NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER SURAT AL-AN’AM AYAT 151-153 DAN PENERAPANNYA DALAM PAI
SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh ZAHRA RIDHO HASANAH NIM : 111 12 128
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016 I
Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I Dosen IAIN Salatiga NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 eksemplar Hal : Pegajuan Naskah Skripsi Saudara Zahra Ridho Hasanah Kepada Yth. Dekan FTIK Ditempat Assalamu‟alaikum.Wr.Wb. Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini kami kirimkan naskah skripsi saudara: Nama : Zahra Ridho Hasanah NIM : 111-12-128 Jurusan : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Program Studi : Pendidikan Agama Islam Judul : NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER SURAT ALAN‟AM AYAT 151-153 DAN PENERAPANNYA DALAM PAI Demikian ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera di munaqosyahkan. Demikian agar menjadi perhatian. Wassalamu‟alaikum. Wr.Wb.
II
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda angan dibawah ini
:
Nama
: Zahra Ridho Hasanah
NIM
: 111-12-128
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
III
KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) Jalan Lingkar Salatiga Km. 2 Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716 Website: tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email:
[email protected]
--------------------------------------------------------------------------------------------------SKRIPSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER SURAT AL-AN’AM AYAT 151-153 DAN PENERAPANNYA DALAM PAI Disusun oleh ZAHRA RIDHO HASANAH NIM: 111-12-128 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 7 Oktober 2016 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
IV
MOTO
ِإ َّن َم َع ْالعُس ِْر يُس ًْرا,فَإ ِ َّن َم َع ْالعُس ِْر يُس ًْرا
Maka sesungguhnya disamping ada kesukaran terdapat pula kemudahan, sesungguhnya didalam kesukaran itu terdapat kemudahan. (QS. Al- Insyroh: 5-6)
V
PERSEMBAHAN
Yang utama dari segalanya ..... Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan keharibaan Rasulullah Muhammad SAW. Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan kusayangi. Suamiku Tercinta .... Belahan jiwaku yang selalu menemaniku dalam keadaan suka maupun duka, dan penyemangatiku, dan yang selalu mendukungku hingga tugas akhir ini selesai. Ibunda dan Ayahanda Tercinta .... Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya karya kecil ini kepada ibu dan ayah yang telah memberikan, kasih sayang serta dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat ibu dan ayah bahagia karna kusadar, selama ini bisa berbuat lebih. Untuk ibu dan ayah yang selalu menyirami kasih sayang, selalu mendoakan, selalu menasehatiku menjadi lebih baik. Buat temanku .... Buat temanku terima kasih atas bantuan, doa, dan nasehat, tak ada yang bisa kuucapkan kecuali kata terima kasih. Mereka temanku yang termanis dan tersayang Ibu Sri Muftiah, adik Amik, Nurul Robikah, Isnina dan Tri Oktaviani
VI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat,
hidayah
dan
taufiqnya,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah menuntut umatnya kejalan kebenaran dan keadilan. Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan. Adapun judul skripsi ini adalah “NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER SURAT AL-AN‟AM AYAT 151-153 DAN PENERAPANNYA DALAM PAI ”. Penulis skripsi ini dapat selesai tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bpk. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor IAIN Salatiga yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu pengetahuan 2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. Selaku ketua jurusan Tarbiyah yang telah memberikan kesempatan yang luas untuk menyelesaikan studi. 3. Ibu Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I Selaku pembimbing yang telah dengan ikhlas dan sabar mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam membimbing penyelesaian dalam penulisan skripsi ini. 4. Segenap Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Saltiga yang telah memberikan bekal ilmu dan pelayanan hingga studi ini selesai.
VII
5. Ayah dan ibuku yang selalu mendo‟akan dalam hidupku. 6. Suamiku yang selalu memotivasi dalam penyelesaian skripsi. 7. Saudara-saudaraku dan sahabat-sahabatku semua yang telah membantu memberikan dukungan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga amal mereka diterima sebagai amal ibadah oleh Allah SWT serta mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Amin Penulis menyadari dan mengakui bahwa penulis skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
semua
ini
dikarenakan
keterbatasan
kemampuan
serta
pengetahuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dalam kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini memberikan sumbangan bagi pengembangan dunia pendidikan khususnya pendididikan agama Islam. Amin-amin ya robbal‟alamin
VIII
ABSTRAK Hasanah, Zahra Ridho. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Surat Al-An‟am Ayat 151-153 Dan Penerapannya Dalam PAI. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Urifatun Anis, M.Pd.I. Kata Kunci: Nilai Pendidikan Karakter , QS. Al-An‟am ayat 151-153, Penerapan dalam PAI. Krisis karakter dan watak anak saat ini mengalami dekadensi moral, dengan semakin jauhnya pendidik dan peserta didik, orang tua dan anak dari pendidikan yang berlandaskan Al-Qur‟an. Melihat carut-marutnya kondisi moral bangsa, pendidikan karakter menjadi alternatif utama untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dengan begitu pendidikan karakter menjadi sebuah tema yang urgen pelaksanannya bagi pembangunan bangsa sebab karakter menjadi tolok ukur keberhasilan suatu bangsa. Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah penelitian ini adalah 1) Apa saja nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Q.S AlAnām ayat 151-153?, 2) Bagaimana menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dalam Pendidikan Agama Islam?. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang menggunakan pendekatan maudlu‟i. Pengumpulan datanya menggunakan metode dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis isi dan analisis semiotik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat nilai-nilai pendidikan karakter dalam Q.S. Al-An‟am ayat 151-153. Nilai-nilai tersebut adalah: 1) takwa, kasih sayang, tanggung jawab, cinta damai, peduli sosial, dan adil. Nilai takwa yang terdapat pada karakter religius merupakan karakter yang kompleks. Tidak hanya sebatas penyembahan terhadap Allah, tetapi juga berimplikasi pada karakter yang lain. 2) Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dapat diterapkan tidak hanya dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas, tetapi juga lewat lingkungan pendidikannya yaitu sekolah, serta pendidiknya. Dalam pendidikan karakter beberapa model yang dapat dipakai antara lain model tadzkirah, istiqomah, iqra-fikir-dzikir dan refleksi.
IX
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................... I PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... II PENGESAHAN KELULUSAN......................................................................... III PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................................... IV MOTTO ............................................................................................................. V PERSEMBAHAN.............................................................................................. VI KATA PENGANTAR ...................................................................................... VII ABSTRAK ..................................................................................................... VIII DAFTAR ISI ..................................................................................................... IX BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1 B. Rumusan Masalah…...........................................................................5 C. Tujuan Penelitian……………………................................................5 D. Kegunaan Penelitian ..........................................................................6 E. Metode Penelitian ...............................................................................6 F. Penegasan Istilah.................................................................................8 G. Sistematika Penulisan.......................................................................12 BAB II: KAJIAN PUSTAKA A. Nilai Pendidikan Karakter...............................................................15 B. Tinjauan Tentang PAI.....................................................................19 C. Nilai-nilai pendidikan karakter Surat Al-An‟am ayat 151-153 dan Penerapannya dalam PAI.........................................................20 BAB III : DESKRIPSI PEMIKIRAN A. Tafsir Surat Al-An‟am secara umum..............................................26 B. Pandangan Mufassir tentang surat Al-An‟am Ayat 151-153.........32 BAB VI: PEMBAHASAN A. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Surat Al- An‟am ayat 151-153...................................................................................54 B. Penerapan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Surat Al-An‟am X
ayat 151-153 dalam Pendidikan Agama Islam..............................73 BAB V:
PENUTUP A. Kesimpulan..............................................................................86 B. Saran.........................................................................................86 C. Penutup ....................................................................................87
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................89 DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN
XI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan karakter sedang gencar-gencarnya dilaksanakan dalam program pendidikan nasional belakangan ini. Pembangunan karakter (character building) melalui pendidikan karakter (character education) dipercaya sebagai suatu keharusan apabila Indonesia ingin bermetamorfosa menjadi bangsa yang mampu berkompetisi dengan bangsa lain di dunia. Pendidikan karakter bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik agar peserta didik mampu mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga mampu berperilaku sebagai insan kamil (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2011: 46). Dengan begitu pendidikan karakter menjadi sebuah upaya untuk mengubah manusia menjadi lebih baik dalam pengetahuan, sikap dan keterampilan. Terkait dengan pendidikan karakter Salah satu bapak pendiri bangsa, presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno, menegaskan: “Bangsa ini harus di bangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building) karena dengan pendidikan karakter inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya, serta bermartabat” (Muchlas Samani dan Hariyanto, 2013:1). Di dalam sejarah Islam, Rasulullah Muhammad SAW, juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good character) (Abdul Majid, 2013: 30).
1
Akan tetapi dalam prakteknya, pendidikan lebih banyak diorientasikan untuk mengasah otak yang menghasilkan lulusan yang pintar, padahal sisi lain yang harus mendapat perhatian penuh adalah mencerahkan dan menyucikan hati, sehingga dapat menjadi individu yang baik. Dalam Konsep pendidikan karakter yang telah dikembangkan di Indonesia sebagai respon terhadap kondisi masyarakat yang menggambarkan bahwa hasil pendidikan nasional belum mengarah, bahkan makin jauh dari tujuan yang telah dirumuskan dalam UU Sisdiknas tahun 2003 (pasal 3), (Darmiyati Zuchdi, 20011 :80). Seperti Saat ini di Indonesia peran pendidikan dalam membentuk manusia yang bertakwa masih jauh dari harapan. Dan upaya pemerintah belum mampu mengatasi problem moral anak bangsa. Berbagai macam psikotropika dan narkotika begitu banyak beredar dikalangan anak sekolah. Lebih mengerikan, penjual dan pembeli juga adalah orang-orang yang berstatus siswa. Mereka menjadi pengedar dan sekaligus juga pengguna. Kehidupan yang rusak seperti ini kerap kali disertai dengan berbagai pesta yang berujung pada tindakan moral di kalangan remaja. Anak-anak remaja ini tidak lagi mempertimbangkan rasa takut untuk hidup rusak, merusak nama baik keluarga dan masyarakat. Berbagai tawuran anak sekolah juga telah membuat resah masyarakat di berbagai tempat di beberapa kota besar di Indonesia. Bahkan, kejadian-kejadian sejenis sering kali sulit diatasi oleh pihak sekolah sendiri, sampai-sampai melibatkan aparat kepolisian dan berujung dengan pemenjaraan, karena merupakan tindakan kriminal yang bisa merenggut nyawa. Dan disamping itu etos kerja yang buruk, rendahnya disiplin diri dan kurangnya semangat untuk bekerja
2
keras, keinginan untuk memperoleh hidup yang mudah tanpa kerja keras, nilai materialism menjadi gejala yang umum dalam masyarakat. Daftar ini masih bisa diperpanjang dengan berbagai kasus lainnya, seperti pemerasan siswa terhadap siswa lainnya, kecurangan dalam ujian, dan berbagi tindakan yang tidak mencerminkan moral yang baik (Abdul Majid, 2013: 4).. Melihat carut-marutnya kondisi moral bangsa,
pendidikan karakter
menjadi alternatif utama untuk mengatasi permasalah tersebut. Dengan begitu pendidikan karakter menjadi sebuah tema yang urgen pelaksanannya bagi pembangunan bangsa sebab karakter menjadi tolok ukur keberhasilan suatu bangsa.
Pendidikan
karakter
menjadi
program
pendidikan
yang
wajib
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Pendidikan karakter dalam mata pelajaran di sekolah terlebih lagi Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran agama, harus mengusahakan agar nilai-nilai karakter yang diajarkan mampu mengkristal dalam diri peserta didik dan menyentuh pengalaman dalam kehidupan nyata. Pendidikan karakter harus mampu mengolah pengalaman peserta didik ketika melihat maraknya kekejian moral yang terjadi, seperti kasus korupsi, suap-menyuap, bahkan saling membunuh hanya untuk mendapatkan suatu jabatan ataupun harta, padahal dalam Q.S Al-Anām ayat 151 ditekankan adanya keharusan manusia untuk menghindari kebejatan moral, baik terhadap Allah maupun sesama manusia (M. Quraish Shihab, 2011: 733). Al-Qur‟an turun sedikit demi sedikit. Ayat-ayatnya berinteraksi dengan budaya dan masyarakat yang dijumpainya. Kendati demikian, nilai-nilai yang
3
diamanatkannya dapat diterapkan pada setiap situasi dan kondisi. Nilai-nilai itu sejalan dengan perkembangan masyarakat sehingga Al-Qur‟an dapat benar-benar menjadi petunjuk, pemisah antara yang hak dan batil, serta jalan bagi setiap problem kehidupan yang dihadapi (M. Quraish Shihab, 2002: xviii). Al-Qur‟an sebagai sumber ajaran Islam, juga membawa cerita masa lalu seperti kisah para nabi. Dalam Q.S. Al-Anām ayat 151-153 memiliki kandungan sepuluh wasiat Allah yang diwasiatkan kepada nabi Musa (M. Quraish Shihab, 2011: 745). Adanya persamaan tersebut semakin menekankan pentingnya pengkajian terhadap tiga ayat ini. Mengingat terjadinya pertikaian di masyarakat yang dilatar belakangi oleh adanya perbedaan agama, seperti yang terjadi dalam kasus Ambon. Sepuluh wasiat Allah dalam Q.S. Al-Anām ayat 151-153 tertulis dalam bentuk larangan. Dalam kajian Islam larangan memiliki cakupan luas, dimana larangan itu bisa bersifat terbatas atau tak terbatas. Dalam pembahasan akhlak kalimat-kalimat larangan yang dijumpai dalam nash lebih bersifat tak terbatas, artinya larangan tersebut berlaku tanpa dibatasi waktu. Dalam hal ini penulis melihat bahwa dalam surat Al-Anām ayat 151-153 terkandung nilai-nilai karakter yang juga layak untuk dikaji seiring dengan perkembangan zaman. Maka dari itu diharapkan pendidik dan orang tua mencontoh serta dapat mengaplikasikan dalam mendidik anak. Apalah arti seorang anak pintar dan cerdas tapi tidak memiliki hati nurani, angkuh, sombong, tidak mensyukuri nikmat Allah, durhaka kepada kedua orang tua dan menganggap orang lain tidak
4
ada apa-apanya. Pendidik dan orang tua diharapkan mampu untuk mencontoh pendidikan karakter yang terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al-an‟am ayat 151-153. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Nilai Pendidikan Karakter Surat Al-Anām Ayat 151153 dan Penerapannya dalam PAI. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.
Apa saja nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Q.S AlAnām ayat 151-153?
2.
Bagaimana penerapannya nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dalam Pendidikan Agama Islam?
C. Tujuan Manfaat Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini diantaranya sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui dan mendeskripsikan lebih dalam nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Q.S Al-Anām ayat 151-153.
2.
Untuk menjelaskan bagaimana cara menerapkan nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dalam Pendidikan Agama Islam.
5
D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis dan praktis. 1. Manfaat Teoritis Menambah khasanah keilmuan tentang pendidikan karakter yang sesuai dengan Al-Qur‟an, khususnya nilai-nilai pendidikan karakter dalam Q.S. AlAnām ayat 151-153. 2. Manfaat Praktis a.
Sebagai sumbangan pemikiran bagi pelaksanaan pendidikan karakter pada umumnya dan Pendidikan Agama Islam pada khususnya.
b.
Dapat memberikan masukan bagi pendidik, peserta didik dan pihak-pihak yang berperan dalam proses pendidikan.
c.
Memperkaya wawasan peneliti dan pembaca dalam memahami ayat AlQur‟an.
E. Metode Penelitian Dalam metode penelitian ini akan dijelaskan tentang jenis penelitian, pendekatan penelitian, objek penelitian, metode pengumpulan data, dan analisis data. 1.
Jenis Penelitian Penelitian
ini
merupakan
penelitian
kepustakaan
(library
research), yaitu suatu cara kerja tertentu yang bermanfaat untuk mengetahui pengetahuan ilmiah dari suatu dokumen yang dikemukaan oleh ilmuan masa lalu maupun sekarang (Kaelan, 2005: 250) Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif sehingga menghasilkan data
6
deskriptif berupa kata-kata, catatan yang berhubungan dengan makna, nilai dan pengertian. Dalam skripsi ini Peneliti menganalisis muatan isi dari objek penelitian yang berupa dokumen yaitu teks tafsir Q.S. Al-an‟am ayat 151-153. 2.
Pendekatan Penelitian Skripsi ini menggunakan pendekatan Maudlu‟i. Mawdhu‟i atau metode tafsir al-mawdhu‟i adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan menghimpun ayat-ayat al-Qur‟an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti sama-sama membicarakan satu topik dan menyusunnya berdasarkan kronologi dan sebab turunnya ayat-ayat tersebut (Budihardjo, 2012: 50). Dalam hal ini yang diungkap adalah pendidikan karakter dalam tafsir Q.S Al-Anām ayat 151-153.
3. Objek Penelitian. Pada skripsi ini yang menjadi objek penelitian adalah penafsiran Q.S Al-Anām ayat 151-153. Sedangkan sumber datanya peneliti membaginya dalam 2 jenis antara lain: a. Primer 1) Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab terbitan Lentera Hati cetakan ke V tahun 2012. 2) Tafsir Ibnu kasir. b. Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini adalah karya-karya penulis lain yang membahas tentang pendidikan karakter, baik dalam bentuk
7
buku, jurnal, artikel, maupun karya ilmiah lainnya. Beberapa sumber yang penulis gunakan sebagai data sekunder antara lain: buku, jurnal, artikel dan sumber lain yang relevan dengan penelitian. 4. Metode Pengumpulan Data Penulis menggunakan metode dokumentasi dalam melakukan pengumpulan data. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data melalui dokumen. Dokumen disini bisa berupa buku, surat kabar, majalah, jurnal, atau pun internet yang relevan dengan tema penelitian ini (Nyoman Kutha Ratna, 2010:235) 5. Teknik Analisis Data Data yang terkumpul dalam penelitian selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data (content analisis), yaitu analisis tekstual dalam studi pustaka melalui interpretasi terhadap isi pesan suatu komunikasi.
sebagaimana
terungkap dalam literatur-literatur yang
memiliki relevansi dengan tema penelitian. F. Penegasan Istilah Berangkat dari urgensi penegasan judul sebuah penelitian maka penulis mempunyai kepentingan untuk mempertegas judul dengan harapan tidak ada kesalah pahaman dalam proses penelitian tersebut. Dalam hal ini yang menjadi objek penelitian adalah nilai-nilai pendidikan karakter Surat Al-An‟am ayat 151-152 dan aplikasi dalam PAI. Adapun istilahistilah yang digunakan dalam judul tersebut antara lain:
8
1. Nilai Nilai
adalah
suatu
kualitas
yang
dibedakan
menurut:
kemampuannya untuk berlipat ganda atau bertambah meskipun sering diberikan kepada orang lain dan kenyataan atau hukuman bahwa makin banyak nilai diberikan kepada orang lain, makin banyak pula nilai serupa yang dikembalikan dan diterima oleh orang lain (Abdul Majid, 2013: 42). Richard mengelompokan nilai-nilai universal kedalam dua kategori, yaitu nilai nurani dan nilai memberi. Nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain, nilai-nilai nurani seperti kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, kesucian, dll. Sedangkan nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktikan atau diberikan yang kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan, nilai-nilai memberi seperti: setia, dapat dipercaya, hormat, sopan, cinta, kasih sayang, peka, tidak egois, ramah, baik hati, adil, dll. 2. Pendidikan Pendidikan adalah suatu proses penyesuaian secara timbal balik dari seseorang dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik (termasuk manusia) maupun lingkungan sosial dan alam sekitar sehingga terjadi perubahan pada potensi manusia tersebut. Menurut A.Marimba, pendidikan adalah sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar yang dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didik dalam mengembangkan jasmani dan ruhaniyah (Fatah Yasin, 2008:17). Pendidikan adalah sebagai usaha yang
9
dilakukan oleh seseorang (pendidikan) terhadap seseorang (anak didik) agar tercapai perkembangan maksimal yang positif (Ahmad Tafsir, 2008: 28). 3. Krakter Secara bahasa, karakter berasal dari bahasa Yunani, charassein, yang artinya „mengukir‟(Abdul Munir, 2010: 2). Dalam kamus besar bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak,atau budi pekerti (Darmiyati 2011: 27). Dalam pandangan Islam Karakter sama dengan akhlak (Abdul Majid, 2013: iv). Karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran,sikap dan perilaku yang ditampilkan. Menuru Imam Ghozali menganggap bahwa karakter lebih dekat akhlak yaitu spontanitas manusia dalam diri manusia sehingga sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi (Muslih, 2011: 70) “Karakter “ dalam bahasa Yunani dan latin, Character berasal dari kata Charassein yang artinya „mengukir corak yang tetap dan tidak terhapus. karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup bekerja sama, baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara (Daryanto, 2013: 9). 4. Pendidikan Karakter Pendidikan karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarkan. Pendidikan karakter adalah suatu proses pembelajaran yang memberdayakan siswa dan orang dewasa didalam komunitas sekolah untuk memahami, peduli tantang, dan
10
perbuatan berdasarkan nilai-nilai etik seperti respek, keadilan, kebajikan warga (civic virtue) dan kewarganegaraan (zitizenship),dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain.(Muchlas Samani, 2013: 43-44) Pendidikan karakter dapat dimaknai dengan pendidikan moral, pendidikan watak, atau pendidikan budi pekerti yang memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Hermawan Kertajaya dalam bukunya Abdul Majid, mendefinisikan Pendidikan karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah “asli” dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut dan merupakan „mesin‟ mendorong bagaimana seorang bertindak bersikap, berujar, dan merespons sesuatu. Karakter sama dengan akhlak dalam pandangan Islam. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil (Rohmat Mulyono, 2004: 46). 5.
Tinjauan Tentang PAI Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
11
mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya dari Al-Qur‟an dan Hadis, melalui kegiatan
bimbingan,
pengajaran,
latihan,
serta
penggunaan
pengalaman.(Abdul Majid, 2014:11) Pendidikan Agama Islam ialah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam disertai dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan, dan persatuan bangsa (Abdul Majid, 2011: 20) Menurut Zakiah Darajat Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagi pandangan hidup (Abdul Majid, 2005 :130 Kesimpulannya adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem yang melandasi pemikiran, sikap, perilaku dan upaya sadar dan terencana
dalam
menyiapkan
peserta
didik
untuk
mengenal,
memahami,bertakwa dan berakhlak mulia dan mengamalkan ajaran Islam dari sumber al-qur‟an dan hadist. G. Sistematika Penulisan Skripsi yang berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Q.S. AlAnām ayat 151-153 dan aplikasi dalam PAI ini dibagi dalam tiga bagian, yaitu
12
bagian awal, bagian inti dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari halaman judul, halaman Surat Pernyataan, halaman Persetujuan Pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman Persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, dan daftar lampiran. Bagian tengah berisi uraian penelitian mulai dari bagian pendahuluan sampai bagian penutup yang tertuang dalam bentuk bab-bab sebagai satu kesatuan. Pada skripsi ini penulis menuangkan hasil penelitian dalam empat bab. Pada tiap bab terdapat sub-sub bab yang menjelaskan pokok-pokok bahasan dari bab yang bersangkutan. Bab I berisi gambaran umum penulisan skripsi yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah dan sistematika pembahasan. Bab II yaitu kajian pustaka yang akan membahas pengertian nilainilai pendidikan karakter, tinjauan tentang PAI dan nilai-nilai pendidikan karakter Qs. Al-An‟am ayat 151-153 dan penerapan dalam PAI. Bab III, penulis menguraikan gambaran umum surat Al-Anām ayat 151-153, meliputi tampilan surat dan terjemahannya, dan pandangan mufasir tentang Qs. Al-An‟am 151-153. Bab IV yaitu pembahasan yang membahas tentang
Nilai-Nilai
Pendidikan Karakter dalam Q.S Al- An‟am ayat 151-153 dan aplikasi NilaiNilai Pendidikan Karakter dalam Q.S Al-An‟am ayat 151-153 dalam Pendidikan Agama Islam.
13
Bab V, adalah penutup yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian, saran dan kata penutup. Selanjutnya dibagian akhir skripsi ini terdiri atas daftar pustaka dan lampiran-lampiran lain yang terkait dengan penelitian.
14
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Nilai-nilai Pendidikan Karakter 1. Nilai Nilai
adalah
suatu
kualitas
yang
dibedakan
menurut:
kemampuannya untuk berlipat ganda atau bertambah meskipun sering diberikan kepada orang lain dan kenyataan atau hukuman bahwa makin banyak nilai diberikan kepada orang lain, makin banyak pula nilai serupa yang dikembalikan dan diterima oleh orang lain (Abdul Majid, 2013: 42). Nilai diartikan sebagai seperangkat moralitas yang paling abstrak dan seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai suatu idealitas dan memberikan corak khusus pada pola pemikiran, perasaan, dan perilaku. Misalnya nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai keadilan, nilai moral, baik itu kebaikan maupun kejelekan (Muslim Nurdin, 2008: 209) Richard mengelompokan nilai-nilai universal kedalam dua kategori, yaitu nilai nurani dan nilai memberi. Nilai nurani adalah nilai yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang menjadi perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain, nilai-nilai nurani seperti kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, kesucian, dll. Sedangkan nilai memberi adalah nilai yang perlu dipraktikan atau
15
diberikan yang kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan, nilai-nilai memberi seperti: setia, dapat dipercaya, hormat, sopan, cinta, kasih sayang, peka, tidak egois, ramah, baik hati, adil, dll. 2. Pendidikan Karakter a. Pengertian Karakter Menurut Darmiyati Zuchdi (2011 : 27) dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan Karakter” disebutkan bahwa karakter dalam kamus Inggris-Indonesia berasal dari character yang berarti watak, karakter atau sifat. Dalam kamus besar Indonesia, karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti” “Karakter “ dalam bahasa Yunani dan latin, Character berasal dari kata Charassein yang artinya „mengukir corak yang tetap dan tidak terhapus. karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup bekerja sama, baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara (Daryanto, 2013: 9). Secara etimologi, akar kata karakter dapat dilacak dari bahasa Inggris: character; Yunani: character, dari charassein yang berarti membuat tajam, membuat dalam (Lorens Bagus, 392: 392) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dimana karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yg membedakan seseorang dengan yang lain. Karakter
juga bisa
diartikan tabiat, yaitu perangai atau perbuatan yang selalu
16
dilakukan atau kebiasaan.Karakter juga diartikan watak, yaitu sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku atau kepribadian (Poerwadarminta, 1997: 20) Pengertian Pendidikan Karakter menurut Muchlas Samani dan Hariyanto (2013 : 43) dalam bukunya yang berjudul ”Pendidikan Karakter”, yaitu: Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikiran, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak. Pendidikan karakter dapat dimaknai dengan pendidikan moral, pendidikan watak, atau pendidikan budi pekerti yang memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Rohmat Mulyani, 2004: 34). Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilainilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil (Rohmat Mulyono, 2004: 46).
17
Secara akademis, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, atau pendidikan akhlak yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Karena itu, muatan pendidikan karakter secara psikologis mencakup dimensi moral reasoning, moral feeling, dan moral behavior (Masnur Muslich, 2011:36-37) Kesimpulannya adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem yang melandasi pemikiran, sikap, perilaku dan upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal,
memahami,bertakwa
dan
berakhlak
mulia
dan
mengamalkan ajaran Islam dari sumber al-qur‟an dan hadist. b. Tujuan pendidikan Karakter Tujuan Pendidikan Karakter menurut Daryanto (2013 : 45) dalam bukunya yang berjudul ”Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah”, yaitu: 1) Membentuk bangsa yang teguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleransi, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
18
2) Untuk
meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan
hasil
pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pecapaian pembentukan karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai standar kompetensi kelulusan. c. Fungsi Pendidikan Karakter Menurut Daryanto (2013: 45) dalam bukunya yang berjudul ”Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah”, fungsi pendidikan karakter antara lain: 1)
Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik.
2)
Memperkuat
dan
membangun
perilaku
bangsa
yang
multikultural. 3)
Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
3.
Tinjauan Tentang PAI a. Pengertian PAI Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya dari AlQur‟an dan Hadis, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.(Abdul Majid, 2014:11)
19
Pendidikan Agama Islam ialah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam disertai dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan, dan persatuan bangsa (Abdul Majid, 2011: 20) Kesimpulannya Menurut Zakiah Darajat Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagi pandangan hidup (Abdul Majid, 2005 :130) B. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam QS. Al-An’am ayat 151-153 dan Aplikasi dalam PAI. 1.
Nilai-nilai pendidikan karakter dalam Qs. Al-An’am ayat 151-153.
عبًَب َ ِّ عهَ ْي ُك ْى أ َ ََّّل ت ُ ْش ِس ُكٕا ِث َ لُ ْم ت َ َعبنَ ْٕا أَتْهُ ُٕ َيب َح َّس َو َزثُّ ُك ْى َ ش ْيئًب َٔ ِث ْبن َٕا ِندَي ٍِْ ِإ ْح ش ِ َٕ َق َ َْح ٍُ َ َْس ُشلُ ُك ْى َٔ ِإيَّب ُْ ْى َٔ ََّل ت َ ْم َسثُٕا ْانف ٍ َٔ ََّل ت َ ْمتُهُٕا أ َ ْٔ ََّلدَ ُك ْى ِي ٍْ ِإ ْي ََل َ اح َ ظ َٓ َس ِي ُْ َٓب َٔ َيب َث َ َيب َّ ط انَّ ِتي َح َّس َو ك ذَ ِن ُك ْى َ طٍَ َٔ ََّل ت َ ْمتُهُٕا انَُّ ْف ِ ّ اَّللُ ِإ ََّّل ِث ْبن َح ي َّ َٔ َ ِْ ) َٔ ََّل ت َ ْم َسثُٕا َيب َل ْان َيتِ ِيى ِإ ََّّل ثِبنَّ ِتي151( ٌَُٕصب ُك ْى ثِ ِّ نَعَهَّ ُك ْى تَ ْع ِمه ُ َ ع ٍُ َحتَّى يَ ْجهُ َغ أ عب ِإ ََّّل ِ شدَُِّ َٔأَ ْٔفُٕا ْان َك ْي َم َٔ ْان ًِيصَ اٌَ ِث ْبن ِمع ً ف ََ ْف ُ ّْظ ََّل َُ َك ِه َ أ َ ْح َّ ُٔ ْظ َع َٓب َٔ ِإذَا لُ ْهت ُ ْى فَب ْع ِدنُٕا َٔنَ ْٕ َكبٌَ ذَا لُ ْسثَى َٔ ِث َع ْٓ ِد اَّللِ أ َ ْٔفُٕا ذَ ِن ُك ْى ِ ص َس َّ َٔ ُ ُِٕاطي ُي ْعت َ ِمي ًًب فَبت َّ ِجع ِ ) َٔأ َ ٌَّ َْرَا151( ٌَٔصب ُك ْى ِث ِّ نَ َعهَّ ُك ْى تَرَ َّك ُس 20
ٌَُٕصب ُك ْى ِث ِّ نَ َعهَّ ُك ْى تَتَّم ُّ َٔ ََّل تَت َّ ِجعُٕا ان َّ َٔ ظ ِجي ِه ِّ ذَ ِن ُك ْى َ عجُ َم فَت َ َف َّسقَ ِث ُك ْى َ ٍْ ع )151( (151) “Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). (152) Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfa`at, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat, (153) Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa. Menurut Quraish Shihab (2002 : 725-744) dalam tafsirnya AlMisbah, pendidikan karakter yang di jelaskan dalam al-qur‟an surat AlAn‟am ayat 151-153 terdapat 10 wasiat antara lain: a.
Larangan Berbuat syirik.
b.
Agar Birrul walidain (Berbuat baik kepada orang tua).
c.
Larangan membunuh anak.
d.
Larangan mendekati perbuatan keji.
e.
Larangan membunuh jiwa yang di haramkan.
f.
Tidak mencaplok harta anak yatim.
g.
Tidak curang dalam menakar dan menimbang. 21
2.
h.
Agar berkata yang jujur.
i.
Menetapi perjanjian terhadap Allah.
j.
Hanya menempuh jalan Allah yang lurus.
Aplikasi dalam Pendidikan Agama Islam Kemajuan suatu bangsa dipengaruhi oleh karakter bangsanya, bangsa yang menjunjung tinggi dan mebiasakan nilai-nilai budaya di ikuti penguasaan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang tinggi. Untuk mencapai hal itu, pemerintah merencanakan pendidikan karakter yang nilai-nilai karakternya diintegrasikan ke dalam setiap pembelajaran. secara historis maupun filosofis telah ikut mewarnai dan menjadi landasan moral, dan etik dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan merupakan variabel yang tidak dapat diabaikan dalam mentransformasi ilmu pengetahuan, keahlian dan nilai-nilai akhlak. Hal tersebut sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam UU No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 dinyatakan pada pasal 3 yaitu: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar manjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, 2003: 8. ) Pendidikan karakter yang diintegrasikan dalam pembelajaran dapat memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa karena mereka
22
memahami, menginternalisasi dan mengaktualisasikannya melalui proses pembelajaran. Dengan demikian, nilai tersebut dapat terserap secara alami lewat kegiatan sehari-hari. Apabila nilai-nilai tersebut juga dikembangkan melalui kultur sekolah, maka kemungkinan besar pendidikan karakter lebih efektif. Pembentukan karakter harus menjadi prioritas utama karena sudah terbukti bahwa dalam kehidupan masyarakat sangat banyak masalah yang ditimbulkan oleh karakter yang tidak baik.
Pengembangan nilai-nilai karakter bangsa di integrasikan ke dalam setiap pokok bahasan dari setiap pembelajaran. Nilai tersebut dicantumkan ke dalam silabus dan RPP melalui berbagai cara antara lain mengkaji SK dan KD pada Standar Isi untuk menentukan apakah nilai-nilai karakter yang tercantum sudah tercakup di dalamnya, mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai (Nazarudin, 2007 :17) Kurikulum merupakan salah satu alat untuk membina dan mengembangkan siswa menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Kurikulum diperlukan pada semua jenis mata pelajaran begitu pula untuk mata pelajaran pendidikan agama Islam. Pendidikan agama merupakan bagian integral dari pendidikan nasional, hal tersebut dijelaskan dalam UU tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 37 ayat 1 hal 29 bahwa "kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib 23
memuat antara lain pendidikan agama termasuk salah satunya pendidikan agama Islam” Pendidikan agama Islam dilaksanakan untuk mengembangkan potensi keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah serta berakhlak mulia. Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci AlQuran dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman.
Dibarengi
tuntunan untuk
menghormati
penganut agama lain dalam hubunganya dengan kerukunan antar ummat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa (Departemen Pendidikan Nasional, 2003: 7) Dengan demikian pendidikan agama di sekolah merupakan salah satu
wadah
untuk
mengembangkan
kemampuan
siswa
dalam
meningkatkan pemahaman keagamaan, yakni meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah serta kemuliaan akhlak. Pengajaran agama Islam diberikan pada sekolah umum dan sekolah agama, baik negeri atau swasta. Seluruh pengajaran yang diberikan di sekolah atau madarasah diorganisasikan dalam bentuk kelompok-kelompok mata pelajaran yang disebut bidang studi dan dilaksanakan melalui sistem kelas. Dalam struktur program sekolah umum, ruang lingkup pengajaran agama Islam
24
(kurikulum KTSP) terfokus pada aspek Al-qur‟an, Hadits, Fiqh, Tauhid dan Tarikh. Hubungan antara pendidikan karakter dengan Pendidikan Agama Islam dapat dilihat dalam dua sisi, yakni materi dan proses pembelajaran. Sedangkan dalam proses pembelajaran, guru dalam mengajar Pendidikan Agama Islam ke peserta didik memuat pendidikan karakter. Bahkan guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter dimulai sejak guru membuat rencana pembelajaran (RPP). Ruang lingkup ini merupakan perwujudan dari keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam (selain manusia) dan lingkungan. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa kurikulum pendidikan agama Islam khususnya SMP adalah seperangkat rencana kegiatan dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran PAI serta cara yang digunakan dan segenap kegiatan yang dilakukan oleh guru agama untuk membantu siswa dalam memahami.
25
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Tafsir surat Al-An’am secara umum 1. Tafsir surat Al-An’am secara umum
عبًَب َ ِّ عهَ ْي ُك ْى أ َ ََّّل ت ُ ْش ِس ُكٕا ِث َ لُ ْم تَعَبنَ ْٕا أَتْ ُم َيب َح َّس َو َزثُّ ُك ْى َ ش ْيئًب َٔثِ ْبن َٕا ِندَي ٍِْ إِ ْح ش َيب ِ َٕ َق َ َْح ٍُ َ َْس ُشلُ ُك ْى َٔ ِإيَّب ُْ ْى َٔ ََّل ت َ ْم َسثُٕا ْانف ٍ َٔ ََّل ت َ ْمتُهُٕا أ َ ْٔ ََّلدَ ُك ْى ِي ٍْ ِإ ْي ََل َ اح َ ظ َٓ َس ِي ُْ َٓب َٔ َيب َث َ َّ ط انَّ ِتي َح َّس َو صب ُك ْى َّ َٔ ك ذَ ِن ُك ْى َ طٍَ َٔ ََّل ت َ ْمتُهُٕا انَُّ ْف ِ ّ اَّللُ ِإ ََّّل ِث ْبن َح ع ٍُ َحتَّى َ ي أ َ ْح َ ِْ ) َٔ ََّل ت َ ْم َسثُٕا َيب َل ْان َي ِت ِيى ِإ ََّّل ِثبنَّ ِتي151( ٌَُِٕث ِّ َن َعهَّ ُك ْى تَ ْع ِمه ُ َ يَ ْجهُ َغ أ عب إِ ََّّل ُٔ ْظ َع َٓب َٔإِذَا لُ ْهت ُ ْى ِ شدَُِّ َٔأَ ْٔفُٕا ْان َك ْي َم َٔ ْان ًِيصَ اٌَ ثِ ْبن ِمع ً ف ََ ْف ُ ّْظ ََّل َُ َك ِه ٌَٔصب ُك ْى ثِ ِّ نَعَهَّ ُك ْى تَرَ َّك ُس َّ َٔ اَّلل أ َ ْٔفُٕا ذَ ِن ُك ْى ِ َّ فَب ْع ِدنُٕا َٔنَ ْٕ َكبٌَ ذَا لُ ْس َثى َٔ ِث َع ْٓ ِد عجُ َم َفتَفَ َّسقَ ِث ُك ْى ُّ اطي ُي ْعت َ ِمي ًًب فَبت َّ ِجعُُِٕ َٔ ََّل تَت َّ ِجعُٕا ان ِ ص َس ِ ) َٔأ َ ٌَّ َْرَا151( )151( ٌَُٕصب ُك ْى ِث ِّ نَ َعهَّ ُك ْى تَتَّم َّ َٔ ظ ِجي ِه ِّ ذَ ِن ُك ْى َ َ ٍْ ع (151) “Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). (152) Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfa`at, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban
26
kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat, (153) Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa. Dalam tafsir al-misbah (Quraish Shihab, 2002: 313) Surah alAn`am adalah surah Makkiyah. Secara redaksional, penamaan itu tampaknya disebabkan kata al-an‟am ditemukan dalam surah ini sebanyak enam kali. Nama ini adalah satu-satunya nama untuknya yang dikenal pada masa Rasul saw. Menurut sejumlah riwayat, keseluruhan ayatnya turun sekaligus. bahwa surah ini diantar oleh tujuh pulah ribu malaikat dengan alunan tasbih. Ibnu kasir mengambil dari Imam Hakim di dalam kitab Mustadraknya dan mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Muhammad ibnu Ya 'qub Al-Hafiz dan Abul Fadl, yaitu AlHasan ibnu Ya'qub A-Adl; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada
kami
Muhammad
ibnu
Abdul
Wahhab
Al-Abdi,
telah
menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abdur Rahman As-Saddi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Munkadir, dari Jabir yang mengatakan bahwa ketika surat Al An'am diturunkan, Rasulullah Saw.membaca tasbih, kemudian bersabda:
27
ْ ََُ ِص ن ظبدَّ َيبب َثبيٍَْ ا ن َبب ُ ُ ظ ْٕ َزح ُ ت َ ظ ْٕ َزح ُ اْآلَ َْ َعب ِو َي َع َٓب َي ْٕ ِكبت ِيبٍَ اْن ًَبَلَ َِ َكب ِخ ض ثِ ِٓ ْى ت َ ْس ت َ ُّج ُ فِمَي ٍِْ نَ ُٓ ْى شَ ْجم ثِب نت َّ ْعجِيْحِ َٔاْآل ْز Sesungguhnya surat ini diiringi oleh para malaikat (yang jumlahnya) menutupi cakrawala langit. Sedangkan Rasulullah Saw. sendiri mengucapkan:
ظ ْج َحب ٌَ هللا ان َع ِظي ِْى ُ ظ ْج َحب ٌَ هللا اْن َع ِظي ِْى ُ Mahasuci Allah Yang Mahaagung, Mahasuci Allah Yang Mahaagung. Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari Imam Tabrani, dari Ibrahim ibnu Nailah, dari Ismail ibnu Umar , dari Yusuf ibnu Atiyyah, dari Ibnu Aun, dari Nafi' , dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
ْ ََُ ِص ن ظب ْجعُ ٌَْٕ ا َ ْنفًبب ِيبٍَ اْن ًَبَلَ َِ َكب ِخ َ َٔ ً احدَح ِ َٔ ًظ ْٕ َزح ُ اْآلَ َْعَب ِو ُج ًْهَخ ُ ي َ ت َ شيَّعَ َٓب َّ َعه نَ ُٓ ْى شَ ْجم ِثب نت َّ ْع ِجيْحِ َٔانت َّ ْح ًِ ْي ِد Surat Al-An'am diturunkan kepadaku sekaligus, dan diiringi oleh tujuh puluh ribu malaikat, dari mereka terdengar suara gemuruh karena bacaan tasbih dan tahmid. Sementara ulama mengecualikan beberapa ayat- sekitar enam ayat yang menurut mereka turun setelah Nabi saw. Berhijrah ke Madinah, yaitu ayat 90 s/d 93 dan 150 s/d 153, kendati ada riwayat yang hanya menyebut dua ayat, yaitu ayat 90 dan 91. Riwayat lain bahkan menyatakan hanya satu ayat, yaitu ayat 90. Tetapi yang di riwayat-riwayat itu mengandung kelemahan-kelemahan, apalagi, seperti tulis pakar tafsir dan hadits, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha,”banyak riwayat yang menyatakan bahwa
28
seluruh ayat surah ini turun sekaligus, padahal persoalan yang diinformasikan riwayat itu bukan persoalan ijtihad atau nalar tetapi sejarah, bukan juga persoalan yang berhubungan dengan hawa nafsu yang dapat mengantar kepada penolakannya, atau persoalan redaksi yang bisa menjadikannya memiliki kelemahan, karena itu riwayat-riwayat tentang turunnya seluruh ayat surah ini sekaligus pastilah mempunyai dasar yang dapat dipertanggung jawabkan.” Disisi lain, riwayat pengecualian beberapa ayat yang dikemukakan dinilai oleh sekian banyak ulama memiliki kelemahan-kelemahan sehingga tidak wajar riwayat-riwayat itu dijadikan dasar untuk menolak riwayat yang demikian banyak tentang turunnya surah ini sekaligus karena riwayat yang banyak, kendati lemah, dapat saling memperkuat. Tidak ada surah panjang lain yang yang turun sekaligus kecuali surah al-An`am ini. Untuk membuktikan bahwa Allah mampu menurunkannya sekaligus tanpa berbeda mutu. Tetapi, dia tidak menurunkan semua ayatnya demikian karena kemaslahatan menuntut diturunkannya sedikit demi sedikit. Bahwa keseluruhan ayat surah ini turun sekaligus, tidak mejadikan riwayat sebab nuzul beberapa ayatnya harus ditolak. Karena, seperti diketahui apa yang dinamai sebab nuzul tiidak harus dipahami dalam arti peristiwa yang terjadi menjelang turunnya ayat, tetapi juga dipahami dalam arti peristiwa-peristiwa yang petunjuk atau hukumnya dikandung oleh ayat yang bersangkutan selama peristiwa yang dinyatakan sebagai
29
sebab nuzul itu terjadi pada periode turunya Al-Qur`an, baik terjadi sebelum maupun sesudah turunya ayat dimaksud. Dalam tafsir al misbah, Imam as-Suyuthi menyebut riwayat yang menginformasikan bahwa surah ini turun diwaktu malam, dan bahwa bumi berguncang menyambut kehadirannya. Riwayat-riwayat yang disinggung diatas oleh sementara ulama dinilai-dinilai sebagai riwayat-riwayat yang dha`if (lemah).kendati demikian, tidak ada halangan untuk mengakui turunya surah ini sekaligus. Apalagi, seperti tulis al-Biqa`i, tujuan utama surah ini adalah memantapkan tauhid dan ushuluddin/prinsip-prinsip ajaran Islam. Ajaran tauhid menggambarkan keesaan Allah dan kekuasaan-Nya. Allah swt. Yang mewujudkan dan mematikan, dan dia juga yang membangkitan dari kematian. Disamping persoalan keesaan Allah dan keniscayaan Hari Kiamat, ayat-ayat surah ini mengandung penegasan tentang hal-hal yang diharamkan-Nya sambil membatalkan apa yang diharamkan manusia atas dirinya karena hanya Dia sendiri yang berwenang menetapkan hukum dan membatalkan apa yang ditetapkan manusia, seperti yang dilakukan oleh kaum musyrikin menyangkut binatang dan sebagainya. Inilah yang diisyaratkan oleh namanya, yakni alan`am. Dalam tafsir al-misbah (Quraish Shihab, 2002:315), Sayyid Quthub memulai tafsirnya tentang surah ini dengan menguraikan ciri-ciri surah Makkiyah, di mana surah al-An`am merupakan salah satu di
30
antaranya. Pakar ini menulis bahwa surah-surah Makkiyah berkisar pada uraian tentang wujud manusia di alam raya dan kesudahannya, tentang hubungannya dengan alam dan makhluk hidup lainnya, serta hubungannya dengan Pencipta alam dan kehidupan. Uraian surah ini tulisannya tidak berbeda dengan tema tersebut. Di sini, ayat-ayatnya berbicara tentang soal ketuhanan dan penghambaan diri makhluk kepada-Nya, baik di langit maupun di bumi. Sebagaimana halnya dalam tafsir al misbah
al-Biqa`i, Sayyid
Quthub juga menggaris bawahi nama surah ini, yakni al-An`am. Oleh pakar ini, penamaannya dikembalikan kepada kenyataan yang hidup ditengah masyarakat ketika itu dalam hal kaitannya dengan hakikat hubungan manusia dengan Allah swt. Masyarakat jahiliyah ketika itu memberi hak kepada diri mereka untuk menghalalkan dan mengharamkan sembelihan, makanan, serta aneka ibadah yang berkaitan dengan binatang, buah-buahan, bahkan anak-anak. Nah, ayat-ayat al-An`am bermaksud membatalkan pandangan Jahiliyah itu agar di dalam hati setiap manusia tertanam hakikat yang diajarkan oleh agama ini; yaitu bahwa hak menghalalkan dan mengharamkan hanyalah wewenang Allah, dan bahwa setiap bagian terkecil dalam kehidupan manusia harus sepenuhnya tunduk kepada ketentuan hukum-hukum Allah swt saja. Dengan demikian, pada hakikatnya, surah ini bertujuan memantabkan tauhud dan ushuludin, dan sekaligus memantapkan kewenangan Allah swt. Dalam segala persoalan. Dari sini pula maka wajar jika ia turun sekaligus, tidak bertahap.
31
Memang, prinsip-prinsip ajaran agama tidak ditetapkan Allah swt. Secara bertahap, berbeda dengan tuntunan yang berkaitan dengan hukum. Hukum pada dasarnya, menuntut pelaksanaan dengan melakukan yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang. Jika hukum-hukum yang beraneka ragam dan mencangkup banyak hal turun sekaligus, tentulah yang dituntut melaksanakannya akan mengalami banyak kesulitan, lebihlebih jika ketetapan yang dituntut itu tidak sejalan dengan kebiasaan selama ini. Itulah sebabnya, dalam bidang hukum Al-Qur`an sering kali menempuh
cara
bertahap seperti
yang terlihat
dalam
tuntunan
meninggalkan minuman keras. (quraish shihab, 2002: 313-316) B. Pandangan Mufassir tentang surat Al-An’am ayat 151-153. 1.
Penafsiran Surat Al-An’am ayat 151-153 menurut Tafsir Al-Misbah. Pertama dan yang paling utama adalah janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan-Nya, sesuatu dan sedikit persekutuan pun. Kedua, setelah menyebut causa prima, penyebab dari segala sebab wujud, dan sumber segala nikmat, disebutkanya penyebab perantara yang berperanan dalam kelahiran manusia, sekaligus yang ajib disyukuri, yakni ibu bapak. Karena itu, di usulkan dan dirangkaikannya perintah pertama itu dengan perintah ini, dalam makna larangan mendurhakai mereka. Larangan demikian tegasnya sehingga dikemukakan dalam bentuk perintah berbakti, yakni dan berbuat baiklah secara dekat dan melekat kepada kedua orang ibu bapak secara khusus dan istemewa
32
dengan berbuat kebaktian yang banyak lagi mantap atas dorongan rasa kasih kepada mereka. Ketiga, setelah menyebut sebab perantara keberadaan manusia dipentas
bumi,
dilanjutkan-Nya
dengan
pesan
berupa
larangan
menghilangkan keberadaan itu yakni, dan jangan kamu membunuh anakanak kamu karena kamu ditimpa dengan kemiskinan dan mengakibatkan kamu menduga bahwa bila mereka lahir kamu akan memikul beban tambahan. Jangan khawatir atas diri kamu. Bukan kamu sumber rezeki, tetapi kami-lah sumbernya. Kami akan memberi, yakni menyiapkan sarana rezeki kepada kamu sejak saat ini dan juga kami akan siapkan kepada mereka; yang penting adalah kamu berusaha mendapatkannya. Selanjutnya setelah melarang kekejian yang besar setelah syirik, durhaka kepada kedua orang tua dan membunuh, kini dilarangnya secra umum segala macam kekejian. Ini merupakan pengajaran keempat, yaitu dan jangan kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, seperti membunuh dan berzina, baik yang tampak diantranya, yakni yang kamu lakukan secara terang-terangan, maupun yang tersembunyi, seperti memiliki pasangan “simpanan” tanpa diikat oleh akad nikah yang sah. Kelima disebut secara khusus satu contoh yang amat buruk dari kekejian itu, yakni dan jangan kamu membunuh jiwa yang memang diharamkan Allah membunuhnya kecuali berdasarkan suatu sebab yang benar, yakni berdasarkan ketetapan hukum yang jelas. Demikian itu yang
33
diperintahkan-Nya, yakni oleh tuhan dan nalar yang sehat kepada kamu supaya kamu memahami dan menghindari larangan-larangan itu. Kata ( ) تعب نٕاta`alau telah dijelaskan maknanya sebelum ini ketika menguraikan makna ( )ْه ّىhalumma pada ayat yang lalu. Perlu ditambahkan disini bahwa ajakan ayat ini pada mulanya ditujukkan kepada kaum musrikin, seakan-akan ayat ini berkata kepada mereka: kini kalian berada disatu tempat yang sangat rendah akibat kepercayaan kalian yang sangat buruk itu. Datang dan dengar apayang sebenarnya diharamkan
Allah
agar
kalian
mengetahui
betapa
jauh
jarak
perbedaannya. Kata ) ٕ ( أتهatlu terambildari kata ( ) تَل ٔحtilawah, yang pada mulanya berarti mengikuti. Seorang yang membaca adalah seseorang yang hati atau lidahnya mengikuti apa yang terhidang dari lambanglambang bacaan huruf demi huruf, bagian demi bagian, dari apa yang dibacanya. Ayat
diatas
memulai
wasiat
pertama
dengan
larangan
mempersekutukan Allah. Walaupun larangan ini mengandung perintah mengesakan-Nya, karena menghindari keburukan lebih utama dari melakukan kebajikan, redaksi itulah yang dipilih. Demikian al-Biqa`i. Ini sejalan juga dengan kalimat syahadat yang dimulai dengan menolak terlebih dahulu segala yang dipertuhan dan tidak wajar disembah, baru segaera menetapkan Allah sebagai satunya Tuhan Penguasa alam raya yang wajib disembah. Bukankah kita berkata: ( ) َّلإنّ إَّلّ هللاla llaha illa
34
Allah/ tidak ada tuhan selain Allah? Disamping itu, ayat ini disampaikan dalam konteks uraian terhadap kaum musyrikin, yang mempersekutukan Allah, yang pada awal ayat ini dijanjikan untuk disampaikan kepada mereka apa yang diharamkan Allah swt. Awal ayat ini menjanjikan untuk menyampaikan apa yang diharamkan Allah, tetapi ketika berbicara tentang kedua orang tua, redaksi yang digunakannya adalah redaksi perintah berbakti dan tentu saja berbakti, tidak termasuk yang diharamkan Allah. Ketika menafsirkan QS. An-Nisa` : 36, Quraish Shihab telah memerinci kandungan makna firman-Nya: ( عبًَب َ ْ ) َٔثِ ْبن َٕا ِندَي ٍِْ إِحwa bi alwalidaini ihsanan. Disana antara lain penulis kemukakan bahwa alQur‟an mengunakan kata ( عبًَب َ ْ ) ِإحihsanan, untuk dua hal. Pertama, memberi nikmat kepada pihak lain, dan kedua perbuatan baik. Karena itu kata ihsan lebih luas dari sekedar “memberi nikmat atau nafkah”. Maknanya lebih tinggi dan dalam dari kandungan makna “adil” karena adil adalah “memperlakukan orang lain sama dengan perlakuaanya kepada anda”, sedang ihsan,” memperlakukannya lebih baik dari perlakuaanya terhadap anda”. Adil adalah mengambil semua hak anda atau memberi semua hak orang lain, sedang ihsan adalah memberi lebih banyak daripada yang harus anda beri dan mengambil lebih sedikit dari yang seharusnya anda ambil. Karena itu pula, rasul saw. Berperan kepada seseorang:”engkau dan hartamu adalah untuk (milik) ayahmu” (HR. Abu Daud).
35
Quraish Shihab juga kemukakan bahwa al-Qur‟an menggunakan kata penghubung bi ketika berbicara tentang bakti kepada ibu dan bapak (عبًَب َ ْ)ٔ ِث ْبن َٕا ِندَي ٍِْ ِإح َ wa bi al-walidain ihsanan, padahal bahasa membenarkan penggunaan ( )لli yang berati untuk dan ( )إنىila berarti kepada untuk penghubung kata itu. Qurais shihab mengambil dari Syaikh Muhammad Thahir Ibn `Asyur mempunyai pandangan lain. Menurutnya kata Ihsan bila menggunakan idiom ba (bi), yang dimaksud adalah penghormatan dan pengagungan yang berkaitan dengan pribadi seperti dalam firmanya-Nya mengabdian ucapan Yusuf as. Dalam Qs Yusuf: 100 yang menyatakan: ( ٍ ) ٔلدأ حعٍ ثي إذأخسجُى يٍ انعّجwa qad ahsana biidz akhrajani min as-aijn/ dia (Allah) telah berbuat baik kepadaku ketika Dia membebaskan aku dari penjara, sedang bila yang dimaksud dengan memberi manfaat material, idiom yang digunakan adalah li dan, dengan demikian, ayat ini lebih menekankan kebaktian pada penghormatan dan pengagungan pribdi kedua orang tua. betapa pun berbeda, pada akhirnya harus dipahami bahwa ihsan (bakti) kepada keduorangtuanya yang diperintahkan agama Islam adalah bersikap sopan kepada keduanya dalam ucapan dan perbuatan sesuai dengan adat kebiasaan masyarakat sehingga mereka merasa senang terhadap kita serta mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka yang sah dan wajar sesuai kemampuan kita (sebagai anak).
36
Firman-Nya: janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepada kamu dan kepada mereka sedikit berbeda redaksinya dengan ayat Qs.al-Isra`:3 yang menyatakan: “dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami-lah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kamu.” Motivasi pembunuhan yang dibicarakan oleh ayat al-an`am ini adalah kemiskinan yang sedang dialami oleh ayah kekhawatirannya akan semakin terpuruk dalam kesulitan hidup akibat lahirnya anak. Karena itu, di sini Allah segera memberi jaminan kepada sang ayah dengan menyatakan bahwa kami akan memberi rezeki kepada kamu, baru kemudian dilanjutkan dengan jaminan ketersediaan rezeki untuk anak yang dilahirkan, yakni melalui lanjutan ayat itu dan kepada mereka, yakni anakanak mereka. Adapun dalam surah al-Isra`:31, kemiskinan belum terjadi, baru dalam bentuk kekhawatiran. Karena itu dalam ayat tersebut ada penambahan kata khasyat, yakni takut. Kemiskinan yang dikhawatirkan itu adalah kemiskinan yang boleh jadi akan dialami oleh anak. Maka, untuk menyingkirkan kekhawatiran sang ayah,ayat itu segera menyampaikan bahwa kami-lah yang akan memberi rezeki kepada mereka, yakni anakanak yang kamu khawatirkan jika dibiarkan hidup akan mengalami kemiskinan. Setelah jaminan ketersediaan rezeki itu, barulah disusulkan jaminaan serupa kepada ayah dengan adanya kalimat dan juga kepada kamu.
37
Penggalan ayat diatas dapat juga dipahami sebagai sanggahan buat mereka yang menjdikan kemiskinan apa pun sebabnya sebagai dalih untuk membunuh anak. Apakah merencanakan keluarga dengan alasan tersebut termasuk dalam larangan ini atau tidak merupakan salah satu diskusi antar ulama. Bukan di sini tempatnya diuraikan. Larangan membunuh jiwa oleh ayat di atas dibarengi dengan kata-kata
ّ ( نحك حسو هللا إَّلّ ثب ّ ) انتّىallati harrama Allahu illa bi al-haqq yang diterjemahkan dengan yang diharamkan Allah kecuali berdasar sesuai yang benar. Terjemahan ini terpijak pada kata harrama yang dipahami dalam arti diharamkan atau dilarang. Kalimat ini berfungsi menjelaskan bahwa larangan membunuh bukan sesuatu yang baru, tetapi telah merupakan syariat seluruh agama sejak kelahiran manusia dipentas bumi ini. Dapat juga kata harrama, yang dikaitkan dengan jiwa manusia oleh ayat diatas, dipahami dalam arti yang dijadikan terhormat oleh Allah. Penggalan ayat ini seakan-akan menyatakan: janganlah membunuh jiwa karena jiwa manusia telah dianugrahi Allah kehormatan sehingga tidak boleh disentuh kehormatan itu dalam bentuk apa pun. Pemahaman semacam ini mendukung nilai-nilai hak asasi manusia yang juga merupakan salah satu prinsip kehidupan yang ditegakkan al-Qur‟an melalui sekian ayat. Ayat ini dan ayat-ayat berikut menyebutkan aneka hal yang haram tanpa menyebutkan sesuatu yang berkaitan dengan makanan. Hal tersebut agaknya untuk mengisyaratkan bahwa menghindari kebejatan moral terhadap Allah dan terhadap manusia jauh lebih penting daripada diskusi
38
berkepanjangan menyangkut hukum halal dan haram, dan bahwa mengamalkan halal atau menghindari yang haram harus dilandasi oleh kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa dan membuahkan penghormatan kepada hak-hak asasi manusia. Dalam ayat ini terdapat tiga kali larangan membunuh. Pertama, larangan membunuh anak, kedua larangan melakukan kekejian seperti berzina dan membunuh, dan ketiga larangan membunuh kecuali dengan haq. Quraish Shihab menyimpulkan bahwa ayat di atas mengandung tuntunan umum menyangkut prinsip dasar kehidupan yang bersendikan kepercayaan akan keesaan Allah swt. Hubungan antara sesama berdasarkan hak asasi, penghormatan, serta kejauhan dari segala bentuk kekejian moral.(Quraish Shihab, 2002:734) Ayat yang lalu telah menyebut lima wasiat Allah yang merupakan larangan-larangan mutlak. Ayat ini melanjutkan dengan larangan yang berkaitan dengan harta setelah sebelumnya pada larangan kelima disebut tentang nyawa. Ini karena harta adalah sesuatu yang nilainya sesudah nilai nyawa. Larangan yang menyangkut harta dimulai dengan larangan mendekati harta kaum lemah, yakni anak-anak yatim. Ini sangat wajar karena mereka tidak dapat melindungi diri dari penganiayaan akibat kelemahannya. Dan karena itu pula, larangan ini tidak sekedar melarang memakan atau menggunakan, tetapi juga mendekati.
39
Ayat ini dimulai dengan larangan ke enam yang mengatakan: dan janganlah kamu dekati apalagi menggunakan secara tidak sah harta anak yatim, kecuali dengan cara yang terbaik shingga dapat menjamin keberadaan, bahkan pengembangan harta itu, dan hendaklah pemeliharaan secara baik itu berlanjut hingga ia, yakni anak yatim itu, mencapai kedewasaannya dan menerima dari kamu harta mereka untuk mereka kelola sendiri. Selanjutnya, larangan kedelapan menyangkut ucapan, karena ucapan
berkaitan
dengan
penetapan
hukum,
termasuk
dalam
menyampaikan hasil ukuran dan timbangan. Lebih-lebih lagi karena manusia seringkali bersifat egois dan memihak kepada keluarganya. Untuk itu, dinyatakan bahwa dan apabila kamu berucap, dalam menetapkan hukum, atau persaksian, atau menyampaikan berita, janganlah kamu curang atau berbohong. Berlaku adil lah tantap mempertimbangkan hubungan kedekatan atau kekerabatan, kendati pun dia yang menerima dampak ucapanmu yang baik atau yang buruk adalah kerabat –mu sendiri. Wasiat yang kesembilan, mencakup ucapan dan perbuatan, yaitu jangan melanggar janji yang kamu ikat dengan dirimu, orang lain, atau denga Allah. Penuhilah janji Allah itu karena kesemuanya disaksikan oleh-Nya, dan yang demikian itu di perintahkan-Nya kepada kaum agar kamu terus-menerus ingat bahwa itulah yang terbaik untuk kamu semua. Dalam pengamatan sejumlah ulama al-Qur‟an, ayat-ayat yang menggunakan kata jangan mendekati seperti ayat diatas biasanya
40
merupakan larangan mendekati sesuatu yang dapat merangsang jiwa atau nafsu untuk melakukannya. Dengan demikian, larangan mendekati mengandung makna larangan untuk tidak terjerumus dalam rayuan sesuatu, yang berpotensi mengantar kepada langkah melakukannya. Hubungan seks seperti perzinaan maupun keika istri sedang haid, demikian pula perolehan harta secara batil, memiliki rangsangan yang sangat kuat sehingga al-Qur‟an melarang mendekatinya. Memang, siapa yang berada disekeliling satu jurang, ia dikhawatirkan terjerumus kedalamnya. Adapaun langgaran yang tidak memiliki rangsangan yang kuat, biasanya larangan langsung tertuju kepada perbuatan itu, bukan larangan mendekatinya. Ayat diatas menggunakan bentuk perintah- bukan larangan – menyangkut takaran dan timbangan (ْبظ ِ )ٔأ َ ْٔفُبٕا ْان َكيْب َم َٔ ْان ًِيبصَ اٌَ ِث ْبن ِمع َ wa aufu alkaila waal-mizana bi al-qisthl dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kata ( )انمعبظal-qisth mengandung makna rasa senang kedua pihak yang bertransaksi .karena itu ,ia bukan sekadar berarti adil,apabila jika ada keadilan yang tidak dapat menyenangkan salah satu pihak. Yang menganiaya tidak akan senang menerima,walau sanksi yang adil. Qisth bukan hanya adil,tetapi sekaligus menjadikan kedua belah pihak senang dan rela. Timbangan dan takaran harus menyenagkan kedua pihak sehingga ayat di atas di samping memerintahkan untuk menyempurnakan takaran dan timbangan, juga memerintahkan menyempurnaan itu bi al-
41
qisth, bukan sekedar bi al-`adll dengan adil. Memang diatas penulis menerjemahkan kata al-qisth, sebagaimana sekian banyak terjemahan, dengan adil. Ini karena sangat sulit bagi penulis menemukan padanan kata yang tepat untuk kata qisth itu dalam bahasa indonesia atau bahasa asing. Perintah menyempurnakan takaran disusul dengan kalimat: kami tidak
memikulkan
beban
kepada
seorang
melainkan
sesuai
kemampuannya. Ini kemukakan untuk mengingatkan bahwa memang dalam kehidupan sehari-hari tidak mudah mengukur, apabila menimbang, yang benar-benar mencapai kadar adil yang pasti, tetapi kendati demikian, penimbang dan penakar hendaknya berhati-hati senantiasa melakukan penimbangan dan penakaran itu semampu mungkin. Kalimat singkat ini di susun dalam bentuk redaksi personal pertama, dalam hal ini adalah Allah swt, padahal ayat-ayat sebelumnya dalam redaksi orang ketiga. Hal ini, disamping untuk mengisyaratkan bahwa ketentuan tersebut langsung dri Allah swt. sebagai anugrah, juga untuk menunjukkan bahwa apa yang disampaikan oleh nabi Muhammad saw. Ini benar-benar bersumber dari Allah swt. Bahwa ayat ini merupakan perintah kepada penjual atau pemberi barang karena pembeli atau penerima tidak selalu awas, apabila saat disertai keinginan yang besar untuk memperoleh barang itu. Juga karena takaran ada timbangan itu biasanya berada di tangan pemberi barang bukan penerima atau pembelinya. Perintah-Nya kedelapan berbunyi:dan apabila kamu berucap, maka berlaku adillah. Ucaplah,berdiri dari tiga kemungkinan; pertama,
42
benar, dan itu bisa saja bermakna positif atau negatif, serius atau canda: kedua, salah dan ini ada yang disengaja (bohong) ada juga yang tidak disengaja (keliru); dan ketiga, omong kosong. Ini ada yang dimengerti tetapi tidak berfaidah dan ada juga yang tidak dimengerti sama sekali. Perintah berucap oleh ayat ini kaitkan dengan kata ( )إذاidzal apabila, yakni apabila kamu berucap, maka berlaku adillah. Penyebutan apabila dalam ayat ini mengisyaratkan bahwa ada kemampuan dalam diri manusia untuk diam dan tidak mengucapkan sesuatu apabila dia takut mengucapkan kebenaran. Dengan kata lain, adalah wajib berdiam diri tidak berucap sepatah pun kalau ucapan itu tidak benar dan tidak adil. “ siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, hendaknya dia mengucapkan kata-kata yang baik atau diam saja” (HR. Bukhori dan Muslim melalui Abu Hurairah). Penggalan ayat yang menyangkut ucapan ini menggunakan juga bentuk redaksi perintah bukan larangan, padahal yang di janjikan pada ayat yang lalu adalah yang di haramkan Allah swt. Yakni yang dilarang oleh-Nya. Ini untuk mengisyaratkan bahwa yang disukai Allah adalah menampakkan sesuatu yang haq, tetapi dalam saat yang sama ia adil, dan bahwa sebaiknya seseorang tidak berdiam diri dalam dalam menghadapi kebenaran. Seandainya ayat ini menyatakan jangan berbohong, perintah tersebut telah dinilai terlaksana walau yang bersangkutan diam tidak berbicara, padahal diam menyangkut kebenaran baru dianjurkan bila dampak negatif pembicara lebih besar daripada dampak diam.
43
Ayat ini ditutup dengan wasiat kesembilan, yaitu perintah memenuhi (` ) عٓد هللاahd Allah/janji Allah. Rangkaian kedua kata ini dapat berarti apa yang ditetapkan Allah atas kamu menyangkut perjanjian, yang dalam hal ini adalah syariat agama; bisa juga dalam arti apa yang telah kamu janjikan kepada Allah untuk melakukannya dan yang telah kamu akui, atau bisa jadi juga ia berarti perjanjian yang Allah perintahkan untuk dipelihara dan dipenuhi. Kesemua makna ini benar lagi diperintahkan Allah swt. Dan juga dapat ditampung oleh redaksi tersebut. Bahwa ia dinamai perjanjian Allah karena perjanjian itu disaksikan oleh Allah lagi biasanya disepakati atas nama Allah swt. Quraish Shihab menyimpulkan bahwa ayat ini mengandung tuntunan dengan sistem pergaulan antar sesama yang berintikan penyerahan hak-hak kaum lemah telah mereka peroleh, otomatis hak-hak yang kuat akan diperolehnya pula. (Quraish Shihab, 2002: 739) Wasiat terakhir, yakni yang kesepuluh mencangup apa yang belum disebut oleh kedua ayat sebelumnya, yaitu dan bahwa ini, yakni kandungan wasiat-wasiat yang disebut di atas atau ajaran agama Islam secara keseluruhan adalah jalan-Ku yang lapang lagi lurus, maka ikutilah ia dengan penug kesengguhan, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain yang bertentangan dengan jalan-Ku ini karena jalan-jalan itu adalah jalan-jalan yang sesat sehingga bila kamu mengikutinya ia menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya yang lurus lagi lapan itu. Yang demikian, yakni wasiat-wasiat yang sungguh tinggi nilainya itu
44
diwasiatkan kepada kamu agar kamu bertaqwa sehingga terhindar dari segala macam bencana. Kata ( صبساط ّ ) انash-shirat terambil dari kata ( ) ظبسطsaratha, dan karena huruf ( ) ضsin dalam kata ini bergandengan dengan huruf () ز, huruf ( ) ضsin terucapkan ( ) صshad ( ) صبساطshirat atau ( )شzai () شزاط zirat asal katanya sendiri bermakna menelan. Jalan yang lebar dinamai sirath karena sedemikian lebarnya sehingga ia bagaikan menelan si pejalan. Ketika menguraikan tafsir surah al-Fatihah, penulis telah kemukakan perbedaan antara kata ( )صبساطshirath dan ( )ظبجيمsabil, antara lain adalah yang pertama mengandung makna jalan luas dan lebar serta selalu benar. Ia adalah jalan tol yang mengantar penelusuranya sampai ketujuan. Sedang sabil adalah jalan kecil atau lorong. Sabil ada yang bertemu dengan shirath, ada juga yang tidak sehingga perjalan tidak mencapai ) (انصساط انًعتميىash-shirathal-mustaqim. Kalau jalan kecil itu mengantar kepada kebaiakan dan kedamaian, ia dinamai sabilillah dijamak oleh al-Qur‟an dan disifati dengan nama subul as-salam. Sabilillah banyak bermacam-macam, sebanyak tuntunan agama Islam. Gabungannya dinamai ash-shirat al-mustaqim. Haji adalah sabilillah, puasa, berjhad, belajar dan mengaja, dan ilmu yang bermanfaat, kegiatan sosial yang berguna, dan lain-lain kebajikan, jika ditinjau secara berdiri sendiri, ia adalah sabilillah. Karena itu, semua apa yang dinamai sabilillah, yakni subul as-salam, bermuara ke shirath al-mustaqim.
45
Semua jalan Allah, baik yang dinamai Shirath maupun yang dinamai sabil, tentu direstui-Nya. Tetapi ingat! Ada jalan-jalan, atau dalam istilah ayat di atas subul, yang bertentangan dengan jalan Allah. Semua jalan itu bukan saja kecil bagian lorong-lorong, tetapi ia juga menyesatkan. Ayat ini mengingatkan bahwa jangan menelusuri lorong-lorong sempit yang menyesatkan karena jalan itu bukan saja menyesatkan dari shirathi (jalan-ku), yakni jalan Allah swt. Yang luas, lebar lagi lurus itu, tetapi bahkan menyesatkan dari sabilihi, yakni jalan-Nya yang kecil pun. Kalau lorong yang anda telusuri adalah lorong yang benar (sabilillah), kemungkinan sampai ke ash-shirath tetap terbuka, walau belum merupakan jaminan. Tetapi, jika jalan itu adalah jalan sempit yang menyesatkan, maka pasti anda tidak akan sampai ke tujuan. Kalau anda hanya berpuasa, atau hanya berhaji, ia sabilillah, tetapi kalau hanya itu yang anda lakukan, ketahuilah bahwa itu bukan jaminan sampai ke ashshirath al-mustaqim. Ia belum berarti anda telah melaksanakan ajaran Islam secara penuh. Itu sebabnya yang dimohonkan dalam al-Fatihah adalah petunjuk yang dapat mengantar ke ash-shirat al-mustaqim, bukan petunjuk menuju sabilillah. Kata (ّ )ظببجيهsabilihi/jalan-Nya menggunakan personal ketiga, sedang ( )صبببساطيshirathi/jalan-Ku menggunakan personal pertama. Pengalihan dari personal ke personal yang lain bertujuan mengundang pergatian pendengar atau pembaca kepada pesan yang dikandung oleh kalimat itu.
46
Ketiga ayat diatas menekankan bahwa kesepuluh tuntunan Allah itu merupakan wasiat-Nya. Wasiat adalah perintah yang baik dan bermanfaat walau diluar kehadiran yang memerintahkan-Nya. Ini mengandung penekanan tentang betapa pentingnya perintah itu. Allah menghargai bagi seluruh makhluk sehingga banyak perintah Allah yang di sampaikan dengan kata tersebut. Melaksanakan
satu
perintah
tanpa
kehadiran
yang
memerintahkannya merupakan bukti kesadaran pelakunya tentang pelaksanaan perintah itu serta bukti keikhlasan melakukannya. Ayat di atas dapat disimpulkan sebagai prinsip umum yang mencakup segala tuntunan kebajikan, yaitu mengikuti jalan kedamaian, jalan Islam, dan memperingatkan agar tidak mencari jalan kebahagiaan yang menimpang dari jalan Allah itu. Di atas, telah dikemukakan salah satu pendapat tentang hubungan yang serasi antar-perurutan wasiat demi wasiat. Masalah ini cukup banyak menyita perhatian para ulama. Quraish Shihab mengambil dari Sayyid Quthub mengemukakan hubungan yang sangat menarik mengenai ayat pertama dari rangkaian ayat ini, yang dimulai dengan larangan syirik (mempersekutukan Allah) karena inilah landasan utama yang harus ditegakkan guna tegaknya semua hal yang di haramkan Allah bagi siapa saja yang bermaksud berserah diri kepada-Nya dan memeluk agama Islam. Kemudian, Sayyid Quthub menghimpun kewajibab berbakti kepada orang tua, dengan larangan membunuh anak, atas dasar bahwa keduanya adalah
47
hubungan kekeluargaan antar generasi sepanjang masa, dan ini berada pada peringkat sesudah hubungan dalam keyakinan tentang keesaan Allah dan kesatuan arah kepada-Nya. Selanjutnya, setelah wasiat menyangkut kehidupan keluarga, Allah mewasiatkan landasan pokok yang atas dasarnya tegak kehidupan keluarga dan masyarakat, yakni landasan kebersihan, kesucian, dan pemeliharaan diri, dan untuk ini dilarang-Nya segala macam kekejian dan dosa yang nyata dan tersembunyi. Sayyid Quthub memahami kata fahisyah/perbuatan keji dalam arti perzinaan, kemudian menyatukannya dengan larangan membunuh dan menyatakan kejahatan”pembunuhan”. Pembunuhan fitrah kesucian manusia, mencabut nyawa seorang secara tidak sah sama dengan membunuh jamaah karena membunuh seorang sama dengan membunuh semua orang sebagaimana bunyi QS. AlMaidah (5):32, dan zina adalah pembunuhan satu jiwa. Demikian terlihat wasiat-wasiat ini mendukung solidaritas sosial, dan atas dasar ini wajar jika wasiat berikutnya menyangkut anak yatim. Adapun perintah untuk mengucapkan yang adil, Quraish Shihab mengambil pendapat dari pandangan Sayyid Quthub, ini adalah upaya meningkatkan nurani manusia ketempatnya yang wajar, apabila perintah tersebut dikatakan dengan menegakkan keadilan walau terhadap keluarga. Memang hubungan kekerabatan dapat menjadi jalah satu faktor kelemahan dan ketergelinciran manusia, apabila dalam kondisi menjadi saksi terhadap mereka. Dalam situasi kemungkinan terjerumus dalam ketergelinciran itu, wasiat
48
berikutnya datang membimbing manusia agar mengucapkan kebenaran atas dasar keteguhan berpegang pada tali Allah dan, karena itu, wasiat tersebut adalah perintah untuk memenuhi perjanjian yang dijalan atas nama Allah dan disaksikan oleh-Nya. Akhirnya, terbaca dengan sangat jelas bahwa masing-masing dari ketiga ayat di atas memiliki penutup yang berbeda. Lima wasiat pertama ditutup dengan firmanya: ( ٌَٕ )نَعَهَّ ُكب ْى تَ ْع ِمهُبla`allakum ta`qilun/supaya kamu memahami. Quraish Shihab mengambil dari Pakar tafsir, Fakhrur ar-razi, yang digelari dengan”Al-Imam”, di ikuti dan dikembangkan pendapatnya oleh banyak musyafir lebih kurang menyatakan bahwa ayat 151 mengandung pesan menyangkut perintah dan larangan yang sangat jelas dan terang. Manusia dapat mengetahui betapa buruknya hal-hal tersebut dengan mudah. Siapa yang menggunakan akalnya, dia pasti mengetahui betapa buruknya mempersekutukan Allah, durhaka pada orangtua, membunuh, dan lain-lain kekejian yang disebut disana. Manusia yang di anugerahi akal tidak akan melangkahkan kaki ke arah sana, kecuali jika telah dipengaruhi oleh hawa nafsunya. Karena itu, ayat ini menekankan bahwa cukup dengan menggunakan
akal
yang
sehat
manusia
akan
terdorong
untuk
menghindarinya. Atau, kesemuanya harus dipahami baik dengan menggunakan akal yang sehat. Karena itu, ayat tersebut ditutup dengan agar kamu memahami. pesan-pesan ayat itu sangat agung lagi mulia, sehingga ia ditutup dengan menyebut akal yang merupakan sesuatu yang
49
paling agung dan mulia pada diri manusia, sejalan dengan agung dan mulianya kelima persoalan yang diuraikan ayat tersebut. Ayat 152 ditutup dengan ( ٌَٔ )نَ َعهَّ ُكب ْى تَبرَ َّك ُسla`llakum tadzakkarun/ agar kamu mengingat. Menurut al-Iskafi dalam tafsir al misbah , karena larangan-larangan disana lebih banyak berkaitan dengan harta, untuk itu ayat ini megundang manusia mengingat bagaimana jika hal tersebut terjadi pada diri dan anak-anak mereka. Sedang, menurut Thabathaba`i, yang mengembangkan pendapat ar-Razi, bahwa 4 persoalan yang dirangkum oleh ayat itu adalah hal-hal yang sulit dan memerlukan penalaran sehingga diperlukan pemikiran dan ingatan untuk mempertimbangkan kemaslahatan dan mudharat yang di akibatkannya dalam berkehidupan bermasyarakat. Apalagi yang dapat tersisa dari kebajikan satu masyarakat bila yang kuat atau besar tidak lagi menyayangi yang lemah atau kecil, bila terjadi kecurangan dalam timbangan dan takaran, atau bila tidak ada lagi kepastian dan keadilan hukum? Karena itu, ayat ini ditutup dengan kalimat agar kamu mengingat. An-Naisaburi menilai bahwa melanggar keempat wasiat yang dikandung ayat 152 adalah amat buruk. Pesan ayat itu mengandung peringatan keras dan tuntunan, karena itu, ia ditutup dengan kata yang menunjuk kepada peringatan itu. Ayat 153 ditutup dengan ( ٌَٕ )نَعَهَّ ُكب ْى تَتَّمُبla`allakum tattaqun/agar kamu bertakwa/menghindari dari bencana dan siksa oleh al-Iskafi dinilai mengandung tuntunan bahwa agama yang disyariatkan Allah swt. Merupakan jalan menuju kebahagiaan abadi. Karena itu ayat ini
50
menelusuri jalan itu dan tidak menoleh ke jalan-jalan lain sehingga dapat menghindari kedurhakaan sekaligus dapat bertaqwa, yakni menghindari bencana dan siksa-Nya. Dapat juga dikatakan bahwa kebanyakan wasiat ayat pertam menggunakan bentuk redaksi larangan, yakni mencegah, sehingga sangat wajar jika ia ditutup dengan kata yang mengandung makna pencegahaan, yaitu ta`qilun, karena akal adalah “tali” yang mengikat sesuatu sehingga mencegah
kebebasannya. Akal pada manusia adalah sesuatu yang
menghalangi dan mencegah seseorang terjerumus dalam kesalahan. Adapun ayat 152, kebanyakan wasiatnya disampaikan dalam bentuk perintah,
sementara
larangan
yang
dikandungnya
tidak
secara
eksplisit/jelas dan nyata. Untuk mengindahkan wasiat-wasiat itu, diperlukan daya ingat terus-menerus. Oleh karena itu, ia ditutup dengan kalimat agar kamu mengingat secara terus-menerus. Quraish Shihab menilai bahwa perurutan penutup ketiga ayat di atas, yakni berakal, mengingat, dan bertaqwa, menunjukkan hubungan sebab dan akibat. Hasil penggunaan akal adalah terus menerus awas dan ingat, sedang mereka yang terus awas dan ingat akan terhindar dari bencana dan siksa, dan itulah makna serta hasil akhir yang diharapkan atau dengan kata lain itulah takwa. (Quraish Shihab, 2002:744). 2.
Penafsiran Surat Al-An’am ayat 151-153 menurut Tafsir Muyassar Katakanlah-wahai
Muhammad-kepada
orang-orang
musyrik
itu:”marilah kujelaskan kepada kalian apa saja yang Allah swt haramkan
51
bagi kalian berdasarkan dalil, bukan yang kalian haramkan berdasarkan kebodohan dan kesesatan. Pertama: Allah swt mengharamkan perbuatan syirik terhadap-Nya, ini adalah dosa besar. Kedua: Dia mewajibkan kalian untuk berbakti kepada kedua orangtua. Dengan demikian, hak kedua orang tua mengiringi hak-Nya swt. Ketiga: Dia mengharamkan kalian membunuh anak-anak karena takut tertimpa kemiskinan. Allah-lah Yang memberi rezeki kepada kalian dan juga mereka, sedangkan kalian tidak bisa memberi rezeki kepada mereka. Keempat jauhilah dosa-dosa besar, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Kelima: janganlah membunuh jiwa yang diharamkan untuk dibunuh, kecuali yang dilegalkan berdasarkan syariat-Nya swt yaitu penjatuhan hukuman mati terhadap orang murtad, pezina yang sudah menikah, dan pembunuh. Ini yang diwajibkan oleh Allah swt bagi kalian, semoga kalian merenungkan hukum-Nya dan memahami perintah serta larangan-Nya, agar kalian bertakwa kepada Allah swt. Berdasarkan ilmu pengetahuan. Inilah syariat ar-rahman, bukan kepalsuan berhala. Keenam: janganlah kalian memakan harta anak-anak yatim, kecuali sekedar mengembangkan harta itu dan memperbaiki kondisinya untuk kebaikan anak-anak yatim itu sendiri. Hendaknya hal itu dilakukan
52
dengan sebaik-baiknya, tanpa merusak sedikitpun. Ketika mereka telah mencapai usia balig berperilaku baik, berikanlah semua harta itu kepada mereka. Ketujuh: kalian harus menyempurnakan takaran dan timbangan jangan sampai kalian mengurangi takaran dan timbangan, karena hal itu diharamkan. Apabila kalian telah bersungguh-sungguh memperbaiki takaran dan timbangan, lalu terjadi kekurangan tanpa sengaja maka hal ini dimaafkan, karena hal itu terjadi diluar kemampuan. Kedelapan: bertakwalah kepada Allah swt. Dalam ucapan kalian, sehingga ucapan kalian senantiasa adil, tidak zalim dan tidak mengandung kebohongan ataupun dosa. Baik dalam berita, hukum, persaksian, cerita maupun pembelaan. Meski hukuman dan persaksian itu bisa memberatkan salah seorang karib kerabat kalian sekalipun, karena tidak ada nepotisme dalam kebenaran. Kesembilan: sempurnakanlah perjanjian antara kalian Allah swt, juga antara kalian dan sesama manusia, karena tidak ada pembatalan ataupun perubahan janji. Semua ini adalah pesan-pesan bermanfaat dari Allah swt yang di wahyukan kepada Rasul-Nya, agar menjadi syariat yang kuat. Semoga kalian mengambil pelajaran dari nasihat-nasihat ini dan merenungkan kesudahan segala perkara, supaya kondisi kalian tetap baik dan ucapan kalian selalu benar.
53
Kesepuluh : pesan yang terakhir adalah meniti jalan yang lurus, yaitu Agama Allah swt yang lurus. Maka ikutilah agama itu, karena mengandung keselamatan dan keberuntungan. Itulah jalan yang dijelaskan oleh Allah swt dan ditunjukkan oleh Rasulullah saw. Tujuannya adalah kebenaran, penuntunnya adalah kejujuran. Waspadailah jalan-jalan yang lain, agar kalian tidak binasa dalam kegelapan. (`Aidh al-Qarni, 2008: 649652).
BAB IV PEMBAHASAN
A. Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Q.S Al- An’am ayat 151-153.
عبًَب َٔ ََّل َ ِّ ع َه ْي ُك ْى أ َ ََّّل ت ُ ْش ِس ُكٕا ِث َ لُ ْم ت َ َعبنَ ْٕا أَتْ ُم َيب َح َّس َو َزثُّ ُك ْى َ ش ْيئًب َٔ ِث ْبن َٕا ِندَي ٍِْ ِإ ْح َ ش َيب ظ َٓ َس ِ َٕ َق َ َْح ٍُ َ َْس ُشلُ ُك ْى َٔ ِإيَّب ُْ ْى َٔ ََّل ت َ ْم َسثُٕا ْانف ٍ ت َ ْمتُهُٕا أ َ ْٔ ََّلدَ ُك ْى ِي ٍْ ِإ ْي ََل َ اح َ ِي ُْ َٓب َٔ َيب َث َّ ط انَّ ِتي َح َّس َو صب ُك ْى ِث ِّ نَ َعهَّ ُك ْى َّ َٔ ك ذَ ِن ُك ْى َ طٍَ َٔ ََّل ت َ ْمتُهُٕا انَُّ ْف ِ ّ اَّللُ ِإ ََّّل ِث ْبن َح )151( ٌَُٕت َ ْع ِمه (151) “Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya). Nilai-nilai yang terkandung dalam surat al-an‟am ayat 151 adalah:
54
1. Larangan Berbuat syirik syirik adalah Syirik adalah sebesar-besar dosa yang seorang hamba lakukan terhadap Zat Yang telah menciptakan dan mengaruniakannya berbagai macam nikmat yang tiada terhinga. Allah ta‟ala berfirman:
ش ْيئًب َ ِّ أ َ ََّّل ت ُ ْش ِس ُكٕا ِث janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia Betapa besarnya kedzaliman seorang hamba yang berlaku syirik, maka Allah telah menetapkan beberapa konsukwensi logis yang akan diterima oleh orang tersebut sebagai hukuman atas kejehatan terbesar yang telah diperbuat, sanksi di dunia dan di akhirat. Saikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,” syirik ada dua macam, pertama syirik dalam rububiyyah, yaitu menjadikan sekutu selain Allah yang mengatur alam semesta. kedua, syirik dalam uluhiyah, yaitu beribadah ( berdo‟a) kepada selain Allah baik dalam bentuk do‟a ibadah maupun doa masalah.” Umumnya yang dilakukan manusia adalah menyekutukan dalam uluhiyah Allah, yaitu dalam hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, seprti berdo‟a kepada selain Allah di samping berdoa kepada Allah, atau memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih kurban, bernadzar, berdo‟a, dan sebagainya kepada selain Allah. Karena itu, barang siapa menyembah dan berdo‟a kepada selain Allah berarti ia meletakan ibadah tidak pada tempatnya dan memberikan kepada yang tidak berhak, dan itu merupakan kedzaliman yang palig
55
besar. Syirik di katakan dosa yang paling besar dan kedzaliman yang paling besar karena ia menyamakan makhluk dengan khaliq (pencipta) (Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, 2009: 170-172). Berdasarkan klasifikasi secara umum , syirik dibagi menjadi 4 jenis yaitu sebagai berikut: a. Syirkul „ilm, inilah syirik yang umumnya terjadi pada ilmuan. Mereka mengagungkan ilmu sebagai segalanya. Mereka tidak mempercayai pengetahuan yang diwahyukan Allah. Sebagai contoh , mereka mengatakan bahwa manusia berasal dari kera, mereka juga percaya bahwa ilmu pengetahuan akhirnya akan dapat menemukan
formula
agar
manusia
tidak
perlu
mengalami kematian. b. Syirkut-tasyaruf, syirik jenis ini pada prinsipnya disadari atau tidak oleh pelakunya menentang bahwa Allah Maha Kuasa dan segala kendali atas penghidupan manusia berada di tangan-Nya. Mereka percaya adanya perantara itu mempunyai kekuasaan. Contohnya, kepercayaan bahwa Nabi Isa a.s anak Tuhan, percaya pada dukun, tukang sihir atau sejenisnya. c. Syirkul-„Ibadah, ini adalah syirik yang menuhankan pikiran,ideide, dan fantasi. Mereka hanya percaya pada fakta-fakta konkret yang berasal pada pengalaman lahiriyah. Misalnya seorang ateis memuja ide pengingkaran terhadap Tuhan dalam berbagai bentuk kegiatan.
56
d. Syirkul-addah, ini adalah percaya pada tahayul. Sebagai contoh, percaya bahwa angka 13 itu adalah angka sial sehingga tidak mau menggunakan angka tersebut, menghubungkan kucing hitam dengan kejahatan (Roli Abdul Rahman, 2009: 36). Di lihat dari sifat dan tingkat sanksinya syirik dapat dibagi menjadi dua, yaitu: a. Syirik Besar (asy-syirku al-akbar) Syirik besar adalah menjadikan bagi Allah sekutu (niddan) dia berdoa kepadanya seperti berdoa kepada Allah. Ia takut, harap, dan cinta kepadanya seperti ibadah kepada Allah. Seperti berdo‟a kepada selain Allah atau mendekatkan diri kepadanya dengan menyembelih kurban atau bernadzar untuk selain Allah, baik untuk kuburan, jin atau syaitan, dan lainnya. b. Syirik Kecil (asy-syirku al-asgar) Syirik kecil adalah semua perkataan dan perbuatan yang akan membawa seseorang kepada kemusyrikan. Syirik kecil termasuk perbuatan dosa yang di khawatirkan akan menghantarkan pelakunya kepada syirik besar (Roli Abdul rahman,2009: 35) Dapat disimpulkan, syirik adalah seorang hamba menjadikan selain Allah
sebagai
sekutu
bagi-Nya,
menyamakannya
dengan
Tuhan,
mencintainya seperti mencinta Allah, takut kepadanya seperti takut kepada Allah,
bersandar
kepadanya,
berdoa
kepadanya,
takut
kepadanya,
mengharap darinya, bertawakal kepadanya, meminta pertolongan padanya
57
dan sebagainya dan larangan berbuat syirik adalah awal wasiat yang terdapat dalam surat Al-An'am ini.
2. Agar Birrul walidain (Berbuat baik kepada orang tua). Salah satu ayat tentang keharusan taat kepada orang tua dalam surat AlAn'am merupakan wasiat Allah SWT kepada hamba-Nya. Allah berfirman:
عبًَب َ َٔ ِث ْبن َٕا ِندَي ٍِْ ِإ ْح berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa ( QS.Al-An‟am ayat 151) Quraish Shihab berkata: Ihsan ke-pada orang tua adalah berbuat baik dan menjaga mereka, melaksanakan perintah mereka, dan menjauhkan kesulitan dari mereka dan tidak menguasai ke-duanya. Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: "Oleh karena itu, birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua) disertai dengan ibadah kepada Allah SWT, maka Dia berfirman: عبًَب َ ْ َٔثِ ْبن َٕا ِندَي ٍِْ إِحyakni dan hendaknya kemu berbuat baik kepada kedua orang tua. Demikian pula firman Allah SWT pada ayat lain:
عا َمي ِْن أ َ ِن َّ َو َو َ صالُهُ فِي َ سانَ بِ َوا ِلدَ ْي ِه َح َملَتْهُ أ ُ ُّمهُ َو ْهنًا َ َااإل ْن َ ِعلَي َو ْه ٍن َوف ِ ص ْين صي ُْر ِ ي ال َم َّ َا ْش ُك ْر ِلي َو ِل َوا ِلدَي َْك إِل Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu (QS.Luqman:14)
58
3. Larangan membunuh anak. Susungguhnya kasih sayang orang tua terhadap anaknya adalah fitrah yang diberikan Allah SWT kepada manusia, kecuali mereka yang berlebihlebihan, menetapkan pada hati dan jiwa orang tua rasa kasih dan sayang terhadap anak-anak mereka dan merasa sedih apbila berpisah dengannya. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-an‟am ayat 151 yang berbunyi:
ق َ َْح ٍُ َ َْس ُشلُ ُك ْى َٔإِيَّب ُْ ْى ٍ َٔ ََّل ت َ ْمتُهُٕا أ َ ْٔ ََّلدَ ُك ْى ِي ٍْ ِإ ْي ََل dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Larangan Allah SWT merupakan keharaman membunuh anak-anak karena takut kelaparan dan Allah SWT juga menjelaskan bahwa hal itu merupakan kesalahan (dosa) yang besar. Dia berfirman:
عببًَب َٔ ََّل َ لُ ْم تَعَبنَ ْٕا أَتْ ُم َيب َح َّس َو َزثُّ ُكب ْى َ عهَب ْي ُك ْى أ َ ََّّل ت ُ ْش ِبس ُكٕا ثِب ِّ شَب ْيئًب َٔثِ ْبن َٕا ِنبدَي ٍِْ إِ ْح َ ش َيبب ظ َٓ َبس ِ َٕ َق َ َْح ٍُ َ َْس ُشلُ ُك ْى َٔإِيَّب ُْ ْى َٔ ََّل ت َ ْم َسثُٕا ْانف ٍ ت َ ْمتُهُٕا أ َ ْٔ ََّلدَ ُك ْى ِي ٍْ إِ ْي ََل َ اح ْ اَّللُ ِإ ََّّل ِث َ ِي ُْ َٓب َٔ َيبب َث َّ ط انَّتِبي َح َّبس َو ِّ صبب ُك ْى ِثب َّ َٔ ك ذَ ِن ُكب ْى َ طبٍَ َٔ ََّل ت َ ْمتُهُبٕا انبَُّ ْف ِ ّ ببن َح )151( ٌَٕنَ َعهَّ ُكبببببببببببب ْى ت َ ْع ِمهُبببببببببببب Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diha-ramkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: jangan-lah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, ber-buat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka. (QS. Al-An'am: 151)
59
Karena itu, larangan membunuh anak-anak merupakan salah satu wasiat yang dikandung ayat mulia ini. Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: "Orang tua dan kakek sama memiliki kebaikan dan kasih sayang terhadap anakanak dan cucu. Adanya larangan ini karena mereka (orang Arab jahiliyah) telah membunuh anak-anak mereka, lalu akibat digoda setan, mereka mengubur anak perem-puan hidup-hidup karena khawatir cela, dan barang-kali mereka juga membunuh sebagian anak laki-laki karena takut kemiskinan. Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: "Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa Allah SWT mengasihi hamba-Nya melalui kasih orang tua terhadap anak-nya, karena Dia melarang membunuh anakanak se-bagaimana Dia juga berwasiat kepada orang tua un-tuk memberi harta waris bagi anak-anaknya, di mana orang-orang Arab jahiliyah biasa mengubur anak perempuan hidup-hidup, bahkan salah seorang dari mereka berangkali membunuh anak perempuan-nya hanya agar tidak mendapat cela (aib), maka Allah melarang hal itu dengan firman-Nya: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemis-kinan." Yakni takut kefakiran. Ini ditunjukkan dengan didahulukannya perhatian terhadap kemiskinan se-perti dalam firman-Nya: "Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu." Lalu firman-Nya: "Sesungguhnya membunuh mereka ada-lah suatu dosa yang besar.
60
Kesimpulannya adalah janganlah membunuh anak karena haram hukumnya dan.jangan takut miskin karena anak karena Allah lah yang akan memberi rezeki kepada kita semua.
4.
Larangan mendekati perbuatan keji. Fahisyah (perbuatan keji) bisa berarti buruk dalam perkataan atau perbuatan. Kata jamaknya fawa-hisy. Sedangkan dalam istilah syara adalah segala sesuatu yang sangat keburuk dan keji berupa dosa atau maksiat. perbuatan yang keji” yaitu dosa-dosa besar yang buruk (ٍ“ )يبظٓس يُٓب ٔيب ثطbaik yang nampak diantaranya maupun yang sembunyi” Maksudnya, janganlah kamu mendekati perbuatan keji yang menampak darinya yang samar atau yang yang berkaitan dengan lahir dan yang batin. Larangan mendekati perbuatan keji adalah lebih madalam dari pada larangan melakukannya karena ia meliputi larangan terhadappengantarnya dan sarananya yang menjadi jembatan kepadanya.
Terdapat
beberapa
penafsiran
tentang
makna”Al-
Faahisyah” (perbuatan keji), sebagaimana disebut dalam ayat ini. Namun terlepas dari perbedaan tersebut. Hal yang pasti bahwa seluruh jenis kemaksiatan adalah perbuatan keji dan dzalim, karena perbuatan itu adalah bentuk pengingkaran kepada Allah, bahkan sekecil apapun jenis kemaksiatan itu.
61
Al Qur‟an Al Karim telah menyebutkan tentang haramnya perbuatan-perbuatan keji secara berulang-ulang baik yang nampak ataupun tersembunyi. Allah Ta‟ala berfirman:
َ ظ َٓ َس ِي ُْ َٓب َٔ َيب َث َ ش َيب ي ِث َغي ِْس ِ َٕ َي ْانف َ اح ِ ْ َٔ ٍَط َ اْلثْ َى َٔ ْان َج ْغ َ ّلُ ْم ِإََّ ًَب َح َّس َو َز ِث َ ظ ْه َّ ك َٔأ َ ٌْ ت ُ ْش ِس ُكٕا ِث َّ ع َهى ِّ بَّللِ َيب نَ ْى يُُ ِ َّص ْل ِث ُ َ طبًَب َٔأ َ ٌْ تَمُٕنُٕا ِ ّ اَّللِ َيب ََّل ْان َح ًٌَُٕ َت َ ْعه “Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”(QS. Al A‟rof: 33) Dapat disimpulkan, fahisyah adalah segala sesuatu yang sangat buruk dan keji dan orang yang melakukan fahisyah akan dibenci oleh Allah. 5.
Larangan membunuh jiwa yang diharamkan Tidak diragukan lagi bahwa kedudukan manusia di sisi Allah SWT mempunyai posisi yang agung di mana Dia berfirman yang berbunyi:
ِ ِ ولََق ى ْ َرْمناَىىِن ى ِىم وَم و ََ ْلاَىىِناْ َِ ِّلَْ ى ِىم وِّلََْ ى ِم وم ِْىاَى ِنا ْْ َعلَ ى ُ َىِنا ْْ نى َىو ِّلَََِّّْْىىِن َوَ ْ ى ْلا ُ ََ َ ْ َ َ ّ َ ْ ُ َ َ َ َ َ ْ َ ِ َرثِ ٍري ِم ْْو َخلَ ْقاَِن تَى ْف ِ ًْل
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. (QS. Al-Isra: 70) Oleh sebab itu, ditetapkan pada Bani Israil bah-wasanya barangsiapa membunuh satu jiwa manusia seolah-olah ia membunuh manusia seluruhnya dan sebaliknya
62
Dalam surat Al-An'am, Allah SWT berfirman:
ۖ ً ُِى ْ تَى َاىىِنلَ ْوِّ أَتْى ُ َنىىِن َحىْمَم َمي ُْى ْىْ َعلَى ْىْ ُْ ْْ ۖ أَّْل تُ ْشى ِمُروِّ ِى ِ َشىْْىاًِن ۖ َوِِبلْ َوِّلِى َ نْ ِو إِ ْح َسىىِن ِ وَّل تَى ْقتُىلُىوِّ أَوَّلَ ُرىىْ ِنىو إِنى َىل ٍ ۖ ََْنىو نَىىم ُِ ُْْ وإِ َّْياىْ ۖ وَّل تَى ْقم ىوِّ ِّلْ َفىو ِّح َ َنىىِن ظَ َهى َىم ْ ْ ْ ْ َ َ َُ َ ْ ُ َ ْ ُ ْ ُ ِ ْصىِن ُر ْْ ِى ِ لَ َالْ ُْ ْى ْ س ِّلِْت َحْمَم ْ ِّّللُ إِّْل ِِب ْْلَ ِّق ۖ ذَلِ ُْ ْْ َو َ نْاى َهِن َوَنِن َََّ َو ۖ َوَّل تَى ْقتُىلُوِّ ِّلاْى ْف تَى ْا ِقلُو َن Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diha-ramkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami (nya).(QS. Al-An'am: 151) Quraish Sihab berkata dalam firman Allah: janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepada kamu dan kepada mereka. Menurutku, Allah SWT telah mengharamkan pe-numpahan darah dan pelenyapan ruh dengan keha-raman yang sangat kecuali yang memang dikecua-likan oleh syariat. Jenis manusia di sini termasuk manusia muslim, kafir, kafir dalam perjanjian, kafir yang minta perlindungan, dan ahli dzimah. Allah telah menjaga jiwa manusia sehingga tidak boleh seorang melenyapkan nyawa orang lain tanpa ada kebolehan dari syariat Allah.
63
Sungguh agama Islam sangat keras tentang larangan membunuh jiwa tanpa hak, pelaku pembunuhan menurut islam merupakan kejahatan yang luar biasa jahatnya. Dapat disimpulkan, bahwa haram hukumnya membunuh jiwa yang diharamkan baik laki-laki atau perempuan, besar atau kecil.
ُ َ ع ٍُ َحتَّى يَ ْجهُ َغ أ شدَُِّ َٔأ َ ْٔفُٕا ْان َك ْي َم َ ي أ َ ْح َ ِْ َٔ ََّل تَ ْم َسثُٕا َيب َل ْانيَ ِت ِيى ِإ ََّّل ِثبنَّتِي عب ِإ ََّّل ُٔ ْظ َع َٓب َٔ ِإذَا لُ ْهت ُ ْى فَب ْع ِدنُٕا َٔنَ ْٕ َكبٌَ ذَا ِ َٔ ْان ًِيصَ اٌَ ِث ْبن ِمع ً ف ََ ْف ُ ّْظ ََّل َُ َك ِه )151( صب ُك ْى ِث ِّ نَ َعهَّ ُك ْى َّ َٔ َّلل أ َ ْٔفُٕا ذَ ِن ُك ْى ِ َّ لُ ْس َثى َٔ ِث َع ْٓ ِد تَرَ َّك ُسٌَٔ ا (152) Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfa`at, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat, Nilai-nilai yang terdapat dalam surat al-an-am ayat 152 adalah: 1. يى ِ ِْان َيت
َٔ ََّل ت َ ْم َسثُٕا َيب َل
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim Yatim menurut bahasa berarti tidak punya ayah. Kata jamak dari yatim adalah aitam atau yatama. Dalam istilah syariat, kata Al-Jauhari,
64
yatim itu ketia-daan orang tua dari pihak ayah sedangkan dalam binatang dari pihak ibu. Dalam surat al-An‟am ayat 152, Allah memberikan wasiat agar manusia memelihara yatim dan menjaga hartanya. Qurais Shihab berkata: dan janganlah kamu dekati apalagi menggunakan secara tidak sah harta anak yatim, kecuali dengan cara yang terbaik shingga dapat menjamin keberadaan, bahkan pengembangan harta itu, dan hendaklah pemeliharaan secara baik itu berlanjut hingga ia, yakni anak yatim itu, mencapai kedewasaannya dan menerima dari kamu harta mereka untuk mereka kelola sendiri. Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: "Allah SWT menyuruh menyerahkan harta anak yatim kepada mereka secara keseluruhan dan melarang memakannya atau mencampurnya dengan harta kalian, karena itu Dia berfirman: "jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk," dan firman-Nya: "dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu." Ayat diatas tentang larangan memakan harta anak yatim. Perkataan yang digunakan adalah „janganlah kamu dekati‟. Ini bermaksud jangan dekati untuk mengurus pun harta itu. Kalau kita rasa kita tidak dapat beramanah dengan harta itu, atau tidak berkemampuan untuk mengurus harta itu, maka jangan coba-coba untuk mengurus harta itu Sebagai contoh, kalau kita ini jenis orang yang memang sibuk dengan kerja lain, maka tentunya kita tidak mampu untuk menjadi pengurus untuk
65
harta itu. Maka lebih baik untuk kita berikan kepada orang lain yang dapat menguruskannya. Allah melarang kita dekati harta anak yatim kerana bila kita hampir dengan harta itu akan jadi mudah untuk kita mencurinya, atau termakan harta itu. Islam amat berhati-hati dalam hal ini. Anak yatim adalah anak yang kematian ayah sebelum dia baligh. Dia dalam keadaan yang lemah. Seorang anak yang kecil dan belum baligh tidak diberikan untuk pegang harta peninggalan ayahnya. Kalau dia yang pegang di takutkan ada yang mencuri, terkena tipu dan sebagainya. Maka, sepatutnya ada orang yang dewasa yang menjaga hartanya baagi pihaknya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa memakan harta anak yatim hukumnya haram dan tidak boleh memelihara dan menjaga harta anak yatim kecuali orang yang dapat menjaga hukum Allah SWT, yang akan mengawasinya. 2. Tidak curang dalam menakar dan menimbang. Allah SWT menyuruh mencukupkan (menyem-purnakan) timbangan dan perintah
atas
sesuatu
ber-arti
melarang
atas
lawannya.
Lawan
mencukupkan adalah mengurangi. Allah SWT berfirman:
ِ َٔأ َ ْٔفُٕا ْان َك ْي َم َٔ ْان ًِيصَ اٌَ ثِ ْبن ِمع ََّعب إِ ََّّل ُٔ ْظع ً ف ََ ْف ُ ّْظ ََّل َُ َك ِه Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan de-ngan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. (QS. Al-An‟am;152) Dalil lain yang menunjukkan hal diatas adalah firman Allah SWT:
ِ ِ ِ َََّوأ َْوُوِّ ِّلْ َْْْ إِذَِّ رِْلتُ ْْ َوِنُوِّ ِِبلْ ِق ْس َح َس ُو ََتْ ِو ًنل َ ِنس ِّلْ ُم ْستَقْ ِْ ۖ ذَل ْ ك َخْْىم َوأ َ 66
Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu me-nakar dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. Al Isra‟:35) Ibnu
Katsir
Rahimahullah
berkata:
"Sempurna-kanlah
timbangan
apabila kalian menimbang yakni dengan tidak menguranginya." Apabila digunakan perkataan ٌَ ْان َكيْب َم َٔ ْان ًِيبصَ اbermaksud setiap cara timbangan dan sukatan dimasukkan ke dalamnya. Kerana mungkin zaman sekarang, cara ukuran sudah semakin canggih, maka apapun cara timbangan, kita perlu memastikan timbangan itu tepat. Ini adalah peringatan kepada peniaga-peniaga kita yang ada di kalangan mereka yang mengurangkan timbangan yang diberikan kepada pelanggan-pelanggan mereka. Macam-macam cara mereka gunakan untuk mengurangkan timbangan itu. Mungkin mereka kurangkan sedikit sahaja setiap kali, tapi kalau dicampur semua, maka lama kelamaan banyak juga habuan untuk mereka. Dengan keuntungan lebihan mereka yang sedikit itulah yang akan memasukkan mereka ke dalam neraka. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa segala yang sudah dijelaskan dalam al-Qur‟an maka kita semua wajib menjalaninya dan khususnya bagi orang yang berdagang harus mengetahui hukum-hukum yang berkaitan dengan berdagang. 3. Agar Berkata Jujur Allah berfirman:
َٔ ِإذَا لُ ْهت ُ ْى فَب ْع ِدنُٕا َٔنَ ْٕ َكبٌَ ذَا لُ ْس َثى
67
“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat (mu),”(QS. Al An‟am: 152) Qurais Shihab berkata: Allah SWT memperhatikan keadilan dengan firmanNya "dan apabila kamu berkata maka hendaklah berlaku adil." Yakni apabila kalian memutuskan suatu perkara di antara manusia maka kalian berbicara, katakanlah yang benar di antara mereka dan berlaku adillah dan janganlah melampaui batas meskipun orang yang menghadapi kebenaran dan hukum itu kerabatmu. Dan janganlah sampai kerabat dekat dan teman dekat yang kamu adili dengan orang lain melalaikan kamu dari mengatakan yang benar dalam apa yang kamu tetapkan terhadap mereka. Ibnu Katsir berkata: Allah SWT menyuruh ber-laku adil dalam perbuatan dan perkataan baik terha-dap terhadap kerabat maupun bukan kerabat dan Allah SWT juga menyuruh berlaku adil terhadap setiap orang disetiap waktu dan keadaan. Seorang hakim atau wakilnya atau orang yang melakukan perbaikan (islah) antara manusia harus cenderung dan bersikap jeli dalam menetapkan kepu-tusan antara lawan, maka ia melihat dengan saksama dan tidak bergesa-gesa dalam memutuskan suatu hukum sehinga tidak menyesal dikemidian hari. Oleh karena itu Allah SWT berfirman:
ِْ ٍ ِ ِ ِ صَِ َُوِّ َعلَ َنِن ْ ُنو َوناُوِّ إِ ْن َجِنءَ ُر ْْ َِنسق ِاَىٍََإ َىتَىََىْىاُوِّ أَ ْن تُصَُْوِّ َِى ْوًنِن ِبَ َهِنلَة َىت َ ََّي أَنىي َهِن ِّلذ ِِ ي َ َى َا ْلتُ ْْ َ َن Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepa-damu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menim-pakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
68
mengetahui keadaannya yang menyebabkan ka-mu menyesal atas perbuatanmu.(QS.Al-Hjurat:6)
Ibnu Katsir berkata: Allah SWT menyuruh agar tsabat (mengklarifikasi) berita orang fasik dan agar berhati-hati darinya sehingga tidak menetapkan hu-kum berdasarkan berita itu yang pada hakikatnya merupakan suatu kedustaan atau kesalahan. Maksudnya adalah: Apabila kalian mengatakan suatu perkataan yang sifatnya memutuskan atau menghukumi atau suatu persaksian atau meluruskan suatu perkara maka hendaknya ucapan kalian itu bersumber dari kebenaran dan keadilan, tanpa cenderung kepada hawa nafsu atau menyimpang karena suatu manfaat tertentu. Yang demikian karena kebenaran lebih berhak untuk diikuti. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pada wasiat ini Allah meminta dari kita agar kita selalu bersama kejujuran dalam segala ucapan, seperti apapun hubungan kita dengan orang yang kita bersaksi untuknya atau kita hukumi atasnya. 4.
Menetapi perjanjian terhadap Allah. Menepati atau memenuhi janji berarti melaksanakan apa yang diperintahkan Allah SWT dan Rasul-Nya, menjauhi apa yang dilarang Allah SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT telah menyuruh kita untuk menepati janji dalam surat Al-An'am, yang artinya: Dan penuhilah janji Allah. (QS.Al-An‟am:152)
69
Imam Al-Qurthubi berkata: "dan penuhilah janji Allah," adalah bersifat umum terhadap semua apa yang dijanjikan Allah kepada hambaNya dan mungkin bermaksud semua apa diakadkan antara dua insan dan akad atau janji itu dinisbatkan kepada Allah SWT dari segi keharusan menjaga dan memenuhinya. Adapun dalil dan argumentasi yang menunjuk-kan atas hal tersebut adalah firman Allah Azza wa Jalla:
ِ ِ ِ َ وَّل تَى ْقم وِّ ن َ َش ْهُ ۖ َوأ َْوُوِّ ِِبلْ َا ْه ۖ إِ ْن ِّلْ َا ْه ُ َح َس ُو َح َّْت نىََْىلُ َغ أ ْ ِنل ِّلَْْتْ ِْ إِّْل ِِبلِْت ا َي أ َ َُ َ َرِن َن َن ْساُ ًوّل Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. (Yakni manu-sia diminta pertanggung jawabannya).(QS. AlIsra: 34) Tidak diragukan lagi bahwa semua janji adalah benar-benar penting, bagaimana tidak padahal Allah SWT berfirman:
ِ ِ ِ َ ََّل تَى ْقم وِّ ن َ َش ْهُ ۖ َوأ َْوُوِّ ِِبلْ َا ْه ۖ إِ ْن ِّلْ َا ْه ُ َح َس ُو َح َّْت نىََْىلُ َغ أ ْ ِنل ِّلَْْتْ ِْ إِّْل ِِبلِْت ا َي أ َ َُ َ َرِن َن َن ْساُ ًوّل Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung-an jawabnya (QS. Al-Isra:34) Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan bahwa firman Allah SWT: "dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya," adalah larangan membatalkan janji apabila
70
telah diteguhkan karena sumpah yang dimaksud juga termasuk dalam kategori perjanjian dan janji itu harus ditepati dan dipenuhi. Dalam pembahasan diatas dapat disimpulkan siapa saja yang berjanji harus ditepati dan dipenuhi karena berjanji adalah hutang dan orang yang tidak menepati janjinya tanda-tanda orang munafik.
ْ عب ٍب ُّ اطي ُي ْعبت َ ِمي ًًب فَبببت َّ ِجعُُِٕ َٔ ََّل تَت َّ ِجعُببٕا ان ِ صب َبس َ عبجُ َم فَتَفَب َّبسقَ ِث ُكب ْى ِ َٔأ َ ٌَّ َْبرَا )151( ٌَٕصببببببببببببب ُك ْى ِثبببببببببببب ِّ نَ َعهَّ ُكبببببببببببب ْى تَتَّمُبببببببببببب َّ َٔ ظبببببببببببب ِجي ِه ِّ ذَ ِن ُكبببببببببببب ْى َ (153) Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa. Nilai yang tekandung dalam surat al-an‟am ayat 153 adalah: 1. Hanya menempuh jalan Allah yang lurus. Arti shirat al-mustaqim adalah Al-Quran Al-Karim dan Sunnah yang suci, atau Islam yang bijak, atau syariat yang lurus, atau agama yang lurus (hanif). Semuanya adalah satu makna. Dalilnya adalah firman Allah SWT dalam surat Al-An‟am: Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-An'am: 153) 71
Qurais Shihab mengatakan bahwa yang dimaksud dengan jalan-Nya adalah jalan dan agama-Nya yang Dia ridhai untuk hamba-Nya. Mustaqiman (lurus) artinya lurus dan tidak ada kebeng-kokan dari kebenaran. Kemudian Qurais Shihab juga berkata: Shirat artinya jalan yang dimiliki Islam dan lurus tegak tidak ada kebengkokan di dalamnya. Karena itu kita diperintah untuk mengikuti jalan yang ditempuh di atas lisan Nabi-Nya dan syariat-Nya sehingga akhirnya adalah surga. Jadi dapat disimpulkan, yang dimaksud dengan berjalan di atas shirat al-mustaqim adalah menjadikan Kitabullah dan Sunnah rasul-Nya sebagai jalan kehidupan (way of life) serta pemahaman generasi salaf terdahulu, baik akidah, ilmu pengetahuan, amal, maupun cara dan gaya hidup. Dalil yang menguatkan makna ini. Allah SWT berfirman:
َ ص َسا َ انص َسا ة ُ عهَ ْي ِٓ ْى َغي ِْس ْان ًَ ْغ َ ًْ ط انَّرِيٍَ أ َ َْ َع ّ ِ ا ْْ ِدََب ِ ٕض َ ت ِ .يى َ ط ْان ًُ ْعت َ ِم ٍَعهَ ْي ِٓ ْى َٔ ََّل انضَّب ِنّي َ Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. (QS. Al-Fatihah: 6-7)
72
B. Aplikasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Q.S Al-An’am ayat 151153 dalam Pendidikan Agama Islam. 1. Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Agama Islam Hubungan antara pendidikan karakter dengan Pendidikan Agama Islam dapat dilihat dalam dua sisi, yakni materi dan proses pembelajaran. Dari segi materi Pendidikan Agama Islam dapat tercakup nilai pendidikan karakter. Sedangkan dalam proses pembelajaran, guru dalam mengajar Pendidikan Agama Islam ke peserta didik memuat pendidikan karakter. Bahkan guru dalam pelaksanaan pendidikan karakter dimulai sejak guru membuat rencana pembelajaran (RPP). 2. Pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam Pendidikan Agama Islam Pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam PAI menggunakan dua cara, yakni intrakulikuler dan ekstrakulikuler. Adapun pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam PAI adalah memasukkan delapan belas nilai karakter dalam semua materi pembelajaran PAI. Secara umum aspek materi yang disampaikan dalam PAI adalah: al-Quran Hadis, Akidah, Akhlak, Fiqh, Tarikh dan Kebudayaan Islam. Dari kelima aspek materi dalam PAI ini dapat dimasukkan delapan belas nilai karakter, yaitu: a. Religius
73
Merupakan sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. b. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan c. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dengan dirinya. d. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. e. Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. f. Kreatif dalam melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. g. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
74
h. Demokratis Cara berpikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. i. Rasa ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. j. Semangat kebangsaan Cara berpikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan diri dan kelompoknya. k. Cinta tanah air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan bangsa. l. Menghargai prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain. m. Bersahabat/komunikatif indakan yang memperlihatkan senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
75
n. Cinta damai Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. o. Gemar membaca Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya. p. Peduli lingkungan Sikap dan tindakan yang selalu ingin berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan mengembangkan upayaupaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. q. Peduli sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan. r. Tanggung jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan Yang Maha Esa ( Muchlas Samani, 2011 : 52) 3. Perencanaan Pembelajaran a. Pengembangan Silabus yang Mengintegrasikan Nilai/Karakter Pendidikan karakter membutuhkan proses internalisasi nilai-nilai. Untuk itu diperlukan pembiasaan diri untuk menanamkannya ke dalam hati sehingga tumbuh dari dalam. Nilai-nilai karakter seperti jujur,
76
menghargai orang lain, disiplin, amanah, sabar dan lain sebagainya dapat diintegrasikan dan diinternalisasikan ke dalam seluruh kegiatan sekolah baik melalui kegiatan intrakulikuler maupun ekstrakulikuler. Langkah pengintegrasian pendidikan karakter dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Mendeskripsikan kompetensi dasar tiap pembelajaran 2) Mengidentifikasi aspek-aspek atau materi-materi pendidikan karakter yang diintegrasikan ke dalam pembelajaran 3) Mengintegrasikan butir-butir karakter/nilai ke dalam kompetensi dasar (materi pembelajaran) yang dipandang relevan atau ada kaitannya. 4) Melaksanakan pembelajaran 5) Menentukan metode pembelajaran 6) Menentukan evaluasi pembelajaran 7) Menentukan sumber belajar (Chumi Zahrotun, 2011: 19) b. Model Penyusunan RPP yang Mengintegrasikan Nilai/Karakter
I. Identitas Rencana Pembelajaran Mata Pelajaran : ……………………………………. Materi Pokok : …………………………………….. Kelas/Smt : ……………………………………........ Pertemuan : ………………………………………… Waktu : ……………………………………………... II.Kemampuan Dasar/Tujuan Standar Kompetensi
: ………………………..
77
Kompetensi Dasar
: ………………………..
Indikator
: ……………………….. III. Prosedur dan Materi
Riview : Overview : Presentasion, Tabel 2.1
No.
Kegiatan Belajar
1
Telling/ Moral Knowing:
Waktu (menit)
Aspek Karakter/ Nilai yang dikembangkan
Contoh: - Amanah (dipercaya) - Disiplin
2
Showing/ Moral Loving: - Amanah (dipercaya) - Disiplin
3
Doing/ Moral Doing: - Amanah (dipercaya) - Disiplin - Menghargai orang lain
78
IV. Bahan/Media/Alat V. Assessment, (Instrumen dan prosedur yang digunakan unutk menilai pencapaian belajar misalnya: tes tulis, kinerja produk dll). 4.
Pelaksanaan Proses Pembelajaran Dalam proses pemebelajaran pendidikan karakter, setidaknya ada tiga tahapan strategi yang harus dilalui, yaitu: 1. Moral Knowing/ Learning to know Tahapan ini merupakan langkah pertama dalam pendidikan karakter. Dalam tahapan ini tujuan dorientasikan pada penguasan pengetahuan tentang nilai-nilai. Siswa harus mampu: a) membedakan nilai-nilai akhlak mulia dan akhlak tercela serta nilai-nilai unuversal; b) memahami secara logis dan rasional (bukan secara dogmatif dan doktriner) pentingnya akhlak mulia dan bahaya akhlak tercela dalam kehidupan; c) mengenal sosok Nabi Muhammad SAW. Sebagai figur teladan akhlak mulia melalui hadits-hadits dan sunahnya. 2. Moral Loving/ Moral Feeling mencintai dengan melayani orang lain. Belajar mencintai dengan cinta tanpa syarat. Tahapan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa cinta dan rasa butuh terhadap nilai-nilai akhlak mulia. Dalam tahapan ini yang menjadi sasaran guru adalah dimensi emosional siswa, hati, atau jiwa, bukan bagi akal, rasio dan logika. Guru menyentuh emosi siswa sehingga tumbuh kesadaran, keinginan dan kebutuhan sehingga siswa mampu berkata kepada dirinya sendiri, “Iya, saya harus seperti ini...”
79
atau “Saya perlu mempraktikkan akhlak ini...” untuk mencapai tahapan ini guru bisa memasukinya dengan kisah-kisah yang menyentuh hati, modelling. Melalui tahapan ini pun siswa diharapkan mampu menilai dirinya (muhasabah), semakin tahu kekurangan-kekurangannya. 3. Moral Doing/ Learning to do Inilah puncak keberhasilan mata pelajaran akhlak, siswa mempraktikkan nilai-nilai akhlak mulia itu dalam perilakunya sehari-hari. Siswa menjadi semakin sopan, ramah, hormat, penyayang, jujur, disiplin, cinta, dan kasih sayang, adil serta murah hati dan seterusnya. Selama perubahan akhlak belum terlihat dalam perilaku anak walaupun sedikit, selama itu pula kita memiliki setumpuk pertanyaan yang harus selalu dicari jawabannya. Contoh atau teladan adalah guru yang paling baik dalam menanamkan nilai. Siapa kita dan apa yang kita berikan. Tindakan selanjutnya adalah pembiasaan dan pemotivasian. (Abdul Majid, 2013: 112-115) menurut Abdul Majid (2013: 112-144) dalam bukunya yang berjudul ”Pendidikan Karakter perspektif Islam”,Selain Strategi, juga diperlukan model pembelajaran untuk menunjang maksimalnya proses pembelajaran, yaitu: 1) Model Tadzkirah Diharapkan mampu menghantarkan murid agar senantiasa memupuk, memelihara dan menumbuhkan rasa keimanan kepada Allah yang dibingkai dengan ibadah yang ikhlas. Tadzkirah mempunyai makna:
80
a) T: Tunjukkan teladan b) A: Arahkan (berikan bimbingan); c) D: Dorongan (berikan motovasi/reinforcement); d) Z: Zakiyah (murni/bersih-tanamkan niat yang tulus); e) K: Kontinuitas (sebuah proses pembiasaan untuk belajar, bersikap dan berbuat) f) I: Ingatkan g) R: Repetisi (pengulangan); h) A (O): Organisasikan; i) H: Heart – hati (sentuhlah hatinya) . 2) Model Istiqomah Model ini diadopsi dari tulisan B.S Wibowo dalam buku Tarbiyah menjawab tantangan. Adapun modelnya, yaitu: a.
I:
Imagination.
Guru
harus
mampu
mengajar
dengan
membangkitkan imajinasi jauh ke depan, baik itu manfaat ilmu, mapun menciptakan teknologi dari yang tidak ada menjadi ada guna kemakmuran bersama. b.
S: Student centre. Guru mengajar dengan cara inquiri, yakni membantu peserta belajar untuk berperan aktif dalam belajar.
81
c.
T: Teknologi. Guru memanfaatkan teknologi belajar multi indrawi sehingga membuat anak senang dalam belajar dan informasi dapat dengan mudah dipanggil kembali.
d.
I: Intervention. Guru mendesain proses intervensi terstruktur pada peserta belajar, atau mampu mengkritisi pengalaman belajar siswanya, sperti: study kasus, game, simulasi, outing atau outbond.
e.
Q: Question and Answers. Guru hendaknya mampu mengajar dengan cara mendorong rasa ingin tahu, merumuskan pertanyaan rasa ingin tahu (hipotesa), merancang cara menjawab rasa ingin tahu dan menemukan jawaban. Jawaban akhir adalah ilmu, perbendaharaan dan kosa kata yang dimiliki.
f.
O: Organiation. Guru yang baling siap mengajar adalah yang paling siap materi. Maka guru sebaiknya turut mengontrol pola pengorganisasian ilmu yang telah diperoleh oleh peserta didik.
g.
M: Motivation. Untuk dapat memberikan motivasi, seorang guru harus memiliki motivasi yang lebih. Motivasi sangat dipengaruhi oleh aspek emosi. Sebelum belajar, maka tentukanlah guru memilii kemampuan untuk menguasai tekhnik presentasi yang optimal dan menjadi quantum guru.
h.
A: Application. Guru hendaknya mampu memvisualisasikan ilmu pengetahuan pada dunia praktis atau mampu berfikir lateral untuk
82
mengembangkan aplikasi ilmu tersebut dalam berbagai bidang kehidupan. i.
H: Heart, Hepar, Jantung, Hati, Spiritual. Guru harus mampu mendidik dengan turut menyertakan nilai-nilai spiritual, karena ini merupakan faktor paling mendasar untuk kesuksesan jangka panjang. Guru harus mampu membangkitkan kekuatan spiritual muridnya.
3) Model Iqra-Fikir-Dzikir Model dengan cara iqra learning dikutip dari tulisan B.S Wibowo, yakni: I: Inquiry (penyelidikan), Q: Question (bertanya), R: Repeat (mengulang, A: Action (amal). Langkah selanjutnya adalah menerapkan FIKIR sebagai makna dari amal. FIKIR dalam hal ini mengandung pengertian sebagai berikut: a) F = Fun: yaitu belajar unutk mengaktualisasikan diri sebagai individu dengan kepribadian yang memiliki timbangan dan bertanggung jawab pribadi. Terciptanya pembelajaran yang menyenangkan, tidak tertekan, gembira, flow dan enjoy. b) I = Ijtihad. Kita akan berada di puncak belajar ketika mampu melakukan sintesa atas seluruh kerangka pemikiran yang telah kita miliki, kemudian muncul ide baru yang unik. c) K = Konsep. Belajar mengkumpulkan konsep, rumusan, model, pola dan teknik sebagai dasar untuk mengembangkannya dalam konteks yang lebih luas.
83
d) I = Imajinasi. Belajar membangun imajinasi untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar baru. e) R = Rapi. Guru harus mampu mendorong siswa untuk memiliki catatan yang rapi, lengkap dan baik. DZIKIR.
Menerapkan dzikir; yang merupakan makna dari fikir, Dzikir dalam hal ini diartikan sebagai do‟a, Ziarah, iman, komitmen, ikrar, dan realitas. 4) Model Reflektif Adalah model pembelajaran pendidikan karakter yang diarahkan pada pemahaman terhadap makna dan nilai yang terkandung di balik teori, fakta, fenomena, informasi atau benda yang menjadi bahan ajar dalam suatu mata pelajaran. 5
Evaluasi Pembelajaran Evaluasi merupakan upaya untuk mengetahui keadaan suatu obyek dengan menggunakan alat (instrument) tertentu dan membandingkan hasilnya dengan standar tertentu untuk memperoleh kesimpulan (Dharma, 2007: 119). Dalam pendidikan karakter, evaluasi dilakukan untuk mengukur apakah anak sudah memiliki satu atau sekelompok karakter yang ditetapkan oleh sekolah dalam kurun waktu tertentu. Karena itu, substansi evaluasi dalam konteks pendidikan karakter adalah upaya membandingkan perilaku anak dengan standar (indikator) karakter yang ditetapkan oleh guru atau sekolah.
84
Evaluasi pendidikan karakter ditujukan untuk (Dharma Kesuma, 2007: 138): a. Mengetahui kemajuan hasil belajar dalam bentuk kepemilikan sejumlah indikator karakter tertentu pada anak dalam kurun waktu tertentu. b. Mengetahui kekurangan dan kelebihan desain pembelajaran yang dibuat oleh guru dan Mengetahui tingkat efektifitas proses pembelajaran yang dialami oleh anak, baik pada setting kelas, sekolah, maupun rumah. Hasil evaluasi tidak akan memiliki dampak yang baik jika tidak difungsikan semestinya. Ada tiga hal penting yang menjadi evaluasi pendidikan karakter ( Dharma Kesuma,2007:138 ) yaitu: 1) Berfungsi untuk mengidentifikasi dan mengembangkan sistem pengajaran yang di desain oleh guru. 2)
Berfungsi untuk menjadi alat kendali dalam konteks manajemen sekolah.
3) Berfungsi untuk menjadi bahan pembinaan lebih lanjut bagi guru.
85
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan sumber-sumber yang telah peneliti kumpulkan dan analisis tentang nilai-nilai pendidikan karakter dalam Q.S Al-An‟ām ayat 151-153, maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan antara lain: 1.
Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam Q.S. Al-An‟ām ayat 151-154 adalah: nilai takwa, kasih sayang, tanggung jawab, cinta damai, peduli sosial, dan adil.
2.
Aplikasi nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dalam PAI dapat diaplikasikan melalui pembelajaran dikelas, guru sebagai model dari karakter yang diajarkan dan pembentukan lingkungan sekolah yang berkarakter. Dalam proses pembelajaran pendidikan karakter ada tiga tahapan strategi yang harus dilalui yaitu moral knowing, moral loving dan moral doing. Adapun model-model yang digunakan yang cocok dengan nilai-nilai karakter yang penulis teliti, yaitu model tadzkirah, model Istiqomah, model iqra-fikir-dzikir dan refleksi.
86
B. Saran-Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, kiranya penulis akan memberikan sedikit saran yang dapat menjadi bahan masukan bagi pelaksanaan pendidikan karakter untuk peningkatan kualitas pendidikan. Beberapa saran yang dapat penulis sampaikan antara lain: 1.
Bagi pendidik Pendidik menempati posisi utama dalam pendidikan karakter sebab pendidik merupakan model dari nilai karakter yang diajarkannya. Selain pendidik, faktor lingkungan pendidikan juga sangat mempengaruhi keberhasilan
pendidikan
karakter,
serta
mendukung
terwujudnya
internalisasi nilai-nilai karakter dalam diri peserta didik. Maka dari itu pendidik harus mempersiapkan diri semaksimal mungkin untuk menjadi model dari nilai-nilai karakter yang diajarkan, 2.
Bagi Sekolah Sekolah sebagai lingkungan pendidikan harus dibentuk seideal mungkin bagi internalisasi nilai-nilai karakter dalam diri peserta didik. Pembentukaan lingkungan sekolah yang ideal dapat dilakukan dengan menerapkan tata tertib yang tidak hanya berlaku bagi peserta didik, tetapi juga berlaku bagi semua warga sekolah.
C. Kata Penutup Mengucap syukur Alkhamdulilah kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah dan inayah-Nya. Hanya dengan pertolongan, serta kekuatan yang
87
diberikan oleh- Nya lah akhirnya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini sebagai bentuk pengabdian, rasa syukur, serta keprihatinan penulis terhadap keadaan moral kaum muda zaman sekarang, yang
pandai
dalam
pengetahuan
namun kurang bisa
mengamalkan
pengetahuannya. Dalam penulisan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin, akan tetapi penulis menyadari kelemahan manusia, oleh karena itu masih banyak terdapat kekurangan serta kesalahan disana sini, baik dari segi redaksi maupun isi. semoga penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat serta mendapatkan ridha Allah SWT. Amin.
88
DAFTAR PUSTAKA Bagus, Lorens., Kamus Filsafat Jakarta: Gramedia, 2000 Budihardjo. 2012. Pembahasan Ilmu-ilmu Al-Qur‟an. Yogyakarta: Lokus. Darmiyatun, Suryatri dan Daryanto, Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah, Yogyakarta: Gava Media, 2013 Jawaz. Yazid Bin Abdul Qadir.2009. Syarah dan „Aqidah Ahlus Sunah Wal Jama‟ah. Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i Majid, Abdul dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep Dan Implementasi Kurikulum 2004), Bandung: Remaja Rosyda Karya, 2011. _______, Pendidikan Karakter perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosyda Karya, 2013. Margiono.2011. Akidah Akhlak. Jakarta:yudhistira Muhaimin, “Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam”, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. _______, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002 Mulyana, Rohmat, Mengartikulasik an Pendidikan Nilai, Bandung: Alfabeta, 2004. Munir, Abdullah. 2010. Pendidikan Karakter Membangun Karakter Anak Sejak dari Rumah. Yogyakarta: PT Bintang Pustaka Abadi. Muslich, Mansur. 2011.Pendidikan Karakter Menjawab tantangan Krisis Multidimensional. Nazarudin., Manajemen Pembelajaran: Implementasi Konsep, Karakteristik dan Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, Yogyakarta: Teras, 2007. Nurdin, Muslim dkk, Moral dan Kognisi Islam, Bandung: Alfabeta, 2008. Poerwadarminta., Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1997 Rahman ,Roli Abdul. 2009. Menjaga Akidah dan Akhlak. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
89
Samani, Muchlas & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011. Sanjaya, Wina., Teori dan Perkembangan anak. Jakarta: Gramedia Citra, 2008 Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur‟an, Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2007. _______, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, Bandung: Mizan, 1994. _______,Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1994. _______,Tafsir Al Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an vol 1-15, Jakarta: Lentera Hati, 2011. _______,Wawasan Al Qur‟an: Tafsir Tematik Atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung: Mizan Pustaka, 2007. Sulistyowati, Endah, Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter, Yogyakarta: Citra Aji Parama, 2012. Syafri, Ulil Amri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur‟an, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.
Zuchdi, Darmiyati. 2009. Pendidikan Karakter grand Design dan Nilai-nilai Target. Yogyakarta: UNY Press. _______, 2011. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
_______,Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional, 1977.
90
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI 1.
Nama Lengkap
: Zahra Ridho Hasanah
2.
NIM
: 111-12-128
3.
Tempat, Tanggal Lahir
: Kab. Semarang, 2 Januari 1995
4.
Alamat
: Mendiro 04/07, Kalongan, Ungaran Timur
5.
Jenis Kelamin
: Perempuan
6.
Agama
: Islam
RIWAYAT PENDIDIKAN 1.
2006 Lulus MI Mendiro
2.
2009 Lulus MTs. Diponegoro Mendiro
3.
2012 Lulus MA AL-Manar Bener, Salatiga
Lokasi kerja 1.
Guru RA Mendiro, kec. Ungaran Timur, Kab. Semarang.
NO 1
2
3
4 5
6
7 8
9
10
11
12
NAMA KEGIATAN OPAK STAIN Salatiga 2012 dengan tema “Progresifitas Kaum Muda, Kunci Perubahan Indonesia” Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga “mewujudkan gerakan mahasiswa tarbiyah sebagai tonggak kebangkitan pendidikan indonesia” Orientasi Dasar Keislaman (ODK)”membangun karakter keislaman bertaraf internasional di era globalisasi bahasa” Entrepreneurship dan perkoprasian 2012 Achicvment Motivation Training “bangun karakter raih prestasi” Library User Education (pendidikan pemakai perpustakaan) Dalam Acara IslamicPublic Speaking Training Dialog Pubik dan Silaturahim Nasional”kemanakah arah kebijakan BBM? Mendorong subsidi BBM untuk rakyat” Tabligh Akbar”tafsir tematik dalam upaya menjawab persoalan israel dan palestina landasan QS. AlFath: 26-27” Seminar Nasional “HIV/AIDS Bukan Kutukan dari Tuhan Kegiatan Public Hearing “Optimalisasi Kinerja Lembaga Melalui Kritik dan Saran Mahasiswa Seminar Nasional “ Ahlussunnah Waljamaah
PELAKSANAAN 05-07 September 2012
SEBAGAI PESERTA
NILAI 3
09 September 2012
PESERTA
3
10 September 2012
PESERTA
2
11 September 2012
PESERTA
2
12 September 2012
PESERTA
2
13 September 2012
PESERTA
2
25 Oktober 2012
PESERTA
2
10 November 2012
PANITIA
8
01 Desember 2012
PESERTA
2
13 Maret 2013
PESERTA
8
25 Maret 2013
PESERTA
2
26 Maret 2013
PANITIA
8
13
14
15
16 17 18
19
20
21
22
23 24
25
26 27
28
dalam Perspektif Islam Indonesia” Acara Bedah Buku “Berhenti Kerja Semakin Kaya” Seminar Pendidikan HMJ Tarbiyah STAIN Salatiga “Menimbang Mutu dan Kualitas Pendidikan di Indonesia” Seminar Nasional Entrepreneurship “Menumbuhkan Jiwa Entrepreneur Generasi Muda” Piagam Penghargaan Lomba Menyambung Surat Pendek Piagam Penghargaan Lomba Membaca Kitab Piagam penghargaan Lomba Cerdas Cermat Ilmu Agama Tahun 2013 Piagam Kegiatan Jalan Sehat santri Al- Manar dan Masyarakat Desa Bener Sertifikat Lomba Qiroatul Kutub antar Pesantren SeKabupaten Semarang Piagam Kegiatan Kilatan Ramadhan PON-PES AlManar Sertifikat Lomba Qiroatul Kutub antar Pesantren SeKabupaten Semarang Piagam Penghargaan Lomba Menyambung Surat Pendek Piagam penghargaan Lomba Cerdas Cermat Ilmu Agama Tahun 2014 Piagam Pendidikan binnadzor di Pondok Pesantren Al-Manar SK Guru Ra Mendiro Tahun Ajaran 2015 Piagam Kegiatan Kilatan Ramadhan PON-PES AlManar Piagam penghargaan Lomba
05 April 2013
PESERTA
2
02 Mei 2013
PESERTA
2
27 Mei 2013
PESERTA
8
1 Juni 2013
PESERTA
2
15 Juni 2013
PESERTA
3
16 Juni 2013
PESERTA Juara 3
2
20 Juli 2013
PESERTA Juara 2
2
23 Juli 2013
PESERTA Juara 2
2
10 Agustus 2013
PESERTA
2
9 Februari 2014
PESERTA
2
1 Juni 2014
PESERTA
2
10 Juni 2014
PESERTA
3
14 Juni 2014
PESERTA
2
1 Juli 2014
GURU
7
09 Juli 2015
PESERTA
2
10 Juni 2014
PESERTA
3
29
30 31
32
33
34
35
36 37 38
39
Cerdas Cermat Ilmu Agama Tahun 2014 Piagam Pendidikan binnadzor di Pondok Pesantren Al-Manar SK Guru Ra Mendiro Tahun Ajaran 2015 Piagam Kegiatan Kilatan Ramadhan PON-PES AlManar Piagam Kegiatan Jalan Sehat santri Al- Manar dan Masyarakat Desa Bener Panitia Kirab Memperingati hari Kartini RA Mendiro dan PAUD Mendiro Piagam Kegiatan Jalan Sehat santri Al- Manar dan Masyarakat Desa Bener Piagam penghargaan Lomba Cerdas Cermat Ilmu Agama Tahun 2015 Piagam Penghargaan Lomba Membaca Kitab Piagam Penghargaan Lomba Menyambung Surat Pendek Panitia Penerimaan Peserta didik Baru RA Mendiro tahun Ajaran 2015/2016 SK Guru Ra Mendiro Tahun Ajaran 2016 TOTAL
14 Juni 2014
PESERTA
2
1 Juli 2014
GURU
7
11 Juli 2014
PESERTA
2
28 Juli 2014
PESERTA
2
26 April 2015
PANITIA
3
20 Mei 2015
PESERTA
2
23 Mei 2015
PESERTA
4
4 Juni 2015
PESERTA
3
13 Juni 2015
PESERTA
2
29 Juni 2015
PANITIA
3
1 Juli 2015
GURU
7 123