NOTULENSI RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM (RDPU) RANCANGAN QANUN ACEH TENTANG KEPARIWISATAAN
HARI / TANGGAL
: JUMAT / 19 JULI 2013
PUKUL
: 09.30 WIB
TEMPAT
: KANTOR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT KABUPATEN NAGAN RAYA, SUKA MAKMUE
ACARA
: RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM TERHADAP RANCANGAN QANUN ACEH TENTANG KEPARIWISATAAN
PEMBUKAAN Tgk. H. M. Ramli Sulaiman Mukaddimah Puji beserta syukur kepada Allah SWT, Shalawat beserta salam kita ucapkan kepada Rasulullah SAW. Kita doakan juga kepada para ulama muta’alimindan mutaakhirin. Terimakasih kami ucapkan kepada para tamu undangan. Sebelum kami mulai acara, kami perkenalkan nama tim Komisi G DPR Aceh beserta Tim dari Pemerintah Aceh. Pada hari ini kita mengadakan rapat dengar pendapat umum mengenai raqan Kepariwisataan. Untuk menghemat waktu kami langsung persilakan peserta untuk menyampaikan sara, pendapat, masukan. Sebelumnya kita mintakan kata sambutan dari pak Adami kepala dinas pariwisata Aceh.
Adami Umar Yang kita lakukan hari ini adalah langkah lanjutan, setelah kami bersama dengan anggota DPRA melakukan kunjungan kerja ke Yogyakarta, alasan kita ke jogja karena jogja merupakan daerah tujuan wisata, kemudian ke NTB, karena NTB merupakan negeri seribu mesjid. Selanjutnya kita adakan kegiatan RDPU di medan, kita undang wilayah kawasan sekitar medan dan tokoh masyarakat masyarakat yang ada di medan. Pada hari ini yng diundang ada 14 kab/kota sebagai peserta RDPU.
Bila kita berbicara mengenai pariwisata, yang tergambar dari masyarakat adalah pantai, pemakaian pakaian yang tidak sesuai syariat, padahal tidak itu saja. Sekarang sudah ada wisata syariat, di Aceh bukan wisatanya tapi negerinya sendiri sudah syariat. Bagaimana kita kembangkan secara kaffah agar menjadi daya tarik wisata untuk mengundang wisatawan. Kita kembangkan wisata syariat seperti pelaksanaan shalat tarawih di Mesjid Baiturrahman, makan sahur di Mesjid Baiturrahman, perayaan maulid Nabi yang kita kembangkan menjadi wisata syariat, kemudian paket nikah di Mesjid, ada juga pasangan dari Kuala Lumpur yang melakukan akad nilah di Mesjid Baiturrahman. Saya diingatan oleh tokoh masyarakat di Bali, agar dikuatkan kondisi Aceh dulu, agar Aceh jangan berubah seperti di Bali sekarang, yang merusak tatanan kehidupan bila tidak diikat dengan pondasi atau peraturan yang kuat. Kita menggadaikan identitas dengan tidak melihat nilai-nilai islam dalam bingkai syariat. Atas dasar itu kita mengadakan acara rdpu seperti ini. Produk yang akan kita lahirkan ini semoga panjang umur dan bisa dimanfaatkan terus untuk pengembangan wisata Aceh.
Tgk. Ramli Sulaiman Terimakasih pak Adami. Kami persilakan langsung kepada peserta RDPU untuk memberikan masukan.
Zulfikar (Plt. BP2TPM Nagan Raya) Menyangkut konsideran menimbang, ada 3 unsur yaitu filosofis, yuridis dan sosiologis, untuk Aceh ada unsur keislaman, agar dipertegas dalam konsideran menimbang. Konsideran mengingat, belum dimuat Qanun Aceh nomor 5 tahun 2011 tentang TCPQ. Menyangkut Pasal 32 mengenai retribusi pada ayat 1, dalam konsideran mengingat juga harus dicantumkan Undang-Undang pajak daerah dan retribusi daerah yaitu Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009, apa-apa yang menjadi objek pajak dan retribusi, seingat kami tidak ada dicantumkan retribusi mengenai pariwisata, jadi tidak boleh ada kutipan pajak dan retribusi pabila tidak diatur dalam UU 28 tahun 2009, tapi harus dikeluarkan dahulu PP mengenai turunan dari UU ini. Dalam draft ini, semangat otonomi daerah semakin diperkecil kewenangan yang ada pada kabupaten/kota, seperti pemberian izin hotel. Kami menyarankan dalam qanun ini diatur secara jelas, tegas dan eksplisit mana yang menjadi kewenangan kab/kota dan mana yang menjadi kewenangan provinsi, seperti pemberian IUP 25 Ha keatas itu kewenangan provinsi, 25 Ha kebawah itu kewenangan kab/kota.
Suwanto (Kadis Budpar Aceh Barat) Ada sebuah ketimpangan semangat kebersamaan pembangunan daerah, pertama masalah kewenangan provinsi dan kab/kota sudah jelas, namun pemberian izin hotel berbintang dan restoran ini tidak jelas. Ini terpusat semua kewenangannya kepada gubernur, kami menyarankan agar kewenangan kab/kota harus jelas, apalagi lokasi hotel yang ada di kab/kota, perlu ditinjau kembali kewenangan ini. Pada bab ketentuan peralihan pasal 88, ini seolah-olah ketentuan perundangan lebih rendah daripada qanun, agar diteliti kembali bahasa qanunnya.
Arifin (Kepala KP2TSP Pidie) IUP pasal 38, menyangkut dengan izin prinsip, kalau kita mengacu pada UU penanaman modal, memang tidak ada pelarangan untuk kewenangan propinsi, tapi ada ketentuan 5 milyar kebawah itu kewenangan kab/kota. Agar ada pembatasan pemodalnya yang dibawah 5 M dikelola kab/kota. Menyangkut dengan restoran, agar pengelolanya diserahkan kepada kab/kota, kami selama ini mengelola izin prinsip tidak pernah mengutip uang, tapi secara gratis. Menyangkut dengan makanan, izin HO dan izin kesehatan, ini perlu kajian teknis dari kab/kota.
Tgk. Ramli Sulaiman Saya mintakan dari pak Adami untuk memberikan sedikit penjelasan
Adami Umar Bukan penjelasan tapi ide, yang ingin diawasi oleh propinsi adalah hotel berbintang 4 keatas, karena bintang 4 keatas itu ada hal yang krusial seperti adanya bar, penyediaan minuman beralkohol. Tapi dalam draft ini belum kita pisah-pisahkan secara rinci, dan pendapat dari bapak sudah pas.
Arifin Agar dibatasi juga dalam draft ini mengenai kewenangan.
Mustafa kamal (Staf ahli Bupati Pidie) 1. Pada konsideran Mengingat, disarankan ditambah 1 peraturan perundang-undangan yaitu UU Nomor 28 tahun2009 tentang Pajak daerah dan retribusi daerah. 2. Bab II, disarankan diubah menjadi Asas, tujuan dan prinsip. Pasal 4 diubah sehingga berbunyi: Penyelenggaraan kepariwisataan Aceh berdasarkan atas prinsip: a. Menjungjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai perwujudan keseimbangan hubungan antara manusia dan Allah SWT, hubungan antara manusia dan sesama manusia, hubungan anatara manuasia dan lingkungan; b. Menjungjung tinggi hak azasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal; c. Memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan secara proporsional; d. Memelihara kelestarian alam dan perlindungan lingkungan; e. Meningkatkan pemberdayaan dan jiwa kewirausahaan masyarakat; f. Menjamin keterpaduan antar daerah, antar pusat dan daerah, serta keterpaduan antar pemangku kepentingan; g. Mematuhi kode etik kepariwisataan lokal, nasional dan internasional; dan h. Meningkatkan rasa cinta dan kebangsaan terhadap tanah air. 3. Bab XII, disarankan diubah menjadi Bab Kewajiban dan larangan di tempat-tempat wisata. 4. Bab XIII, PPNS, dan tugas penyidikan.
Arifin Yang ditonjolkan dalam qanun ini adalah hotel dan restoran, sebenarnya dalam UU 25 tahun 2009 tentang penanaman modal ini sudah dimuat.
Tgk. H. M. Ramli Sulaiman Kita harus mengontrol hotel-hotel yang bertaraf internasional.
Zulfikar (Plt. BP2TPM Nagan Raya) Pasal 84 dan pasal 87, agar sistematis pasal 84 huruf a, agar nyambung huruf a dan huruf b. Agar diberikan porsi yang cukup mengenai
keterlibatan peran ulama dalam kepariwisataan di Aceh karena kita ini negeri syariat.
Arifin (Kepala KP2TSP Pidie) Dalam hal ini kepariwisataan ini perlu kita kaji apakah termuat hal-hal pengaturan turis, untuk menghindari hal-hal yang tidak sesuai dengan syariat Islam.
Suwanto (Kadis Budpar Aceh Barat) Pasal 17, langsung ditegaskan nilai Islam, kalau nilai agama itu bersifat umum.
Arifin (Kepala KP2TSP Pidie) Pasal 40, Biaya untuk mendapatkan persetujuan prinsip selanjutnya diatur dengan qanun aceh, kami usulkan sebaiknya diatur dengan peraturan gubernur, karena dengan qanun itu lama prosesnya apabila ada perubahan.
Suwanto (Kadis Budpar Aceh Barat) Pasal 70, di bidang wisata alam, disini ada kelompok wisata, kalau dibidangi oleh dibidang pariwisata, kalau bisa ditambah dengan memberikan honor. Bidang terkait seperti dpra atau yang lain dalam qanun kepariwisataan ini agar dilibatkan para ulama dalam bidang wisata supaya tidak melenceng dengan syariat Islam.
Adami Umar Dulu kita buat wisata religi, sekarang tidak ada lagi, karena religi itu bisa dipahami dengan persembahan macam2, makanya kita tegaskan dengan wisata syariat. 48 kelompok wisata sudah mendapat dana honor wisata, nanati ada dalam arahan peningkatan ekonomi masyarakat, arahnya ekonomi kreatif. Kita lebih mengembangkan untuk mendatangkan wisatawan malaysia (mancanegara) ke Aceh daripada wisatawan lokal dari Indoonesia. Kita perlu mendatangkan turis yang melakukan perbelanjaan di Aceh.
Arifin Dalam pengembangan wisata ini yang sangat perlu kita perhatikan adalah kegiatan promosi. Karena keadaan alam aceh ini sangat menjanjikan, aceh lebih indah daripada lombok, tetapi orang Jakarta lebih memilih menanamkan modalnya di lombok daripada di Aceh.
Wakil Ketua DPRK Nagan Raya Aceh ini keadaan alamnya sangat luar biasa, untuk mengembangkan kita memerlukan anggaran yang banyak, persoalannya sarana dan prasarana yang belum mampu kita bangun, padahal keadaan alamnya sudah sangat menjanjikan.
Suwanto (Kadis Budpar Aceh Barat) Kekhasan kedaerahan kita adalah syariat. Kalau mungkin kita masukan dalam qanun ini kegiatan kepariwisataan seperti olahraga tradisional atau permainan rakyat, kesenian tradisional, kita masukkan secara khusus dalam qanun ini, agar kegiatan tersebut tidak termaginalkan.
PENUTUP Tgk. H. M. Ramli Sulaiman Demikianlah pertemuan kita pada hari ini semoga bermanfaat bagi pengembangan pariwisata Aceh, dan usulan dari saudara sekalian nanti akan kita kaji dan tampung dalam raqan pada pembahasan selanjutnya di DPR Aceh, bisa juga disampaikan saran secara tertulis dikirim ke DPRA atau melalui email
[email protected]. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
KOMISI G DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACEH KETUA,
TGK. H. M. RAMLI SULAIMAN