NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB SYI’IR NGUDI SUSILO KARYA KH. BISRI MUSTHOFA
SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh : MOHAMAD KHAMIM JAZULI NIM: 111-12-182
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017
ii
iii
iv
v
MOTTO
JER BASUKI MOWO BEYO “Setiap cita-cita, keinginan, dan kebahagiaan pasti membutuhkan biaya”.
vi
PERSEMBAHAN Alhamdulillahirobbil’alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT skripsi ini telah selesai. Skripsi ini penulis persembahkan kepada: 1. Ibu Muchoyaroh dan Bapak Mas’udi yang senantiasa memberikan nasehat dan telah mendidikku dari kecil sampai menikmati kuliah S1 di IAIN Salatiga ini, serta tidak lelah mendoakan tanpa henti untuk menjadi pribadi yang bermanfaat untuk sesama. 2. Adik-adiku tersayang Nafi’il Ikhsan dan Nailal Izzah yang selalu memberikan semangat untuk terus menjadi pribadi yang tangguh. 3. Bapak K. Asyiq Ma’ruf selaku pengasuh pondok pesantren al-Ishlah yang saya hormati dan selalu saya harapkan ridho dan berkah ilmunya. 4. Seseorang yang mendo’akan saya dari jauh, memberikan semangat, motivasi yang tiada henti. 5. Agus, Maemun, Ni’am, Muntaha, Bima, Kang Amin, Miftah, Kang Zaenuddin dan seluruh sahabatku PP al-Ishlah dan keluarga besar MA al-Khidmah Salatiga yang selalu menemani dalam setiap langkah. 6. Keluarga besar ar-Roudloh Salatiga, Hadroh JQH al-Furqon IAIN Salatiga, Majelis Rasulallah Salatiga.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB SYI’IR NGUDI SUSILO KARYA KH. BISRI MUSTHOFA” Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2.
Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3.
Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
4.
Bapak Drs. Juz’an, M.Hum. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. viii
5.
Bapak Yedi Efriadi, M.Ag. selaku pembimbing akademik.
6.
Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
7.
KH. Bisri Musthofa, yang telah menciptakan kitab yang sarat denan nilai-nilai pendidikan sehingga menjadi inspirasi penulis untuk melakukan tinjauan dan pendalaman.
8.
Bapak, Ibu, keluarga, dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.
9.
Keluarga besar PAI E 2012 IAIN Salatiga, Keluarga PPL SMP Negeri 1 Tengaran dan Kelompok KKN posko 28 yang telah memberikanku pengalaman hidup yang luar biasa. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 13 Maret 2017 Penulis
Mohamad Khamim Jazuli NIM. 111-12-184
ix
ABSTRAK Jazuli, Mohamad Khamim. 2017. “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Syi’ir Ngudi Susilo Karya KH. Bisri Musthofa” Pembimbing: Drs. Juz’an, M.Hum. Kata kunci: Pendidikan, Akhlak, Syi’ir Islam merupakan agama yang memiliki misi pada pembentukan akhlak yang baik pada manusia. Karena akhlak mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam kehidupan manusia. Lalu bagaimana cara membentuk akhlak yang baik? Tentunya melalui pendidikan. Pendidikan mampu digunakan sebagai benteng dari serangan kemerosotan moral, karena pendidikan juga mampu membangun generasi baru bangsa yang lebih baik dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Tantangan pendidikan dewasa ini untuk membangun generasi yang berkualitas dan tangguh semakin berat. Pendidikan tidak cukup hanya berhenti pada memberikan pengetahuan yang paling mutakhir, namun juga harus mampu membentuk dan membangun sistem keyakinan, etika, nilai dan karakter yang kuat. Ada banyak cara dalam menyampaikan pendidikan, terutama pendidikan akhlak. Salah satunya yang dilakukan KH. Bisri Mustofa. Beliau menyampaikan memalui karya sastranya. Dengan melihat latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apa kadungan kitab syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Msthofa, apa nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab sy’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa, dan bagaimana relevansinya terhadap dunia pedidikan. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), sedangkan dalam pengumpulan datanya menggunakan metode dokumenter, analisis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah hermeneutik dan analisis ini (content analysis). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) kandungan kitab syi’ir Ngudi Susilo berisi tentang petuah dan nasehat yang sarat dengan nilai-nilai akhlak, terdiri dari 9 bab yang kesemuanya hampir terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari, mulai dari aspek diri sendiri sampai bangsa dan negaranya. (2) nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab syi’ir Ngudi Susilo adalah segala aspek pendidikan diantaranya tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, materi pendidikan yang berisi nilai pendidikan akhlak terhadap Allah, nilai pendidikan akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap orang tua, guru, bangsa dan Negara, serta akhlak terhadap terhadap lingkungan, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan.(3) relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak terdahap dunia pendidikan saat ini adalah pentingnya penanaman pendidikan akhlak sejak kecil terhadap anak, baik secara langsung atau dapat diaplikasikan dalam kurikulum di sekolah, dan juga pengaplikasian pembelajaran dengan syi’ir guna melestarikan budaya yang ada
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN BERLOGO .............................................................................. ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................ iii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... v MOTTO ....................................................................................................... vi PERSEMBAHAN......................................................................................... vii KATA PENGANTAR .................................................................................. viii ABSTRAK ................................................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................ xi BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 A. Latar Belakang ........................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5 D. Kegunaan Penelitian ................................................................... 6 E. Metode Penelitiann ..................................................................... 7 F. Penegasan Istilah ........................................................................ 11 G. Sistematika Penulisan ................................................................. 14 BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 17 A. Pengertian Syi’ir .......................................................................... 17 B. Pengertian Nilai ........................................................................... 19 C. Pengertian Pendidikan ................................................................. 21 D. Unsur-Unsur Pendidikan.............................................................. 23
xi
E. Ruang Lingkup Pendidikan.......................................................... 33 F. Tri Pusat Pendidikan.................................................................... 37 G. Pengertian Akhlak ....................................................................... 39 H. Fungsi dan Manfaat Ilmu Akhlak................................................. 42 I. Objek Pembahasan Akhlak .......................................................... 43 J. Metode Pendidikan Akhlak.......................................................... 47 BAB III GAMBARAN UMUM KITAB SYI’IR NGUDI SUSILO ................ 52 A. Biografi KH. Bisri Musthofa....................................................... 52 B. Karya-Karya KH. Bisri Musthofa ............................................... 59 C. Tipologi dan Gambaran Umum Kitab Syi’ir Ngudi Susilo........... 61 BAB IV ANALISIS DATA .......................................................................... 74 A. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Syi’ir Ngudi Susilo .. 74 1. Tujuan Pendidikan ................................................................ 74 2. Pendidik................................................................................ 75 3. Peserta Didik ........................................................................ 76 4. Materi Pendidikan ................................................................. 77 a. Akhlak Terhadap Allah Swt ............................................ 77 b. Akhlak Terhadap Diri Sendiri.......................................... 80 c. Akhlak Terhadap Orang Tua ........................................... 93 d. Akhlak Terhadap Guru .................................................... 96 e. Akhlak Terhadap Bangsa dan Negara .............................. 97 f. Akhlak Terhadap Lingkungan ......................................... 99 5. Alat Pendidikan .................................................................... 100
xii
6. Lingkungan Pendidikan ........................................................ 100 B. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Syi’ir Ngudi Susilo Terhadap Dunia Pendidikan Saat Ini ...................... .101 BAB V PENUTUP ....................................................................................... .105 A. Kesimpulan ................................................................................ .105 B. Saran .......................................................................................... .107 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... .108 RIWAYAT HIDUP PENULIS...................................................................... .111 LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ajaran islam yang dibawa oleh Rasulullah setelah diwahyukan oleh Allah swt telah memberikan perubahan yang luar biasa terhadap kehidupan manusia pada masa Rasulullah hingga masa kini. Termasuk di antaranya perubahan dalam bidang akhlak dan karakter manusia. Dimana pada masa Rasulullah manusia memiliki akhlak yang tidak baik akan tetapi setelah islam datang terdapat perubahan akhlak menjadi lebih baik (Makbuloh, 2011:140). Hal ini tidak lepas dari sosok pribadi Rasulullah SAW yang terdapat dalam firman Allah:
ٖ ِ
َ
ُ ُ َََ َ ٰ ٍ
…
Artinya:”Sesungguhnya pada diri engkau (Muhammad) benar-benar terdapat akhlak/budi pekerti (karakter) yang baik.” (QS. al-Qolam: 4) Dari landasan tersebut jelas bahwa islam merupakan agama yang membawa misi pada pembentukan akhlak yang baik pada umat manusia. Karena akhlak mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam kehidupan manusia (Taufiq dkk, 2011:29). Terdapat tembang mijil yang dikarang oleh Paku Buwana IV yang isinya: Dedalane guno lawan sekti Kudu andap asor Wani ngalah luhur wekasane Tumungkulo yen dipun dukani Bapang den simpangi
1
Ana catur mungkur Tembang atau nyanyian tersebut dapat diterjemahkan bahwa “Sarana atau jalan untuk menacapai kelebihan atau keunggulan itu harus memiliki budi pekerti yang baik, bertata karma, dan sopan satun. Seseorang yang berani mengalah itu akhirnya akan berhasil dikemudian hari tundukkanlah kepalamu jika dinasihati. Jika ada yang mengajak kamu berkelahi menyingkirlah atau hindarilah! Jika kamu diumpat, jangan diperhatikan, tinggalkan saja.” (Hidayatullah, 2010:2). Telah jelas bahwasanya akhlak benar-benar mempunyai kedudukan yang tinggi dalam kehidupan manusia. Maka dari itu, pendidikan nilai harus sedini mungkin ditanamkan guna untuk menghindari segala sesuatu yang dapat menjadikan merosotnya akhlak manusia. Akan tetapi, sejalan dengan makin berkembangnya laju globalisasi dari pembangunan dan ilmu pengetahuan serta arus reformasi yang semakin melaju deras, penanaman nilai ini dirasa amat sangat penting dan benar-benar dibutuhkan guna mengendalikan
manusia
dalam
menghadapi
laju
perkembangan-
perkembangan tersebut. Namun di sisi lain, banyak sekali gejala penyimpangan nilai, baik yang dilakukan oleh kaum muda, maupun oleh orang tua, mereka semua seakan – akan mengabaikan moral dan tata krama yang dibutuhkan dalam pergaulan dengan masyarakat sekitar dan masyarakat luar. Di era reformasi ini, atau dalam abad ke-21 ini orang-orang semakin menganggap bahwa mereka bebas melakukan apapun sesuai kehendaknya sendiri. Akibatnya 2
banyak terjadi penyimpangan moral, khususnya penyimpangan moral yang berujung perkelahian, pemerkosan, perampokan, dan lain – lain. Dalam rangka mencegah penyimpangan tersebut, solusi yang paling tepat adalah dengan pendidikan. Pendidikan mampu digunakan sebagai benteng dari serangan kemerosotan moral, karena pendidikan juga mampu membangun generasi baru bangsa yang lebih baik dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Memang tidak dapat dipungkiri kalau kesuksesan dalam sebuah pendidikan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Akan tetapi, hasil dari kesuksesan tersebut tentunya akan bertahan lama bahkan mengakar pada pribadi seseorang. Tantangan pendidikan dewasa ini untuk membangun generasi yang berkualitas dan tangguh semakin berat. Pendidikan tidak cukup hanya berhenti pada memberikan pengetahuan yang paling mutakhir, namun juga harus mampu membentuk dan membangun sistem keyakinan, etika, nilai dan karakter yang kuat (Hidayatullah, 2010:22). Harapanya dengan pendidikan semua permasalahan kemerosotan moral bisa teratasi. Namun, semua itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, karenanya harus ada komitmen yang kuat dari berbagai lapisan masyarakat. Salah satu orang dari berbagai lapisan masyarakat di Indonesia ini yang begitu peduli terhadap kemerosotan moral bangsa adalah K.H. Bisri Musthofa. Beliau adalah seorang Kyai yang berkharisma tinggi. Banyak sekali kitab-kitab yang beliau tulis dalam berbagai bidang ilmu. Salah satunya 3
dalam bidang akhlak. Kitab dalam bidang akhlak yang beliau tulis salah satunya adalah Kitab Syi’ir Ngudi Susilo:Suko Pitedah Kanthi Terwilo. Kitab ini ditulis dengan tulisan arab jawa pegon yang di dalamnya sarat dengan dunia pendidikan. Terdapat pesan dan nasihat yang sangat berguna bagi dunia pendidikan saat ini, khususnya dalam membentuk dan membangun moral bangsa. Dari uraian di atas, penulis ingin lebih jauh mengkaji tentang nilai pendidikan akhlak pemikiran KH. Bisri Musthofa melalui sebagian karyanya yaitu kitab Ngudi Susilo yang di dalamnya terdapat beberapa uraian tentang pendidikan akhlak. Untuk itu, penulis mencoba untuk menyusun sebuah skripsi yang berjudul: NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB SYI’IR NGUDI SUSILO KARYA KH. BISRI MUSTHOFA, dengan harapan semoga dapat memberikan konstribusi dan manfaat terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
4
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apa kandungan Kitab Syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa? 2. Apa nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam Kitab Syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa? 3. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Kitab Syi’ir Ngudi Susilo terhadap dunia pendidikan? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitan adalah susunan apa yang ingin diketahui atau ditentukan atau dikemukakan dalam melaksanakan penelitian dengan kata lain apa yang akan dilakukan dalam penelitian sehingga akan jelas apa yang akan dihasilkan. Berpijak dari permasalahan tersebut di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Mengetahui kandungan Kitab Syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa. 2. Mengetahui Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam Kitab Syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa. 3. Mengetahui relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Kitab Syi’ir Ngudi Susilo terhadap dunia pendidikan.
5
D. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua bagian, yaitu: 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, berupa pengetahuan tentang nilai pendidikan yang terkandung dalam karya KH. Bisri Musthofa serta bermanfaat sebagai kontribusi pemikiran bagi dunia pendidikan khususnya dunia pendidikan islam. 2. Kegunaan Praktis a. Bagi penulis Menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai nilai pendidikan untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman dalam aktifitas sehari-hari. b. Bagi Lembaga Pendidikan 1) Dapat menjadi masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga pendidikan terutama pendidikan islam, termasuk para pendidik yang ada di dalamnya dan penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan serta pemerintah secara umum. 2) Sebagai bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di
6
Indonesia terutama pendidikan islam (seperti Madrasah Diniyah,
Pondok
Pesantren)
sebagai
solusi
terhadap
permasalahan pendidikan yang ada. c. Bagi Ilmu Pengetahuan 1) Menambah khazanah mengenai nilai pendidikan yang terdapat dalam kitab syi’ir Ngudi Susilo sehingga mengetahui betapa pentingnya pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian seorang mukallaf akan berusaha memperbaiki diri agar semakin meningkatkan kualitas diri menjadi lebih baik di hadapan Allah dan di hadapan manusia. 2) Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan terutama ilmu pendidikan
Akhlak,
sehingga
dapat
memperkaya
dan
menambah wawasan di bidang tersebut khususnya dan ilmu pengetahuan yang lain pada umumnya. E. Metode penelitian 1. Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian kepustakaan (library research), karena semua yang digali adalah bersumber dari pustaka (Hadi, 1990:3). Dan yang dijadikan obyek kajian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil dari pemikiran.
7
2. Sumber Data Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun referensi yang menjadi sumber data primer adalah kitab syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Mushofa. Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah: a. Kitab Syi’ir Mitra Sejati karya KH. Bisri Musthofa. b. Kitab Washoya al-Aba’ lil Abna’ karya KH. Bisri Musthofa. c. Buku Mutiara Pesantren: Perjalanan Khidmah KH. Bisri Musthofa karya Ahmad Zainal Huda. d. Buku Risalah Akhlak: Panduan Perilaku Muslim Modern karya Wahid Ahmadi. e. Buku Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji karya Nipan Abdul Halim. f. Kitab-kitab dan buku – buku lainnya yang ada relevansinya dengan obyek pembahasan penulis. 3. Teknik Pengumpulan Data Untuk
memperoleh
data-data
yang
diperlukan
dalam
penyusunan ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library research) dengan langkah – langkah sebagai berikut: a. Membaca buku – buku sumber, baik primer maupun sekunder. 8
b. Mempelajari dan mengkaji serta memahami kajian yang terdapat dalam buku – buku sumber. c. Menganalisis untuk diteruskan identifikasi dan mengelompokkan serta diklasifikasi sesuai dengan sifatnya masing-masing dalam bentuk per bab. 4. Teknik Analisis Data Yaitu penanganan terhadap suatu obyek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milah antara pengertian satu dengan pengertian yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai halnya. Macam-macam metode yang digunakan dalam menganalisis masalah adalah sebagai berikut: a. Hermeneutik Hermeneutika Secara etimologis, berasal dari kata Yunani hermeneuein yang berarti menafsirkan. Maka kata benda hermeneueia secara harfiah dapat diartikan sebagai “penafsiran” atau interpretasi. Istilah hermeneutik merujuk pada mitos Hermes (Dewa Yunani) yang bertugas menyampaikan berita dari Sang Maha Dewa kepada manusia. Jadi, kata hermeneutika adalah sebuah ilmu dan seni membangun makna melalui interpretasi rasional dan imajinatif dari bahan baku berupa teks. (Ibrahim, 2014: 27)
9
Berangkat dari pengertian diatas, kemudian hermenutik digunakan untuk menyelami karya tokoh guna menangkap arti dan suasana yang dimaksudkan tokoh secara khas (Sudarto, 1997:84). Langkah metode ini adalah sebagai berikut. 1) Hermeneutika Teks. Menerjemahkan atau meneliti kembali teks syi’ir Ngudi Susilo baik yang berupa bahasa jawa (teks asli), maupun terjemahan dalam bahasa Indonesia. 2) Hermeneutika Realita Melakukan telaah terhadap realita (sosiokultur dan keberagaman) masa dulu (semasa hidup KH. Bisri Musthofa) dan realita masa sekarang (Widyamartaya, 1999:20). Semua langkah-langkah ini dimaksud untuk melakukan interpretasi guna menangkap arti, nilai dan maksud pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab syi’ir ngudi susilo. b. Content Analisys Sesuai dengan jenis dan sifat data yang yang diperoleh dari penelitian ini, maka teknik analis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analisys) yaitu cara yang dipakai untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah dengan melakukan berbagai analisis terhadap buku-buku yang kemudian ditarik
10
kesimpulan sehingga dapat digeneralisasikan menjadi sebuah teori, ide, atau sebuah gagasan baru (Hadi, 1989:47). Artinya, data yang kualitatif tekstual yang diperoleh dikategorikan dengan memilih data sejenis kemudian data tersebut dianalisa secara kritis untuk mendapatkan suatu informasi. Analisis isi (content analisys) dipergunakan dalam rangka untuk menarik kesimpulan yang sahih dari kitab karya KH. Bisri Musthofa selaku pendiri Pondok Pesantren Roudlotuth Tholibin Rembang dan buku-buku lain yang berkenaan dengan penelitian ini (nilai-nilai pendidikan akhlak). Adapun langkah-langkahnya adalah dengan menyeleksi teks yang akan diselidiki, menyusun item-item yang spesifik, melaksanakan penelitian, dan mengetengahkan kesimpulan. F. Penegasan Istilah Untuk memperjelas judul di atas serta menghindari kesalahan dalam memahami istilah yang berkaitan dengan permasalahan tersebut. Adapun tujuannya agar asumsi yang akan muncul nantinya akan dapat diartikan secara tepat sesuai dengan yang dikehendaki penulis, antara lain: 1. Nilai - Nilai Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga prefensinya tercermin dalam perilaku, sikap, dan perbuatan-
11
perbuatannya (Maslikhah, 2009:106). Nilai dapat diartikan sifat-sifat (hal – hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. 2. Pendidikan Ahklak Pendidikan
adalah
usaha
sadar
dan
terencana
untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan. Pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, Bangsa dan Negara (Maslikhah, 2009:130) Akhlak secara bahasa bersaal dari kata “khalaqa” dan jamaknya “khuluq” yang berarti menciptakan. Kemudian akhlak juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang dari padanya lahir perbuatan–perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan. Jika keadaan (hal) itu melahirkan perbuatan yang baik dan terpuji menurut pandangan syara’ (hukum Islam), keadaan tersebut disebut akhlak yang baik, begitu pula sebaliknya. 3. Kitab Syi’ir Ngudi Susilo Kitab Ngudi Susilo merupakan buku yang berisi materi tentang ahklak. Kitab ini pada awalnya digunakan untuk materi pengajaran di pesantren - pesantren di Jawa, terutama Jawa wilayah Pantura khususnya daerah Rembang. Pengarang kitab ini adalah sosok Kyai 12
ternama di Pantura Jawa pada masanya, yaitu Kyai Bisri Musthofa. Kitab Ngudi Susilo ditulis dengan menggunakan huruf Arab Pegon yaitu modifikasi huruf arab dengan ejaan Bahasa Jawa. Kitab ini disusun berdasarkan kaidah penulisan syi’ir Arab. Cara pengajaran dilakukan dengan cara dilantunkan dengan tembang (bernyanyi). Orang Jawa santri menyebutnya syingiran. Tujuan bersyi’ir ini adalah untuk mempermudah menghafalkan isi materi dari syi’ir yang berupa materi pelajaran akhlak. Di kalangan pesantren ada kaidah yang menyebutkan bahwa pemahaman tidak akan sempurna kecuali dengan menghafal. Kitab Ngudi Susilo, selesai disusun pada bulan Jumadil Akhir, tahun 1373 H di Kota Rembang. Tidak ada catatan pasti kapan kitab ini mulai disusun dalam bentuk cetak. Percetakan pertama yang memperbanyak kitab yaitu Muria Kudus, kitab Ngudi Susilo telah beberapa kali dilakukan penerbitan ulang. Akan tetapi, tidak ada penjelasan secara pasti jumlah edisi dan tahun cetak. Dilihat secara fisik, kitab ini termasuk kitab saku karena ukurannya yang relatif kecil. Kitab dijilid dalam bentuk buku berukuran ¼ kertas folio, yaitu panjang 14 cm dan lebar 9 cm. Ketebalan kitab juga relatif tipis, hanya 16 halaman. Dalam cover kitab tertulis, Syingir Ngudi Susilo: suko pitedah kanti terwilo. Kemudian tepat di bawah identitas kitab tertulis nama pengarang yaitu Kiai Bisri Musthofa Rembang.
13
4. KH. Bisri Musthofa KH. Bisri Musthofa lahir pada tahun 1915 M di Kampung Sawahan Gg. Palen Rembang Jawa Tengah. Ia adalah putra dari pasangan suami istri H. Zainal Musthofa dan Chodijah. Beliau adalah anak pertama dari empat bersaudara. Sejak kecil beliau hidup dan menimba ilmu di Rembang, Pati, dan Jombang bahkan sampai ke Makkah. KH. Bisri Musthofa dikenal sebagai tokoh kharismatik yang handal dalam berpidato. Ia adalah seorang orator. Ahli pidato yang dapat mengutarakan hal-hal yang sebenarnya sulit menjadi gamblang. Pemikiran keagamaan KH. Bisri Musthofa oleh banyak kalangan dinilai bersifat moderat dan konstektual. Pemikiran-pemikiran beliau biasanya dituangkan dalam bentuk tulisan – tulisan yang disusunya dalam bentuk buku-buku, kitab-kitab dan lain sebagainya. Banyak sekali karyanya yang sekarang ini dijadikan rujukan bagi para ulama yang mengajar di pesantren dan menjadi pegangan bagi para santri. Beliau KH. Bisri Musthofa wafat pada hari rabu tanggal 17 Februari 1977 (27 Shafar 1397 H). G. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk memudahkan pencarian dan penelaahan pokok-pokok masalah yang akan dibahas, sistematika penulisan skripsi sangat diperlukan. Sistematika di sini dimaksudkan sebagai gambaran umum yang menjadi isi pembahasan skripsi ini.
14
Penulisan sistematika skripsi adalah suatu cara untuk menyusun dan mengolah hasil penelitian dari data-data dan bahan-bahan yang disusun menurut urutan tertentu sehingga menjadi kerangka skripsi. Skripsi ini terdiri dari tiga bagian besar yang merupakan rangkaian dari beberapa bab. Ketiga bagian besar tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bagian Awal Pada
bagian
ini
memuat
halaman
judul,
halaman
nota
pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, halaman kata pengantar, abtraksi dan daftar isi. 2. Bagian Isi Pada bagian ini memuat beberapa bab sebagai berikut Bab pertama merupakan bab pendahuluan, dalam bab ini memuat latar belakang masalah, alasan pemilihan judul, penegasan istilah, permasalahan penelitian, tujuan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penelitian untuk skripsi. Bab kedua berisi tinjauan umum tentang pendidikan akhlak, dalam bab ini membahas pendidikan akhlak yang meliputi pengertian syi’ir, pengertian nilai, pengertian pendidikan, unsur-unsur pendidikan, ruang lingkup pendidikan, tri pusat pendidikan, pengertian akhlak, manfaat dan fungsi ilmu akhlak, objek pembahasan akhlak, metode pendidikan akhlak. Bab ketiga merupakan biografi dan karya KH. Bisri Musthofa, dalam bab ini membahas tentang biografi KH. Bisri Musthofa, beberapa karya sastra dan tipologi gambaran kitab syi’ir Ngudi Susilo.
15
Bab keempat berisi analisis pendidikan akhlak, dalam bab ini membahas nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa dan relevansinya dalam dunia pendidikan. Bab kelima merupakan bab penutup, yang merefleksikan kembali ringkasan skripsi dalam bentuk kesimpulan, saran. 3. Bagian Akhir Pada bagian ini memuat daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat hidup penulis.
16
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Syi’ir Dalam bahasa barat istilah sastra disebut literature (Inggris), Literatur (Jerman), literature (Perancis), semuanya berasal dari bahasa latin litteratura. Kata litteratura sebetulnya diciptakan sebagai terjemahan dari kata Yunani grammatika; Litteratura dan grammatika masing-masing berdasarkan kata littera dan gramma yang artinya ‘huruf’ (tulisan, letter). Menurut asalnya litteratura dipakai untuk tata bahasa dan puisi: seorang litteratus adalah orang yang tahu tata bahasa dan puisi atau orang yang berperadaban yang dengan kemahiran khusus di bidang sastra. Literature dan seterusnya umumnya dalam bahasa barat modern; segala sesuatu yang tertulis. Pemakaian bahasa dalam bentuk tertulis (Wargadianata, 2008:1). Selajutnya Sapardi Joko Damono mengatakan, sastra adalah karya seni yang menggunakan bahasa sebagai medium; kita boleh saja mengikuti pandangan yang mengatakan bahwa sastra adalah rangkaian kata nan indah, tetapi juga harus juga menerima pandangan bahwa sastra merupakan hasil usaha sastrawan dalam membengkokkan, membelokkan, dan bahkan merusak bahasa, yang merupakan konsekuensi poitice license, hak istimewa sastrawan dalam menggunakan mediumnya, yakni bahasa. Berdasarkan pandangan ini yang dituntut dari sastra adalah orisinilitas dalam penggunaan bahasa (Wargadianata, 2008:4).
17
Karya satra merupakan wujud ungkapan perasaan pengarang. Seperti juga karangan lain, karya sastra dibuat pengarang dengan maksud untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada pembacanya. Hanya karena sifat dasarnya yang berbeda dengan karangan lain, maka sesuatu yang dikomunikasikan tersebut juga berbeda. Salah satu bentuk karya sastra adalah syi’ir. Secara etimologi, syi’ir berasal dari bahasa Arab “sya’ara” atau “sya’ura” yang berarti mengetahui dan merasakan, sedangkan secara terminologi syi’ir merupakan kalimat yang terikat oleh rima dan irama. Jika kedua pengertian di atas digabungkan, maka diperoleh pengertian bahwa syi’ir adalah kalimat yang terikat oleh rima dan irama yang dilantunkan dengan tujuan agar masyarakat kolektifnya mengetahui dan merasakan keindahan irama dan makna yang terdapat dalam syi’ir. Pengertian ini senada dengan Thibanah yang dikutip oleh Tohe (2003: 46) yang menyatakan bahwa “syi'ir adalah tuturan yang terikat oleh wazan (keseimbangan ketukan tiap bait) dan qafiah (kesamaan bunyi akhir tiap bait) yang mengungkapkan imajinasi yang indah dan bentuk-bentuk ungkapan yang mengesankan lagi mendalam”. Pada pengertian ini, istilah qafiah dapat disamakan dengan rima yaitu kesamaan bunyi pada akhir bait. Sementara itu, dilihat dari isinya, syi'ir mencatat berbagai hal tentang tata krama, adat istiadat, agama dan peribadatan serta keilmuan yang penampilannya itu dapat mempengaruhi perasaan pendengarnya (Muzakka, 2006: 9). Selanjutnya, Ahmad As-Syaib yang dikutip oleh Kamil (2010: 10) mempertegas bahwa “syi’ir adalah
18
ucapan atau tulisan yang memiliki wazan atau bahar (timbangan tertentu yang dijadikan pola dalam mengubah syi’ir arab) dan qafiyah (rima akhir atau kesesuaian akhir baris) serta unsur ekspresi rasa dan imajinasi yang harus lebih dominan dibanding prosa”. B. Pengertian Nilai Nilai dapat diartikan sebagai hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan, dalam pengertian lain nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat (Tim PIP, 2007:42). Adapun pengertian nilai menurut beberapa ahli (Muhaimin dan Mujib, 1998: 110) adalah sebagai berikut: 1. Menurut Young, nilai diartikan sebagai asumsi-asumsi yang abstrak dan sering didasari hal-hal penting. 2. Green, memandang nilai sebagai kesadaran yang secara kolektif berlangsung dengan didasari emosi terhadap objek, ide dan perseorangan. 3.
Woods, mengatakan bahwa nilai merupakan petunjuk-petunjuk umum yang telah berlangsung lama yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Soelaman yang dikutip oleh Tim PIP (2007:47) terdapat dua
jenis nilai. Yaitu nilai-nilai yang tercernakan dan nilai-nilai yang dominan. Nilai-nilai yang tercernakan merupakan suatu landasan bagi reaksi yang diberikan secara otomatis terhadap situasi-situasi tingkah laku eksistensi,
19
sedangkan nilai-nilai tercernakan tidak dapat dipisahkan dari diri individunya, serta membentuk landasan bagi hati nuraninya. Apabila terjadi pelanggaran terhadap nilai-nilai tersebut, maka akan timbul perasaan malu atau bersalah yang sulit untuk dihapuskan. Nilai yang tercernakan bagi individu artinya bahwa individu itu menghayati atau menjiwai suatu nilai sehingga ia akan memandang keliru pola perilaku yang tidak sesuai dengan nilai tersebut. Sementara itu, nilai-nilai yang dominan artinya nilai-nilai yang lebih diutamakan dari nilai-nilai lain. Fungsi nilai dominan ini adalah sebagai suatu latar belakang atau kerangka patokan bagi tingkah laku sehari-hari. Kriteria bahwa suatu nilai itu adalah dominan, ditentukan oleh hal-hal berikut: 1. Luas tidaknya ruang lingkup pengaruh nilai tersebut dalam aktivitas total dari sistem sosial. 2. Lama tidaknya pengaruh nilai itu dirasakan oleh kelompok masyarakat. 3. Gigih tidaknya (intensitas) nilai tersebut diperjuangkan atau dipertahankan 4. Prestise orang-orang yang menganut nilai, yaitu orang atau organisasi-organisasi yang dipancang sebagai pembawa nilai. Nilai memiliki 3 (tiga) hirarki yaitu perasaan yang abstrak, normanorma moral, dan keakuan. Ketiganya ditemukan dalam kepribadian seseorang. Perasaan dipakai sebagai landasan bagi sesorang untuk membuat keputusan dan menjadi standar untuk tingkah laku yang berfungsi sebagai kerangka patokan dalam berinteraksi. Keakuan berperan dalam membentuk
20
kepribadian melalui proses pengalaman sosial. Karenanya nilai menjadi faktor penentu bagi pembentukan sikap. Disamping itu, nilai juga mempunyai batasan. Batasan tentang nilai mengacu kepada minat, kesukaan, pilihan, tugas, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, bahkan kewajiban agama. Nilai merupakan ukuran untuk menentukan sesuatu itu baik atau buruk. Oleh karenanya nilai menjadi pegangan hidup yang dijadikan landasan dalam melakukan sesuatu. C. Pengertian Pendidikan Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani, yaitu Paedagogie. Paedagogie asal katanya adalah pais yang artinya “anak”, dan again yang terjemahnya adalah “membimbing”. Dengan demikian maka paedagogie berarti “bimbingan yang diberikan kepada anak”. Orang yang memberikan
bimbingan
kepada
anak
disebut
paedagog.
Dalam
perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie tersebut berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan secara sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental (Sudirman, dkk, 1989: 4). Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tercantum pengertian pendidikan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
21
mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”. Beberapa definisi pendidikan menurut beberapa ahli (Suwarno, 2006:20) adalah sebagai berikut: 1. George F. Kneller: pendidikan memiliki arti luas dan sempit. Dalam arti luas, pendidikan diartikan sebagai tindakan atau pengalaman yang memengaruhi perkembangan jiwa, watak maupun kemauan fisik individu. Dalam arti sempit, pendidikan adalah suatu mentransformasikan pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan dari generasi ke generasi yang dilakukan oleh masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, pendidikan tinggi, atau lembaga-lembaga lain. 2. Jhon Dewey: pendidikan sebagai sebuah rekonstruksi atau reorganisasi
pengalaman
agar
lebih
bermakna,
sehingga
pengalaman tersebut dapat mengarahkan pengalaman yang akan didapat berikutnya. 3. John S. Brubacher: pendidikan adalah proses pengembangan potensi, kemampuan, dan kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan, kemudian disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Didukung dengan alat (media) yang disusun sedemikian rupa, sehingga pendidikan dapat digunakan untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
22
Selanjutnya menurut Ki Hajar Dewantara yang dikutip oleh Wiji Suwarno (2006:21) menyatakan bahwa pendidikan merupakan tuntutan bagi pertumbuhan anak-anak. Artinya, pendidikan menunutut segala kekuatan kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar mereka sebagai manusia
sekaligus
sebagai
anggota
masyarakat
dapat
mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Dari semua definisi tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan adalah merupakan usaha atau proses yang dtujukan untuk membina kualitas sumber daya manusia seutuhnya agar ia dapat melakukan perannya dalam kehidupan secara fungsional dan optimal. Dengan demikian pendidikan pada intinya menolong ditengah-tengah kehidupan mansuia. Pendidikan akan dapat dirasakan manfaatnya bagi manusia. D. Unsur-Unsur Pendidikan Pendidikan sebagai suatu aktivitas dalam mengembangkan kepribadian anak didik akan melibatkan beberapa unsur (Jumali, dkk, 2004: 35): 1. Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan menurut jenisnya, terbagi dalam beberapa jenis, yaitu tujuan nasional, institusional, kurikuler, dan instruksional. Tujuan nasional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu bangsa; tujuan institusional adalah tujuan pendidikan yang
23
ingin dicapai oleh suatu lembaga pendidikan; Tujuan kurikuler adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu mata pelajaran tertentu; dan tujuan instruksional adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh suatu pokok atau sub bab bahasan tertentu. Sutari Imam Barnadib (1984: 50-51), dengan merangkum pendapat Langeveld, membedakan enam tujuan pendidikan yaitu: a. Tujuan Umum Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai di akhir proses pendidikan, yaitu tercapainya kedewasaan jasmani dan ruhani anak didik, maksud kedewasaan jasmani adalah jika pertumbuhan
jasmani
sudah
mencapai
batas
pertumbuhan
maksimal, maka pertumbuhan jasmani tidak akan berlangsung lagi. Sedangkan maksud kedewasaan ruhani adalah peserta didik sudah mampu menolong dirinya sendiri, mampu berdiri sendiri, dan mampu bertanggung jawab atas semua perbuatannya. b. Tujuan Khusus Tujuan khusus adalah pengkhususan atas dasar usia, jenis kelamin, sifat, bakat, intelegensi, lingkungan sosial-budaya, tahaptahap
perkembangan,
tuntutan
sebagainya.
24
syarat
pekerjaan,
dan
lain
c. Tujuan Tidak Lengkap Tujuan tidak lengkap adalah tujuan yang menyangkut sebagian aspek manusia, misalnya aspek psikologis, biologis, dan sosiologis saja. d. Tujuan Sementara Tujuan sementara adalah tujuan yang sifatnya sementara. Ketika tujuan sementara berhasil dicapai, tujuan itu akan ditinggalkan dan diganti dengan tujuan lain. Misalnya, orang tua ingin anaknya berhenti merokok, dengan cara mengurangi uang sakunya. Kalau tujuan tersebut sudah tercapai, lalu diganti dengan tujuan lain misalnya agar tidak suka begadang. e. Tujuan Intermediet Tujuan intermediet adalah tujuan perantara bagi tujuan lainnya yang pokok. Misalnya, anak dibiasakan menyapu halaman, maksudnya agar ia kelak mempunyai rasa tanggung jawab. f. Tujuan Insidental Tujuan insidental adalah tujuan yang dicapai pada saat-saat tertentu, yang sifatnya seketika dan spontan. Misalnya, orang tua menegur anaknya supaya berbicara sopan. 2. Pendidik Pendidik adalah orang yang dengan sengaja memengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi.
25
Dengan kata lain, pendidik adalah orang yang lebih dewasa yang mampu membawa peserta didik kearah kedewasaan. Sedangkan
secara
akademis,
pendidik
adalah
tenaga
kependidikan, yakni anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk
menunjang
penyelenggaraan
pendidikan
yang
berkualifikasi sebagai pendidik, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Jadi, pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran,
menilai
hasil
pembelajaran,
melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi (Suwarno, 2006: 7). Artinya, pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan ruhani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 3. Peserta Didik Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Dasar hakiki diperlukannya pendidikan bagi peserta didik adalah karena manusia merupakan makhluk susila yang dapat dibina dan diarahkan untuk mencapai derajat kesusilaan. Peserta didik
26
menurut sifatnya dapat dididik, karena mereka mempunyai bakat dan disposisi-disposisi yang memungkinkan untuk diberi pendidikan, diantaranya (Suwarno, 2006: 36): a. Tubuh anak sebagai peserta didik selalu berkembang sehingga semakin lama semakin dapat menjadi alat untuk menyatakan kepribadiannya. b. Anak dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya. Keadaan ini menyebabkan dia terikat kepada pertolongan orang dewasa yang bertanggung jawab. c. Anak
membutuhkan
pertolongan
dan
perlindungan
serta
membutuhkan pendidikan. d. Anak mempunyai daya eksplorasi. Anak mempunyai kekuatan untuk menemukan hal-hal yang baru di dalam lingkungannya dan menuntut kepada pendidik untuk diberi kesempatan. Seorang pendidik memiliki kepentingan utuk mengetahui usia perkembangan setiap peserta didik, sebab perkembangan antara satu peserta didik dengan lainnya itu berbeda, dan itu tergantung
pada
kondisi
fisik
dan
lingkungan
yang
mempengaruhinya. 4. Materi Pendidikan Secara
garis
besar
dapat
dikemukakan
bahwa
materi
pendidikan (instructional material) adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai pesera didik dalam rangka memenuhi
27
standar kompetensi yang ditetapkan. Materi menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan kegiatan pembelajaran hendaknya materi yang benarbenar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta tercapainya indicator (Sudirman, dkk, 1989: 9). Materi pendidikan dipilih seoptimal mungkin untuk membantu peserta didik dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan pemilihan materi pembelajaran adalah jenis, cakupan, urutan, dan perlakuan (treatment) terhadap materi pembelajaran tersebut. Adapun jenis-jenis materi pendidikan dapat diklasifikasi sebagai berikut: a. Fakta Fakta adalah segala hal yang berwujud kenyataan dan kebenaran, meliputi nama-nama objek, peristiwa sejarah, lambing, nama suatu benda, nama orang, nama bagian atau komponen suatu benda, dan sebagainya. Contoh: sejarah peristiwa proklamasi 17 agustus 1945 b. Konsep
28
Konsep adalah segala yang berwujud pengertian-pengertian baru yang bisa timbul sebagai hasil pemikiran, meliputi definisi, pengertian, ciri khusus, hakikat, inti/isi dan sebagainya. Contoh: Nilai adalah suatu hal atau sifat yang bermanfaat bagi manusia. c. Prinsip Prinsip adalah berupa hal-hal utama, pokok, dan memiliki posisi terpenting, meliputi dalil, rumus, adagium, postulat, paradigm,
teorema,
serta
hubungan
antar
konsep
yang
menggambarkan implikasi sebab akibat. Contoh: banyak sekali terjadi penyimpangan norma dikarenakan kurangnya pengetahuan manusia
tentang
pentingnya
norma
dalam
kehidupan
bermasyarakat. d. Prosedur Prosedur merupakan langkah-langkah sistematis atau berurutan dalam mengerjakan suatu aktivitas dan kronologi suatu sitem. Contoh: praktik penelitian lapangan. e. Sikap atau Nilai Merupakan hasil belajar aspek sikap, misalnya nilai kejujuran, kasih sayang, tolong menolong, semangat dan minat belajar, dan bekerja. Contoh: aplikasi sosiologi dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk sikap toleransi. 5. Alat Pendidikan.
29
Untuk mencapai tujuan pendidikan memerlukan alat dan metode. Istilah lain dari alat pendidikan yang dikenal hingga saat ini adalah media pendidikan, audio visual, alat peraga, sarana dan prasarana pendidikan dan sebagainya. Definisi yang pernah dikemukakan tentang alat pendidikan adalah sebagai berikut (Daradjat, dkk, 2011: 80): a. Roestiyah Nk. Dkk.: ”Media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.” b. Vernon S. Gerlach dan Donald P. Ely : ”Media adalah sumber belajar. Secara luas media dapat diartikan dengan manusia, benda ataupun peristiwa yang membuat kondisi siswa mungkin memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.” Inti dari pendapat di atas adalah bahwa alat atau media pendidikan meliputi segala sesuatu yang dapat membantu proses pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena pendidikan mengutamakan pengajaran ilmu dan pembentukan akhlak, maka alat untuk mencapai ilmu adalah alat-alat pendidikan ilmu sedangkan alat untuk pembentukan akhlak adalah pergaulan. Dalam pergaulan edukatif pendidik dapat menyuruh dan melarang peserta didik mengerjakan sesuatu. Ia dapat menghukum anak sebagai koreksi terhadap tingkah
30
lakunya yang salah dan memberi hadiah sebagai pendorong untuk berbuat yang lebih baik. Selain pergaulan, masih banyak alat pendidikan yang dapat digunakan untuk pendidikan disekolah. Misalnya: a. Media tulis dan cetak. b. Benda-benda alam seperti manusia, hewan, tumbuhan, zat-zat dan sebagainya. c. Gambar-gambar, lukisan, diagram, peta dan grafik. Alat ini dapat dibuat dalam ukuran besar dan dapat pula dipakai dalam buku-buku teks atau bahan bacaan lain. d. Gambar yang dapat diproyeksi, baik dengan alat atau tanpa suara seperti foto, slide, film, strip, televisi, video dan sebagainya. e. Audio recording (alat untuk didengar) seperti kaset tape, radio, piringan hitam dan lain-lain yang semuanya diwarnai dengan ajaran pendidikan. Kemudian ada beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan di dalam penggunaan alat pendidikan agar dapat menjamin efektivitas penggunaannya (Daradjat, dkk, 2011: 82), antara lain: a. Pengguanaan setiap jenis harus dengan tujuan tertentu. b. Alat
harus
digunakan
untuk
membantu
tanggapan terhadap materi yang dipelajari.
31
menimbulkan
c. Alat tidak perlu digunakan bila murid sudah memiliki pengalaman
yang
cukup
untuk
menanggapi
dan
menginterpretasi materi pelajaran. d. Alat harus digunakan bila alat itu merangsang timbulnya minat perhatian baru dan memusatkan perhatian terhadap persoalan yang dipecahkan. e. Beberapa alat tertentu sangat berguna untuk membuat ringkasan pelajaran dan memeberikan perspektif tentang hubungan-hubungan tertentu dalam pelajaran. f. Murid harus diajarkan cara menggunakan alat. Mereka harus tau apa yang dicari dengan alat itu dan berusaha supaya dapat menginterpretasikannya. g. Setiap mengguanakan alat, harus dicek apakah tujuan yang diharapkan tercapai
dan memberikan koreksi terhadap
kesalahan tanggap yang terjadi. Perkembangan teknologi yang cepat dewasa ini sangat membantu menciptakan berbagai macam alat pendidikan mulai dari alat yang sederhana sampai kepada yang kompleks. 6. Lingkungan Pendidikan Dalam kegiatan pendidikan, terdapat adanya unsur pergaulan dan unsur lingkungan yang keduanya tidak terpisahkan tetapi dapat dibedakan. Dalam pergaulan tidak selalu berlangsung pendidikan walaupun di dalamnya terdapat factor-faktor yang berdaya guna untuk
32
mendidik. Pergaulan merupakan unsur lingkungan yang turut serta mendidik seseorang (Daradjat, dkk, 2011: 63). Pergaulan semacam itu dapat terjadi dalam: a. Hidup bersama orang tua, nenek, kakek, atau adik dan saudarasaudara lainnya dalam keluarga. b. Berkumpul dengan teman-teman sebaya. c. Bertempat tinggal dalam suatu lingkungan di kota, di desa atau diamana saja. Dalam arti luas lingkungan mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam. Dengan kata lain lingkungan ialah segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam kehidupan yang senantiasa berkembang. Sejauh manakah seseorang berhubungan dengan lingkungannya, sejauh itu pula terbuka peluang masuknya pengaruh pendidikan kepadanya. Tetapi keadaan-keadaan itu tidak selamanya bernilai pendidikan (Daradjat, dkk, 2011: 64), artinya mempunyai nilai positif bagi perkembangan
seseorang,
karena
bisa
saja
malah
merusak
perkembangannya. E. Ruang Lingkup Pendidikan Dalam Ketetapan MPR No. II/MPR/1988, tentang GBHN dinyatakan: Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat
33
dan pemerintah. Dari sini dijelaskan bidang atau ruang lingkup pendidikan yang meliputi pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. 1. Pendidikan Formal Dalam perkataan formal terdapat kata form atau bentuk. Pendidikan formal ialah pendidikan yang mempunyai bentuk atau organisasi tertentu, seperti terdapat di sekolah atau universitas (Tim Pengembangan MKDK, 1991:8). Adanya organisasi yang ketat dan nyata dari berbagai hal. Diantaranya sebagai berikut: a. Adanya Perjenjangan. Terdapat jenjang tertentu dalam tingkat persekolahan, dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas sampai perguruan tinggi. b. Program atau bahan pelajaran untuk tiap jenis sekolah, bahkan tiap kelas sudah diatur secara formal. Kurikulum bersifat resmi dan seragam bagi sekolah yang sama. Sekolah swasta mempunyai kurikulum yang formal dan banyak yang mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Jenis mata pelajaran dan jumlah jam untuk tiap mata pelajaran telah ditetapkan secara formal.
34
c. Cara atau metode mengajar di sekolah juga formal, yaitu
mengikuti
mengikuti
pola
asas-asas
tertentu.
didaktik
Mengajar dan
harus
menggunakan
medologi pengajaran tertentu. Secara formal ditentukan bahwa tiap guru harus mengikuti suatu jadwal pelajaran,
membuat
persiapan
untuk
tiap
mata
pelajaran, tiap akhir catur wulan atau akhir semester membuat laporan hasil pelajaran untuk tiap anak. Untuk mengawasi usaha pendidikan dan pengajaran di sekolah,
diadakan
badan
tertentu
pada
tingkat
kecamatan, kabupaten atau kotamadya, propinsi atau nasional. d. Penerimaan Murid. Anak-anak yang diterima di sekolah harus memenuhi syarat-syarat
tertentu.
Untuk
memasuki
tingkat
pendidikan yang lebih tinggi tambah lagi syarat-syarat lain seperti harus memiliki ijazah, lulus tes masuk, memperlihatkan raport sekolah yang telah ditempuh, dan macam-macam syarat formal lainnya. 2. Pendidikan Non Formal Pendidikan non formal meliputi berbagai usaha khusus yang diselenggarakan secara terorganisasi agar terutama generasi muda dan juga orang dewasa, yang tidak dapat
35
sepenuhnya atau sama sekali tidak berkesempatan mengikuti pendidikan sekolah dapat memiliki pengetahuan praktis dan keterampilan dasar yang mereka perlukan sebagai warga masyarakat yang produktif (Tim Pengembangan MKDK, 1991:10). Dengan demikian makna dan peranan pendidikan non formal tidak kalah pentingnya bila dibandingkan dengan pendidikan formal. Usaha pendidikan non formal dapat diselenggarakan
oleh
pemerintah
maupun
swasta
dan
masyarakat di sekolah dan di luar gedung sekolah, misalnya: dapat dilakukan oleh RT, RW, perusahaan, lembaga sosial dan keagamaan,
LKMD,
pramuka,
organisasi
pramuka,
perkumpulan olah raga dan sebagainya. 3. Pendidikan Informal Pendidikan informal ialah pendidikan yang diperoleh sesorang di rumah dalam lingkungan keluarga. Pendidikan ini berlangsung tanpa organisasi, yakni tanpa orang tertentu yang dinagkat atau ditunjuk sebagai pendidik, tanpa suatu program yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, tanpa evaluasi yang formal berbentuk ujian. Namun demikian pendidikan informal ini sangat penting bagi pembentukan pribadi seseorang. Pengaruh orang tua, orang-orang lain yang ditemui anak dalam pergaulan sehari-hari dapat menentukan sikap dan nilai-nilai yang dijadikannya sebagai pedoman dalam
36
hidupnya. Pendidikan serupa ini tidak mengenal batas waktu dan berlangsung sejak anak lahir hingga akhir hidupnya. Apakah anak kelak menjadi anak yang bertanggungjawab atau tidak,
berani
mempertahankan
kebenaran,
patuh
akan
peraturan, berpegang teguh pada janjinya, sebagian besar ditentukan oleh pendidikan informal ini (Tim Pengembangan MKDK, 1991:7). F. Tri Pusat Pendidikan Sesuai dengan namanya tri pusat pendidikan, berarti tiga pusat yang bertanggung jawab atas terselenggarannya pendidikan, diantaranya adalah (Ihsan, 1997:77): 1. Keluarga Keluarga merupakan pengelompokan primer sejumlah kecil orang karena hubungan semenda dan sedarah. Perkembangan kebudayaan dan aspirasi individu maupun masyarakat menyebabkan peran keluarga terhadap anak-anaknya mengalami perubahan. Fungsi dan peranan keluarga (di samping pemerintah dan masyarakat) dalam SISDIKNAS Indonesia tidak terbatas hanya pada pendidikan keluarga saja, tetapi keluarga juga ikut serta bertanggung jawab terhadap pendidikan lainnya. Keikutsertaan keluarga itu meliputi tahap perencanaan pemantauan dalam pelaksanaan, maupun dalam evaluasi dan perkembangan. 2. Sekolah
37
Di antara tri pusat pendidikan, sekolah merupakan sarana yang sengaja
dirancang
untuk
melaksanakan
pendidikan.
Sekolah
seharusnya menjadi menjadi pusat pendidikan untuk menyiapkan manusia sebagai individu warga masyarakat, warga negara dan warga dunia pada masa depan. Sekolah sebagai pusat pendidikan adalah sekolah
yang
mencerminkan
masyarakat
yang
maju
karena
pemanfaatan secara optimal ilmu pengtahuan dan teknologi. Suatu alternatif yang mungkin dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah antara lain: a. Pengajaran yang mendidik. b. Peningkatan dan pemantapan pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan. c. Pengembang perpustakaan sekolah menjadi suatu pusat sumber belajar (PSB). d. Peningkatan dan pemantapan program pengelolaan sekolah, khususnya yang terkait dengan peserta didik. 3. Masyarakat. Kaitan masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari 3 segi, yakni sebagai berikut: a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan. b. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan atau kelompok sosial dalam masyarakat, baik langsung maupun tidak, ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif.
38
c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar. Fungsi masyarakat sebagai pusat pendidikan sangat tergantung pada taraf perkembangan dari masyarakat beserta sumber-sumber belajar yang tersedia di dalamnya. Media massa merupakan salah satu faktor dalam lingkungan masyarakat yang makin penting peranannya. Pada umumnya media massa mempunyai 3 fungsi yakni informasi, edukasi, dan rekreasi. Media massa juga memiliki 3 macam pengaruh yakni pengaruh sosialisasi dalam arti luas, pengaruh khusus dalam jangka pendek dan memberikan pendidikan dalam pengertian yanag lebih formal. G. Pengertian Akhlak Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan) dan pendekatan terminologik (peristilahan). Kata Akhlak terbentuk dari kata “khalaqa” dan jamaknya adalah “Khuluq” yang atinya menciptakan. Kemudian akhlak juga dapat diartikan sebagai sifat jiwa yang melekat dalam diri seseorang sesuai dengan asal mula diciptakannya. Menurut Jamil Shaliba sebagaimana dikutip oleh Abudin Nata (2006:1), dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari isim mashdar (bentuk infinitive) dari kata “akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan”, sesuai dengan timbangan atau (wazan) tsulasi mazid, “af’ala, yuf’ilu, if’alan” yang berarti alsajiyah (perangai), ath thabi’ah (kelakuan, tabiat, watak dasar),
39
al-‘adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Kata akhlak walaupun terambil dari bahasa arab (yang diartikan tabiat, perangai, kebiasaan, bahkan agama), namun kata seperti itu tidak ditemukan dalam al-Qur’an. Yang ditemukan hanyalah bentuk tunggal kata tersebut yaitu khuluq yang tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4. Ayat tersebut konsiderans pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul. (Shihab, 1997:253). Kata Akhlak juga banyak ditemukan di dalam hadits-hadits Nabi SAW, dan salah satunya yang paling popular adalah:
ُ ُ اِﻧﱠ َﻤﺎ ﺑُ ِﻌ ْﺜ ْ ﺎرم (ق )رواه ﻣﺎﻟﻚ ِ اﻷﺧ َﻼ ِ ﺖ ِﻷﺗَ ﱢﻤ َﻢ َﻣ َﻜ Artinya: Aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. (HR. Malik). Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Diantaranya adalah (Mahmud, 2004:28): 1. Imam Abu Hamid Al-Ghazali Akhlak merupakan suatu sifat yang terpatri dalam jiwa, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa pemikiran dan merenung terlebih dahulu. Jika sifat yang tertanam itu darinya terlahir perbuatan-perbuatan baik dan terpuji menurut rasio dan syariat, maka sifat tersebut
40
dinamakan akhlak yang baik. Sedangkan jika yang terlahir adalah perbuatan-perbuatan buruk, maka sifat tersebut dinamakan akhlak yang buruk. 2. Muhammad bin Ali Asy-Syarif Al-Jurnaji Mendefinisikan akhlak dalam bukunya, At-Ta’rifat sebagai berikut: Akhlak adalah istilah bagi sesuatu sifat yang tertanam kuat dalam diri, yang darinya terlahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan ringan, contohnya jika seseorang yang mengeluarkan derma dengan jarang-jarang atau kadang saja, maka akhlaknya tidak dinamakan sebagai seorang dermawan selama sifat tersebut tak tertanam kuat dalam dirinya. 3. Ahmad bin Musthafa Akhlak adalah ilmu yang darinya dapat diketahui jenisjenis keutamaan. Dan keutamaan itu adalah terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan, yaitu: kekuatan berpikir, kekuatan marah, kekuatan syahwat. 4. Muhammad bin Ali al-Faruqi At-Tahanawi Akhlak adalah keseluruhannya kebiasaan, sifat alami, agama, dan harga diri. Dengan demikian, ukuran akhlak yang baik adalah jika ia sesuai dengan syariat Allah, berhak mendapatkan ridhaNya, dan dalam memegang akhlak yang baik ini sambil memperhatikan
41
pribadi, keluarga, dan masyarakat, sehingga di dalamnya terdapat kebaikan dunia akhirat. H. Fungsi dan Manfaat Ilmu Akhlak Berdasarkan definisi akhlak yang telah dijelaskan, maka dapat dipahami bahwa faedah mempelajari ilmu akhlak itu adalah sangat penting dan mendasar, di antara urgensinya Ahmad Amin, sebagaimana dikutip Zahrudin (2004:16) menjelaskan bahwa: 1. Ilmu akhlak dapat menyinari orang dalam memecahkan kesulitankesulitan rutin yang dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari yang berkaitan dengan perilaku. 2. Dapat menjelaskan kepada orang sebab atau illat untuk memilih perbuatan yang baik dan lebih bermanfaat. 3. Dapat membendung dan mencegah kita secara kontinyu untuk tidak terperangkap kepada keinginan-keinginan nafsu, bahkan mengarahkannya kepada hal yang positif dengan menguatkan unsur iradah. 4. Manusia atau orang banyak mengerti benar-benar akan sebabsebab melakukan atau tidak akan melakukan suatu perbuatan, di mana dia akan memilih pekerjaan atau perbuatan yang nilai kebaikannya lebih besar. 5. Mengerti perbuatan baik akan menolong untuk menuju dan menghadapi perbuatan itu dengan penuh minat dan kemauan. Orang yang mengkaji ilmu akhlak akan tepat dalam memvonis
42
perilaku orang banyak dan tidak akan mengikuti sesuatu tanpa pertimbangan yang matang lebih dahulu. I. Objek Pembahasan Akhlak Akhlak dalam ajaran agama tidak dapat disamakan dengan etika, jika etika dibatasi pada sopan santun antar sesama manusia, serta hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah. Akhlak lebih luas maknanya dari pada yang telah dikemukakan terdahulu serta mencakup pula beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriah. Misalnya yang berkaitan dengan sikap batin maupun pikiran. Akhlak diniyah (agama) mencakup berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa) (Shihab, 1997:261). Berikut upaya pemaparan sekilas beberapa sasaran akhlak islamiyah (Shihab, 1997:261): 1. Akhlak Terhadap Allah Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifatsifat terpuji; demikian agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya. Oleh karena itu para malaikat senantiasa memuji-Nya. Teramati bahwa semua makhluk selalu menyertakan pujian mereka kepada Allah dengan menyucikan-Nya dari segala kekurangan. Semua makhluk tidak dapat mengetahui dengan baik
43
dan benar betapa kesempurnaan dan keterpujian Allah SWT. Itu sebabnya mereka sebelum memujinya bertasbih terlebih dahulu dalam arti menyucikannya. Jangan sampai pujian yang mereka sampaikan tidak sesuai dengan kebesaran-Nya. Bertolak dari kesempurnaan-Nya tidak heran kalau al-Qur’an memerintahkan manusia untuk berserah diri kepada-Nya, karena segala yang bersumber dari-Nya adalah baik, benar, indah, dan sempurna. 2. Akhlak Terhadap Sesama Manusia Banyak
sekali
rincian
yang
dikemukakan
al-Quran
berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk dalam hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan halhal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai pada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang di belakangnya, tidak peduli aib itu benar atau salah. Walaupun sambil memberikan materi kepada yang disakiti hatinya itu. Setiap ucapan haruslah ucapan yang baik. Bahkan lebih tepat jika kita berbicara sesuai dengan keadaan dan kedudukan mitra bicara, serta harus berisi perkataan yang benar. Tidak wajar seseorang mengucilkan seseorang atau kelompok lain, tidak wajar pula berprasangka buruk tanpa alasan, atau menceritakan keburukan seseorang, dan menyapa atau memanggilnya dengan sebutan buruk. Seperti firman Allah swt.:
44
ْ ُ ُ …. ٗ ۡ ُ … َو ا ِ ِس Artinya: “...serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia....”. (QS. Al-Baqarah: 83) Yang Pemaafan
ini
melakukan
kesalahan
hendaknya
disertai
hendaknya kesadaran
dimaafkan. bahwa
yang
memaafkan berpotensi pula melakukan kesalahan. Di dunia barat, sering dinyatakan, bahwa “Anda boleh melakukan perbuatan apa pun selama tidak bertentangan dengan hak orang lain”, tetapi dalam al-Qur’an ditemukan anjuran, “Anda hendaknya mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan anda sendiri.” Seperti firman Allah swt.:
ٞ َ …. ۚ َ َ ۡ
َ َ َۡ َ ۡ ُ َ ََ َ ُ ۡ ُ َ ِ ِ …و ِ ون أ ِ ِ و ن
Artinya: “...dan mereka mengutamakan orang lain atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan….”. (QS. AlHasyr : 9) Jika ada orang yang digelari gentleman -yakni yang memiliki harga diri, berucap benar, dan bersikap lemah lembut (terutama kepada wanita) seorang muslim yang mengikuti petunjuk-petunjuk akhlak al-Qur’an tidak hanya pantas bergelar demikian, melainkan lebih dari itu, dan orang demikian dalam bahasa al-Qur’an disebut al-muhsin. 3. Akhlak Terhadap Lingkungan Yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan,
45
maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya akhlak manusia terhadap lingkungan yang diajarkan al-Qur’an terhadap lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan antara manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serat pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Seperti firman Allah swt:
َ ِ ِ ۡ ُ ۡ … َو َ َ ۡ ِ ٱ ۡ َ َ َد ٱ ۡ َ ِض إن ٱ َ َ ُ ِ ٱ ِ ِ
Artinya:”... Dan janganlah kamu berbuat kerusukan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS. Al-Qashas : 77) Dalam
pandangan
akhlak
Islam,
seseorang
tidak
diperkenankan mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan
kepada
makhluk
untuk
mencapai
tujuan
penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain, “setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan terhadap diri manusia sendiri”. Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh Allah SWT. Dan menjadi milik-Nya, 46
serta semua memiliki ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim untuk menyadari bahwa semuanya adalah “umat” Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik. Karena itu dalam al-Qur’an surat Al-An’am [6]:38 ditegaskan bahwa binatang melata dan burung-burung pun adalah umat seperti manusia juga, sehingga semuanya “tidak boleh diperlakukan secara aniaya”. Bahwa semuanya adalah milik Allah, mengantarkan manusia kepada kesadaran bahwa, apa pun yang berada di dalam genggaman tangannya, tidak lain kecuali amanat yang harus dipertanggungjawabkan. “Setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap angin sepoi yang berhembus di udara, dan setiap tetes hujan yang tercurah dari langit akan dimintakan pertanggung jawaban manusia menyangkut pemeliharaan dan pemanfaatannya”. J. Metode Pendidikan Akhlak Metode pendidikan akhlak adalah suatu cara untuk menyampaikan bimbingan dalam rangka membentuk akhlakul karimah. Berkaitan dengan metode pendidikan akhlak, Islam mencakup metode secara luas. Namun metode yang mengandung nilai moralitas dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang ada dalam tujuan pendidikan anak dalam Islam. Di antara metode-metode dalam pendidikan akhlak adalah: 1.
Metode Keteladanan
47
Ini adalah salah satu teknik pendidikan yang efektif dan sukses. Menulis atau menyusun sebuah metodologi pendidikan adalah mudah. Namun hal itu hanya tetap akan menjadi tulisan di atas kertas selama tidak diwujudkan dalam kehidupan nyata, dengan tingkah laku dan tindak tanduk. Pada diri anak terdapat potensi imitasi dan identifikasi terhadap seorang tokoh yang dikaguminya, sehingga kepada mereka seorang pendidik (guru atau orang tua) harus mampu memberikan suri tauladan yang baik. Keteladanan ini sangat efektif digunakan yaitu contoh yang jelas-jelas baik agar ditiru oleh anak didik (Quthb, 1993:325). 2.
Metode Kisah atau Cerita Pentingnya metode kisah atau cerita ini diungkapkan oleh M. Quraisy Shihab (1996:175), sebagai berikut: “Salah satu metode yang digunakan Al-Qur’an untuk mengarahkan manusia ke arah yang dikehendaki adalah dengan menggunakan “kisah”. Setiap kisah menunjang materi yang disajikan baik kisah tersebut benar-benar terjadi maupun kisah-kisah simbolik”. Ada beberapa kelebihan dan keistimewaan pada metode cerita ini di bandingkan metode yang lain. Pertama cerita itu mengandung unsur hiburan. Tabiat manusia menyukai hiburan untuk meringankan beban hidup sehari-hari. Kedua di dalam cerita atau kisah terdapat karakter-karakter tertentu yang bisa menjadi model (teladan) bagi pembentukan
48
watak dan tingkah laku. Dengan demikian metode cerita mempunyai dua tujuan sekaligus, hiburan dan pendidikan. alQur’an penuh dengan kisah-kisah nabi dalam berjuang menegakkan kebenaran. Para sufi seperti Rumi, Fariduddin Attar juga lebih memilih menggunakan kisah dan tamsil untuk menyampaikan ajaran-ajarannya. 3.
Metode Pembiasaan atau Latihan Pembiasaan atau latihan sangat diperlukan dalam mewujudkan akhlak yang berbudi baik pada anak. Hal ini lazim digunakan untuk menegakkan sikap disiplin terhadap perilaku anak didik. Pentingnya pembiasaan dan latihan ini menurut pendapat Zakiah Daradjat (1993:77) adalah: “Pembiasaan dan latihan tersebut akan membentuk sikap tentunya pada anak yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan lagi, karena telah masuk menjadi bagian dari pribadinya”.
4.
Metode Pengawasan Para orang tua hendaknya memperhatikan apa yang dibaca anak, buku, majalah, dan brosur-brosur. Jika di dalamnya terdapat pikiran-pikiran menyeleweng, prinsispprinsip atheis dan kristenisasi, maka hendaknya segera merampasnya. Di samping itu, memberi pengertian kepada anaknya
bahwa
di
dalamnya
terdapat
sesuatu
yang
membahayakan kemurnian iman. Juga memperhatikan teman-teman sepergaulannya. Gunakanlah kesempatan untuk
49
memberikan pengertian dan pengarahan kepada si anak. Sehingga ia kembali kepada yang hak, kepada petunjuk, berjalan pada jalan yang lurus. Tingkat SLTP adalah merupakan masa yang sangat rawan. Masa transisi seorang anak terjadi pada tingkat SLTP. Di tingkat inilah ada istilah baru yang menggantikan secara drastis istilah remaja, yaitu ABG (Anak Baru Gede). Tidak hanya keyakinan-keyakinan kita yang terpengaruh oleh faktor-faktor sosial, pola-pola ekspresi emosional kita pun, sampai batas akhir, bisa dibentuk oleh lingkungan sosial kita (Robert, 2000:37). Demikianlah metode Islam dalam pendidikan dengan pengawasan. Metode tersebut, seperti yang kita lihat, adalah metode yang lurus. Jika diterapkan, maka anak kita akan menjadi penyejuk hati, menjadi anggota masyarakat yang shaleh, bermanfaat bagi umat Islam. Karenanya, hendaklah kita senantiasa memperhatikan dan mengawasi anak-anak dengan sepenuh hati, pikiran, dan perhatian. Perhatian segi keimanan, rohani, akhlak, ilmu pengetahuan, pergaulan dengan orang lain, sikap emosi, dan segala sesuatunya. Dengan begitu anak kita akan menjadi seorang yang bertakwa, disegani, dihormati, dan terpuji. Ini semua tidak mustahil jika ia diberi pendidikan yang baik, dan kita berikan
50
sepenuhnya hak serta tangung jawab kita kepadanya (Ulwan, 2009:303). Di samping itu, diharapkan orang tua memperhatikan (mengawasi)
agar
anak
jangan
sampai
melihat
dan
menyaksikan pornografis, baik dalam film, televisi atau gambar-gambar cabul (telanjang), karena bisa mengakibatkan terhentinya fungsi akal. Secara bertahap, kebiasaan itu akan membinasakan kemampuan mengingat (belajar) dan berfikir jernih.
51
BAB III GAMBARAN UMUM KITAB SYI”IR NGUDI SUSILO A. Biografi KH. Bisri Musthofa KH. Bisri Musthofa lahir pada tahun 1915 M. Di kampung Sawahan Gg. Palen Rembang Jawa Tengah. Ia adalah anak dari pasangan suami istri H. Zainal Musthofa dan Chodijah yang telah memberinya nama Mashadi. Mashadi adalah nama dari KH. Bisri Musthofa yang kemudian setelah ia menunaikan ibadah haji diganti menjadi Bisri Musthofa (Huda, 2005:8). Mashadi adalah anak pertama dari empat bersaudara, yaitu Mashadi, Salamah (Aminah), Misbach, dan Ma’shum yang merupakan anak-anak kandung dari pasangan H. Zainal Musthofa dan Chodijah. Selain itu pasangan ini mempunyai anak-anak tiri dari suami atau istri sebelumnya. Sebelum H. Zainal Musthofa menikah dengan Chodijah, ia telah menikah dengan Dakilah, dan dikaruniai dua orang anak, yaitu Zuhdi dan Maskanah. Sedangkan Chodijah juga sebelumnya telah menikah dengan Dalimin, dan juga dikaruniai dua orang anak, yaitu Achmad dan Tasmin. Ayah Mashadi yaitu H. Zainal Musthofa adalah anak dari Podjojo atau H. Yahya. Sebelum naik haji H. Zainal Musthofa bernama Djaja Ratiban, yang kemudian terkenal dengan sebutan Djojo Mustopo. Beliau ini adalah seorang pedagang kaya dan bukan seorang kiai. Akan tetapi
52
beliau merupakan orang yang sangat mencintai kiai dan alim ulama, di samping orang yang sangat dermawan. Dari keluarga ibu (Chodijah) Mashadi masih mempunyai darah Makasar, karena Chodijah merupakan anak dari pasangan Aminah dan E. Zajjadi. E. Zajjadi adalah kelahiran Makasar dari ayah bernama E. Sjamsuddin dan ibu Datuk Djijah (Huda, 2005:9). Tahun 1923 merupakan tahun terberat yang harus dialami KH. Bisri Musthofa. Pada tahun tersebut ia harus rela ditinggalkan ayah handanya yang lebih dahulu kembali kepada sang pencipta. Peristiwa tersebut dinamakan peristiwa Jeddah, karena pada saat itu KH. Bisri Musthofa beserta keluarga sedang menunaikan ibadah haji. Akan tetapi ketika perjalanan pulang sang ayah mengalami sakit keras sang akhirnya berujung dengan kematian. Babak kehidupan baru bagi KH. Bisri Musthofa pun dimulai. Sebelumnya, ketika sang ayah masih hidup seluruh tangung jawab dan urusan-urusan serta keperluan keluarga, termasuk keperluan Bisri, menjadi tanggung jawab sang ayah. Oleh karena itu, sepeninggalnya H. Zainal Musthofa, ayahnya, keluarga Bisri merasakan ada perubahan yang besar dari kehidupan sebelumnya. Sepeninggal ayahnya itu, tanggung jawab keluarga termasuk Bisri berada di tangan H. Zuhdi, kakak tiri Bisri. H. Zuhdi, kakak tiri Bisri, kemudian mendaftarkan Bisri ke sekolah HIS (Hollands Inlands School) di Rembang. Bisri diterima masuk sekolah
53
HIS, sebab ia diakui sebagai keluarga Raden Sudjono, mantri guru HIS yang bertempat tinggal di Sawahan Rembang Jawa Tengah dan menjadi tetangga keluarga Bisri. Akan tetapi setelah KH. Cholil Kasingan mengetahui bahwa Bisri sekolah di HIS, maka beliau langsung datang ke rumah H. Zuhdi di Sawahan dan memberikan nasihat untuk membatalkan dan mencabut dari pendaftaran masuk sekolah di HIS. Hal ini dilakukan olaeh KH. Cholil dengan alasan bahwa HIS adalah sekolah milik penjajah Belanda yang dikhususkan bagi para anak pegawai negeri yang berpenghasilan tetap. Sedangkan Bisri hanya anak seorang pedagang dan tidak boleh mengaku atau diakui sebagai keluarga orang lain hanya untuk bisa belajar di sana. Alasan lain KH. Cholil adalah bahwa beliau khawatir Bisri nantinya memiliki watak seperti penajajah Belanda jika ia masuk sekolah di HIS. Selanjutnya Bisri masuk sekolah Ongko 2. Bisri menyelesaikan sekolah Ongko 2 selama tiga tahun dan lulus dengan mendapatkan sertifikat (Huda, 2005:12). Sebelum berangkat sekolah Ongko 2 Bisri biasanya belajar mengaji Al-Qur’an kepada KH. Cholil Sawahan. Dan setelah masuk sekolah Ongko 2ia tidak bisa mengaji lagi karena waktunya bersamaan. Oleh karena itu ia memilih mengaji kepada sang kakak, yaitu H. Zuhdi. Pada tahun 1925 M. Bisri bersama Muslich (Maskub) oleh kakaknya, H. Zuhdi diantar ke Pondok Pesantren Kajen, pimpinan KH. Chasbullah untuk mondok bulan puasa. Akan tetapi baru tiga hari mereka
54
mondok, Bisri sudak tidak kerasan. Akhirnya mereka pulang dan kembali ke Rembang. Setelah lulus sekolah Ongko 2 pada tahun 1926. Bisri diperintahkan oleh H. Zuhdi untuk turut mengaji dan mondok pada Kiai Cholil Kasingan. Pada awalnya Bisri tidak berminat belajar di pesantren. Sehingga hasil yang dicapai dalam awal ia mondok di Kasingan sangat tidak memuaskan. Hal tersebut disebabkan oleh kemauan yang rendah, KH. Cholil dianggap sebagai sosok yang galak, kurang mendapat tanggapan yang baik dari teman-temannya dan bekal uang saku yang menurut Bisri dirasa kurang cukup. Akhirnya Bisri merasa tidak kerasan dan selalu bermain-main dengan teman-teman sekampungnya. Setalah tidak mondok beberapa bulan, maka permulaan tahun 1930 M. Bisri diperintahkan untuk kembali ke Kasingan untuk belajar mengaji dan mondok kepada KH. Cholil. Bisri kemudian kepada ipar KH. Cholil yang bernama Suja’i. Jadi Bisri tidak langsung mengaji kepada KH. Cholil, akan tetapi ia terlebih dahulu belajar mengaji kepada Suja’i tersebut. Oleh Suja’i Bisri tidak diajari macam-macam kitab, tetapi ia hanya diajari kitab Alfiyah Ibnu Malik. Sehingga tiap hari yang ia pelajari hanyalah satu kitab itu. Akhirnya Bisri menjadi santri yang sangat mengusai kitab tersebut.
55
Setelah satu tahun ia mempelajari Alfiyah maka ketika ada pengajian kitab Alfiyah oleh KH. Cholil sendiri maka Suja’i mengizinkan Bisri untuk ikut serta dalam pengajian tersebut dan diharuskan duduk paling depan agar lebih faham serta dapat dengan cepat menjawab seluruh pertanyaan yang nantinya diajukan oleh KH. Cholil. Satu tahun kemudian Bisri mulai ikut mengaji Fathul Mu’in. Setelah selesai belajar kedua kitab tersebut (Alfiyah dan Fathul Mu’in) maka barulah Bisri mempelajari kitabkitab yang lain. Di antaranya Fathul Wahab, Iqna’, Jam’ul Jawani, Uqudul Jumam, dll (Huda, 2005:14). Pada tahun 1932 Bisri meminta restu kepada KH. Cholil untuk pindah ke Pesantren Termas, waktu itu diasuh oleh K. Dimyati. Akan tetapi, permintaan itu tidak dikabulkan oleh KH. Cholil. Bahkan sang kiai dengan nada yang lantang dan keras melarang Bisri untuk ke Termas. Beliau mengatakan bahwa di Kasingan pun Bisri tidak akan bisa menghabiskan ilmu yang diajarkan. Akhirnya, Bisri tetap tinggal di Kasingan karena ia tidak berani melanggar titah KH. Cholil. Belakangan diketahui bahwa KH. Cholil berminat mengambil Bisri sebagai menantunya, yang akan disandingkan dengan putrinya Mar’fuah. Dan pada bulan Juni 1935 atau 17 Rajab 1354 H dilaksanakan akad pernikahan Bisri dengan Marfuah. Pada waktu itu Bisri berumur 20 tahun dan Marfu’ah 10 tahun. Pada bulan Sya’ban pada tahun perkawinan Bisri dengan Marfu’ah, KH. Cholil memerintahkan Bisri untuk turut khataman kitab Bukhari 56
Muslim kepada Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari di Tebuireng Jombang Jawa Timur. Pengajian mulai tanggal 21 Sya’ban 1354 H, tetapi yang dibaca adalah kitab Muslim dan Tajrid Bukhari. Sebagaimana diketahui Bisri telah menjadi menantu KH. Cholil. Menjadi menantu kiai enak-enak susah. Bagi yang pintar memang enak karena bisa langsung ikut mengajar. Tetapi bagi yang ilmunya pas-pasan adalah suatu hal yang susah dan membingungkan. Hal ini yang dialami oleh Bisri. Para santri menganggapnya sebagai orang yang pintar dan menguasai ilmu. Akan tetapi Bisri sendiri merasa bahwa ia belum mampu dan belum cukup ilmu. Terlebih dengan telah wafatnya K. Dimyati Termas, maka banyak santri-santri dari sana yang pindah ke Kasingan untuk melanjutkan mengaji. Kebanyakan mereka meminta untuk mengaji kepada Bisri dengan pengajian kitab-kitab yang belum pernah Bisri pelajari. Akhirnya Bisri menggunakan prinsip belajar candak kulak (belajar sambil mengajar) (Huda, 2005:16). Tidak betah dengan model candak kulak. Bisri ingin meninggalkan Rembang untuk belajar lagi dan memperdalam ilmu. Sehingga ketika musim haji tiba, Bisri nekat pergi ke Makkah dengan uang tabungan dan hasil jual kitab Bijurumi Iqna’ kitab milik KH. Cholil. Harga tiket berangkat haji pada waktu itu adalah Rp. 185. Pada tahun 1936 M berangkatlah Bisri ke Makkah untuk ibadah haji tanpa bekal yang cukup. Selama di Makkah ia menumpang di rumah Syaikh Chamid Said sebagai khadam atau pembantu. 57
Menjelang rombongan haji pulang ke tanah air. Bisri sedih teringat bahwa dirinya menjadi menantu seorang kiai dengan ilmu yang pas-pasan. Sehingga bersama dua orang temannya, yaitu Suyuti Cholil dan Zuhdi dari Tuban. Bisri memutuskan bermukim untuk memperdalam ilmunya di Makah. Ia berguru kepada KH. Bakir, Syaikh Umar Chamdan al-Maghribi, Syekh Maliki, Sayyid Amin, Syaikh Hasan Masysyath, Sayyid Alawie, dan KH. Abdul Muhaimin (Huda, 2005:17). Setahun lamanya KH. Bisri belajar di Makkah. Pada musim haji berikutnya KH. Bisri mendapatkan surat dari KH. Cholil yang isinya bahwa ia harus segera pulang ke Rembang. Dengan berat hati akhirnya KH. Bisri bersama kedua temannya pulang kembali ke Rembang pada tahun 1937 M. Selama menjadi suami dari Nyai Marfu’ah KH. Bisri dikaruniai delapan oang anak, yaitu: Cholil (lahir tahun 1941), Musthofa (lahir tahun 1943), Adieb (lahir tahun 1950), Faridah (lahir tahun1952), Najichah (lahir tahun 1955), Labib (lahir tahun 1956), Nihayah (lahir tahun 1958), Atikah (lahir tahun 1964). Seiring berjalannya waktu tanpa sepengetahuan keluarga termasuk istrinya sendiri Nyai Marfu’ah, KH. Bisri kemudian menikah lagi dengan seorang perempuan asal Tegal Jawa Tengah yang bernama Umi Atiyah. Peristiwa itu terjadi kira-kira pada tahun 1967 M. Dalam pernikahan tersebut KH. Bisri dikarunia seorang anak laki-laki bernama Maemun
58
(Huda, 2005:22) . Dan pada tahun 1977 tepatnya pada 17 Februari 1977 M atau 27 Shofar 1397 H, KH. Bisri Musthofa Mengembuskan nafas terakhirnya diusia 62 tahun.
B. Karya-Karya KH. Bisri Musthofa Hasil karya KH. Bisri Musthofa umumnya mengenai masalah keagaamaan yang meliputi berbagai bidang di antaranya: ilmu Tafsir dan Tafsir, ilmu Hadits dan Hadits, ilmu Nahwu, ilmu Sharaf, Fiqih, Akhlak dan lain sebagainya. Kesemuanya kurang lebih berjumlah 176 judul. Bahasa yang dipakai bervariasi, ada yang berbahasa jawa bertuliskan arab pegon, ada yang berbahasa Indonesia bertuliskan arab pegon, ada yang berbahasa Indonesia bertuliskan huruf Latin, dan ada juga yang menggunakan bahasa Arab (Huda, 2005: 72). Berikut adalah sebagian besar karya-karya KH. Bisri Musthofa adalah sebagai berikut (Huda, 2005: 73): 1. Bidang Tafsir Selain tafsir Al Ibriz, KH. Bisri Musthofa juga menyusun kitab Tafsir Surat Yasin. Tafsir ini bersifat sangat singkat dapat digunakan para santri serta dai di pedesaan. Termasuk karya beliau dalam bidang tafsir ini adalah al-Iksier yang berarti “ Pengantar Ilmu Tafsir” ditulis sengaja untuk para santri yang sedang mempelajari ilmu tafsir. 59
2. Hadits Beberapa kitab hadis yang beliau susun diantaranya: a. Sullamul Afham, terdiri dari 4 jilid, berupa terjemah dan penjelasan. Didalamnya memuat hadist-hadist hukum syara’ secara lengkap dengan keterangan yang sederhana. b. Al Azwad al Musthofawiyah, berisi tafsiran Hadist Arba’in Nawawi untuk para santri pada tingkatan Tsanawiyah. c.
Al – Mandhomatul Baiquny, berisi ilmu Musthalah al Hadist yang berbentuk nadham.
3. Aqidah. a. Rawihatul Aqwam. b. Durarul Bayan. 4. Syari’ah a. Sullamul Afham li Ma’rifati Al Adillatil Ahkam fi Bulughil Maram. b. Qawa’id Bahiyah, Tuntunan Shalat dan Manasik Haji c. Islam dan Shalat 5. Akhlak / Tasawuf a. Washaya al-Abaa’ lil Abna b. Syi’ir Ngudi Susilo c. Mitra Sejati d. Qashidah al-Ta’liqatul Mufidah (Syarah Qashidah al Munfarijah karya Syeikh Yusuf al Tauziri dari Tunisia).
60
6. Ilmu Bahasa Arab a. Jurumiyah b. Nadham ‘Imrithi c. Alfiah Ibn Malik d. Nadham al-Maqhsud e. Syarah Jauhar Maknun 7. Ilmu Mantiq / Logika. Tarjamah Sullamul Munawarraq, memuat dasar-dasar berpikir yang sekarang dikenal dengan ilmu Mantiq dan logika. 8. Sejarah a. An-Nibrasy b. Tarikhul Anbiya c. Tarikhul Awliya 9. Bidang Lain, diantaranya a. Buku tuntunan para modin berjudul Imamuddin. b. Tiryaqul Aghyar terjemah Qashidah Burdaul Mukhtar. c. Kitab kumpulan do’a berjudul Al Haqibah C. Tipologi dan Gambaran Umum Kitab Syi’ir Ngudi Sulilo 1. Tipologi Kitab Syi’ir Ngudi Sulilo Kitab syi’ir Ngudi Susilo merupakan buku yang berisi materi tentang akhlak. Kitab ini pada awalnya di gunakan untuk materi pengajaran di Pondok-pondok pesantren di Jawa, terutama Jawa wilayah Pantura khususnya daerah Rembang. Pengarang kitab ini
61
adalah sosok Kiai ternama di Pantura Jawa pada masanya, yaitu Kyai Bisri Musthofa. Kitab Ngudi Susilo yang terdiri dari 84 bait ini di tulis dengan menggunakan huruf arab Pegon yaitu modifikasi huruf arab dengan ejaan Bahasa Jawa. Kitab disusun berdasarkan kaidah penulisan syi’ir Arab. Cara pengajaran dilakukan dengan cara dilantunkan dengan tembang (bernyanyi). Orang Jawa santri menyebutnya syingiran atau singiran.
Tujuan
bersyi’ir
ini
adalah
untuk
mempermudah
menghafalkan isi materi dari syi’ir yang berupa materi pelajaran akhlak. Di kalangan pesantren ada kaidah yang menyebutkan bahwa pemahaman tidak akan sempurna kecuali dengan menghafal. Kitab Ngudi Susilo, selesai disusun pada bulan Jumadil Akhir, tahun 1373 H di Kota Rembang. Tidak ada catatan pasti kapan kitab ini mulai di susun dalam bentuk cetak. Percetakan pertama yang memperbanyak kitab yaitu Muria Kudus, kitab Ngudi Susilo telah beberapa kali dilakukan penerbitan ulang. Akan tetapi, tidak ada penjelasan secara pasti jumlah edisi dan tahun cetak. Dilihat secara fisik, kitab ini termasuk kitab termasuk kitab saku karena ukurannya yang relatif kecil. Kitab dijilid dalam bentuk buku berukuran 1/4 kertas folio, yaitu panjang 14 cm dan lebar 9 cm. Ketebalan kitab juga relatif sedikit, hanya 16 halaman. Dalam cover kitab tertulis, Syingir Ngudi Susilo: suko pitedah kanti terwilo yang berarti Syair Belajar Akhlak: yang memberi Petunjuk dengan 62
Jelas. Kemudian tepat di bawah identitas kitab tertulis nama pengarang yaitu Kiai Bisri Musthofa Rembang. 2. Gambaran Umum Kitab Syi’ir Ngudi Susilo Teks syi’ir ngudi susilo ini dimulai dengan basmallah yang menjadi pembukaan dari bagian pertama yaitu muqaddimah dan sebuah pengantar yang menjelaskan sedikit dari isi kitab syi’ir ini. Kemudian berikut ini adalah bab-bab yang terdapat kitab syi’ir ngudi susilo: a. Bab I adalah Bab Ambagi waktu. b. Bab II adalah Ing Pamulangan. c. Bab III adalah Mulih Saking Pamulangan. d. Bab IV adalah Ana Ing Omah. e. Bab V adalah Karo Guru. f. Bab VI adalah Ana Tamu. g. Bab VII adalah Sikep Lan Lagak. h. Bab VIII adalah Cita-Cita Luhur. (Musthofa, 1954:2) Selanjutnya berangkat dari penjabaran bab-bab di atas. inilah isi dari tiap bab dalam kitab syi’ir ngudi susilo: a. Muqaddimah.
ﻋﻠﻰ اﺣﻤﺪ ﺧﯿﺮ ﻣﻦ رﻛﺐ اﻟﻨﺠﺎﺋﺐ# ﺻﻼة ﷲ ﻣﺎﻻﺣﺖ ﻛﻮاﻛﺐ ﻧﺒﯿﮭﺎﻛﻰ ﺗﯿ ﻜﮫ ﻻﻛﻮ ا ﻜ اوون#اﯾﻜﻰ ﺷﻌﺮ ﻛ ﻮ ﺑﻮ ﭼﮫ ﻟﻨﺎڠ وادون
63
ﺳﺮطﺎ ﻧﺮا ﺎﻛﻰ ﺑﻮدى ﻛ ﻓﺮاﯾﻮ ﺎ #ﻛ ﻮ داﻻن ﻓﺪا ﻣﻠﺒﻮا اڠ ﺳﻮار ﺎ ﺑﻮﭼﮫ اﯾﻜﻮ وﯾﻮﯾﺖ ﻋﻤﺮ ﻓﯿﺘﻮڠ ﺗﮭﻮن #ﻛﻮدو اﺟﺎر طﺎطﺎ ﻛﺒﯿﻦ اورا ﺘﻮن ﻛﻮدو ﺗﺮﺳﻨﺎ رﯾ اﯾﺒﻮﻧﻰ ﻛ
ﺮوﻣﺎﺗﻰ #ﻛﺎوﯾﺖ ﭼﯿﻠﯿﺊ ﻣﺮاڠ ﺑﻔﺎ ﻛ
ﻤﺎﺗﻰ
اﯾﺒﻮ ﺑﻔﺎ رﯾﻮا ﺎﻧﺎ ﻟﻤﻮن رﯾﻔﻮت #اﺟﺎ ﻛﯿﺎ ووڠ ﻤﺎ ﻮس ا ﻜ وا ﻜﻮت ﻟﻤﻮن اﯾﺒﻮ ﺑﻔﺎ ﻓﺮﻧﺘﮫ ا
ﺎل ﺗﻨﺪاڠ #اﺟﺎ ﺑﻨﺘﮫ اﺟﺎ ﺳ ﻮل اﺟﺎ ﻣﻤﻔﺎڠ.
اﻧﺪاف اﺳﻮر اڠ ووڠ ﺗﻮوا ﻧﺠﺎن ﻟﯿﺎ #ﺗﺘﻔﺎﻧﺎ اﺟﺎ ﻛﯿﺎ راﺟﺎ ﻛﺎﯾﺎ ﻮﻧﯿﻢ اﻟﻮس اﻟﻮن ﻟﯿﺮﯾﮫ ا ﻜ ﺗﺮاڠ #اﺟﺎﻛﺎﺳﺮ اﺟﺎ ﻣﯿﺴﻮه ﻛﺎﯾﺎ ﺑﻮﺟﺎڠ ﯾﯿﻦ ووڠ ﺗﻮوا ﻟﯿ ﮫ ﯿﺴﻮر ﺳﯿﺮااﺟﺎ #ﻓﯿﺴﺎن ﻟﻮ ﻮه دوور ﻛﺎﯾﺎ ﺟﺎﻣﺎﺟﻮﺟﺎ ﯾﯿﻦ ووڠ ﺗﻮوا ﺳﺎرى اﺟﺎ ﯿ ﯿﺮ ﻮﯾﻮن #ﻟﻤﻮن ﺳﯿﺮا ﻧﻮﺟﻮ ﻣﺎﭼﺎ ﻛﻮدو اﻟﻮن ﻟﻤﻮن ﺳﯿﺮا ﻟﯿﻮات اﻧﺎ اڠ ﺎرﻓﻰ #ﻛﻮدو ﻧﻮوون اﻣﯿﺖ ﺳﺮطﺎ دﯾﻔﻲ دﯾﻔﻲ ﻟﻤﻮن اﯾﺒﻮ ﺑﻔﺎ دوﻛﺎ ﺑﭽﯿﺊ ﻣﻨﯿ #اﺟﺎ ﻣﯿﻠﻮ ﻓﺎدون او ﺎ اﺟﺎ ﺮﻧ Syi’ir ini untuk anak laki-laki dan perempuan Menjauhkan tingkah laku yang buruk. Serta menerangkan budi pekerti yang bagus Sebagai jalan menuju ke surga Anak mulai usia tujuh tahun Harus diajari budi pekerti yang baik agar tidak menyesal Harus mencintai ibu yang merawatnya Dari kecil dan terhadap ayah juga harus mencintainya Bantulah ibu dan ayah ketika mereka sibuk Jangan seperti orang tak tau diri yang sombong Ketika ayah dan ibu memerintah segera laksanakan Jangan membantah, membentak, dan menantang
64
Rendah diri terhadap orang tua walaupun orang lain Perhatikanlah jangan seperti hewan Berbicaralah yang halus, pelan dan jelas, jangan kasar Jangan memaki seperti berandalan Ketika orang tua duduk dibawah, Jangan sesekali kamu duduk d iatas seperti kera Ketika orang tua sedang tidur jangan berisik Walaupun sedang belajar harus secara pelan Ketika kamu berjalan di depanya Harus permisi serta merendah Ketika ibu ayah marah lebih kamu diam Jangan ikut-ikutan marah dan juga menggerutu. b. Bab I: Bab Ambagi waktu
()ﺑﺎب اﻣﺒ ﻰ وﻗﺖ اﺟﺎ ﻓﯿﺠﺮ دوﻻن ﻨﺘﻰ ﻻﻟﻰ ﻣ ﺎن# دادى ﺑﻮﭼﮫ ﻛﻮدو اﺟﺎر ﺑﺎ ﻰ زﻣﺎن ا ﺎل ﺗﻨﺪاڠ ﭼﯿﻜﺎت ﭼﻜﯿﺖ اﺟﺎ و ﮫ# ﯾﯿﻦ واﯾﺎھﻰ ﺻﻼة اﺟﺎ ﺗﻮ ﻮ ﻓﺮﻧﺘﮫ ﻛﺎﺑﯿﮫ ﻣﺎھﻮ ﺎﺗﯿﻜﺎﻛﻰ ﻛﻠﻮان ﺗﻮھﻮ# واﯾﮫ ﺎﺟﻰ واﯾﮫ ﺳﻜﻮﻟﮫ ﺳﯿﻨﺎھﻮ وﺿﻮ ﻧﻮﻟﻰ ﺻﻼة ﺧﺸﻮع ا ﻜ ﺑ ﻮس# ﻛﻨﻄﻮڠ ﺻﺒﺢ ا ﺎل ﺗﺎ ﻰ ﻧﻮﻟﻰ ادوس ﻛ ﻓﺮاﯾﻮ ﺎ ﻛﺎﯾﺎ ﯾﺎﻓﻮﻧﻰ اوﻣﺎھﻰ# راﻣﻔﻮڠ ﺻﻼة ﺗﻨﺪاڠ ﺎوى اﻓﺎ ﺑﺎھﻰ ﻧﺠﺎن ﻧﻤﻮڠ ﺳﯿﻄﺊ دادﯾﯿﺎ وﯾﺮﯾﺪان#ﻟﻤﻮن اورا اﯾﯿﺎ ﻣﭽﺎ ﻣﭽﺎ ﻗﺮان طﺎطﺎﻛﺮاﻣﺎ ﻟﻦ اداﺑﻰ ﻓﺪاﺑﺎھﻰ# ﺑﻮدال ﺎﺟﻰ اوان ﺑ ﻰ ﺳﻜﺎ ﺑﯿﮭﻰ Jadi anak harus bisa membagi waktu Jangan sibuk bermain sampai lupa makan Ketika datang waktu sholat jangan tunggu perintah Segera laksanakan jangan malas Ketika mengaji, sekolah, belajar Semua tadi diperhatikan dengan sungguh-sungguh Masuk waktu subuh segera bangun lalu mandi 65
Wudlu lalu sholat dengan khusu’ dan bagus Selesai sholat segara beraktivitas apa saja Yang baik seperti menyapu rumah Ataupun membaca al-Qur’an Walaupun sedikit jadikanlah wiridan Berangkat mengaji siang atau malam Tata krama dan adabnya sama saja c. Bab II: Ing Pamulangan
()اڠ ﻓﺎﻣﻮﻻ ﺎن ا ﻜ راﺟﯿﻦ ﻛ رﺳﯿﻜﺎن٢ طﺎط# ﻟﻤﻮن ارﯾﻒ ﺑﻮدال ﻣﯿﺎڠ ﻓﺎﻣﻮﻻ ﺎن ﺟﻮاب اﯾﺒﻮ ﺑﻔﺎ ﻋﻠﯿﻜﻢ اﻟﺴﻼم# ﻧﻮﻟﻰ ﻓﺎﻣﯿﺖ اﯾﺒﻮ ﺑﻔﺎ ﻛﺎﻧﻄﻰ ﺳﻼم ﺳﻮﻓﯿﺎ اڠ ﺗﻤﺒﻰ دادى ووڠ اوﺗﻤﺎ# دي ﺳﺎ ﻮﻧﻰ اﻛﯿﮫ ﺳﯿﻄﺊ ﻛﻮدو ﺗﺮﯾﻤﺎ ﻧﻮﻣﻔﺎ ﻓﯿﻮوﻻ ﺎن ﻋﻠﻢ ﻛ وﯾ ﺎﺗﻰ# اﻧﺎ ﻓﺎﻣﻮﻻ ﺎن ﻛﻮدو ﺗﺎﻧﺴﮫ ﺎﺗﻰ واﯾﮫ ﺎﺳﻮ ﻛﻨﺎ اﺟﺎ ﻧﻤﻦ ﻮﯾﻮن# اﻧﺎ ﻛﻼس اﺟﺎ ﻨﺘﻮء اﺟﺎ ﻮﯾﻮن ﻣﻮﻧﺪاء دى واداﻧﻰ ﻛﻮﻧﭽﺎ اورا واراس# ﻛﺎرو ﻛﺎﻧﭽﺎ اﺟﺎ ﺑ ﯿﺲ ﺟﻮداس Ketika mau berangkat ke sekolah Bersiap-siaplah yang rajin dan juga bersih Lalu berpamitan kepada ibu ayah dengan salam Jawab ibu dan ayah Alaikum salam Diberi uang saku sedikit atau banyak terimalah Agar dikemudian hari jadi orang mulia Di dalam kelas haruslah memperhatikan Menerima pelajaran dengan seksama Di kelas jangan mengantuk dan bergurau Ketika istirahat boleh tapi jangan berlebihan Terhadap teman jangan kejam dan culas Agar tidak disangka teman orang gila d. Bab III: Mulih Saking Pamulangan
66
()ﻣﻮﻟﯿﮫ ﺳﻜﯿ ﻓﺎﻣﻮﻻ ﺎن دوﻻن ﺳﻼء ﻠﯿﮫ٢ اﺟﺎ ﻣﻤﻔﯿﺮ# ﺑﻮﺑﺎر ﺳﻜﯿ ﻓﺎﻣﻮﻻ ﺎن ا ﺎل ﻣﻮﻟﯿﮫ ﻛﻮدو ﻓﺮﻧﮫ راﺟﯿﻦ راﻓﻰ اﺗﻮراﻧﻰ# ﺗﯿﻜﺎن اوﻣﮫ ﻧﻮﻟﻰ ﺳﺎﻟﯿﻦ ﺳﻨﺪا ﺎﻧﻰ Selesai dari sekolah segeralah pulang Jangan mampir-mapir bermain keburu lapar Sampai rumah lekas ganti pakaian Harus rajin sesuai aturan. e. Bab IV: Ana Ing Omah
()اﻧﺎ اڠ اوﻣﮫ اﺟﺎ ﻛﺎﯾﺎ ﻛﻮﭼﯿ ﺑﻼڠ رﺑﻮت ﺗﯿﻜﻮس# ﻛﺎرو دوﻟﻮر ﻛﻮﻧﭽﺎ ا ﻜ رﻛﻮن ﺑﺎ ﻮس دادى اﻧﻮم ﻛﻮدو روﻣ ﺼﺎ ﺑﻮﭼﺎھﻰ# دادى ﺗﻮا ﻛﻮدو وروه اڠ ﺳﻔﻮھﻰ ﺳﯿﺮا اﺟﺎ ﻛﻮﻣﺎﻟﻮ ﻜﻮڠ رﯾ ووڠ ﻟﯿﯿﺎ# ﻟﻤﻮن ﺑﻔﺎ ﻋﺎﻟﻢ ﻓ ﻜﺖ ﺳﻮ ﯿﮫ ﺟﺎﯾﺎ ﻋﻠﻢ اﯾﻜﻮ ﺎﻣﻔﺎڠ اوواه ﻣﻮﻟﮫ ﻣﺎﻟﯿﮫ# ﻓ ﻜﺖ ﺎﻣﻔﺎڠ ﻣﯿ ﺖ ﺳﻮ ﯿﮫ ﻛﯿﻨﺎ ﻣﻮﻟﯿﮫ ﻛﻮدو اﺟﯿﺮ اﺟﺎ ﻣﺮ ﻮت ﻛﺎﯾﺎ ﺑﺎﯾﺎ# ارى ﻛﺎﻻ ﺳﯿﺮا ﻣﺎدف رﯾ ووڠ ﻟﯿﯿﺎ Terhadap saudara dan teman haruslah rukun Jangan seperi kucing belang berebut tikus Menjadi orang tua harus tau diri Begitu pula menjadi anak muda Ketika ayah alim, berpangkat dan kaya raya Jangan sekali-kali kamu sombong terhadap oang lain Pangkat dan kekayaan tidak bersifat kekal Alim juga mudah berubah-ubah Ketika kamu berhadapan dengan orang lain Harus bersifat ramah jangan cemberut seperti buaya f. Bab V: Karo Guru 67
)ﻛﺎرو ﻮرو( ﻣﺮاڠ ﻮرو ﻛﻮدو ﺗﻮھﻮ ﻟﻦ ﺎﺑﻜﺘﻰ #ﺳﻜﺎﺑﯿﮭﻰ ﻓﺮﻧﺘﮫ ﺑﺎ ﻮس دى ﺗﻮروﺗﻰ ﻓﯿﻮوﻻ ﻰ ﺮﺗﯿﻨﺎﻧﺎ ﻛﺎﻧﻄﻰ ﻮدي #ﻧﺼﯿﺤﺎﺗﻰ ﺗﺘﻔﺎﻧﺎ ا ﻜ ﻣﺮدى ﻻرا ﺎﻧﻰ ﺗﺒﯿﮭﺎﻧﺎ ﻛﺎﻧﻄﻰ ﯾﻜﺘﻰ #ﺳﻮﻓﺎﯾﺎ اڠ ﺗﻤﺒﻰ ﺳﯿﺮا دادي ﻣﻮﻛﺘﻰ Terhadap guru harus patuh dan berbakti Semua perintahnya yang bagus harus dilaksanakan Pahamilah pembelajarannya dengan seksama Laksanakan nasehatnya dengan sungguh-sungguh Jauhi larangan dengan hati-hati Supaya kelak kamu jadi orang yang mulia
g. Bab VI: Ana Tamu
)اﻧﺎﺗﺎﻣﻮ( ﺗﺘﻜﺎﻻﻧﻲ اﯾﺒﻮ راﻣﺎ ﻧﻮﻣﻔﺎ ﺗﺎﻣﻮ #اﺟﺎ ﺑﯿﺎﯾﺎءن ﺗ ﻜﮫ ﻓﻮﻻھﺎﻣﻮ اﺟﺎﯾﻮون دووﯾﺖ وﯾﺪاڠ ﻟﻦ ﻓ ﺎﻧﻦ #رﯾﻮﯾﻞ ﺑﯿﻜﺎﻛﺎﯾﺎ اورا ﺗﺎھﻮﻣﺎ ﻦ ﻟﻤﻮن ﺑﺎ ﺖ ﺑﻮﺗﻮه ﻛﻮدو ﺻﺒﺮ دﯾﺴﯿﺊ #ﻨﺘﻰ ﺗﺎﻣﻮ ﻣﻮﻧﺪور دادى ﺳﯿﺮا ﺑﭽﯿﺊ ارى ﻛﺎﻻ ﻓﺎدا ﺑﻮﺑﺎران ﺗﺎﻣﻮﻧﻰ #اﺟﺎ ﻧﻮﻟﻰ ررﺑﻮﺗﺎن ﺗﻮراھﺎﻧﻰ ﻛﺎﯾﺎ ﺘﯿ ررﺑﻮﺗﺎن ﻧﺠﺲ ﺗﯿﺒﺎ #ﺎوى ﻣﺎﻟﻮ ﻟﻤﻮن دى دﻟ ووڠ ﺟﺎﺑﺎ ﻛﺠﺎﺑﺎ ﯾﯿﻦ ﺑﻔﺎ داووه ھﻰ اﻧﺎءﻛﻮ #اﯾﻜﻮ ﺗﻮراھﻰ ووڠ ﻋﺎﻟﻢ ﻛﯿﺎھﻰ ﻛﻮ ﺑﺎ ﻰ راطﺎ ﺳﺎء دوﻟﻮرﻣﻮ ﻛﺒﯿﻦ ﻛﺎﺑﯿﮫ #ﻛﺎﺗﻮﻻران ﻋﺎﻟﻢ ﺳﻮ ﯿﮫ ﺑﻮﻧﺪا اﻛﯿﮫ
68
اورا ﻧﯿﮫ رﺑﻮت ﺗﻮراھﻰ ووڠ ﻟﯿﯿﺎ# ﻧﯿﮫ اﯾﺮا ﻧﻮﻓﺮﯾﮫ ﺑﺮﻛﺎھﻰ ووڠ ﻣﻮﻟﯿﺎ Ketika ibu ayah sedang ada tamu Jangan bertingkah laku yang tidak sopan Jangan sekali-kali minta uang minuman dan makanan Sampai rewel seperti tidak pernah makan Ketika memang sedang sangat membutuhkan bersabarlah Baik tunggu sampai tamu pulang Ketika tamu sudah pulang Janganlah berebut makanan dan minuman Seperti ikan yang berebuut kotoran Membuat malu ketika dilihat orang dari luar Terkecuali memang diperintah ayah, hai anakku Itu berkahnya orang alim kyaiku Bagi rata dengan saudara-saudaramu Supaya mendapatkan keberkahan alim kaya banyak harta Dengan niat mencari berkah orang mulia Bukan berebut sisa orang lain h. Bab VII: Sikep Lan lagak
()ﺳﻜﻒ ﻟﻦ ﻻ ﺎء اﺟﺎ ﻨﺘﻰ ﻟﯿﻨﺎ ﻣ ﻜﻮ ﻣﻮﻧﺪاء ﺗﯿﻮاس# اﻧﺎء اﺳﻼم اﯾﻜﻰ ﻣﻮ ﺼﺎﻛﻮدو اواس ادب اﺳﻼم ﻛﻮدو ﺗﻨﺴﮫ دى ﻓﺮﺳﻮدى#ﻟﻮرو ﻋﻠﻢ اﯾﻜﻮ ﻓﺮﻟﻮ ﻧ ﯿ ﺑﻮدى ﺑﻮدى ﻓﻜﺮﺗﯿﻨﻰ ﺳﺒﺐ دا ﻤﺎ ﻮس# اﻛﯿﮫ ﺑﻮﭼﮫ ﻓﻨﺘﯿﺮ ﻧ ﯿ اورا ﺑﺎ ﻮس ﺳﺠﺎء ﻓﻨﺘﯿﺮ دﯾﻮى ﻟﻮ ﻜﺎ ﻛ ﻣﺎداﻧﻲ# رﯾ ووڠ ﺗﻮوا ﺎء ﺮ ﺎﻧﻰ ﺎء ﺎﺟﯿﻨﻰ اورا ﻮﻧﻮ دودو اﯾﻨﻄﻠﯿﻖ ﻣﺮدﯾﻜﺎ# ﺟﺎرى اﯾﻜﻮ ﭼﺎرا ﻧﻔﻮن ﺳﺎء ﻓﻮﻧﯿﻜﺎ ﺟﺎري اوراﻛﺒﺎ ﺴﺎأن ا ﻜ ﻣﺎﺟ# ﺎﻛﻢ ﺑﻼ ﻜﻮن ﺳﺮﺑﺎن ﺳﺎروڠ دادى ﻮﺟ اﻣﺎم ﺑﻮﻧﺠﻮل ﺗ ﻜﻮ ﻋﻤﺮ ﻛ ﻛﻮﻧﭽﺎرا# ﺳﺎواڠ اﯾﻜﻮ ﻓ ﯿﺮان دﯾﻔﺎﻧ ﺎرا
69
ﻓﺎدا ﺎ ﻢ دﺳﺘﺎر ﻓﺎﻧﺘﺲ ﯾﯿﻦ ﻓﺮوﯾﺮا# ﻛﺎﺑﯿﮫ ﻓﺪا ﺑﯿﻼ ﺑﻮ ﺼﺎ ﻟﻦ ﻧ ﺎرا ﺳﺎءﻛﺎﻧﭽﺎﻧﻰ ھﻰ اﻧﺎﺋﻜﻮ اﺟﺎ طﻮﻟﻮل# ﻮﺟ ﺳﺮﺑﺎن ﺳﺎﺳﺖ ﻮﺟ اﻣﺎم ﺑﻮﻧﺠﻮل ﺎﻛﻢ ﺗﻮﺗﻮف ﺳﯿﺮاه ﻛﯿﺎ رادﯾﻦ ﺑﺎ ﻮس#ﺗﻤﺒﺎڠ ﻮﻧﺪول اﻓﺎاورا ﻟﻮﯾﮫ ﺑﺎ ﻮس ﻧﺎ ﯿ ﻛﻮدو اﯾﻠﯿ ﻓﻔﺎن ﺳﺮاوو ﺎﻣﻮ# ﻓﺎﻣﯿﺮ راﻣﺒﻮت ﺳﺎء ﻛﺎرﻓﻤﻮ٢ﻛﺎﻻ ﻧﻮﺟﻮ ﺻﻼة ﻣﻼﻧﭽﻮڠ ﻧﻮﺟﻮﻧﻰ# ﻛﻮﻣﻔﻮل ﻣﻮدا ﺑﯿﺪا ﻛﺎرو ﻓﻮل ﯾﺎھﯿﻨﻰ ﺳﻮوان ﻣﺎراﺗﻮوا ﻮﻧﺪول ﻮﯾﻮه ﻮﻧﺪول# اورا ﻧﻮﻟﻰ ﻣﻼﻧﭽﻮڠ ﻮﻧﺪول ﺻﻼة ﻮﻧﺪول Anak islam masa kini harus waspada Jangan sampai lengah karena berbahaya Mencari ilmu itu penting tapi budi Pekerti dan adab islam harus selalu diperhatikan Banyak orang pandai namun tidak baik Budi pekertinya karena sombong Terhadap orang tua tidak menghargai Seolah-olah paling pandai sendiri tak ada yang menyamai Katanya itu cara menyikapi keadaan masakini Jika tidak seperti itu bukan intelek merdeka Memakai belangkon sorban sarung dianggap tabu Dianggap bangsa yang tidak maju Lihatlah pangeran diponegoro Imam bojol, teuku umar yang kharismatik Semua membela bangsa dan Negara Mereka memakai gamis jubah pantas jadi pahlawan Dan begitu pula imam bonjol Dan rekan-rekanya memakai sorban, hai anakku jangan bodoh Daripada tidak bertutup kepala bukankah lebih baik Memakainya layaknya raden bagus Sesekali boleh pamer rambut sesukamu Asalkan memperhatikan tempatmu bergaul Bergaul dengan anaka muda berbeda dengan orang tua Bedakan ketika sholat dan bepergian Jangan lalu bepergian dan sholat tak bertutup kepala Begitu pula ketika bertemu mertua dan kecing i. Bab VIII: Cita-Cita Luhur 70
)ﭼﯿﺘﺎ ٢ﻟﻮھﻮر( اﻧﺎء اﺳﻼم ﻛﻮدو ﭼﯿﺘﺎ ﭼﯿﺘﺎ ﻟﻮھﻮر #ﻛﺒﯿﻦ دﻧﯿﺎ اﺧﺮﺗﻰ ﺑﯿﺼﺎ ﻣﻌﻤﻮر ﭼﻮﻛﻮف ﻋﻠﻢ ﻤﻮﻣﻰ ﻟﻦ ا ﺎﻣﺎﻧﻰ #ﭼﻮﻛﻮف دﻧﯿﺎ ﻛﺎﻧﻄﻰ ﺑﻜﺘﻰ ﻓ ﯿﺮاﻧﻰ ﺑﯿﺼﺎ ﻣﯿﻤﻔﯿﻦ ﺳﺎدوﻟﻮري ﻟﻦ ﺑ ﺴﺎﻧﻰ #ﺗﻮﻣﻮﺟﻮ رﯾ رھﺮﺟﺎن ﻟﻦ ﻛﻤﻮﻟﯿﺎﻧﻰ اﯾﻜﻮ ﻛﺎﺑﯿﮫ اورا ﻤﻔﺎڠ ﻟﻜﺴﺎﻧﺎﻧﻰ #ﻟﻤﻮن اورا ﻛﺎوﯾﺖ ﭼﯿﻠﺊ طﺎ ﭼﯿﺘﺎﻧﻰ ﭼﯿﺘﺎ ٢ﻛﻮدو دى ﻛﺎﻧﻄﻰ ﻮﻣﺮ ﻮت #ﻮدى ﻋﻠﻢ ﺳﺮطﺎ ﻓﻜﺮﺗﻰ ﻛ ﻓﺎﺗﻮت ﻛﯿﺘﺎ اﯾﻜﻰ ﺑﻜﺎل ﺗﯿﻨ ﺎل ووڠ ﺗﻮوا #اورا ﻛﻨﺎ اورا ﻛﯿﺘﺎ ﻓﺴﻄﻰ ﻣﻮوا ﻟﻤﻮن ﻛﯿﺘﺎ ﻓﺎدا ﻛﺎﺗﻜﺎن ﺳﺠﺎﻧﻰ #اورا ﻟﯿﻮات ﺳﯿﺮا ﻛﺎﺑﯿﮫ ﻓﻤﻤﻔﯿﻨﻰ ﻧ ﺎراﻣﻮ ﺑﻮﺗﻮه ﻣﻨﺘﺮي ﺑﻮﺗﻮه ﻣﻔﺘﻰ #ﺑﻮﺗﻮه ﻗﺎﺿﻰ ﻓﺎﺗﯿﮫ ﺳﺘﯿﻦ ﻟﻦ ﺑﻮﻓﺎﺗﻰ ﺑﻮﺗﻮه دوﻛﺘﺮ ﺑﻮﺗﻮه ﻣﯿﺴﺘﺮ ا ﻜ ﻓﻨﺘﺮ #ﻋﻠﻢ ا ﺎﻣﺎ ﻛ ﻧﻮﻧﺘﻮن ﻻﻛﻮ ﺑﻨﺮ ﺑﻮﺗﻮه ﻮرو ﻟﻦ ﻛﯿﺎھﻰ ﻛ ﻟﯿﻨﺎ ﻜﻮڠ #ﻣﯿﻠﻮ ﺎﺗﻮر ﻧ ﺎراﻧﻰ اورا ﻛﯿﻄﻮڠ اﯾﻜﻮ ﻛﺎﺑﯿﮫ ﺳﻔﺎ ﻣﺎﻧﯿﮫ ﻛ
ﺎﯾﺎھﻰ #ﻟﻤﻮن اورا اﻧﺎء ﻛﯿﺘﺎ ﻛ ﯾﺎ ﻮھﻰ
ﻛﺠﺎﺑﺎ ﺳﯿﺮا ﻛﺎﺑﯿﮫ رﺿﺎاﻣﺒﻮﻧﺘﻮت #ﺳﻼواﺳﻰ ا ﻮن ودوس ﯾﻜﻞ ﻓﭽﻮت ﺳﯿﺮا رﺿﺎ ﻮﻧﭽﯿﺊ ﭼﯿﻜﺎر ﺳﻼﻣﯿﻨﻰ #ﻛﺎﻓﺮ اﯾﺮا ﻣﻨﺘﻮل ٢ﻟﻮ ﻮھﺎﻧﻰ اورا ﯾﻼ ا ﻮن وﯾﺪوس ﻧﻮﻣﻔﺎء ﭼﯿﻜﺎر #اﺻﺎل ﭼﯿﺘﺎ ٢ﻋﻠﻢ ﺑﯿﺼﺎ ﻧ ﺎر
71
اڠ ﺗﻤﺒﯿﻨﻰ ﻓﺎ ﻮن ﺟﺎﻟﻤﺎ ﻛ ﺳﻤﺒﺎدا# ﻧﺒﻰ ﻛﯿﺘﺎ ﻛﺎﻻ ﺗﯿﻤﻮر ﻓﺎ ﻮن ﻣﯿﻨﺪا ﻧ ﯿ ﻧﺎطﺎ ﻣﺸﺎرﻛﺖ اورا ﺳﺎﺳﺎر#اﺑﻮﺑﻜﺮ ﺻﺪﯾﻖ اﯾﻜﻮ ﺑﺎﻛﻮل ﻣﺎﺳﺎر ﻧ ﯿ ﺗ ﺲ ﯾﯿﻦ دادي ﻓﺎ ﻠﻤﺎ ﺑﺴﺎر# ﻋﻠﻰ اﺑﻮ طﺎﻟﺐ ﺑﺎﻛﻮل ﻛﺎﯾﻮ ﺑﺎﻛﺮ دادى ﻣﻨﺘﺮى ﻛﺎرو ل ﻛﺎن اورا ﻛﺎﻻه# واﺣﺪ ھﺎﺷﻢ ﺳﺎﻧﺘﺮي ﻓﻮﻧﺪؤ ﺎء ﺳﻜﻮﻟﮫ ﻛﺎﻧﻄﻰ ﻮدى ﻋﻠﻢ ﺳﺮطﺎ ﻻﻛﻮ ﺟﻮﺟﻮر#ﻛﺎﺑﯿﮫ ﻣﺎھﻮ ﻮﻣﺎﻧﺘﻮڠ اڠ ﺳﺠﺎ ﻟﻮھﻮر ﻻرﯾﻜﺎﻧﻰ ووﻟﻮﻟﯿﻤﺎ ﻛﻮراڠ ﺳﯿﺠﻰ# ﺗﻜﺎن ﻛﯿﻨﻰ ﻓﻮ ﻜﺎﺳﺎﻧﻰ ﺷﻌﺮ اﯾﻜﻰ دﻧﯿ ﷲ ا ﻜ ﻧﻮروﻧﺎﻛﻰ اودان# ﺳﺠﺎ ﻛﯿﺘﺎ ﺳﻨﻤﺒﺎدان٢ﻣﻮ ﺎ دﻧﯿﺎ اﺧﺮﺗﻰ ﺻﺤﺔ وﻋﺎﻓﯿﺔ# ﻓﯿﻨﺎرﯾ ﺎن ﺗﻮﻓﯿﻖ ﺳﺮطﺎ ھﺪاﯾﮫ ﻓﺎﻟﺤﻤﺪ ﻟﻼﻟﮫ رب اﻟﻌﺎﻟﻤﯿﻦ# اﻣﯿﻦ اﻣﯿﻦ اﻣﯿﻦ اﻣﯿﻦ اﻣﯿﻦ اﻣﯿﻦ Anak islam harus bercita-cita mulia Supaya dunia akhiratnya makmur Menguasai ilmu umum dan agama Cukup harta serta patuh terhadap tuhannya Mampu memimpin keluarga dan bangsanya Menuju kemakmuran dan kemulyaan Itu semua tidak mudah untuk dicapai Ketika anak tidak bercita-cita sejak kecil Cita-cita harus diraih dengan bersungguh-sungguh Mencari ilmu dan budi pekerti yang baik Kita semua akan ditinggan orang tua Mau tidak mau kita juga akan menjadi tua Ketika kita kedatangan kehendakNya Tidak menutup kemungkinan kalian semua pemimpinnya Negaramu butuh menteri, mufti Dan qodli, butuh patih seten dan bupati Butuh dokter professor yang cerdas Dengan ilmu agama yang menuntunnya kejalan yang benar Butuh guru dan kyai yang berpengetahuan lebih 72
Yang ikut andil mengatur Negara Itu semua siapa lagi yang akan melaksanakan Jika bukan anak kita yang menyanggupi Terkecuali jika kita semua rela jadi pengikut Selamaya menggembala kambing Kamu rela menjadi membonceng pedati Selamanya orang kafir itu dengan enaknya duduk-duduk Tidak melulu menggembala kambing naik pedati Asalakan cita-cita ilmu bisa dicapai Nabi kita ketika muda menggembala kambing Yang pada akhirnya berhasil memimpin manusia Abu bakar shidiq seorang pedagang pasar Akan tetapi mengatur masyarat tidak kesasar Ali ibn abu thalib penjual kayu bakar Tetapi tangkas menjadi panglima besar Wahid hasyim santri pondok tidak sekolah Menjadi menteri tidak kalah dengan yang lain Semua tadi tergaatung dari niat kemauan yang luhur Dengan mencari ilmu dan bersikap jujur Sampai disini akhir dari syiir ini Barisnya delapan puluh lima kurang satu Semoga keinginan kita dikabulkan Oleh Allah yang menurunkan hujan Diberikan taufiq dan hidayah Dunia akhirat sehat wal ‘afiyat
73
BAB IV ANALISIS DATA
A. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Syi’ir Ngudi Susilo Kitab syi’ir Ngudi Susilo merupakan karya KH. Bisri Musthofa yang kandunganya sarat sekali dengan pendidikan. Di dalamnya dijelaskan berbagai macam nilai-nilai pendidikan yang penerapanya dapat di aplikasikan dalam dunia pendidikan saat ini. Komponen-komponen atau unsur-unsur pendidikan juga dipaparkan dalam kitab syi’ir Ngudi Susilo ini. Berikut adalah analisis isi kitab syi’ir Ngudi Susilo tentang nilai-nilai pendidikan akhlak dan juga berkaitan dengan unsur-unsur pendidikan yang terdapat dalam kitab tersebut: 1. Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen utama pada sistem pendidikan. Dengan tujuan pendidikan, diharapkan proses pendidikan dapat menacapai hasil secara efektif dan efisien. Apabila tidak digariskan dengan tegas, maka pendidikan akan mengalami ketidakpastian dalam prosesnya, yang akibatnya manusia sebagai out-put pendidikan tidak memiliki patokan atau pedoman hidup luhur yang sesuai dengan hakekatnya sebagai manusia. Adapun tujuan pendidikan yang terdapat dalam kitab syi’ir Ngudi Susilo terdapat dalam kutipan berikut:
ﻧﺒﯿﮭﺎﻛﻰ ﺗﯿ ﻜﮫ ﻻﻛﻮ ا ﻜ اوون#اﯾﻜﻰ ﺷﻌﺮ ﻛ ﻮ ﺑﻮ ﭼﮫ ﻟﻨﺎڠ وادون
74
ﺳﻮﻓﺎﯾﺎ اڠ ﺗﻤﺒﻰ ﺳﯿﺮا دادي ﻣﻮﻛﺘﻰ# ﻻرا ﺎﻧﻰ ﺗﺒﯿﮭﺎﻧﺎ ﻛﺎﻧﻄﻰ ﯾﻜﺘﻰ Iki syi’ir kanggo bocah lanang wadon Nebehake tingkah laku ingkang awon Larangane tebehono kanti yekti Supoyo ing tembe siro dadi mukti Syi’ir ini untuk anak laki-laki dan perempuan Menjauhkan tingkah laku yang buruk Jauhi larangan dengan hati-hati Supaya kelak kamu jadi orang yang mulia. (Musthofa, 1954:1,7) Kutipan diatas menjelaskan bahwa tujuan pendidikan yang terdapat dalam kitab tersebut adalah, yang pertama menjauhkan dari tingkah laku (akhlak) yang buruk. Sudah diketahui bahwa pendidikan sekarang bertujuan untuk menjadikan akhlak sebagai pencapaian utama suatu kurikulum di sekolah. Jadi tidak hanya pengetahuan saja yang di tonjolkan, penilaiannya juga terdapat pada aspek perilaku peserta didik. Kutipan yang kedua menjelaskan tentang tujuan pendidikan dalam jangka panjang. Pendidikan adalah bekal bagi manusia untuk menghadapi persoalan-persolan
di
masa
mendatang.
Pendidikan
yang
berisi
pengetahuan yang akan sangat membantu manusia tentang apa yang tidak mereka ketahui. Setelah manusia mendapatkan ilmu pengetahuan yang lebih dan dilapisi akhlak atau budi pekerti yang baik tentu mereka akan menjadi manusia yang mulia. 2. Pendidik Pendidik dalam arti sederhana adalah semua orang yang dapat membantu perkembangan kepribadian sesorang dan mengarahkannya pada tujuan pendidikan. Pendidik adalah anggota masyarakat yang bertugas membimbing, mengajar dana tau melatih peserta didik. 75
Dalam kitab syi’ir Ngudi Susilo pendidik adalah guru dan orang tua, keduanya bertugas membimbing mengajar kepada pesera didik dan anak-anaknya serta memberikan motivasi agar apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
ﻛﺎوﯾﺖ ﭼﯿﻠﯿﺊ ﻣﺮاڠ ﺑﻔﺎ ﻛ ﻤﺎﺗﻰ# ﻛﻮدو ﺗﺮﺳﻨﺎ رﯾ اﯾﺒﻮﻧﻰ ﻛ ﺮوﻣﺎﺗﻰ ﺳﻜﺎﺑﯿﮭﻰ ﻓﺮﻧﺘﮫ ﺑﺎ ﻮس دى ﺗﻮروﺗﻰ# ﻣﺮاڠ ﻮرو ﻛﻮدو ﺗﻮھﻮ ﻟﻦ ﺎﺑﻜﺘﻰ Kudu tresno ring ibune kang ngrumati Kawit cilik marang bapa kang gemati Marang guru kudu tuhu lan ngabekti Sekabehe printah bagus dituruti Harus mencintai ibu yang merawatnya dari kecil Dan terhadap ayah juga harus mencintainya Terhadap guru harus patuh dan berbakti Semua perintahnya yang bagus harus dilaksanakan. (Musthofa, 1954: 1,7) 3. Peserta Didik Seperti yang telah dijelaskan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Kaitanya dengan perserta didik terdapat kutipan dalam kitab syi’ir Ngudi Susilo sebagai berikut:
ﻧﺒﯿﮭﺎﻛﻰ ﺗﯿ ﻜﮫ ﻻﻛﻮ ا ﻜ اوون#اﯾﻜﻰ ﺷﻌﺮ ﻛ ﻮ ﺑﻮ ﭼﮫ ﻟﻨﺎڠ وادون Iki syi’ir kanggo bocah lanang wadon Nebehake tingkah laku ingkang awon Syi’ir ini untuk anak laki-laki dan perempuan Menjauhkan tingkah laku yang buruk. (Musthofa, 1954: 1) Sesuai kutipan diatas yang menjadi peserta didik adalah anak-anak baik laki-laki atau perempuan. Merekalah objek pendidikan yang sedang
76
tumbuh dan berkembang, baik dari segi fisik maupun dari segi mental psikologis. Sesungguhnya kewajiaban mendidik anak-anak berlaku kepada siapa saja. Baik orang tua sebagai pendidik dalam keluarga. Guru sebagai pendidik di sekolah. 4. Materi Pendidikan Materi pendidikan yang terdapat dalam kitab syi’ir Ngudi Susilo tentunya materi tentang pendidikan akhlak yang akan diklasifikasikan dalam bentuk nilai-nilai sebagai berikut: a. Akhlak Terhadap Allah SWT Akhlak kepada Allah SWT pada prinsipnya merupakan penghambaan diri secara total kepada-Nya. Sebagai makhluk yang dianugerhi akal sehat, kita wajib menempatkan diri kita pada posisi yang tepat, yakni sebagai penghamba dan menempatkan-Nya sebagai satu-satunya dzat yang dipertuhankan. Bentuk-bentuk akhlak kepada Allah SWT yang tersirat dalam kitab syi’ir Ngudi Susilo diantaranya adalah: 1) Taqwa Yaitu memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Lebih lanjut, makna asal dari taqwa adalah pemeliharaan diri. Diri tidak perlu pemeliharaan kecuali terhadap apa yang dia takuti. Yang paling ditakuti adalah Allah SWT. Taqwa didefinisikan yakni
77
memelihara diri dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Rasa takut itu memerlukan ilmu terhadap yang ditakuti. Oleh sebab itu yang berilmu akan takut kepada-Nya (Halim, 2000:237). Pada hakikatnya taqwa adalah seseorang memelihara dirinya dari segala sesuatu yang mengundang kemarahan Tuhannya dan dari segala sesuatu yang mendatangkan madharat, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Ketaatan dalam melakasakan segala perintah dan meninggalkan segala larangan Allah bukanlah ketaatan yang berlaku secara kontemporer, melainkan berlaku secara konstan selama hayat masih dikandung badan, dimanapun dan kapanpun serta dalam keadaan yang bagaimanapun. Salah satu tanda orang yang bertaqwa adalah melaksanakan shalat tepat pada waktunya dan pada syi’ir Ngudi Susilo dapat kita lihat seperti kutipan berita berikut:
وﺿﻮ ﻧﻮﻟﻰ ﺻﻼة ﺧﺸﻮع ا ﻜ ﺑ ﻮس# ﻛﻨﻄﻮڠ ﺻﺒﺢ ا ﺎل ﺗﺎ ﻰ ﻧﻮﻟﻰ ادوس ﭼﻮﻛﻮف دﻧﯿﺎ ﻛﺎﻧﻄﻰ ﺑﻜﺘﻰ ﻓ ﯿﺮاﻧﻰ# ﭼﻮﻛﻮف ﻋﻠﻢ ﻤﻮﻣﻰ ﻟﻦ ا ﺎﻣﺎﻧﻰ Kenthong subuh inggal tangi nuli adus Wudhu nuli sholat khusyu’ ingkang bagus Cukup ilmu umume lan agamane Cukup dunyo kanthi bekti pengerane Masuk waktu subuh segera bangun lalu mandi, wudlu lalu sholat dengan khusu’ dan bagus Menguasai ilmu umum dan agama cukup harta serta patuh terhadap tuhannya (Musthofa, 1954:4).
78
Dari kutipan di atas sangat terlihat bahwa shalat merupakan wujud ibadah yang mana diwajibkan untuk semua orang muslim baik tua ataupun muda bahkan dikala sehat ataupun sakit. Allah memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka beribadah, bukan berati Allah membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang yang membutuhkannya. Karena ketergantungan mereka kepada Allah. 2) Dzikir Dzikir
sering
diartikan
dengan
mengingat
Allah.
Diamanapun dan kapanpun kita sebagai manusia yang menghamba kepadaNya selama akal dan hati kita dalam keadaan sadar, kita hendaknya terus-menerus mengingatnya. Dengan
senantiasa
mengingat Allah akan menjadikan bukti cinta kita kepada-Nya (Halim, 2000:58). Salah satu bagian dari dzikir adalah wirid. Wirid merupakan amalan khusus yang bertujuan sama dengan dzikir yaitu mengingat Allah, seperti kutipan berikut:
ﻛ ﻓﺮاﯾﻮ ﺎ ﻛﺎﯾﺎ ﯾﺎﻓﻮﻧﻰ اوﻣﺎھﻰ# راﻣﻔﻮڠ ﺻﻼة ﺗﻨﺪاڠ ﺎوى اﻓﺎ ﺑﺎھﻰ ﻧﺠﺎن ﻧﻤﻮڠ ﺳﯿﻄﺊ دادﯾﯿﺎ وﯾﺮﯾﺪان# ﻟﻤﻮن اورا اﯾﯿﺎ ﻣﭽﺎ ﻣﭽﺎ ﻗﺮان rampung sholat nuli tandang opo wae kang prayogo koyo nyapuni omahe lamun ora iyo moco-moco qur’an najan naming sithik dadio wiridan Selesai sholat segara beraktivitas apa saja yang baik seperti menyapu rumah Ataupun membaca al-Qur’an walaupun sedikit jadikanlah wiridan (Musthofa, 1954:4).
79
Dalam kutipan di atas menjelaskan tentang anjuran untuk mengingat Allah (dzikir) dengan amalan wirid melalui membaca al-Qur’an. Mungkin terdengar ringan amalan wirid tersebut. Akan tetapi,
kesibukan
manusia
dalam
aktivitasnya
sehari-hari
terdakadang membuat mereka lupa dengan pencipta mereka. Terlalu terlena dengan kemewahan dunia. Yang ternyata malah mengundang murka Allah. Setelah datang murka Allah barulah manusia akan mulai mengingatnya. Seakan-akan Allah hanya pelarian saat manusia dalam keadaan susah saja. Hal itulah yang sangat disayangkan. Jadi tidak saat susah saja kita mengingat-Nya, tapi dalam segala kondisi.
Maka,
luangkanlah
waktu
khusus
untuk
untuk
mendekatkan diri kepada Allah walaupun hanya dengan membaca satu ayat dari al-qur’an saja. b. Akhlak Terhadap Diri Sendiri 1) Jujur Dalam Bahasa arab, jujur disebut shidiq (ash-Shodiqu), lawan dari kidzib (al-Kidzbu) yaitu bohong atau dusta. seorang muslim dituntut selalu berada dalam keadaan benar lahir dan batin; benar hati (shidq al-qalb), benar perkataan (shidq al-amal). Jujur yaitu apa yang dikatakannya adalah apa yang yang sebanarnya terjadi dan apa yang dikatakan adalah apa yang ia perbuat.
80
Kejujuran merupakan hal yang nampaknya semakin langka. Apalagi di era modern yang penuh dengan kepalsuan seperti sekarang ini. Seakan-akan kejujuran merupakan barang komoditif yang sangat tidak laku dipasarkan. Nampaknya sudah terlalu jarang orang bersedia menjual atau membelinya. Bahkan sepertinya mereka sudah mulai berparadigma:”Orang yang jujur pasti hancur!” sehingga untuk mempertahankan kejujuran, mereka takut hancur. Maka yang ada tinggallah kebohongan belaka (Halim, 2000:247). Dalam kitab syi’ir Ngudi Susilo terdapat kutipan bahwa sesungguhnya keberhasilan seseorang itu tergantung dari kemauan yang keras dan jujur:
دادى ﻣﻨﺘﺮى ﻛﺎرو ل ﻛﺎن اورا ﻛﺎﻻه# واﺣﺪ ھﺎﺷﻢ ﺳﺎﻧﺘﺮي ﻓﻮﻧﺪؤ ﺎء ﺳﻜﻮﻟﮫ ﻛﺎﻧﻄﻰ ﻮدى ﻋﻠﻢ ﺳﺮطﺎ ﻻﻛﻮ ﺟﻮﺟﻮر# ﻛﺎﺑﯿﮫ ﻣﺎھﻮ ﻮﻣﺎﻧﺘﻮڠ اڠ ﺳﺠﺎ ﻟﻮھﻮر Wahid hasyim santri pondok gak sekolah Dadi mentri karo lian ora kalah Kabeh mau gumantung ing sejo luhur Kanthi ngudi ilmu serto laku jujur Wahid hasyim santri pondok tidak sekolah. Menjadi menteri tidak kalah dengan yang lain Semua tadi tergaatung dari niat kemauan yang luhur dengan mencari ilmu dan bersikap jujur (Musthofa, 1954:15).
Dengan melihat di atas menggambarkan bahwa berkata jujur merupakan salah satu kunci keberhasilan seseorang dalam meraih cita-citanya. Digambarkan dari kehidupan Nabi dan Sahabat-sahabatnya, serta dari kehidupan seorang Wahid Hasyim. Semuanya mengalami kehidupan yang bisa dikatakan penuh 81
kekurangan. Akan tetapi, dengan usaha dan kemauan yang keras serta dilapisi dengan kejujuran maka sesuai dengan kutipan di atas, akan nampak keberhasilan sesuai yang dicita-citakan. Jadi tidak melulu kejujuran akan membawa kehacuran. Kejujuran ternyata tidak semudah berbuat kebohongan, karena jika sesorang mudah berbuat bohong maka akan bermunculan bibit-bibit kebohongan lagi. Ahklaq seperti ini haruslah dapat dicegah dari kecil. Orang tua hendakknya mampu menanamkan pada diri anak-anak mereka sejak dini agar mau berkata jujur dan sesungguhnya Allah SWT akan selalu melihat kita walaupun orang lain tidak tahu kebohongan kita. 2) Amanah Amanah artinya dapat dipercaya, seakar dengan kata iman. Semakin menipis keimanan seseorang semakin pudar pula sifat amanah pada dirinya. Islam memandang amanat sebagai sesuatu yang amat berharga, sekalipun nilai barang (sesuatu) yang diamanatkan sangat kecil. Semikian luhurnya Islam mengajarkan kepada umatnya. Amanat yang hanya sekecil batang kunci pun harus tetap ditegakkan. Terlebih lagi amanat rakyat, amanat agama, amanat bangsa dan seterusnya.
ﭼﻮﻛﻮف دﻧﯿﺎ ﻛﺎﻧﻄﻰ ﺑﻜﺘﻰ ﻓ ﯿﺮاﻧﻰ# ﭼﻮﻛﻮف ﻋﻠﻢ ﻤﻮﻣﻰ ﻟﻦ ا ﺎﻣﺎﻧﻰ ﺗﻮﻣﻮﺟﻮ رﯾ رھﺮﺟﺎن ﻟﻦ ﻛﻤﻮﻟﯿﺎﻧﻰ# ﺑﯿﺼﺎ ﻣﯿﻤﻔﯿﻦ ﺳﺎدوﻟﻮري ﻟﻦ ﺑ ﺴﺎﻧﻰ Cukup ilmu umume lan agamane 82
Cukup dunyo kanthi bekti pengerane Biso mimpin sedulure lan bangsane Tumuju ing raharjan lan kemulyane Menguasai ilmu umum dan agama cukup harta serta patuh terhadap tuhannya Mampu memimpin keluarga dan bangsanya menuju kemakmuran dan kemulyaan (Musthofa, 1942:12).
Kutipan di atas menjelaskan pemimpin harus bisa membawa kemakmuran dan kemulyaan. Seorang pemimpin harus mempunyai syarat-syarat tertentu seperti yang dijelaskan di awal kutipan yaitu mempunyai ilmu umum seperti kepemimpinan juga ilmu agama yang akan mengantarnya menjadi pemimpin yang amanah. Kedua syarat tersebut cukup karena harus diberikan penguat dengan berbakti dan patuh terhadap Tuhannya. Di era sekarang ini masih sering kita jumpai pemimpin yang belum mengemban amanahnya dengan sungguh-sungguh, karena mereka tidak memenuhi persyaratan-persyaratan di atas, terkadang hanya menguasai ilmu kepemimpinan tetapi tidak berilmu agama dan tiadak berbakti terhadap tuhannya. Terkadang juga mereka telah menguasi ilmu kepemimpinan dan ilmu agama akan tetapi tidak berbakti kepada tuhannya akhirnya banyak yang terlena dan melakukan perbuatan yang menyengsarakan rakyat mereka. 3) Malu Malu ialah perasaan undur seseorang sewaktu lahir atau tampak dari dirinya yang membawa ia tercela. Malu adalah sifat
83
atau perasaan yang menimbulkan keengganan melakukan sesuatu yang rendah atau tidak baik. Orang yang memiliki rasa malu, apabila melakukan hal yang tidak patut rendah atau tidak baik dia akan terlihat gugup atau mukanya merah. Sebaliknya orang yang tidak punya rasa malu, akan melakukannya dengan tenang tanpa ada rasa gugup sedikitpun Tiap orang sebetulnya punya rasa malu, entah besar atau kecil yang merupakan kekuatan preventif di dalam dirinya yang menghindarkan ia dari terjatuh kepada kehinaan, atau kesalahan yang serupa. Tetapi karena sebab bermacam-macam, rasa malu itu dapat luntur dan pudar sedikit demi sedikit, dan akhirnya lenyap sama sekali.
اﺟﺎ ﻧﻮﻟﻰ ررﺑﻮﺗﺎن ﺗﻮراھﺎﻧﻰ# ارى ﻛﺎﻻ ﻓﺎدا ﺑﻮﺑﺎران ﺗﺎﻣﻮﻧﻰ ﺎوى ﻣﺎﻟﻮ ﻟﻤﻮن دى دﻟ ووڠ ﺟﺎﺑﺎ# ﻛﺎﯾﺎ ﺘﯿ ررﺑﻮﺗﺎن ﻧﺠﺲ ﺗﯿﺒﺎ Arikolo pada bubaran tamune Ojo nuli rerebutan turahane Kaha keting rerebutan najis tibo Gawe malu lamun didheleng wong jobo Ketika tamu sudah pulang janganlah berebut makanan dan minuman Seperti ikan yang berebuut kotoran membuat malu ketika dilihat orang dari luar (Musthofa, 1942:8). Dalam kutipan di atas menggambarkan sebuah perbuatan malu yaitu ketika ada tamu yang sudah pulang kemudian terdapat sisa makanan dan minuman yang disuguhkan, akhirnya malah jadi bahan rebutan untuk mendapatkan sisa makanan dan minuman tersebut. Hal itu termasuk perbuatan tercela yang memalukan
84
apabila dilakukan dan dilihat oleh orang lain. Maka, batasan dari perbuatan tercela di atas adalah rasa malu, malu bagaikan rem yang menghentikan seserorang untuk melakukan perbuatan yang tidak baik. Tanpa rasa malu seseorang akan bebas melakukan perbuatan apapun yang dia kehendaki, baik buruknya tidak diperdulikan, jadi ibaratnya ketika rem mobil tidak bekerja maka mobil pun akan melaju tanpa terkendali. 4) Sabar Secara etimologis, sabar (ash-shabr) bearti menahan dan mengekang. Sabar juga wujud dari akhlak mulia terhadap diri sendiri. Sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridho dari Allah Swt (al-Qardlawi, 1989: 8). Sabar adalah suatu kondisi mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuhnya atas dorongan ajaran agama. Dengan kata lain, sabar ialah tetap tegaknya dorongan agama berhadapan dengan dorongan hawa nafsu. Macam atau tingkatan sabar sabar dibagi menjadi enam macam tingkatan, yaitu: sabar dalam menerima cobaan hidup, sabar dari keinginan hawa nafsu, sabar dalam taat kepada Allah SWT, sabar dalam berdakwah, sabar dalam perang, sabar dalam pergaulan. Sabar dalam menerima cobaan merupakan tingkatan sabar yang tertinggi. Sabar mengendalikan nafsu dapat tercermin dalam kutipan syi’ir berikut:
85
رﯾﻮﯾﻞ ﺑﯿﻜﺎﻛﺎﯾﺎ اورا ﺗﺎھﻮﻣﺎ ﻦ# اﺟﺎﯾﻮون دووﯾﺖ وﯾﺪاڠ ﻟﻦ ﻓ ﺎﻧﻦ ﻨﺘﻰ ﺗﺎﻣﻮ ﻣﻮﻧﺪور دادى ﺳﯿﺮا ﺑﭽﯿﺊ# ﻟﻤﻮن ﺑﺎ ﺖ ﺑﻮﺗﻮه ﻛﻮدو ﺻﺒﺮ دﯾﺴﯿﺊ Ojo nyuwun duwit wedang lan panganan Rewel beko koyo ora tau mangan Lamun banget butuh kudu shobar ndisek Nganti tamu mundur dadi siro becik Jangan sekali-kali minta uang minuman dan makanan sampai rewel seperti tidak pernah makan Ketika memang sedang sangat membutuhkan bersabarlah baik tunggu sampai tamu pulang (Musthofa, 1942:8).
Kutipan di atas menggambarkan sebuah keadaan dimana ketika orang tua sedang menjamu orang yang bertamu, maka tidak diperkenankan untuk meminta sesuatu dalam keadaan tersebut, baik makanan, minuman atau yang lain. Karena akan dipandang buruk oleh orang yang bertamu, maka dari itu ketika dalam keadaan terpaksa dan kita sangat membutuhkan sesuatu yang mengaharuskan untuk bilang kepada orang tua, dalam kutipan di atas terdapat pesan untuk sabar sampai menunggu tamu berpamitan pulang. Keadaan di atas termasuk sabar dari keinginan hawa nafsu. Nafsu adalah salah satu organ manusia yang disamping akal, sangat besar pengaruhnya dan sangat banyak mengeluarkan instruksiinstruksi kepada anggota jasmani untuk berbuat atau bertidak. Ia dapat bermanfaat, tetapi sebaliknya juga dapat berbahaya bagi manusia. Banyak diantara sifat-sifat madzmumah (tercela) timbul karena tidak mampunya seseorang mengendalikan nafsunya. Karena itu dikatakan oleh Nabi, bahwa orang kuat yang sebenarnya 86
bukanlah orang yang selalu menang dalam perkelahian fisik, melainkan ialah orang yang mampu menguasai nafsunya sewaktu ia marah. 5) Qana’ah Menerima dengan rela apa yang ada atau merasa cukup dengan apa yang dimiliki, begitulah konsep qona’ah. Qana’ah dalam pengertiannya yang luas sebenarnya mengandung 5 perkara: a) Menerima dengan rela apa yang ada. b) Memohon kepada Tuhan tambahan yang pantas, disertai dengan usaha dan ikhtiar. c) Menerima dengan sabar ketentuan Tuhan. d) Bertawakal kepada Tuhan e) Tidak tertarik oleh tipu daya dunia Jadi jelasnya qana’ah itu bersangkutan dengan sikap hati (sikap mental) dalam menghadapi apa yang kita miliki atau dalam menghadapi apa yang menimpa diri kita. Menerima dengan rela apa yang ada juga terdapat dalam kutipan syi’ir berikut:
ﺟﻮاب اﯾﺒﻮ ﺑﻔﺎ ﻋﻠﯿﻜﻢ اﻟﺴﻼم#ﻧﻮﻟﻰ ﻓﺎﻣﯿﺖ اﯾﺒﻮ ﺑﻔﺎ ﻛﺎﻧﻄﻰ ﺳﻼم ﺳﻮﻓﯿﺎ اڠ ﺗﻤﺒﻰ دادى ووڠ اوﺗﻤﺎ# دي ﺳﺎ ﻮﻧﻰ اﻛﯿﮫ ﺳﯿﻄﺊ ﻛﻮدو ﺗﺮﯾﻤﺎ Nuli pamit ibu bapak kanti salam Jawab bapak ibu ‘alaikum salam Disangoni akeh sithik kudu trimo Supoyo ing tembe dadi wong utomo Lalu berpamitan kepada ibu ayah dengan salam jawab ibu dan ayah Alaikum salam Diberi uang saku sedikit atau banyak terimalah agar dikemudian hari jadi orang mulia (Musthofa, 1942:5).
87
Kutipan di atas meggambarkan sifat qona’ah yang harus dimiliki oleh setiap anak. Contohnya dalam menerima uang saku sekolah. Terkadang seorang anak yang manja akan menuntut kepada orang tua untuk memberikan uang saku yang banyak. Padahal dalam kutipan di atas dijelaskan bahwa sedikit atau banyaknya uang saku yang diberikan seorang anak harus rela menerimanya. Walaupun dirasa berat akan tetapi terdapat hikmah dari sifat qona’ah tersebut yang dijelaskan dalam bait selanjutnya. Karena tentu semua akhlaq yang baik akan menimbulkan hikmah yang baik pula. 6) Mujahadah Mujahadah merupakan sebuah istilah yang terbentuk dari asal kata jihad, artinya berjuang dengan sungguh-sungguh menurut syari'at Islam. Istilah lain yang juga berasal dari kata Jihad, yakni Mujahidin. Mujahidin adalah istilah bagi pejuang (Muslim) yang turut dalam suatu peperangan atau terlibat dalam suatu pergolakan. Dasar dari arti kata jihad adalah "berjuang" atau "berusaha dengan keras" atau "perang", namun "perang" yang dimaksud sebenarnya bukanlah harus berarti "perang" dalam makna "fisik". Jika sekarang jihad lebih sering diartikan sebagai "perjuangan untuk agama", itu tidak harus berarti perjuangan fisik. jika mengartikan jihad hanya sebagai peperangan fisik dan untuk membela agama, maka hal ini akan sangat berbahaya, sebab akan mudah dimanfaatkan dan rentan
88
terhadap fitnah. Jika mengartikan "Jihad" sebagai "perjuangan membela agama", maka lebih tepat bahwa ber-Jihad adalah: "perjuangan menegakkan syariat Islam. Berjuang dengan sungguh-sungguh dalam konteks akhlaq disini adalah berjuang dalam menggapai cita-cita tentunya diawali dengan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Seperti kutipan berikut:
ﻛﺎﺑﯿﮫ ﻣﺎھﻮ ﺎﺗﯿﻜﺎﻛﻰ ﻛﻠﻮان ﺗﻮھﻮ# واﯾﮫ ﺎﺟﻰ واﯾﮫ ﺳﻜﻮﻟﮫ ﺳﯿﻨﺎھﻮ ﻧﺼﯿﺤﺎﺗﻰ ﺗﺘﻔﺎﻧﺎ ا ﻜ ﻣﺮدى#ﻓﯿﻮوﻻ ﻰ ﺮﺗﯿﻨﺎﻧﺎ ﻛﺎﻧﻄﻰ ﻮدي ﻮدى ﻋﻠﻢ ﺳﺮطﺎ ﻓﻜﺮﺗﻰ ﻛ ﻓﺎﺗﻮت# ﻛﻮدو دى ﻛﺎﻧﻄﻰ ﻮﻣﺮ ﻮت٢ﭼﯿﺘﺎ Wayah ngaji wayah sekolah sinahu Kabeh mau gatekkake kelawan tuhu Piwulange ngertenono kanti ngudi Nashihate tetepono ingkang merdi Cita-cita kudu dikanti gumergut Ngudi ngilmu sarto pekerti kang patut Ketika mengaji, sekolah, belajar semua tadi diperhatikan dengan sungguh-sungguh Pahamilah pembelajarannya dengan seksama laksanakan nasehatnya dengan sungguh-sungguh Cita-cita harus diraih dengan bersungguh-sungguh mencari ilmu dan budi pekerti yang baik. (Musthofa, 1954:3,7,12).
Kutipan yang pertama menjelaskan bahwa ketika waktu mengaji sekolah dan belajar semua harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Maksudnya disini kata sungguh-sungguh tidak hanya diaplikasikan dalam memperhatikan kegiatan mengaji sekolah dan belajar tersebut tetapi juga diaplikasikan dalam melaksakan kegiatannya. Karena kunci keberhasilannya dengan bersungguh-sungguh.
Terkadang
89
orang-orang
banyak
yang
bermalas-malasan bahkan meremehkan sebuah kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya, yang pada akhirnya banyak yang terlena dan menyesal dikemudian hari. Kutipan yang kedua adalah bersungguh-sungguh dengan apa yang diajarkan oleh guru. Baik berupa pelajaran dan juga nasehat-nasehat yang disampaikan. Sebutan orang tua kedua bagi guru merupakan hal yang tepat. Guru tentunya akan mengarahkan anak-anaknya
menuju
hal-hal
yang
baik.
Bahkan
juga
mengantarkan anak-anaknya meraih apa yang dicita-citakan. Memberikan nasehat-nasehat yang tentu akan memberikan manfaat dikemudian hari. Mengenai cita-cita seperti dalam kutipan yang ketiga, kesungguhan untuk meraihnya tentu merupakan syarat utama. Karena dalam kutipan sebelumnya terdapat penjelasan bahwa tidak mudah meraih cita-cita yang diinginkan. Ada sebuah maqolah yang mengatakan “Man Jadda Wajada”, bahwa barang siapa yang bersungguh-sungguh maka akan mendapat hasilnya. Ada pula pepatah bahwa usaha tidak akan mengkhianati hasil. Jadi sudah dapat dipahami, seberapa keras kesungguhan kita berusaha maka akan berbanding lurus dengan apa yang akan kita hasilkan.
90
7) Adil Adil dapat diartikan meletakkan sesuatu pada tempatnya dan tidak berat sebelah. Secara umum, adil adalah memperlakukan hak dan kewajiban dalam segala aspek kehidupan baik sosial, budaya, ekonomi, suku, ras, golongan di dalam lingkup keluarga maupun masyarakat secara seimbang, tidak memihak dan tidak merugikan pihak manapun. Berbuat adil ternyata tidak semudah dalam pengucapannya. Adil yang identik dengan kata setara sangat sulit untuk dilakukan, biasanya adil banyak diaplikasikan dalam hal bagi membagi dengan
mengacu
pada
kebutuhan
seseorang,
atau
secara
proporsional. Sebagaimana dalam kutipan berikut;
اﯾﻜﻮ ﺗﻮراھﻰ ووڠ ﻋﺎﻟﻢ ﻛﯿﺎھﻰ ﻛﻮ# ﻛﺠﺎﺑﺎ ﯾﯿﻦ ﺑﻔﺎ داووه ھﻰ اﻧﺎءﻛﻮ ﻛﺎﺗﻮﻻران ﻋﺎﻟﻢ ﺳﻮ ﯿﮫ ﺑﻮﻧﺪا اﻛﯿﮫ# ﺑﺎ ﻰ راطﺎ ﺳﺎء دوﻟﻮرﻣﻮ ﻛﺒﯿﻦ ﻛﺎﺑﯿﮫ Kejobo yen bapak dawuh hai anakku Iku turahe wong alim kyaiku Bagi roto sak dulurmu keben kabeh Katularan ilmu sugih bondho akeh Terkecuali memang diperintah ayah hai anakku Itu berkahnya orang alim kyaiku Bagi rata dengan saudara-saudaramu Supaya mendapatkan keberkahan alim kaya banyak harta (Musthofa, 1954:9). Kutipan di atas merupakan contoh kecil dalam berlaku adil. Yang digambarkan dalam membagikan makanan secara merata agar semua dapat merasakan makanan tersebut. Akan tetapi jika adil dilakukan dengan tanpa perhatian serius terkadang akan membuat pihak yang lain dirugikan, tentu jika ada pihak yang
91
merasa dirugikan pasti akan timbul perbuatan-perbuatan buruk lainnya. Seperti pertengkaran, perselisihan dan lain lain. Maka dalam kutipan di atas dilengkapi dengan “keben kabeh” yang artinya untuk lebih diperhatikan dalam hal pembagian tersebut. Supaya semuanya tidak ada yang merasa dirugikan. 8) Tawadhu’ Kata tawadhu’ berasal dari kata wa-dha-‘a yang berarti meletakkan,
menempatkan.
Maksudnya
memempatkan
diri
seseorang pada posisi yang lebih rendah dari yang semestinya dimiliki.
kata
merendahkan
tawadhu diri.
terkadang
Tampakya
ada
berangkat
yang dari
mengartikan penjelasan
sebelumnya, tawadhu’ mirip dengan menghinakan diri. Namun sesungguhnya keduanya berbeda (Ahmadi, 2004:107). Sikap tawadhu’ ditunjukkan oleh seseorang atas sesuatu yang berhubungan dengan dirinya, hingga batas-batas yang tidak merendahkan martabatnya. Akan halnya menghinakan diri, adalah sikap mengalah, baik berhubungan dengan diri maupun agamanya, sampai batas yang bertentangan dengan kehormatan diri dan agama.
دادى اﻧﻮم ﻛﻮدو روﻣ ﺼﺎ ﺑﻮﭼﺎھﻰ# دادى ﺗﻮا ﻛﻮدو وروه اڠ ﺳﻔﻮھﻰ ﺳﯿﺮا اﺟﺎ ﻛﻮﻣﺎﻟﻮ ﻜﻮڠ رﯾ ووڠ ﻟﯿﯿﺎ# ﻟﻤﻮن ﺑﻔﺎ ﻋﺎﻟﻢ ﻓ ﻜﺖ ﺳﻮ ﯿﮫ ﺟﺎﯾﺎ ﻋﻠﻢ اﯾﻜﻮ ﺎﻣﻔﺎڠ اوواه ﻣﻮﻟﮫ ﻣﺎﻟﯿﮫ# ﻓ ﻜﺖ ﺎﻣﻔﺎڠ ﻣﯿ ﺖ ﺳﻮ ﯿﮫ ﻛﯿﻨﺎ ﻣﻮﻟﯿﮫ Dadi tuo kudu weruh ing sepuhe Dadi enom kudu rumongso sepuhe Lamon bapak alim pangkat sugih joyo Siro ojo kumalungkung ring wong liyo 92
Pangkat gampang minggat sugih keno mulih Alim iku gampang uwah mulah-malih Menjadi orang tua harus tau diri begitu pula menjadi anak muda Ketika ayah alim, berpangkat dan kaya raya jangan sekali-kali kamu sombong terhadap oang lain Pangkat dan kekayaan tidak bersifat kekal alim juga mudah berubah-ubah (Musthofa, 1954:6).
Kutipan di atas menjelaskan bahwa meskipun kita merupakan keturunan orang tua yang kaya, berilmu, dan berpangkat. Anjuran untuk untuk tidak menyombongkan diri sangat jelas tertera dalam kutipan di atas, akan tetapi terkadang orang-orang sangat terobsesi sekali dalam menaikkan status sosial. Semakin tinggi status sosial yang dimiliki maka semakin tinggi pula
keinginan
sesorang
untuk
dipuji,
dihargai,
serta
menyombongkan diri. Padahal hal tersebut malah akan semakin menghinakan dirinya diamata Allah. Maka dari itu sikap tawadhu’ harus diterapkan dalam kehidupan seseorang, tawadhu’ dengan merendahkan dirinya dimata Allah dan manusia bukan malah menghinakaan dirinya. c. Akhlak Terhadap Orang Tua Salah satu karakteristik utama dari seorang muslim adalah perlakuannya yang bijak dan baik kepada orang tuanya, sebab memperlakukan orang tua dengan hormat dan baik merupakan salah satu ajaran teragung islam. Hal ini diperintahkan langsung oleh Allah dalam berbagai ayat al-Qur’an.
93
Dalam syi’ir Ngudi Susilo banyak sekali anjuran untuk senantisa memperlalukan orang tua dengan sebaik mungkin. Diantaranya: 1) Mencintainya Cinta
adalah
hal
yang
sangat
diperlukan
dalam
mengharmoniskan sebuah hubungan. Diantaranya, hubungan orang tua dan anak. Memperlakukan orang tua dengan penuh cinta akan berujung pada kasih sayang antar keduanya.
ﻤﺎﺗﻰ
ﻛﺎوﯾﺖ ﭼﯿﻠﯿﺊ ﻣﺮاڠ ﺑﻔﺎ ﻛ# ﺮوﻣﺎﺗﻰ
ﻛﻮدو ﺗﺮﺳﻨﺎ رﯾ اﯾﺒﻮﻧﻰ ﻛ
Kudu tresno ring ibune kang ngrumati Kawit marang bapak kang gemati Harus mencintai ibu yang merawatnya dari kecil dan terhadap ayah juga harus mencintainya (Musthofa, 1954:1). Kutipan di atas menganjurkan kita mencintai orang tua yang telah merawat kita sejak kecil. Terkadang banyak sekali seorang anak yang menelantarkan orang tuanya sendiri. Karena mungkin dia tidak mengetahui bahwa ridla Allah adalah dalam ridlo orang tua dan murka Allah juga dalam murka orang tua. Semoga kita tidak termasuk dalam golongan orang yang menelantarkan orang tua. 2) Melaksakan Perintahnya Salah satu tugas seorang anak adalah melaksakan perintah orang tua. Salah satu contoh kecilnya dengan membantu mereka ketika kerepotan dan ketika minta tolong untuk dibelikan sesuatu. Seperti kutipan di bawah ini: 94
اﺟﺎ ﻛﯿﺎ ووڠ ﻤﺎ ﻮس ا ﻜ وا ﻜﻮت# اﯾﺒﻮ ﺑﻔﺎ رﯾﻮا ﺎﻧﺎ ﻟﻤﻮن رﯾﻔﻮت اﺟﺎ ﺑﻨﺘﮫ اﺟﺎ ﺳ ﻮل اﺟﺎ ﻣﻤﻔﺎڠ# ﻟﻤﻮن اﯾﺒﻮ ﺑﻔﺎ ﻓﺮﻧﺘﮫ ا ﺎل ﺗﻨﺪاڠ Ibu bapak rewangono lamun repot Ojo koyo wong gemagus ingkang wangkot Lamun ibu bapak perintah inggal tandang Ojo bantah ojo sengul ojo mampang Bantulah ibu dan ayah ketika mereka sibuk jangan seperti orang tak tau diri yang sombong Ketika ayah dan ibu memerintah segera laksanakan jangan membantah, membentak, dan menantang (Musthofa, 1954:2). Melaksakan perintah orang tua seperti kutipan di atas adalah segala perintah yang baik, dan tidak menyalahi syariat agama. Terkadang ada pula orang tua yang mengeksploitasi anaknya hanya untuk kepentingan pribadi semata. 3) Lembut dalam Bertutur Kata Bentuk cinta kepada orang tua adalah dengan bertutur kata yang baik. Tentunya dengan bahasa yang sopan. Intonasi suara yang halus dan pelan dan tidak sampai menyakiti hati orang tua.
اﺟﺎﻛﺎﺳﺮ اﺟﺎ ﻣﯿﺴﻮه ﻛﺎﯾﺎ ﺑﻮﺟﺎڠ# ﻮﻧﯿﻢ اﻟﻮس اﻟﻮن ﻟﯿﺮﯾﮫ ا ﻜ ﺗﺮاڠ اﺟﺎ ﻣﯿﻠﻮ ﻓﺎدون او ﺎ اﺟﺎ ﺮﻧ# ﻟﻤﻮن اﯾﺒﻮ ﺑﻔﺎ دوﻛﺎ ﺑﭽﯿﺊ ﻣﻨﯿ Gunem alus alun lirih ingkang terang Ojo kasar ojo misuh koyo bujang Lamun ibu bapak duko becik meneng Ojo melu padhon ugo ojo nggreneng Berbicaralah yang halus, pelan dan jelas jangan kasar jangan memaki seperti berandalan Ketika ibu ayah marah lebih kamu diam jangan ikut-ikutan marah dan juga menggerutu (Musthofa, 1954:2).
Kutipan di atas terdapat larangan untuk berkata kasar bahkan memaki kepada orang tua. Hal seperti itu sepertinya sudah
95
biasa di masa sekarang. Orang tua mereka dianggap sebagai manusia yang lemah yang hanya merepotkan anak-anaknya saja. d. Akhlak Terhadap Guru Pahlawan tanda jasa, mungkin sanjungan tersebut sangat tepat jika
disandangkan
terhadap
seorang
guru.
Seseorang
yang
menggantikan peran orang tua di rumah yaitu mendidik, mengajari, dan membimbing. Bahkan terkadang peran guru disekolah lebih banyak daripada orang tua dirumah. Maka dari itu, sudah selayaknya dan sepatutnya jika kita dapat mentaati, menghormati, dan melaksakan apa yang diperintahkan oleh seorang guru. Karena gurulah kita diantarkan menuju apa yang dicita-citakan.
ﺳﻜﺎﺑﯿﮭﻰ ﻓﺮﻧﺘﮫ ﺑﺎ ﻮس دى ﺗﻮروﺗﻰ# ﻣﺮاڠ ﻮرو ﻛﻮدو ﺗﻮھﻮ ﻟﻦ ﺎﺑﻜﺘﻰ ﻧﺼﯿﺤﺎﺗﻰ ﺗﺘﻔﺎﻧﺎ ا ﻜ ﻣﺮدى#ﻓﯿﻮوﻻ ﻰ ﺮﺗﯿﻨﺎﻧﺎ ﻛﺎﻧﻄﻰ ﻮدي ﺳﻮﻓﺎﯾﺎ اڠ ﺗﻤﺒﻰ ﺳﯿﺮا دادي ﻣﻮﻛﺘﻰ# ﻻرا ﺎﻧﻰ ﺗﺒﯿﮭﺎﻧﺎ ﻛﺎﻧﻄﻰ ﯾﻜﺘﻰ Marang guru kudu tuhu lan ngabekti Sekabehe perintah bagus dituruti Piwulange ngertenono kanti ngudi Nasehate tetpono ingkang merdi Larangane tebehono kanti yekti Supoyo ing tembe siro dadi mukti Terhadap guru harus patuh dan berbakti Semua perintahnya yang bagus harus dilaksanakan Pahamilah pembelajarannya dengan seksama Laksanakan nasehatnya dengan sungguh-sungguh Jauhi larangan dengan hati-hati Supaya kelak kamu jadi orang yang mulia (Musthofa, 1954:7).
Dalam kutipan di atas sudah jelas semuanya tentang apa yang harus kita lakukan dalam kaitanya berbuat baik terhadap guru. Mulai dari mematuhinya, melaksanakan nasehat-nasehatnya, meninggalkan
96
apa yang dilarang, memperhatikan ketika guru sedang memberikan pelajaran atau memperhatikan apa yang disampaikan olehnya. Mungkin terdengar terlalu berlebihan tentang apa yang disampaikan di atas, akan tetapi tentu semuanya baik dilakukan, dan semua perbuatan baik pasti akan terdapat hikmah dan manfaat yang baik pula dikemudian hari. e. Akhlak Terhadap Bangsa dan Negara. Negara adalah tanah air kita, negara adalah tempat lahir kita, yang didalamnya terdapat bermacam-macam golongan dan ras, bersatu menjadi sebuah bangsa. Tentu sebagai bangsa yang baik harus mencintai negaranya, membela sampai titik darah penghabisan. Karena terdapat maqolah yang mengatakan “Hubbul wathon minal iman” yang berarti cinta tanah air merupakan sebagian dari iman. Jadi dapat disimpulkan bahwa membela tanah air merupakan kewajiban setiap bangsa dalam menjaga kesatuan dan persatuan demi menjaga integritas negara dimata dunia. Dalam kaitan membela negara, tentunya setiap penduduknya mempunyai kewajiban dalam membangun kemajuan negaranya. Membangun dalam bidang apapun yang tentunya akan bermanfaat untuk kemajuan negara. Dalam syi’ir Ngudi Susilo terdapat anjuan dalam membangun kemajuan negara:
اورا ﻟﯿﻮات ﺳﯿﺮا ﻛﺎﺑﯿﮫ ﻓﻤﻤﻔﯿﻨﻰ# ﻟﻤﻮن ﻛﯿﺘﺎ ﻓﺎدا ﻛﺎﺗﻜﺎن ﺳﺠﺎﻧﻰ ﺑﻮﺗﻮه ﻗﺎﺿﻰ ﻓﺎﺗﯿﮫ ﺳﺘﯿﻦ ﻟﻦ ﺑﻮﻓﺎﺗﻰ# ﻧ ﺎراﻣﻮ ﺑﻮﺗﻮه ﻣﻨﺘﺮي ﺑﻮﺗﻮه ﻣﻔﺘﻰ ﻋﻠﻢ ا ﺎﻣﺎ ﻛ ﻧﻮﻧﺘﻮن ﻻﻛﻮ ﺑﻨﺮ# ﺑﻮﺗﻮه دوﻛﺘﺮ ﺑﻮﺗﻮه ﻣﯿﺴﺘﺮ ا ﻜ ﻓﻨﺘﺮ
97
ﻣﯿﻠﻮ ﺎﺗﻮر ﻧ ﺎراﻧﻰ اورا ﻛﯿﻄﻮڠ# ﺑﻮﺗﻮه ﻮرو ﻟﻦ ﻛﯿﺎھﻰ ﻛ ﻟﯿﻨﺎ ﻜﻮڠ Lamun kito podo katekan sejane Ora liwat siro kabeh pemimpine Negaramu butuh mentri butuh mufti Butuh qodhi patih seten lan bupati Butuh dokter butuh mister ingkang pinter Ilmu agomo kang nuntun laku bener Butuh guru lan kyai kang linangkung Melu ngatur negorone ora ketung Ketika kita kedatangan kehendakNya tidak menutup kemungkinan kalian semua pemimpinnya Negaramu butuh menteri, mufti qodli, butuh patih seten dan bupati Butuh dokter professor yang cerdas dengan ilmu agama yang menuntunnya kejalan yang benar Butuh guru dan kyai yang berpengetahuan lebih yang ikut andil mengatur Negara (Musthofa, 1954:13).
Dalam
kutipan
di
atas
menjelaskan
tentang
anjuran
membangun kemajuan negara. Dimulai dengan kewajiban seorang pemimpin yang harus membentuk sebuah pemerintahan yang berkualitas. yang didalamnya terdapat beberapa ahli yang akan membangun negara diberbagai bidang. Dengan mentri yang terbagi dalam berbagai macam urusan baik urasan dalam dan luar negeri. Dokter yang akan mengurusi bidang kesehatan. Hakim yang akan mengurusi bidang hukum. Guru dan alim ulama yang akan mengurusi bidang pendidikan. Profesor yang juga akan ikut andil dalam membangun kemajuan negara. Jika semuanya bersatu dengan kesadaran bahwa negara yang kuat timbul karena bangsanya yang kuat pasti semuanya akan berjuang dengan sekuat tenaga dalam menggapai kesejahteraan negara.
98
f. Akhlak Terhadap Lingkungan Yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Semua itu harus dirawat dijaga, dirawat dan dipelihara, itu semua siapa lagi selain manusia yang melakukannya (Shihab, 1997:261). Contoh kecil dari akhlak terhadap lingkungan adalah membersihkan rumah seperti dalam kutikan syi’ir berikut:
ﻛ ﻓﺮاﯾﻮ ﺎ ﻛﺎﯾﺎ ﯾﺎﻓﻮﻧﻰ اوﻣﺎھﻰ# راﻣﻔﻮڠ ﺻﻼة ﺗﻨﺪاڠ ﺎوى اﻓﺎ ﺑﺎھﻰ Rampung sholat nuli tandang opo wae Kang prayogo koyo nyapuni omahe Selesai sholat segara beraktivitas apa saja yang baik seperti menyapu rumah (Musthofa, 1954:4).
Kutipan di atas menjelaskan tentang conoh kecil akhlak terhadap lingkungan, yaitu menyapu rumah. Mungkin terdengar sepele hanya menyapu rumah. Akan tetapi pekerjaan tersebut akan sangat bermanfaaat bagi seseorang. Selain rumah akan menjadi bersih, pekerjaan tersebut akan dapat menanamkan rasa disiplin pada diri seseorang. Sikap disiplin akan tertanam jika pekerjaan tersebut dilakukan dengan sungguh-sungguh dan teratur. Menyapu rumah dapat berarti membersihkan rumah. Rumah mempunyai bagian sendiri-sendiri. Ada kamar tidur, kamar mandi, dapur, ruang tamu, pekarangan dan lain-lain yang semuanya harus dibersihkan. Itu semua termasuk membersihkan benda mati. Dan yang
99
termasuk membersihkan benda bernyawa yaitu merawat tanaman. Membersikan dari kotoran dan segala sesuatu yang dapat berakibat buruk dalam pertumbuhan tanaman tersebut. 5. Alat Pendidikan. Seperti yang dikatakan oleh Roestiyah Nk. Dkk, media pendidikan adalah alat, metode dan teknik yang digunakan dalam rangka meningkatkan efektivitas komunikasi dan interaksi edukatif antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pertama adalah media pendidikan. Media pendidikan adalah kitab atau dengan media tulis dan cetak berupa kitab syi’ir Ngudi Susilo ini. Kedua
adalah
metode
pendidikannya,
metode
merupakan
cara
menyampaian materi kepada peserta didik. Dalam hal ini metode yang digunakan adalah dengan cara syi’iran atau tembang. Isi kitab yang berupa susunan nadham bait per bait sangat tepat jika disampaikan dengan cara syi’iran. 6. Lingkungan Pendidikan Lingkungan pendidikan adalah lingkungan yang melingkupi terjadinya proses pendidikan. Juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang berada diluar diri individu yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan dan pendidikannya. Dalam kitab syi’ir Ngudi Susilo, penjelasan tentang lingkungan pendidikan apa saja yang terdapat didalamnya dapat diketahui dari kutipan berikut:
100
ا ﻜ راﺟﯿﻦ ﻛ رﺳﯿﻜﺎن٢ طﺎط# ﻟﻤﻮن ارﯾﻒ ﺑﻮدال ﻣﯿﺎڠ ﻓﺎﻣﻮﻻ ﺎن Lamun arep budal menyang pamulangan Tata2 ingkang rajin lan resikan Ketika mau berangkat ke sekolah Bersiap-siaplah yang rajin dan juga bersih. (Musthofa, 1954: 4) Dalam kutipan diatas dijelaskan bahwa lingkungan pendidikan yang terdapat dalam kitab syi’ir Ngudi Susilo adalah pamulangan (sekolah). Selain sekolah rumah juga dapat dijadikan sebagai lingkungan pendidikan. Karena tidak hanya guru saja yang berperang dalam pembelajaran di sekolah, tapi juga ada orang tua yang selalu memberikan pembelajaran di rumah.
H. Relevansi Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Syi’ir Ngudi Susilo Terhadap Dunia Pendidikan Saat Ini. Jika dikaitkan dengan dunia pendidikan saat ini, nilai-nilai pendidikan akhlak yang dikandung dalam kitab Syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa terdapat tiga hal yang sangat urgen, yaitu: 1. Pendidikan Anak Pentingnya pendidikan anak di era saat ini sangat dirasakan. Pendidikan anak juga menjadi sesuatu yang sangat penting di dalam Islam. Di dalam Al-Quran Allah swt menceritakan pesan-pesan Luqman al-Hakim yang merupakan bentuk pendidikan bagi anakanaknya. Begitu pula dalam hadits-hadits Rasulullah SAW, kita temui banyak juga bentuk-bentuk pendidikan terhadap anak, baik dari perintah maupun perbuatan beliau mendidik anak secara langsung.
101
Kitab Syi’ir Ngudi Susilo disusun oleh KH. Bisri Musthofa memang didedikadikan untuk anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, sebagaimana disampaikan diawal kitabnya: iki syiir kanggo bocah lanang wadon nebihake tingkah laku ingkang awon sarto nerangake budi kang prayogo kanggo dalan podo mlebu ing suwargo bocah iku wiwit ngumur pitung tahun kudu ajar toto keben ora getun Syi’ir ini untuk anak laki-laki dan perempuan untuk menjauhkan dari perbuatan yang tercela serta menerangkan budi pekerti yang baik sebagai jalan menuju surga anak itu sejak usia tujuh tahun harus belajar tata karma supaya kelak tidak menyesal 2. Pembelajaran dengan Syi’ir Syi’ir (syair) berasal dari bahasa arab yaitu sya’ara-yasy’ursyu’ur artinya perasaan. Syair kemudian berarti puisi atau sajak. Orang yang menulis syair disebut penyair. Dalam kesusastraan Indonesia, pengertian syair berarti puisi lama yang terdiri dari empat baris perbait. Syair adalah bentuk puisi yang tumbuh dalam masyarakat Indonesia (Melayu), hanya saja namanya merupakan pinjaman dari bahasa Arab. Masuknya syair di tanah air bersamaan dengan masuknya islam di Indonesia yaitu pada abad ke 13, melalui kemunculan syair melayu. Pengaruh puisi Arab memainkan peranan yang penting dalam lahirnya syair Melayu Nusantara. Walaupun berasal dari bahasa Arab namun syair dapat berkembang di Indonesia, dan dapat berbaur dengan kebudayaan Indonesia.
102
Kehadiran kitab Syi’ir Ngudi Susilo merupakan bagian dari khazanah yang berharga bagi perkembangan karya tulis di tanah air. Masyarakat Indonesia, khususnya di pulau Jawa sudah sejak lama memakai
syi’ir
sebagai
salah
satu
media
pembelajaran.
Gending/tembang (lagu) yang berbahasa jawa merupakan bagian dari syair yang digunakan dalam seni tarik suara. Sunan Kalijaga sangat lekat dengan dunia seni ini. Tembang ilir-ilir merupakan tembang yang sampai saat ini masih dilestarikan. 3. Pelestarian Budaya dan Lokal Wisdom Di era globalisasi ini, eksistensi bahasa daerah mulai terdesak oleh bahasa asing. Semakin hari, fungsi bahasa daerah semakin tidak berperan lagi. Karena itu, usaha keras untuk menyeimbangkan peran antara bahasa daerah, bahasa Indonesia dan bahasa asing sangat diperlukan untuk mengantisipasi kepunahan bahasa daerah. Kitab Syi’ir Ngudi Susilo ditulis dengan bahasa jawa. Hal ini memiliki peran penting bagi pelestarian budaya jawa. Seperti kita saksikan saat ini, jika tidak ada upaya pelestarian yang serius kemampuan anak-anak untuk berbahasa daerah, seperti orang jawa dengan berbahasa jawa, maka akan berdampak pada hilangnya budaya berbahasa daerah tersebut. Kepunahan bahasa jawa pada akhirnya juga akan membawa semakin tergerusnya nilai-nilai budaya suatu bangsa Dalam kitab Syi’dir Ngudi Susilo meskipun dengan bahasa jawa, ditulis dengan tulisan arab jawa pegon. Tulisan ini merupakan
103
bagian dari lokal wisdom bagi masyarakat jawa. Karena meski berbahasa jawa, warna arab sebagai bagian dari bahasa al-Qur’an juga tetap dinampakkan. Tulisan model ini, saat ini juga telah mulai hilang di tengah-tengah masyarakat muslim, sehingga sangat penting untuk dilestarikan di tengah-tengah lemahnya umat Islam Indonesia dalam kemampuan baca tulis arab.
104
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan pembahasan dan menganalisis pada bab sebelumnya maka dapat penulis simpulkan; 1. Kitab syi’ir Ngudi Susilo merupakan kitab berbahasa jawa yang ditulis dengan menggunakan arab pegon. Didalamnnya terdapat 9 bab yang membahas tentang akhlak yang mulia dalam berbagai aspek mulai dari akhlak terhadap diri sendiri sampai akhlak terhadap orang lain dan terhadap lingkungan. Bahkan setiap detailnya dikupas dalam kitab syi’ir ini. 9 bab terdiri dari muqoddimah, bab membagi waktu, di tempat pembelajaran, pulang dari tempat pembelajaran, di rumah, dengan guru, ada tamu, sikap dan lagak, cita-cita luhur. Semua bab tersebut pasti terjadi dikehidupan sehari-hari. Maka dari itu, alangkah baiknya jika kitab ini dapat dijadikan pedoman karena kandungannya yang sarat dengan akhlak yang mulia. 2. Nilai-nilai Pendidikan ahklak yang dapat dipetik dari kitab syi’ir Ngudi Susilo karya KH. Bisri Musthofa di antaranya adalah segala aspek dari unsur-unsur pendidikan yang terdiri dari tujuan pendidikan, pendidik yang berisi tentang terbentuknya akhlak atau tingkah laku yg baik dan menjadi manusia yang mulia, peserta didik yang terdiri dari anak laki-laki dan perempuan, materi pendidikan yang terdiri dari nilai pendidikan ahklak tehadap Allah, nilai pendidikan ahklak pada diri
105
sendiri atau ahklak mahmudah serta ahklak madzmumah, ahklak terhadap orang tua, serta nilai pendidikan ahklak pada guru, bangsa dan negara serta akhlak terhadap lingkungan (memelihara serta merawat semua ciptaan Allah SWT dengan baik), alat pendidikan yang berupa kitab syi’ir Ngudi Susilo dan metode yang digunakan adalah dengan syi’iran, dan lingkungan pendidikan yang terdiri dari sekolah dan tempat tinggal pesera didik. 3. Ada relevansi nilai-nilai pendidikan ahklaq dalam kitab syi’ir Ngudi Susilo bagi dunia pendidikan saat ini yaitu bahwa pendidikan anak ternyata sangat penting sebagai pondasi awal penanaman nilai kepada penerus bangsa. Terutama anak-anak yang masih sangat harus diperhatikan, diarahkan, dan dibimbing guna menjadi kader penerus bangsa yang akan mengantarkan bangsa dan negaranya menuju kesejahteraan dan kemakmuran. Berkaitan denga isi dari kitab Ngudi Susilo yang berbentuk syi’ir atau sya’ir merupakan sebuah kazanah yang berharga bagi perkembangan karya di tanah air. Kitab syi’ir Ngudi Susilo hadir dengan bahasa jawa yang bertuliskan arab pegon. Tulisan ini merupakan bagian dari lokal wisdom bagi masyarakat jawa. Karena meski berbahasa jawa, warna arab sebagai bagian dari bahasa al-Qur’an juga ditampakkan. Meski harus mengikuti arus globalisasi akan tetapi identitas seseorang dengan bahasa dari tempat asalnya harus tetap dijaga, itulah yang dinamakan melestarikan.
106
B. Saran 1. Bagi Orang Tua: Hendaknya lebih bisa mengawasi putra-putri mereka. Ajarilah anak melaksanakan ibadah sejak dini. Berilah perhatian dan kasih saying. Jadikanlah keluarga sebagai tempat berkembangnya ahklaqul karimah. Serta mendorong anak untuk mencari ilmu dunia dan ilmu agam agar mampu merealisasikan dirinya (self realization) serta mengamalkan ajaran islam. 2. Bagi Perguruan Tinggi: Dengan adanya pendidikan karakter dewasa ini di sekolah-sekolah, hendaknya penerapan pendidikan karakter juga dapat berkembang kedalam perguruan tinggi, terlebih lagi IAIN sebagai induk dalam mengajari calon pendidik bangsa khususnya di bidang agama. Dengan adanya para pendidik yang memiliki aqidah dan ahklaq yang semakin matang maka diharapkan mampu menjadi benteng bagi arus globalisasi yang semakin merusak moral para generasi muda. 3. Bagi Dunia Penelitian: Banyak hal yang masih perlu dikaji tidak hanya melalui lingkungan sekitar akan tetapi kita juga dapat mengkaji karya-karya yang hebat yang diciptakan seseorang seperti kitab-kitab klasik misalnya. Semoga karya literatur ini dapat berguna bagi penulis akan tetapi juga para siswa, mahasiswa maupun para pendidik.
107
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Wahid. 2004. Risalah Akhlak: Panduan Perilaku Muslim Modern. Solo: Era Intermedia Al-Hasyimi, Muhammad Ali. 2002. Muslim Ideal: Pribadi Islami dalam al Qur’an dan as-Sunnah. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Amin, Ahmad. 1975. Etika: Ilmu Akhlak. Jakarta: Bulan Bintang AR, Zahrudin. 2004. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Barnadib, Sutari Imam. 1984. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis.Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Daradjat, Zakiah. 1993. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang ______________. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara Departemen Agama RI. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Toha Putra. Hadi, Sutrisno. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset. Halim, Nipan Abdul. 2000. Menghias Diri dengan Akhlak Terpuji. Yogyakarta: Mitra Pustaka Hidayatullah, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta: Yuma Pustaka. Huda, Ahmad Zainal 2005, Mutiara Pesantren: Perjalanan Khidmah KH. Bisri Musthofa. Yogyakarta: Pustaka Pesantren. Ihsan, Fuad. 1997. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta. M.
Jumali, dkk. 2004. Landasan Muhammadiyah Surakarta Press
Pendidikan.
Surakarta:
Universitas
Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani Press Makbuloh, Deden. 2011. Pendidikan Agama Islam: Arah Baru Pengembangan Ilmu dan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
108
Maslikhah, 2009. Ensiklopedi Pendidikan. Salatiga: STAIN Salatiga Press. Muhadjir, Noer. 2000. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori Pendidikan dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: PT. Trigenda Karya. Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993 Pemikiran Pendidikan Islam: Kajian Filosofis Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Rake Sarasin. Musthofa, Bisri. 1954. Kitab Syi’ir Ngudi Susilo. Kudus: Menara Kudus Nata, Abudin. 2006. Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Quthb, Muhammad. 1993. Sistem Pendidikan Islam. Bandung: PT. al-Ma’arif. Shihab, M Quraish. 1997. Wawasan al-Qur’an. Bandung: Mizan. ________________. 1996. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan Sudirman N., dkk. 1989. Ilmu Pendidikan. Bandung: CV. Remadja Karya Suwano, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: ar-Ruzz Tim Pengembangan MKDK. 1991. Dasar-Dasar Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang Press. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT. IMTITA. Ulwan, Abdullah Nashih. 2009. Mencintai dan Mendidik Anak Secara Islami. Yogyakarta: Darul Hikmah. Wargadianata, Wildana. 2008. Sastra Arab dan Lintas Budaya. Malang: UIN Malang Press. Widyamartaya, A. 1999. Seni Menerjemahkan. Yogyakarta: Kanisius Zainuddin, dkk. 1991. Seluk Beluk Pendidikan Dari Al-Ghazali. Jakarta: Bumi Aksara Zeni luthfiah dkk. 2011. Pendidikan Agama Islam: Pendidikan Karakter Berbasis Agama Islam. Surakarta: Yuma Pustaka. Zuhri, Muhammad. 1978. Bimbingan Budi Luhur. Semarang: Almunawar
109
UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Bandung: Citra Umbara. Sulaiman, S. 2014. Hermeneutika Teks: Sebuah Wacana Dalam Metode Tafsir AlQur’an?. HUNAFA: Jurnal Studia Islamika, 11 (1), 23-41
110
RIWAYAT HIDUP
1. Nama
: MOHAMAD KHAMIM JAZULI
2. Tempat dan Tanggal lahir
: Grobogan, 26 Januari 1995
3. Jenis Kelamin
: Laki-laki
4. Warga Negara
: Indonesia
5. Agama
: Islam
6. Alamat
: Dusun Ngramut 02/II, Desa Menduran, Kec. Brati, Kab. Grobogan
7. Riwayat pendidikan
:
a. SDN 1 Menduran, lulus tahun 2006 b. MTs Tajul ‘Ulum Tanggungharjo, Grobogan, lulus tahun 2009 c. Madrasah Aliyah Tajul ‘Ulum Tanggungharjo Grobogan, lulus tahun 2012 Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Salatiga, 13 Maret 2017 Penulis
Mohamad Khamim Jazuli NIM: 11112182
111
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
2
3
Daftar Nilai Satuan Kredit Kegiatan (SKK) Nama : Mohamad Khamim Jazuli Jurusan : Pendidikan Agama Islam NIM : 111-12-182 Dosen P.A. : Yedi Efriadi, M.Ag. No. Nama Kegiatan Pelaksanaan OPAK STAIN Salatiga 07 September “Progresifitas Kaum Muda, 1 2012 Kunci Perubahan Indonesia”
Keterangan
Nilai
Peserta
3
2
OPAK Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga “Mewujudkan Gerakan 09 September Mahasiwa Tarbiyah Sebagai 2012 Tonggak Kebangkitan Pendidikan Indonesia”
Peserta
3
3
Orientasi Dasar Keislaman (ODK) “ Membangun Karakter Keislaman Bertaraf Internasional di Era Globalisasi Bahasa”
10 September 2012
Peserta
2
4
Seminar Entrepreneurship dan Perekonomian “Explore Your Entrepeneurship Talent”
11 September 2012
Peserta
2
5
Achievment Motivation 12 September Training (AMT) “Dengan AMT, 2012 Bangun Karakter Raih Prestasi”
Peserta
2
6
Library User Education, UPT Perpustakaan STAIN Salatiga
13 September 2012
Peserta
2
7
Musabaqoh Lughoh ‘Arobiyah (MLA) oleh ITTAQO STAIN Salatiga
17 Oktober 2012
Peserta
2
8
Gerbang Masuk (GEMA) ITTAQO STAIN Salatiga
27 Oktober 2012
Peserta
2
9
SURAT KETERANGAN “Pengangkatan Pengurus Pondok Pesantren Al-Ishlah Masa Bakti 2012-2013
27 Oktober 2012
Pengurus
10
Penerimaan Anggota Baru (PAB) JQH STAIN Salatiga
17 November 2012
Peserta
4
4
2
11
Sesorah Bahasa Jawa (SBJ) dengan tema “Mekar Ngrembagaaken Budaya Jawi Kanthi Jumbuhaken Lathi, Ati lan Pakerti” oleh LDK Darul Amal STAIN Salatiga
26 November 2012
Peserta
2
12
Bedah Buku “Sang Maha Segalanya Mencintai Sang Mahasiswa” LDK Darul Amal STAIN Salatiga
24 Mei 2013
Peserta
2
13
Seminar Festival Dakwah Milad XI LDK Darul Amal STAIN Salatiga
11 Juni 2013
Peserta
2
14
Akhirussanah Ma’had STAIN Salatiga
30 Juni 2013
Panitia
3
15
SURAT KETERANGAN “Pengangkatan Pengurus Pondok Pesantren Al-Ishlah Masa Bakti 2013-2014
10 Agustus 2013
Pengurus
4
16
Seminar Nasional Bahasa Arab oleh ITTAQO STAIN Salatiga
09 Oktober 2013
Panitia
8
17
Seminar Nasional dan Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan oleh MPR RI dan IPNU
24 Oktober 2013
Peserta
8
18
SURAT KETERANGAN “Pengangkatan Pengurus Pondok Pesantren Al-Ishlah Masa Bakti 2014-2015
30 Agustus 2014
Pengurus
4
19
Diklat Microteaching Himpunan Mahasiswa Program Studi 08 November (HMPS) Pendidikan Agama 2014 Islam STAIN Salatiga
Peserta
2
20
Pendidikan Anggota Dasar (PAD) Mahasiswa Al-Khidmah Salatiga
O7 Desember 2014
Peserta
2
21
SURAT KETERANGAN “Pengangkatan Pengurus Pondok Pesantren Al-Ishlah Masa Bakti 2015-2016
08 Agustus 2015
Pengurus
4
5
22
Seminar Nasional Kewirausahaan bersama DISPERINDAGKOP Kota Salatiga
30 Oktober 2015
Peserta
8
23
Seminar Nasional “Wacana Islam Nusantara dalam Menjaga Kebhinekaan dan Keutuhan NKRI” oleh Al-Khidmah Kampus Salatiga
31 Oktober 2015
Peserta
8
24
Nusantara Mengaji 300.000 Khataman al-Qu’an
08 Mei 2016
Peserta
2
25
Seminar Nasional PIK SAHAJASA “LGBT dalam Perspektif Psikologi dan Kesehatan”
26 Mei 2016
Peserta
8
26
Ngaji Bareng Al-Khidmah untuk Menyambut Hari Santri Nasional
20 Oktober 2016
Peserta
2
27
Memperingati Hari Santri Nasional oleh PMII Salatiga
22 Oktober 2016
Peserta
2
28
Seminar Nasional “Sejarah dan Revitalisasi Identitas Bangsa” oleh HMJ SKI IAIN Salatiga
08 November 2016
Peserta
8
29
Surat Keterangan (SK) Pengajar TPQ Fatimatuzzahro Pengilon Salatiga terhitung semenjak 14 Januari 2014 hingga sekarang
15 Februari 2017
Pengajar
21
Jumlah Nilai
6
124