NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB ‘IZAT AN-NASYIIN DAN IMPLIKASI TERHADAPENDIDIKAN KARAKTER KARYA ASY-SYEIKH MUSTAFA ALGALAYAINI
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh INDAH ZIYADATUL AMALIYAH NIM 11110186 JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2014
1
2
3
4
PERYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Indah ziyadatul Amaliyah
NIM
: 11110186
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiyah.
Salatiga,09 September 2014 Peneliti
Indah Ziyadatul Amaliyah
5
MOTTO
Orang mukmin yang paling sempurna imanya adalah yang terbaik akhlaknya.
Bukan Keindahan itu karena baju yang menghiasi Kita Sesungguhnya Keindahan itu adalah Keindahan ilmu dan adab
6
PERSEMBAHAN Dengan penuh ketulusan hati dan segenap rasa syukur, Skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Allah Subhanahu wanta‟ala serta kekasih-Nya al-Habib al- Mushthofa muhammad Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam. 2. Orang tuaku,Bapak Sholehan dan ibu Lilik Fajriyatul M tercinta yang selalu memberi curahan kasih sayang lahir maupun batin, serta do‟a restu demi tercapainya keberhasilan ini. 3. Bapak KH Zoemri RWS dan Ibu Hj latifah selaku pengasuh PPTI Alfalah 4. Adik-adikku tersayang, sani Marzukotul Ilmiyah dan M. Hisbullah Al-haq yang telah memberiku semangat. 5. Sahabat-sahabat seperjuangan ku di pondok pesantren tarbiyatul islam al falah yang senantiasa memberi bantuan dan dorongan selam menyusun skripsi ini. 6. Seseorang yang spesial yang akan menjadi imam ku 7. Teman-temanku seperjuangan PAI E. 8. Almameterku tercinta STAIN Salatiga tempat aku menuntut ilmu.
7
KATA PENGANTAR Segala puji dan Syukur bagi allah SWT, Dzat yang memberi keutamaan ilmu dan amal kepada anak cucu nabi adam a.s. melebihi seluruh alam. Sehingga penulis dapat dan mampu menulis skripsi ini. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita nabi Agung Muhammad SAW, yang yang menjadi tuanya orang arab dan „Ajam juga kepada keluarga, sahabat-sahabat dan keturunannya yang menjadi sumbernya ilmu dan hikmah. Dengan bersholawat dan salam semoga kita termasuk golongan yang memperoleh syafaat Rasulullah SAW. Amin. Penyusunan skripsi ini bertujuan guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam ilmu Tarbiyah Sekolah tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Terselesainya skripsi ini tidak semata-mata hasil dari jerih payah penulis sendiri melainkan banyak pihak yang terkait yang telah membantu baik moril maupun spiritual, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. 2. Bapak Suwardi, Mpd. Selaku Kajur Tarbiyah dan penasehat Akademik. 3. Bp Rasimin, S.PdI., M.Pd Selaku ketua progdi PAI beserta bapak ibu Dosen yang telah menularkan ilmu-ilmunya.
8
4. Bapak Muhammad Ghufron, M.Ag selaku Dosen pembimbing yang telah sabar dan banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Bpk HK Zoemri RWS dan Ibu Hj latifah selaku pengasuh PPTI Al- Falah yang selalu penulis harapkan do‟a berkah serta manfaat ilmunya. 6. Ayahanda terkasih dan ibunda terkasih (Bpk Sholehan dan Ibu Lilik) yang telah tulus dan ikhlas mencurahkan segalanya demi penulis serta adikadikku tercinta sani dan haqi yang telah memberiku semangat. 7. Murobbil ma‟had Pondok Pesantren Tarbiyatul Islam Al- Falah yang telah membimbingku
lahiriyah
dan
ruhaniyah
serta
Teman-temanku
seperjuangan di pondok mz arifin, dk erma, mb rizca, mb umi, mb ulin, mb khanif, dek dewi, dek istri, dek dila, dek efi, dan lain-lainya yang telah memberikan banyak inspirasi dan motifasi. 8. Semua teman-teman seperjuangan
PAI E 2010 dan teman-teman
sekelilingku yang telah banyak membantu serta mengisi hari-hari dengan canda, duka, dan tawa. 9. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Tiada kata yang paling pantas penulis ucapkan untuk mereka, kecuali untaian doa, “Semoga amal dan keikhlasan mereka mendapatkan balasan yang tak terhingga atas rahmat Allah SWT.”
9
Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri dan semoga apa yang tertulis dalam Skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para pembaca pada umumnya. Amin ya robbal „Alamin. Salatiga, 09 september 2014 Penulis
Indah Ziyadatul Amaliyah NIM 11110186
10
ABSTRAK Amaliyah, Indah Ziyadatul. 2014. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Dalam Kitab „Izat An-Nasyiin karya asy- syekh Musthofa Al-Gholayain, Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: M. Ghufron, M.Ag.
Kata Kunci: Nilai, Pendidikan Akhlak, Kitab „Izat An-Nasyiin. Ajaran Islam memberikan pedoman hidup kepada umat manusia. Pedoman hidup itu telah terurai banyak secara jelas luas dan jelas dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. Inti dari pedoman tersebut adalah manusia di anjurkan untuk membangun kehidupan itu dengan perbuatan-perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Hal ini jika dijalankan maka kehidupan akan selamat. Sehubungan dengan itu dilakukan penelitian moral dalam kitab „Izat AnNasyiin dengan rumusan masalah (1)bagaimanakah biografi intelektual syekh Musthofa Al-Gholayain, (2)Bagaimana nilai pendidikan Akhlak yang terkandung dalam kitab „Izat An-Nasyiin, (3) Bagaimanakah relevansi nilai-nilai pendidikan Akhlak dalam kitab „Izat An-Nasyiin, dikaitkan dengan konteks kekinian. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat kami simpulakan bahwa: (1)syekh Musthofa Al-Gholayain beliau adalah pengarang kitab „Izat AnNasyiin, (2)Banyak nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab „Izat An-Nasyiin antara lain: berani melangkah/maju, sabar, munafiq, ikhlas, putus asa, pengharapan, pengecut, membabi buta (tindakan ngawur), keberanian, kemashlahatan, kemuliaan, lengah dan waspada, revolusi moral, rakyat dan pemerintah, tertipu oleh diri sendiri, pembaharuan, kemewahan, agama, modernitas, kebangsaan, kemerdekaan, macam-macam kemerdekaan, kehendak, kepemimpinan, ambisi kekuasaan, dusta dan jujur, adil, dermawan, kebahagiaan, melaksanakan kewajiban, bisa dipercaya, iri dengki, tolong menolong, pujian dan belenggu, fanatik, pewaris bumi, kejadian awal, tunggulah saatnya, derma, perempuan, pikirkanlah dan tawakkal, dan pendidikan,(3)Pendidikan Akhlak yang terkandung dalam kitab „Izat An-Nasyiin sangat relevan dengan konteks pendidikan akhlak masa sekarang (kekinian), dan memang sangat penting untuk dikembangkan.
11
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...................................................................................... i DEKLARASI................................................................................................. ii NOTA PEMBIMBING...................................................................................iii PENGESAHAN.............................................................................................iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN......................................................v MOTTO...........................................................................................................vi PESEMBAHAN............................................................................................vii KATA PENGANTAR...................................................................................viii ABSTRAK.....................................................................................................x DAFTAR ISI..................................................................................................xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.............................................................1 B. Rumusan Masalah..................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian........................................................................7 D. Kegunaan Penelitian...................................................................7 E. Metode Penelitian.......................................................................9 F. Penegasan Istilah.......................................................................12 G. Sistematika Penulisan....................................................................17
12
BAB II BIOGRAFI SYEIKH MUSTAFA AL-GALAYAINI A. Latar Belakang Penulisan Kitab „Izat An-Nasyiin..............................19 B. Sistematika Penulisan Kitab „Izat An-Nasyiin...................................19 C. Biografi Syeikh Mustafa Al-galayaini dan Sosio-Kulturnya...............20 D. Karya-Karyanya...........................................................................21 E. Corak Umum Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Menurut Pemikiran Syeikh Mustafa Al-Galayaini.........................................................26 F. SinopsisKitab„Izat An-Nasyiin.......................................................30 BAB
III
DISKRIPSI
PEMIKIRAN
MUSTAFA
AK-GALAYAINI
TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB ‘IZAT AN-NASYIIN A. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam kitab „Izat An-Nasyiin............35 B. Metode Pendidikan dalam Kitab „Izat An-Nasyiin...............................62 C. Tujuan Pendidikan Akhlak dalam kitab „Izat An-Nasyiin...................63 BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB ‘IZAT ANNASYIIN KARYA STEIKH MUSTAFA AL-GALAYAINI A. Analisis Nilai-Nilai pendidikan Akhlak dalam kitab „Izat An-Nasyiin......66 B. Relevansi Nilai-Nilai pendidikan Akhlak dalam kitab „Izat An-Nasyiin dengan pendidikan Islam pada masa sekaramg........................................74 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.............................................................................................82
13
B. Saran-Saran............................................................................................84 C. Kata Penutup...........................................................................................84 Lampiran-Lampiran
14
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin maju, secara otomatis juga telah merombak perubahan tatanan kehidupan. Pada masa dahulu masyarakat sangat dinamis, saling menghormati dan menghargai terutama pada yang lebih tua (baik sebagai orang tua atau guru). Namun pada zaman sekarang keadaan tersebut mulai bergeser. Sejarah agama menunjukkan bahwa kebahagian yang ingin dicapai dengan menjalankan syariah agama itu hanya dapat terlaksana dengan adanya akhlak yang baik. Oleh karena itu, kejayaan seseorang, masyarakat dan bangsa, disebabkan akhlaknya yang baik. (Djatnika, 1987: 12) Pendidikan Merupakan salah satu hal
yang utama
dalam
pembentukan peradaban umat manusia. Pendidikan seperti semacam pelita yang menerangi kehidupan manusia karena dengan pendidikan manusia mampu mengerti dan memahami akan sejatinya eksistensi. Pendidikan yang dimiliki seseorang akan menentukan arah hidup dan cara pandang mengenai kehidupan. Semakin tinggi pendidikan seseorang, akan lebih mudah memahami tentang kehidupan nyata, sehingga manusia akan menjalani kehidupan yang baik. Sementara orang-orang yang memiliki kehidupan rendah akan sulituntuk memahami tentang kehidupan yang sesungguhnya, 15
dan akan menyulitkan mereka menentukan arah masa depan. Dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah kebutuhan dasar yang menjadi hak asasi manusia. Pendidikan akhlak merupakan bagian dalam pendidikan Islam sehingga salah satu fokus penting dalam pendidikan Islam yaitu pendidikan akhlak. Akhlak menurut Al-Ghozali adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, yang dari dirinya muncul perbuatan yang mudah dikerjakan tanpa melalui pertimbangan akal pikiran (Mansur, 2007: 227). Akhlak yang baik merupakan buah iman yang mendalam dan perkembangan religius yang benar. Dengan berpijak pada landasan iman kepada Allah SWT, rasa takut, bersandar, meminta ampun pada Allah, maka kita akan memiliki potensi menerima keutamaan dan kemuliaan akhlak (Thabrani, 1996: 10) Ajaran islam memberikan pedoman hidup kepada umat manusia. Pedoman hidup itu telah terurai banyak secara luas dan jelas dalam ayat-ayat Al-Qur‟an dan contoh-contoh dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. Inti dari pedoman tersebut adalah manusia dianjurkan untuk membangun kehidupan itu dengan perbuatan-perbuatan baik dan meninggalkan perbuatanperbuatan yang tidak baik. Hal ini jika dijalankan, maka kehidupan akan selamat. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu upaya penanaman akhlak melalui pendidikan. Pendidikan akhlak diartikan sebagai latihan mental dan
16
fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah. Pendidikan akhlak berarti juga menumbuhkan personalitas kepribadian dan menanamkan tanggung jawab. Oleh karena itu, jika berpredikat seorang Muslim yang baik harus mentaati ajaran Islam dan menjaga agar rahmat Allah tetap berada pada dirinya. Ia harus mampu memahami,menghayati, mengamalkan ajaran yang didorong oleh iman yang sesuai dengan akidah Islamiyah. Pendidikan akhlak merupakan sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita. Karena nilai-nilai Islam telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadian, Islamdapat menjadikan pedoman seluruh aspek kehidupan manusia muslim baik dunia maupun ukhrowi (Abdullah, 2007: 22). Kemosrotan akhlak disemua kehidupan masyarakat, baik lembaga atau individu merupakan suatu bukti ketidak berhasilan atau gagalnya pendidikan selama ini, terutama dalam bidang akhlak. Pendidikan acapkali ditempatkan sebagai suatu yang hanya bertali-tali dengan transfer pengetahuan.Pendidikan akhlak menurut Al-Ghozali merupakan tiap daya serta upaya yang dilakukan dengan melalui pelatihan secara berulang-ulang agar tertanam dalam jiwa dan muncul dalam perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan terkebih dahulu. Akhlak merupakan tantangan terbesar bagi bangsa ini untuk membentuk karakter dan cerminan bagi bangsa. Bila pendidikan akhlak bagi bangsa sudah baik maka baik juga disetiap kehidupan. Maka dengan akhlak 17
yang baik dan benar akan memberikan dampak yang sangat besar dan positif bagi perkembangan dan kemajuan suatu bangsa. Kita hidup dalam kondisi krisis akhlak dengan pengertian yang luas, baik krisis akhlak secara individu maupunkelompok, kita bisa lihat antara adanya pertumpah darah antar sesama kelompok umat Islam sendiri kerena mereka merasa unggul dari yang lain, adanya peperangan dan pengrusakan. Sedangkan krisis akhlak secara individu seperti: pemimpin yang angkuh dan sombong
terhadap
bawahan,
berlaku
sewenang-wenang
terhadap
bawahannya, sehingga tidak ada lagi kepercayaan dari para bawahan yang dipimpinnya (Deden, 2007: 5) Generasi muda adalah sebagai penerus bangsa, apabila penerus bangsa memiliki jiwa yang berakhlak mulia tentu saja negara akan maju dan rakyat akan hidup tentram, tetapi sebaliknya apabila penerus bangsa ini memiliki akhlak yang buruk tentu saja negara kita akan mengalami banyak kerusakan dan kemunduran. Oleh sebab itu mempersiapkan generasi muda yang berakhlak mulia adalah sangat penting didalam dunia pendidikan (Sholikhun, 2008: 3) Umat Islam dulu pernah menjadi umat yang kuat dan berwibawa, kini justru menjadi bulan-bulanan kepentingan dan keserakahan umat lain. Umat lain kini telah berjuang keras untuk melumpuhkan umat yang beragama Islam dengan segala cara dari zaman ke zaman, diantaranya yaitu menciptakan kondisi umat Islam yang bebas tidak terikat dengan norma-norma agama dan
18
akhlak sebagai pegangan hidup. Dengan cara ini, mereka mengharapkan akan muncul generasi-generasi Islam yang dapat menuruti kemauan-kemauan imperalis, pemalas dan senang hidup mewah dan berfoya-foya, dan selalu mementingkan kepentingan pribadi dengan segala cara mengesampingkan urusan bangsa. Generasi apabila belajar, maka semata-mata untuk kepentingan pribadi dan kesenangannya, apabila bekerja atau menjadi pejabat juga berusaha untuk kesenangan dan kepribadian sendiri, apabila umat Islam seperti ini maka tunggulah kehancurannya. Ditengah-tengah umat Islam dalam keadaan yang memprihatinkan tersebut, buku ini diluncurkan oleh ulama besar mesir yaitu Syeikh Mustafa Al-galayaini untuk menyelamatkan para generasi muslim dari jurang kebinasaan, isinya bukan sekedar menawarkan sederetan teori ilmiah, melainkan juga arahan operasional yang lebih praktis. Karena sangat pentingya kitab ini, para ulama Indonesia sejak satu abad lebih yang lalu mengajarkan kitab ini kepada santrinya, sehingga pemerintah belanda merasa gusar, merasa terganggu kepentingannya dan akhirnya mereka melarang pembacaan kitab ini di seluruh pesantren di Indonesia, tidak hanya intruksi pelarangan saja tetapi juga melakukan penangkapan para kyai yang mengajarkan kitab ini. Al-Ghalayaini
juga
berkecimpung
langsung
menjadi
praktisi
pendidikan, pengalamanya sebagai Beliau aktif mengajar di beberapa Universitasdan Sekolah Tinggi Syari‟ah lainnya, itu menunjukkan bahwa
19
beliau juga merupakan ulama yang terjun langsung di dalam dunia pendidikan. Dalam konteks penanaman dan pembinaan akhlak diatas, Syeikh Mustafa Al-galayaini dengan ilmu dan pengalamanya melalui kitab „Izat AnNasyiiningin memberi bimbingan kepada segenap muslim agar menjadi individu-individu yang bersih dari sifat-sifat yang tidak terpuji, berakhlak mulia dan mengerti bagaiman seharusnya ia bersikap menghadapi segala peristiwa yang dialami bangsanya. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis terdorong mengkaji untuk lebih lanjut tentang ” NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB ‘IZAT AN-NASYIINIMPLIKASI TERHADAP PENDIDIKAN AKHLAK KARYA SYEIKH MUSTAFA AL- GALAYAINI”. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini secara umum adalah bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak yang disampaikan olehSyeikh Mustafa Al-galayaini. Rumusan masalah tersebut, Dirinci sebagai berikut: 1. Bagaimanakah Biografi Syeikh Mustafa Al-galayaini dan sistematika kitab „Izat An-Nasyiin? 2. Bagaimanakah konsep nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab Idhootun Nasyi‟in ? 3. Bagaimanakah relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab „Izat An-Nasyiindengan konteks kekinian ? 20
C. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan nilai-nilai pendidikan akhlak yang digagas oleh Syeikh Mushthafa al-Ghalayainyang tertuang dalam kitab „Izat An-Nasyiin. Adapun tujuan umum tersebut dirinci menjadi tujuan khusus sebagai berikut: 1. Mengetahui Biografi SyeikhMushthafa al-Ghalayain dan sistematika kitab „Izat An-Nasyiin. 2. Mengetahui konsep nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab „Izat AnNasyiin. 3. Mengetahui diskripsi relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab „Izat An-Nasyiin, dikaitkan dengan konteks kekinian. Ketiga tujuan penelitian itu yang nanti hasilnya semoga bermanfaat bagi khalayak umumdan khususnya bagi penulis, sehingga dapat membuka wawasan serta pemikiran baru yang dapat menambah pengetehuan tentang isi yang terkandung dalam kitab„Izat An-Nasyiin yang lebih mengacu pada nilainilai pendidikan akhlak yang terkandung di dalamnya.
D. Kegunaan Penelitian Adapun penelitian atau pembahasan terhadap masalah tersebut di atas mempunyai maksud agar berguna sebagai berikut : 1. Manfaat akademis 21
a. Pengamat pendidikan akhlak sebagai masukan yang berguna, menambah wawasan dan pengetahuan mereka tentang keterkaitan antara kitab „Izat An-Nasyiindengan pendidikan akhlak. b. Penelitian ini ada relevansinya dengan Ilmu Agama Islam khususnya Program Studi Pendidikan Agama Islam, sehingga hasil pembahasanya berguna menambah leteratur atau bacaan tentang nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab „Izat An-Nasyiin. c. Penelitian ini semoga dapat memberikan konstribusi positif bagi para akademisi khususnya penulis untuk mengetahui lebih lanjut tentang keterkaitan kitab „Izat An-Nasyiin dengan pendidikan akhlak. Dengan ini diharapkan dapat memperluas kepustakaan yang dapat menjadi reverensi penelitian-penelitian setelahnya. 2. Manfaat praktis Memberikan kontribusi positif untuk dijadikan pertimbangan berfikir dan bertindak. Secara khusus penelitian ini dapat dipergunakan sebagai berikut: a. Diharapkan skripsi ini dijadikan bahan acuan bagi remaja muslim agar mempunyai akhlaqul karimah dan karakter yang baik. b. Dengan penelitian ini nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan untuk membina dan mengetahui perkembangan pendidikan akhlak remaja muslim dengan karakter yang baik. c. Dengan skripsi ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri. Amin. 22
E. Metode penelitian 1. Desain penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah pada penelitian kepustakaan (library research), yaitu suatu bentuk penelitaian terhadap literature dengan pengumpulan data atau informasi dengan bantuan buku-buku karangan Syeikh Mushthafa al-Ghulayaini yang berkaitan dengan pemikirannya tentang nilai-nilai pendidikan akhlak, yang ada di perpustakaan dan materi pustaka yang lainnya. Sebagai bahan parameter analisis perbandingan dengan yang dimaksud dengn library research adalah penelahan kepustakaan yakni penelitian yang berusaha mencari teori-teori, konsep-konsep generalisasi yang dapat dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan. Dalam hal ini Arif Furchan menegaskan bahwa penelitian kepustakaan dimaksud adalah studi yang sumbernya digali dari buku-buku, disertai dengan indeks penerbatan berkala (majalah atau surat kabar), sistem penyimpanan dan pencarian informasi. ( Furchan, 1982: 98). 2. Sumber Data. a. Data primer Sumber data primer adalah sumber data utama yang akan dikaji dalam permasalahan. Karena sifat dan penelitian literer, maka 23
datanya bersumber dari literature. Adapun yang menjadi sumber data primer adalah kitab„Izat An-Nasyiindan
Terjemah Idhotun
Nasyi‟in b. Sumber Data sekunder Data sekunder yang diambil dalam penelitian ini adalah bukubuku yang berisi tentang etika yang mendukung dalam pembahasan skripsi ini yang ada di dalamnya, seperti Bimbingan Menuju Akhlak Luhur, Akhlak Mulia dan yang lainnya. 3. Metode Pengumpulan Data Untuk
memperoleh
data-data
yang
diperlukan
dalam
penyusunan ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library Research) dengan langkah-langkah : a.
Membaca buku-buku sumber, baik primer maupun sekunder.
b.
Mempelajari dan mengkaji serta memahami kajian yang terdapat dalam buku-buku sumber.
c.
Menganalisis untuk diteruskan identifikasi dan mengelompokkan serta diklasifikasi sesuai dengan sifatnya masing-masing dalam bentuk per bab.
4.
Metode Analisis Data Melihat objek penelitian ini adalah buku-buku atau literaturyang termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan, maka penelitian ini adalah merupakan library research.Data yang
24
terkumpul selanjutnya akan penulis analisa dengan menggunakan teknik analisa kualitatif dengan cara: a. Deduktif Maksudnya adalah bertolak dari hal-hal atau teori yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Dalam arti pengambilan kesimpulan yang berawal dari suatu pertanyaan tentang pendidikan akhlak dalam Islam secara umum kemudian dilakukan penarikan kesimpulan dari pendidikan akhlak menurut Syeikh Mustafa Al-galayaini sehingga menghasilakan kesimpulan yang bersifat khuhus. b. Induktif Maksudnya adalah mengambil kesimpulan yang bertitik tolak dari hal-hal yang bersifat khusus dan mengambil atau menarik kesimpulan yang bersifat umum (Warsito, 1993: 99). Dalam arti penarikan kesimpulan yang berangkat dari uraianuraian khusus tentang pendidikan akhlak karya Syeikh Mustafa Al-galayaini, kemudian diformulasikan ke dalam kesimpulan yang bersifat umum. F. Penegasan Istilah Untuk memudahkan atau menjaga agar tidak terjadi kesalah fahaman serta langkah awal menyatukan persepsi terhadap pembahasan ini, maka perlu diberikan istilah dari judul-judul berikut: 1. Nilai-nilai 25
Nilai adalah sesuatu yang dipandang baik, disukai, dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau kelompok orang sehingga preferensinya tercermin dalam perilaku, sikap, dan perbuatanperbuatannya (Ensiklopedia Pendidikan, 2009: 106). Nilai-nilai berasal dari kata “nilai” dapat berarti sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (poerwadarminta, 1982: 668). Dalam definisi lain yang disampaikan Noor Syam, Bahwa nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat,sehingga nilai merupakan suatu otoritas ukuran dari subjek yang menilai, dalam artian koridor keumuman dan kelaziman dalam batas-batas tertentu yang pantas bagi pandangan individu dan sekelilingnya (Aziz, 2009: 120). 2. Pendidikan Akhlak Pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu : “Paedagogike”. Ini adalah kata majemuk dari kata “paes” yang berarti “anak” dan kata “ago” yang mempunyai arti “aku membimbing” oleh sebab itu paedagogike berarti aku membimbing anak. Sedangkan orang yang memiliki pekerjaan anak dengan tujuan membawanya ketempat belajar disebut paedagogos. Apabila kata ini diartikan secara simbiolis, maka suatu perbuatan membimbing merupakan inti dari mendidik (Uhbiyati, 1991: 79). Pendidikan merupakan usaha membimbing dan membina serta bertanggung jawab untuk mengembangkan intelektual pribadi anak
26
didik ke arah kedewasaan dan dapat menerapkankannya dalam kehidupan sehari-hari (Armai, 2002: 40). Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang (Mansur, 2004: 57). Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara (Ensiklopedia Pendidikan, 2009: 130). Menurut pandangan Islam bahwa “Pendidikan” adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dengan tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah secara potensi (sumber daya) insani menuju terbentukya manusia seutuhnya (insan kamil)( Ahmadi, 1992: 16). Dalam bahasa Arab “pendidikan” itu sama dengan at-Tarbiyyah, sedangkan menurut Abdurrahman An-Nahlawi bahwa kata AtTarbiyah Berasal dari tiga bentuk. Pertama kata “ Robaa-yarbuu” yang berarti bertambah tumbuh. Kata kedua “Robiya-yarba yang berarti menjadi besar dan yang ketiga adalah kata “robba-yarubbu” yang berarti menuntun, menjaga dan memelihara (Abdurrahman, 1992: 31)
27
Menurut Syeikh Mustafa Al-galayaini pendidikan bukanlah sekedar mengasuh, memelihara atau mendidik anak didik, namun pendidikan merupakan pengembangan pengetahuan, ketrampilan maupun kepandaian yang melalui adanya pengajaran, latihan-latihan atau pengalaman-pengalaman. Lebih lanjut anak didik secara bertahab dengan memperhatikan usia kemampuan anak (al-Ghalayaini, 1989: 189). Dengam demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatau usaha yang disengaja, memberikan bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan ajaran Islam yang berupa penanaman akhlak yang mulia, latihan moral, fisik sehingga menghasilkan perubahan yang dimanifestasikan dalam kenyataan hidup meliputi kebiasaan, tingkah laku, berfikir, dan bersikap menuju terbentuknya kepribadian utama. Secara etimologis (lughotan)akhlak (Bahasa arab) adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Secara terminologis akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Yunahar, 1999: 2) Akhlak adalah sifat-sifat yang dibawa manusia sejk lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat ini dapat lahir berupa perbuatan baik, disebut akhlak yang mulia, atau perbuatan
28
buruk disebut akhlak yang tercela sesuai dengan pembinaanya (Asmaran, 1992: 1). Selanjutnya kata Akhlak bisa juga berarti hal keadaan atau kondisi, dimana jiwa mempunyai potensi yang bisa memunculkan dari padanya menahan atau memberi. Jadi akhlak itu adalah ibarat dari “Keadaan Jiwa dalam bentuk batiniah” (Al-Ghazali, jilid2,2000: 599). Pendapat lain mengatakan bahwa akhlak berasal dari bahasa Arab, jama‟ dari kata Khulk yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat ( Asmaran As, 2002: 2). Jadi pengertian diatas dapat dipahami bahwa pendidikan akhlak adalah proses bimbingan oleh pendidik (guru, orang tua, masyarakat, lingkungan) kepada peserta didik baik jasmani maupun rohani yang dilakukan secara sadar dan sengaja agar terbentuk kepribadian atau perilaku yang utama sebagai manusia seutuhnya( insan kamil). 3.
Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Secara umum, nilai-nilai akhlak mempunyai dua dimensi. Pertama, Nilai-nilai akhlak yang ditetapkan Allah dan Rarul-Nya untuk dilaksanakan oleh manusia. Kedua, nilai-nilai yang berasal dari ijtihad para ulama yang menurut mereka mempunyai maslahat yang tidak bertentangan dengan syari‟at. Semua sistem dan undang-undang yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan mereka masuk dalam dimensi kedua ini (Mahmud, 1995: 82) 29
Jadi menurut penulis nilai-nilai pendidikan akhlak adalah Sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada proses bimbingan oleh pendidik kepada peserta didik baik jasmani maupun rohani yang dilakukan secara sadar atau sengaja agar terbentuk kepribadian atau perilaku yang seutuhnya sebagai manusia. 4. Kitab Idhotun Nasyi‟in Kitab „Izat An-Nasyiin merupakan kitab berbahasa arab dan termasuk salah satu karangan Syeikh Mustafa Al-galayaini. Di dalam kitab ini dari segi isinya menggunakan metode Mauizah atau pemberian nasehat dan membeikan arahan-arahan kepada generasi muda dengan menggunakan pemikiran-pemikiran alGhalayaini sendiri yang berpengalaman sebagai seorang pendidik. Kitab ini muncul karena permintaan para pembaca yang membaca artikel-artikel al-Ghalayaini, permintaan tersebut agar artikel-artikel tersebut dibukukan dan diedarkan khususnya pada masyarakat yang belum menelaah artikel tersebut.
5. Syeikh Mustafa Al-galayaini Nama lengkap Syeikh Mustafa Al-galayaini adalah Mushthafa bin Muhammad salim al-Ghalayaini.Dia adalah seorang sastrawan arab, penyair, orator, alih bahasa, politikus dan jurnalis, Beliau dilahirkan di beirut, Libanon pada tahun 1303 H/1886 m dan wafat pada tahun 1364/1944 M. 30
G. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh sehingga pembaca nantinya dapat memahami tentang isi skripsi ini dengan mudah, penulis berusaha memberikan sistematika penulisan dengan penjelasan secara garis besar. Skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing saling berkait yaitu sabagai berikut: BAB I : Pendahuluan. Dalam bab ini penulis menjabarkan pokokpermasalahan yang terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode Penelitian dan sistematika penelitian. BAB II: Biografi syeikhMustafa Al-galayaini.Dalam bab ini memuat beberapa pembahasan seperti halnya tentang, Biografi Syeikh Mustafa Al-galayaini dan konteks Sosio-Kulturnya, karya-karyanya, Corak umum pemikiran Syeikh Mustafa Al-galayaini, sinopsis kitab „Izat An-Nasyiin. BAB III:Mengenal kitab „Izat An-Nasyiin, yang tentang sistematika penulisan kitab „Izat An-Nasyiin, Latar belakang penulisan kitab„Izat AnNasyiin, pokok bahasan tentang nilai-nilai pendidikan akhlak, metode pendidikan dan tujuan pendidikan akhlak menurut Syeikh Mushthafa alGhalayain dalam kitab „Izat An-Nasyiin.
31
BAB
IV
:
Analisis
hasil
penelitian.
Yang
meliputi
analisispendidikan akhlak apa saja yang ada dalam kitab „Izat An-Nasyiin yang di kaitkan dengan konteks kekinian. BAB V :Merupakan kesimpulan dari seluruh uraian yang telah dikemukaan dan merupakan jawaban dari permasalahan tulisan ini.
32
BAB II
BIOGRAFI SYEIKHMUSTAFA AL-GALAYAINI
A. Biografi Syeikh Mustafa Al-galayaini dan Sosio-Kulturnya Nama lengkapnya adalah Mushthafa bin Muhammad Salim alGhalayaini. Dalam kitab “Mu‟jam al-Muallafin Tarajum Mushanafi alKutub al-Arabiyyah” yang ditulis oleh Umar Ridha Kahalah, ia mengungkapkan bahwa Mustafa Al-galayaini dilahirkan pada tahun 1303 Hijriyah atau bertepatan pada tahun 1808 Masehi. Walaupun demikian, dengan dikaruniai umur sekitar 59 tahun ternyata telah banyak sekali predikat atau gelar yang beliau sandang diantaranya selain dikenal sebagai ulama yang berpandangan modern dan berkaliber internasional beliau adalah seorang sastrawan, penulis, penyair, urator, linguis, politikus, kolomnis maupun wartawan (Kahalah,1993: 881). Al-Ghalayaini lahir dikota Beirut, ibukota negara Libanon. Dimasa pertumbuhannya al-Ghalayaini ketika masih kecil sudah menunjukkan kecerdasan intelektual melebihi teman-temanya. Dan ia mendapatkan pendidikan dasar dari guru atau syeikh terkenal pada saat itu, diantaranya adalah Muyiddin al-Khayyath, Abdul Basith al-Fakhuri, Shalih al-Rofi‟ie dan lainnya. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di tanah kelahirannya, beliau kemudian melanjutkan pendidikan tingginya di mesir, tepatnya di Universitas Al-Azhar Kairo, disana beliau berguru
33
kepada seorang yang di dunia islam dikenal sebagai pembaru pemikiran islam, yakni Muhammad Abduh (kahalah, 1993: 881). Pengaruh pemikiran Muhammad Abduh terhadap Syeikh Mustafa Al-galayaini dalam kitab „Izat An-Nasyiin terlihat gaya penulisan dalam isi kitab ini. Kontribusi pembaharuan pemikiran Muhammad Abduh yang bersifat rasional sangat kentara dalam kitab ini.Hal tersebut sangat kentara dalam pembahasan tentang pembaharuan, kemerdekaan, rakyat dan pemerintah, yang menekankan pada kebebasan berpikir, berpendapat, dan bernegara.Pemikiran
Muhammad
Abduh
yang
juga
sangat
jelas
mempengaruhi pemikiran Syeikh Mustafa Al-galayaini dalam hal ini dijelaskan pentingnya seseorang memiliki sifat tawakkal. Dalam konteks ini, Muhammad Abduh menyatakan bahwa terdapat dua ketentuan yang sangat mendasari perbuatan manusia, yaitu: pertama, manusia melakukan perbuatan dengan gaya kemampuannya. Kedua, kekuasaan Allah adalah tempat kembali semua yang terjadi (Sucipto, 2003: 152) Disamping itu, Muhammad Abduh juga mempengaruhi pemikiran Syeikh Mushthafa al-Ghalayani dalam hal gagasan dan gerakan pembaharuannya yang menampakkan modernis puritanis. Muhammad Abduh adalah sorang reformis yang toleran, liberal dan kaya akan gagasan modern. Tapi disatu sisi, Muhammad abduh dilihat sebagai seorang alim, mujtahid, dan penganjur doktrin orisinalitas Islam (Sucipto,2003: 153). Kemudian setelah menamatkan pendidikan di Universitas al-Azhar Kairo, beliau kembali lagi ke Beirut dan aktivitasnya tiada lain adalah
34
mengamalkan seluruh ilmu yang telah didapatkan di Kairo tersebut. Beliau aktif mengajar di beberapa Universitas, diantaranya adalah Universitas Umari, Maktab Sulthani, Sekolah Tinggi Usmani, dan Sekolah Tinggi Syari‟ah lainnya (al-Ghalayaini, 2002: 4). Selain aktif sebagai pengajar beliau juga sangat berminat menggeluti dunia penerbitan.Beliau menerbitkan majalah Nibrasy di Beirut dan berpartisi aktif dalam dunia perpartaian, yakni dengan bergabungnya beliau kepada kelompok Hizb al Ittihad al-Taraqqi (Pertai Persatuan
Pembangunan).Tapi,
tidak
berapa
kemudian
beliau
mengundurkan diri dari keterlibatnya di partai tersebut dan bergabung dengan Hizb al-I‟tilaf (Partai koalisi).Sama seperti di partai sebelumnya, atas ketidak sepahaman pendapat dengan golongan elit terpelajar yang bergabung dengan partai itu, beliau lagi-lagi mengulangi keputusannya untuk
menarik diri.Menurutnya
kejelekan mereka
adalah
terlalu
mengabdikan diri kepada pemimpin keagamaan tradisional yang cenderung sektarian dan non-egaliter. Partai-partai politik yang ada juga tidak dapat diterimanya karena mereka cenderung akomodatif hanya terhadap salah satu kelompok saja dan tidak aspiratif serta mau berjuang dan membela masyarakat umum. Hal inilah yang mendorong Syeikh Mustafa Al-galayainibeserta para intelektual lainya dengan gagasan, visi dan misi yang sama terketuk untuk membentuk partai baru yang disebut dengan Hizb-al-Islah (Partai Reformasi), Maka sesuai namanya partai ini lebih beriontasi kepada perjalanan Islam yang bernuansa reformis dan
35
modernis serta membela hak-hak orang yang tertindas dan mewujudkan masyarakat umum (Kahalah, 1993: 881). Setelah sekian lama berkecimpung dalam percaturan partai politik, beliau kemudian oleh pemerintah diangkat menjadi orator (ahli pidato) untuk mendampingi pasukan Ustmani IV pada perang dunia pertama. Beliau juga menyertainya dalam perjalanan dari damaskus menyebrangi gurun menuju Terusan Zues dari Arah Isma‟iliyah, dan ikut hadir di medan perang walaupun kemudian mengalami suatu kekalahan. Beberapa peristiwa yang melingkupi perjalanan karir beliau, baik yang berkaitan dengan dunia politik dan perang telah memberikan pelajaran sangat berarti bagi diri al-Ghalayaini. Berdasarkan keinginan yang kuat untuk mengbdikan diri kepada dunia pendidikan, beliau lagi-lagi ke Beirut dan aktif sebagai tenaga pengajar. Di sela-sela kesibukannya sebagai tenaga edukatif, beliau mendapatkan kepercayaan dari pemerintah yang waktu itu negara berada di bawah pemerintahan raja Faisal untuk mengunjungi kota Damaskus, dan disana beliau diangkat sebagai pegawai di kantor administrasi keamanan publik sekaligus juga sebagai tenaga sukarela pada tentara arab. Di tahun berikutnya kembali ke Beirut, lalu dengan tanpa alasan yang jelas beliau ditahan oleh pemerintah, tapi tidak lama kemudian beliau dibebaskan. Sebagai seorang yang suka berkelana dan menjelajah dari suatu kota ke kota lainya yang masih dalam lingkup tanah Arab, beliau
36
kemudian pergi ke Jordania Timur disana diangkat sebagai pengasuh dua anak Amir Abdullah dan menetap dalam waktu yang tidak lama. Perjalanan ke Jordania Timur membuatnya tidak betah berlamalama di negeri orang, lalu kembali lagi ke Beirut. Tapi sesampainya di Beirut bukan malah mendapatkan suatu penyambutan yang meriah, melainkan suatu penahanan yang dilakukan oleh otoritas Prancis yang sudah lama berada di tanah Beirut untuk kemudian diasingkan ke Negara palestina dan selanjutnya menetap di daerah Haifa. Setelah dibebaskan dari pengasingannya dan menghirup kembali alam bebas, beliau berniat kembali ke tanah kelahiranya, yaitu Beirut. Beliau ternyata masih mendapat kepercayaan dari rakyat untuk memangku beberapa jabatan sekaligus, di antaranya adalah beliau diangkat sebagai kepala Majelis Islam, hakim Syari‟ahserta penasehat pada Mahkamah Banding Syari‟ah Sunni sekaligus terpilih sebagai anggota dewan keilmuan Damaskus. Beliau wafat dibeirut pada tanggal 17 Februari 1945 tepat diusianya yang ke 59 tahun (Kahalah, 1993: 881).
B. Karya-Karyanya Adapun karya-karya SyeikhMustafa Al-galayaini dalam bentuk buku sesuai dengan pengamatan Umar Ridla Kahalah yang dicantumkan dalam
karyanya
yang
berjudul
“Mu‟jam
al-Muallafin
Mushannafi al-Kutub al-Arabiyyah”, melipurtiantara lain: a. Idhatun Nasyi‟in
37
Tarajum
b. Al-Islam Ruh al-Madinah aw al-Din al-Islami c. Jami‟ al-Durus al-Arabiyah,. d. Nadzratu fi Kitab al-Sufur wa al-Hijab al-Mansub li Nadzari Zain al-Din e. Nadzaratu fi al-Lughah wa al-adab f. Diwan Sy‟run Menurut Heri Sucipto karangan Syeikh Mustafa Al-galayaini diantaranya: a.
Izhah al-Nasyi‟in, kitab ini berisikan nasehat-nasehatvatau arahan-arahan bagi kaum muda(remaja) agar mereka menjadi pribadi-pribadi yang tangguh menyongsong masa depan yang penuh tantangan.
b.
Lubib al-Khiyar fi Sirah al-Nabi al-Mukhtar, kitab ini membahas tentang sejarah hidupnya Nabi Muhammad SAW.
c.
Jami‟ al-Durus al-„Arobiyah, kitab ini membahas tentang berbagai macan permasalahan terkait tata Bahasa Arab yang diuraikan secara lengkap dan sistematis sehingg mudah dipahami dan diaplikasikan.
d.
Al-Tsurayya al-Madhiyah fi al-Dhurus al-„Arudhiyah, kitab ini membahas tentang kaidah-kaidah dalm mengubah syair
e.
Uraij al-Zahr, kitab ini berisikan himpunan kata bijak, karya dia sendiri.
38
C. Corak Umum Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Menurut Pemikiran Syeikh Mustafa Al-galayaini Pada sisi lain Syeikh Mustafa Al-galayaini dipengaruhi oleh alGhazali. Hal ini dapat dibutikkan bahwa kitab „Izat An-Nasyiinterdapat kutipan pemikiran al-Ghazali, misalnya penjelasan al-Ghalayaini tentang anak didik (al-Ghalayaini, 2000: 182). Ciri khas yang paling menonjol dalam kitab „Izat AnNasyiinkarya Syeikh Mustafa Al-galayaini ini yang disusun dengan gaya pidato dengan berbagai poin yang menjadi tema pokoknya sekaligus dilengkapi dangan solusi-solusi dan langkah-langkah ke depan yang lebih baik. Untuk memahami pemikiran seorang cendekiawan secara objektif, kita harus memberikan perhatian pada situasi dan kondisi yang melingkupi realitas zamanya. Karena kondisi itulah yang mendorong seorang cendekiawan untuk mengartikulasi gagasan, pandangan, dan sikapnya. Kondisi itulah yang mendorong untuk menentukan metode yang dia tempuh untuk mengekspresikan segala ide-idenya. Bahkan, cendekiawan yang berhasil adalah mereka yang mampu menjadikan dirinya cermin atas realitas zamanya. Kemudian, dia juga berusaha menjadikan pemikirannya sebagai solusi efektif untuk memecahkan tantangan realitas yang semakin maju. Dia akan dianggap lebih berhasil, apabila dia sanggup mengubah sisi negatif bagi perjalanan kehidupan ke
39
depan, dan memanfaatkan perubahan yang ada demi kemaslahatan masyarakat (Mu‟thi, 2000: 84). Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa, beberapa faktor yang mewarnai pemikiran seseorang diantaranya, adalah pertama, kebutuhan masyarakatdan penguasa akan sistem ajaran tertentu. Kedua, ortodoksi yakni paham yang dianut oleh mayoritas kaum muslimin yang pembentukannya tidak lepas dari kepentingan-kepentingan keduniawian. Ketiga, sumber ajaran islam, al-Qur‟an dan al-Hadits, yang tertuang dalam bahasa Arab yang dipakai oleh orang-orang Arab pada tempat dan waktu tertentu itu menimbulkan persoalan pemahaman bagi orang-orang yang masa hidupnya jauh dari masa hidup Nabi Muhammad SAW. Keempat, adanya kecerendungan manusia untuk bebas dari suatu pihak yang lain. Kelima, adanya pertentangan kepentingan. Demikian juga tingkat intelegensi, kecerendungan, latar belakang kependidikan, perkembangan ilmu pengetahuan, kondisi sosial budaya, politik, ekonomi, dan lain-lainya memberikan warna terhadap paradigma pemikirannya(Maragustan, 2000: 43). Pada bab di atas telah disinggung mengenai latar belakang kehidupan, perjalanan menempuh pendidikan, serta pergulatannya dengan dunia karir al-Ghalayaini, walaupun tidak begitu lengkap dan mendetail. Namun demikian, setidaknya dengan pemaparan di atas bisa menjadi sebuah patokan tersendiri untuk menelusuri sejauh mungkin paradigma
berpikirnya
al-Ghalayaini
40
tentang konsep pendidikan
akhlaknya yang dituangkan dalam menulis kitab „Izat An-Nasyiin tersebut. Sebab karya tersebut boleh dibilang bukan sebuah karya utuh dan sistematis sebagai sebuah tulisan ilmiyah berbentuk buku sebagaiman karangan-karangan yang lain. Tulisan tersebut merupakan essai bebas yang dia tulis dari balik jeruji besi. Karena disilah beliau mengalami proses pencerahan diri yang sangat luar biasa berartinya, yakni pencerahan secara intelektual dan spiritual. Baginya penjara bukan merupakn tempat yang menakutkan yang bisa memasung kreatifitas berpikir dan menulis gagasan-gagasan aktual mengenai kondisi riil moralitas remaja Lebanon pada saat itu. Karena ketika kebebasan berbicara sudah dibungkam, maka tidak ada pilihan lain kecuali tulisantulisan kritislah yang harus di kemukakan kearah publik. Hal inilah yang dilakukan al-Ghalayaini menghadapi rezim yang otoriter. Lebih jauh al-Ghalayaini dalam sejarah kehidupannya kaya akan pengalaman bergumul dengan gejolak sosial dan politik yang sudah mengarah pada kondisi anomie, kondisi masyarakat dimana agama, pemerintah dan moralitas telah memudar keefektifannya, akibat keakutan dan krisis Psiko-sosial yang terjadi. Al-Ghalayaini dengan getol melakukan refleksi kritis dengan menggagas lahirnya tata kehidupan yang normatif-etis. Dalam kondisi yang serba sulit itulah, tidak dapat dipungkiri akan kemungkinan terjadinya clash (benturan). Pemikiran dan kepentingan berbagai pihak baik dikalangan atas maupun kalangan masyarakat bawah. Ini berarti kondisi sosial-budaya yang dihadapi al-
41
Ghalayaini tampak mirip dengan kondisi sekarang ini. Dengan demikian, kajian terhadap pemikiranya, terutama terkait dengan lingkup akhlak (moral) yang belum banyak disentuh, di satu sisi dinilai relevanfungsional bagi upaya menyumbangkan penemuan solusi problemproblem kontemporer di atas, dan di sisi yang lain bagi upaya memperkaya khasanah pemikiran teoritik khusus akhlak (moral) dan pendidikan. Al-Ghalayaini sangat apresiatif terhadap otonomi akal atau kebebasan dalam melontarkan sebuah gagasan. Menurutnya, fungsi akal dapat dipandang sebagai sumbu keutamaan dan sumber moral (akhlak).Akal dalam pandangan al-Ghalayaini tidak hanya sekedar mudrik (berfungsi mengatahui), melainkan juga sebagai
hakam
(pemutus/penentu baik, buruk). Jadi pendidikan yang dikehendakinya adalah yang mampu menyadarkan peserta didik akan realitas yang dihadapi dengan cara yang mengakibatkan mampu melakukan tindakan efetif terhadap relitas tersebut. Untuk merealisasikan ini, hal mendasar yang perlu digarap adalah dengan pendidikan akal.Sebab dengan akal manusia mampu memahami taklif Allah dan mengatur kehidupan dunia ini. Dengan
demikian,
dalam
pendidikan
akhlak,
al-Ghalayaini
beriontasi pada pembentukan kesadaran dan kepekaan akhlak (Basyiroh Akhlaqiyah) seseorang, sehingga ia mampu membedakan antara perilaku yang baik dan buruk, melalui penajaman kritisisme (al-tahlil al-aqli wa
42
tanmiyat al-aql) (al-Ghalayaini, 1949: 182). Dengan berakhlak seperti ini hanya bisa terbentuk melalui penalaran dan kesediaan diri dalam memenuhi berbagai macam aturan dan putusan.
D. Sinopsis Kitab ‘Izat An-Nasyiin Menjadi sebuah keniscayaan, seorang pengarang dengan yang lain memiliki karakter dan warna tersendiri. Perbedaan ini dipengaruhi latar belakan kehidupan, misalnya pendidikan, pengetahuan, pengalaman dalam berkarya dan kecenderungan pengarangnya.Background inilah yang kemudian memunculkan satu benuk karakteristik tersendiri dalam hasil karyanya. KarakteristikMustafa Al-galayaini dalam kitab Idhatun Nasyi‟inkental dengan muatan keagamaan seperti: pendidikan, budi pekerti, dan sosial budaya. Untuk itukitab Idhatun Nasyi‟in karangan SyekhMustafa Algalayaini dapat dikategotikan menjadi 3 hal: 1. Hal-hal yang berupa pengembaraan seseorang dalam menjalani proses kehidupan di mana kemudian akan menemukan sebuah bentuk jati diri yang sejati, tetapi hal tersebut harus ditunjang dengan sikap dan perilaku yang baik tentunya. Karena dengan menemukan bentuk jati dirinya iaakan berkembang menjadi kenal sesama maupun Tuhannya. 2. Hal-hal yang berbicara tentang perenungan seseorang untuk melalui berbuat baik terhadap sesamanya sebagai bentuk manifestasi dari
43
ajaran Islam. Kerena dengan menjadikan Islam sebagai ajaran agama maka keselamatan akan mudah diraih, baik didunia maupun diakhirat. 3. Mengenai sosial-politik. Wacana tentang sosial-politik utama di Libanon pada waktu itu nampaknya berjalan kurang harmonis. Hal ini terlihat oleh berbagai macam kepentingan antar kelompok sehingga memunculkan sebuah pemikiran adanya suatu masalah dalam pemerintah yang kontra konsep dan realitas. Selanjutnya berkenaan dengan sinopsisi kitab tersebut, bahwa kitab ini secara keseluruhan berisi tentang ajaran moral dan menjalani proses kehidupan dengan nuansa pribadi yang penuh optimisme. Sehingga kemudian akan tercipta sebuah komunitas masyarakat yang benar-benar menjujung tinggi moral dan mencegah akan terjadinya dekadensi moral yang sudah demikian parah. Adapun tema-tema yang tertuang dalam kitab tersebut terdiri dari empatpuluh empat tema, diantaranya sebagai berikut: 1. Berani maju kedepan 2. Sabar 3. Kemunafikan 4. Keikhlasan 5. Berputus asa 6. Harapan 7. Sifat licik atau penakut
44
8. Bertindak tanpa perhitungan 9. Keberanian 10. Kemashlahatan umum 11. Kemuliaan 12. Lengah dan waspada 13. Revulusi Budaya 14. Rakyat dan pemerintah 15. Tertipu oleh perasaan sendiri 16. Pembaharuan 17. Kemewahan 18. Agama 19. Peradaban 20. Nasionalisme 21. Kemerdekaan 22. Macam-macamnya kemerdekaan dan kebebasan 23. Kemauan 24. kepemimpinan 25. orang-orang yang ambisi menjadi pemimpin 26. Dusta dan sabar 27. kesederhanaan 28. Kedermawanan 29. Kebahagiaan 30. Melaksanakan kewajiban
45
31. Dapat dipercaya 32. Hasud dan dengki 33. Tolong menolong 34. Sanjungan dan Kritikan 35. Kefanatikan 36. Para pewaris bumi 37. Peristiwa pertama 38. Nantikankah saat kebinasaanya 39. Memperbagus pekerjaan dengan baik 40. Wanita 41. Berusahalah dan tawakallah 42. Percaya pada diri sendiri 43. Tarbiyah atau pendidikan 44. Nasehat terahir Inilah gambaran singkat mengenai biografi dan perjalanan karir beserta paradigma berpikirnya Syeikh Mustafa Al-galayaini, diharapkan ke depan kita dapat memanfaatkan ilmunya sehingga kita benar-benar menjadi insan yang berkualitas dan berguna bagi diri sendiri, bangsa, dan negara.amin.
46
BAB III MENGENAL KITAB IDHOTUN NASYI’IN
A. Sistematika Penulisan Kitab ‘Izat An-Nasyiin Kitab „Izat An-Nasyiin karya syeikh Mustafa Al-galayaini memiliki sistematika hampir sama dengan kitab lainnya, dengan halaman pertama judul diikuti dengan nama pengarangnya yaitu Syeikh Mustafa Algalayaini. Halaman berikutnya adalah tentang latar belakang penulisan kitab „Izat An-Nasyiin.dengan bahasa yang halus dan sopan penulisannya didahului dengan bacaan basmalah dan hamdalah kemudian diikuti dengan penjelasan tentang permulaan kejadian yang mendorong untuk penulisan kitab „Izat An-Nasyiin tersebut. Pembahasan selanjutnya tentang materi yang berhubungan dengan akhlak, etika dan kemasyarakatan yang diakhiri dengan do‟a. Kitab tersebut, menjelaskan sistem pergantian antara pembahasan masalah yang satu dengan pembahasan masalah yang lain yang ditandai dengan bab-bab tertentu yang sesuai dengan pembahasan masalah. Lebih simpelnya, sistematika penulisan kitab „Izat An-Nasyiin dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu: 1. Halaman judul 2. Latar belakang penulisan 3. Muqodimah
47
4. Isi atau kandungan kitab, yang diakhiri dengan do‟a.
B. Latar Belakang Penulisan Kitab ‘Izat An-Nasyiin Kitab „Izat An-Nasyiin yang ditulis oleh Syeikh Mustafa Algalayaini dilatar belakangi ketika al-Ghalayaini menulis nasehat-nasehat di koran al-Mufid dengan judul Nasehat Untuk Generasi Muda, di bawah asuhan Abu fayyadh, artikel tersebut telah menyita perhatian para para pembaca karena memiliki kesan positif dan pengaruh luar biasa pada jiwa para pembacanya, sehingga sebagian besar mereka mengusulkan, agar artikel tersebut dibukukan, dicetak dalam bentuk buku dan diedarkan dalam masyarakat luas, khususnya mereka yang belum sempat menelaah koran tersebut (al-Ghalayaini, 2000: 7). Setelah memahami keinginan mereka kemudian al-Ghalayain bertekad mengedarkan nasehat-nasehat tersebut dikalangan generasi muda umat dewasa ini, dengan harapan semoga nasehat-nasehat tersebut dapat menjadi penerang dan petunjuk bagi mereka (al-Ghalayaini, 2000: 7). C. Pokok BahasanTentang Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Syeikh Mustafa Al-galayaini dengan pemikirannya„Izat An-Nasyiin menekankan pada akhlak, etika dan kemasyarakatan. Kitab ini berisi bimbingan untuk generasi muda muslim, agar menjadi individu-individu yang bersih dari sifat-sifat yang tidak terpuji, berakhlak mulia dan
48
mengerti, sebagaimana ia bersikap, menghadapi segala peristiwa yang dialami bangsanya, berkenaan dengan akhlak al-Ghalayaini membagi akhlak menjadi dua varian, yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela. Sebagaimana akan disajikan sebagaimana berikut. 1.
Berani Maju ke Depan Optimisme,
mungkin
kata
itulah
yang
tepat
untuk
mengilustrasikan kondisi jiwa yang harus dimiliki setiap generasi muda Islam. Berani maju ke depan dan menerima setiap tantangan yang baru merupakan awal atau pintu gerbang menuju kehidupan yang lebih baik. Sebab kehidupan ini bukan hanya diperoleh dengan cuma berpangku tangan dan mengkhayalkan hal-hal yang tidak mungkin terjadi yang secara tiba-tiba akan hadir didepan dirinya. Allah menciptakan manusia tiada lain adalah agar ia suka bekerja keras dan selalu berkarya, guna mendapatkan sesuatu yang diperlukan untuk kehidupannya, juga mengusahakan diri apa saja yang ada di dalam alam semesta ini, agar dapatlah diambil manfaat-manfaat yang berupa kebaikan demi kepantingan dirinya maupun orang lain yang memang memerlukan. Dengan kata-kata yang terkenal “Di dalam genggaman tanganmulah (pemuda) kini urusan seluruh bangsa, dan dalam kemajuan terletak kehidupan mereka. Slogan ini menunjukkan bahwa dalam jati diri setiap generasi muslim harus tertanam sifat
49
keberanian untuk melangkah ke depan demi kemajuan tanah airnya. Sebab di tangan generasi mudalah tongkat estafet kepemimpinan akan diserahkan sebagai penerus atau pewaris dari generasi sebelumnya. Sebagaimana keterangannya yaitu:
وِا إِاقْم َي ُكك حياتَيها فَيأَيقْم ِا وإِاقْم َي م اَيا ِا ْم ل ِا:ِا َّن ِا ِا ُك َي اُكَّن ِا َيو, اا ِا َي ْم َي َي َي ُك ْم َي َي َي َي َي ْم ْم َي ِا ُّأل ا َّن َيْم َي ِا ُكك ْم ا َّنم ُك, ل َي ِا اْم َيه ُك ْمو اُك ُكه ْمو َي َّن َيو َيا َيْم َي َي َي
Artinya: Sebenarnya ditanganmulah urusan umat ini. Kehidupan mereka terletak pada keberanianmu. Oleh karena itu, majulah dengan penuh semangat dan keberanian, seperti harimau yang garang. Bangkitlah (dengan segala semangat semangat dan kekuatan) bagai unta yang memikul muatan dalam iringan suara genta yang membangkitkan semangat, pasti umat ini akan hidup (Mustafa Al-galayaini, tanpa tahun: 7). 2. Sabar Dalam melakukan setiap perbuatan dan mengambil sebuah keputusan, peran akan (logika) menempati posisi yang paling penting. Sebab tanpa melibatkan akal, maka hasil yang akan diperoleh tentunya tidak akan sesuai dengan apa yang diharapkan. Orang yang berakal selalu memperhitungkan aspek-aspek baik dan buruk yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut. Hal ini berbeda sekali dengan orang yang lebih mengedepankan ego (hawa nafsu) ketimbang akal. Akibatnya
kemudian apabila ia menghadapi sebuah kesulitan, ia menjadi manusia yang amat bingung, selalu berhati gelisah, tidak berjiwa
mantab
dan
bahkan
berusaha
menghindarkan diri dari kesulitan tersebut. 50
mundur
untuk
Mustafa Al-galayaini memberikan pengertian bahwa dalam jiwa yang berakal tertanam rasa ketenangan, dan didalamnya telah meresap cara apa yang hendak dilakukan dengan teratur. Sebab setiap akan melakukan suatu perbuatan selalu dipikirkan secara matang serta dilakukanya dengan kesabaran dan tabah hati yang dalam. Lebih lanjut, selain manusia harus memiliki jiwa yang berakal, yang tidak kalah pentingnya adalah pengalaman batin. Sebab pengalaman batin manusia merupakan tempat manusia mengenal identitas dirinya. Situasi batin merupakan hal yang terpenting untuk menemukan keunikan pribadi seseorang. Menentukan identitas tidak sesekali jadi, jawaban siapa saya menuntut usaha untuk terus mencari pengenalan diri, dan satu unsur pengenalan diri adalah dengan mengenal dunia perasaan, emosi, kehendak, aspirasi, atau dunia batin. Pengenalan dan penerimaan dunia batin dalam hidup seseorang melahirkan ketenangan dalam hidup seorang tersebut. Bentuk ketenangan ini penting untuk sebuah penemuan dan kreatifitas. Sebab, pribadi yang kreatif adalah pribadi yang berani berhadapan dengan dirinya sendiri dan berani melakukan penjelajahan. Ini tentunya hanya bisa dilakukan oleh seorang individu yang tenang dan reflektif, bukan pribadi yang tergesa-gesa dan ada dalam tekanan.
51
Batin yang dikenali menumbuhkan suara hati yang kuat. Setiap saat seorang manusia dituntut untuk mengambil sebuah keputusan yang penting pasti melibatkan suara hati, dengan tanpa menafikkan peran akal. Ketajaman suara hati tidak hanya menumbuhkan kemampuan dan daya rasa, yakni kepekaan pada dunia batin. Putusan etis adalah ungkapan emosi, rasa, sikap dan pilihan. Dengan demikian semakin tajam orang mengola kehidupan batinnya, semakin peka pula pada suara hatinya. Al-Ghalayaini dalam memberi nasehat kepada generasi muda agar menjadi generasi muda yang cerdik dan sabar, dengan membiasakan diri melakukan hal-hal baik dan menjauhkan yang buruk, Allah akan mengangkat derajat orangorang yang sabar. Sebagaimana keterangannya yaitu:
, ِا َي ِاَي ْم ِاوْم ِا َي ا ْم ِا َي َياا ْم َي َي ااِا ِا ِا ِا ُك ُك ْمو يَي ِا َيو َي َي
َيُّألها ِا, فَي ُكك َي اَي ْم ِا َياقِاَي ٍة َي اِاَيٍة َيو َي,لَّناا ىُك ْم َي
ِا ِا ِا ِا َّنج ُك ِا ِاِبُكَي َيو َي, َيواَيْمل َي َّن َي ا ِا َيو َّنَي ُك ِا ِااْم َيك َي َيااا ْم ِا اْم َي اايَي
فَي َي ْم ُك ْم ِاط,فَيلَي َي َي َي ْمل ُك ِاَي ىَي َّن ِا ْمَي ِا,َي ِا ْمي ٌر َيَي َي ْم َي َي اُك ُك اُّألُك ْمو َي إِا َي ْم َي ِا ْمي َي ِا َّن ِا ِا فَي َي َي َيج ِا َي ِا َي ِا ْم َي ْمتَي ِاع,لَّناط َيق َي ُكلَيا َي ا لا َي َي َي َيو َي َياوَيَلْم َي ْم ُك ْم ب لَّن ْم َي لَّن ْم َي .إِا َي ِاْمي َي ِا ْمِا اْم َي ا اِايَّنِا,ْماَييَي َيو اِايَّنِا 52
Artinya: Wahai generasi muda, jadilah engkau orang-orang yang berjiwa cerdik dan sabar. Hal ini bisa dicapai dengan membiasakan diri mengerjakan hal-hal yang baik dan menjahui hal-hal yang jelek, menghias diri dari sifat-sifat manusia yang sempurna dan bersifat jantan. Hal yang demikian itu, mudah bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah senang pada kemuliaan, sehingga dia menanggalkan semua baju dan atribut kehinaan, tidak menuruti keinginankeinginan jiwa bodohnya dan akan menarik cita-cita yang mulia (Mustafa Al-galayaini, tanpa tahun: 9). 3. Ikhlas Mustafa Al-galayaini menggambarkan amal perbuatan kita seperti tubuh, maka yang merupakna roh atau jiwa dalam tubuh itu adalah keikhlasan hati. Sebuah tubuh apabila telah ditinggalkan oleh rohnya, sedangkan kita tahu bahwa roh itulah yang menyebabkan hidupnya dan berharga bagi orang lain, bahkan itulah sendi serta pengatur hidupnya, maka jelaslah tubuh itu hanya sebuah mayat atau sepotong bangkai yang tiada berarti sama sekali. Dalam kehidupan ini sukar sekali mendapatkan orang yang melakukan perbuatan dilandasi dengan sifat ikhlas. Mayoritas manusia
berusaha
dan
berbuat
sesuatu
karena
ingin
memperoleh keuntungan yang berlipat ganda demi dirinya dan keluarga. Usaha sosial yang semestinaya dilaksanakan untuk menyerahkan
umat
manusia
dan
mengangkat
taraf
kehidupannya kearah yang lebih baik, malah diselewengkan menjadi lahan bisnis untuk mengeruk keuntungan yang luar
53
biasa. Hal inilah yang oleh Mustafa Al-galayaini dianggap bukan suatu yang mulia, bukan keutamaan, bahkan bukan pula sesuatu yang patut dibanggakan. Sedangkan dipihak umatpun tidak memandangnya sebagai kemuliaan, tetapi kehinaan, kerendahan budi dan kemosrotan akhlak. Jiwa yang mulia adalah jiwa yang ikhlas dalam berjuang. Sebagaimana penjelasan beliau yaitu:
ِ ِ ِ ِ اح َذ ْرَ ْن َِْي َع ْ َو, َ َْ َُّي ُّْي ُ ْ اَ ْ َى, َ َ َ ُْ ً ِا, ُ اَ ُّي َ االَّن ا ِ ِ ْ َّنن َ َذا اِ َ َد ْب اْملُلَ ِ ِق ِ اال ِ َ ْ ِ ْاا ِ َ ْ َ ِل َّن.ان َ َْي ااَّنذ ْ َن َ ْستَُّي ْ اُْ َن اا نُّْيي ُ ِ ْ اال َ ِ ِ اْيَ ِق ِ ا ِّ ْ ِن َو َّن .ْي Artinya: Wahai generasi muda, jadilah engkau orang yang ikhlas dalam berjuang, engkau pasti dapat mencapai puncak cita-citamu. Waspadalah engkau, jangan sampai menjual atau menukar perjuanganmu dengan emas. Sebab hal yang demikian itu merupakan tabiat orang-orang munafik, yang bisa menukar agama dengan harta kemewahan dunia dan menukar kebenaran dengan kebatilan (al-Ghalayain, tanpa tahun: 15). 4. Kemauan Adalah keinginan terhadap sesuatu dengan disertai usaha untuk mencapainya. Kemauan melatih jiwa agar teguh dan maju melakukan pekerjaan-pekerjaan dan menyelesaikannya dengan baik yang pada akhirnya menjadi watak yang melekat pada jiwa.
54
Sebuah pepatah mengatakan: “ Di mana ada kemauan, disitu ada jalan”. Kata-kata tadi mengispirasi kepada kita untuk selalu hidup, berkarya, dan menghasilkan sesuatu yang positif. Dalam melakukan sesuatu kita tidak hanya terfokus pada satu jalan saja, banyak alternatif-alternatif yang harus dilalui menuju kesana, tetapi dengan koridor yang positif dan tidak menyimpang. Iradah (kemauan atau kehendan hati) di sini memiliki pengertian suatu keinginan untuk mencapai suatu hal, tetapi bukan terus berdiam diri serta bertopang dagu. Keinginan tadi sejatinya diikuti dengan usaha untuk menghasilkannya dan bersungguh-sungguh dalam merealisasikan keinginan tadi, Iradah (kemauan atau kehendak hati) juga mendidik jiwa untuk memiliki sifat „azam (teguh dalam pendirian). Ini semua menunjuk kepada kita agar dalam memulai suatu perbuatan sudah seharusnya dilandasi dengan keteguhan hati, ketekunan bekerja, dan ketrampilan dalam berusaha, sehinnga hasil yang akan dicapai benar-benar sempurna dan benar-benar sempurna dan sesuai dengan harapan. Karena menurutnya apabila sifatsifat tersebut sudah meresap dalam jiwa setiap insan, itulah yang disebut makna Iradah yang hakiki. Pada tingkatan yang lebih tinggi lagi Syeikh Mustafa Al-galayaini memposisikan sifat Iradah
sebagai puncak dari segala akhlak mulia dan
55
itulah yang memprakasai segala kemauan dan keinginan, bahkan itu pulalah yang dapat diibaratkan sebagai mata dari semua akhlak yang mulia, juga sebagai hati yang dapat digunakan untuk memikirkan, memilih dan memutuskan apa saja yang hendak dilakukan. Pemuda adalah tiang agama yang akan menjadi pemimpin masa yang akan datang, karena itu harus dibiasakan sejak sekarang agar menjadi orang yang berkemauan keras. Sebagaimana penjelasan beliau yaitu:
ِ َنُّْيتُ ْم ِر َ ُُلَ ِا, َنُّْيتُ ْم َد َ َ ُ ََْم ِ َه,ِ َنُّْيتُ ْم ِ َ ُدا ْ َُّن,ْي َ ْ َِ َ ْ َ َلاالَّن ا ِ ْي َ ْ ْيُ ْم َوَُّي َ ْ َوَ َُّي ْ َُّي ُُّي ْ ا َِ َاُ ْ ُ َُّي. َُّيتَُّي َ َّن ُد ْواَ ْن َ ُ ْ نُُّي ْ ا ُ ِلْ ْ َن:اآل ِى ِ َ َ ُخ ُ ُق ا ِإلر.ُ ِل ُ و َن َ َو ُه َ َ ْيُّيلُُّي: ِ َ ْ َ ْ س ا ْ ْ َ َ ُ ْادة َر . َوَُّي ْ ُُّي َ ااْ ُ َ ِّ ُل,ُاملُْ ِ َلة Artinya: Wahai para pemuda, kalian semua adalah tiangtiang bangsa, pilar-pilar keagungan dan pemimpinpemimpin bangsa dimasa yang akan datang, maka dari itu biasakanlah sejak sekarang menjadi seorang yang berkemauan keras, jangan mempedulikan rintangan-rintangan yang menghalangimu dalam mencapai cita-cita. Berkemauan keras itu merupakan pangkal akhlak yang terpuji. Kemauan keras itu ibarat akhlak yang jeli dan merupakan hatinnya yang dapat berpikir (Mustafa Al-galayaini, tanpa tahun: 15).
56
5. Dermawan Harta sebagaimana juga halnya kekuatan adalah berfungsi sebagai pelayan bagi manusia di saat manusia itu dalam keadaan sangat membuuhkan. Harta yang kita miliki bukan sepenuhnya milik kita. Di dalamnya mengandung hak dan kewajiban yang harus dibelanjakan kepada orang lain, misalnya kepada fakir miskin dan anak yatim. Hidup ini kita tidak sendiri, kita pasti membutuhkan kehadiran orang lain untuk membantu kita, begitu pula sebaliknya. Keberadaan kita pasti juga ditunggu oleh orang lain untuk membantu kepentingan mereka, intinya kita sebagai manusia saling membutuhkan satu sama lain. Untuk itulah, sifat kikir dan bakhil harus dibuang jauh-jauh dari relung kehidupan kita, karena hal itu akan menjadi boomerang bagi langkah kita ke depan. Dalam al-Qur‟an Allah SWT mengingatkan dalam firmannya yang berbunyi:
ِ ِ ِ ً ْ ُ َ َُّيتَ ْق َُد, س ْ َ ُ َّن ااَْ ْس ُ ْ َوَ َُّي, َ َوَ َ ْ َ ُ َ َ َ َ ْ ُ ْ اَ ً َ ُلُق .س ْ ًرا ُ ََْم Artinnya: “ Janganlah kamu menjadikan tanganmu sendiri terbelenggukan ke lehermu sendiri (bakhil), jangan pula tanganmu beberkan seluas-luasnya (boros). Sebab kamu akan duduk dalam keadaan tercela dan penuh menyesalan”(Q.S Bani Israil: 29).
57
Oleh karena itulah, ilustrasi Allah di atas sangat jelas dan sebagai hambanya segeralah menjauh dari sifat kikir dan bakhil tersebut. Mengambil sikap yang sedang, mengikuti pertengahan dalam segala hal, inilah yang menyebabkan kita terhidar dari segenap bencana, tersingkir dari semua yang menyedihkan. Jadi sebagai manusia yang berakal, hendaklah memberikan nafkah dirinya sendiri, keluarga yang menjadi tanggung jawabnya, juga orang-orang yang membutuhkan pertolongan dan bantuan, demikian pula untuk usaha sosial lainnya, yang jelas akan membawa kemanfaatan dan keuntungan di seluruh lapisan masyarakat. Sebagai nasihat terakhirnya Syeikh Mustafa Al-galayaini memberikan nasehat bahwa sudah seharusnya kita berpegang teguh dengan sifat kedermawanan itu, jangan sekali-kali bakhil dan boros, berlindunglah dalam bingkai kedermawanan. Dengan demikian, umatpun dapat kita bimbing ke arah tujuan yang mulia, sehingga keberadaan kita dan umat berubah menjadi umat yang bahagia, karena rantai kecelakaan telah terputuskan dan terlemparkan sejauh-jauhnya (Mustafa Algalayaini, tanpa tahun: 118-119). Sebagaimana penjelasan beliau sebagai berikut:
58
ِ ِ ِ ِ ِ َ َواا َْزْم َس ْي. َ َ َ ْلُّي َ َُ َوُوا, ُ َ ُُّي َ االَّن ِ ُاا َّن ا, ْ ََ ُّْيت ِ ْ َ ِ ى ا سِْي اا,ا َ ِادااْ ِل ِام َِإ َّنن, اا َ ُ َوااْ َ ْلُّي َ ُ اْ َ َس َ َ َ َ َ ََ ِْ َ ا ْاُْ َد ُه ِّ َوَ ْي َ ا َن, ِ َ َوََْم َى ا ْآل, ِ اال َح ِّ َ َو ُه َ ََم: ُ اإل ْتِ َ ا . ِ َ اال
Artinya: Wahai generasi yang baik, menjauhlah dari kelompok orang-orang tersebut. Tirulah jejak orang-orang dermawan yang mulia, sebab jejak pera dermawan itu adalah jalan yang jelas dan lurus. Sesungguhkan kedermawanan itu adalah sikap sedang dalam membelanjakan harta. Disitulah sifat yang diidam-idamkan setiap urang alain dan medan amal orang mulia.berpegang teguhlah dengan sifat dermawan. Berlindunglah dalam benteng kedermawanan, jika engkau berbuat demikian, maka engkau bersama bangsamu akan hidup senang dan bahagia (Mustafa Al-galayaini, tanpa tahun: 119).
6. Kemerdekaan Setiap umat manusia atau bangsa itu memiliki sejarah kematiannya diri, sedangkan ajal kematiannya suatu umat atau bangsa
apabila
rasa
kemerdekaan
tercabut
dari
akar
historisnya. Kemerdekaan merupakan suatu karunia yang besar dari Tuhan yang maha pencipta yang dilimpahkan kepada makhluk-Nya. Makhluk itu sendiri diberi tugas untuk melaksanakan apa saja yang mengandung nilai kemanfaatan,
59
kebahagiaan dan kebaikan untuk dirinya sendiri, orang lain atau seluruh masyarakat secara keseluruhan. Dalam konteks yang lebih modern Syeikh Mustafa Algalayaini memberikan definisi manusia merdeka adalah manusia yang memperoleh pendidikan yang bagus dan benar, sehinga manusia itu menjadi orang yang bersih jiwanya, berpegang teguh kepada segala macam sifat yang mulia dan utama, menjauhkan diri dari semua sifat yang berupa kerendahan dan kehinaan, baik dalam akhlak maupun amal perbuatan. Selain itu juga mengandung makna bahwa ia sama sekali dapat melepaskan diri dari ikatan-ikatan yang terbentuk perbudakan dan penghambaan, juga melaksanakan apa saja yang telah menjadi kewajiban dan tugas yang memang sudah semestinya untuk dikerjakan. Ia wajib menyelesaikan urusan atau pekerjaan itu sebaik-baiknya sesuai dengan tuntunan masyarakat (al-Ghalayaini, tanpa tahun: 87-88). Oleh karena itu, umat atau bangsa manapun yang menginginkan atau mencita-citaka dapat mencapai puncak kemajuan, kebahagiaan dan ketentraman bagi masyarakat, negara dan tanah airnya, maka tugas terpenting yang wajib didahulukan untuk diselesaikan adalah dengan mendidik putraputrinya untuk memahami dan merasakan apa arti dan makna
60
kemerdekaan yang hakiki, yang benar dan sesuai dengn ridla Tuhan. Sebagaiman penjelasan dibawah ini:
ِ ِاْلَ اِ َ ِ اْلَ اِيَ ِ ِ ْن َا َ ائ ب ْ َِِ َ ا ُِّْر,َ ُّي َ االَّن ِا ُُّي ْ َن,ل ْ ا ُ َ َ نُّْي ِِ .ُااس ِ ْي َ ة َو ِه َ ا ْاَيَ ةُ َّن, َِإنَّنُّي َ َسِْي ُ االَّن َ ِا,ّْي َ ْ ااْ ُ ا Artinya: Wahai, generasi muda, bangkitlah berjuang untuk mencapai kemerdekaan yang sejati, yang bebas dari campur tangan orang munafik dan penghianat, karena kemerdekaan yang murni itulah jalan satusatunya mencapai kejayaan. Kenerdekaan yang sejati adalah jalan menuju kehidupan yang bahagia (al-Ghalayaini, tanpa tahun: 89).
7. Tolong-Menolong Ta‟awun (tolong-menolong) merupakan sifat yang melekat pada diri seorang yang berakhlak mulia, dan ia melakukan perbuatan tersebut tanpa melalui paksaan orang lain, melainkan timbul dari kesadaran diri sendiri. Selain itu, pertolongan
yang
diberikan
tanpa
mengandung
unsur
mengharap imbalan jasa dari orang lain yang kita tolong, semua yang dilakukannya hanya demi mengharap ridlo dari Allah. Kehidupan ini bukan hanya dinikmati oleh segelintir orang saja, tetapi semua manusia punya hak untuk mengambil manfaat dan menikmati segala sesuatu yang dibutuhkan dirinya. Karena pada dasarnya sebagai makhluk sosial kita
61
diciptakan untuk berpasang-pasangan dan secara otomatis kita juga saling membutuhkan satu sama lain. Maka, hidup dengan kesendirian tidak akan dapat memecahkan masalah, kita butuh berbagi dan dialog dengan orang lain untuk menyelesaikannya. Jika itu semua sudah tertancap kuat dan meresap dalam relung jiwa umat, maka bisa dipastikan persatuan, kerukunan dan ketentraman umat akan tercipta dengan sendirinya sekaligus menjadi benteng yang kokoh untuk menangkis segala ancaman umat dan bangsa (al-Ghalayaini, tanpa tahun: 142) Setiap orang atau warga suatu umat itu pasti saling membutuhkan diantara satu dengan yang lainya. Apabila semua anggota umat (masyarakat) itu mau gotong royong (tolong menolong), yang kuat menolong yang lemah, yang kaya mau meringankan beban penderitaan yang miskin, yang pandai mengajar yang bodoh dan mencintai orang lain sebagaimana mencintai dirinya sendiri, maka dibalik itulah akan tercipta kebahagiaan karena kita diciptakan untuk saling tolong menolong.
62
Sebagaimana penjelasan dibawah ini:
ِ ِ ْي َ َى َد ْ ِع َ ُ ِ ْيُّي ُُّيلَ ِ َن َ ْ ِ اَّن الَ ُ ْ َن ُتَُّي َ ِون,ُ ِ اَيَه االَّن,َْ ُ َْ ْق ِ تس نِ ِ ُّيل ِا َّن, ِ اا َّن َق ِِ ِ ْي َ َى ََْم ِ َ َُّيلْ ِز ُ ِا ْ َّن ِ ِ َن َ ْ َ َُ َ ْ َ , ااس َلا َواال َّنَّنلا . ِ اِ َّن ا Artinya: Wahai generasi muda, kita tidak diciptakan, kecuali agar kita saling tolong-menolong memberantas kesengsaraan yang menimpa kita dan saling bahu membahu, baik dalam keadaan senang atau sengsara dan bekerja sama mengenyahkan penderitaan yang menimpa umat (al-Ghalayaini, tanpa tahun: 142).
8. Dapat dipercaya Apabila sifat kepercayaan tidak ada maka orang-orang dalam hidupnya akan gelisah dan penuh ketakutan, dan jauh dari kehidupan yang bahagia. Dalam nasehatnya al-Ghayalaini berkata agar membiasakan jujur dalam bertutur maupun beramal, agar mendapat kepercayaan dan hidup akan bahagia. Kepercayaan adalah modal utama dalam kehidupan seharihari. Kepercayaan yang dibangun antar sesama merupakan tali pengikat hubungan sosial, ekonomi, dan politik yang kemudian dapat mendorong pertumbuhan dan perkembangan suatu bangsa.
63
Sebagaiman penjelasannya sebagai berikut:
ِ َواَاْ ِزُ ْ ااَنُّْي ُ َس ُ ْم, ِ َ َ ْ ِ ْ َ ااْ َق ْ ِ َواا,ْي َ ْ ِ َ ْ َ َلاالَّن ا,َُّي َ َ د ْوا ِْ ا ِإل َ َ َو ِ َوَ ىت نِ ْتُ ْ لِ َق َ االَّن. َ ُ ْن االَِّق ُِ ُ ْم َ ْ َ َِ ِْنُ ْم, ِ ْ َ ْاإل ُّْي َ َ ِ ا س ِ ِِ . َِنَّن ُ ْم ِ الَِّق ِ َ ِ ْي ُ ْ َن, ل َ ُ ْ َه ْ َ َوِ َّن ُ ْمَ ْن.ْي َ ْ ْ ُ ْ ُ ْلُّيتُ ْم َن اا,ِ ُ ْم Artinya: Wahai, generasi muda, biasakan jujur (benar) dalam bertutur kata dan beramal. Paksakan dirimu memenuhi janji, kalian akan memperoleh kepercayaan dari masyarakat, maka kalian termasukorang-orang yang bahagia. Hati-hatilah, jangan sampai kalian meremehkan kepercayaan, sebab dengan modal kepercayaan itulah kalian bisa hidup (al-Ghalayaini, tanpa tahun: 134). 9. Harapan Orang
yang
giat
bekerja
dan
berjuang
kemudian
melandasinya dengan optimis, mereka akan mampu meraih apa yang dicita-citakan. Satu hal yang perlu ingat bahwa untuk mencapai sebuah keberhasilan, jangan sekali-kali menunda pekerjaan yang sudah diyakini kebenarannya. Seandainya dalam kehidupan ini tidak ada harapan, tentu tidaklah ada orang yang berusaha mencapai cita-citanya, jadilah orang yang mempunyai harapan besar, cita-cita yang luhur dan selalu giat belajar. Sebagaimana penjelasan sebagai berikut:
64
ِ ِ ِ َّن, اَ ُّي االَّن ِ ُُّي َن,َ ُ ا ,ْي َْ ِّ َوا ُّْي ُلُ ْ اَُّيلِْْي َ ااْ ُ لَُّي,اال َ َا َ َرُ ْم َوا َ َ َ د َ َرُ ْم َ ْ َْ ْ ِِ ِ َّن,االِ يُّيلَ آل ِ ِْي ِ ِ ِْ َوَُّي ْ االَّن ن,َوَ َّن ااْ َّن ِوْ َن َوهللاُ اَ ُ ْم.ْي َْ َ ْْي اا َْ ااس َْ ْ َوُ ْ نُُّي ْ ا َن َّن.ْي َ .ْي ٌْ ِ ُ Artinya:
Wahai generasi Muda, jadikanlah roja‟ (optomisme) sebagai syiarmu dan angan-angan sebagai bajumu. Tinggalkanlah sikap menundanunda dan abaikan segala godaan yang membelokkan kalian semua dari apa yang menjadi cita-cita kalian semua. Jadilah kalian semua golongan orang-orang yang memiliki harapan besar, yang bercita-cita luhur, gemar berusaha dan giat bekerja. Allah adalah penolong kalian semua (al-Ghalayaini, tanpa tahun: 22).
10. Keberanian Keberanian merupakan garis tengah antara sikap pengecut dan ngawur. Keberanian adalah maju dengan penuh keyakinan dan mundur dengan tetap teguh dan penuh perhitungan. Dengan demikian keberanian mutlak dibutuhkan untuk menggerakkan roda perjuangan dalam upaya menggapai cita-cita serta menyelamatkan diri dari mara bahaya, jadilah generasi muada yang berjiwa pemberani. Seperti penjelasan sebagai berikiut:
ِ ِ , ِ ُْ َوَ َ َ ُ ْ ااِ َ َل ِ اا, ََتََّن ُق ْ َاوِِبَْ ِ َ ا ْتَ َ ُ ْ ا,ْي َْ ِ َ ْ َ َلاالَّن ا, َ َ َِ ا َّن ِ ِِ َوااتَّنُّي َ َر ِ َن ا ُْ ِق.اب َد ِة ََ َِ َّنن ا ْاَُْ َن: ً ِ َ ُُّي ُ ْ ِ ُ ْم َسِْي,َوا ْ ْي ِ ااتَّنُّي َ ِر ِ ِِ .ْي َْ َِواا َّن َ َ ََن ْ َ ِ ااْ ُ ْ ل 65
Artinya:
Wahai, generasi muda, berjiwalah berani. Peganglah dengan teguh, jangan membiarkan penyakit takut dan rayuan untuk bertindak gegabah bersarang dihati kalian. Sesungguhnya licik merupakan suatau kebodohan dan tindakan gegabah perupakan kepongohan, sedangkan berani adalah perangai orang-orang yang beriman (alGhalayaini, tanpa tahun: 33). 11. Kesederhanaan Kesederhanaan merupakan sikap tengah-tengah dalam setiap persoalan. Menurut kaidah umum, segala sesuatu yang telah melampaui batas maksimal, yang terjadi justru adalah sebaliknya. Dalam hal ini Syeikh Mustafa Al-galayaini memberikan gambaran bahwa ketakwaan yang melampaui batas justru menumbuhkan rasa was-was dalam hati. Barang siapa yang menginginkan kemuliaan, maka carilah dalam sikap sederhana (moderat), sederhana dalam berfikir, bermazhab, makan, minum, berpakaian, memberi dalam setiap urusan yang bersifat kongkret atau abstrak, semua itu merupakan keutamaan. Seperti penjelasan berikut ini:
. َ َوَ َ َ ْ اِ َ ْي َ َْ ََلَِا اْ َ ْ ِل َسِْي َ اِا َْي, ِ ِ ِْإل ْتِ َ ا, ُ ِ اَ ُّي َ االَّن,َ ْتَ ِ ْم ِ َ ْ واا.َ َ ل ْيُّي ِ َ َْ َخ ْيُّيلا ْ ُ ِلَوستُُّي َ ِ َ َّنن ِ ْي ِ اا .االئِ ِ ْ َن ل ْيُّي َ ُ ُْ ً ُ َّن َْ ُ ُ َ Artinya: wahai generasi muda, berpegang teguhlah dengan sikap moderat (sedang). Janganlah kalian membiarkan setan mendorongmu bersifat terlampau berlebihan(ekstrem) atau terlampau kurang (konservatif). Sebab, perkara yang paling baik adalah tengah-tengah, karena didalamnya terdapat kemuliaan,
66
da kemuliaan itulah yang dicari oleh orang-orang yang menginginkan hidup mulia (al-Ghalayaini, tanpa tahun: 114) . Selain menganjurkan untuk mengimplementasikan nilainilai akhlak yang terpuji (akhlaq al-mahmudah), di dalam kitab „Izat An-Nasyiinjuaga memberikan nasehat kepada generasi muslim untuk menjahui nilai-nilai akhlak yang tercela (akhlaq almadzmumah), sebab hal itu akan menjerumuskan kepada jurang kenistaan yang tidak punya nilai sama sekali. Adapun akhlak tercela itu antara lainsebagai berikut: 1. Kemunafikan Kemunafikan menjadi sangat berbahaya, karena merupakan musuh yang kasat matayang tidak dapat diketahui dari manusia menyerang.
Untuk
mengantisipasi
hal
tersebut,
maka
kewaspadaan mutlak harus ditingkatkan untuk membendung arus propaganda orang munafik yang senantiasa berupaya menjerumuskan bangsa kedalam jurang kehancuran. Kita harus waspada jangan sampai kita dipengaruhi oleh oleh sifat munafik ini yang menjerumuskan pada kejahatan. Sebagaimana penjelasan berikut:
67
ِ ِ ِِ ِ ب ِا ا ْ َذ ُرْواَ ْن َ ِ َّن.ْي َ ْ َ ْن َ ُ ْ نُُّي ْ ا َن ااْ ُ لَ ق,ْي َ ْ ِ َ ْ َ َلاالَّن ا,َ ُ ْي ُذ ُ ْم ِ ِ ُ َوَ ِه َى ِ َّن َ ُرُُتْ ِل.س ُ ُم االَّن ُر َُّيتَ َ َّن,ب َه َُ ِ ا ْآل ْا َلا ِر َ ُُّي ُ ْ ُ ْم َد ْي ِ ِ َ ا ْ َ ْح .س َ َُّيتَ ْ َ ُ ُرُُّي ْ َ ا ْ َُّن, َ َل َلَوااي َ دوا ِر Artinya: Waspadalah, jangan sampai usaha-usaha otang munafik itu mempengaruhi hati dan pikitan kalian, sehingga kalian terjerumus kedalam api kejahatan, yaitu api yang menghanguskan segala tanaman yang segar maupun kering, yang akhirnya menghauskan tanah air, tempat tinggal mereka (alGhalayaini, tanpa tahun: 12). 2. Putus Asa Keputusan membuat orang hidup laksana binatang. Dia tidak memahami arti kehidupan melainkan sebatas makan, minum, dan bersenang-senang. Putus asa adalah kematian dalam hidup dan kesengsaraan setelah mati. Putus asa adalah bencana
yang
yang
menyengsarakan
setelah
mati,
singkirkanlah sifat ini dan tegakkanlah kegairahan dan kesemangatan agar menjadi orang yang jaya dan bahagia.
ِ ِ ِِ ِ .ْي َ ْ َْي ااْ ُ َس َ ا ْْل َ ْ َن ااْيَ ئِس,َ ُّي َ االَّن ا ُُّي ْ َن,َ َ َ ُ ْ نُّيُ ْ ا Artinya: Wahai generasi muda, janganlah kalian semua menjadi orang-orang yang putus asa, pemalas dan keterbelakangan (al-Ghalayaini, tanpa tahun: 19).
68
3. Tertipu Perasaan Sendiri Orang yang berjiwa lemah adalah orang yang memandang dirinya tidak seperti pendangan orang lain terhadapnya. Mereka menganggap diri mereka bijak padahal insting
binatang
masih
mendominasi
jiwa
mereka.
Kecenderungan inilah timbul dari sifat gharar (tertipu oleh perasaan sendiri). Al-Ghayalaini menasehati para remaja agar menjahui sifat ghurur, karena sifat ini mendorong pada sifat tercela. Seperti penjelasan sebagai berikut:
ِ ِ ِ ِ َوُُّي َزَّن َن,س ْ ُ اِ َ َه ِذ ِ ا ُ ُ ُ ُل ُ َ ُ َن ااْ ُُلْوِر َنَّن, ُ َ ُّي َ االَّن ِ ُاا َّن ا, َ َ ُ ْي ُذ ِ َب ا ُْل ِ ِ ِ .ان َ ِ َاَ َ ا ْ َ ْ َ اا َّن ن ْيُّيَ َ َوَْا ُ َ َ َى َ ْل Artinya: Wahai generasi muda, saya mohon kepada Allah, agar menjaga kami semua dari sifat ghurur, tertipu oleh perasaan sendiri. Sebab, ghurur itu mendorong seseorang pada perbuatan-perbuatan tercela, dan memperindah perbuatan-perbuatan yang hina, hingga tampak olehmu, dan ghurur itu juga mendorongmu untuk melakukan kehinaan (al-Ghulayaini, tanpa tahun: 62). 4. Kemewahan Gaya hidup mewah cenderung menjadi orang jahat, karena
kemewahan
menjurus
pada
pemborosan
dan
pemborosan mengarah pada kerusakan. Orang yang suka kemewahan, ialah orang-orang yang lemah akalnya, lemah
69
tubuhnya, lemah cita-citanya lemah cara berpikirnya. Mereka tidak mengerti arti arti hidup kecuali bersenang-senang mengikuti hawa nafsunya, orang yang suka hidup kemewahan biasanya enggan melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi umat dan enggan berfikir untuk kemajuan negara.kegemaran hidup mewah inilah yang melihangkan perilaku mulia dan mewariska perilaku yang hina, seharusnya kita bersikap tengah-tengah (tidak terlalu royal dan tidak terlalu hina) , agar kita tidak menjadi orang yang kikir. Sebagai pemuda harus waspada agar tidak tergoda dengan kesenangan atau kemewahan. Seperti penjelasan dibawah ini:
ِ ِ ِ ِ ِ َ َو, ِ َ َ ُا ْي ُ ِ ُ ْم ْن سَ ِ ااْ َ َ َّنذات, اَ ُّي َ االَّن ا ُُّي ْ َن,َُّيتَُّيلَُّيَّنُّي ُ ْ ا ِ ِ ِ ا ا ِرى اا َّن َهو .ْي َ ْ ات َوَ َُّيتَ َخ َّن ُق ااَ ْ َ ِ ااْ ُ ْتُّي َل َ َ َ َاُ ْ ُ ُ ْم ْن ِ ِ ِ ِ ْي َوِا َه َذا َ َ ئُِلاَ ُ ْمِ ْن ُ ْلُّيتُ ْم َ ْ ِ َ ْي َ َ ْ تًُّي ُُّي ْ ا َّنذاهي: اس ْيُّي َلااْ َ د ْ َن َ َوَ َس ْيُّي ُلْو .ُ ْ ِ ِلْ َن Artinya: Wahai generasi muda waspadalah kalian terhadap semua kesenangan dan kemewahan yang selalu menggoda hati kalian.Isyarat serigala yang siap menerkam tubuhmu. Janganlah berakhlak seperti akhlak orang-orang yang gemar hidup mewah dan foya-foya dan jangan pula bertingkah seperti orangorang yang melampuhi batas, agar kalian tidak
70
tercacat sebagai orang-orang yang telah jatuh (alGhalayaini, tanpa tahun: 71). 5. Ambisi Gila hormat dan gila jabatan merupakan penyakit kronis yang dapat menggrogoti jiwa. Sungguh sangat mengherankan orang
tidak
pernah
berjuang
berusaha
mati-matian
mempengaruhi rakyat agar mau mengangkatnya menjadi pemimpin. Sejatinya, pemimpin yang sesungguhnya adalah orang yang tidak suka membagi-bagikan harta dan merangkul para tokoh dengan tujuan agar mereka menyukai dan mendukung kepemimpinannya. Pemimpin yang sebenarnya adalah orang yang mencerminkan akhlak luhur, berpendirian kuat, mempunyai gagasan yang cerdas, bercita-cita tinggi dan mempunyai hati serta kepribadian yang bersih. Ia selalu menciptakan
untuk
kemakmuran
rakyatnya,
tanpa
mempedulikan hambatan-hambatan yang dihadapinya. Bangsa yang dipimpin oleh orang yang tidak jelas pendiriannya, pemerintahannya dikendalikan oleh orang-orang yang bodoh dan pemuka-pemuka atau tokoh-tokoh yang rendah akhlaknya maka bangsa itu akan bobrok, kacau dan akhirnya hancur. Sebagai generasi muda janganlah merebut jabatan
kepemimpinan
yang
terkutuk,
sebab
akan
menyebabkan hubungan pemimpin dengan rakyatnya akan terputus, rakyat akan menjauhimu dan engkau sendiri akan
71
jauh dari sifat mulia. Jika sudah ada pemimpin yang cakap dan sudah memilki bakat pemimpin, maka berusalah kalian untuk membantu dan mendukung terhadap apa yang dilakukan pemimpin yang cakap itu dengan mendukung programprogramnya, jadilah kalian sebagai tangan-tangan yang membantunya dan pendukung-pendukung setianya, jika kamu melakukan itu berarti kamu telah berbuat baik demi kepentingan umat atau bangsamu. Sebagaimana penjelasan dibawah ini:
ِ ِ تَّنخ ُذوااِ ّ ِز َ َِ لَ َ ه ِذ ِ ِ ِ َ ْ َ َ ْ ِ َ ْ َ َلاالَّن ا, ِ َُ ْي ُذ ُ ْم ْ َ ْن َُّي,ْي ِ ََس َوَُّي ُّْي ُ ُ َ َُّي ْيُّيلَ ُ ْم,ُ َوَُّي ْل ِ ُلِ ْل ُ ُم ا َُّن,ب ُ َ َُّيتَُّيتَّنُّي َق َ ُع ِ ُ ْم ا َ ْس,ب ْ ْا ِ َ ْْي اا .ِ َ ل ْيُّي َ ْ َوَُّي Artinya: wahai generasi muda aku mohon kan engkau perlindungan kepada Allah, janganlah kalian merebut jabatan kepemimpinan atau cara yang terkutuk, sebab cara seperti itu menyebabkan hubunganmu sebagai pemimpin dengan rakyatnya akan terputus, rakyat akan menjauhimu dan engkau sendiri akan jauh dari sifat mulia (menjadi tidak terhormat (al-Ghalayaini, tanpa tahun: 108). 6. Kelicikan Sikap diam, membiarkan perbuatan orang-orang yang bermaksud jahat terhadap umat adalah perilaku para pengecut, sedangkan menentang dan memberantas kaum
72
yang zalim adalah bagian dari tanda-tanda keberadan kehidupan yang menyenangkan bagi umat. Kehidupan umat yang maju dan terhormat itu tergantung pada orangorng yang berani. Sesungguhnya kelicikan atau sikap pengecut merupakan induk dari dari segala penyakit umat. Menjadi pemuda yang berani agar bisa menjaga dan mempertahankan harga diri, jujur dalam berbicara dan berhasil dalam berjuang, jadilah teladan yang baik bagi penerus bangsa ini, maka umat akan hidup seperti layaknya kehidupan yang bahagia. Sebagaimana penjelasan dibawah ini:
ِ ُْ َِ َّنن ِا ْا, ٍِ َ َوَ ُُّي ْلِه ْ ُ ْم َس َْ ةُ ظ,َ َ َْ ُ ُذ ُ ْم ِا ا ْاَِّق اَ ْ َ ُ َ ئٍِم .ا اا َّن َ َ ِ ا ْاَيَ ِة َ ْ َ ُاا ْ ِ ًو, ت Artinya: Janganlah kalian semua takut dalam usaha kalian menegakkan kebenaran dan janganlah kalian jerah oleh kekuasaan orang-orang yang zalim. Sebab sesungguhnya dalam ketakutan itu terdapat kehancuran. Sedangkan dalam keberanian terletak kehidupan yang menjanjikan (al-Ghalayaini, tanpa tahun: 26). 7. Bertindak tanpa Perhitungan Kelicikan
dalam
pekerjaan
menyebabkan
kegagalan, sedangkan kecerobohan melakukan pekerjaan sebelum diperhitungkan secara mendalam merupakan ketidak berhasilan pula. Orang yang berakal adalah orang
73
yang akan mempertimbangkan pekerjaannya sebelum ia menanganinya, agar tidak membawa hasil yang sia-sia. Kecerobohan (bekerja tanpa perhitungan) adalah suatu rahasia besar dari berbagai rahasia kegagalan dalam semua pekerjaan. Sebagaimana penjelasan sebagai berikut:
ِ ِ َِ َّنن,ُ ااتَّنسل َ َوََل, َ َِنَّن ُ َ ْ َ ةُ ا ْْلَْيُّي,َ ااتَّنُّي َ ِر, ُ اَ ُّي َ االَّن ا,َ َّن ِق َ ب ِ ِِ .ْي َْ ْ ُ َْ ََّنُّيتَ ُ ا نُّيَّن َلاَ ُ َوُ ُْن َّن ً َو َس ً َ ُ ْن َن اا Artinya: Wahai generasi muda, hindarilah sikap ceroboh, sebab ia penyebab kegagalan. Jauhkanlah dirimu dari cara bekerja yang tidak disertai perhitungan cermat, sebab hal itu berakibat jatuh dan gagal (alGhalayaini, tanpa tahun: 29). 8. Dengki atau Iri Hati Dengki adalah bagian dari jiwa yang kerdil, lemah kemauan dan watak yang jahat, sempit akhlaknya tidak lapang dadanya dan kacau pikirannya. Apabila melihat orang mendapat nikmat atau mendapatkan kedudukan tinggi dikalangan masyarakat ia berharap agar kenikmatan yang diterima orang itu beralih kepada dirinya meskipun harus bersusah payah memperolehnya dari orang yang memiliki nikmat dan kedudukan tersebut. Sebagamana keterangan di bawah ini:
74
َِ ْن. ِ َ َُ َِنَّن ُ ِ ْن ُ ُ ِقا ْ َ ْد نِيَ ِ َو ِ َ ِا ْا, َ ااَ َس,ُ ِ اَ ُّي َ االَّن,لَّنب ْ ََ َوَ ِس ْل اَ ُ َّن,ُ ْ ل َ َْ َوِ ْن َرا. ِ ااسِْي ُ ْ َ ت َِق ئٍِم ِ ْاَِّق َ َ ُ ْل َ َ ت نِ ْ َ ً اَ ْسَُّي ِ َ ْ ْب َ ِه ٍل وِوا ٍ َ ْس َع اِ َ ِ لِْ َ َِق,ِ اا ُ َ َى َ ْ ٍ ِ ْن ِ َ ِد َ َِنَّن, ٍّ ان نَِق َ ِ َُِّي ُّي ُ ُ ِِ ْن .هللا َ ْ Artinya: wahai generasi muda, jauhilah sifat dengki, iri hati atau hasud, sebab dengki itu bagian dari akhlak orang-orang yang hina dan termasuk sifat orang-orang yang bodoh. Apabila engkau melihat orang yang menegakkan kebenaran, maka dukunglah dan mudahlakanlah jalannya. Apabila engkau melihat nikmat atau kesenanagan yang dilimpahkan Allah kepada salah seorang hambanya, maka berusahalah engkau agar bisa meraih nikmat seperti itu, dengan hati yang bersih dan pemikiran yang jernih. Dengan izin Allah kalian akan dapat mencapainya (al-Ghalayaini, tanpa tahun: 138). 9. Dusta Dusta dalam pembahasan ini bukan dalam perkataan tetapi duta dalam perbuatan, sebab wujud dan tidak wujud suatu perbuatan, sebenarnya hasil dari ucapan dusta atau benar. Kebenaran perbuatan itu merupakan hasil kerja orang-orang yang memiliki kemauan keras, banyak orang yang mempunyai kedudukan terpandang, atau jabatan yang tinggi sering mengatakan sesuatu yang mereka tidak diamalkan, jika dituntut mereka akan selalu mencari-cari alasan atau menghilang tidak menepati janjinya.
75
Sebelum menjajikan sesuatu kepada orang lain hendaknya berpikir secara mendalam , ia akan benar-benar memenuhi apa yang dijanjikan, jika perangai ini sudah melanda suatu umat maka akan kehilangan kepercayaan, dan lenyaplah kehidupan. Sebagaiman penjelasan di bawah ini:
ِ . َ َِنَّن ُ ُُّي َ ِّدى اِاَ لَُّي ِْم َ ِ اا َّن َل,ب َ َوااْ َ ذ, َ ْ َ َلاالَّن ِ ِْ َن,ََِّن ُ ْم .ِ َِإنَّن ُ َدا ِ يَ ُ نُّيُ ُ ْ ِر اْ ُ َّن, ِ ْ َ ْاح َذ ُرْوا ا ِْإل ْ َ َ ِ ا ْ َو Artinya: Wahai generasi muda, hindarilah kebiasaan berdusta, sebab dusta itu menyebabkan retak (cacat) mahkota kemuliaan dan hindarilah ingkar janji, karena menyebabkan umat menjauhimu (alGhalayaini, tanpa tahun: 169). D. Metode Pendidikan dalam Kitab ‘Izat An-Nasyiin. Metode merupakan salah satu yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan dalam pendidikan. Syeikh Mustafa Al-galayaini dalam dalam menasehati kaum remaja agar memiliki akhlak yang terpuji menggunakan metode ceramah dengan gaya pidato sebagai berikut:
َوَ َ َ ْ اِ َ ْي َ َْ ََلَِا, ِ ِ ِْإل ْتِ َ ا,ُ اَ ُّي َ االَّن ِا,َ ْتَ ِ ْم ِ َ ْ واا.َ َ ل ْيُّي ِ َ ْ َ َخ ْيُّيل ا ْ ُ ِلَوس َُ ِ َ َّنن ِ ْي ِ اا. ِ ا ْ َ ْ ِلسِْي ًِاَْي .االائِ ِ ْ َن ل ْيُّي َ ُنُ َْ ُ َّن َْ ُ ُ َ َ Artinya: Wahai generasi muda, berpegang teguhlah dengan sikap moderat (sedang). Sederhana atau tengah-tengah dalam semua permasalahan, baik masalah ekonomi, sosial maupun keagamaan. Sebab, mengambil sikap tengah-tengah atau 76
moderat itu membuat selamat. Tidak ada sesuatu yang paling membahayakan umat, kecuali mengabaikan sikap tengah-tengah atau moderat (al-Ghalayaini, tanpa tahun: 114) E. Tujuan Pendidikan Akhlak dalam kitab ‘Izat An-Nasyiin Pendidikan akhlak menjadi perhatian utama al-Ghalayaini, dan menjadi pra syarat untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusiamanusia yang beradab dan bertanggung jawab. Pendidikan adalah persoalan yang sangat penting dan agung nilainya. Pendidikan menurut al-Gholayaini adalah menanamkan akhlak utama, budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa remaja dan menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat yang berguna, sehingga menjadi sifat yang tertanam dalam jiwa. Sehingga tampaklah buahnya yaitu berupa amal kepentingan
yang
utama,
kebaikan,
kesenangan
bekerja
untuk
kepentingan tanah air dan bangsa. Pendidikan menurutnya
adalah
penanaman akhlak.
Dalam
pandangan al-Ghalayaini, pendidikan akhlak merupakan hal yang sangat penting dan berharga. Dia mengutip pendapat al-Ghazali bahwa anak merupakan amanah bagi kedua orang tuannya dimana hatinya masih bening ibarat intan berlian yang belum tersentuh berbagai macam corak dan warna bila sejak dini sudah di biasakan mengerjakan hal-hal yang baik begitu juga sebaliknya (al-Ghalayaini, tanpa tahun: 188). Dalam kitab „Izat An-Nasyiin ini, al-Ghalayaini memberi nasehat dan dorongan semangat kepada pemuda agar menjadi pribadi yang utama. Dalam kitab ini ia mengharapkan agar pendidikan akhlak itu
77
tertanam dalam jiwa remaja sehingga dapat membentuk kepribadian remaja yang berakhlakul karimah sesuai dengan tuntunan al-Qur‟an dan al-Hadits. Menurutnya pendidikan sejatinya menanamkan akhlak yang utama, budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa anak sejak dini. Karena jiwa seorang anak bagaikan lilin yang lembek yang dapat dengan mudah diukir dalam bentuk apapun, atau bagai kamera foto yang mampu mencetak gambar yang dijepret melalui lensanya (al-Ghalayaini, 1913: 189). Sementara itu pendidikan akhlak yang digagas olah al-Ghalayaini ini diperuntukkan untuk remaja, karena dalam pandangannya, sebuah bangsa tidak akan pernah maju kecuali engan keberanian dan pengorbanan. Ia menyatakan bahwa remaja adalah generasi penerus yang menentukan kemajuan bangsanya. Senada dengan pendapat ini, Umar bin Ahmad Baraja dalam kitab Akhlak al-Banin juga mengatakan bahwa remaja/pemuda adalah generasi penerus bangsa dimasa yang akan datang. Ditangan mereka urusan akan diserahkan, maka harus dibekali dengan hal yang mereka butuhkan dimasa mendatang (Baraja, tanpa tahun: 2). Pendidikan yang ditulis oleh al-Ghalayaini mengarah pada urgensi pendidikan akhlak, pembagian akhlak, dan penguatan kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Hal ini bisa dipahami mengingat pada saat ini masyarakat tengah menghadapi penyakit yaitu penyakit
78
kerusakan akhlak, dedikasi moral, kebejatan budi pekerti serta kemerosotan moral.
79
BAB IV RELEVANSI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB ‘IZAT AN-XASYIINDENGAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA MASASEKARANG Pola relevan konsep pendidikan akhlak anak di dalam kitab „Izat AnNasyiinbagi pendidikan islam di indonesia yaiyu tentang : a. Relevansi materi pendidikan akhlak b. Relevansi metode pendidikan akhlak c. Relevansi tujuan pendidikan akhlak Dapat penulis kemukaan bahwa analisis konsep pendidikan akhlak dimaksud ialah yang ada hubunganya dengan pengertian tentang pendidikan akhlak di dalam kitab „Izat An-NasyiinKesesuainya dengan pendidikan Islam di Indonesia. A. Relevansi Materi Pendidikan Akhlak Sistem pendidikan Islam di Indonesia sudah berkembang sejak abad pertama islam datang ke Indonesia (sekitar abad 614 M). Pendidikan Islam dalam perkembangannya di pengaruhi oleh aliran atau faham maupun perkembangan sistem pendidikan Barat. Pengaruhnya terhadap pendidikan Islam terbukti mengakibatkan sistem pendidikan islam tidak lagi berorientasi sepenuhnya pada tujuan Islam yaitu membentuk manusia yang taqwa yang melaksanakan perintah dan menjahui segala larangan Allah.
80
Hubungan antara pendidikan dengan masyarakat erat sekali, maka dalam proses perkembangannya saling mempengaruhi. Mesin pendidikan yaitu sekolah dalam proses perkembangannya tidak terlepas dari gerakan. Mesin sosial menggerakkan setiap komponen kehidupan manusia yang terdiri dari sektor sosial, politik dan agama. Masing-masing sektor ini bergerak dan berkembang saling pengaruh mempengaruhi menuju ke arah tujuan yang telah ditetapkan. Apabila gerakan masing-masing sektor itu berda di dalam pola yang harmonis dan serasi, maka masyarakat pun bergerak dan berkembang secara harmonis. Akan tetapi apabila salah satu atau beberapa sektornya mengalami ketidak harmonisan, maka sektor lainnya akan terpengaruh. Dan inilah awal terjadinya masalah-masalah kehidupan masyarakat yang pada gilirannya melanda sekolah, bahkan ditekan dan dibebani tugas untuk memberikan konsep-konsep penyelesaiannya. Dalam area kehidupan masyarakat yang dipetakan oleh para ahli sebagai suatu kesuraman dan kekusutan karena berbagai dampak iptek yang menggerogoti nilai-nilai seluruh bidang kehidupan, khususnya dalam bidang moral spiriyual, yang menimbulkan keresahan batin yang menyakitkan (Arifin, 1990: 36). Oleh karena itu untuk mengembalikan moral dan spiritual masyarakat, pendidikan Islam mempunyai tugas pokok, tugas tersebut adalah membantu membina individu agar bertaqwa dan berakhlak
81
karimah, bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan. Sebagaimana pengertian pendidikan Islam itu sendiri misalnya yang dikemukakan oleh Ahmad D. Marimba yaitu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didikmenuj terbentuknya kepribadian yang utama (insan kamil) (Marimba, 1989: 19). Sedangkan menurut Al syaibaniy pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan sekitarnya ( Al Syaibani, 1979: 41). Dari kedua pendapat di atas disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses bimbingan Islam secara
sadar oleh pendidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama serta berguna bagi kehidupan dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya. Manusia itu pada dasarnya mempunyai sifat-sifat dan potensi atas nama fitrah sesuai dengan kejadian manusia yang disebutkan oleh AlQur‟an sebagai berikut :
ْ فَأ َ ِق ْم َوجْ َهكَ ِل ِلد ي ِْن َح ِن ْيفًا ِف َ َهللا الَّ ِتي ف علَ ْي َها الَ ت َ ْب ِد ْي َل ِ َّط َر الن َ اس ِ َط َرت . َ اس َاليَ ْلَ ُن ْى ِ َِل َْل ِ هللاِ َلِك ِ َّالد ي ُنْن اْللَيِ ُنم َولَ ِ ْن َ ْ َ َرالن Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Rum : 30) (Depag RI, 1989: 645).
82
Fitrah Allah untuk Manusia di sini diterjemahkan sengan potensi dapat dididik dan mendidik, memiliki kemungkinan berkembang dan meningkat
sehingga
kemampuannya
dapat
melampaui
jauh
dari
kemampuan fisiknya yang tidak berkembang, kalau poytensi itu dikembangkan dan itu senantiasa dikembangkan dalam usaha kegiatan pendidikan (Drajat, 1999: 17). Pendidikan ahlak adalah melatih anak untuk berakhlak mulia dan memiliki kebiasaan yang terpuji , sehingga akhlak dan adat kebiasaan menjadi karakter dan sifat yang tertancap kuat di dalam diri anak tersebut yang dengannya anak mampu meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat dan terbebas dari jeratan akhlak buruk (Al Hijazy, 2001: 204). Dengan demikian pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan budi pekerti. Membiasakan seseorang dengan sifat-sifat yang baik dan mulia seperti bertindak jujur, mengutamakan rang lain, ikhlas dalam beramal, kebersihan, keberanian dalam kebenaran, percaya diri, menjauhkan dari hal-hal yang berakibat buruk. Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sekali, baik sebagai individu maupun sebagai anggaota masyarakat, dan bangsa. Sebab jatuh bangunnya, jaya hancurnya, sejahtera rusaknya suatu bangsa itu tergantung pada akhlaknya. Apabila akhlaknya
83
baik (berakhlak) akan sejahteralah lahir batinnya, akan tetapi apabila akhlaknya buruk (tidak berakhlak) rusaklah batinnya (Djatmika, 1996: 11). Menanamkan akhlak yang baik kepada anak sejak dini tidak hanya menumbuhkan generasi muda yang pandai dalam ilmu pengetahuan dan teknologi saja. Tapi juga generasi muda yang berkepribadian utana yaitu kepribadian yang selalu melaksanakan perintah allah, dan menjauhi larangannya. Dengan begitu pendidikan Islam itu dapat tercapai. Pada hakikatnya pendidikan islam itu adalah pendidikan yang bertujuan membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmaniah maupun rohaniah, menumbuh suburkan hubungan harmonis setiap pribadi dengan Allah, manusia dan alam semesta. Agar peserta didik dapat mencapai tujuan pendidikan Islam tersebut, maka lembaga pendidikan harus menyusun rancangan program pendidikan yang dijabarkan dalam kurikulum. Di indonesia kurikulum pendidikan Islam itu berorientasi kepada tiga hal, yaitu: 1.
Tercapainya tujuan hablum minallah (hubungan dengan Allah)
2.
Tercapainya tujuan hablum minannas (hubungan dengan manusia)
3.
Tercapainya tujuan hablum minal‟alam (hubungan dengan alam) (Daulay, 2004: 155).
Mengenai materi pendidikan al Ghozali berpendapat bahwa Al Qur‟an beserta kandungannya adalah merupakan ilmu pengetahuan. Isinya sangat
84
bermanfaat bagi kehidupan, membersihkan jiwa, memperindah akhlak, dan mendekatkan diri pada Allah (Nizar, 2002: 90). Ini berarti materi pendidikan adalah semua yang terkandung dalam Al-qur‟an antara lain materi, keimanan, dan akhlak. Pendidikan akhlak menjadi perhatian utama al-Ghalayaini, dan menjadi pra syarat untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusiamanusia yang beradab dan bertanggung jawab. Pendidikan adalah persoalan yang sangat penting dan agung nilainya. Pendidikan menurut al-Gholayaini adalah menanamkan akhlak utama, budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa remaja dan menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat yang berguna, sehingga menjadi sifat yang tertanam dalam jiwa. Sehingga tampaklah buahnya yaitu berupa amal kepentingan
yang
utama,
kebaikan,
kesenangan
bekerja
untuk
kepentingan tanah air dan bangsa. Materi pendidikan akhlak terdiri dari Akhlak Mulia (Akhlak Mahmudah). Menurut Humaidi (1980: 147) akhlak Mahmudah itu ialah akhlaq yang baik, yang berupa semua akhlaq yang baik-baikyang harus dianut dan dimiliki oleh tiap orang, seperti tolong menolong, mengendalikan nafsu,jujur, ikhlas, qanaah dll. Sedangkan akhlak Tercela (Akhlak Mazmumah) ialah akhlak yang buruk, akhlak yang tercela seperti dusta, tamalluq, takabur, dengki, bakhil, marah, dll.
85
1. Relevansi Metode Pendidikan Akhlak Pasal (19) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 menjelaskan tentang standar proses pembelajaran yaitu: 1) Proses pembelajaran
pada
satuan
pendidikan
diselenggarakan
secara
interaktif, ispiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memeberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. 2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. 3) Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien (Peraturan Pemerintah Replubik Indonesia Nomor 19, 2005 : 14). Menurut Armai dalam kutipanya Tayar Yusuf secara etimologi, Istilah metode berasal dari bahasa yunani “metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata; yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan (Armai, 2002: 40). Dalam bahasa Arab metode disebut “Thariqat”, dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, “metode” adalah : “ Cara yang teratur dan berfikir baik-baik untuk mencapai maksud, sehingga dapat difahami metode berarti suatu
86
cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercaoai tujuan pengajaran (Armai, 2002: 40). Metode dapat didefinisikan sebagai cara kerja yang bersistem untuk mempermudah pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditentukan (Departemen Agama RI, 2001: 19). Jadi metode pendidikan adalah suatu cara kerja secara sistematis yang bertujuan untuk mempermudah pelaksaan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan berhubungan dengan pendidikan. Sedangkan metode penyampaian materi pendidikan akhlak dalam kitab „Izat An-Nasyiinadalah hanya dengan mengguanakan metode ceramah seperti nasehat dan anjuran, menurut penulis metode ceramah tidak bisa diterapkan di era zaman sekarang. Karena zaman sekarang dibutuhkan juga metode keteladanan, metode pemberian ganjaran, metode kebiasaan dll. Metode ceramah ialah cara penyampaian sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khlayak ramai. Ini relevan dengan definisi yang dikemukakan oleh Armai yang dikutip Ramayulis, bahwa metode ceramah ialah “Penerangan atau penuturan secara lisan guru terhadap murid-murid di ruangan kelas” (Armai, 2002: 136). Dari kedua definisi di atas, terlihat bahwa subtansi metode adalah sama yaitu menerangkan materi pelajaran kepada anak didik dengan penuturan kata-kata/lisan. Metode ceramah dikenal dengan metode
87
kuliah, karena umumnya banyak dipakai di Perguruan tinggi, dan disebut juga metode pidato atau khutbah. Dalam bahasa Inggris metode ceramah disebut dengan istilah “Lecturing method”atau “telling method”. Metode ini sering digunakan, karena metode ini sangat mudah dilakukan (Armai, 2002: 136). Menurut Basyirudin metode ceramah adalah teknik penyampaian pesan pengajaran yang sudah lazim dipakai oleh guru di sekolah. Ceramah diartikan sebagai suatu cara penyampaian bahan secara lisan oleh guru di muka kelas. Peran murid di sisi sebagai penerima pesan, mendengarkan, memperhatikan, mencatat keterangan-keteranagan guru bila mana diperlukan (Basyiruddin, 2002: 34). Sejak zaman Rasulullah metode ceramah merupakan cara yang paling awal yang dilakukan Rasulullah SAW, dalam penyampaian wahyu kepada umat. Karakteristik yang menonjol dari metode ceramah adalah peranan guru tampak lebih dominan, sementara anak didik lebih banyak pasif dan menerima apa yang disampaikan guru. Dalam sebuah hadits Nabi SAW bersabda:
َََُّي َ ُ ْ ا َ ِِن َواَ ْ ا Artinya: “Sampaikanlah olehmu walaupun itu satu ayat”. Hal ini berkenan dengan firman Allah SWT:
ِ َ َ َْي َ اَ ْح َس َن ااْ َق
ََْن ُن نَُّي ُق.اِ َّن اَنُّْي َزاْلَ ُ ُُّي ْلاًَ َ َلِيًّي اَّن َ َّن ُ ْم َُّي ْ ِق ُ ْ َن
ِ ِ ِ ْ ِ ِ َ ْت ِ ْن َُّي ْ ِ ِ اَ ِ َن اا )3-2 : ( سف.ْي َ َِ اَ ْو َح ْيُّيلَ ااَيْ َ َه َذااْا ُق ْلاَ ِن َوا ْن ُ ْل
88
Artinya: “Sesungguhnya kami menurunkan al-Qur‟an ini dengan berbahasa Arab, agar kamu mengerti maksudnya, kami riwayatkan (ceritakan) kepadamu sebaik-baik cerita dengan perantaran AlQur‟an yang kami wahyukan kepadamu ini, padahal sesungguhnya engkau dahulu tidak mengetahuinya (orang-orang lalai).” (Q.S Yusuf :2-3).
Ayat di atas menerangkan bahwa tuhan menurunkan AlQur‟an
dengan
memakai
bahasa
Arab
dan
menyampaiakannyan kepada Nabi Muhammad SAW, dengan jalan cerita dan ceramah. Dari pemaparan sebelumnya dapat dikatakan bahwa metode ceramah masih merupakan metode mengajar yang masih dominan dan paling banyak dipakai, khususnya di sekolah-sekolah tradisional (Armai, 2002: 137). Mengenai pendidikan di Indonesia saat ini, guna untuk mempersiapkan anak didik tentu sangat membutuhkan metode ceramah sebagaiman yang telah dilakukan oleh Syaikh Mustafa Al-galayaini. Menurut pengamatan penulis dalam penyampaian materi alGhalayaini lebih banyak menggunakan metode ceramah metode ini sangat relevan jika mengajar peserta didik dengan jumlah yang banyak dan waktu yang sedikit.
89
Kelebihan dari metode ini adalah: 1). Suasana kelas berjalan dengan tenang karena murid melakukan aktifitas sama, sehingga
guru dapat
mengawasi murid sekaligus secara komprehensif. 2). Tidak menimbulkan tenaga banyak dan waktu yang lama, dengan waktu yang singkat murid dapat menerima pelajaran sekaligus secara bersamaan. 3). Pelajaran bisa dilaksanakan secara cepat, karena dengan waktu yang sedikit dapat diuraikan bahan yang banyak. 4). Melatih
para
pelajar
untuk
menggunakan
pendengarannya dengan baik sehingga mereka dapat menangkap dan menyimpulkan isi ceramah dengan cepat dan tepat. Adapun kekurangan dari metode ceramah adalah sebagai berikut: 1). Interaksi cenderung bersifat centred (berpusat pada guru). 2). Guru kurang dapat mengetahui dengan pasti sejauh mana siswa telah menguasai bahan ceramah. 3). Mungkin saja siswa memperoleh konsep-konsep lain yang berbeda dengan apa yang dimaksudkan guru. 4). Siswa kurang menangkap apa yang dimaksudkan oleh guru, jika ceramah berisi istilah-istilah yang kurang/tidak
90
dimengerti oleh siswa dan akhirnya mengarah kepada verbalisme. 5). Tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah. Karena siswa hanya diarahkan untuk mengikuti fikiran guru. 6). Kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kecakapan dan kesempatan mengeluarkan pendapat. 7). Guru lebih aktif sedangkan murud bersifat pasif (Armai, 2002: 140-142).
2. Relevansi Tujuan Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk memberikan bantuan atau menolong pengembangan manusia sebagai makhluk individu sosial, makhluk yang bersosial dan makhluk yang berkeagamaan. Islam adalah agama ilmu dan cahaya, bukan merupakan agama kebodohan dan kegelapan. Wahyu Allah SWT yang pertama diturunkan mengandung perintah membaca kepada Rasulullah SAW. Pengulangan atas perintah tersebut dan menyebutan masalah ilmu dapat dirasakan dalam suatu pendidikan. Allah berfirman dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 yang artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah dan Tuhanmulah yang apling pemurah, yang mengajar
91
(manusia) dengan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau kegiatan selesai dilaksanakan. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang bersifat tetap dan statis, tetapi merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang yang berhubungan dengan seluruh aspek kehidupannya. Sesuatu dalam Pendidikan Islam, sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang mengalami pendidikan secara keseluruhan, yaitu terwujudnya kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi “insan kamil” dengan pola takwa. Insan kamil maksudnya adalah manusia yang utuh jasmani dan ruhani dapat hiup dan berkembang secara wajar dan normal karena taqwanya kepada Allah SWT. Ini mengandung makna
bahwa pendidikan Islam
itu diharapkan
menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat serta suka dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam baik yang berhubungan dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia, serta dapat mengambil manfaat dari alam semesta untuk kepentingan di dunia dan di akhirat nanti. Intinya tujuan Pendidikan Islam di indonesia adalah membentuk manusia purna yang akhirnya mampu mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat sesuai dengan rumusan tujuan pendidikan menurut Syeikh Mustafa Algalayaini dalam pendidikan Islam.
92
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melalui pembacaan bab demi bab, akhirnya penulis dapat membuat beberpa butir atas kesimpulan yang dituangkan dalam kitab “„Izat An-Nasyiin” karya Syeikh Mustafa Al-galayaini. Adapun butir-butir tersebut sebagai berikut: Pertama,lengkapnya adalah Musthafa bin Muhammad Salim al-Ghalayaini. Dia adalah seorang sastrawan Arab, penyair, orator, grammer (ahli bahasa), politikus dan jurnalis. Dilahirkan di Beirut, Libanon pada tahun 1303 H/1886 M dan wafat pada tahun 1364 H/1944 M. Sumber lain menyebutkan bahwa dia lahir di Beirut pada tahun 1885 M dan wafat pada tahun 1944 M. Kedua, di dalam kitab „Izat An-Nasyiinitu Syeikh Mustafa Algalayaini memberikan definisi bahwa akhlak adalah suatu kondisi kesadaran jiwa yang dapat menggerakkan setiap sikap, perilaku, dan tingkah laku untuk selalu sesuai dengan tuntunan agama dan masyarakat. Definisi di atas memberikan analisa dan pemahaman bahwa akhlak (moral) itu merupakan suatu nilai yang baik, tetapi ssuatu yang mengarahkan kelakuan dan pikiran seseorang untuk berbuat baik. Akhlak (moral) juga mengimplikasikan adanya disiplin. Dengan demikian, pelaksanaan akhlak yang tidak disiplin sama artinya dengan tidak
93
berakhlak. Moralitas menuntut keseluruhan dari hidup seseorang, karena dia melaksanakan apa yang baik dan menolak apa yang buruk. Ketiga, Syeikh Mustafa Al-galayaini juga membagi akhlak kepada dua dimensi, yakni yang menuntun insan kepada sikap dan perilaku baik yang disebutnya dengan akhlak mahmudah (yang baik), dan yang menjerumuskan manusia untuk melakukan hal-hal dapat merugikan manusia lainnya dengan disebut akhlak madzmumah (yang tercela). Keempat, nilai yang dibangun dari pendidikan akhlak Syeikh Mustafa Al-galayaini adalah terciptanya pola relasi akhlak yang baik kepada Tuhan, akhlak kepada diri sendiri, akhlak kepada keluarga, akhlak kepada masyarakat dan akhlak kepada lingkungan. Kelima, implikasi yang paling penting dari nilai-nilai pendidikan akhaknya adalah dapat mencetak dan menghasilkan sebuah generasi muda Islam yang intelektual, bersikap dan berperilaku yang baik, menghargai hak asasi manusia. B. Saran- Saran 1. Bahwa untuk melaksanakan pendidikan akhlak adalah dengan mendidik nilai-nilai akhlak atau moral atau sejak dini dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah hingga kepada komunis masyarakat. 2. Terhadap pendidik agar benar-benar memahami kejiwaan dan potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Sehingga dalam kegiatan
94
pembelajaran dapat menyentuh dan membekas di benak setiap peserta didik. Hal seperti itulah yang menjadi harapan kita semua. 3. Dalam teknik penyampaian materi pendidikan akhlak hendaknya diperbanyak melalui teladan dari pada tekhnik pengajaran yang lainnya. C. Kata Penutup Puji syukur kehadirat Allah SWT atas terselesainya skripsi ini, semoga bermanfaat bagi kita semua. Sadar dan yakin sekali bahwa yang telah dilakukan penulis skripsi ini masih sangat jauh dari kesan kesempunaan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap kepada semua pihak agar dapat memberikan masukan, saran dan kritik yang membangun dalam penulisan skripsi ini. Semoga penelitian ini bermanfaat, dan dapat memberikan masukan positif bagi kita semua. Amin-amin yarobbal alamin.
95
96