintah dari pengadilan yang kompeten dalam kasus pelanggaran Undang-undang ini jika telah ditetapkan bahwa ada kemungkinan bahwa penyebab deposito atau investasi yang terlibat dalam cara apa pun yang berkaitan dengan pelanggaran pencucian uang: Menyediakan, itu ketentuan ini tidak berlaku untuk deposito dan investasi dilakukan sebelum berlaku efektifnya Undang-undang ini. Dalam Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001
juga mengatur tentang opsi yang gagal
diperoleh ketentuan, dimana opsi tersebut terdiri dari : 1) Opsi yang Gagal Diperoleh Sipil. Bila ada laporan yang dibuat ransaction tertutup, dan pengadilan telah, dalam permohonan yang diajukan untuk tujuan memerintahkan penyitaan instrumen moneter atau properti, secara keseluruhan atau sebagian, secara langsung atau tidak langsung, yang terkait dengan laporan, Revisi Aturan Pengadilan pada perampasan sipil akan berlaku. 2) Klaim atas Aktiva gagal dieksekusi. Di mana pengadilan telah mengeluarkan perintah perampasan instrumen moneter atau properti dalam penuntutan pidana bagi setiap tindak pidana pencucian uang didefinisikan berdasarkan Bagian 4 dari Undangundang ini, pelaku atau orang yang mengaku tertarik di dalamnya mungkin berlaku, oleh diverifikasi petisi, untuk suatu pernyataan yang sama sah milik dia dan untuk pemisahan atau pengecualian dari instrumen moneter atau properti tambahan yang sesuai. Diverifikasi permohonan diajukan dengan pengadilan yang commitkeyakinan to user dan urutan perampasan, dalam diberikan penghakiman
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
waktu lima belas (15) hari dari tanggal urutan perampasan, di default yang mengatakan pesanan akan menjadi final dan executory. Ketentuan ini berlaku baik dalam perampasan perdata dan pidana. 3) Pembayaran Pengganti Opsi yang Gagal. Di mana pengadilan telah mengeluarkan perintah perampasan instrumen moneter atau properti subjek tindak pencucian uang didefinisikan dalam Bagian 4, dan berkata agar tidak dapat ditegakkan karena setiap instrumen moneter tertentu atau properti tidak dapat, dengan due diligence, ditemukan, atau telah diubah secara substansial, 9 hancur, berkurang nilai atau tidak berharga yang diberikan oleh setiap tindakan atau kelalaian, secara langsung atau tidak langsung, disebabkan pelaku, atau telah disembunyikan, dihapus, diubah atau dialihkan untuk mencegah hal yang sama dari yang ditemukan atau untuk menghindari penyalahgunaan daripadanya, atau berada di luar Filipina atau telah ditempatkan atau dibawa di luar yurisdiksi pengadilan, atau telah campur aduk dengan instrumen moneter lain atau properti milik baik pelaku sendiri atau orang ketiga atau entitas, rendering sehingga sulit sama untuk mengidentifikasi atau dipisahkan untuk tujuan perampasan, pengadilan dapat, bukannya menegakkan urutan perampasan instrumen moneter atau properti atau bagiannya atau kepentingan di dalamnya, sesuai perintah pelaku divonis untuk membayar jumlah yang sama dengan nilai instrumen kata moneter atau properti. Ketentuan ini berlaku baik dalam perampasan perdata dan pidana. e.
Tata Cara Pembukaan Rahasia Bank Dalam penyelidikan tindak pidana pencucian uang di Filipina menurut Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001 juga dapat dilakukan dengan : commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Permintaan bantuan dari negara asing. Apabila suatu Negara asing membuat permintaan untuk bantuan dalam penyidikan atau penuntutan suatu tindak pidana pencucian uang, AMLC dapat melakukan permintaan atau menolak untuk mengeksekusi sama dan menginformasikan kepada Negara asing atas alasan yang sah untuk tidak melaksanakan permintaan atau untuk menunda eksekusi tersebut. Prinsip-prinsip kebersamaan dan harus timbal balik, untuk tujuan ini, harus diakui setiap saat. 2) Kekuasaan AMLC untuk UU Permintaan Bantuan dari negara asing.
The AMLC dapat mengeksekusi suatu permohonan
bantuan dari Negara asing dengan: 3) Melacak, membekukan, menahan dan menyita aset diduga hasil kegiatan yang melanggar hukum dalam prosedur yang ditetapkan dalam Undang-undang ini; 4) Pemberian informasi yang dibutuhkan oleh Negara Asing dalam prosedur yang ditetapkan dalam Undang-undang ini, dan 5) Mengajukan permohonan perintah dari perampasan instrumen moneter atau properti di pengadilan: Menyediakan, bahwa pengadilan tidak akan mengeluarkan perintah tersebut kecuali aplikasi tersebut disertai dengan salinan otentik dari perintah pengadilan di Negara meminta memerintahkan perampasan kata moneter instrumen atau milik orang yang telah dihukum karena suatu tindak pencucian uang di Negara meminta, dan sertifikasi atau surat pernyataan pejabat yang kompeten meminta Negara yang menyatakan bahwa keyakinan dan urutan perampasan adalah final dan tidak ada banding lagi terletak dalam hal baik. 6) Memperoleh Bantuan dari Negara asing. The AMLC dapat membuat permintaan kepada setiap Negara asing untuk bantuan dalam : a) Melacak, membekukan, menahan dan menyita aset diduga to user hukum; hasil kegiatan commit yang melanggar
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Memperoleh informasi yang diperlukan sehubungan dengan transaksi 10 tertutup, tindak pidana pencucian uang atau halhal lain secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan hal tersebut, c) Sejauh yang diijinkan oleh hukum Negara asing, menerapkan dengan pengadilan yang tepat di dalamnya selama-perintah untuk memasukkan tempat milik atau dalam kepemilikan atau kontrol , salah satu atau semua orang yang disebutkan dalam permintaan, dan / atau pencarian atau semua orang tersebut bernama dalamnya dan / atau menghapus dokumen, materi atau objek yang disebutkan dalam permintaan: Menyediakan, Bahwa dokumen-dokumen yang menyertai permintaan dalam mendukung aplikasi yang telah disahkan telah sesuai dengan hukum yang berlaku atau peraturan dari Negara asing, dan d) Mengajukan permohonan perintah dari perampasan instrumen moneter atau properti di pengadilan yang tepat di Negara asing: Menyediakan, Itu disertai permintaan oleh salinan otentik
dari
urutan
trialcourt
daerah
memerintahkan
perampasan mengatakan instrumen moneter atau properti sebuah pelaku dihukum dan surat pernyataan panitera yang menyatakan bahwa keyakinan dan urutan perampasan bersifat final dan yang tidak menarik lainnya adalah terdapat pada sehubungan dengan baik. 7) Pembatasan Permintaan Bantuan Timbal Balik. The AMLC dapat menolak untuk memenuhi permintaan untuk bantuan di mana tindakan dicari oleh permintaan bertentangan dengan ketentuan
Undang-Undang
atau
pelaksanaan
permintaan
cenderung akan merugikan kepentingan nasional Filipina kecuali ada perjanjian antara Filipina dan meminta Negara berkaitan dengan penyediaan bantuan sehubungan dengan tindak pencucian commit to user uang.
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) Persyaratan untuk Permintaan Bantuan Timbal Balik dari Negara asing. - Permintaan bantuan timbal balik dari suatu Negara asing harus : a) Pastikan bahwa penyidikan atau penuntutan sedang dilakukan sehubungan dengan pelanggaran pencucian uang; b) Negara dengan alasan pada yang setiap orang yang sedang diselidiki atau dituntut untuk pencucian uang atau rincian keyakinannya; c) Memberikan keterangan yang cukup mengenai identitas dari kata orang, d) Memberikan keterangan yang cukup untuk mengidentifikasi lembaga tertutup diyakini memiliki informasi, dokumen , materi atau objek yang dapat bantuan terhadap penyidikan atau penuntutan; e) Meminta dari institusi yang bersangkutan tertutup informasi, dokumen, materi atau objek yang dapat bantuan terhadap penyidikan atau penuntutan; f) Menentukan cara dalam dan kepada siapa yang mengatakan, informasi, dokumen, bahan atau benda yang diperoleh berdasarkan permintaan, yang akan diproduksi; g) Berikan semua keterangan yang diperlukan untuk penerbitan oleh pengadilan di Negara yang diminta dari writs, perintah atau proses yang diperlukan oleh Negara meminta, dan h) Mengandung informasi lain seperti dapat membantu dalam pelaksanaan request.11 9) Otentikasi Dokumen, untuk keperluan Bagian ini, dokumen adalah otentik jika sama ditandatangani atau disahkan oleh hakim, hakim atau petugas atau setara, Negara meminta, dan disahkan oleh sumpah atau janji seorang saksi atau disegel dengan seorang pejabat atau stempel publik menteri, Sekretaris Negara, atau to user pejabat di atau, commit pemerintah Negara meminta, atau dari orang
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
administrasi pemerintah atau departemen wilayah meminta, protektorat atau koloni. Sertifikat otentikasi juga dapat dilakukan oleh seorang sekretaris dari kedutaan atau kedutaan, Konsul Jenderal, Konsul, Konsul wakil, agen konsuler atau petugas apapun dalam pelayanan asing Filipina ditempatkan di Negara asing di mana catatan disimpan, dan disahkan oleh segel kantornya. 10) Ekstradisi. Filipina harus bernegosiasi untuk penyertaan tindak pidana pencucian uang sebagai tindak pidana terdefinisikan antara diekstradisi dalam semua perjanjian di masa depan.
3. Persamaan dan Perbedaan a.
Persamaan
Persamaan terhadap konsep pembukaan rahasia bank dalam penyelidikan tindak pidana pencucian uang antara Undang-Undang No.25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001 pada dasarnya dilaksanakan dalam rangka memberikan mekanisme atau fasilitas kepada penegak hukum untuk dapat membuka rekening setiap orang yang diduga atau didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang. Kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang yang ada di Indonesia dan di Filipina diserahkan kepada penegak hukum untuk membuka rekening setiap orang yang telah dilaporkan, tersangka atau terdakwa, dengan tujuan selain memudahkan dalam penanganan perkara, juga dimaksudkan untuk mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum dan hakim dalam melakukan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang. Selain itu kedua ketentuan dalam pembukaan rahasia bank terhadap penyelidikan tindak pidana pencucian uang yang ada di Indonesia dan di Filipina, apabila commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diindikasi adanya tindak pidana pencucian uang terhadap rekening tersebut akan dilakukan pemblokiran atau pembekuan. b.
Perbedaan
Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang ada di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, maka dibentuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Laporan Keuangan (PPATK), sedangkan dalam rangka pencegaan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang ada di Filipina sesuai dengan Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001, maka dibentuk sebuah dewan yang disebut dengan AntiMoney Laundering Council (AMLC). Dimana peran PPATK dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana pencucian uang PPATK mempunyai tugas sebagai berikut: 1) Mengumpulkan, menyimpan, menganalis, mengevaluasi informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan Undang-undang ini; 2) Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh Penyedia Jasa Keuangan; 3) Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan Transaksi Keuangan Mencurigakan; 4) Memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini; 5) Mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa Keuangan tentang kewajibannya yang ditentukan dalam Undangundang ini atau dengan peraturan perundang-undangan lain, dan membantu
dalam
mendeteksi
mencurigakan; commit to user
perilaku
nasabah
yang
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upayaupaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; 7) Melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada kepolisian dan kejaksaan; 8) Membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Penyedia Jasa Keuangan. Sedangkan Anti-Money Laundering Council (AMLC) dalam menjalankan perannyannya dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana pencucian uang mempunyai fungsi : 1) Untuk meminta dan menerima laporan transaksi tertutup dari lembaga tertutup; 2) Untuk memberi perintah ditujukan kepada Otoritas Pengawas sesuai atau lembaga tertutup untuk menentukan identitas sesungguhnya dari pemilik instrumen moneter atau properti subyek laporan transaksi yang ditutupi atau permintaan bantuan dari suatu Negara asing, atau diyakini oleh Dewan, berdasarkan bukti-bukti substansial, harus, secara keseluruhan atau sebagian, dimanapun berada, mewakili, melibatkan, atau terkait dengan, langsung atau tidak langsung, dengan cara apapun atau dengan cara apapun, hasil dari kegiatan yang melanggar hukum; 3) Untuk menjalankan proses perampasan sipil dan semua proses perbaikan lainnya melalui Kantor Pengacara Umum; 4) Menyebabkan pengajuan keluhan dengan Departemen Kehakiman atau Ombudsman untuk penuntutan tindak pidana pencucian uang; 5) Untuk melakukan investigasi terhadap transaksi meliputi, kegiatan pencucian uang dan pelanggaran lain undang-undang ini; commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Untuk membekukan instrumen moneter atau properti diduga hasil kegiatan yang melanggar hukum; 7) Untuk
melaksanakan
tindakan
yang
dianggap
perlu
dan
dibenarkan di bawah Undang-undang ini untuk melawan pencucian uang; 8) Untuk menerima dan mengambil tindakan sehubungan dengan, setiap permintaan dari negara asing untuk bantuan dalam operasi mereka sendiri anti pencucian uang yang disediakan dalam Undang-undang ini; 9) Untuk mengembangkan program pendidikan tentang efek merusak pencucian uang, metode dan teknik yang digunakan dalam pencucian uang, berarti layak untuk mencegah pencucian uang dan cara yang efektif untuk mengadili dan menghukum pelaku dan 10) Untuk meminta bantuan dari setiap cabang, departemen, biro, kantor, badan atau perangkat dari pemerintah, termasuk BUMN dan dikendalikan, dalam melakukan setiap dan semua operasi antipencucian uang, yang mungkin termasuk penggunaan nya personil, fasilitas dan sumber daya untuk pencegahan yang lebih tegas, deteksi dan penyidikan tindak pencucian uang dan penuntutan pelanggar. Terdapat perbedaan waktu dan besarnya nominal dalam penyelidikan dan penuntutan terhadap adanya indikasi tindak pidana pencucian uang yang pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001. Pembukaan rahasia bank yang ada pada ketentuan hukum yang ada di Indonesia melalui Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001 pada dasarnya merupakan pengecualian dari pengecualian terhadap berlakunya to user ketentuan rahasia bankcommit yang telah diatur dalam ketentuan hukum yang
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berlaku. Dimana ketentuan terhadap rahasia bank dalam rangka pemberantasan tindak pidana pencucian uang hanya dapat diberikan apabila pemeriksaan tindak pidana pencucian uang telah memasuki tahap penyidikan. Apabila masih dalam tahap penyelidikan, maka keterangan tentang nasabah tidak boleh diungkap oleh pihak bank.
4. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis terhadap perbedaan dan persamaan antara Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pencucian Uang dan Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001. Faktor yang menyebabkan terjadinya persamaan dalam pengaturan tentang pembukaan rahasia bank dalam penyelidikan tindak pidana money loundering antara Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pencucian Uang dan Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001 pada dasarnya pembukaan rahasia bank merupakan tindakan pengecualian karena ditujukan untuk pencegahan dan penangan tindak pidana money loundering, karena akan dihasilkan dampak yang merugikan terhadap kepentingan bangsa dan masyarakat terhadap adanya tindak pidana mony loundering apabila tidak diindetifikasi secara lebih cepat, karena hal ini menyangkut kepentingan negara dan rakyat. Sedangkan faktor yang menyebabkan terjadimya perbedaan dalam pengaturan tentang pembukaan rahasia bank dalam penyelidikan tindak pidana money loundering antara Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan dan Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001 pada dasarnya dikarenakan adanya perbedaan mekanismen dalam prosedur peradilan diantara kedua negara tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
83 digilib.uns.ac.id
B. Kelebihan dan Kelemahan Pengaturan Pembukaan Rahasia Bank Kepentingan Pemeriksaan Perkara Money Laudering menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines Code No. 9160 on Anti Money Loundering Act of 2001 a. Kelebihan dan Kelemahan UU Pencucian Uang Indonesia Dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang pada dasarnya tidak mengatur secara tegas sanksi hukum baik sanksi pidana maupun denda yang dikenakan pada tindak pidana pencucian uang. sehingga dalam hal ini penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang yang ada di Indonesia menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang terkesan belum ditegakkan secara tegas. Berbeda dengan ketentuan hukum yang ada di Filipina tentang penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang di mana di dalam ketentuan Republic of the Philippines Code No. 9160 on Anti Money Loundering Act of 2001 secara tegas menetapkan sanksi pidana maupun denda terhadap pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini, sehingga dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang terkesa telah dilaksanakan dengan tegas.
b. Kelebihan dan Kelemahan UU Pencucian Uang Philipina Dalam ketentuan Republic of the Philippines Code No. 9160 on Anti Money Loundering Act of 2001 secara tegas menetapkan sanksi pidana maupun denda terhadap pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini, sehingga dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang terkesa telah dilaksanakan dengan tegas. Berbeda dengan ketentuan hukum yang ada dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang pada dasarnya tidak mengatur secara tegas sanksi hukum baik sanksi pidana maupun dendan yang dikenakan pada tindak pidana pencucian uang. sehingga dalam hal ini penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang yang ada di Indonesia commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang terkesan belum ditegakkan secara tegas.
commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Persamaan terhadap konsep pembukaan rahasia bank dalam penyelidikan tindak pidana pencucian uang antara Undang-Undang No.25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001 pada dasarnya dilakanakan dalam rangkan memberikan mekanisme atau fasilitas kepada penegak hukum untuk dapat membuka rekening setiap orang yang diduga atau didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang. Kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang yang ada di Indonesia dan di Filipina diserahkan kepada penegak hukum untuk membuka rekening setiap orang yang telah dilaporkan, tersangka atau terdakwa, dengan tujuan selain memudahkan dalam penanganan perkara, juga dimaksudkan untuk mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum dan hakim dalam melakukan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang. Dalam ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia dan Filipina apabila terjadi indikasi adanya tindak pidana pencucian uang, maka akan segera dilakukan pemblokiran atau pembekuan terhadap rekening nasabah
tersebut.
Pembukaan
rahasia bank
merupakan
pengecualian terhadap ketentuan pemberlakuan rahasia bank menyangkut kepentingan adanya tindakan pencucian uang karena dianggap bahwa pencucian uang akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat. 2. Terdapat perbedaan dalam prosedur penuntutan dan penyelidikan antara ketentuan yang terdapat pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the user Loundering Act of 2001. Dimana Philippines code No. 9160commit in Anti to Money
85
perpustakaan.uns.ac.id
86 digilib.uns.ac.id
jangka waktu dan besar nominal yang dapat dijadikan batasan terhadap dugaan terjadinya tindak pidana pencucian yang ada di Indonesia dan di Filipina. Dalam pengawasan terhadap pencegahan dan penanganan tindak pidana pencucian uang di Indonesia dilaksanakan olh PPATK sendangkan di Filipina dilaksankan oleh AMLC. 3. Faktor yang mempengaruhi adanya persamaan dalam pengaturan tindak pidana money loundering diantara kedua negara tersebut pada dasarnya karena adanya kepentingan bangsa dan rakyat dalam rangka pencegahan dan penangan tindak pidana money loundering dapat menimbulkan dampak kerugian yang lebih besar bagi kepentingan umum. Sedangkan faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan dalam pengaturan pembukaan rahasia bank karena adanya mekanisme hukum dan prosedur dalam penanganan hukum dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana money loundering yang berbeda diantara kedua negara tersebut..
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan dalam penelitian ini, maka dapat berikan kesimpulan berkaitan dengan penelitian ini yaitu : 1. Perlu perbaikan terhadap ketenuan dalam rahasia bank, baik yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan yang berlaku maupun Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang untuk dapat memersempin ruang gerak terhadap kemungkinan terjadinya tindak pidana pencucian uang yang dilakukan melalui lembaga perbankan. 2. Perlu adanya peningkatan kinerja, partisipasi dan koordinasi antar pihak terkait dalam pelaksanaan pengawasan seperti PPATK yang aeda di Indonesia dan AMLC di Filipina terhadap pencegahan dan penanganan tindak pidana pencucian uang khususnya yang melalui lintas batas teritorial untuk menjaga komitmen negaranya masing-masing. 3. Pembukaan rahasia bank diharapkan dapat dilakukan dengan sebaikbaiknya agar tetap dapa menjaga kredibilitas bank terkait keperayaan to user nasabah terhadap lembagacommit perbankan yang ada.