PENGUATAN PENGETAHUAN PERPAJAKAN BAGI SISWA DIDIK MENUJU VOLUNTARY TAX COMPLIANCE YANG BERKELANJUTAN (Studi Kasus Sekolah Menengah Pertama dan Sederajat di Provinsi DKI Jakarta) NUNY SEPTIYANI DAN TITI M. PUTRANTI Program studi Ilmu Administrasi Fiskal FISIP, Universitas Indonesia Abstrak Di Indonesia penerapan Self Assessment System menimbulkan permasalahan ketidakpatuhan Wajib Pajak. Hal ini karena kesadaran pajak masih rendah, yang disebabkan kurangnya pengetahuan perpajakan pada masyarakat. Penelitian ini membahas pentingnya penanaman pengetahuan perpajakan sejak kecil untuk menciptakan kesadaran pajak dengan mengambil studi kasus siswa didik pada Sekolah Menengah Pertama di DKI Jakarta. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa SMP dan sederajat di DKI Jakarta belum memahami sepenuhnya hakikat fungsi pajak yaitu mengenai peranan pajak terhadap negara dan pemerintah. Abstract In Indonesia, the implementation of Self Assessment System raises taxpayer noncompliance issues. This is because the tax awareness is still low due to lack of knowledge of taxation in society. This study discusses the growing importance of tax knowledge from childhood to create awareness of the tax by taking a case study of students at the junior high school students in Jakarta. The approach used in this study is qualitative with descriptive method. Results of this study showed that junior high school students and equal in Jakarta do not fully understand nature function of the tax which is has important role for country and government. Key words : Self Assessment System, tax compliance, tax awareness, knowledge of taxes PENDAHULUAN Di era globalisasi ini, sumber daya manusia memegang peranan penting dalam pembangunan suatu bangsa. Pada kenyataannya, tidak semua sumber daya manusia di beberapa negara memiliki potensi yang sama. Perbedaan potensi pada sumber daya manusia tersebut disebabkan oleh belum meratanya pemenuhan hakhak dasar manusia, seperti kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Pentingnya
1 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
akan pemenuhan hak-hak dasar sumber daya manusia, yang kemudian melatarbelakangi negara-negara anggota PBB pada KTT Milenium 2000 sepakat untuk membuat deklarasi Milennium. Dalam deklarasi Millenium tersebut, para anggota-anggota PBB mendiskusikan tujuan-tujuan Pembangunan Millenium atau disebut juga Millenium Development Goals (MDGs). Salah satu poin dari delapan tujuan yang dicanangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) adalah memberikan pendidikan dasar untuk semua anak-anak (undp.or.id, 2013). Salah satu pengetahuan dasar kenegaraan yang penting diberikan kepada masyarakat adalah pengetahuan mengenai fungsi dan peranan negara. Sebagaimana yang disampaikan oleh Budiarjo bahwa fungsi negara antara lain menciptakan keamanan ekstern, ketertiban intern, keadilan, kesejahteraan umum, dan kebebasan (Semma, 2008). Hal ini dipertegas dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Untuk menjalankan fungsifungsi tersebut, negara membutuhkan pendukung berupa keuangan. Salah satu sumber keuangan negara di Indonesia adalah pajak. Tabel 1 Rasio Penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 2009-2011 Uraian
2009
2010
2011
WP Terdaftar Wajib SPT
14.130.988
17.551.572
20.171.041
SPT Tahunan PPh
7.354.130
8.035.331
8.257.626
Rasio Kepatuhan (%)
52,04
45,78
40,93
Sumber : Direktorat Jenderal Pajak
Dalam Tabel 1 dijelaskan bahwa rasio tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dalam menyampaikan SPT Tahunan pada tahun 2009 sebesar 52,04%, dan dua tahun berikutnya tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dalam menyampaikan SPT Tahunan semakin menurun, terlihat bahwa pada tahun 2010 tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi sebesar 45,78% atau turun sebesar 6,26% dan tahun 2011 tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi sebesar
2 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
40,93% atau turun sebesar 4,85%. Penurunan tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam menyampaikan SPT juga terjadi pada Wajib Pajak badan. Tabel 2 Rasio Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan 2009-2011 Uraian
2009
2010
2011
WP Terdaftar Wajib SPT
1.551.923
1.707.655
1.913.150
SPT Tahunan PPh
463.668
474.574
476.024
Rasio Kepatuhan (%)
29,87
27,79
24,88
Sumber : Direktorat Jenderal Pajak
Dalam Tabel 2 dijelaskan bahwa rasio tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan dalam menyampaikan SPT Tahunan pada tahun 2009 yaitu hanya sebesar 29,87%, dan mengalami penurunan pada tahun 2010 sebesar 2,08%, kemudian pada tahun 2011 penurunan tingkat kepatuhan Wajib Pajak badan dalam menyampaikan SPT PPh Tahunan juga kembali terjadi, yaitu sebesar 2,91% dari tahun 2010. Kurangnya tingkat kepatuhan dalam penyampaian SPT PPh juga terjadi pada penyampaian SPT Masa PPN yang menyatakan bahwa SPT PPN yang disampaikan masih kurang dari 50% PKP terdaftar, atau hanya sebesar 42%. Berbagai upaya meningkatkan kepatuhan pajak pun telah dilakukan oleh pemerintah, mulai dari sosialisasi, pendekatan persuasif, jemput bola, pelayanan yang lebih baik, penegakan hukum, hingga mengajak tokoh-tokoh bangsa dan masyarakat untuk menjadi panutan dalam segara melaporan SPT Tahunan PPhnya (pajak.go.id, 2013). Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah terkait dengan pemberian pengetahuan perpajakan adalah dengan cara mengintervensinya melalui pendidikan formal. Faktanya dalam pendidikan formal di Indonesia salah satunya yaitu pada tingkat SMP dan sederajat, pajak secara teknis telah diberikan yaitu dalam mata pelajaran IPS Terpadu, namun pemberian materi ini masih dinyatakan kurang optimal. Berdasarkan RPP SMP dan sederajat beban materi perpajakan yang diberikan kepada siswa lebih ditekankan pada substansi pajak bukan pada filosofi atau pembentukan sikap kesadaran pajak. Hal inilah yang
3 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
dikhawatirkan bagi generasi mendatang dimana permasalahan mengenai rendahnya kesadaran dan kepatuhan pajak akan terulang kembali. Adapun yang ingin diteliti oleh peneliti dalam penelitian ini adalah: (1) sosialisasi pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, (2) Faktor-faktor pendukung pemberian pengetahuan pajak, (3) faktor-faktor penghambat pemberian pengetahuan pajak, dan (4) pemberian pengetahuan pajak pada tingkat Junior High School di Amerika dan Australia. TINJAUAN TEORITIS Fungsi dan Peranan Pemerintah Menurut Syaffie (2001), Pemerintah adalah badan atau organ elit yang melakukan pekerjaan mengatur dan mengurus dalam suatu negara. Pemerintah sebagai pengelola tentunya memiliki peran yang sangat besar dalam sebuah negara dan fungsi-fungsi yang harus dijalankan. Sebagaimana dijelaskan oleh Ndraha (2003) bahwa pada dasarnya pemerintahan memiliki dua fungsi : Pertama, fungsi primer atau fungsi pelayanan sebagai pemberi jasa yang tidak diprivatisasikan termasuk jasa pertahanan keamanan dan layanan masyarakat, termasuk layanan birokrasi; Kedua, pemerintah mempunyai fungsi sekunder atau fungsi pemberdayaan, sebagai penyedia kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan barang dan jasa yang mereka tidak mampu penuhi sendiri karena masih lemah dan tidak berdaya, termasuk penyediaan dan pembangunan sarana dan prasarana. Evaluasi Kebijakan Publik Public policy atau kebijakan publik dibuat oleh pemerintah, yang bertujuan untuk mengatur kepentingan-kepentingan masyarakat dalam negara. Kebijakan publik atau public policy menurut Dye adalah Whatever government choose to do or not to do (Thoha, 1992). Sebagai salah satu upaya untuk mengetahui keberhasilan suatu kebijakan dalam implementasinya, maka diperlukan proses evaluasi. Sebagaimana dijelaskan oleh Wibawa (1994) bahwa pada dasarnya evaluasi kebijakan bertujuan untuk mengetahui aspek proses pembuatan kebijakan, proses implementasi, konsekuensi kebijakan dan efektivitas dampak kebijakan. Evaluasi sendiri menurut Mackmias, adalah suatu pengkajian
4 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
secara sistematis dan empiris terhadap akibat dari suatu kebijakan dan program pemerintah dan kesesuaiannya dengan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan tersebut (Howlett dan Ramesh, 1995). Kepatuhan dan Kesadaran Pajak Menurut Nurmantu (2005), kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Ahli lainnya, Andreoni, Erard, dan Feinstein yang disitir oleh Palil “Tax compliance should be defined as taxpayers’ willingness to obey tax laws in order to obtain the economy equilibrium of a country” (Palil dan Mustapha, 2011). Definisi tax compliance berikutnya yang lebih comprehensif dipaparkan oleh Song and Yarbrough yang disitir oleh Palil bahwa “Tax compliance should be defined as taxpayers’ ability and willingness to comply with tax laws which are determined by ethics, legal environment and other situational factors at a particular time and place” (Palil dan Mustapha, 2011). Berdasarkan definisi kepatuhan pajak (tax compliance) tersebut dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pajak adalah upaya yang dilakukan oleh masyarakat khususnya Wajib Pajak atau kesediaan Wajib Pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakan tanpa ada paksaan dari fiskus. Dari kedua kepatuhan yang dijabarkan, idealnya kepatuhan perpajakan yang diinginkan adalah kepatuhan pajak secara sukarela (Voluntary Tax Compliance) (Rosdiana dan Irianto, 2012). Beberapa ahli menjabarkan definisi mengenai kesadaran pajak. Kesadaran pajak merupakan turunan kata dari kesadaran. Kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti (Jatmiko, 2006). Sosialisasi Sosialisasi menurut Young ialah hubungan interaktif antar seseorang dengan mempelajari keperluan-keperluan sosial dan kultural yang menjadikan seseorang sebagai anggota masyarakat (Gunawan, 2000). Pengertian sosialisasi yang lebih spesifik, dijelaskan oleh Ambron yang menyatakan bahwa sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif (Yusuf, 2004). Fuller & Jacobs menyatakan ada empat agen
5 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
sosialisasi utama antara lain Keluarga, Peer Group, Sekolah dan Media Massa (Sunarto, 2008). Pendidikan Pendidikan memiliki definisi yang beragam, menurut John Dewey pendidikan adalah pengorganisasian dan pembentukan pengalaman yang terus menerus berlangsung (Suyitno, 2009). Sedangkan menurut Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Marimba, 1962). Dari kedua definisi pendidikan tersebut, maka ditarik kesimpulan bahwa pendidikan adalah upaya manusia untuk pembentukan pengalaman dan perkembangan jasmani dan rohani yang dilakukan secara sadar. Pada hakikatnya, pendidikan memiliki tujuan yang baik bagi manusia sebagaimana yang dipaparkan oleh Suyitno (2009) bahwa tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia ideal atau manusia yang dicita-citakan sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma yang dianut. METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Berdasarkan tujuannya, termasuk dalam penelitian deskriptif. Menurut Whitney, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat (Nazir, 1988). Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian murni. Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian Cross Sectional. Penelitian Cross Sectional hanya dilakukan pada satu waktu tertentu. Babbie (1995) menjelaskan cross sectional research sebagai penelitian yang dirancang untuk mempelajari fenomena dengan mengambil pada satu waktu dan menganalisis secara seksama. Data Cross section adalah data yang dikumpulkan pada waktu dan tempat tertentu saja. Penelitian dengan konsep pemberian pengetahuan perpajakan pada siswa SMP dan sederajat dalam rangka membentuk kesadaran pajak sebagai upaya menciptakan voluntary tax compliance yang berkelanjutan, hanya mengambil waktu tertentu saja, dimana proses penelitian ini berlangsung sejak bulan Februari 2013 sampai Mei 2013. 6 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
Berdasarkan teknik pengumpulan data diambil melalui 2 (dua) cara, yaitu: Pertama, studi lapangan (field researches), dimana peneliti mengamati permasalahan mengenai tingkat kepatuhan Wajib Pajak, kesadaran Wajib Pajak, hingga pengetahuan perpajakan masyarakat di Indonesia, kemudian peneliti juga menggunakan teknik wawancara mendalam yang dilakukan terhadap informan yang memiliki pengetahuan terkait dengan penelitian ini. Kedua, studi kepustakaan, peneliti melakukan pencarian beberapa literatur melalui berbagai sumber, antara lain buku-buku, jurnal, karya ilmiah, internet, dan sebagainya. Pengumpulan data lainnya dalam penelitian ini juga akan dilakukan melalui pengambil data-data yang didapat dari subjek penelitian. Berdasarkan teknik analisis data, penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Penelitian ini dibatasi melalui studi kasus di wilayah DKI Jakarta dan siswa didik SMP dan sederajat. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian di DKI Jakarta, antara lain karena berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Nasional (BPS) dari tahun 1996-2011, Provinsi DKI Jakarta memiliki Indeks Pembangunan Manusia tertinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Kedua, DKI Jakarta adalah ibukota Indonesia dan juga memiliki jumlah penduduk yang cukup padat, sehingga pemerintah DKI Jakarta setiap tahunnya selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas Indeks Pembangunan Manusia, yang salah satu upayanya adalah dengan meningkatkan kualitas di bidang pendidikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Sosialisasi Pajak yang Dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada Tingkat SMP dan Sederajat Pemberian pengetahuan perpajakan kepada Calon Wajib Pajak khususnya siswa didik dirasakan perlu, karena asumsinya calon Wajib Pajak tersebut (siswa didik) dikemudian hari akan menjadi bagian dari masyarakat dan pasti akan melakukan aktivitas ekonomi. Kegiatan sosialisasi perpajakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka memberikan pengetahuan perpajakan serta membentuk kesadaran pajak kiranya merupakan kegiatan yang telah terencana dan telah memiliki pedoman dalam pelaksanaannya •
Sosialisasi Berskala Nasional 7
Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
Sosialisasi berskala nasional dilakukan antara lain melalui tayangan interaktif TV dan pembuatan komik pajak. Kedua sosialisasi ini termasuk dalam kategori penyuluhan tidak langsung yang dapat dilihat oleh siswa didik SMP melalui tayangan TV maupun mengunduhnya pada website pajak (komik pajak). a. Tayangan interaktif TV Target sosialisasi pajak melalui interaktif TV ditujukkan untuk jangkauan yang sangat luas dan umum. Pada dasarnya media Televisi merupakan salah satu media yang dapat memberikan sebuah informasi untuk semua kalangan dan mencakup berbagai tempat di Indonesia, oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan siswa didik SMP di DKI Jakarta sebagai salah satu kategori calon Wajib Pajak juga ikut menyaksikannya. Tabel 3 Jadwal Sosialisasi Pajak Melalui Interaktif TV April 2013 No. 1.
Stasiun TV
Jadwal Tayang
Tema
Senin, 8 April 2013, Pukul
Sosialisasi
15.00 WIB
Perpajakan
Rabu, 10 April 2013, Pukul
Sosialisasi
09.30 WIB
Perpajakan
Sabtu, 13 April 2013, Pukul
Sosialisasi
12.30 WIB
Perpajakan
Buletin Indonesia
Minggu, 14 April 2013,
Sosialisasi
Siang Global TV
Pukul 11.00 WIB
Perpajakan
Sabtu, 20 April 2013, Pukul
Sosialisasi
12.30 WIB
Perpajakan
Minggu, 21 April 2013,
Sosialisasi
Pukul 17.30 WIB
Perpajakan
Sabtu, 27 April 2013, Setelah
Sosialisasi
Seputar Indonesia Sore
Perpajakan
Wide Shot (Live) Metro TV
2.
8-11 Show (Live) Metro TV
3.
4.
5.
6.
7.
Usaha Anda SCTV
Usaha Anda SCTV
Bisnis Anda TransTV
Profil Niaga RCTI
Sumber : Direktorat Jenderal Pajak
8 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
Namun, seperti yang dijelaskan dalam Surat Edaran Nomor SE-98/PJ/2011 bahwa penyuluhan pajak tidak langsung dimana salah satunya melalui Televisi, memiliki tingkat kedalaman materi yang paling rendah dan umum serta untuk mengetahui atau melakukan evaluasi bahwa siswa menyaksikan tayangan interaktif sosialisasi pajak tersebut sangatlah sulit. b. Komik Pajak Sosialisasi pajak melalui pembuatan komik ditargetkan untuk anak-anak seperti siswa didik SD dan SMP. Sebagaimana disampaikan oleh Sanityas “…Nah dari situ kemudian level menengah kita juga masuk ke sekolah SMP SMA bikin lomba-lomba, namanya Tax Goes To School, kita juga kasih komik-komik…”(Sanityas Jukti Prawatyani, Kepala Sub Direktorat Penyuluhan Perpajakan Ditjen Pajak, Maret 2013). Sosialisasi pajak melalui komik, dibuat dengan tema-tema yang menarik antara lain komik manfaat pajak 2011 dan komik Pajak Penghasilan 2011. Dalam komik tersebut, penyampaian materi seperti manfaat pajak dilukiskan melalui gambar-gambar dan dengan cerita yang imajinatif serta sederhana, sehingga maksud dan tujuan materi pajak yang disampaikan dapat lebih mudah dipahami pembaca. • Sosialisasi Berskala Lokal Sosialisasi perpajakan yang bersifat lokal dilakukan oleh Kanwil dan KPP setempat dengan berpedoman pada kebijakan yang dibuat oleh Direktorat Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak. Sosialisasi di DKI Jakarta antara lain dilakukan oleh Kanwil DJP Jakarta Khusus, Kanwil DJP dan KPP di bawah Kanwil DJP Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Utara dan Jakarta Selatan.
9 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
Grafik 1 Kegiatan Sosialisasi Pajak Siswa Didik di DKI Jakarta
Sumber : Direktorat Jenderal Pajak
Berdasarkan Grafik 1 kegiatan sosialisasi pajak yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada kategori Calon Wajib Pajak di DKI Jakarta lebih banyak dilakukan di instansi terkait, seperti sekolah dan universitas. Adapun kegiatan sosialisasi pada calon Wajib Pajak di DKI Jakarta berdasarkan Grafik tersebut dijabarkan sebagai berikut : 1) Early Tax Education Early Tax Education adalah pemberian pengetahuan pajak dasar atau filosofi pajak yang tidak mendasarkan pada usia. 2) Kelas/Klinik Pajak Kelas/Klinik Pajak biasanya dibuka atau diberikan untuk calon Wajib Pajak yang telah memiliki pengetahuan menengah atau tinggi, karena pada kelas ini materi yang akan disampaikan sudah bukan bersifat filosofi melainkan lebih ditekankan terhadap substansi praktik pajak di lapangan. 3) Seminar/Diskusi/Ceramah Seminar/Diskusi/Ceramah merupakan salah satu bentuk sosialisasi pajak dimana calon Wajib Pajak sebagai target sosialisasi hanya mendengarkan materi penyuluhan yang diberikan. 4) Tax Goes To School/Tax Goes To Campus Tax Goes To School/Tax Goes To Campus (TGTS/TGTC) merupakan kegiatan umum yang mencakup semua atau sebagian kegiatan sosialisasi yang dilakukan di sekolah atau kampus yang bersangkutan 5) Lainnya Kegiatan yang dinamai kegiatan lainnya ini dapat digolongan ke dalam dua kategori, yaitu dapat dilakukan penyuluhan langsung maupun penyuluhan
10 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
tidak langsung. Penyuluhan tidak langsung dilakukan dengan memberikan Booklet/Leaflet. 6) Blank Berdasarkan laporan yang diterima oleh Direktorat Penyuluhan dan Pelayanan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, ada Sembilan kegiatan sosialisasi yang dilaporkan oleh Kanwil dan KPP yang bersangkutan tanpa memiliki nama kegiatan yang jelas, namun tetap dilaksanakan dan dilaporkan oleh Kanwil tersebut. Faktor-faktor pendukung pemberian pengetahuan pajak • Adanya Kebijakan Sosialisasi Pajak yang Dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak Faktor pendukung pemberian pengetahuan perpajakan pertama adalah adanya kebijakan yang mengatur mengenai sosialisasi perpajakan bagi masyarakat. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Sanityas bahwa telah ada kebijakan yang mengatur tentang sosialisasi pajak, kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak bertugas membuat kebijakan tersebut, sedangkan yang bertugas yang menjalankan sosialisasi adalah Kanwil dan KKP setempat. • Terdapat pada Pendidikan Formal Sejatinya upaya pemberian pengetahuan perpajakan juga telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan melalui pendidikan formal yaitu pada salah satu mata pelajaran. Pendidikan merupakan upaya pembelajaran siswa agar dapat menjadi warganegara yang baik. Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP), materi mengenai pajak diberikan pada pelajaran IPS Terpadu. Pendidikan dianggap sebagai salah satu upaya untuk memberikan pengetahuan atau informasi mengenai hak dan kewajiban bagi siswa didik agar dapat hidup di tengah masyarakat, termasuk dalam hal ini pajak. Pajak sebagai salah satu komponen dalam pembangunan bangsa, dianggap perlu untuk diketahui oleh siswa didik, hal inilah yang melatarbelakangi adanya pelajaran perpajakan di Sekolah Menengah Pertama. • Infrastruktur di DKI Jakarta yang Memadai Sebagai ibukota Negara Indonesia, tentunya infrastruktur sekolah di DKI Jakarta menjadi bagian dari sorotan publik, hal inilah yang mengharuskan
11 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
penyediaan ruang kelas maupun fasilitas-fasilitas sekolah di DKI Jakarta lengkap dan memadai. Dalam memberikan sosialisasi pajak, baik Direktorat Jenderal Pajak maupun guru lebih banyak dilakukan di kelas, namun hal ini juga tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan di ruangan lain, seperti perpustakaan, ruang serba guna, dan sebagainya. • Sumber Daya Manusia/Guru/Pengajar di DKI Jakarta yang Berkualitas Selain faktor-faktor seperti infrastruktur, kebijakan dan sistem perpajakan, faktor pendukung pemberian pengetahuan perpajakan yang sangat penting adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Sumber daya manusia yang dimaksud antara lain guru selaku pengajar atau pendidik dari pendidikan formal maupun pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang memberikan sosialisasi pajak. Guru atau pengajar bagi siswa didik di SMP merupakan pemberi informasi utama kepada para siswa. Guru dianggap sebagai fasilitator siswa dalam menerima materi pelajaran termasuk pajak, oleh sebab itu peran guru sangat penting dalam mentransfer ilmu kepada siswa, terlebih untuk siswa didik tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan anak-anak yang sedang merasakan masa-masa remaja dan butuh bimbingan khusus. Faktor-faktor penghambat pemberian pengetahuan pajak • Infrastruktur di Direktorat Jenderal Pajak yang Kurang Mendukung Faktor penghambat pertama dalam memberikan pengetahuan perpajakan bagi siswa didik adalah dari pihak dalam (intern) Direktorat Jenderal Pajak sendiri. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Kismantoro bahwa pada dasarnya upaya memberikan pengetahuan pajak baik melalui pendidikan formal maupun dalam bentuk sosialisasi atau penyuluhan memang sudah direncanakan dan diusulkan sejak lama, namun beberapa pihak dari Direktorat Jenderal Pajak sendiri tidak menyutujui adanya sosialisasi pajak kepada siswa didik, sehingga diperlukan waktu yang cukup lama agar kegiatan ini dapat didukung oleh pihak internal Direktorat Jenderal Pajak dan dapat terealisasi. Dalam melakukan kesepahaman pendapat antara pihak internal Direktorat Jenderal Pajak dalam memberikan sosialisasi pajak kenyataannya prosesnya sangat lama sekali bahkan sampai memakan waktu bertahun-tahun. • Managemen Kegiatan Sosialisasi Pajak yang Tidak Terstruktur 12 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
Faktor penghambat berikutnya adalah belum terorganisir dengan baik pemberian pengetahuan perpajakan pada pihak Direktorat Jenderal Pajak sendiri. Hal ini terlihat berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pajak bahwa dominan Kanwil dan KPP tidak melaksanakan kegiatan sosialisasi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, kemudian ada pula beberapa Kanwil dan KPP di DKI Jakarta justru tidak memberikan sosialisasi sama sekali kepada siswa didik, selain itu kurang meratanya pelatihan-pelatihan kepada guru-guru sekolah juga menambah kontras permasalahan managemen sosialisasi pajak yang kurang baik. • Kurangnya Koordinasi antara Direktorat Jenderal Perpajakan dengan Kementrian Pendidikan Faktor penghambat ketiga yang berkaitan dengan pemberian pengetahuan perpajakan bagi siswa studi SMP dan sederajat di DKI Jakarta adalah tidak ada koordinasi antara Direktorat Jenderal Perpajakan dengan Departemen Pendidikan mengenai materi yang akan diberikan kepada siswa didik. Hal ini terlihat karena berdasarkan fakta yang ada Departemen Pendidikan memang telah melakukan pemberian pengetahuan perpajakan bagi siswa didik namun hal ini sebatas pemberian substansi atau materi pajak, sesuatu hal yang bertolakbelakang dengan keinginan Direktorat Jenderal Pajak, dimana pihak Direktorat Jenderal Pajak menginkan agar ditenkan kepada pembentukan watak dan sikap kesadaran pajak pada siswa. Perbedaan pandangan antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Kementrian Pendidikan dalam memberikan pengetahuan perpajakan kepada siswa didik, pada akhirnya menimbulkan permasalahan karena berdasarkan hasil penelitian, dari beberapa siswa SMP dan sederajat di DKI Jakarta yang menjadi sampel penelitian, sedikit sekali siswa yang memahami pengertian pajak dan fungsi pajak dengan tepat.
13 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
Grafik 2 Definisi Pajak Menurut Siswa SMP di DKI Jakarta
Berdasarkan grafik 2 Kategori A terdapat 14 siswa yang dapat menjelaskan definisi pajak secara tepat yang didapatkan dari bahan ajar, namun dari 14 siswa tersebut tidak ada satupun yang menjelaskan pajak dengan pendapat elaboratif. Sebanyak 30 siswa dari 180 responden menjelaskan definisi pajak secara sederhana berdasarkan pengetahuan umum yang didapat dari bahan ajar, yang meliputi satu atau beberapa bagian dari unsur-unsur pajak. Sebanyak 136 siswa dari 180 siswa yang menjadi responden, merupakan Kategori C. Siswa Kategori C menjelaskan pengertian pajak menggunakan pemahaman yang tidak tepat. Selain mengetahui persepsi siswa terhadap definisi pajak, penelitian ini juga ingin mengetahui persepsi siswa terhadap fungsi atau peranan pajak bagi negara. Grafik 3 Fungsi Pajak Menurut Siswa SMP di DKI Jakarta
Berdasarkan grafik 3, Kategori A adalah siswa yang dapat menjelaskan peran negara, fungsi pajak secara sederhana, dan memberikan contoh yang tepat realokasi pajak atas barang-barang publik. Sebanyak 39 siswa dapat menjelaskan fungsi pajak secara sederhana. Kemudian, sebanyak 71 siswa memberikan contoh yang tepat atas realokasi pajak atas barang-barang publik. 14 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
Siswa tersebut termasuk ke dalam Kategori B. Sebanyak 61 siswa menjelaskan fungsi atau peranan pajak bagi negara menggunakan pemahaman yang tidak benar dan bersifat pernyataan normatif. Siswa tersebut termasuk ke dalam kategori C. Adapun fungsi atau peranan pajak dalam kategori C, antara lain jika tidak membayar pajak maka akan kena sanksi, karena jika tidak membayar pajak maka rumah akan digusur, pajak sebagai ucapan terima kasih (timbal balik) kepada pemerintah, dan sebagainya. • Bahan Ajar Pada Pendidikan Formal Yang Berorientasi Ekonomi Berdasarkan kurikulum di SMP, pajak merupakan salah satu materi yang harus diajarkan kepada siswa. Namun, bahan ajar yang diberikan kepada siswa lebih menekankan pada perhitungan pajak yang bermuatan ekonomi atau substansi pajak. Hal ini yang menjadi permasalahan karena bahan ajar yang diberikan bukan ditekankan pada pembentukan watak dan sikap, namun pada pengetahuan pajak. • Buku yang Kurang Memadai Permasalahan bahan ajar yang lebih menekankan pada substansi pajak, juga didukung dengan beberapa buku yang menjadi pedoman baik siswa maupun guru dalam menerima pengetahuan perpajakan. Dari beberapa bahan ajar sekolah SMP yang diperoleh melalui buku pedoman, sebagian besar memang lebih menekankan pada proses perhitungan pajak, terutama Pajak Penghasilan dan Pajak Bumi dan Bangunan, bahkan ada beberapa buku yang menjelaskan mengenai perhitungan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) disertai dengan peraturan pemerintah yang cukup lengkap, sedangkan mengenai filosofi pajak dibahas secara teoritis, singkat, dan kaku. • Waktu Pemberian Pengetahuan Perpajakan yang Sedikit dan Tidak Intensif Berdasarkan dua lembaga negara yaitu Direktorat Jenderal Pajak dan Kementrian Pendidikan yang memberikan sosialisasi pajak pada siswa SMP, keduanya sama-sama memiliki keterbatasan waktu. Dari segi sosialisasi pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak, sosialisasi pajak hanya dilaksanakan beberapa jam, hal itupun diperparah dengan intensitas sosialisasi yang jarang dimana kegiatan sosialisasi pajak tersebut akan dilakukan beberapa tahun berikutnya untuk sekolah yang sama.
15 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
• Kurangnya kooperatifnya instansi sekolah Selain peramasalahan yang datang dari internal Direktorat Jenderal Pajak, dan faktor
kurangnya
koordinasi
dengan
Kementrian
Pendidikan,
faktor
penghambat pemberian pengetahuan perpajakan bagi siswa didik di SMP justru beberapa berasal dari pihak sekolah sendiri. • Kualitas dan pemahaman guru yang berbeda-beda Sebagaimana diketahui bahwa berdasarkan fakta yang ada, jumlah guru SMP bidang studi IPS Terpadu tidak sedikit, namun perlu diingat bahwa setiap guru juga memiliki kemampuan, informasi pajak dan pengetahuan perpajakan yang berbeda-beda. Hal inilah yang menjadi kendala dalam memberikan pengetahuan perpajakan di DKI Jakarta karena akibat dari perbedaan guru tersebut, akan berdampak pada penyampaian materi dan informasi siswa didik yang dapat berbeda-beda antar sekolah. • Sulitnya dalam mengukur evaluasi Dalam melakukan evaluasi, departemen pendidikan sebagai pihak yang juga memberikan pengetahuan perpajakan bagi siswa didik tentunya memiliki cara mengevaluasi siswa terhadap materi yang diberikan yaitu berupa ujian. Namun, ujian yang diberikan tentunya bukan merupakan salah satu evaluasi yang baik untuk mengukur sikap kesadaran pajak pada siswa didik, karena pada dasarnya ujian hanya dapat mengukur kecerdasan dan bukan untuk mengukur sikap seseorang. • Peran media massa dalam memberitakan pajak Peran media massa selain menjadi faktor pendukung pemberian pengetahuan perpajakan, juga dapat menjadi faktor penghambat. Hal ini dapat dilihat melalui banyaknya berita-berita yang justru menayangkan keburukan dari sikap-sikap pegawai pajak, seperti korupsi dan sebagainya, sehingga menimbulkan kesan negative dibandingkan dengan menayangkan berita-berita yang memberikan kesan positif pajak berupa manfaat dan sumbangan pajak bagi negara. Pemberian pengetahuan pajak pada tingkat Junior High School di Amerika dan Australia
16 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
• Amerika Di Amerika, anak-anak sekolah tingkat secondary atau setara dengan Sekolah Menengah Pertama, dikenalkan pajak baik melalui pendidikan formal maupun informal. Mengamati pelajaran Money Math yang diterima oleh Junior High School di Amerika, pelajaran yang telah diterima oleh siswa sudah sampai pada tahap menghitung dan merefleksikannya pada kehidupan nyata. Materi pajak yang diterima oleh Junior High School di Amerika sudah tidak mempelajari filosofi pajak, melainkan telah masuk pada substansi pajak yang langsung dipraktekkan pada dunia kerja. • Australia Pemberian pengetahuan perpajakan di Australia pada tingkat junior high school berbeda dengan di Amerika, di Australia pada tingkat ini tetap masih diberikan pemahaman filosofi pajak disertai dengan substansi pajak, walaupun sejatinya pemahaman filosofi pajak telah diberikan pada tingkat sebelumnya, namun pembentukan sikap kesadaran pajak dirasakan perlu sehingga pada tahap junior high school pemahaman mengenai filosofi pajak selalu diberikan. Di Australia, pajak juga diperkenalkan kepada siswa didik tingkat junior high school. SIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka simpulan dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) Adapun sosialisasi pajak dibagi menjadi dua bagian yaitu sosialisasi berskala nasional dan sosialisasi lokal. Sosialisasi pajak berskala nasional kepada siswa didik (termasuk DKI Jakarta) antara lain dilakukan interaktif TV dan komik pajak, sedangkan untuk sosialisasi berskala lokal, metode sosialisasi pajak pada tingkat SMP antara lain Tax Goes To School, ceramah/diskusi/seminar, cerdas cermat pajak, lomba majalah dinding, dan early tax education; (2) Faktor-faktor pendukung pemberian pengetahuan perpajakan bagi siswa didik antara lain Adanya kebijakan sosialisasi pajak yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak, Terdapat pada pendidikan formal, Infrastruktur di DKI Jakarta yang memadai dan Sumber Daya Manusia/Guru/Pengajar di DKI Jakarta yang Berkualitas; 17 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
(3) Faktor-faktor pendukung pemberian pengetahuan perpajakan bagi siswa didik antara lain Infrastruktur di Direktorat Jenderal Pajak yang kurang mendukung, Managemen kegiatan sosialisasi pajak yang tidak terstruktur, Koordinasi antara Direktorat Jenderal Perpajakan dengan Kementrian Pendidikan, Bahan ajar pada pendidikan formal yang berorientasi ekonomi, Buku yang kurang memadai, Waktu pemberian pengetahuan perpajakan yang sedikit dan tidak intensif, Kurangnya kooperatifnya instansi sekolah, Kualitas dan pemahaman guru yang berbeda-beda, Sulitnya dalam mengukur evaluasi dan Peran media massa dalam memberitakan pajak; (4) Amerika serikat dimana pada tingkat junior high school, pengetahuan perpajakan diberikan sudah fokus pada substansi pajak melalui penerapan di dunia nyata, dan sudah tidak lagi diberikan mengenai filosofi-filsofi pajak dalam rangka membentuk sikap kesadaran pajak. Hal ini disebabkan anak-anak di Amerika telah diberikan filosofi pajak sejak kecil dan diasumsikan bahwa tingkat kesadaran pajak sudah melekat pada jiwa anak-anak di Amerika. Kemudian Austalia, proses pemberian pengetahuan perpajakan di Australia berbeda dengan di Amerika. Kendati filosofi pajak telah ditanamkan sejak dini, pembentukan sikap kesadaran pajak meruapakan hal yang penting sekali, sehinnga di Australia disemua tingkat sekolah filosofi pajak tetap diberikan, tidak terkecuali pada junior high school. Hal ini dapat dibuktikan melalui pembelajaran-pembelajaran yang terdapat pada website otoritas pajak untuk pelajar junior high school di Australia. SARAN (1)Kebijakan dan managemen sosialisasi pajak pada Direktorat Jenderal Pajak lebih terstruktur dalam hal penjadwalan sosialisasi pajak kepada anak-anak maupun pelatihan kepada para pengajar, sehingga sosialisasi pajak dapat berjalan maksimal dan intensif; (2) Diperlukan kerjasama dengan Kementrian Pendidikan dalam pemberian pengetahuan perpajakan agar tujuan utama untuk membentuk kesadaran pajak bagi siswa didik dapat tercapai, sehingga diharapkan tidak terjadi pemberian materi pajak yang berlebihan; (3) Perlu diberikan arahan kepada sekolah-sekolah, agar tidak ada instansi sekolah yang tidak kooperatif dalam mengikuti kegiatan sosialisasi pajak; (4) Adopsi penguatan pengetahuan filosofi perpajakan agar pelajar di Indonesia dikemudian hari memiliki sikap kesadaran 18 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
pajak dengan negara-negara lain, hendaknya dipertimbangkan dari sisi karakteristik sikap para pelajar di Indonesia. DAFTAR REFERENSI Alabede, James O, Zaimah Bt. Zainol Ariffin and Kamil Md Idris. (2011). Determinants of Tax Compliance Behaviour : A Porposed Model for Nigeria. International Research Journal of Finance and Economics-Isue 78, 121-136. Babbie, E. (1995). The Practical of Social Research 8th edition. Belmont, California : Wadsworth. Badan Pusat Statistik. Tabel Penerimaan Negara. Februari 19, 2013. http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=13 Dewinta, R.M., dan Syafruddin, M. (2012). Pengaruh Persepsi Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Dipenogoro. Gunawan, A.H. (2000). Sosiolosi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Harahap, A.A. (2004). Paradigma Baru Perpajakan Indonesia : Perspektif EkonomiPolitik. Jakarta : Integrita Dinamika Press.
Howlett, M., dan Ramesh, M. (1995). Studying Public Policy : Policy Cycles And Policy Subsystems. New York : Oxford University Press. Jatmiko, A.N. (2006). Pengaruh Sikap Wajib Pajak Pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Semarang). Universitas Dipenogoro. Kelman, Herbert. (1966). Compliance, Indentification and Internalization : Three Process of Attitude Change. NewYork : McGrawHill. Mardiasmo. (2008). Perpajakan. Yogyakarta : CV Andi Offset. Marimba, A.D. (1962). Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung : AlMa’Arif. Nazir, M. (1988). Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Ndraha, T. (2003). Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) Jilid 1. PT Rineka Cipta: Jakarta.
19 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.
Nurmantu, S. (2005). Pengantar Perpajakan. Jakarta : Kelompok Yayasan Obor Indonesia. Palil, M.R. (2010). Tax Knowledge and Tax Compliance Determinants in Self Assessment System in Malaysia. Departemen of Accounting and Finance, The University of Birmingham. Palil, M.R., dan Mustapha, A.F. (2011). Determinants of Tax Compliance in Asia: A cases of Malaysia.” European Journal of Social Sciences Volume 24, 732. Rasyid, M.R. (2000). Makna Pemerintahan. Jakarta : PT. Yarsif Watampone. Rosdiana, H., dan Irianto, E.S. (2012). Pengantar Ilmu Pajak. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. Semma, M. (2008). Negara dan Korupsi Pemikiran Mochtar Lubis Atas Negara, Manusia Indonesia, Dan Perilaku Politik. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Sunarto, K. (2008). Pengantar Sosiologi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Susanto, H. (2012, Januari 9). Membangun Kesadaran dan Kepedulian Wajib Pajak. Mei 13, 2013. http://www.pajak.go.id/content/membangunkesadaran-dan-kepedulian-sukarela-wajib-pajak. Suyitno, Y. (2009). Landasan Filosofis Pendidikan. Fakultas Pendidikan : Universitas Pendidikan Indonesia. Syafiie, I.K. (2001). Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung : Refika Aditama. Thoha, M. (1992). Dimensi-Dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara Cetakan Kelima. Jakarta : PT. RajarafindoPersada. UNDP. Human Development Reports. http://hdr.undp.org/en/statistics/hdi/. UNDP. Millenium Development http://www.undp.or.id/mdg/.
Goals
Februari
Indonesia.
Februari
19, 27,
2013. 2013.
Wibawa, S. (1994). Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta : PT. Grafindo Persada. Yusuf, S. (2004). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
20 Penguatan pengetahuan..., Nuny Septiyani, FISIP UI, 2013.