perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EKSISTENSI KEBIJAKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MENGATASI MASALAH KEWARGANEGARAAN ETNIS TIONGHOA DI SURAKARTA PASCA KELUARNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006
Oleh: DINA SEPTIANI NIM: K6407021
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
EKSISTENSI KEBIJAKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MENGATASI MASALAH KEWARGANEGARAAN ETNIS TIONGHOA DI SURAKARTA PASCA KELUARNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006
Oleh:
DINA SEPTIANI NIM: K6407021
SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Progam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Dina Septiani. EKSISTENSI KEBIJAKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK MENGATASI MASALAH KEWARGANEGARAAN ETNIS TIONGHOA DI SURAKARTA PASCA KELUARNYA UNDANGUNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas, Sebelas Maret Surakarta. 2011. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: 1) Kebijakan pengaturan tentang kewarganegaraan pasca keluarnya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 di Surakarta, 2) Permasalahan di bidang kewarganegaraan bagi etnis Tionghoa di Surakarta, 3) Upaya penyelesaian masalah kewarganegaraan di Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Strategi penelitiannya menggunakan strategi tunggal terpancang. Sumber data diperoleh dari informan, tempat dan peristiwa serta dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh dan menyusun data penelitian adalah dengan teknik wawancara, observasi serta analisis dokumen. Untuk memperoleh validitas data dalam penelitian ini digunakan trianggulasi data. Sedangkan teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif dengan tahap-tahap sebagai berikut: 1) pengumpulan data, 2) reduksi data, 3) Penyajian data, 4) penarikan kesimpulan. Adapun prosedur penelitian dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) tahap pra lapangan, 2) tahap penelitian lapangan, 3) tahap analisis data, 4) tahap penulisan laporan. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Kebijakan pengaturan tentang kewarganegaraan pasca keluarnya UndangUndang No. 12 Tahun 2006 yaitu keluarnya: a) Surat Walikota Nomor 470/941/2007 Perihal pendataan orang keturunan asing pemukim yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan, b) Surat Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam negeri No. 470/2368/ND sebagai jawaban dari Surat Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta No. 470/294/2008 perihal surat bukti kewarganegaraan Indonesia. 2) Permasalahan di bidang kewarganegaraan bagi etnis Tionghoa di Surakarta meliputi: a) Tidak memiliki dokumen kewarganegaraan, b) Masih ditemukan penduduk berdokumen akta catatan sipil produk lama. 3) Upaya penyelesaian masalah kewarganegaraan di Surakarta yaitu: a) Penegasan Status kewarganegaraan, b) Peneguhan Ulang.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Dina Septiani. THE EXISTENCE OF THE CITIZENSHIP POLICY TO OVERCOME THE CITIZENSHIP PROBLEMS OF THE CITIZENS OF CHINESE ETHNIC GROUP IN SURAKARTA FOLLOWING THE ISSUANCE OF LAW NUMBER 12 YEAR 2006. Skripsi, Surakarta: The Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University. 2011. The objectives of this research are to invetigate: 1) The policies which regulate citizenship following the issuance of Law Number 12 Year 2006; 2) The citizenship problems of the Chinese ethnic group in Surakarta; 3) The efforts to overcome the citizenship problems in Surakarta. This research used the descripive qualitative method with the single embedded strategy. This research used the purposive sampling technique. The data of this research were gathered from informants, places, events, and documents throught interview, observation, and document analysis. This research used the research procedure which consisted of the preparation, the data collection, the data analysis, and the reporting stages. The data were validated by using the data trianggulation. The data were then analyzed by using the interactive analysis model with the stage, namely: data collection, data reduction, data display, and conclution drawing or verification. The procedure of research encompassed the following steps: 1) preparation, 2) research, 3) data analysis, 4) research report writing. The results of this research are as follows: 1) The policies which regulated citizenship following the issuance of Law Number 12 Year 2006 are as follows: a) Mayor Decree Number 470/941/2007 on the registration of the residents of foreign descendant who do not possess any citizenship document; and b) The decree of General Directorate of Population Administration of the Ministry of Home Affairs Number 470/2368/ND as the respons to the Decree of the head of population and Civil Registry Office of Surakarta City Number 470/294/2008 on the Letter of Verification on Indonesian Citizenship; 2) The citizenship problems of the residents of Chinese ethnic group in Surakarta are as follows: a) Some of them do not possess any citizenship document; and b) Some of them only possess the old certificate issued by the Civil Registry; and 3) The efforts to overcome the citizenship problems in Surakarta are as follows: a) affirmation of citizenship status b) conducting the confirmation of Indonesian citizenship.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO “Belajar itu adalah proses, proses butuh berjuang, berjuang butuh bersabar, karena kesabaran yang disertai dengan keikhlasan adalah kunci kesuksesan” (ISPEROS, Bekasi)
“Bahkan suatu kesalahan dapat berubah menjadi suatu hal yang perlu untuk suatu kemajuan yang bermanfaat” (Henry Ford)
“Berani berkata tidak. Berani menghadapi kebenaran. Kerjakan sesuatu yang benar karena itu benar. Ini adalah kunci untuk hidup dengan integritas” (W. Clement Stone)
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Teriring rasa syukur kepada Allah SWT, Skripsi yang tersusun dengan penuh kesungguhan ini, penulis persembahkan kepada : 1. Ibu dan Bapak tercinta atas doanya 2. Boby
Mustika
Setiarama
atas
semangatnya 3. Anisa, Ratih, Eses, Fitri dan Enik yang selalu mendukung 4. Teman-teman FKIP PPKn angkatan 2007 5. Almamater
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Banyak kendala yang dihadapi penulis dalam penyelesaian skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kendala yang timbul dapat teratasi, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Prof. Dr. H. Muhammad Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini. 2. Drs. Syaiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui ijin atas permohonan penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Sri Haryati, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan pengarahan dan ijin atas penyusunan skripsi ini. 4. Drs. Hassan Suryono, SH, MH, M.Pd, Pembimbing I yang telah memberikan persetujuan, pengarahan, bimbingan dan petunjuk serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini. 5. Dewi Gunawati, SH, M.Hum, Pembimbing II yang tiada henti-hentinya memberikan pengarahan, dorongan, motivasi, bimbingan teknis dan saran dalam penyusunan skripsi ini. 6. Bapak
dan
Ibu
Kewarganegaraan
Dosen
Program
yang telah
Studi
memberikan
Pendidikan
Pancasila
dan
bekal pengetahuan untuk
penyusunan skripsi ini. 7. Sahabat, teman yang selalu memberikan dukungan dan semangat, selalu ada commit to user disaat senang dan sedih. ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Semua pihak yang yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha dengan mencurahkan segala kemampuan dengan harapan agar memenuhi persyaratan sebagai suatu karya ilmiah yang bermanfaat. Namun mengingat adanya keterbatasan pengetahuan, penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam skripsi ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
Surakarta,
Desember 2011
Penulis
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...........................................................................................
i
HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv HALAMAN ABSTRAK ..................................................................................... v HALAMAN ABSTRACT .................................................................................... vi HALAMAN MOTTO ......................................................................................... vii HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... viii KATA PENGANTAR ......................................................................................... ix DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvi BAB I.
PENDAHULUAN .............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5 D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 6
BAB II. LANDASAN TEORI ......................................................................... 7 A. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 7 1. Tinjauan Tentang Kebijakan Kewarganegaraan .................. 7 a. Kewarganegaraan............................................................ . 7 b. Kebijakan Kewarganegaraan............................................ 17 2. Tinjauan Teori Keputusan Deskriptif dan Normatif ............. 27 a. Analisis Kebijakan .............................................................. 27 b. Teori Keputusan Deskriptif ................................................ 29 c. Teori Keputusan Normatif .................................................. 30 3. Tinjauan Tentang Masalah Kewarganegaraan ..................... 30 commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Etnisitas......................................................................... ... 30 b. Tionghoa Dikaji Dari Tinjauan Sosiologis....................... 32 B. Kerangka Berfikir ....................................................................... 38 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 40 A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 40 1. Tempat Penelitian .................................................................. 40 2. Waktu Penelitian ..................................................................... 40 B. Bentuk dan Strategi Penelitian ................................................... 41 1. Bentuk Penelitian .................................................................... 41 2. Strategi Penelitian .................................................................... 41 C. Sumber Data ................................................................................ 42 1. Informan .................................................................................. 42 2. Dokumen ................................................................................. 43 3. Tempat dan Peristiwa .............................................................. 43 D. Teknik Sampling ......................................................................... 44 E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 44 1. Wawancara .............................................................................. 45 2. Analisis Dokumen ................................................................... 45 3. Observasi .................................................................................. 46 F. Validitas Data .............................................................................. 47 G. Analisis Data ............................................................................... 48 H. Prosedur Penelitian ..................................................................... 50 1. Tahap Pra Lapangan ............................................................... 50 2. Tahap Penelitian Lapangan ..................................................... 50 3. Tahap Analisis Data................................................................. 51 4. Tahap Penulisan Laporan ....................................................... 51
BAB IV. HASIL PENELITIAN ........................................................................ 51 A. Deskripsi Lokasi Penelitian ......................................................... 51 1. Deskripsi Umumcommit Perkumpulan to user Masyarakat Surakarta......... 51
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Deskripsi Lokasi ................................................................. 51 b. Organisasi PMS................................................................... 52 2. Deskripsi Umum Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
57
a. Deskripsi Lokasi ............ .................................................... 57 b. Sejarah Berdirinya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil ....................................................................................... 58 c. Visi dan Misi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. .. 60 d. Dasar Hukum di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil ...................................................................................... 61 e. Tugas dan Fungsi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil ...................................................................................... 61 B. Deskripsi Hasil Penelitian ........................................................... 66 1. Kebijakan Pengaturan Tentang Kewarganegaraan Pasca Keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 ........... 66 2. Permasalahan di Bidang Kewarganegaraan Bagi Etnis Tionghoa di Surakarta ........................................................... 84 3. Upaya Penyelesaian Masalah Kewarganegaraan di Surakarta ................................................................................ 96 C. Temuan Studi ..... ......................................................................... 100 BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN........................................ 106 A. Simpulan ....................................................................................... 106 B. Implikasi ....................................................................................... 111 C. Saran ............................................................................................. 112 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 113 LAMPIRAN ......................................................................................................... 116
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian ................................................................... 40 Tabel 2. Data Pengajuan Peneguhan Tahun 2008 .............................................. 91 Tabel 3. Data Pengajuan Peneguhan Tahun 2009 .............................................. 91 Table 4. Data Pengajuan Peneguhan Tahun 2010 .............................................. 92 Table 5. Data Pengajuan Peneguhan Tahun 2011 .............................................. 92
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Tata Urutan Perundang-Undangan ................................................... 24 Gambar 2. Analisis Kebijakan Yang Berorientasi Pada Masalah ..................... 27 Gambar 3. Bentuk Analisis Kebijakan................................................... ........... 29 Gambar 4. Kerangka Berfikir .............................................................................. 39 Gambar 5. Skema Model Analisis Interaktif ...................................................... 49 Gambar 6. Kronologis Penegasan Warga Negara Indonesia ............................. 82
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Panduan Wawancara ................................................................... 116
Lampiran 2.
Petikan Wawancara dan Hasil Catatan Lapangan .................... 119
Lampiran 3.
Surat Walikota Surakarta Nomor 470/941/2007 Perihal Pendataan Orang Keturunan Asing Pemukim Yang Tidak Memiliki Dokumen ..................................................................... 161
Lampiran 4.
Surat
Direktur
Jenderal
Administrasi
Kependudukan
Departemen Dalam Negeri No. 470/2368/ND Tahun 2008 Perihal
SBKRI
Dalam
Pelayanan
Administrasi
Kependudukan ............................................................................ 163 Lampiran 5.
Surat Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta
No.
470/294/2008
Perihal
Surat
Bukti
Kewarganegaraan Republik Indonesia...................................... 165 Lampiran 6.
Kronologis Penegasan WNI............................................. ......... 166
Lampiran 7.
Data Penegasan Status Kewarganegaraan.................................. 167
Lampiran 8.
Foto Kegiatan Penelitian ............................................................. 169
Lampiran 9.
Trianggulasi Data ........................................................................ 175
Lampiran 10. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi kepada Dekan FKIP UNS .................................................................................... 180 Lampiran 11. Surat Keputusan Dekan FKIP UNS tentang Ijin Penyusunan Skripsi ........................................................................................... 181 Lampiran 12. Surat Permohonan Ijin Research/Try Out kepada Rektor UNS 182 Lampiran 13. Surat Permohonan Ijin Research/Try Out kepada Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipi ...................................... 183 Lampiran 14. Surat Permohonan Ijin Research/Try Out kepada Ketua Perkumpulan Masyarakat Surakarta ........................................... 184 Lampiran 15. Permohonan Surat Pengantar Ijin Penelitian kepada Walikota Surakarta ....................................................................................... 185 commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 16. Surat Keterangan Penelitian dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil ................................................................................. 186 Lampiran 17. Surat Keterangan Penelitian dari Perkumpulan Masyarakat Surakarta ....................................................................................... 187
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Indonesia suatu bangsa yang terdiri dari berbagai etnis, ras, dan budaya yang tersebar di berbagai pulau di seluruh Nusantara. Keragaman tersebut menjadikan Indonesia cenderung sebagai bangsa yang terbuka terhadap pendatang dan perubahan. Hal ini sesuai dengan semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Masyarakat Indonesia yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia terdiri atas masyarakat asli yang telah menghuni ribuan tahun sampai datangnya masyarakat imigran yang disebut dengan masyarakat timur asing yaitu keturunan Arab dan keturunan Tionghoa. Masuknya keturunan Arab dan Keturunan Tionghoa terdapat perbedaan perlakuan, dimana keturunan Arab lebih mudah diterima oleh kaum pribumi daripada keturunan Tionghoa, hal ini dikarenakan keturunan Arab beragama Islam dimana agama Islam adalah agama mayoritas bangsa Indonesia. Masyarakat Tionghoa mulai mendatangi Indonesia secara besarbesaran diperkirakan pada abad ke-15 Masehi. Etnis Tionghoa hadir ke Indonesia dianggap sebagai pembawa perubahan terutama pada sistem teknologi pertanian dan perdagangan, karena peradaban Tionghoa merupakan peradaban yang tinggi dan salah satu peradaban tertua di dunia. Interaksi antar etnis pribumi dengan etnis pendatang berlangsung harmonis diperkirakan
sekaligus
sebelumnya. Hubungan
adanya konflik yang tidak
yang pada awalnya tidak terlalu
menguntungkan di bidang ekonomi itu berkembang kearah sebaliknya. Setelah etnis Tionghoa berhasil berkembang dalam kehidupan perekonomian merekapun semakin ekslusif apalagi dimasa kolonial pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu memberikan kepada mereka status kelas menengah atau kelas satu. Disamping itu dalam sejarah Indonesia, perbedaan antar etnis diciptakan
oleh penjajah.
Sehubungan dengan mental dan kebudayaan ekslusif pada tahun 1917, pemerintah user Tionghoa dengan orang Belanda, Belanda menyamakan kedudukancommit hukumtoorang
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sehingga golongan Tionghoa lebih tinggi statusnya, dengan tujuan memecah belah bangsa bumiputera dan akhirnya timbul kebencian dan kecemburuan sosial dalam masyarakat Indonesia. (Rani Usman, 2009: 1-2). Warga
etnis
Tionghoa
dalam
bidang
perdagangan
terkenal
kemahirannya oleh karena itu pemerintah Belanda merasa tersaingi dan khawatir tujuannya gagal kemudian
Belanda membuat
kebijakan-kebijakan
yang
mendiskriminasikan etnis Tionghoa dan masyarakat pribumi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rani Usman (2009: 3) bahwa, “Pemerintah kolonial Belanda membedakan posisi etnis Cina dengan masyarakat pribumi untuk mendukung pemenuhan tujuan mereka di Indonesia yaitu imperialism”. Menurut Agung Rokhaniawan (2006: 31) bahwa, “Belanda membagibagi orang yang berada di Indonesia menjadi 3 golongan yaitu: 1. Golongan Eropa (Belanda) 2. Golongan Timur (Arab dan Tionghoa) 3. Golongan Pribumi (Indonesia)”. Agung Rokhaniawan (2006: 41-43) menyatakan bahwa: Dahulu kala hubungan Indonesia dan Tionghoa sangat harmonis ditandai adanya hubungan politik Poros Jakarta-Peking. Tetapi, karena banyak warga keturunan Tionghoa yang dikatakan sebagai pendukung aktivitas PKI maka timbulah rasa kebencian terhadap etnis Tionghoa. Kemudian rezim orde baru melarang segala sesuatu yang berbau Tionghoa, seperti melarang kegiatan keagamaan, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa. Sejak saat itu kebencian terhadap masyarakat Tionghoa tidak lagi hanya dilakukan oleh masyarakat namun juga oleh pemerintah melalui kebijakannya, misalnya terbitnya Inpres No. 14 Tahun 1967, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0170/U.1975, SE Mendagri No 447/75054 Tahun 1978 dan lain-lain. Beberapa peraturan diatas kental dengan unsur diskriminasi, padahal dalam UUD 1945, BAB X Pasal 26 ayat (1) yang berbunyi: “Yang menjadi warga negara Indonesia ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang sebagai warga negara”. Di sisi lain dalam UUD 1945, BAB X Pasal 27 ayat (1) disebutkan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan commit UUD to user1945, 2010: 18). Dari sini dapat tidak ada kecualinya”. (Tim Penyusun
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
disimpulkan bahwa sekalipun warga negara mempunyai perbedaan namun tidak diakui perbedaanya. Hal ini berlanjut lama dan kemudian ada angin segar untuk masyarakat Tionghoa yaitu pada tahun 2000, mantan Presiden Abdurahman Wahid mengeluarkan Keppres No. 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Inpres No. 14 Tahun 1967 (larangan kegiatan keagamaan, kepercayaan dan adat istiadat Cina secara terbuka). Dengan adanya aturan ini maka kegiatan keagamaan, kepercayaan dan adat istiadat Tionghoa dapat dilaksanakan dengan terbuka dan tidak sembunyi-sembunyi lagi. Selain Keppres No. 6 Tahun 2000 yang membawa angin segar buat masyarakat Tionghoa juga terbit Surat Mendagri 470/336/SJ Tahun 2006 yang berisi pelayanan administrasi kependudukan bagi penganut agama konghucu. Sehingga masyarakat Tionghoa dapat memiliki KTP dan menganut agamanya sendiri dan apabila menikah tidak perlu pindah agama agar dicatat dicatatan sipil. (Agung Rokhaniawan: 2006: 50). Sebelum adanya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 masalah kewarganegaraan di Indonesia diatur dengan Undang-Undang No. 62 Tahun 1958. Menurut Winarno (2009: 126-127) dengan adanya Undang-Undang ini masih terdapat unsur diskriminasi, yaitu: Secara filosofis, Undang-Undang tersebut masih mengandung ketentuanketentuan yang belum sejalan dengan falsafah Pancasila, antara lain, karena bersifat diskriminatif, kurang menjamin pemenuhan hak asasi dan persamaan antar warga negara, serta kurang memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak. Secara yuridis, landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang tersebut adalah UndangUndang Dasar Sementara Tahun 1950 yang sudah tidak berlaku sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan kembali kepada UndangUndang Dasar 1945… .Sedangkan secara sosiologis, Undang-Undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Internasional dalam pergaulan global, yang menghendaki adanya persamaan perlakuan dan kedudukan warga negara di hadapan hukum serta adanya kesetaraan dan keadilan gender. Pada saat ini ada Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, sebagai pelengkap muncul Undangcommit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Undang No. 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan. Untuk melaksanakan Undang-undang tersebut maka muncul aturan pelaksananya yaitu: 1. Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2007 tentang tata cara memperoleh, kehilangan, pembatalan dan memperoleh kembali kewarganegaraan RI. 2. Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.01-HL.03.01 tentang tata cara pendaftaran memperoleh kewarganegaraan RI berdasar pasal 41 dan memperoleh kembali kewarganegaraan RI berdasarkan pasal 42 UU No. 12 tahun 2006 3. Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.2-HL.05.06 Tahun 2006 tentang tata cara menyampaikan pernyataan untuk menjadi WNI. (Winarno, 2009: 105) Pengesahan
Undang-Undang No. 23
Tahun
2006 membawa
konsekuensi yuridis terhadap berbagai peraturan di bidang catatan sipil sebelumnya. Penggolongan berdasarkan staatsblad yang membedakan pelayanan administrasi kependudukan berdasar suku, agama, ras, dan etnis telah dinyatakan tidak berlaku lagi. Undang-undang ini diharapkan dapat menciptakan pelayanan administrasi kependudukan yang tertib dan tidak diskriminatif. Namun demikian, implementasi dari Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 di Surakarta masih mengalami kendala yuridis. Perda No. 6 Tahun 2002 dan perda No. 8 Tahun 2003, yang dijabarkan dalam Perwali No. 8 Tahun 2005 masih berlaku sehingga memunculkan problem yuridis dalam pelayanan administrasi kependudukan di Surakarta karena landasan konstitusionalnya adalah staatsblad yang sudah tidak berlaku. (Triyanto, 2007: 101). Permasalahan yang terjadi di kota Surakarta meliputi adanya beberapa warga etnis Tionghoa yang berdokumen akta catatan sipil (produk lama) yang hanya mencantumkan golongan saja dan belum jelas disebut kewarganegaraan. Selama akta kelahiran masih mencantumkan golongan saja atau menyebut WNA tanpa ada catatan pinggir maka Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil memerlukan dokumen lain untuk menjadi bukti kewarganegaraan. Dokumen lain tersebut adalah Keputusan Presiden tentang naturalisasi, berita acara sumpah di pengadilan atau keputusan lain yang menetapkan yang bersangkutan menjadi WNI. Apabila tidak ada maka dibutuhkan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik commit to user Indonesia, padalah Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia ini sudah
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dihapus dengan adanya Keppres No. 56 Tahun 1996. Selain Keppres No. 56 Tahun 1996 juga muncul Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2002 diubah dengan Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2005 yang menegaskan penghapusan Surat Bukti Kewarganegaraan Republlik Indonesia. Pada saat ini telah diberlakukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia mengelompokkan warga negara dalam dua kelompok yaitu terdapat dalam Pasal (2) yang berbunyi: “Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”. (Tim Penyusun UU No. 12 Tahun 2006, 2006: 3). Sedangkan dalam penjelasan Pasal (2) tersebut berbunyi: “Yang dimaksud dengan orang-orang bangsa Indonesia asli adalah orang Indonesia yang menjadi Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri”. (Tim Penyusun UU No. 12 Tahun 2006, 2006: 24). Jadi hanya ada dua jenis penggolongan kewarganegaraan di Indonesia yaitu warga negara Indonesia dan warga asing. Dengan demikian seharusnya tidak ada warga yang masih diragukan tentang status kewarganegaraannya, padahal warga tersebut sudah lama tinggal di Kota Surakarta bahkan sejak lahir. Dengan dasar itulah peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian
dengan
judul:
KEWARGANEGARAAN
“EKSISTENSI
UNTUK
MENGATASI
KEBIJAKAN MASALAH
KEWARGANEGARAAN ETNIS TIONGHOA DI SURAKARTA PASCA KELUARNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006”.
B. Perumusan Masalah Sejalan dengan latar belakang diatas untuk mempermudah arah pembatasan dalam penelitian ini, dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kebijakan
pengaturan
tentang kewarganegaraan
keluarnya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006? commit to user
pasca
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Apakah permasalahan di bidang kewarganegaraan bagi etnis Tionghoa di Surakarta? 3. Bagaimana upaya penyelesaian masalah kewarganegaraan di Surakarta? C. Tujuan Penelitian Suatu penelitian tentu mempunyai arah yang telah ditetapkan. Tanpa tujuan maka penelitian yang dilakukan tidak akan memberikan manfaat dan diselesaikan dari penelitian yang dilakukan. Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kebijakan pengaturan tentang kewarganegaraan pasca keluarnya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006. 2. Untuk mengetahui permasalahan di bidang kewarganegaraan bagi etnis Tionghoa di Surakarta. 3. Untuk mengetahui upaya penyelesaian masalah kewarganegaraan di Surakarta. D. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai eksistensi kebijakan kewarganegaraan untuk mengatasi masalah kewarganegaraan etnis Tionghoa di Surakarta pasca keluarnya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006, maka diharapkan dapat bermanfaat secara praktis maupun teoritis. Manfaat penelitian yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Memberi
informasi
kepada
masyarakat
tentang
pentingnya
khusunya
Pendidikan
kewarganegaraan bagi seseorang. b. Untuk
menambah
bekal
pengetahuan
Kewarganegaraan. 2. Manfaat Praktis a. Masyarakat dapat memahami bagaimana keberadaan etnis Tionghoa. b. Memberi masukan kepada aparat pemerintah dalam mengatasi masalah kewarganegaraan etnis Tionghoa. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Tentang Kebijakan Kewarganegaraan
a. Kewarganegaraan Istilah kewarganegaraan berasal dari kata dasar warga negara. Sebelum menginjak ke konsep kewarganegaraan maka lebih dulu perlu mengetahui pengertian dari warga negara. Istilah warga negara di Indonesia mengadopsi istilah dari Belanda yaitu staatsburger. Pada zaman dahulu istilah ini digunakan oleh warga negara Belanda di Hindia Belanda. Istilah staatsburger ini sebenarnya tidak identik dengan warga negara melainkan semi warga negara atau kaula negara. Pendapat Aziz Wahab dan Sapriya (2009: 199) menyatakan tentang warga negara yaitu: Istilah warga negara di Indonesia telah mengalami pergeseran makna setelah masa kemerdekaan. Istilah kaula negara sudah tidak digunakan lagi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia saat ini dan digantikan dengan istilah warga negara… . Untuk kepentingan pengkajian ilmiah, istilah warga negara di Indonesia lebih banyak merujuk kepada istilah Inggris Citizen atau dalam bahasa Perancis disebut Citoyen. Dua istilah ini memiliki istilah yang sama yakni warga kota dalam praktek kehidupan negara kota (city state) yang disebut polis pada masa Yunani kuno. harles Pattie, Patrick Seyd dan Whiteeley (2004: 5) menyatakan tentang konsep warganegara adalah sebagai berikut: The word citizen has its origins in the Latin word civitas, but the modern conception of citizenship has its origins in ancient Greek civilization which pre-dates the Roman empire. The idea first emerged in the Greek city states between about 700–600 BC and was a logical consequence of the development of the polis, or the political system of the Greek city state Artinya adalah: Kata warga negara berasal dari kata Latin yaitu civitas, tetapi pemahaman modern tentang kewarganegaraan commit to user berasal dari peradaban Yunani
7
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kuno yang sudah ada sejak zaman kekaisaran Romawi. Ide itu pertama kali muncul di negara-negara kota antara 700-600 Tahun SM dan merupakan sebuah konsekuensi yang logis dari perkembangan polis, atau sistem politik negara kota Yunani. Konsep warga negara dalam perkembangan negara modern dimulai sejak adanya perjanjian Westphalia 1648 di Eropah sebagai kesepakatan untuk mengakhiri perang yang berlangsung selama 30 tahun. Bryn S Turner dalam Winarno (2009: 9) menyatakan bahwa “Citizen is a member of a group living under certain laws”. Yang artinya, warga negara adalah anggota dari suatu komunitas yang memahami peraturan-peraturan tertentu. Sedangkan Turner dalam Aziz Wahab dan Sapriya (2009: 200) menyatakan “Warga negara adalah anggota dari sekelompok manusia yang hidup atau tinggal di wilayah hukum tertentu, dimana hukum ini disusun dan diselenggarakan oleh orang-orang yang memerintah, mengatur kelompok masyarakat tersebut, disini biasanya dikenal sebagai pemerintah”. Dan pada akhirnya istilah warga negara dapat disimpulkan sebagai suatu anggota dari masyarakat yang dipandang sebagai komunitas hukum. 1) Pengertian Kewarganegaraan Konsep kewarganegaraan (Citizenship) erat hubungannya dengan rakyat sebagai pihak yang diperintah dan pemerintah sehingga kedua unsur negara ini tidak dapat dipisahkan. Antara rakyat sebagai pihak yang diperintah dan pemerintah terdapat norma yang disepakati sebagai code of conduct yang harus dipatuhi anggota karena dengan cara inilah eksistensi dan keberlangsungan masyarakat terjamin. Warga negara dan kewarganegaraan merupakan dua hal yang saling berkaitan. John J Cogan dan Ray Derricott dalam Winarno (2009: 9) membuat definisi kedua hal tersebut secara berkesinambungan bahwa “A citizen as a constituent member of society. Citizenship as a set of characteristics of being a citizen”. Yang artinya warganegara adalah anggota syah dari suatu masyarakat, sedang kewarganegaraan adalah commit to user seperangkat karakteristik dari seorang warganegara.
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Susan Blackburn (1999: 190) menyatakan bahwa “Citizenship highlights the individuals legal identity as a member of a polity”. Yang artinya bahwa kewarganegaraan itu menyoroti identitas individu hukum sebagai anggota pemerintahan. Sebelum menjelaskan lebih jauh tentang kewarganegaraan ada beberapa elemen-elemen dasar kewarganegaraan menurut Muhammad AS Hikam dalam Sobirin Malian dan Suparman Marzuki (2003: 41) antara lain: a) Keanggotaan dalam suatu komunitas (pada level negara), di dalam mana seorang menjadi bagiannya dan yang lain berada diluarnya. b) Identitas yang dimiliki bersama, dimana seseorang merasa memiliki kesamaan sementara yang lain tidak. c) Simbolisme yang dibuat oleh generasi sebelumnya yang kemudian mengalami rekonstruksi terus-menerus. d) Pragmastis, dalam pengertian bahwa seorang warga negara hidup dalam realitas sehari-hari. Kendati demikian ia juga dapat menggoyahkan simbolisme yang dikenakan padanya. e) Kekuasaan yang membutuhkan legitimasi tetapi sekaligus dapat membatasinya. Hubungan dialektis antara warga negara dan kekuasaan inilah yang kemudian berimplikasi kepada sistem politik, apakah demokratis atau bukan. Menurut Gunsteren dalam Aziz Wahab dan Sapriya (2009: 180-181) bahwa “Ada tiga unsur yang harus dimiliki oleh warganegara sebagai pemilik fungsi peran ganda, yakni batasan kemampuan otonomi (authonomy), pemberian
pertimbangan
(judgement), dan
loyalitas
(loyality)”. Dengan adanya tiga unsur ini kemudian muncul berbagai persepsi karena adanya sudut pandang yang berbeda terhadap perilaku kewarganegaraan. Ada dua sudut pandang yang masing-masing dibedakan lagi menjadi dua makna yaitu: a) Kewarganegaraan dalam arti yang terbatas dan arti yang luas Kewarganegaraan dalam arti yang terbatas merujuk pada makna kedudukan warganegara yang sama dalam politik dan partisipasi, sedangkan kewarganegaraan dalam arti luas merujuk pada commit kedudukan dan partisipasi warganegara dalam to user kehidupan sosial yang lebih luas.
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Kewarganegaraan dalam arti formal dan substantif Dalam arti formal, kewarganegaraan berarti kedudukan warganegara dipandang dari aspek hukum atau norma yang terkait dengan hak (rights) dan kewajiban (duties), sedangkan dalam arti substantif, kewarganegaraan merujuk pada watak warganegara yang riil dan pengaruh politik yang dimiliki atau tidak dimiliki oleh seseorang. (Aziz Wahab dan Sapriya, 2009: 180-181). Menurut Winarno (2007: 49) pengertian kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu: “a) Kewarganegaraan dalam arti yuridis dan kewarganegaraan dalam arti sosiologis, b) kewarganegaraan dalam arti formal dan kewarganegaraan dalam arti material”. Hal ini dapat dipaparkan sebagai berikut: a) Kewarganegaraan dalam arti yuridis dan sosiologis Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum antara orang-orang dengan negara. Adanya ikatan hukum itu menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu, yaitu orang tersebut berada di bawah kekuasaan negara yang bersangkutan. Tanda dari adanya ikatan hukum, misalnya akta kelahiran, surat pernyataan, bukti kewarganegaraan, dan lain-lain. Sedangkan kewarganegaraan dalam arti sosiologis tidak ditandai adanya ikatan hukum tetapi ikatan emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah dan ikatan tanah air. Dengan kata lain, ikatan ini lahir dari penghayatan warga negara yang bersangkutan. b) Kewarganegaraan dalam arti formal dan material Kewarganegaraan dalam arti formal menunjuk pada tempat kewarganegaraan. Dalam sistematika hukum, masalah kewarganegaraan
berada dalam
hukum
publik. Sedangkan
kewarganegaraan dalam arti material menunjuk pada akibat hukum dan status kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara. commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Juan M. Amaya-Castro (2011: 19) mengemukakan tentang kewarganegaraan sebagai berikut: Citizenship can be understood as a form of protection, illegality regimes are justified in a number of ways: by reference to economic stability and/or wlfare, reference to cultural homogeneity or social cohesion, or by reference to a combination of security and criminality concern. Artinya adalah: Kewarganegaraan dapat dipahami sebagai suatu bentuk perlindungan, ilegalitas rezim dibenarkan dalam sejumlah cara yaitu dengan mengacu pada stabilitas ekonomi dan atau kesejahteraan, dengan mengacu pada homogenitas budaya atau kohesi sosial atau kombinasi dari masalah keamanan dan kriminalitas. Menurut Muhammad AS Hikam dalam Sobirin Malian dan Suparman Marzuki (2003: 42-45) ada beberapa model kewarganegaraan antara lain: “a) Perspektif legal-formal, b) perspektif netralitas, c) perspektif partisipatoris, d) perspektif kelas, e) perspektif hermeneutik”. Hal tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut: a) Perspektif legal-formal Kewarganegaran disini sebagai sebuah komunitas yang diciptakan
berdasarkan
hukum.
Jadi
hukum
membuat
kewarganegaraan. Jadi kewarganegaraan bukanlah suatu komunitas yang alami, tetapi komunitas buatan yang tali pengikatnya adalah hukum. Yang menjadi tiket bagi keanggotaannya adalah hak-hak yang dimiiki setiap individu secara egaliter, kelemahan perspektif ini adalah kecenderungan untuk melupakan adanya ketidaksamaan dalam pembagian sumber daya di dalam masyarakat. b) Perspektif netralitas Menurut John Rawl kewarganegaraan harus dipandang sebagai keanggotaan yang permanen dalam sebuah komunitas yang teratur. Konsepsi Rawls mengenai kewarganegaraan meliputi tiga commit to user elemen dasar:
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1) Negara bersifat netral terhadap apa yang dimaksud dengan hidup yang baik oleh warga negara. (2) Kehidupan warga negara dibimbing oleh suatu kepentingan keadilan tertinggi. (3) Warga negara memisahkan dengan tegas kepentingan publik dan privat. Karenanya doktrin-doktrin moral, filsafat dan agama harus diletakkan di luar domain kehidupan publik. Konsepsi kewarganegaraan pada perspektif ini menekankan pada netralitas negara dan kehidupan publik, ini dimaksudkan agar dapat mengakomodasi kompleksitas kehidupan modern yang memiliki konsep mengenai apa itu kehidupan yang baik, yang kadang-kadang masing-masing bertentangan, diperlukan sebuah publik bebas yang menjadi arena bagi terbentuknya sebuah consensus yang mengikat seluruh warga negara. c) Perspektif partisipatif Kewarganegaraan yang bertitik tolak pada keterlibatan di dalam domain politik dan pencarian model kehidupan kemasyarakatan yang
bersifat
komunal.
Dalam
perspektif
ini
kehidupan
kewarganegaraan ditentukan oleh sejauh mana para anggotanya dapat terlibat penuh dalam ruang politik sehingga kewarganegaraan baru muncul
apabila
kehidupan
politik
yang
partisipatoris
dapat
diwujudkan. d) Perspektif kelas Kewarganegaraan harus dikaitkan dengan upaya kelompokkelompok di dalam masyarakat untuk mendapat perlindunganperlindungan hak-hak dasar, seperti hak-hak sipil, politik, ekonomi dan sosial. Walaupun faktanya pada masyarakat modern ada halangan struktural
yang
berupa
perbedaan
kelas.
Oleh
karena
itu,
kewarganegaraan sebagai salah satu alat untuk mengatasi halangan to user struktural itu. Ada tigacommit komponen utama kewarganegaraan yaitu:
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1) Hak sipil Mengacu pada kebebasan pribadi yang berkaitan dengan lembaga pengadilan umum. (2) Hak politik Berkaitan
dengan
partisipasi
di
dalam
penggunaan
kekuasaan politik yang mengacu pada parlemen dan badanbadan perwakilan lainnya. (3) Hak sosial Berkaitan dengan kesejahteraan warga dan hak mereka untuk menikmati seluruh hasil yang dimiliki oleh masyarakat. e) Perspektif hermeneutik Perspektif yang menekankan posisi aktor sebagai penafsir realitas, termasuk konstruksi yang disebut sebagai kewarganegaraan. Dengan cara pandang seperti ini, maka masalah kewarganegaraan tidak hanya dilihat dari sudut pandang parsial seperti hukum, komunitas, kelas dan sebagainya. Disini yang terpenting adalah bagaimana anggota komunitas itu menafsirkan dalam kehidupan sehari-hari. Dan bagaimana hak-hak dasar di dalam kewarganegaraan dipahami dan dipraktikkan di dalam komunitas. Bryan S Turner dalam Winarno (2009: 36) menyatakan bahwa “Citizenship as that set of practices (juridisial, political, economic and cultural) which as a consequence shape the flow of resources to person and social groups”. Yang artinya, kewarganegaraan
merupakan
seperangkat praktik atau tindakan yang mencakup yudisial, politik, ekonomi dan budaya yang dapat menentukan seseorang sebagai anggota masyarakat yang kompeten, sebagai konsekuensinya membentuk aliran sumber daya kepada orang-orang dan kelompok-kelompok sosial.
commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mark Smith J. dan Piya Pangsapa (2008: 27) mengemukakan kewarganegaraan sebagai berikut: Citizenship is no longer fixated on membership of a particular nationstate legally defining the rights and duties of individuals, but acts as a contested space for a variety of identity construction projects that shift the focus from a fixation with rights to a concern with some combination of entitlements and obligations. Artinya adalah: Kewarganegaraan tidak lagi dilekatkan pada keanggotaan suatu negara berbangsa tunggal tertentu yang secara hukum menentukan hakhak dan kewajiban individu, tetapi bertindak sebagai sebuah ruang yang diperebutkan untuk berbagai macam proyek pembangunan identitas yang menggeser focus dari sebuah fiksasi (pelekatan) dengan hak-hak kepada suatu perhatian terhadap kombinasi antara pemberian hak dengan kewajiban. Dari semua penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kewarganegaraan adalah suatu keanggotaan dari komunitas tertentu yang dipandang dari aspek hukum terkait dengan hak dan kewajiban tertentu. 2) Warga Negara Indonesia Aristoteles dalam Aziz Wahab dan Sapriya (2009: 211) menyatakan “different constitutions reguire different types of a good citizen.” Dari pernyataan ini dapat diketahui bahwa untuk mengetahui pengertian warga negara serta siapa yang menjadi warga negara suatu negara tergantung pada konstitusi yang berlaku di negara tersebut. Konstitusi adalah hukum dasar bagi suatu negara. Ada konstitusi tertulis dan ada konstitusi yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar tertulis memiliki kedudukan yang penting bagi bangsa Indonesia karena berisi ketentuan yang mengatur pokok-pokok kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan UUD 1945 BAB X sebagai konstitusi tertulis di Indonesia Pasal 26 menyatakan sebagai berikut: (1) Yang menjadi warga negara Indonesia ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan commit orang-orang to userbangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai warga negara.
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
(2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. (3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang. (Tim Penyusun UUD 1945, 2010: 18). Dalam bagian penjelasan UUD 1945 BAB X Pasal 26 ayat (1) dikemukakan mengenai ketentuan orang-orang bangsa lain, sebagai berikut: Orang-orang bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Tionghoa, dan peranakan Arab, yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya, dan sikap setia kepada Negara Republik Indonesia, dapat menjadi warga negara. (Tim Penyusun UUD 1945, 2010: 37). Pemerintah Indonesia pada tahun 2006 telah mengeluarkan Undang-Undang kewarganegaraan yaitu Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia. Secara lebih rinci, tentang warga negara Indonesia dinyatakan dalam BAB II Pasal 4 yang berbunyi: Warga Negara Indonesia adalah: (1) setiap orang yang berdasarkan peraturan perundangundangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia; (2) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia; (3) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing; (4) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia; (5) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut; (6) anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia; (7) anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia; (8) anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin; (9) anak yang lahir dicommit wilayahto negara user Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
(10) anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui; (11) anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya; (12) anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan; (13) anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia. (Tim Penyusun UU No. 12 Tahun 2006, 2006: 3-4). 3) Cara Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia Menurut Undang-undang No. 12 Tahun 2006 dalam Winarno (2009: 130-132) tata cara memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia adalah sebagai berikut: “ a) Melalui permohonan, b) melalui pernyataan, c) melalui pemberian kewarganegaraan, d) melalui pernyataan untuk memilih kewarganegaraan”. Hal tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut: a) Melalui permohonan Yaitu tata cara bagi orang asing untuk memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, atau disebut pewarganegaraan (Pasal 8 dan 9). b) Melalui pernyataan Yaitu warga negara asing yang kawin secara sah dengan Warga negara Indonesia dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan Pejabat berwenang (Pasal 19). Pernyataan yang dimaksud dilakukan apabila yang bersangkutan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturut-turut, kecuali dengan perolehan kewarganegaraan tersebut mengakibatkan berkewarganegaraan ganda. c) Melalui pemberian kewarganegaraan Pemberian kewarganegaraan ini diberikan kepada orang asing yang commit to user telah memberikan kemajuan dan keharuman nama bangsa Indonesia.
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemudian orang asing yang diberi kewarganegaraan karena alasan kepentingan negara adalah orang asing yang telah dinilai oleh negara telah dan dapat memberikan sumbangan yang luar biasa untuk kepentingan memantapkan kedaulatan negara dan untuk meningkatkan kemajuan, khususnya di bidang perekonomian Indonesia (Pasal 20). d) Melalui pernyataan untuk memilih kewarganegaraan Ketentuan ini berlaku bagi anak yang memenuhi kriteria dibawah ini dan anak tersebut sudah berumur 18 tahun atau telah kawin. Yaitu sebagai berikut: (1) Anak warga negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai warga negara Indonesia. (2) Anak warga negara Indonesia yang belum berusia 5 tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh
warga negara asing berdasarkan
penetapan pengadilan tetap diakui sebagai warga negara Indonesia. Anak tersebut memiliki kewarganegaraan ganda. Namun setelah berumur 18 tahun atau telah kawin, ia harus menyatakan memilih berkewarganegaraan asing ataukah berkewarganegaraan Indonesia. b. Kebijakan Kewarganegaraan 1) Pengertian Kebijakan Publik Sekarang ini kebijakan publik sangat penting agar setiap negara mampu bersaing dengan negara lain. Maka tugas penting sektor publik adalah membangun lingkungan yang memungkinkan setiap aktor, baik bisnis maupun nirlaba untuk mengembangkan diri menjadi pelaku-pelaku yang kompetitif, bukan hanya secara domestik melainkan global. Lingkungan ini hanya dapat diciptakan secara efektif untuk kebijakan publik. Banyak para ahli yang memberikan batasan definisi yang berbeda mengenai kebijakan publik, namun demikian berbagai definisi commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut mempunyai inti dan tujuan yang sama. Diantara beberapa ahli tentang kebijakan publik tersebut adalah: a) Riant Nugroho D. Kebijakan publik adalah “Hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk dikerjakan dan hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan.” (Riant Nugroho D, 2004:54) b) Carl Friedrich Kebijakan adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatanhambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinankemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Carl Friedrich dalam (Leo Agustino, 2008: 7). c) Robert Eyestone Secara luas kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai “Hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya”. Robert Eyestone dalam (Budi Winarno, 2008: 17). d) Thomas R.Dye Kebijakan Publik adalah “Apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan”. Thomas R.Dye dalam (Budi Winarno, 2008:17). e) Richard Rose Kebijakan publik adalah “Serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri”. Richard Rose dalam (Budi Winarno, 2008:17) f) Anderson Kebijakan
publik
adalah
“Arah
tindakan
yang
mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor sejumlah commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan”. Anderson dalam (Budi Winarno, 2008:18) Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian keputusan yang dibuat oleh seseorang, sekelompok, atau pemerintah dengan maksud untuk mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. 2) Tahap-Tahap Kebijakan Publik Proses pembuatan kebijakan publik harus melalui tahap-tahap yang telah ditentukan karena kebijakan publik tidak hanya melibatkan satu variabel yang harus dikaji tetapi melibatkan berbagai variabel yang ada, dan diharapkan dapat menciptakan kebijakan publik yang tepat bagi semua pihak. Oleh karena itu, beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Hal ini diperlukan untuk memudahkan kita didalam mengkaji kebijakan publik. Tahap-tahap kebijakan publik menurut Budi Winarno (2008: 32) yaitu: “a) Tahap penyusunan agenda, b) tahap formulasi kebijakan, c) tahap adopsi kebijakan, d) tahap implementasi kebijakan, e) tahap evaluasi kebijakan”. Hal tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut: a) Tahap penyusunan agenda Pada tahap ini berbagai masalah-masalah ditampung, kemudian diseleksi untuk masuk ke dalam agenda kebijakan. Dan pada akhirnya, beberapa masalah ini masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah karena alasanalasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama. b) Tahap formulasi kebijakan Masalah yang sudah ditetapkan pada tahap penyusunan user agenda menjadi commit agenda tokebijakan selanjutnya dibahas oleh
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan mengusulkan pemecahan masalah terbaik. c) Tahap adopsi kebijakan Tahap adopsi kebijakan adalah tahap dimana berbagai alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan selanjutnya salah satu dari alternatif kebijakan itu diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan. d) Tahap implementasi kebijakan Pada tahap ini keputusan program kebijakan yang telah diambil
sebagai
alternatif
pemecahan
masalah
harus
di
implementasikan, maksudnya dilaksanakan oleh badan-badan administratif maupun agen-agen pemerintahan di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Kemudian pada tahap ini berbagai kepentingan akan bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana. e) Tahap evaluasi kebijakan Suatu kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya commit to useryang diinginkan. Dalam hai ini, dibuat untuk meraih dampak
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memecahkan masalah yang dihadap masyarakat. Oleh karena itu, ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan. 3) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembuatan Kebijakan Menurut Nigro dan Nigro dalam Irfan Islamy (1994: 25&26) menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi pembuatan keputusan atau kebijakan antara lain: a) b) c) d) e)
Adanya pengaruh tekanan dari luar Adanya pengaruh kebiasaan lama Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi Adanya pengaruh dari kelompok luar Adanya pengaruh masa lalu Beberapa hal di atas bisa saja terjadi pada setiap usaha
perumusan kebijakan khususnya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk kepentingan rakyat, dimana ternyata penentuan kebijakan dapat dipengaruhi dengan berbagai macam pengaruh-pengaruh yang bersifat negatif. Menurut Riant Nugroho (2004: 103-108) kebijakan publik yang dibuat terkadang tidak sesuai dengan yang diharapkan, hal ini dikarenakan ada beberapa keterbatasan dalam membuat kebijakan: “a) Keterbatasan sumber daya waktu, b) keterbatasan sumber daya manusia, c) keterbatasan kelembagaan, d) Keterbatasan dana atau anggaran, e) keterbatasan yang bersifat teknis”. Keterbatasan tersebut adalah keterbatasan sumber daya yang dapat dipaparkan, sebagai berikut: a) Keterbatasan sumber daya waktu Keterbatasan sumber daya waktu, misalnya sebuah pemerintah berjalan dalam kurun waktu 5 tahun, dimana hanya dalam rentang waktu itulah ia bekerja secara efisien dan efektif. commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Keterbatasan sumber daya manusia Sumber daya manusia ini sangat penting dalam pembuatan kebijakan, karena akan sangat mempengaruhi berhasil tidaknya kebijakan tersebut. Apabila Sumber daya manusia rendah maka kebijakan yang dibuat dengan maksimal tersebut akan gagal dan begitu pula sebaliknya. c) Keterbatasan kelembagaan Maksudnya adalah sejauh mana kualitas praktek manajemen professional di dalam lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat, baik yang bergerak dibidang profit maupun non-for-profit. d) Keterbatasan dana atau anggaran Keterbatasan dana sangat berpengaruh karena tanpa dana
yang
cukup
maka
kebijakan
akan
sulit
untuk
dilaksanakan. e) Keterbatasan yang bersifat teknis Keterbatasan yang bebrsifat teknis yaitu yang berkenaan dengan kemampuan teknis menyususn kebijakan tersebut. 4) Kebijakan Kewarganegaraan Secara umum, istilah kebijakan digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor, misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah. Kebijakan biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan bertanggung jawab melayani kepentingan umum. Amir Santoso dalam Budi Winarno (2008: 19) menyimpulkan berbagai definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli di bidang kebijakan publik, bahwa pada dasarnya pandangan mengenai kebijakan publik dapat dibagi ke dalam dua wilayah kategori yaitu: commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Pendapat ahli yang menyamakan kebijakan publik dengan tindakan-tindakan pemerintah, dalam kategori ini cenderung menganggap bahwa semua tindakan pemerintah dapat disebut sebagai kebijakan publik. b) Pendapat ahli yang memberikan perhatian khusus terhadap pelaksanaan kebijakan publik. Pada kategori ini terbagi lagi menjadi dua kubu yaitu mereka yang memandang kebijakan publik
sebagai
keputusan-keputusan
pemerintah
yang
mempunyai tujuan dan maksud-maksud tertentu, dan mereka yang mengganggap kebijakan publik yang memiliki akibatakibat yang bisa diramalkan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang merupakan tindakan pemerintah, hal ini sangatlah luas karena apa yang dilakukan pemerintah ini mencakup segala hal maupun segala bidang yang ada, misalnya saja tindakan pemerintah dalam bidang kewarganegaraan khususnya mengatasi permasalahan yang ada didalam bidang kewarganegaraan. Sedangkan pendapat yang lain bahwa kebijakan publik dipandang sebagai keputusan pemerintah misalnya keputusan pemerintah yang telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Kebijakan publik dalam arti luas menurut Riant Nugroho D (2004: 57-64) dibagi menjadi dua kelompok yaitu Kebijakan dalam peraturan-peraturan pemerintah yang tertulis dalam bentuk peraturan perundangan dan peraturan-peraturan yang tidak tertulis namun disepakati yaitu yang disebut sebagai konvensi-konvensi… .Selain itu kebijakan publik dalam arti luar dapat juga disebut sebagai hukum, hukum itu adalah kebijakan publik dari timgkat yang paling tinggi yaitu konstitusi (UUD 1945), ketetapan MPR, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, Keputusan Presiden, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Menteri, Keputusan Pimpinan Dinas, dan seterusnya, bahkan hingga peraturan di tingkat Rukun Tetangga. commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sesuai dengan perkembangan hukum pemerintahan Indonesia yang terkini, tata urutan perundang-undangan di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang pembentukan perundangundangan, yang dapat digambarkan pada bagan berikut ini: Tata Urutan Perundang-Undangan Menurut Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan UUD 1945
Ketetapan MPR Undang-Undang/ Perpu
Peraturan Pemerintah
Peraturan presiden
Peraturan daerah provinsi
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota (Sumber : Undang-Undang No. 12 Tahun 2011) Gambar 1. Tata Urutan Perundang-Undangan
Kelompok kebijakan dalam peraturan-peraturan pemerintah yang tertulis dalam bentuk peraturan perundangan dapat berupa Undangcommit to user yang mengatur mengenai Undang, dimana Undang-Undang
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kewarganegaraan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2006. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 merupakan sebuah kebijakan publik dan lebih jelas lagi adalah kebijakan tentang kewarganegaraan. Bagan diatas menjelaskan bahwa sebuah undang-undang khususnya disini Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang diatasnya yaitu Undang-Undang dasar 1945 dan Ketetapan MPR. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dapat disebut juga sebagai kebijakan pemerintah. Kata pemerintah ini yang membedakannya dengan kebijakan perorangan dan kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah menurut W.I. Jenkins adalah a set of interrelated decisions taken by a political actor or group of actors concerning the selection of goals and the means of achieving them within a specified situation where these decisions should, in principle, be within the power of these actors to achieve (seperangkat keputusan-kepurusan yang saling berhubungan antarsatu sama lainnya; dibuat oleh para pelaku politik (politisi) atau kelompok politisi menyangkut pemilihan tujuan dan orientasi pencapaian tujuan tersebut dalam situasi khusus dimana keputusan itu berada, secara prinsipil, berada dalam kekuasaan para politisi ini). (http:// ikmsatu.multiply/journal/item/2&show interstitial). Kebijakan pemerintah yang dimaksud adalah setiap keputusan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah atau negara atas nama instansi yang dipimpinnya (Presiden, Gubernur, Sekjen, Dirjen, dan seterusnya) dalam
rangka
melaksanakan
fungsi
umum
pemerintah
maupun
pembangunan, guna mengatasi permasalahan tertentu, ataupun dalam rangka
melaksanakan
produk-produk
keputusan
atau
peraturan
perundangan yang telah ditetapkan dan lazimnya dituangkan dalam bentuk keputusan formal. Kebijakan pemerintah sangat luas ruang lingkupnya, baik mengenai substansi (sosial, politik, ekonomi, administrasi negara dan sebagainya) maupun
status hukumnya (undang-undang, peraturan
pemerintah, keputusan pemerintah, instruksi presiden, keputusan menteri commit to user dan sebagainya). Kebijakan pemerintah hampir meliputi seluruh segi
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kehidupan masyarakat, maka kebijakan pemerintah akan menentukan perkembangan dan keadaan kehidupan setiap manusia dan seluruh lapisan masyarakat.
Kebijakan
pemerintah
yang
menyangkut
masalah
kewarganegaraan dan diberikan terhadap etnis Tionghoa yang paling terkenal yaitu kebijakan Asimilasi yang diterapkan pada masa Orde baru. Beragamnya kebijakan yang ada dalam masyarakat terdapat tugas pokok yang diperlukan pemerintah agar masyarakat hidup, tumbuh, dan berkembang, yaitu tugas pelayanan, tugas pembangunan dan tugas pemberdayaan. Dari ketiga tugas tersebut bahwa tugas pokok pemerintah adalah memberikan pelayanan, di dalam arti pelayanan umum atau pelayanan publik. Pada dasarnya terdapat banyak jenis pelayanan yang diberikan oleh pemerintah, khususnya yang diberikan dalam konteks kebijakan publik yang dapat
berbentuk distributif, redistributif dan
regulatif. Menurut Riant Nugroho (2004:77) secara generik pelayanan yang diberikan kepada pemerintah dibagi menjadi tiga, yaitu: a) Pelayanan primer, yaitu pelayanan yang paling mendasar. b) Pelayanan sekunder, yaitu pelayanan yang mendukung namun bersifat kelompok spesifik. c) Pelayanan tersier, yaitu pelayanan yang berhubungan secara tidak langsung kepada publik. Di sini kita melihat bahwa pelayanan primer atau pelayanan paling mendasar pada hakikatnya adalah pelayanan minimum. Secara sederhana, terdapat empat jenis pelayanan minimum yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu:“ a) Pelayanan kewargaan, b) Pelayanan kesehatan, c) Pelayanan pendidikan, d) Pelayanan ekonomi”. (Riant Nugroho D, 2004:77). Pelayanan kewargaan adalah pelayanan minimum yang harus dilakukan oleh pemerintah, pelayanan ini dapat berupa kebijakan kewarganegaraan.
Dapat
ditarik
kesimpulan
bahwa
kebijakan
kewarganegaraan adalah suatu keputusan pemerintah untuk memberikan pelayanan di bidang kewarganegaraan. commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Teori Keputusan Deskriptif dan Keputusan Normatif a. Analisis Kebijakan Analisis kebijakan menurut William N. Dunn dalam Muhadjir Darwin (1999: 111-112) adalah “Suatu proses pengkajian yang meliputi lima komponen informasi kebijakan (policy-informational components) yang ditransformasikan dari satu ke lainnya dengan menggunakan lima prosedur analisis kebijakan (policy-analytic procedures) seperti yang digambarkan pada gambar di bawah ini”. Penggunaan prosedur analisis kebijakan seperti perumusan masalah, peramalan, pemantauan, evaluasi dan rekomendasi memungkinkan analis mentransformasikan satu tipe informasi ke tipe informasi lainnya. Informasi dan prosedur bersifat saling tergantung, semuanya terkait di dalam proses dinamis transformasi informasi kebijakan. Oleh karena itu komponen-komponen informasi kebijakan seperti masalahmasalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan dan kinerja kebijakan ditransformasikan dari satu ke yang lainnya dengan menggunakan prosedur analisis kebijakan. Kerangka analisis kebijakan: Kinerja kebijakan Peramalan
Evaluasi
Masalah Kebijakan
Perumusan Masalah
Hasil-Hasil Kebijakan
Perumusan Masalah
Perumusan masalah
Masa Depan kebijakan
Perumusan Masalah Pemantauan
Aksi Kebijakan
Rekomendasi
( Sumber : William N. Dunn, 1999 : 112 ) commitYang to user Gambar 2. Analisis Kebijakan Berorientasi Pada masalah
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
Keterangan : 1) Pemantauan Prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk menghasilkan informasi tentang sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan yang lalu. 2) Peramalan Prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk menghasilkan informasi tentang konsekuensi yang akan datang dari kebijakan. 3) Evaluasi Prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk menghasilkan informasi tentang nilai atau kegunaan dari kebijakan yang lalu dan yang akan datang. 4) Rekomendasi Prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk menghasilkan informasi mengenai konsekuensi yang mungkin dari serangkaian arah tindakan di masa depan dan nilai-nilai atau manfaat dari tindakan tersebut. 5) Perumusan Masalah Prosedur analisis kebijakan untuk merumuskan masalah yang ada. 6) Masalah Kebijakan Kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang tidak terrealisir, yang meskipun teridentifikasi dapat diatasi melalui tindakan publik. 7) Masa Depan Kebijakan Konsekuensi dari serangkaian tindakan untuk pencapaian nilai-nilai dan karena itu merupakan penyelesaian terhadap suatu maslah kebijakan. 8) Aksi Kebijakan Suatu gerakan atau serangkaian gerakan yang dituntun oleh alternatif kebijakan yang dirancang untuk mencapai hasil di masa depan yang bernilai. 9) Hasil Kebijakan Konsekuensi yang teramati dari aksi kebijakan. 10) Kinerja Kebijakan Merupakan derajat dimana hasil kebijakan yang ada, member kontribusi commit to user terhadap pencapaian nilai-nilai.
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Teori Keputusan Deskriptif Teori Keputusan Deskriptif (Descriptive decision theory) menurut Willian N. Dunn dalam Muhadjir Darwin (1999: 125) merupakan “Seperangkat preposisi yang secara logis konsisten yang menerangkan tindakan, pada dasarnya berkenaan dengan metode-metode untuk analisis retrospektif yang terdapat pada sisi kiri dari kerangka proses analisis kebijakan, yang dapat dilihat pada kerangka kerja dibawah”. Analisis ini bertujuan menerangkan sebab-sebab dan konsekuensi dari tindakan kebijakan harus melakukan analisis sesudah aksi dilakukan. Dengan tujuan utama dari analisis
ini adalah untuk memahami masalah kebijakan
ketimbang
memecahkannya. Kerangka kerja di atas, apabila dilihat dari bagian atas dan bagian bawah kita dapat memahami bahwa kerangka kerja pada bagian atas berhubungan dengan metode yang biasanya dijelaskan dalam hubungannya dengan penemuan masalah. Penemuan masalah pada dasarnya merupakan kegiatan konseptual dan teoritis sehingga perhatian utama adalah pada pertanyaan tentang sifat masalah dan tidak banyak pada pemilihan arah atau tindakan yang dapat memberikan sumbangan terhadap pemecahan masalah. RETROSPEKTIF: Apa yang terjadi dan perbedaan apa yang dibuat
PROSPEKTIF: Apa yang akan terjadi dan apa yang harus dilakukan
Penemuan masalah (masalah apa yang harus diatasi)
pemecahan masalah (apa solusi masalahnya )
( Sumber : William commitN. toDunn, user 1999 : 119 ) Gambar 3. Bentuk Analisis Kebijakan
perpustakaan.uns.ac.id
30 digilib.uns.ac.id
c. Teori Keputusan Normatif Teori keputusan normatif (Normative decision theory) menurut William N. Dunn dalam Muhadjir Darwin (1999: 125) merupakan “Seperangkat proposisi yang secara logika konsisten yang menyediakan landasan untuk memperbaiki konsekuensi dari aksi”. Teori ini terkadang berkenaan dengan teori keputusan statistik atau teori pilihan rasional dalam situasi yang rumit, sebagian besar berpusat pada penggunaan metode prospektif (peramalan dan rekomendasi) terdapat pada sisi kanan kerangka. Metode-metode ini cocok untuk memprediksi dan merekomendasi arah tindakan sebelum terjadi. Dalam arti yang lebih luas, inilah maksudnya ketika analisis kebijakan disebut sebagai metodologi pemecahan masalah. Jika teori keputusan deskriptif diarahkan kepada pemahaman masalah, maka teori keputusan normatif menaruh perhatian pada pemecahannya. Pemecahan masalah berhubungan dengan pelaksanaan atau pengendalian serangkaian tindakan di setiap waktu. Pemecahan masalah pada dasarnya merupakan kegiatan praktis, berbeda dengan penemuan masalah yang pada dasarnya bersifat teoritis. Disini perhatian utama adalah pada pemilihan arah tindakan dan melihat bahwa kegiatan itu diikuti setiap waktu dan tidak disertai dengan penyelidikan terhadap sifat dari masalah. Para analisis yang bekerja dibagian bawah dari kerangka kerja tidak melihat masalah sebagai sesuatu yang sudah ada dan pada tahap ini berusaha untuk memilih dan mengimplementasikan pilihan-pilihan yang benar. Bahaya yang terbesar pada tahap ini adalah memilih alternatif yang benar untuk menyelesaikan masalah yang salah.
3. Tinjauan Tentang Masalah Kewarganegaraan a. Etnisitas Sebuah kelompok etnis dalam sebuah ilmu sosial kontemporer, dicirikan oleh beberapa atribut yang beragam. Atribut itu misalnya agama, kasta, daerah, bahasa, nasionalisme, keturunan, ras, warna kulit dan to user untuk mendefinisikan kelompok kebudayaan. Beberapa atributcommit ini digunakan
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
etnis dan etnisitas, dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan atribut yang lain. Definisi etnik menurut Smith dalam T.K. Oommen (2009: 83) adalah “Kelompok sosial yang anggotanya saling berbagi sentimen kesamaan asal usul, klaim terhadap sejarah dan takdir bersama yang bersifat khas, memiliki satu atau lebih kharakteristik khusus dan merasakan sentimen kebersamaan dan solidaritas”. Sedangkan menurut Rani Usman (2009: 49) bahwa ”Etnis adalah suatu kelompok masyarakat yang membedakan antara satu kelompok dengan kelompok lain.” Rani Usman (2009: 50) kemudian menjelaskan “Etnisitas sebagai sekelompok masyarakat atau kelompok yang memiliki identitas dan berkembang serta saling berhubungan satu sama lain”. Budaya dan bahasa suatu masyarakat menentukan suatu etnisitas tertentu tetapi suatu etnis boleh jadi berbeda bahasa namun juga memiliki identitas yang sama. Sedangkan Yelvington dalam Rani Usman (2009:50), etnisitas adalah “Salah satu aspek hubungan sosial di antara agen-agen yang masing-masing menganggap dirinya berbeda dari anggota kelompok lainnya dengan siapa mereka memiliki interaksi minimum secara teratur”. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa etnisitas adalah sekelompok masyarakat atau kelompok yang memiliki identitas yang berbeda dengan kelompok masyarakat yang lainnya. Anggota masyarakat satu dengan anggota masyarakat lainnya terkadang ada perbedaan budaya sekaligus menimbulkan suatu perbedaan dalam interaksi di antara anggota kelompok, maka hubungan sosial tersebut akan memiliki suatu unsur etnis. Etnisitas menunjukkan pada aspek untungrugi atau positif negatif dalam berinteraksi, dan juga menunjukkan pada aspek makna penciptaan identitas. Dengan kata lain, etnisitas memiliki unsur politik, organisasi, dan aspek simbolis. Kelompok etnis cenderung memiliki mitos asal usul mereka dan memiliki ideologi yang merupakan hal yang sangat penting. Jelasnya, etnisitas merupakan suatu kelompok masyarakat yang committetapi to user hidup bersama masyarakat lainnya, mereka berbeda secara budaya, ras
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
dan sistem organisasi. Demikian halnya etnisitas merupakan ciri khas dari suatu masyarakat yang hidup dan berinteraksi dengan etnis lainnya. Jika suatu masyarakat keetnisannya lebih kental atau ego kesukuannya tinggi, masyarakat itu egosentris. b. Tionghoa Dikaji Dari Tinjauan Sosiologis Menurut Leo Suryadinata, istilah Tionghoa mulai muncul di kalangan golongan etnis Cina di Indonesia pada Tahun 1900 ketika Tiong Hoa Hwee Kuan (THHK) dibentuk sebagai sebuah organisasi yang bergerak terutama di bidang pendidikan dan kehidupan keagamaan, khususnya Konfusianisme. Akan tetapi Tiong Hoa Hwee Kuan sendiri masih mencampuradukkan penggunaan Tiongkok, Tionghoa dan Cina dalam konstitusi mereka. Sehingga muncullah kata-kata bangsa Cina, negeri Cina atau surat Cina yang berdampingan dengan kata-kata Tionghoa dan Tiongkok yang kini dianggap sebagian etnis Tionghoa sebagai politically correct. Setelah itulah istilah Tiongkok dan Tionghoa nampaknya menjadi istilah baku untuk mengacu kepada Cina sebagai negeri dan golongan Cina sebagai kelompok etnis. Sebenarnya sebutan Cina sebagai hinaan ditekankan ketika Seminar angkatan darat di bandung pada 1968 memutuskan dan menganjurkan kepada pemerintah agar kata Cina dipakai sebagai istilah baku untuk mengacu pada negeri Cina dan orang Tionghoa (Agung Rokhaniawan, 2006: 35). Menurut Leo Suryadinata (1999: 252) bahwa: Orang Tionghoa di Indonesia terbagi atas peranakan dan totok. Peranakan adalah orang Tionghoa yang sudah lama tinggal di Indonesia dan umumnya sudah berbaur, dan mereka menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari dan bertingkah laku seperti orang pribumi. Sedangkan totok adalah pendatang baru, umumnya baru satu sampai dua generasi dan masih berbahasa Tionghoa. Namun dengan terhentinya imigrasi dari daratan Tiongkok jumlah totok ini semakin menurun dan keturunan totok ini sudah menjadi Tionghoa peranakan. Leo Suryadinata (2010: 183-184) menyatakan, ”Dalam hal agama, sebagian besar orang Tionghoa menganut Buddhisme, Tridharma, dan Khonghucu. Namun, banyak pula yang memeluk agama Katolik dan Kristen. commit to user Belakangan, yang memeluk agama Islam pun bertambah”.
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Etnis Tionghoa merupakan etnis minoritas yang dianggap senantiasa menimbulkan masalah, tetapi masalahnya tidak selalu sama, mulamula pada zaman kolonial mereka dianggap pro-Belanda dan antinasionalisme Indonesia, ekslusif dan kerjanya hanya mencari keuntungan. Pada masa orde lama terjadi peristiwa buruk di Tangerang pada bulan Mei dan Juni yaitu kekerasan anti Tionghoa yang menyebabkan pengungsian besar-besaran orang Tionghoa dari daerah pedesaan kedaerah perkotaan yang lebih aman. Dan dengan demikian lebih meningkatkan lagi jumlah orang Tionghoa yang sudah besar di daerah-daerah yang dikuasai Belanda. Satu masalah lain yang menyebabkan persoalan kesetiaan politik orang Tionghoa menjadi menonjol adalah masalah kewarganegaraan karena Indonesia menganut asas ius soli dan Tiongkok yang menganut asas ius sangunis. Bagi kaum nasionalis Indonesia, kenyataan bahwa orang Tionghoa yang memegang kewarganegaraan Indonesia juga menjadi kewarganegaraan Tiongkok menyebabkan kesetiaan mereka kepada Indonesia dipertanyakan. Dwi kewarganegaraan berarti bahwa kesetiaan mereka terbagi antara Indonesia dan Tiongkok. Untuk memecahkan masalah
ini maka
Menteri Luar Negeri
Indonesia dan
Tiongkok
menandatangani perjanjian dwi kewarganegaraan pada bulan April 1955 di Konferensi Bangsa-Bangsa Asia Afrika di Bandung. Setelah persetujuan ini dilaksanakan maka secara teknis tidak ada lagi orang Tionghoa Indonesia yang memegang kewarganegaraan Indonesia dan Tiongkok sekaligus. (Charles A. Coppel, 1994: 55-56) Pada umumnya, sentiment anti Tionghoa diungkapkan terutama oleh partai-partai Islam dan militer. Dibelanya golongan Tionghoa oleh partaipartai sayap kiri, terutama oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), hanya memperkuat kecurigaan dari golongan anti komunis yang lebih keras bahwa golongan Tionghoa dalam hal politik tidak dapat dipercaya. Kecenderungan golongan sayap kanan untuk mempersamakan minoritas Tionghoa di Indonesia dengan komunisme dan dengan Tiongkok lebih dipertegas lagi dalam tahun-tahun terakhir demokrasi terpimpin, ketika Presiden Sukarno commitIndonesia to user ke jalan yang pararel dengan mengemudikan politik luar negeri
perpustakaan.uns.ac.id
34 digilib.uns.ac.id
politik luar negeri Republik Rakyat Tiongkok dan PKI memihak Partai Komunis Tiongkok dalam perpecahan komunis internasional. Pada masa rezim Soeharto, pemerintahan menghadapi tantangan yang sangat besar dalam menekan kekacauan yang diakibatkan oleh serangan terbuka yang dilakukan terhadap komunisme, Tiongkok, dan orang Tionghoa. Dalam dua tahun sesudah kudeta tersebut, terjadi sentiment anti Tionghoa yang tersebar luas di Indonesia. Dengan adanya hal ini pemerintah mengharuskan dibuatnya perumusan tentang Kebijakan Dasar untuk memecahkan masalah Tionghoa, langkah resmi pertama yaitu melalui proses asimilasi yang dirumuskan sebagai pelenyapan secara bertahap dari kelompok sebagai keberadaan masyarakat dan kebudayaan. Salah satu peraturan asimilasi yang paling menyeluruh dari rejim Suharto adalah kebijakan dasar untuk memecahkan masalah Tionghoa yang menetapkan asas dasar bagi warga asing untuk tinggal dan bekerja di Indonesia. Kebijakan ini juga berisi hal-hal yang mengimbau anak-anak berkebangsaan asing yang tinggal di Indonesia untuk masuk sekolah negeri dan swasta yang mengajarkan kurikulum nasional. Salah satu bagian kebijakan ini tentang pendirian izin pemerintah hanya kepada organisasi yang bergerak di bidang kesehatan, keagamaan, dan jasa pemakaman, serta olah raga dan hiburan. Bagian terakhir dari peraturan ini mengatur penerapan kebijakan ini di bawah pengawasan presidium kabinet terpimpin oleh Presiden Suharto. Menurut petunjuk ini, ditetapkan Staf Khusus Urusan Tionghoa (SKUT) pada bulan Agustus 1967. Staf khusus ini bertanggung jawab atas koordinasi dan pemantauan pelaksanaan kebijakan ini khususnya yang berkaitan dengan masalah orang Tionghoa. (Aimee Dawis, 2010:104-108).
Sesudah pergolakan tahun 1965, sekolah anti-Tionghoa menjadi sasaran kekerasan oleh kelompok anti-komunis dan diperintahkan untuk ditutup oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada bulan Juli Tahun 1966. Kemudian pada Tahun 1975 pemerintah mengeluarkan kebijakan lain to useryang dengan jelas memasukkan mengenai pendidikan orangcommit Tionghoa,
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
ideologi asimilasi ke dalam sektor pendidikan, kebijakan ini secara sistematis mencegah anak-anak Tionghoa belajar bahasa Mandarin bukan saja di sekolah tetapi juga dirumah. Bahkan sebelum peraturan ini dikeluarkan, di tempattempat seperti Pontianak, Kalimantan Barat, dengan banyak penduduk orang Tionghoa, pejabat setempat menyelenggarakan Pekan Bahasa Indonesia dan mengimbau warga negara Indonesia keturunan Tionghoa untuk melepas kebiasaan mereka menggunakan bahasa Mandarin. Dua peraturan lagi yang keluar sesudah pergolakan politik tahun 1965 yang mencerminkan upaya pemerintah untuk menekankan pembatasan penggunaan Bahasa Indonesia dengan memanfaatkan Media massa berbahasa Tionghoa dan larangan mengimpor, memperdagangkan dan mengedarkan segala macam barang cetakan dalam bahasa dan aksara Cina. Disebabkan penekanan ketat pemerintah untuk mengatasi subversi dan kegiatan propaganda asing, Harian Indonesia menjadi publikasi pers satu-satunya yang menggunakan bahasa mandarin sejak tahun 1966 hingga 1998. Selain itu, sebuah traktat yang dikeluarkan oleh pemerintah pada tahun 1968 mengimbau orang Indonesia Tionghoa untuk menganti nama Tionghoa mereka dengan nama Indonesia untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap negara, akibat dari larangan ini, kebanyakan orang Tionghoa hanya berbicara, menulis, dan membaca dalam bahasa Indonesia (Aimee Dawis, 2010:109). Etnis tionghoa menganggap tanggal 13-14 Mei 1998 adalah hari yang penting karena selama dua hari di Jakarta dan di Surakarta terjadi kerusuhan anti Tionghoa secara besar-besaran. Peristiwa ini telah mengejutkan masyarakat Tionghoa di dunia internasional. Mereka yang mampu telah mengungsi ke luar negeri, tetapi sebagian besar tetap berdiam di Indonesia. Pada bulan yang sama, Soeharto dilengserkan. Sejak itu sejarah kontemporer Indonesia memasuki era reformasi. Dalam era baru yang demokratis itu, etnis Tionghoa mulai merasa bahwa mereka masih mempunyai harapan untuk memperoleh tempat yang layak di Indonesia. Setelah peristiwa 13-14 Mei 1998 etnis Tionghoa baik yang peranakan maupun yang totok, commit to user rupanya mulai sadar bahwa mereka harus bertindak dan memperjuangkan hak-
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hak mereka sebagai warga negara Republik Indonesia. Meskipun sepertinya masyarakat Tionghoa Indonesia telah bersatu, sebetulnya ketidakpaduan masyarakat masih terlihat. Ini disebabkan masyarakat Tionghoa Indonesia terdiri dari kelompok budaya, kelas, kepercayaan dan orientasi politik yang berbeda. Karena itu, partai-partai yang didominasi etnis Tionghoa sangat lemah dan tidak efektif serta tidak mungkin memperoleh suara yang cukup.ini berhubung dengan
kecilnya jumlah
mereka
sebagai minoritas
dan
keanekaragaman komunitas tersebut (Leo Suryadinata, 2010: 202). Akhir-akhir
ini,
mereka
dianggap
sebagai
kapitalis
dan
konglomerat yang mengeruk kekayaan negara tanpa perasaan patriotism. Kerusuhan yang belum lama ini terjadi, yang ditujukan kepada warga keturunan Tionghoa, tidak terlepas dari persepsi negatif itu. Menurut Santo Darmosumarto (2010: 256) menyatakan bahwa: China may need Indonesia as much as Indonesia needs China. However, if engagement with China continues to be carried out sparingly and with a lack of coordination, then Indonesia would unlikely be able to increase its overall leverage and ensure that its relations with China benefits the Indonesia people as a whole”. Yang artinya: Cina mungkin memerlukan Indonesia seperti halnya Indonesia memerlukan China. Akan tetapi, apabila keterlibatan China terus dilakukan secara hemat dan dengan kurangnya koordinasi, maka Indonesia tidak akan mungkin mampu meningkatkan seluruh pengaruhnya dan menjamin bahwa hubungannya dengan
Cina menguntungkan
rakyat
Indonesia secara
keseluruhan. Pendapat
tersebut
menyatakan
bahwa
Indonesia
dalam
menjalankan hubungannya dengan China walaupun menguntungkan harus lebih berhati-hati jangan sampai dikuasai oleh China. Dalam menjalankan hubungannya harus ada koordinasi yang baik agar hubungan Indonesia dan China ini menguntungkan rakyat Indonesia secara kesuluran dan konflikkonflik dan sentiment terhadap China tidak akan terjagi lagi. commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berbagai partai politik tersebut seperti Partai Reformasi Tionghoa Indonesia (PARTI), Partai Pembauran Indonesia (yang tidak lama kemudian menjadi asosiasi biasa), dan Partai Bhinneka Tunggal Ika Indonesia (PBI) pun lahir. Di samping itu, banyak pula non-government organization (NGOs) atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti Solodaritas Nusa Bangsa (SNB), Gerakan Anti-Diskriminasi (Gandi), Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI), dan Perhimpunan INTI dibenetuk untuk memperjuangkan nasib orang Tionghoa di Indonesia. (Leo Suryadinata, 2010: 202). Sebenarnya sikap masyarakat pribumi mulai berubah terhadap minoritas etnis Tionghoa. Pemerintah Indonesia yang baru, terutama sejak Presiden Abdurrahman Wahid, mulai memberikan tempat bagi etnis Tionghoa di Indonesia. Ia telah membatalkan satu keputusan presiden yang melarang etnis Tionghoa merayakan hari-hari besar tradisionalnya. Di samping itu, pemerintah
Indonesia
pasca-Soeharto
mulai
menjalankan
kebijakan
multikulturalisme dan kebijakan asimilasi secara teori kalau bukan secara praktis telah ditinggalkan. Jadi etnis tionghoa tidak lagi dipaksakan untuk berasimilasi total dengan pribumi. Bagi etnis Tionghoa yang terpenting adalah pengakuan atas identitas kelompok mereka. Itulah yang diharapkan menjadi simbol bahwa pemerintah Indonesia mengakui eksistensi budaya Tionghoa sebagai bagian yang tak terpisahkan dari budaya Indonesia.
B. Kerangka Pemikiran Kebijakan kewarganegaraan adalah suatu keputusan pemerintah untuk memberikan layanan di bidang kewarganegaraan. Kebijakan kewarganegaraan ini biasanya berbentuk peraturan
yang tertulis.
Dengan
adanya kebijakan
kewarganegaraan ini maka diharapkan dapat mengatur segala jenis masalah kewarganegaraan, maka dari itu sejak dahulu peraturan kewarganegaraan di Indonesia selalu berkembang menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat Indonesia. Peraturan kewarganegaraan yang paling baru di Indonesia adalah commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Undang-undang No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 ini membagi warga negara dalam dua kelompok yaitu 1. Warga Negara asli yaitu orang Indonesia yang menjadi Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atau kehendak sendiri, dan 2. Orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai warga negara Indonesia melalui proses pewarganegaraan. Jadi hanya ada dua jenis penggolongan kewarganegaraan di Indonesia yaitu warga negara Indonesia dan warga asing. Seharusnya tidak ada masalah mengenai keraguan akan status kewarganegaraan seseorang apakah seseorang itu warga negara Indonesia atau warga asing padahal orang tersebut sudah lama tinggal di Indonesia. Eksistensi kebijakan kewarganegaraan ini sangat menentukan arah identitas kewarganegaraan masyarakat pendatang, khususnya disini adalah masyarakat etnis Tionghoa. Dimana kita ketahui bahwa masyarakat etnis Tionghoa ini tersebar di seluruh Indonesia dan merupakan etnis pendatang terbanyak di Indonesia. karena hal itu ada beberapa masalah mengenai identitas kewarganegaraannya di Kota Surakarta khususnya dalam hal identitas kewarganegaraan dapat segera terselesaikan dengan baik.
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adapun skema dari pemikiran tersebut adalah:
Etnis Tionghoa
Masalah kewarganegaraan
Kebijakan Kewarganegaraan
Undang-Undang No. 12 Tahun 2006
Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2007 Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.01-HL.03.01 Tahun 2006 Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.2-HL.05.06 Tahun 2006 Surat Walikota Surakarta No. 470/941/2007
Upaya Penyelesaian Surat Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta No. 470/294/2008
Gambar 4. Kerangka Berfikir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian Suatu penelitian memerlukan tempat penelitian yang dijadikan obyek untuk memperoleh data yang berguna untuk mendukung tercapainya tujuan penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Surakarta khususnya di Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Tempat ini penulis pilih dengan beberapa pertimbangan antara lain: a. Sejarah Kota Surakarta yang dulunya pernah terjadi kerusuhan terhadap etnis Tionghoa, sehingga unsur sejarahnya lebih kental. b. Lokasi mudah dijangkau dan strategis karena dekat dengan tempat tinggal penulis sehingga lebih efisien dan efektif. 2. Waktu Penelitian Untuk melaksanakan penelitian ini diperlukankan waktu penelitian kurang lebih 8 bulan yaitu mulai April 2011 sampai dengan November 2011. Secara rinci dapat ditulis pada tabel berikut ini : Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian No
Kegiatan
2011 Apr Mei
1
Pengajuan judul
2
Penyusunan Proposal
3
Ijin Penelitian
4
Pengumpulan Data
5.
Analisis Data
6.
Penyusunan laporan
Jun
commit to user
40
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk penelitian Bentuk penelitian merupakan salah satu faktor penting dalam suatu penelitian, karena bentuk dari penelitian tersebut turut menunjang penelitian yang sedang dilaksanakan. Berdasarkan tujuan yang dicapai dan jenis data yang diperlukan, maka penelitian ini menggunakan bentuk penelitian kualitatif yang bersifat deskriftif karena memaparkan obyek yang diteliti (orang, lembaga atau lainnya) berdasarkan fakta. Menurut Kirk dan Miller dalam Lexy J. Moleong (2006:4), mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah “Tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya”. Berdasarkan pendapat diatas, maka dalam penelitian ini penulis menyajikan data deskriftif berupa hasil wawancara dengan masyarakat Tionghoa di Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) di Surakarta dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil serta dokumen yang berkaitan dengan masalah kewarganegaraan etnis Tionghoa. Pelaksanaan dari penelitian ini direncanakan tidak hanya terbatas pada pengumpulan data semata, melainkan juga dilakukan proses penganalisisan data dan diakhiri dengan penafsiran kesimpulan. 2. Strategi peneliitian Setelah menentukan bentuk penelitian maka selanjutnya ditentukan strategi penelitian yang dalam hal ini sangat penting untuk dilakukan agar masalah yang diteliti mampu diungkapkan dan dipecahkan dengan akurat. Dalam penelitian ada 4 macam strategi penelitian yang dapat digunakan untuk menyusun penelitian, yaitu: “Tunggal terpancang, Ganda terpancang, Tunggal holistik, dan Ganda holistik”. Dalam penelitian ini penulis memilih bentuk penelitian deskriptif kualitatif dengan strategi tunggal terpancang. Maksud dari tunggal disini adalah hanya ada satu lokasi penelitian yaitu di Surakarta. Sedangkan terpancang artinya commit Eksistensi to user hanya pada tujuan untuk mengetahui Kebijakan Kewarganegaraan
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk Mengatasi Masalah Kewarganegaraan Etnis Tionghoa Pasca Keluarnya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006. Sehingga demikian kegiatan pengumpulan data lebih terarah (terpancang) pada permasalahan yang sudah ditentukan.
C. Sumber Data Menurut Lofland dan Lofland yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2006:157) menyatakan bahwa “Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diambil pengertian bahwa dalam penelitian kualitatif sumber data dapat digolongkan dalam dua kelompok yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sugiono (2010:308-309) menyatakan bahwa “Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen”. Menurut H.B Sutopo (2002:50), “Sumber data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif dapat berupa manusia, peristiwa, atau aktivitas, tempat atau lokasi, dokumen, dan arsip serta berbagai benda lain”. Berdasarkan pendapat diatas, maka yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah : 1. Informan Pengertian informan adalah individu yang memiliki informasi. Informan diharapkan dapat memberikan informasi mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti. Untuk memperoleh informasi tersebut penulis membuat pedoman wawancara. (dapat dilihat di lampiran 1). Dalam penelitian ini informan yang diwawancarai adalah: a. Masyarakat etnis Tionghoa di Kota Surakarta b. Pengurus Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) yaitu Bapak Sumartono commit to user Hadinoto
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta yaitu Bapak Bambang Wahyu dan Bapak Andi Hermanto Hasil wawancara dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Perkumpulan Masyarakat Surakarta, serta masyarakat Tionghoa dapat dilihat di lampiran 2. 2. Dokumen Dokumen merupakan bahan tertulis yang bergayutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan adalah data yang diperoleh dari arsip Perkumpulan Masyarakat Surakarta selain itu dokumen yang diperoleh dari Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Kota Surakarta yang berisi peraturan-peraturan tentang kewarganegaraan khususnya menyangkut masyarakat Tionghoa. Adapun dokumen yang digunakan peneliti sebagai sumber data antara lain: a. Surat Walikota Surakarta Nomor 470/941/2007 (dapat dilihat di lampiran 3). b. Surat Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam Negeri No. 470/2368/ND Tahun 2008 (dapat dilihat di lampiran 4). c. Surat Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta No. 470/294/2008 (dapat dilihat di lampiran 5). d. Kronologis penegasan WNI (dapat dilihat dilampiran 6). e. Data penegasan status kewarganegaraan. (dapat dilihat dilampiran 7). 3. Tempat dan Peristiwa Sumber data lain yang tidak dapat dipisahkan dari sumber data di atas adalah tempat dan peristiwa. Tempat yang dimaksud disini adalah lokasi dimana penelitian dapat dilakukan, yaitu Kantor Perkumpulan Masyarakat Surakarta dan Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Kota Surakarta. Adapun peristiwa
permasalahan
yang
diteliti
yaitu
mengenai
permasalahan
kewarganegaraan etnis Tionghoa di Kota Surakarta. Tempat dan peristiwa commit penelitian to user (dapat dilihat di lampiran 8). tersebut dapat diambil foto-foto kegiatan
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Teknik Sampling Sampling pada penelitian kualitatif digunakan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber. Hal ini sesuai dengan pendapat Lexy J. Moleong (2006: 224) yang mengatakan bahwa sampel memiliki fungsi, antara lain: “1. Untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai sumber bangunan. 2. Menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang akan muncul”. Teknik pengambilan sampel menurut Sugiono (2010: 123) ada beberapa cara, yaitu: “Sampling Sistematis, Sampling Purposive dan Snowball Sampling”. Teknik pengumpulan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Purposive Sampling, dengan kecenderungan peneliti untuk memilih informan dan masalahnya secara mendalam sehingga dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang akurat. Jadi sampel dalam penelitian ini antara lain: 1. Pengurus Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) yaitu bapak Sumartono Hadinoto 2. Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta yaitu bapat Bambang Wahyu dan Bapak Andi Hermanto 3. Masyarakat etnis Tionghoa yaitu Tang Swie Tjie, Tan Som Nio, Liang Ing, Go Soen Djien, Liem Kiem Soen, Fuk Kim, Teguh Santoso, Ing Hien, Tan Chen Siong, dan Maryam
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk mendapatkan data dalam suatu penelitian. Data sangat diperlukan dalam penelitian guna mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data yang akan commit to user digunakan dalam penelitian kualitatif serta untuk membuktikan kebenaran suatu
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
peristiwa. Sehingga untuk mendapatkan data yang akurat, jelas, dan terperinci serta dapat dipertanggungjawabkan maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Wawancara Lexy J. Moleong (2006:186) berpendapat bahwa “Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu”. Menurut Sugiyono (2010:319), macam-macam wawancara adalah sebagai berikut: “Wawancara terstruktur (Stuctured Interview, Wawancara semistruktur (Semistruktur Interview), Wawancara tak berstruktur (unstructured interview)”. Berdasarkan pendapat tersebut maka penulis menggunakan jenis wawancara semistuktur, yaitu dalam melakukan wawancara penulis membuat kerangka pokok-pokok pertanyaan terlebih dahulu sebagai pedoman wawancara, hal tersebut dilakukan untuk menjaga agar pokok-pokok yang telah direncanakan dapat tercakup seluruhnya dan hasil wawancara dapat mencapai sasaran. Jenis wawancara ini merupakan in-depth interview, dimana peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden secara mendalam. Dalam penelitian ini narasumber dalam wawancara penelitian ini diantaranya yaitu: 1. Pengurus Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) yaitu bapak Sumartono Hadinoto 2. Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta yaitu bapat Bambang Wahyu dan Bapak Andi Hermanto 3. Masyarakat Etnis Tionghoa yaitu Tang Swie Tjie, Tan Som Nio, Liang Ing, Go Soen Djien, Liem Kiem Soen, Fuk Kim, Teguh Santoso, Ing Hien, Tan Chen Siong, dan Maryam 2. Analisis Dokumen Analisis dokumen merupakan salah satu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan melihat dokumen yang telah terkumpul, mempelajari commit to user kemudian menganalisanya. Dokumen sebagai sumber data yang berbentuk tertulis
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atau gambar yang bisa merupakan keterangan tentang keadaan masa sekarang maupun keadaan dimasa lampau yang sewaktu-waktu dapat dilihat kembali. Menurut Sugiyono (2010:329), “Dokumen merupakan catatan peristiwa yang telah berlalu”. Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan adalah Surat Walikota Surakarta
Nomor
470/941/2007,
Surat
Direktur
Jenderal
Administrasi
Kependudukan Departemen Dalam Negeri No. 470/2368/ND Tahun 2008, Surat Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta No. 470/294/2008, Foto kegiatan penelitian, Kronologis penegasan WNI, Hasil wawancara dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Perkumpulan Masyarakat Surakarta, serta masyarakat Tionghoa, dan Data penegasan status kewarganegaraan. 3. Observasi Menurut Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2010:203), “Observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikologis”. Macam-macam observasi yaitu : a. Obsevasi Berperanserta Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. b. Obsevasi Nonpartisipan Dalam observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat dan sebagai pengamat independen. (Sugiono, 2010: 204) Dalam penelitian ini macam observasi yang digunakan adalah observasi nonpartisipan, maksudnya peneliti tidak terlibat dan sebagai pengamat independen guna memperoleh data tentang eksistensi kebijakan kewarganegaraan untuk mengatasi masalah kewarganegaraan etnis Tionghoa di Surakarta pasca keluarnya Undang-Undang No.12 Tahun 2006. Disini peneliti datang ke tempat penelitian yaitu Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan Perkumpulan Masyarakat Surakarta, kemudian meminta ijin, setelah mendapat ijin maka peneliti mengamati masalah Etnis Tionghoa dan bagaimana upaya penyelesaian to user permasalahan tersebut. Peneliticommit sekaligus mencatat hal-hal yang dianggap
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memiliki relevansi dengan tujuan penelitian dalam hal ini peneliti hanya mengamati dan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan eksistensi kebijakan kewarganegaraan untuk mengatasi masalah kewarganegaraan etnis Tionghoa di Surakarta pasca keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006.
F. Validitas Data
Untuk menjaga keabsahan data dan kesahihan data yang dikumpulkan, maka perlu adanya validitas data. Untuk itu peneliti dapat menentukan cara untuk meningkatkan atau mengembangkan kevaliditasan dari data yang telah diperoleh tersebut. Untuk menjamin keabsahan data yang diperoleh dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 1. Trianggulasi Lexy J. Moleong (2006:178) berpendapat bahwa, “Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu”. Menurut Patton yang dikutip oleh HB. Sutopo (2002:78-82) menyatakan bahwa ada 4 macam teknik trianggulasi, yaitu: “Trianggulasi Data (data
triangulation),
Trianggulasi
Metode
(Investigator
trianggulation),
Trianggulasi Peneliti (methodological trianggulation), Trianggulasi Teori (theoritical trianggulation)”. Dalam penelitian ini kesahihan data diperoleh dengan menggunakan Trianggulasi Data. Trianggulasi data yaitu data penelitian diambil dari berbagai sumber data yang berbeda untuk menghasilkan data yang sejenis. Sumber data yang digunakan adalah informan, dokumen, tempat, dan peristiwa. Adapun alasan memilih menggunakan Trianggulasi Data adalah untuk menutup kemungkinan apabila ada kekurangan data dari salah satu sumber maka dapat dilengkapi dengan data dari sumber lain. (trianggulasi dapat dilihat di lampiran 9). commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
G. Analisis Data Teknik analisis data menurut Sugiyono (2010: 335), adalah: Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Adapun
komponen
utama
dalam
proses
analisis
ini
meliputi
pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. 1. Pengumpulan Data Pengumpulan
data merupakan
kegiatan
yang
digunakan
untuk
memperoleh informasi yang berupa kalimat-kalimat yang dikumpulkan melalui kegiatan wawancara, observasi, dan dokumen. Data yang diperoleh masih berupa data mentah yang tidak teratur, sehingga diperlukan analisis agar data menjadi teratur. 2. Reduksi Data Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhaan, dan abstraksi data kasar yang ada dalam fieldnote (catatan lapangan). H.B. Sutopo (2002: 92) berpendapat bahwa “Reduksi data adalah bagian dari proses analisis, yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan”. 3. Penyajian Data Alur penting dari kegiatan analisis data adalah penyajian data. Menurut Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (2007: 17) “Penyajian itu sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan”. Penyajian data merupakan rakitan dari organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Sajian data dapat berupa commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
matriks, gambar atau skema, jaringan kerja kegiatan dan tabel. Semuanya dirakit secara teratur guna mempermudah pemahaman informasi. 4. Penarikan Kesimpulan Dalam hal ini penarikan kesimpulan yang terkait dengan penelitian ini, maka setelah data dikumpulkan, dipilih mana yang diperlukan dan mana yang tidak diperlukan, kemudian disusun jaringan kerja yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Untuk lebih jelasnya unsur-unsur seperti reduksi data, sajian data, reduksi data dan penarikan kesimpulan yang ada dapat digambarkan seperti bagan berikut ini: Pengumpulan data Penyajian Data Reduksi Data Kesimpulankesimpulan Penarikan/Verifikasi
(Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 2007: 20) Gambar 5. Analisis Data Model Interaktif.
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman (2007: 19) menyatakan, “Reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar, untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis”. Keempat komponen utama tersebut merupakan suatu rangkaian dalam proses analisis data yang satu dengan yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan, dimana komponen yang satu merupakan langkah menuju komponen yang lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak bisa mengambil salah satu komponen saja. Penarikan kesimpulan merupakan hasil dari suatu commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
proses penelitian yang tidak dapat terpisahkan dari proses sebelumnya, karena merupakan satu kesatuan.
H. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah penelitian dari awal hingga akhir. Dalam penelitian ini menggunakan prosedur penelitian dengan tahapan sebagai berikut : 1. Tahap Pra Lapangan Tahap ini terbagi dalam enam kegiatan yang dilakukan meliputi : a. Menyusun rencana penelitian b. Memilih lapangan penelitian c. Mengurus perijinan d. Menjajaki dan menilai keadaan lapangan e. Menyiapkan perlengkapan penelitian f. Memilih dan memanfaatkan informan 2. Tahap Penelitian Lapangan a. Memahami latar belakang penelitian dan persiapan b. Memasuki lapangan c. Berperan serta dalam mengumpulkan data dari informan d. Mencari informasi melalui pengamatan praktek di lapangan. 3. Tahap Analisis Data Tahap ini penulis melakukan beberapa kegiatan yang berupa mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode, dan mengorganisasikan data. Kemudian setelah itu data yang telah terkumpul, maka data tersebut akan dianalisis untuk mengetahui permasalahan yang diteliti sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan dugaan sementara ataupun adanya temuan studi. 4. Tahap Penulisan Laporan Setelah tahap penganalisaan data, maka langkah yang akan dilakukan selanjutnya yaitu menarik kesimpulan dari permasalahan yang diteliti kemudian commit user dalam bentuk laporan. hasil dari penelitian tersebut nantinya akantoditulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Deskripsi Umum Perkumpulan Masyarakat Surakarta
a. Deskripsi Lokasi Perkumpulan Masyarakat Surakarta Perkumpulan Masyarakat Surakarta berlokasi di Jalan Insinyur Juanda No. 47 Surakarta yang merupakan bagian wilayah Kelurahan Purwodiningratan Kecamatan Jebres, daerah yang dihuni oleh banyak warga etnis Tionghoa di Kota Surakarta. Kantor sekretariat atau kantor pusat PMS menghadap ke timur berhadapan dengan GOR PMS dan SD N Purwodiningratan I dan disekitarnya merupakan perkampungan penduduk yaitu kampung Jagalan di sebelah utara dan kampung Kanggotan di sebelah barat. Di belakang kantor PMS terdapat gedung pertemuan atau Gedung Gajah yang digunakan untuk acara-acara pernikahan, seminar-seminar, ulang tahun ataupun acara yang lainnya dan balai pengobatan umum dimana keduanya menghadap ke selatan di Jalan Insiyur Juanda. Kantor PMS sendiri terdiri dari dua lantai. Ruang dasar atau bawah digunakan sebagai perkantoran umum yang melayani berbagai kebutuhan anggota maupun masyarakat. Di bagian lobi kantor PMS terdapat dua lemari yang berisi berbagai piagam-piagam baik di bidang olah raga, kesenian atau bidang lainnya yang diraih PMS. Ruang tengah berfungsi sebagai ruang serba guna PMS, ruang kesenian, ruang olah raga yang antara lain untuk senam, latihan tenis meja, wushu, latihan fisik atlet bulutangkis, latihan orchestra, latihan musik Yang Khim, dan kegiatan umum lainnya. Bangunan di lantai dua digunakan untuk ruang khusus rapat pengurus dan ruang khusus rapat pertemuan umum para anggota PMS. Bagian sisi lantai dua dibangun 10 kamar untuk asrama atlet
pusdiklat
bulutangkis
PMS
dan
dalam
perkembangannya digunakan sebagai gudang. Berdasarkan batas-batas lokasi tersebut Kantor PMS sangat commit user strategis dan mudah dijangkau oleh to masyarakat. Hal ini dikarenakan kantor
51
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
PMS dekat dengan jalan raya dan pusat kota sehingga mudah dijangkau oleh transportasi umum. Letak kantor PMS yang berada ditengah-tengah perkampungan penduduk tepatnya kampung Balong yang merupakan daerah pusat tempat tinggal warga etnis Tionghoa. Hal ini sangat membantu pihak PMS dalam mensosialisasikan setiap kegiatan dan dapat mengetahui berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakat sekitar baik itu anggota maupun bukan anggota PMS. b. Organisasi PMS 1) Tujuan Organisasi PMS Perkumpulan
Masyarakat
Surakarta
sebagai
organisasi
memiliki tujuan yang dituangkan dalam : a) Tujuan Internal Tujuan internal PMS ada dua yaitu peningkatan kesejahteraan anggota dan peningkatan kesadaran nasionalisme dari anggota PMS. b) Tujuan Eksternal Tujuan eksternal PMS diwujudkan melalui berbagai program-program yang disediakan oleh PMS. 2) Latar Belakang Berdirinya Organisasi PMS Perkumpulan Masyarakat Surakarta berdiri sejak tahun 1932 dimana sebelumnya merupakan penggabungan atau menjadi satunya enam organisasi masyarakat Tionghoa yang pada saat itu bergabung menjadi Chuan Min Kung Hui yang mempunyai arti suatu perkumpulan masyarakat sosial Surakarta. Keenam organisasi tersebut antara lain Kong Tong Hoo, Sam Ban Hien, Hiang Gie Hwee, Hap Gie Hwee, Kong Sing Hwee, dan Tiong hwa Paen Sing hwee. Semua organisasi ini bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan dan pelayanan kematian. Seiring berjalannya waktu pada tahun 1959 organisasi ini berubah dengan nama Perkumpulan Masyarakat Surakarta. Hal ini dikarenakan semua pengurus pada waktu itu mempunyai visi dan misi yang jelas dan konsisten untuk bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan selain itu karena organisasi to user harus diganti dengan bahasa ini berada di Surakarta commit maka namanya
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Indonesia maka terbentuklah Perkumpulan Masyarakat Surakarta. Dimana semua suku
bangsa di Surakarta dapat
menjadi anggota dari
perkumpulannya dan dalam perjalanannya pengurusnya tidak hanya orang Tionghoa saja misalnya orang Jawa. 3) Keanggotaan PMS Jumlah keseluruhan dari anggota PMS adalah kurang lebih 3000 orang. Keanggotaan PMS ini terbagi menjadi 4 golongan anggota, yaitu anggota golongan A, B, C dan D. Pembagian golongan anggota PMS ini lebih ditekankan pada besar kecilnya iuran setiap bulan dari anggota sehingga disini pembagian anggota PMS lebih pada segi ekonomi dari masing-masing anggota PMS. Untuk golongan A beban iuran anggota setiap bulannya adalah Rp. 10.000, golongan B Rp. 7.500, golongan C Rp. 5.000 dan golongan D sebesar Rp. 3.000. Bagi anggota PMS yang telah terdaftar resmi, maka apabila menggunakan fasilitas yang dimiliki oleh PMS akan mendapatkan diskon separuh harga atau 50%. Misalnya menggunakan fasilitas Gedung Gajah, rumah duka Tiong Thing dan fasilitas-fasilitas lainnya. Cara perekrutan keanggotaan PMS masih merupakan usaha dan proses yang terus dilakukan PMS. Semua orang dapat menjadi anggota PMS dengan tidak membedakan suku, agama, ras dan senantiasa membantu siapa saja yang memerlukan bantuan. 4) Kegiatan Organisasi PMS Perkumpulan
Masyarakat
Surakarta
memiliki
beberapa
kegiatan di berbagai bidang, diantaranya adalah: a) Bidang Olahraga Meliputi pendidikan dan pelatihan olahraga. Dalam bidang ini telah mencapai taraf yang cukup membanggakan. Hal ini terbukti dengan bertambahnya partisipasi anggota dimasing-masing cabang olahraga PMS dan banyaknya prestasi yang telah dicapai oleh PMS. Keberhasilan ini juga ditunjukkan dengan terpilihnya PMS sebagai wakil daerah dalam berbagai even-even olahraga baik lokal, nasional to olahraga user maupun internasional.commit Cabang tersebut antara lain wushu,
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tenis meja, catur, tekwondo, bulutangkis, senam Kridaprana, senam Jikung dan senam Aerobik. b) Bidang Sosial Bidang sosial merupakan kegiatan utama dari organisasi PMS.
Seperti
tujuan
utama
dari
organisasi
PMS
adalah
mensejahterakan anggotanya pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Kegiatan pada bidang ini masih tetap dilaksanakan dan dikembangkan sampai sekarang karena merupakan dasar keberadaan dari organisasi PMS. Kegiatan ini dilakukan dengan berbagai bakti sosial atau aksi-aksi sosial yang diberikan kepada masyarakat. Berbagai bakti sosial dan aksi sosial dilakukan PMS kurang lebih setiap tiga bulan sekali. Selain itu aktivitas dalam bidang ini diwujudkan dengan mendirikan Balai Pengobatan untuk anggota dan masyarakat.
Melalui
balai
pengobatan
ini
masyarakat
dapat
memperoleh bantuan kesehatan dengan harga yang relatif terjangkau. Balai pengobatan PMS merupakan bentuk kerjasama PMS dengan beberapa Dokter Umum di salah satu Rumah Sakit Swasta di Surakarta. Balai pengobatan ini buka setiap hari Senin sampai Sabtu pukul 08.00 pagi yang bertempat di sebelah barat Gedung Gajah di jalan Ir. Juanda No. 47 Surakarta. Manfaat yang dirasakan pada program bidang ini sangat tinggi karena telah membantu masyarakat yang benar-benar membutuhkan dan tampak dengan semakin banyak masyarakat yang datang untuk berobat dibalai pengobatan PMS. Aktivitas-aktivitas sosial semacam ini terus dikembangkan oleh PMS sebagai wujud kepedulian PMS terhadap masyarakat luas serta agar tetap terjaga eksistensinya sebagai organisasi sosial. c) Bidang Hukum Kegiatan PMS dibidang hukum pada dasarnya memberian pelayanan
kepada
anggota
yang
mengalami
masalah
yang
berhubungan dengan hukum. Pada bidang ini PMS membuat atau to userHukum (LBH) yang tugasnya mendirikan Lembagacommit Bantuan
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membantu para anggota. Akan tetapi di dalam pelaksanaannya ternyata sedikit anggota yang membutuhkan pelayanan dalam bidang ini. Kegiatan di bidang hukum misalnya dengan membantu anggota yang mayoritas etnis Tionghoa untuk mengurus segala permasalahan yang berkaitan dengan surat kewarganegaraan atau SBKRI. Selain itu PMS juga membantu para anggota yang sedang menghadapi kesulitan dibidang hukum lainnya. Pada tahun 1995 dengan bermodalkan Inpres No. 6 Tahun 1995, PMS dipercaya pemerintah melalui Departemen Hukum dan HAM membentuk TP4C atau Tim Penyelesaian Permohonan Pewarganegaraan Pemukim China yang tugasnya menyelesaikan pengurusan kewarganegaraan Indonesia bagi warga etnis Tionghoa di kota Surakarta yang belum menjadi warga negara Indonesia. Untuk mempermudah hal tersebut, PMS menerapkan pelayanan terpadu satu atap yang melibatkan unsur Camat, Kepolisian, Kantor Imigrasi, Kejaksaan dan Kantor Sospol untuk mempermudah yang akan mengurus kewarganegaraan. dan jumlah yang terselesaikan 1661 pemohon, dimana menurut Departemen Hukum dan HAM, PMS menyelesaikan tercepat dalam jumlah yang cukup besar. Dengan terbitnya
Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
2006
tentang
kewarganegaraan Republik Indonesia hingga saat ini PMS terus membantu menyelesaikan surat penetapan sebagai warga negara Indonesia. d) Bidang Kebudayaan Kegiatan bidang kebudayaan diwujudkan PMS melalui pengembangan berbagai kesenian baik daerah maupun nasional. Kesenian yang saat ini dikembangkan oleh PMS antara lain: kesenian Wayang Orang, Karawitan, Campursari, Orkestra, Band PMS, Keroncong dan untuk musik tradisional Tiongkok ada musik Yang Khim dan kesenian Barongsai. Kegiatan kesenian PMS ini dilakukan commityang to user setiap hari dengan kegiatan berbeda-beda, misalnya hari senin
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kegiatan orkestra kemudian hari selasa musik keroncong dan seterusnya. Biasanya kegiatan ini bertempat di Gedung PMS mulai pukul 19.00 sampai 23.00. Bidang ini sifatnya tidak lebih pada hiburan sehingga dalam pelaksanaan para anggotanya berlatih secara bersamasama. Bidang ini tidak ada pelatih secara khusus semuanya dikerjakan dan dilatih secara bersama-sama. e) Bidang Pendidikan Kegiatan di bidang ini meliputi pemberian beasiswa kepada anak-anak yang tidak mampu dalam hal pendidikan tetapi berprestasi. Pemberian beasiswa ini dilakukan sejak Tahun 1997 dan biasanya diberikan setiap satu tahun sekali dibagi menjadi dua semester. Sampai saat ini beasiswa yang telah diberikan PMS sudah mencapai 3000 anak. Sasaran pemberian beasiswa adalah untuk anak-anak yang tidak mampu namun berprestasi dalam pendidikan. Pemberian beasiswa ini difokuskan mulai dari siswa SD, SMP, SMA dan Mahasiswa. Tujuan dari pemberian beasiswa ini untuk membantu meringankan biaya pendidikan bagi masyarakat menengah kebawah terutama untuk masyarakat ekonomi lemah, membantu proses pembauran di dalam masyarakat, disamping itu juga membantu mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia khususnya anak-anak sekolah di Surakarta. Kegiatan pembagian beasisiwa PMS diharapkan agar dapat dicontoh oleh organisasi atau lembaga lain dalam membantu
meningkatkan
pendidikan
minimal
di
lingkungan
masyarakat Surakarta. Selain pemberian bantuan berupa beasiswa, PMS juga selalu aktif mengunjungi sekolah-sekolah khususnya SD yaitu dengan cara membagikan alat-alat tulis. Contohnya PMS membagikan perlengkapan menulis kepada anak-anak di SD Purwodinigratan I Surakarta. Mengenai fasilitas pendidikan PMS juga bekerja sama dengan Yayasan Tripusaka yaitu pihak PMS meminjamkan sebagian commit to user tanahnya untuk sekolahan Warga dan Tripusaka.
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f) Bidang Humas dan Pelayanan Kegiatan di bidang humas dan pelayanan terkait dengan kinerja pada bidang kantor pelayanan. Dimana kegiatan pelayanan kantor organisasi meliputi: pelayanan untuk pendaftaran anggota baru PMS, melayani pembayaran iuran anggota, pelayanan penyewaan gedung baik gedung olahraga, gedung pertemuan maupun rumah duka, pendaftaran siswa baru baik untuk pusdiklat bulutangkis PMS atau jenis kegiatan yang lain, pelayanan pembuatan akte kematian dan lainlain. Bidang ini menangani segala kebutuhan yang diperlukan oleh anggota, masyarakat maupun organisasi. Misalnya saja pelayanan fasilitas umum yang dimiliki organisasi PMS, sosialisasi program PMS, penggalangan dana untuk kegiatan organisasi kesemuanya harus melalui bidang ini. Bidang ini sangat menentukan terlaksananya kegiatan-kegiatan pada bidang-bidang yang lain dalam organisasi karena bidang ini merupakan ujung tombak dari segala program PMS
2. Deskripsi Umum Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
a. Deskripsi Lokasi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Nama
: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta
Bidang-Bidang
: 1) Bidang Data dan Statistik 2) Bidang Pendaftaran Penduduk 3) Bidang Pencatatan Sipil 4) Bidang Dokumentasi dan Informasi
Alamat
: Jl. Bhayangkara No. 3 Surakarta Telp. (0271) 714886
Program Layanan : 1) Pendaftaran Penduduk 2) Pencatatan Akta Catatan Sipil 3)Pengelolaan
Sistem
Kependudukan (SIAK) commit to user
Informasi
dan
Administrasi
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Sejarah Berdirinya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta Pada mulanya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta berbentuk kantor yang bernama Kantor Catatan Sipil Surakarta. Kantor Catatan Sipil ini hanya membidangi satu tugas saja, yaitu tugas di bidang pencatatan sipil sedangkan fungsi Kantor Catatan Sipil adalah sebagai berikut: 1) Mengeluarkan produk yang berupa dokumen negara antara lain akta kelahiran, akta kematian, akta perkawinan, akta perceraian, serta akta pengakuan dan pengesahan anak. 2) Pemeliharaan akta catatan sipil. 3) Pengukuhan kepada masyarakat tentang catatan sipil. 4) Penyediaan data atau informasi catatan sipil dalam rangka perumusan kebijaksanaan pembangunan. Sejalan dengan ditetapkannya asas desentralisasi, maka otonomi daerah di Surakarta diawali dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Kota Surakarta yang terdiri dari 15 Dinas, lima badan, empat bagian dan delapan kantor. Dengan dikeluarkannya Peraturan Daerah tersebut, maka Nomenklatur Peraturan Daerah Kantor Catatan Sipil Surakarta dengan dasar pelaksanaan tugas diatur dalam keputusan Walikota Surakarta Nomor 26 Tahun 2001 tentang Pedoman
Uraian Tugas Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta. Dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Walikota tersebut, maka Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tidak hanya bertugas di bidang catatan sipil saja, namun juga melaksanakan kebijakan di bidang kependudukan. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta berdiri pada tahun 2001, merupakan merger dari Dinas Kependudukan, Kantor Catatan Sipil, dan kantor Transmigrasi. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta secara resmi dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah commit to user Kota Surakarta Nomor 15 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata
perpustakaan.uns.ac.id
59 digilib.uns.ac.id
Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta, khususnya Bab IV bagian ketiga belas tentang Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, serta ketentuan Pasal 27 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta. Saat ini Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta menempati sebuah gedung yang beralokasi di kawasan stadion R. Maladi Solo, tepatnya di Jl. Bhayangkara No. 3. Lokasi Dinas ini berbatasan: Utara : Kantor ORARI Timur : Stadion Sriwedari dan Kantor Pusat Selatan : Kantor Pemasaran Solo The Spirit Of java Barat : Jl. Bhayangkara dan Kelurahan Penumping Dengan luas 1000 m, gedung yang sebagian besar arsitekturnya peninggalan Belanda tersebut ditata sedemikian rupa sehingga mampu menampung seluruh aktivitas pegawainya dalam melaksanakan pendaftaran penduduk dan pencatatan akta catatan sipil, maka terdapat dua loket pelayanan, masing-masing untuk pendaftaran penduduk (KK, KTP, KIA, KIT) dan akta catatan sipil (Lahir, Mati, Kawin, Cerai, Pengakuan dan Pengesahan Anak). Selain ruang pelayanan terdapat satu ruang tata usaha dan ruang sub dinas yang merupakan bagian dari struktur Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Guna menunjang pelayanan dalam proses pencetakan dokumen Kependudukan dan Catatan Sipil maupun pengelolaan statistik vital, maka tersedia dua ruang komputer yang dikhususkan untuk pencetakan dokumen dan entri data statistik vital. Terdapat pula ruang arsip yang digunakan sebagai tempat pengelolaan arsip catatan sipil yang akan memudahkan masyarakat ketika mereka hendak mencari kutipan akta kedua dan seterusnya. Pada saat ini sebagian dari pelayanan yang ada di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil telah pindah ke kantor Balai Kota Surakarta. Proses perpindahan ini secara perlahan-lahan karena menunggu gedungnya commit to user selesai direnovasi.
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Visi dan Misi Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta 1) Visi Visi yang diemban oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta adalah terwujudnya tertib administrasi kependudukan dengan pelayanan prima menuju penduduk yang berkualitas. 2) Misi Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta mempunyai misi: a) Mengembangkan kebijakan dan sistem serta menyelenggarakan pendaftaran penduduk dan pencatatn sipil serta ketransmigrasian untuk menghimpun data kependudukan serta memenuhi identitas dan dokumen penduduk serta pelayanan transmigrasi dalam rangka mewujudkan tertib administrasi dalam rangka mewujudkan tertib administrasi kependudukan. b) Mengembangkan dan memajukan kebijaksanaan dan sistem informasi serta menjalankan, sehingga mampu menyediakan data dan informasi kependudukan secara lengkap, akurat dan memenuhi kepentingan publik dan pembangunan. c) Menyusun perencanaan kependudukan sebagai dasar perencanaa dan perumusan pembangunan nasional dan daerah yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan penduduk. d) Merumuskan arah kebijakan dinamika kependudukan yang serasi, selaras dan seimbang antara kuantitas/pertumbuhan, kualitas serta persebaran dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan. e) Mengembangkan pranata hukum, kelembagaan, dan pendayagunaan, dan peran serta masyarakat untuk pelaksanaan dan pendayagunaan manfaat administrasi kependudukan guna perlindungan sosial dan penegakan hak-hak penduduk.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
d. Dasar Hukum Di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 1) Staatsblad 1849 Nomor 25 tentang Pencatatan Sipil Golongan Eropa. 2) Staatsblad 1917 Nomor 130 Jo. Staatsblad 1919 No. 81 tentang Pencatatan Sipil Golongan Tionghoa. 3) Staatsblad 1920 Nomor 751 Jo. Staatsblad 1927 No. 564 tentang Pencatatan Sipil bagi orang Indonesia. 4) Staatsblad 1933 No. 75 Jo. Staatsblad 19936 No. 607 tentang pencatatan Sipil bagi golongan Indonesia, Jawa, Madura dan Minahasa. 5) KUH Perdata (BW). 6) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 7) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 8) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974. 9) Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 6 Tahun 2002 tentang Pendaftaran Penduduk dan Akta Catatan Sipil. 10) Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 8 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Perda No. 6 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Akta Catatan Sipil. 11) Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 8 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Informasi Administrasi kependudukan. 12) Keputusan Walikota Surakarta No. 474/83/1/2004 jo No. 470/151/1/2005 tentang Pelaksanaan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan. 13) Peraturan Walikota Surakarta No. 8 Tahun 2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 6 Tahun 2002. 14) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 28 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. e. Tugas dan Fungsi Dinas kependudukan dan Catatan Sipil Dinas kependudukan dan Catatan Sipil Kota Suakarta mempunyai tugas menyelenggarakan kewenangan Pemerintah Kota dalam bidang kependudukan dan pencatatan sipil. Dalam menyelenggarakan tugasnya Dinas commit user mempunyai fungsi: kependudukan dan Catatan Sipil Kotato Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
1) Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 15 Tahun 2008 Dinas mempunyai fungsi: a) Penyelenggaraan kesekretarian dinas b) Penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi dan pelaporan c) Pengelolaan data statistik d) Pengelolaan administrasi kependudukan e) Pencatatan dan penerbitan akta-akta kependudukan dan pencatatan sipil f) Pengelolaan dan pelayanan dokumen g) Pembinaan jabatan fungsional 2) Fungsi bidang pencatatan sipil berdasar Pasal 23 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 15 Tahun 2008 antara lain: a) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang perkawinan dan perceraian b) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang kelahiran, kematian, pengakuan anak, dan pengesahan anak c) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya 3) Berdasarkan Pasal 24 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 15 Tahun 2008 yaitu: a) Bidang pencatatan sipil, membawahkan: Seksi Perkawinan dan Perceraian dan Seksi Kelahiran, Kematian, Pengakuan dan Pengesahan Anak b) Seksi-seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Seksi, yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Pencatatan Sipil 4) Berdasarkan Pasal 26 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 15 Tahun 2008 yaitu: Seksi kelahiran, kematian, pengakuan dan pengesahan anak commitpenyiapan to user mempunyai tugas melakukan bahan perumusan kebijakan
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang kelahiran, kematian, pengakuan anak, dan pengesahan anak, meliputi: pelayanan pencatatan dan penerbitan akta kelahiran, kematian, perubahan, dan pembatalan akta. Disamping melaksanakan
fungsi tersebut
diatas, Dinas
kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta juga mempunyai tugas pokok
yaitu
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan
di
bidang
kependudukan dan pencatatan sipil. Sedangkan bidang pencatatan sipil mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang perkawinan, perceraian, kelahiran, kematian, pengakuan anak, dan pengesahan anak. 5) Berdasarkan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 15 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta, terdiri dari: a) Kepala Dinas b) Sekretariat, terdiri dari: Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan Sub Bagian Keuangan Sub Bagian Umum dan kepegawaian c) Bidang Data dan Statistik, terdiri dari: Seksi Pengolahan Data dan Statistik Seksi Sistem Teknologi Informasi d) Bidang Pendaftaran Penduduk Seksi Identitas Penduduk Seksi Perpindahan dan Pendataan Penduduk Rentan e) Bidang Pencatatan Sipil Seksi Perkawinan dan Perceraian Seksi Kelahiran, Kematian, Pemgakuan Anak dan Pengesahan Anak f) Bidang Dokumentasi dan Informasi Seksi Pengolahan Dokumentasi Seksi penyuluhan dan Pelayanan Informasi commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan uraian tugas adalah sebagai berikut: a)
Kepala Dinas memimpin pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dinas.
b)
Sekretariat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi, dan pelaksanaan di bidang perencanaan, evaluasi dan pelaporan, keuangan, umum dan kepegawaian.
c)
Sub bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian
penyelenggaraan
tugas
secara
terpadu
di
bidang
perencanaan, evaluasi dan pelaporan. d)
Sub bagian Keuangan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penbinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi, dan pelaksanaan di bidang keuangan, meliputi: pengelolaan keuangan, verifikasi, pembukuan dan akuntansi di lingkungan Dinas.
e)
Sub bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan pengkoordinasian penyelenggaraan
tugas
secara
terpadu,
pelayanan
administrasi,
dan
pelaksanaan di bidang umum dan kepegawaian, meliputi: pengelolaan administrasi kepegawaian, hukum, humas, organisasi dan tatalaksana, ketatausahaan, rumah tangga dan perlengkapan di lingkungan dinas. f)
Bidang Data dan Statistik mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pengolahan data dan statistik dan sistem teknologi informasi.
g)
Seksi Pengolahan Data dan Statistik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang data dan statistik, meliputi: pengumpulan, verifikasi, pengolahan, penyajian data dan statistik.
h)
Seksi Sistem teknologi dan informasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di commit tomeliputi: user bidang sistem teknologi informasi, pengelolaan, pemeliharaan,
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
perencanaan dan pengembangan sistem teknologi informasi pengelolaan, pemeliharaan dan pengembangan sisitem teknologi informasi. i)
Bidang Pendaftaran Penduduk mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang identitas penduduk, perpindahan dan pendataan penduduk rentan.
j)
Seksi Identitas Penduduk mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan dibidang identitas penduduk, meliputi: pendaftaran penduduk dan penerbitan identitas penduduk.
k)
Seksi Perpindahan dan Pendataan Penduduk Rentan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang perpindahan dan pendataan penduduk rentan, meliputi: pengelolaan data perpindahan penduduk, dan pelayanan perpindahan dan pendataan penduduk rentan.
l)
Bidang Pencatatan Sipil mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang perkawinan, perceraian, kelahiran, kematian, pengakuan anak dan pengesahan anak.
m)
Seksi Perkawinan dan Percaraian mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan dibidang perkawinan dan perceraian, meliputi: pelayanan pencatatan dan penerbitan akta perkawinan, perceraian, perubahan dan pembatalan akta.
n)
Bidang Dokumentasi dan Informasi mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pengelolaan dokumentasi, penyuluhan, dan pelayanan dokumen.
o)
Seksi Pengelolaan Dokumentasi mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang dokumentasi, meliputi: pemyimpanan, pemeliharaan dan pelayanan dokumen.
p)
Seksi Penyuluhan dan Pelayanan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang penyuluhan dan pelayanan, meliputi: penyuluhan dan pelayanan informasi.
q)
Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas sesuai dengan jabatan commit toperaturan user fungsional masing-masing berdasarkan perundang-undangan.
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Deskripsi Permasalahan Penelitian 1. Kebijakan Pengaturan Tentang Kewarganegaraan Pasca Keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006
Warga negara merupakan salah satu unsur pokok suatu negara. Status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negara dan negaranya. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap negaranya. Sebaliknya, negara mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga negaranya. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 mengatur mengenai masalah kewarganegaraan Republik Indonesia. Sebelum undang-undang ini berlaku masalah kewarganegaraan diatur dengan : a. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 tentang Warganegara dan Penduduk Indonesia Undang-undang
ini
mengatur
masalah
warganegara
dan
pendudukan Indonesia. Selain mengatur mengenai siapa warganegara Indonesia, undang-undang ini juga mengatur masalah pernyataan keberatan menjadi warganegara Indonesia, status kewarganegaraan seorang istri, perolehan dan kehilangan kewarganegaraan. Kewarganegaraan Indonesia dengan naturalisasi dapat berupa naturalisasi biasa dan naturalisasi untuk kepentingan negara dan kehilangan kewarganegaraan karena mendapat kewarganegaraan dari negara lain, tidak mendapat ijin presiden masuk menjadi tentara atau pegawai negeri dari negara lain serta kehilangan kewarganegaraan seorang perempuan karena perkawinan. Undang-undang ini juga mengatur mengenai penduduk negara. Penduduk negara Indonesia adalah tiap-tiap orang yang berkedudukan dalam daerah negara Indonesia selama satu tahun berturut-turut (Pasal 14). Kedudukan hukum penduduk negara Indonesia seseorang hilang dengan sendirinya oleh karena orang itu bertempat kedudukan diluar negara Indonesia. Seorang perempuan selama di dalam perkawinan turut kedudukan commit(Winarno, to user 2009:110). hukum penduduk negara suaminya.
perpustakaan.uns.ac.id
67 digilib.uns.ac.id
b. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1958 Tentang Persetujuan antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok Mengenai Soal Kewarganegaraan Undang-undang ini mewajibkan kepada setiap orang yang mempunyai dwi-kewarganegaraan agar menentukan pilihannya yaitu apakah orang tersebut melepaskan kewarganegaraan RCC dan menjadi warganegara Indonesia ataupun sebaliknya. Kewajiban tersebut hanya dibebankan kepada orang dewasa, dewasa disini adalah telah berumur 18 tahun atau pernah atau telah kawin. Menurut Winarno (2009: 115) bahwa bagi dwi-kewarganegaraan yang dewasa dan tidak menyatakan pilihannya dalam waktu dua tahun berlaku ketentuan berikut: 1) Ia dianggap telah memilih kewarganegaraan RCC, kalau ayahnya keturunan Cina. 2) Ia dianggap telah memilih kewarganegaraan Indonesia, kalau ayahnya keturunan Indonesia. Pada tahun 1969 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1958 ini telah dicabut kembali oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1969 ini, dalam undang-undang ini menyatakan bahwa mereka yang telah mempunyai kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1958 tetap berkewarganegaraan Indonesia sedangkan orang-orang yang dibawah umur secara otomatis mengikuti garis kewarganegaraan orangtuanya. c. Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Kewarganegaraan Republik Indonesia Undang-undang ini mengatur beberapa hal, antara lain: 1) Siapa yang dinyatakan memiliki status sebagai warga negara Indonesia. 2) Naturalisasi atau pewarganegaraan biasa 3) Pewarganegaraan istimewa 4) Kehilangan kewarganegaraan Indonesia 5) Siapa yang dinyatakan berstatus orang asing d. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 UndangUndang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Pasal 17 huruf k memberikan kewajiban bagi warga negara Republik Indonesia yang bertempat commit to user tinggal di luar negeri lain daripada untuk menjalankan dinas negara, guna
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
menyatakan keinginan untuk tetap menjadi warganegara Republik Indonesia dalam jangka waktu lima tahun yang pertama dan selanjutnya untuk tiap dua tahun. Dalam masa itu tidak semua warga negara Republik Indonesia yang tinggal diluar negeri dapat memenuhi kewajiban tersebut bukan karena kelalaian melainkan akibat dari suatu keadaan diluar kesalahannya, sehingga ia terpaksa tidak dapat menyatakan keinginannya tersebut tepat waktunya. Karena pasal 18 tidak menampung orang-orang tersebut, maka perlu diadakan perubahan terhadap Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958. (Winarno, 2009: 123). Dalam Pasal 18 ayat (2) dijelaskan mengenai orang yang berhak menggunakan kesempatan tersebut adalah orang yang pada waktu mulai berlakunya Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 adalah warganegara Republik Indonesia dan selama ini menunjukkan kesetiaanya kepada Negara Republik Indonesia. Undang-undang ini masih memiliki beberapa kelemahan maka dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 antara lain: Secara filosofis, Undang-undang tersebut masih mengandung ketentuanketentuan yang belum sejalan dengan ketentuan falsafah Pancasila, antara lain karena bersifat diskriminatif, kurang menjamin pemenuhan hak asasi manusia dan persamaan antar warga negara, serta kurang memberikan perlindungan terhadap hak perempuan dan anak-anak. Secara yuridis, landasan konstitusional pembentukan Undang-undang tersebut adalah Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 yang sudah tidak berlaku sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945… .Secara sosiologis, Undang-undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional dalam pergaulan global, yang menghendaki adanya persamaan perlakuan dan kedudukan warga negara di hadapan hukum serta adanya kesetaraan dan keadilan gender. (Winarno, 2009: 126-127).
Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, perlu dibentuk Undangto user pelaksanaan Pasal 26 Ayat (3) Undang Kewarganegaraan yang commit baru sebagai
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945
yang
mengamanatkan agar hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan Undang-Undang. Kemudian
pemerintah
pada tanggal 1 Agustus
2006
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006. Ketentuan ini lebih memberikan perlindungan kepada setiap warga negara Indonesia, memenuhi hak asasi persamaan antar warga negara serta memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak berdasarkan keturunan, satu kewarganegaraan dan tidak
mengenal
kewarganegaraan
ganda
(bipatride)
ataupun
tanpa
kewarganegaraan (apatride) kecuali kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak-anak sampai usia 18 tahun atau belum kawin. Pokok-pokok ketentuan yang mengatur Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 adalah: a. Siapa yang menjadi warga negara Indonesia b. Syarat dan tata cara memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia c. Kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia d. Syarat dan tata cara memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia e. Ketentuan pidana Sebuah peraturan di dalam pelaksanaannya membutuhkan peraturan penjelas. Hal
ini
dimaksudkan
agar sebuah
peraturan
tersebut
dapat
diimplementasikan semaksimal mungkin. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 memiliki beberapa peraturan pendukung diantaranya: 4. Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2007 tentang tata cara memperoleh, kehilangan, pembatalan dan memperoleh kembali kewarganegaraan RI. 5. Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.01-HL.03.01 tentang tata cara pendaftaran memperoleh kewarganegaraan RI berdasar pasal 41 dan memperoleh kembali kewarganegaraan RI berdasarkan pasal 42 UU No. 12 tahun 2006 6. Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.2-HL.05.06 Tahun 2006 tentang tata cara menyampaikan pernyataan untuk menjadi WNI. (Winarno, 2009: 105) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 pada dasarnya berusaha memperbaiki kelemahan dari Undang-undang commit to user Nomor 62 Tahun 1958, namun
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masih terdapat kelemahan walaupun sifatnya tidak sebanyak kelemahan dalam undang-undang kewarganegaraan yang lama. Kelemahan tersebut terletak pada masih digunakannya istilah orang-orang bangsa Indonesia asli. Menurut UndangUndang Nomor 12 Tahun 2006 Pasal (2) yang disebut sebagai WNI yaitu, “Yang Menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara”. (Tim Penyusun UU No. 12 Tahun 2006, 2006: 3). Disini yang dimaksud bangsa Indonesia asli yaitu orang Indonesia yang
menjadi
WNI
sejak
kelahirannya
dan
tidak
pernah
menerima
kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri. Hal ini mengutip dari penjelasan Pasal (2) tersebut berbunyi: “Yang dimaksud dengan orang-orang bangsa Indonesia asli adalah orang Indonesia yang menjadi Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri”. (Tim Penyusun UU No. 12 Tahun 2006, 2006: 24). Pasal tersebut dapat diartikan bahwa mereka yang beretnis Tionghoa, Arab, India serta etnis lainnya yang sudah ada sejak lahir dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain merupakan bangsa Indonesia asli sama atau sejajar dengan etnis Jawa, Madura, Sumatera dan lain sebagainya. Artinya mereka tidak memerlukan lagi Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia, yang dulu selalu menjadi persyaratan dalam mengurus ijin yang berkaitan dengan usaha ataupun keperluan lainnya, guna menunjukkan yang bersangkutan sudah menjadi warga negara Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak Sumartono Hadinoto, sebagai berikut: “Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 maka kedudukan warga Tionghoa sama dengan warga Indonesia asli atau disebut dengan pribumi. Hal ini dikarenakan di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 hanya ada WNI asli dan WNA”. (Catatan Lapangan 1)
Salah satu bentuk sosialisasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 adalah melalui seminar Sosialisasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 commit toIndonesia user tentang Kewarganegaraan Republik yang digelar Institute
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
Kewarganegaraan Indonesia dan Pemerintah Surakarta tanggal 5 Agustus 2006 di Pendhapi Gedhe Balaikota Surakarta. Sebagai narasumber adalah Direktur Jenderal Perundang-Undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Oka Mahendra dan anggota komisi III DPR Benny K. Harman (Kompas edisi 14 Agustus 2006). Dalam sosialisasi yang dihadiri masyarakat, sebagian besar warga etnis Tionghoa dari Kota Surakarta meminta agar segera dilakukan sosialisasi di birokrasi tingkat pusat hingga daerah agar semua praktik diskriminasi segera berakhir. Mengingat banyaknya warga keturunan Tionghoa, keturunan Arab dan India di Kota Surakarta, pemerintah Kota Surakarta diminta segera membuat surat edaran yang memerintahkan semua instansi terkait hingga tingkatan Kelurahan agar tidak lagi menerapkan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) dalam berbagai kepentingan. Sebaliknya masyarakat juga diminta menghentikan cara-cara jalan pintas untuk memperoleh sesuatu yang justru membuka peluang bagi aparat untuk mempersulit hal-hal yang sebenarnya gampang. Menanggapi himbauan tersebut Pemkot Surakarta siap untuk melakukan sosialisasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006. Hal diatas sesuai dengan pernyataan Bapak Sumartono Hadinoto, sebagai berikut: Sebenarnya latar belakang dari peraturan ini adalah untuk menghilangkan bentuk diskriminasi terhadap warga Tionghoa, masih adanya warga yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan membuat pemerintah untuk bertindak. Hal ini juga merupakan hasil dari sosialisasi dari UndangUndang Nomor 12 Tahun 2006 agar dibuat surat edaran agar orang-orang yang sudah lama tinggal di Surakarta khususnya itu dapat menjadi Warga negara Indonesia, sebenarnya orang ini lebih nasionalis dari pada orang Indonesia asli, dia tahu betul bagaimana proses kemerdekaan Indonesia. (Catatan Lapangan 1)
Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa masih adanya warga etnis Tionghoa yang sudah lama tinggal di Kota Surakarta dan bahkan dari lahir, yang belum menjadi Warga Negara Indonesia. Dan diharapkan pemerintah Kota commit user etnis Tionghoa ini bagaimana Surakarta membuat suatu kebijakan bagito warga
perpustakaan.uns.ac.id
72 digilib.uns.ac.id
caranya agar memperoleh status kewarganegaraan, bahwa status kewarganegaraan ini merupakan hak asasi seseorang. Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 mempertegas dan memperkuat keberadaan Undang-Undang No. 12 Tahun 2006. Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 menghilangkan penggolongan ras dan agama dalam pencatatan sipil, hal ini sejalan dengan prinsip kewarganegaraan Republik Indonesia yang hanya mengenal 2 warga yaitu WNI dan WNA tanpa penggolongan etnis dan agama. Hal ini dipertegas dalam pasal 106 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006, yaitu: Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku: a. Buku Kesatu Bab Kedua Bagian Kedua dan Bab Ketiga Kitab UndangUndang Hukurn Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie, Staatsblad 1847:23); b. Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Eropa (Reglement op het Holden der Registers van den Burgerlyken Stand voor Europeanen, Staatsblad 1849:25 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Staatsblad 1946:1361; c. Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Cina (Bepalingen voor Geheel Indonesie Betreffende het Burgerlijken Handelsrecht van de Chinezean. Staatsblad 1917:12 jo. Staatsblad 1939:288 sebagaimana diubah terakhir dengan Staatsblad 1946:136); d. Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Indonesia (Reglement op het Holden van de Registers van den Burgerlijeken Stand Door Eenigle Groepen v.d nit tot de Onderhoringer van een Zelfbestuur, behoorende Ind. Bevolking van Java en Madura,Staatsblad 1920:751 jo. Staatsblad 1927:564); e. Peraturan Pencatatan Sipil untuk Golongan Kristen Indonesia (Huwelijksordonantie voor Christenen Indonesiers Java, Minahasa en Amboiena, Staatsblad 1933:74 jo. Staatsblad 1936:607 sebagaimana diubah terakhir dengan Staatsblad 1939:288); f. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1961 tentang Perubahan atau Penambahan Nama Keluarga (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2154); dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 10 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan Peraturan Walikota Surakarta No. 11 Tahun 2011 merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 23 Tahun 2006, sehingga dalam aturannya juga mengacu pada Undang-Undang No. 23 commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tahun 2006. Dimana penggolongan penduduk berdasarkan staatsblad tidak berlaku lagi. Sebelumnya pada tahun 2005, lahir petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan peraturan DaerahNo. 8 Tahun 2003 yaitu Peraturan Walikota Surakarta No. 8 Tahun 2005 yang diubah dengan Peraturan Walikota Nomor 4 Tahun 2006. Peraturan Walikota ini mengatur dalam Pasal 3 bahwa bagi yang belum mempunyai NIK dalam mengajukan permohonan KK baru, untuk WNI Keturunan ditambah persyaratan fotocopy Bukti Kewarganegaraan RI (apabila akta Catatan Sipil yang bersangkutan belum mencantumkan WNI) serta fotocopy Surat Keterangan Ganti Nama (apabila perubahan perubahan nama belum tercantum dalam akta catatan sipil). Pasal 25 mengatur bahwa dalam pencatatan Akta Kelahiran Baru, apabila akta perkawinan atau surat nikah orang tua belum tercatat sebagai WNI maka dilengkapi bukti pewarganegaraan orang tua yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang. Pasal 26 mengatur bahwa persyaratan pencatatan kematian bagi yang akta catatan sipil belum mencantumkan WNI maka dilengkapi Bukti Pewarganegaraannya. Pasal 28 mengatur bahwa pencatatan perkawinan harus menyertakan fotocopy bukti pewarganegaraan apabila akta kelahiran belum tercatat sebagai WNI. Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Walikota ini menegaskan bahwa Akta Catatan Sipil yang belum menyebutkan
kewarganegaraan
Indonesia
masih
diperlukan
bukti
kewarganegaraan yang lain seperti Keputusan Presiden mengenai pemberian kewarganegaraan
beserta
Berita
Acara
pengambilan
sumpah.
(http://adrianafirdausy.Staff.Hukum.Uns.ac.id/2010/03/04/efektivitasundangundan g-nomor-12-tahun-2006-dalam-menghapus-diskriminasi-bagi-warga-
keturunan
tionghoa di-surakarta). Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 di Surakarta sebenarnya sudah berjalan cukup lancar dan menjadi perintis dalam penghapusan SBKRI. Untuk menjalankannya keluarlah beberapa kebijakan antara lain: commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Surat Walikota Surakarta Nomor 470/941/2007 Perihal Pendataan Orang Keturunan
Asing
Pemukim
Yang
Tidak
Memiliki
Dokumen
Kewarganegaraan Surat Walikota Surakarta Nomor 470/941/2007 Perihal Pendataan orang
keturunan
asing
pemukim
yang
tidak
memiliki
dokumen
kewarganegaraan ini dibuat oleh Sekretariat Daerah. Hal ini sesuai dengan tugas dari Sekretariat Daerah yang tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota
Surakarta Pasal 3 Ayat 2 yang berbunyi: “Sekretariat daerah mempunyai tugas pokok
membantu
Walikota
dalam
menyusun
kebijakan
dan
mengkoordinasikan Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknik Daerah,
Satpol
PP,
Lembaga
lain,
Kecamatan
dan
Kelurahan”.
( http://surakarta.go.id/produk-hukum) Surat Walikota Surakarta Nomor 470/941/2007 Perihal Pendataan orang
keturunan
asing
pemukim
yang
tidak
memiliki
dokumen
kewarganegaraan merupakan sebuah kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Surakarta dalam mengatasi masalah kewarganegaraan. hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Sumartono Hadinoto, sebagai berikut: Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Surakarta itu mengenai penegasan status kewarganegaraan bagi warga keturunan Tionghoa yang sudah lama Tinggal di Indonesia kemudian pendataan warga yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan untuk kemudian dilakukanlah penegasan status kewarganegaraan. (Catatan Lapangan 1). Surat ini adalah sebagai tindak lanjut dari Surat Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Jawa Tengah tanggal 19 Februari 2007 Nomor W9.HL.03.10-01 perihal pendataan orang-orang keturunan asing pemukim yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan, dalam rangka menyelesaikan status kewarganegaraan orang-orang keturunan asing pemukim yang telah bertempat tinggal secara turun temurun di Indonesia dan tidak memiliki dokumen kewarganegaraan Republik Indonesia atau tidak lengkap dokumen kewarganegaraan commit Republik Indonesia maka pemerintah kota to user
perpustakaan.uns.ac.id
75 digilib.uns.ac.id
Surakarta melakukan pendataan orang-orang asing pemukim tersebut dengan berkoordinasi dengan Camat, Kepala Desa/Lurah dan RT/RW. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Bambang Wahyu, sebagai berikut: Latar belakang adanya beberapa kebijakan ini khususnya di Surakarta adalah ada beberapa warga keturunan Tionghoa yang masih berdokumen kewarganegaraan asing padalah mereka sudah turun temurun tinggal di Surakarta, bahkan dari lahirpun mereka berada di Surakarta. Selain itu masih banyaknya warga keturunan Tionghoa yang terhambat mengurus penegasan kewarganegaraan karena tidak memiliki dokumen maka dari itu terbitlah kebijakan bahwa bagi orang Tionghoa yang tidak memiliki dokumen bisa mengurus kewarganegaraannya. Kemudian banyak warga keturunan Tionghoa yang beranggapan bahwa mengurus status kewarganegaraanya itu adalah mahal biayanya, hal ini disebabkan banyak yang mengurus status kewarganegaraanya lewat calo dan hal ini terjadi sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tetapi sudah mempengaruhi pola pikir mereka bahwa mengurus status kewarganegaraan menjadi Warga Negara Indonesia itu adalah dengan biaya yang mahal. Setelah itu bagi warga keturunan yang sudah bertahun-tahun bahkan turun temurun tinggal di Kota Surakarta sekarang ini diberi kemudahan dan percepatan dalam mengurus status kewarganegaraannya. (Catatan Lapangan 3) Data yang diperlukan dalam pendataan ini adalah: 1) Nama 2) Tempat tanggal lahir 3) Alamat/tempat tinggal 4) Berapa lama bertempat tinggal di alamat tersebut 5) Status perkawinan 6) Dokumen yang dimiliki (Akta kelahiran, SBKRI, KTP, KK, Ijazah, Akta Perkawinan dan lain-lain). Pelaksanaan dari Surat Walikota Surakarta Nomor 470/941/2007 Perihal Pendataan orang keturunan asing pemukim yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan yaitu berhasil terhimpun data sebanyak 10 orang yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan pada tahun 2007. Tetapi hal ini belum mencakup semuanya, hal ini terbukti dengan adanya warga keturunan yang tidak memiliki dokumen commit to useryang mengajukan peneguhan dari
perpustakaan.uns.ac.id
76 digilib.uns.ac.id
tahun ke tahun. Dengan adanya hal ini maka diperlukan pendataan ulang mengenai orang keturunan asing pemukim yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Andi Hermanto, sebagai berikut: Dari tahun ke tahun masih adanya peneguhan, hal ini karena pendataan dulu itu tidak maksimal dan diperlukan pendataan ulang, mengingat di Kota Surakarta ini akan berlaku KTP elektronik. Kami akan melakukan sosialisasi ke masyarakat baik lewat Kelurahan maupun Kecamatan dan diharap bagi warga keturunan yang sudah lama tinggal di sini supaya melakukan peneguhan. (Catatan Lapangan 2) Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan Bapak Sumartono Hadinoto, sebagai berikut: Mengenai pelaksanaan dari Surat edaran tentang pendataan orangorang yang tidak memilki dokumen itu saya rasa kurang ditindak lanjuti, karena apa, karena hasil dari pendataan ini sedikit sekali dan masih adanya warga keturunan Tionghoa yang belum menjadi Warga Negara Indonesia. Dari pihak pemerintah Surakarta seharusnya ada surat edaran lagi agar proses penegasan status kewarganegaraan ini berhasil dengan baik dan syukur-syukur tidak aka nada masalah. (Catatan Lapangan 1) Kedua pernyataan tadi dapat diambil kesimpulan bahwa diperlukan sosialisasi mengenai pendataan orang-orang yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan baik di tingkat Kecamatan maupun Kelurahan, agar semua orang yang tinggal di Kota Surakarta ini memiliki status kewarganegaraan. Sosialisasi ini biasanya dilakukan oleh pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan Perkumpulan Masyarakat Surakarta. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Sumartono Hadinoto, sebagai berikut: Perkumpulan Masyarakat Surakarta merupakan suatu lembaga yang bergerak di bidang sosial, salah satunya juga melayani bagi warga yang mengalami masalah yang berhubungan dengan masalah kewarganegraan. Kita biasanya melakukan sosialisasi bagi warga keturunan Tionghoa yang belum menjadi Warga Negara Indonesia selain itu juga melakukan pengarahan apabila ada warga keturunan Tionghoa yang masih mempersulit dalam memperoleh penegasan status kewarganegaraan, bahwa sekarang ini bagi warga keturunan Tionghoa yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan dapat commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengajukan untuk menjadi warga negara Indonesia. (Catatan Lapangan 1) b. Surat Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam Negeri Nomor 470/2368/ND Tahun 2008 Sebagai Jawaban Dari Surat Kepala Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kota Surakarta Nomor 470/294/2008 Perihal Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia Kebijakan pemerintah Kota Surakarta yang kedua adalah Surat Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta No. 470/294/2008 Perihal Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia ini berisi laporan kepada Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Depdagri mengenai hal-hal sebagai berikut: 1) Di Kota Surakarta ada beberapa penduduk yang memiliki dokumen akta catatan sipil (produk lama) yang hanya mencantumkan golongan saja dan belum jelas disebutkan kewarganegaraannya. Yang mana penduduk tersebut ada yang sudah WNI dan ada juga yang WNA. 2) Dalam pelayanan pencatatan sipil di Kota Surakarta saat ini sudah tidak mencantumkan penggolongan penduduk dan tidak mensyaratkan SBKRI bagi akta kelahirannya sudah berstatus WNI. 3) Untuk melayani dokumen kependudukan pada nomor a, masih memerlukan bukti kewarganegaraan (SBKRI) guna menentukan status kewarganegaraan mereka (WNI atau WNA). Menanggapi
surat
tersebut
yaitu
Surat
Kepala
Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta No. 470/294/2008 Perihal Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia pada tanggal 12 Juni 2008 telah dijawab oleh Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Depdagri, yang berisi sebagai berikut: 1) Akta kelahiran yang diterbitkan sebelum tahun 1966 tidak menentukan kewarganegaraan seseorang dalam akta kelahiran, tetapi hanya menentukan golongan berdasarkan staatsblad, sehingga tidak bisa commit to user diketahui kewarganegaraan seseorang berdasarkan akta kelahirannya.
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Baru setelah keluarnya Instruksi Presidium Kabinet Ampera No. 31/U/IN/12/1966 Tahun 1966 dan Surat Edaran Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kehakiman No. Pemudes 51/1/3 J.A.2/2/5 Tahun
1976,
pada
akta-akta
catatan
sipil
dicantumkan
kewarganegaraan seseorang. 2) Berdasarkan Keppres No. 56 Tahun 1996 tentang Surat Bukti Kewarganegaraan RI pada Pasal 4 ayat (1) mengisyaratkan bahwa untuk keperluan tertentu apabila ada keraguan mengenai status kewarganegaraan seseorang maka bisa menanyakan Keppres tentang naturalisasinya, Berita Acara Sumpah di Pengadilan atau keputusan lain (jika ada) yang menetapkan yang bersangkutan adalah WNI. 3) Selanjutnya menurut Keppres No. 56 Tahun 1996 tersebut, Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) tidak dipersyaratkan lagi dalam pengurusan kepentingan-kepentingan tertentu. Bagi warga negara Indonesia yang telah memiliki KTP/KK/Akte Kelahiran, permintaan persyaratan untuk kepentingan tertentu tersebut cukup menggunakan KTP/KK/Akte Kelahiran. 4) Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan RI dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi
Kependudukan,
penggolongan
penduduk
berdasarkan perbedaan suku, keturunan dan agama tidak diberlakukan lagi, yang ada hanya Warga Negara Indonesia (WNI) dan orang asing. 5) Untuk penduduk yang telah lama menetap atau tinggal secara turun temurun serta lahir di Indonesia namun tidak memiliki dokumen kewarganegaraan atau kependudukan, yang lazim disebut pemukim keturunan asing dapat diusulkan untuk memperoleh penegasan status kewarganegaraan Republik Indonesia. 6) Agar melakukan inventarisasi pemukim keturunan asing tersebut.
Adanya kedua surat ini sangat membantu warga etnis Tionghoa to user yang belum menjadi Warga untuk menyelesaikan warga commit etnis Tionghoa
perpustakaan.uns.ac.id
79 digilib.uns.ac.id
Negara Republik Indonesia. Maka diharapkan tidak ada lagi permasalahan mengenai kewarganegaraan khususnya di Kota Surakarta. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil merupakan lembaga yang diberi wewenang penyelenggaraan pelayanan bidang kependudukan dan catatan sipil di Kota Surakarta, sesuai Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta yaitu pasal 16 ayat 3 huruf f yang berbunyi “Pengelolaan dan pelayanan dokumen”. (http://surakarta.go.id/produk-hukum). Selain Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil pelaksanaan kebijakan tersebut akan sangat ditentukan oleh kesiapan aparat di tingkat lapangan yaitu di Kecamatan dan juga Kelurahan. Berdasarkan hal tersebut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil berwenang melaksanakan peneguhan guna melaksanakan amanat dari Surat Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam Negeri No. 470/2368/ND Tahun 2008 khususnya angka (5) menyatakan, “Untuk penduduk yang telah lama menetap atau tinggal secara turun temurun serta lahir di Indonesia namun tidak memiliki dokumen kewarganegaraan atau kependudukan, yang lazim disebut pemukim keturunan asing dapat diusulkan untuk memperoleh penegasan status kewarganeagraan Republik Indonesia”. Peneguhan yang dimaksud disini adalah penegasan status kewarganegaraan Republik Indonesia. Proses peneguhan ini paling banyak diikuti oleh warga etnis Tionghoa, hal ini mengingat bahwa di Kota Surakarta memiliki daerah pecinan. Pelaksanaan dari peneguhan ini sudah terlaksana dengan baik karena dengan prosedur yang memudahkan bagi warga etnis Tionghoa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Bambang Wahyu, sebagai berikut: “Sebetulnya pelaksanaan peneguhan ini sangat mudah, tetapi karena tidak adanya syarat yang jelas maka malah membinggungkan bagi kami khususnya bagi mereka yang peneguhannya sampai sekarang ini belum keluar seharusnya dibuat aturan yang lebih jelas”. (Catatan Lapangan 3). Hal diatas diperkuat dengan pernyataan Bapak Sumartono Hadinoto, sebagai berikut: commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kalau mengenai penegasan status kewarganegaraan saya kira tidak ada masalah karena proses ini sangatlah mudah diikuti oleh warga keturunan Tionghoa. Yang tidak memiliki dokumen sama sekali saja bisa kog melakukan pengajuan dari penegasan status kewarganegaraan ini. Dan sebaliknya saya selalu menghimbau baik di acara-acara atau pergaulan sehari-hari bagi warga keturunan Tionghoa yang belum menjadi Warga negara Indonesia supaya segera melaksanakan program ini, mumpung prosesnya mudah. Dokumen penegasan ini nantinya sangatlah penting untuk mengurus surat-surat yang lainnya, kalau mau mengurus surat itu biar tenang kan juga udah tua kalau sudah menjadi WNI itu kan sudah tidak kepikiran kalau nantinya kenapa-napa. (Catatan Lapangan 1). Seseorang
yang
ingin
memproses
penegasan
status
kewarganegaraannya menjadi warga negara Indonesia maka harus melalui tata cara sebagai berikut: 1) Warga yang bersangkutan meminta surat keterangan kepada RT dan RW, surat keterangan ini berisi bahwa yang bersangkutan benar-benar warga daerah tersebut dan sudah lama menetap. 2) Surat keterangan tersebut dibawa ke Kelurahan, dan di Kelurahan akan memberikan surat keterangan bahwa warga yang bersangkutan benarbenar warga daerah tersebut dan sudah lama menetap. 3) Surat keterangan dari Kelurahan tersebut selanjutnya dibawa ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dilengkapi dengan dokumendokumen yang mereka miliki. Proses selanjutnya apabila warga tersebut sudah melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan maka proses peneguhan diambil alih oleh pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Tata caranya adalah sebagai berikut: 1) Pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil melakukan pengecekan terhadap dokumen-dokumen tersebut. 2) Pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil membuat surat peneguhan yang akan diteruskan ke Kementrian Hukum dan HAM provinsi Jawa Tengah dengan tembusan kepada Walikota Surakarta, commit to user Sekretaris Daerah Kota Surakarta dan khusus didaerah Surakarta ada
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mitra kerja tentang peneguhan yaitu Perkumpulan Masyarakat Surakarta. 3) Kementrian Hukum dan HAM provinsi Jawa Tengah membuat peneguhan atas ajuan dari Dinas kependudukan dan Catatan Sipil, di sini dilakukan proses seleksi terhadap data yang dimiliki warga tersebut. Setelah itu berkas peneguhan dikirim ke Kementrian Hukum dan HAM di Jakarta untuk disetujui. 4) Setelah disetujui maka Kementrian Hukum dan HAM di Jakarta membuat Surat Keputusan tentang Penegasan Status Kewarganegaraan yang akan disampaikan ke Kementrian Hukum dan HAM Jawa Tengah dan diteruskan ke Dinas Kependudukan Catatan Sipil. 5) Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil akan memanggil warga tersebut untuk menyerahkan Surat Keputusan tentang Penegasan Status Kewarganegaraan
dan
ada
pengarahan
dari
pimpinan
Dinas
berbeda
dengan
kependudukan dan Catatan Sipil. Proses
peneguhan
ini
tidak
ada
biaya,
pewarganegaraan. Dengan adanya kemudahan ini diharapkan warga keturunan Tionghoa berantusias untuk mengajukan peneguhan. Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 ini banyak warga yang tidak bisa mengurus proses peneguhan disebabkan tidak adanya biaya, besarnya biaya ini dikarenakan proses pewarganegaraan tersebut melalui calo. Hal ini senada dengan yang diutarakan Bapak Sumartono Hadinoto yaitu : Sampai saat ini masih ada warga keturunan Tionghoa yang masih mengajukan penegasan status kewarganegaraan karena pada zaman dahulu warga tersebut tidak memilik biaya untuk mengurus pewarganegaraan jadi baru bisa mengurusnya sekarang. Dan setahu mereka pewarganegaraan itu mahal karena melalui calo. (Catatan Lapangan 1).
commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kronologis penegasan Warga Negara Indonesia adalah Surat Menkeh dan HAM No. M-HL 03.10-01 12-01-2007 ttg pendataan orang-orang keturunan asing pemukim yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan.
Surat Ditjen Adminduk Depdagri No.472/1787/MD Tgl 30-04-2007 tentang data orang-orang asing yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan dan kependudukan.
Surat dari Kanwil Hukum dan Ham Jateng No.W9.HL.03.1001 tgl 19-02-2007 ttg pendataan orang-orang keturunan asing pemukim yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan.
Surat dari Sekda Ska No.470/941 Tgl 10-04-2007 Ttg pendataan orang-orang keturunan asing pemukim yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan. Surat ke Dept. hukum dan HAM No.471.2/95/09 tgl 1102-2009 ttg pendataan orangorang keturunan asing pemukim yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan. Surat ke Dept. hukum dan HAM No.470/282/09 tgl 2303-2009 tentang mohon tindak lanjut
Surat ke Dept. hukum dan HAM No.AHU.4.AH.10.01-30 tgl 2005-2009 ttg keputusan mentri hokum dan HAM No.M.HH45.AH.10.01 th 09 ttg penegasan status kewarganegaraan RI
Gambar 6. Kronologis Penegasan Warga Negara Indonesia
Kedua surat diatas merupakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Kota Surakarta dalam rangka menyelesaikan status kewarganegaraan dan juga commit 12 to user melaksanakan Undang-Undang Nomor Tahun 2006. Dalam pelaksanaannya
perpustakaan.uns.ac.id
83 digilib.uns.ac.id
Undang-Undang ini dirasa ada yang kurang jelas maka terbitlah Surat Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta No. 470/294/2008 Perihal Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia dan Surat Walikota Surakarta Nomor 470/941/2007 Perihal Pendataan orang keturunan asing pemukim yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan. Kedua surat tersebut merupakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Kota Surakarta. Kebijakan pemerintah yang dimaksud adalah setiap keputusan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah atau negara atas nama instansi yang dipimpinnya (Presiden, Gubernur, Sekjen, Dirjen, dan seterusnya) dalam rangka melaksanakan fungsi umum pemerintah maupun pembangunan, guna mengatasi permasalahan tertentu, ataupun dalam rangka melaksanakan produkproduk keputusan atau peraturan perundangan yang telah ditetapkan dan lazimnya dituangkan dalam bentuk keputusan formal. Kebijakan ini ditetapkan dengan berdasarkan pertimbangan untuk lebih mempercepat terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa serta persamaan hak dan kewajiban warga negara. Sehingga dipandang perlu memberikan penegasan mengenai status kewarganegaraan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Sumartono Hadinoto, sebagai berikut: “Dengan adanya upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Kota Surakarta sekarang ini akan menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa serta persamaan hak dan kewajiban negara”. (Catatan Lapangan 1). Kebijakan yang ada di Kota Surakarta ini merupakan langkah yang tepat dan membantu bagi warga etnis Tionghoa yang belum menjadi Warga Negara Indonesia. Adanya kebijakan yang ada di Kota Surakarta ini sangat bagus dibandingkan dengan Kabupaten-kabupaten yang lain, karena yang melakukan peneguhan ini baru dilakukan di Kota Surakarta dibandingkan dengan Kabupaten disekitar Kota Surakarta. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Bambang Wahyu, sebagai berikut: Pelaksanaan kebijakan tersebut sudah cukup bagus dimana banyak warga keturunan Tionghoa yang antusias untuk menjadi Warga Negara Indonesia, dan hal ini sangat berarti bagi warga keturunan Tionghoa yang commit to user berharap sekali untuk menjadi Warga Negara Indonesia. di Kota Surakarta
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini sudah cukup bagus jika dibandingkan dengan kota-kota lainnya, bahkan dibeberapa kota belum pernah melakukan proses penegasan status kewarganegaraan. Di Kota Surakarta ini setiap tahunnya yang mengajukan penegasan status kewarganegaraan ini sekitar 10-20 orang. Dan 90% dari data yang diajukan ke Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia sudah dikabulkan. Dari data yang Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil memang masih ada yang dari dulu belum dikukuhkan menjadi Warga Negara Indonesia. Pelaksanaan kebijakan ini baru terlaksana pada Tahun 2008. (Catatan Lapangan 3). Adanya kebijakan ini yaitu Surat Walikota Surakarta Nomor 470/941/2007 Perihal Pendataan orang keturunan asing pemukim yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan dan Surat Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam Negeri No. 470/2368/ND Tahun 2008 sebagai jawaban dari Surat Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta No. 470/294/2008 Perihal Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia diharapkan tidak ada warga yang masih diragukan status kewarganegaraannya dan tidak ada pihak yang merasa didiskriminasikan lagi.
2. Permasalahan Di Bidang Kewarganegaraan Bagi Etnis Tionghoa di Surakarta Masalah kewarganegaraan merupakan masalah yang berhubungan dengan identitas kewarganegaraan, identitas kewarganegaraan identik dengan status kewarganegaraan seseorang. Status kewarganegaraan bagi seseorang sangatlah penting, hal ini dikarenakan status kewarganegaraan akan berpengaruh terhadap hak dan kewajiban seseorang di dalam sebuah negara. Dimana antara satu negara dengan negara lain berbeda. Setelah adanya perang Dunia ke tiga banyak imigran yang berdatangan ke Indonesia khususnya masyarakat Tionghoa. Dengan adanya imigran ini maka menimbulkan masalah kewarganegaraan. Masalah kewarganegaraan ini lebih kepada status kewarganegaraan apa yang mereka pilih. Menurut Aziz Wahab dan Sapriya (2009: 180) menyatakan bahwa “Masalah Kewarganegaraan merupakan konsep yang bersifat kontekstual kondisi commit to usermasyarakat dan pemerintahan di negara yang tidak steril terhadap perubahan
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
negara tersebut”. Masalah kewarganegaraan di Indonesia yang sangat menonjol adalah pada masa orde baru dimana diterapkanya beberapa kebijakan yang mendeskripsikan warga etnis Tionghoa misalnya kebijakan Asimilasi. Dengan adanya perkembangan zaman maka beberapa kebijakan yang berbau deskriminsai secara perlahan-lahan telah dihapuskan. Dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden Abdurahman Wahid maka telah membawa angin segar untuk warga etnis Tionghoa di Indonesia, terlebih-lebih dengan keluarnya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006. Dengan keluarnya Undang-undang ini maka istilah pribumi telah dihapuskan sehingga hak dan kewajiban dari warga etnis Tionghoa sama dengan warga Indonesia asli. Sebelum keluarnya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 dan UndangUndang No. 23 Tahun 2006 masih terdapat beberapa masalah yang mendiskriminasikan warga etnis Tionghoa diantaranya yaitu pemerintah telah menggolongkan agama Konghucu pada salah satu agama yang secara substansi berbeda, hal ini mengakibatkan warga etnis Tionhoa Konghucu tidak dapat mengakses hak-hak sipil diantaranya, perkawinan dianggap tidak sah, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu, anak dan ibunya tidak berhak atas nafkah dan warisan. Selain itu beberapa warga etnis Tionghoa masih dimintai SBKRI oleh pihak tertentu yang berwenang, misalnya dalam pembuatan paspor ke luar negeri. (Agung Rokhaniawan, 2006: 50-52). Selain hal tersebut SBKRI juga dipersyaratkan dalam setiap pelayanan publik seperti dalam permohonan masuk sekolah, pengajuan kredit, pengurusan akte tanah dan pengurusan KTP. (Wahyu Efendi dalam Triyanto, 2006: 201). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 masih belum dapat menghapuskan
beberapa
permasalahan
yang
berhubungan
dengan
kewarganegaraan. Beberapa permasalahan yang dialami warga keturunan Tionghoa di Kota Surakarta antara lain: a. Tidak Memiliki Dokumen Kewarganegaraan Dokumen kewarganegaraan sangat penting dalam menentukan status kewarganegaraan seseorang. Hal ini juga sangat diperlukan dalam commitIndonesia, to user karena tidak adanya dokumen pengurusan menjadi Warga Negara
perpustakaan.uns.ac.id
86 digilib.uns.ac.id
kewarganegaraan maka warga etnis Tionghoa yang ada di Kota Surakarta terhambat untuk mendapatkan status Warga Negara Indonesia. Dokumen kewarganegaraan yang dimaksud adalah Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia, Keppres mengenai naturalisai, Berita Sumpah di Pengadilan atau keputusan lain yang menetapkan yang bersangkutan adalah Warga Negara Indonesia. Masalah ini dialami oleh Tang Swie Tjie, dia adalah seorang yang bertempat tinggal di Sudiroprajan dengan hidup yang sangat sederhana. Tang Swie Tjie tidak memiliki dokumen kewarganegaraan karena orang tuanya telah meninggal sewaktu dia masih bayi. Hal ini lah yang membuatnya kesulitan untuk memproses status kewarganegaraannya dan di pengaruhi juga oleh kondisi perekonomiannya yang dapat dikatakan tidak mampu. Pernyataan diatas sesuai dengan pernyataan Tang Swie Tjie, yaitu: Saya ini mbak dari keluarga yang serba kekurangan jadi untuk mengurus menjadi Warga Negara Indonesia itu tidak begitu saya utamakan karena untuk makan saja sudah susah. Saya ini sejak lahir sudah ditinggal oleh keluarga saya, padahal orang tua saya ini masih Warga asing. Setiap kali saya mengurus menjadi Warga Negara Indoensia selalu saja kesulitan karena dokumen saja saya tidak ada, ya karena orang tua saya itu masih warga negara asing statusnya. Saya mempunyai empat saudara yang dua sudah lama menjadi warga negara Indonesia karena mereka memiliki uang, berbeda dengan saya. (Catatan Lapangan 4). Mengenai kesulitan ekonomi, pernyataan diatas juga diperkuat dengan pernyataan Bapak Sumartono Hadinoto, sebagai berikut: Sampai saat ini masih ada warga keturunan Tionghoa yang masih mengajukan penegasan status kewarganegaraan karena pada zaman dahulu warga tersebut tidak memilik biaya untuk mengurus pewarganegaraan jadi baru bisa mengurusnya sekarang. Dan setahu mereka pewarganegaraan itu mahal karena melalui calo. (Catatan Lapangan 1). Menikah saat belum berumur 18 tahun juga merupakan sebab seseorang tidak mempunyai dokumen kewarganegaraan. Hal ini dialami oleh Tan Som Nio. Tan Som Nio adalah warga keturunan Tionghoa, dia menikah commit to user saat belum berumur 18 tahun. Tan Som Nio menikah dengan warga negara
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Indonesia, sepengetahuannya dia sudah otomatis menjadi warga negara Indonesia tetapi ternyata berkata lain. Saat memproses dokumen-dokumen Tan Som Nio mengalami kesusahan karena pada saat umur 18 tahun dia tidak memilih kewarganegaraan, seperti aturan pada masa itu yaitu apa ingin warga negara orang tua apa pilihannya sendiri. Karena dia tidak bisa mengurus untuk menjadi warga negara Indonesia maka dia sudah pasrah. Hal diatas sesuai dengan pernyataan Tan Som Nio, sebagai berikut: Dulu saya itu kesusahan untuk memproses menjadi warga negara Indonesia karena sepengetahuan saya apabila saya menikah dengan warga pribumi itu saya sudah bisa langsung menjadi warga negara Indonesia. tetapi ternyata tidak, sudah saya urus-urus tetapi tidak bisa dan saya sudah menyerah saja mbak. (Catatan Lapangan 5). Hal tersebut memang merupakan salah satu sebab seseorang kesulitan dalam mendapatkan status kewarganegaraan karena apabila seseorang belum menentukan pilihan status kewarganegaraan pada usia 18 Tahun maka seseorang tersebut belum dapat disebut sebagai Warga Negara Indonesia karena terikat pada aturan saat itu yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1958
tentang
Persetujuan
antara
RI-RCC
mengenai
Dwi
Kewarganegaraan. Hal ini sesuai dengan pernyataan bapak Bambang Wahyu, sebagai berikut: “Memang hal tersebut menjadikan seseorang masih menjadi warga negara asing, seharusnya seseorang tersebut menetukan pilihannya pada saat berusia 18 Tahun yaitu memilih warga negara Indonesia atau warga negara Asing”. (Catatan Lapangan 3) Selain
Tang
Swie
Tjie
dan
Tan
Som
Nio,
masalah
kewarganegaraan juga dialami oleh Teguh Santoso. Dia sudah bertahun-tahun belum dapat menjadi Warga Negara Indonesia dikarenakan tidak memiliki dokumen kewarganegaraan, sebagai akibatnya dia tidak bisa seperti warga lainnya yang memiliki hak dan kewajiban sebagai Warga Negara Indonesia. Berikut ini adalah pernyataan dari Teguh Santoso, sebagai berikut: Kalau saya sendiri kenapa baru mengurus menjadi Warga negara Indonesia itu karena tidak punya dokumen-dokumen, dulu orang tua saya itu tidak mengurus mengenai bukti-bukti kewarganegaraan gitu commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mbak, ya sudah saya gak bisa mengurus menjadi warga negara Indonesia. (Catatan Lapangan 10) Masalah serupa juga dialami oleh Ing Hien, sebenarnya dia adalah Warga Negara Indonesia, karena orang tua nya sudah berkewarganegaraan Indonesia. Tetapi karena ada sebuah bencana, dokumen-dokumen yang menerangkan bahwa orang tua nya adalah Warga Negara Indonesia sudah hilang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ing Hien, sebagai berikut: Saya baru saja mengurus status kewarganegaraan itu karena saya tidak punya dokumen-dokumen, dokumen itu semuanya mbak dari Kartu Keluarga, akte kelahiran saya, surat bukti kewarganegaraan orang tua saya, pokoknya semuanya itu hilang pas banjir, dulu itu tahun 1963 apa 1965 ya mbak, pokoknya sekitar itu. Tidak hanya saya yang kesusahan saudara-saudara juga kesusahan la wong ya gimana lagi, saya pas banjir itu masih kecil, saya lahir juga disini tetapi kenapa pihak dari RT juga tidak tau menau, ya tidak ada yang peduli dengan nasib saya ini, tiap mau ngurus apa ya harus pake SBKRI. Ya udahlah mbak saya akhirnya jadi males. La terus saya dikasih tau kalau ada penegasan status kewarganegaraan ya saya ikuti saja. Selama ini kalau mengurus surat-surat itu pake KTP apa akte kelahiran istri saya kan udah dari dulu menjadi WNI nya. (Catatan Lapangan 11). Pernyataan-pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang itu dapat tidak memiliki dokumen kewarganegaraan, dikarenakan hal-hal sebagai berikut, yaitu 1) Keadaan ekonomi, 2) Kurangnya pengetahuan warga akan peraturan, 3) Orang tua belum WNI, 4) Hilang akibat bencana alam. b. Masih Ditemukan Penduduk Berdokumen Akta Catatan Sipil Produk Lama Dokumen akta catatan sipil produk lama adalah sebuah dokumen yang
hanya
mencantumkan
golongan
saja
dan
belum
jelas
kewarganegaraannya. Yang mana penduduk tersebut ada yang sudah Warga Negara Indonesia dan ada juga yang Warga Negara Asing. Untuk mengetahui apakah status kewarganegaraan seseorang yang berdokumen akta catatan sipil produk lama maka masih diperlukannya bukti kewarganegaraan, misalnya Surat
Bukti Kewarganegaraan
Republik Indonesia, Keppres
tentang
Naturalisasi, Berita Acara Sumpah di Pengadilan dan keputusan lain yang commit to user menetapkan yang bersangkutan adalah Warga Negara Indonesia. Adanya
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penduduk berdokumen akta catatan sipil produk lama ini adalah akibat adanya Pencatatan Sipil Golongan Tionghoa yaitu Staatsblad 1917 Nomor 130. Menurut Koerniatmanto Soetoprawiro (1996: 144) menyatakan bahwa “S.1917-130 (untuk golongan Timur Asing Cina) terdapat Daftar Catatan Sipil sebagai berikut yaitu daftar kelahiran, daftar izin untuk melangsungkan perkawinan, daftar perkawinan dan perceraian serta daftar kematian”. Pencatatan
akta
kelahiran,
pencatatan
akta
perkawinan,
permohonan KK baru dan pencatatan kematian berdasarkan Perda No. 6 Tahun 2002 jo No. 8 Tahun 2003 dan Perwali No. 8 Tahun 2005 masih membedakan pelayanan penduduk berdasarkan suku, agama, ras dan etnis. Pihak yang paling terkena dampaknya adalah para warga etnis Tionghoa karena apabila dalam dokumen mereka masih tertulis kata keturunan Tionghoa maka mereka akan diminta untuk mengajukan SBKRI. Padahal berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan tidak mengenal istilah warga keturunan dan berbagai penggolongan tersebut sudah tidak berlaku lagi dengan adanya Undang-Undang No. 23 Tahun 2006. (Triyanto, 2007: 102). Permasalahan yang terjadi di Kota Surakarta adalah ada beberapa warga etnis Tionghoa yang berdokumen akta catatan sipil produk lama yang hanya
mencantumkan
golongan
saja
dan
belum
jelas
disebutkan
kewarganegaraannya. Maka dari itu pihak Dinas Kependudukan Sipil merasa kebinggungan
dan
takut
melakukan
kesalahan
maka
pihak
Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil melayangkan Surat kepada Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam Negeri untuk memperoleh kepastian mengenai Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia. Karena sebelumnya di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil masih menggunakan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia apabila ada warga yang berdokumen produk lama. Permasalahan diatas dialami oleh beberapa warga etnis Tionghoa. Salah satunya dialami oleh Liang Ing. Berikut ini adalah pernyataan Liang commit to user Ing, sebagai berikut: “Akte kelahiran saya kan masih yang ada penggolongan
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
itu mbak jadi tidak bisa membuktikan bahwa saya ini WNI, kemudian saya dapat informasi dari teman saya bahwa ada penegasan status kewarganegaraan dan saya mengikutinya”. (Catatan Lapangan 6). Selain Liang Ing masalah serupa juga dialami oleh Fuk Kim dan Tan Chen Siong. Berikut ini adalah pernyataan Fuk Kim, sebagai berikut: Contohnya saya sendiri, walaupun sudah ada catatan belakang di Akte kelahiran saya masih juga diragukan SBKRI nya. Ya sudahlah mbak saya mengikuti prosedurnya saya, saya dapet info dari teman saya disuruh mengurus menjadi WNI ke PMS saja disana mudah dan akhirnya saya mengurusnya. (Catatan Lapangan 9). Pernyataan diatas diperkuat lagi oleh Tan Chen Siong, sebagai berikut: Dulu saya pernah kesusahan mbak, gara-gara akte kelahiran saya ini masih ada golongan Tionghoa, saya ini belum bisa diakui sebagai warga negara Indonesia, pas saya mau ngurus akte perkawinan itu harus menunjukkan SBKRI. (Catatan Lapangan 12). Masalah-masalah diatas menggugah pemerintah Surakarta maupun Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil mengambil langkah untuk mengatasi masalah tersebut maka keluarlah: a. Surat Walikota Surakarta Nomor 470/941/2007 Perihal Pendataan orang keturunan
asing
pemukim
yang
tidak
memiliki
dokumen
kewarganegaraan. b. Surat Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam Negeri No. 470/2368/ND Tahun 2008 sebagai jawaban dari Surat Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta No. 470/294/2008 Perihal Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia. Inti untuk mengatasi warga etnis Tionghoa yang sudah lama bertempat tinggal di Kota Surakarta bahkan sejak lahir maka pemerintah memberikan kemudahan dengan adanya proses peneguhan. Peneguhan yaitu penegasan status kewarganegaraan. Proses peneguhan ini di tangani oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Karena di dinas ini yang menanggani masalah dokumen-dokumen kependudukan.
commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut ini adalah data-data warga etnis Tionghoa di Surakarta yang mengajukan proses peneguhan. Tabel 2. Data Pengajuan Peneguhan Tahun 2008 No
Nama
Alamat
Lama Tinggal
1
Tan Tay Tjong
Mojosongo
Sejak lahir
2
Siauw Tang Nio
Serengan
Sejak lahir
3
Ie Tjwan Nio
Nusukan
Sejak lahir
4
Hie Poei Djing
Serengan
Sejak lahir
5
Tan Som Nio
Jebres
Sejak lahir
6
Tan Wie Djiang
Serengan
Sejak lahir
7
Tjie Tjia Siong
Mojosongo
Sejak lahir
8
Liem kiem Soen
Jebres
Sejak lahir
9
Tang Swie Tjie
Sudiroprajan
Sejak lahir
10
Go Soen Djien
Jebres
Sejak lahir
Tabel 3. Data Tahun Pengajuan Peneguhan 2009 No
Nama
Alamat
Lama tinggal
1
Tan Hwat Sioe
Danukusuman
Sejak lahir
2
Ing Hien
Purwodiningratan
Sejak lahir
3
Tan Chen Siong
Timuran
Sejak lahir
4
Tan Hie Lian
Banjarsari
Sejak lahir
5
Anni
Mojosongo
Sejak lahir
6
Liem Ay Liang
Laweyan
Sejak lahir
7
Oen Kwong W
Kampung baru
Sejak lahir
8
Fanny Ardian
Jebres
Sejak lahir
9
Tan Lie Ing
Jebres
Sejak lahir
10
Franky Andrian
Jebres
Sejak lahir
11
The Ping Liong
Jebres
Sejak lahir
12
Meri Adrian
Jebres
Sejak lahir
13
Tjie Kim Liong
Banjarsari Sejak lahir commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
14
Tjie Kim Houw
Banjarsari
Sejak lahir
Tabel 4. Data Pengajuan Peneguhan Tahun 2010 NO
Nama
Alamat
Lama tinggal
1
Tan Tjie Go
Banjarsari
Sejak lahir
2
Hermin Ratna
Banjarsari
Sejak lahir
3
Fanny Arif
Banjarsari
Sejak lahir
4
Yosi Arif
Banjarsari
Sejak lahir
5
Andreas Arif
Banjarsari
Sejak lahir
6
Teguh Santoso
Banjarsari
Sejak lahir
7
Tjian Siok Hwa
Mertokusuman
Sejak lahir
8
Fuk Kim
Mojosongo
Sejak lahir
9
Maryam
Gandekan
Sejak lahir
10
Koh Hian Tjoe
Kapt.Patimura
Sejak lahir
11
Tan Kuen Wien
Ksmdilangan
Sejak lahir
12
Febri Anawati
Jebres
Sejak lahir
Tabel 5. Data Pengajuan Peneguhan Tahun 2011 No
Nama
Alamat
Lama tinggal
1
Robby T
Serengan
Sejak lahir
2
Bie Cin
Mojosongo
Sejak lahir
3
Ninik Herlany
Jebres
Sejak lahir
4
Liang Ing
Kemlayan
Sejak lahir
5
Oey Mey Ling
Urip Sharjo
Sejak lahir
6
Tan Kuen Wien
Kusumodilangan
Sejak lahir
7
Kwik Swi Kam
Nusukan
Sejak lahir
8
Ngo Tjan Hwa
Jayengan
Sejak lahir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
93 digilib.uns.ac.id
Penegasan status kewarganegaraan ini merupakan suatu kemudahan yang diberikan pemerintah Kota Surakarta kepada warga etnis Tionghoa. Tetapi dalam Pelaksanaan dari proses penegasan status kewarganegaraan ini memiliki beberapa kendala. Kendala-kendala tersebut antara lain: a. Kurangnya Sosialisasi Rendahnya pengetahuan tentang kewarganegaraan bagi warga etnis Tionghoa ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini diakui oleh Bapak Bambang Wahyu bahwa untuk sosialisasi mengenai penegasan status kewarganegaraan ini tidak dilakukan secara khusus tetapi hanya dilakukan bersamaan dengan sosialisasi tentang SIAK yang pada intinya hanya diselipkan pada sosialisasi tersebut. Dan lebih parahnya sosialisasi ini dilakukan hanya dengan memberikan pengarahan bagi wakil aparat pemerintah desa untuk selanjutnya tergantung dari kinerja aparat pemerintah desa tersebut apakah sosialisai tersebut diteruskan ke masyarakat atau tidak. Hal ini juga terkendala dari pihak warga etnis Tionghoa yang jarang bergaul dengan masyarakat. Dengan adanya permasalahan ini maka penegasan status kewarganegaraan belum berhasil secara maksimal, selain itu menurut Bapak Bambang Wahyu masih ada warga etnis Tionghoa yang sudah bertahun-tahun tinggal di Surakarta belum melakukan penegasan status kewarganegaraanya, dikarenakan rendahnya kesadaran akan pentingnya status kewarganegaraan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Bambang Wahyu sebagai berikut: Tentang adanya proses peneguhan ini dari pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sudah melakukan sosialisasi ke Tingkat kecamatan dan tingkat Kelurahan, proses sosialisasi ini dibarengkan dengan sosialisasi program-program yang Dinas miliki seperti waktu sosialisasi SIAK, dimana pada waktu sosialisasi tersebut diakhir acara ada pemberitahuan mengenai adanya proses penegasan status kewarganegaraan. Kemudian dari tingkat Kelurahan yang akan meneruskan ke warga-warganya khususnya warga Keturunan yang belum menegaskan status kewarganegaraannya agar segera menegaskan status kewarganegaraannya di Dinas Kependudukan dan Catatan sipil. Disinilah kendalanya, commit to user saya tidak tahu dengan pasti apakah semua aparat di tingkat Kelurahan ini sudah
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mensosialisasliaknya dengan baik. Saya sendiri juga menyadari bahwa sosialisasi mengenai kewarganegaraan ini kurang dalam pelaksanaanya. Karena sosialisasi ini hanya dilakukan bersamaan dengan sosialisasi program SIAK yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Surakarta. (Catatan Lapangan 3). Hal diatas juga diperkuat dengan adanya pernyataan dari Tan Chen Siong, sebagai berikut: Begini mbak, harusnya ada suatu sosialisasi dari Dinas kependudukan dan Catatan Sipil, selain itu seharusnya warga keturunan Tionghoa itu tidak malas mengurus untuk menjadi warga negara Indonesia karena hal ini penting bila mau ngurus-ngurus surat, mumpung mudahlah mbak, mungkin aja program ini nantinya tidak berlanjut mungkin saja kan mbak, mereka itu mungkin sudah males karena dulu itu mereka ngurusnya susah dan rasa kecewa itu masih ada sampai sekarang. (Catatan Lapangan 12). b. Ketidakpastian Waktu Peneguhan Proses penegasan status kewarganegaraan biasanya memerlukan waktu kurang lebih 5 bulan, sama dengan proses pewarganegaraan. Tetapi didalam prakteknya hal ini sulit terjadi, hal ini tergantung dari pihak Kementrian Hukum dan HAM karena yang memproses untuk dapat tidaknya seseorang tersebut memperoleh penegasan status kewarganegaraan adalah di Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Jawa Tengah. Apabila ada warga etnis Tionghoa yang memproses penegasan status kewarganegaraan secara
bersamaan
maka
belum
tentu
surat
penegasan
status
kewarganegaraannya akan keluar bersamaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Bambang Wahyu, sebagai berikut: Ada beberapa hambatan ya mbak dalam pengurusan status kewarganegaraan ini yaitu mengenai waktu pengajuan penegasan status kewarganegaraan, ada yang diajukan kemudian beberapa bulan saja terus keluar tetapi juga ada yang sampai tahunan. Seharusnya ada waktu yang pasti agar dari pihak kami yaitu Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tidak kebinggungan apabila ada yang menanyakan mengenai ajuan penegasan status kewarganegaraan. Karena mungkin saja dia ingin menikah dan sangat membutuhkan akan surat penegasan tersebut. (Catatan Lapangan 3). commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal diatas diperkuat lagi dengan pernyataan Liang Ing yang mengurus penegasan status kewarganegaraanya lama terproses, yaitu sebagai berikut: Saya ini sudah mengajukan penegasan status kewarganegaraan ini sejak tahun 2009, saya ingin menjadi WNI, informasi dari teman saya bahwa sekarang ini bagi warga keturunan Tionghoa sudah diberi kemudahan pokoknya asal melakukan pengajuan pasti akan mendapatkan status warga negara Indonesia. Tetapi hasilnya tidak seperti yang saya bayangkan bahwa pengurusannya akan mudah dan lancar. Saya sudah tidak sabar karena surat penegasan status kewarganegaraan itu tidak kunjung selesai padahal warga keturunan Tionghoa yang lain sudah keluar suratnya. (Catatan Lapangan 6). c. Tidak Terprosesnya Penegasan Status Kewarganegaraan Tidak
terprosesnya penegasan
status
kewarganegaraan
ini
merupakan bentuk pembedaan perlakuan. Disebutkan bahwa bagi warga yang tidak memiliki dokumen dapat mengajukan penegasan status kewarganegaraan tetapi dalam
kenyataannya masih
ada pengajuan
penegasan
status
kewarganegaraan yang bertahun-tahun belum keluar. Hal ini bisa diasumsikan bahwa penegasan status kewarganegaraan tersebut ditolak. Penolakan penegasan status kewarganegaraan ini bukan dalam bentuk resmi bahwa yang mengajukan telah ditolak kewarganegaraannya tetapi tidak diterbitkannya surat penegasan status kewarganegaraan selama berbulan-bulan bahkan tahunan. Penolakan ini tidak ada alasan yang jelas, hal itu merupakan kewenangan dari pusat dan bagi warga keturunan Tionghoa yang tidak diproses penegasan status kewarganegaraanya adalah mereka yang memiliki masalah terhadap bangsa Indonesia. Hal diatas sesuai dengan pernyataan Bapak Bambang Wahyu, sebagai berikut: Tidak ada bentuk penolakan secara resmi, bahwa dari Kementrian Hukum dan HAM ini tidak memberi konfirmasi mengenai ajuan penegasan status kewarganegaraan tersebut. Hal ini bisa saja diambil keputusan bahwa ajuan penegasan status kewarganegaraan tersebut tidak dikabulkan. Biasanya orang tersebut pernah memiliki masalah dengan bangsa Indonesia. Peneguhan yang belum keluar ini masih ada sebanyak 4 pemohon. (Catatan Lapangan 3) commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Upaya Penyelesaian Masalah Kewarganegaraan Di Surakarta Pelaksanaan suatu kebijakan pemerintah tidaklah terhindar dari masalah. Seperti halnya pelaksanaan peraturan tentang kewarganegaraan. Walaupun Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 merupakan undang-undang yang telah menghilangkan unsur diskriminasi dari peraturan sebelumnya tetapi pelaksanaannya masih juga terdapat beberapa masalah. Kebijakan publik menurut Anderson dalam kebijakan publik teori dan proses (Budi Winarno, 2008:18) adalah “Arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.” Aktor yang menangani masalah kewarganegaraan disini bisa dari pihak warga etnis Tionghoa, pemerintah Kota Surakarta, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil serta Perkumpulan Masyarakat Surakarta. Adanya beberapa masalah mengenai kewarganegaraan seseorang maka dapat diambil suatu upaya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Beberapa diantaranya adalah: a. Penegasan Status Kewarganegaraan Penegasan status kewarganegaraan adalah suatu proses bagi penduduk yang sudah lama menetap atau tinggal secara turun temurun serta lahir di Indonesia untuk mendapatkan status kewarganegaraan warga negara Indonesia. hal ini berdasarkan Surat Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam Negeri No. 470/2368/ND Tahun 2008 khususnya angka (5) menyatakan, “Untuk penduduk yang telah lama menetap atau tinggal secara turun temurun serta lahir di Indonesia namun tidak memiliki dokumen kewarganegaraan atau kependudukan, yang lazim disebut pemukim keturunan asing dapat diusulkan untuk memperoleh penegasan status kewarganeagraan Republik Indonesia”. Proses penegasan status kewarganegaraan ini paling banyak diikuti oleh warga etnis Tionghoa, hal ini mengingat bahwa di Kota Surakarta memiliki daerah pecinan.
commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seseorang
yang
ingin
memproses
penegasan
status
kewarganegaraannya menjadi warga negara Indonesia maka harus melalui tata cara sebagai berikut: 1) Warga yang bersangkutan meminta surat keterangan kepada RT dan RW, surat keterangan ini berisi bahwa yang bersangkutan benar-benar warga daerah tersebut dan sudah lama menetap. 2) Surat keterangan tersebut dibawa ke Kelurahan, dan di Kelurahan akan memberikan surat keterangan bahwa warga yang bersangkutan benarbenar warga daerah tersebut dan sudah lama menetap. 3) Surat keterangan dari Kelurahan tersebut selanjutnya dibawa ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dilengkapi dengan dokumendokumen yang mereka miliki. Proses selanjutnya apabila warga tersebut sudah melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan maka proses peneguhan diambil alih oleh pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Tata caranya adalah sebagai berikut: 1) Pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil melakukan pengecekan terhadap dokumen-dokumen tersebut. 2) Pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil membuat surat peneguhan yang akan diteruskan ke Kementrian Hukum dan HAM provinsi Jawa Tengah dengan tembusan kepada Walikota Surakarta, Sekretaris Daerah Kota Surakarta dan khusus didaerah Surakarta ada mitra kerja tentang peneguhan yaitu Perkumpulan Masyarakat Surakarta. 3) Kementrian Hukum dan HAM provinsi Jawa Tengah membuat peneguhan atas ajuan dari Dinas kependudukan dan Catatan Sipil, di sini dilakukan proses seleksi terhadap data yang dimiliki warga tersebut. Setelah itu berkas peneguhan dikirim ke Kementrian Hukum dan HAM di Jakarta untuk disetujui. 4) Setelah disetujui maka Kementrian Hukum dan HAM di Jakarta commit to user membuat Surat Keputusan tentang Penegasan Status Kewarganegaraan
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang akan disampaikan ke Kementrian Hukum dan HAM Jawa Tengah dan diteruskan ke Dinas Kependudukan Catatan Sipil. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil akan memanggil warga tersebut untuk menyerahkan Surat Keputusan tentang Penegasan Status Kewarganegaraan dan ada pengarahan dari pimpinan Dinas kependudukan dan Catatan Sipil. b. Peneguhan Ulang Peneguhan ulang merupakan suatu proses untuk mengulangi penegasan status kewarganegaraan. Peneguhan ulang ini dilakukan karena proses peneguhan warga etnis Tionghoa tersebut tidak keluar-keluar dan tidak adanya konfirmasi dari Kementrian Hukum dan HAM. Hal ini berkenaan dengan waktu proses peneguhan, seharusnya jangka waktu proses peneguhan ini sekitar 5 bulan, tetapi dalam pelaksanaanya tidaklah sesuai dengan aturannya. Hal ini senada dengan pernyataan Bapak Bambang Wahyu, sebagai berikut: Jangka waktu peneguhan itu sama dengan jangka waktu pewarganegaraan, yaitu sekitar lima bulanan, tetapi kenyataannya sulit sekali diselesaikan selama waktu tersebut. Hal ini merupaka proses yang dilakukan oleh Kementrian Hukum dan HAM dan bukan merupakan tugas dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. (Catatan Lapangan 3). Mengenai prosedur peneguhan ulang ini sama dengan peneguhan pertama yang diajukan yaitu dengan meminta surat keterangan tinggal kepada RT, RW dan Kelurahan. Setelah itu dibawa ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil beserta dokumen-dokumen yang dimiliki. Kemudian dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil meneruskan berkas-berkas tersebut ke Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Jawa Tengah, dan dari provinsi Jawa Tengah diteruskan Ke Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Jakarta. Setelah disetujui maka surat penegasan Status kewarganegaraan tersebut diserahkan ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan diserahkan ke warga yang mengajukan tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
99 digilib.uns.ac.id
Adanya peneguhan ulang ini akan membantu warga yang akan memproses penegasan status kewarganegaraannya, seperti yang dilakukan oleh Liang Ing. Liang Ing sudah menunggu proses peneguhannya selama dua tahun lebih, karena Liang Ing sangat memerlukan untuk menikah maka dia memakai cara bagaimana untuk mendapatkan status kewarganegaraan Republik Indonesia yaitu dengan mengulang kembali proses peneguhannya. Berikut ini pernyataan dari Liang Ing, sebagai berikut: Saya ini sudah mengajukan penegasan status kewarganegaraan ini sejak tahun 2009, saya ini ingin menikah dan saya ingin menikah saat saya sudah menjadi WNI. Informasi dari teman saya bahwa sekarang ini bagi warga keturunan Tionghoa sudah diberi kemudahan pokoknya asal melakukan pengajuan pasti akan mendapatkan status warga negara Indonesia. Tetapi hasilnya tidak seperti yang saya bayangkan bahwa pengurusannya akan mudah dan lancar. Saya sudah tidak sabar karena surat penegasan status kewarganegaraan itu tidak kunjung selesai padahal warga keturunan Tionghoa yang lain sudah keluar suratnya. Kemudian saya mendesak pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil bagaimana solusinya agar surat penegasan ini keluar, kemudian dilakukan upaya mengulang ajuan penegasan status kewarganegaraan dan saya sangat bersyukur langkah untuk mengulang ini adalah tepat. (Catatan Lapangan 6) Hal diatas diperkuat dengan pernyataan Bapak Bambang Wahyu, sebagai berikut: Apabila ada orang yang mengajukan peneguhan tetapi tidak keluarkeluar surat penegasan status kewarganegaraan maka orang tersebut bisa melakukan upaya yaitu mengulangi ajuan penegasan status kewarganegaraan, hal ini pernah dialami oleh Liang Ing ya mbak, dia itu sudah lama sampai tahunan mengajukan penegasan status kewarganegaraan tetapi tidak kunjung kelar, kemudian dari pihak kami mengajukan kembali ajuan penegasan status kewarganegaraan ke Kementrian Hukum dan HAM, dan bersyukur sekali upaya ini berhasil. Hal ini juga berkat upaya yang aktif dari pihak Liang Ing untuk mendapatkan status WNI. Mengenai prosedurnya sama dengan peneguhan. Ya mungkin saja berkas dari Liang ing itu ketlisut atau hilang, namanya juga manusia tidak ada yang sempurna. (Catatan Lapangan 3). Diharapkan dengan adanya peneguhan ulang ini semua warga etnis Tionghoa khususnya dapat menjadi Warga Negara Indonesia, supaya tidak ada commit to user anggapan lagi bahwa ada perlakuan tidak adil bagi warga etnis Tionghoa. Dan
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diharapkan bagi warga etnis Tionghoa yang belum menjadi Warga Negara Indonesia supaya segera menegaskan status kewarganegaraanya agar memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga yang lain. C. Temuan Studi
Pada Sub bab ini memaparkan analisis yang berhasil dikumpulkan. Kegiatan analisis ini dilaksanakan dengan mengacu pada rumusan masalah yang telah dibuat dan ingin dijawab serta mengunakan acuan landasan teori yang relevan dan telah dipaparkan. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana kebijakan pengaturan tentang kewarganegaraan pasca keluarnya Undang-Undang No. 12 Tahun 2006, 2. Apakah permasalahan di bidang kewarganegaraan bagi etnis Tionghoa di Surakarta, 3. Bagaimana upaya penyelesaian masalah kewarganegaraan di Surakarta. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas dalam penelitian ini peneliti menemukan beberapa temuan studi sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil data di lapangan (wawancara, observasi dan didukung dengan dokumen-dokumen) kehadiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dirasa sangat penting untuk mengatasi masalah kewarganegaraan khususnya warga etnis Tionghoa sehingga tercipta persamaan hak dan kewajiban warga negara. Tentu saja Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia tersebut harus didukung dengan peraturan-peraturan tambahan. Di Kota Surakarta terdapat kebijakan tentang kewarganegaraan yang berupa: a. Surat Walikota Surakarta Nomor 470/941/2007 Perihal Pendataan orang keturunan
asing
pemukim
yang
tidak
memiliki
dokumen
kewarganegaraan. Surat ini merupakan kebijakan pemerintah Kota Surakarta supaya melakukan pendataan orang keturunan asing pemukim yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan. Data yang diperlukan yaitu: 1) commit to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nama, 2) Tempat tanggal lahir, 3) Alamat/tempat tinggal, 4) Berapa lama bertempat tinggal di alamat tersebut dan, 4) Dokumen yang dimiliki. b. Surat Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam Negeri No. 470/2368/ND Tahun 2008 sebagai jawaban dari Surat Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta No. 470/294/2008 Perihal Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia. Inti dari kedua surat ini adalah ada beberapa penduduk yang memiliki dokumen akta catatan sipil produk lama dan tidak dipersyaratkan lagi pengunaan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia. Kemudian bagi penduduk yang telah lama menetap atau tinggal secara turun temurun serta lahir di Indonesia namun tidak memiliki dokumen kewarganegaraan dapat diusulkan untuk memperoleh penegasan status kewarganegaraan Republlik Indonesia. Dalam pelaksanaannya diserahkan pada lembaga yang diberi wewenang oleh Walikota Surakarta yaitu Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Dalam mengurus proses penegasan kewarganegaraan di Kota Surakarta selain di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil juga dapat memproses melalui Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS). Hal ini sesuai dengan pendapat Maria Farida Indriastuti (2007: 39) bahwa “Suatu norma itu berlaku karena mempunyai daya laku atau karena mempunyai keabsahan”. Daya laku ini ada apabila norma itu dibentuk oleh norma yang lebih tinggi atau oleh lembaga yang berwenang membentuknya. Selain daya laku pelaksanaanya berlakunya suatu norma juga adanya daya laku guna dari norma tersebut. Dalam hal ini dapat dilihat apakah suatu norma yang ada dan berdaya laku itu berdaya guna secara efektif atau tidak. Selain pendapat diatas diperkuat lagi dengan pendapat Carl Friedrich dalam (Leo Agustino, 2008: 7) bahwa: Kebijakan adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk commit to user mencapai tujuan yang dimaksud.
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Meskipun suatu daerah itu mempunyai peraturan kewarganegaraan, tetapi tidak akan lepas dari permasalahan-permasalahan yang timbul. Permasalahan yang
timbul
di
Kota
Surakarta
yang
berkaitan
dengan
masalah
kewarganegaraan diantaranya adalah: a. Tidak memiliki dokumen kewarganegaraan Dokumen kewarganegaraan sangat penting dalam menentukan status kewarganegaraan seseorang. Hal ini juga sangat diperlukan dalam pengurusan menjadi Warga Negara Indonesia, karena tidak adanya dokumen kewarganegaraan maka warga etnis Tionghoa yang ada di Kota Surakarta terhambat untuk melakukan proses penegasan kewarganegaraan. Dokumen
kewarganegaraan
yang
dimaksud
adalah
Surat
Bukti
Kewarganegaraan Republik Indonesia, Keppres mengenai naturalisai, Berita Sumpah di Pengadilan atau keputusan lain yang menetapkan yang bersangkutan adalah Warga Negara Indonesia. Seseorang itu dapat tidak memiliki dokumen kewarganegaraan, dikarenakan hal-hal sebagai berikut, yaitu 1) Keadaan ekonomi, 2) Kurangnya pengetahuan warga akan peraturan, 3) Orang tua belum WNI, 4) Hilang akibat bencana alam. b. Masih Ditemukan Penduduk Berdokumen Akta Catatan Sipil Produk Lama Dokumen akta catatan sipil produk lama adalah sebuah dokumen yang hanya mencantumkan golongan saja dan belum jelas kewarganegaraannya. Yang mana penduduk tersebut ada yang sudah Warga Negara Indonesia dan ada juga yang Warga Negara Asing. Untuk mengetahui apakah status kewarganegaraan seseorang yang berdokumen akta catatan sipil produk lama maka masih diperlukannya bukti kewarganegaraan, misalnya Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia, Keppres tentang Naturalisasi, Berita Acara Sumpah di Pengadilan dan keputusan lain yang menetapkan yang bersangkutan adalah Warga Negara Indonesia. commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Adanya penduduk berdokumen akta catatan sipil produk lama ini adalah akibat adanya Pencatatan Sipil Golongan Tionghoa yaitu Staatsblad 1917 Nomor 130. Permasalahan yang terjadi di Kota Surakarta adalah ada beberapa warga etnis Tionghoa yang berdokumen akta catatan sipil produk lama yang hanya mencantumkan golongan saja dan belum jelas disebutkan kewarganegaraannya. Masalah-masalah diatas menggugah pemerintah Surakarta maupun Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil mengambil langkah untuk melakukan proses peneguhan. Peneguhan merupakan proses seorang warga etnis Tionghoa
untuk
mendapatkan
penegasan
status
kewarganegaraan.
Kewarganegaraan disini maksudnya adalah kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam melaksanakan penegasan status kewarganegaraan ini baik Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil maupun warga etnis Tionghoa masih mengalami beberapa permasalahan, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Kurangnya sosialisasi. b. Ketidakpastian waktu peneguhan. c. Tidak terprosesnya penegasan status kewarganegaraan. Permasalahan dalam bidang kewarganegaraan di Kota Surakarta ini sesuai dengan Teori Keputusan Deskriptif (Descriptive decision theory) menurut Willian N. Dunn dalam Muhadjir Darwin (1999:125) yaitu: Seperangkat preposisi yang secara logis konsisten yang menerangkan tindakan, pada dasarnya berkenaan dengan metode-metode untuk analisis retrospektif yang terdapat pada sisi kiri dari kerangka proses analisis kebijakan. Analisis ini bertujuan menerangkan sebab-sebab dan konsekuensi dari tindakan kebijakan harus melakukan analisis sesudah aksi dilakukan. Dengan tujuan utama dari analisis ini adalah untuk memahami masalah kebijakan ketimbang memecahkannya. Teori ini berhubungan dengan metode yang biasanya dijelaskan dalam hubungannya dengan penemuan masalah. Penemuan masalah pada dasarnya merupakan kegiatan konseptual dan teoritis sehingga perhatian utama adalah pada pertanyaan tentang sifat masalah dan tidak banyak pada pemilihan arah atau tindakan yang dapat memberikan sumbangan terhadap pemecahan masalah.
commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Permasalahan-permasalahan yang terjadi di Kota Surakarta mengenai hal kewarganegaraan memerlukan upaya untuk mengatasinya. Upaya-upaya yang dapat dilakukan diantaranya: a. Penegasan Status Kewarganegaraan Penegasan status kewarganegaraan adalah suatu proses bagi penduduk yang sudah lama menetap atau tinggal secara turun temurun serta lahir di Indonesia untuk mendapatkan status kewarganegaraan warga negara Indonesia. hal ini berdasarkan Surat Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam Negeri No. 470/2368/ND Tahun 2008 khususnya angka (5) menyatakan, “Untuk penduduk yang telah lama menetap atau tinggal secara turun temurun serta lahir di Indonesia namun tidak memiliki dokumen kewarganegaraan atau kependudukan, yang lazim disebut pemukim keturunan asing dapat diusulkan untuk memperoleh penegasan status kewarganeagraan Republik Indonesia”. Proses penegasan status kewarganegaraan ini paling banyak diikuti oleh warga etnis Tionghoa, hal ini mengingat bahwa di Kota Surakarta memiliki daerah pecinan. b. Peneguhan Ulang Peneguhan ulang merupakan suatu proses untuk mengulangi penegasan status kewarganegaraan. Peneguhan ulang ini dilakukan karena proses peneguhan warga etnis Tionghoa tersebut tidak keluar-keluar dan tidak adanya konfirmasi dari Kementrian Hukum dan HAM. Hal ini berkenaan dengan waktu proses peneguhan, seharusnya jangka waktu proses peneguhan ini sekitar 5 bulan, tetapi dalam pelaksanaanya tidaklah sesuai dengan aturannya. Prosedur peneguhan ini sama dengan prosedur peneguhan yang pertama dilakukan. Adanya peneguhan ulang ini akan membantu warga yang akan memproses penegasan status kewarganegaraannya, seperti yang dilakukan oleh Liang Ing. Liang Ing sudah menunggu proses peneguhannya selama dua tahun lebih, karena Liang Ing sangat commit to user memerlukan untuk menikah maka dia memakai cara bagaimana untuk
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mendapatkan status kewarganegaraan Republik Indonesia yaitu dengan mengulang kembali proses peneguhannya. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan hal kewarganegaraan tersebut sesuai dengan Teori keputusan normatif (Normative decision theory) menurut William N. Dunn dalam Muhadjir Darwin (1999: 125) merupakan “Seperangkat proposisi yang secara logika konsisten yang menyediakan landasan untuk memperbaiki konsekuensi dari aksi”. Dalam arti yang lebih luas, inilah maksudnya ketika analisis kebijakan disebut sebagai metodologi pemecahan masalah. Jika teori keputusan deskriptif diarahkan kepada pemahaman masalah, maka teori keputusan normatif menaruh perhatian pada pemecahannya. Pemecahan masalah berhubungan dengan pelaksanaan atau pengendalian serangkaian tindakan di setiap waktu. Pemecahan masalah pada dasarnya merupakan kegiatan praktis, berbeda dengan penemuan masalah yang pada dasarnya bersifat teoritis. Disini perhatian utama adalah pada pemilihan arah tindakan dan melihat bahwa kegiatan itu diikuti setiap waktu dan tidak disertai dengan penyelidikan terhadap sifat dari masalah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan: 1. Eksistensi kebijakan kewarganegaraan pasca keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, dalam mengatasi masalah kewarganegaraan di Kota Surakarta dituangkan dalam: a. Surat Walikota Surakarta Nomor 470/941/2007 Perihal Pendataan orang keturunan
asing
pemukim
yang
tidak
memiliki
dokumen
kewarganegaraan. Pendataan ini berkoordinasi dengan Camat, Kepala Desa/Lurah dan RT/RW, adapun data yang diperlukan meliputi: 7) Nama 8) Tempat tanggal lahir 9) Alamat/tempat tinggal 10) Berapa lama bertempat tinggal di alamat tersebut 11) Status perkawinan 12) Dokumen yang dimiliki Kebijakan ini tidak berjalan lancar dan diharapkan pemerintah Kota Surakarta melakukan pendataan ulang bagi warga etnis Tionghoa khususnya dan orang keturunan asing pada umumnya yang tidak memiliki dokumen. b. Surat Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam Negeri No. 470/2368/ND Tahun 2008 sebagai jawaban dari Surat Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta No. 470/294/2008 Perihal Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia. Surat Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta No. 470/294/2008 Perihal Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia ini berisi: 4) Di Kota Surakarta ada beberapa penduduk yang memiliki dokumen commit to user akta catatan sipil (produk lama) yang hanya mencantumkan golongan
106
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
saja dan belum jelas disebutkan kewarganegaraannya. Yang mana penduduk tersebut ada yang sudah WNI dan ada juga yang WNA. 5) Dalam pelayanan pencatatan sipil di Kota Surakarta saat ini sudah tidak mencantumkan penggolongan penduduk dan tidak mensyaratkan SBKRI bagi akta kelahirannya sudah berstatus WNI. 6) Untuk melayani dokumen kependudukan pada nomor a, masih memerlukan bukti kewarganegaraan (SBKRI) guna menentukan status kewarganegaraan mereka (WNI atau WNA). Sedangkan
Surat
Direktur
Jenderal
Administrasi
Kependudukan Departemen Dalam Negeri No. 470/2368/ND Tahun ini berisi tentang: 7) Akta kelahiran yang diterbitkan sebelum tahun 1966 tidak menentukan kewarganegaraan seseorang dalam akta kelahiran, tetapi hanya menentukan golongan berdasarkan staatsblad, sehingga tidak bisa diketahui kewarganegaraan seseorang berdasarkan akta kelahirannya. 8) Berdasarkan Keppres No. 56 Tahun 1996 tentang Surat Bukti Kewarganegaraan RI pada Pasal 4 ayat (1) mengisyaratkan bahwa untuk keperluan tertentu apabila ada keraguan mengenai status kewarganegaraan seseorang maka bisa menanyakan Keppres tentang naturalisasinya, Berita Acara Sumpah di Pengadilan atau keputusan lain (jika ada) yang menetapkan yang bersangkutan adalah WNI. 9) Selanjutnya menurut Keppres No. 56 Tahun 1996 tersebut, Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) tidak dipersyaratkan lagi dalam pengurusan kepentingan-kepentingan tertentu. Bagi warga negara Indonesia yang telah memiliki KTP/KK/Akte Kelahiran, permintaan persyaratan untuk kepentingan tertentu tersebut cukup menggunakan KTP/KK/Akte Kelahiran. 10) Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan RI dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan, commit to user
penggolongan
penduduk
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berdasarkan perbedaan suku, keturunan dan agama tidak diberlakukan lagi, yang ada hanya Warga Negara Indonesia (WNI) dan orang asing. 11) Untuk penduduk yang telah lama menetap atau tinggal secara turun temurun serta lahir di Indonesia namun tidak memiliki dokumen kewarganegaraan atau kependudukan, yang lazim disebut pemukim keturunan asing dapat diusulkan untuk memperoleh penegasan status kewarganeagraan Republik Indonesia. 12) Agar melakukan inventarisasi pemukim keturunan asing tersebut. Kedua surat ini menjelaskan bahwa ada beberapa penduduk yang memiliki dokumen akta catatan sipil produk lama, dimana tidak dipersyaratkan lagi pengunaan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia. Kemudian bagi penduduk yang telah lama menetap atau tinggal secara turun temurun serta lahir di Indonesia namun tidak memiliki dokumen kewarganegaraan dapat diusulkan untuk memperoleh penegasan status kewarganegaraan Republlik Indonesia. Dalam pelaksanaannya diserahkan pada lembaga yang diberi wewenang oleh Walikota Surakarta yaitu Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Dalam mengurus proses penegasan kewarganegaraan di Kota Surakarta selain di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil juga dapat memproses melalui Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS). 2. Permasalahan kewarganegaraan bagi warga etnis Tionghoa yang sudah lama tinggal bahkan lahir di Kota Surakarta, antara lain: a. Tidak memiliki dokumen kewarganegaraan Dokumen kewarganegaraan sangat penting dalam menentukan status kewarganegaraan seseorang. Hal ini juga sangat diperlukan dalam pengurusan menjadi Warga Negara Indonesia, karena tidak adanya dokumen kewarganegaraan maka warga etnis Tionghoa yang ada di Kota Surakarta terhambat untuk melakukan proses penegasan kewarganegaraan. Dokumen
kewarganegaraan
yang
dimaksud
adalah
Surat
Bukti
Kewarganegaraan Republik Indonesia, Keppres mengenai naturalisai, commit to user
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berita Sumpah di Pengadilan atau keputusan lain yang menetapkan yang bersangkutan adalah Warga Negara Indonesia. Seseorang itu dapat tidak memiliki dokumen kewarganegaraan, dikarenakan hal-hal sebagai berikut, yaitu 1) Keadaan ekonomi, 2) Kurangnya pengetahuan warga akan peraturan, 3) Orang tua belum WNI, 4) Hilang akibat bencana alam. b. Masih ditemukan penduduk berdokumen akta catatan sipil produk lama Dokumen akta catatan sipil produk lama adalah sebuah dokumen yang hanya mencantumkan golongan saja dan belum jelas kewarganegaraannya. Yang mana penduduk tersebut ada yang sudah Warga Negara Indonesia dan ada juga yang Warga Negara Asing. Adanya penduduk berdokumen akta catatan sipil produk lama ini adalah akibat adanya Pencatatan Sipil Golongan Tionghoa yaitu Staatsblad 1917 Nomor 130 Jo. Staatsblad 1919 No. 81. Dan di Kota Surakarta masih ada warga etnis Tionghoa yang masih kesusahan karena Akte Kelahirannya masih produk lama. Permasalahan yang terjadi di Kota Surakarta adalah ada beberapa warga etnis Tionghoa yang berdokumen akta catatan sipil produk lama yang hanya mencantumkan golongan saja dan belum jelas disebutkan kewarganegaraannya. Masalah-masalah diatas menggugah pemerintah Surakarta maupun Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil mengambil langkah untuk melakukan proses peneguhan. Peneguhan merupakan proses seorang warga etnis Tionghoa
untuk
mendapatkan
penegasan
status
kewarganegaraan.
Kewarganegaraan disini maksudnya adalah kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam melaksanakan penegasan status kewarganegaraan ini baik Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil maupun warga etnis Tionghoa masih mengalami beberapa permasalahan, diantaranya adalah sebagai berikut: d. Kurangnya sosialisasi. e. Ketidakpastian waktu peneguhan. commit to userkewarganegaraan. f. Tidak terprosesnya penegasan status
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Upaya penyelesaian masalah kewarganegaraan di Surakarta dapat ditempuh dengan: a. Penegasan status kewarganegaraan Penegasan status kewarganegaraan adalah suatu proses bagi penduduk yang sudah lama menetap atau tinggal secara turun temurun serta lahir di Indonesia untuk mendapatkan status kewarganegaraan warga negara Indonesia. hal ini berdasarkan Surat Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam Negeri No. 470/2368/ND Tahun 2008 khususnya angka (5) menyatakan, “Untuk penduduk yang telah lama menetap atau tinggal secara turun temurun serta lahir di Indonesia namun tidak memiliki dokumen kewarganegaraan atau kependudukan, yang lazim disebut pemukim keturunan asing dapat diusulkan untuk memperoleh penegasan status kewarganeagraan Republik Indonesia”. Proses penegasan status kewarganegaraan ini paling banyak diikuti oleh warga etnis Tionghoa, hal ini mengingat bahwa di Kota Surakarta memiliki daerah pecinan. b. Peneguhan ulang Peneguhan ulang merupakan suatu proses untuk mengulangi penegasan status kewarganegaraan. Peneguhan ulang ini dilakukan karena proses peneguhan warga etnis Tionghoa tersebut tidak keluar-keluar dan tidak adanya konfirmasi dari Kementrian Hukum dan HAM. Hal ini berkenaan dengan waktu proses peneguhan, seharusnya jangka waktu proses peneguhan ini sekitar 5 bulan, tetapi dalam pelaksanaanya tidaklah sesuai dengan aturannya. Prosedur peneguhan ini sama dengan prosedur peneguhan yang pertama dilakukan. Adanya peneguhan ulang ini akan membantu warga yang akan memproses penegasan status kewarganegaraannya
commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Implikasi Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka dalam penelitian mengenai eksistensi kebijakan kewarganegaraan untuk mengatasi masalah kewarganegaraan etnis Tionghoa di Surakarta pasca keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, maka implikasi dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Karena Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia telah berusaha menghilangkan diskriminasi dalam masalah kewarganegaraan warga etnis Tionghoa maka di Kota Surakarta terdapat beberapa kebijakan yang menyangkut masalah kewarganegaraan yaitu dengan keluarnya Surat Walikota Surakarta Nomor 470/941/2007 Perihal Pendataan orang keturunan asing pemukim yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan dan Surat Direktur Jenderal Administrasi Kependudukan Departemen Dalam Negeri No. 470/2368/ND Tahun 2008 sebagai jawaban dari Surat Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta No. 470/294/2008 Perihal Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan tidak ada lagi warga etnis Tionghoa yang diragukan status kewarganegaraannya. 2. Karena di Kota Surakarta masih terdapat beberapa masalah dalam bidang kewarganegaraan yaitu tidak memiliki dokumen kewarganegaraan dan adanya penduduk berdokumen akta catatan sipil produk lama maka Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Perkumpulan Masyarakat Surakarta, pihak Kecamatan, Kelurahan, RW serta pihak RT mengadakan sosialisasi mengenai penegasan status kewarganegaraan bagi warga etnis Tionghoa yang sudah lama tinggal dan lahir di Kota Surakarta tetapi belum menjadi warga negara Indonesia (WNI). Sehingga semua warga etnis Tionghoa yang sudah lama tinggal dan lahir di Kota Surakarta dapat menjadi Warga Negara Indonesia. 3. Karena upaya penyelesaian masalah kewarganegaraan di Kota Surakarta sudah dilakukan dengan pengarahan peraturan kewarganegaraan dan peneguhan ulang maka agar lebih efektif lagi perlu mendapat dukungan berbagai pihak yaitu Dinas kependudukan dan catatan Sipil, Perkumpulan commitkelurahan, to user RW dan RT, serta masyaratat Masyarakat Surakarta, Kecamatan,
112 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tionghoa, karena masalah ini sangatlah penting menyangkut hak dan kewajiban seseorang sehingga tidak ada lagi masalah kewarganegaraan. C. Saran Berdasarkan kesimpulan serta implikasi yang telah dikemukakan dari hasil penelitian ini dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Perlu dibentuknya suatu peraturan daerah di Kota Surakarta ini agar permasalahan dalam bidang kewarganegaraan akan lebih terjamin dan dipayungi oleh kekuatan hukum yang lebih tinggi dan lebih jelas pengaturannya, mengingat juga di Kota Surakarta ini warga etnis Tionghoanya lebih banyak dibandingkan dengan Kota yang lain. Selain itu perlu dilakukan pendataan ulang mengenai penduduk yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan. 2.
Perlunya koordinasi dan peran aktif dalam pensosialisasian mengenai kebijakan kewarganegaraan yang ada antara pihak-pihak yang terkait yaitu Dinas kependudukan dan catatan Sipil, Perkumpulan Masyarakat Surakarta, Kecamatan, kelurahan, RW dan RT.
3. Diharapkan semua pihak baik itu Dinas kependudukan dan catatan Sipil, Perkumpulan Masyarakat Surakarta, Kecamatan, kelurahan, RW dan RT, serta masyaratat Tionghoa saling mengadakan koordinasi dan kerjasama apabila ada masalah yang menyangkut kewarganegaraan serta perlu meningkatkan kompetensinya sebagai pelayanan publik.
commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA Agung Rokhaniawan, 2006. “Tinjauan Kebijaksanaan Hukum Pemerintah Indonesia Terhadap Etnis Tionghoa (Studi Kebijaksanaan Hukum Tahun 1965-2006)”. Jurnal Hukum Vol 1. Tahun 2006 Aziz Wahab & Sapriya. 2009. Teori dan Landasan PKn. Bandung: UPI Press Blackburn, Susan. 1999. “Woman and Citizenship in Indonesia”. Australia Journal of Political Science Vol 34 No. 2 Budi Winarno. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Jakarta: MedPress Coppel Charles A. 1994. Tionghoa Indonesia Dalam Krisis. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Dawis Aimee. 2010. Orang Indonesia Tionghoa Mencari Identitas. Jakarta: PT. Gramedia Dunn William N. 1999. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Irfan Islamy. 1994. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara Koerniatmanto Soetoprawiro. 1996. Hukuk Kewarganegaraan Dan Keimigrasian Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Leo Agustino. 2008. Dasar-Dasar kebijakan Publik. Bandung: CV. Alfabeta Leo Suryadinata. 1999. Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES 2010. Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara. Maria Farida I. 2007. Ilmu Perundang-Undangan 1 (Jenis, Fungsi, Materi Muatan). Yogyakarta: Kanisius Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif. Penerjemah Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia (UIPress) Moleong Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya commit to user
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
M. Amaya-Castro, Juan. 2011. “Illegality Regimes and The Ongoing Transformation of Contemporary Citizenship”. European Journal of Legal Studies, Volume 4, Issue 2 (Autumn 2011) Pattie Charles, Patrick Seyd and Paul Whiteley. 2004. Citizenship in Britain Values, Participation and Democracy. Cambridge: University Press Rani Usman. 2009. Etnis Cina Perantauan di Aceh. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Riant Nugroho. 2004. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Santo Darmosumarto. 2010. “Making China Matters: Overcoming The Challenges To Indonesia Foreign Policy Toward The Chinese”. Jurnal Luar Negeri, Volume 27 No.3: 256-264 Smith Mark J. & Piya Pangsapa. 2008. Environment and Citizenship Integrating Justice Responsibility and Civic Engagement. London: Zed Books Sobirin Malian & Suparman Marzuki. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: Tim UII Press Sugiono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Sutopo H.B. 2002. Metodologi Penelitian. Surakarta : UNS Press. Tim Penyusun UUD 1945. 2010. Undang-Undang Dasar 1945. Surakarta: Sarana Ilmu Tim Penyusun UU No. 12 Tahun 2006. 2006. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika Triyanto. 2006. Politik Hukum Multikultural Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan. Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Kewarganegaraan Volume 1 Nomor 2 Desember 2006. . 2007. Konsekuensi Yuridis Pembatalan Staatsblad 1917 Tentang Pencatatan Staatsblad 1917 Tentang Pencatatan Sipil Golongan Cina (Studi kasus Peraturan Pencatatan Sipil Kota Surakarta). Jurnal pemikiran dan Penelitian Kewarganegaraan Volume 2 Nomor 2 Desember 2007. commit to user
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Winarno. 2009. Kewarganegaraan Indonesia Dari Sosiologis Menuju Yuridis. Bandung: Alfabeta “UU No. 12/2006 Harus Disosialisasikan”. 2006. Agustus. Kompas. 3 http://adrianafirdausy. Staff. Hukum. Uns.ac.id/2010/03/04/ efektivitas -undangundang- nomor- 12- tahun- 2006- dalam-menghapus- diskriminasi-bagiwarga-keturunantionghoa-di-surakarta/. “Efektivitas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Dalam Menghapus Diskriminasi Bagi Warga Keturunan Tionghoa”.. Diakses pada tanggal 7 Maret 2011 pukul 09.00 WIB http:// ikmsatu.multiply/journal/item/2&show interstitial. Diakses pada tanggal 10 Mei 2011 pukul 15.00 WIB http://Surakarta.go.id/produk-hukum. . Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta. Diakses pada tanggal 2 Juni 2011 pukul 13.00 WIB http ://www. Indonesia. hu /userfiles /Undang-Undang-No-3-Tahun-1976.pdf. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 Tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Diakses pada tanggal 2 Juni 2011 pukul 14.00 WIB http://download. ziddu. com/ downloadfile/16998333/n/1946peraturan. Tentang Warga Negara dan Penduduk Negara.pdf.html. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 Tentang Warganegara dan Penduduk Indonesia. Diakses pada tanggal 3 Juni 2011 pukul 08.00 WIB http://www.indonesia.hu/userfiles. Undang-Undang-No-62-Tahun-1958.pdf. Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Diakses pada tanggal 3 Juni 2011 pukul 08.30 WIB http://id Wikisource.org/wiki /Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1958. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1958 Tentang Persetujuan Antara Republik Indonesia Dan Republik Rakyat Tiongkok Mengenai Soal Kewarganegaraan. Diakses pada tanggal 3 Juni 2011 pukul 09.00 WIB http://bapeten.go.id/sjdih/index.php?modul=doc&menu=view&lid=1&kat_id=&ff =123&words=&opt=doc&dok_id=148. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Perundang-Undangan. Diakses pada tanggal 25 Desember 2011 pukul 11.00 WIB
commit to user
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Lampiran 1 PANDUAN WAWANCARA
A. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 1. Apa saja kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Surakarta setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006? 2. Apakah latar belakang keluarnya kebijakan pemerintah tersebut? 3. Bagaimanakah pelaksanaan dari kebijakan pemerintah tersebut? 4. Bagaimanakah proses pensosialisasian kebijakan kewarganegaraan yang dilakukan oleh Dinas kependudukan dan Catatan Sipil? 5. Bagaimanakah prosedur memperoleh penegasan status kewarganegaraan bagi warga keturunan Tionghoa? 6. Apa saja hambatan-hambatan yang ada dalam proses penegasan status kewarganegaraan? 7. Berapa waktu yang diperlukan untuk proses pengajuan penegasan status kewarganegaraan? 8. Mengapa masih ada warga yang belum menjadi Warga Negara Indonesia? 9. Apakah ada pengajuan penegasan status kewarganegaraan yang ditolak? 10. Apakah upaya yang dilakukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil apabila ada yang bermasalah mengenai status kewarganegaraan? 11. Apakah sekarang ini setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 telah ada persamaan hak antara warga Indonesia asli dan warga Indonesia keturunan Tionghoa? 12. Dengan semua peraturan yang ada, apakah masih diperlukan aturan pelaksana tambahan?
commit to user
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Perkumpulan Masyarakat Surakarta 1. Apa saja kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Surakarta setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006? 2. Apakah latar belakang keluarnya kebijakan pemerintah tersebut? 3. Bagaimanakah pelaksanaan dari kebijakan pemerintah tersebut? 4. Bagaimanakah
proses
pensosialisasian
kebijakan
pemerintah
tentang
kewarganegaraan yang dilakukan oleh PMS? 5. Bagaimanakah prosedur memperoleh penegasan status kewarganegaraan bagi warga keturunan Tionghoa? 6. Apa saja hambatan-hambatan yang ada dalam proses penegasan status kewarganegaraan? 7. Mengapa masih ada warga yang belum menjadi Warga Negara Indonesia? 8. Apakah upaya yang dilakukan oleh Perkumpulan Masyarakat Surakarta apabila ada yang bermasalah mengenai status kewarganegaraan? 9. Apakah sekarang ini setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 telah ada persamaan hak antara warga Indonesia asli dan warga Indonesia keturunan Tionghoa? 10. Dengan semua peraturan yang ada, apakah masih diperlukan aturan pelaksana tambahan?
C. Warga Keturunan Tionghoa 1. Apakah sekarang ini pemerintah Surakarta telah memberikan perhatian yang lebih terhadap warga keturunan Tionghoa? 2. Bagaimana perlakuan aparat pemerintahan dalam melayani anda khususnya dalam administrasi publik? Apakah sudah tidak ada diskriminasi kepada warga keturunan Tionghoa? 3. Apakah semua warga keturunan Tionghoa di Surakarta sudah diakui sebagai warga negara Indonesia? 4. Apakah upaya yang dilakukan agar dapat menjadi Warga Negara Indonesia? 5. Apakah masih ada hambatan dalam memproses status kewarganegaraan bagi warga keturunan Tionghoa? commit to user
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6. Mengapa sampai sekarang ini masih ada warga keturunan Tionghoa yang mengurus status kewarganegaraan Republik Indonesia? 7. Apakah masih ada warga keturunan Tionghoa yang dipersulit dengan adanya SBKRI? 8. Apakah akhir-akhir ini masih ada masalah yang berhubungan dengan status kewarganegaraan bagi warga keturunan tionghoa?
commit to user
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Lampiran 2
Lampiran Petikan Wawancara dan Hasil Catatan Lapangan
Catatan Lapangan 1 Nama Informan
: Bapak Sumartono Hadinoto
Lokasi
: Perkumpulan Masyarakat Surakarta
Tanggal
: 21 September 2011
Pukul
: 11.00 WIB
1. Apa saja kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Surakarta setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006? Jawab : Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Surakarta itu mengenai penegasan status kewarganegaraan bagi warga keturunan Tionghoa yang sudah lama Tinggal di Indonesia kemudian pendataan warga yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan untuk kemudian dilakuakanlah
penegasan
status
kewarganegaraan.
keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun
Dengan
2006 maka
kedudukan warga Tionghoa sama dengan warga Indonesia asli atau disebut dengan pribumi. Hal ini dikarenakan di dalam UndangUndang Nomor 12 Tahun 2006 hanya ada WNI asli dan WNA. Dengan keluarnya undang-undang ini dapat dikatakan tidak ada diskriminasi walaupun diskriminasi ini tidak bisa dihapus. Masih adanya bentuk diskriminasi ini dikarenakan birokrasinya yang kurang memahami peraturan yang ada. Misalnya saat ada sosialisasi ada kepala desa atau lurah yang sedang di Mutasi ke daerah lain sehingga mereka tidak mengetahui akan adanya peraturan kewarganegaraan yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006. Sehingga ada aparat pemerintah yang commit to user meminta SBKRI. Sebetulnya momok bagi warga Tionghoa adalah
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
disini adalah masih dimintanya SBKRI misalnya saat perpanjang KTP. Dikarenakan jenis-jenis SBKRI yaitu sebanyak 12 jenis maka diantara kota satu dengan kota lainnya berbeda. Hal ini berdampak pada status kewarganegaraan warga Tionghoa dimana status kewarganegaraannya dianngap palsu di daerah lain. 2. Apakah latar belakang keluarnya kebijakan pemerintah tersebut? Jawab : Sebenarnya latar belakang dari peraturan ini adalah untuk menhilangkan bentuk diskriminasi terhadap warga Tionghoa, masih adanya warga yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan membuat pemerintah untuk bertindak. Hal ini juga merupakan hasil dari sosialisasi dari Undang-Unang Nomor 12 Tahun 2006 agar dibuat surat edaran agar orang-orang yang sudah lama tinggal di Surakarta khususnya itu dapat menjadi Warga negara Indonesia, sebenarnya orang ini lebih nasionalis dari pada orang Indonesia asli, dia tau betul bagaimana proses kemerdekaan Indonesia. 3. Bagaimanakah pelaksanaan dari kebijakan pemerintah tersebut? Jawab : Mengenai pelaksanaan dari Surat edaran tentang pendataan orangorang yang tidak memilki dokumen itu saya rasa kurang ditindak lanjuti, karena apa, karena hasil dari pendataan ini sedikit sekali dan masih adanya warga keturunan Tionghoa yang belum menjadi Warga Negara Indonesia. Dari pihak pemerintah Surakarta seharusnya ada surat edaran lagi agar proses penegasan status kewarganegaraan ini berhasil dengan baik dan syukur-syukur tidak aka nada masalah. Kalau mengenai penegasan status kewarganegaraan saya kira tidak ada masalah karena proses ini sangatlah mudah diikuti oleh warga keturunan Tionghoa. Yang tidak memiliki dokumen sama sekali saja bisa
kog
melakukan
pengajuan
dari
penegasan
status
kewarganegaraan ini. Dan sebaliknya saya selalu menghimbau baik di acara-acara atau pergaulan sehari-hari bagi warga keturunan Tionghoa yang belum menjadi Warga negara Indonesia supaya segera commit to user melaksanakan program ini, mumpung prosesnya mudah. Dokumen
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penegasan ini nantinya sangatlah penting untuk mengurus surat-surat yang lainnya, kalau mau mengurus surat itu biar tenang kan juga udah tua kalau sudah menjadi WNI itu kan sudah tidak kepikiran kalau nantinya kenapa-napa. 4. Bagaimanakah
proses
pensosialisasian
kebijakan
pemerintah
tentang
kewarganegaraan yang dilakukan oleh PMS? Jawab : Perkumpulan Masyarakat Surakarta merupakan suatu lembaga yang bergerak di bidang sosial, salah satunya juga melayani bagi warga yang mengalami masalah yang berhubungan dengan masalah kewarganegraan. Kita biasanya melakukan sosialisasi bagi warga keturunan Tionghoa yang belum menjadi Warga Negara Indonesia selain itu juga melakukan pengarahan apabila ada warga keturunan Tionghoa yang masih mempersulit dalam memperoleh penegasan status kewarganegaraan, bahwa sekarang ini bagi warga keturunan Tionghoa yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan dapat mengajukan untuk menjadi warga negara Indonesia. 5. Bagaimanakah prosedur memperoleh penegasan status kewarganegaraan bagi warga keturunan Tionghoa? Jawab : Prosedurnya itu pertama mendaftar, Tanya apa yang harus dilakukan. Untuk memproses ini langkah pertama bisa di PMS ataupun langsung di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Tetapi kalau di PMS hanya mengumpulkan ajuannya saja, namanya siapa terus surat keterangan dari RT maupun RW serta dokumen kalau punya, dokumen ini bisa pakai dokumen orang tua ataupun dokumen istri untuk dilampirkan. Setelah itu dari pihak PMS akan memberikan ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil untuk diproses selanjutnya, nanti dari pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil biasanya mengecek ulang apakah nama atau alamatnya itu benar. Kemudian langkah selanjutnya itu dikirimkan ke Kementrian Hukum dan HAM atau Hak Asasi Manusia untuk diproses agar menjadi Surat bahwa committelah to user orang yang bersangkutan diteguhkan menjadi Warga Negara
perpustakaan.uns.ac.id
122 digilib.uns.ac.id
Indonesia. untuk lebih jelasnya lengkapnay mbaknya bisa tanyakan langsung kepada Dinas kependudukan dan Catatan Sipil mengenai prosesnya ataupun tugas dari Dinas ini apa dalam hal penegasan status kewarganegaraan. Mbak dina bisa bayangkan orang yang lahir di Indonesia tapi belum juga diakui sebagai warganya sendiri, sepertinya tinggal kog gak tenang gitu ya. Jadi surat penegasan yang akan dikeluarkan oleh kementrian hokum dan HAM ini sangatlah penting sekali bagi warga keturunan Tionghoa pada khususnya. 6. Apa saja hambatan-hambatan yang ada dalam proses penegasan status kewarganegaraan? Jawab : Sampai saat ini masih ada warga keturunan Tionghoa yang masih mengajukan penegasan status kewarganegaraan karena pada zaman dahulu warga tersebut tidak memiliki biaya untuk mengurus pewarganegaraan jadi baru bisa mengurusnya sekarang. Dan setahu mereka pewarganegaraan itu mahal karena melalui calo. Mengenai hambatan dalam proses penegasan status kewarganegaraan ini bisa karena kurangnya sosialisasi atau kurang menyeluruhnya sosialisasi yang dilakukan. Biasanya sosialisasi ini dilakukan oleh PMS kemudian pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Kebetulan anggota di PMS ini kebanyakan adalah warga Tionghoa jadi kami biasanya saling salur menyalur mengenai info-info antar tementemen. Sebetulnya sosialisasi ini yang penting adalah di pihak Kelurahan karena pihak Kelurahan adalah yang paling dekat dengan masyarakat, tapi bagaimana kalau di Kelurahan saja ada yang tidak mengetahui dengan adanya penegasan status kewarganegaraan yang dikeluarkan oleh Kementrian Hukum dan HAM. 7. Mengapa masih ada warga yang belum menjadi Warga Negara Indonesia? Jawab : Hal tersebut dikarenakan orang tersebut ragu apabila ada perubahan dari peraturan yang ada. Dapat disimpulkan bahwa pihak yang terlambat atau belum mengurus kewarganegaraan masih trauma committerhadap to user orang Tionghoa dan belum ada dengan peristiwa kekerasan
123 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kepercayaan terhadap pemerintahan. Sebetulnya dari pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sudah ada sosialisasi mengenai peraturan tentang kewarganegaraan sejak undang-undang ini keluar yaitu tahun 2006 akhir. 8. Apakah upaya yang dilakukan oleh Perkumpulan Masyarakat Surakarta apabila ada yang bermasalah mengenai status kewarganegaraan? Jawab : Upaya yang dilakukan oleh PMS selain adanya sosialisasi juga juga memberikan pengarahan kalau-kalau ada yang masih dipersulit dengan adanya SBKRI, kemudian ada Kelurahan yang tidak tau mengenai penegasan status kewarganegaraan dan surat penegasan yang dari Kementrian Hukum dan HAM itu tidak berlaku, ya hal ini karena kurang sosialisasi itu tadi din. Biasanya yang punya masalah seperti ini itu datangnya ke PMS, mereka itu lebih percaya dan antusias dengan PMS, toh PMS juga merupakan lembaga sosial tetapi untuk seluruh masyarakat tidak hanya saja pada warga Tionghoa, dina juga bisa ikut jadi anggota PMS. Kalau pagi bisa dilihat yang ikut senam itu dari berbagai kalangan. Mengenai pengarahan ini dari pihak PMS biasanya juga saya yang mendatangi Kelurahan untuk memberikan pengarahan bahwa sekarang ini SBKRI sudah tidak diperbolehkan untuk menjadi syarat dalam memperoleh dokumen-dokumen. 9. Apakah sekarang ini setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 telah ada persamaan hak antara warga Indonesia asli dan warga Indonesia keturunan Tionghoa? Jawab : Ya sudah mbak, dengan adanya upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Kota Surakarta akan menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa serta persamaan hak dan kewajiban warga negara
commit to user
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10. Dengan semua peraturan yang ada, apakah masih diperlukan aturan pelaksana tambahan? Jawab : Di Surakarta ini dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 mengenai kewarganegaraan ini sudah dijalankan dengan baik. Tetapi
apabila
ada
aturan
tambahan
khususnya
mengenai
kewarganegaraan ya akan lebih bagus lagi din. Catatan Lapangan: Pemerintah Kota Surakarta mengeluarkan kebijakan mengenai penegasan status kewarganegaraan bagi warga keturunan Tionghoa yang sudah lama Tinggal di Indonesia kemudian pendataan warga yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan untuk kemudian dilakuakanlah penegasan status kewarganegaraan. Pelaksanaan dari Surat edaran tentang pendataan orangorang yang tidak memilki dokumen kurang ada tindak lanjut karena hasil dari pendataan ini sedikit sekali dan masih adanya warga keturunan Tionghoa yang belum menjadi Warga Negara Indonesia. PMS selain adanya sosialisasi juga juga memberikan pengarahan apabila ada yang masih dipersulit dengan adanya SBKRI ataupun masalah yang berhubungan dengan kewarganegaraan. Refleksi : Informan sangat antusias, ramah dan tanggap terhadap apa yang ditanyakan oleh peneliti. Selain itu sangat baik hati apabila peneliti membutuhkan bantuan bisa datang ke kantornya sendiri yang ada dirumah. Peneliti bisa menggali informasi dari apa yang informan sampaikan dan membantu peneliti dalam menjelaskan peraturan dan masalah yang terjadi di Surakarta dalam hal kewarganegaraan.
commit to user
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Catatan Lapangan 2 Nama Informan
: Andi Hermanto
Lokasi
: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Tanggal
: 10 Oktober 2011
Pukul
: 11.00 WIB
1. Apa saja kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Surakarta setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006? Jawab : Kebijakan yang dikeluarkan itu adalah Instruksi Departemen Dalam Negeri mengenai hal-hal apa saja yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan Catatan Sipil, kemudian di Surakarta juga ada Surat Surat Walikota Surakarta Nomor 470/941/2007 Perihal Pendataan orang keturunan asing pemukim yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan. 2. Apakah latar belakang keluarnya kebijakan pemerintah tersebut? Jawab : Latar belakangnya itu karena masih banyaknya warga yang belum mendapatkan penegasan status kewarganegaraan meskipun sudah tinggal lama dan dokumen yang dimiliki belum menegaskan bahwa yang bersangkutan adalah Warga Negara Indonesia. 3. Bagaimanakah pelaksanaan dari kebijakan pemerintah tersebut? Jawab : Kami dari pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil menerima ajuan dari pihak Perkumpulan Masyarakat Surakarta atau PMS untuk melakukan peneguhan, pihak yang mengajukan ini juga bisa langsung ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil tetapi biasanya yang paling banyak itu adalah lewat PMS, PMS ini merupakan mitra kerja mengenai penegasan status kewarganegaraan bagi masyarakat Tionghoa. Mereka biasanya lewat PMS karena ada rasa ketakutan untuk memprosesnya langsung ke Dinas, ketakutan ini ya karena trauma kesulitan mas lampau. Mengenai syarat peneguhan itu ya minimal ada dokumen-dokumen yang dapat dilampirkan. Dokumen commit identitas to user orang tersebut. apa saja yang menerangkan
126 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Bagaimanakah proses pensosialisasian kebijakan kewarganegaraan yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil? Jawab : Sosialisasi ini dibarengkan dengan sosialisasi yang lain, misalnya sosialisai
Undang-undang
Nomor
23
tahun
2006
tentang
kependudukan. Sosialisasi ini lewat kelurahan dan kecamatan yang akan diteruskan ke masyarakat khususnya masyarakat Tionghoa. 5. Bagaimanakah prosedur memperoleh penegasan status kewarganegaraan bagi warga keturunan Tionghoa? Jawab : Seseorang yang akan mengajukan penegasan itu minta surat keterangan tinggal kepada RT, kemudian ke RW sampai ke tingkat Kelurahan. Setelah itu ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil membawa surat keterangan dari Kelurahan dan membawa dokumendokumen yang dia miliki, semakin banyak dokumen maka akan semakin menguatkan orang tersebut bahwa benar-benar warga Indonesia dan waktu ataupu prosesnya akan menjadi cepat. Setelah itu proses menjadi tugas Dinas untuk diteruskan ke Kementrian Hukum dan HAM, kalau dulu kan pengesahannya pake Presiden kalau sekarang cukup di Kementrian Hukum dan HAM. 6. Apa saja hambatan-hambatan yang ada dalam proses penegasan status kewarganegaraan? Jawab : Hambatan ini karena kurang adanya sosialiasi, dari tahun ke tahun masih adanya peneguhan, hal ini karena pendataan dulu itu tidak maksimal dan diperlukan pendataan ulang,mengingat di Kota Surakarta ini akan berlaku KTP elektronik. Kami akan melakukan sosialisasi ke masyarakat baik lewat Kelurahan maupun kecamatan dan diharap bagi warga keturunan yang sudah lama tinggal di sini supaya melakukan peneguhan. 7. Berapa waktu yang diperlukan untuk proses pengajuan penegasan status kewarganegaraan? Jawab : Mengenai waktu proses penegasan status kewarganegaraan sampai beberapa bulan, yacommit sekitarto5 user bulan, bisa kurang dari 5 bulan atau
perpustakaan.uns.ac.id
127 digilib.uns.ac.id
malah lebih dari 5 bulan. Ini kebijakan dari Kementrian Hukum dan HAM apa disana sedang sibuk atau terhambat karena data orang yang mengajukan, saya tidak begitu mengetahuinya. 8. Mengapa masih ada warga yang belum menjadi Warga Negara Indonesia? Jawab : Kalau menurut saya ini merupakan efek trauma dari tindak diskriminasi pada zaman dulu. Jadi mindset warga keturunan Tionghoa tersebut sudah takut, jangan-jangan apa, dan meraka berfikir memperoleh kewarganegaraan Indonesia itu sulit. Ini dipengaruhi oleh kurang menyeluruhnya proses sosialisasi yang dilakukan baik dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil maupun pihak Kelurahan. 9. Apakah ada pengajuan penegasan status kewarganegaraan yang ditolak? Jawab : Kalau ditolak apa tidak saya tidak mengetahuinya tetapi sepertinya masih ada ajuan penegasan status kewarganegaraannya yang belum dikukuhkan. 10. Apakah upaya yang dilakukan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil apabila ada yang bermasalah mengenai status kewarganegaraan? Jawab : Di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil bisa melakukan penegasan ulang status kewarganegaraan, hal ini buat jagan-jagan kalau berkasnya itu tidak sampai kepada pihak yang mengurusnya. Pokoknya Dinas akan melayani bagi siapa saja yang ingin melakukan penegasan status kewarganegaraan, kami akan melayani setiap keluhannya. Ini juga merupakan hak nya untuk menjadi WNI karena dia sudah tahun menaun tinggal di Indonesia khususnya di Kota Surakarta ini. 11. Apakah sekarang ini setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 telah ada persamaan hak antara warga Indonesia asli dan warga Indonesia keturunan Tionghoa? Jawab ; tidak ada pembedanya ya mbak, kan sudah sama-sama menjadi Warga Negara Indonesia. commit to user
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
12. Dengan semua peraturan yang ada, apakah masih diperlukan aturan pelaksana tambahan? Jawab : Saya kira sebaiknya ada suatu aturan misalnya peraturan daerah ataupun Instruksi Walikota Surakarta agar pelaksanaan peneguhan ini berjalan maksimal. Catatan Lapangan: Kebijakan kewarganegaraan yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota Surakarta adalah Instruksi Departemen Dalam Negeri mengenai hal-hal apa saja yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan Catatan Sipil, kemudian di Surakarta juga ada Surat Surat Walikota Surakarta Nomor 470/941/2007 Perihal Pendataan orang keturunan asing pemukim yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan. ada hubungan yang baik ataupun mitra kerja antara PMS dan Dinas Kependudukan dan catatan Sipil dalam memproses ajuan penegasan status kewarganegaraan. Refleksi : Informan bersikap terbuka dan kooperatif dalam memberikan jawaban atas pertanyaan yang peneliti ajukan. Serta ramah dan cukup membantu dalam menjelaskan kebijakan kewarganegaraan di Kota Surakarta dan hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut.
Catatan Lapangan 3 Nama Informan
: Bapak Bambang Wahyu
Lokasi
: Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Tanggal
: 19 September 2011
Pukul
: 11.00 WIB
1. Apa saja kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Surakarta setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006? Jawab : Khususnya mengenai kewarganegaraan di kota Surakarta setelah commit to user keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, langkah
129 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pertamanya yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil adalah melakukan sosialisasi di tingkat Kecamatan maupun tingkat Kelurahan. Sosialisasi pertama yaitu dengan menyebarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 ke kecamatan maupun kelurahan. Hal ini dilakukan agar aparat pemerintah sampai tingkat bawah mengetahui adanya peraturan yang baru ini. Kemudian sela beberapa waktu khususnya di Kota Surakarta muncul beberapa kebijakan yang ada yaitu dengan keluarnya : c. Surat
Walikota
Surakarta
Nomor
470/941/2007
Perihal
Pendataan orang keturunan asing pemukim yang tidak memiliki dokumen kewarganegaraan. d. Surat
Direktur
Jenderal
Administrasi
Kependudukan
Departemen Dalam Negeri No. 470/2368/ND sebagai jawaban dari Surat Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta
No.
470/294/2008
Perihal
Surat
Bukti
Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dengan adanya kebijakan ini sangat membantu bagi warga keturunan Tionghoa yang sudah bertahun-tahun tinggal di Indonesia khususnya di Kota Surakarta ini dalam memperoleh peneguhan atau penegasan status kewarganegaraan. Sebetulnya penegasan status kewarganegaraan ini tidak hanya bagi warga keturunan Tionghoa tetapi juga diperuntukkan bagi warga keturunan Arab, tetapi yang mengajukan penegasan status kewarganegaraan ini baru warga keturunan Tionghoa. 2. Apakah latar belakang keluarnya kebijakan pemerintah tersebut? Jawab : Latar belakang adanya beberapa kebijakan ini khususnya di Surakarta adalah ada beberapa warga keturunan Tionghoa yang masih berdokumen kewarganegaraan asing padalah mereka sudah turun temurun tinggal di Surakarta, bahkan dari lahirpun mereka berada di Surakarta. Selain itu masih banyaknya warga keturunan Tionghoa commitpenegasan to user kewarganegaraan karena tidak yang terhambat mengurus