64
BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB RI’AYATUL HIMMAH KARYA KH. AHMAD RIFA’I
A. Akhlak Terhadap Allah SWT 1. Zuhud Secara umum zuhud dapat diartikan sebagai suatu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat. Zuhud tidak berarti melepaskan kehidupan dunia dari harta benda, tetapi tidak punya ketergantungan hati terhadap harta benda, karena harta benda dapat memalingkan hati manusia dari (mengingat) Allah. Orang yang memiliki sifat zuhud bukan berarti orang yang yang sehari-hari hanya beribadah dan berdzikir kepada Allah, menghabiskan waktunya hanya untuk beribadah kepada Allah tanpa memperdulikan kewajibannya menafkahi anak dan istrinya. Seseorang yang memiliki sifat zuhud tetap berkewajiban untuk bekerja dan mencari harta benda guna memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti makan, pakaian, dan tempat tinggal, serta tetap berkewajiban untuk menafkahi anak dan istrinya. Akan tetapi jangan sampai mempunyai ketergantungan terhadap harta benda, harta benda dijadikan sebagai sarana untuk taat beribadah kepada Allah SWT. 2. Qona’ah Qona’ah yaitu menerima rezeqi apa adanya dan menganggapnya sebagai kekayaan yang membuat mereka terjaga statusnya dari meminta-
65
minta pada orang. Orang semacam ini menurut KH. Ahmad Rifa’i tergolong orang kaya walaupun sesekali pernah mengalami kelaparan. Sifat ini tercermin pada sikap untuk selalu menerima apa adanya terhadap segala rizqi yang diberikan Allah. Tidak pernah mengeluh dan kecewa ketika kekurangan harta. Kemiskinan bukan karena ketiadaan harta melainkan ketiadaan ilmu dan amal. Pengertian Qona’ah dalam tasawuf KH. Ahmad Rifa’i lebih banyak menekankan aspek pembelajaran hati agar memiliki sifat puas dengan keadaan apa saja yang menimpanya. Rela miskin jika memang harus miskin dan bisa menjadi orang kaya yang selamat jika memang diberi kekayaan oleh Allah. 3. Sabar Menurut KH. Ahmad Rifa’i secara bahasa sabar berarti menanggung penderitaan, sedangkan secara istilah adalah menanggung pendereitaan yang mencakup tiga hal, yaitu: a. Menanggung penderitaan karena menjalankan ibadah yang sesungguhnya b. Menanggung penderitaan karena taubat dan berusaha menjauhkan diri dari perbuatan maksiat c. Menanggung penderitaan ketika tertimpa suatu bencana di dunia dan tidak mengeluh. Disatu pihak, sabar dikaitkan dengan pelaksanaan hukum Allah, di pihak lain, sabar dikaitkan dengan musibah. Hal ini menunjukkan bahwa KH. Ahmad Rifa’i menempatkan kesabaran secara proporsional.
66
4. Tawakkal KH. Ahmad Rifa’i mengartikan tawakkal sebagai pasrah kepada Allah terhadap seluruh pekerjaan, sedangkan menurut istilah yaitu pasrah kepada seluruh apa yang diwajibkan Allahdan menjauhi dari segala yang haram. Pandangan mengenai tawakkal ini lebih banyak mencerminkan orientasi kepada akidah yang bermuara pada pemikiran Asy’ariyah dalam hal kepasrahan kepada Allah, namun masih memberikan peluang untuk berusaha. KH. Ahmad Rifa’i sebagai pemimpin agama mencoba untuk menumbuhkan kesadaran akan tanggung jawab kepada Allah dan pemberdayaan masyarakat dalam ilmu agama. Tawakal merupakan kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah SWT untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah bahaya, baik menyangkut
urusan
dunia
maupun
akhirat.
Tawakal
juga
bearti
membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain Allah dan menyerahkan keputusan segala sesuatu kepada-Nya. Allah berfirman dalam surat Ath-Thalaaq ayat 2-3 yang artinya, “Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya dia akan jadikan baginya jalan keluar dan memberi rizki dari arah yang tiada ia sangka-sangka, dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, maka Dia itu cukup baginya”. Bertawakal kepada Allah merupakan bentuk ibadah yang sempurna asalkan disertai dengan berserah diri hanya pada Allah semata. Tawakal adalah buah keimanan. Setiap orang yang beriman bahwa semua urusan kehidupan dan semua manfaat dan mudharat ada di tangan Allah, akan menyarahkan segala sesuatu kepada-Nya dan akan rida dengan semua
67
kehendak-Nya. Dia tidak takut menghadapi masa depan, tidak kaget dengan segala kejutan. Hatinya tenang dan tentram, karena yakin akan keadilan dan rahmat Allah. Oleh sebab itu, Islam menetapkan bahwa iman harus diikuti oleh sikap tawakal. 5. Mujahadah Secara
bahasa
mujahadah
bersungguh-sungguh
dalam
melaksanakan perbuatan, sedangkan secara istilah adalah bersungguhsungguh sekuat tenaga dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan, memerangi ajakan hawa nafsu dan berlindung kepada Allah dari orang-orang kafir yang dilaknat. Dalam penjelasan selanjutnya KH. Ahmad Rifa’i lebih banyak menekankan pada aspek kesungguhan dalam memerangi hawa
nafsu
dengan
tujuan
memperoleh
jalan
yang benar
serta
keberuntungan. Cara untuk mencapai ketaatan hati yang dapat mengantarkan manusia dengan kedekatannya dengan tuhan adalah kebencian terhadap nafsu yang ditandai dengan sikap rakus, akhlak yang buruk, tamak, anganangan kosong, malas, dan lain-lain. Semua iti harus diperangi dengan sungguh-sungguh agar manusia dapat mendekatkan diri kepada Allah. 6. Ridha Ridho mengandung pengertian menerima dengan lapang dada dan hati terbuka terhadap apa saja yang datang dari Allah, baik dalam menerima serta melaksanakanketentuan-ketentuan agama maupun yang berkenaan dengan nasib dirinya. Menurut KH. Ahmad Rifa’i, ridha mencakup dua hal,
68
yaitu sikap rela menerima pemberian Allah dibarengi dengan sikap rela menerima ketentuan hukum syari’at secara ikhlas dan penuh ketaatan. seorang muslim harus dapat bersikap rida dengan segala aturan dan keputusan Allah Swt. artinya dia harus menerima dengan sepenuh hati tanpa penolakan sedikitpun segala sesuatu yang datang dari allah dan rasul-Nya, baik berupa perintah, larangan maupun petunjuk-petunjuk yang lain. Seorang dapat ridha karena dia mencintai Allah dan yakin bahwa Allah tidak akan membuat suatu aturan yang tidak sesuai atau merugikan makhluk ciptaan-Nya. 7. Syukur KH. Ahmad Rifa’i menjelaskan makna syukur adalah mengetahui segala nikmat Allah berupa nikmat keimanan dan ketaatan dengan jalan memuji Allah yang telah memberikan sandang dan pangan. Rasa terima kasih ini kemudian ditindak lanjuti dengan tindakan berbakti kepada-Nya. Bersyukur dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: mengetahui nikmat Allah berupa sah nya iman dan ibadah, memuji lisannya dengan ucapan puji syukur “Alhamdulillah” kepada Allah, dan menunaikan kewajiban serta menjauhi larangan-Nya. Cara bersyukur semacam ini sejalan dengan pandangan al-Qusyairi yang mengatakan bahwa bersyukur dapat dilakukan melalui lisan, anggota badan dan hati. Makna lain dari pengertian syukur menurut KH. Ahmad Rifa’i adalah adanya prioritas pada dua unsur pokok yaitu keimanan dan ketaatan serta tercukupinya sandang pangan. Ajaran ini terlihat memiliki keterkaitan dengan dinamika kelompok Rifa’iyah yang tercermin dengan banyaknya
69
volume kegiatan pengajian yang diselenggarakan oleh kelompok Rifa’iyah dalam rangka hari besar Islam maupun rutinan sebagai manifestasi keinginan untuk menyatakan syukur atas nikmat iman dan ketaatan. 8. Ikhlas Secara etimologis ikhlas berakar dari kata khalasha dengan arti bersih, jernih, murni; tidak bercampur. Ikhlas yakni dimaksud dengan beramal semata-mata mengharapkan rida Allah Swt. Dalam bahasa populernya ikhlas adalah berbuat tanpa pamrih, hanya semata-mata mengharapkan rida Allah Swt. Ikhlas menurut KH. Ahmad Rifa’i adalah membersihkan hati untuk Allah semata-mata sehingga dalam beribadah tidak ada maksud lain kecuali Allah. Segenap amal tidak akan diterima jika tidak didasari oleh rasa ikhlas. Macam-macam ikhlas menurut KH. Ahmad Rifa’i digolongkan ke dalam tiga tingkatan, yaitu: 1). Ikhlas awam, yaitu beribadah kepada Allah karena didorong oleh harapan pahala. 2). Ikhlas Khawas, yaitu beribadah kepada Allah karena didorong oleh harapan menjadi orang yang dekat dengan Allah, serta didorong oleh keinginan untuk mendapat sesuatu dari kedekatannya dengan Allah. 3). Ikhlas khowasul khawas, yaitu beribadah kepada Allah karena semata-mata didorong oleh kesadaran yang mendalam bahwa segala sesuatu yang ada adalah milik Allah dan hanya Allah tuhan yang sebenarnya. Allah memerintahkan manusia untuk beribadah kepada-Nya dengan penuh keikhlasan, seperti firman Allah Surat Al-Bayyinah ayat 5 menjelaskan bahwa seseorang yang mukhlis tidak akan pernah sombong
70
kalau berhasil, tidak putus asa kalau gagal. Tidak lupa diri menerima pujian dan tidak mundur dengan cacian. Sebab dia berbuat semata-mata karena mencari keridaan Allah. Akan tetapi seorang yang tidak ikhlas akan lupa diri
bila mendapat pujian dan cepat berputus asa menghadapi segala
rintangan dalam perjuangan.
B. Akhlak Terhadap Sesama Manusia Manurut Aristoteles bahwa manusia sebagai makhluk sosial (zoonpoliticon), yang artinya manusia sebagai makhluk sosial yang tak lepas dari kebersamaan dengan manusia lain. Pergaulan mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan kepribadian seorang individu. Pergaulan yang ia lakukan itu akan mencerminkan kepribadiannya, baik pergaulan yang positif maupun pergaulan yang negatif. Pergaulan yang positif itu dapat berupa kerjasama antar individu atau kelompok guna melakukan hal-hal yang positif, sedangkan pergaulan yang negatif itu lebih mengarah ke pergaulan bebas, hal itulah yang harus dihindari. Pendidikan merupakan alternatif guna mendidik dan mengarahkan muridnya agar mampu mengontrol dirinya sendiri supaya tidak terjerumus kedalam pergaulan yang tidak baik, serta menanamkan pendidikan akhlak sebagai bekal dalam kehidupannya sehari-hari dalam bersosialisasi maupun berteman. Sehingga seorang guru tidak hanya bertugas mentransformasikan ilmu yang dimilikinya kepada anak didiknya, namun juga harus bisa menjadi tauladan yang baik dan dapat membina akhlak peserta didik agar menjadi insan kamil.
71
Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri, mereka masih penasaran dengan hal-hal baru yang dianggap menarik. Sebagai orang tua maupun sebagai teman kita harus menasehatinya jika dia berbuat kesalahan. Memberi nasihat merupakan fardu kifayah, jika telah ada yang melaksanakannya, maka yang lain terlepas dari kewajiban ini. Hal ini merupakan keharusan yang dikerjakan
sesuai
kemampuan.
Nasihat
dalam
bahasa
Arab
artinya
membersihkan atau memurnikan. Rasulullah saw. bersabda, “Agama adalah nasihat”. Maksudnya adalah setiapa muslim harus salaing memberikan nasihat karena Allah Swt. dan melihat semua hal yang perlu diperbaiki untuk kemudian kita ubah. Hal ini sesuai dengan hukum: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum samapai mereka mengubah kondisi diri mereka”. Adapun akhlak yang tercela dan harus dijauhi antara lain: 1. Takabur Inti dari perbuatan takabur adalah merasa sombong karena harta dan kepandaian yang dimiliki seseorang. 2. Riya’ KH. Ahmad Rifa’i membatasi Riya’ sebagai penyimpangan niat dalam ibadah kepada selain Allah. Sedangkan yang berhubungan dengan hal-hal diluar ibadah tidak termasuk dalam kategori riya’. 3. Hasud Hasud berarti dengki dan iri hati. Sifat hasud harus di hindari dan ditinggalkan oleh orang mukmin karena hukumnya dosa besar, akan tetapi
72
menurut KH. Ahmad Rifa’i, hasud diperbolehkan terhadap orang yang sengaja kenikmatannya digunakan ke arah maksiat dan kezaliman.
C. Akhlak Terhadap Lingkungan Lingkungan yang dimaksud adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, yakni binatang, tumbuhan, dan benda mati. Akhlak yang dikembangkan adalah cerminan dari tugas kekhalifahan di bumi, yakni untuk menjaga agar setiap proses pertumbuhan alamterus berjalan sesuai dengan fungsi ciptaan-Nya. Dalam Alquran surat Al-An’am ayat 38 dijelaskan bahwa binatang melata dan burung-burung adalah seperti manusia yang menurut Qurtubi tidak boleh dianiaya (Shihab, 1998: 270). Baik di masa perang apalagi ketika damai akhlak Islam menganjurkan tidak ada pengrusakan binatang dan tumbuhan kecuali terpaksa, tetapi sesuai dengan sunnatullah dari tujuan dan fungsi penciptaan. Menurut pandangan akhlak Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain, "Setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia sendiri”.
73
Akan tetapi penulis tidak menemukan nadhom dalam kitab Ri’ayatul Himmah yang berkaitan dengan akhlak terhadap lingkungan. Di dalam kitab Ri’ayatul Himmah hanya di jelaskan mengenai nikmat Allah yang wajib disyukuri berupa tumbuh-tumbuhan dan hewan yang bisa dimanfaatkan oleh manusia demi kelangsungan hidupnya.