STUDI ANALISIS PEMIKIRAN QURAISH SHIHAB DALAM TAFSIR AL-MISBAH TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM SURAT AL-AN’AM AYAT 151-153
SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I Dalam Bidang Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan
Oleh : Nur Halim NIM : 131310001265
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA (UNISNU) JEPARA 2015
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Nur Halim
NIM
: 131310001265
Judul
: Studi Analisis Pemikiran Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah Tentang Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Surat al-An’am ayat 151-153.
menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya penelitian, kecuali bagian tertentu yang berisi informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Jepara, September 2015 Deklarator,
Nur Halim NIM. 131310001265
vii
NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp. : 4 (empat) eks. Hal
: Naskah Skripsi an. Sdr. Nur Halim Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini
saya kirim naskah skripsi Saudara : Nama
: Nur Halim
NIM
: 131310001265
Judul
: Studi Analisis Pemikiran Quraish Shihab Dalam Tafsir AlMisbah Tentang Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Surat al-An’am ayat 151-153.
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi Saudara tersebut dapat segera dimunaqasyahkan. Demikian harap menjadikan maklum. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jepara, September 2015 Pembimbing,
Dr. Sa’dullah Assa’idi, M.Ag.
iii
MOTTO
ﱠﺎس َ ْﺖ َوأَﺗْﺒِ ِﻊ اﻟ ﱠﺴﻴﱢﺌَﺔَ اﳊَْ َﺴﻨَﺔَ ﲤَْ ُﺤﻬَﺎ َوﺧَﺎﻟ ِِﻖ اﻟﻨ َ اﺗ ِﱠﻖ اﻟﻠﱠﻪَ َﺣْﻴﺜُﻤَﺎ ُﻛﻨ (ِﲞُﻠ ٍُﻖ َﺣ َﺴ ٍﻦ ) ﺣـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ــﺪﻳﺚ ﺻـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ــﺤﻴﺢ رواﻩ اﻟﱰﻣﻴـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ــﺬي “Bertaqwalah kepada Allah di mana saja kamu berada. Ikutilah perbuatan yang buruk dengan perbuatan yang baik, maka itu bisa menghapusnya. Dan berakhlaklah kepada manusia dengan akhlak yang baik". (HR. at-Tirmidzi).1
1
Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Sunan at-Tirmidzi, juz 7, hlm. 488, hadis no. 2115, Maktabah Syamilah versi 3.
v
Persembahan
Skripsi ini kupersembahkan kepada :
Terkhusus kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, terima kasih yang tak terhingga karena selama ini telah mendidik dan merawatku dengan tulus penuh kasih sayang. Istri dan saudara-saudaraku semua yang telah mewarnai hari-hari indah dalam kebersamaan serta memberi semangat dan motivasinya dengan tiada henti. Sahabat-sahabat seiman, senasib dan seperjuangan yang selalu menemaniku dalam suka dan duka hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, kebersamaan selama ini tidak akan pernah aku lupakan. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan cahaya ilmu duniawi dan ukhrowi, do’amu adalah kesuksesanku. Almamater Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) Jepara tercinta. Dan tidak lupa pembaca budiman sekalian.
Semoga semua pengorbanan yang telah diberikan dengan tulus ikhlas diberi balasan oleh Sang Pencipta Allah SWT .
vi
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah wa syukrulillah, senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmatnya kepada kita semua, sehingga sampai saat ini kita masih mendapat ketetapan iman dan islam. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan ke pangkuan Rasulullah Muhammad SAW, pembawa rahmat bagi makhluk sekalian alam dan juga kepada keluarga beliau, para sahabat dan para tabi’in serta kepada kita umatnya, semoga kita mendapatkan pertolongan (syafa’at al-‘udzma) dari beliau di hari kiamat nanti. Skripsi yang berjudul:” Studi Analisis Pemikiran Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah Tentang Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Surat alAn’am ayat 151-153”, telah berhasil disusun dengan sungguh-sungguh, sehingga memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UNISNU Jepara. Dalam penyelesaian skripsi ini, tentulah tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang berganda laksa kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. KH. Muhtarom HM, selaku Rektor UNISNU Jepara.
2.
Bapak Drs. H. Akhirin Ali, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
3.
Bapak Dr. Sa’dullah Assa’idi, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan arahan maupun layanan dan bimbingan yang diperlukan dalam skripsi ini.
4.
Seluruh dosen Fakultas Tarbiyah UNISNU Jepara, yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan memberikan pembelajaran kepada penulis sampai selesainya tugas studi.
viii
5.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari yang mereka berikan..
Besar harapan penulis, semoga amal baik beliau tersebut di atas dan juga semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan mendapatkan balasan pahala yang berlipat ganda di sisi Allah SWT. Amien. Akhirnya penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh mencapai kesempurnaan dalam arti sebenarnya, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan para pembaca pada umumnya.
Jepara, September 2015 Penulis,
Nur Halim NIM. 131310001265
ix
ABSTRAK Nur Halim (NIM. 131310001265). Studi Analisis Pemikiran Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah Tentang Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Surat al-An’am ayat 151-153. Bangsa Indonesia mengalami dekadensi moral, oleh karena itu pemerintah mencanangkan program pendidikan karakter untuk mengantisipai krisis moral yang lebih serius. Pada pendidikan Islam, karakter merupakan salah satu bagian yang sangat diperhatikan dalam Al-Qur’an. Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu sarana pengembangan karakter. Oleh karena itu pengembangan pendidikan karakter yang sesuai dengan AlQur’an mutlak dilakukan. Di dalam Al-Qur’an ada begitu banyak nilai-nilai karakter yang dapat diacu dalam melaksanakan pendidikan Islam, yang mana nilai-nilai tersebut tentunya akan lebih relevan dan sejalan dengan tujuan pendidikan Islam. Q.S Al-An’am ayat 151-153 memiliki kandungan nilai-nilai karakter yang patut untuk dikembangkan lebih lanjut, karena itu penelitian ini diharapkan dapat menggali nilai-nilai karakter yang ada di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ; 1) konsep pendidikan karakter dalam pendidikan Islam; 2) nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Tafsir al- Misbah QS. al-An’am ayat 151-153 menurut Quraish Shihab; 3) implementasi nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dalam Pendidikan Islam. Penelitian ini menggunakan Metode Riset Perpustakaan (library research) dengan Teknik Analisis Deskriptif Kualitatif. Sebagai data primer diambil dari Al-Qur’an, kitab Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian AlQur’an karya M. Quraisy Shihab. Data skunder sebagai bahan pendukung pembahasan skripsi ini yaitu literatur tentang ilmu pendidikan yang berkaitan dengan metode kisah atau cerita. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan deskriptif analitis, yaitu menggambarkan wujud data secara apa adanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) Pendidikan karakter dalam Islam sama dengan pendidikan akhlak dan juga merupakan pensucian jiwa dan karakter manusia menjadi manusia yang bertakwa. (2) Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam Q.S. Al-An’am ayat 151-153 adalah: religius, jujur, tanggungjawab, peduli sosial, dan santun. (3) Nilai-nilai pendidikan karakter dapat diimplementasikan melalui pembelajaran di kelas. Adapun metode-metode yang digunakan mengikuti metode-metode pendidikan karakter dalam Al-Qur’an yang cocok dengan nilai-nilai karakter yang penulis teliti, adalah melalui: pembiasaan, keteladanan, penegakan aturan, dan pemotivasian. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi para mahasiswa, para tenaga pengajar, para peneliti, dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara. ii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL………………………………………………………..
i
ABSTRAK PENELITIAN……………………………………………….....
ii
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………...
iii
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………
iv
MOTTO…………………………………………………………………..…
v
PERSEMBAHAN…………………………………………………………..
vi
PERNYATAAN……………………………………………………………
vii
KATA PENGANTAR……………………………………………………… viii DAFTAR ISI………………………………………………………………..
x
PEDOMAN TRANSLITERASI……………………………………………
xii
BAB I
BAB II
: PENDAHULUAN A. Latar Belakang………...………………………………......
1
B. Penegasan Istilah………………………………………….
6
C. Rumusan Masalah…………………………………………
6
D. Tujuan Penelitian……………………….………………....
7
E. Manfaat Penelitian………………………...……………....
7
F. Kajian Pustaka…………………………………………….
8
G. Metode Penelitian…………………………………………
10
H. Sistematika Penulisan Skripsi……………………………..
14
: KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Karakter ……………………………………..
16
B. Konsep Pendidikan Karakter dalam Islam ……………….
30
BAB III : KAJIAN OBYEK PENELITIAN A. Biografi Penulis Tafsir al-Misbah ………………
44
B. Tafsir al-Misbah …………
51
C. Tafsir QS. al-An’am Ayat 151-153 Berdasarkan Tafsir al-Misbah …………….
x
59
BAB IV : ANALISIS DATA A. Analisis Kandungan Tafsir QS. al-An’am Ayat 151-153 Berdasarkan Tafsir al-Misbah.............................................
65
B. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Tafsir QS. al-An’am Ayat 151-153 Berdasarkan Tafsir al-
79
Misbah …………………………………………………… C. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Tafsir QS. al-An’am Ayat 151-153 Dalam Pendidikan
85
Islam.................................................................................... BAB V
: PENUTUP A. Simpulan………………………………………………..
92
B. Saran-Saran………………………………………………..
93
C. Penutup……………………………………………………
94
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS
xi
PEDOMAN TRANSLITERASI KONSONAN Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
ا
Alif
‘
ب
Ba’
B
ت
Ta’
T
ث
Śa’
Ś
ج
Jim
J
ح
Ha’
H
خ
Kha’
Kh
د
Dal
D
ذ
Żal
Ż
ر
Ra’
R
ز
Za’
Z
س
Sin
S
ش
Syin
Sy
ص
Shad
Ş
S, dengan titik dibawah
ض
had
D
D, dengan titik dibawah
ط
Tha’
Ţ
T, dengan titik dibawah
ظ
Dha’
Z
ع
Ain
‘
غ
Ghin
G
xii
Keterangan Tidak dilambangkan
S, dengan titik di atas
Z, dengan titik di atas
Koma terbalik
ف
Fa’
F
ق
Qaf
Q
ك
Kaf
K
ل
Lam
L
م
Mim
M
ن
Nun
N
و
Waw
W
ه
Ha’
H
ء
Hamzah
‘
ى
Ya’
Y
ة
Ta’ Marbutah
at, ah
Dibaca “ah” ketika mauquf
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia
sebab
pendidikan
merupakan
sarana
pembentuk
kepribadian. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan definisi pendidikan sebagai berikut: Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.1 Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat individual maupun sosial.2 Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik untuk
menumbuhkembangkan
potensi-potensi
kemanusiaannya.
Potensi
kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia.3 Keberhasilan pembangunan pendidikan yang berkualitas dipengaruhi oleh ketersediaan berbagai komponen pendukungnya. Salah satu di antaranya adalah kurikulum yang dikembangkan dan digunakan pada tataran satuan 1
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 1. 2 Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: Alfabeta, 2000), hlm. 1. 3 Umar Tirtarahardja dan La Sula, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 1.
1
2 pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan dari waktu ke waktu
seiring
dengan
perkembangan
IPTEK.4
Dalam
menghadapi
perkembangan IPTEK, tantangan masa depan, dan untuk mewujudkan tercapainya
tujuan
pendidikan
nasional,
maka
pemerintah
melalui
Kemendikbud, mengembangkan Kurikulum 2013 secara nasional. Kurikulum 2013 lebih ditekankan pada pendidikan karakter, terutama pada tingkat dasar, yang akan menjadi fondasi bagi tingkat berikutnya. Melalui implementasi Kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi sekaligus berbasis karakter, dengan pendekatan tematik dan kontekstual diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.5 Pendidikan karakter bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik agar peserta didik mampu mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga mampu berperilaku sebagai insan kamil.6 Terkait dengan pendidikan karakter yang dicanangkan Kemdikbud, dalam tujuan pendidikan nasional pun sudah tercantum bahwa tujuan pendidikan ialah peningkatan kualitas manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, sebagaimana yang terkandung dalam UU RI No. 20 tahun 2003 yaitu sebagai berikut:
4
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 78. 5 E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 7. 6 Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011), hlm. 46.
3 Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung Jawab.7 Indonesia dikenal sebagai bangsa yang berkarakter dan religius. Namun, realitanya karakter tersebut perlahan-lahan terkikis oleh derasnya pengaruh globalisasi. Seperti dikemukakan oleh Maragustam dalam bukunya “Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna”, bahwa nilai-nilai agama yang ada sekarang ini malah terpisah dari kehidupan. Agama hanya untuk akhirat, dan urusan dunia tidak berkaitan dengan agama.8 Melihat carut-marutnya kondisi moral bangsa, pendidikan karakter menjadi alternatif utama untuk mengatasi permasalah tersebut. Dengan begitu pendidikan karakter menjadi sebuah tema yang urgen pelaksanaannya bagi pembangunan bangsa sebab karakter menjadi tolok ukur keberhasilan suatu bangsa. Pendidikan karakter tidak hanya mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter juga melibatkan afeksi dan psikomotor dalam pengembangan potensi diri, melakukan proses internalisasi dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian.9 Pendidikan berkelanjutan dan pengembangan karakter menjadi tugas bagi keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Mempersiapkan generasi muslim yang tangguh merupakan harapan al-Qur’an. Setiap muslim, baik sebagai 7
Pemerintah Republik Indonesia, Op.Cit., hlm. 5-6. Maragustam, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna, (Yogyakarta: Nuha Litera, 2010), hlm. 3. 9 Endah Sulistyowati, Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Citra Aji Parama, 2012), hlm. 23-24. 8
4 individu maupun komunitas, harus berupaya mewujudkan generasi yang berkualitas dalam semua aspek kehidupan manusia.10 Pendidikan karakter dalam mata pelajaran di sekolah harus mengusahakan agar nilai-nilai karakter yang diajarkan mampu mengkristal dalam diri peserta didik dan menyentuh pengalaman dalam kehidupan nyata. Pendidikan karakter harus mampu mengolah pengalaman peserta didik ketika melihat maraknya kekejian moral yang terjadi, seperti kasus korupsi, suapmenyuap, bahkan saling membunuh hanya untuk mendapatkan suatu jabatan ataupun harta, padahal dalam QS. al-An’am ayat 151 ditekankan adanya keharusan manusia untuk menghindari kebejatan moral, baik terhadap Allah maupun sesama manusia.11 Al-Qur’an turun sedikit demi sedikit. Ayat-ayatnya berinteraksi dengan budaya dan masyarakat yang dijumpainya. Kendati demikian, nilainilai yang diamanatkannya dapat diterapkan pada setiap situasi dan kondisi. Nilai-nilai itu sejalan dengan perkembangan masyarakat sehingga al-Qur’an dapat benar-benar menjadi petunjuk, pemisah antara yang hak dan batil, serta jalan bagi setiap problem kehidupan yang dihadapi.12 Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam, juga membawa cerita masa lalu seperti kisah para Nabi. Quraish Shihab mengungkapkan dalam tafsirnya bahwa QS. al-An’am ayat 151-153 memiliki kandungan sepuluh wasiat Allah 10
Kementerian Agama RI, Tafsir Tematik Al-Qur’an,Lajnah Pentashihan Mushaf Al Qur’an Badan Litbang Dan Diklat Kementrian Agama RI, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2010), hlm. 11. 11 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an vol.3, (Jakarta: Lentera Hati, 2011), hlm. 733. 12 Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an Vol 1. (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hal. xviii.
5 yang diwasiatkan kepada Nabi Musa.13 Sepuluh wasiat Allah dalam QS.. alAn’am ayat 151-153 tertulis dalam bentuk larangan. Dalam kajian Islam larangan memiliki cakupan luas, di mana larangan itu bisa bersifat terbatas atau tak terbatas. Dalam pembahasan akhlak kalimat-kalimat larangan yang dijumpai dalam nash lebih bersifat tak terbatas, artinya larangan tersebut berlaku tanpa dibatasi waktu.14 Memahami suatu makna al-Qur’an tentunya tidak dapat lepas dari tafsir. Dalam hal ini penulis memilih menganalisa makna yang terkandung dalam QS. al-An’am ayat 151-153 sesuai tafsir al-Misbah. Pertimbangan penggunaan tafsir ini adalah karena tafsir al-Misbah adalah karya mufassir kontemporer Indonesia, sehingga akan lebih relevan penafsirannya dengan konteks masyarakat Indonesia saat ini. Selain hal itu Quraish Shihab selaku penulis tafsir al-Misbah juga menyampaikan uraian terhadap akhlak. Dalam buku Lentera Hati, Quraish Shihab menyampaikan bahwa moral merupakan suatu hal yang harus diperhatikan dalam pembangunan masyarakat, sebab dengan memperhatikan hal tersebut maka manusia tidak terjerumus pada kekeliruan dan penyimpangan.15 Berdasarkan dengan hal tersebut di atas, maka penulis bermaksud untuk mengkaji lebih dalam tentang materi ini dalam bentuk skripsi dengan judul “Studi Analisis Pemikiran Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah
13
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah….. hal. 745. Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter…, hal. 107. 15 Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 291. 14
6 Tentang Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Surat al-An’am ayat 151153”. B. Penegasan Istilah Untuk memberikan pemahaman dan menjaga agar tidak terjadi kesalahpahaman tentang judul skripsi ini, maka diperlukan penegasan istilah. Adapun istilah yang dimaksud antara lain: 1. Tafsir Al-Misbah adalah suatu tafsir yang membahas tentang pesan, kesan, dan keserasian Al-Qur’an, karya Prof. Dr. H. M. Quraish Shihab, MA. 2. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.16 3. Karakter dalam kamus besar bahasa Indonesia, berarti watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlaq atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang yang lain.17 Jadi yang dimaksud dengan judul di atas ialah ingin meneliti tentang Pemikiran Quraish Shihab Dalam Tafsir Al-Misbah Tentang Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Surat al-An’am ayat 151-153. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep pendidikan karakter dalam pendidikan Islam?. 16
10
17
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008), hlm.
Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm.389
7 2. Apa saja nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Tafsir alMisbah QS. al-An’am ayat 151-153 menurut Quraish Shihab?. 3. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dalam Pendidikan Islam?. D. Tujuan Penelitian Dalam setiap penulisan karya ilmiah mempunyai tujuan dan maksud tertentu, adapun tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui konsep pendidikan karakter dalam pendidikan Islam. 2. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Tafsir al- Misbah QS. al-An’am ayat 151-153 menurut Quraish Shihab. 3. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dalam Pendidikan Islam. E. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis. 1. Secara teoritis Penelitian ini secara teoritis dapat memberi manfaat bagi beberapa pihak yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu: a. Dapat menjelaskan konsep pendidikan karakter dalam pendidikan Islam. b. Dapat menjelaskan nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Tafsir al-Misbah QS. al-An’am ayat 151-153 menurut Quraish Shihab. c. Dapat menjelaskan implementasi nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dalam Pendidikan Islam.
8 2. Secara praktis Penelitian ini secara praktis dapat memberi manfaat bagi beberapa pihak yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu: a. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pelaksanaan pendidikan karakter pada umumnya dan Pendidikan Islam pada khususnya. b. Dapat memberikan masukan bagi pendidik, peserta didik dan pihak-pihak yang berperan dalam proses pendidikan. c. Memperkaya wawasan peneliti dan pembaca dalam memahami ayat alQur’an. F. Kajian Pustaka Sepanjang pengetahuan peneliti, ditemukan adanya beberapa hasil penelitian yang mencoba mengungkapkan permasalahan di atas antara lain: 1. Skripsi saudari Rukhayatun Niroh, mahasiswi jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2011, yang berjudul “Nilai- Nilai Pendidikan Karakter Dalam Surat al-Hujurāt ayat 11- 15 (Telaah Tafsir al-Misbah dan al-Azhar)”. Dalam skripsi ini dikaji tentang nilai nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam QS. al-Hujurāt ayat 11-15. Hasilnya dalam ayat tersebut terdapat nilai-nilai pendidikan karakter antara lain, saling menghormati, taubat, positif thinking, saling mengenal, persamaan derajat, dan kejujuran. Nilai-nilai tersebut kemudian diaplikasikan metodenya pada pendidikan Islam. 2. Skripsi saudari Untsa Khoeriyah, dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Surat al- Isra’ ayat 23-29 (Studi Terhadap Tafsir Ibnu Kasir dan al-Maraghi)”. Penelitian model komparatif ini membahas tentang nilai-
9 nilai al-akhlak al-karimah yang terdapat dalam surah al- Isra’ ayat 23-29. Di antara nilai-nilai yang terkandung dan sekaligus dibahas adalah nilai alakhlak al-karimah terhadap kedua orang tua. Salah satu cara berbakti terhadap kedua orang tua adalah dengan mengucapkan perkataan yang baik. Dalam skripsi ini penanaman pendidikan nilai-nilai akhlak pada anak dilakukan dengan memberikan contoh teladan, nasehat-nasehat mulia, latihan-latihan dan dan pembiasaan mengenai wawasan pendidikan akhlak yang sesuai dengan ajaran agama Islam. 3. Buku Agus Zaenul Fitri, dengan judul “Pendidikan Karakter Berbasis Nilai dan Etika”, penerbit Ar-Ruzz Media. Buku ini membahas aspek pendidikan karakter, mulai dari pengertian, fungsi, tujuan, prinsip, model pendidikan nilai dan etika sampai dengan contoh implementasinya. Buku ini disusun berdasarkan hasil kajian mendalam dan pengembangan riset yang telah dilakukan oleh penulis. Dalam buku ini, khusus dipilih aspek-aspek yang telah diimplementasikan di beberapa sekolah yang menjadi obyek penelitian. 4. Buku Adian Husaini, dengan judul “Pendidikan Islam Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab”, (2011). Buku ini menjelaskan bahwa pendidikan karakter pada akhir-akhir ini menjadi wacana yang banyak dibicarakan orang, terutama di kalangan stake holder pendidikan Indonesia. Berawal dari banyaknya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh beberapa kalangan masyarakat pendidikan seperti masalah kenakalan siswa, guru yang bermasalah dan masalah output dari lulusan pendidikan Indonesia
10 yang belum sesuai dengan apa yang menjadi tujuan pendidikan. Sehingga para pakar pendidikan Indonesia menggagas pendidikan karakter di Indonesia dengan memaksimalkannya di dalam kurikulum pembelajaran dan proses pendidikan yang dilaksanakan di sekolah-sekolah. 5. Ali Muqoddas, Jurnal Pendidikan Tarbawi INISNU Jepara, dengan judul “Problematika Pengembangan Kurikulum Berkarakter”, (2013). Pendidikan karakter dan akhlak mulia yang secara implisit maupun eksplisit menjadi tanggungjawab
guru
harus
diikuti
usaha
secara
eksplisit
untuk
mengidentifikasi nilai-nilai karakter kemudian harus dituangkan dalam silabus dan RPP secara jelas, dan dilaksanakan dalam pembelajaran. 6. Maswan, Jurnal Pendidikan Tarbawi INISNU Jepara, dengan judul “Pendidikan Karakter Berbasis Ta’limul Muta’allim”, (2013). Pendidikan karakter yang efektif harus menyertakan usaha untuk menilai kemajuan. Untuk itu harus memperhatikan: karakter sekolah, pertumbuhan staf sekolah sebagai pendidik karakter, dan karakter siswa. Berdasarkan telaah pustaka yang telah penulis lakukan belum ditemukan penelitian yang mengkaji nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam QS. al-An’am ayat 151-153 berdasarkan tafsir al-Misbah. Oleh karena itu penulis memilih ayat tersebut sebagai obyek kajian dalam penelitian ini. G. Metode Penelitian Di dalam suatu penelitian diperlukan sebuah metode penelitian. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
11 1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang data-datanya diperoleh dengan cara menelaah buku-buku atau referensi dari perpustakaan.18 Sedangkan pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan
kualitatif, artinya penelitian yang dalam teknik analisisnya tidak menggunakan teknik perhitungan atau statistik, akan tetapi menggunakan logika ilmiah.19 Dalam skripsi ini Peneliti menganalisis muatan isi dari objek penelitian yang berupa dokumen yaitu teks tafsir al-Misbah QS. al-An’am ayat 151-153. 2. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data sebagai bahan pokok pembahasan diperoleh dari sumber data primer dan data skunder, yaitu : a. Data primer Sumber data primer adalah data yang diperoleh dari sumbersumber primer, yakni sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut.20 Sebagai data primer diambil dari Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab terbitan Lentera Hati cetakan ke IV tahun 2011, Buku
18
Masri Singarimbun dan Sofian Efendy, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 70. 19 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), hlm. 2. 20 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 60-61.
12 Membumikan Al-Qur’an karya Quraish Shihab terbitan Lentera Hati tahun 2006, dan Buku Wawasan al-Qur’an karya Quraish Shihab, terbitan Penerbit Mizan tahun 1998. b. Data Skunder Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli memuat informasi atau data tersebut.21 Data sekunder dalam penelitian ini adalah karya-karya penulis lain yang membahas tentang pendidikan karakter, baik dalam bentuk buku, jurnal, artikel, maupun karya ilmiah lainnya. Beberapa sumber yang penulis gunakan sebagai data sekunder antara lain: buku, jurnal, artikel dan sumber lain yang relevan dengan penelitian. 3. Teknik Analisis Data Data yang terkumpul dalam penelitian selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teknik content analisis, yaitu analisis tekstual dalam studi pustaka melalui interpretasi terhadap isi pesan suatu komunikasi sebagaimana terungkap dalam literatur-literatur yang memiliki relevansi dengan tema penelitian ini yang berorientasi pada upaya mendeskripsikan sebuah konsep atau memformulasikan suatu ide pemikiran melalui langkahlangkah penafsiran terhadap teks tafsir al Misbah QS. al-An’am ayat 151153. Selain analisis isi, peneliti juga menggunakan teknik analisis semiotik, karena obyek kajian berupa teks, maka nantinya juga akan dikaji 21
132.
Tatang M. Aminin, Menyusun Rencana Penelitian, (Jakrta: CV. Rajawali, 1990), hlm.
13 bahasa dari teks yang digunakan tersebut. Semiotik merupakan kajian tanda yang ada dalam kehidupan, artinya segala sesuatu yang ada dalam kehidupan dapat dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus diberi makna. Di sini teks tafsir al-Misbah pun menjadi bagian dari tanda yang harus dimaknai. Dalam penerapan teknik analisis semiotik ini peneliti memperhatikan bahasa yang digunakan oleh Quraish Shihab dalam tafsirnya. Ketika ada suatu kata atau bahasa yang diulang-ulang atau sebuah penekanan pada bahasa yang digunakan maka itu artinya ada sebuah pesan yang ingin disampaikan olehnya. Adapun langkah-langkahnya analisisnya sebagai berikut: a. Memilih data dengan pembacaan dan pengamatan secara cermat terhadap teks tafsir al-Misbah QS. al-An’am ayat 151-153 yang di dalamnya terkandung nilai pendidikan karakter. b. Mengkategorikan ciri-ciri atau komponen pesan yang mengandung nilainilai pendidikan karakter yang ada didalam teks tafsir al-Misbah QS. alAnām ayat 151-153. c. Menganalisis data keseluruhan sehingga mendapatkan pesan yang sesuai dengan nilai-nilai pendidikan karakter serta implementasinya dalam Pendidikan Islam. Untuk mendapatkan kesimpulan penulis menggunakan pola penalaran induktif, yaitu pola pemikiran berangkat dari suatu pemikiran khusus kemudian ditarik generalisasi yang bersifat umum.
14 H. Sistematika Penulisan Skripsi Dalam penulisan skripsi ini sistematikanya adalah sebagai berikut : 1. Bagian Muka Pada bagian muka berisi : halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar dan daftar isi. 2. Bagian isi Pada bagian isi ini memuat lima bab yaitu : Bab I : Pendahuluan Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, penegasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi. Bab II: Kajian Pustaka Pada bab ini mengupas tentang: pendidikan karakter dalam Pendidikan Islam, yang terdiri dari dua sub bab, yaitu: Pendidikan Karakter dan Konsep Pendidikan Karakter Dalam Islam. Bab III: Kajian Obyek Penelitian Bab ini menguraikan tentang: pemaparan data penelitian, yang terdiri dari: Biografi Penulis Tafsir al-Misbah, Gambaran Umum Tafsir al-Misbah, dan Tafsir QS. al-An’am Ayat 151-153 Berdasarkan Tafsir al-Misbah. Bab IV: Analisis Hasil Penelitian.
15 Bab ini menganalisis tentang: Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Tafsir QS. al-An’am Ayat 151-153 Berdasarkan Tafsir al-Misbah, dan Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Tafsir QS. al-An’am Ayat 151-153 Dalam Pendidikan Islam. Bab V: Penutup Bab ini merupakan bab yang terakhir sehingga berisikan kesimpulan, saran-saran dan penutup. 3. Bagian Akhir Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat pendidikan penulis.
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter Istilah pendidikan karakter berasal dari dua buah kata yang terpisah, yaitu “pendidikan” dan “karakter”. Untuk memahaminya, perlu diterjemahkan satu persatu agar tidak terjadi ambigu dalam memaknai istilah tersebut. Pendidikan sendiri bisa dimaknai sebagai suatu proses pembentukan karakter, sedangkan karakter adalah hasil yang hendak dicapai melalui proses pendidikan. Secara etimologis, pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.1 Dalam bahasa Inggris, pendidikan disebut education, yang berarti pendidikan.2 Sedangkan dalam bahasa Arab, kata ”pendidikan” berasal dari kata
ًﺗَﺮْ ﺑِﯿَﺔ
- ﺗَﺮْ ﺑِﯿًّﺎ- َرﺑﱠﻰ – ﯾُ َﺮﺑﱢﻲ
yang artinya, mengatur, menyayangi, mendidik.3 Sedangkan
secara
terminologis,
para
ahli
mendefinisikan
pendidikan dengan beberapa definisi, di antaranya adalah:
1
Anton M. Moeliono ,(et.al), Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 599. 2 John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1983), hlm. 207. 3 A. Warson Munawir, Al-Munawwir, (Yogyakarta: PP. Al-Munawir, 1984), hlm. 497.
16
17
a. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah: Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.4 b. Hadari Nawawi, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Syar’i, berpendapat bahwa
pendidikan
adalah
usaha
sadar
untuk
mengembangkan
kepribadian dan kemampuan manusia, baik di dalam maupun di luar sekolah.5 c. Ahmad Tafsir mengemukakan bahwa pendidikan adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh seseorang (pendidik) terhadap seseorang (anak didik) agar tercapai perkembangan maksimal yang positif.6 d. Musthafa al-Ghalayainy mendefinisikan pendidikan dengan:
س اﻟﻨّﺎ ِﺷﺌِ ْﯿﻦَ َو َﺳ ْﻘﯿُﮭَﺎ ﺑِ َﻤﺎ ِء ِ ْﺿﻠَ ِﺔ ﻓِﻲْ ﻧُﻔُﻮ ِ ق ْاﻟﻔَﺎ ِ اَﻟﺘﱠﺮْ ﺑِﯿَﺔُ ِھ َﻲ َﻏﺮْ سُ ْاﻻَﺧْ َﻼ ﺲ ﺛُ ﱠﻢ ﺗَ ُﻜﻮْ نَ ﺛَ ْﻤﺮَ ﺗُﮭَﺎ ِ ت اﻟﻨﱠ ْﻔ ِ ﺼ ْﯿ َﺤ ِﺔ ﺣَ ﺘﱠﻰ ﺗُﺼْ ﺒِﺢَ َﻣﻠَ َﻜﺔً ِﻣﻦْ َﻣﻠَ َﻜﺎ ِ ْا ِﻹرْ َﺷﺎ ِد َواﻟﻨﱠ .ﺿﻠَﺔ َو ْاﻟ َﺨ ْﯿﺮ َو ُﺣﺐﱡ ْاﻟ َﻌ َﻤ ِﻞ َو ْاﻟ َﻮطَ ِﻦ ِ ْاﻟﻔَﺎ “Pendidikan adalah menanamkan akhlak yang mulia dalam jiwa murid serta menyiraminya dengan petunjuk dan nasihat, sehingga menjadi kecenderungan jiwa yang membuahkan keutamaan, kebaikan serta cinta tanah air.”7
4
Pemerintah Republik Indonesia, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 3. 5 Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), hlm. 4. 6 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2000), hlm. 28. 7 Musthafa al-Ghalayainy, Idhatun Nasyi’in, (Beirut: Dar al-Fikr, 1953), hlm. 185.
18
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka sesungguhnya pendidikan itu adalah suatu proses yang dilakukan secara sengaja dalam rangka menumbuhkan potensi-potensi peserta didik, sebagai bekal hidupnya. Proses tersebut bisa berupa transfer ilmu pengetahuan, menumbuh-kembangkan keterampilan, dan pemberian teladan sikap agar peserta didik nantinya siap untuk hidup di tengah-tengah masyarakat, berbangsa, bernegara dan beragama. Kesiapan itu membutuhkan suatu bekal keperibadian yang cukup yang disebut dengan karakter. Adapun karakter berasal dari bahasa Latin, yaitu kharakter, kharasein, dan kharax, yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, bermakna tools for marking, to engrave, dan pointed stake. Kata ini banyak digunakan dalam bahasa Prancis sebagai caractere sekitar abad ke-14 M. Dalam bahasa Inggris, tertulis dengan kata character, sedangkan dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kata karakter.8 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.9 Menurut D. Yahya Khan, karakter mengacu kepada sikap pribadi yang stabil hasil yang dihasilkan dari proses konsolidasi secara progresif dan dinamis yang merupakan integrasi pertanyaan dan tindakan.10
8
Agus Wibowo dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter Strategi Mambangun Kompetensi dan Karakter Guru, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 41. 9 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011), hlm. 623. 10 D. Yahya Khan, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri, (Yogyakarta: Pelangi Publishing, 2010), hlm. 1.
19
Secara istilah jika dikaitkan dengan kata pendidikan, para ahli memaknainya dengan berbagai macam pengertian. Menurut Zubaedi, sebagaimana dikutip oleh Syamsul Kurniawan, pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yang intinya merupakan program pengajaran yang bertujuan mengembangkan watak dan tabiat peserta didik dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerjasama yang menekankan ranah afektif tanpa meninggalkan ranah kognitif, dan ranah psikomotorik atau skill.11 Ratna Megawangi, sebagaimana dikutip oleh Novan Ardy Wiyani, mendefinisikan pendidikan karakter sebagai usaha untuk mendidik anakanak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan kontribusi positif kepada masyarakatnya.12 Tadkirotun Musfiroh, sebagaimana dikutip oleh Agus Wibowo dan Hamrin, menegaskan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah, yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai
tersebut.13
Sedangkan
menurut
Suyanto,
sebagaimana dikutip oleh Jamal Ma’mur Asmani, pendidikan karakter
11
10.
12
Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2013), hlm.
Novan Ardy Wiyani, Manajemen Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Pedagogia, 2012), hlm. 42. 13 Agus Wibowo dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter …, Op.Cit. hlm. 65.
20
adalah pendidikan budi pekerti plus, yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitif), perasaan (feeling), dan tindakan (action).14 Sementara menurut Kemendiknas, pendidikan karakter adalah pendidikan yang menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada peserta didik, sehingga mereka memiliki karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktikkan dalam kehidupannya, entah dalam keluarga, sebagai anggota masyarakat dan warga negara.15 Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu upaya menumbuhkan sifat-sifat yang baik terhadap peserta didik yang sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, sehingga nantinya mereka akan mampu hidup mandiri, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan baik. 2. Tujuan Pendidikan Karakter Menurut Doni Koesuma, sebagaimana dikutip oleh Jamal Ma’mur Asmani, menjelaskan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu.16 Sedangkan
tujuan
pendidikan
karakter
yang
diharapkan
Kementerian Pendidikan Nasional adalah: a. Mengembangkan potensi afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa; 14
Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta: Diva Press, 2011), hlm. 31. 15 Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 13. 16 Jamal Ma’mur Asmani, Op.Cit., hlm. 43.
21
b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; d. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity). Pendidikan
karakter
juga
bertujuan
meningkatkan
mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi lulusan.17 Tujuan mulia pendidikan karakter ini akan berdampak langsung pada prestasi anak didik.
Pendidikan karakter pada tingkatan institusi
mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah dan masyarakat sekitar.18 3. Pendidikan Berbasis Nilai Karakter Pendidikan nilai pada dasarnya merupakan proses penanaman nilai kepada peserta didik yang diharapkan dengan itu siswa dapat berperilaku 17
Syamsul Kurniawan, Op.Cit., hlm. 47. E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 7. 18
22
sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.19 Pendidikan nilai mengantar peserta didik mengenali, mengembangkan, dan menerapkan nilai-nilai, moral, dan keyakinan agama, untuk memasuki kehidupan budaya zamannya.20 Beberapa pendekatan dalam pendidikan nilai karakter adalah: a. Pendekatan perkembangan moral kognitif Pendekatan ini merupakan pendekatan yang telah banyak diuji terutama oleh pakar psikologi perkembangan, seperti Piaget dan Kohlberg. Pendekatan ini dilaksanakan dengan merujuk pada suatu keadaan yang mengandung konflik nilai dan memerlukan seseorang yang mampu membuat pilihan nilai berdasarkan kesadarannya. 21 Adapun cara melaksanakan pendekatan perkembangan moral kognitif adalah sebagai berikut: 1) Meminta peserta didik untuk mengemukakan satu masalah yang berkaitan dengan pelanggaran sekaligus memintanya untuk berpikir tentang beberapa alternatif yang dapat diambil sebagai jalan penyelesaian. 2) Meminta peserta didik untuk memilih satu di antara dua aktivitas moral sekaligus memintanya untuk memberikan alasan atas pilihannya tersebut.
19
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2013), hlm. 274. Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), hlm. 63. 21 Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di sekolah, (Yogyakarta: Laksana, 2012), hlm .25. 20
23
3) Meminta peserta didik untuk memberikan informasi tambahan tentang beberapa aktivitas yang bermoral dan tidak bermoral, sehingga hal itu bisa meningkatkan pemikirannya mengenai moral itu sendiri.22 Dengan menggunakan pendekatan ini, guru harus menerima pendapat peserta didiknya dengan pikiran terbuka dan membimbingnya untuk senantiasa meningkatkan tahap ketaatannya terhadap moral. b. Pendekatan analisis nilai Fokus
utama
dalam
pendekatan
analisis
nilai
adalah
membimbing peserta didik agar ia dapat berpikir logis dan sistematis dalam menyelesaikan suatu masalah yang mengandung nilai-nilai. Pendekatan ini memerlukan seorang guru yang mampu mengumpulkan fakta persoalan yang relevan.23 Berbagai
cara
yang
bisa
dilakukan
oleh
guru
dalam
melaksanakan pendekatan analisis nilai adalah sebagai berikut: 1) Memperkenalkan dan menjelaskan kepada peserta didik tentang masalah-masalah nilai, seperti menjelaskan mengenai korupsi, pencurian, dan lain sebagainya. 2) Membuat penilaian atas fakta-fakta itu, kemudian membuat keputusan bersama sebagai sebuah penyikapan atas masalah tersebut. Pendekatan ini harus melibatkan peserta didik secara aktif, terutama dalam proses menganalisis nilai secara objektif yang berasaskan pada fakta yang relevan. 22 23
Ibid., hlm. 26. Ibid., hlm. 27.
24
Pendekatan ini lebih menekankan pada aspek kognitif dibandingkan aspek emosi, maka guru disarankan menggunakan pendekatan lainnya dalam pengajaran dan pembelajaran pendidikan moral.24 c. Pendekatan perilaku sosial Pendekatan perilaku sosial merupakan respons atas stimulus. Secara sederhana, pendekatan ini dapat digambarkan dengan model S-R atau suatu kaitan stimulus-respons. Artinya, tingkah laku seperti refleks tanpa kerja mental sama sekali. Pendekatan ini dipelopori oleh J.B. Watson, kemudian dikembangkan oleh banyak ahli. Dalam rangka menyelenggarakan pendidikan nilai karakter, sangat penting bagi guru untuk senantiasa melibatkan peserta didiknya dalam berbagai kegiatan yang dapat memancing responnya terhadap kegiatan tersebut. Dengan ungkapan lain, guru harus selalu menciptakan suatu kondisi yang membuat peserta didik bisa tergerak untuk memberikan bentuk penyikapan atas sesuatu yang ia hadapi.25 d. Pendekatan kognitif Pendekatan
kognitif
menekankan
bahwa
tingkah
laku
merupakan proses mental, yang menunjukkan bahwa individu aktif dalam menangkap, menilai, membandingkan, dan menanggapi stimulus
24 25
Ibid., hlm. 28. Ibid., hlm. 29.
25
sebelum melakukan reaksi. Individu menerima stimulus, lalu melakukan proses mental sebelum memberikan reaksi atas stimulus yang ada. 26 e. Pendekatan perilaku Pendidikan yang dikonsepsikan oleh Kemendiknas tahun 2010, yang menjelaskan bahwa secara psikologis dan sosial kultural, pembentukan nilai karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensinya (kognitif, afektif, maupun psikomotorik), dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat), yang berlangsung sepanjang hayat.27 Oleh karena itu, Kemendiknas membuat konfigurasi nilai karakter yang dikelompokkan menjadi beberapa bagian berikut: 1) Olah hati (spiritual and emotional development) 2) Olah pikir (intellectual development) 3) Olahraga dan kinestetik ( physical and kinesthetic development) 4) Olah rasa dan karsa ( affective and creativity development )28 4. Nilai-Nilai Pembangun Karakter Pendidikan karakter di lingkungan sekolah bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai standar kompetensi lulusan.
26
Loc.Cit. Ibid., hlm. 45. 28 Ibid., hlm. 46. 27
26
Adapun nilai-nilai pembangun karakter peserta didik di lingkungan sekolah adalah sebagai berikut: 29 a. Religius Religius adalah penghayatan dan implementasi ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kerangka character building, aspek religius perlu ditanamkan secara maksimal. b. Jujur Jujur berarti lurus hati, tidak bohong, tidak curang. Dalam pembinaan nilai jujur ini, guru bisa melakukan metode dialog pada peserta didik, jika ada anak yang menyontek, guru guru bisa melakukan pola pembinaan semacam ini, bukan memberikan hukuman fisik secara langsung. c. Toleransi Toleransi berarti sikap membiarkan ketidaksepakatan dan tidak menolak pendapat, sikap, ataupun gaya hidup yang berbeda dengan pendapat, sikap, dan gaya hidup sendiri. d. Disiplin Disiplin
adalah
kepatuhan
untuk
menghormati
dan
melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk kepada keputusan, perintah, dan peraturan yang berlaku. Sikap untuk berdisiplin dalam tata pergaulan di sekolah ini bisa diwujudkan dengan tindakan-tindakan menghormati pendapat mereka, menjaga diri dari
29
Syamsul Kurniawan, Op.Cit., hlm. 127.
27
perbuatan-perbuatan dan sikap yang bertentangan dengan agama, saling tolong-menolong dalam hal yang terpuji serta harus selalu bersikap terpuji. e. Kerja keras Kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguhsungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. f. Kreatif Kreatif adalah suatu kemampuan umum untuk menciptakan suasanya yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasangagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. g. Mandiri Mandiri
pada
dasarnya
merupakan
hasil
dari
proses
pembelajaran yang berlangsung lama. Mandiri adalah suatu sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. h. Demokratis Demokratis adalah cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai secara sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. i. Rasa ingin tahu
28
Keinginan mengetahui berbagai hal dapat menjadi modal penting bagi peserta didik dalam menjalani masa depannya. Semua pemikir besar adalah orang-orang dengan karakter penuh rasa ingin tahu. j. Semangat kebangsaan Semangat kebangsaan adalah cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan kelompoknya. k. Cinta tanah air Rasa cinta tanah air adalah rasa kebanggaan, rasa memiliki, rasa menghargai, rasa menghormati, dan loyalitas yang dimiliki oleh setiap individu pada negara tempat ia tinggal yang tercermin dari perilaku membela tanah airnya, menjaga dan melindungi tanah airnya, rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negaranya, mencintai adat atau budaya yang ada di negaranya dengan melestarikannya dan melestarikan alam dan lingkungan. l. Menghargai prestasi Prestasi merupakan hasil capaian yang diperoleh melalui kompetisi. Oleh karena itu, tidak semua orang bisa meraih prestasi. Hanya orang-orang tertentu yang terseleksi saja yang bisa menjadi juara. m. Bersahabat Hal sederhana yang dapat dilakukan guru dalam hal mendidik karakter bersahabat adalah misalnya dengan membiasakan untuk menyapa dan mengucapkan salam ketika bertemu dengan peserta didik.
29
n. Cinta damai Beberapa poin yang dapat dijadikan acuan sekolah dalam membentuk karakter peserta didik yang cinta damai, antara lain adalah: menciptakan suasana sekolah dan bekerja yang nyaman, tenteram, dan harmonis; membiasakan perilaku warga sekolah yang antikekerasan; dan sebagainya. o. Gemar membaca Membaca akan membuat kita berpikir dalam bentuk yang terbaik. Membaca akan melatih kita untuk bertafakur. Bertafakur adalah berpikir secara sistematis, hati-hati, dan dalam. Membaca akan menghindarkan diri kita dari kegiatan asal-asalan dan tidak bertanggung jawab. p. Peduli lingkungan Kepedulian peserta didik pada lingkungan dapat dibentuk melalui budaya sekolah yang kondusif. Misalnya dengan: pembiasaan memelihara kebersihan; pembiasaan hemat energi, dan sebagainya. q. Peduli sosial Kepedulian sosial merupakan sebuah ajaran yang universal dan dianjurkan oleh semua agama. Namun begitu, kepekaan untuk melakukan hal tersebut tidak bisa tumbuh begitu saja pada diri seseorang karena membutuhkan proses melatih dan mendidik. r.Tanggung jawab
30
Mengajari peserta didik tanggung jawab adalah hal yang tidak mudah untuk dilakukan oleh guru manapun. Namun, hal itu sangat penting untuk dilakukan karena pentingnya bagi seseorang untuk memiliki sifat dan sikap ini dalam menjalani kehidupannya. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa nilai-nilai karakter yang diimplementasikan dalam pendidikan karakter sangatlah agung. Betapa hebatnya kader-kader muda yang mempunyai nilai-nilai tersebut. Tentu dibutuhkan perjuangan serius dan kolektif dari seluruh anak bangsa untuk mewujudkan nilai-nilai karakter tersebut. B. Konsep Pendidikan Karakter dalam Islam 1. Karakter Manusia dalam Islam Manusia diberi oleh Allah karakter atau kecenderungan untuk berbuat baik dan juga berbuat buruk, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat As-Syams yang berbunyi:
(٨ : ﻓَﺄ َ ْﻟﮭَ َﻤﮭَﺎ ﻓُﺠُﻮ َرھَﺎ وَ ﺗَ ْﻘ َﻮاھَﺎ )اﻟﺸﻤﺲ Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. (QS. Asy-Syams: 8).30 Dari ayat di atas Allah menjelaskan pemberian ilham yaitu berupa pengetahuan dalam diri manusia yang tidak diketahui dari mana sumbernya. Lebih jelas lagi Al-Maraghi dalam tafsirnya mengatakan: Kemudian Allah memberikan inspirasi (ilham) kepada setiap jiwa manusia tentang kefasikan dan ketakwaan serta memperkenalkan keduanya, sehingga ia mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana 30
Al-Qur’an surat as-Syams ayat 8, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 1064.
31
petunjuk dan mana kesesatan. Semua itu bisa dipahami oleh orang-orang yang mempunyai mata hati.” 31 Dalam hal ini manusia tetapi mempunyai kecenderungan untuk berbuat kebajikan. Kecenderungan manusia kepada kebaikan terbukti dari persamaan konsep-konsep pokok moral pada setiap peradaban dan zaman. Perbedaan terletak pada bentuk, penerapan, atau pengertian yang tidak sempurna terhadap konsep-konsep moral, yang disebut ma'ruf dalam bahasa Al-Quran. Tidak ada peradaban yang menganggap baik kebohongan, penipuan, atau keangkuhan. Pun tidak ada manusia yang menilai bahwa penghormatan kepada kedua orang-tua adalah buruk. Boleh jadi cara penghormatan kepada keduanya berbeda-beda antara satu masyarakat pada generasi tertentu dengan masyarakat pada generasi yang lain. Perbedaanperbedaan itu selama dinilai baik oleh masyarakat dan masih dalam kerangka prinsip umum, maka ia tetap dinilai baik.32 Secara umum karakter dalam perspektif Islam dibagi menjadi dua, yaitu karakter mulia (al-akhlaq al-mahmudah) dan karakter tercela (al-akhlaq al-madzmumah). Akhlak terpuji adalah akhlak yang sesuai dengan perintah Allah dan RasulNya, yang kemudian melahirkan perbuatan yang baik. Akhlak terpuji atau akhlak mahmudah ini dapat berbentuk : al-amanah (dapat dipercaya, jujur), al-alifah (lemah lembut), al-afwu (pemaaf), anisatun (manis muka), al-khairu (baik), al-khusyu’ (tekun sambil memudahkan diri), adh-dhiyaafah (menghormati tamu), al-ghufron (suka memberi maaf), al-
31
Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar dan Hery Noer Aly, (Semarang: Toha Putra, 1983), hlm. 298. 32 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 254.
32
hayaa’u (malu kalau diri tercela), al-hukmu bi al-adli (adil), al-ikhwan (menganggap bersaudara), al-hilmu (menahan diri dari ma’siat), al-ihsan (berbuat baik) , al-iffah (memelihara kesucian diri), al-muru’ah (berbudi tinggi), an-nadhafah (bersih), ar-rahman (belas kasih), as-sakha a’u (pemurah), as-salaam (kesentosaan), ash-shaalihaat (beramal saleh), ashshabru (sabar), ash-shidqu (benar dan jujur), asy-syaja’ah (berani), atta’aawun (tolong menolong), at-tadharru’ (merendahkan diri), at-tawadhu’ (merendahkan diri terhadap sesama), qona’ah (menerima apa adanya), dan izzatu al-nafsi (berjiwa kuat). Akhlak tercela adalah akhlak yang tidak sesuai dengan perintah Allah, sesuai dengan larangan-Nya dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang buruk. Akhlakul madzmumah atau akhlak tercela yang harus kita jauhi dan hindari dapat terwujud, karena adanya hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan oleh seruan akal dan syara’ sehingga akan terlahir perbuatanperbuatan sebagaimana berikut : anaaniah (egoistis), al-baghyu (lacur), albukhlu (kikir), al-buhtaan (berdusta), al-khamru (peminum khamar), alkhiyaanah (khianat), adh-dhulmu (aniyaya), al-jubun (pengecut), alfawahisy (berdosa besar), al-ghadzab (pemarah), al-ghasysyu (penipu), alghibah (mengumpat), al-ghina (merasa tidak perlu orang lain), al-ghuruur (mengelabuhi), al-hayatu al-dunya (terlalu cinta dunia), al-hasad (dengki), al-hidqu (dendam), al-ifsaad (berbuat kerusakan), al-intihar (bunuh diri), al-israaf (berlebih-lebihan atau boros), al-istikbar (takabbur), al-kidzbu (dusta), al-kufran (mengingkari nikmat), al-liwaath (homo seksual), al-
33
makru (penipu), an-namiimah (adu domba), qotlu al-nafsi (membunuh), arriba (memakan riba), ar-riya (mencari muka), as-sikhriyah (berolok-olok), as-sariqoh (mencuri), as-syahwat (mengumbar hawa nafsu), at-tabdzir (berbuat sia-sia), dan at-tanabazu bil alqaab (membanggakan diri), dan lain sebagainya. Dengan adanya pembagian berbagai macam akhlak ini menunjukan betapa perhatiannya Islam terhadap permasalahan tingkah laku manusia, sehingga seolah-olah apa yang diajarkan dalam Islam hanya akhlak saja, sesuai dengan tujuan diutusnya Nabi Muhammad adalah dalam rangka menyempurnakan akhlak umat manusia. 2. Pendidikan Karakter dalam Islam Pendidikan karakter dalam ajaran Islam sudah dikenal 15 abad yang lalu. Bahkan pendidikan karakter merupakan misi utama Nabi Muhammad saw. dalam berdakwah dan beliaulah yang mempunyai karakter yang agung hal ini sesuai dengan firman Allah surat al-Qalam ayat 4 yang berbunyi:
(٤: ﻖ َﻋﻈِﯿﻢٍ )اﻟﻘﻠﻢ ٍ ُﻚ ﻟَ َﻌﻠَﻰ ُﺧﻠ َ َوإِﻧﱠ "Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. "(QS. Al-Qalam: 4).33 Puncak karakter seorang muslim adalah taqwa, dan indikator ketaqwaannya adalah terletak pada akhlaknya. Tujuan pendidikan karakter yaitu manusia yang memiliki akhlak budi pekerti yang luhur. Sehingga manusia berkarakter taqwa adalah gambaran manusia ideal yaitu manusia 33
Al-Qur’an surat al-Qalam ayat 4, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 960.
34
yang memiliki kecerdasan emosional spiritual (emotional spiritual quotient). Kecerdasan emosional yang dibarengi kecerdasan spiritual inilah yang seharusnya paling ditekankan dalam pendidikan. Hal ini dilakukan dengan penanaman nilai-nilai etis religius melalui keteladanan dari keluarga, sekolah dan masyarakat, penguatan pengamalan peribadatan, pembacaan dan penghayatan kitab suci al-Qur’an, penciptaan lingkungan baik fisik maupun sosial yang kondusif. Apabila emosional spiritual anak sudah tertata, maka akan lebih mudah untuk menata aspek-aspek kepribadian lainnya. Maksudnya, kalau kecerdasan emosional spiritual anak berhasil ditingkatkan, secara otomatis akan meningkatkan kecerdasankecerdasan lainnya seperti kecerdasan memecahkan masalah (adversity quotient) dan kecerdasan intelektual (intellectual quotient) dari sini akan terciptalah kesuksesan anak dunia dan akhirat lantaran kecerdasan anak dalam berbagai hal.34 Untuk menciptakan keceradasan emosional spiritual anak perlu ditanamkan suatu pemahaman, visi, sikap terbuka, integritas, karakter, konsisten dan sifat kreatif yang didasari atas kesadaran diri serta sesuai dengan suara hati. Allah berfirman dalam surat Al-Jumuah ayat 2 yang berbunyi:
ُﻮﻻ ِﻣ ْﻨﮭُ ْﻢ ﯾَ ْﺘﻠُﻮ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮭ ْﻢ آَﯾَﺎﺗِ ِﮫ وَ ﯾُﺰَ ﻛﱢﯿ ِﮭ ْﻢ وَ ﯾُ َﻌﻠﱢ ُﻤﮭُ ُﻢ ً ھُ َﻮ اﻟﱠﺬِي ﺑَﻌَﺚَ ﻓِﻲ ْاﻷُ ﱢﻣﯿﱢﯿﻦَ َرﺳ .(٢: ﺿ َﻼ ٍل ُﻣﺒِﯿ ٍﻦ )اﻟﺠﻤﻌﺔ َ ا ْﻟ ِﻜﺘَﺎبَ َوا ْﻟ ِﺤ ْﻜ َﻤﺔَ َوإِنْ ﻛَﺎﻧُﻮا ﻣِﻦْ ﻗَ ْﺒ ُﻞ ﻟَﻔِﻲ
34
Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan dan Spiritual ESQ, (Jakarta: Arga, 2001), hlm. xx.
35
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.35 Istilah tazkiyyah dalam ayat di atas yang berarti mensucikan mereka yaitu mensucikan akhlak mereka dari perbuatan-perbuatan dhalim. Metode tazkiyah digunakan untuk membersihkan jiwa (SQ). Tazkiyah lebih berfungsi untuk mensucikanjiwa dan mengembangkan spiritualitas.Dalam pendidikan Jiwa sasarannyaadalah terbentuknya jiwayang suci, jernih (bening) dan damai(bahagia). Sedang output-nya adalahterbentuknya jiwa yang tenang (nafs al-mutmainnah), ulûl arhâm dan tazkiyah. Ulûl arhâm adalah orang yang memiliki kemampuan jiwa untukmengasihi dan menyayangi sesamasebagai manifestasi perasaan yangmendalam akan kasih sayang Tuhan terhadap semua hamba-Nya.36 Dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter dalam Islam sama dengan pendidikan akhlak dan juga merupakan pensucian jiwa dan karakter manusia menjadi manusia yang bertakwa. Pendidikan karakter menuntut manusia untuk berbudi luhur seperti Nabi Muhammad yang merupakan teladan bagi umat manusia. 3. Proses Penanaman Nilai Karakter dalam Pendidikan Islam Nilai-nilai yang perlu ditanamkan dalam pendidikan karakter yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan Pendidikan Nasional, yang meliputi: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, 35
Al-Qur’an surat al-Jumu’ah ayat 2, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 932. 36 Mishad, Pendidikan Karakter: Prespektif Islam, (Malang: MPA, 2012), hlm. 37.
36
demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan dan cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab. a. Proses penanaman nilai-nilai karakter religius, yang berada dalam sumber utama hukum Islam yaitu al-Qur’an dengan cara: 1) beribadah kepada Allah dengan sunguh-sungguh, sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 21 yang berbunyi:
َﯾَﺎ أَﯾﱡﮭَﺎ اﻟﻨﱠﺎسُ ا ْﻋﺒُﺪُوا َرﺑﱠ ُﻜ ُﻢ اﻟﱠﺬِي َﺧﻠَﻘَ ُﻜ ْﻢ َواﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﻣِﻦْ ﻗَ ْﺒﻠِ ُﻜ ْﻢ ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗَﺘﱠﻘُﻮن .(٢١ :)اﻟﺒﻘﺮة Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (QS. AlBaqarah: 21).37 2) melaksanakan hukum sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Allah, sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 179 yang berbunyi:
.(١٧٩ :ب ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗَﺘﱠﻘُﻮنَ )اﻟﺒﻘﺮة ِ ص َﺣﯿَﺎةٌ ﯾَﺎ أ ُوﻟِﻲ ْاﻷَ ْﻟﺒَﺎ ِ ﺼﺎ َ َِوﻟَ ُﻜ ْﻢ ﻓِﻲ ا ْﻟﻘ Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS. AlBaqarah: 179).38 3) menunaikan ibadah puasa pada bulan Ramadhan, sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi:
ﺼﯿَﺎ ُم َﻛﻤَﺎ ُﻛﺘِﺐَ َﻋﻠَﻰ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﻣِﻦْ ﻗَ ْﺒﻠِ ُﻜ ْﻢ ﯾَﺎ أَﯾﱡﮭَﺎ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ آَ َﻣﻨُﻮا ُﻛﺘِﺐَ َﻋﻠَ ْﯿ ُﻜ ُﻢ اﻟ ﱢ .(١٨٣ :ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗَﺘﱠﻘُﻮنَ )اﻟﺒﻘﺮة Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183).39 37
Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 21, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 11. 38 Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 179, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 44.
37
4) senantiasa berada pada jalan Allah dan tidak boleh mengikuti agamaagama dan kepercayaan yang lain dari Islam, sebagaimana dalam surat al-An’am ayat 153 yang berbunyi:
ْق ﺑِ ُﻜ ْﻢ ﻋَﻦ َ ﺻ َﺮاطِﻲ ُﻣ ْﺴﺘَﻘِﯿﻤًﺎ ﻓَﺎﺗﱠﺒِﻌُﻮهُ وَ َﻻ ﺗَﺘﱠﺒِﻌُﻮا اﻟ ﱡﺴﺒُ َﻞ ﻓَﺘَﻔَ ﱠﺮ ِ َوأَنﱠ ھَﺬَا .(١٥٣ : َﺳﺒِﯿﻠِ ِﮫ َذﻟِ ُﻜ ْﻢ َوﺻﱠﺎ ُﻛ ْﻢ ﺑِ ِﮫ ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗَﺘﱠﻘُﻮنَ )اﻷﻧﻌﺎم Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain). Karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (QS. AlAn’am: 153).40 b. Proses penanaman nilai-nilai karakter jujur, yang berada dalam dalam alQur’an sebagaimana termaktub dalam surat at-Taubah ayat 119 yang menyebutkan bahwa orang beriman harus jujur. Allah berfirman:
.(١١٩: ﷲَ َوﻛُﻮﻧُﻮا َﻣ َﻊ اﻟﺼﱠﺎ ِدﻗِﯿﻦَ )اﻟﺘﻮﺑﺔ ﯾَﺎ أَﯾﱡﮭَﺎ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ آَ َﻣﻨُﻮا اﺗﱠﻘُﻮا ﱠ Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (QS. At-Taubat: 119). 41 c. Proses
penanaman
nilai-nilai
karakter
toleransi,
dan
al-Qur’an
memberikan toleransi kepada seseorang dalam beragama sebagaimana terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 256:
.(٢٥٦ :َﻻ إِ ْﻛ َﺮاهَ ﻓِﻲ اﻟﺪﱢﯾ ِﻦ …)اﻟﺒﻘﺮة Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);… (QS. AlBaqarah: 256).42
39
Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 44. 40 Al-Qur’an surat al-An’am ayat 153, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 215. 41 Al-Qur’an surat at-Taubat ayat 119, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 301. 42 Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 256, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 63.
38
d. Proses penanaman nilai-nilai karakter disiplin. Al-Qur’an memerintahkan untuk senantiasa mendirikan shalat tepat waktu atau disiplin dalam menjalankan ibadah yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 238:
:)اﻟﺒﻘﺮة
َت َواﻟﺼ َﱠﻼ ِة ا ْﻟ ُﻮ ْﺳﻄ ِ ﺼﻠَ َﻮا َﺣﺎﻓِﻈُﻮا َﻋﻠَﻰ اﻟ ﱠ .(٢٣٨
Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. (QS. AlBaqarah: 238).43 e. Proses penanaman nilai-nilai karakter kerja keras yaitu dengan mengerahkan seluruh tenaga untuk mencari penghidupan di muka bumi sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Mulk ayat 15:
ُﻮﻻ ﻓَﺎ ْﻣﺸُﻮا ﻓِﻲ َﻣﻨَﺎ ِﻛﺒِﮭَﺎ وَ ُﻛﻠُﻮا ﻣِﻦْ رِزْ ﻗِ ِﮫ ً ھُ َﻮ اﻟﱠﺬِي ﺟَ َﻌ َﻞ ﻟَ ُﻜ ُﻢ ْاﻷَرْ ضَ َذﻟ .(١٥ : َوإِﻟَ ْﯿ ِﮫ اﻟﻨﱡﺸُﻮ ُر )اﻟﻤﻠﻚ Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS. AlMulk: 15). 44 f. Proses penanaman nilai-nilai karakter kreatif. Dengan menciptakan perubahan menuju yang terbaik karena Allah tidak akan merubah kecuali manusia itu sendiri merubahnya, sebagaimana terdapat dalam surat ArRa’d ayat 11:
.(١١ :)اﻟﺮﻋﺪ....ﷲَ َﻻ ﯾُ َﻐﯿﱢ ُﺮ ﻣَﺎ ﺑِﻘَﻮْ مٍ َﺣﺘﱠﻰ ﯾُ َﻐﯿﱢﺮُوا ﻣَﺎ ﺑِﺄَ ْﻧﻔُ ِﺴ ِﮭ ْﻢ إِنﱠ ﱠ...
43
Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 238, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 58. 44 Al-Qur’an surat al-Mulk ayat 15, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 956.
39
…… Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…. (QS. ArRa’d ayat 11). 45 g. Proses penanaman nilai-nilai karakter mandiri. Al-Qur’an menjelaskan bahwa individutidak akan mendapatkansuatu beban apapun diatas kemampuannya sendiri, tetapi setiap orang akanmenghadapi dan melakukan sesuai dengan kemampuannya, maka dengan itu setiap individu harus mandiri dalam menyelesaikan persoalan atau sesuatu dan tidak bergantung pada orang lain. Allah berfirman:
َﻈﻠَﻤُﻮن ْ ُﻖ َوھُ ْﻢ َﻻ ﯾ ﻖ ﺑِﺎ ْﻟ َﺤ ﱢ ُ َِو َﻻ ﻧُ َﻜﻠﱢﻒُ ﻧَ ْﻔﺴًﺎ إ ﱠِﻻ ُو ْﺳ َﻌﮭَﺎ َوﻟَ َﺪ ْﯾﻨَﺎ ِﻛﺘَﺎبٌ ﯾَﻨْﻄ .(٦٢ : )اﻟﻤﺆﻣﻨﻮن Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, dan pada sisi kami ada suatu Kitab yang membicarakan kebenaran dan mereka tidak dianiaya. (QS. Al-Mu’minun: 62). 46 h. Proses penanaman nilai-nilai karakter demokratis. Dalam menjadikan seseorang mulia Allah demokratis terhadap hamba-Nya yaitu sesuai dengan kemauan manusia itu sendiri. Juga menilai sama hak hambahamba-Nya seperti terdapat dalam surat al-Hujuraat ayat 13:
ﯾَﺎ أَﯾﱡﮭَﺎ اﻟﻨﱠﺎسُ إِﻧﱠﺎ َﺧﻠَ ْﻘﻨَﺎ ُﻛ ْﻢ ﻣِﻦْ َذ َﻛ ٍﺮ َوأُ ْﻧﺜَﻰ َوﺟَ َﻌ ْﻠﻨَﺎ ُﻛ ْﻢ ُﺷﻌُﻮﺑًﺎ َوﻗَﺒَﺎﺋِ َﻞ ﻟِﺘَﻌَﺎ َرﻓُﻮا .(١٣ : ﷲَ َﻋﻠِﯿ ٌﻢ َﺧﺒِﯿ ٌﺮ )اﻟﺤﺠﺮات ﷲِ أَ ْﺗﻘَﺎ ُﻛ ْﻢ إِنﱠ ﱠ إِنﱠ أَ ْﻛ َﺮ َﻣ ُﻜ ْﻢ ﻋِ ْﻨ َﺪ ﱠ Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
45
Al-Qur’an surat ar-Ra’d ayat 11, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 370. 46 Al-Qur’an surat al-Mu’minun ayat 62, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 533.
40
paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujuraat: 13). 47 i. Proses penanaman nilai-nilai karakter rasa ingin tahu. Pada penciptaan langit dan bumi juga pergantian siang dan malam terdapat banyak pelajaran bagi orang yang mempunyai rasa ingin tahu, sebagaimana terdapat dalam surat Ali Imran ayat 190 :
ت ِﻷُوﻟِﻲ ٍ ض َواﺧْ ﺘ َِﻼفِ اﻟﻠﱠ ْﯿ ِﻞ َواﻟﻨﱠﮭَﺎ ِر َﻵَﯾَﺎ ِ ْت َو ْاﻷَر ِ ﻖ اﻟ ﱠﺴﻤَﺎ َوا ِ إِنﱠ ﻓِﻲ َﺧ ْﻠ .(١٩٠ : ب )ال ﻋﻤﺮان ِ ْاﻷَ ْﻟﺒَﺎ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (QS. Ali Imran ayat 190). 48 j. Proses penanaman nilai-nilai pendidikan karakter semangat kebangsaan dan cinta tanah air. Ayat yang secara ekplisit menerangkan tentang mencintai tanah air dan semangat untuk kebangsaan tidak ada, tetapi Islam mengajarkan kepada manusia agar saling mengenal dan saling bersahabat sebagaimana tertera dalam surat al-Hujaraat ayat 13 sebagaimana tersebut di atas. k. Proses penanaman nilai-nilai karakter menghargai prestasi. Dalam Islam menghargai prestasi bisa dengan memberikan ganjaran terhadap prestasi yang tertmaktub dalam surat Ali Imran ayat 148:
ﷲُ ﯾُ ِﺤﺐﱡ ا ْﻟﻤُﺤْ ِﺴﻨِﯿﻦَ )ال ب ْاﻵَﺧِ َﺮ ِة وَ ﱠ ِ ﷲُ ﺛَ َﻮابَ اﻟ ﱡﺪ ْﻧﯿَﺎ َو ُﺣﺴْﻦَ ﺛَ َﻮا ﻓَﺂَﺗَﺎھُ ُﻢ ﱠ .(١٤٨ : ﻋﻤﺮان
47
Al-Qur’an surat al-Hujuraat ayat 13, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 847. 48 Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 190, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 109.
41
Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di duniadan pahala yang baik di akhirat. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. Ali Imran ayat 148). 49 l. Proses penanaman nilai-nilai karakter bersahabat, dengan indikator bermusyawah
dalam
memecahkan
suatu
masalah.
Dengan
bermusyawarah al-Qur’an menanamkan nilai karakter bersahabat. Sebagaimana terdapat dalam surat As-Syuura ayat 38 :
َواﻟﱠﺬِﯾﻦَ ا ْﺳﺘَ َﺠﺎﺑُﻮا ﻟِ َﺮﺑﱢ ِﮭ ْﻢ َوأَﻗَﺎﻣُﻮا اﻟﺼ َﱠﻼةَ َوأَ ْﻣ ُﺮھُ ْﻢ ﺷُﻮرَى ﺑَ ْﯿﻨَﮭُ ْﻢ وَ ِﻣﻤﱠﺎ .(٣٨: َر َز ْﻗﻨَﺎھُ ْﻢ ﯾُ ْﻨﻔِﻘُﻮنَ )اﻟﺸﻮرى Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka. (QS. As-Syuura ayat 38). 50 m. Proses penanaman nilai-nilai karakter cinta damai dengan tolong menolong dalam berbuat kebaikan sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Maidah ayat 2:
اﻹﺛْﻢِ َوا ْﻟ ُﻌ ْﺪ َوا ِن َواﺗﱠﻘُﻮا ِ ْ … َوﺗَﻌَﺎ َوﻧُﻮا َﻋﻠَﻰ ا ْﻟﺒِ ﱢﺮ َواﻟﺘﱠ ْﻘﻮَى َو َﻻ ﺗَﻌَﺎوَ ﻧُﻮا َﻋﻠَﻰ. .(٢: ب)اﻟﻤﺎﺋﺪة ِ ﷲَ َﺷﺪِﯾ ُﺪ ا ْﻟ ِﻌﻘَﺎ ﷲَ إِنﱠ ﱠ ﱠ ….. dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. al-Maidah ayat 2). 51 n. Proses penanaman nilai-nilai karakter gemar membaca, sebagaimana terkandung dalam surat al-‘Alaq ayat 1-4, yaitu sebagaimana Jibril
49
Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 148, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 100. 50 Al-Qur’an surat As-Syuura ayat 38, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 789. 51 Al-Qur’an surat al-Maidah ayat 2, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 156.
42
mengajarkannya kepada Nabi Muhammad saw dan juga Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca. Allah berfirman:
َ( ا ْﻗ َﺮ ْأ َورَ ﺑﱡﻚ٢) ﻖ ٍ َاﻹ ْﻧﺴَﺎنَ ﻣِﻦْ َﻋﻠ ِْ ﻖ َ َ( َﺧﻠ١) ﻖ َ َﻚ اﻟﱠﺬِي َﺧﻠ َ ا ْﻗ َﺮ ْأ ﺑِﺎﺳْﻢِ َرﺑﱢ (٤) ِ( اﻟﱠﺬِي َﻋﻠﱠ َﻢ ﺑِﺎ ْﻟﻘَﻠَﻢ٣) ْاﻷَ ْﻛ َﺮ ُم Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan (1), Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2), Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah (3), Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (4). (QS. al-‘Alaq ayat 1-4). 52 o. Proses penanaman nilai-nilai karakter peduli lingkungan. Allah menyebutkan bahwa manusia dilarang membuat kerusakan di muka bumi yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 11 :
:ض ﻗَﺎﻟُﻮا إِﻧﱠﻤَﺎ ﻧَﺤْ ﻦُ ﻣُﺼْ ﻠِﺤُﻮنَ )اﻟﺒﻘﺮة ِ َْوإِذَا ﻗِﯿ َﻞ ﻟَﮭُ ْﻢ َﻻ ﺗُ ْﻔ ِﺴﺪُوا ﻓِﻲ ْاﻷَر .(١١ Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." (QS. Al-Baqarah: 11).53 p. Proses penanaman nilai-nilai karakter peduli sosial dengan menyuruh manusia untuk berbuat ma’ruf terdapat dalam surat Ali Imran ayat 110:
س ﺗَﺄْ ُﻣﺮُونَ ﺑِﺎ ْﻟ َﻤ ْﻌﺮُوفِ وَ ﺗَ ْﻨﮭَﻮْ نَ َﻋ ِﻦ ا ْﻟ ُﻤ ْﻨ َﻜ ِﺮ ِ ُﻛ ْﻨﺘُ ْﻢ ﺧَ ْﯿ َﺮ أُ ﱠﻣ ٍﺔ أُﺧْ ِﺮ َﺟﺖْ ﻟِﻠﻨﱠﺎ .(١١٠ : َوأَ ْﻛﺜَ ُﺮھُ ُﻢ ا ْﻟﻔَﺎ ِﺳﻘُﻮنَ )ال ﻋﻤﺮان Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
52
Al-Qur’an surat al-‘Alaq ayat 1-4, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 1079. 53 Al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 11, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 10.
43
baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali Imran ayat 110). 54 q. Proses penanaman nilai-nilai karakter bertanggung jawab, dengan berhati-hati dalam melakukan sesuatu sebagaimana terdapat dalam surat al-Israa’ ayat 36:
ُﻚ ﻛَﺎنَ َﻋ ْﻨﮫ َ ِﺼ َﺮ َوا ْﻟﻔُ َﺆا َد ﻛُﻞﱡ أ ُوﻟَﺌ َ َﻚ ﺑِ ِﮫ ﻋِ ْﻠ ٌﻢ إِنﱠ اﻟ ﱠﺴ ْﻤ َﻊ َوا ْﻟﺒ َ َو ََﻻ ﺗَﻘْﻒُ ﻣَﺎ ﻟَﯿْﺲَ ﻟ .(٣٦: ُﻮﻻ )اﻹﺳﺮاء ً َﻣ ْﺴﺌ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.(Qs. al-Israa’ ayat 36). 55
54
Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 148, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 100. 55 Al-Qur’an surat al-Israa’ ayat 36, Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001), hlm. 429.
BAB III KAJIAN OBYEK PENELITIAN A. Biografi Penulis Tafsir al-Misbah 1. Latar Belakang Pendidikan Nama lengkap penulis tafsir al-Misbah adalah Muhammad Quraish Shihab. Ia lahir di Rappang, Sulawesi Selatan, pada 16 Februari 1944. Ayahnya adalah Prof. KH. Abdurrahman Shihab keluarga keturunan Arab yang terpelajar. Abdurrahman Shihab adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir dan dipandang sebagai salah seorang tokoh pendidik yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan.1 M. Quraish Shihab sudah senang kepada tafsir al-Qur’an sejak belia. Ayahnya Abdurrahman Shihab (1905-1986) seorang guru besar dalam bidang tafsir pada IAIN Alauddin Ujung Pandang, seringkali mengajak M. Quraish Shihab bersama saudara-saudaranya yang lain bercengkerama bersama dan sesekali memberikan petuah-petuah keagamaan. Dari sinilah rupanya mulai bersemi benih cinta dalam diri M. Quraish Shihab terhadap studi al-Qur’an.2 Pengkajian terhadap studi al-Qur’an dan tafsirnya kemudian ia dalami di Univeristas al-Azhar Kairo, setelah melalui pendidikan dasarnya (SD – SLTP) di Ujung Pandang. Tahun 1956 ketika masih duduk di kelas dua SMP, M. Quraish Shihab berangkat ke Malang, Jawa Timur. Ayahnya memasukkannya ke SMP Muhammadiyah, sekaligus mendaftarkannya pada pesantren Ma’had 1 2
M. Quraish Shihab,Wawasan al-Qur’an, (Bandung:Mizan, 1994). M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1995), hlm. 14.
44
45
Darul Hadits Faqihiyah pimpinan Kyai Habib Abdul Qadir bin Faqih. Tapi di SMP itu ia tidak lama, karena ia lebih tertarik mendalami pendidikan agama di pesantren. Pada 1958, dia berangkat ke Kairo, Mesir dan diterima dikelas II Tsanawiyah al-Azhar. Pada 1967, dia meraih gelar Lc (S-1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadits Universitas al-Azhar. Pada 1969 meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang tafsir al-Qur’an dengan Tesis berjudul Al-‘Ijaz Al-Tasyri’i Li Al-Qur’an Al-Karim. Pada 1980, M. Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikannya di almamaternya yang lama, Universitas Al-Azhar. Pada 1982, dengan Disertasi berjudul Nadzm Al-Durar Li Al-Biqa’iy, Tahqiq Wa Dirasah, dia berhasil meraih gelar Doctor dalam ilmu-ilmu al-Qur’an dengan Yudisium Summa Cumlaude disertai Penghargaan tingkat 1 (mumtaz ma’a martabat al-syaraf al-‘ula). Ia menjadi orang pertama di Asia Tenggara yang meraih gelar Doctor dalam ilmu-ilmu
al-Qur’an di
Universitas Al-Azhar.3 Sekembalinya ke Ujung Pandang, M. Quraish Shihab dipercaya untuk menjabat Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin, Ujung Pandang. Selain itu, dia juga
diserahi jabatan-jabatan lain, baik di dalam kampus seperti
Koordinator
Perguruan Tinggi Swasta (Wilayah VII Indonesia Bagian
Timur), maupun di luar kampus seperti Pembantu Pimpinan Kepolisian
3
Islah Gusmian, Khasanah Tafsir Indonesia, (Bandung : Teraju, 2003), hlm. 81.
46
Indonesia Timur dalam
bidang pembinaan mental. Selama di Ujung
Pandang ini, dia juga sempat melakukan berbagai penelitian; antara lain, penelitian dengan tema "Penerapan
Kerukunan Hidup Beragama di
Indonesia Timur" (1975) dan "Masalah Wakaf Sulawesi Selatan" (1978).4 Sekembalinya ke Indonesia, sejak 1984 M. Quraish Shihab ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selang 9 tahun kemudian yaitu pada tahun 1993, ia diangkat menjadi Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggantikan Ahmad Syadali.5 2. Aktifitas dan Jabatan Dalam perjalanan karir dan aktifitasnya, M. Quraish Shihab memiliki jasa yang cukup besar di berbagai hal. Sekembalinya dari Mesir, sejak tahun 1984, ia pindah tugas dari IAIN Ujung Pandang ke Fakultas Ushuluddin di IAIN Jakarta. Di sini ia aktif mengajar bidang Tafsir dan Ulum al-Quran di Program S1, S2 dan S3 sampai tahun 1998. Selain itu, ia juga menduduki berbagai
jabatan, anatara lain: Ketua Majlis Ulama
Indonesia Pusat (MUI) sejak 1984, Anggota Lajnah Pentashih al-Quran Departeman Agama sejak 1989, Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional sejak 1989, dan Ketua Lembaga Pengembangan. Ia juga berkecimpung di beberapa organisasi profesional, antara lain: Pengurus perhimpunan Ilmu-ilmu Syariah, Pengurus Konsorsium ilmu-ilmu Agama 4
111.
5
Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Jembatan Merah, 1988), hlm.
Shahnaz Haque, “karir”, http://id.wikipedia.org/wiki/quraish shihab, diakses pada tanggal 29 Agustus 2015.
47
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan Asisiten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Rektor IAIN Jakarta selama dua periode (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu ia dipercaya menduduki jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di awal tahun 1998, hingga kemudian dia diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara Republik Arab Mesir merangkap negara Republik Djibauti berkedudukan di Kairo.6 M. Quraish Shihab juga aktif dalam kegiatan tulis-menulis seperti menulis untuk surat kabar Pelita dalam rubrik "Pelita Hati." Kemudian rubrik "Tafsir al-Amanah" dalam majalah Amanah di Jakarta yang terbit dua minggu sekali. Ia juga tercatat sebagai anggota Dewan Redaksi majalah Ulumul Qur'an dan Mimbar Ulama, keduanya terbit di Jakarta, menulis berbagai buku suntingan dan jurnal-jurnal ilmiah, diantaranya Tafsir alManar, Keistimewaan dan Kelemahannya; Filsafat Hukum Islam; dan Mahhota Tuntunan Ilahi.7 M. Quraish Shihab adalah seorang ahli tafsir yang pendidik dan juga seorang ulama yang memanfaatkan keahliannya untuk mendidik umat. Hal ini ia lakukan pula melalui sikap dan kepribadiannya yang penuh dengan sikap dan sifatnya yang patut diteladani, penampilannya sederhana, tawadhu’, sayang kepada semua orang, jujur, amanah dan tegas dalam prinsip adalah merupakan bagian dari sikap yang seharusnya dimiliki seorang guru. 6 7
M. Quraish Shihab, Op.Cit., hlm. 6. Ensiklopedi Islam..., hlm. 111-112.
48
3. Karya-karyanya Sebagai seorang Guru Besar pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan sebagai ahli Tafsir al-Qur'an yang amat disegani, M. Quraish Shihab telah menghasilkan karya-karya ilmiah. Beberapa karya yang telah dihasilkannya antara lain: a. Wawasan al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i Berbagai Persoalan Umat Buku ini mulanya merupakan makalah yang disampaikan M. Quraish Shihab dalam “Pengajian Istiqlal Umat Para Ekskutif” di Masjid Istiqlal Jakarta. Mengingat sasaran pengajian ini adalah para Ekskutif, yang tentunya tidak mempunyai cukup waktu untuk menerima berbagai disiplin ilmu keislaman. Maka M. Quraish Shihab memilih al-Qur’an sebagai subjek kajian. Alasannya karena al-Qur’an adalah sumber ajaran Islam sekaligus rujukan untuk menetapkan sekian rincian ajaran.8 b. Hidangan Ilahi Ayat-Ayat Tahlil Buku ini merupakan kumpulan ceramah-ceramah yang disajikan M. Quraish Shihab pada acara tahlilan yang dilaksanakan di kediaman Presiden Soeharto dalam rangka mendo’akan kematian Fatimah Siti Hartinah Soeharto (pada tahun 1996). c. Tafsir al-Qur’an al-Karim, Tafsir Atas Surat-Surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu Buku ini terbit setelah buku wawasan al-Qur’an, uraian buku ini menggunakan mekanisme penyajian yang agak lain dibandingkan karya
8
M. Qurasish Shihab, Loc. Cit.
49
M. Quraish Shihab sebelumnya yaitu disajikan berdasarkan urutan turunnya wahyu, dan lebih mengacu pada surat-surat pendek, bukan berdasarkan runtutan surah sebagaimana tercantum dalam Mushaf.9 d. Membumikan al-Qur’an Buku ini berasal dari 60 lebih makalah dan ceramah yamg pernah disampaikan oleh M. Quraish Shihab pada rentang waktu 19751992, tema dan gaya bahasa buku ini terpola menjadi 2 bagian. Bagian pertama secara efektif dan efisien M. Quraish Shihab menjabarkan dan membahas
berbagai
“aturan
main”
berkaitan
dengan
cara-cara
memahami al-Qur’an. Di bagian kedua secara M. Quraish Shihab mendemonstrasikan keahliannya dalam memahami sekaligus mencarikan jalan keluar bagi problem-problem intelektual dan sosial yang mencuat dalam masyarakat dengan berpijak pada “aturan main” al-Qur’an.10 e. Lentera Hati Buku ini merupakan sebuah antologi tentang makna dan ungkapan Islam sebagai sistem religius bagi individu mukmin dan bagi Komunitas Muslim Indonesia.11 f. Fatwa-Fatwa M. Quraish Shihab Seputar Tafsir al-Qur’an Buku ini membahas tentang Ijtihad Fardi M. Quraish Shihab dalam arti membahas Penafsiran al-Qur’an di berbagai aspeknya.
9
Islah Gusmian, Op.Cit, hlm. 82-83. Lihat Membumikan al-Qur’an, (Bandung ; Mizan, 1995). 11 Howard M Fedespiel, Kajian al-Qur’an di Indonesia dari Muhammad Yunus hingga Muhammad Quraish Shihab, (Bandung : Mizan, 1996), Cet.1, hlm. 296. 10
50
Mencakup seputar hukum agama, seputar wawasan agama dan seputar puasa dan zakat.12 g. Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya Buku ini merupakan karya yang mencoba mengkritisi pemikiran Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha, keduanya adalah pengarang Tafsir al-Manar. Dalam konteks ini M. Quraish Shihab mencoba mengurai kelebihan al-Manar
yang sangat mengedepankan
cirri-ciri rasionalitas dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Di samping itu M. Quraish Shihab juga mengurai ciri-ciri kekurangannya terutama berkaitan dengan konsistensinya yang dilakukan oleh Abduh.13 h. Menyingkap Tabir Ilahi Asma al-Husna dalam Perspektif al-Qur’an Dalam buku ini M. Quraish Shihab mengajak pembacanya untuk “menyingkap ” Tabir Ilahi melihat Allah dengan mata hati, bukan AllahYang Maha pedih siksanya dan Maha besar ancamannya. Tetapi Allah Yang amarah-Nya dikalahkan oleh Rahmat-Nya, yang pintu ampunan-Nya terbuka setiap saat.14 i. Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Buku ini adalah sebuah tafsir al-Qur’an lengkap 30 Juz, yang terdiri dari 15 Volume, dengan mengulas tuntas ayat-ayat al-Qur’an.
12
M. Quraish Shihab, Fatwa-Fatwa Muhammad Quraish Shihab SeputarTafsir alQur’an, (Bandung : Mizan, 2001). 13 M. Quraish Shihab, Dalam Studi Kritis Tafsir al-Manar Keistimewaan dankelemahannya, (Ujung Pandang : IAIN Alauddin, 1984). 14 M. Quraish Shihab, Menyingkap Tabir-Tabir Ilahi, (Jakarta, Lentera hati, 1981).
51
B. Tafsir al-Misbah 1. Gambaran Umum Kitab Tafsir al-Misbah Tafsir al-Qur’an adalah penjelasan tentang maksud firman-firman Allah sesuai kemampuan manusia. Kemampuan itu bertingkat-tingkat, sehingga apa yang dicerna atau diperoleh oleh seseorang penafsir dari alQur’an bertingkat-tingkat pula. Karena itu, bila seorang penafsir membaca al-Qur’an maka maknanya dapat menjadi jelas dihadapannya. Tetapi bila ia membacanya sekali lagi ia dapat menemukan lagi makna-makna lain yang berbeda dengan makna sebelumnya. Demikian seterusnya, hingga boleh jadi ia dapat menemukan kata atau kalimat yang mempunyai makna bebeda-beda yang semuanya benar atau mungkin benar.15 Pada awal abad ke-20 M, bermunculan beragam literatur tafsir yang mulai ditulis oleh kalangan muslim Indonesia. Di antara nama yang memberikan sumbangsih besar kepada perkembangan tafsir di Indonesia di akhir abad ini adalah M. Quraish Shihab, yang telah melahirkan beberapa karya tafsirnya seperti: Membumikan al-Qur’an, Wawasan al-Qur’an, Tafsir surah-surah pendek, dan Tafsir al-Amanah (Tafsir Tahlili).16 Mengawali millenium ketiga, M. Quraish Shihab kembali melahirkan sebuah karya besar yang berjudul “Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan, Keserasian al-Qur’an” kepada masyarakat pembacanya.17 Buku ini 15
Lihat, Sekapur Sirih Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol. 1. 16 Islah Gusmian, Op. Cit., hlm. 42. 17 Ibid.
52
ditulis M. quraish Shihab di Kairo, Mesir, pada hari jum’at 4 Rabi’ul awal 1420 H atau 18 Juni 1999 M dan selesai di Jakarta pada tanggal 8 Rajab 1423 H bertepatan dengan 5 September 2000 M yang diterbitkan oleh penerbit Lentera Hati di bawah pimpinan putrinya Najla Shihab.18 M. Quraish Shihab tidak menulis karya-karyanya berdasarkan selera dan keinginannya semata melainkan ia selalu berangkat dari kebutuhan masyarakat pembacanya. Ketika akan menulis tafsir al-Misbah ini yang dilakukan ia melihat begitu dangkalnya pemahaman masyarakat terhadap kandungan al-Qur’an. Menurutnya, hal ini ditandai dengan banyaknya kaum Muslimin yang hanya membaca surah-surah tertentu seperti surah Yasin, al-Waqi’ah, ar-Rahman dan lain-lain tanpa mengetahui kandungannya.19 Bahkan banyak di antara mereka yang membaca surahsurah tersebut bukan karena terdorong oleh keinginan untuk mengetahui pesan-pesannya akan tetapi lebih terdorong oleh motivasi yang lain seperti membaca al-Waqi’ah untuk mempermudah datangnya rizqi. Di samping itu, pemahaman yang keliru tentang al-Qur’an tidak hanya terjadi di kalangan orang awam. Akan tetapi juga masih terjadi di kalangan terpelajar bahkan orang-orang yang berkecimpung dalam studi Islam sekali pun. Kekeliruan yang terjadi pada kelompok yang kedua ini biasanya karena melihat al-Qur’an berdasarkan metode ilmiah pada
18 19
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Op.Cit., Vol. 15. Ibid., Vol.1.
53
umumnya.20 Maka dari itu anggapan yang sering muncul bahwa al-Qur’an tidak sistematis di dalam menyajikan informasi-informasinya. Kiranya kedua bentuk inilah yang mendorong M. Quraish Shihab untuk menulis tafsir al-Misbah. Karena itu di dalam karyanya ini, hal yang lebih diutamakan adalah penjelasan tentang tema pokok surah dan keserasian antara ayar-ayat dengan ayat yang lain dan atau antara surah dengan surah. Para ulama yang menekuni Ilmu Munasabat al-Qur’an/keserasian hubungan bagian-bagian al-Qur’an, mengemukakan bahkan membuktikan keserasian dimaksud, paling tidak dalam enam hal :21 a. b. c. d. e. f.
Keserasian kata demi kata dalam satu surah Keserasian kandungan ayat dengan fashilat yakni penutup ayat Keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya Keserasian uraian awal (mukadimah) satu surah dengan penutupnya Keserasian penutup dengan uraian awal (mukadimah) surah sesudahnya Keserasian tema surah dengan nama surah Tafsir al-Misbah adalah sebuah tafsir al-Qur’an lengkap 30 Juz
pertama dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, yang terdiri dari 15 volume buku dengan mengulas tuntas ayat-ayat al-Qur’an. Tafsir al-Misbah ini sebuah karya hebat yang beliau persembahkan pada masyarakat Indonesia di mana penjelasannya sangat lugas dan mudah dicerna, sehingga al-Qur’an dapat benar-benar berfungsi sebagai Petunjuk, pemisah antara yang haq dan batil, serta jalan keluar setiap problema kehidupan yang dihadapi. Adapun spesifikasi Tafsir al-Misbah adalah : a. Tafsir al-Misbah Vol 1 surat al-Fatihah s/d al-Baqarah 20 21
Ibid. Ibid.
54
b. Tafsir al-Misbah Vol 2 surat ali-Imran s/d an-Nisa’ c. Tafsir al-Misbah Vol 3 surat al-Maidah d. Tafsir al-Misbah Vol 4 surat al-An’am e. Tafsir al-Misbah Vol 5 surat al-A’raf s/d at-Taubah f. Tafsir al-Misbah Vol 6 surat Yunus s/d ar-Ra’d g. Tafsir al-Misbah Vol 7 surat Ibrahim s/d al-Isra’ h. Tafsir al-Misbah Vol 8 surat al-Kahfi s/d al-Anbiya i. Tafsir al-Misbah Vol 9 surat al-Hajj s/d al-Furqan j. Tafsir al-Misbah Vol 10 surat asy-syu’ara s/d al-Ankabut k. Tafsir al-Misbah Vol 11 surat ar-rum s/d Yaasin l. Tafsir al-Misbah Vol 12 surat ash-Shaffat s/d az-Zukhruf m. Tafsir al-Misbah Vol 13 surat ad-Dukhan s/d al-Walqi’ah n. Tafsir al-Misbah Vol 14 surat al-Hadid s/d al-Mursalat o. Tafsir al-Misbah Vol 15 Juz ‘Amma Tafsir al-Misbah merupakan karya besar yang tidak asing lagi bagi kaum muslimin Indonesia, utamanya mereka yang menaruh minat besar pada bidang Tafsir. Kita patut berterima kasih pada penulis tafsir ini yang telah bersusah payah melahirkan al-Misbah sehingga mendorong kemajuan disiplin ilmu al-Qur’an di tanah air Indonesia. Dalam tafsir al-Misbah, M. Quraish Shihab menafsirkan al-Qur’an berdasarkan sumber-sumber sebagai berikut: a. Dengan penjelasan al-Qur’an sendiri, sebab menafsirkan al-Qur’an dengan dengan menggunakan al-Qur’an sendiri merupakan langkah penafsiran yang paling baik, hal ini mengingat kenyataan bahwa apa yang dijelaskan secara mujmal dalam suatu ayat bisa jadi dijelaskan secara panjang lebar pada ayat yang lain. b. Mengambil keterangan dari sunnah Nabi saw. Karena sunnah merupakan sumber paling penting yang dibutuhkan
Mufassir dalam memahami
makna dan hukum yang terdapat dalam surah atau ayat.
55
c. Mengambil keterangan dari sahabat karena mereka adalah saksi bagi kondisi turunnya wahyu al-Qur’an. d. Menggunakan kaidah-kaidah bahasa Arab, karena al-Qur’an adalah firman Allah yang dimanifestikan dalam bahasa Arab. e. Menafsirkan
maksud
dari
kalam
dan
tujuan
syara’.
Artinya,
penafsirannya didasarkan pada apa yang dikehendaki oleh syara’, seperti yang ditunjukkan oleh makna kalam.22 2. Sistematika Penulisan Kitab Tafsir al-Misbah Sistematika penulisan kitab tafsir al-Misbah adalah sebagai berikut: a. Menjelaskan nama surat Sebelum memulai pembahasan yang lebih mendalam, Quraish mengawali
penulisannya
dengan
menjelaskan
nama
surat
dan
menggolongkan ayat-ayat pada Makkiyah dan Madaniyah. b. Menjelaskan isi kandungan ayat Setelah menjelaskan nama surat, kemudian ia mengulas secara global isi kandungan surat diiringi dengan riwayat-riwayat dan pendapatpendapat para mufassir terkait ayat tersebut. c. Mengemukakan ayat-ayat di awal pembahasan Setiap memulai pembahasan, Quraish Shihab mengemukakan satu, dua atau lebih ayat-ayat al-Quran yang mengacu pada satu tujuan yang menyatu d. Menjelaskan pengertian ayat secara global 22
Akhmad Arif Junaidi, Pembaharuan Metodologi Tafsir al-Qur’an, (Semarang: CV. Gunung Jati,2000), hlm. 22-23.
56
Kemudian ia menyebutkan ayat-ayat secara global, sehingga sebelum memasuki penafsiran yang menjadi topik utama, pembaca terlebih dahulu mengetahui makna ayat-ayat secara umum. e. Menjelaskan kosa kata Selanjutnya, Quraish Shihab menjelaskan pengertian kata-kata secara bahasa pada kata-kata yang sulit dipahami oleh pembaca. f. Menjelaskan sebab-sebab turunnya ayat Terhadap ayat yang mempunyai asbaab al-nuzuul dari riwayat shahih yang menjadi pegangan para ahli tafsir, maka Quraish Shihab menjelaskan lebih dahulu. g. Memandang satu surat sebagai satu kesatuan ayat-ayat yang serasi Al-Quran merupakan kumpulan ayat-ayat yang pada hakikatnya adalah simbol atau tanda yang tampak. Tapi simbol tersebut tidak dapat dipisahkan dari sesuatu yang lain yang tidak tersurat, tapi tersirat. Hubungan keduanya terjalin begitu rupa, sehingga bila tanda dan simbol itu dipahami oleh pikiran maka makna tersirat akan dapat dipahami pula oleh seseorang.23 Dalam penanfsirannya, ia sedikit banyak terpengaruh terhadap pola penafsiran Ibrahim al-Biqa’i, yaitu seorang ahli tafsir, penyusun kitab Nazm Al-Duraar Fi Tanasub Al-Ayat Wa Al-Suwar yang berisi tentang keserasian susunan ayat-ayat al-Qur’an. h. Gaya Bahasa
23
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Vol. V.
57
Quraish Shihab menyadari bahwa penulisan tafsir al-Quran selalu dipengaruhi oleh tempat dan waktu di mana para mufassir berada. Perkembangan masa penafsiran selalu diwarnai dengan ciri khusus, baik sikap maupun kerangka berfikir. Oleh karena itu, ia merasa berkewajiban untuk memikirkan muncul sebuah karya tafsir yang sesuai dengan alam pikiran saat ini. Keahlian dalam bidang bahasa dapat dilihat melalui penafsiran seseorang. Seperti penafsiran yang dilakukan oleh Tim Departeman Agama dalam QS. Al Hijr ayat 22: ”Dan kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan kami turunkan hujan dari langit”. Menurutnya, terjemahan ini di samping mengabaikan arti huruf fa, juga menambahkan kata ”tumbuh-tumbuhan” sebagai penjelasan sehingga terjemahan tersebut menginformasikan bahwa angin berfungsi mengawinkan tumbuh-tumbuhan. Quraish Shihab berpendapat, bahwa terjemahan dan pandangan tersebut tidak didukung oleh faanzalna min al-sama
ma’an yang seharusnya diterjemahkan dengan ”maka”
menunjukkkan adanya kaitan sebab dan akibat antara fungsi angin dan turunnya hujan atau urutan logis antara keduanya. Sehingga tidak tepat huruf tersebut diterjemahkan dengan ”dan” sebagaimana tidak tepat penyisipan kata tumbuh-tumbuhan dalam terjemahan tersebut. 3. Corak Penafsiran Kitab Tafsir al-Misbah Dalam tafsir al-Misbah
ini M. Quraish Shihab menggunakan
metode tahlili (urai), yaitu sebuah bentuk karya tafsir yang berusaha untuk
58
mengungkap kandungan al-Qur’an dari berbagai aspeknya. Ayat-ayat di dalam al-Qur’an selanjutnya memberikan penjelasan-penjelasan tentang kosakata makna global ayat; korelasi asbabu al-nuzul dan hal-hal yang dianggap dapat membantu untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an. Pemilihan metode Tahlily yang digunakan dalam tafsir al-Misbah ini di dasarkan pada kesadaran M. Quraish Shihab bahwa metode maudhu’i yang sering ia gunakan pada karyanya yang berjudul “membumikan al-Qur’an” dan “wawasan al-Qur’an”. Selain mempunyai keunggulan dalam memperkenalkan konsep al-Qur’an tentang tema-tema tertentu secara utuh, ia juga tidak luput dari kekurangan. Sebab menurutnya al-Qur’an memuat tema yang tidak terbatas. Jadi dengan ditetapkan judul pembahasan berarti yang akan dikaji hanya satu sudut dari permasalahan tersebut.
Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab ini lebih cenderung bercorak sastra budaya dan kemasyarakatan (adabul ijtima’i), yaitu corak tafsir yang berusaha memahami nash-nash al-Qur’an dengan cara mengemukakan ungkapan-ungkapan al-Qur’an secara teliti. Selanjutnya menjelaskan makna-makna yang dimaksud al-Qur’an dengan bahasa yang indah dan menarik. Kemudian seorang mufassir berusaha menghubungkan nash-nash al-Qur’an yang dikaji dengan kenyataan sosial dengan sistem budaya yang ada. Corak tafsir ini merupakan corak baru yang menarik pembaca dan menumbuhkan kecintaan kepada al-Qur’an serta memotifasi untuk menggali
59
makna al-Qur’an.24 Menurut Muhammad Husein al-Dzahabi, bahwa corak penafsiran ini terlepas dari kekurangannya berusaha mengemukakan segi keindahan (balaghah) bahasa dan kemu’jizatan al-Qur’an, menjelaskan makna yang dituju oleh al-Qur’an, mengungkapkan hukum-hukum alam yang agung dan tatanan kemasyarakatan yang dikandungnya, membantu memecahkan segala problem yang dihadapi umat islam khususnya dan umat manusia pada umumnya melalui petunjuk dan ajaran al-Qur’an untuk mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat, serta berusaha mempertemukan antara al-Qur’an dengan teori-teori ilmiah yang benar. Dalam konteks memperkenalkan al-Qur’an, M. Quraish Shihab berusaha menghidangkan bahasan setiap surah pada apa yang dinamai tujuan surah, atau tema pokok surah. Memang, menurut para pakar, setiap surah ada tema pokoknya. Pada tema itulah berkisar uraian-uraian ayatnya. Jika kita mampu memperkenalkan tema-tema pokok itu, maka secara umum kita dapat memperkenalkan pesan utama setiap surah, dan dengan memperkenalkan ke 114 surah, kitab suci ini akan dikenal lebih dekat dan mudah. C. Tafsir QS. al-An’am Ayat 151-153 Berdasarkan Tafsir al-Misbah 1. Teks dan Terjemah QS. al-An’am Ayat 151-153
ﻗُﻞْ ﺗَﻌَﺎﻟَﻮْ ا أَ ْﺗ ُﻞ ﻣَﺎ َﺣ ﱠﺮ َم رَ ﱡﺑ ُﻜ ْﻢ َﻋﻠَ ْﯿ ُﻜ ْﻢ أ ﱠَﻻ ﺗُ ْﺸ ِﺮﻛُﻮا ﺑِ ِﮫ َﺷ ْﯿﺌًﺎ وَ ﺑِﺎ ْﻟ َﻮاﻟِ َﺪ ْﯾ ِﻦ إِﺣْ ﺴَﺎﻧًﺎ وَ َﻻ ظﮭَ َﺮ َ ق ﻧَﺤْ ﻦُ ﻧَﺮْ ُزﻗُ ُﻜ ْﻢ َوإِﯾﱠﺎھُ ْﻢ َو َﻻ ﺗَ ْﻘ َﺮﺑُﻮا ا ْﻟﻔَ َﻮاﺣِ ﺶَ ﻣَﺎ ٍ ﺗَ ْﻘﺘُﻠُﻮا أَوْ َﻻ َد ُﻛ ْﻢ ﻣِﻦْ إِﻣ َْﻼ ﻖ َذﻟِ ُﻜ ْﻢ َوﺻﱠﺎ ُﻛ ْﻢ ﺑِ ِﮫ ﷲُ إ ﱠِﻻ ﺑِﺎﻟْﺤَ ﱢ ِﻣ ْﻨﮭَﺎ َوﻣَﺎ ﺑَﻄَﻦَ َو َﻻ ﺗَ ْﻘﺘُﻠُﻮا اﻟﻨﱠﻔْﺲَ اﻟﱠﺘِﻲ َﺣ ﱠﺮ َم ﱠ 24
Said Agil Husein al-Munawar, al-Qur’an Membangun Tradisi Keshalehan Hakiki, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), hlm.71.
60
( وَ َﻻ ﺗَﻘْﺮَ ﺑُﻮا ﻣَﺎلَ ا ْﻟﯿَﺘِﯿﻢِ إ ﱠِﻻ ﺑِﺎﻟﱠﺘِﻲ ھِﻲَ أَﺣْ ﺴَﻦُ ﺣَ ﺘﱠﻰ ﯾَ ْﺒﻠُ َﻎ١٥١) َﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗَ ْﻌﻘِﻠُﻮن أَ ُﺷ ﱠﺪهُ َوأَوْ ﻓُﻮا ا ْﻟ َﻜ ْﯿ َﻞ َوا ْﻟﻤِﯿ َﺰانَ ﺑِﺎ ْﻟﻘِ ْﺴ ِﻂ َﻻ ﻧُ َﻜﻠﱢﻒُ ﻧَ ْﻔﺴًﺎ إ ﱠِﻻ ُو ْﺳ َﻌﮭَﺎ َوإِذَا ﻗُ ْﻠﺘُ ْﻢ َﷲِ أَوْ ﻓُﻮا َذﻟِ ُﻜ ْﻢ َوﺻﱠﺎ ُﻛ ْﻢ ﺑِ ِﮫ ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗَ َﺬ ﱠﻛﺮُون ﻓَﺎ ْﻋ ِﺪﻟُﻮا َوﻟَﻮْ ﻛَﺎنَ ذَا ﻗُﺮْ ﺑَﻰ وَ ﺑِ َﻌ ْﮭ ِﺪ ﱠ ْق ﺑِ ُﻜ ْﻢ ﻋَﻦ َ ﺻ َﺮاطِﻲ ُﻣ ْﺴﺘَﻘِﯿﻤًﺎ ﻓَﺎﺗﱠﺒِﻌُﻮهُ و ََﻻ ﺗَﺘﱠﺒِﻌُﻮا اﻟ ﱡﺴﺒُ َﻞ ﻓَﺘَﻔَ ﱠﺮ ِ ( َوأَنﱠ ھَﺬَا١٥٢) (١٥٣) ََﺳﺒِﯿﻠِ ِﮫ َذﻟِ ُﻜ ْﻢ َوﺻﱠﺎ ُﻛ ْﻢ ﺑِ ِﮫ ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗَﺘﱠﻘُﻮن Artinya: 151.Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). 152.Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu) dan penuhilah janji Allah, yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. 153.Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (QS. AlAn’am: 151-153).25 2. Tafsir QS. al-An’am Ayat 151-153 Berdasarkan Tafsir al-Misbah a. Ayat 151 Dalam Tafsir Al-Misbah, M. Quraish Syihab mengatakan: Ayat ini memerintahkan Rasulullah saw. agar mengajak kaum musyrikin meninggalkan posisi yang rendah dan hina yang tercermin pada kebejatan moral dan penghambaan diri kepada selain Allah menuju 25
Al-Qur’an, Surat Al-An’am Ayat 151-153, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1992), hlm. 214-215.
61
ketinggian derajat dan keluhuran budi pekerti.26Pertama dan paling utama adalah larangan untuk menyekutukan Allah. Kedua, larangan untuk mendurhakai orang tua. Larangan tersebut dikemukakan dalam bentuk perintah berbakti, yakni dengan berbuat baik kepada mereka. Ketiga, larangan membunuh anak-anak karena khawatir ditimpa kemiskinan. Selanjutnya, setelah melarang kekjian yang terbesar setelah syirik, durhaka kepada orang tua dan membunuh, kini dilarangnya secara umum segala macam kekejian. Hal tersebut merupakan pengajaran yang keempat, yaitu jangan mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, seperti membunuh dan berzina, baik dilakukan secara terang-terangan maupun tersembunyi. Sedangkan yang kelima adalah larangan membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah membunuhnya, kecuali dengan sebab yang benar yakni berdasarkan ketetapan hukum yang jelas. 27 Awal ayat 151 ini menjanjikan untuk menyampaikan apa yang diharamkan Allah, tetapi ketika berbicara tentang kedua orang tua, redaksi yang digunakan adalah redaksi perintah berbakti dan tentu saja berbakti tidak diharamkan Allah. Hal ini mengisyaratkan bahwa kewajiban anak terhadap orang tua bukan hanya menghindari kedurhakaan, tetapi juga memerintahkan untuk berbakti kepadanya. Itu demikian karena perintah menyangkut sesuatu adalah larangan melakukan kebalikannya. 28 Dalam ayat 151 ini Allah juga berfirman yang artinya: dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Motivasi pembunuhan ini adalah kemiskinan yang sedang dialami oleh ayah dan kekhawatirannya akan semakin terpuruk dalam kesulitan hidup akibat lahirnya anak. Karena itu, Allah segera memberi jaminan kepada ayah dengan mengatakan kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka. Dari penggalan ayat di atas juga dapat dipahami sebagai sanggahan buat mereka yang menjadikan kemiskinan apa pun sebabnya sebagai dalih untuk membunuh anak. 29 Dalam ayat 151 ini Allah juga berfirman yang penafsirannya: janganlah membunuh jiwa karena jiwa manusia telah dianugerahi Allah kehormatan sehingga tidak boleh disentuh kehormatan itu dalam bentuk apapun. Pemahaman semacam ini mendukung nilai-nilai hak asasi manusia yang juga merupakan salah satu prinsip kehidupan yang ditegakkan al-Qur’an. 30 Jadi dapat disimpulkan bahwa ayat di atas mengandung tuntunan umum menyangkut prinsip dasar kehidupan yang bersendikan kepercayaan akan 26
M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 728. Ibid., hlm. 729. 28 Ibid., hlm. 731. 29 Ibid., hlm. 733. 30 Ibid., hlm. 733. 27
62
keesaan Allah, hubungan antara sesama berdasarkan hak asasi, penghormatan, serta kejauhan dari segala bentuk kekejian moral. 31 b. Ayat 152 Dalam Tafsir Al-Misbah, M. Quraish Syihab mengatakan: Ayat ini melanjutkan larangan yang berkaitan dengan harta setelah ayat sebelumnya menjelaskan tentang larangan yang berkaitan dengan nyawa. Larangan ini dimulai dengan larangan yang keenam, yaitu larangan mendekati harta anak-anak yatim. Ini wajar karena mereka tidak dapat melindungi diri dari penganiayaan akibat kelemahannya. Allah berfirman yang penafsirannya: janganlah kamu dekati apalagi menggunakan secara tidak sah harta anak yatim, kecuali dengan cara yang terbaik sehingga dapat menjamin keberadaan, bahkan pengembangan harta itu, dan hendaklah pemeliharaan secara baik itu berlanjut sehingga anak yatim itu mencapai kedewasaannya dan mampu mengelola harta mereka sendiri. 32 Dalam mengelola harta, termasuk menyerahkan harta anak yatim, memerlukan tolok ukur, timbangan, dan takaran. Maka dalam ayat ini menyebut wasiat yang ketujuh, yaitu menyempurnakan takaran dan timbangan dengan adil, sehingga kedua pihak yang menimbang dan ditimbangkan merasa senang dan tidak dirugikan. 33 Selanjutnya larangan yang kedelapan menyangkut ucapan, karena ucapan berkaitan dengan penetapan hukum, termasuk dalam menyampaikan hasil ukuran dan timbangan. Lebih-lebih karena manusia seringkali bersifat egois dan memihak kepada keluarganya. Untuk itu, dinyatakan bahwa apabila kamu berucap, dalam menetapkan hukum, atau persaksian, atau menyampaikan berita, maka janganlah curang dan berbohong. Berlaku adillah tanpa mempertimbangkan hubungan kedekatan atau kekerabatan. 34 Wasiat yang kesembilan mencakup ucapan dan perbuatan, yaitu larangan melanggar janji. Allah berfirman yang penafsirannya adalah penuhilah janji itu karena kesemuanya disaksikan oleh Allah, dan yang demikian itu diperintahkanNya agar kamu terus menerus ingat bahwa itulah yang terbaik untuk kamu semua. 35 Dalam pengamatan sejumlah ulama al-Qur’an, ayat-ayat yang menggunakan kata-kata jangan mendekati seperti ayat di atas biasanya merupakan larangan mendekati sesuatu yang dapat merangsang jiwa atau nafsu untuk melakukannya. Dengan demikian, larangan mendekati mengandung makna larangan untuk tidak terjerumus dalam rayuan 31
Ibid., hlm. 734. Ibid., hlm. 735. 33 Ibid. 34 Ibid. 35 Ibid. 32
63
sesuatu yang berpotensi mengantar kepada langkah melakukannya. Adapun pelanggaran yang tidak memiliki rangsangan yang kuat, biasanya larangan langsung tertuju kepada perbuatan itu, bukan larangan mendekatinya. 36 Ayat di atas menggunakan bentuk perintah menyangkut takaran dan timbangan. Hal ini, menurut Thahir Ibn ‘Asyur, mengisyaratkan bahwa mereka dituntut untuk memenuhi secara sempurna timbangan dan takaran. Perintah ini juga mengandung dorongan untuk meningkatkan kemurahan hati dan kedermawanan yang merupakan salah satu sifat terpuji. 37 Ayat di atas juga menggunakan bentuk perintah menyangkut berucap yang adil. Hal ini, mengisyaratkan bahwa yang disukai Allah adalah menampakkan sesuatu yang haq, tetapi dalam saat yang sama ia adil, dan bahwa sebaiknya seseorang tidak berdiam diri dalam menghadapi kebenaran. 38 Ayat ini ditutup dengan wasiat kesembilan, yaitu perintah memenuhi janji Allah. Rangkaian kedua kata ini dapat berarti apa yang ditetapkan oleh Allah, yang dalam ini adalah syari’at agama; bisa juga dalam arti apa yang kamu telah janjikan kepada Allah untuk melakukannya dan yang telah kamu akui, atau bisa juga berarti perjanjian yang Allah perintahkan untuk dipelihara dan dipenuhi. 39 Dapat disimpulkan bahwa ayat ini mengandung tuntunan tentang sistem pergaulan antar-sesama yang berintikan penyerahan hak-hak kaum lemah dan tentu saja, kalau hak-hak kaum lemah telah mereka peroleh, maka otomatis hak-hak yang kuat akan diperolehnya pula. 40 c. Ayat 153 Dalam Tafsir Al-Misbah, M. Quraish Syihab mengatakan: Ayat ini melanjutkan wasiat yang kesepuluh, yaitu firman Allah yang penafsirannya adalah: dan bahwa ini, yakni kandungan wasiat-wasiat yang disebut di atas atau ajaran agama Islam secara keseluruhan adalah jalan-Ku yang lapang lagi lurus, maka ikutilah ia dengan kesungguhan, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan lain yang bertentangan dengan jalan-Ku ini karena jalan-jalan itu adalah jalan-jalan yang sesat sehingga bila kamu mengikutinya ia akan menceraiberaikan kamu dari jalan yang lurus lagi lapang itu. Yang demikian, yakni wasiat-wasiat yang sungguh
36
Ibid., hlm. 736. Ibid. 38 Ibid., hlm. 738. 39 Ibid., hlm. 738. 40 Ibid., hlm. 739. 37
64
tinggi nilainya itu diwasiatkan kepada kamu agar kamu bertakwa sehingga terhindar dari segala macam bencana. 41 Ketiga ayat di atas menekankan bahwa kesepuluh tuntunan Allah itu merupakan wasiatNya. Wasiat adalah perintah yang baik dan bermanfaat lagi menyentuh akal dan perasaan agar dilaksanakan oleh yang diperintah walau di luar kehadiran yang memerintahkannya. Hal ini merupakan bukti kesadaran pelakunya tentang pelaksanaan perintah itu serta bukti keikhlasan melakukannya. 42 Dapat disimpulkan bahwa ayat ini mengandung prinsip umum yang menyangkut segala tuntunan kebajikan, yaitu mengikuti jalan kedamaian, jalan Islam, dan memperingatkan agar tidak mencari jalan kebahagiaan yang menyimpang dari jalan Allah tersebut. 43 Pada ayat 151, diperingatkan supaya mengerti dan mempergunakan akal. Sebab hanya dengan mempergunakan akal sajalah pengertian akan tumbuh, sehingga agama dipeluk dengan keinsafan. Pada ayat 152 diperingatkan supaya selalu ingat. Ingat kepada Allah dan ingat akan batas-batas yang tidak boleh dilampaui, agar selamat. Maka pada ayat 153 ini diperingatkan pula agar kamu semua bertakwa. Dapat dikatakan bahwa kebanyakan wasiat ayat pertama menggunakan bentuk redaksi larangan, yakni mencengah, maka sangat wajar jika ia ditutup dengan kata yang mengandung makna penceghan, yaitu ta’qillun, karena akal adalah “tali” yang mengikat sesuatu, sehingga mencegah kebebasannya. Adapun ayat 152 kebanyakan wasiatnya disampaikan dalam bentuk perintah ,untuk mengindahkan wasiat-wasiat itu, perlu daya ingat terusmenerus. Oleh karena itu, ia di tutup dengan kalimat agar kamu mengingat secara terus menerus. Kemudian pada ayat 153 para ulama menilai bahwa perurutan penutup ketiga ayat di atas , yakni berakal, mengingat dan bertaqwa menunjukan hubungan sebab akibat. Hasil penggunaan akal adalah terus-menerus awas dan ingat, sedang mereka yang terus awas dan ingat, akan terhindar dari bencana, dan itulah makna hasil akhir yang diharapkan yaitu taqwa.
41
Ibid., hlm. 740. Ibid., hlm. 741. 43 Ibid., hlm. 741. 42
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis
Kandungan Tafsir QS. al-An’am Ayat 151-153 Berdasarkan
Tafsir al-Misbah Era global menuntut kecerdikan dan kepatutan dalam memilih dan memilah tuntunan dan tontonan yang membutuhkan tingkat kearifan yang tinggi. Kemajuan teknologi selain berdampak positif bagi perkembangan ilmu dan teknologi, juga disinyalir banyak berdampak negatifnya, terutama bagi generasi muda. Hal itu diperparah pula dengan banyaknya tayangan-tayangan yang merusak karakter bangsa, serta anak-anak remaja dewasa ini, yang disertai banyak kasus-kasus faktual yang mencerminkan demoralisasi di kalangan anak-anak remaja, baik yang terkait dengan kasus narkoba, maupun kasus asusila. Bahkan kasus-kasus yang terkait dengan demoralisasi tersebut, tidak hanya terjadi pada kalangan remaja saja, hal ini sudah merambah hampir keseluruhan lapisan masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya pendidikan karakter sebagai salah satu upaya character building. Pendidikan karakter ini harus mampu mengelaborasi fakta-fakta yang terjadi di masyarakat, ketika melihat maraknya kekejian moral yang terjadi, seperti kasus korupsi, suapmenyuap, pelecehan seksual, bahkan saling membunuh
hanya untuk
mendapatkan suatu jabatan ataupun harta, dan ironisnya terjadi pula di kalangan para pejabat tinggi dan politisi, padahal dalam Q.S. Al-Anām ayat
65
66
151 ditekankan adanya keharusan manusia untuk menghindari kebejatan moral, baik terhadap Allah maupun sesama manusia. Kendati demikian, nilai-nilai yang diamanatkannya dapat diterapkan pada setiap situasi dan kondisi. Nilai-nilai itu sejalan dengan perkembangan masyarakat sehingga Al-Qur’an dapat benar-benar menjadi petunjuk, pemisah antara yang hak dan batil, serta jalan bagi setiap problematika kehidupan yang dihadapi. M. Quraish Shihab mengungkapkan dalam tafsirnya bahwa Q.S. AlAnām ayat 151-153 memiliki kandungan sepuluh wasiat Allah yang diwasiatkan kepada Rasulullah. Adanya persamaan tersebut semakin menekankan pentingnya pengkajian terhadap tiga ayat ini. Sepuluh wasiat Allah dalam Q.S. Al-Anām ayat 151-153 tertulis dalam bentuk larangan. Dalam kajian Islam larangan memiliki cakupan luas, di mana larangan itu bisa bersifat terbatas atau tak terbatas. Dalam pembahasan akhlak kalimat-kalimat larangan yang dijumpai dalam nash lebih bersifat tak terbatas, artinya larangan tersebut berlaku tanpa dibatasi waktu. Dalam surat Al-Anām ayat 151-153 terkandung nilai-nilai karakter yang layak untuk dikaji seiring dengan perkembangan zaman. Memahami suatu makna Al-Qur’an tentunya tidak dapat lepas dari tafsir. Dalam hal ini kita perlu menganalisa makna yang terkandung dalam Q.S Al-Anām ayat 151153 sesuai Tafsir Al-Misbah. Pertimbangan penggunaan tafsir ini adalah karena Tafsir Al-Misbah adalah karya mufassir kontemporer Indonesia, sehingga akan lebih relevan penafsirannya dengan konteks masyarakat Indonesia saat ini.
67
1. Ayat 151 M. Quraish Syihab mengutip pendapat Al-Biqa’i yang mengatakan: Ayat 151 memulai wasiat pertama dengan larangan mempersekutukan Allah. Walaupun larangan ini mengandung perintah mengesakanNya, karena menghindari keburukan lebih utama dari pada melakukan kebajikan, redaksi itulah yang dipilih. Ini sejalan dengan kalimat syahadat yang dimulai dengan menolak terlebih dahulu segala yang dipertuhan dan tidak wajar disembah, baru kemudian menetapkan Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang wajib disembah. 1 Hal ini sejalan dengan suatu kaidah fiqhiyyah yang berbunyi:
درء اﻟﻤﻔﺎﺳﺪ ﻣﻘﺪم ﻋﻠﻰ ﺟﻠﺐ اﻟﻤﺼﺎﻟﺢ Artinya: Menolak mafsadat itu lebih utama dari pada menggapai kemaslahatan.2 Syirik adalah sebesar-besar dosa terhadap Dzat yang telah menciptakan dan mengaruniakan nikmat yang tiada terhingga. Perbuatan syirik merupakan pengkhianatan terbesar terhadap ketauhidan dan keimanan karena telah menganggap ada yang kurang pada Dzat Allah sehingga harus meminta kepada selain-Nya. Menjauh dari perbuatan syirik merupakan sikap paling terpuji di hadapan Allah. Allah berfirman dalam QS. Luqman ayat 13:
(١٣ : )ﻟﻘﻤﺎن Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : Hai anakku, janganlah kamu
1
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah ; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur.an, (Jakarta : Lentera Hati, 2005), Vol. 3, hlm. 730. 2 Abdul Hamid Hakim, Mabadi’ Awwaliyah, (Jakarta: Maktabah As-Sa’diyah Putra, t.th.), hlm. 34.
68
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)itu adalah benar-benar kezaliman yang besar. (QS. Luqman: 13). 3 M. Quraish Syihab mengatakan: Awal ayat 151 menjanjikan untuk menyampaikan apa yang diharamkan Allah, tetapi ketika berbicara tentang kedua orang tua, redaksi yang digunakan adalah redaksi perintah berbakti dan tentu saja berbakti tidak diharamkan Allah. Hal ini mengisyaratkan bahwa kewajiban anak terhadap orang tua bukan hanya menghindari kedurhakaan, tetapi juga memerintahkan untuk berbakti kepadanya. Itu demikian karena perintah menyangkut sesuatu adalah larangan melakukan kebalikannya. 4 Hal ini sesuai dengan kaidah ushul fiqh yang berbunyi:
اﻷﻣﺮ ﺑﺎﻟﺸﯿﺊ ﻧﮭﻲ ﻋﻦ ﺿﺪه Artinya: perintah terhadap sesuatu itu berarti larangan terhadap kebalikannya.5 Ihsan (berbakti) kepada orang tua yang diperintahkan agama Islam adalah bersikap sopan kepada keduanya dalam ucapan dan perbuatan sesuai dengan adat kebiasaan masyarakat sehingga mereka merasa senang terhadap kita serta mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka yang sah dan wajar sesuai kemampuan kita sebagai anak. 6 Perintah berbuat baik kepada kedua orangtua (birrul walidain) menempati posisi kedua setelah perintah taat kepada Allah. Cukup banyak ayat Al-Quran yang menyandingkan perintah beribadah dengan birrul walidain ini. Karena pentingnya berbuat baik pada orangtua, perbedaan agama, ideologi, apalagi hanya sebatas sikap atau perilaku bukan halangan untuk berbuat baik kepada orangtua. Pelanggaran terhadap wasiat ini, meski
3
Al-Qur’an, Surat Luqman Ayat 13, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1992), hlm. 412. 4 M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 731. 5 Abdul Hamid Hakim, Op.Cit., hlm. 7. 6 M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 732.
69
sedikit, bisa dikategorikan sebagai dosa yang berbahaya. Allah Swt. berfirman:
ﺼﺎﻟُﮫُ ﻓِﻲ ﻋَﺎ َﻣ ْﯿ ِﻦ أَ ِن َ ِاﻹ ْﻧﺴَﺎنَ ﺑِ َﻮاﻟِ َﺪ ْﯾ ِﮫ ﺣَ َﻤﻠَ ْﺘﮫُ أ ُ ﱡﻣﮫُ َو ْھﻨًﺎ َﻋﻠَﻰ وَ ْھ ٍﻦ َوﻓ ِ ْ ﺻ ْﯿﻨَﺎ َو َو ﱠ َك ﺑِﻲ ﻣَﺎ ﻟَﯿْﺲ َ ك َﻋﻠَﻰ أَنْ ﺗُ ْﺸ ِﺮ َ َوإِنْ َﺟﺎھَﺪَا. ﻚ إِﻟَ ﱠﻲ ا ْﻟ َﻤﺼِﯿ ُﺮ َ ا ْﺷﻜُﺮْ ﻟِﻲ َوﻟِ َﻮاﻟِ َﺪ ْﯾ َﺻﺎ ِﺣ ْﺒﮭُﻤَﺎ ﻓِﻲ اﻟ ﱡﺪ ْﻧﯿَﺎ َﻣ ْﻌﺮُوﻓًﺎ َواﺗﱠﺒِ ْﻊ َﺳﺒِﯿ َﻞ ﻣَﻦْ أَﻧَﺎب َ ﻚ ﺑِ ِﮫ ِﻋ ْﻠ ٌﻢ ﻓ ََﻼ ﺗُ ِﻄ ْﻌﮭُﻤَﺎ َو َ َﻟ ( ١٥ -١٤ : ﻲ ﻣَﺮْ ﺟِ ُﻌ ُﻜ ْﻢ ﻓَﺄُﻧَﺒﱢﺌُ ُﻜ ْﻢ ﺑِﻤَﺎ ُﻛ ْﻨﺘُ ْﻢ ﺗَ ْﻌ َﻤﻠُﻮنَ )ﻟﻘﻤﺎن ﻲ ﺛُ ﱠﻢ إِﻟَ ﱠ إِﻟَ ﱠ Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambahtambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu bapakmu, hanya kepadaKulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepada mu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. Luqman: 14-15). 7 M. Quraish Syihab mengatakan: Dalam ayat 151 ini Allah juga berfirman yang artinya: dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Motivasi pembunuhan ini adalah kemiskinan yang sedang dialami oleh ayah dan kekhawatirannya akan semakin terpuruk dalam kesulitan hidup akibat lahirnya anak. 8 Kemiskinan terkadang membuat seseorang gelap mata dan tidak dapat memfungsikan rasionya secara cermat. Hal inilah di antara sebab pemicu terjadinya berbagai bentuk kriminalitas, perbuatan asusila, serta kejahatan moral dan sosial lainnya seperti yang saat ini sepertinya sedang merajarela. Karena itu, Allah Swt. memperingatkan manusia agar tidak terjebak dalam cara berpikir ala jahiliah yang senantiasa menyalahkan Tuhan dan kehidupan manakala nasibnya menderita. Dia menganggap 7
Al-Qur’an, Surat Luqman Ayat 13, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1992), hlm. 412. 8 M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 732.
70
bahwa dirinya sendirilah yang mengatur hidupnya. Dia merasa dirinya yang menentukan sedikit banyaknya rezeki yang didapat. Padahal, semua itu adalah kekeliruan yang nyata. Jelas hanya Allah yang telah menjamin rezeki seluruh makhluk yang terlahir di muka bumi ini sehingga tidak perlu ada yang ditakutkan dengan masa depan. Jatah rezeki sudah disiapkan untuk setiap makhluk yang diperintahkan untuk berikhtiar guna menjemputnya. Allah Swt. berfirman:
ﷲِ رِزْ ﻗُﮭَﺎ وَ ﯾَ ْﻌﻠَ ُﻢ ُﻣ ْﺴﺘَﻘَ ﱠﺮھَﺎ وَ ُﻣ ْﺴﺘَﻮْ َد َﻋﮭَﺎ ُﻛ ﱞﻞ ض إ ﱠِﻻ َﻋﻠَﻰ ﱠ ِ َْو َﻣﺎ ﻣِﻦْ دَاﺑﱠ ٍﺔ ﻓِﻲ ْاﻷَر (٦ : ب ُﻣﺒِﯿﻦٍ )ھﻮد ٍ ﻓِﻲ ِﻛﺘَﺎ Artinya: “dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata.” (Q.S. Huud: 6). 9 M. Quraish Syihab mengatakan: Dalam ayat 151 juga terdapat pengajaran yang keempat, yaitu jangan mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, seperti membunuh dan berzina, baik dilakukan secara terang-terangan maupun tersembunyi. 10 Terdapat beberapa penafsiran tentang makna al-faahisyah yang dikemukakan oleh para ahli tafsir. Namun, semuanya bermuara pada semua jenis kemaksiatan yang merupakan bentuk pengingkaran kepada Allah, sekecil apa pun jenis kemaksiatan itu. Di antara bentuk kemaksiatan yang paling keji dimuat dalam tiga ayat berikut ini:
ََوﻟُﻮطًﺎ إِ ْذ ﻗَﺎ َل ﻟِﻘَﻮْ ِﻣ ِﮫ أَﺗَﺄْﺗُﻮنَ ا ْﻟﻔَﺎ ِﺣ َﺸﺔَ ﻣَﺎ َﺳﺒَﻘَ ُﻜ ْﻢ ﺑِﮭَﺎ ﻣِﻦْ أَ َﺣ ٍﺪ ﻣِﻦَ ا ْﻟﻌَﺎﻟَﻤِﯿﻦ (٨٠: )اﻻﻋﺮاف 9
Al-Qur’an, Surat Huud Ayat 6, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran AlQur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1992), hlm. 327. 10 M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 729.
71
Artinya: “dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka, ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan al-faahisyah, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?” (Q.S. Al A’raaf: 80). 11
و ََﻻ ﺗَ ْﻨ ِﻜﺤُﻮا ﻣَﺎ ﻧَ َﻜ َﺢ آَﺑَﺎ ُؤ ُﻛ ْﻢ ﻣِﻦَ اﻟﻨﱢﺴَﺎ ِء إ ﱠِﻻ ﻣَﺎ ﻗَ ْﺪ َﺳﻠَﻒَ إِﻧﱠﮫُ ﻛَﺎنَ ﻓَﺎ ِﺣ َﺸﺔً َو َﻣ ْﻘﺘًﺎ (٢٢: ِﯿﻼ )اﻟﻨﺴﺎء ً َوﺳَﺎ َء َﺳﺒ Artinya: “dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu adalah faahisyah (amat keji) dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh).” (Q.S. An-Nisaa: 22). 12
(٣٢ : ِﯿﻼ )اﻹﺳﺮاء ً و ََﻻ ﺗَﻘْﺮَ ﺑُﻮا اﻟ ﱢﺰﻧَﺎ إِﻧﱠﮫُ ﻛَﺎنَ ﻓَﺎ ِﺣ َﺸﺔً َوﺳَﺎ َء َﺳﺒ Artinya: “dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. Al-Israa’: 32). 13 M. Quraish Syihab mengatakan: Sedangkan yang kelima adalah larangan membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah membunuhnya, kecuali dengan sebab yang benar yakni berdasarkan ketetapan hukum yang jelas. 14 Tubuh manusia merupakan harta titipan Allah Swt. sehingga setiap manusia tidaklah berhak untuk berlaku seenaknya terhadap harta titipan tersebut, baik yang menjadi miliknya maupun milik orang lain. Tubuh atau jasad manusia wajib dihormati, bahkan saat telah menjadi jenazah sekalipun. Tidak berarti bahwa setelah meninggal, lantas dengan alasan tidak lagi merasakan apa-apa, kemudian kita memperlakukan jenazah dengan semena-mena, apalagi tidak senonoh.
11
Al-Qur’an, Surat Al-A’raf Ayat 80, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1992), hlm. 234. 12 Al-Qur’an, Surat an-Nisaa’ Ayat 22, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1992), hlm. 120. 13 Al-Qur’an, Surat al-Isra’ Ayat 32, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran AlQur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1992), hlm. 429. 14 M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 729.
72
Dengan demikian, jelaslah alasan Allah Swt. mengharamkan membunuh (manusia) karena sama artinya mengkhianati titipan berharga dari Allah, kecuali kalau dengan alasan yang dibenarkan oleh-Nya. 2. Ayat 152 Dalam Tafsir Al-Misbah, M. Quraish Syihab mengatakan: Ayat 152 melanjutkan larangan yang berkaitan dengan harta setelah ayat sebelumnya menjelaskan tentang larangan yang berkaitan dengan nyawa. Larangan ini dimulai dengan larangan yang keenam, yaitu larangan mendekati harta anak-anak yatim. Ini wajar karena mereka tidak dapat melindungi diri dari penganiayaan akibat kelemahannya. 15 Merujuk pada pengertian secara bahasa, yatim artinya anak yang ditinggal ayahnya yang perlu disantuni mengingat ayahnya merupakan sosok yang bertanggung jawab terhadap nafkah anak tersebut. Ada juga yang mengatakan bahwa yatim artinya anak yang ditinggal ibunya dan karenanya perlu diasuh mengingat ibu adalah sosok yang menjamin asupan ASI dan pendidikannya. Bertolak dari pengertian secara bahasa tersebut, boleh disimpulkan bahwa kategori yatim adalah seorang anak (belum dewasa) yang kehilangan orang yang menjamin masa depan hidupnya, baik berupa biaya hidup atau pendidikannya. Dengan demikian, tidak selamanya anak yatim adalah mereka yang semata kehilangan salah satu atau kedua orangtuanya karena meninggal. Namun, termasuk juga anak telantar masa depannya karena orangtuanya tidak sanggup mengurus kebutuhan hidupnya. Meski demikian, tidak sedikit anak yatim yang saat ditinggal orangtuanya mendapatkan sejumlah warisan. Karena usia mereka yang 15
M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 735.
73
masih anak-anak dan belum bisa mengelola harta warisan tersebut, beberapa orang (biasanya kerabat terdekat) diserahi tanggung jawab atau dengan suka rela mengurus harta warisan itu. Dalam hal ini, mereka yang bertanggung jawab menangani pengurusan harta anak yatim hendaknya berhati-hati agar tidak memakan atau menggunakan harta tersebut secara tidak sah. Sebaliknya, jagalah harta tersebut sebaik-baiknya untuk menjadi bekal hidup mereka di masa yang akan datang. Satu hal yang harus menjadi perhatian kita bahwa mengurus anak yatim tidak selalu dalam bentuk pemberian materi. Namun, bisa juga dalam bentuk tenaga dan pikiran. Hendaknya, mereka yang mengurus anak yatim menghindari hal-hal yang berbau eksploitasi. Allah Swt. memperingatkan secara tegas kepada kaum muslim pada umumnya dan para wali anak yatim pada khususnya agar tidak menyelewengkan sedikit pun harta titipan tersebut, sebagaimana firman-Nya:
َإِنﱠ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﯾَﺄْ ُﻛﻠُﻮنَ أَ ْﻣ َﻮا َل ا ْﻟﯿَﺘَﺎﻣَﻰ ظُ ْﻠﻤًﺎ إِﻧﱠﻤَﺎ ﯾَﺄْ ُﻛﻠُﻮنَ ﻓِﻲ ﺑُﻄُﻮﻧِ ِﮭ ْﻢ ﻧَﺎرًا َو َﺳﯿَﺼْ ﻠَﻮْ ن (١٠ : َﺳﻌِﯿﺮًا )اﻟﻨﺴﺎء Artinya: “sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam neraka yang menyala-nyala.” (Q.S. An-Nisaa’ : 10). 16
M. Quraish Syihab mengatakan: Dalam mengelola harta, termasuk menyerahkan harta anak yatim, memerlukan tolok ukur, timbangan, dan takaran. Maka dalam ayat ini menyebut wasiat yang ketujuh, yaitu menyempurnakan takaran dan
16
Al-Qur’an, Surat an-Nisaa’ Ayat 10, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1992), hlm. 116.
74
timbangan dengan adil, sehingga kedua pihak yang menimbang dan ditimbangkan merasa senang dan tidak dirugikan. 17 Menyempurnakan takaran atau timbangan pada saat membeli atau menjual adalah suatu hal yang diwajibkan dalam agama. Abdullah bin ‘Abbas r.a. berkata, “Bila telah tampak pada suatu kaum kecurangan dalam mengambil harta rampasan perang, niscaya Allah Swt. akan mewariskan dalam hati mereka perasaan takut. Bila perzinaan telah merebak pada sebuah kaum, niscaya Allah Swt. akan mempertinggi tingkat kematian pada kaum tersebut. Bila suatu kaum mengurangi takaran atau timbangan, niscaya Allah Swt. akan memutuskan rezeki-Nya bagi kaum tersebut.” Selain itu, Allah Swt. juga berfirman:
ْ َوإِذَا ﻛَﺎﻟُﻮھُ ْﻢ أَو. َس ﯾَ ْﺴﺘَﻮْ ﻓُﻮن ِ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ إِذَا ا ْﻛﺘَﺎﻟُﻮا َﻋﻠَﻰ اﻟﻨﱠﺎ. ََو ْﯾ ٌﻞ ﻟِ ْﻠ ُﻤﻄَﻔﱢﻔِﯿﻦ ﯾَﻮْ َم ﯾَﻘُﻮ ُم. ٍ ﻟِﯿَﻮْ مٍ ﻋَﻈِ ﯿﻢ. َﻚ أَﻧﱠﮭُ ْﻢ َﻣ ْﺒﻌُﻮﺛُﻮن َ ِ أ ََﻻ ﯾَﻈُﻦﱡ أُوﻟَﺌ. ََو َزﻧُﻮھُ ْﻢ ﯾُﺨْ ِﺴﺮُون ( ٦ - ١ : )اﻟﻤﻄﻔﻔﯿﻦ. َاﻟﻨﱠﺎسُ ﻟِﺮَبﱢ ا ْﻟﻌَﺎﻟَﻤِﯿﻦ Artinya: “sungguh celaka orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang! Yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka menguranginya. Tidakkah mereka itu yakin bahwa mereka pasti akan dibangkitkan? Pada suatu hari yang besar, pada hari ketika semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam.” (Q.S. Al-Muthaffifiin 1-6). 18 M. Quraish Syihab mengatakan: Larangan yang kedelapan menyangkut ucapan. Untuk itu, dinyatakan bahwa apabila kamu berucap, dalam menetapkan hukum, atau persaksian, atau menyampaikan berita, maka janganlah curang dan berbohong. Berlaku adillah tanpa mempertimbangkan hubungan kedekatan atau kekerabatan. 19
17
M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 735. Al-Qur’an, Surat al-Muthaffifin Ayat 1-6, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1992), hlm. 1035. 19 M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 735. 18
75
Berlaku adil dalam segala keadaan kepada setiap orang merupakan perkara wajib. Berlaku adil dalam menetapkan hukum di antara manusia merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar serta tidak ada dispensasi maupun uzur. Tentunya, perlakuan adil di sini adalah secara zahir dan dalam batas-batas kemanusiaan. Allah Swt. berfirman:
َﷲَ َﺧﺒِﯿ ٌﺮ ﺑِﻤَﺎ ﺗَ ْﻌ َﻤﻠُﻮن ﷲَ إِنﱠ ﱠ َﻋﻠَﻰ أ ﱠَﻻ ﺗَ ْﻌ ِﺪﻟُﻮا ا ْﻋ ِﺪﻟُﻮا ھُ َﻮ أَ ْﻗﺮَبُ ﻟِﻠﺘﱠ ْﻘﻮَى َواﺗﱠﻘُﻮا ﱠ (٨: )اﻟﻤﺎﺋﺪة Artinya: “Hai orang-orang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah ketika menjadi saksi dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorongmu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesunguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Maa’idah: 8). 20 Namun, tidak berarti keadilan selalu identik dengan hukum. Sehingga, hanya mereka yang bersangkutan dengan hukum saja seolah yang wajib berkata dan berlaku adil. Perlakuan adil semestinya menjadi perhiasan dalam setiap sikap dan tindakan manusia. Suami berlaku adil kepada istri dan sebaliknya, orangtua kepada anaknya dan sebaliknya, dan seterusnya. Allah berfirman:
ﯾﺎ أَﯾﱡﮭَﺎ اﻟﱠﺬِﯾﻦَ آَ َﻣﻨُﻮا ﻛُﻮﻧُﻮ (١٣٥: ﷲَ ﻛَﺎنَ ﺑِﻤَﺎ ﺗَ ْﻌ َﻤﻠُﻮنَ ﺧَ ﺒِﯿﺮًا )اﻟﻨﺴﺎء ﺗَ ْﻌ ِﺪﻟُﻮا َوإِنْ ﺗَ ْﻠﻮُوا أَوْ ﺗُ ْﻌ ِﺮﺿُﻮا ﻓَﺈ ِنﱠ ﱠ Artinya: “Hai orang-orang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri, ibu bapakmu, dan kerabatmu. Jika terdakwa itu kaya atau miskin, Allah 20
Al-Qur’an, Surat al-Maidah Ayat 8, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1992), hlm. 159.
76
lebih mengetahui kemaslahatannya. Karenanya, jangan kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Jika kamu memutarbalikkan kata-kata atau enggan menjadi saksi, ketahuilah Allah Mengetahui segala hal yang kamu kerjakan.” (Q.S. An-Nisaa’: 135). 21 M. Quraish Syihab mengatakan: Wasiat yang kesembilan mencakup ucapan dan perbuatan, yaitu larangan melanggar janji. Allah berfirman yang penafsirannya adalah penuhilah janji itu karena kesemuanya disaksikan oleh Allah, dan yang demikian itu diperintahkanNya agar kamu terus menerus ingat bahwa itulah yang terbaik untuk kamu semua. 22 Memenuhi
janji
kepada
Allah
Swt.
diwujudkan
dengan
melaksanakan segala perintah-Nya (baik yang wajib maupun yang sunah) serta meninggalkan segala larangan-Nya. Barangsiapa telah memenuhi hak Allah Swt. atasnya, niscaya Allah akan memberikan ganjaran yang setimpal akan usahanya itu. Dan, barangsiapa yang menyia-nyiakannya, niscaya Allah Swt. pun akan menyia-nyiakan dirinya. Allah Swt. berfirman:
ﷲُ إِﻧﱢﻲ ق ﺑَﻨِﻲ إِ ْﺳ َﺮاﺋِﯿ َﻞ وَ ﺑَ َﻌ ْﺜﻨَﺎ ِﻣ ْﻨﮭُ ُﻢ ا ْﺛﻨَﻲْ َﻋﺸَﺮَ ﻧَﻘِﯿﺒًﺎ َوﻗَﺎلَ ﱠ َ ﷲُ ﻣِﯿﺜَﺎ َوﻟَﻘَ ْﺪ أَ َﺧ َﺬ ﱠ َﻣ َﻌ ُﻜ ْﻢ ﻟَﺌِﻦْ أَﻗَ ْﻤﺘُ ُﻢ اﻟﺼ َﱠﻼةَ َوآَﺗَ ْﯿﺘُ ُﻢ اﻟ ﱠﺰﻛَﺎةَ َوآَ َﻣ ْﻨﺘُ ْﻢ ﺑِ ُﺮ ُﺳﻠِﻲ وَ َﻋﺰﱠرْ ﺗُﻤُﻮھُ ْﻢ َوأَ ْﻗ َﺮﺿْ ﺘُ ُﻢ ت ﺗَﺠْ ﺮِي ﻣِﻦْ ﺗَﺤْ ﺘِﮭَﺎ ٍ ﷲَ ﻗَﺮْ ﺿًﺎ َﺣ َﺴﻨًﺎ َﻷُ َﻛﻔﱢ َﺮنﱠ َﻋ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َﺳﯿﱢﺌَﺎﺗِ ُﻜ ْﻢ و ََﻷُ ْد ِﺧﻠَﻨﱠ ُﻜ ْﻢ ﺟَ ﻨﱠﺎ ﱠ (١٢: ﻚ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ ﻓَﻘَ ْﺪ ﺿَ ﱠﻞ َﺳ َﻮا َء اﻟ ﱠﺴﺒِﯿ ِﻞ )اﻟﻤﺎﺋﺪة َ ِْاﻷَ ْﻧﮭَﺎ ُر ﻓَﻤَﻦْ َﻛﻔَ َﺮ ﺑَ ْﻌ َﺪ َذﻟ Artinya: “Sungguh, Allah telah mengambil perjanjian dari Bani Israil dan Kami telah mengangkat dua belas orang pemimpin di antara mereka. Allah berfirman, ‘Aku bersamamu.’ Sungguh, jika kamu melaksanakan salat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasulrasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, pasti akan Aku hapus kesalahan-kesalahanmu, dan pasti akan Aku masukkan ke dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Namun, siapa pun yang kafir setelah itu, maka
21
Al-Qur’an, Surat an-Nisaa’ Ayat 10, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1992), hlm. 144. 22 M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 735.
77
sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (Q.S.Al-Maa’idah: 12). 23 3. Ayat 153 Dalam Tafsir Al-Misbah, M. Quraish Syihab mengatakan: ayat 153 melanjutkan wasiat yang kesepuluh, yaitu firman Allah yang penafsirannya adalah: dan bahwa ini, yakni kandungan wasiat-wasiat yang disebut di atas atau ajaran agama Islam secara keseluruhan adalah jalan-Ku yang lapang lagi lurus, maka ikutilah ia dengan kesungguhan, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan lain yang bertentangan dengan jalan-Ku ini karena jalan-jalan itu adalah jalan-jalan yang sesat sehingga bila kamu mengikutinya ia akan menceraiberaikan kamu dari jalan yang lurus lagi lapang itu. Yang demikian, yakni wasiat-wasiat yang sungguh tinggi nilainya itu diwasiatkan kepada kamu agar kamu bertakwa sehingga terhindar dari segala macam bencana. 24 Abdullah bin Mas‘ud r.a. berkata, “Rasulullah Saw. pernah menggambar sebuah garis lurus, kemudian beliau berkata, ‘Ini adalah jalan Allah Swt.’Setelah itu, beliau (kembali) menggambar beberapa garis melenceng di sebelah kanan dan kiri garis lurus tersebut. Beliau berkata, “Ini adalah jalan-jalan melenceng. Tidak satu pun dari jalan tersebut, melainkan padanya ada setan yang senantiasa memanggil.” Selanjutnya, beliau membaca ayat Allah Swt. :
ق ﺑِ ُﻜ ْﻢ ﻋَﻦْ َﺳﺒِﯿﻠِ ِﮫ َ ﺻ َﺮا ِطﻲ ُﻣ ْﺴﺘَﻘِﯿﻤًﺎ ﻓَﺎﺗﱠﺒِﻌُﻮهُ َو َﻻ ﺗَﺘﱠﺒِﻌُﻮا اﻟ ﱡﺴﺒُﻞَ ﻓَﺘَﻔَ ﱠﺮ ِ َوأَنﱠ ھَﺬَا (١٥٣ : َذﻟِ ُﻜ ْﻢ َوﺻﱠﺎ ُﻛ ْﻢ ﺑِ ِﮫ ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗَﺘﱠﻘُﻮنَ )اﻷﻧﻌﺎم Artinya: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah ia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’am: 153). 25
23
Al-Qur’an, Surat al-Maidah Ayat 12, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1992), hlm. 160. 24 M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 740. 25 Al-Qur’an, Surat Al-An’am Ayat 153, Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Depag RI, 1992), hlm. 215.
78
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam Al–Qur'an QS. al-An’am Ayat 151-153 menunjukkan kaidah-kaidah utama yang lebih populer disebut sebagai wasiat. Wasiat itu semestinya menjadi pegangan bagi setiap muslim guna meraih kebahagiaan hidup dan menjaga diri untuk tidak larut dalam kubangan kemaksiatan kepada Allah. Hal ini dapat dipahami, salah satunya, dari pembuka ayat dengan memakai kata seru ta’alau yang menunjukkan seruan untuk naik dan meraih sesuatu yang tinggi karena yang menyeru adalah Allah Yang Maha Tinggi. Dengan kata lain, ayat ini berisi peringatan-peringatan Ilahi yang akan mengantarkan seseorang pada sebuah kedudukan tinggi serta diridlai oleh-Nya. Selain pembuka ayat, isyarat lainnya dapat dilihat dari kata penutup ketiga ayat tersebut. Allah menyebut tiga kata utama, berakal, berdzikir, dan bertakwa. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa barangsiapa yang melaksanakan seluruh wasiat yang disebutkan dalam ayat-ayat itu, pastilah akan menyandang tiga predikat yang akan mengantarkan pada sebuah “ketinggian” di dunia maupun di akhirat kelak. Sebaliknya, jika seorang muslim dengan sengaja mengabaikan sebagian, apalagi seluruh, wasiat tersebut, maka tunggulah akibat yang akan diterima berupa azab Allah yang teramat pedih. Adapun wasiat tersebut yaitu sebagai berikut: (1) menjauhi perbuatan syirik, (2) berbuat baik terhadap kedua orang tua, (3) tidak membunuh anak-anak karena takut miskin, (4) tidak mendekati perbuatan-perbuatan yang keji (al-fahisyah), baik yang nampak maupun yang tersembunyi, (5) tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar, (6) tidak
79
mendekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat hingga dia dewasa, (7) menyempurnakan takaran dan timbangan dengan adil, (8) berkata adil kepada setiap orang (dalam menetapkan hukum di antara mereka), (9) memenuhi janji kepada Allah Swt, dan (10) mengikuti jalan Allah Swt. yang lurus. B. Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Tafsir QS. al-An’am Ayat 151-153 Berdasarkan Tafsir al-Misbah Pendidikan karakter menjadi isu penting dalam dunia pendidikan akhir-akhir ini, hal ini berkaitan dengan fenomena dekadensi moral yang terjadi di tengah- tengah masyarakat maupun di lingkungan pemerintah yang semakin meningkat dan beragam. Kriminalitas, ketidak adilan, korupsi, kekerasan pada anak, pelangggaran HAM, menjadi bukti bahwa telah terjadi krisis jati diri dan karakteristik pada bangsa Indonesia. Budi pekerti luhur, kesantunan, dan religiusitas yang dijunjung tinggi dan menjadi budaya bangsa Indonesia selama ini seakan-akan menjadi terasa asing dan jarang ditemui ditengah-tengah masyarakat. Kondisi ini akan menjadi lebih parah lagi jika pemerintah tidak segera mengupayakan programprogram perbaikan baik yang bersifat jangka panjang maupun jangka pendek. Pendidikan karakter menjadi sebuah jawaban yang tepat atas permasalahan-permasalahan yang telah disebut di atas dan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan diharapkan dapat menjadi tempat yang mampu mewujudkan misi dari pendidikan karakter tersebut.
80
Selain menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter ini pun diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam meningkatkan derajat dan martabat bangsa Indonesia. Di lingkungan Kemendiknas sendiri, pendidikan karakter menjadi fokus pendidikan di seluruh jenjang pendidikan yang dibinanya.26 Dalam menghadapi perkembangan IPTEK, tantangan masa depan, dan untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan nasional, pemerintah melalui Kemendikbud, mengembangkan Kurikulum 2013 secara nasional. Kurikulum 2013 lebih ditekankan pada pendidikan karakter, terutama pada tingkat dasar, yang akan menjadi fondasi bagi tingkat berikutnya. Melalui implementasi Kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi sekaligus berbasis karakter, dengan pendekatan tematik dan kontekstual diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.27 Pendidikan karakter bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik agar peserta didik mampu mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga mampu berperilaku sebagai insan kamil.28
26
Agus Prasetyo dan Emusti Rivasintha, http://edukasi.kompasiana.com/konsepurgensi-danimplementasi -pendidikan-karakter-di-sekolah/ Diakses 1 September 2015. 27 E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 7. 28 Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011), hlm. 46.
81
Adapun nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam QS. alAn’am Ayat 151-153 berdasarkan Tafsir al-Misbah antara lain adalah sebagai berikut : 1. Religius Religius adalah penghayatan dan implementasi ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kerangka character building, aspek religius perlu ditanamkan secara maksimal. Penanaman nilai religius ini menjadi tanggung jawab orangtua dan sekolah.29 Sikap religius meliputi 3 aspek, yaitu: beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam QS. al-An’am Ayat 151 M. Quraish Syihab mengutip pendapat Al-Biqa’i yang mengatakan bahwa ayat di atas memulai wasiat pertama
dengan
larangan
mempersekutukan
Allah.30
Larangan
mempersekutukan Allah mengandung aspek sikap religius karena memerintahkan untuk beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa yang tiada duanya. Dalam QS. al-An’am Ayat 151 juga dijelaskan tentang aspek ketaqwaan kepada Allah, yaitu dengan meninggalkan segala bentuk kemaksiatan, antara lain: larangan membunuh anak, larangan melakukan kekejian seperti berzina dan membunuh, dan larangan membunuh kecuali dengan haq. 29
hlm. 127.
30
Syamsul Kurniawan, Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2013),
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an vol.3, (Jakarta: Lentera Hati, 2011), hlm. 730.
82
2. Jujur Jujur adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya. Hal ini diwujudkan dalam hal perkataan, tindakan, pekerjaan, baik terhadap diri sendiri maupun pihak lain.31 Dalam QS. al-An’am Ayat 152 M. Quraish Syihab menjelaskan bahwa dalam mengelola harta, termasuk menyerahkan harta anak yatim, memerlukan tolok ukur, timbangan, dan takaran. Maka dalam ayat ini menyebut wasiat yang ketujuh, yaitu menyempurnakan takaran dan timbangan dengan adil, sehingga kedua pihak yang menimbang dan ditimbangkan merasa senang dan tidak dirugikan.32 Perintah Allah ini mengandung aspek sikap jujur karena merupakan upaya untuk menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya. 3. Tanggung Jawab Tanggung Jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.33 Dalam QS. al-An’am Ayat 152 M. Quraish Syihab juga menjelaskan larangan melanggar janji. Allah berfirman yang penafsirannya adalah penuhilah janji itu karena kesemuanya disaksikan oleh Allah, dan 31
Jamal Ma’mur Asmani, Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta: Diva Press, 2011), hlm. 37. 32 Ibid. 33 Kemendikbud, Panduan Penilaian Pencapaian Kompetensi Peserta Didik, (Jakarta: Dirjen Pendis), hlm. 14.
83
yang demikian itu diperintahkanNya agar kamu terus menerus ingat bahwa itulah yang terbaik untuk kamu semua. 34 Dapat disimpulkan bahwa ayat ini mengandung tuntunan tentang sistem pergaulan antar-sesama yang berintikan penyerahan hak-hak kaum lemah dan tentu saja, kalau hak-hak kaum lemah telah mereka peroleh, maka otomatis hak-hak yang kuat akan diperolehnya pula. 35 Perintah Allah ini mengandung aspek sikap tanggung jawab karena menunjukkan perilaku seseorang yang melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan. 4. Peduli Sosial Kepedulian sosial merupakan sebuah ajaran yang universal dan dianjurkan oleh semua agama. Namun begitu, kepekaan untuk melakukan hal tersebut tidak bisa tumbuh begitu saja pada diri seseorang karena membutuhkan proses melatih dan mendidik.36 Dalam QS. al-An’am Ayat 152 M. Quraish Syihab menjelaskan bahwa dalam mengelola harta, termasuk menyerahkan harta anak yatim, memerlukan tolok ukur, timbangan, dan takaran. Maka dalam ayat ini menyebut wasiat yang ketujuh, yaitu menyempurnakan takaran dan timbangan dengan adil, sehingga kedua pihak yang menimbang dan ditimbangkan merasa senang dan tidak dirugikan.37 Perintah Allah ini juga mengandung aspek peduli sosial karena mengandung tuntunan tentang 34
M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 738. M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 739. 36 Kemendikbud, Op. Cit., hlm. 157. 37 M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 739. 35
84
sistem pergaulan antar-sesama yang berintikan penyerahan hak-hak kaum lemah dan tentu saja, kalau hak-hak kaum lemah telah mereka peroleh, maka otomatis hak-hak yang kuat akan diperolehnya pula. 5. Santun Santun adalah sikap baik dalam pergaulan baik dalam berbicara maupun bertingkah laku. Norma kesantunan bersifat relatif, artinya yang dianggap baik/santun pada tempat dan waktu tertentu bisa berbeda pada tempat dan waktu yang lain. 38 Dalam QS. al-An’am Ayat 151 M. Quraish Syihab menjelaskan bahwa kewajiban anak terhadap orang tua bukan hanya menghindari kedurhakaan, tetapi juga memerintahkan untuk berbakti kepadanya. Itu demikian karena perintah menyangkut sesuatu adalah larangan melakukan kebalikannya. 39 Ihsan (berbakti) kepada orang tua yang diperintahkan agama Islam adalah bersikap sopan kepada keduanya dalam ucapan dan perbuatan sesuai dengan adat kebiasaan masyarakat sehingga mereka merasa senang terhadap kita serta mencukupi kebutuhan-kebutuhan mereka yang sah dan wajar sesuai kemampuan kita sebagai anak. 40 Perintah Allah ini juga mengandung aspek santun karena mengandung tuntunan tentang sikap baik dalam pergaulan baik dalam berbicara maupun bertingkah laku.
38
Kemendikbud, Panduan Penilaian Pencapaian Kompetensi Peserta Didik, (Jakarta: Dirjen Pendis), hlm. 9. 39 M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 731. 40 M. Quraish Shihab, Op. Cit., hlm. 732.
85
Akhlakul karimah merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pendidikan keluarga. Yang paling utama ditekankan dalam pendidikan Islam adalah pendidikan akhlak dengan jalan melatih anak membiasakan hal-hal yang baik, menghormati kepada orang tua, bertingkah laku yang sopan, baik dalam perilaku keseharian maupun bertutur kata. Pendidikan akhlak tidak hanya dikemukakan secara teoritik, melainkan disertai contoh-contoh konkrit untuk dihayati maknanya, dicontohkan bagaimana kesusahan ibu yang mengandung serta jeleknya suara khimar bukan sekedar untuk diketahui, melainkan untuk dihayati apa yang ada dibalik yang nampak tersebut, kemudian direfleksikan dalam kehidupan kejiwaan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam Q.S. Al-An’am ayat 151-153 antara lain adalah: religius, jujur, tanggung jawab, peduli sosial, dan santun.
C. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Tafsir QS. alAn’am Ayat 151-153 Dalam Pendidikan Islam Salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam melaksanakan pendidikan karakter di sekolah adalah mengoptimalkan pembelajaran materi Pendidikan Agama Islam (PAI). Pendidikan Agama Islam merupakan sarana transformasi pengetahuan dalam aspek keagamaan (aspek kognitif), sebagai sarana transformasi norma serta nilai moral untuk membentuk sikap (aspek afektif), yang berperan dalam mengendalikan prilaku (aspek psikomotorik) sehingga tercipta kepribadian manusia seutuhnya.
86
Pendidikan Agama Islam diharapkan mampu menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan berakhlak mulia, akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan.41 Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu materi yang bertujuan meningkatkan akhlak mulia serta nilai-nilai spiritual dalam diri anak. Pendidikan agama Islam pada prinsipnya memberikan pembelajaran yang menanamkan nilai-nilai spiritualitas pada peserta didik agar menjadi manusia yang berakhlak, beretika serta berbudaya sebagai bagian dari tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai pendidikan karakter dalam tafsir QS. al-An’am ayat 151153 yang meliputi sikap: religius, jujur, tanggungjawab, peduli sosial, dan santun sebagaimana di atas dapat diimplementasikan dalam pendidikan Islam dengan berbagai cara, antara lain yaitu sebagai berikut: 1. Pembiasaan Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Pendekatan pembiasaan, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk senantiasa mengamalkan ajaran agamanya. Melalui pendekatan ini peserta didik dibiasakan mengamalkan ajaran agama, baik secara individual maupun secara kelompok dalam kehidupan sehari-hari, maka metode yang
41
Permendiknas No 22 Tahun 2006, Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Tingkat Dasar Dan Menengah, hlm. 2.
87
perlu dipertimbangkan adalah metode latihan (drill), pelaksanaan tugas, demonstrasi dan pengalaman langsung di lapangan.42 Metode pembiasaan juga digunakan oleh Al-Qur’an dalam memberikan materi pendidikan melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah kebiasaan-kebiasaan yang negatif. Kebiasaan ditempatkan oleh manusia sebagai sesuatu yang istimewa. Ia banyak sekali menghemat kekuatan manusia, karena sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang pekerjaan, berproduksi dan aktivitas lainnya. Pembiasaan dalam pendidikan agama hendaknya dimulai sedini mungkin. Rasulullah saw memerintahkan kepada orang tua, dalam hal ini para pendidik agar mereka menyuruh anak-anak mengerjakan sholat, tatkala mereka berumur tujuh tahun. Hal tersebut berdasarkan hadits di bawah ini:
ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ ﺻﻠﱠﻰ ﱠ َ ِﷲ ﺐ ﻋَﻦْ أَﺑِﯿ ِﮫ ﻋَﻦْ َﺟ ﱢﺪ ِه ﻗَﺎ َل ﻗَﺎ َل َرﺳُﻮ ُل ﱠ ٍ ﻋَﻦْ َﻋ ْﻤﺮِو ْﺑ ِﻦ ُﺷ َﻌ ْﯿ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ُﻣﺮُوا أَوْ َﻻ َد ُﻛ ْﻢ ﺑِﺎﻟﺼ َﱠﻼ ِة َوھُ ْﻢ أَ ْﺑﻨَﺎ ُء َﺳ ْﺒ ِﻊ ﺳِ ﻨِﯿﻦَ َواﺿْ ِﺮﺑُﻮھُ ْﻢ َﻋﻠَ ْﯿﮭَﺎ وَ ھُ ْﻢ (ﻀﺎ ِﺟ ِﻊ )رواه اﺑﻮ داود َ أَ ْﺑﻨَﺎ ُء َﻋ ْﺸ ٍﺮ َوﻓَ ﱢﺮﻗُﻮا ﺑَ ْﯿﻨَﮭُ ْﻢ ﻓِﻲ ا ْﻟ َﻤ Artinya: “Perintahlah anak-anak kalian untuk melaksanakan sholat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka”. (HR. Abu Dawud).43 Membiasakan anak shalat, lebih-lebih dilakukan secara berjamaah itu penting. Sebab dalam kehidupan sehari-hari pembiasaan itu merupakan
42
Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005), hlm. 60. Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, juz 2, hlm. 88, hadis no. 418, Maktabah Syamilah
43
Versi 3.
88
hal yang sangat penting, karena banyak dijumpai orang berbuat dan bertingkah laku hanya karena kebiasaan semata-mata. Tanpa itu hidup seseorang akan berjalan lambat sekali, sebab sebelum melakukan sesuatu seseorang harus memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukan. 2. Keteladanan Pendekatan keteladanan, yaitu memperlihatkan keteladanan, baik yang berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang akrab antara personal sekolah, perilaku pendidikan dan tenaga pendidikan lain yang mencerminkan akhlak yang terpuji, maupun yang tidak langsung melalui suguhan ilustrasi berupa kisah-kisah keteladanan. Metode mengajar yang perlu dipertimbangkan antara lain adalah melului performance, kepribadian, cerita dan ilustrasi yang mengandung unsur keteladanan. 44 Keteladanan
dalam
pendidikan
merupakan
metode
yang
berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk akhlak dan etos sosial anak. Mengingat pendidik adalah pigur yang terbaik dalam pandangan anak dan anak akan mengikuti apa yang dilakukan pendidik. Peneladanan sangat efektif untuk internalisasi karena murid secara psikologis senang meniru, dan karena sanksi-sanksi sosial yaitu seseorang akan merasa bersalah bila ia tidak meniru orang-orang di sekitarnya.45 Di sekolah guru hendaklah menjadi gambaran konkret dari konsep moral dan akhlak, yang tumbuh dari nilai-nilai keimanan yang 44 45
65.
Ahmad Syar’i, Op.Cit., hlm. 63. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hlm.
89
dimanisfestasikan pada peserta didik dalam setiap tindakan dan kebijakan. Guru hendaknya menjadi model dari karakter ideal seorang individu dalam berinteraksi dengan lingkungan social, baik di sekolah atau dimasyarakat dan menunjukan kompetensinya sebagi guru member contoh dan dikagumi dengan demikian peserta didik akan mendapatkan gambaran tantang akhlak mulia. 3. Penegakan Aturan (Pembinaan Kedisiplinan) Penegakan aturan merupakan aspek yang harus diperhatikan dalam pendidikan terutama pendidikan karakter (akhlak). Pada proses awal pendidikan
karakter
(akhlak)
penegakan
aturan
merupakan setting
limit dimana ada batasan yang tegas dan jelas mana yang harus dan tidak harus dilakuakn, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan peserta didik. Peraturan yang dikeluarkan sekolah merupakan aspek pertama yang harus ada dalam upaya pengembangan suasana sekolah yang kondusif. Salah satu dari peraturan ini adalah tata tertib sekolah yang memuat hak, kewajiban, sanksi dan penghargaan bagi siswa, kepala sekolah, guru dan karyawan. Tata tertib ini hendaknya mencerminkan nilai-nilai ketakwaan.46 Penegakan aturan merupakan alat untuk menegakan kedisiplinan. Untuk mendisiplinkan peserta didik perlu dimulai dengan prinsip yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yakni sikap demokratis, sehingga
46
Ibid., hlm. 115.
90
peraturan disiplin perlu berpedoman pada hal tersebut, yakni dari, oleh, untuk peserta didik.47 Pendidikan karakter ( akhlak) harus melibatkan seluruh komponen lingkungan secara komprehensip. Lingkungan harus didesain sedemikian rupa agar memperoleh hasil yang maksimal dalam mencapai tujuan. Komponen-komponen tersebut meliputi keluarga, pemerintah dan institusi pendidikan. Dengan demikian penegakan aturan bisa dijalankan secara konsisten dan berkesinambunagn sehingga segala kebiasaan baik dari adanya penegakan aturan akan membentuk karakter berprilaku. 4. Pemotivasian Motivasi adalah kekuatan yang menjadi pendorong kegiatan individu. Di antara teknik untuk menimbulkan motivasi siswa adalah hadiah dan hukuman. Dalam pembinaan akhlak pemotivasian bisa dilakukan dengan cara targhib dan tarhib. Targhib adalah janji yang disertai bujukan untuk menunda kemaslahatan, kelezatan, dan nikmat. Sedangkan tarhib adalah ancaman melalui hukuman disebabkan oleh terlaksananya sebuah kesalahan.48 Targhib dan tarhib ini kalau di pendidikan Barat dikenal dengan imbalan (reward) dan hukuman (punishment). Namun ada perbedaan antara metode targhib-tarhib dengan imabalan-hukuman. Menurut A.Tafsir
perbedaan-
perbedaan tersebut sebagai berikut:49 47
E. Mulyasa, Op.Cit., hlm. 172. Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan di Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani, 1995), hlm. 296. 49 Ahmad Tafsir, Op.cit., hlm. 218. 48
91
a. Targhib dan tarhib lebih kuat pengaruhnya dari pada metode hukumanimbalan karena targhib dan tarhib bersumber dari langit (transenden) sehingga mengandung aspek keimanan. Sedangkan metode hukumanimbalan hanya bersandarkan sesuatu yang duniawi sehingga tidak mengandung aspek iman. b. Secara oprasional, targhib dan tarhib lebih mudah dilaksanakan karena ada dalam al-Qur’an dan hadits sedangkan hukuman-imbalan guru harus mencari sendiri. c. Targhib dan tarhib lebih universal, oleh karena itu dapat digunakan di mana saja dan oleh siapa saja, sedangkan hukuman dan imbalan harus disesuaikan dengan tempat dan orang tertentu. d. Hukuman dan imbalan lebih nyata dan langsung waktu itu juga, sedangkan targhib dan tarhib kebanyakan gaib dan di terima di akhirat. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter dalam tafsir QS. al-An’am ayat 151-153 yang meliputi sikap: religius, jujur, tanggungjawab, peduli sosial, dan santun sebagaimana di atas dapat diimplementasikan dalam pendidikan Islam dengan berbagai cara, antara lain yaitu melalui: pembiasaan, keteladanan, penegakan aturan (pembinaan kedisiplinan), dan pemotivasian (metode pemberian hadiah dan hukuman).
BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan penelitian dalam rangka pembahasan skripsi yang berjudul “Studi Analisis Pemikiran Quraish Shihab Dalam Tafsir AlMisbah Tentang Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Surat al-An’am ayat 151-153”, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pendidikan karakter dalam Islam sama dengan pendidikan akhlak dan juga merupakan pensucian jiwa dan karakter manusia menjadi manusia yang bertakwa. Pendidikan karakter menuntut manusia untuk berbudi luhur seperti Nabi Muhammad yang merupakan teladan bagi umat manusia. 2. Nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat dalam Q.S. Al-An’am ayat 151-153 dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu nilai Ilahiyyah, meliputi: religius, meliputi 3 aspek, yaitu: beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa; dan nilai insaniyyah meliputi sikap: jujur yang diwujudkan dalam hal perkataan, tindakan, pekerjaan, baik terhadap diri sendiri maupun pihak lain; tanggungjawab dengan cara melaksanakan tugas dan kewajiban yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa; peduli sosial yaitu tuntunan tentang sistem pergaulan antar-sesama; dan santun yaitu sikap baik dalam pergaulan baik dalam berbicara maupun bertingkah laku.
92
93
3. Implementasi nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dalam Pendidikan Islam dapat diimplementasikan melalui pembelajaran di kelas, guru sebagai model dari karakter yang diajarkan dan pembentukan lingkungan sekolah yang berkarakter. Adapun metode-metode yang digunakan mengikuti metodemetode pendidikan karakter dalam Al-Qur’an yang cocok dengan nilai-nilai karakter yang penulis teliti, adalah melalui: pembiasaan, keteladanan,
penegakan aturan (pembinaan kedisiplinan), dan pemotivasian (metode pemberian hadiah dan hukuman). B. Saran-Saran Untuk meningkatkan mutu pendidikan Islam dan bertujuan untuk membentuk pribadi muslim yang
bertaqwa, maka tanpa mengurangi rasa
hormat terhadap semua pihak, dengan segala kerendahan hati penulis, kiranya penulis sampaikan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi para pendidik Pendidik menempati posisi utama dalam pendidikan karakter sebab pendidik merupakan model dari nilai karakter yang diajarkannya. Selain pendidik,
faktor
lingkungan
pendidikan
juga
sangat
mempengaruhi
keberhasilan pendidikan karakter, serta mendukung terwujudnya internalisasi nilai-nilai karakter dalam diri peserta didik. Maka dari itu pendidik harus mempersiapkan diri semaksimal mungkin untuk menjadi model dari nilai-nilai karakter yang diajarkan.
2. Bagi sekolah Sekolah sebagai lingkungan pendidikan harus dibentuk seideal mungkin bagi internalisasi nilai-nilai karakter dalam diri peserta didik. Pembentukaan
94
lingkungan sekolah yang ideal dapat dilakukan dengan menerapkan tata tertib yang tidak hanya berlaku bagi peserta didik, tetapi juga berlaku bagi semua warga sekolah.
Kita sebagai seorang muslim yang taat terhadap ajaran agama Islam, sebaiknya selalu mengkaji dan menggali konsep pendidikan Islam sekaligus mengamalkannya. Dalam mendidik generasi muslim hendaknya menjadikan suri tauladan tentang ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an untuk mendidik anak sehingga anak menjadi insan kamil. C. Penutup Sebagai penutup penulisan skripsi ini, penulis panjatkan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan taufiq dan i'anahnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, walaupun dengan berbagai keterbatasan yang ada. Dengan selesainya penulisan skripsi ini, bukan berarti luput dari kesalahan serta kekurangan, oleh karena itu penulis menyadari bahwa skripsi ini masih perlu penyempurnaan walaupun segala usaha serta kemampuan telah penulis curahkan dalam menyusun skripsi ini. Dengan demikian saran dan kritik yang konstruksif dari para pembaca senantiasa penulis harapkan. Dan akhirnya, penulis hanya bisa berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, juz 2, hlm. 88, hadis no. 418, Maktabah Syamilah Versi 3. Adisusilo, Sutarjo, Pembelajaran Nilai Karakter, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012). Agus Prasetyo dan Emusti Rivasintha, http://edukasi.kompasiana.com/konsepurgensi-danimplementasi -pendidikan-karakter-di-sekolah/ Diakses 1 September 2015. Agustian, Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan dan Spiritual ESQ, (Jakarta: Arga, 2001). Al-Ghalayainy, Musthafa, Idhatun Nasyi’in, (Beirut: Dar al-Fikr, 1953). Al-Maraghi, Ahmad Mustafa, Tafsir al-Maraghi, Terj. Bahrun Abu Bakar dan Hery Noer Aly, (Semarang: Toha Putra, 1983). Al-Munawar, Said Agil Husein, al-Qur’an Membangun Tradisi Keshalehan Hakiki, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002). Al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an Departemen Agama RI, 2001). Aminin, Tatang M., Menyusun Rencana Penelitian, (Jakrta: CV. Rajawali, 1990). An-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani, 1995). Asmani, Jamal Ma’mur, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta: Diva Press, 2011). Aunillah, Nurla Isna, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter di sekolah, (Yogyakarta: Laksana, 2012). Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011). E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014). Echols, John M. dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1983). Fedespiel, Howard M, Kajian al-Qur’an di Indonesia dari Muhammad Yunus hingga Muhammad Quraish Shihab, (Bandung : Mizan, 1996). Gusmian, Islah, Khasanah Tafsir Indonesia, (Bandung : Teraju, 2003). Hakim, Abdul Hamid, Mabadi’ Awwaliyah, (Jakarta: Maktabah As-Sa’diyah Putra, t.th.).
1
Junaidi, Akhmad Arif, Pembaharuan Metodologi Tafsir al-Qur’an, (Semarang: CV. Gunung Jati,2000). Kemendikbud, Panduan Penilaian Pencapaian Kompetensi Peserta Didik, (Jakarta: Dirjen Pendis). Kementerian Agama RI, Tafsir Tematik Al-Qur’an,Lajnah Pentashihan Mushaf Al Qur’an Badan Litbang Dan Diklat Kementrian Agama RI, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2010). Khan, D. Yahya, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri, (Yogyakarta: Pelangi Publishing, 2010). Kurniawan, Syamsul, Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2013). Maragustam, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna, (Yogyakarta: Nuha Litera, 2010). Mishad, Pendidikan Karakter: Prespektif Islam, (Malang: MPA, 2012).. Moeliono, Anton M., (et.al), Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007). Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993). Munawir, A. Warson, Al-Munawwir, (Yogyakarta: PP. Al-Munawir, 1984). Pemerintah Republik Indonesia, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009). Permendiknas No 22 Tahun 2006, Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Tingkat Dasar Dan Menengah. Sagala, Syaiful, 2000).
Administrasi Pendidikan Kontemporer, (Bandung: Alfabeta,
Samani, Muchlas dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011). Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2013). Shahnaz Haque, “karir”, http://id.wikipedia.org/wiki/quraish shihab, diakses pada tanggal 29 Agustus 2015. Shihab, M. Quraish, Dalam Studi Kritis Tafsir al-Manar Keistimewaan dankelemahannya, (Ujung Pandang : IAIN Alauddin, 1984). Shihab, M. Quraish, Fatwa-Fatwa Muhammad Quraish Shihab SeputarTafsir alQur’an, (Bandung : Mizan, 2001). Shihab, M. Quraish, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, (Bandung: Mizan, 1994). Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1995). Shihab, M. Quraish, Menyingkap Tabir-Tabir Ilahi, (Jakarta, Lentera hati, 1981).
2
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Misbah ; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur.an, (Jakarta : Lentera Hati, 2005), Vol. 3. Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996). Singarimbun, Masri dan Sofian Efendy, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 1989). Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta, 2008). Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009). Sulistyowati, Endah, Implementasi Kurikulum Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Citra Aji Parama, 2012). Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2008). Syar’i, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005). Syar’i, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005). Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2000). Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998). Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Jembatan Merah, 1988). Tirtarahardja, Umar dan La Sula, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000). Wibowo, Agus dan Hamrin, Menjadi Guru Berkarakter Strategi Mambangun Kompetensi dan Karakter Guru, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012). Wibowo, Agus, Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013). Wiyani, Novan Ardy, Pedagogia, 2012).
Manajemen Pendidikan Karakter, (Yogyakarta:
3
DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS Nama
: NUR HALIM
NIM/NIRM
: 131310001265/ 11/X/17.2.1/3081
Tempat, Tgl. Lahir
: Pati, 4 Juni 1968
Alamat
: Desa Bakalan Krapyak RT 01 RW 01 Kaliwungu Kudus
Pendidikan
: 1. MI, lulus tahun 2. MTs., lulus tahun 3. MA, lulus tahun 2007 4. S1 UNISNU Jepara Fakultas Tarbiyah Prodi PAI Angkatan Tahun 2010
Dalam daftar riwayat pendidikan ini, penulis buat dengan sebenarnya untuk menjadikan maklum adanya.
Kudus, September 2015 Penulis,
Nur Halim NIM. 131310001265