29
BAB III KITAB Ri’ayatul Himmah karya KH. Ahmad Rifa’i
A. Biografi KH. Ahmad Rifa’i 1. Kelahiran dan kewafatan KH. Ahmad Rifa’i. Nama lengkap pendiri dan pembangun ajaran dan tuntunan tarajumah ialah Syaikhina Haji Ahmad Rifa’i bin Muhammad Marhum bin Abi Sujak.1 KH. Ahmad Rifa’i lahir dari seorang ibu yang bernama Siti Rahmah pada tanggal 9 Muharram 1200 H atau 1786 di desa Tempuran yang pada waktu itu berada dalam wilayah kabupaten Semarang. Ayahnya bernama K.H. Muhammad Marhum, seorang penghulu Landerad di Kendal dan kakeknya KH. Abi Sujak alias Raden Sutjowidjojo. Karena ayahnya meninggal ketika Ahmad Rifa’i masih kecil usia 6 tahun, maka kemudian ia diasuh oleh kakak kandungnya bernama Nyai Rajiyah binti Muhammad, isteri seorang ulama pendiri dan pengasuh pondok pesantren Kaliwungu Kiai Asy’ari namanya. Di Kaliwungu Ahmad Rifa’i belajar Ilmu Agama lalu dikembangkan olehnya melalui dakwah lisan dan tulisan di berbagai lingkungan masyarakat setempat.2 KH. Ahmad Rifa'i sejak kecil sudah memiliki suatu keistimewaan yang merupakan tanda kekuasaan dan kebesaran Allah sebagai alamat cikal bakal ulama besar di kemudian hari, diperlihatkan kepada masyarakat kaum santri di Kaliwungu, terutama kepada kakak iparnya Kiai Asy’ari, bahwa 1
Ahmad Syadzirin Amin, Mengenal Ajaran Tarajumah Syaikh H. Ahmad Rifa’ie RH Dengan Madzhab Syafi’i dan I’tiqad Ahlissunnah Wal Jama’ah (Jakarta: Jamaah masjid Baiturrahman, 1989), hlm.9. 2 Ahmad Syadzirin Amin, Pemikiran Kiai Haji Ahmad Rifa’i Tentang Rukun Islam Satu (Jakarta: Jamaah masjid Baiturrahman, 1994), hlm.15.
30
pada suatu malam gelap gulita Kiai Asy’ari secara diam-diam memeriksa para santri yang sedang berada di dalam asrama pondok pesantren. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh seberkas cahaya menerangi asrama dan memancar tinggi ke atas. Dia menyangka cahaya itu berasal dari lampu milik anak santri yang sedang menelaah kitab, tetapi sangkaan itu meleset, karena ternyata cahaya tersebut berasal dari lekuk di tengah-tengah perut (pusar) seseorang santri kecil yang belum diketahui identitasnya. Kiai Asy’ari terheran sejenak, kemudian
menyadari
bahwa
sepanjang
hidupnya
belum
pernah
menyaksikan peristiwa seperti itu. Untuk mengetahui siapa sebenarnya anak yang bermandikan cahaya tersebut, Kiai Asy’ari mencoba mendekati salah satu santri tersebut, kemudian menyobek kain sarungnya dengan tujuan agar santri itu dapat diketahui Kiai Asy’ari. Pagi menjelang subuh asrama santri menjadi geger, sebab KH. Ahmad Rifa'i menangis karena diketahui setelah bangun tidur sarung kesayangannya telah sobek. Keributan ini akhirnya diselesaikan oleh Kiai Asy’ari dengan bijaksana, KH. Ahmad Rifa'i mendapat ganti sarung baru dari Kiai Asy’ari. Menurut kepercayaan masyarakat bahwa sinar cahaya itu merupakan cikal bakal akan memperoleh gelar kebesaran dan keagungan bagi pemiliknya dimasa mendatang. Dengan modal dasar berupa akal cerdas, pikiran luas, dalam waktu relatif singkat ia sudah menguasai beberapa ilmu agama yang diajarkan oleh Syaikh Asy’ari diantaranya ilmu Al-Qur’an, ilmu Nahwu, ilmu Sharaf, ilmu
31
Badi’, ilmu Mantiq, ilmu Bayan, ilmu ‘Aruld, ilmu Hadits, Lughotul Arabiyah dan ilmu agama lainnya.3 KH. Ahmad Rifa’i meninggal pada hari kamis tanggal 25 Rabiul Akhir 1286 H di pengasingan Ambon Maluku. Keterangan lain menyebutkan, ia meninggal pada tahun 1292 H di Kampung Jawa Tondano, Kabupaten Minahasa, Manado Sulawesi Utara. Dan dimakamkan di komplek makam pahlawan kiai modjo di sebuah bukit yang terletak kurang lebih 1 km dari Kampung Jawa Tondano (Jaton).4 2. Latar belakang pendidikan KH. Ahmad Rifa’i Sekitar tahun 1230 H atau 1816 M Ahmad Rifa’i memutuskan untuk segera menunaikan ibadah Haji dan menuntut ilmu di Makkah selama 8 tahun, ia mendalami ilmu-ilmu agama yang tertulis dalam kitab-kitab karangan ulama salaf dan ulama khalaf melalui jalur para guru kenamaan yang mengajar di Masjidil Haram. Di makkah dan Madinah Ahmad Rifa’i menerima ilmu agama dari Syaikh Isa al Barawi, Syaikh Faqih Muhammad bin Abdul Azizi al Jaisyi (al Habsyi) dan Syaikhul A’dham Ahmad Utsman. Guru-gurunya tersebut mengajarkan berbagai masalah hukum Islam menurut faham Ahlussunnah. Melalui guru-gurunya tersebut, silsilah isnad guru-guru akan sampai pada Imam Syafi’i, Abdullah bin Abbas hingga kepada Rasulullah SAW. Setelah menuntut ilmu agama selama 8 tahun di Makkah dan Madinah, Syaikh Ahmad Rifa’i melanjutkan studinya masih di Timur Tengah. Ia memilih suatu negeri yang terkenal masih kental dengan 3
Ahmad Syadzirin Amin, Mengenal Ajaran Tarajumah Syaikh H. Ahmad Rifa’ie RH Dengan Madzhab Syafi’i dan i’tiqad Ahlissunnah Wal Jama’ah, Op.Cit., hlm.10. 4 Ibid., hlm. 15-16.
32
pemikiran-pemikiran Madzhab Syafi’i, yaitu negeri Mesir. Kepindahan Ahmad Rifa’i ke Mesir ini juga mempunyai maksud ingin memperluas ilmu agama kepada guru-guru dengan madzhab fiqih Imam Syafi’i, karena ia juga sadar bahwa sebagian besar masyarakat Islam di Indonesia terutama di Jawa adalah penganut faham Madzhab tersebut. Selama 12 tahun bermukim di Mesir, Syaikh Ahmad Rifa’i berguru pada ulama-ulama kenamaan di sana. Di antara guru-gurunya itu ialah Syaikh Ibrahim al Bajuri.5 3. Penghargaan dan gelar penghormatan yang diterima KH. Haji Ahmad Rifa’i KH. Ahmad Rifa’i adalah ulama besar ahli Tarekat. Ia sangat gigih melawan kolonialisme Belanda ketika menancapkan pengaruhnya di Nusantara. Oleh karena itu, Presiden Susilo Bambang Yudoyono memberikan gelar kehormatan sebagai Pahlawan Nasional pada tanggal 05 November 2004 melalui Kepres Nomor: 089/TK/2004.6 Selain itu, KH. Ahmad Rifa’i juga dikenal sebagai sosok pemimpin rakyat yang tegas, ulet dan teguh dalam pendirian. Sehingga, DR. Karel Steenbring dalam salah satu tulisannya, menyebut Kyai Rifa’i sebagai reformis fundamentalis sejati. Kekuatan tokoh ini menurut beliau, terletak pada prinsip dan semangat juangnya, yakni tekad untuk mengembalikan Islam pada Al-Qur’an dan Sunnah.
5
Ahmad Syadzirin Amin, Gerakan Syaikh Ahmad Rifa’i Dalam Menentang Kolonial Belanda (Jakarta: Jamaah masjid Baiturrahman, 1997), hlm. 51-53. 6 http://www.jamarismelayu.com/2011/05/daftar-lengkap-pahlawan-nasional.html diakses 09 agustus 2015 pukul 10.04.
33
4. Strategi dan Metode Dakwah KH. Ahmad Rifa’i Setelah tumbuh menjadi pemuda dan dianggap cukup pengetahuan ilmu agamanya, KH. Ahmad Rifa’i terjun ke dunia dakwah di Kendal dan Wonosobo, bahkan sampai di Pekalongan. Di Kendal ia mendirikan pengajian dan menghimpun para santri yang datang dari berbagai daerah, sehingga menjadi kelompok pengajian yang besar. Keberhasilan KH. Ahmad Rifa’i ini karena dakwah pengajiannya sangat menarik. Strategi dakwah yang dikembangkan KH. Ahmad Rifa’i saat itu antara lain: 1) Menghimpun anak-anak muda untuk dipersiapkan kelak menjadi kaderkader dakwah, karena pemuda adalah harapan keluarga dan masyarakat. Sekarang pemuda, esok menjadi pemimpin. 2) Menghimpun kaum dewasa laki-laki dan perempuan dari kaum petani, pedagang, dan pegawai pemerintah, dimaksudkan untuk memperkokoh strategi dakwahnya, penyokong utama dalam segi finansial dan dewan harian pelaksanaan dakwah pengajiannya itu. 3) Mengunjungi sanak famili terdekat diajak bicara tentang kondisi agama, politik dan sosial yang dimainkan oleh pemerintah kolonialisme belanda dengan membuktikan fakta-fakta yang ada dan langkah yang akan ditempuh dengan dakwah pengajian, supaya memperoleh simpati keluarga. 4) Para murid dan santri dianjurkan kawin silang antar murid, atau murid dengan anak guru, antar desa dan antar daerah dimaksudkan agar terjalin
34
hubungan yang mesra dan bisa saling menumbuhkan cinta kasih sayang dan dapat mengembangkan ilmunya di daerah masing-masing. 5) Pada hari-hari tertentu mengadakan kegiatan “Khuruj” berkunjung ke tempat lain yang miskin materi dan agama. Dengan kunjungan itu diharapkan akan memperoleh respon dari masyarakat, atau mungkin paling tidak dapat membentengi pengaruh budaya barat yang merusak. 6) Menghimpun kader-kader muslim terdiri dari santri dan murid dari berbagai daerah kemudian dijadikan mubaligh untuk di terjunkan ke berbagai pelosok guna memberi dan menyampaikan dakwah ke tengah masyarakat. 7) Mendatangi masjid-masjid untuk memperbaharui arah shalat menghadap kiblat. Masyarakatnya disarankan agar tidak mentaati pemerintah kolonial, Belanda di Indonesia telah merusak kepribadian dan kebudayaan bangsa. 8) Menterjemahkan kitab-kitab berbahasa Arab dengan bahasa Jawa yang mudah dipahami dan diamalkan dengan model karangan sendiri. Untuk menyesuaikan kondisi masyarakat waktu itu, dibuatkan kitab-kitab berbentuk syair atau nadzam yang indah dan dilagukan sedemikian rupa sekaligus bisa menarik minat pembaca dan pendengar, kertas putih, tulisan merah untuk setiap tulisan al-Qur’an, al-Hadis, dan Qaulul Ulama, dan hitam untuk tulisan makna dan komentar, penulisan itu sesuai dengan budaya bangsa sejak Sultan Agung Mataram abad XVI dalam penulisan kitab-kitab arab.
35
9) Menciptakan kesenian terbang (rebana) disertai dengan lagu-lagu, syairsyair atau nadzam-nadzam yang diambil dari kitab karangannya, sehingga terbangan itu disebut “Jawan”. Terbangan itu dimanfaatkan untuk mengingat pelajaran, hiburan pada saat ada hajatan, dan sekaligus mengantisipasi budaya asing yang merusak. Budaya itu sengaja dibawa Belanda ke Indonesia untuk melawan budaya tanah air yang diwariskan oleh nenek moyang kita yang muslim dan mukmin.7 e. Latar Belakang KH. Ahmad Rifa’i Mendirikan Pesantren. K.H. Ahmad Rifa’i mendirikan lembaga pendidikan pondok pesantren di Kalisalak Batang. Sistem pengajarannya menggunakan metode terjemahan bahasa Jawa untuk memahami ajaran-ajaran Islam, mendorong bertambahnya murid pesantren yang berdatangan dari berbagai daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Sementara waktu itu kebiasaan di pondok pesantren masih berlaku pengajian kitab-kitab berbahasa Arab saja, dan masih asing terhadap kitab-kitab terjemahan. Menurut Dr. Karel A. Steenbrink, seorang sarjana Belanda, bahwa di dalam sejarah dakwah, K.H. Ahmad Rifa’i bisa dianggap sebagai hampir satu-satunya tokoh yang memberikan uraian tentang agama Islam tanpa memakai idiom-idiom Arab dan mampu mengarang buku dalam bahasa yang menarik karena memakai bentuk syair. Metodologi yang digunakan dalam pengajarannya menggunakan empat tahapan, sebagai berikut: 1) Tahapan pertama, seorang santri harus belajar membaca kitab tarajumah terbatas pada tulisan bahasa Jawa. Sistem pengajaran ini disebut “ngaji 7
Ahmad Syadzirin Amin, Pemikiran Kiai Haji Ahmad Rifa’i Tentang Rukun Islam Satu, Op.Cit., hlm. 19-21.
36
irengan”. Disamping itu, para santri harus hafal syarat rukun iman dan Islam, ibadah shalat dan wiridan “angawaruhi” atau “syahadat loro”. Setelah shalat fardhu diwajibkan juga mengikuti praktek ibadah shalat yang dipimpin oleh lurah pondok bersangkutan. 2) Tahapan kedua, mengaji dalil-dalil Al-Qur’an, Hadis dan Qaulul Ulama yang terdapat dalam tarajumah. Pengajian seperti ini dinamakan “ngaji abangan” karena memang tulisannya “abang” (merah) atau “ngaji dalil”. Disamping itu, santri harus bisa hafal syarat, rukun shalat dan puasa. 3) Tahapan ketiga, mengaji dalil dan makna menjadi satu, dari kitab-kitab tarajumah, karenanya dinamakan “ngaji lafal makna”. Satu persatu kalimat diartikan menurut makna yang ada dibawah dalil itu sendiri. Disini para santri membutuhkan kejelian dalam mencari arti. 4) Dan tahapan terakhir mengaji pemahaman maksud yang terkandung dalam kitab-kitab tarajumah, karena hampir setiap kalimat mempunyai makna harfiah dan tafsiriah yang tentunya membutuhkan keterangan dan pemahaman yang dalam. Pengajian tahapan terakhir dari empat tahapan tersebut biasanya kitab-kitab tarajumah itu dibacakan dan diterangkan isi kandungannya oleh K.H. Ahmad Rifa’i sendiri dihadapan para santri dan murid pilihan kemudian mereka satu persatu mencoba menirukan seperti gurunya. Dalam pengajian itu diajarkan pula tentang ilmu dan amalan kesunahan yang tidak tertulis di dalam kitab-kitab tarajumahnya.8
8
Ibid., hlm. 24-25.
37
f. Karya-karya KH. Haji Ahmad Rifa’i Kitab-kitab karya K.H. Ahmad Rifa’i di jawa yang dapat diketahui sebanyak 62 buah judul kitab merupakan rangkuman berbagai soal keagamaan yang diambil dari al-Qur’an, al-Hadis dan kitab-kitab bahasa Arab karangan ulama terdahulu diterjemahkan dalam bahasa Jawa, karenanya disebut kitab tarajumah, berisi ilmu tauhid, fiqih dan tasawuf, memakai huruf Arab pegon, sebagian besar berbentuk nadzam (puisi tembang), setiap empat baris dengan akhiran sama dan sebagian lagi natsar (prosa) atau natsrah (nadham dan natsar). Ada lagi tulisannya berbentuk miring namanya “Tanbih Rejeng”. Kitab-kitab yang tersusun di pulau jawa: 1) Risalah, berisi fatwa-fatwa agama. 2) Nasihatul ‘Awam, berisi nasihat kepada masyarakat. 3) Syarihul Iman, berisi bab iman, islam dan ihsan. 4) Taisir, berisi ilmu shalat jum’at. 5) Inayah, berisi bab khalifah Rasulullah. 6) Bayan,berisi tentang ilmu metodologi mendidik dan mengajar. 7) Jam’ul Masa’il, berisi bab tiga ilmu agama. 8) Qawa’id, berisi bab ilmu agama. 9) Targhib, berisi bab makrifatullah. 10) Thoriqot besar, berisi bab hidayatullah. 11) Thoriqot kecil, berisi bab thariqatullah. 12) Athlab, berisi bab mencari ilmu pengetahuan. 13) Husnul Mithalib, berisi tentang tiga ilmu agama.
38
14) Thulaab, berisi bab kiblat shalat. 15) Absyar, berisi bab kiblat shalat. 16) Tafriqah, berisi bab kewajiban mukallaf. 17) Asnal Miqashad, berisi bab tiga ilmu agama. 18) Tafshilah, berisi bab kemantapan iman. 19) Imdaad, berisi bab masalah dosa takabur. 20) Irsyaad, berisi bab ilmu manfaat. 21) Irfaq, berisi bab iman, islam dan ihsan. 22) Nadzam Arja, berisi hikayat isra’ mi’raj. 23) Jam’ul Masail, berisi bab fiqih dan tasawuf. 24) Jam’ul Masail, berisi bab tasawuf. 25) Tahsin, berisi bab fidyah shalat dan puasa. 26) Shawalih, berisi bab kerukunan ummat beragama. 27) Miqshadi, berisi bab bacaan al-fatihah. 28) As’ad, berisi bab iman dan makrifatullah. 29) Fauziyah, berisi bab jumlah maksiat. 30) Hasaniyah, berisi bab fardhu mubadarah. 31) Fadliyah, berisi bab zikrullah. 32) Tabyinal Islah, berisi bab nikah, thalaq dan rujuk. 33) Abyanal Hawaij, berisi bab tiga ilmu agama. 34) Takhyirah Mukhtashar, berisi bab iman dan Islam. 35) Ri’ayatul Himmah, berisi bab tiga ilmu agama. 36) Tasyrihatal Muhtaj, berisi masalah ekonomi dan sosial. 37) Kaifiyah, berisi bab tata cara shalat.
39
38) Misbahah, berisi bab dosa meninggalkan shalat. 39) Ma’uniyah, berisi bab sebab-sebab terjadinya kafir. 40) ‘Uluwiyah, berisi bab takabur karena harta. 41) Rujumiyah, berisi bab shalat jum’at. 42) Mufhamah, berisi bab mukmin dan kafir. 43) Basthiyah, berisi bab ilmu syariat. 44) Tahsinah, berisi bab ilmu tajwidil Qur’an. 45) Tazkiyah, berisi bab menyembelih binatang. 46) Fatawiyah, berisi bab cara berfatwa agama. 47) Samhiyah, berisi bab shalat jum’at. 48) Rukhshiyah, berisi bab shalatqashar jama’. 49) Mashlahah, berisi bab mawarist. 50) Wadlihah, berisi bab manasik haji. 51) Munawirul Himmah, berisi bab wasiat kepada manusia. 52) Surat kepada R. Penghulu Pekalongan. 53) Tansyirah, berisi 10 wasiat agama. 54) Mahabbatullah, berisi bab nikmatullah. 55) Mirghabut, berisi bab thaah, iman dan syahadah. 56) Hujahiyah, berisi bab ilmu tata cara dialog. 57) Tashfiyah, berisi bab makna al-fatihah. 58) 500 tanbih bahasa Jawa. 59) 700 nadzam doa dan jawabannya. 60) Puluhan tanbih rejeng, berisi bab masalah din. 61) Shihatun nikah, mukhtashar tabyinal ishlah.
40
62) Nadzam wiqayah. Kitab kitab yang di susun di Ambon, antara lain: 1) Targhibul Mathlabah, berisi bab ushuluddin. 2) Kaifiyatul Miqshadi, berisi bab fiqih. 3) Nasihatul Haq, berisi bab tasawuf. 4) Hidayatul Himmah, berisi bab tasawuf. 5) 60 buah tanbih bahasa melayu. 6) Surat wasiat kep. Maufuro dan murid. 7) Surat wasiat kep. Mathubo dan murid.9
B. Isi Kandungan Kitab Ri’ayatul Himmah Karya KH. Ahmad Rifa’i Kitab Ri’ayatul Himmah karya KH. Ahmad Rifa’i ini selesai ditulis pada hari Selasa, tanggal 7 Robi’ul Awal 1266 H. Dicetak untuk pertama kali pada hari Sabtu manis tanggal 18 Dzulhijjah tahun 1393 H, dan selesai dicetak pada hari Sabtu manis tanggal 6 Jumadil ula tahun 1395 H. Para pengikut KH. Ahmad Rifa’i biasa menyebutnya dengan sebutan “kitab riayah”. Kitab Ri’ayatul Himmah ini terdiri dari dua jilid, jilid yang pertama disebut “riayah awal” dan jilid yang kedua disebut “riayah akhir”. Berisi 25 koras 502 halaman. Kitab ini membahas tentang tiga ilmu syari’at yaitu ilmu ushuluddin, fiqih, dan tasawuf. Ilmu ushuliddin, fiqih dan tasawuf yang diajarkan adalah menganut faham atau aliran yang dianut oleh golongan terbesar umat Islam khususnya di Indonesia yaitu di dalam ilmu ushuliddin menganut faham madzhab Imam Abu Hasan Asy’ari, dan Abu Mansyur al-
9
Ibid., hlm. 26-28.
41
Maturidi, dalam ilmu fiqih atau furu’iddin menganut faham madzhab Imam Syafi’i dan dalam ilmu tasawuf mengikuti faham madzhab Imam Abu Qasim Junaidi al-Baghdadi. Faham ini adalah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang pengikutnya dikatakan sebagai Ahlussunni atau pengikut faham sunni.10 Seperti pernyataan KH. Ahmad Rifa’i sendiri di dalam kitab Ri’ayatal Himmah jilid 1 korasan 7 halaman 1. Babun ikilah bab nyataaken tinemune Ingdalem ilmu fiqih ibadah wicarane Atas madzhab Imam Syafi’i panutane Ahli mujtahid mutlak kaderajatane
Artinya: Babun, inilah bab yang membicarakan Ilmu fiqih ibadah pembicaraannya Berdasarkan madzhab Imam Syafi’i ikutannya Ahli mujtahid mutlak tingkatannya Ri’ayatal Himmah jilid II korasan 16 halaman 19. Mujtahid mutlak fuqoha papat wilangane Kang wus kedlahir ning negara makkah anane Imam Hanafi lan Imam Maliki namane Imam Syafi’i lan Imam Ahmad Namane
Artinya: Mujtahid mutlak 4 bilangannya Yang sudah Masyhur di negara Makkah Imam Hanafi dan Imam Maliki namanya Imam Syafi’i dan Imam Ahmad Namanya Ri’ayatal Himmah jilid II korasan 17 halaman 3. Ulama mujtahid mutlak ushuluddin anane Iku Imam Abu Hasan Asy’ari namane Lan Imam Abu Manshur Maturidi arane Iku podo Qur’an Hadits pengambilane 10
Ahmad Syadzirin Amin, Mengenal Ajaran Tarajumah Syaikh H. Ahmad Rifa’ie RH Dengan Madzhab Syafi’i dan i’tiqad Ahlissunnah Wal Jama’ah, Op.Cit., hlm. 51.
42
Ulama mujtahid mutlak ahli shufi tinutur Abu Qasim Junaidil Baghdadi Masyhur Tharekate bener maring Allah milahur Kawilang “Arifun Billah saking liyane mungkur”11
Artinya: Ulama mujtahid mutlak ushuluddin namanya Yaitu Imam Abu Hasan Asy’ari namanya Dan Imam Abu Manshur Maturidi namanya Sama pengambilan hukumnya berdasarkan al-Qur’an dan Hadits Ulama mujtahid mutlak ahli sufi tersebut Abu Qasim Junaidi al-Baghdadi ternama Tarekatnya benar menuju Allah Termasuk “arifun billah” dari lainnya memalingkan12
Maka jelaslah bahwa ajaran Islam yang dituangkan oleh KH. Ahmad Rifa’i dalam kitab-kitabnya adalah termasuk faham Ahlussunnah Wal Jama’ah. Seperti faham yang dianut oleh mayoritas umat Islam Indonesia. Isi kandungan kitab Ri’ayatul Himmah yaitu: 1. Ilmu Ushuluddin Yaitu membahas bab iman beserta hal-hal yang berkaitan dengan iman, membahas tentang sifat wajib, mustahil, dan jaiz (boleh) yang dimiliki oleh Allah, serta membahas tentang sifat para Rasul Allah dan sifat mustahil yang dimiliki para Rasul. 2. Ilmu Fiqih Yaitu menjelaskan tentang bab sahnya ibadah, mengetahui hal-hal yang boleh dan tidak boleh dimakan dan dipakai oleh badan, bab nikah, bab jual beli, dan hukum-hukum yang berwujud . 11
Ahmad Syadzirin Amin, Pemikiran Kiai Haji Ahmad Rifa’i Tentang Rukun Islam Satu, Op.Cit., hlm.56 12 Penjelasan Bpk Abdul Kholiq, di kediaman Bpk Abdul Kholiq di desa Bojongminggir, tanggal 6 agustus 2015, pukul 18.30.
43
3. Ilmu Tasawuf Yaitu membahas bab sifat-sifat terpuji dan sifat tercela untuk membersihkan hati agar tertuju kepada Allah.
C. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Ri’ayatul Himmah Karya KH. Ahmad Rifa’i. Akhlak karimah merupakan inti dari ajaran agama karena ia sebagai penerapan dari keimanan seseorang kepada Allah. Sudah seharusnya manusia memiliki akhlak yang baik, sebab nilai akhlak lebih berharga dibandingkan dengan ilmu pengetahuan, karena dengan akhlaknya, orang yang bodoh akan dapat terangkat derajatnya, namun ilmu yang tidak disertai dengan akhlak yang mulia justru dapat menyebabkan pemiliknya terjerumus ke dalam jurang kehinaan. Pendidikan akhlak merupakan upaya untuk membekali serta memberikan pondasi yang kuat kepada anak supaya memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk. Adapun upaya tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan pertumbuhan dan pengembangan diri sebagai bekal masa depan13 Ruang Lingkup akhlak meliputi akhlak kepada Allah, akhlak kepada sesama manusia dan akhlak kepada lingkungan. Akhlak kepada tuhan yaitu kewajiban manusia kepada Tuhanya. Akhlak kepada sesama manusia atau masyarakat yaitu hubungan baik seseorang dengan orang lain atau tetangga 13
Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Persfektif Perubahan: Menggagas Platfom Pendidikan Budi Pekerti Secara Kontekstual dan Futuristik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 241.
44
yang ada di sekitarnya. Akhlak kepada lingkungan yaitu kewajiban manusia sebagai makhluk sosial kepada makhluk ciptaan Allah yang lain seperti hewan dan tumbuhan. Akhlak sangat perlu ditamahkan sejak dini bahkan sebelum masuk sekolah. Karena dengan penanaman akhlak sejak dini akan membantu menumbuhkan akhlak yang baik dalam dirinya dan menjadi karakter hingga dia dewasa. Adapun nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Ri’ayatul Himmah karya KH. Ahmad Rifa’i yaitu: 1. Akhlak terhadap Allah SWT a. Zuhud Secara umum zuhud dapat diartikan sebagai suatu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat. Al-Ghazali mengartikan zuhud sebagai sikap mengurangi keterikatan kepada dunia untuk kemudian untuk menjauhinya dengan penuh kesadaran. Al-Bashri mengatakan bahwa zuhud itu meninggalkan kehidupan dunia, karena dunia ini tidak ubahnya seperti ular, yang licin apabila dipegang, tetapi racunnya dapat membunuh.14 Allah berfirman dalam Qs. Al-Hadid : 20
14
Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, ILMU TASAWUF (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), hlm. 59-60.
45
Artinya: “ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbanggabanggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”.15
Sedangkan KH. Ahmad Rifa’i dalam kitabnya Ri’ayatul Himmah menjelaskan pengertian zuhud sebagai berikut: Makna zuhud topo mengo kadunyan Iku ora nono ngibarat kekarepan Saking nyepekaken wong iku tangan Saking arto balik yoiku tinemune Nyepekake wong iku ning atine Saking gumantung kelawan artone Karena dunyo sinejo satemene Ikulah wong zahid ning kebatinan Sepi atine tan nejo kadunyan Condonge ati maring Allah panejan Taat ing Allah dunyo ginawe tulungan16 Artinya Pengertian zuhud berpaling dari keduniawian Bukan berarti tidak ada kemauan Mengosongkan tangannya Dari harta benda Akan tetapi mengosongkan hatinya Dari ketergantungan terhadap harta Dan bukan semata-mata mengejar keduniawian Itulah batin (keadaan hati) seorang zahid Hatinya tidak menuju kepada keduniawian Tetapi hatinya hanya menuju kepada Allah Harta benda dijadikan sebagai sarana (penolong) untuk taat kepada Allah SWT.
15
Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan Akhlaq, cet ke-2 (Jakarta: Amzah, 2013),
hlm. 27-28 16
Ahmad Rifa’i, Ri’ayatal Himmah, jilid II, korasan 19, hlm. 5.
46
Dari kutipan diatas dapat ditegaskan bahwa zuhud adalah kesediaan hati untuk beribadah dan menunaikan kewajiban-kewajiban agama tanpa meninggalkan kehidupan keduniawian. Zuhud tidak berarti melepaskan kehidupan dunia dari harta benda, tetapi tidak punya ketergantungan hati terhadap harta benda, karena harta benda dapat memalingkan hati manusia dari (mengingat) Allah. Harta benda dijadikan sebagai sarana untuk taat beribadah kepada Allah SWT.17 b. Qona’ah Qona’ah yaitu menerima rezeqi apa adanya dan menganggapnya sebagai kekayaan yang membuat mereka terjaga statusnya dari memintaminta pada orang. Sikap Qona’ah membebaskan pelakunya dari cekam kecemasan dan memberinya kenyamanan psikologis ketika bergaul dengan manusia. Sebaliknya, ketiadaan Qona’ah dalam hidup akan menyeret pelakunya pada penuhanan materi sehingga kebebasannya terampas karena kerakusan dalam mencari harta duniawi memaksanya untuk menjilat dan perilaku-perilaku tercela lainnya.18 KH. Ahmad Rifa’i memberikan penjelasan tentang qona’ah sebagai berikut: Qona’ah tegese maknane tarajumahan Iku anteng atine maknane istilahiyat Iku anteng milih ing ridhone Allah Ngambil dunyo qodar hajat diarah Ingkang sakiro dadi nulungi ing taat Netepi wajib ngedohi maksiat.19 Artinya Qona’ah artinya menurut tarajumah 17
Shodiq Abdullah, Op.cit., hlm. 122. Muhammad Fauqi Hajjaj, Op.Cit., hlm. 338-339. 19 Ahmad Rifa’i, Ri’ayatal Himmah, Op.Cit., korasan 19, hlm. 6-7. 18
47
Adalah tenang hatinya, (adapun) menurut istilah Adalah hatinya tenang memilih ridho Allah Mengambil keduniawian sekedar hajat Yang diperkirakan dapat menolong untuk taat Memenuhi kewajiban (syari’at) menjauhkan maksiat. Qona’ah ialah kemantapan hati untuk mengharap ridha Allah dan mencari harta sekedar hanya untuk mencukupi kebutuhan menunaikan kewajiban syara’ dan meninggalkan perbuatan maksiat. Sifat ini tercermin pada sikap untuk selalu menerima apa adanya terhadap segala rizqi yang diberikan Allah. Tidak pernah mengeluh dan kecewa ketika kekurangan harta.20 Orang semacam ini menurut KH. Ahmad Rifa’i tergolong orang kaya walaupun sesekali pernah mengalami kelaparan. Utawi wong kang anteng nerimo atine Ing peparingane Allah qadar rizqi anane Ikulah aran wong kang sugih tinemune Lan senadyan ono luwe kadangkalane21 Artinya: Adapun orang yang tenang hatinya Dalam menerima pemberian Allah sekedar rizqi apa adanya Itulah sebenarnya yang dinamakan orang kaya Meski kadangkala ia mengalami kelaparan. Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki sifat qona’ah, kekayaan yang sejati ialah kekayaan rohani dan bukan kekayaan materi. Karenanya orang yang bersifat qona’ah tidak akan kecewa hanya karena kekurangan harta, ia tetap merasa tenang dan gembira hatinya, karena yang dicari adalah ridha Allah SWT. c. Sabar Sabar bermakna tangguh dalam menghadapi segala sesuatu, secara istilah makna sabar dikemukakan beberapa tokoh antara lain: 20 21
Shodiq Abdullah, Op.cit., hlm. 123. Ahmad Rifa’i, Ri’ayatal Himmah, Op.Cit., korasan 19, hlm. 6.
48
1) Menurut al-Ghazali hakekat sabar adalah keluar dari suatu bencana sebagaimana sebelum terjadi bencana itu. 2) Abu Zakaria Anshori mendefinisikan sabar sebagai kemampuan seseorang dalam mengendalikan dirinya terhadap sesuatu yang terjadi, baik yang disenangi maupun yang dibenci. 3) Menurut ibnu atho’ sabar adalah tertimpa cobaan dengan tetap berperilaku baik. Dapat disimpulkan bahwa sabar adalah konsekuen dan konsisten dalam melaksanakan perintah Allah SWT, berani menghadapi berbagai kesulitan dan tabah dalam menghadapi segala cobaan selama dalam perjuangan untuk mencapai suatu tujuan.22 Qs. Ali Imron: 200
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.23
KH. Ahmad Rifa’i memberikan penjelasan tentang sabar sebagai berikut: Sabar tegese makna tarajumah basanan Iku nanggung mesyaqat kinaweruhan Maknane istilah kapartelanan Yoiku netepi telung perkoro wilangan Kangdihin nanggung mesyaqat ngibadat Netepi wajib sabenere sahe toat Kapindo nanggung mesyaqat sahe tobat Ngedohi saking ojo ngenani maksiat Dhohir batin seqodar kuoso tinemune 22
Imam Khanafi al-Jauhari, Pokok-Pokok Ajaran Tasawuf (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2010), hlm. 36-37. 23 Ibid., hlm. 38.
49
Ora teksir ing akhirat sepi siksane Kapingtelu nanggung mesyaqat ning atine Naliko ngenani bilahi ndalem dunyone Sepi saking ngersulo ora jujur.24 Artinya: Sabar artinya menurut tarajumah secara bahasa Adalah menanggung kesulitan (Adapun) menurut istilah Yaitu melaksanakan tiga perkara Yang pertama menanggung kesulitan ibadah Memenuhi kewajiban dengan penuh ketaatan Yang kedua menanggung kesulitan taubat yang benar Menjauhi perbuatan maksiat Lahir batin sebatas kemampuan Maka diakhirat tidak mendapatkan siksa. Yang ketiga menanggung kesulitan hati Ketika tertimpa musibah di dunia Kosong dari keluhan yang tidak benar
Dari kutipan diatas dapat ditegaskan bahwa sabar adalah kemampuan batin untuk menghadapi segala macam dan tingkat kesulitan dalam
menjalankan
ibadah,
menjauhi
maksiat,
maupun
dalam
menghadapi bencana yang besifat keduniaan. Kesabaran tercermin pada kemampuan untuk tidak berkeluh kesah dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup.25 d. Tawakal Tawakal secara bahasa artinya pasrah, sedangkan menurut istilah yaitu berserah diri kepada Allah. Menurut Sahl bin Abdallah, tawakal merupakan
kepasrahan
kepada
Allah
menurut
apapun
yang
dikehendakinya. Sedangkan menurut al-Ghazali, tawakal merupakan menyandarkan diri kepada Allah tatkala menghadapi suatu kepentingan dan bersandar kepada-Nya dalam waktu kesusahan dan teguh hati bakal 24 25
Ahmad Rifa’i, Ri’ayatal Himmah, Op.Cit., korasan 19, hlm. 10-11. Shodiq Abdullah, Op.cit., hlm. 125.
50
tertimpa bencana serta disertai dengan jiwa dan hati yang tentram dalam menghadapinya. Allah berfirman:
... Artinya: “... dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman". (Qs. Al-Maidah: 23).26
Mengenai pembahasan tentang tawakkal, KH. Ahmad Rifa’i menjelaskan bahwa: Tawakkal tegese tarajumah maknane Masrahaken ing allah sekeh panggawene Utawi magna istilah syarak partelane Yoiku masrahaken wongiku ing sarirane Maring parintahe Allah wajibe pinilahur Lan ngedohi saking haram mungkur Artinya Tawakkal artinya menurut tarajumah secara bahasa adalah Menyerahkan semua hasil usaha kepada Allah Sedangkan menurut istilah syara’ Adalah berserah diri kepada Allah Dalam melaksanakan perintah-perintah Allah Dan menjauhi larangan-larangan-Nya Dilanjutkan lagi sebagai berikut: Tan nono makna tawakkal iku tan ikhtiar Lan tinggal kasab ngupoyo rizqi seqodar Balik tan keno ora sakuasane ngajar Memerangi saking hawane ngajak nasar Lan ora ilang tawakale wong hajat Ngupoyo tetombo nolak saking madzarat Ugo wajib nolak saking maksiat Ngupoyo rizqi nulungi ing ngibadah27 Artinya Tawakkal bukan berarti menunggu ketentuan Allah tanpa melakukan ikhtiar Dan meninggalkan usaha mencari rizqi Akan tetapi tawakkal harus di dahului dengan ikhtiar dan usaha 26 27
Imam Khanafi al-Jauhari, Op.Cit., hlm. 43. Ahmad Rifa’i, Ri’ayatal Himmah, Op.Cit., korasan 19, hlm. 14
51
Serta memerangi hawa nafsu yang mengajak kepada kesesatan dan cinta dunia Tidak hilang tawakkal seseorang Yang berusaha mencari obat untuk menyembuhkan sakitnya Juga wajib meninggalkan maksiat Dan berusaha mencari rizqi untuk menolong beribadah kepada Allah Dari kutipan diatas dapat ditegaskan bahwa tawakkal adalah sikap berserah diri kepada Allah dalam menjalani semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sikap berserah diri ini menunjuk pada suasana batin yang mencerminkan keteguhan tekad untuk melaksanakan perbuatan yang dipandang baik. Dengan demikian, tawakkal bukan berarti berserah diri hanya menunggu ketentuan Allah, tetapi sifat yang menjiwai usahanya.28 e. Mujahadah Kata
“mujahadah”
berasal
dari
kata
“al-jihad”
yaitu
mengeluarkan segala kesungguhan, kekuatan dan kesanggupan pada jalan yang diyakini oleh manusia bahwa jalan itulah yang hak dan benar. Namun demikian, kata al-jihad itu telah sering dipakai dalam arti perang sabil, memerangi musuh-musuh, dan membela diri dari serangan dan gangguan mereka. Seorang ahli bahasa yang terkenal, Ibnul Katsir menerangkan bahwa al-jihad adalah memerangi orang kafir dengan sungguh-sungguh menghabiskan daya dan tenaga dalam menghadapi mereka, baik dengan perkataan atau perbuatan. Sebagaimana firman Allah:
28
Shodiq Abdullah, Op.cit., hlm. 125-126.
52
Artinya: “orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih Tinggi derajatnya di sisi Allah, dan Itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”. (Qs. At-Taubah : 20). Namun dalam dunia tasawuf, kata jihad diartikan dengan memerangi hawa nafsu. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW bahwa memerangi hawa nafsu itu lebih berat dan lebih besar pahalanya dari pada memerangi orang-orang kafir.29 KH. Ahmad Rifa’i menuliskan tentang mujahadah sebagai berikut: Mujahadah tegese maknane tarajumah Anemen-nemeni penggawe kang diarah Partelane makna istilah winarah Yoiku nemen-nemeni ing parintahe Allah Netepi wajib ngedohi maksiat Dzahir batin seqodar tinemu kuat Memerangi saking hawa ngajak jelunat Ngelindung ing Allah saking kafir laknat30 Artinya Mujahadah artinya menurut tarajumah secara bahasa berarti Bersungguh-sungguh terhadap perbuatan yang dituju Sedangkan menurut istilah berarti Bersungguh-sungguh dalam melaksanakan perintah allah Melaksanakan semua perintah dan menjauhi maksiat Baik secara lahir maupun batin Bersungguh-sungguh dalam memerangi musuh lahiriah Berlindung kepada Allah dari orang-orang kafir laknat. Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa mujahadah adalah bersungguh-sungguh dalam menunaikan kewajiban agama dan dalam menjauhi perbuatan maksiat, lahiriah maupun batiniah. Dengan perkataan 29
http://cahayapurnama.com/mujahadah-memerangi-hawa-nafsu/ diakses 02 November 2015 pukul 22.30. 30 Ahmad Rifa’i, Ri’ayatal Himmah, Op.Cit., hlm. 17.
53
lain, mujahadah adalah bersungguh-sungguh dalam memerangi hawa nafsu, berjuang melawan bujukan dan rayuan syaitan, agar tetap menundukkan diri dalam batas-batas syari’at Allah SWT.31 Menurut KH. Ahmad Rifa’i berjuang melawan keinginan hawa nafsu merupakan jihad yang paling besar. Lebih lanjut lagi KH. Ahmad Rifa’i menjelaskan bahwa mujahadah tidak terbatas hanya memerangi musuh batiniah (hawa nafsu),
melainkan
juga
mencakup
bersungguh-sungguh
dalam
memerangi musuh lahiriah, yaitu orang-orang kafir yang nyata hendak menghancurkan Islam. f. Ridha Sikap mental ridha merupakan kelanjutan rasa cinta atau perpaduan dari mahabbah dan sabar. Ridho mengandung pengertian menerima dengan lapang dada dan hati terbuka terhadap apa saja yang datang dari Allah, baik dalam menerima serta melaksanakanketentuan-ketentuan agama maupun yang berkenaan dengan nasib dirinya.32 Allah berfirman:
... Artinya: “... dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. dan keridhaan Allah adalah lebih besar”. (Qs. At-Taubah : 72)
KH. Ahmad Rifa’i mendefinisikan ridha sebagai berikut: Ridha tegese makna tarajumah tinemune Iku nerimo suko ati kedhohirane Utawi makna istilah pertelane Yoiku nerimo ing Allah pandumane Lan nerimo ing hukume Allah syari’at Diwajibaken ngelakoni ikhlase to’at Lan ngedohi saking olone maksiat 31 32
Shodiq Abdullah, Op.Cit., hlm. 127. Rosikhon Anwar dan mukhtar Solihin, Op.Cit., hlm. 61
54
Lan nerimo tumibane bilahi medhorot Saking kersane Allah lan pestine Dadi kafir wong sengit ing Allah hukumane.33 Artinya Ridha artinya menurut tarajumah secara bahasa yaitu Menerima dengan setulus hati Adapun menurut istilah yaitu Menerima dengan setulus hati pemberian Allah Dan menerima hukum-hukum Allah Yakni wajib melaksanakan syari’at Islam dengan penuh ikhlas dan ta’at Menjauhi perbuatan maksiat Serta menerima dengan setulus hati terhadap beberapa cobaan Yang telah menjadi kehendak dan takdir Allah Orang yang benci kepada Allah hukumnya kafir.
Dari kutipan diatas dapat ditegaskan bahwa ridha adalah kesediaan hati untuk menerima segala ketentuan Allah serta ketulusan hati dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya, baik secara lahir maupun batin, kesediaan hati untuk menerima pemberian Allah dan menerima hukum Allah yang berupa syari’at Islam, serta kesediaan hati untuk menerima berbagai cobaan yang datang dari Allah. Lebih lanjut KH. Ahmad Rifa’i menjelaskan bahwa tanda orang mukmin yang sah imannya adalah ridha dalam menerima segala hukum Allah, perintahperintah-Nya, larangan-larangan-Nya dan janji-janji-Nya.34 g. Sukur Bersyukur menurut pengertian bahasa artinya mengakui kebajikan, bersyukur bisa juga diartikan berterima kasih kepada pihak yang telah berbuat baik atas kebajikan yang telah diberikannya. Bersyukur menurut terminologi khusus artinya memperlihatkan pengaruh nikmat Ilahi pada 33 34
Ahmad Rifa’i, Ri’ayatal Himmah, Op.Cit., korasan 20, hlm. 3-4. Shodiq Abdullah, Op.cit., hlm. 129.
55
diri seorang hamba pada qalbunya dengan beriman, pada lisannya dengan pujian dan sanjungan, dan pada anggota tubuhnya dengan mengerjakan amal ibadah dan ketaatan. Dengan demikian, syukur ialah memuji si pemberi nikmat atas kebaikan yang telah dilakukannya. Allah berfirman:
Artinya: “dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".35
KH. Ahmad Rifa’i mendefinisikan syukur sebagai berikut: Syukur tegese makna tarajumah tinutur Iku suko atine makna istilah jujur Iku ngaweruhi ing nikmate Allah luhur Nikmate iman lan to’at kang pinilahur Amuji ing Allah pangeran satemene Kang aparing sandang pangan nyatane Lan nuli dilakoaken nikmate allah nyatane Maring bekti ing Allah kang paring tinemune Sakurang-kurang netepi wajib tilar maksiat Dzahir batin seqodar tinemu kuat.36 Artinya: Syukur artinya menurut tarajumah secara bahasa yaitu Senang hatinya, adapun menurut istilah Mengetahui nikmat yang diberikan Allah Yakni nikman iman dan ta’at kepada Allah yang maha luhur Memuji Allah karena Dia lah Tuhan sebenarnya Yang memberikan sandang dan pangan Dan nikmat yang diberikan oleh Allah itu digunakan untuk Berbakti kepada Allah yang memberi petunjuk Sekurang-kurangnya memenuhi kewajiban dan meninggalkan maksiat Secara lahir dan batin sebatas kemampuan
35 36
Imam Khanafi al-Jauhari, Op.Cit., hlm. 62-63. Ahmad Rifa’i, Ri’ayatal Himmah, Op.Cit., korasan 20, hlm. 11.
56
Dari kutipan diatas dapat ditegaskan syukur adalah mengetahui dan menghayati kenikmatan yang diberikan Allah, baik kenikmatan lahiriah maupun rohaniah yang berupa iman. Lebih lanjut dapat dipahami bahwa syukur diwujudkan dalam tiga perbuatan, yaitu: mengetahui nikmat Allah, mengucapkan puji syukur “Alhamdulillah” kepada Allah, dan menunaikan kewajiban Agama baik yang diperintahkan maupun yang dilarang-Nya.37 h. Ikhlas Ikhlas yaitu rahasia antara hamba denga Tuhan yang Allah anugerahkan kepada hati hamba-Nya yang Dia cintai. Dalam pandangan orang yang ikhlas, adalah sama saja baginya pujian atau celaan, penghormatan atau penghinaan, perbuatannya diketahui orang lain atau tidak, bahkan sama saja baginya apakah amalnya akan diganjar pahala atau tidak. Karena semua itu tidak penting baginya.38 Definisi ikhlas yang dikemukakan KH. Ahmad Rifa’i sebagai berikut: Ikhlas tegese makna tarajumah tinemune Iku bebersih istilah maknane Iku bersihaken ati ing Allah nejane Gawe ngibadah ora keno nejo liyane.39 Artinya: Ikhlas artinya menurut tarajumah secara bahasa yaitu Membersihkan, sedangkan menurut istilah Membersihkan hati agar ia menuju kepada Allah semata Yakni dalam menunaikan ibadah hati tidak boleh menuju selain kepada Allah. 37
Shodiq Abdullah, Op.cit., hlm.130. Muhammad Fethullah Gulen, TASAWUF UNTUK KITA SEMUA (menapaki bukit-bukit zamrud kalbu melalui istilah-istilah dalam praktik sufisme), Cet ke-1 (Jakarta: Republika, 2014), hlm. 126. 39 Ahmad Rifa’i, Ri’ayatal Himmah, Op.Cit., korasan 20, hlm. 16. 38
57
Dari kutipan diatas dapat ditegaskan bahwa ikhlas adalah kesucian hati dalam beribadah atau beramal untuk menuju kepada Allah semata. Seseorang disebut memiliki sifat ikhlas manakala dalam melakukan perbuatan ia selalu di dorong oleh niat untuk berbakti kepada Allah dan bentuk perbuatan itu sendiri dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya menurut hukum syari’at. KH. Ahmad Rifa’i juga menjelaskan bahwa sifat ikhlas dapat digolongkan ke dalam tiga tingkatan, yaitu: 1). Ikhlas awam, yaitu beribadah kepada Allah karena didorong oleh harapan pahala. 2). Ikhlas Khawas, yaitu beribadah kepada Allah karena didorong oleh harapan menjadi orang yang dekat dengan Allah, serta didorong oleh keinginan untuk mendapat sesuatu dari kedekatannya dengan Allah. 3). Ikhlas khowasul khawas, yaitu beribadah kepada Allah karena semata-mata didorong oleh kesadaran yang mendalam bahwa segala sesuatu yang ada adalah milik Allah dan hanya Allah tuhan yang sebenarnya.40 Berangkat dari penggolongan sifat ikhlas diatas maka ikhlas tingkatan pertama dan kedua masih mengandung pamrih karena masih mengharap balasan dari Allah, sementara ikhlas tingkatan ketiga adalah ikhlas yang benar-benar tulus dan murni karena tidak mengharapkan sesuatu apapun dari Allah kecuali ridha-Nya. 2. Akhlak terhadap sesama manusia Sikap atau perbuatan dalam berhubungan kepada sesama manusia dengan cara saling menghargai, menghormati dan tolong menolong. Pada 40
Shodiq Abdullah, Op.Cit., hlm. 131.
58
hakekatnya manusia adalah makhluk Individu sekaligus makhluk sosial. Setiap manusia tidak dapat lepas dari hubungan kerja sama dengan manusia lain. Dalam kehidupannya, manusia mempunyai berbagai kepentingan dan kebutuhan yang berbeda-beda dan belum tentu ia mampu memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain. Untuk itulah manusia memerlukan
kerja
sama
dengan
manusia
lain
untuk
memenuhi
kebutuhannya. Qs. Al-Maidah : 2, berbunyi:
...
.3
Artinya: ... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.41
Dari ayat diatas, Allah memerintahkan kepada manusia untuk tolong menolong (bekerja sama) dalam hal kebaikan dan melarang kerja sama dalam hal maksiat. Kita tidak dilarang untuk bekerjasama dengan siapapun, asalkan kerja sama itu dalam hal kebajikan atau kebaikan. Seorang guru tidak hanya bertugas mentransformasikan ilmu yang dimilikinya kepada anak didiknya, namun juga harus bisa menjadi tauladan yang baik dan dapat membina akhlak peserta didik agar menjadi insan kamil. Definisi seorang guru menurut KH. Ahmad Rifa’i haruslah seorang yang “alim” yaitu mengetahui seluk beluk syari’at yang diajarkan Rasulullah SAW, dan juga mempunyai sifat “adil riwayat” yaitu sama
41
Departemen Agama, AL-HIDAYAH (Al-Qur’an tafsir per kata tajwid kode angka) (Banten: KALIM karya ilmu karya hati, tanpa tahun), hlm. 107.
59
sekali tidak pernah melakukan dosa besar baik dhohir maupun batin, tidak biasa melakukan dosa kecil. Seperti yang dikemukakan KH. Ahmad Rifa’i sebagai berikut: Utawi syarat sahe wong kang ginawe guru iku rinengkes rong parkoro kangdihin alim weruh panggerane syari’ate nabi Muhammad kapindo adil riwayat ora ngelakoni satengahe doso gede lan ngekelaken satengahe harom cilik aran adil riwayat kumpul papat islam, aqil, baligh ora fasik. Artinya: Adapun syarat orang yang sah untuk dijadikan sebagai guru Itu teringkas menjadi dua poin Yang pertama alim yaitu mengetahui dalil syari’atnya nabi Muhammad Yang kedua adil riwayat yaitu tidak menjalankan sebagian dosa besar Atau mengekalkan sebagian dosa kecil Yang disebut adil riwayat itu kriterianya ada empat Islam, aqil, baligh dan tidak fasiq.42 Dalam menetapkan syarat seseorang untuk dapat dijadikan sebagai guru, KH. Ahmad Rifa’i sangat ketat bahkan sangat hati-hati sehingga menimbulkan kesan bahwa penunjukan seseorang sebagai guru dilakukan beliau dengan tidak main-main, karena seorang guru yang akan mengajarkan akhlak kepada murid-muridnya, supaya terbentuk karakter murid yang berakhlaqul karimah. Sehingga bagi orang yang memiliki sifat alim dan adil itu mempunyai tanggung jawab untuk mengajarkan tentang akhlak, dimulai dari dirinya sendiri, seperti yang dijelaskan KH. Ahmad Rifa’i dalam kitab Ri’ayatul Himmah sebagai berikut: Mengkono ugo saben alim kangadilan 42
Ahmad Rifa’i, Tahyiroh Muhtashor, hlm. 5.
60
Dadi kholifah cilik kulma’e utusan Datengake saking Allah sekeh hukuman Parintahan panyegahan kapartelanan Iku wajib nutur sarirane jujur Dadi gegentine rosul ginawe masyhur Nutur becik sarirane dihajat Iku nejo kerono Allah anut syari’at43 Artinya: Begitu pula setiap alim adil Menjadi pengganti Rasulullah Menyampaikan hukum-hukum Allah Perintah dan larangan yang nyata Itu harus jujur mulai dari dirinya sendiri Menjadi penggantinya Rosulullah menyebarkan agama Mengajarkan kebaikan mulai dari diri sendiri Itu hanya karena Allah mengikuti Syari’at.44 Dari kutipan tersebut ditegaskan bahwa orang yang berilmu dan mempunyai sifat alim adil adalah pengganti Rasulullah, mengajarkan tentang hukum-hukum Allah meliputi perintah-perintah Allah dan Larangan-larangan Allah. Serta mengajarkan kebaikan hanya karena Allah semata, bukan karena Riya’. Memberikan nasihat dan arahan agar manusia dapat mengajak kepada kebaikan dan menjauhi larangan-larangan Allah (amar ma’ruf nahi munkar) . Adapun sifat-sifat tercela yang termasuk akhlak terhadap sesama manusia yang harus dijauhi diantaranya yaitu: a. Takabur Takabur berarti merasa atau menganggap diri besar dan tinggi yang disebabkan oleh adanya kebajikan atau kesempurnaan pada dirinya baik berupa harta, ilmu atau lainnya. Tegasnya, takabur adalah sikap dan
43
Ahmad Rifa’i, Ri’ayatul Himmah,Op.Cit.,korasan 23, hlm. 6. Penjelasan Bpk Mustorikin Arif, di kediaman Bpk Mustorikin Arif di desa Bojongminggir, tanggal 2 November 2015, pukul 18.30. 44
61
perilaku menyombongkan diri atau sombong.45 Sikap takabur hukumnya haram dan dosa besar, sebagaimana ungkapan KH. Ahmad Rifa’i sebagai berikut: Utawi takabur yoiku nolak bener ngilmune Lan angahina ing manuso tan nono alane Iku aran takabur doso gede batine Dadi kafir wong angahino ing Allah agamane46 Artinya: Adapun takabur adalah menolak kebenaran ilmu (agama Islam) Dan menghina manusia yang tidak ada kejelekannya Itulah yang dinamakan takabur dosa besar hatinya Orang yang menghina agama Allah menjadi kafir
Dari kutipan diatas ditegaskan bahwa takabur adalah orang yang sombong, merasa dirinya paling benar, dan yang lain dianggap salah. serta menghina manusia yang tidak ada kejelekannya, hanya dia yang merasa paling sempurna. Hukum takabur adalah dosa besar, dan orang yang menghina agama Allah termasuk golongan orang kafir. b. Riya’ Riya’ adalah melakukan amal kebajikan bukan secara tulus berniat ibadah karena Allah, tetapi dengan niat karena demi manusia, yakni dengan memperlihatkan amal kebajikannya kepada orang lain agar mendapat pujian atau penghargaan misalnya. Dengan kata lain, riya’ ialah kecenderungan hati untuk memperlihatkan kebaikan kepada sesama manusia dengan harapan agar orang lain memberikan kehormatan.47 Riya’ merupakan perbuatan haram dan dosa besar
45
Shodiq Abdullah, Op.Cit., hlm. 139 Ahmad Rifa’i, Ri’ayatul Himmah, Op.Cit., korasan 22, hlm. 14. 47 Shodiq Abdullah, Op.Cit., hlm. 137. 46
62
sehingga harus dijauhi dan ditinggalkan oleh seorang mukmin. KH. Ahmad Rifa’i menjelaskan bahwa: Ikulah haran doso gede ning manah Ugo ngalamat kafir munafik partingkah Wajib wong ngibadah arep awas Ngedohno harome riya’ ojo tiwas48 Artinya: Itulah haram dan dosa besar di dalam hati Juga merupakan tanda-tanda perbuatan orang munafik Orang beribadah wajib waspada Menjauhi haramnya riya’ dan jangan sampai dilakukan Lebih lanjut lagi KH. Ahmad Rifa’i menjelaskan bahwa riya’ dapat dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu: 1). Riya Kholish, yaitu melakukan ibadah semata-mata hanya untuk mendapatkan pujian dari manusia dan tidak berniat untuk beribadah kepada Allah. 2). Riya Sir, yaitu menunaikan ibadah karena berniat menjalankan perintah Allah dan juga terdorong untuk mendapatkan pujian orang lain.49 c. Hasud Hasud berarti dengki dan iri hati. Yaitu sifat dan sikap mengharapkan sirnanya kenikmatan orang (Islam) lain, baik berupa kenikmatan harta, ilmu, amal ibadah dan lain sebagainya. Lebih lanjut KH. Ahmad Rifa’i menjelaskan bahwa sifat hasud harus dihindari dan ditinggalkan oleh orang mukmin karena hukumnya haram dan merupakan dosa besar.50 Akan tetapi menurut KH. Ahmad Rifa’i, hasud diperbolehkan terhadap orang yang sengaja kenikmatannya digunakan ke arah maksiat dan kezaliman. Sebagaimana ungkapan berikut:
48
Ahmad Rifa’i, Ri’ayatul Himmah, Op.Cit., korasan 22, hlm. 3. Shodiq Abdullah, Op.Cit., hlm. 138. 50 Ibid., hlm. 140-141. 49
63
Lan wenang yen asih ning kebatinan Wong iku ing ilange nikmat kedhohiran Saking kang dadi nulungi ginaweruhan Atas dholim lan maksiat kenyataan Koyo wong kang diparingi dene Allah Kamulyan donyo lan arto katah Temahane dadi nulungi doso salah Majlisan haram rame-rame sidqoh Iku ora haram diarep ilange nikmat Karono nikmate dadi nulungi maksiat.51 Artinya: Dan boleh jika cinta di dalam hati Orang itu terhadap sirnanya nikmat yang nyata Dari pada untuk menolong Terhadap kedzaliman dan kemaksiatan yang nyata Seperti orang yang diberi oleh Allah Kemuliaan dunia dan harta banyak Akhirnya untuk menolong perbuatan dosa dan salah Dalam majlis yang haram ramai-ramai bersedekah Itu tidak haram diharapkan kenikmatannya sirna Karena kenikmatan (dimanfaatkan) untuk menolong kemaksiatan.
Dari kutipan tersebut dijelaskan bahwa kita boleh mengharapkan sirnanya kenikmatan orang (Islam) lain, baik berupa kenikmatan harta, ilmu, amal ibadah dan lain sebagainya yang digunakan untuk menolong kemaksiatan, beramai-ramai bersedekah di majlis yang haram, dan hukumnya tidak haram jika hasud terhadap orang yang seperti itu.
51
Ahmad Rifa’i, Ri’ayatul Himmah, Op.Cit., korasan 22, hlm. 20.