Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015
KEBIJAKAN PENATAAN MINIMARKET (Studi Deskriptif Implementasi Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Penataan Minimarket di Kabupaten Sidoarjo) Aulia Rachman Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga
Abstract In Sidoarjo this minimarket number continues to increase every year, the last seven years (2008-2014) amounted to 214 units. The greatest number are in areas that are strategic. In Sidoarjo existence of this minimarket has entered the villages and settlements. Therefore, Sidoarjo regency government in 2011 issued a legal product in the form of Regulation No. 20 Sidoarjo Regent in 2011 about Structuring Minimarket in the District Sidoarj. This study was conducted to describe the arrangement of policy implementation minimarket and also the factors that affect the implementation process. The findings of the data showed that the implementation of planning policies minimarket in Sidoarjo entire procedure has been carried out properly. As for the staff resources factor in conditions that are inadequate to the executive in the Department of Industry, Trade and Energy and Mineral Resources Cooperative Sidoarjo district so that the conditions inhibiting the implementation of this policy. As for other factors that influenced the interest of policy, on this factor Cooperative Department of Industry, Trade and Energy and Mineral Resources have less power in carrying out supervision because there is interest from actors outside the government.
Keywords: Public Policy, Implementation of Public Policy, Policy-Setup will Minimarket, Implementation Planning Policy Minimarket Pendahuluan Latar Belakang Otonomi Daerah merupakan pemicu lahirnya banyak Peraturan Daerah di semua tingkat propinsi dan kabupaten kota di Indonesia. Kebijakan tersebut memunculkan bermacam-macam peraturan pendukung untuk mendukung konsep otonomi daerah antara lain : UU No.22 Tahun 1999 dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sejalan dengan konsep otonomi daerah tersebut yang memberikan porsi lebih besar kepada daerah untuk mengatur daerahnya masing-masing, maka salah satu factor untuk merealisasikan konsep otonomi daerah ialah dengan produk hukum yakni Peraturan Daerah. Dewasa ini, dengan jumlah pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin meningkat tajam, maka meningkat pula jumlah permintaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup. Semenjak Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1998 yang mengharuskan diterapkannya segala program liberalism yang berujung pada ditandatanganinya letter of intent dengan IMF yang memberikan peluang besar kepada investasi asing untuk masuk di Indonesia. Salah satunya di bidang perdagangan ritel. Sejak penandatanganan itu, pengusaha ritel-ritel asing atau pasar modern mulai berdatangan dan meramaikan industri ritel Indonesia. Pengusaha pasar modern sangat aktif untuk melakukan investasi baik itu dalam skala Hypermarket, Supermarket dan Minimarket seperti Carrefour, Hero, Circle K, Sogo dan masih banyak lagi, begitupun dengan pengusaha local yang mulai membangun usaha minimarket, seperti Indomaret dan Alfamart serta masih banyak lagi. Memang benar, sector perdagangan merupakan penyumbang terbesar dalam pemutar roda perekonomian di Sidoarjo.
Namun, kehadiran perusahan yang beroprasi di bidang ritel tersebut malah menimbulkan masalah, yakni membebani pedagang tradisional. Dengan kehadiran minimarket tersebut jelas mengurangi pendapatan yang selama ini menghidupi mereka. Pemerintah seolah tidak mau tahu dengan fenomena menjamurnya usaha ritel tersebut karena pemerintah dengan mudah memberikan izin pembangunannya. Akibatnya, pedagang tradisional yang menjadi korban. Pedagang tradisional beranggapan bahwa minimarketminimarket sekarang ini telah merusak perekonomian mereka. Di dalam pertumbuhannya saat ini, minimarket telah sampai pada daerah pingiranpinggiran kota atau pedesaan yang memang berpenduduk padat dan inilah yang menjadi sasaran utama para pengusaha ritel tersebut. Di balik pertumbuhannya yang pesat tersebut, minimarket juga menimbulkan dampak baik dan buruk bagi masyarakat. Bagi masyarakat non pedagang, minimarket memberikan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa harus repot-repot untuk pergi ke pasar tradisional. Selain itu minimarket memberikan kenyamanan pelanggan atau masyarakat dalam berbelanja, berbeda dengan toko tradisional yang kurang mengutamakan kenyamanan bahkan kadang barang yang yang dibutuhkan juga kurang lengkap. Tetapi, jika dilihat dari kacamata pedagang tradisional, menjamurnya minimarket hingga ke pedesaan ini sangat merugikan mereka karena pendapatan mereka menjadi menurun drastis. Keberadaan minimarket hingga di pedesaan dan pinggiran-pinggiran kota yang didukung oleh modal besar dapat membahayakan bagi toko dan pedagang tradisional yang tidak mampu mengahadapi persaingan usaha, bahkan hal yang lebih buruk lagi adalah gulungtikarnya para pedagang tradisional karena dagangannya tidak laku.
33
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015 Data dari Badan Pelayanan dan Perijinan Terpadu (BPPT) Sidoarjo, hingga 2013 jumlah minimarket di Sidoarjo yang memiliki Izin Usaha Toko Modern (IUTM) mencapai 192 outlet sedangkan yang tidak memiliki izin atau sedang dalam proses pengurusan berjumlah 42 outlet. Hal ini, salah satunya dikarnakan banyak minimarket yang baru mengurus ijin operasinya ke BPPT Kabupaten Sidoarjo justru setelah menjalankan usahanya. (http://dprdsidoarjokab.go.id/tambah-20-minimarket-baru.html diakses pada 20 Oktober 2013 No.
Nama Kecamatan
Tahun
2008 2011 2014 Sidoarjo 15 31 39 Buduran 4 7 11 Candi 5 12 16 Porong 2 5 8 Kerembung 0 3 5 Tulangan 0 3 5 Tanggulangin 2 6 11 Jabon 0 0 2 Krian 5 11 12 Balongbendo 0 0 1 Wonoayu 0 4 3 Tarik 0 2 4 Prambon 0 2 4 Taman 13 25 31 Waru 15 27 41 Gedangan 6 12 18 Sedati 3 9 15 Sukodono 0 8 15 70 168 241 Jumlah Tabel I.2 Daftar Perkembangan Minimarket di Kabupaten Sidoarjo Sumber : Diolah dari data Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM Kabupaten Sidoarjo 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Dari data di atas, dapat dilihat bahwa memang terjadi peningkatan jumlah minimarket yang ada di Kabupaten Sidoarjo terutama di daerah-daerah yang strategis. Oleh karnanya, perkembangan minimarket yang pesat tersebut apabila tidak dikendalikan maka dapat mengancam kelangsungan hidup toko-toko tradisional dan pedagang eceran yang bermodal kecil. Oleh sebab itu, untuk merespon dari keresahan pedagang tradisional tersebut, pemerintah kabupaten Sidoarjo mengeluarkan produk hukum untuk melindungi pedagang tradisional melalui Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Penataan Minimarket di Sidoarjo. Pertimbangan dikeluarkannya peraturan ini adalah karena semakin tumbuh dan berkembangnya jumlah usaha minimarket di Kabupaten Sidoarjo, sehingga perlu dilakukan penataan dan pembinaan, serta sebagai salah satu
upaya perlindungan terhadap keberadaan pasar tradisional dan pedagang kecil eceran. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi oleh para pengusaha minimarket sesuai dengan Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 20 Tahun 2011 adalah sebagai berikut : 1. Jarak antara minimarket dan pasar tradisional minimal 300 meter dan jika berada pada kompleks perumahan harus pada kavling usaha. 2. Memperhatikan lokasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak menimbulkan kemacetan lalu lintas serta menyediakan areal parkir paling sedikit 1 (satu) unit kendaraan roda empat. 3. Minimarket wajib melaksanakan kemitraan dengan UMKM dengan memasarkan barang produksi, menyediakan ruang usaha, melakukan pendampingan langsung, menjadi pemasok barang kepada pedagang kecil, dan mengutamakan penggunaan tenaga kerja setempat, serta wajib mensosialisasikan kepada pedagang kecil sampai radius 100 meter. 4. Waktu pelayanan minimarket yang berada di jalan lokal dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 22.00 kecuali dijalan arteri/protokol diperbolehkan buka selama 24 jam. Bila dikaji lebih lanjut Peraturan Bupati dan Peraturan-peraturan diatasnya tersebut telah memuat berbagai hal mengenai kebijakan operasional usaha ritel termasuk minimarket dan diharapkan masalahmasalah yang ditimbulkan oleh tumbuh dan berkembangnya minimarket di Kabupaten Sidoarjo terselesaikan dengan baik. Namun, dalam pengimplementasiannya masih saja ada minimarket yang melanggar Peraturan Bupati tersebut. Adapun dari observasi peneliti, pelanggaran yang dilakukan adalah sebagai berikut:
34
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015 Nama Minimark et Indomart Alfamidi Indomart Indomart Indomart Toko Karunia Toko Barokah Toko Karunia Indomart
Alamat
Jenis Pelanggaran
Jl. Raya Pasar Larangan Jl. Raya Gedangan Jl. Raya Sruni Gedangan Jl. Raya Sukodono Jl. Raya Ngaban Tanggulangin Jl. Raya Kludan Tanggulangin
Pasal 2 ayat 2 point a Pasal 2 ayat 2 point b Pasal 2 ayat 2 point b Pasal 2 ayat 2 point a Pasal 3 ayat 2 Pasal 1 ayat 4 dan pasal 5 ayat 1 Pasal 1 ayat 4 dan pasal 5 ayat 1 Pasal 1 ayat 4 dan pasal 5 ayat 1 Pasal 2 ayat 2 point e
Jl. Raya Kludan Tanggulangin Jl. Raya Sudarso
Yos
Perum Bluru Permai Tabel 1.3 Fakta Empiris Pelanggaran Minimarket di Kabupaten Sidoarjo Sumber: Data Primer Oleh sebab itu, dengan melihat permasalahanpermasalahan dalam implementasi peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 20 tahun 2011 ini, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan pengkajian dan penelitian pada tahap implementasi atau pelasanaan peraturan yang menata keberadaan minimarket di kabupaten Sidoarjo. Adapun penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Erna Nur Laili Sari dari Universitas Surabaya yang berjudul “Pengaruh Keberadaan Mini Market Terhadap Kelangsungan Hidup Toko Kelontong di Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo” dengan menggunakan metode penelitian Deskriptif Kuantitatif menghasilkan beberapa kesimpulan, diantaranya adalah pola persebaran minimarket di kecamatan Sidoarjo berbentuk mengelompok di pusat kota, sebanyak 17 minimarket tidak berizin lengkap, kenaikan jumlah minimarket diikuti dengan banyaknya toko kelontong yang mati/tidak beroperasi lagi. Rumusan Masalah Setelah melakukan pemaparan dari latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah : 1. Bagaimana pelaksanaan Peraturan Bupati Kabupaten Sidoarjo Nomor 20 Tahun 2011 tentang Penataan Minimarket di Kabupaten Sidoarjo? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kegagalan dalam pelaksanaan Kebijakan Penataan Minimarket di Kabupaten Sidoarjo?
Tujuan Penelitian Sebuah penelitian tentu memiliki tujuan yang akan digunakan sebagai pedoman untuk pembahasan dalam penelitiannya dan juga digunakan untuk menjawab permasalahan dengan menerangkan fenomena-fenomena yang terjadi dimasyarakat. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitaian ini adalah 1. Untuk mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 20 Tahun 2011 tentang Penataan Minimarket di kabupaten Sidoarjo. 2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi Kegagalan dalam pelaksanaan Kebijakan Penataan Minimarket di Kabupaten Sidoarjo Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat kepada Pemkab Sidoarjo, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu, Dinas Kopersi Perindustrian Perdagangan, Badan Pembangunan Daerah, dan instansi-instansi terkait dalam menyempurnakan perumusan kebijakan public, khususnya dalam Peraturan Bupati Sidoarjo nomor 20 Tahun 2011 tentang Kebijakan Penataan Minimarket di Kabupaten Sidaorjo. Serta diharapkan dapat meningatkan kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kajian Ilmu Administrasi Negara terutama pada bidang implementasi kebijakan publik. Penelitian ini berusaha melihat implementasi kebijakan publik dari segi sumberdaya, struktur birokrasi, komunikasi, disposisi, serta kepentingan yang mempangaruhi program/kebijakan yang merupakan elaborasi dari model implementasi dari Edward III dan Merile S. Grindle. Tinjauan Pustaka 1. 1.1
Kebijakan Penataan Minimarket Kebijakan Publik Thomas R. Dye mendefinisikan kebijakan publik sebagai segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda ( Dwijowijoto, 2003:3). Sementara itu, pakar
35
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015 Inggris W.I. jenkins mendefinisikan kebijakan publik sebagai : “Serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam situasi. Dimana keputusankeputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut”(Wahab, 2012:15) Lebih lanjut, Van Meter dan Van Horn mendefinisikan implementasi sebagai: “Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan”(Winarno, 2007:146) Melihat definisi-definisi yang telah disebutkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian keputusan terstruktur yang telah dibuat oleh seorang atau sekelompok aktor politik (pemerintah) sebagai alat pedoman untuk bertindak yang mempunyai tujuan untuk memecahkan masalahmasalah yang memerlukan penangan atau penyelsaian yang ada di masayarakat. 1.2
Minimarket Minimarket dalam peraturan perundang-undangan termasuk dalam pengertian “TokoModern”. Pengertian toko modern menurut Pasal 1 angka 5 Perpres 112/2007 adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket atau pun grosir yang berbentuk perkulakan. Menurut Hendri Ma’ruf (2005) Minimarket adalah toko yang mengisi kebutuhan akan warung yang berformat modern yang dekat dengan pemukiman penduduk sehingga dapat mengungguli warung atau toko dan biasanya luas ruangnya adalah 50m2 sampai 200m2. Dalam Pasal 3 Perpres 112 tahun 2007, disebutkan bahwa luas bangunan untuk minimarket adalah kurang dari 400m2. Lokasi pendirian Toko Modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota. Tetapi selama ini ketentuan yang menyebut untuk memperhatikan jarak diatur untuk toko modern kategori Hypermarket saja, sedangkan pengaturan lokasi untuk minimarket tidak disebutkan. Pengaturan lokasi minimarket dalam Pasal 5 ayat (4) Perpres 112 tahun 2007 disebutkan bahwa minimarket boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan. Artinya, minimarket bisa membukai gerai hingga ke wilayah pemukiman warga.
1.3 Kebijakan Penataan Minimarket : Peraturan Bupati Sidoarjo No. 20 Tahun 2011 Sebuah kebijakan publik dibuat pada dasarnya untuk memecahkan masalah-masalah publik yang membutuhkan intervensi dan campur tangan pemerintah. Oleh sebab itu, untuk melindungi pasar tradisional dan pedagang kelontong terhadap menjamurnya minimarket yang ada di Kabupaten Sidoarjo, maka dibuatlah Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 20 tahun 2011 tentang Penataan Minimarket di Kabupaten Sidoarjo sebagai bentuk intervensi pemerintah daerah dalam melakukan penataan minimarket di Sidoarjo. Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 20 tahun 2011 tentang Penataan Minimarket di Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu kebijakan yang diambil Pemerintah kabupaten Sidoarjo yang bertujuan untuk : 1. Mengatur dan menata keberadaan dan pendirian pasar modern (dalam penelitian ini minimarket) agar tidak merugikan dan mematikan pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yang ada. 2. Mengatur jam kerja atau waktu pelayanan minimarket. 3. Mengatur kemitraan atau kerjasama usaha antara usaha mikro, kecil, menengah dan kopersi dengan usaha skala besar disertai dengan pembinaan dan pengembangan yang dilakukan oleh penyelenggara usaha skala besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. 4. Membina dan mengawasi kegiatan penyelenggaraan minimarket dilakukan oleh Dinas yang bertangungjawab di bidang perdagangan. 2.
Implementasi Kebijakan Setelah melalui proses yang sangat panjang dalam memutuskan sebuah kebijakan publik, maka hal selanjutnya adalah mengimplementasikan atau melaksanakan kebijakan tersebut. Melaksanakan kebijakan atau implementasi kebijakan merupakan hal yang sangat penting dalam keseluruhan proses kebijakan, bahkan lebih penting dari formulasi kebijakan. Hal ini dikarnakan sebuah kebijakan tidak akan berguna atau tidak akan memberikan dampak apapun kepada kelompok sasaran apabila sebuah kebijakan tersebut tidak diimplementasikan. Selain itu pada proses inilah sebuah kebijakan secara menyeluruh dapat dilihat tingkat keberhasilan atau kegagalannya untuk mencapai tujuan. Hal ini didukung pernyataan dari Chief J. O. Udoji yaitu : “Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting
36
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015 dari pada pembuatan kebijakan. Kebijakakebijakan hanya akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang btersimpan rapi dalam arsio kalau tidak diimplementasikan.” (Agustino, 2006:140) 2.1 Implementasi Kebijakan Penataan Minimarket di Kabupaten Sidoarjo Seperti yang telah dijelaskan diatas, dalam implementasi kebijakan penataan minimarket di kabupaten Sidoarjo ini terdapat 2 aktor kebijakan utama yakni pemerintah dan investor. Pemerintah disini diartikan sebagai badan-badan atau lembaga yang telah ditunjuk di dalam kebijakan publik. Sedangkan investor adalah para penanam modal yang menginvestasikan modalnya di wilayah Sidoarjo dengan cara membangun toko modern (dalam hal ini minimarket). Dengan bersumber pada uraian-uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan penataan minimarket di Kabupaten Sidoarjo merupakan serangkaian kegiatan tindak lanjut yang dilakukan pemerintah untuk menjalankan kebijakan dan keputusan yang telah dibuat, dengan cara melaksanakan kebijakan penataan tersebut. Hal ini bertujuan agar minimarket di Sidoarjo tumbuh dan berkembang sesuai dengan peraturan dan tidak mematikan pasar tradisional serta pedagang kelontong dengan cara melakukan penataan lokasi, jarak, dan membatasi jam pelayanan serta kemitraan yang harus dilaksanakan oleh minimarket. Dengan melihat banyaknya aktor yang akan berperan mengintervensi pelaksanaan kebijakan, maka pada pelaksanaan kebijakan penataan minimarket di daerah Sidoarjo ini terdapat 4 aktor pelaksana yang berasal dari birokrasi pada street level bureaucrat. Keempat aktor tersebut adalah : Tabel I.4 Pelaksana Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 20 Tahun 2011 Instansi / Dinas
Tugas / Wewenang
Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM Kabupaten Sidoarjo
Memberikan Rekomendasi, pembinaan, pengawasan dan sanksi kepada minimarket.
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Sidoarjo Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo
Penerbit Ijin (IUTM, HO, P2R, dan IMB). Menentukan lokasi agar sesuai dengan RTRW dan zonasinya sesuai peraturan Kabupaten Sidoarjo. Penegak Peraturan Daerah Kabupaten Sidoarjo.
Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sidoarjo
Sumber : Data Primer
yang
Dengan banyaknya aktor lintas sektor/dinas terlibat di dalam implementasi kebijakan
penataan minimarket ini, maka kemungkina besar kebijakan ini akan mengalami kesulitan pada pelaksanaannya, hal ini dikarenakan setiap kebijakan yang melibatkan banyak aktor akan membutuhkan biaya koordinasinya lebih sulit. Oleh karenanya, mekanisme kontrol dari atas juga harus lebih kuat agar kebijakan ini dapat mencapai tujuannya. 2.2
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Penataan Minimarket di Kabupaten Sidoarjo Dari beberapa model variabel yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan publik, maka dalam penelitian ini peneliti melakukan elaborasi teori. Adapun elaborasi teori tersebut berasal dari Edward III, dimana menurut Edward terdapat empat variabel yang dapat mempengaruhi proses implementasi, yakni: 1. Struktur birokrasi, 2. Sumberdaya, 3. Komunikasi, dan 4. Disposisi/Sikap pelaksana. Selain model dari Edward penelitian ini juga menggunakan model implementasi dari Merile S. Grindle. Menurut Grindle sebuah kebijakan akan dipengaruhi oleh dua variabel besar yakni isi kebijakan dan lingkungan kebijakan yang akan dipaparkan sebagai berikut: Variabel isi kebijakan menyangkut : 1. Kepentingan yang mempengaruhi kebijakan 2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan 3. Derajat perubahan yang diinginkan 4. Kedudukan pembuat kebijakan 5. Siapa pelaksana program 6. Sumber daya yang digunakan Variabel lingkungan kebijakan menyangkut : 1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategiyang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan 2. Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa. 3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok Dengan mempertimbangkan bahwa dalam implementasi kebijakan penataan minimarket ini mengandung unsur banyaknya aparat yang terlibat dan adanya faktor isi kebijakan yang mempengaruhi kepentingan maka dalam penelitian ini mengelaborasi pendapat dari Edward III dan Grindle dengan faktorfaktor sebagai berikut: a. Struktur Birokrasi b. Sumberdaya c. Komunikasi d. Disposisi e. Kepentingan yang Mempengaruhi Kebijakan.
37
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015 Adapun penjelasan dari kelima faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan penataan minimarket adalah sebagai berikut: a. Sumberdaya Sumber daya merupakan variabel yang juga berpengaruh secara langsung terhadap efektif tidaknya pelaksanaan kebijakan publik. Leo Agustino (2006:142) mengatakan bahwa keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Sementara itu, George Edward III mengatakan bahwa indikator sumber-sumberdaya yang mempengaruhi keberhasilan dari proses implementasi kebijakan publik adalah 1) Staff, 2) Informasi, 3) Kewenangan, 4) Fasilitas, dan 5) Dana. b. Struktur Birokrasi Struktur Birokrasi menurut Edward adalah mekanisme kerja yang berbentuk untuk mengelola pelaksanaan sebuah kebijakan. Edward menekankan perlu adanya Standart Operating Procedure (SOP) yang mengatur tata aliran pekerjaan diantara para pelaksana, terlebih jika pelaksana program melibatkan lebih dari satu institusi. Ia juga mengingatkan adakalanya fragmentasi diperlukan manakala implementasi kebijakan memerlukan banyak program dan melibatkan banyak institusi untuk mencapai tujuannya. (Triana, 2011:84) c. Komunikasi Dalam lingkup implementasi kebijakan publik, Joko Widodo (2007:97) mengemukakan bahwa komunikasi kebijakan merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy maker) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors). Dengan adanya komunikasi antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan diharapkan mampu menciptakan dan meningkatkan kepatuhan para pelaksana terhadap arahan-arahan yang telah ada dalam kebijakan. Menurut Edward terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, yaitu; transmisi (transmission), kejelasan (clarity), dan konsistensi (consistency). d. Disposisi atau Sikap Pelaksana Disposisi atau biasa juga disebut dengan sikap atau kemauan para pelaksana juga dapat mempengaruhi proses pelaksanaan sebuah kebijakan. Disposisi ini merupakan kemauan, keinginan dan kecenderungan para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan secara sungguh-sungguh (Joko Widodo, 2007:104). e. Kepentingan Yang Mempengaruhi Kebijakan Setiap implementasi kebijakan publik dapat berhasil mencapai tujunnya bila mendapat dukungan dari kelompok-kelompok kepentingan yang ada dalam masyarakat, khususnya yang berkaitan langsung dengan kebijakan tersebut. Kelompok kepentingan (interest groups) adalah setiap organisasi yang berusaha mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah, tanpa berkehendak memperoleh jabatan publik. Atau dapat juga dikatakan bahwa kelompok kepentingan
adalah individu, kelompok atau organisasi yang memiliki kesamaan sikap, sifat, kepercayaan yang bersatu membentuk sebuah organisasi untuk mencapai tujuan yang sama. Leo Agustino (2006:154-155) mengatakan bahwa; “Kepentinagan yang mempengaruhi kebijakan (interest affected) berkaitan dengan berbagai kepentinagn yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini beragumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan dan sejauhmana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya”. METODE PENELITIAN 1) Tipe Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian, Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, sedangkan berdasarkan pada analisa data, maka tipe penelitian adalah kualitaif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena yang terjadi di lapangan. Melalui penelitian kualitatif deskriptif peneliti berusaha menjelaskan apa yang terjadi dalam Implementasi Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 20 Tahun 2011 tentang Penataan Minimarket di Kabupaten Sidoarjo. 2) Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti dapat meneliti keadaan yang sesungguhnya dari obyek yang akan diteliti sehingga mendapatkan informasi yang akurat dan mendapatkan data yang relevan untuk penelitian ini. Penelitian ini sendiri dilaksanakan di Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur dengan pertimbangan berikut : 1.
Pertumbuhan minimarket di Kabupaten Sidoarjo yang cukup pesat yakni hampir 300% dari tahun 2008-2014
2.
Banyak minimarket yang melanggar Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 20 Tahun 2011 tentang Penataan Minimarket di Kabupaten Sidoarjo. Adapun pelanggaran tersebut adalah:
a.
Pelanggaran jarak antara minimarket dengan pasar tradisional
b.
Pelanggaran lokasi pendirian minimarket yang tidak sesuai dengan RTRW dan zonasi di Kabupaten Sidoarjo
c.
Pelanggaran jam pelayanan minimarket
d.
Pelanggaran kemitraan dilaksanakan.
yang
seharusnya
38
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015 3.
Minimnya research dan penelitian yang terkait dengan kebijakan penataan minimarket di Kabupaten Sidoarjo sehingga dengan penelitian ini diharapkan menambah referensi dan pengetahuan bagi masyarakat luas. 3) Teknik Penentuan Informan Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk menentukan informan adalah teknik Snowball dan Purpose Sampling. Snowball adalah teknik pengambilan sampel dengan bantuan key-informan, dan dari key-informan inilah akan berkembang sesuai petunjuknya. Dalam hal ini peneliti hanya mengungkapkan kriteria sebagai persyaratan untuk dijadikan sampel (Subagyo, 2006:31). Sementara itu, teknik penentuan informan secara Purpose Sampling adalah teknik dimana informan yang akan dipilih adalah pihak-pihak yang dianggap paling mengetahui dan memahami tentang permasalahan dalam penelitian ini. 4) Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini cara untuk mendapatkan data di lakukan melaui : 1. Wawancara Menurut Moleong (2012:186) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang percakapan tersebut dilaksanakan oleh dua pihak yakni pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. 2. Observasi Observasi atau yang biasa disebut dengan pengamatan adalah suatu kegiatan manusia yang dilakukan menggunakan panca indra sebagai alat bantu utamanya. Menrut Moleong (2012:175) alasan secara metodologis menggunakan pengamatan adalah mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tak sadar, kebiasaan: pengamata memungkinkan pengamat untuk melihat dunia sebagaimana dilihat oleh subjek penelitian, menangkap arti fenomena dari segi subjek, pengamatan memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subjek sehingga memungkinkan peneliti menjadi sumber data. 3.. Dokumentasi Selain menggunakan teknik wawancara dan observasi secara langsung, informasi juga dapat diperoleh dengan melihat fakta yang tersimpan, baik dalam bentuk surat, catatan, arsip, foto kegiatan, hasil rapat, jurnal kegiatan dan sebagainya. Adapun tujuan utama melihat faktafakta dan dokumen yang tersimpan tersebut adalah untuk menggali informasi yang telah terjadi di masa lalu.
5) Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Teknik pemeriksaan keabsahan data merupakan faktor yang sangat menentukan dalam sebuah penelitian kualitatif. Sama halnya dengan penelitian kuantitatif untuk menetapkan keabsahan (trustworthines) data dalam penelitian kualitatif juga diperlukan teknik pemeriksaan dengan tertentu. Adapun teknik uji keabsahan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik triangulasi. Menurut Moleong (2012:330) triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap data itu, atau dapat dikatakan teknik triangulasi adalah pengecekan data dilihat dari berbagai sumber dengan data diluar data yang ada. 6) Teknik Analisis Data Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah dengan cara menggunakan tiga alur kegiatan yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman yaitu teknik triangulasi terdiri dari tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan. a. Reduksi Data Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada halhal yang penting, dicari tema dan polanya. Proses reduksi data dilakukan dengan memilah-milah data yang didapat dari berbagai sumber. b. Penyajian Data Alur kedua yang terpenting dalam teknik analisis data adalah penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Dengan penyajian data ini, maka akan mudah untuk memahami apa yang sedang terjadi dan merencanakan kegiatan selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. c. Penarikan Kesimpulan Tahapan analisis ketiga yang penting adalah menarik kesimpulan dan verifikasi. Miles dan huberman memandang penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulankesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Pelaksanaan Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 20 Tahun 2011 tentang Penataan Minimarket di Kabupaten Sidoarjo
Dalam pelaksanaan Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 20 Tahun 2011 ini belum dapat dikatakan berjalan dengan baik, hal ini dapat di lihat dari masih banyaknya minimarket yang berdisi tidak sesuai
39
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sidoarjo. Hal ini dikarenakan masih adanya kepentingan yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan penataan minimarket ini. Jika menggunakan variabel yang dikemukakan oleh Grindle yakni variabel “kepentingan yang dipengaruhi adanya kebijakan” pada variabel tersebut, Leo Agustino (2006:154-155) mengatakan bahwa Kepentinagan yang mempengaruhi kebijakan (interest affected) berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini beragumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan dan sejauhmana kepentingankepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya. Selain variabel kepentingan yang mempengaruhi kebijakan ternyata dalam proses pengumpulan data (wawancara dan observasi) juga ditemukan variabel lain yang juga mempengaruhi implementasi kebijakan penataan minimarket di Kabupaten Sidoarjo ini. Variabel tersebut adalah kedudukan pengambil keputusan (site of decision making). Suwitri (2008:87) menjelaskan bahwa semakin tersebar kedudukan pengambil keputusan dalam implementasi kebijakan publik, baik secara geografis maupun organisatoris, akan semakin sulit pula implementasi program/kebijakan. Karena semakin banyak satuan-satuan pengambil keputusan yang terlibat di dalamnya. Hal ini terbukti dengan saling lemparnya tanggung jawab yang dilakukan oleh Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM dan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Sidoarjo dalam hal pemberian sanksi kepada minimarket yang melanggar atau telah habis masa izinnya. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegagalan Implementasi Kebijakan Penataan Minimarket di Kabupaten Sidoarjo 1) Sumberdaya
saja. Menurut Van Metter da Van Horn dalam Nugroho (2011:628) adanya sumberdaya staf yang memadai akan mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi suatu kebijakan. Oleh Sebab itu, ketidakberhasilan implementasi kebijakan penataan minimarket ini dapat dikarenaka kurangnya jumlah staff yang ada. b) Kewenangan Secara keseluruhan kewenangan yang dimiliki oleh masing-masing pelaksana dalam kebijakan penataan minimarket di Kabupaten Sidaorjo ini sudah memadai karena telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2008, Peraturan Daerah Provinsi No 3 Tahun 2008, serta Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 20 Tahun 2011. Kedudukan Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM Kabupaten Sidoarjo yang mempunyai kewenangan dalam mengeluarkan rekomendasi bagi pendirian minimarket ini juga didukung dengan kewenangan untuk membina dan mengawasi minimarket yang ada di Sidoarjo. Begitu pula dengan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu yang mempunyai kewenangan untuk menerbitkan izin yang harus dipenuhi oleh para investor. Berbeda dengan kedua instansi di atas, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah mempunyai kewenangan untuk menentukan apakah lokasi yang di jadikan minimarket tersebut telah sesuai dengan RTRW Kabupaten Sidoarjo. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Edward III dalam Widodo (2007:103) bahwa sumberdaya kewenangan yang cukup untuk membuat keputusan sendiri yang dimiliki oleh suatu lembaga akan mempermudah pelaksanan suatu kebijakan di lapangan.
2.
a) Staff Edward III dalam Widodo (2007:98) mengemukakan bahwa sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kebijakan. Sebuah kebijakan yang jelas dan konsisten apabila tidak didukung oleh sumberdaya manusia maka kebijakan tersebut tidak dapat berjalan secara efektif. Secara kualitas, staff yang dimiliki oleh Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo telah cukup dan memadai. Namun, jika dilihat dari kuantitas (jumlah) staf terutama staf yang dimiliki oleh Dinas Koperasi Perindustria Perdagangan dan ESDM bagian Perdagangan Dalam dan Luar Negeri dirasa sangat kurang memenuhi persyaratan karena hanya berjumlah 3 orang
c) Fisik/Fasilitas Secara umum dalam pelaksanaan kebijakan penataan minimarket ini tidak ditemukan masalah terkait sumberdaya fasilitas fisik baik pada Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu, serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidaorjo. Sebagaimana yang dikataka n oleh Edward III dalam Widodo (2007:102) : Fasilitas fisik merupakan aspek penting yang harus dipenuhi dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang memadai dan memiliki pemahaman yang baik serta kewenangan yang cukup. d) Informasi Kemudahan dalam mendapatkan informasi peraturan dan petunjuk teknis yang ada akan memudahkan pelaksana kebijakan dalam melakukan aktivitas sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa ketiga instansi tidak menemukan kesulitan dalam mendapatkan
40
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015 informasi. Baik pada Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu, serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidaorjo. Informasi tersebut didapat melalui rapatrapat formal baik secara internal maupun eksternal. Selain itu informasi juga didapat melalui website milik Biro Hukum Kabupaten Sidoarjo Sekretarian daerah Kabupaten Sidaorjo. e) Dana/Finansial Dalam implementasi kebijakan penataan minimarket di Kabupaten Sidaorjo. Baik pada Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu, serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidaorjo, tidak ditemukan masalah terkait dengan kecukupan dana. Merujuk pada Mazmanian dan Sabatier dalam Wibowo (1994:74) mengatakan bahwa secara umum tersedianya dana pada tingkat batas ambang tertentu amat diperlukan agar terbuka peluang untuk mencapai tujuan-tujuan formal, dan tersedianya dana di atas tingkat ambang ini akan sebanding dengan peluang tercapainya tujuan tersebut. A. Struktur Birokrasi Struktur birokrasi merupakan suatu aturan (SOP) meliputi tata aliran atau prosedur-prosedur rutin yang mengatur mekanisme kerja pelaksanaan kebijakan serta keefisienan aspek-aspek struktur organisasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar. Pada Pelaksanaan kebijakan penataan di Sidoarjo ini, maka dapat terlihat bahwa tidak ada permasalah pada struktur birokrasi baik di dalam organisasi maupun antar organisasi karena telah tertuang dalam Permendag Nomor 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. B. Komunikasi Komunikasi adalah salah satu komponen yang paling penting dalam implementasi kebijakan. Van Meter dan Van Horn dalam Widodo (2007:199) mengatakan bahwa komunikasi adalah penyampaian informasi kepada para pelaskana kebijakan tentang apa yang menjadi standar dan tujuan kebijakan. Dalam pelaksanaan kebijakan penataan minimarket ini telah terjadi komunikasi yang baik antara instansi-instansi yang terkait. Baik Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu, serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo telah terjalin komunikasi yang baik.
C.
Disposisi/Sikap Pelaksana Keberhasilan sebuah kebijakan diimplementaskan selain perlu mendapat dukungan dari sumberdaya, komunikasi dan struktur birokrasi juga perlu mendapatka dukungan dari para pelaksana kebijakan, yakni kemauan dan iktikad baik. Sebuah kebijakan akan berjalan dengan baik dan efektif jika mendapatkan dukungan dan keinginan yang kuat oleh para pelaksananya di lapangan. Disposisi para pelaksana kebijakan penataan minimarket terutama dalam hal pemberian rekomendasi, perijinan dan pembinaan sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari pemahaman dan pengetahuan yang memadai serta dukungan yang positif terhadap pelaksanaan kebijakan ini.
D. Kepentingan Yang Mempengaruhi Kebijakan Setiap kebijakan yang memberikan dampak negatif bagi sebagian kelompok pasti akan mendapatkan serangan terutama dari kelompokkelompok kepentingan. Agustino (2006:154-155) mengatakan bahwa kepentinagan yang mempengaruhi kebijakan (interest affected) berkaitan dengan berbagai kepentinagn yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Dalam kebijakan penataan minimarket ini, kelompok kepentingan yang mendapat dampak negatif adalah para pengusaha atau investor yang ingin atau sedang mempunyai usaha minimarket di Kabupaten Sidoarjo. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan Peraturan Bupati Sidoarjo No. 20 Tahun 2011 tentang Penataan Minimarket ini masih belum efektif terutama pada pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan sanksi administratif yang belum berjalan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Bupati tersebut. Adapun ketidakefektifan dalam pelaksanaan kebijakan penataan minimarket ini adalah adanya kepentingan politik yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan ini. kepentingan politik tersebut membuat Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM mengalami sedikit kendala terkait dengan pengawasan dan pemberian sanksi admistratif terhadap minimarket yang melanggar kebijakan. Adapun kendala tersebut adalah kurangnya keberanian Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM dalam menindak minimarket yang melanggar Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 20 Tahun 2011 ini dan juga terjadinya saling lempar tanggungjawab antara Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM dengan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Sidoarjo. Adapun faktorfaktor yang mempengaruhi kegagalan pelaksanaa kebijakan penataan minimarket 1) Sumberdaya 1. Administrasi/staf: Sumberdaya administrasi dari Dinas Koperasi Perindustrian
41
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015 Perdagangan dan ESDM belum memiliki kuantitas(jumlah) yang memadai karena hanya berjumlah 3 orang saja, namun telah memiliki kualitas yang memadai. Berbeda dengan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu meskipun dianggap kurang dalam hal kuantitas(jumlah) namun dengan bantuan teknologi sumberdaya staf pada instansi ini dapat teratasi. Sedangkan pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah tidak mengalami kekurangan staf baik dari segi kulitas maupun kuantitas. 2. Kewenangan: Baik Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu, maupun Badan Perencanaan Pembangunan Daerah sudah memiliki kewenangan yang cukup dan memadai karena sudah diatur dalam peraturan yang ada. 3. Fasilitas Fisik: Fasilitas fisik yang dibutuhkan oleh Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu, maupun Badan Perencanaan Pembangunan Daerah telah tersedia dan cukup. 4. Informasi: Dalam penyampaian informasi tidak mengalami hambatan. 5. Dana: Ketiga instansi merasa tidak ada kendala dalam sumberdaya dana, baik untuk dana operasional maupun dana untuk di lapangan. Daa tersebut diperoleh dari APBD Kabupaten Sidoarjo. 2) Struktur Birokrasi Struktur birokrasi dalam kebijakan penataan minimarket ini tidak berbelit-belit meskipun melibatkan banyak instansi yang berbeda. Dengan adanya SOP (Standard Operatting Procesures) yang termuat dalam Permendag No. 53 tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, serta Perda Prov jawa Timur No. 3 tahun 2008 tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern di Provinsi Jawa Timur. Adanya SOP dalam mekanisme Kebijakan Penataan Minimarket membuat segala prosedur menjadi lebih mudah dan terarah. 3) Komunikasi Komunikasi sudah dilakukan antarpelaksana dalam pelaksanaan kebijakan penataan minimarket ini. Komunikasi ketiga instansi juga sudah cukup baik dan intensif karena setiap hari kamis bertemu di forum rapat. 4) Disposisi Aparat Pelaksana baik dari Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu, maupun Badan Perencanaan Pembangunan Daerah telah memiliki tingkat pemahaman dan pengetahuan yang baik terhadap kebijakan penataan minimarket ini.
5) Kepentingan yang dipengaruhi adanya kebijakan Adanya kepentingan yang mempengaruhi kebijakan penataan minimarket membuat pelaksanaan pengawasan terhadap minimarket menjadi tidak efektif. Hal ini dikarnakan Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM tidak mempunyai keberanian dalam menjalankan kewenangannya yakni pengawasan dan sanksi. 6) Kedudukan Pengambil Keputusan Tersebarnya pengambil keputusan pada Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM dan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kabupaten Sidoarjo mengakibatkan ketidak efektifan dalam pelaksanaan kebijakan penataan minimarket di Kabupaten Sidoarjo terutama dalam pelaksanaan pemberian sanksi yang terjadi saling lempar tanggungjawab. SARAN 1.
2.
3.
Disarankan kepada Pemerintah Daerah Sidarjo untuk meningkatkan sumberdaya staf pada Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM terutama pada Bidang Perdagangan Dalam dan Luar Negeri. Karena dinas ini merupakan leading sector dalam pelaksaan kebijakan penataan minimarket di Kabupaten Sidoarjo. Terkait dengan sanksi yang akan diberikan harus lebih ditegakkan dan para pelaksana terutama Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan ESDM harus lebih mempunyai keberanian agar menimbulkan efek jera kepada minimarket yang lain yang ingin melanggar. Selain itu tingkatkan komunikasi antar instansi dalam hal pelaksanaan/pemberian sanksi. Disarankan kepada Pemerintah Daerah Sidoarjo untuk memperjelas kewenangan para pelaksana kebijakan penataan minimarket di Kabupaten Sidoarjo ini terutama dalam hal pembinaan, pengawasan dan pemberian sanksi administratif.
DAFTAR PUSTAKA Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Bryant C, And White. 1989. Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang. Jakarta: LP3ES Dwijowiyoto, Riant Nugroho. 2003. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Grindle, Merilee, S. 1980. Politic and Policy Implementation in the Third World. New Jersey: Princeton University Press. Moleong, J. Lexy. 2007. Metodologi Penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Rosda karya.
42
Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015 Subarsono,Ag. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsop, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugandha, Dann. 1988. Koordinasi: Alat Pemersatu Gerak Administrasi. Jakarta: Intermedia.
http://dprd-sidoarjokab.go.id/tambah-20-minimarketbaru.html diakses pada 20 Oktober 2013 Pukul : 20.00 http://id.wikipedia.org/wiki/Supermarket, diakses pada 28-10-2014) pukul : 20.00
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D. Bandung: Penerbit Alfabeta. Suwitri,Sri. 2008. Konsep Dasar Kebijakan Publik. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang. Triana, Rochyati Wahyuni. 2011. Implementasi dan Evaluasi Kebijakan Publik. Surabaya: PT Revka Petra Media. Wahab, Solichin Abdul. 2012. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta : Bumi Aksara Wibawa, Samodra, Yuyun Purbokusumo, dan Agus Pramusito. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: Rajawali Press. Widodo, Joko, 2007. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing. Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Jakarta: Media Pressindo. Dokumen / Skripsi Rahman, Andi. 2014. “Minta Tolong Bupati Sidoarjo”. Jawa Post, 17 Febuari 2014 Sidoarjo Dalam Angka 2014 Sari, Erna Nur Laili. 2012. Pengaruh Keberadaan Minimarket terhadap Kelangsungan Hidup Toko Kelontong di Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo (Skripsi) Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya, Surabaya Peraturan Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 20 Tahun 2011 tentang Kebijakan Penataan Minimarket di Kabupaten Sidoarjo. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional serta Penataan Pasar Modern di Jawa Timur. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisioanal, Pusat Perbelanjaan da Pasar Modern. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Website
43