Kebijakan dan Manajemen Publik
ISSN 2303 - 341X
Volume 3, Nomor 1, Januari – April 2015
Studi Deskriptif tentang Manajemen Keluhan sebagai upaya meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik di Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya Muhammad Taufiq Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga
Abstract Public Service Commission in East Java Province noted Surabaya as a city with the greatest number in public service complaint compare with other 38 cities and provinces in East Java during first semester in January to June 2013. Department of Higways an Public Work drainage Surabaya has been receiving a lot of complaints from society that require management through complaint management in order to increase the quality of public service. This research aimed to give information about how complaint management applied by Department of Higways an Public Work drainage Surabaya solved the complaints. This research was descriptive research with data collecting by observations, interviews, and documentations. The informant selected by purposive sampling and snowball sampling techniques. Research method was qualitative method and data analysis treated on a qualitative scale through data reduction, data presentation, and draw a conclusion. The conclusion of this research was the quality of public service in Department of Higways an Public Work drainage Surabaya has increasing because the complaint management applied in a good command. Keywords: Complaint Management, Public Service, Quality of Public Service
Pendahuluan Dengan adanya UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menjadi pijakan desentralisasi yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Syafiie (2006: 117) dengan adanya kewenangan pemerintah yang terdesentralisasi mampu menyerahkan sebagian urusan pemerintahannya, sehingga kekakuan aturan dari pemerintah pusat yang lebih atas dapat berganti dengan mengikutsertakan daerah-daerah, di mana diharapkan terbentuk kerja yang optimal dan potensial. Tujuan lain dari diterapkannya otonomi daerah adalah untuk mereformasi pelayanan publik supaya daerah dapat lebih fokus dalam mengurusi pelayanan publik di wilayahnya sendiri. Masyarakat sendiri setiap waktu selalu menuntut pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan tersebut sering tidak sesuai dengan harapan karena secara empiris pelayanan publik yang terjadi selama ini masih bercirikan berbelit-belit, lambat, mahal, dan melelahkan. Dalam konteks demikian, maka perlu suatu sarana yang menjadi tolok ukur pelaksanaan maupun evaluasi pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, terutama menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.
Hariani (2008: 239-253) menyebutkan bahwa kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh lembaga birokrasi penyelenggara layanan publik akan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti tingkat kompetensi aparat, kualitas peralatan yang digunakan untuk memproses jenis pelayanan, budaya birokrasi, dan sebagainya. Kompetensi aparat birokrasi merupakan akumulasi dari sejumlah sub variabel seperti tingkat pendidikan, jumlah tahun pengalaman kerja, variasi pelatihan yang telah diterima. Lebih lanjut Hariani (2008: 239-253) kualitas dan kuantitas peralatan yang digunakan akan mempengaruhi prosedur dan kecepatan output yang akan dihasilkan. Dengan pembenahan aparatur di tingkat pemerintah daerah ini, pelayanan publik yang lebih baik dan professional dalam menjalankan apa yang menjadi tugas dan kewenangan yang diberikan kepadanya dapat diwujudkan. Akan tetapi, dari hasil survey yang dilakukan secara serentak oleh Ombudsman pada bulan September hingga November 2013, didapatkan bahwa unit pelayanan pada tingkat Dinas Provinsi sebanyak 60,5 persen berada dalam kategori merah, sedangkan unik pelayanan pada tingkat instansi Pemerintah Kota/Kabupaten 55,9 persen berada dalam kategori merah. (www.merdeka.com diakses 11 November 2013) Dari data tersebut masih menunjukkan pelayanan yang diberikan oleh aparat pemerintah daerah masih jauh dengan apa yang diharapkan dalam
1
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik. Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Dengan Partisipasi Masyarakat. Peraturan tersebut menyatakan bahwa peningkatan kualitas pelayanan publik diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap aparatur sebagai penyedia pelayanan publik dengan menjadikan keluhan masyarakat sebagai sarana untuk melakukan perbaikan pelayanan publik dengan baik, adil, dan bijaksana, kemudian menciptakan kepuasan. Karenanya kepuasan mencerminkan seberapa bagus kinerja yang dilakukan oleh birokrasi sebagai pengabdian kepada masyarakat. Daripada itu bagaimana cara mewujudkan arti kepuasan publik, bagaimana mewujudkan pelayanan yang baik sehingga masyarakat mampu memberikan apresiasi yang baik sebagai feedback. Sesuai dengan Pasal 8 ayat 1 dan 2 dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, diterangkan bahwa organisasi penyelenggara pelayanan publik wajib menyelenggarakan pelayanan publik yang salah satunya harus memiliki pengelolaan pengaduan masyarakat. Menurut Irfan Islamy (dalam Hidayaturrahmi, 2008: 9) keluhan pelayanan adalah merupakan ekspresi perasaan ketidakpuasan atas standar pelayanan, tindakan atau tiadanya tindakan aparat pelayanan yang berpengaruh kepada para pelanggan. Terdapat berbagai tipe keluhan pelanggan, sebagaimana dinyatakan oleh Maclnnis dalam Metehan dan Yasemin yaitu terdapat empat tipe pelanggan berdasarkan keluhan (Ruslan, 2013: 3) yaitu: 1. Passives, merupakan tipikal pelanggan yang paling rendah tingkat keluhannya. Pelanggan ini biasa memiliki kecenderungan pasif atau acuh tak acuh terhadap kekecewaan yang dirasakan atas produk atau jasa perusahaan. 2. Voicers, pelanggan dengan tipikal ini adalah pelanggan yang melakukan keluhan langsung kepada retailer. 3. Irates, tipikal konsumen ini adalah konsumen yang marah atas kekecewaan layanan dengan referensi kepada konsumen lainnya yang sifatnya negatif, berhenti melakukan pembelian produk perusahaan, dan melakukan complain kepada provider tetapi tidak melalui pihak ketiga seperti media atau lembaga hukum (pemerintah). 4. Activist, tipikal pelanggan yang melibatkan ketiga jenis complain diatas dan melampiaskan keluhannya juga pada pihak ketiga yaitu media atau lembaga hukum (pemerintah). Akan tetapi timbul masalah lain, yakni masyarakat pengguna jasa sering tidak mau melakukan keluhan pelayanan kepada birokrasi karena adanya sikap ketidakyakinan bahwa pengaduan yang
dilakukan akan direspon oleh aparat secara baik. Masyarakat pengguna jasa merasa bahwa upaya pengaduan tidak akan efektif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Pengaduan yang dilakukan masyarakat tidak akan direspon secara serius. Sebernarnya dapat dikatakan keluhan merupakan aspirasi dari masyarakat, untuk itu diperlukan penanganan yang lebih lanjut untuk menangani setiap keluhan dari masyarakat, apabila penangan yang diberikan pihak instansi dapat dijalankan dengan baik, maka keluhan tersebut dapat memberikan kontribusi untuk memperbaiki pelayanan di suatu instansi pemerintah. Dapat digambarkan bahwa hubungan antara keluhan masyarakat dengan instansi adalah suatu komunikasi. Ruslan (2013: 3) menambahkan bahwa komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menunjukkan mekanisme umpan balik (feedback mechanism). Namun pada kenyataannya manajemen penanganan keluhan yang ada saat ini masih belum menjadi suatu prioritas dalam pelayanan publik. Keinginan setiap instansi pemerintahan adalah memahami keinginan publik, menyesuiakannya, dan berusaha memberikan yang terbaik bagi publik. Namun ada satu hal yang perlu diperhatikan pemerintah yaitu persoalan bagaimana menangani keluhan publik guna meningkatkan kepuasan pelanggan sebagai kritik dan saran untuk terwujudnya good governance. Komisi pelayanan publik (KPP) Provinsi Jawa Timur mencatat Kota Surabaya sebagai kota dengan jumlah pengaduan layanan publik paling banyak dari 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur selama semester pertama sejak Januari hingga Juni 2013. (www.tempo.com diakses tanggal 11 Desember 2013) Jumlah pengaduan yang diterima KPP Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya sebanyak 488 pengaduan atau 80,13 persen dari total pengaduan sebanyak 609 pengaduan. Disamping itu Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya mencatat terdapat lima dinas yang paling banyak mendapat keluhan dari masyarakat dalam periode Januari-Desember 2013 dapat dilihat sebagai berikut: Tabel I.1. Lima Dinas Teratas yang Mendapatkan Keluhan Masyarakat Tahun 2013 No. Instansi Jumlah Persentase (%) 1. Dinas PU Bina 419 33,6 Marga dan Pematusan 2. Dinas Kebersihan 263 21 dan Pertamanan 3. Satpol PP 99 8 4. PDAM Surya 92 7,5 Sembada 5. Dinas Kependudukan 56 4,5 dan Catatan Sipil 6. Lain-lain 317 25,4 Total 1246 100
2
*sumber: dinkominfo.surabaya.go.id (diolah penulis) Dari tabel I.1 dapat dilihat bahwa SKPD di lingkup Pemerintah Kota Surabaya yang cukup banyak mendapat keluhan dalah Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya pada periode Januari-Desember 2013 dengan jumlah 419 keluhan atau 33,6 persen dari 1246 keluhan. Sedangkan untuk dinas-dinas lain dilingkup pemerintah Kota Surabaya selain lima dinas diatas berbagi jumlah keluhan sebanyak 317 keluhan atau 25,4 persen dari 1246 keluhan. Sedangkan untuk distribusi keluhan yang masuk ke Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan tersebut terbagi atas sebagai berikut: Tabel I.2.Jenis keluhan masyarakat yang ditujukan untuk Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Tahun 2013 No. Keluhan Jumlah Persentase (%) 1. Jalan Rusak 234 56 2. Permasalahan 27 6,3 Banjir 3. Pavingisasi 26 6,2 4. Saluran Air 44 10,5 5. Lain-lain 88 21 Total 419 100 *sumber: dinkominfo.surabaya.go.id (diolah penulis) Dari Tabel I.2 dapat dilihat jumlah keluhan yang masuk di Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan pada periode Januari-Desember 2013 sebanyak 419 keluhan yang terdistribusi pada keluhan jalan rusak sebanyak 234 keluhan atau 56%, permasalahan banjir 27 keluhan atau 6,3%, pavingisasi 26 keluhan atau 6,2%, saluran air 44 keluhan atau 10,5%, dan lain-lain (meliputi peninggian jalan, gorong-gorong, trotoar, box culvert) 88 keluhan atau 21%. Berdasarkan pasal 273 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dan/atau barang bahkan sampai terjadi korban meninggal dunia dapat dijerat pidana penjara atau denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan sendiri memiliki media atau wadah untuk menampung keluhan masyarakat yang bernama Bina Marga Care Centre. Tujuan dibentuknya media atau wadah ini diharapkan dengan adanya Bina Marga Care Centre, keluhan yang masuk tidak harus selalu melalui Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Surabaya melainkan disampaikan langsung ke Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Kota Surabaya sehingga keluhan yang masuk dapat sesegera mungkin dapat ditangani dan memberikan solusi pemecahan keluhan. Partisipasi masyarakat dengan menyampaikan keluhan dapat membantu pemerintah untuk pengembangan pelayanan publik bagi pelaksanaan program pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi. Banyaknya pengaduan di Kota Surabaya telah mencerminkan adanya partisipasi masyarakat tentang pelayanan publik. Hal tersebut sejalan dengan apa yang yang diungkapkan oleh Western Australian Experience .(www.ombudsman.nt.gov.au diakses tanggal11 November 2013 ), yakni ”good complaint management is an integral part of quality customer service and also provides benefits for the agency and staff”. (manajemen keluhan yang baik merupakan bagian integral dari kualitas layanan pelanggan dan juga memberikan manfaat bagi lembaga dan staf). Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengumpulan data melalui observasi, interview, dan dokumentasi. Informan ditentukan melalui teknik purposive sampling dan teknik snowball sampling. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan analisis data dilakukakan melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Tinjauan Pustaka Manajemen Keluhan Menurut Kadampully (dalam Hammami, 2011: 296-314), manajemen keluhan merupakan “process involves complaint acquisition, transmission, analysis, handling and use of complaint related information in decision making”. (suatu proses yang terdiri dari pengaduan akuisisi, tranmisi, analisis, penanganan dan penggunaan informasi keluhan dalam pengambilan keputusan). Selain itu menurut Gilly and Hansen (2010: 623) menyatakan bahwa, “the strategic development of a complaint management system involves, analyzing, planning, implementing, and controlling”. (pengembangan strategis manajemen keluhan melibatkan analisis, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian). Lebih lanjut dalam guide for Canadian bussines (dalam Hansen, 2010: 6-23) juga disebutkan bahwa, “complaints management encompasses techniques, processes and system that lessen the chance of consumers having problems and allow bussines to respond fairly, efficiently and effectively when complaints arise”. (manajemen keluhan adalah teknik, proses dan sistem yang mengurangi kesempatan konsumen mengalami masalah dan memungkinkan organisasi untuk merespon secara adil, efisien, dan efektif ketika keluhan muncul). Prinsip Manajemen Keluhan yang Efektif Manajemen keluhan yang efektif memiliki arti strategis bagi organisasi dalam upaya membangun hubungan yang memuaskan dan menguntungkan
3
dengan para pengguna pelayanan. Namun demikian, selalu ditemukan kesulitan-kesulitan dalam pencarian mengenai pelanggan atas pelayanan publik yang diterima. Pada dasarnya, instansi tidak bisa mengukur hal tersebut dari data-data formal saja seperti data penjualan atau data konsumsi pelanggan terhadap pelayanan yang ada. Para pelanggan juga biasanya enggan untuk menyampaikan pengaduan secara resmi kepada lembaga penyelenggara pelayanan. Hal tersebut dikarenakan berbagai faktor yang mempengaruhi pelanggan baik yang bersifat personal ataupun yang berasal dari dalam lembaga penyelenggara pelayanan itu sendiri,misalnya karena sistem pengaduan yang dimiliki oleh lembaga tersebut tidak jelas dan berbelit belit, ataupun faktor penyebab internal yang lainnya. Menurut Stauss (dalam Gruber, 2011: 85110), aspek dalam penanganan keluhan yang efektif adalah sebagai berikut: a.
b.
c. d.
e.
f.
g.
h. i.
Adequancy/fairness of the outcome Kewajaran/keadilan dalam penanganan keluhan dan hasil solusi masalah serta kewajaran kompensasi yang ditawarkan. Access Kemudahan untuk menemukan contact person yang kompeten, kemudahan dalam penyampaian keluhan. Friendliness Keramahan, sopan santun, gaya komunikasi. Emphaty Kesediaan untuk mendengarkan keluhan pelanggan, memahami keluhan pelanggan, serta penanganan pengaduan. Individual handling Penanganan disesuaikan dengan keinginan pengadu. Effort/remedy Upaya untuk memecahkan pengaduan pelanggan. Active feedback Aktifitas umpan balik untuk mengetahui solusi terbaik untuk pelanggan, pemberitahuan tentang penundaan, umpan balik mengenai prosedur dan keputusan. Reliability Keandalan dalam menjaga janji. Speed Kecepatan respon terhadap pengaduan, kecepatan dimana keluhan diselesaikan.
Sedangkan menurut Queensland Ombudsman Northren Territory (2006: 2) menyebutkan ada 13 (tiga belas) elemen yang menjadi penilaian manajemen keluhan dikatan efektif: a.
Setting the scene Apakah sistem manajemen keluhan dilaksanakan secara konsisten dan adil di dinas terkait, feedback dari masyarakat digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, dan mengidentifikasi apa
yang dibutuhkan untuk meningkatkan sistem manajemen keluhan. b. Commitment Komitmen ditekankan untuk prioritas efektifitas sistem manajemen keluhan yang merefleksikan kebutuhan, ekspektasi, dan hak-hak masyarakat. c. Complaints management models Memiliki sistem manajemen keluhan yang meliputi tahapan penerimaan, pencatatan, pemrosesan, respon, dan pelaporan keluhan. d. Communication Proses komunikasi yang baik membantu memberikan pelayanan masyarakat yang bermutu. e. Visibility and access Memastikan bahwa masyarakat mengetahui dimana dan bagaimana cara untuk menyampaikan keluhan. f. Responsiveness and fairness Respon dalam menanggapi keluhan dan keadilan dalam menangani keluhan masyarakat. g. Resources Staf atau pegawai pilihan yang cocok dan terlatih dalam menanggapi keluhan. h. Personel and training Memberikan pelatihan sistem manajemen keluhan dan mendorong staf atau pegawai memiliki kepribadian yang positif dalam menangani keluhan. i. Assessment and investigation Keluhan dinilai berdasarkan tingkat keluhan dan ditujukan untuk siapa, seperti keluhan mengenai standar pelayanan atau keputusan yang dianggap masyarakat kurang tepat. j. Remedies Penangan keluhan membutuhkan penentuan kapasitas dan pelaksanaan perbaikan dalam suatu dinas. k. Business improvement Informasi keluhan digunakan untuk memperbaiki praktek bisnis dan meningkatkan efektifitas organisasi. l. Reviewing internal systems Peninjauan teratur terkait sistem manajemen keluhan memastikan apakah berjalan secara efisien, efektif, dan rensponsif untuk merubah keadaan dan kebutuhan. m. External review Instansi terkait menginformasikan kepada pengadu bahwa mereka mempunyai hak untuk melaporkan hasil penangan keluhan kepada organisasi peninjau eksternal. Pelayanan Publik Rasyid (dalam Widodo, 2001: 269) mengemukakan bahwa pemerintahan pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, akan tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat
4
mengembangkan kemampuan dan kreatifitasnya demi mencapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Moenir (dalam Setijaningrum, 2009: 2) pelayanan pada hakekatnya merupakan serangkaian kegiatan, karena itu ia merupakan proses yang berlangsung secara rutin dan berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan orang dalam masyarakat. Pendapat lain mengenai definisi pelayanan publik dikemukakan oleh Thoha (dalam Sedamaryanti, 2009: 243) adalah usaha yang dilakukan seseorang dan atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberi bantuan dan kemudahan kepada masyarakat untuk mencapai tujuan. Kualitas Pelayanan Publik Setiap pelayanan yang diberikan oleh organisasi pemberi pelayanan harus bisa memenuhi harapan masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Dalam memberikan pelayanannya dibutuhkan prosedur yang fleksibel, sederhana dan sesuai dengan kondisi masyarakat sehingga menjamin kepuasan dari pihak yang dilayani. Oleh karena itu organisasi birokrasi yang memberikan jasa pelayanan harus berorientasi penuh pada kebutuhan masyarakat bukan kepentingan mereka sendiri karenannya pelayanan yang diberikan harus bermutu. Gaspersz (dalam Sinambela, 2008: 6) mengemukakan pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok: a. Kualitas terdiri atas sejumlah keistimewaan pokok, baik keistimewaan langsung, maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan memberikan kepuasan atas penggunaan produk. b. Kualitas terdiri atas segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan. Sedangkan menurut Fitzsimmons (dalam Sinambela, 2008: 255) ada lima dimensi kualitas pelayanan yang apabila dimensi ini terpenuhi maka kualitas pelayanan tersebut baik: a.
b.
c.
d.
e.
Reliability (handal), yakni kemampuan untuk memberi secara tepat dan benar, jenis pelayanan yang telah dijanjikan kepada konsumen/pelanggan. Responsiveness (tanggap), yakni kesadaran/keinginan membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat. Assurance (jaminan), yakni pengetahuan/wawasan, kesopan santunan, kepercayaan diri dari pemberi layanan, respek terhadap konsumen. Empathy (empati), yakni kemauan pemberi layanan untuk melakukan pendekatan, memberi perlindungan, berusaha mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen. Tangibles (terjamah), yakni penampilan pegawai dan fasilitas fisik lainnya, seperti: peralatan/perlengkapan yang menunjang pelayanan.
Menurut Tjiptono (2006: 59) kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service dan perceived service atau kualitas jasa yang diharapkan dan kualitas jasa yang diterima atau dirasakan. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima atau dirasakan melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang buruk. Menurut Tjiptono ada empat elemen kualitas pelayanan sebagai berikut: a.
b.
c.
d.
e.
Bukti Fisik Bukti fisik (tangible) meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. Keandalan Keandalan (reliability) merupakan kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. Hal ini berarti instansi memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama (right the frist time). Selain itu juga berarti bahwa instansi yang bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati. Daya Tanggap Daya tanggap (responsiveness) merupakan keinginan para staf untuk membantu para konsumen dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Daya tanggap dapat berarti respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat. Meliputi kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam proses pelayanan, dan dalam penanganan. Jaminan Jaminan (assurance) mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. Empati Empati (empathy) merupakan kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan konsumen.
5
Hasil dan Pembahasan I.
Manajemen Keluhan di Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya Tidak dapat dipungkiri bahwa munculnya keluhan seringkali mengindikasikan adanya sejumlah kelemahan atau keburukan dari suatu organisasi. Namun harus diingat bahwa, munculnya keluhan sekaligus sebagai peringatan yang sangat bermanfaat bagi upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. Maka dari itu Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya membentuk suatu tim yang mempunyai tugas khusus untuk melayani masyarakat terkait masalah keluhan yaitu Bina Marga Care Centre. Pada bagian ini penelitian difokuskan terhadap manajemen keluhan yang dilakukan oleh Bina Marga Care Centre. Konsep manajemen keluhan sendiri telah banyak dikemukakan oleh para ahli organisasi maupun manajemen dan memiliki makna yang berbeda tergantung kepada acuan yang dipergunakan. Dalam menentukan kriteria manajemen keluhan dikatakan baik, peneliti telah memilih teori manajemen keluhan yang dikemukakan oleh Bernd Stauss yang memiliki aspek sebagai berikut: (Gruber, 2011: 85-110) j. Adequancy/fairness of the outcome : Dari aspek tersebut peneliti mengetahui secara detail kewajaran atau keadilan dalam proses manajemen keluhan. k. Access : Dari aspek tersebut peneliti mengetahui bagaimana kemudahan masyarakat untuk menyampaikan keluhan. l. Friendlines : Dari aspek tersebut peneliti mengetahui keramahan, sopan santun, gaya komunikasi. m. Emphaty : Dari aspek tersebut peneliti mengetahui kesediaan untuk mendengarkan keluhan pelanggan, memahami keluhan pelanggan, serta menangani keluhan. n. Individual handling : Dari aspek tersebut peneliti mengetahui kesesuaian penanganan dengan keluhan masyarakat. o. Effort/remedy : Dari aspek tersebut peneliti mengetahui upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan keluhan masyarakat. p. Active feedback : Dari aspek tersebut peneliti mengetahui aktifitas umpan balik pemberitahuan tentang penundaan penanganan keluhan. q. Reliability : Dari aspek tersebut peneliti mengetahui keandalan dalam proses manajemen keluhan. r. Speed : Dari aspek tersebut peneliti mengetahui kecepatan reaksi terhadap pengaduan dan kecepatan reaksi diselesaikan. I.
1 Adequancy/fairness of the outcome Keadilan dalam proses pelayanan merupakan hal penting, sebisa mungkin tidak terjadi ketimpangan dalam hal proses maupun penanganan keluhan yang ditujukan bagi masyarakat. Dari hasil wawancara yang diperoleh dilapangan menunjukkan jika proses
manajemen keluhan terkait aspek kewajaran atau keadilan bahwa Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan telah berjalan sesuai dengan koridor yang ditentukan, siapa yang melaporkan keluhan terlebih dahulu maka dia yang diproses terlebih dahulu sedangkan untuk hal subyektifitas pelapor tidak ada tebang pilih dalam menindaklanjuti dan menangani keluhan tersebut yang sejalan dengan asas Bina Marga Care Centre yaitu persamaan perlakuan dimana pelayanan diberikan secara obyektif dan rinci tanpa berdasar subyektifitas pelapor. Sub kesimpulan terkait bentuk keadilan dan kewajaran dalam hal proses manajemen keluhan sudah terpenuhi, sebab Bina Marga Care Centre tidak tebang pilih dalam melayanai dan menangani keluhan masyarakat. I.
2 Access Sebagai instansi yang bergerak dalam bidang pembangunan dan perawatan fasilitas umum seperti jalan raya, saluran air, jembatan tentunya Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya menerima keluhan yang tidak sedikit, hal itu disebabkan karena fasilitas umum tersebut tidak hanya rusak akibat termakan usia tetapi juga disebabkan oleh faktor alam. Sehingga mau tidak mau Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga harus menyediakan akses yang mudah dan luas untuk menampung setiap keluhan dari masyarakat Ketersediaan dan kemudahan akses yang diberikan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya berupa media penyampaian keluhan sebagai sarana untuk melayani masyarakat yang dituntut untuk memberi pelayanan yang mempermudah bagi masyarakat Kota Surabaya untuk menyampaikan keluhan dengan media yang telah disediakan yaitu call centre, short message service (SMS), facebook, dan media partnership (media centre, suara surabaya, jawa pos, dan surya). Sub kesimpulan terkait aspek akses, Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya sudah mengalami peningkatan terkait media penyalur keluhan, sebab Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya sudah menyediakan media elektronik untuk menerima keluhan masyarakat yaitu call centre: 531-2144 ext.114, facebook: Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan, sms: 0856-4881-9226, serta media partnership. I.
3 Friendliness Keramahan, sopan santun dan gaya komunikasi sangat diperlukan untuk memberikan kesan nyaman pada masyarakat. Seringkali pegawai pelayanan pada dinas mendapat rapor buruk dalam aspek ini. Pandangan masyarakat tentang pelayanan yang mereka terima tidak jauh dari stigma negatif. Namun dengan adanya inisiatif dari Dinas Pekerjaan Umum Biana Marga dan Pematusan Kota Surabaya stigma negatif tersebut diharapkan hilang dengan dibentuknya Bina Marga Care Centre yang menerapkan aspek ini.
6
Bentuk keramahan, sopan santun, dan gaya komunikasi yang telah dilakukan Bina Marga Care Centre adalah dengan menggunakan bahasa komunikatif pelayanan, merendahkan nada berbicara, setiap detail kata dari customer harus didengarkan, dan selama percakapan, operator harus bisa menghadirkan kesan nyaman bagi customer dengan cara mendengarkan dengan baik, tidak memutus pembicaraan, tidak berbicara dengan nada kasar dan pilihan kalimat yang tidak sopan. Sub kesimpulan terkait aspek keramahansudah terpenuhi, sebab pegawai selalu bersikap ramah dan sopan dalam berkomunikasi dengan masyarakat. I.
4 Empathy Empati disini diartikan sebagai kesediaan untuk mendengarkan keluhan pelanggan, memahami keluhan pelanggan, serta penanganan pengaduan. Dapat dilihat bahwa Bina Marga Care Centre telah bersedia secara maksimal untuk mendengarkan keluhan dari masyarakat, begitu pula dalam hal penanganan keluhan Bina Marga Care Centre telah berkomunikasi secara integral dengan internal partner untuk mendapatkan penyelesaian keluhan yang diharapkan. Sub kesimpulan terkait aspek empati sudah terpenuhi, sebab pegawai Bina Marga Care Centre telah bersedia mendengarkan, memahami, dan menangani keluhan. I. 5 Individual Handling Kesesuaian yaitu ketepatan keluhan yang disampaikan masyarakat dengan solusi yang diberikan. Adanya bidang disetiap instansi pemerintahan bertujuan untuk mempermudah suatu pekerjaan, begitu juga Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya yang memiliki spesialisasi tugas masing-masing. Kesesuaian penanganan keluhan dibuktikan dengan adanya pernyataan dari salah satu warga yang menjadi informan, yang menyatakan bahwa keluhannya telah ditangani oleh Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan sesuai dengan apa yang dikeluhkan. Sub kesimpulan terkait aspek kesesuaian dalam penanganan keluhan sudah terpenuhi, sebab adanya koordinasi antar bidang yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya dalam menindaklanjuti dan menangani keluhan sesuai dengan keluhan yang diterima. I.
6 Effort/remedy Banyaknya jumlah fasilitas publik yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan, sehingga tidak menutup kemungkinan akan banyaknya keluhan dari masyarakat terkait keberadaan fasilitas publik yang dianggap tidak lagi layak oleh masyarakat. Terkadang keluhan yang disampaikan masyarakat tidak segera ditangani oleh pemerintah entah karena banyaknya antrian keluhan yang harus ditangani ataupun terbatasnya jumlah tenaga kerja di lapangan.
Terkait upaya untuk memecahkan pegaduan pelanggan, informan memberikan jawaban bahwa pernah ada keluhan dari masyarakat mengenai banyaknya pasir yang meyumbat gorong-gorong. Pihak Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya menyanggupi untuk menyediakan alatalat dan pengangkutan pasir, hal ini menggambarkan bahwa dinas telah berupaya secara maksimal untuk memecahkan keluhan masyarakat. Sub kesimpulan terkait aspek upaya sudah terpenuhi, sebab Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya telah berusaha secara maksimal untuk memecahkan setiap keluhan dan memberikan solusi alternatif dari keluhan tersebut, sebagai contoh Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya menyanggupi menyediakan alat-alat yang yang nantinya dapat digunakan masyarakat untuk mengatasi keluhan mereka. I.
7 Active Feedback Pemberitahuan dalam hal ini yaitu terkait keluhan yang disampaikan masyarakat terjadi penundaan penanganan keluhan yang disebabkan oleh adanya keterbatasan sumber daya manusia yang ada pada Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya. Terkait dengan keterbatasan sumberdaya manusia tersebut menurut informan memberikan jawaban bahwa kondisi tersebut terjadi karena petugas dilapangan overload pekerjaan sehingga terjadi penundaan penanganan keluhan. Standar menanyakan informasi lengkap tentang pelapor juga merupakan suatu tindakan pencegahan apabila terjadi penundaan keluhan agar segera bisa dilakukan feedback ke masyarakat tentang penundaan penanganan tersebut. Sub kesimpulan terkait pemberitahuan penundaan penaganan sudah terpenuhi, sebab pegawai selalu menanyakan detail lengkap pelapor untuk nantinya apabila terjadi penundaan penanganan keluhan segera diinformasikan. I.
8 Reliability Keandalan dalam proses manajemen keluhan yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya meliputi ketersediaan peralatan penunjang proses manajemen keluhan serta diimbangi dengan sumber daya yang mencukupi untuk proses tersebut. Terkait aspek keandalan menunjukkan bahwa Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya masih kurang memadai terkait kelengkapan peralatan penunjang proses manajemen keluhan hanya sebatas peralatan kantor seadanya yang digunakan sekamsimal mungkin untuk menunjang proses manajemen keluhan. Ketersediaan sumberdaya manusia juga dirasa kurang mencukupi apabila dilihat dari jumlah keluhan yang masuk setiap bulannya, tim Bina Marga Care Centre hanya terdiri dari empat orang dan merangkap pekerjaan lain sebagai pegawai tidak dikhususkan dalam proses manajemen keluhan itu sendiri
7
dikarenakan belum ada legalitas yang jelas tentang tim pelayanan keluhan tersebut. Sub kesimpulan terkait aspek keandalan dalam proses manajemen keluhan masih belum terpenuhi, sebab terbatasnya perlatan dan sumber daya manusia untuk menunjang proses manajemen keluhan serta belum adanya legalitas untuk Bina Marga Care Centre itu sendiri. I.
9 Speed Kecepatan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam proses penanganan keluhan. Apabila keluhan tidak segera ditanggapi, maka rasa tidak puas terhadap organisasi akan menjadi permanen dan tidak dapat diubah kembali. Sedangkan apabila keluhan tersebut ditanggapi dengan cepat, maka ada kemungkinan masyarakat tersebut akan puas. Terkait aspek kecepatan digambarkan sebagai kecepatan reaksi terhadap keluhan dan kecepatan terhadap penanganan keluhan. Dari pernyataan informan bahwa kecepatan reaksi terhadap keluhan yang masuk 1x24 jam waktu yang dibuthkan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya untuk merespon dan membalas keluhan yang masuk serta memberikan keterangan-keterangan yang masyarakat inginkan. Sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk penanganan adalah 3x24 jam. Sub kesimpulan terkait aspek kecepatan sudah terpenuhi, sebab telah diatur standar waktu untuk merespon keluhan yaitu 1x24 jam, sedangkan untuk standar waktu penanganan keluhan 3x24 jam. II. Kualitas Pelayanan Publik Sesuai dengan kenyataan dilapangan, maka kualitas pelayanan publik pada Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya dianalisis dengan menggunakan aspek tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty.(Tjiptono, 2006: 59) II. 1 Bukti Fisik Bukti fisik diartikan sebagai kemampuan instansi dalam menunjukkan eksistensinya atau kemampuannya ketika berhadapan langsung dengan masyarakat. Sebagai contoh kelengkapan sarana dan prasarana pada suatu instansi dapat menunjang proses pelayanan publik. Semakin lengkap sarana dan prasarana yang disediakan tentu dapat meningkatkan rasa puas pada masyarakat. Selain itu ketersediaan sarana komunikasi dan pegawai yang mumpuni menjadi aspek penting dalam menyediakan pelayanan yang berkualitas bagi masyarakat. Peranan teknologi yang berbasis informasi dan komunikasi sangat diperlukan dalam menyediakan produk yang berupa barang atau jasa. Dalam perannya untuk produk-produk berbentuk barang maupun jasa, teknologi informasi sangat berperan dalam menjalin hubungan perusahaan dengan distributor atau memberikan informasi mengenai produk mereka kepada konsumen, selain digunakan untuk menjalankan fungsi-fungsi perusahaan secara internal.
Berdasarkan temuan dilapangan bahwa peralatan fisik Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya untuk menunjang proses pelayanan keluhan hanya berupa peralatan kantor pada umumnya. Pegawai frontline untuk menyambut masyarakat juga tidak dapat ditemukan pada saat masyarakat hendak menyampaikan keluhannya sehingga seringkali masyarakat kebingungan harus menyampaikan keluhannya dimana karena tidak adanya informasi mengenai ruang tersebut, serta tidak dilengkapi dengan fasilitas ruang tunggu untuk masyarakat. Sub kesimpulan aspek bukti fisik masih belum terpenuhi, sebab ketersedian sarana dan prasarana untuk menunjang pelayanan yang berkualitas hanya sebatas peralatan kantor serta ketersediaan sumber daya manusia masih sangat minim untuk menaungi keluhan. II. 2 Keandalan Dalam hal ini berarti instansi memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama (right the frist time). Selain itu juga berarti bahwa instansi yang bersangkutan memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang disepakati. Terkait aspek keandalan bahwa Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya telah menyajikan pelayanan secara akurat dikarenakan pegawai telah menguasai bidang masingmasing, selain itu keluhan yang masuk pasti dikoordinasikan dengan bidang dimana keluhan itu muncul sehingga sangat kecil kemungkinan terjadi kesalahan dalam penanganan keluhan, dan dengan cara yang sama penanganan selesai sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan. Sub kesimpulan terkait aspek keandalan sudah terpenuhi, sebab Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya mempunyai sumberdaya manusia yang kompeten dibidangnya di bidang mana keluhan tersebut muncul, serta ketepatan waktu penanganan yang diberikan. II. 3 Daya Tanggap Daya tanggap dapat berarti respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat. Meliputi kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam proses pelayanan, dan dalam penanganan. Terkait aspek daya tanggap menggambarkan bahwa masyarakat belum sepenuhnya mengetahui penambahan akses untuk menyampaikan keluhan yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya. Hal itu diakibatkan kurangnya media sosialisasi yang disediakan oleh dinas. Terkait daya tanggap pegawai dirasa kurang tanggap karena tidak ada pegawai yang menyambut pelapor. Sub kesimpulan terkait aspek daya tanggap belum terpenuhi, sebab tidak adanya pegawai frontline yang menyambut calon pelapor ketika akan melakukan
8
keluhan dan masih minimnya sosialisasi tentang penambahan akses keluhan. II. 4 Jaminan Jaminan (assurance) mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki staf, bebas dari bahaya, risiko atau keraguraguan.(Tjiptono, 2006: 59) Dalam hal ini peneliti mencoba mencari tahu kemapuan dan pengetahuan pegawai dalam memberikan pelayanan publik, pelayanan yang dimaksudkan disini adalah pelayanan proses keluhan. Terkait aspek empati menjelaskan bahwa petugas sudah cukup menguasai dalam menangani hambatan yang muncul. Karena setiap keluhan yang masuk akan dikoordinasikan dengan bidang dimana keluhan tersebut muncul. Sedangkan untuk solusi permasalahan dilapangan didapatkan dari pengalaman petugas selama bertugas dilapangan selama ini sehingga meminimalisir keluhan yang tidak dapat diselesaikan oleh Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya. Sub kesimpulan terkait aspek jaminan sudah terpenuhi, sebab pegawai merupakan seorang yang ahli di bidangnya yan secara otomatis memiliki kemampuan yang kompeten untuk menangani keluhan yang ada. II. 5 Empati Empati (empathy) merupakan kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan konsumen.(Tjiptono, 2006: 59) Dimana dalam topik pembahasan empati ini dapat meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan dengan masyarakat, komunikasi yang baik antara pegawai Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya dengan pelapor, dan seberapa besar kemampuan pegawai dalam memahami kebutuhan para pelapor. Dalam menumbuhkan sikap empati ini, berbagai upaya dilakukan oleh pegawai Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya khususnya dalam bidang menangani keluhan masyarakat. Terkait dengan aspek empati bahwa empati yang dilakukan oleh pegawai didalam pelaksanaan proses keluhan dikatakan baik. Petugas telah bersikap ramah terhadap pelapor dan juga berusaha menggali kebutuhan pelapor. Dalam pelaksanaan proses keluhan pegawai secara langsung berhubungan dengan masyarakat yang bertindak sebagai pelapor harus mampu melayani dengan optimal dan mampu memberikan pelayanan dengan sepenuh hati. Sub kesimpulan terkait aspek empati sudah terpenuhi, sebab pegawai Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya telah bersikap ramah, mencoba menggali kebutuhan masyarakat, dan memberikan pelayanan sepenuh hati kepada masyarakat.
Kesimpulan Dari hasi penelitian yang telah dilakukan di Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya terkait manajemen keluhan sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik dapat disimpulkan terjadi peningkatan kualitas pelayanan publik, karena dari sembilan aspek dari manajemen keluhan sudah terpenuhi dan hanya satu aspek yang tidak terpenuhi. Berikut rinciannya: 1. Adequency/fairness of out come Keadilan dan kewajaran dalam hal proses manajemen keluhan sudah terpenuhi, sebab Bina Marga Care Centre tidak tebang pilih dalam melayanai dan menangani keluhan masyarakat. 2. Access Akses dalam Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya sudah mengalami peningkatan terkait media penyalur keluhan, sebab Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya sudah menyediakan media elektronik untuk menerima keluhan masyarakat yaitu call centre: 531-2144 ext.114, facebook: Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan, sms: 0856-48819226, serta media partnership. 3. Friendlines Keramahan, sopan santun, dan gaya komunikasi pegawai Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya yang diberikan sudah cukup baik. 4. Emphaty Aspek empati sudah terpenuhi, sebab pegawai Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya telah bersedia mendengarkan, memahami, dan menangani keluhan masyarakat. 5. Individual handling Kesesuaian dalam penanganan keluhan sudah terpenuhi, sebab adanya koordinasi antar bidang yang dilakukan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya dalam menindaklanjuti dan menangani keluhan sesuai dengan keluhan yang diterima. 6. Effort/remedy Upaya Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya dalam menangani keluhan sudah terpenuhi, sebab Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya bersedia menyediakan alat-alat untuk menunjang menyelesaikan keluhan masyarakat. 7. Active feedback Aspek tentang pemberitahuan penundaan penanganan sudah terpenuhi, sebab pegawai selalu menanyakan detail lengkap pelapor untuk nantinya apabila terjadi penundaan penanganan keluhan segera diinformasikan. 8. Reliability
9
Keandalan dalam proses manajemen keluhan masih belum terpenuhi, sebab terbatasnya perlatan dan sumber daya manusia untuk menunjang proses manajemen keluhan serta belum adanya legalitas untuk Bina Marga Care Centre itu sendiri. 9. Speed Aspek kecepatan sudah terpenuhi, sebab telah diatur standar waktu untuk merespon keluhan yaitu 1x24 jam, sedangkan untuk standar waktu penanganan keluhan 3x24 jam. Dari hasil tentang kualitas pelayanan publik dapat dikatakan kualitas pelayanan publik pada Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya sudah cukup baik karena tiga dari lima aspek yang ditentukan sudah terpenuhi, meskipun terdapat beberapa aspek yang belum terpenuhi yaitu bukti fisik dan daya tanggap. Berikut rinciannya: 1. Bukti Fisik Pada aspek bukti fisik masih belum terpenuhi, sebab ketersedian sarana dan prasarana di Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya untuk menunjang pelayanan yang berkualitas hanya sebatas peralatan kantor serta ketersediaan sumber daya manusia masih sangat minim untuk menaungi keluhan. 2. Keandalan Keandalan sudah terpenuhi, sebab Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya mempunyai sumberdaya manusia yang kompeten dibidangnya di bidang mana keluhan tersebut muncul, serta ketepatan waktu penanganan yang diberikan. 3. Daya Tanggap Daya tanggap belum terpenuhi, sebab tidak adanya pegawai frontline yang menyambut calon pelapor ketika akan melakukan keluhan dan masih minimnya sosialisasi tentang penambahan akses keluhan. 4. Jaminan Jaminan sudah terpenuhi, sebab pegawai merupakan seorang yang ahli di bidangnya yang secara otomatis memiliki kemampuan yang kompeten untuk menangani keluhan yang ada. 5. Empati Empati yang dilakukan oleh pegawai didalam pelaksanaan proses keluhan dikatakan baik. Petugas telah bersikap ramah terhadap pelapor dan juga berusaha menggali kebutuhan pelapor. Dalam pelaksanaan proses keluhan pegawai secara langsung berhubungan dengan masyarakat yang bertindak sebagai pelapor harus mampu melayani dengan optimal dan mampu memberikan pelayanan dengan sepenuh hati. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terkait manajemen keluhan sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik di Dinas
Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan publik mengalami peningkatan. Akan tetapi masih terdapat beberapa hal yang perlu dipenuhi terkait aspek yang digunakan. Peneliti mencoba memberikan saran terhadap Dinas Pekerjaan Umun Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya terkait manajemen keluhan sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. Saran tersebut antara lain: 1. Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya disarankan untuk menambah jumlah pegawai dalam tim Bina Marga Care Centre sebagai upaya meningkatkan pelayanan keluhan masyarakat. 2. Mengalokasikan secara khusus sarana dan prasana untuk menunjang kinerja pegawai dalam proses manajemen keluhan di Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya. 3. Melakukan pelatihan terkait manajemen keluhan untuk pegawai sebagai upaya meningkatkan kemampuan tim Bina Marga Care Centre dalam menyelesaikan keluhan masyarakat. Daftar Pustaka Gruber, Thorsten. 2011. I Want To Believe They Really Care (How Complaining Customers Want To Be Treated by Frontline Employees). Journal of service management.Vol. 22, No. 1. Pp. 85110 Hammami, Samiha Mjahed. 2011. Exploring The Information Technology Contribution to Service Recovery Performance Through Knowledge Based Resources. VINE.The journal of Information and Knowledge Management Systems. Vol. 41, No. 3, pp. 296-314. Hansen, Torben, et.all. 2010. Managing Consumer Complaints: Differences and Similarities Among Heterogeneous Retailers. International Journal of Retail & Distribution Management.Vol. 38, No. 1. Pp. 6-23. Hariani, Dyah. 2008. Manajemen Keluhan Dan Penanganan Keluhan Dalam Pelayanan Publik. Vol.5, No.2, Hal: 239-253 Hidayaturrahmi. 2008. Efektifitas Sistem Penanganan Keluhan Masyarakat dalam Management. Merdeka. 2013. Ombudsman RI: Pelayanan Publik diSulsel dan www.merdeka.com November 2013)
Papua (diakses
Terburuk. tanggal 11
10
Queensland Ombudsman Northern Territory. 2006. Effective Complaints Management. Ruslan, Chandra. 2013. Perilaku Keluhan Dan Motif Keluhan Pelanggan Restoran . Vol. 2 No. 1, Hal: 1-10. Sedamaryanti. 2009. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan (Mewujudkan Pelayanan Prima dan Kepemerintahan yang Baik). Bandung: Refika Aditama. Setijaningrum, Erna. 2009. Inovasi Pelayanan Publik. Surabaya: Revka Petra Media. Sinambela, L.P, dkk.2008. Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: Bumi Aksara. Syafiie, Inu Kencana.2006. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: Rineka Cipta. Tempo,
2013. Surabaya Dominasi Pengaduan Layanan Publik. www.tempo.co (diakses tanggal 11 Desember 2013)
Tjiptono, Fandy. 2006. Manajemen Jasa. Edisi Keempat. Yogyakarta: CV. Andi Offset. UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayan Publik UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Widodo, Joko. 2001. Good Governance: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya: Insan Cendekia.
11