9 Fatma M.Ngabito “ Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Rencana Pengelolaan Tata Ruang Wilayah Di Kota Gorontalo”
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA PENGELOLAAN TATA RUANG WILAYAH DI KOTA GORONTALO. Fatma M. Ngabito Program Studi Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Ichsan Gorontalo Abstrak penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Rencana Pengelolaan Tata Ruang Wilayah di Kota Gorontalo,dan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menghambat dan mendukung Implementasi Kebijakan Pemerintah TentangRencana Pengelolaan Tata Ruang Wilayah di Kota Gorontalo.Dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, dan model pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini seperti dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini difokuskan pada Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Rencana pengelolaan Tata Ruang Wilayah Di Kota Gorontalo dimana indikator dari implementasi dilihat dari tujuan, sasaran, dan bagaimana strategi untuk mencapai tujuan. Dalam pelaksanaanya dihadapkan pada masaalah-masalah yang akan ditemui pada saat pelaksanaan implementasi dilihat dari beberapa hal seperti: komunikasi antar organisasi antar unsur pelaksana, sumber daya, disposisi/sikap para pelaksana, dan struktur birokrasi.Berdasarkan hasil penelitian menunjukan, bahwa Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Rencana Pengelolaan Tata Ruang Wilayah Di Kota Gorontalo, belum optimal. Sebab kenyataan dilapangan dalam tataran pelaksanaanya masih terdapat banyak kekurangan,diantaranya adalah fungsi kontrol yang tidak jalan baik, dari pihak pemerintah, dari pihak legislatif, dan dari masyarakat itu sendiri, sehingga terkesan masing-masing pihaktersebut belum memainkan perannya dengan baik. Masih kurangnya sosialisasi secara kontinyu kepada masyarakat, masih terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki kompotensi terkait dengan tata ruang,serta masih kurangnya komitmen dan konsistensi dari para aparat pelaksana dilapangan sehingga penerapan implementasi perda ini belum maksimal.Selanjutnya disarankan kepada pemerintah daerah agar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dapat digunakan secara optimal, sebagai acuan penyusunan program pembangunan daerah. Memperjelas fungsi Dinas/instansi yang seharusnya memiliki kewenangan penuh dalam menindaklanjuti pelaksanaan manfaat tata ruang, berupaya kedepan agar memikirkan pembukaan lahan baru bagi petani pemilik sawah yang telah beralih fungsi peruntukannya, Serta meningkatkan peran serta masyarakat, swasta, dalam proses penyususnan, implementasi, dan pengawasan rencana pengelolaan tata ruang wilayah. Kata Kunci: Implementasi Kebijakan Tentang Pengelolaan Tata RuangWilayah ABSTRACT The purpose of this study was to determine how the implementation of the Government Policy About Spatial Management Plan in Gorontalo city, and to determine the factors that impede and support the implementation of Government Policy About Spatial Management Plan in the city of Gorontalo. By using descriptive qualitative approach, and model of data collection used in this study as the observation, interviews, and documentation.This study focused on the implementation of the Government Policy About Spatial management plan in Gorontalo city where indicators of implementation in view of the goals, objectives, and how the strategy to achieve the goal. In the implementation faced with the problem of the problems that will be encountered during the implementation of the implementation views of some things like: interorganizational communication between implementing elements, resources, disposition / attitude of the executive, and the bureaucratic structure.Based on the results of the study
10 Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial “Amanah” Edisi Vol. V No. I Januari- April 2016
showed, that the implementation of the Government Policy About Spatial Management Plan In Gorontalo, not optimal. Because the fact the field at the level of implementation, there are still many shortcomings, including the control function that is not good way, of government, of the legislature, and of society itself, so that impressed each such party has not played his part well. There is still a lack of socialization continuously to the community, the limited human resources that have the competency associated with spatial, as well as the lack of commitment and consistency of the executive officers in the field so that the application of the implementation of this regulation is not maximized.Furthermore advised local governments to Spatial Plan (Spatial) can be used optimally, as a reference preparation of regional development programs. Clarify the function of government offices/agencies that should have full authority to follow up on the implementation of spatial benefits, the next attempt to think about the opening of new land for farmers land owners who have converted designation, As well as increasing the participation of public, private, in the process of arranging, implementation, and oversight spatial management plan. Keywords: Implementation of the Policy on the Management of Spatial Latar Belakang Masalah Undang undang No. 32 Tahun 2004 tentangPemerintah Daerah mengamanatkan bahwa Daerah diberikan keleluasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri, sesuai dengan potensi yang dimilki oleh Daerah. Dalam hal ini bahwa Daerah otonom memiliki hak, dan wewenang serta kewajiban untuk mengurus dan mengatur urusan pemerintahan dan kepentingan publik. Selain itu tujuan otonomi Daerah pada dasarnya ditujukan untuk memberikan kewenangan dan kesempatan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi yang nyata, luas, dan bertanggungjawab, dalam rangka meningkatkan kesejateraan masyarakat. Salah satunya adalah di bidang penataan tata ruang wilayah yang dituangkan dalam peraturan Daerah N0. 40 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Gorontalo. Sebagai Ibu Kota Provinsi Gorontalo dapat dikatakan bahwa Kota Gorontalo telah tumbuh dan berkembang dengan cepat, secara fisik maupun non fisik akibat peningkatan jumlah penduduk, aktifitas perekonomian, sosial dan budaya. Perkembangan ini tentunya langsung diikuti dengan meningkatnya dinamika penduduk dan tuntutan akan peningkatan pelayanan yang salah satunya juga berimbas kepada sistem adiministrasi kewilayahan Kota Gorontalo. Dariaspek keruangan, perubahan-perubahan ini tentunya akan berdampak pada tata ruang Kota karena perkembangan yang ada
menunjukkan bahwa perubahan-perubahan kewilayahan yang terjadi tidak hanya dari aspek administrasi saja namun juga terjadi pada aspek fungsional kawasan di mana di beberapa kawasan terjadi perubahan peruntukan lahan ke fungsi-fungsi yang kurang sesuai dengan arahan tata ruang. Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah. Namun, untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berdasarkan wawasan nusantara, dan ketahanan nasional, serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggungjawab, penataan ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaanya demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antar daerah dan wilayah, antar sektor dan antara pemangku kepentingan. Di samping itu lahirnya undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Ruang harus didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, dan nilai strategis kawasan. Berkaitan dengan kebijakan otonomi daerah maka, wewenang penyelangaaran dan pengelolaan penataan ruang oleh pemerintah daerah mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang, didasarkan pada pendekatan wilayah administratif. Selain itu Undang undang tata ruang juga telah mengamanatkan beberapa hal yang harus diakomodir dalam dokumen tata ruang daerah seperti kewajiban
11 Fatma M.Ngabito “ Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Rencana Pengelolaan Tata Ruang Wilayah Di Kota Gorontalo”
setiap daerah untuk mengalokasikan ruang terbuka hijau (RTH) sebesar 30%, penerapan insentif dan disintensif, maupun kompensasi. Peraturan Daerah N0. 40 Tahun 2011 tentang RencanaTata Ruang Wilayah Kota Gorontalo. Penataan Ruang Terbuka Hijau merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah. Rumusan Masalah :1) Bagaimana Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Rencana Pengelolaan Tata Ruang Wilayah diKota Gorontalo; 2) Faktor-faktor apa yang menghambat dan mendukung Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Rencana Pengelolaan Tata Ruang Wilayah di Kota Gorontalo? Tinjauan Pustaka Pengertian Adminitrasi Publik Konsep Implementasi memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan dari Administrasi, ada beberapa pendapat para ahli yang terkait dengan administrasi seperti yang dikemukan olehA.Dunsire yang dikutip oleh Donovan dan Jacson dalam Keban (2008:2-3) Adminitrasi diartikan sebagai arahan,pemerintahan, kegiatan implementasi, kegiatan pengarahan, penciptaan prinsipprinsip implementasi kebijakan publik, kegiatan untuk melakukan analisisi, menyeimbangkan dan mempresentasikan keputusan, pertimbangan-pertimbangan kebijakan,sebagai pekerjaan individual dan kelompok, dalam menghasilkan barang dan jasa publik, dan sebagai arena bidang kerja akademik, dan teoritik. Pengertian Kebijakan Publik. Young dan Quinn, dalam Edi Suharto (2010 : 44) mengatkan bahwa kebijakan publik adalah tindakan yang dibuat dan di imlementasikan oleh badan pemerintah yang memilki kewenangan hukum, politis dan finansial untuk melakukannya. Sedangakan William N. Dunn, (2003:109) mengatakan bahwa kebijakan publik adalah merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang di buat oleh badandan pejabat pemerintah, diformulasikan dalam berbagai bidang – bidang isu seperti
pertahanan, energy, kesehatan, pendidikan, kesejateraan, kriminalitas, perkotaan dll. Pengertian Implementasi Kebijakan. Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampakatau akibat itu dapat berupa undangundang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan. Sementara Winarmo (2012:21) Mengatakan bahwa implementasi kebijakan dibatasi sebagai menjangkau tindakan tindakan yang dilakukan oleh individu-individu pemerintah dan individuindivudu swasta (sekelompok-kelompok) yang diarahkan untuk mrncapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusankeputusan kebijaksanaan sebelumnya. Mazmanian dan Sebastiar mendefinisikan implementasi sebagai berikut: “Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanyadalambentuk undang-undang, namundapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan”. (Mazmanian dan Sebastiar dalam Wahab, 2005:68). Metode Penelitian : Jenis dan Pendekatan Penelitian Dari segi jenis penelitian, penelitianini merupakan penelitian deskriptif, yang bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena. Widodo dan Mukhtar (2000:1718) menyebutkan bahwa penelitian deskriptif itu sendiri adalah suatu metode yang digunakan untuk menemukan pengetahuan yangseluas-luasnya terhadap objek penelitian pada saat tertentu. Jenis penelitian ini menjelaskan gambaran keadaan obyek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang nampak sebagaimana adanya, Berdasarkan manfaatnya,penelitian ini termasuk penelitian murni, karena penelitian ini dilakukan karena kebutuhan peneliti sendiri dalam kerangka akademis. Penelitian murni lebih banyak
12 Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial “Amanah” Edisi Vol. V No. I Januari- April 2016
ditujukan bagi pemenuhan keinginan atau kebutuhanpeneliti,sehingga peneliti memiliki kebebasan untuk menentukan permasalahan apa yang akan diteliti. Hasil dan Pembahasan Faktor-faktor penghambat dan yang mendukung implementasi kebijkan. Teori George C. Edward III dalam Subarsono. (2012:90) Dalam pandangan Edward III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh 4 (empat) variabel, yakni : 1) komunikasi, 2) sumber daya, 3) disposisi, 4) struktur birokrasi. Ke-empat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lainya. (1). Komunikasi Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran. Ada tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan aspek komunikasi ini, yaitu:a).Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu hasil implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam proses transmisi ini yaitu adanya salah pengertian, hal ini terjadi karena komunikasi implementasi tersebut telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga hal yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan; b). Kejelasan informasi, dimana komunikasi atau informasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan. Kejelasan informasi kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi kebijakan, dimana pada tataran tertentu para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan, tetapi pada tataran yang lain maka hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan; c). Konsistensi informasi yang disampaikan, yaitu perintah ataupun informasi yang diberikan dalam pelaksanaan suatukomunikasi haruslah jelas dan konsisten
untuk dapat diterapkan dan dijalankan. Apabila perintah yang diberikan seringkali berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan. (2).Sumber daya Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangansumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya finansial. sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efiktif.Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.a). Staf (staff),kuantitas dan kualitas pelaksana yang memadai merupakan hal yang penting dalam implementasi kebijakan, b).Informasi (information) yang dibutuhkan guna pengambilan keputusan, c).Kewenangan (authority) tugas dan tanggung jawab, d). Fasilitas (facilities) yang dibutuhkan dalam pelaksanaan; (3). Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki implementor. apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. berbagai pengalaman pembangunan dinegara-negara dunia ketiga menunjukkan bahwa tingkat komitmen dan kejujuran aparat rendah. Berbagai kasus korupsi yang muncul dinegara-negara dunia ketiga, seperti indonesia adalah contoh konkrit dari rendahnya komitmen dan kejujuran aparat dalam mengimplementasikan programprogram pembangunan. a).Penempatan pegawai (staffing the bureaucracy), dimana sikap dari para aparat birokrasi kadangkala menyebabkan masalah apabila sikap ataupun cara pandangnya berbeda dengan pembuat kebijakan.b).Insentif (incentives), dimana mengganti susunan pegawai pada birokrasi pemerintahan adalah hal yang tidak mudah dan hal tersebut tidak menjamin proses implementasi berjalan lancar. (4). Struktur birokrasi Struktur organisasi yang bertugas
13 Fatma M.Ngabito “ Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Rencana Pengelolaan Tata Ruang Wilayah Di Kota Gorontalo”
mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.a). Adanya suatu SOP (Standard Operation Procedure) yang mengatur tata aliran pekerjaan dan pelaksana program.SOP juga memberikan keseragaman dalam tindakan para pegawai dalam organisasi yang kompleks dan luas, dimana dalam pelaksanaannya dapat menghasilkan fleksibilitas yang sangat baik (seseorang dapat dipindahkan dari suatu lokasi ke lokasi yang lain) serta adanya keadilan dalam pelaksanaan aturan, b). Fragmentasi (fragmentation) adalah adanya penyebaran tanggung jawab pada suatu area kebijakan di antara beberapa unit organisasi. Adapun akibat dari adanya fragmentasi, yaitu menyebabkan penyebaran tanggung jawab dan hal ini mengakibatkan koordinasi kebijakan menjadi sulit, dimana sumber daya dan kebutuhan atas kebutuhan atas kewenangan untuk menyelesaikan masalah yang timbul kadangkala tersebar di antara beberapa unit birokrasi. Oleh sebab itu perlu adanya kekuatan pemusatan koordinasi antara yang terkait dan hal tersebut bukan hal yang mudah.Implementasi kebijakan bila dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan (Budi Winarno, 2002:102). faktor- faktor yang menghambat dan mendukung terhadap Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Rencana Pengelolaan Tata Ruang di Kota Gorontalo, antara lain :(a).Komunikasi adalah kegiatan kerja sama dan hubungan kerja secara timbal
balik baik formal maupun informal dalam proses implementasi kebijakan mengenai perjanjian kerja sama yang meliputi kejelasan, ketepatan, dan konsistensi, (b).Sumber daya dalam proses implementasi kebijakan tentang pengelolaan tata ruang, sumber daya yang dimaksud adalah berwujud sumberdaya manusia, yang memilki kompetensi imlementor, (c)Sikap pelaksana adalah kesesuaian persepsi komitmen antara pembuat kebijakan dan aparat pelaksana (implementor)untuk melaksanakan kebijakan tersebut, yang meliputi antara lain sikap dan komitmen, (d) Struktur birokrasi adalah fragmentasi untuk melaksanakan kebijakan tersebut yang meliputi SOP yang mengatur tata aliran pekerjaandan koordinasi. Kesimpulan : 1). Di tinjau dari segi tujuan yang ingin di capai, penerapan perda tentang rencana tata ruang wilayah di Kota Gorontalo itu belum maksimal, dan belum sesuai dengan harapan. Sebab para pelaksanan teknis di lapanganpun mengakui terkadang di lingkungan internal mereka masih terdapat pemahaman yang berbeda dalam hal mewujudkan perda tersebut. Satu sama lain masih tumpang tindih dalam menjalankan kebijakan yang telah dituangkan dalam dalam perda tersebut; 2). Di tinjau dari sasaran, atau target terkait dengan kebijakan tentang rencana pengelolaan tata ruang wilayah di Kota Gorontalo adalah seluruh masyarakat, terutama para petani sawah, stekholder, dan juga pihak swasta. Dalam hal ini yang menjadi sasaran utama adalah petani pemilik sawah yang nantinya sawahnya akan beralih fungsi peruntukannya; 3). Di tinjau dari strategi yang di lakukan untuk mencapai sasaran, strategi pencapaian tujuan yang dilakukan guna mewujudkan penataan ruang wilayah di Kota Gorontalo agar indah nyaman dan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup, bagi pembangunan yang berkelanjutan itu belum optimal. Sehingga dalam tataran pelaksanaanya masih terdapat banyak kekurangan, diantaranya adalah fungsi kontrol yang tidak jalan baik, dari pihak pemerintah itu sendiri, dari pihak legislatif, dan dari masyarakat itu sendiri, sehingga terkesan masing-masing melepas
14 Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial “Amanah” Edisi Vol. V No. I Januari- April 2016
tanggungjawab. Saran : 1). Pemerintah daerah agar membangun komitmen dam konsistensiterkait dengan implementasi perda ini, terutama para pelaksana teknis di lapangan, itu sangat penting mengedepankan komitmen dan konsistensinya dalam menegakan perda tentang rencana tata ruang wilayah; 2). Lebih di tingakatkan peran fungsi pengawasan dan fungsi kontrol, baik pihak pemerintah, pihak legislatif, maupun masyarakat; 3).Kepada para petani pemilik sawah yang nantinya sawahnya akan beralih fungsi peruntukannya itu harusnya pemerintah memikirkan keberlanjutan mata pencaharian mereka kedepan, tidak hanya mengganti sawah mereka dalam bentuk uang, namun ke depan harus dipikirkan untuk mengganti lahan sawah tersebut dengan cara membuka lahan sawah baru di lokasi lain; 4).Disarankan kepada pemerintah daerah agar Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dapat digunakan secara optimal, sebagai acuan penyusunan program pembangunan daerah. Memperjelas fungsi dinas /instansi yang seharusnya memiliki kewenangan penuh dalam menindaklanjuti pelaksanaan manfaat tata ruang.Serta meningkatkan peran serta masyarakat, swasta, dalam proses penyususnan, implementasi, dan pengawasan rencana tata ruang wilayah. Misalnya dengan memperluas informasi terkait dengan rencana pengelolaan tata ruang kepada masyarakat. 5).Sebaiknya pemerintah menambah jumlah sumber daya yang memiliki kemampuan dan latar belakang disiplin ilmu tentang tata ruang agar proses implementasi di lapangan dapat dilaksanakan secara optimal. Serta berupaya untuk memberikan insentif kepada para aparat pelaksana dilapangan supaya mereka termotivasi. Daftar Pustaka Dunn. W. N. 2003. Analisis Kebijakan Publik Edisi Revisi. Yokyakarta, Gajah Mada Universty Press. Edi, Suharto, 2010. Analisis Kebijakan Publik. Alfabeta Bandung. Fauzi, Ahmad, 2001. Manajemen Pembelajaran. Depublish. Yokyakarta. Harbani Pasolong, 2002. Metode Penelitian Administrasi Publik. Afabeta, Bandung.
------------------, 2007. Teori Administrasi Publik. Afabeta, Bandung. Harsoyo, 2007, Manjemen Kinerja, Persada, Jakarta. Hestin, Mulyandari, 2010. Pengantar Arsitektur Kota. Andi, Yoyakarta. Irfan Islamy, 2009. Prinsip- Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara. Bandung. Juliartha, Edward, 2009. Model Implementasi Kebijakan Publik. Trio Rimba Persada; Jakarta. Leo, Agustino, 2012.Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Alfabeta Bandung. Milles, MB & Hubberman, AM, 1992. Analisis Data Kualitatif, Terjemahan oleh Tjetjep Rohidi dan Mulyarto, UI Percetakan ; Jakarta. Moleong, Lexy, 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif , PT. Remaja Rosada Karya, Bandung. Nasution, 1992. Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif,Tarsito; Bandung. Nugroho, Riant, 2004. Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Elex Media Komputindo ; Jakarta Panji, Santoso, 2009. Administrasi Publik Teori dan aplikasi Good Governance. Refika Aditama. Bandung. Pasolong, Harbani, 2010. Teori Administrasi Publik. Alfabeta, Bandung Poerwadarminta, 1958. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta. Prakoso, Djoko, 1985. Proses Pembuatan Peraturan Daerah, Gahlia Indonesia, Jakarta. Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif:Teori dan Aplikasi. PT Raja Grafindo Persada ; Jakarta. Priyono, 2003. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.GrahaIlmu Yokyakarta. Raharjo, Adisasmita, 2010. Pembangunan Kawasan Dan Tata Ruang.Graha Ilmu Yoyakarta. ………………….,2012, Analisis Tata Ruang Pembangunan. Graha Ilmu Yoyakarta Rustiadi, Ernan, et al. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan YOI
15 Fatma M.Ngabito “ Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Rencana Pengelolaan Tata Ruang Wilayah Di Kota Gorontalo”
Samudra Wibawa, 1994. Evaluasai Kebijakn Publik, Raja Grafindo Jakarta. Sedarmayanti, 2000. Good Governance Membangun Sistem Manajenen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance. Mondar Maju. Bandung. Solihin A.W.1990. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara ; Jakarta ......................,1991, Pengantar Analisis Kebijkan Negara, Rineka Cipta; Jakarta. ......................,1997, Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi kebijakan Negara, Bumi Aksara; Jakarta. ......................., 2002. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara, Bumi Aksara ; Jakarta. ......................., 2005. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke penyusunan Model- Model implementasi kebijakan publik, Bumi Aksara ; Jakarta.. Subarsono, 2012, Analis Kebijakan Publik. Konsep Teori Dan Aplikasi. Pustaka Pelajar. Jokyakarta. Sugiyono, 2013. Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta ; Jakarta.
Sunggono, Bambang. 1994. Hukum dan Kebijaksanaan Publik., Sinar Grafika, Jakarta. Syaukani, H, Afan, Gaffar, 2009. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar dan Pusat Kajian Etika Politik dan Pemerintah; Yogyakarta. Widodo dan Mukhtar, 2000. Penelitian Deskriftif.Alfabeta ; Bandung Winarno, Budi,2002. Kebijakan Publik Teori Dan proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Press Winarno, Budi, 2012. Kebijakan PublikTeori Dan proses dan Studi Kasus Kebijakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Media Press Yeremias, T. Keban, 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep Teori dan Isu. Yokyakarta. Gava Media Zaenal Hidayat, 2002, Metode Penelitian untuk Penelitian Kualitatif, Program Pasca Sarjana, MAP Undip; Semarang. Sumber lain : Undang-Undang No.26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang. Peraturan Daerah No.40 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Gorontalo.
16 Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial “Amanah” Edisi Vol. V No. I Januari- April 2016