NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM BUKU “TUHAN, MAAF KAMI SEDANG SIBUK” KARYA AHMAD RIFA’I RIF’AN SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)
Oleh MUHAMMAD SOLEHAN NIM 111 11 167
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2015
MOTTO
َأ مْكَ ُل الم ُم مؤ ِم ِن م َْي ايم َماًنا َأ مح َس ُُنُ مم خ َمَلقاا ِ “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.”
PERSEMBAHAN Skripsi Ini Penulis Persembahkan Untuk: 1. Kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda Khoiron dan Ibunda Farida yang karena segala limpahan kasih sayang, pengorbanan dan doanya penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan skripsi ini dengan baik dan lancar. Semoga Allah swt selalu dan akan selalu melimpahkan rahmat, kasih sayang, dan kucuran karunia kesehatan bagi beliau berdua. 2. Kakak-kakak dan adik-adik penulis yang telah banyak berkorban untuk kelancaran studi penulis. 3. Dra. Sri Suparwi, M.A yang membimbing dan memotifasi penulis dengan sabar dari bangku studi sampai terselesaikannya skripsi ini. 4. Seluruh dosen di IAIN Salatiga yang telah memberika hikmah dan pengajaran, motifasi dan apresiai, sehingga penulis selalu bersemangat untuk terus maju dan berkembang, semoga Allah membalas segala amal dan menjadikannya ladang ilmin tuntafa‟u bih yang terus mengalir dan menyebar. Sehat dan panjang umur untuk beliau semua. 5. Semua guruku yang mendidik dan mengajarkanku tentang pentingnya ilmu dan arti hidup. 6. Keluarga besar dan sahabat di LDK Fathir Ar-Rasyid senior junior, teruskan karya yang bermanfaat, di manapun dan kapanpun.
7. Teman, rekan, sahabat selama studi di IAIN Salatiga semua angkatan, terkhusus angkatan 2011, dan semua yang rekan yang mendukung dan memberikan kontribusi yang berarti bagi proses studi penulis selama ini.
KATA PENGANTAR Terucap syukur kepada Allah SWT Yang Maha Sempurna beserta Asmaul HusnaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi iniu sebagai salah satu persyaratan wajib untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Srata Satu Pendidikan Islam (S.Pd.I) Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Tak lupa sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Baginda Rasulullah SAW. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menemui hambatan, tetapi dengan rahmat-Nya dan perjuangan penulis serta bantuan berbagain pihak sehingga skripsi ini terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan banyak terimakasih atas segala nasehat, bimbingan, dukungan, dan bantuannya kepada : 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga. 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Kajur PAI IAIN Salatiga. 4. Ibu Dra. Sri Suparwi, M.A. selaku pembimbing skripsi sekaligus pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan sumbangan pemikiran terbaiknya dalam masa bimbingan hingga selesainya penulisan skripsi ini.
5. Segenap dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga yang telah banyak memberikan hikmah dan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama di bangku perkuliahan. 6. Ayah dan Ibuku tercinta Bapak Khoiron dan Ibu Farida yang selalu memberikan dukungan, semangat, serta dengan tulus dan ikhlas mengetuk pintu langit berdoa untuk kelancaran dalam menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini. 7. Kakak-kakakku tercinta Siti Nadlirah, Khabibillah, dan Muhammad Faizin yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis serta almarhumah adikku Miftahul Jannah yang tak henti menginspirasi untuk memaknai hidup. 8. Ustadz Bambang Nugroho, Ustadz Walyono dan Ustadz Imam Masarum yang terus mentransfer ilmu, hikmah dan semangat untuk tak henti memperbaiki diri dan memperbaiki kehidupan. 9. Para pustakawan di IAIN Salatiga yang telah memberikan pelayanan kepada penulis dalam menggali wacana. 10. Saudara-saudaraku seperjuangan di LDK Fathir Ar-Rasyid, Cosmo Trainer (comumunity of spritual motivator) dan Komunitas kecil Pandala (Pasukan Pemuda Langit) yang menjadi laboratorium kehidupan untuk bermanfaat bagi sesama. 11. Sahabat-sahabatku yang mengajarkan arti persaudaraan di dunia hingga kelak di akhirat.
12. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu demi satu. Terimaksih atas segala bantuan dan doanya. Akhirnya penulis hanya bisa berdoa semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan kebaikan yang berlipat ganda kepada semua pihak. Jazakumullahu ahsanal jaza‟. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kajian yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.
Salatiga, September 2015 Penulis,
Muhammad Solehan NIM.11111167
ABSTRAK
Solehan, Muhammad. 2015. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk Karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Sri Suparwi, M.A Kata Kunci: Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak, Tuhan Maaf Kami Sedang Sibuk Pendidikan akhlak merupakan bagian terpenting dalam pendidikan Islam. Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk merupakan sebuah buku karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an. Sebuah buku non fiksi inspirasional yang membahas seputar pengembangan diri, pendidikan akhlak dan religiusitas. Berisikan renungan dan nasehat yang diarahkan kepada pembentukan akhlak terpuji. Penelitian ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana biografi Ahmad Rifa‟i Rif‟an?. Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk?. Bagaimana metodologi penerapan pendidikan akhlak dalam buku tersebut? Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk?. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi pustaka (library research), yaitu meneliti secara mendalam mengenai buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk. Sumber data penelitian di sini berasal dari sumber data primer dan sumber data sekunder, sedangkan untuk menganalisis data yang ada penulis mengorganisir, memilih dan memilah untuk disintesiskan kemudian menemukan pola dan menyimpulkannya. Adapun metode analisis ini menggunakan metode analisis induktif dan deduktif. Setelah dilakukan penelitian dengan pendekatan tersebut dapat diketahui bahwa Ahmad Rifa‟i Rif‟an lahir di Lamongan 3 Oktiber 1987. Beliau adalah seorang penulis muda sekaligus pengusaha Owner Marsua Media. Corak pemikiran dalam bukunya meliputi pengembangan diri, motivasi, religi dan bisnis. Konsep pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk adalah keseimbangan dalam hubungan vertikal (Hablumminallah) selaku hamba Allah, dan dalam hubungan horisontal (Hablumminannas) selaku makhluk individu dan makhluk sosial untuk mencapai derajat takwa. Implementasinya dalam pendidikan akhlak disekolah meliputi: a) Implementasi materi : Berkaitan dengan dimensi pengembangan secara vertikal dan dimensi secara horisontal. Selain itu adanya penerapan praktik langsung yang dilakukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. b) Implementasi metode: sebagaimana mentode pendidikan akhlak diatas. c) Implementasi tujuan : tujuan tertinggi (takwa), tujuan umum (tercapainya self realization), dan tujuan khusus (visi-misi sekolah).
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iv DEKLARASI KEASLIAN TULISAN ....................................................... v MOTTO..................................................................................................... vi PERSEMBAHAN ...................................................................................... vii KATA PENGANTAR ............................................................................... viii ABSTRAK ................................................................................................ xi DAFTAR ISI ............................................................................................. xii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................... 1 B. Fokus Penelitian ............................................................................. 5 C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5 D. Kegunaan Penelitian ....................................................................... 6 E. Metode Penelitian........................................................................... 8 F. Penegasan Istilah ............................................................................ 11 G. Sistematika Penulisan ..................................................................... 14 BAB II BIOGRAFI AHMAD RIFA‟I RIF‟AN A. Biografi Ahmad Rifa‟i Rif‟an ......................................................... 16 B. Karya-karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an .................................................. 19 C. Latar Belakang Penulisan Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk .. 22
D. Corak Umum Pemikiran Ahmad Rifa‟i Rif‟an ................................ 23 E. Sistematika Penulisan Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk........ 26 F. Sinopsis Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk ............................ 28 BAB III NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM BUKU “TUHAN, MAAF KAMI SEDANG SIBUK” A. Pengertian, Sumber, Tujuan, Metode, dan Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak ......................................................................... 31 B. Sumber Pendidikan Akhlak ............................................................ 35 C. Tujuan Pendidikan Akhlak ............................................................. 38 D. Metode Pendidikan Akhlak ............................................................ 40 E. Macam dan Ruang Lingkup Akhlak ............................................... 47 1. Akhlak Terhadap Allah............................................................. 47 2. Akhlak Terhadap Makhluk ....................................................... 48 F. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk .................................................................................. 50 BAB IV ANALISIS DATA A. Tinjauan Pendidikan Akhlak Perspektif Islam ................................ 61 B. Implementasi Pendidikan Akhlak Dalam Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk di Sekolah................................................................. 65 1. Implementasi Materi Pendidikan Akhlak .................................. 65 2. Implementasi Metode Pendidikan Akhlak ................................. 79 3. Implementasi Tujuan Pendidikan Akhlak .................................. 92 C. Peran Orang Tua Dalam Pembentukan Akhlak Pada Anak ............. 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .................................................................................... 98 B. Saran .............................................................................................. 100 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 102 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................... 105 LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................... 106
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin merosotnya akhlak warga negara telah menjadi salah satu keprihatinan para pejabat negara. Hal itu juga menjadi keprihatinan para pemerhati pendidikan, terutama para pemerhati pendidikan Islam. Globalisasi
kebudayaan sering dianggap sebagai salah satu penyebab
kemerosotan akhlak tersebut. Memang, kemajuan filsafat, sains, dan teknologi telah menghasilkan kebudayaan yang semakin maju pula. Proses itu disebut globalisasi kebudayaan. Namun kebudayaan yang semakin mengglobal itu, ternyata sangat berdampak terhadap aspek moral. Kemerosotan akhlak agaknya terjadi pada semua lapisan masyarakat. Meskipun demikian, pada lapisan remajalah kemerosotan akhlak itu lebih nyata terlihat (Tafsir, 2002: 1). Menurut pakar pendidikan, selama ini pendidikan belum berhasil membangun masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia. Bahkan banyak yang menyebut pendidikan kita gagal karena banyak muridnya piawai dalam menjawab soal ujian akan tetapi mentalnya lemah dan moralnya rendah. Benar bahwa sejak kecil anak-anak diajarkan tentang kejujuran, keberanian, kerja keras, kebersihan dll. Namun nilai-nilai kebaikan tersebut hanya diajarkan di mulut dan semata-mata untuk dihafal, karena diduga akan keluar dalam lembar soal ujian. Sementara praktik nilai-nilai tersebut dalam dunia nyata kurang diperhatikan (Syarbini, 2013: 5).
Dekadensi moral, kenakalan remaja, pergaulan bebas (freesex), penggunaan obat-obatan terlarang (narkoba), tawuran, meningkatnya tindak kekerasan, korupsi, kolusi, nepotisme, dan berbagai permasalahan sosial berakibat pada pergeseran tata nilai dan norma di masyarakat. Menununjukkan bahwasanya bangsa ini telah sampai pada titik nadhir krisis akhlak yang sangat membahayakan bagi masa depan negara. Membutuhkan penyelamatan generasi dengan terus mengupayakan melalui pembentukan akhlak. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 bahwasanya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Rachman, 2003: 6). Langkah pemerintah memang strategis, alasannya iman dan takwa yang kuat yang akan mampu mengendalikan diri seseorang sehingga sanggup melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Berdasarkan inilah orang tua mempercayakan seratus persen pendidikan agama bagi anaknya ke sekolah. Dengan cara itu mereka mengira bahwa anak-anak mereka akan menjadi orang yang beriman dan bertakwa (Tafsir, 2002: 4). Padahal semua itu belumlah cukup, karena di sekolah hanyalah bersifat
penyampaian pengetahuan, yaitu pengajaran (kognitif) saja. membutuhkan penanaman karakter melalui kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Pendidikan akhlak (yang bersumber dari agama) yang seharusnya memiliki peran besar dalam mengatasi persoalan dekadensi moral seperti kehilangan gigi taringnya, tak berdaya dan kurang memberikan kontribusi yang cukup untuk mengatasinya atau paling tidak menetralisir keadaan. Itu semua disebabkan kurang adanya keseimbangan dalam penanaman akhlak yang baik dari lingkungan keluarga, pergaulan (Sekolah, kantor), dan masyarakat. Amin Rais (1998: 103) berpendapat bahwasanya banyak orang beragama menjadikan agamanya sebagai topeng belaka. Banyak orang beragama yang menjadikan agamanya sebagai rutinisme belaka yang kosong melompong dari jiwa keagamaanya. Demikianlah yang terjadi jika agama hanya menjadi sekedar pengisi kepala atau pengetahuan tanpa ada pengamalan terhadap nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Begitu banyak contoh yang dapat kita amati, bahwasanya kebanyakan agama hanya penghias kehidupan belaka, padahal ia adalah sentral yang seharusnya melekat disetiap aktifitas hidup manusia. Ketika adzan berkumandang, masih begitu banyak yang sibuk dengan segala aktifitasnya,
masih
begitu
sibuk
dengan
pekerjaannya,
tugas
menumpuknya, sosial medianya, tanpa bersegera untuk memenuhi panggilan Allah tersebut. Karakter seperti inilah yang menjadi salah satu
gambaran bahwasanya agama belum bisa menjadi ruh bagi setiap aktifitas manusia. Penanaman akhlak dalam beragama tentulah dibentuk melalui pembiasaan. Dan pendidikan akhlak dimulai dari lingkungan yang terkecil, yaitu keluarga. Lembaga pendidikan keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, tempat anak didik pertama-tama menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tua atau anggota keluarga lainya. Didalam keluarga inilah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak didik pada usia yang masih muda, karena pada usia-usia ini anak lebih peka terhadap pengaruh dari pendidiknya (Zuhairini, 1995: 177). Selain dari lingkungan keluarga, yakni lingkungan pergaulan dan masyarakat secara umum. Lingkungan pergaulan yakni meliputi teman bermain, lingkungan kerja sementara lingkungan masyarakat adalah lingkungan dimana seseorang tinggal dalam lingkungan sosial, terjadi interaksi dan adaptasi terhadap masyarakat. Ketiga komponen tersebut diatas tentunya harus disemangati melalui nilai-nilai agama. Karena pada hakikatnya hidup ini memiliki satu tujuan, yakni beribadah kepada Allah SWT. Jadi ada dua dimensi yang harus seimbang dalam pendidikan akhlak, yakni hablum-minallah, yaitu berkaitan dengan keimanan, menyemangati setiap aktifitas dengan nilai agama. Dan hablum-minannas, yaitu bentuk dari upaya penjagaan keimanan, melalui pendidikan akhlak sesama manusia. Diantaranya dalam lingkungan keluarga, lingkungan bergaul (sekolah/kerja/ lainya), dan masyarakat.
Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an, merupakan buku yang menjelaskan tentang konsep pendidikan akhlak sesuai pada ajaran Islam. Penulis harapkan mampu memberikan gambaran mengenai pendidikan akhlak yang ideal, yang mampu memberikan solusi praktis sehingga memberikan kontribusi yang nyata bagi permasalahan sosial yang terjadi saat ini. Berangkat dari latar belakang di atas, penulis berusaha menelaah konsep pendidikan akhlak yang telah lalu dikomparasikan dengan konsep pendidikan kontemporer agar dapat memberikan sumbangan pemikiran terbaru. Dengan harapan mampu menjawab permasalahan kekinian terkait dekadensi moral berikut beberapa hal yang melingkupinya. Karenanya penulis tertarik untuk mengangkat sebuah fokus pembahasan mengenai pendidikan
akhlak
dengan
judul
”NILAI-NILAI
PENDIDIKAN
AKHLAK DALAM BUKU TUHAN, MAAF KAMI SEDANG SIBUK KARYA AHMAD RIFA‟I RIF‟AN” B. Fokus Penelitian 1. Bagaimana biografi Ahmad Rifa‟i Rif‟an? 2. Bagaimana nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an? 3. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk di sekolah? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui biografi Ahmad Rifa‟i Rif‟an.
2. Mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk. 3. Mengetahui implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk di sekolah. D. Kegunaan Penelitian
Dari paparan tujuan yang hendak dicapai dari pelaksanaan penelitian ini, maka dapat dirumuskan manfaat yang dapat diperoleh dari kajian ilimiah ini. Pada penelitian ini penulis mengategorikannya menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Manfaat ini memberikan sumbangan pemikiran dan konsep baru mengenai pendidikan akhlak di kalangan praktisi pendidikan maupun akademisi sebagai bahan acuan dan rujukan. Bisa juga sebagai pijakan atau acuan para peneliti dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut terkait nilai-nilai pendidikan akhlak. Manfaat lainnya yaitu hasil laporan
penelitian
ini
nantinya
dapat
menambah
khazanah
pengetahuan mengenai konsep baru tentang pendidikan akhlak. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara langsung (praktis) bagi segenap pemerhati dan pelaku pendidikan, terutama para pelaku/pembimbing akhlak peserta didik. Secara umum penelitian ini diharapkan dapat Memberikan sumbangan pemikiran
konsep praktis bagi masyarakat secara luas dalam mengatasi masalahmasalah pendidikan akhlak. a. Manfaat Bagi Penyelenggara Pendidikan Beberapa
manfaat
yang
dapat
diambil
oleh
lembaga
penyelenggara pendidikan antara lain sebagai berikut: 1) Sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan sekolah terutama yang berkaitan erat dengan pendidikan akhlak atau budi pekerti di sekolah. 2) Memberikan sumbangan dalam menghadapi permasalahan budi pekerti yang ada di sekolah. b. Manfaat Bagi Guru Pendidikan Agama 1) Menjadi sumber pertimbangan guru dalam menghadapi masalah kenakalan siswa didik melalui perbaikan akhlak siswa. 2) Menjadi sumber bagi guru dalam bersikap dan berperilaku agar sesuai dengan tujuan pembelajaran agama. c. Manfaat Bagi Para Orang Tua Manfaat penelitian ini juga bisa dipakai oleh para orangtua siswa diantaranya sebagai berikut: 1) Menjadi pedoman teoritis bagi orangtua untuk menangani permasalahan kenakalan anak di rumah. 2) Menjadi sumber atau pedoman perilaku orang tua sehingga mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya.
E. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan studi pustaka (library research), karena objek kajian studi difokuskan pada kajian sebuah buku. Data-data yang terkait dengan analisis pembahasan penelitian berkaitan dengan biografi, latar belakang pendidikan penulis, dan berbagai hal yang mungkin berpengaruh pada kondisi penulis, baik secara langsung atau tidak langsung. Penelitian Pustaka (library research), yaitu jenis penelitian yang dilakukan degan menelaah dan menggunakan bahan-bahan pustaka berupa buku-buku, ensklopedi, jurnal, majalah, dan sumber pustaka lainya yang relevan dengan topik atau permasalahan yang dikaji sebagai sumber datanya (Hadi, 1990: 9). Agar terlaksana penelitian sebagaimana yang diharapkan maka dalam penelitian ini secara runtut menggunakan metode sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Library research merupakan suatu metode penelitian yang menjadikan sebuah tulisan ilmiah sebagai objek kajian utama. Dalam penggunaan metode ini penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Meneliti Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an sebagai objek kajian utama penelitian.
b. Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang ada pada buku tersebut terutama yang berkaitan dengan masalah pendidikan akhlak. c. Menganalisis pokok permasalahan dengan cara mengemukakan dan membandingkan konsep pendidikan akhlak dari teori-teori lain. d. Menyimpulkan beberapa konsep pendidikan akhlak yang ada pada buku tersebut. 2. Sumber Data Penelitian Sumber data penelitian terdiri dari sumber primer dan sumber sekunder (pendukung). a. Sumber data primer Sumber data primer adalah sumber data utama yang akan dikaji dalam permasalahan. Sumber data utama dalam penelitian ini adalah buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk Karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an. b. Sumber Data Sekunder Data sekunder adalah data pendukung dari data primer. Data sekunder diambil dari sumber-sumber yang lain dengan cara mencari, menganalisis buku-buku tentang pendidikan akhlak, internet, dan informasi lainya yang berhubungan dengan judul penelitian skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data penulis lakukan dengan cara membaca bukubuku sumber, baik primer maupun sekunder. Mempelajari dan mengkaji serta memahami kajian yang terdapat dalam buku-buku sumber.
Menganalisis
untuk
diteruskan
identifikasi
dan
mengelompokkan sesuai dengan sifatnya masing-masing dalam bentuk per bab. 4. Teknik Analisis Data Melihat objek penelitian ini adalah buku-buku atau literatur yang termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan, maka penelitian ini adalah merupakan library research. Data yang terkumpul selanjutnya akan penulis analisa dengan menggunakan teknik analisa kualitatif dengan cara: a. Deduktif Maksudnya adalah bertolak dari hal-hal atau teori yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Dalam arti pengambilan kesimpulan yang berawal dari suatu pertanyaan tentang pendidikan akhlak dalam Islam secara umum kemudian dilakukan penarikan kesimpulan dari nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an, sehingga menghasilkan kesimpulan yang bersifat khusus.
b. Induktif Maksudnya adalah mengambil kesimpulan yang bertitik tolak dari hal-hal yang bersifat khusus dan mengambil atau menarik kesimpulan yang bersifat umum (Warsito, 1993: 99). Dalam arti penarikan kesimpulan yang berangkat dari uraianuraian khusus tentang pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an, kemudian diformulasikan ke dalam kesimpulan yang bersifat umum. F. Penegasan Istilah 1. Nilai Bank (1996: 62) berpendapat bahwasanya nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan yang dalam seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan , atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan. Menurut Sidi Gazalba (1996: 62) nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, namun ideal, nilai bukan konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki, disenangi atau tidak disenangi. Sementara menurut Thoha nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Kebermaknaan esensi tersebut semakin meningkat sesuai dengan peningkatan daya tangkap dan pemaknaan manusia sendiri (Thoha, 1996: 62).
2. Pendidikan Akhlak Menurut UU No.20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan secara sederhana diartikan sebagai
usaha manusia untuk membina
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan (Hasbullah, 2009: 1). Pendidikan merupakan proses perbaikan,
penguatan,
dan
penyempurnaan
terhadap
semua
kemampuan dan potensi manusia. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu ikhtiar manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat (Rokib, 2009: 15) Sementara kata akhlak berasal dari bahasa arab akhlaaq, berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (Pencipta), makhluq (yang diciptakan), dan
khaliq
(penciptaan). Dari persamaan kata diatas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Pencipta) dengan perilaku makhluk (Manusia). Atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkunganya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki jika tindakan atau perilaku
tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq (Tuhan), sehingga akhlak tidak saja merupakan norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, namun juga dengan alam semesta sekalipun. (Assegaf, 2014: 42) Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian (Drajat, 1995: 10). Akhlak awalnya dapat tumbuh melalui pengetahuan, jika dapat memahaminya selanjutnya dengan pembiasaan sebab ilmu dapat diperoleh melalui belajar, dan akhlak dapat diperoleh melalui pembiasaan (Kastolani, 2009:120). Nilai pendidikan akhlak adalah suatu esensi yang terkandung dalam sebuah proses perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan perilaku sesuai dengan kehendak Sang Khaliq (Pencipta) ataupun norma agama sehingga menjadi seimbang antara Hablum-minallah (Hubungan Vertikal) dan hablum minan-nas (Hubungan Horisontal). Pendidikan akhlak disini terbatas pada pendidikan akhlak dalam agama Islam. 3. Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk adalah sebuah buku inspirasional yang termasuk buku non fiksi. Membahas tentang pengembangan diri, pendidikan akhlak dan religiusitas. Buku yang sudah mendapat kategori National Best Seller ini adalah salah satu
karya penulis muda berbakat, yaitu Ahmad Rifa‟i Rif‟an. Di dalam buku ini dari segi isinya menggunakan metode mauidzah atau pemberian nasehat dan pengalaman penulis serta memberikan arahanarahan kepada generasi muda khususnya, dan semua kalangan pada umumnya. G. Sistematika Penulisan Untuk
mendapatkan
pemahaman
yang
komprehensif
dan
menyeluruh maka diperlukan sebuah sistematika penulisan yang runtut dari satu bab ke bab yang selanjutnya. Sedangkan sistematika sendiri memiliki arti suatu tata urutan yang saling berkaitan, saling berhubungan, dan saling melengkapi. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: Bab I : pendahuluan akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, serta sistematika penulisan laporan hasil penelitian. Bab II : akan dijelaskan tentang biografi Ahmad Rifa‟i Rif‟an, karyakaryanya, corak umum pemikiranya, latar belakang penulisan buku, sistematika penulisan serta sinopsis buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk. Bab III : nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk, pengertian, sumber dan tujuan pendidikan akhlak, metode pendidikan akhlak, dan konsep pendidikan akhlak dalam buku tersebut. Bab IV : analisis data dipaparkan meliputi analisis pendidikan akhlak apa saja yang ada dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk penerapan
pendidikan akhlak dalam dunia pendidikan di sekolah, serta peranan orangtua dalam mengajarkan nilai pendidikan akhlak pada anak. Bab V : penutup berisi kesimpulan dari teori pendidikan akhlak yang ada dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk, saran berikut metode yang dapat dipakai dan diterapkan pada pendidikan masa kini dan penutup.
BAB II BIOGRAFI AHMAD RIFA‟I RIF‟AN
A. Biografi Ahmad Rifa‟i Rif‟an Ahmad Rifa‟i Rif‟an atau lebih akrab dengan panggilan Fai, lahir di Lamongan 3 Oktober 1987. Usia remajanya ia sibukkan dalam dunia pesantren. Ia nyantri di pesantren Miftahul Qulub Lamongan, yang pada saat itu dibawah bimbingan KH. Asyikin Asghori (Rif‟an, 2010: 235). Ia menikah di usia 24 tahun. Istrinya adalah Ary Mita Christy Yanti, yang menjadi penulis buku “Ya Allah, Bimbing Hamba Menjadi Wanita Shalihah” (Rif‟an, 2013: 2). Ia menikmati pendidikan formal di MI Islamiyah, SMPN 1 Turi, SMAN 1 Lamongan. Lulus SMA ia mengambil S1-nya di Mechanical Engineering ITS Surabaya. Saat menjadi mahasiswa, ia aktif di beragam organisasi intra maupun ekstra kampus. Menjadi Wakil Ketua Kelompok Studi Islam (KSI), Ketua Bidang Kajian di Indonesian Islamic of Student Movement, Ketua Bidang Kaderisasi UKM Penalaran ITS, Ketua Bidang Jurnalistik Indonesian Islamic of Student Movement Cabang Surabaya, Pimpinan Redaksi di Islam Rahmatan Lil Alamin Network, Pengajar di Sekolah Rakyat Keputih Surabaya (http://digilib.its.ac.id/public/ITSUndergraduate. Riwayat Hidup Penulis. diakses tanggal 18 Juni 2015). Beliau juga aktif di organisasi Jemaah Maiyah, Smasala Futuh, Komunitas Pecinta Pena, dan Program Wirausaha Mahasiswa ITS. Pemuda yang tengah naik daun karena tulisan-tulisanya ini sejak kecil sampai SMA tak pernah berkecimpung dalam jurnalistik. Baik majalah dinding, bulletin, ataupun majalah sekolah. Ia tertarik menulis saat
pertengahan kuliah. Bermula dari sebuah blog. Ia rutin menulis dan hanya karena semangat untuk berbagi cerita dan pengalaman melalui artikelartikel sederhana yang ia upload di blog. Hingga suatu hari ada seorang sahabat penulis yang berkomentar terhadap tulisan-tulisan di blog tersebut. Sahabat itu memberi saran “Terus menulis ya. Ntar tulisan-tulisannya dikumpulin, kan lama-lama bisa jadi buku”. Dari sanalah penulis mulai terpikir untuk membuat buku. Adapun buku yang paling sering ia baca adalah non fiksi jenis motivasi, renungan, dan biografi. Itulah sebabnya hampir semua buku yang ia tulis jenisnya motivasi, renungan, dan bertabur cerita inspiratif. Awal mulai menulis, ia ingin karyanya terpajang di toko buku. Tetapi begitu terbit dan terpajang di toko buku, ternyata rasanya gitu aja. Akhirnya ia ingin buku yang ia tulis menjadi best seller. Tetapi setelah best seller rasanya gitu aja. Maka ia pun mencari motivasi apa yang bisa membuat ia terus menulis. Akhirnya ditemukanlah jawaban yang sangat idealis.
Mungkin
jawabannya
terlihat
klise,
tetapi
inilah
yang
menyemangatinya untuk konsisten menulis puluhan buku Islami populer. Yakni, ketika nanti di Padang Mahsyar ia terbelalak melihat catatan amalnya, “Ya Allah, bukankah timbangan amal saya tak sebesar ini?”, kemudian ia merasakan betapa indahnya ketika menerima jawaban dari Allah, “Ya, Rifai, kau benar. Tapi ribuan orang telah tergerak beramal kebaikan setelah membaca tulisan-tulisanmu. Berantai amal sunnah terkerjakan setelah ribuan manusia membaca karya dari jemarimu.”
Penulis muda berbakat ini terus aktif menulis karena terinspirasi oleh Ulama‟ masa lampau, dimana meskipun fasilitas menulis sangat terbatas, belum ada notebook, belum ada gadget, tetapi produktifitasnya luar biasa. Sementara pada saat ini berlimpah fasilitas untuk menulis, rasanya kurang bersyukur jika tidak menggunakan nikmat tekhnologi seperti saat ini (http://www.pesantrenpenulis.com. Menjadi Penulis Sukses di akses tanggal 18 Juni 2015).
Pemuda yang menjadi Owner Penerbit Marsua Media ini menggunakan waktu emas untuk menulis yaitu sebelum subuh dan ba‟da subuh. Termotivasi dari semangat berbagi dan menjadi pelaku dari Hadits Rasulullah Saw,
َخ ْمْيُر الَّن ِسا َخْمْي َخ ُر ُر ْم اِس لَّن ِسا Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (H.R Thabrani dan Daruqutni, Hadis ini dihasankan oleh alAlbani di dalam Shahihul Jami‟ . no. 3289)
Ia menjadikan tulisannya sebagai bentuk dari multi-level pahala, yang bisa dinikmati bagi banyak orang. Aktifitasnya kini sebagai engineer, entrepeneur, dan writer. Ia telah menulis puluhan buku motivasi, bisnis, dan religi. Kini di sela-sela kesibukanya sebagai engineer disebuah perusahaan swasta di Surabaya, ia terus mengembangkan usaha yang dirintisnya serta istiqamah menebarkan inspirasinya melalui karya-karyanya serta seminar-seminar seputar religi, bisnis, pengembangan diri dan kepenulisan (Rif‟an: 2013, 231)
B. Karya-karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an Ahmad Rifa‟i Rif‟an adalah penulis muda berbakat. Diusia yang masih muda telah mencetak puluhan karya. Adapun karya-karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an dalam bentuk buku sesuai dengan pengamatan penulis adalah sebagai berikut: 1. Jadikan Aku Halal Bagimu. 2. Ya Allah, Siapa Jodohku? 3. Don‟t Cry, Allah Loves You 4. My Life My Adventure 5. 9 Rahasia Doa Lulus Ujian 6. From Kuper to Super 7. Jomblo Sebelum Nikah 8. Surat Cinta Untuk Kekasih Sejatiku 9. Nikah Muda, Siapa Takut? 10. Jangan Sampai Ada dan Tiadamu Di Dunia Ini Tak Ada Bedanya 11. Allah, inilah Proposal Cintaku (Rif‟an, 2015: 355). 12. Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk 13. The Perfect Muslimah 14. Man Shabara Zhafira 15. Hidup Sekali, Berarti, Lalu Mati 16. God, I Miss You: 100 Cara Mengobati Luka Jiwa Bersama Tuhan 17. Izrail Bilang, Ini Ramadhan Terakhirku (Rif‟an, 2013: 231). 18. Sukses Tanpa Sarjana
19. Muslim: Never Ending to Succes 20. From School To Heaven 21. Kiat Menjadi Pelajar Berprestasi dan Dirindukan Syurga (Rif‟an, 2010: 235) 22. Siapa Bilang Nulis Buku Itu Susah? 23. Inilah Rahasia Terbesar Nulis Buku Best Seller 24. Buka Penerbitan Modal Nol 25. Dijamin Nulis 1 Buku Per Bulan 26. Time: 50 Cara Mengatur Waktu agar Hidup Makin Produktif 27. Ketika Muslimah Jatuh Cinta 28. Allah, I Need You 29. Shalihah, Cerdas, Gaul 30. Aku Mencintaimu Karena Allah 31. Life Is Never Flat 32. Ketika Mencintai Tak Bisa Memiliki 33. Tuhan Memberi Yang Kita Butuhkan Bukan Yang Kita Inginkan 34. Allah, Mengapa Engkau Pisahkan Kami 35. Jangan Manja, Hidup Emang Nggak Mudah 36. 25 Kebiasaan Anak Berprestasi 37. Ya Allah Aku Ingin Curhat 38. Izinkan Anakmu Memilih Jalan Hidupnya 39. Student Of Love 40. Ramadhan, Moment Of Live Revolution
41. Tuhan, Maaf Aku Belum Siap Berhijab. 42. You‟re Not Alone, Allah Is Always With You 43. Tuhan, Jangan Biarkan Hamba Hidup Sendiri 44. Pacaran Lillahi Ta‟ala (https://rifay.wordpress.com, diakses pada 25 September 2015) 45. Aku Bukan Siti Nurbaya 46. Izrail Bilang, Ini Hari Terakhirku 47. Ya Allah Dia Bukan Jodohku 48. Muda Kaya Raya Mati Masuk Surga 49. Agar Ujian Di Tolong Allah 50. Akhirnya Kita Menikah 51. Pekerjaan Yang Membuatmu Sukses dan Bahagia 52. Bahkan Tuhanpun Berkurban 53. Karena Allah Tidak Tidur 54. Menggapai Malam Lailatul Qadar 55. Beginilah Cara Tuhan Mengubah Nasibku 56. Saudagar Langit: Membongkar 5 Kunci Kesuksesan Bisnis ManusiaManusia Langit 57. Merokok Haram 58. Menjemput Pelangi 59. Tombo Ati: Menyingkap 5 Rahasia Kebahagiaan Muslim (http://www.duniaparcelbuku.com/products/21/0/Ahmad-Rifai-Rifan/ diakses pada 25 September 2015)
60. Be Amazing Muslimah 61. Allah, Cukuplah Engkau Sebagai Penolong (http://www.gramedia.com/catalogsearch/result/?q=Ahmad+Rifai+RIf an diakses pada 27 September 2015) C. Latar Belakang Penulisan Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk Ketika membaca judul bukunya, sebagian orang akan merasa bahwa judul buku ini sangatlah berani, terkesan lancang, dan tergolong sangat nekat. Bahkan beberapa penerbit sempat menolak untuk menerbitkan naskah buku ini. Namun, tak disangka ternyata buku ini tembus menjadi national best seller dan telah mencapai cetakan ke-14. Secara umum, buku ini merupakan sebuah buku renungan bagi para pekerja kantoran yang seringkali merasa sangat sibuk dengan kegiatan sehari-harinya, sampai-sampai menjadi lalai dengan urusan terhadap tuhannya. Seolah aktifitas duniawi menyita waktu dan perhatian, padahal umur manusia didunia hanya sekitar 60-70 tahun, sementara kehidupan akhirat sifatnya adalah kholidiina fiiha abada (kekal selamanya). Oleh karena itu sudah semestinya akhirat menjadi prioritas, namun tak meninggalkan dunia. Dunia adalah media beribadah sebaikbaiknya untuk mencari bekal kehidupan akhirat. Dunia bukanlah tujuan utama, namun akhiratlah tujuan akhir hidup manusia. Ahmad Rifa‟i Rif‟an mengibaratkan seperti padi dan rumput. Jika menanam padi, maka rumput akan ikut tumbuh, namun bila menanam rumput, maka tak ada padi yang
tumbuh. Dunia adalah rumput dan akhirat adalah padi. Memprioritaskan akhirat, maka akan mendapatkan dunia. Inspirasi menulis buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk berawal saat penulis diundang ke Jakarta beberapa tahun yang lalu mengisi acara bedah buku, “Izrail Bilang Ini Ramadhan Terakhirku”. Dengan alasan ingin merasakan suasana kota Jakarta di bulan Ramadhan, penulis menolak untuk untuk dijemput panitia. Ia menuju lokasi dengan naik bus umum. Di bus yang ditumpangi, disimaklah sebuah lagu yang di lantunkan oleh pengamen cilik yang berjudul Pantaskah Syurga Untukku. Saat itulah penulis langsung menangis karena lagu yang dibawakan pengamen tersebut. Berangkat dari peristiwa itu, maka ditulislah buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk (Seminar Nasional Tuhan Maaf Kami Sedang Sibuk, 2014). D. Corak Umum Pemikiran Ahmad Rifa‟i Rif‟an Dilihat
dari
cara
penulisan
dan
kualitas
buku,
penulis
menggunakan pengalaman sehari-hari untuk kemudian diambil hikmahnya disertai kisah-kisah inspiratif dan Islami. Berbekal ilmu agama pesantren yang dikolaborasikan dengan riset data ilmiah dan ilmu pengetahua terkini, baik
psikologi
maupun sosiologi,
penulis
dengan
baik
mampu
mentransfernya dalam bahasa sederhana yang mudah difahami semua kalangan. Corak umum pemikiran Ahmad Rifa‟i Rif‟an adalah corak kolaborasi antara ajaran Islam diiringi dengan kisah inspiratif dan renungan dengan dilengkapi pengetahuan berupa riset ilmiah dan realita
dunia masa kini. Bahasa sindiran yang sering digunakan menjadikan pembaca merenung kembali akan makna hidupnya. Adapun pembahasan yang sering ditulis adalah sebagai berikut 1. Seputar keagamaan, mencangkup kecerdasan emosional dan spiritual. Menghadirkan Allah dalam setiap aktifitas adalah kenikmatan. Menanamkan iman sekuat-kuatnya dalam diri, maka dunia pun akan mengikuti. Sebagaimana perumpamaan padi dan rumput yang ia tulis, bahwa jika kita menanam padi, maka rumput akan ikut tumbuh. Namun bila hanya menanam rumput maka tak akan ada padi yang tumbuh. Padi ibarat iman (orientasi akhirat), sementara rumput adalah fana (orientasi keduniaan). 2. Mengajak pembaca untuk senang membaca dan menulis, dengan membaca menjadikan sesorang bertambah wawasannya, sementara dengan menulis adalah sebagai media untuk memberikan kemanfaatan bagi lebih banyak orang. Sebagaimana yang menjadi inspirasi bagi Ahmad Rifa‟i Rif‟an bahwa ketika nanti di Padang Mahsyar ia terbelalak melihat catatan amalnya, “Ya Allah, bukankah timbangan amal saya tak sebesar ini?”, kemudian ia merasakan betapa indahnya ketika menerima jawaban dari Allah, “Ya, Rifai, kau benar. Tapi ribuan orang telah tergerak beramal kebaikan setelah membaca tulisantulisanmu. Berantai amal sunnah terkerjakan setelah ribuan manusia membaca karya dari jemarimu.”
3. Mengajak para pembaca untuk senang berwirausaha semuda mungkin, karena berwirausaha adalah solusi untuk mengurangi jumlah pengangguran. Dengan berwirausaha dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, melihat begitu banyaknya pengangguran di negeri tercinta ini. Serta melatih diri bermental pemberi, bukan peminta. Karena dengan berwirausaha seseorang bisa bebas secara finansial. Sehingga lebih banyak orang yang bisa dibantu. 4. Penulis sekaligus entrepreneur ini juga selalu menyisipkan ajakan untuk „Nikah Muda‟. Berangkat dari keprihatinannya terhadap pemuda hari ini yang memilih jalan „Pacaran‟ dengan alasan ingin saling mengenal. Padahal hal tersebut menjadikan awal dari perbuatan zina, dan pada akhirnya terjadilah free sex, hamil diluar nikah, aborsi dll. Sehingga terjadilah kerusakan moral pada generasi penerus bangsa. Menikah, menjadikan seseorang hatinya lebih tentram, pikiran menjadi tenang, pandangan mata terjaga, getar hati pun berirama sesuai getaran kesucian. Diluruskan pula logika-logika yang selama ini dianut oleh banyak masyarakat, bahwasanya menikah harus mapan dahulu, harus sarjana dahulu, harus memiliki mobil dahulu, harus memiliki rumah dahulu, dan alasan-alasan lainya. Namun beliau membalik semua itu, tentunya sesuai syariat agama Islam bahwasanya jangan menunda menikah bila sudah memiliki kemampuan. Bahkan dalam Al-Qur‟an itu sendiri ditegaskan,
“Bila mereka dalam keadaan fakir, maka Allah akan mencukupkan mereka dengan keutamaan dari-Nya.” (Q.S An-Nur: 32). Menikahlah maka seseorang akan dikayakan oleh Allah. Kalau memang belum memiliki kemampuan, maka menjaga diri dengan akhlak yang baik adalah pilihan terbaik. Menikah akan lebih menjaga seseorang, terutama dari perilaku zina. Dengan mendewasakan diri lebih dini, tentunya membuat seseorang mandiri dan memiliki kemampuan untuk segera menikah, dan menghindari perbuatan zina. 5. Ajakan yang juga tak pernah luput yaitu memaknai hidup dalam kemanfaatan. Kebahagiaan sejati dalam hidup adalah dengan memberikan kemanfaatan bagi sesama. Kunci kesuksesan adalah mendapatkan kebahagiaan, dan kebahagiaan sejati ialah dimana setiap hembusan nafas menjadi rahmat bagi orang di sekitar. Kedatangan kita membuat orang lain tersenyum. Sebagaimana prinsip penulis buku ini, “Jika kita memikirkan orang lain, tuhan akan memikirkan kita. Tetapi jika kita memikirkan diri sendiri, yakinlah, tuhan akan memikirkan orang lain.” E. Sistematika Penulisan Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk Sistematika buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an ini hampir sama dengan buku-buku pada umumnya, dengan halaman pertama judul diikuti dengan nama penulisnya.
Halaman berikutnya adalah daftar isi yang dibagi dalam 4 Bab. Halaman selanjutnya adalah kata pengantar dari penulis terkait latar belakang yang mendorong penulis untuk menuliskan buku tersebut dengan selipan cerita perjalanan penulisan buku ini dengan bahasa yang menarik dan sopan, serta diikuti dengan ucapan terima kasih kepada orang-orang yang terlibat dalam penyelesaian buku. Selanjutnya adalah pembahasan pembuka yang berisi renungan, kisah dan motivasi. Pada lembar penutup dilampirkan profil penulis, daftar pustaka, kumpulan karya-karya Best Seller penulis, serta testimoni para pembaca buku, “Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk.” Lebih simpelnya, sistematika penulisan buku tersebut adalah sebagai berikut: 1. Halaman Judul 2. Daftar Isi 3. Kata Pengantar Penulis 4. Pembahasan Materi pembahasan terdiri dari 4 Bab, yaitu: a. Menata Hati, Membenahi Nurani b. Rumahku, Syurgaku c. Memancarkan Cahaya Syurga di Tempat Kerja d. Memperkokoh Semangat dan Visi Hidup 5. Profil Penulis 6. Daftar Pustaka
7. Halaman Sinopsis Beberapa Buku Karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an yang Best Seller. 8. Testimoni Para Pembaca buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk F. Sinopsis Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk “Tuhan, harap maklumi kami, manusia-manusia yang begitu banyak kegiatan. Kami benar-benar sibuk, sehingga kami amat kesulitan menyempatkan waktu untuk-Mu. Tuhan, kami sangat sibuk. Jangankan berjemaah, bahkan munfarid pun kami tunda-tunda. Jangankan rawatib, zikir, berdoa, tahajud, bahkan kewajiban-Mu yang lima waktu saja sudah sangat memberatkan kami. Jangankan puasa Senin-Kamis, jangankan ayyaamul baith, jangankan puasa nabi Daud, bahkan puasa Ramadhan saja kami sering mengeluh. Tuhan, maafkan kami, kebutuhan kami di dunia ini masih sangatlah banyak, sehingga kami sangat kesulitan menyisihkan sebagian harta untuk bekal kami di alam abadi-Mu. Jangankan sedekah, jangankan jariah, bahkan mengeluarkan zakat yang wajib saja sering kali terlupa. Tuhan, urusan-urusan dunia kami masih amatlah banyak. Jadwal kami masih amatlah padat. Kami amat kesulitan menyempatkan waktu untuk mencari bekal menghadap-Mu. Kami masih belum bisa meluangkan waktu untuk khusyuk dalam rukuk, menyungkur sujud, menangis, mengiba, berdoa, dan mendekatkan jiwa sedekat mungkin dengan-Mu. Tuhan, tolong, jangan dulu Engkau menyuruh Izrail untuk mengambil nyawa kami. Karena kami masih terlalu sibuk.”
Demikianlah potongan paragraf yang menyindir manusia untuk kembali merenungkan tujuan hidup didunia. Apakah semua aktifitas yang menyibukkannya didunia justru menjadikan manusia makin jauh dengan Allah. Atau justru sebaliknya menjadikan manusia makin dekat dengan Allah. Buku ini berisi renungan sekaligus motivasi dari penulis tentang betapa pentingnya menghadirkan Allah dalam setiap aktifitas kehidupan sehari-hari. Memberikan makna hidup yang terbaik serta melakukan halhal yang memberikan manfaat bagi diri sendiri dan manfaat bagi lebih banyak manusia, serta berisi tips-tips menjadikan hidup semakin dekat dengan Allah (Hubungan Vertikal), dan dekat dengan manusia secara sosial kemasyarakatan (Hubungan Horizontal). Buku yang terdiri dari empat bab ini disusun dengan klasifikasi berdasarkan wilayah kehidupan manusia. Membahas tentang dimensi vertikal dan dimensi horisontal. Diawali dengan bab pertama yaitu “Menata Hati Membenahi Nurani” dimana pembaca diajak untuk bercengkrama tentang pemaknaan tauhid, takdir, serta beberapa tema yang menyentuh wilayah jiwa. Bab kedua yaitu “Baiti Jannati” yang mengeksplorasikan tips dan trik Islam untuk menggapai kesuksesan dalam wilayah keluarga. Bab ketiga yaitu “Memancarkan cahaya Syurga di Tempat Kerja” dimana pembaca akan diajak memaknai ulang seluruh aktifitas pekerjaan, pergaulan, sebagai media peghambaan diri kepada Sang Pencipta. Pada bab empat atau bab penutup, yaitu “Memperkokoh
Semangat dan Visi Hidup” yang memotivasi setiap muslim untuk meraih kebahagiaan dengan memberikan kontribusi dan kemanfaatan bagi banyak orang, sehingga hidup semakin berada dalam keberkahan.
BAB III
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM BUKU “TUHAN MAAF KAMI SEDANG SIBUK” KARYA AHMAD RIFA‟I RIF‟AN A. Pengertian, Sumber, Tujuan, Metode, dan Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak 1. Pengertian Nilai Pendidikan Akhlak a. Nilai Menurut Rokeach dan Bank (1996: 62) nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan yang dalam seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan , atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan. Gazalba berpendapat bahwa nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, namun ideal, nilai bukan konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki, disenangi atau tidak disenangi. Sementara menurut Thoha (1996: 62) nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Kebermaknaan esensi tersebut semakin meningkat
sesuai
dengan
peningkatan
daya
tangkap
dan
pemaknaan manusia sendiri. Dalam pandangan Young (1993: 110) nilai diartikan sebagai asumsi-asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang hal-hal yang benar dan hal-hal yang penting. Sedangkan
Green memandang nilai sebagai kesadaran yang secara relatif berlangsung dengan disertai emosi terhadap objek, ide, dan perseorangan. Lain halnya dengan Woods, yang menyatakan bahwa nilai merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari (Mujib, 1993: 110). Nilai adalah ukuran untuk menghukum atau memilih tindakan dan tujuan tertentu. Tidak terletak pada barang atau peristiwa, tetapi manusia memasukkan nilai kedalamnya. Karena nilai adalah cita, ide, bukan fakta. Sebab itulah tiadak ada ukuranukuran yang obyektif tentang nilai dan karenanya ia tidak dapat dipastikan secara kaku (Rosyadi, 2004: 114). Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu sudut pandang yang bersifat abstrak, tentang baik-buruknya
suatu
hal
sebagai
bentuk
kesadaran
yang
mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan seharihari. b. Pendidikan Menurut UU No.20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan poensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan secara sederhana diartikan sebagai
usaha
manusia untuk membina kepribadianya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. (Hasbullah, 2009: 1). Pendidikan merupakan proses perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan terhadap semua kemampuan dan potensi manusia. Pendidikan juga daat diartikan sebagai suatu ikhtiar manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat (Rokib, 2009: 15). Pendidikan adalah usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya (Muchtar, 2008: 14). Dari
beberapa
pendapat
diatas
dapat
disimpulkan
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk melakukan proses perbaikan, penguatan, penyempurnaan terhadap semua potensi dalam diri, sehingga menjadikan seseorang tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang lebih baik. c. Akhlak Kata akhlak berasal dari bahasa arab akhlaaq, berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (Pencipta), makhluq (yang diciptakan), dan khaliq (penciptaan). Dari persamaan kata diatas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak
tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Pencipta) dengan perilaku makhluk (Manusia). Atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkunganya baru mengandung nilai akhlak yang
hakiki jika
tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak khaliq (Tuhan), sehingga akhlak tidak saja merupakan norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, namun juga dengan alam semesta sekalipun (Assegaf, 2014: 42). Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu membentuk suatu kesatuan tindak akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian (Drajat, 1995: 10). Akhlak awalnya dapat tumbuh melalui pengetahuan, jika dapat memahaminya selanjutnya dengan pembiasaan sebab ilmu dapat diperoleh melalui belajar, dan akhlak dapat diperoleh melalui pembiasaan (Kastolani, 2009: 120). Dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, bentuk dari penghayatan terhadap hidup seseorang yang didapat melalui pengetahuan diiringi pembiasaan sehingga ia akan muncul secara langsung (spontanitas bilamana
diperlukan,
tanpa
memerlukan
pemikiran
atau
pertimbangan lebih dulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar.
d. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dari berbagai paparan diatas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak adalah sekumpulan nilai pendidikan dalam rangka memperbaiki, memperkuat, serta menyempurnakan perilaku melalui pembiasaan sehingga tertanam kepribadian yang baik dalam diri seseorang sesuai dengan ajaran agama. Dimana dalam pembahasan ini fokus pada ajaran agama Islam. 2. Sumber Pendidikan Akhlak Dalam cakupan pendidikan Islam sumber pendidikan akhlak adalah dari Al-Qur‟an, Al-Hadis, Ra‟yu/ Akal (Ali, 2008: 89) : a. Al-Qur‟an Al-Qur‟an merupakan himpunan wahyu Tuhan yang sampai kepada nabi Muhammad Saw dengan perantara malaikat Jibril. Al-Qur‟an diturunka secara berangsur-angsur, bertujuan untuk memecahkan setiap problema yang timbul dalam masyarakat. Al-Qur‟an sebagai tempat pengambilan yang enjadi sandaran segala cabang, yang menjelaskan tentang pranata susila yang benar bagi kehidupan manusia. Berisi aturan yang sangat lengkap dan tidak punya cela, mempunyai nilai universal dan tidak terikat oleh ruang dan waktu, nilai ajaranya mampu menembus segala dimensi ruang dan waktu. Kalau Al-Qur‟an merupakan sumber inspirasi dan aktifitas manusia dalam setiap sendi kehidupanya, maka Alqur‟an menjadi landasan yang kokoh dan paling strategis bagi
orientasi pengembangan intelektual, spiritual, dan keparipurnaan hidup manusia secara hakiki (Rosyadi, 2004: 153-155). b. Al-Hadis Al-Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran islam. Apa yang telah disebut dalam Al-Qur‟an dijelaskan atau dirinci lebih lanjut oleh Rasulullah dengan sunnah beliau. Dan sunnah beliau itulah yang merupakan penafsiran serta penjelasan otientik tentang Al-Qur‟an (Ali,2008: 110). Ada 3 peranan hadis disamping Al-Qur‟an, yaitu: pertama, menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat di Al-Qur‟an. Kedua, sebagai penjelasan isi dari AlQur‟an. Ketiga, Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuanya didalam Al-Qur‟an (Ali,2008: 112). c. Ra‟yu/ Akal Yang Dilakukan Dengan Ijtihad Menurut ajaran Silam manusia dibekali Allah dengan berbagai perlengkapan yang sangat berharga, antara lain akal, kehendak, dan kemampuan untuk berbicara. Dengan akalnya manusia dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik mana yang buruk. Dengan akalnya manusia akan selalu sadar. Dengan kehendak bebas (free will) yang diberikan tuhan padanya, manusia dapat memilih jalan yang dilaluinya. Tanpa kebebasan (memilih), sukar dimintai pertanggungjawaban. Dan tanpa pertanggungjawaban kehidupan manusia menjadi
kurang bermakna. Sementara kemampuan berbicara merupakan manifestasi „keunggulan‟ manusia.denganya ia dapat menyatakan dirinya dan manusia mampu menghubungkan diri dengan tuhannya (Ali, 2008: 120). Sebagai sumber ajaran yang ketiga, kedudukan akal pikiran manusia yang memenuhi syarat penting sekali dalam sistem ajaran Islam. istilah ar-ra‟yu seringkali disebut ijtihad, yang bermakna usaha yang sungguh-sungguh yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang yang mempunyai ilmu pengetahuan
dan
pengalaman tertentu yang memenuhi syarat untuk mencari, menemukan, dan menetapkan nilai dan norma yang tidak jelas atau tidak terdapat patokanya didalam Al-Qur‟an dan Al-Hadis. Adapun hasil dari proses ijtihad, terutama yang dilakukan secara berkelompok yaitu sering disebut ijma‟ (Ali,2008: 121). Selain Ijma‟ (Kesepakatan para ulama‟/ mujtahid), juga terdapat beberapa bentuk hasil ijtihad lainnya, yaitu qiyas, istihsan, maslahah mursalah, urf, istishab, saddu dzariah, dan madzab shahabi (Khallaf, 1994: 17). Ijtihad sebagai langkah untuk memperbaharui interpretasi dan pelembagaan ajaran Islam dalam kehidupan yang berkembang merupakan semangat kebudayaan Islami. Menginterpretasikan antara wahyu dan Al-Kaun (Semesta). Interpretasi dari wahyu menghasilkan pemahaman keagamaan atau agama yang aktual,
sementara interpretasi dari Al-kaun adalah ilmu pengetahuan (Rosyadi, 2004: 158). 3. Tujuan Pendidikan Akhlak Dalam cakupan pendidikan Islam, tujuan pendidikan akhlak Prof. M. Athiyah Al-Abrashy menyimpulkan 5 tujuan umum pendidikan Islam: a. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Kaum muslim telah setuju bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan bahwa mencapai akhlak yang sempurna adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya. b. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan islam sangat menaruh perhatian penuh untuk kedua kehidupan itu sebagai tujuan diatara tujuan-tujuan umum yang asasi. Sebab, memang itulah tujuan tertinggi dan terakhir pendidikan. c. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Islam memandang, manusia sempurna tidak akan tercapai kecuali memadukan antara ilmu pengetahuan dan agama, atau mempunyai kepedulian (concern) pada aspek spiritual, akhlak, dan pada segi-segi kemanfaatan.
d. Menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu sekedar ilmu. e. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis dan perusahaan supaya ia juga dapat menguasai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu agar dapat mencari rezeki (Rosyadi, 2004: 161-162). Sementara Muhammad Qutb (2004: 165) berpendapat bahwasanya tujuan pendidikan Islam adalah manusia yang taqwa. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Qur‟an surah Al-Hujurat: 13,
...Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S Al-Hujurat: 13)
Adapun ciri-cirinya adalah: Jasmani sehat (sehat, kuat, berketrampilan), kecerdasan dan berkepribadian, dan memiliki hati yang bertakwa (sukarela melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah) (Rosyadi, 2004: 165-167).
4. Metode Pendidikan Akhlak
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwasanya metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai yang dikehendaki (Depdiknas, 2007: 741). Sementara menurut Mahmud Yunus (2002: 87) metode adalah jalan yang hendak ditempuh oleh seseorang supaya sampai kepada tujuan tertentu, baik dalam lingkungan perusahaan atau perniagaan, maupun dalam kupasan ilmu pengetahuan dan lainya. Penggunaan metode sangatlah penting, karena metode adalah salah satu komponen yang menentukan berhasil tidaknya suatu pendidikan (Arief, 2002: 87). Pendidikan agama diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk membentuk manusia agamis dengan menanamkan akidah keimanan, amaliah, dan budi pekerti (akhlak al-karimah) agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah Swt (Usman, 2002: 4). Beberapa metode yang dapat digunakan dalam melaksanakan pendidikan akhlak adalah sebagai berikut: a. Metode Pembiasaan Pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam. oleh karena itu, sebagai awal dalam proses pendidikan, pembiasaan merupakan cara yang efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa anak. Dalam teori perkembangan anak dikenal dengan teori konvergensi, dimana pribadi dapat dibentuk oleh lingkungannya dan dengan
mengembangkan potensi dasar yang ada padanya, salah satu caranya adalah melalui kebiasaan yang baik. Al-Qur‟an memuat prinsip umum pemakaian metode pembiasaan dalam proses pendidikan. Dalam merubah perilaku negatif misalnya, Al-Qur‟an menggunakan pendekatan pembiasaan yang dilakukan secara berangsur-angsur. Kasus pengharaman khamr misalnya (Arief, 2002: 110-111). Diawali dengan menerangkan bahwasanya khamr lebih banyak negatifnya dibandingkan manfaatnya (lihat Q.S Al-Baqarah: 219), dilanjutkan dengan larangan mendekati shlalat bagi para peminum khamr yang dalam keadaan mabuk (lihat Q.S An-Nisa‟: 43), dan pada tahap akhir Allah dengan tegas melarang meminum khamr (lihat Q.S Al-Maidah: 5). b. Metode Keteladanan Metode keteladanan sebagai suatu metode yang digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang baik kepada siswa agar
mereka dapat
berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar (Arief, 2002: 120). Pada dasarnya manusia sangat cenderung memerlukan sosok teladan dan anutan yang mampu mengarahkan manusia pada jalan kebenaran dan sekaligus menjadi perumpamaan dinamis yang menjelaskan cara mengamalkan syariat Allah. Oleh karena itu, Allah mengutus Nabi Muhammad
sebagai hamba dan Rasul-Nya menjadi teladan bagi manusia dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam (An Nahlawi, 1995: 260), sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S Al- Ahzab: 21) Pada ayat diatas dijelaskan bahwa Allah memerintahkan hambanya untuk menjadikan Rasulullah Saw sebagai teladan dalam membentuk Akhlakul Karimah. Kebutuhan manusia akan figur teladan bersumber dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter manusia (An Nahlawi, 1995: 263). Dalam
konsep
teori
belajar
sosial-kognitif
yang
dikemukakan Albert Bandura, teori ini termasuk teori belajar sosial yang disebut dengan imitasi, karena perilaku terbentuk melalui proses imitasi, mengamati perilaku orang lain termasuk mengamati terhadap efek dari perilaku orang lain. Teori ini juga dikenal dengan belajar model, karena proses pembentukan perilaku memerlukan model yang dicontoh atau diikuti (Sriyanti, 2011: 73).
c. Metode Pemberian Nasehat
Metode nasihat merupakan sebuah cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam rangka mendidik anak didiknya dalam hal pembelajaran agama atau akhlak dengan cara memberikan nasihat atau ceramah secara langsung (oral). Allah Swt mencontohkan apabila seorang hendak memberikan pengajaran melalui ceramah dilakukan dengan cara yang baik pula. Sebagaimana terkandung dalam Q.S. al-Nahl: 125:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orangorang yang mendapat petunjuk. (Q.S An- Nahl: 125) Nasehat adalah salah satu cara dari al- mau‟idzah al- hasanah yang bertujuan mengingatkan bahwa segala perbuatan pasti ada sangsi dan akibat. Al-Asfahani memberikan pemahaman bahwa makna almau‟idzah merupakan tindakan mengingatkan seseorang dengan baik dan lemah lembut agar dapat melunakkan hatinya. Bisa juga diartikan dengan memerintah atau melarang atau menganjurkan yang dibarengi dengan motivasi dan ancaman. Nasehat harus berkesan dalam jiwa atau mengikat dengan keimanan dan petunjuk (Suparta, 2003: 248).
Kelemahlembutan dalam menasehati (al-mau‟izhah) seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar. Bahkan ia lebih mudah melahirkan kebaikan ketimbang larangan dan ancaman (Fadlullah, 1997: 49). d. Metode Kisah dan Cerita Diantara metode pendidikan Nabi Saw lian ialah menuturkan kisah. Kisah dijadikan oleh beliau sebagai alat (media dan sarana) untuk membantu menjelaskan suatu pemikiran dan mengungkapkan suatu masalah (Al-Maliki, 2002: 94). Metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan yang mashur dan terbaik, sebab kisah itu mampu menyentuh jiwa jika didasari oleh ketulusan hati yang mendalam (Arief, 2002: 160). Allah dan Rasul-Nya juga menggunakan metode ini dalam mendidik akhlak umat manusia pada waktu itu, bahkan dalam AlQur‟an lebih banyak mengemukakan cerita manusia zaman dahulu dalam menanamkan sikap moral. Seperti cerita Nabi-Nabi dalam AlQur‟an, cerita orang saleh zaman dahulu, dan juga cerita mengenai hamba-hamba-Nya yang maksiat kepada Allah. Biasa disebut dengan “Kisah Qur‟ani” karena bersumber pada Al-Qur‟an, dan “Kisah Nabawi” yang bersumber pada hadits Nabi Saw. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Yusuf: 3 :
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya adalah Termasuk orang-orang yang belum mengetahui. (Q.S Yusuf: 3) e. Pemberian ganjaran dan hukuman Dalam bahasa indonesia, ganjaran dapat dipahami dengan balasan baik maupun balasan buruk. Sementara dalam bahasa arab diistilahkan dengan “tsawab” yang berarti pahala, upah dan balasan. Kata “tsawab” dalam Al-Qur‟an selalu diterjemahkan dengan balasan yang baik (Arief, 2002: 125). Ganjaran adalah alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar bagi murid. Sementara pemberian hukuman (iqab) adalah alat pendidikan preventif dan represif yang paling tidak menyenangkan, imbalan dari perbuatan yang tidak baik (Arief, 2002: 131). Dalam teori belajar, metode pemberian ganjaran dan hukuman merupakan teori behavioristik-koneksionisme yang dikemukakan oleh Edward Thorndike, yang biasa disebut reward dan punishment (Sriyanti: 2011, 43). f. Metode Perintah dan larangan Perintah dan larangan yang terdapat
dalam al-Qur‟an
merupakan cara Allah dalam mendidik hamba-hambaNya agar
menjadi pribadi muslim yang baik sesuai dengan ajaranNya. Baik berupa perintah wajib untuk dilaksanakan atau wajib ditinggalkan, dengan menggunakan fi’lu al-amar atau nahiy ataupun dengan menggunakan kalimat berita berupa kebaikan dan keburukan. Allah berfirman dalam Q.S Luqman: 17:
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Q.S Luqman: 17) g. Metode Perumpamaan Termasuk metode pendidikan Nabi Saw yang mendekatkan pengertian suatu masalah dengan membuat perumpamaan (tamsil). Perumpamaan
merupakan
cara
yang
tepat
untuk
lebih
menggambarkan, menjelaskan dan mendekatkan hakikat masalah tertentu dihati pendengar (Al-Maliki, 2002: 115). Perumpamaan
juga
memiliki tujuan psikologis-edukatif.
Adapun tujuan tersebut ialah: pertama, memudahkan pemahaman mengenai suatu konsep. Kedua, mempengaruhi emosi yang sejalan dengan konsep yang diumpamakan dan untuk mengembangkan aneka perasaan ketuhanan. Ketiga, membina akal untuk terbiasa berfikir secara valid dan analogis, dan keempat, mampu menciptakan motivasi
yang menggerakkan aspek emosi dan mental manusia (An-Nahlawi, 1995: 254-259). Dalam pendidikan Islam, perumpamaan terdapat dalam Al-Qur‟an dan Hadits yang disebut perumpamaan Qur‟ani dan Nabawi. 5. Macam dan Ruang Lingkup Akhlak Akhlak berdasarkan macamnya terdiri atas Akhlakul karimah /akhlak mulia (akhlak Islami) dan Akhlakul Madzmumah/ akhlak tercela (akhlak jahiliyyah). Akhlak Islami adalah perilaku terpuji yang ada pada diri seseorang untuk menggapai ridha Allah, sedangkan akhlak jahiliyyah adalah perilaku tercela yang ada pada seseorang sebagai refleksi dari pengingkaran terhadap perintah Allah (Assegaf, 2014: 43). Sedangkan untuk ruang lingkup akhlak mempunyai kaitan erat bahkan persamaan dengan takwa. Ruang lingkup akhlak diantaranya adalah sebagai berikut: a. Akhlak terhadap Allah (Khalik) Hubungan manusia dengan Allah merupakan prima causa hubungan-hubungan yang lain, karena itu hubungan inilah yang seyogyanya diutamakan dan secara tertib diatur tetap terpelihara. Sebab dengan menjaga hubungan dengan Allah, manusia akan terkendali tidak akan melakukan kejahatan terhadap dirinya sendiri, masyarakat, dan lingkungan hidup (Ali, 1998: 367-367). Pemeliharaan hubungan dengan Allah dapat dilakukan antara lain: (1) Beriman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa menurut cara
yang diajarkan-Nya melalui wahyu yang menjadi petunjuk dan pedoman hidup manusia. (2) Beribadah kepada-Nya dengan jalan melaksanakan shalat lima kali sehari semalam, menunaikan zakat apabila telah sampai nishab dan haul-nya, berpuasa selama sebulan dalam setahun, melakukan ibadah haji sekali seumur hidup, menurut cara-cara yang ditetapkan-Nya. (3) mensyukuri nikmatNya dengan jalan menerima, mengurus, memanfaatkan, semua pemberian Allah kepada manusia. (4) Bersabar menerima cobaan Allah dalam makna tabah, tidak putus asa ketika mendapat musibah atau menerima bencana. (5) memohon ampun atas segala dosa dan taubat dalam makna sadar untuk tidak lagi melakukan segala perbuatan jahat dan tercela (Ali, 1998: 369) b. Akhlak terhadap makhluk 1) Akhlak terhadap manusia Terdiri atas: a) Akhlak terhadap Rasulullah Saw Mencintai rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya, dan menjadikan beliau idola sekaligus teladan dalam hidup dan kehidupan. b) Akhlak terhadap orang tua Mencintai kedua orang tua melebihi mencintai kerabat lainnya, merendahkan diri kepada keduanya diiringi perasaan kasih sayang. Berkomunikasi dan berbuat baik
kepada keduanya dengan sebaik-baiknya, serta mendoakan keselamatan
dan
ampunan
kendati
keduanya
telah
meninggal dunia. c) Akhlak terhadap diri sendiri Memelihara kesucian diri, menutup aurat, jujur dalam perkataan dan perbuatan, ikhlas, sabar, rendah hati, malu, menjauhi dengki dan dendam. d) Akhlak terhadap keluarga, karib kerabat Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan keluarga, saling menunaikan hak dan kewajiban, mendidik anak-anak dengan kasih sayang, serta memelihara silaturahim dan melanjutkan silaturahim yang dibina orang tua yang telah meninggal dunia. e) Akhlak terhadap tetangga Saling
mengunjungi,
saling
menolong
dalam
keadaan senag maupun susah, saling menghormati, saling memberi, serta menghindari permusuhan. f) Akhlak terhadap masyarakat Memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat, memberi makan fakir miskin,
bermusyawarah,
menepati janji.
menunaikan
amanah,
dan
2) Akhlak terhadap bukan manusia (Lingkungan Hidup) Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup, sayang kepada sesama makhluk (Ali, 2008: 356). B. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk Karya Ahmad Rifa‟i Rif‟an Sebagaimana dalam ruang lingkup akhlak, buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk juga memiliki ranah pendidikan akhlak meliputi akhlak terhadap Allah dan akhlak terhadap makhluk. Akhlak terhadap Allah biasa disebut dengan akhlak vertikal, sementara akhlak terhadap manusia biasa disebut akhlak horisontal. Berikut adalah nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk : 1. Penjelasan tentang tujuan penciptaan Tuhan, maaf kami orang-orang sibuk. Kami memang takut neraka, tetapi kami kesulitan mencari waktu untuk mengerjakan amalan yang dapat menjauhkan kami dari neraka-Mu. Kami memang berharap syurga, tapi kami hampir tidak ada waktu untuk mencari bekal menuju syurga-Mu. ... Kita seolah makhluk yang begitu sibuk, bahkan untuk beribadah dan berkomunikasi dengan Allah saja kita harus menyempatkannya. Kita seolah pelit, bahkan untuk akhirat kita justru menyedekahkan harta yang tersisih. Tak sadar dihadapan Tuhan seolah-olah kita adalah orang-orang tersibuk, padahal seluruh waktu, seluruh jatah usia, bahkan hidup kita seharusnya kita persembahkan dalam pengabdian kepada-Nya (Rif‟an, 2015: 3-4)
2. Penjelasan tentang cara menjaga iman manusia Iman adalah labil. Iman bukanlah sesuatu yang statis. Iman dapat naik atau turun. Ketika iman sedang tinggi, kita bersemangat sekali beribadah kepada Allah. Ibadah-ibadah wajib maupun sunnah dilaksanakan dengan gairah yang tinggi. Sementara saat iman sedang rendah, kita makin bermalasan dalam beribadah, kita enggan melaksanakan yang wajib, apalagi yang sunnah. Hubungan timbal balik itu sebenarnya terjadi. Urutanya bukan hanya: ketika iman kita
naik, maka kita menjadi tekun beribadah. Tetapi berlaku juga sebaliknya, ketika kita tekun beribadah, maka iman meningkat (Rif‟an, 2015: 29-30) 3. Penjelasan tentang anjuran untuk ber-islam secara menyeluruh (kaffah) Asyhadu an laa ilaaha illallah bukan hanya di lisan, tapi justru penjelmaan kalimat itu di perilaku keseharian, itu yang utama. Andaikan syahadat hanya untuk diucap lisan, cukuplah anak kita yang masih bermain di playgroup atau taman kanak-kanak bisa mengucapkanya dengan fasih. Andaikan ber-Islam hanya dibutuhkan persaksian lisan, burung beo-pun bisa, bisa punya kesempatan jadi muslim. Ber-Islam-lah secara kaffah, menyeluruh. Jika syahadat telah kita ucap, perilaku sehari-hari layaklah untuk segera kita benahi (Rif‟an, 2015: 39). 4. Penjelasan tentang taubat Ketika orang shaleh ditanya oleh seseorang dengan pertanyaan, ”Mengapa masalah tak kunjung beralih dari hidupku?” Biasanya yang pertama kali keluar dari lisanya adalah anjuran untuk bertaubat kepada Allah. Karena ia tahu bahwa dengan bertaubat terhadap dosa-dosa, maka tak ada yang namanya masalah. Masalah adalah ketika kita berbuat dosa dan tak kunjung mentaubatinya (Rif‟an, 2015: 52) 5. Penjelasan tentang berdoa kepada Allah Saudaraku, doa adalah bentuk pengakuan terhadap ketidakmampuan kita dalam mengatasi segala persoalan hidup tanpa pertolongan Allah. Doa adalah bentuk kerendahhatian seorang hamba yang lemah terhadap kekuatan Tuhannya. Bahkan dengan kalimat tegas Rasulullah mewanti-wanti, “Barang siapa yang tidak memohon kepada Allah, murkalah Allah kepada-Nya.”(H.R At-Tirmidzi). Jika Allah sudah murka , apalah artinya hidup kita didunia ini. Semua hanya menjadi bencana. Semua hanya kesengsaraan (Rif‟an, 2015: 64). 6. Penjelasan tentang makna jihad Dahulu, jihad mungkin mengakibatkan terenggutnya jiwa, hilang-nya harta benda, dan terurainya air mata. Kini jihad harus membuahkan terpeliharanya jiwa, terwujudnya kemanusiaan yang adil dan beradab, melebarnya senyum, serta terhapusnya air mata. Memberantas kebodohan dan kemiskinan adalah jihad yang tidak kurang petingnya daripada mengangkat senjata. Ilmuwan berjihad dengan memanfaatkan ilmunya, karyawan berjihad dengan kejujuran dan profesionalismenya,
guru berjihad dengan metode pendidikannya, pemimpin dengan keadilannya, penulis berjihad dengan karya inspiratif dari jemarinya, ulama berjihad dengan ilmunya, dan pengusaha tentu dengan inovasi dan dengan kejujurannya (Rif‟an, 2015: 197). 7. Penjelasan tentang puasa sebagai terapi kredibilitas Untuk mengatasi kerusakan moral yang sedemikian akut, tentu perlu sebuah metode khusus. Salah satunya puasa. Puasa merupakan ibadah yang paling ampuh dan efektif untuk melatih kejujuran. Berbeda dengan sifat ibadah yang ada, puasa adalah ibadah sirriyah (rahasia). Dikatakan sirriyah, karena yang mengetahui seseorang itu berpuasa atau tidak , hanyalah orang yang berpuasa itu sendiri dan Allah. Kita bisa saja makan dan minum seenaknya ditempat sunyi yang tidak terlihat seorang pun. Namun kita tidak melakukannya, karena dalam diri kita tertanam satu keyakinan ada Allah yang Maha Melihat. Puasa melatih manusia untuk senantiasa menyadari kehadiran Tuhan dalam setiap detik hidupnya. Dengan puasa kita dilatih untuk menyadari bahwa segala aktifitas yang kita lakukan selalu diawasi oleh Allah (Rif‟an, 2015: 237). 8. Penjelasan tentang memaknai shalat sebagai kebutuhan Wajar hingga saat ini dengan mudah kita menjumpai orang yang shalatnya genap lima waktu, tapi ketika tiba di meja kerja ia dengan begitu beringasnya menggelembungkan dana ini itu agar bisa di tilap. Wajar jika kita masih dengan mudah melihat orang yang shalat lima waktunya lancar tapi masih saja berani mengurangi timbangan. Orang yang rajin shalat lima waktu tapi masih suka menipu konsumen. Karena kita selama ini tidak menjadikan shalat sebagai kebutuhan hidup. Kita hanya menjadikan shalat sebagai kewajiban yang memaksa (Rif‟an, 2015: 254-255) 9. Penjelasan tentang uzlah Tokoh-tokoh sufi banyak yang sepakat untuk memaknai uzlah dengan definisi sunyi bersama Allah dalam keramaian dunia, dan ramai bersama Allah dalam kesunyian dunia. ... Jasad kita boleh jadi melakukan aktifitas sehari-hari seperti biasa, melakukan pekerjaan kantor di ruang kerja, berkomunikasi dengan rekan bisnis, berhadapan dengan klien menatap layar komputer, tapi hati kita tak pernah lepas dari mengingat Allah. Kebersamaan kita dengan Allah tidak terganggu oleh aktivitas kita sehari-hari. ... Meski raga kita seolah sendiri, tapi jiwa kita senantiasa ramai bersama Allah. Semua masalah kita tumpahkan kepada-Nya. Masalah sebesar apapun tetap kalah oleh kebesaran kuasa Tuhan (Rifan, 2015: 259-261).
10. Penjelasan tentang khusnudhon kepada Allah Ketika permasalahan hidup tak kunjung berhenti menimpa seseorang, jangan buru-buru menyimpulkan bahwa Allah sedang membenci orang tersebut. Mungkin Allah ingin menyaksikan hamba yang dicintainya itu menyungkur sujud di sepertiga malam terakhir untuk mengadukan permasalahn hidupnya (Rif‟an, 2015: 202). 11. Penjelasan tentang bersyukur Jika kita bersyukur, Tuhan akan menambah nikmat-Nya kepada kita. Jika saya tanya kepada anda, apa yang akan kita lakukan supaya Allah berkenan menambah nikmat-Nya kepada kita? Ya, jawabanya adalah dengan bersyukur....Selama ini kebiasaan kita adalah bersyukur setelah nikmat itu hadir. Kita dengan mudah mengucap hamdalah setelah rezeki datang menghampiri. Padahal syukur adalah metode mengundang nikmat. Jika selama ini urutan yang kita anut adalah “Berdoa kepada Tuhan-> Doa kita dikabulkan -> Baru bersyukur” Mulai sekarang, mari logikanya kita balik, “Bersyukur terlebih dahulu -> Berdoa kepada Tuhan -> Doa kita pun dikabulkan.” (Rif‟an, 2015: 71-72). 12. Penjelasan tentang jujur kunci kesuksesan “Indikasi kesuksesan adalah kebahagiaan. Lalu darimana bisa memperoleh kebahagiaan itu? Tentu saja salah satunya dilihat dari kejujuran dalam meraihnya.” (Rif‟an, 2015: 206). 13. Penjelasan tentang anjuran untuk menjauhi ghoshab Saat ini ghoshab seringkali disepelekan karena memang dirasa sebagai hal lumrah atau biasa saja. apalagi kepada teman akrab yang sudah lama saling pinjam, saling pakai, saling bagi, saling minta, dan salingkasih barang-barang yang dimiliki. Persahabatan yang begitu akrab menghadirkan sebuah rasa yang menganggap, milikku adalah milikmu, milikmu adalah milikku. Keakraban itu kemudian menimbulkan satu kalimat, “Ah, pinjem bentar gak papa lah. Pasti temenku nggak akan marah kalo barangnya ku pinjem!” Nah, perasaan itu kemudian merasuk dalam diri menjadi karakter yang susah dihilangkan. Sikap tak meminta izin saat meminjam hak milik orang lain akhirnya menjadi kebiasaan yang dianggap wajar (Rif‟an, 2015: 266).
14. Penjelasan tentang akhlak muslimah yang berkarier “Prestasi wanita karier harus dinilai dengan penilaian ganda, ditempat kerja ia berprestasi dalam karier, dan di rumah ia sukses menempatkan diri sebagai istri dan ibu.”( Rif‟an, 2015: 163). Bagi anda para perempuan yang memilih untuk tidak bekerja diluar dengan alasan khawatir pada terabaikannya tugas anda sebagai istri bagi suami serta ibu bagi anak-anak anda, tidaklah apa. Tugas sebagai ibu rumah tangga tak kalah mulia dari usaha mencari nafkah. Namun bagi anda yang telah memilih hidup dalam karier, yakinlah bahwa Islam tak pernah menempatkan perempuan pada derajat rendah kehidupan. Islam tak meminta perempuan untuk mengunci diri dalam bilik kecil rumahnya. Silahkan meniti profesi, asalkan profesi yang dipilih tidak menganjurkan pada pelanggaran etika dan naluri sebagai wanita (ibu dan istri). Namun ada aturan yang harus dipegang erat agar kaum wanita tetap berada ditempat tehormat. Pertama, patuhi adab keluarnya wanita dari rumahnya, misalnya perihal pakaian. Semoga tidak ada lagi perempuan muslim membeber auratnya dengan alasan, “Maklumlah, tuntutan profesi!” (Rif‟an, 2015: 167). 15. Penjelasan tentang mengingat mati sebagai motivasi beramal Umur manusia memang misteri. Kita tak tahu kapan usia kita berakhir. Namun terkadang kita lupa bahwa Allah menjadikan usia kita sebagai misteri justru agar kita bisa mendayagunakan pikir, bahwa kita bisa mati kapan saja. betapa bodohnya ketika kita tahu bahwa kematian bisa datang kapan pun, namun masih saja dengan tenang mengerjakan dan pekerjaan yang sia-sia dalam hidup (Rif‟an, 2015: 332). 16. Penjelasan tentang anjuran bekerja keras “Ketika kita melihat orang lain sukses, yang kita lhat seringkali hanya enaknya saja. banyak dari kita yang tidak berminat untuk melihat betapa susahnya orang tersebut dalam menggapai tangga-tangga suksesnya.” (Rif‟an, 2015: 213). Hidup itu berproses. Ketika kebanyakan manusia melihat hasilnya, percayalah bahwa Tuhan lebih melihat bagaimana perjalananmu dalam meraihnya. Ketika niatmu sudah lurus, usahamu sudah tulus, perbaikan diri kau lakukan terus-menerus, insya Allah penilaian terhadapmu pun bagus (Rif‟an, 2015: 222). 17. Penjelasan tentang waktu adalah amanah
Masa terus beralih menuju titik peraduanya, dan Allah tak pernah memberi kalimat tanya dengan kata awal „berapa‟. Kalimat tanyanya adalah „Untuk apa‟. Maka sebelum Izrail datang menjemput, mari bersama mengingat dan merenung, sejenak saja. kira-kira lebih banyak mana kita mengisi usia selama ini, kita isi dengan puing-puing pahala, atau justru berlimpah dengan noktah-noktah dosa yang esok akan memperberat dosa? ... Masa tak pernah menunggu, usia tak pernah menanti. Ia akan tetap berjalan. Tahun akan tetap berganti. Dan satu yang pasti, usia kita adalah amanah yang tidak gratis. Ia merupakan modal yang diberikan oleh sang pencipta untuk kita. Tak ada jeda istirahat bagi seorang muslim di dunia ini. Karena jeda istirahatnya adalah saat ia menginjakkan telapak kakinya di pelataran syurga (Rif‟an, 2015: 244- 245) 18. Penjelasan tentang anjuran bersedekah “Coba kita balik logika bersedekah. Jika dulu urutan yang kita anut adalah: Meminta -> Dapat Rizki -> Sedekah, kini mari balik urutanya menjadi: Sedekah -> Meminta -> Dapat rezeki. Insya Allah kesuksesan hidup semakin cepat tergapai.” (Rif‟an, 2015: 308). 19. Penjelasan tentang derajat manusia ditentukan ketakwaanya kepada Allah Jangan pernah meremehkan orang dari profesinya. Asalkan profesi itu halal, insya Allah memiliki potensi yang sama untuk menggapai kemuliaan hidup. Jangan pernah merasa sombong maupun rendah diri dengan profesi yang kita tekuni, karena mulia tidaknya, baik buruknya, hormat atau hinanya seseorang bukan dinilai dari profesi yang ditekuninya. Tinggi rendahnya orang dinilai dari tingkaat pengabdiannya kepada Tuhannya (Rif‟an, 2015: 320). 20. Penjelasan tentang menikah sebagai sarana meraih kemuliaan hidup Pernikahan adalah kemuliaan. Menunda untuk meraih kemuliaan bukankah suatu perbuatan yang tidak bijak? Percayalah Tuhan kita Maha Kaya, Maha Kuasa, Maha Mencukupi. Rezeki Allah berlimpah di alam semesta. Kita hanya butuh keseriusan untuk menjemputnya. Janji Allah pun sangat memotivasi kita, barang siapa yang menikah dalam rangka menggapai Ridho-Nya, Allah akan mencukupkan hidupnya (Rif‟an, 2015: 120).
21. Penjelasan tentang menikah untuk menjauhi zina Islam mensyari‟atkan pernikahan, sebuah ikatan suci yang diiringi niatan yang tulus untuk berumah tangga sebagai bentuk ibadah kepada Allah, dan diiringi dengan kesiapan untuk menerima segala kelebihan dan kekurangan dari pasangan hidupnya. Bukan niat-niatan duniawi, seperti mengejar materi, menutup aib, mengubur rasa malu, atau sekedar pelarian „patah hati‟. Allah tak pernah membolehkan pacaran. Mengapa? Karena cinta yang tak diiringi tanggungjawab adalah sebuah kepengecutan sikap dan hanya berakhir dengan sesal. Tak sedikit kita jumpai banyak kasus free sex maupun pelecehan seksual. Itu karena nafsu berupa ketertarikan terhadap lawan jenis yang merupakan fitrah manusia tak terkontrol dengan baik. Akibatnya? Tentu kerugian yang didapat. Nama baik tercemar, hidup tak dihormati lagi dalam masyarakat. Islam tak menghendaki itu. Ajaran nikah melindungi kita dari kehinaan hidup ( Rif‟an, 2015: 133-134). 22. Penjelasan tentang anjuran menjaga kesetiaan dalam hubungan suamiisteri dengan komitmen dan tanggung jawab Kesetiaan memang tak hanya butuh cinta. Rasa tanggung jawab dan komitmen terhadap ikatan suci pernikahan adalah engikat yang lebih kuat ketimbang cinta. Kita kesulitan mengendalikan cinta. Sehingga jika keluarga dipertahankan atas dasar cinta (yang notabene tidak bisa diatur), ia rentan pecah. Carilah kata lain yang bisa dikendalikan dan bisa memperkuat jalinan kasih di rumah tangga, insya Allah komitmen dan tanggung jawab adalah jawabannya. ... Peliharalah kesetiaan. Ketika ada bersitan jahat yang menyita perhatian anda, segeralah beristighfar, berwudhu dan ingatlah, di rumah anda ada pasangan yang selalu tersenyum menyambut kehadiran anda. Yang selalu berdoa tatkala anda bekerja. Yang tak pernah letih mengabdi. Yang rela bersama anda selama hidup. Dialah istri anda. Dialah suami anda (Rif‟an, 2015: 127-128). 23. Penjelasan tentang sumber masalah selingkuh dan akibatnya Salah satu tempat yang menjadi awal perselingkuhan adalah kantor. Frekuensi pertemuan yang intens dan kedekatan sering kali menumbuhkan „hubungan terlarang‟ ini. Begitu banyak pasangan yang sudah menikah dengan mudah mencederai kesetiaan dan menghancurkan hubungannya karena terjebak dengan sebuah perselingkuhan di kantor. ... Harap ingat selalu bahwa perselingkuhan adalah cara telak untuk menurunkan harga diri anda. Terkait kesuksesan karier, ada lelucon klasik. Di sebelah lelaki sukses, ada seorang wanita yang mendampingi, dan wanita itu adalah istrinya. Di
sebelah laki-laki yang gagal. Juga ada seorang wanita yang mendampingi, tapi wanita itu bkan istrinya.” (Rif‟an, 2015: 170-172). 24. Penjelasan tentang peran orang tua dalam keluarga a. Peran Ayah Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan untuk mengasihi tanpa pamrih. Keluarga kita bukan hanya berharap tercukupi kebutuhan ekonominya semata, tapi kasih sayang dan perhatian jauh lebih dibutuhkan oleh mereka. Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan untuk bisa mengatur waktu, kapan waktu menyibukkan diri mencari nafkah, dan kapan ada waktu bercanda bersama anak istri. Menjadi ayah mengharuskan anda memiliki sikap bijak dalam mengatur waktu, kapan sibuk dengan dunia kerja, kapan ada waktu shalat berjamaah, menyimak iqra‟, memeriksa hafalan, serta menemani belajar dan mendiskusikan PR-PR si kecil (Rif‟an, 2015: 138). b. Peran Ibu Ibu sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak. Peran ibu sangatlah vital sebagai pencetak generasi sejak dini. Ibundalah yang pertama kali berinteraksi dengan anak, sosok pertama yang memberi rasa aman dan sosok pertama yang dipercaya dan didengar ucapanya oleh anak. ... Untuk anda wahai para ibu. Jangan terlalu banyak berharap memiliki anak yang rajin shalat jika anda tak pernah shalat. Jangan bercita memiliki anak yang pandai membaca Al-Qur‟an jika anda menyentuh Al-Qur‟an pun tak pernah. Jangan pernah berharap memiliki buah hati yang hobi membaca, jika anda tak pernah meneladankan itu sejak dini kepada mereka (Rif‟an, 2015: 144). 25. Penjelasan tentang mendidik anak dengan mendahulukan aspek keimanan Ibarat menanam padi, rerumputan akan mengiringi pertumbuhannya. Tanamkan iman di dada putra putri anda, maka prestasi dunia akan mengiringi perjalanan hidupnya kelak. Tanamkan keimanan di lahan lembab hati mereka, hati anak-anak yang masih berupa lahan subur untuk berbagai tanaman kehidupan. Jika salah tanam, di akhir panen anda hanya akan menggigit jari sambil turut mendendangkan nyanyian para penghuni neraka,
“Aduhai kiranya dahulu aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.” (Q.S Al-Furqan: 27). Kuatkan dulu iman dalam hati putra-putri anda. Jika panduan iman telah menuntunnya sejak dini, jalan menuju usiausia berikutnya tak akan pernah menimbulkan penyesalan bagi anda, para orang tua (Rif‟an, 2015: 153). 26. Penjelasan tentang akhlak anak terhadap orang tua (birrul walidain) Bagi anda yang masih diberi kesempatan menyaksikan kedua orang tua anda belum dijemput oleh Allah, sungguh itu adalah sebuah jalan pintas bagi anda menuju pelataran syurga. Jangan pernah berpikir orang tualah yang butuh anda. Karena sesungguhnya andalah yang butuh mereka (Rif‟an, 2015: 156). Dunia baru seolah mengajak manusia menjadi pribadi yang makin cuek dengan lingungan sosialnya. Bahkan kepada orang tuanya. Dunia baru membawa nuansa persaingan yang sedemikian tajam sehingga mengabaikan segala yang tak membantu, atau dirasa merepotkan perjalanan karier dalam hidupnya. Akhirnya, lahirlah Alkomah dan Malin Kundang abad ke-21. ... Begitu banyak yang telah membuktikan bahwa kedua orang tua sangatlah mempengaruhi kesuksesan manusia. Bukan hanya sukses akhirat, tetapi juga terkait erat dengan sukses dunia. Jika anda masih memiliki orang tua, hormati, kasihi, dan cintai mereka. Merekalah manusia keramat di dunia yang dikaruniakan Allah kepada anda. Muliakan dia dalam sisa hidupnya. Jangan harap anda akan sukses dan bahagia dunia akhirat saat mereka anda telantarkan dan anda durhakai (Rif‟an, 2015: 158). 27. Penjelasan tentang akhlak terhadap tetangga Memang, sangat berbeda dengan pandangan masyarakt kita yang membatasi tetangga hanya beberapa rumah disebelah rumah. Rasulullah menegaskan empat puluh rumah di kanan, kiri, depan, dan belakang rumah kita, mereka itulah para tetangga kita. Konsekuensinya tentu saja ada hak-hak dan kewajiban terhadap semua tetangga kita itu. ... Mengunjungi ketika sakit, menghantar jenazah ketika wafat, membantu masalah finansial, merahasiakan aibnya, mengucapkan selamat kepada tetangga yang berbahagia, datangi saat duka,berhati-hati dalam permukiman agar tak mudah salah faham, dan saling berbagi makanan (Rif‟an, 2015: 178).
28. Penjelasan tentang akhlak terhadap anak yatim Yatim. Jika anda menjadi penderma panti asuhan, jika anda sempat berbuka bersama, memberi santunan, bahkan mengajak beberapa anak yatim untuk tinggal dirumah anda , jangan pernah sedikitpun merasa bahwa anda adalah penolong bagi mereka. Ya, kita tak punya jasa apapun kepada mereka. Jangan dipikir kita mampu menolong anak yatim, karena sungguh, dihadapan Allah merekalah yang menjadi penolong hebat bagi kita. Ketika anda memberi makan kepada mereka, bukan berarti anda telah menolong mereka. Anda memberi makan kepada mereka itu berarti anda telah menyelamatkan diri anda sendiri dihadapan Allah. Ketika anda ditimpa masalah, merekalah yang akan menolong anda dengan doa-doa mereka yang makbul (Rif‟an, 2015: 185). 29. Penjelasan tentang kesuksesan sejati dengan memberikan kemanfaatan bagi banyak orang “Mungkin bukan lewat ceramah agama jalan juang anda. Mungkin bukan melalui pengajian dan tabligh akbar anda berjuang. Yang penting adalah bagaimana agar keilmuan kita menjadi maslahat bagi sebanyak mungkin manusia.” (Rif‟an, 2015: 88). Kesuksesan hidup sebenarnya adalah bagaimana agar dalam setiap hembusan nafas kita senantiasa menjadi rahmat bagi sekitar kita. Kedatangan kita membawa kebaikan dan senantiasa membuat orang lain tersenyum, dan kepergian kita ditangisi setiap orang, tidak meninggalkan luka dan kesulitan bagi siapapun. Inilah orang-orang yang akan memperoleh ganjaran berupa kesuksesan sejati dari Allah (Rif‟an, 2015: 94). 30. Penjelasan tentang ikhlas kunci kebahagiaan dalam mengabdi Alangkah indahnya jika pekerjaan kita dilandasi dengan prinsip pengabdian. Seorang pengabdi bukan tak butuh uang. Seorang pengabdi bukannya tak minat terhadap kenaikan pangkat. Seorang pengabdi bukannya orang yang tak tertarik dengan kekuasaan. Seorang pengabdi tetaplah manusia yang memiliki ketertarikan dengan harta, takhta, serta popularitas. Tetapi ada satu hal yang membedakan seorang pengabdi dengan yang bukan. Seorang pengabdi mampu memaknai pekerjaanya sebagai bagian dari kontribusinya kepada manusia lain. Seorang pengabdi mampu memaknai pekerjaanya sebagai bentuk pengabdianya kepada Penciptanya. Hingga ia tak punya banyak waktu untuk memikirkan kenaikan gaji, pangkat serta popularitas. Sang pengabdi begitu mencintai pekerjaanya, karena
jikapun tak diperolehnya uang , jikapun ia tak memperoleh popularitas, ia tak merasa rugi sedikitpun. Karena ia senantiasa berpikir bahwa pekerjaannya dihargai oleh Tuhan dengan butir-butir pahala yang akan dinikmatinya kelak (Rif‟an, 2015: 299-300)
BAB IV ANALISIS DATA A. Tinjauan Pendidikan Akhlak Perspektif Islam Mengkaji pendidikan akhlak, maka tidak akan terlepas dari pendidikan Islam sebagai landasan perencanaan dan pelaksanaannya. Karena pendidikan akhlak adalah salah satu bagian dari pendidikan Islam itu sendiri. Adapun dasar pendidikan akhlak bagi seorang muslim adalah akidah yang benar terhadap alam dan kehidupan, karena akhlak tersarikan dari akidah dan pancaran darinya. Oleh karena itu, jika sesorang berakidah dengan benar, niscaya akhlaknya pun akan benar, baik, dan lurus. Begitu pula sebaliknya, jika akidahnya salah dan melenceng, maka akhlaknya pun akan tidak benar (Mahmud, 2004: 84). Pendidikan akhlak dalam Islam adalah pendidikan yang mengakui bahwa dalam kehidupan, manusia akan menghadapi hal baik dan hal buruk. Untuk menghadapi hal yang serba kontra tersebut Islam telah menetapkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang membuat manusia mampu hidup di dunia. Dengan demikian, manusia mampu mewujudkan kebaikan di dunia dan akhirat (Mahmud, 2004: 121). Akhlak bersangkut paut dengan gejala jiwa sehingga dapat menimbulkan perilaku. Bilamana perilaku yang timbul ini adalah baik, maka dikatakan akhlak yang baik. Sebaliknya bila perilaku buruk yang timbul adalah buruk, maka dikatakan akhlak yang buruk. Bedanya dengan moral, ukuran baik dan buruk dalam akhlak mengikuti ketentuan agama,
sedangkan moral berdasarkan budaya masyarakat dan akal pikiran manusia. Misal, di Amerika minuman keras awalnya dipandang sebagai perbuatan yang tercela dan dilarang hukum, akan tetapi setelah budaya masyarakat mengalami perubahan dan bergesernya pola pikir, kini minuman keras diterima sebagai gaya hidup. Ini yang dimaksud dengan moralitas manusia yang berasal dari budaya masyarakat dan akal fikiran. Sedangkan akhlak mendasarkan diri pada ketentuan Allah. Maka minuman keras tadi tetap merupakan perbuatan dan gaya hidup yang tidak sesuai menurut Islam dan tetap diperintahkan untuk ditinggalkan, meskipun budaya manusia dan pola pikirnya mengalami perubahan (Assegaf, 2014: 43-44).
Bisa disimpulkan bahwasanya yang menjadikan perbedaan
keduanya terletak pada sumber yang dijadikan patokan. Moral bersumber pada kebiasaan dan pendapat akal fikiran sementara akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk adalah Al-Qur‟an dan Al-Hadits. Karena dengan dihadapkanya manusia pada sifat baik-buruk, sebagai makhluk istimewa yang memiliki potensi yang dikaruniakan Allah sudah seharusnya manusia mengoptimalkannya, disanalah manusia memiliki kebebasan serta tanggung jawab atas segala apa yang dilakukan sebagai bentuk konsekuensinya. Islam sebagai petunjuk dari Allah mengandung implikasi kependidikan yang mampu membimbing dan mengarahkan manusia menjadi pribadi yang sempurna melalui tahapan-tahapan sesuai ajarannya. Sehingga manusia bisa mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Adapun tujuan agama Islam diturunkan di bumi adalah menjadi rahmat bagi alam semesta. Dan tentu membutuhkan suatu wadah untuk mewujudkan tujuan tersebut. Diantaranya adalah melalui pendidikan. Melalui pendidikan Islam maka manusia akan diarahkan untuk mengembangkan fitrah yang Allah karuniakan sesuai dengan ajaran Islam. Adapun dimensi pengembangan manusia agar dapat mencapainya adalah sebagai berikut: 1. Manusia sebagai makhluk individu Manusia sebagai makhluk individu bukan berarti manusia hanya berorientasi pada diri sendiri saja, akan tetapi dengan segenap kelebihan
yang
telah
diberikan
Allah
kepadanya,
ia
dapat
memaksimalkan fungsi tersebut. Karena salah satu bentuk syukur kepada-Nya adalah dengan memaksimalkan potensi yang telah diberikanNya untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya. Agar manusia mampu memaksimalkan potensi dirinya, maka Allah telah memberikan bekal yang cukup berupa fisik, akal (pikiran), dan hati yang sehat. Karena itulah Allah meninggikan derajatnya melebihi makhluk ciptaanNya di muka bumi. Allah berfirman dalam Q.S. al-Isra‟: 70
Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari
yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan (Q.S Al-Isra‟: 70) Sebagai makhluk yang telah diberikan keistimewaan oleh Allah berupa akal pikiran dan hati, maka akan ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh manusia. Allah Swt berfirman dalam Q.S Al-Isra‟: 15:
Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka Sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul (Q.S Al-Isra‟: 15) 2. Manusia sebagai makhluk sosial Manusia sebagai makhluk sosial juga berarti setiap individu tidak mungkin hidup layak tanpa terkait dengan kelompok masyarakat manusia lainya (Achmadi, 2005: 58). Manusia tidak akan dapat hidup bermasyarakat dengan normal dan tidak akan dapat merealisasikan tujuan-tujuan yang mereka inginkan kecuali mereka berinteraksi antar sesamanya dengan baik dan benar. Interaksi antar anggota masyarakat hanya dapat terwujud jika dalam masyarakat itu terdapat aktivitas sosial dan ekonomi, sehingga mereka dapat saling memenuhi kebutuhan dan memberikan manfaat (Mahmud, 2004: 96). Dalam Q.S Al-Hujurat: 13 disebutkan,
...
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal...(Q.S Al-Hujurat: 13) Saling kenal mengenal adalah bentuk sifat interaksi antar manusia karena saling membutuhkan satu sama lain. Islam memandang manusia sebagai makhluk individu dan masyarakat berdasarkan prinsip kesatuan dan persatuan umat. Adapun peranan individu dalam masyarakat menurut pandangan Islam adalah terletak pada tanggung jawabnya dalam mencipta tatanan kehidupan bersama yang harmonis dalam rangka memajukan kehidupan yang sejahtera dalam naungan dan ampunan Ilahi (Achmadi, 2005: 59). 3. Manusia sebagai hamba Allah Dalam berhadapan dengan Allah, seorang muslim menempati kedudukan sebagai hamba Allah (abdullah), sehingga tampaklah kepatuhan
serta
kecintaan
pengabdiannya
yang
luar
biasa,
sebagaimana dia tunduk dan menumpahkan harapannya dalam kegiatan berdoa, shalat, atau tata cara ibadah yang lainya. Dengan demikian ada keterkaitan yang mutlak antara hamba dan Allah, sebuah keterikatan yang melahirkan komitmen atau kita sebut dengan dimensi
aqidah (Tasmara, 2002: 208). Sebagaimana tujuan utama penciptaan manusia yang dijelaskan dalam Q.S Adz-Zariyat: 56
Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (Q.S Adz-Zariyat: 56).
Merujuk kepada status manusia, maka tanggung jawabnya selaku hamba Allah dititikberatkan pada upaya bagaimana ia dapat mengimplementasikan diri seutuhnya sebagai seorang pengabdi Allah yang patuh dan setia dengan penuh keikhlasan (Jalaludin, 2003: 56). Dalam posisi manusia sebagai abdi Allah yang mesti menghambakan
diri
sepenuhnya
kepada-Nya
dengan
cara
melaksanakan perintahnya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya, itulah kewajiban asasi manusia. Sebab hidup beragama dengan ketundukan dan kepatuhan kepada Allah merupakan fitrah manusia. (Kosim, 2012: 14).
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (Q.S Ar-Ruum: 30)
Berbekal potensi keagamaan berupa dorongan untuk mengabdi kepada sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuasaan yang lebih tinggi. Dalam pandangan antropolog dorongan ini dimanifestasika dalam bentuk percaya terhadap kekuasaan supernatural (believe in supernatural being) (Jalaludin, 2003: 35). Ketiga dimensi pengembangan diatas menjelaskan bahwasanya kita harus sadar bahwa manusia sebagai makhluk individu (pribadi), sebagai makhluk sosial, dan sebagai hamba Allah. Manusia membangun keselarasan itu semua dengan akhlaqul karimah. Menyeimbangkan antara hubungan vertikal sebagai hamba Allah dan hubungan horisontal sebagai individu dan masyarakat (sosial). B. Implementasi Pendidikan Akhlak Dalam Buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk di Sekolah 1. Implementasi Materi Pendidikan Akhlak di Sekolah Sebagaimana
pendidikan akhlak perspektif Islam
yang
membahas tentang kedudukan manusia, penerapan materi pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk pun juga membahasnya meliputi: pertama pendidikan akhlak secara vertikal dimana manusia berada dalam posisi sebagai „abdullah (hamba Allah), kedua pendidikan akhlak secara horisontal dimana manusia berada dalam posisi sebagai individu sekaligus makhluk sosial masyarakat.
a. Akhlak Dalam Hubungan Vertikal Jalur komunikasi yang bersifat vertikal yaitu jalur komunikasi manusia dengan Tuhan (Tatangaparsa, 1980: 18). Begitu juga dengan pendidikan akhlak, hubungan manusia dengan Allah selaku sang khalik. Pada dasarnya akhlak manusia kepada tuhannya adalah beriman dan beribadah atau mengabdi kepadaNya dengan tulus ikhlas. Sebagaimana disebutkan tadi bahwasanya dasar dari pendidikan akhlak adalah aqidah yang benar. Maka dari hubungan vertikal inilah peserta didik ditanamkan pendidikan akhlak yang mulia. Berikut adalah bentuk akhlak manusia selaku hamba Allah: 1) Beriman dan Ber-Islam secara Kaffah (Menyeluruh) Asyhadu an laa ilaaha illallah bukan hanya di lisan, tapi justru penjelmaan kalimat itu di perilaku keseharian, itu yang utama. Andaikan syahadat hanya untuk diucap lisan, cukuplah anak kita yang masih bermain di playgroup atau taman kanak-kanak bisa mengucapkanya dengan fasih. Andaikan ber-Islam hanya dibutuhkan persaksian lisan, burung beo-pun bisa, bisa punya kesempatan jadi muslim. Ber-Islam-lah secara kaffah, menyeluruh. Jika syahadat telah kita ucap, perilaku sehari-hari layaklah untuk segera kita benahi (Rif‟an, 2015: 39).
2) Mengabdi Kepada Allah Tuhan, maaf kami orang-orang sibuk. Kami memang takut neraka, tetapi kami kesulitan mencari waktu untuk mengerjakan amalan yang dapat menjauhkan kami dari nerakaMu. Kami memang berharap syurga, tapi kami hampir tidak ada waktu untuk mencari bekal menuju syurga-Mu. ... Kita seolah makhluk yang begitu sibuk, bahkan untuk beribadah dan berkomunikasi dengan Allah saja kita harus menyempatkannya. Kita seolah pelit, bahkan untuk akhirat kita justru menyedekahkan harta yang tersisih. Tak sadar dihadapan
Tuhan seolah-olah kita adalah orang-orang tersibuk, padahal seluruh waktu, seluruh jatah usia, bahkan hidup kita seharusnya kita persembahkan dalam pengabdian kepada-Nya (Rif‟an, 2015: 3-4)
3) Menjadikan shalat sebagai kebutuhan Wajar hingga saat ini dengan mudah kita menjumpai orang yang shalatnya genap lima waktu, tapi ketika tiba di meja kerja ia dengan begitu beringasnya menggelembungkan dana ini itu agar bisa di tilap. Wajar jika kita masih dengan mudah melihat orang yang shalat lima waktunya lancar tapi masih saja berani mengurangi timbangan. Orang yang rajin shalat lima waktu tapi masih suka menipu konsumen. Karena kita selama ini tidak menjadikan shalat sebagai kebutuhan hidup. Kita hanya menjadikan shalat sebagai kewajiban yang memaksa (Rif‟an, 2015: 254-255)
4) Melatih berihsan dengan puasa Untuk mengatasi kerusakan moral yang sedemikian akut, tentu perlu sebuah metode khusus. Salah satunya puasa. Puasa merupakan ibadah yang paling ampuh dan efektif untuk melatih kejujuran. Berbeda dengan sifat ibadah yang ada, puasa adalah ibadah sirriyah (rahasia). Dikatakan sirriyah, karena yang mengetahui seseorang itu berpuasa atau tidak , hanyalah orang yang berpuasa itu sendiri dan Allah. Kita bisa saja makan dan minum seenaknya ditempat sunyi yang tidak terlihat seorang pun. Namun kita tidak melakukannya, karena dalam diri kita tertanam satu keyakinan ada Allah yang Maha Melihat. Puasa melatih manusia untuk senantiasa menyadari kehadiran Tuhan dalam setiap detik hidupnya. Dengan puasa kita dilatih untuk menyadari bahwa segala aktifitas yang kita lakukan selalu diawasi oleh Allah (Rif‟an, 2015: 237).
5) Bersandar kepada Allah dengan berdoa Saudaraku, doa adalah bentuk pengakuan terhadap ketidakmampuan kita dalam mengatasi segala persoalan hidup tanpa pertolongan Allah. Doa adalah bentuk kerendahhatian seorang hamba yang lemah terhadap kekuatan Tuhannya. Bahkan dengan kalimat tegas Rasulullah mewanti-wanti, “Barang siapa yang tidak memohon kepada Allah, murkalah
Allah kepada-Nya.”(H.R At-Tirmidzi). Jika Allah sudah murka, apalah artinya hidup kita didunia ini. Semua hanya menjadi bencana. Semua hanya kesengsaraan (Rif‟an, 2015: 64).
6) Taubat Ketika orang shaleh ditanya oleh seseorang dengan pertanyaan, ”Mengapa masalah tak kunjung beralih dari hidupku?” Biasanya yang pertama kali keluar dari lisanya adalah anjuran untuk bertaubat kepada Allah. Karena ia tahu bahwa dengan bertaubat terhadap dosa-dosa, maka tak ada yang namanya masalah. Masalah adalah ketika kita berbuat dosa dan tak kunjung mentaubatinya (Rif‟an, 2015: 52)
7) Bersyukur Jika kita bersyukur, Tuhan akan menambah nikmat-Nya kepada kita. Jika saya tanya kepada anda, apa yang akan kita lakukan supaya Allah berkenan menambah nikmat-Nya kepada kita? Ya, jawabanya adalah dengan bersyukur....Selama ini kebiasaan kita adalah bersyukur setelah nikmat itu hadir. Kita dengan mudah mengucap hamdalah setelah rezeki datang menghampiri. Padahal syukur adalah metode mengundang nikmat. Jika selama ini urutan yang kita anut adalah “Berdoa kepada Tuhan-> Doa kita dikabulkan -> Baru bersyukur” Mulai sekarang, mari logikanya kita balik, “Bersyukur terlebih dahulu -> Berdoa kepada Tuhan -> Doa kita pun dikabulkan.” (Rif‟an, 2015: 71-72).
8) Uzlah Tokoh-tokoh sufi banyak yang sepakat untuk memaknai uzlah dengan definisi sunyi bersama Allah dalam keramaian dunia, dan ramai bersama Allah dalam kesunyian dunia. ... Jasad kita boleh jadi melakukan aktifitas sehari-hari seperti biasa, melakukan pekerjaan kantor di ruang kerja, berkomunikasi dengan rekan bisnis, berhadapan dengan klien menatap layar komputer, tapi hati kita tak pernah lepas dari mengingat Allah. Kebersamaan kita dengan Allah tidak terganggu oleh aktivitas kita sehari-hari. ... Meski raga kita seolah sendiri, tapi jiwa kita senantiasa ramai bersama Allah. Semua masalah kita tumpahkan kepada-Nya. Masalah sebesar apapun tetap kalah oleh kebesaran kuasa Tuhan (Rifan, 2015: 259-261).
9) Khusnudhon kepada Allah Ketika permasalahan hidup tak kunjung berhenti menimpa seseorang, jangan buru-buru menyimpulkan bahwa Allah sedang membenci orang tersebut. Mungkin Allah ingin menyaksikan hamba yang dicintainya itu menyungkur sujud di sepertiga malam terakhir untuk mengadukan permasalahn hidupnya (Rif‟an, 2015: 202).
b. Akhlak Dalam Hubungan Horisontal Jalur komunikasi yang bersifat horisontal adalah jalur komunikasi manusia dengan alam sekitar, terutama sesama manusia itu sendiri. Bersifat horisontal sebagaimana posisi manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Berikut akhlak dalam hubungan horisontal. 1) Akhlak terhadap diri sendiri a) Menjaga keimanan Iman adalah labil. Iman bukanlah sesuatu yang statis. Iman dapat naik atau turun. Ketika iman sedang tinggi, kita bersemangat sekali beribadah kepada Allah. Ibadah-ibadah wajib maupun sunnah dilaksanakan dengan gairah yang tinggi. Sementara saat iman sedang rendah, kita makin bermalasan dalam beribadah, kita enggan melaksanakan yang wajib, apalagi yang sunnah. Hubungan timbal balik itu sebenarnya terjadi. Urutanya bukan hanya: ketika iman kita naik, maka kita menjadi tekun beribadah. Tetapi berlaku juga sebaliknya, ketika kita tekun beribadah, maka iman meningkat (Rif‟an, 2015: 29-30) b) Jujur “Indikasi kesuksesan adalah kebahagiaan. Lalu darimana bisa memperoleh kebahagiaan itu? Tentu saja salah satunya dilihat dari kejujuran dalam meraihnya.” (Rif‟an, 2015: 206).
c) Memperbanyak mengingat mati Umur manusia memang misteri. Kita tak tahu kapan usia kita berakhir. Namun terkadang kita lupa bahwa Allah menjadikan usia kita sebagai misteri justru agar kita bisa mendayagunakan pikir, bahwa kita bisa mati kapan saja. betapa bodohnya ketika kita tahu bahwa kematian bisa datang kapan pun, namun masih saja dengan tenang mengerjakan dan pekerjaan yang sia-sia dalam hidup (Rif‟an, 2015: 332).
d) Memanfaatkan waktu sebaik mungkin Masa terus beralih menuju titik peraduanya, dan Allah tak pernah memberi kalimat tanya dengan kata awal „berapa‟. Kalimat tanyanya adalah „Untuk apa‟. Maka sebelum Izrail datang menjemput, mari bersama mengingat dan merenung, sejenak saja. kira-kira lebih banyak mana kita mengisi usia selama ini, kita isi dengan puing-puing pahala, atau justru berlimpah dengan noktah-noktah dosa yang esok akan memperberat dosa? ... Masa tak pernah menunggu, usia tak pernah menanti. Ia akan tetap berjalan. Tahun akan tetap berganti. Dan satu yang pasti, usia kita adalah amanah yang tidak gratis. Ia merupakan modal yang diberikan oleh sang pencipta untuk kita. Tak ada jeda istirahat bagi seorang muslim di dunia ini. Karena jeda istirahatnya adalah saat ia menginjakkan telapak kakinya di pelataran syurga (Rif‟an, 2015: 244- 245)
e) Tidak meremehkan orang lain Jangan pernah meremehkan orang dari profesinya. Asalkan profesi itu halal, insya Allah memiliki potensi yang sama untuk menggapai kemuliaan hidup. Jangan pernah merasa sombong maupun rendah diri dengan profesi yang kita tekuni, karena mulia tidaknya, baik buruknya, hormat atau hinanya seseorang bukan dinilai dari profesi yang ditekuninya. Tinggi rendahnya orang dinilai dari tingkaat pengabdiannya kepada Tuhannya (Rif‟an, 2015: 320). f) Menjauhi ghosab Saat ini ghoshab seringkali disepelekan karena memang dirasa sebagai hal lumrah atau biasa saja. apalagi kepada
teman akrab yang sudah lama saling pinjam, saling pakai, saling bagi, saling minta, dan saling-kasih barang-barang yang dimiliki. Persahabatan yang begitu akrab menghadirkan sebuah rasa yang menganggap, milikku adalah milikmu, milikmu adalah milikku. Keakraban itu kemudian menimbulkan satu kalimat, “Ah, pinjem bentar gak papa lah. Pasti temenku nggak akan marah kalo barangnya ku pinjem!” Nah, perasaan itu kemudian merasuk dalam diri menjadi karakter yang susah dihilangkan. Sikap tak meminta izin saat meminjam hak milik orang lain akhirnya menjadi kebiasaan yang dianggap wajar (Rif‟an, 2015: 266).
g) Menikah untuk menjaga kehormatan diri dan menghindari zina Islam mensyari‟atkan pernikahan, sebuah ikatan suci yang diiringi niatan yang tulus untuk berumah tangga sebagai bentuk ibadah kepada Allah, dan diiringi dengan kesiapan untuk menerima segala kelebihan dan kekurangan dari pasangan hidupnya. Bukan niat-niatan duniawi, seperti mengejar materi, menutup aib, mengubur rasa malu, atau sekedar pelarian „patah hati‟. Allah tak pernah membolehkan pacaran. Mengapa? Karena cinta yang tak diiringi tanggungjawab adalah sebuah kepengecutan sikap dan hanya berakhir dengan sesal. Tak sedikit kita jumpai banyak kasus free sex maupun pelecehan seksual. Itu karena nafsu berupa ketertarikan terhadap lawan jenis yang merupakan fitrah manusia tak terkontrol dengan baik. Akibatnya? Tentu kerugian yang didapat. Nama baik tercemar, hidup tak dihormati lagi dalam masyarakat. Islam tak menghendaki itu. Ajaran nikah melindungi kita dari kehinaan hidup ( Rif‟an, 2015: 133-134).
2) Akhlak terhadap tetangga a) Menjaga kerukunan dalam bertetangga Memang, sangat berbeda dengan pandangan masyarakt kita yang membatasi tetangga hanya beberapa rumah disebelah rumah. Rasulullah menegaskan empat puluh rumah di kanan, kiri, depan, dan belakang rumah kita, mereka itulah para tetangga kita. Konsekuensinya tentu saja ada hak-hak
dan kewajiban terhadap semua tetangga kita itu. ... Mengunjungi ketika sakit, menghantar jenazah ketika wafat, membantu masalah finansial, merahasiakan aibnya, mengucapkan selamat kepada tetangga yang berbahagia, datangi saat duka,berhati-hati dalam permukiman agar tak mudah salah faham, dan saling berbagi makanan (Rif‟an, 2015: 178). b) Peduli kepada anak yatim Yatim. Jika anda menjadi penderma panti asuhan, jika anda sempat berbuka bersama, memberi santunan, bahkan mengajak beberapa anak yatim untuk tinggal dirumah anda , jangan pernah sedikitpun merasa bahwa anda adalah penolong bagi mereka. Ya, kita tak punya jasa apapun kepada mereka. Jangan dipikir kita mampu menolong anak yatim, karena sungguh, dihadapan Allah merekalah yang menjadi penolong hebat bagi kita. Ketika anda memberi makan kepada mereka, bukan berarti anda telah menolong mereka. Anda memberi makan kepada mereka itu berarti anda telah menyelamatkan diri anda sendiri dihadapan Allah. Ketika anda ditimpa masalah, merekalah yang akan menolong anda dengan doa-doa mereka yang makbul (Rif‟an, 2015: 185).
3) Akhlak terhadap keluarga a) Akhlak terhadap pasangan (1) Menjaga kesetiaan Kesetiaan memang tak hanya butuh cinta. Rasa tanggung jawab dan komitmen terhadap ikatan suci pernikahan adalah engikat yang lebih kuat ketimbang cinta. Kita kesulitan mengendalikan cinta. Sehingga jika keluarga dipertahankan atas dasar cinta (yang notabene tidak bisa diatur), ia rentan pecah. Carilah kata lain yang bisa dikendalikan dan bisa memperkuat jalinan kasih di rumah tangga, insya Allah komitmen dan tanggung jawab adalah jawabannya. ... Peliharalah kesetiaan. Ketika ada bersitan jahat yang menyita perhatian anda, segeralah ber-istighfar, berwudhu dan ingatlah, di rumah anda ada pasangan yang selalu tersenyum menyambut kehadiran anda. Yang selalu berdoa tatkala anda bekerja. Yang tak pernah letih
mengabdi. Yang rela bersama anda selama hidup. Dialah istri anda. Dialah suami anda (Rif‟an, 2015: 127128). (2) Menghindari perselingkuhan Salah satu tempat yang menjadi awal perselingkuhan adalah kantor. Frekuensi pertemuan yang intens dan kedekatan sering kali menumbuhkan „hubungan terlarang‟ ini. Begitu banyak pasangan yang sudah menikah dengan mudah mencederai kesetiaan dan menghancurkan hubungannya karena terjebak dengan sebuah perselingkuhan di kantor. ... Harap ingat selalu bahwa perselingkuhan adalah cara telak untuk menurunkan harga diri anda. Terkait kesuksesan karier, ada lelucon klasik. Di sebelah lelaki sukses, ada seorang wanita yang mendampingi, dan wanita itu adalah istrinya. Di sebelah laki-laki yang gagal. Juga ada seorang wanita yang mendampingi, tapi wanita itu bkan istrinya.” (Rif‟an, 2015: 170-172). (3) Akhlak wanita karir Bagi anda para perempuan yang memilih untuk tidak bekerja diluar dengan alasan khawatir pada terabaikannya tugas anda sebagai istri bagi suami serta ibu bagi anak-anak anda, tidaklah apa. Tugas sebagai ibu rumah tangga tak kalah mulia dari usaha mencari nafkah. Namun bagi anda yang telah memilih hidup dalam karier, yakinlah bahwa Islam tak pernah menempatkan perempuan pada derajat rendah kehidupan. Islam tak meminta perempuan untuk mengunci diri dalam bilik kecil rumahnya. Silahkan meniti profesi, asalkan profesi yang dipilih tidak menganjurkan pada pelanggaran etika dan naluri sebagai wanita (ibu dan istri). Namun ada aturan yang harus dipegang erat agar kaum wanita tetap berada ditempat tehormat. Pertama, patuhi adab keluarnya wanita dari rumahnya, misalnya perihal pakaian. Semoga tidak ada lagi perempuan muslim membeber auratnya dengan alasan, “Maklumlah, tuntutan profesi!” (Rif‟an, 2015: 167).
b) Akhlak orang tua terhadap anak (1) Peran Ayah Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan untuk mengasihi tanpa pamrih. Keluarga kita bukan hanya berharap tercukupi kebutuhan ekonominya semata, tapi kasih sayang dan perhatian jauh lebih dibutuhkan oleh mereka. Menjadi ayah adalah sebuah perjuangan untuk bisa mengatur waktu, kapan waktu menyibukkan diri mencari nafkah, dan kapan ada waktu bercanda bersama anak istri. Menjadi ayah mengharuskan anda memiliki sikap bijak dalam mengatur waktu, kapan sibuk dengan dunia kerja, kapan ada waktu shalat berjamaah, menyimak iqra‟, memeriksa hafalan, serta menemani belajar dan mendiskusikan PR-PR si kecil (Rif‟an, 2015: 138).
(2) Peran Ibu Ibu sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak. Peran ibu sangatlah vital sebagai pencetak generasi sejak dini. Ibundalah yang pertama kali berinteraksi dengan anak, sosok pertama yang memberi rasa aman dan sosok pertama yang dipercaya dan didengar ucapanya oleh anak. ... Untuk anda wahai para ibu. Jangan terlalu banyak berharap memiliki anak yang rajin shalat jika anda tak pernah shalat. Jangan bercita memiliki anak yang pandai membaca Al-Qur‟an jika anda menyentuh Al-Qur‟an pun tak pernah. Jangan pernah berharap memiliki buah hati yang hobi membaca, jika anda tak pernah meneladankan itu sejak dini kepada mereka (Rif‟an, 2015: 144).
(3) Mengutamakan pendidikan keimanan kepada Anak Ibarat menanam padi, rerumputan akan mengiringi pertumbuhannya. Tanamkan iman di dada putra putri anda, maka prestasi dunia akan mengiringi perjalanan hidupnya kelak. Tanamkan keimanan di lahan lembab hati mereka, hati anak-anak yang masih berupa lahan subur untuk berbagai tanaman kehidupan. Jika salah tanam, di akhir panen anda hanya akan menggigit jari
sambil turut mendendangkan nyanyian para penghuni neraka,
... “Aduhai kiranya dahulu aku mengambil jalan bersamasama Rasul.” (Q.S Al-Furqan: 27). Kuatkan dulu iman dalam hati putra-putri anda. Jika panduan iman telah menuntunnya sejak dini, jalan menuju usia-usia berikutnya tak akan pernah menimbulkan penyesalan bagi anda, para orang tua (Rif‟an, 2015: 153).
c) Akhlak anak terhadap orang tua Bagi anda yang masih diberi kesempatan menyaksikan kedua orang tua anda belum dijemput oleh Allah, sungguh itu adalah sebuah jalan pintas bagi anda menuju pelataran syurga. Jangan pernah berpikir orang tualah yang butuh anda. Karena sesungguhnya andalah yang butuh mereka (Rif‟an, 2015: 156). Dunia baru seolah mengajak manusia menjadi pribadi yang makin cuek dengan lingungan sosialnya. Bahkan kepada orang tuanya. Dunia baru membawa nuansa persaingan yang sedemikian tajam sehingga mengabaikan segala yang tak membantu, atau dirasa merepotkan perjalanan karier dalam hidupnya. Akhirnya, lahirlah Alkomah dan Malin Kundang abad ke-21. ... Begitu banyak yang telah membuktikan bahwa kedua orang tua sangatlah mempengaruhi kesuksesan manusia. Bukan hanya sukses akhirat, tetapi juga terkait erat dengan sukses dunia. Jika anda masih memiliki orang tua, hormati, kasihi, dan cintai mereka. Merekalah manusia keramat di dunia yang dikaruniakan Allah kepada anda. Muliakan dia dalam sisa hidupnya. Jangan harap anda akan sukses dan bahagia dunia akhirat saat mereka anda telantarkan dan anda durhakai (Rif‟an, 2015: 158).
4) Akhlak terhadap masyarakat luas a) Berjihad sesuai bidang/ kemampuan Dahulu, jihad mungkin mengakibatkan terenggutnya jiwa, hilang-nya harta benda, dan terurainya air mata. Kini jihad harus membuahkan terpeliharanya jiwa, terwujudnya
kemanusiaan yang adil dan beradab, melebarnya senyum, serta terhapusnya air mata. Memberantas kebodohan dan kemiskinan adalah jihad yang tidak kurang petingnya daripada mengangkat senjata. Ilmuwan berjihad dengan memanfaatkan ilmunya, karyawan berjihad dengan kejujuran dan profesionalismenya, guru berjihad dengan metode pendidikannya, pemimpin dengan keadilannya, penulis berjihad dengan karya inspiratif dari jemarinya, ulama berjihad dengan ilmunya, dan pengusaha tentu dengan inovasi dan dengan kejujurannya (Rif‟an, 2015: 197). b) Cinta sedekah Coba kita balik logika bersedekah. Jika dulu urutan yang kita anut adalah: Meminta -> Dapat Rizki -> Sedekah, kini mari balik urutanya menjadi: Sedekah -> Meminta -> Dapat rezeki. Insya Allah kesuksesan hidup semakin cepat tergapai (Rif‟an, 2015: 308). c) Bermanfaat bagi sesama Kesuksesan hidup sebenarnya adalah bagaimana agar dalam setiap hembusan nafas kita senantiasa menjadi rahmat bagi sekitar kita. Kedatangan kita membawa kebaikan dan senantiasa membuat orang lain tersenyum, dan kepergian kita ditangisi setiap orang, tidak meninggalkan luka dan kesulitan bagi siapapun. Inilah orang-orang yang akan memperoleh ganjaran berupa kesuksesan sejati dari Allah (Rif‟an, 2015: 94). d) Ikhlas mengabdi Alangkah indahnya jika pekerjaan kita dilandasi dengan prinsip pengabdian. Seorang pengabdi bukan tak butuh uang. Seorang pengabdi bukannya tak minat terhadap kenaikan pangkat. Seorang pengabdi bukannya orang yang tak tertarik dengan kekuasaan. Seorang pengabdi tetaplah manusia yang memiliki ketertarikan dengan harta, takhta, serta popularitas. Tetapi ada satu hal yang membedakan seorang pengabdi dengan yang bukan. Seorang pengabdi mampu memaknai pekerjaanya sebagai bagian dari kontribusinya kepada manusia lain. Seorang pengabdi mampu memaknai pekerjaanya sebagai bentuk pengabdianya kepada Penciptanya. Hingga ia tak punya banyak waktu untuk memikirkan kenaikan gaji, pangkat
serta popularitas. Sang pengabdi begitu mencintai pekerjaanya, karena jikapun tak diperolehnya uang, jikapun ia tak memperoleh popularitas, ia tak merasa rugi sedikitpun. Karena ia senantiasa berpikir bahwa pekerjaannya dihargai oleh Tuhan dengan butir-butir pahala yang akan dinikmatinya kelak (Rif‟an, 2015: 299-300) c. Keseimbangan Antara Akhlak Secara Vertikal dan Horisontal Inti dari pendidikan akhlak adalah menjadikan pribadi yang bertakwa kepada Allah Swt. Hubungan vertikal merupakan prima causa hubungan-hubungan yang lain. Artinya, hubungan inilah yang seyogyanya diutamakan dan secara tertib diatur tetap terpelihara. Sebab dengan menjaga hubungan dengan Allah (vertikal), manusia akan terkendali tidak berbuat kejahatan dalam hubungan horisontalnya (Ali, 2008: 367). Jadi, indikator hubungan vertikalnya baik, maka hubungan horisontalnya pun baik. Hubungan vertikal atau akidah adalah pondasi awal yang menjadi pengarah dalam hubungan dengan yang lainya. Karena hubungan vertikal yang baik tentu manusia akan melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi laranganya, termasuk menjalin hubungan yang baik secara horisontal. 2. Implementasi Metode Pendidikan Akhlak di Sekolah Pendidikan akhlak yang mulia merupakan inti dari ajaran Islam. Fazlur Rahman berpendapat bahwa inti dari ajaran Islam adalah akhlak yang bertumpu pada keimanan kepada Allah (hablum minallah) dan keadilan sosial (hablum minannas) (Nata, 2007: 216). Akhlak mulia tidaklah terbentuk dengan sendirinya. Ada proses yang seharusnya
dimiliki dan dialami oleh anak didik, yaitu kognisi, afeksi dan psikomotor. Tahap kognisi melalui transfer ilmu agama sebanyakbanyaknya kepada anak didik. Tahap afeksi melalui internalisasi nilainilai agama. Dan psikomotor melalui penekanan kemampuan untuk menumbuhkan
motivasi
dalam
diri
sendiri,
sehingga
dapat
menggerakkan, menjalankan dan mentaati nila-nilai dasar agama (Muhaimin, 2003: 312). Dengan demikian pendidikan akhlak tidak sekedar terkonsentrasi teoritis yang bersifat kognitif semata, melainkan juga ditindaklanjuti dengan tahapan kedua (afektif) dan ketiga (psikomotor). Untuk membangun nilai akhlak yang mulia maka perlu didukung
melalui proses pendidikan akhlak
sekolah/pergaulan,
dan
lingkungan
dalam keluarga,
pendukungnya.
Adapun
implementasi metode pembinaan yang dapat dilakukan oleh pelaksana pendidikan, diantaranya sebagai berikut: a. Implementasi Metode Pembiasaan Kunci awal pembentukan akhlak adalah pembiasaan. Dari pembiasaan, maka peserta didik terus melakukan pengulangan perilaku hingga menjadi kebiasaan. Apabila pembiasaan akhlak terpuji ditanamkan, maka baik pula akhlak seseorang, begitu pula sebaliknya. Jika pembiasaan akhlak tercela yang ditanamkan, maka buruk pula akhlak seseorang.
Akhlak awalnya dapat tumbuh melalui pengetahuan, jika dapat memahaminya selanjutnya dengan pembiasaan sebab ilmu dapat diperoleh melalui belajar, dan akhlak dapat diperoleh melalui pembiasaan (Kastolani, 2009:120). Membentuk akhlak yang baik membutuhkan proses, begitu pula dalam menghilangkan perilaku yang buruk, yaitu dengan membuat kebiasaan baik yang baru. Kebiasaan tidak akan langsung tertanam melainkan melalui proses. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur‟an, bahwasanya pengharaman khamr melalui beberapa tahap yaitu: menjelaskan bahwa khamr lebih banyak madharat dibandingkan manfaatnya, melarang orang yang mabuk untuk mendekati shalat sampai ia sadar, dan barulah pengharaman khamr secara total. Sebagai pendidik hendaknya senantiasa menciptakan kebiasaan-kebiasaan yang baik kepada peserta didik meskipun hal yang sepele. Karena penanaman karakter dimulai dari pembiasaan sedini mungkin. Semakin dini peserta didik dilatih pembiasaan baik, semakin tertanam kuat kebiasaan baik tersebut sampai ia dewasa. Sebagaimana dicontohkan dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk, Hari ini, sebelum beranjak tidur di malam, sejenak tanyakan pada diri: Andaikan ini tidur terakhirku, sudah siapkah aku menghadap tuhan dengan diri saat ini? Andaikan ini hari terakhirku, dosa apa yang sangat ingin aku mintakan ampun pada-Nya? Andaikan ini hari terakhirku, amalan apa yang aku yakin sanggup menyelamatkanku di alam Barzakh? Andaikan ini hari terakhirku,
karakter apa dalam diriku yang membuat Tuhan mencurahkan rahmat-Nya padaku? Mari pejamkan mata sejenak, merenungkannya dalam-dalam. Lalu beristirahatlah. Semoga esok Tuhan masih berkenan memberi kita tambahan umur untuk memperbaiki diri (Rif‟an, 2015: 15) Pembiasaan diatas dapat dilakukan untuk menguatkan karakter untuk selalu berintrospeksi diri setiap hari. Dalam dunia sekolah penerapan pembiasaan akhlak baik kepada siswa dapat dilakukan dengan cara pembiasaan berjabat tangan kepada guru disertai 3 S (Senyum, Sapa, Salam). Selain itu untuk membina kebiasaan peserta didik dirumah dilakukan dengan penggunaan mutaba‟ah harian. Yaitu pengawasan terhadap program yang telah direncanakan. Contohnya: sholat berjamaah, membaca Al-Qur‟an, membantu orang tua, menolong orang lain, dan perilaku lain yang bersifat praktik. b. Implementasi Metode Keteladanan Metode keteladanan merupakan suatu metode memberi contoh keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar (Arief, 2002: 120). Disadari ataupun tidak, peserta didik seringkali memperhatikan setiap tingkah laku orang disekitarnya untuk kemudian dijadikan sebagai model/ sumber pendidikan dan menginternalisasi ke dalam dirinya. Metode ini merupakan metode efektif dan salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan akhlak, oleh karena itu sebagai pendidik
hendaknya benar-benar menjadi model/ contoh yang baik bagi peserta didik sesuai tujuan dari pendidikan akhlak. Sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S Al- Ahzab: 21) Pada ayat diatas dijelaskan bahwa Allah memerintahkan hambanya untuk menjadikan Rasulullah Saw sebagai teladan dalam membentuk Akhlakul Karimah. Kebutuhan manusia akan figur teladan bersumber dari kecenderungan meniru yang sudah menjadi karakter manusia (An Nahlawi, 1995: 263). Maka dalam menentukan nilai-nilai akhlak yang hendak dicapai hendaknya guru menjadikan Rasulullah Saw sebagai cerminan dalam kehidupan pribadi. Dalam dunia pendidikan terutama di sekolah, para pendidik termasuk kepala sekolah, dan segenap elemen yang terlibat didalamnya memiliki tanggung jawab untuk menciptakan suasana lingkungan pendidikan yang kondusif dan mendukung untuk proses pendidikan. Sebagai figur yang menjadi model, harus bisa sepenuhnya memberikan teladan yang baik, seperti: tidak merokok di lingkungan sekolah, berpenampilan rapi, menjaga lisan dari
perkataan negatif, membuang sampah pada tempatnya, dll. Apabila disekolahan dikelilingi figur keteladanan yang baik, maka akan mempengaruhi siswa dalam berprilaku. Karena peserta didik lebih banyak melihat apa yang dilakukan para pendidik daripada apa yang diucapkanya. Jadi metode keteladanan dalam proses pendidikan akhlak merupakan instrumen penting demi tercapainya tujuan pendidikan akhlak. c. Implementasi Metode Pemberian Nasehat Metode nasihat merupakan sebuah cara yang dapat dilakukan oleh guru dalam rangka mendidik anak didiknya dalam hal pembelajaran agama atau akhlak dengan cara memberikan nasihat
atau ceramah secara langsung (oral). Allah Swt
memperintahkan apabila seorang hendak memberikan pengajaran melalui ceramah dilakukan dengan cara yang baik pula. Sebagaimana terkandung dalam Q.S. al-Nahl: 125:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan nasehat yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S An- Nahl: 125)
Pada ayat di atas, Allah menyuruh manusia (dalam hal ini pendidik/guru) untuk memberikan nasihat dengan cara yang baik. Cara yang baik dalam memberikan nasehat akan memberikan kesan positif bagi peserta didik, sedangkan cara yang buruk dan kasar cenderung akan menimbulkan sikap penolakan. Jika sudah terjadi penolakan maka nasihat yang disampaikan tidak akan memberikan efek positif dan bahkan cenderung sebaliknya. Kelemahlembutan
dalam
menasehati
(al-mau‟izhah)
seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu yang liar. Bahkan ia lebih mudah melahirkan kebaikan ketimbang
larangan
Kelemahlembutan
dan diiringi
ancaman
(Fadlullah,
kalimat-kalimat
1997:
positif
49). lebih
menanamkan energi positif kepada orang yang dinasehati. Maka seorang pendidik/guru harus berhati-hati dalam perkataan dalam menyampaikan nasehat. Selain itu, nasihat hendaknya juga memperhatikan obyek dan kondisi, karena akan berpengaruh pada diterima tidaknya sebuah nasehat. Tidak menggurui dalam memberikan nasehat, atau seolah memposisikan sama antara si pemberi nasehat dengan orang yang dinasehati, disertai bahasa yang menyejukkan cenderung lebih mengena dibandingkan memposisikan diri lebih tinggi yang pada akhirnya menjadikan orang enggan mendengarkan, terlebih nasehat disampaikan dengan bahasa yang tidak difahami oleh
orang yang dinasehati. Nasehat yang baik akan menghasilkan kebaikan manakala dibarengi cara yang baik serta kerendahan hati dari si pemberi nasehat. Penerapan metode nasehat dalam dunia sekolah lebih kepada proses belajar mengajar para pendidik. Penggunaan bahasa yang santun dilengkapi dengan media pembelajaran baik audio maupun visual (gambar dan video) akan lebih menarik perhatian siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu, peran lingkungan sekolah juga sangat mempengaruhi tersampaikannya nasehat. Melalui poster kata-kata bijak dan juga kata-kata islami yang memotivasi dimana setiap hari para peserta didik mampu melihatnya. d. Implementasi Metode Kisah dan Cerita Diantara
metode
pendidikan
Nabi
Saw
lian
ialah
menuturkan kisah. Kisah dijadikan oleh beliau sebagai alat (media dan sarana) untuk membantu menjelaskan suatu pemikiran dan mengungkapkan suatu masalah (Al-Maliki, 2002: 94). Penggunaan metode cerita dalam pendidikan akhlak memiliki daya tarik yang sangat kuat pada perasaan. Sifat alamiyah manusia untuk menyukai sebuah cerita membawa pengaruh besar terhadap perasaan. Dan melalui perasan itulah, sebuah cerita mempengaruhi perilaku secara temporer atau jika dilakukan secara terus menerus akan menempel kuat sehingga membentuk sebuah karakter dalam
dirinya. Cerita faktual yang menampilkan suatu contoh kehidupan manusia secara riil akan memberikan makna dan pengaruh lebih kuat yang pada akhirnya mempengaruhi perilaku pembacanya. Begitulah cerita-cerita yang ada dalam al-Qur‟an berfungsi mempengaruhi akhlak pembacanya (Nata, 1997: 97). Bahkan dalam sebuah ayat dalam al-Qur‟an menegaskan bahwa salah satu sebab diturunkannya al-Qur‟an adalah Allah ingin menceritakan suatu hal untuk kemudian diambil hikmah (i‟tibar) untuk diterapkan dalam dirinya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Yusuf: 3:
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (kami mewahyukan) nya adalah Termasuk orang-orang yang belum mengetahui. (Q.S. Yusuf: 3) Untuk penanaman akhlak yang baik, metode cerita sangatlah efektif karena lebih mudah dimengerti dengan adanya penokohan dan watak dilengkapi alur. Namun yang harus diperhatikan selain dari metode ini adalah isi cerita tersebut. Karena keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran akhlak tidak hanya dipengaruhi metode, tetapi materi yang disampaikan. Guru harus memilah dan memilih mana cerita yang membangun karakter baik dan mana yang tidak. Sehingga mampu memberikan
manfaat bagi perkembangan akhlak peserta didik. Sebagaimana ayat diatas, Al-Qur‟an memberikan referensi kisah cerita yang baik untuk pembentukan akhlak, seperti: Surah Ibrahim, surah Yusuf, surah Muhammad, surah Luqman, surah Ali Imran dll. Bisa pula menukil cerita-cerita inspiratif dari orang-orang besar yang sukses, bahkan pengalaman berkesan dari pendidik itu sendiri, dikemas dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa. e. Implementasi Metode Perintah-Larangan dan Ganjaran-Hukuman Perintah dan larangan yang terdapat dalam Al-Qur‟an merupakan cara Allah dalam mendidik hamba-hambaNya agar menjadi pribadi muslim yang baik sesuai dengan ajaranNya. Baik berupa perintah wajib untuk dilaksanakan atau wajib ditinggalkan, dengan menggunakan fi‟lu al-amar atau nahiy ataupun dengan menggunakan kalimat berita berupa kebaikan dan keburukan. Allah berfirman dalam Q.S Luqman: 17:
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Q.S Luqman: 17) Penggunaan metode ini penting karena langsung tertuju pada tujuan yang ingin dicapai pendidik/guru dan siswa serta merta
dapat langsung memahami apa yang hendak diajarkan. Namun metode ini harus memperhatikan kesesuaian antara siswa dengan isi perintah, sesuai kapasitas dan kemampuan siswa. Seorang guru hendaknya jangan terlalu sering menggunakan satu metode ini saja karena siswa akan cenderung bersikap acuh dan kurang memperhatikan. Dalam pelaksanaannya guru juga memperhatikan kondisi yang ada, sehingga tidak terkesan bahwa mendidik akhlak anak adalah hanya dengan memerintah dan melarang. Harus ada kombinasi
dengan
metode
yang
lainnya.
Salah
satunya
menyertainya dengan ganjaran dan hukuman yang mendidik. Menyertakan ganjaran dan hukuman untuk memberikan perhatian kepada anak didik tentang untung ruginya, sehingga peserta didik mengetahui alasan dibalik perintah dan larangan. Ganjaran adalah alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa menjadi pendorong atau motivator belajar bagi murid. Sementara pemberian hukuman adalah alat pendidikan preventif dan represif yang paling tidak menyenangkan, imbalan dari perbuatan yang tidak baik (Arief, 2002: 131). Dalam teori belajar, metode pemberian ganjaran dan hukuman merupakan teori behavioristik-koneksionisme yang dikemukakan oleh Edward Thorndike, yang biasa disebut reward dan punishment (Sriyanti: 2011, 43). Pemberian reward (hadiah) adalah pemberian efek yang menyenangkan, bertujuan agar peserta
didik melakukan pengulangan terhadap akhlak baik untuk memperkuat penanaman karakter yang baik dalam pribadinya, sementara
pemberian punishment adalah pemberian efek tidak
menyenangkan, bertujuan agar peserta didik meninggalkan/tidak mengulangi akhlak buruk yang dilakukan sehingga memperkecil kemungkinan perilaku negatif terulang lagi. Sebagai pendidik, agar peserta didik lebih memperhatikan perintah dan larangan, sertakanlah reward untuk menguatkan perbuatan baik dan punishment untuk mencegah perilaku yang buruk. Namun pemberian punishment memberikan efek yang ambigous, karena peserta didik tidak jelas apa yang harus dilakukan untuk memperbaikinya. Anak hanya tahu bahwasanya perilaku tersebut tidak boleh diulang, namun tidak mengetahui perilaku apa yang harus dilakukan (Sriyanti: 2011, 43). Maka sebagai pendidik/guru, untuk memperkuat kepribadian yang baik pada
anak
didik
dengan senantiasa
menyertakan reward.
Sedangkan punishment harus disertakan arahan yang jelas sebagai bentuk pengalihan dari efek negatif, dengan memberikan kebiasaan baik yang baru, yang tentu menguras kreatifitas pendidik dalam mencari solusi tersebut. f. Implementasi Metode Perumpamaan Termasuk metode pendidikan Nabi Saw yang mendekatkan pengertian suatu masalah dengan membuat perumpamaan (tamsil).
Perumpamaan
merupakan cara
yang
tepat
untuk
lebih
menggambarkan, menjelaskan dan mendekatkan hakikat masalah tertentu dihati pendengar (Al-Maliki, 2002: 115). Dengan
mencontohkan
sebuah
perumpamaan
dalam
memberikan penjelasan awal di pembelajaran seperti apersepsi seorang guru akan lebih memudahkan siswa mencerna materi yang disampaikan, juga bisa sebagai pengantar pembelajaran. Karena perumpamaan juga memiliki tujuan psikologis-edukatif. Adapun tujuan
tersebut
ialah:
pertama,
memudahkan
pemahaman
mengenai suatu konsep. Kedua, mempengaruhi emosi yang sejalan dengan konsep yang diumpamakan dan untuk mengembangkan aneka perasaan ketuhanan. Ketiga, membina akal untuk terbiasa berfikir secara valid dan analogis, dan keempat, mampu menciptakan motivasi yang menggerakkan aspek emosi dan mental manusia (An-Nahlawi, 1995: 254-259). Dalam pendidikan Islam, perumpamaan terdapat dalam Al-Qur‟an dan Hadits yang disebut perumpamaan Qur‟ani dan Nabawi. Ahmad Rifa‟i Rif‟an memberikan perumpamaan pentingnya pendidikan keimanan bagi anak dalam keluarga, Ibarat menanam padi, rerumputan akan mengiringi pertumbuhannya. Tanamkan iman di dada putra putri anda, maka prestasi dunia akan mengiringi perjalanan hidupnya kelak. Tanamkan keimanan di lahan lembab hati mereka, hati anak-anak yang masih berupa lahan subur untuk berbagai tanaman kehidupan. Jika salah tanam, di akhir panen anda hanya akan menggigit jari sambil turut mendendangkan nyanyian para penghuni neraka,
“Aduhai kiranya dahulu aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.” (Q.S Al-Furqan: 27). Kuatkan dulu iman dalam hati putraputri anda. Jika panduan iman telah menuntunnya sejak dini, jalan menuju usia-usia berikutnya tak akan pernah menimbulkan penyesalan bagi anda, para orang tua (Rif‟an, 2015: 153). Dalam penerapannya di dunia pendidikan, metode ini digunakan
untuk
menarik
simpati
peserta
didik
diawal
pembelajaran, atau disebut apersepsi. Dimana seorang guru mengajak siswa untuk menyatukan persepsi mereka saat memasuki pelajaran di awal. Dengan memberikan kata kunci diawal berupa perumpamaan, peserta didik akan terbantu dalam mendalami materi yang akan disampaikan oleh pendidik. 3. Implementasi Tujuan Pendidikan Akhlak Sebagaimana
pendapat
M.
Athiyah
Al-Abrashy
yang
menyatakan bahwasanya pendidikan Islam sangat menaruh perhatian penuh untuk kedua kehidupan (dunia-akhirat) sebagai tujuan diatara tujuan-tujuan umum yang asasi. Sebab, memang itulah tujuan tertinggi dan terakhir pendidikan (Rosyadi, 2004: 161). Begitu pula dengan pendidikan akhlak yang merupakan bagian dari pendidikan Islam. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Muhammad Qutb, bahwasanya tujuan utama pendidikan akhlak adalah menjadikan manusia yang bertakwa, menyeimbangkan antara hubungan secara vertikal dan horisontal serta keseimbangan dunia akhirat.
Tujuan akhir dari dari pendidikan Islam itu terletak dalam realisasi sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, baik secara perorangan, masyarakat, maupun sebagai umat manusia secara keseluruhan (Arifin, 2011: 28). Jika dilihat dari pendekatan dimensi pengembangan manusia, yang mencangkup manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan sebagai hamba Allah („abdullah), maka tujuan pendidikan Islam (dalam hal ini pendidikan akhlak) bisa diklasifikasikan beberapa tujuan berikut: a. Tujuan Tertinggi/Terakhir Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan karena sesuai dengan konsep ilahi yang mengandung kebenaran mutlak dan universal. Pada dasarnya tujuan ini sesuai dengan tujuan hidup manusia sebagai ciptaan Allah. Yaitu: 1) Menjadi hamba Allah yang bertakwa 2) Mengantarkan peserta didik menjadi khalifatullah fil „ard yang mampu memakmurkanya 3) Memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat (Achmadi, 2005: 99). b. Tujuan Umum Tujuan umum lebih bersifat empirik dan realistik. Tujuan ini berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian peserta didik, sehingga mampu menghadirkan dirinya sebagai
sebuah pribadi yang utuh. Itulah yang disebut realisasi diri (self realization) (Achmadi, 2005: 98). Tercapainya self realization sebagai muslim yang utuh ditandai dengan semakin tampaknya aktualisasi diri dalam konteks dalam upaya pendekatannya pada Tuhan (taqarrub ilallah), dimulai dari melakukan ibadah mahdhah secara sadar tanpa tergantung orang lain, sampai terkendalinya perilaku.
Begitu kompleksnya proses realisasi diri,
maka
pendidikan Islam harus bersinergi antara pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat (Achmadi, 2005: 99). Tujuan inilah yang mengenalkan manusia akan tanggung jawabnya terhadap diri sendiri untuk menyeimbangkan potensi yang diberikan Allah berupa kognitif (akal), afektif (hati nurani) dan psikomotor (fisik). Dengan memaksimalkan potensi tersebut diharapkan peserta didik terus berproses mengaktualisasikan diri untuk memahami status kemakhlukanya dan hubungan sosial sebagai bentuk tanggung jawab pribadi dalam kehidupan. c. Tujuan Khusus Tujuan khusus adalah pengkhususan tujuan tertinggi dan tujuan umum pendidikan Islam (dalam hal ini pendidikan akhlak). Bersifat relatif sehingga dimungkinkan untuk diadakan perubahan sesuai tuntutan dan kebutuhan, selama tetap berpijak pada kerangka tujuan tertinggi dan tujuan umum. Pengkususan tersebut dapat didasarkan kultur atau cita-cita suatu bangsa, minat dan bakat
sesuai kemampuan peserta didik, serta tuntutan situasi dan kondisi pada kurun waktu tertentu. (Achmadi, 2005: 103). C. Peran Orang Tua Dalam Pembentukan Akhlak Pada Anak Orang tua merupakan pendidik utama bagi anak-anak sejak dilahirkan sampai dewasa dan menikah. Secara kodrati orang tua dan anak membangun hubungan timbal balik. Intensitas kebersamaan orang tua dengan anak sejak kecil yang membangun timbal balik ini sehingga terjadi hubungan pengaruh-mempengaruhi dan pergaulan antara keduanya. Itulah mengapa anak mendapatkan tutur kata yang sopan ataupun sebaliknya, perilaku terpuji ataupun sebaliknya dari sumber model perilaku, yaitu kedua orang tuanya. Bahkan dalam ungkapan parenting mengatakan bahwa anak merupakan perwujudan jujur dari sifat dan sikap orangtua, termasuk akhlak, kepribadian, dan budi pekerti. Lingkungan keluargalah yang menjadi lingkungan pertama pembentukan akhlakul karimah anak. Proses pendidikan dalam keluarga secara primer tidak diaksanakan secara paedagogis (berdasarkan teori pendidikan), melainkan hanya berupa pergaulan dan hubungan yang disengaja atau tak sengaja, dan langsung atau tidak langsung antara orang tua dengan anak. Dimana didalamnya terjalin dan berjalan pengaruh berlangsung secara kontinyu antara keduanya. Pengaruh itu berdasarkan ikatan darah yang bersifat rohaniah. Bahkan pengaruh tidak disengaja tersebut lebih penting dan berperan dibandingkan dengan pendidikan yang disengaja atau pendidikan yang diselenggarakan menurut rencana tertentu (Yasin, 2008: 209). Islam
memandang bahwa orang tua memiliki tanggung jawab penuh dalam mengantarkan anak-anaknya untuk bekal kehidupan kelak, baik kehidupan duniawi maupun ukhrawi. Dalam keluarga, anak merupakan orang pertama yang masuk sebagai peserta didik. Oleh karena itu dalam berinteraksi orang tua harus bisa menampilkan pola perilaku yang positif, karena dapat menjadi stimulus anak, terutama dalam etika berbicara (memberi pesan), bertingkah laku, dll. Karena anak akan men-sugesti, meimitasi dan mendemonstrasikan apa yang biasa ia lihat, terlebih yang ia lihat itu datang menyadari dalam lingkungan keluarga sendiri. Maka alternatifnya anak selalu diajak untuk menjalankan ajaran agama dengan baik dan benar, yang dimulai dari kehidupan interaksional dalam keluarga (Yasin, 2008: 220-221). Sebagaimana metode yang telah diuraikan sebelumnya yaitu metode pembiasaan, keteladanan, nasehat, perintah-larangan, kisah dan perumpamaan tergantung dengan intensitas kebersamaan pendidik (orang tua dan guru) dengan peserta didiknya. Semakin tinggi kebersamaannya semakin besar pula kemungkinan tercapainya tujuan pendidikan akhlak. Orang tua dan guru harus memiliki tujuan dan komitmen yang sama untuk memberikan pendidikan akhlak. Memberikan pengertian melalui nasehat disertai
perumpamaan
untuk
memperjelas,
kemudian
pendidik
memberikan keteladanan, mengajak anak untuk membiasakan akhlak terpuji, kemudian metode perintah-larangan atau ganjaran-hukuman
digunakan untuk menjaga akhlak tersebut dimanapun berada, terutama di lingkungan keluarga maupun sekolah. Mengingat pengaruh yang sangat besar dan intensitas orang tua bersama anak sangat tinggi, maka peranan orangtua dalam mengajarkan, menanamkan, dan menjaga akhlak anak sangat dibutuhkan. Tanpa ada dukungan penuh dari orangtua dan lingkungan di sekitarnya (terutama lingkungan terkecil/ keluarga), tujuan pendidikan akhlak sulit tercapai. Termasuk dari materi pendidikan akhlak dan metode yang digunakan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan pengkajian yang telah penulis lakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Ahmad Rifa‟i Rif‟an yang biasa dipanggil dengan „Fai‟ lahir di Lamongan 3 Oktober 1987. Beliau adalah penulis muda yang banyak menulis buku tentang motivasi Islam (spiritual), pengembangan diri dan bisnis. Ia telah menulis puluhan buku sekaligus pengusaha yang menjadi owner Marsua Media (Penerbit).
2. Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk mengacu pada tujuan tertinggi dari pendidikan akhlak yaitu takwa. Pendidikan akhlak diawali dengan penanaman akidah dalam hubungan vertikal dimana manusia menjadi „abdullah (Hamba Allah), untuk menuntun manusia dalam menjalankan perannya sebagai makhluk individu dan sosial, yaitu hubungan horisontal sesuai dengan ajaran Islam.
Akhlak dalam hubungan horisontal merupakan
perwujudan dari baik-buruknya dalam hubungan vertikal (akhlak terhadap Allah). Metode pendidikan akhlak yang telah dikemukakan dapat dilakukan dengan beberapa metode berikut, yaitu: metode pembiasaan, metode keteladanan, metode pemberian nasihat, metode kisah/cerita, metode perintah dan larangan/ ganjaran dan hukuman, serta metode perumpamaan.
3. Implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam buku Tuhan, Maaf Kami Sedang Sibuk terdiri atas 3 komponen pendidikan, meliputi: Materi, Metode, dan Tujuan. Implementasi materinya yaitu isi materi dalam pendidikan akhlak yang terdiri atas 2 dimensi pengembangan, yaitu dimensi vertikal dan dimensi horisontal. Selain itu adanya penerapan praktik langsung yang dilakukan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Implementasi metode pendidikan akhlak dalam lingkungan sekolah diantaranya: a) Metode pembiasaan: melalui program-program rutin dan pembiasaan dirumah berupa mutaba‟ah harian siswa (monitoring ibadah), b) metode keteladanan melalui pendidik (kepala sekolah, guru, karyawan dll) sebagai figur otoritas memberikan contoh langsung baik secara fisik (penampilan, kerapian) maupun sikap (kedisiplinan, ramah dll), c) metode nasehat melalui peran pendidik dalam pembelajaran kelas maupun lapangan, serta penciptaan suasana sekolah melalui poster-poster dan gambar yang membangun. d) Implementasi metode kisah di di sekolah adalah penyematan kisahkisah Qur‟ani maupun Nabawi, maupun kisah-kisah inspiratif dalam kelas maupun ketika forum bersama seperti upacara bendera. Pada Metode ganjaran-hukuman dan perintah larangan, guru/pendidik diharapkan lebih mempersering ganjaran/ reward sebagai bentuk penguatan dalam pengulangan sikap positif peserta didik, sementara dalam
pemberian
hukuman/
punishment
hendaknya
pendidik
memberikan hukuman membangun, yang memberikan efek jera,
dimana hal tersebut memang menguras kreatifitas seorang guru. Implementasi tujuan pendidikan akhlak terbagi menjadi tujuan tertinggi (taqwa), tujuan umum (tercapainya self realization) dan tujuan khusus (visi sekolah masing-masing). Pendidikan di lingkungan keluarga tak kalah penting, karena intensitas kebersamaan orang tua dan anak yang tinggi. Oleh karena itu orang tua harus mampu menjadi model akhlak yang baik bagi anak. B. Saran 1. Pendidikan akhlak adalah pendidikan tentang penanaman karakter kepribadian, dan membutuhkan proses yang lama. Oleh karena itu harus dimulai sedini mungkin. Untuk mengakar-kuatkan karakter terpuji dalam diri anak. Orang tua sebagai penanggung jawab utama atas amanah yang Allah berikan, hendaknya meningkatkan kesadaran akan posisi tersebut, karena perananya sangat vital dalam keberhasilan pendidikan akhlak pada anak, disamping peran sekolah dan masyarakat. 2. Penanaman akidah yang kuat hendaklah menjadi perhatian utama bagi orang tua. Dengan kuatnya akidah atau hubungan vertikal anak, maka menjadi bekal yang baik untuk menanamkan akhlak terpuji dalam hubunganya secara horisontal, baik terhadap orang tua, guru, ataupun masyarakat secara umum.
3. Guru dan pemangku kebijakan sekolah merupakan faktor sentral yang menjadi penentu terlaksananya proses pendidikan akhlak di sekolah, dan menjadi sumber teladan utama siswa di lingkungan sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 2005. Idiologi Pendidikan Islam.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ali, Muhammad Daud. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Grafindo Persada Al Maliki, M. Alawi. 2002. Prinsip-prinsip Pendidikan Rasulullah. Jakarta: Gema Insani Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press Arifin, M. 2011. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara Assegaf, Rahman. 2014. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Daradjat, Zakiah. 1995. Pendidikan Islam Dalam Keluarga dan Sekolah. Bandung: Ruhama Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Fadhlullah, Muhammad Husain. 1997. Metodologi Dakwah Dalam Al-Qur‟an. Jakarta: Lentera Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset. Hafidz, Muh, dan Kastolani. 2009. Pendidikan Islam Antara Tradisi dan Modernitas. Hasbullah. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press Khallaf, Abdul Wahhab. 1994. Ilmu Ushul Fiqh. Semarang: Dina Utama Kosim, Muhammad. 2012. Mendidik Kesalehan Ritual Dan Sosial. Jakarta: Rineka Cipta Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani
Mucharror, 2014. Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Al-Hikam Karangan Syaikh Ibnu Athaillah Al-Syukandari. Skripsi tidak diterbitkan. Salatiga: Jurusan Tarbiyah Stain Salatiga Muchtar, Heri Jauhari. 2008. Fikih Pendidikan. Bandung: Rosdakarya Muhaimin. 2003. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Surabaya: Pustaka Pelajar Muhaimin dan Abdul Majid.1993. Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Trigenda Nahlawi, Abdurrahman. 1995. Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press Nata, Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam 1. Ciputat: Logos Wacana Ilmu Nata, Abuddin. 2007. Manajemen Pendidikan. Jakarta: Kencana Nata, Abuddin. 2012. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Press Rais, Amien. 1998. Tauhid Sosial. Bandung: Mizan. Rifan, Ahmad Rifai. 2010. Izrail Bilang Ini Ramadhan Terakhirku. Jakarta: Republika Rif‟an, Ahmad Rifa‟i. 2013. Don‟t Cry ! Allah Loves You. Jakarta: Quanta Rif‟an, Ahmad Rifa‟i. 2013. Jadikan Aku Halal Bagimu. Bandung: Mizania Rif‟an, Ahmad Rifa‟i. 2015. Tuhan Maaf Kami Sedang Sibuk. Jakarta: Quanta Rokib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LKIS Rosyadi, Khoiron. 2004. Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sriyanti, Lilik. 2011. Psikologi Belajar. Salatiga: Stain Salatiga Press Suparta, Munzier dan Hefni Harjani. 2003. Metode Dakwah. Jakarta: Prenada Media. Syarbini, Amirullah, dan Jamhari Sumantri. 2013.Dicintai Allah Dirindukan Rasulullah. Jakarta: Kultum Media. Tafsir, Ahmad dkk,.2002. Pendidikan Agama Dalam Keluarga. Bandung: Rosdakarya.
Tasmara, Toto. 2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta: Gema Insani Tatapangarsa, Humaidi. 1980. Akhlaq Yang Mulia. Surabaya: Bina Ilmu Thoha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Usman, Basyruddin. M. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Ciputat Pers Zuhairini. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17406-2106100024Biographypdf.pdf diakses tanggal 18 Juni 2015 http://www.pesantrenpenulis.com/2014/05/berhasil-menulis-buku.html.
diakses
tanggal 18 Juni 2015 http://www.duniaparcelbuku.com/products/21/0/Ahmad-Rifai-Rifan. diakses pada 25 September 2015 https://rifay.wordpress.com, diakses pada 25 September 2015) http://elabdurrahman.blogspot.co.id/2014/04/hadith-hasan-by-al-albani-inshahihul.html. diakses pada 25 September 2015 Video Seminar Tuhan maaf kami sedang sibuk, 2014.
Daftar Riwayat Hidup
Data Pribadi Nama
: Muhammad Solehan
Tempat, Tanggal Lahir
: Sambas, 20 Agustus 1993
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: Desa Metes Bonorejo 03/05 Kel. Blotongan, Kec. Sidorejo Salatiga
HP
: 085 726 824 972
Latar Pendidikan
:
MI Ma‟arif Pulutan
: 2002 - 2003
SD Muhammadiyah Salatiga
: 2003 - 2006
SMP Muhammadiyah Salatiga
: 2006 - 2009
SMK Muhammadiyah Salatiga
: 2009 - 2011
IAIN Salatiga
: 2011 – Sekarang
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat supaya dapat digunakan sebagaimana mestinya. Salatiga, 26 September 2015
Muhammad Solehan NIM. 111 11 167
LAMPIRAN-LAMPIRAN