KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SYAIKH MUSTHAFA AL-GHALAYAINI DALAM KITAB ‘IDHOTU AN-NASYIIN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh ULFATUN NIKMAH NIM 11112136
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017
ii
KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SYAIKH MUSTHAFA AL-GHALAYAINI DALAM KITAB ‘IDHOTU AN-NASYIIN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh ULFATUN NIKMAH NIM 11112136
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017
iii
iv
v
vi
MOTTO
ِ فَا ِإلسراع قَبل التَّرِّوي د،ِفاَح َذروا ايُّها النَّابِت و َن ا ِإلسراع فِي الْعم ِل ِمن غَي ِر تَج ِوي ِده ُاعيَة َ ْ َ َ ْ ُ َْ ْ ْ ْ ْ ََ ْ َ َْ َ ُْ ْ ُْ ِ َ ْ وسب ا ِإل،اللْيب ِة اا َوالتَّ َِّ ْي ُ ََ َ َ َ Berhati-hatilah, jangan sekali-kali tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan, tanpa memperhitungkan kebaikan dan kesempurnaannya. Sebab, sikaptergesa-gesa yang tidak didahului pemikiran yang matang, menyebabkan kegagalan dan kerugian (Musthafa al-Ghalayaini, Idhotun Nasyiin,1953:171)
vii
PERSEMBAHAN Alhamdulillahirobbil‟alamin, dengan penuh ketulusan hati dan segenap rasa syukur, skripsi ini saya persembahkan kepada : 1. Kedua orang tua saya, Bapak Siyamin dan Ibu Zumrosah yang senantiasa memberikan nasehat dan telah mendidik saya dari kecil sampai menikmati kuliah S1 di IAIN Salatiga ini, serta tidak lelah mendo‟akan tanpa henti untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari. 2. Bapak KH Drs. Nasafi, M.pd.I dan Ibu Nyai Hj. Asfiyah Selaku pengasuh pondok Pesantren Nurul Asna. 3. Adik saya Tersayang Amak Haris Mallah Hudikun yang selalu mendo‟akan dan memeberikan semangat. 4. Sahabat-sahabat seperjuangan di pondokpesantren Nurul Asna yang senantiasa memberibantuan dan dorongan selama menyusun skripsi ini. 5. Keluarga Besar PAI D, dan teman-teman PAI 2012 seperjuangan. 6. Almamaterku tercinta IAIN Salatiga tampat saya menuntut ilmu.
viii
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayahnya, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang wajib dipenuhi guna memperoleh gelar kesarjanaan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga. Sholawat serta salam tetap tercurahkan semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu keislamaan, sehingga dapat menjadi bekal hidup kita di dunia dan di akhirat kelak. Suatu kebanggaan tersendiri, jika tugas dapat terselesaikan dengan sebaikbaiknya. Bagi penulis, penyusunan skripsi ini merupakan tugas yang tidak ringan. penulis banyak hambatan yang mengandung dalam proses penyusunan skripsi ini, dikarenakan keterbatasan kemampuan penulis sendiri. kalaupun akhirnya skripsi dapat terselesaikan, tentunya karena beberapa pihak yang membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu, penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya, khususnya kepada: 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.pd selaku Rektor IAIN Salatiga 2. Bapak Suwardi, M.pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI 4. Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah sabar dan banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyususnan skripsi ini.
ix
x
Abstrak: Nikmah, Ulfatun. Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Syaikh Musthafa AlGhalayaini dalam Kitab „Idhot An-Nasyiin, Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negri Salatiga. Pembimbing: Drs. Abdul Syukur, M.Si. Kata kunci: Konsep, Pendidikan Akhlak, Kitab„Idhotu An-Nasyiin. Pendidikan merupkan pengaruh, bantuan atau tututan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep pendidikan Akhlak menurut SyaikhMusthafa al-Ghalayaini dalam kitab „Idhotu An-Nasyiin dan Relevansi pemikiran Syaikh Musthafa alGhalayaini terhadap pendidikan islam di Indonesia. Skripsi ini menggunakan metode Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan diperpustakaan yang obyek penelitiannya dicari lewat beragam informasi kepustakaan (buku, jurnal, Koran, majalah, dokumen) dan lain sebagainya. Penulis fokuskan penelitian ini pada pendidikan Islam di Indonesia. Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penulisan ini adalah dengan metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya. Karena obyekdalam penelitian adalah bukubuku, maka penulis menelaah dan mengkaji buku-buku yang dipilih sebagai bahan penelitian. Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan metode Content Analisis, Metode Analisa Historis dan Metode Analisa Deskriptif, yang menunjukkan bahwa: Pendidikan menurut Musthafa al-Ghalayaini dalam kitab„Idotun Nasyiin merupakan usaha menanamkan akhlak terpuji dalam jiwa anak-anak, Akhlak yang sudah tertanam itu harus disirami dengan bimbingan dan nasehat, sehingga menjadi watak atau sifat yang melekat dalam jiwa. Konsep yang dibangun dari pendidikan Syaikh Musthafa al-Ghlayaini dalam kitab „Idhotun Nasyiin, dapatd ilihat dari beberapa kriteri asifat-sifat yang harus dimiliki oleh anak didik, yaitu berani maju kedepan, mempunyai sifat dermawan, mempunyai rasa kesabaran, keikhlasan dan kemuliaan jiwa. Pendidikan Islam dalam kitab „Idotun nasyiin dengan konteks pendidikan di Indonesia masa sekarang memiliki adanya persamaan penggunaan dan kebutuhan dengan berbagai pernyataan yang rasional baik tentang materi pendidikan, metode pendidikan dan tujuan pendidikan. konsep pendidikan dalam kitab „Idhotun Nasyiin terhadap konsep PAILKEM tidak adarelevansinya karena konsep pendidikan Syaikh Musthafa al-Ghalayaini termasuk konsep pembelajaran tradisional yang hanya menerima ceramah dari sang guru tentang ilmu pengetahuan dan informasi. xi
DAFTAR ISI Halaman Sampul .......................................................................................................
i
Lembar Berlogo ..........................................................................................
ii
Judul ........................................................................................................... iii Persetujuan Pembimbing .............................................................................
iv
Pengesahan Kelulusan.................................................................................
v
Pernyataan Keaslian Tulisan .......................................................................
vi
Motto .......................................................................................................... vii Persembahan ............................................................................................... viii Kata Pengantar ............................................................................................
ix
Abstrak .......................................................................................................
xi
Daftar Isi..................................................................................................... xii Daftar Lampiran.......................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .........................................................................
1
B. Rumusan Masalah.....................................................................
7
C. Tujuan Penelitian ......................................................................
7
D. Kegunaan Penelitian .................................................................
7
E. Penegasan Istilah.......................................................................
8
F. Metode Penelitian ..................................................................... 12 G. Sistematika Penulisan skripsi .................................................... 14
xii
BAB II BIOGRAFI SYAIKH MUSTHAFA AL-GHALAYAINI A.Biografi Syaikh Musthafa al-Ghalayaini ...................................... 16 B.Latar Belakang Penulisan Kitab„Idhotun Nasyiin ......................... 21 C. Sistematika Penulisan Kitab„Idhotun Nasyiin .............................. 23 D. Karya-karya Syaikh Musthafa al-Ghalayaini…………………….. 24 E. Corak Umum Pendidikan menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini…………………………………………………….. 25 F. Karakteristik Pemikiran Syaikh Musthafa al-Ghalayaini………… 28 G. Sinopsis kitab „Idotun Nasyiin………………………………………….30 BAB III KONSEP PENDIDIKAN MENURUT MUSTHAFA ALGHALAYAINI A. Pendidikan Secara Umum ........................................................... 33 B. Pendidikan Menurut Syaikh Msthafa al-Ghalayaini ..................... 44 BAB IV RELEVANSI PEMIKIRAN SYAIKH MUSTHAFA ALGHALAYAINI TERHADAP PENDIDIKAN DI INDONESIA A. Analisis Nilai-nilai Pendidikan .................................................. 58 B. Relevansi Pendidikan Islam dalam Kitab„Idhotun Nasyiin ......... 65 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................... 78 B. Saran ........................................................................................ 79 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. Lampiran-lampiran xiii
Biografi Penulis DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Lembar Konsultasi Skripsi.
Lampiran 2
Nilai SKK Mahasiswa
Lampiran 3
Surat pembimbing dan Asisten Pembimbing Skripsi.
Lampiran 4
Daftar Riwayat Hidup.
xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pada era kehidupan umat manusia saat ini, masyarakat banyak yang pasrah pada
pendidikan anak-anaknya
di
sekolah,
padahal
saat
ini
banyak
diidentifikasikan adanya krisis kependidikan yang dikaitkan dengan faktor moralitas dan keterampilan yang kurang siap pakai dalam dunia kerja, maka umat Islam Indonesia perlu berani melakukan terobosan-terobosan baru dalam menerapkan yang mampu mengintegrasikan antara iman, ilmu dan tegnologi modern, bagaimana agar supaya iman dan taqwa anak didik
menjadi daya
pengendali kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus menjadi daya tangkal terhadap dampak-dampak negatif kemajuannya, bukan sebaliknya ilmu pengetahuan dan teknologi berdaya mengendalikan iman dan ketaqwaan anak didik atau manusia (Arifin,1991: 81). Konsep Islam tentang hakikat manusia secara mendasar telah diajarkan oleh Allah SWT dalam Al-qur‟an yang dikembangkan lebih lanjut oleh Nabi Muhammad SAW dalam sunnahnya. Manusia diciptakan oleh Allah selain menjadi hambanya-Nya juga menjadi penguasa (khalifah) di atas bumi. Selaku hamba dan khalifah, manusia diberi kelengkapan kemampuan jasmani (biologis) dan rohaniah (psikologis) yang dapat ditumbuh kembangkan seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat budaya, guna dalam ihtiar kemanusiaannya untuk 1
2
melaksanakan tugas kehidupan di dunia (Arifin, 1991: 156). Untuk itu diperlukan adanya tuntunan atau bimbingan yang mengarah terlaksananya amanat dan tanggung jawab tersebut yaitu dengan adanya pendidikan. Pendidikan bukan hanya berarti pewarisan nilai-nilai budaya berupa kecerdasan dan ketrampilan dari generasi tua kepada generasi muda, tetapi juga berarti pengembangan potensi-potensi inividu untuk kegunaan individu itu sendiri dan selanjutnya untuk kebahagiaan masyarakat. Sebab penemuanpenemuan ilmiah dan ciptaan-ciptaan baru dalam tegnologi bermula dari ndividu. Tanpa ndividu yang kreatif, masyarakat tidak ubahnya seperti beras dalam karung, banyak tetapi tidak bisa berbuat apa-apa (Langgulung, 1986: 261) Permasalahan pendidikan merupaan permasalahan yang tidak pernah tuntas untuk dibicarakan, karena ia menyangkut persoalan manusia dalam rangka memberi makna dan arah moral eksistensi fitrahnya, dan di dalam Islam permasalahan pendidikan ini sudah dibicarakan semenjak hadirnya Islam itu sendiri. Isyarat ini dapat dilihat melalui pernyataan Rasulullah SAW:
ْ َك طَ ِز ْيقًا ي ُ ُال َرطُوْ ُل هللا ؿلى هللا عليه وطلم َما ِم ْن َرج ٍُل يَ ْظل ُطلُب َ َ ق: ال َ َع َْن أَبِ ْي ه َُزي َْزةَ ق .ُْز ْ بِ ِه َ َظ ُه ِ ِ ْي ِه ِع ْل ً اا ِ َ َط ََّهل هللاُ َهُ بِ ِه طَ ِز ْي َ ْ َ َّه ِا َو َم ْن أ ْبطَ َ بِ ِه َع َ لُهُا َ ْم يُظ (Shahih Sunan Abu Daud,2006:655)
3
Dari Abu Hurairah, Ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah orang yang meniti jalan untuk menuntut ilmu kecuali Allah akan memudahkan jalannya menuju surga, sedangkan orang yang memperlambat dalam mengamalkannya maka tidak akan cepat mendapatkan nasabnya (keberuntungan).” (Shahih:Muslim) (Shahih Sunan Abu Daud,2006:655) Dalam Al-Qur‟an, isyarat akan kemuliaan dan keutamaan ilmu yang didapat dari proses pendidikan banyak diungkap di dalamnya. Satu di antaranya, Allah akan mengangkat derajat seseorang yang beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajat. Pendidikan dalam maknanya yang luas senantiasa menstimulir dan menyertai perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan umat manusia. Upaya pendidikan senantiasa mengantar dan membimbing perubahan perubahan dan perkembangan hidup serta kehidupan umat manusia. Menurut John C. Bock dalam bukunya Jindar Wahyudi menyataan bahwa pendidikan juga dipandang sebagai agen tunggal yang paling penting bukan hanya untuk melatih generasi muda akan perananperanan orang dewasa yang mapan, tetapi lebih penting lagi untuk mensosialisasikan kompetesi-kompetensi baru kepada mereka yang dituntut oleh kebutuhan-kebutuhan peranan yang timbul dari masyarakat yang berubah (Wahyudi, 2006: 5). Pendidikan dapat menjadi tolak ukur bagi kemajuan dan kualitas kehidupan suatu bangsa, sehingga dapat dikatakan bahwa kemajuan suatu bangsa atau negara dapat dicapai dengan salah satunya melalui pembaharuan serta penataan pendidikan yang baik. Jadi keberadaan pendidikan memiliki
4
peran yang sangat penting dalam menciptakan kehidupan masyarakat yang cerdas, pandai berilmu pengetahuan yang luas, berjiwa demokratis serta berakhlaqul karimah. Sedangkan pendidikan sendiri adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengemban potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU RI No. 20, 2003: 72) Syaikh Musthafa Alghalayaini mengatakan, bahwa pengertian Tarbiyah atau pendidikan ialah menanamkan akhlak yang utama, budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa anak-anak, sejak kecil sampai ia menjadi orang yang kuasa untuk hidup dengan kemampuan usaha dan tenaganya sendiri. Semuanya itu tidak cukup ditanamkan saja, tetapi bagaikan benih yang ditancapkan di dalam bumi, perlu sekali diberi siraman dengan air, sedangkan menanamkan sesuatu dalam jiwa anak-anak yang berupa akhlak dan budi pekerti itu, bahan penyiramnya ialah memberikan petunjuk yang benar dan nasihat yang berguna, sehingga didikan-didikan yang mereka terima itu tidak hanya mengembang, semacam gabus di atas air, tetapi betulbetul menjadi malakah yakni hal-hal yang meresap kalbu dan jiwa secara mendalam sekali. Manakala sudah menjadi malakah, maka buahnyapun akan tampak di luar, yaitu berupa amal perbutan yang utama, kebaikan, kegemaran, bekerja untuk kepentingan tanah, Negara dan bangsa (Alghalayaini, 2000: 315)
5
Pendidikan adalah hal yang paling penting bagi kemajuan suatu bangsa. Bila dalam suatu negara terdapat pendidikan yag berkualitas, maka tentu akan berpengaruh terhadap produk generasi bangsa yang berkualitas pula. Untuk itu bila suatu bangsa ingin maju, tingkatkanlah terlebih dahulu kualitas para generasi bangsa dengan cara meningkatkan mutu pendidikan, terutama konteks pendidikan yang dialami oleh bangsa Indonesia dewasa ini, yaitu permasalahan yang tidak pernah putus karena menyangkut persoalan manusia dalam rangka memberi makna dan moral. Ada banyak hal yang harus dibenahi menyangkut persoalan yang datang dari luar dunia pendidikan mulai dari masalah birokrasi pendidikan yang masih tumpang tindih. Simpang siur dan tidak terkoordinasi dengan baik sampai dengan masalah internal pendidikan itu sendiri. Yakni mengenai konsep pendidikan yang tepat dan akurat bagi kondisi bangsa. Rendahnya tingkat intelektualitas dan kepribadian pada akhirnya melahirkan banyak output pendidikan yang sudah tidak mampu membedakan mana perilaku yang benar dan mana perilaku yang salah. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya dunia pendidikan di Indonesia ini sedang mengalami sakit yang sudah akut. Munculnya banyak sekali tindakan asusila dan kriminalitas yang dilakukan oleh para pelajar, seperti banyaknya anak didik yang terlibat tawuran antar pelajar konsumsi miras serta obat-obatan terlarang. Seperti yang terjadi di Jalan Jendral Sudirman , Kota Tangerang. Sekitar pukul 15.01 WIB, pada hari Senin tanggal 22 Agustus 2016 terjadi
6
tawuran antar Sekolah yaitu SMKN 4 Tangerang dengan SMK PGRI 2. tawuran yang terjadi di kawasan taman potret dan menggunakan senjata tajam ini berhasil dibubarkan oleh pihak kepolisian. Kasus lain juga terjadi pada siswa di SMP3 Sungguminasa, Gowa, Sulawesi Selatan, pada hari Rabu tanggal 06 April 2016 dini hari, tiga siswa ditagkap oleh petugas Somba Opu diduga membakar sekolah karena kesal sering tertangkap tangan merokok diarea sekolah. Terjadi juga pada tiga bocah berusia 13 tahun di Polewali Mandar, Sulawesi barat, nekat membobol rumah kosong yang ditinggal pemiliknya liburan tahun baru. Terjadi pada hari Jumat 0I Januari 2016, tertangkap setelah warga memergokinya, kemudian warga melapor pada petugas
kepolisian
dan
membawanya
ke
Polres
Polewali
Mandar
(SindoNews.com). Demikian itu adalah bukti bahwa output pendidikan yang diharapkan dari dunia pendidikan itu sendiri pada saat ini telah mencapai titik yang sangat menghawatirkan. Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa tidak sedikit permasalahanpermasalahan yang muncul pada pendidikan, terutama pada pendidikan masa kini yang semakin banyak menuai permasalahan dan kurang antisipasi obyek permasalahan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengambil judul tentang KONSEP PENDIDIKAN MENURUT SYAIKH MUSTHAFA ALGHALAYAINI DALAM KITAB ‘IDHOTUN NASYIIN. Semoga mampu memberikan kesegaran dalam dahaga kita akan wacana tentang pendidikan.
7
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana konsep pendidikan menurut Syaikh Musthafa Alghalayaini dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin ? 2. Bagaimana relevansi pemikiran Syaikh Musthafa al-Ghalayaini terhadap pendidikan
islam di Indonesia
C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui konsep pendidikan menurut syaikh Musthafa al-Ghalayaini dalam kitab „Idhotun Nasyiin. 2. Mengetahui relevansi pemikiran Syaikh Musthafa al-Ghalayaini terhadap pendidikan
islam di Indonesia ?
D. Kegunaan Penulisan Kegunaan dari penulisan ini dapat dikemukakan menjadi dua bagian, yaitu 1.
Kegunaan Teoritis Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, berupa pengetahuan tentang konsep pendidikan yang terkandung dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin karya Syaikh Musthafa Alghalayaini serta dapat menambah wawasan bagi dunia pendidikan khususnya pendidikan islam.
2.
Kegunaan Praktis a. Bagi Penulis Menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai konsep pendidikan dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin.
8
b. Bagi Lembaga pendidikan 1) Memberikan informasi kepada praktisi pendidikan tentang konsep pendidikan menurut Syaikh Musthafa Alghalayaini dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin 2) Sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi untuk diterapkan dalam dunia pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Indonesia terutama pendidikan islam (madrasah diniyah, pondok pesantren) sebagai solusi terhadap permasalahan pendidikan yang ada. c. Bagi Ilmu Pengetahuan Menambah kebaikan mengenai nilai pendidikan yeng terdapat dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin sehingga mengetahui betapa pentingnya pendidikan dalam sehari-hari dan sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan terutama pendidikan islam E. Penegasan Istilah Untuk memperjelas judul di atas serta menghindari kesalahan dalam memahami istilah, maka perlu kiranya penulis jelaskan istilah-istilah dalam judul skripsi ini sebagai berikut : 1.
Konsep konsep adalah rancangan, ide atau pemikiran yang diabstrakkan dari peristiwa peristiwa konkret (KBBI, 2007: 588). Konsep adalah penyusunan dari sebuah ide atau gambaran mental, yang dinyatakan dalam sebuah kata.
9
2.
Pendidikan Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan (KBBI, 2007 :204). Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. (Jumali, 2004: 163). Jadi, pendidikan merupakan ikhtiar manusia untuk membantu dan mengarahkan perkembangan manusia sampai kepada titik maksimal yang dicapai sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. Unsur-unsur pendidikan terdiri dari, tujuan, pendidik, anak didik, lembaga, kurikulum, metode, media dan evaluasi. a. Tujuan Tujuan pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepaa Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Suwarno, 2006 : 32).
b. Pendidik Pendidik
adalah
semua
orang
yang
dapat
membantu
perkembangan kepribadian seseorang dan mengarahkannya pada tujuan pendidikan (Jumali, 2004: 39). Pendidik adalah seseorang yang mampu
10
merubah kepribadian orang lain menuju kearah kedewasaan. Bukan hanya guru dan orang tua saja, tetapi semua orang yang membantu dalam perkembangan kepribadian dan mengarahkan pada tujuan pendidikan disebut juga pendidik. c. Anak didik Anak didik ialah anak yang sedang tumbuh dan berkembang, baik dari segi fisik maupun dari segi mental psikologis (Jumali, 2004: 35). d. Lembaga Lembaga merupakan wadah untuk menumpang semua yang terjadi dalam proses belajar mengajar. Lembaga dapat diartikan juga sebagai badan (organisasi) yang bermaksud melakukan sesuatu menyelidikan ilmuan atau melakukan suatu usaha (KBBI, 2007: 655) e. Kurikulum Kurikulum berasal dari bahasa latin, yaitu “Curriculae” artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari, pada waktu itu, pengertian kurikulum adalah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah (Susilo,2007:77). Dengan kata lain kurikulum yaitu seperangkat perencanaan yang bahan pembelajaran dimana setiap siswa harus menempuhnya agar mencapai tujuan pendidikan yang diinginkannya.
11
f. Metode Metode yaitu cara kerja yang teratur dan terpikir baik-baik yang digunakan untuk memberikan pelajaran kepada peserta didik, serta sebagai salah satu sarana yang amat penting untuk mencapai tujuan pendidikan (Aziz, 2003: 79). g. Media Media merupakan alat atau sarana komunikasi sebagai perantara, seperti, Koran, majalah, radio, televisi, spanduk dll (KBBI, 2007: 726). Jadi media adalah alat atau sarana yang dipergunakan untuk menyampaikan informasi dari sumber informasi kepada penerima informasi. h. Evaluasi Evaluasi adalah pengumpulan informasi untuk membantu mengambil keputusan dan didalamnya terdapat perbedaan mengenai siapa yang dimaksudkan dengan mengambil keputusan (Hasan, 2008: 33). Jadi evaluasi adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan nilai, kriteria atau tindakan dalam pembelajaran. 3. ‘Idhotun Nasyiin ‘Idhotun Nasyiin adalah salah satu karangan Syaikh Musthafa alGhalayaini berbahasa arab, kitab ini dari segi isinya menggunakan metode mau‟izah atau pemberian nasihat yang disajikan untuk seorang hamba sebagai pedoman dan rujukan berperilaku sesuai tuntunan islam yang
12
dapat membawa kearah kebaikan dan menjadi seorang berbudi pekerti santun dan berjiwa lembut khususnya pada generasi muda. 4.
Syaikh Musthafa al-Ghalayaini Adalah Musthafa bin Muhammad Salim Al-Ghalayaini beliau dilahirkan di Beirut, Libanon pada tahun 1303 H/1886 M. Beliau adalah seorang sastrawan Arab, penyair, orator, alih bahasa, politikus, dan jurnalis. Beliau wafat pada usianya yang ke 59 yaitu pada tanggal 17 Februari tahun 1364/1944 M di Beirut ibukota Libanon.
F. Metode Penelitian 1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) artinya sebuah studi dengan mengkaji buku-buku, naskah-naskah, atau majalah-majalah yang bersumber dari kepustakan yang relevan permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Semua sumber berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan permasalahan penelitian dan dokumenter literatur lainnya. (Hadi, 1980: 3). Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), maka penulis dalam mengkaji konsep pemikiran pendidikan Musthafa al-Ghalayaini dengan bantuan buku yang penulis ambil dari tulisan beliau dan juga tulisan orang lain yang menceritakan tentang kehidupan maupun pemikiran Musthafa al-Ghalayaini
2.
Sumber Data a. Sumber data primer
13
Adapun referensi yang menjadi sumber primer adalah kitab ‘Idhotun Nasyiin karya syaikh Musthafa al-Ghalayaini. b. Sumber data sekunder Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah terjemah kitab ‘Idhotun Nasyiin, internet, buku-buku tentang pendidikan, dan buku-buku lainnya yang ada relevansinya dengan obyek pembehasan penulis. 3.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penulisan ini adalah dengan metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah agenda dan lain sebagainya (Arikunto, 2010: 202). Kemudian mengumpulkan buku yang menjadi sumber data primer yaitu kitab ‘Idhotun Nasyiin dan sumber data sekunder yaitu terjemahan kitab ‘Idhotun Nasyiin dan bukubuku yang relevan lainnya. Setelah data terkumpul, maka dilakukan penelaahan secara sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data atau informasi sebagai bahan penulisan.
4.
Teknik Analisis Data Teknik analisa data data yang digunakan penulis dalam penyusunan sekripsi yaitu: a. Menggunakan metode Content Analysis atau analisis isi, yaitu sebuah teknik yang digunakan untuk menentukan atau menerjemahkan teks
14
naskah sehingga memperoleh makna dan nuansa uraian yang yang disajikan secara khas (Bekker. Zubair, 1990: 74). b. Metode Analisa Historis, dengan metode ini penulis bermaksud untuk menggambarkan sejarah biografis Syaikh Musthafa al-Ghalayaini yang meliputi riwayat hidup, pendidikan, karir politik, serta karya-karyanya (Bekker. Zubair, 1990: 70). c. Metode Analisa Deskriptif, yaitu metode yang menguraikan secara teratur seluruh konsepsi dari tokoh yang dibahas dengan lengkap tetapi ketat (Sudarto, 1997: 100). G. Sistematika Penulisan Skripsi Dibagian ini akan menjealaskan susunan secara keseluruhan dari penulisan, penulisan ini yang berkaitan dengan pemikiran atau kosep pendidikan menurut Syaikh Musthofa al-Ghalayaini
dalam kitabnya
‘Idhotun Nasyiin. Sistematika penulisannya sebagai berikut : BAB I
: Pendahuluan Pendahuluan ini merupakan garis besar penyusunan penulisan ini. Dalam hal ini akan dibahas sebagai berikut: Latar Belakang Masalah, Rumusan masalah, Tujuan Penulisan, Kegunaan Penulisan, Metode Penulisan, Penegasan Istilah, dan Sistematika Penulisan sebagai gambaran awal dalam memahami skripsi ini.
BAB II
: Biografi Syaikh Musthafa al-Ghalayaini.
15
Pada bab ini membahas tentang riwayat hidup, latar belakang penulis kitab, sistematika penulisan kitab, serta karya-karya syaikh Musthafa al-Ghalayaini. BAB III
: Deskripsi pendidikan menurut Syaikh Musthafa alGhalayaini Pada bab ini menjelaskan tentang pengartian pendidikan, metode pendidikan, tujuan pendidikan dan konsep pendidikan menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini.
BAB IV
: Pembahasan Membahas tentang relevansi pemikiran Syaikh Musthafa al-Ghalayaini terhadap pendidikan Islam di Indonesia.
BAB V
: Penutup Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran
BAB II BIOGRAFI SYAIKH MUSTHAFA AL-GHALAYAINI
A. Biografi Syaikh Musthafa al-Ghalayaini Nama lengkapnya adalah Musthafa bin Muhammad Salim alGhalayaini. Dalam kitab Mu’jam al-Muallafin Tarajum Mushanafi alKutub
al-Arabiyyah
yang
ditulis
oleh Umar
Ridha
Kahalah.
Ia
mengungkapkan bahwa Musthafa al-Ghalayaini dilahirkan pada tahun 1303 Hijriyah atau bertepatan pada tahun 1808 Masehi. Walaupun demikian, dengan dikaruniai umur sekitar 59 tahun ternyata telah banyak sekali predikat atau gelar yang beliau sandang diantaranya selain dikenal sebagai ulama yang berpandangan modern dan berkaliber internasional beliau adalah seorang sastrawan, penulis, penyair, urator, linguis, politikus, kolomnis maupun wartawan (Kahalah,1993:881). Al- Ghalayini lahir di kota Beirut Al Uthmania ibu kota negara Libanon. Pada masa itu (abad 18 - 19) sedang terjadi banyak pergerakan keilmuan berupa pesantren, sekolahan, sekolaah tinggi baik memperlajari keilmuan umum, kemasyarakatan, kesastraan, ataupun jurnalistik, serta banyaknya karangan-karangan ilmiah dalam berbagai cabang keilmuan. Pada masa itu juga sedang terjadi kebangkitan politik yang bertujuan untuk memperbaiki kekacauan-kekacauan yang ditimbulkan oleh pemerintahahn Uthmaniah.
16
17
Syaikh Al Ghalayini mendapatkan pendidikan pertamanya melalui halaqah-halaqah yang dibuka oleh para ulama di Jami Al Umry di Beirut Beliau belajar kepada syaikh Muhyiddin Al Khayyath, syaikh Abdul Bashith Al Fakhury, dan syaikh Shalih Al Rifa'i Al Tharabalsy. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah ditanah kelahirannya, beliau kemudian melanjutkan perguruan tingginya di Mesir, tepatnya di Universitas Al-Azhar Al-Syarif, disana beliau berguru kepada orang yang di dunia islam dikenal sebagai pembaru pemikiran islam, yaitu Muhammad Abduh. Serta banyak ulama lain yang ahli dalam bahasa Arab dan ilmu syariat. (http:// ngalap berkahti yang soleh. blogspot.co.id /2014/01/ syekh-mustafa-alghalayini.html. pada hari senin tanggal 19 Desember 2016 jam 14.00). Pengaruh pemikiran Muhammad Abduh terhadap Syaikh Musthafa alGhalayaini dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin terlihat gaya penulisan dalam isi kitab ini. Kontribusi pembaharuan pemikiran Muhammad Abduh yang bersifat rasional sangat tampak dalam kitab ini. Hal tersebut sangat tampak dalam pembahasan tentang pembaharuan, kemerdekaan, rakyat dan pemerintah, yang menekankan pada kebebasan berpikir, berpendapat, dan bernegara.
Pemikiran
Muhammad
abduh
yang
juga
sangat
jelas
mempengaruhi pemikiran Syaikh Musthafa al-Ghalayaini dalam hal ini dijelaskan pentingnya seseorang memiliki sifat tawaqal. Dalam konteks ini, Muhammad Abduh menyatakan bahwa terdapat dua ketentuan yang sangat mendasari perbuatan manusia yaitu : 1. Manusia melakukan perbuatan dengan gaya kemampuannya
18
2. Kekuasaan Allah adalah tempat kembali semua yang terjadi (Sucipto, 2003: 152 Disamping itu Muhammad Abduh juga mempengaruhi pemikiran Syaikh
Musthafa
Al-Ghalayaini
dalam
hal
gagasan
dan
gerakan
pembaharuannya yang modernis. Muhammad Abduh adalah seorang reformis yang toleran, liberal dan kaya akan gagasan modern. Tapi di satu sisi, Muhammad Abduh dilihat sebagai seorang alim, Mujtahid, dan penganjur doktrin orisinalitas Islam (Sucipto,2003: 153). Kemudian setelah menamatkan pendidikan di Universitas al-Azhar Kairo kemudian Al Ghalayini kembali ke Beirut dan menetap ke Jami Al Umry, tiada lain untuk mengamalkan seluruh ilmu yang telah didapat di Kairo. setelah beliau menerbitkan kumpulan tulisannya yang berjudul 'Al Ahram Al Mishriyyah' (Piramid-Piramid Mesir) yang berisi gagasangagasannya tentang perbaikan sistem pengajaran di Al Azhar Al Syarif. Setelah itu, beliau bergabung dengan perkumpulan pengajar di Universitas Uthmaniyyah (http:// ngalap berkah tiyang soleh. blogspot.co.id/ 2014/01/ syekh- mustafa -al-ghalayini .html.pada hari senin tanggal 19 Desember 2016 jam 14.00). Selain aktif mengajar beliau juga sangat berminat menggeluti dunia penerbitan. Pada tahun 1902 M beliau menerbitkan majalah
Nibrasy di
Beirut dan berpartisipasi aktif dalam dunia perpartaian, yakni dengan bergabungnya beliau dengan kelompok Hizb al Ittihad al-Tarraqi (Partai Persatuan Pembangunan). Tapi, tidak berapa kemudian beliau mengundurkan
19
diri dari keterlibatannya di partai tersebut dan bergabung dengan Hizb alI‟tilaf (Partai Koalisi). Sama seperti di partai sebelumnya, atas ketidak sepahaman pendapat dengan golongan elit terpelajar yang bergabung dengan partai itu, beliau lagi-lagi mengulangi keputusannya untuk menarik diri. Menurutnya kejelekan mereka adalah terlalu mengabdikan diri kepada pemimpin keagamaan tradisional yang cenderung sektarian dan non-egaliter. Partai-partai politik yang ada juga tidak dapat diterimanya karna mereka cenderung akomodatif hanya terhadap salah satu kelompok saja dan tidak aspiratif serta mau berjuang dan membela masyarakat umum. Hal ini lah yang mendorong Syaikh Musthafa al-Ghalayaini beserta para intelektual lainnya dengan gagasan, visi dan misi yang sama terketuk untuk membentuk partai baru yang disebut dengan Hizb al-Ishlah (Partai Reformasi). Maka sesuai namanya maka partai ini lebih beriontasi kepada perjalanan Islam yang bernuansa reformasi dan modernis serta membela hak-hak yang tertindas dan mewujudkan masyarakat umum (Kahalah,1993: 881). Setelah sekian lama berkecimpung dalam dunia politik, kemudia beliau diangkat menjadi ahli pidato untuk mendampingi pasukan ustmani IV pada perang dunia pertama. Beliau juga menyertainya dalam perjalanan dari Damaskus menyebarangi gurun menuju zues dari arah Isma‟iliyah dan ikut hadir di medan perang walaupun kemudian mengalami kekalahan. Beberapa peristiwa yang melingkupi perjalanan karir beliau, baik yang berkaitan dengan dunia politik dan perang telah memberikan pelajaran sangat berarti bagi diri al-Ghalayaini. Berdasarkan keinginan yang kuat untuk
20
mengbdikan diri kepada dunia pendidikan, beliau lagi-lagi ke Beirut dan aktif sebagai tenaga pengajar. Di sela-sela kesibukannya sebagai tenaga edukatif, beliau mendapatkan kepercayaan dari pemerintah yang waktu itu negara berada di bawah pemerintahan raja Faisal untuk mengunjungi kota Damaskus, dan disana beliau diangkat sebagai pegawai di kantor administrasi keamanan publik sekaligus juga sebagai tenaga sukarela pada tentara arab. Al Ghalayini adalah seorang khatib yang banyak memberikan motivasi untuk melawan kekacauan yang bergejolak pada masa kepemimpinan raja Abdul Hamid, karena pengaruh dua gurunya, syaikh Muhammad Abduh dan syaikh Jamaluddin al Afghany. Pada tahun 1910 M beliau kemudian pergi ke Yordania karna Banyak pangkat yang al Ghalayaini peroleh kemudian dipilih sebagai anggota dewan militer dibawah kepemimpinan Abdullah. Abdullah pun
menyerahkan pendidikan anaknya, Thalal dan Naif, kepada al
Ghalayaini dengan mengajarkan mereka bahasa dan sastra Arab. Dalam waktu yang tidak lama, akhirnya al Ghalayini kembali ke Beirut. Tetapi sesampai di Beirut bukan malah mendapatkan suatu penyambutan yang meriah, melainkan suatu penahanan yang dilakukan oleh otoritas Prancis yang sudah lama berada di tanah Beirut dan kemudian beliau diasingkan ke Negara Palestina dan selanjutnya di Haifa (http://ngalapberkah tiyangsoleh. blogspot.co.id /2014/01/ syekh-mustafa-al-ghalayini.html. pada hari senin tanggal 19 Desember 2016 jam 14.00). Setelah dibebaskan dari pengasingannya dan menghirup kembali alam bebas, kemudian beliau berniat kembali ke tanah kelahirannya, yaitu Beirut.
21
Beliau ternyata masih mendapat kepercayaan dari rakyat untuk memangku beberapa jabatan kemudian al Ghalayaini terpilih sebagai ketua Majlis Islam, hakim Syari‟ah serta penasehat pada Mahkamah Banding Syari‟ah Sunni sekaligus terpilih sebagai anggota dewan keilmuan damaskus (Kahalah,1993: 881). Beliau diangkat dan diberi kehormatan tersebut pada suatu perayaan yang meriah di Sekolah Tinggi Abbasiyyah, dengan dihadiri banyak ulama dari Beirut, Damaskus, Yerussalem, Baghdad, dan Mosul, yang bertempat di Haziran pada tahun 1932 M, dan pada saat itu umur al Ghalayaini 47 tahun. Setelah itu al Ghalayini diminta untuk menduduki kursi kehakiman di Beirut selama beberapa tahun, kemudian menjadi penasihat tinggi kehakiman di Beirut. Dan inilah pangkat terakhir yang beliau peroleh. Setelah banyak memberikan perannya dalam berbagai bidang, aktifitas al Ghalayaini terhenti. Beliau terjangkit sebuah penyakit yang akhirnya menghentikan hidupnya. Al Ghalayini wafat pada tanggal 17 Februari 1945 M, tepat diusianya yang ke-59 tahun. Dan dimakamkan di Jabanah Al Basyurah, Beirut (http://ngalapberkah tiyangsoleh. blogspot.co.id /2014/01/ syekh-mustafa-al-ghalayini.html. pada hari senin tanggal 19 Desember 2016 jam 14.00). B. Latar Belakang penulisan kitab ‘Idhotun Nasyiin Syaikh Musthafa al-Ghalayaini adalah orang alim dan juga tawadhu‟ yang haus akan ilmu pengetahuan serta selalu berusaha untuk mengamalkan ilmu yang beliau miliki. Beliau berpegang teguh atas apa yang diperintahkan
22
oleh Allah dan Rasul-Nya menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran . Sebagaimana firman Allah sebagai berikut :
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. AliImran :104). Setelah mengetahui bahwa Allah SWT menyeru manusia utuk berbuat kebajikan lantas beliau berusaha untuk mengamalkan atas apa yang diketahuinya. Salah satu bentuk amalan beliau adalah menyusun kitab „Idhotun Nasyiin ini yang isinya terdapat nasehat-nasehat bagi manusia khususnya kaum Remaja yang nantinya akan menjadi penerus bangsa berlandaskan dalil Al-qur‟an dan Hadist. Kitab ‘Idhotun Nasyiin yang ditulis oleh Syaikh Musthafa alGhalayaini dilatarbelakangi ketika karangan-karangan al-Ghalayaini dimuat dalam majalah yag dipimpinnya sendiri, yaitu bernama al-Mufid yang artinya pemberi faedah (Nasehat untuk generasi muda) di bawah asuhan Abu Fayyad. Setiap karangan beliau yang tercantum dalam majalah berupa kumpulan judul yag berisikan budi pekerti atau akhlak, baik akhlak karimah atau akhlak budi pekerti yang luhur ataupun akhlah daniyah.
maka artikel tersebut
berpengaruh luar biasa pada jiwa para pembacanya dan memperoleh tempat yang istimewa di kalangan para penggemarnya. Sehingga sebagian dari
23
mereka mengusulkan agar artikel yang sudah pernah termuat itu dibukukan dan diedarkan dalam masyarakat luas, khususnya bagi kaum generasi belakangan yang belum sempat menikmatinya dari surat kabar tersebut (AlGhalayaini,t.t: 1V-V). Setelah al-Ghalayaini memahami keinginan mereka kemudian beliau bertekad untuk mengedarkan nasehat-nasehat tersebut kepada seluruh kaum remaja dan pemuda harapan bangsa. Semoga nasehat-nasehat tersebut dapat digunakan sebagai penyuluh dan penerangan serta sbagai petunjuk dan pedoman hidup (Al-Ghalayaini, t.t: V1). Melalui kitab ini Syaikh Musthafa al-Ghalayini seorang tokoh ulama modern memberikan nasihat dan petunjuk yang berguna bagi kaum remaja dan pemuda harapan bangsa sebagai penyuluh dan penerangan serta pedoman hidup untuk mencapai akhlak yang luhur. C. Sistematika Penulisan Kitab ‘Idhotun Nasyiin Kitab ‘Idzotun Nasyiin karya Syaikh Musthafa al-Ghalayaini memiliki sistematika hampir sama dengan kitab lainnya, dengan halaman pertama judul, latar belakang, muqaddimah dan yang terakhir yaitu pembahasan. Lebih simpelnya, sistematika penulisan kitab ‘Idzotun Nasyiin dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu : 1.
Halaman judul Halaman pertama yaitu judul yang diikuti dengan nama pengarangnya yaitu Syaikh Musthafa al-Ghalayaini.
2.
Latar belakang penulisan
24
Latar belakang penulisan kitab ‘Idhotun Nasyiin dengan bahasa halus dan penulisannya didahului dengan bacaan basmalah, biografi penulis serta diikuti dengan penjelasan tentang permulaan penulisan kitab ‘Idhotun Nasyiin. 3.
Muqaddimah. Berikutnya yaitu Muqaddimah yang isinya berupa anjuran pengamalan kitab kepada kaum remaja dan juga pentunjuk terahir serta mungulas sedikit tentang materi yang ada di dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin.
4.
Isi atau kandungan kitab, yang diakhiri dengan do‟a. Selanjutnya yaitu tentang pembahasan materi yang berhubungan dengan kemasyarakatan, sosial budaya dan budi pekerti luhur yang diakhiri dengan do‟a.
Penulisannya ditandai dengan bab-bab tertentu
yang sesuai dengan pembahasan masalah dan diawali menggunakan sub judul yang bersangkutan. D. Karya-karyanya Menurut Heri Sucipto Syaikh Musthafa al-Ghalayaini menulis beberapa karya ilmiah dalam berbagai kajian keilmuan diantara karyakaryanya ialah : a) „Idhotun Nasyiin. Kitab ini berupa nasehat-nasehat atau arahan-arahan bagi kaum muda (remaja) agar mereka menjadi pribadi-pribadi yang tangguh menyongsong masa depan yang penuh tantangan.
25
b) Lubib al-Khiyar fi Sirah al-Nabi al-Mukhtar. Kitab ini membahas tentang sejarah kehidupan perjalanan nabi Muhammad SAW. c) Jami‟ al-Durus al-„Arabiyah. Kitab ini membahas berbagai macam permasalahan terkait tata Bahasa Arab yang diuraikan secara lengkap dan sistematis sehingga mudah dipahami dan diaplikasikan. d) Al-Tsuroyya al-Madhiyah fi al-Dhurus al-„Arudhiyah. Kitab ini membahas tentang kaidah-kaidah dalam mengubah syair. e) Uraij al-Zahr. Kitab ini berisikan himpunan kata bijak, karya beliau sendiri. Adapaun karya-karya lain Syaikh Musthafa al-Ghalayaini dalam bidang bahasa Arab, yaitu: 1. Al Thurayya Al Mudhiyyah fi Al Durus Al 'Arudhiyyah. 2. Al Qawaid Al 'Arabiyyah. 3. Rijal Al Mu'allaqat Al 'Asyr. 4. Al Durus Al Arabiyyah. 5. Nadzarat fi Al Lughati wa Al Adab. E. Corak umum pendidikan menurut pemikiran Syaikh Musthafa alGhalayaini Karakteristik yang menonjol dalam kitab idhotun Nasyiin karya Syaikh Musthafa al-Ghalayaini yaitu selain isinya yang berupa teori ilmiyah dan nasehat-nasehat yang terdiri dari berbagai macam topik juga terdapat arahan
26
yang dilengkapi dengan solusi dan langkah-langkah ke depan yang lebih baik. Disamping itu juga mengandung berbagai macam persoalan etika serta hikmahnya. Untuk memahami pemikiran seorang cendekiawan secara objektif, kita harus memberikan perhatian pada situasi dan kondisi yang melingkupi realitas zamanya.
Karena kondisi itulah yang mendorong seorang
cendekiawan untuk mengartikulasi gagasan, pandangan, dan sikapnya. Kondisi itulah yang mendorong untuk menentukan metode yang dia tempuh untuk mengekspresikan segala ide-idenya. Bahkan, cendekiawan yang berhasil adalah mereka yang mampu menjadikan dirinya cermin atas realitas zamanya. Kemudian, dia juga berusaha menjadikan pemikirannya sebagai solusi efektif untuk memecahkan tantangan realitas yang semakin maju. Dia akan dianggap lebih berhasil, apabila dia sanggup mengubah sisi negatif bagi perjalanan kehidupan ke depan, dan memanfaatkan perubahan yang ada demi kemaslahatan masyarakat (Mu‟thi, 2000: 84). Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa, beberapa faktor yang mewarnai pemikiran seseorang diantaranya adalah : 1) Kebutuhan masyarakat dan penguasa akan sistem ajaran tertentu. 2) Ortodoksi yakni paham yang dianut oleh mayoritas kaum muslimin yang pembentukannya tidak lepas dari kepentingan-kepentingan keduniawian. 3) Sumber ajaran Islam, al-Qur‟an dan al-Hadist, yang tertuang dalam bahasa Arab yang dipakai oleh orang-orang Arab pada tempat dan waktu tertentu
27
itu menimbulkan persoalan pemahaman bagi orang-orang yang masa hidupnya jauh dari masa hidup Nabi Muhammad SAW. 4) Adanya kecenderungan manusia untuk bebas dari suatu pihak yang lain. 5) Adanya pertentangan kepentingan. Pada bab diatas telah disinggung mengenai latar belakang kehidupan, perjalanan menempuh pendidikan, serta pergulatannya dengan dunia karir alGhalayaini, walaupun tidak begitu lengkap dan mndetail. Namun demikian, setidaknya dengan pemaparan di atas bisa menjadi sebuah patokan tersendiri untuk menelusuri sejauh mungkin paradigma berpikirnya
al-Ghalayaini
tentang konsep pendidikan akhlak, etika dan sosialnya yang dituangkan dalam menulis kitab ‘Idhotun Nasyiin tersebut. Sebab karya karya tersebut boleh dibilang bukan sebuah karya utuh dan sistematis sebagai sebuah tulisan ilmiah berbentuk buku sebagaimana karangan-karangan yang lain. Tulisan tersebut merupakan essai bebas yang beliau tulis dari balik jeruji besi. Karena di situlah beliau mengalami proses pencerahan diri yang sangat luar biasa berartinya, yakni penceraha secara intelektual dan spiritual. Baginya penjara bukan merupakan tempat yang menakutkan yang bisa memasung kratifitas berpikir dan menulis gagasan-gagasan aktual mengenai kondisi riil moralitas remaja Lebanon pada saat itu. Karena ketika kebebasan berbicara sudah dibungkam, maka tidak ada pilihan lain kecuali tulisantulisan kritislah yang harus dikemukakan ke arah publik. Hal inilah yang dilakukan al-Ghalayaini menghadapi rezim yang otoriter (Subairi,2005:36)
28
Lebih jauh al-Ghalayaini dalam sejarah kehidupan kaya akan pengalaman bergumul dengan gejolak sosial dan politik yang sudah mengarah pada konsisi anomie, kondisi masyarakat dimana agama, pemerintah dan moralitas telah memudar keefektifannya, akibat keakutan dan krisis Psikososial yang terjadi. Al-Ghalayaini dengan getol melakukan refleksi krisis dengan menggagas lahirnya tata kehidupan yang normatif-etis. Dalam kondisi yang serba sulit itulah, tidak dapat dipungkiri akan kemungkinan terjadinya benturan. Pemikiran dan kepentingan berbagai pihak baik kalangan atas maupun kalangan masyarakat bawah yang dihadapi al-Ghalayaini sangat mirip dengan kondisi sekarang ini. Dengan demikian, kajian terhadap pemikirannya terutama terkait dengan akhlak yang belum banyak disentuh, disatu sisi sebagai upaya untuk memberikan penemuan problem masalah kontemporer dan di sisi lain sebagai upaya untuk memperbanyak pemikiran teoritis khusus akhlak dan pendidikan (Subairi, 2005: 36) Dalam pandangan al-Ghalayaini fungsi akal merupakan sumber keutamaan dan sumber moral (akhlak), akal tidak hanya sekedar berfungsi untuk mengetahui sesuatu melainkan sebagai pemutus atau penentu baik dan buruk. Dengan demikian maka perlu adanya pendidikan akal, sebab dengan akal manusia mampu memahami taklif Allah dan bisa mengatur kehidupan di dunia ini. Jadi menurut al-Ghalayaini bahwa pendidikan yang dikehendaki adalah mampu menanamkan akhlak yang utama, budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa anak-anak, sejak kecil sampai ia menjadi
29
kuasa untuk hidup dengan kemampuan usaha dan tenaganya sendiri. (alGhalayaini, 2000 : 315). F. Karakteristik pemikiran Syaikh Musthafa al-Ghalayaini Secara umum karakteristik pemikiran pendidikan islam yang berkembang sejak awal kemunculan peradapan Islam hingga sekarang adalah sangat variatif yang dipengaruhi oleh setting sosio kultural, politik dan keagamaan yang selalu berkembang. Disamping itu pengalaman pribadi seseorang juga turut andil dalam mempengaruhi pemikiran tersebut. Karakteristik Musthafa al-Ghalayaini dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin kental dengan muatan keagamaan seperti : pendidikan, budi pekerti dan sosial budaya. Untuk itu kitab ‘Idhotun Nasyiin karangan Syaikh Musthafa alGhalayaini dapat dikategorikan menjadi 3 hal : 1.
Hal-hal yang berupa pengembaraan seseorang dalam menjalani proses kehidupan di mana kemudian akan menemukan sebuah bentuk jati diri yang sejati, tetapi hal tersebut harus ditunjang dengan sikap dan perilaku yang baik tentunya. Karena dengan menemukan sebuah bentuk jati dirinya ia akan berkembang menjadi kenal sesama maupun Tuhannya.
2.
Hal-hal yang berbicara tentang perenungan seseorang untuk melalui berbuat baik terhadap sesamanya sebagai bentuk manifestasi dari ajaran Islam. Karena dengan menjadikan Islam sebagai ajaran agama maka keselamatan akan mudah diraih. Baik di dunia maupun di akhirat.
3.
Menganai sosial-politik. Wacana tentang sosial-politik utama di Libanon pada waktu itu nampaknya berjalan kurang harmonis. Hal ini terlihat oleh
30
berbagai macam kepentingan antar kelompok sehingga memunculkan sebuah pemikiran adanya suatu masalah dalam pemerintah yang kontra konsep dan realitas.
G. Sinopsis Kitab ‘Idhotun Nasyiin Selanjutnya berkenaan dengan sinopsis kitab ‘Idhotun Nasyiin, bahwa kitab ‘Idhotun Nasyiin secara keseluruhan berisi tentang ajaran moral dan menjalani proses kehidupan dengan nuansa pribadi yang penuh optimisme. Sehingga kemudian akan tercipta sebuah komunitas masyarakat yang benarbenar menjunjung tinggi moral dan mencegah akan terjadinya dekadensi moral yang sudah demikian parah. Adapun tema-tema yang yang tertuang dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin terdiri dari empat puluh empat, diantaranya sebagai berikut : 1. Berani maju kedepan 2. Sabar dan tabah hati 3. Kemunafikan 4. Keikhlasan 5. Berputus asa 6. Harapan 7. Sifat licik atau penakut 8. Bertindak tanpa perhitungan 9. Keberanian
31
10. Kemaslahatan umum 11. Kemuliaan 12. Langkah dan waspada 13. Perombakan adabiyah 14. Bangsa dan pemerintah 15. Tertipu oleh prasaan sendiri 16. Pembaharuan 17. Pemborosan 18. Agama 19. Madaniyah 20. Kebangsaan 21. Kemerdekaan 22. Macam-macam kemerdekaan 23. Kemauan 24. Kepemimpinan 25. Para perindu kepemimpinan 26. Dusta dan benar 27. Kesederhanaan 28. Kedermawanan 29. Kebahagiaan 30. Melaksanakan kewajiban 31. Dapat dipercaya 32. Hasud dan dengki
32
33. Tolong-menolong 34. Sanjungan dan kritikan 35. Kefanatikan 36. Para pewaris bumi 37. Peristiwa pertama 38. Nantikanlah saat kebinasaannya 39. Memperbaguskan pekerjaan 40. Wanita 41. Berusaha dan tawakal 42. Percaya pada diri sendiri 43. Tarbiyah atau pendidikan 44. Nasehat terahir Inilah gambaran singkat mengenai biografi dan perjalanan karir beserta paradigma berpikirnya Syaih Musthafa al-Ghalayaini, diharapkan ke depan kita dapat memanfaatkan ilmunya sehingga kita benar-benar menjadi insan yang berkualitas dan berguna bagi diri sendiri, bangsa dan negara. Amin.
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN MUSTHAFA AL-GHALAYAINI TENTANG KONSEP PENDIDIKAN DALAM KITAB ‘IDHOTUN NASYIIN
Manusia merupakan makhluk yang bergelut secara intens dengan pendidikan. Itulah sebabnya manusia dijuluki sebagai animal educandum dan animal enducandus secara sekaligus, yaitu sebagai makhluk yang dididik dan makhluk yang mendidik. Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang senantiasa terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan terhadap orang lain maupun terhadap dirinya sendiri. Persoalan pendidikan merupakan persoalan yang kompleks karena membutuhkan jalinan pemikiran teoritis sebagai dasar pijak dalam pengambilan keputusan kependidikan serta pemahaman beragam gejala yang faktual dan aktual yang melibatkan pembicaraan berbagai unsur yang terkait langsung di dalam proses pendidikan. Oleh sabab itu, banyak unsur yang terkait dalam pendidikan, maka tidaklah mengherankan apabila dalam proses pendidikan pada umumnya, dan pembelajaran khususnya, sering pula muncul berbagai masalah. Maka dari itu pada bab ini akan menerangkan sedikit tentang konsep pendidikan. A. Pendidikan Secara Umum 1. Pengertian pendidikan Dari segi etimologis, pendidikan berasal dari bahasa Yunani Paedagogike. Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari karta PAES yang berarti “Anak” dan kata AGO yang berarti “Aku membimbing”. Jadi
33
34
Paedagogike berarti aku membimbing anak. Orang yang pekerjaannya membimbing anak dengan maksud membawanya ketempat belajar dalam bahasa Yunani disebut Paedagogos. Jika kata ini diartikan secara simbolis, maka perbuatan membimbing seperti dikatakan diatas itu, merupakan inti perbuatan mendidik yang tugasnya hanya untuk membimbing saja, dan kemudian pada suatu saat itu harus melepaskan anak itu kembali (ke dalam masyarakat). (Ahmadi, Uhbiyati, 2015: 70). Dalam buku Landasan Pendidikan mengungkapkan bahwa terdapat dua istilah dalam pendidikan yaitu paedagogiek yang artinya ilmu pendidikan dan paedagogie yang artinya pendidikan. Paedagogiek adalah teori tentang pemikiran dan perenungan seperti bagaimana sebaiknya pendidikan dilaksanakan dan dilakukan sesuai kaidah-kaidah mendidik, tentang sistem pendidikan, tujuan pendidikan, materi pendidikan, sarana dan prasarana pendidikan, metode dan media pendidikan yang digunakan sampai kepada menyediakan lingkungan pendidikan tempat proses pendidikan sedang berlangsung. Sementara itu, paedagogie adalah semua yang berkaitan dengan praktik pendidikan yang dilaksanakan, yaitu kegiatan-kegiatan belajar dan mengajar, interaksi edukatif, yaitu pergaulan yang dilakukan antara pendidik dan anak didik. oleh karena itu, antara paedagogiek dan paedagogie merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, keduanya harus dilaksanakan dan saling memperkuat untuk mencapai mutu proses, tujuan dan hasil pendidikan yang diharapkan oleh masyarakat, bangsa dan agama (Surya.Dkk,2010:24).
35
Sedangkan dari segi essensialis, mendidik dapat dirumuskan, sebagai berikut : a) Prof. Dr. M.Y. Langeveld : Mendidik ialah mempengaruhi anak dalam Usahanya membimbing anak, agar supaya menjadi dewasa. b) Prof. Y.H.E.Y. Hoongeveld: Mendidik adalah membantu anak, supaya anak itu kelak cakap menyelsaikan tugas hidupnya atas tanggungan sendiri. c) Dr. Sis Heyster : Mendidik adalah membantu manusia dalam pertumbuhan, agar ia kelak mendapat kebahagiaan batin yang sedalam-dalamnya yang dapat tercapai olehnya dengan tidak mengganggu orang lain. d) Prof. S. Brojonagoro : Mendidik berarti memberi tuntutan kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai tercapainya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani. Dari ke empat rumusan tentang pendidik diatas, dapatlah disimpulkan bahwa pendidikan adalah : pengaruh, bantuan atau tuntutan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik. selanjutnya dalam setiap rumusan di atas, Nampak adanya dua pengertian yaitu tugas/fungsi mendidik dan intensi/tujuan mendidik. Dalam intensi itulah kita dapatkan tugas pembentukan terhadap pribadi anak didik. disamping tugas pembentukan pribadi, pendidikan masih mempunyai tugas lain ialah menyerahkan kebudayaan kepada generasi berikutnya (generasi muda) (Ahmadi, Uhbiyati.2015:70-71).
36
Sedangkat istilah pendidikan dalam Islam disebut dengan istilah Tarbiyah, dengan kata kerja rabba yang juga dalam bentuk kata benda, kata “rabba” ini digunakan untuk “Tuhan” (Darajat,2011:25-26) dari sini bisa kita tarik beberapa kesimpulan yaitu: pertama, pendidikan merupakan kegiatan yang benar-benar memiliki tujuan, sasaran dan target. Kedua, pendidik yang sejati adalah Tuhan. Ketiga, pendidikan menuntut terwujudnya progam berjenjang melalui peningkatan kegiatan pendidikan dan pengajaran selaras dengan langkah-langkah yang sistematis yang membawa anak dari suatu perkembangan menuju perkembangn lainnya, dan keempat, peran seorang pendidik harus sesuai dengan tujuan Tuhan menciptakannya. Beberapa
tokoh pendidikan Islam
mengemukakan
beberapa
pengertian tentang pendidikan Islam diantaranya yaitu: a) Drs. Ahmad D. Marimba. Pendidikan islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran agama Islam. b) Drs. Usman Said. Pendidikan islam ialah segala usaha untuk terbentuknya atau membimbing/menuntun rohani dan jasmani seseorang menurut ajaran islam. c) Drs. Abd. Rahman Shaleh. Pendidikan Islam ialah segala usha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang merupakan dan sesuai dengan ajaran islam.
37
d) Dr. H. Zuhairini. Pendidikan Islam ialah suatu aktifitas atau usaha pendidikan terhadap anak didik menuju kearah terbentuknya kepribadian muslim yang Muttaqim (tagwa kepada Allah) (Ahmadi. Uhbiyati,2015:110-111). 2. Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan merupakan arah bagi anak didik akan dibawa kearah mana anak didik. oleh karena itu, tujuan sebagai suatu patokan untuk dicapai, yang dilakukan pendidik dan anak didik secara bersamasama dan dengan komitmen bersama-sama pula harus dilakukan dengan baik. Tujuan pendidikan dapat dicapai dengan menggunakan berbagai alat dan metode yang tepat. Tujuan pendidikan dari suatu bangsa adalah citacita hidup untuk mencapai dan menuju kepada kepribadian bangsa yang berkualitas dan berakhlak luhur. (Surya.Dkk,2010:29) a. Tujuan Pendidikan Nasional Tujuan itu menunjukkan ketentuan arah dari pada suatu usaha, sedangkan arah itu menunjukkan jalan yang harus dilalui. Jalan yang harus dilalui itu dimulai dari titik start dan berahir pada titik finis. Tujuan pendidikan bagi suatu bangsa titik startnya adalah pandangan hidup dan titik finisnya adalah tercapainya kepribadian hidup yang dicita-citakan. Ketentuan arah tujuan hidup suatu bangsa akan tertuang pada Undang-Undang Dasar bangsa itu sendiri.
38
Dengan demikian dapatlah dikemukakan tentang dasar-dasar dari pada Tujuan Pendidikan Nasional bagi bangsa Indonesia sebagai berikut : 1. Pancasila di samping sebagai dasar negara, ia juga sebagai tujuan, yaitu cita-cita yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia, maka pendidikan sebagai alat pun juga berlandaskan Pancasila, agar bisa menghasilkan anak didik menjadi manusia-manusia Pancasila yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Pada alinea ke empat disebutkan : Untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan pancasila. 3. UU Pendidikan dan Pengajaran No. 12 Tahun 1954 Bab II pasal 3 yang berbunyi : Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warganegara yang demokratis, yang bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air. 4. TAP MPR No. II/MPR/1978 Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4 (Eka Presetia Pancakarsa) menyatakan “Dengan keyakinan akan kebenaran Pancasila, maka manusia ditempatkan pada keluhuran harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan kesadarannya untuk mengembangkan kodratnya sebagai makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial.
39
Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan karenanya manusia Indonesia percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. 5. TAP MPR No. IV/MPR/1978 Tentang
Garis-garis
Besar
Haluan
Negara
mengenai
pendidikan disebutkan : Pendidikan Nasional berdasarkan atas pancasila dan bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan
agar
dapat
menumbuhkan
manusia-manusia
pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersamasama
bertanggung
jawab
atas
pembangunan
bangsa
(Ahmadi.Uhbiyati,2015:196-197). H. Alamsyah Ratu Prawira Negara (selaku Mentri Agama) dalam pengarahannya di depan Konferensi Pusat PGRI II tanggal 24 November 1981 di Jakarta dengan judul : Penataan Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila menyatakan : Tujuan Pendidikan Nasional diarahkan untuk
meningkatkan
ketaqwaan terhadap Than Yang Maha Esa, dan di barengi dengan meningkatkan kecerdasan, ketrampilan, keahlian, dan berbagai aspek
40
efektif (mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan. Dapat disimpulkan bahwa Tujuan Pendidikan Nasional yaitu : Membangun kualitas manusia yang bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa dan selalu dapat meningkatkan kebudayaan dengan-Nya sebagai warga negara yang berjiwa pancasila mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi pekerti yang luhur dan berkepribadian yang kuat, cerdas, trampil, dapat mengembangkan dan menyuburkan sikap demokrasi, dapat memelihara hubungan yang baik antara sesama manusia dan dengan lingkungannya, sehat jasmani, maupun mengembangkan daya estetik, berkesanggupan untuk membangun diri dan masyarakatnya ( Ahmadi.Uhbiyati,2015 :196-198) b. Tujuan Pendidikan Islam Adapun menurut islam, tujuan pendidikan ialah membentuk manusia supaya sehat, cerdas, patuh dan tunduk kepada perintah Tuhan serta menjauhi laranan-larangan-Nya. Sehingga ia dapat berbahagia hidupnya lahir bati , dunia akhirat. Dan masih banyak lagi tujuan-tujuan pendidikan
menurut
keinginan
bangsanya
sendiri-sendiri.
(Ahmadi.Uhbiyati,2015:99). Adapun tujuan pendidikan Islam menurut beberapa ahli sebagai berikut : a) Prof. Dr. M. Athiyah Al-Abrasyi
41
“Pembentukan moral yang tinggi adalah tujuan-tujuan utama dari pendidikan islam” Sebelumnya beliau menyatakan : “Pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Tapi ini tidak berarti bahwa kita tidak mementingkan pendidikan jasmani atau akal atau ilmu ataupun segi-segi praktis lainnya tetapi artinya ialah bahwa kita memperhatikan segi-segi pendidikan akhlak seperti juga segi-segi lainya itu”. b) Drs. Abd. Rahman Sholeh Tujuan Pendidikan Agama Islam ialah memberikan bantuan kepada manusia yang belum dewasa, supaya cakap menyelesaikan tugas hidupnya yang diridhai Allah SWT. Sehingga terjalinlah kebehagiaan di dunia dan di akhirat atas kuasanya sendiri. c) Drs. Ahmad D. Marimba Tujuan
terahir
pendidikan
Islam
ialah
terbentuknya
kepribadian muslim. Dimaksud dengan kepribadian muslim menurut Drs. Ahmad D. Marimba adalah sebagai berikut : “Kepribadian muslim ialah kepribadian yang seluruh aspekaspeknya yakni baik tingkah laku luarnya kegiatan-kegiatan
42
jiwanya, maupun filsafat hidup dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan, penyerahan diri kepada-Nya”. Memang tujuan pendidikan Islam harus selaras dengan tujuan diciptakan manusia oleh Allah SWT. Yaitu menjadi hamba Allah dengan kepribadian Muttaqin yang diperintahkan oleh Allah, karena hamba yang paling mulia di sisi Allah adalah hamba yang paling taqwa. Tujuan Allah SWT. menciptakan manusia dapat kita ketahui pada firman Allah sebagai berikut :
Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS.AzZariyat:56). Pada ayat lain Allah SWT. dengan tegas menyatakan dengan firman-Nya :
Artinya : “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus” (QS.Al-Bayyinah:5).
43
Apabila tujuan pendidikan Islam hanya mendasarkan ayat tersebut saja, maka orang awam akan memahami bahwa tujuan pendidikan agama hanya ibadah saja, artinya ibadah dalam arti sempit yakni ubudiyah di masjid-masjid atau langgar-langgar, seperti shalat, dzikir, i‟tikaf, tadarusan dan lain sebagainya. Sedangkan ibadah dalam arti luas, yaitu menyangkut amal dunia dan akhirat. Amal dunia yang diniati ibadah juga menyangkut efeknya pada akhirat (Ahmadi.Uhbiyati,2015:113). Islam tidak menghendaki pendidikan yang diarahkan agar anak didik kita membenamkan diri pada pekerjaan ibadah saja dalam arti sempit. Dan tidak pula islam menghendaki hanya kebaikan di dunia saja, seperti yang tercantum dalam firman Allah :
“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, Maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebutnyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami (kebaikan) di
44
dunia", dan Tiadalah baginya kebahagiaan (yang menyenangkan) di akhirat” (QS. Al-Baqarah:200). Jadi Islam tidak menghendaki umatnya mengesampingkan yang satu dengan meninggalkan lainnya ataupun sebaliknya. Tujuan pendidikan Islam selain untuk menjadi abdi Allah telah disebutan di muka dengan dasar firman Allah yang menyatakan tentang tujuan diciptakannya manusia oleh Allah, juga bertujuan terbentuknya kepribadian yang muttaqin. Allah berfirman dalam QS. Maryam ayat 63 sebagai berikut :
“Itulah syurga yang akan Kami wariskan kepada hambahamba Kami yang selalu bertakwa” (QS. Maryam :63). Dengan ayat tersebut maka ketaqwaan harus menjadi tujuan pendidikan Islam. Pengertian taqwa adalah melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya anak didik menjadi hamba Allah yang taqwa dan bertanggung jawab melaksanakan pekerjaan duniawi dan ukhrowi (Ahmadi.Uhbiyati,2015:115). B. Pendidikan menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin 1. Pengertian Konsep pendidikan dalam Kitab ‘Idhotun Nasyiin
45
a. Pengertian Pendidikan dalam Kitab ‘Idhotun Nasyiin Pembahasan mengenai masalah pendidikan menjadi sangat penting karena pendidikan menuntun manusia untuk meraih suatu kehidupan yang jauh lebih baik. Pendidikan sangat dibutuhkan manusia untuk membantu pengembangan dirinya. Karena tanpa pendidikan manusia tidak akan mencapai semua yang akan diharapkan. Dengan demikian, pendidikan menjadi sangat penting bagi setiap manusia karena pendidikan dan manusia merupakan suatu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Mengenai materi pendidikan al-Ghalayaini berpendapat bahwa AlQur‟an beserta kandungannya adalah merupakan ilmu pengetahuan. Isinya
sangat
bermanfaat
bagi
kehidupan,
membersihkan
jiwa
memperindah akhlak, dan mendekatkan diri pada Allah SWT (Nizar,2002:90). Ini berarti materi pendidikan adalah semua yang terkandung dalam Al-Qur‟an antara lain materi keimanan, akhlak dan kemasyarakatan. Syaikh musthafa al-Ghalayaini memakai istilah tarbiyah dalam pendidikan. Dalam pandangan al-Ghalayaini pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan sangat berharga. Dia megutip pendapat alGhazali bahwa anak merupakan amanah bagi kedua orang tuanya dimana hatinya masih bening ibarat intan berlian yang belum tersentuh berbagai macam corak dan warna. Bila sejak dini sudah dibiaskan mengerjakan
46
hal-hal yang baik, maka dia akan tumbuh menjadi pribadi yang baik pula, begitu juga sebaliknya (Al-Ghalayaini,t.t:299). Jelas bahwa keluarga itu merupakan ajang pertama dimana sifatsifat kepribadian akan bertumbuh dan terbentuk. Seseorang akan menjadi warga masyarakat yang baik sangat tergantung pada sifat-sifat yang tumbuh dalam kehidupan keluarga dimana anak dibesarkan. Kelak kehidupan anak tersebut juga
mempengaruhi masyarakat sekitarnya
sehingga pendidikan keluarga itu merupakan dasar terpenting untuk kehidupan anak (Ahmadi.Uhbiyati,2015:118) Al-Ghalayaini mengatakan dalam kitabnya ‘Idhotun Nasyiin bahwasanya:
ْ َِ َّه هَ ُ َ ِ ا ق َ َا ِ َذ تَ َع َّهو ُدوْ اَ ْخ ََل.ً ط َا َل َط َي ُ وْ ُوْ ِى ْ ُ ْظ َ ْق َ ِل ِر َجا ـلُوْ ِمنَ ْ ُعلُوْ ِ َمايَ ْ َعُوْ َ بِ ِه َوطَ َ ُ ْم َو َ َّه,ـَّها ِ َ َ ِى تُ ْعلِى َػ ْ َ ُ ْم .ِ َ ا ُوْ َطاطًا َم ِ ْي ًا ِ َ ْ َ ِ ْاُ َّهم “sesungguhnya anak itu akan menjadi orang dimasa mendatang, apabila anak dibiasakan berakhlak yang baik, yang dapat meninggikan derajat mereka dan berhasil mempelajari ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk dirinya dan bermanfaat untuk negara, maka anak-anak itu berarti menjadi dasar yang kokoh bagi kebangkitan umat” (AlGhalayaini,t.t:297) Anak adalah anggota keluarga, dimana orang tua adalah pemimpin keluarga, sebagai penanggung jawab atas keselamatan warganya di dunia maupun di akhirat dari api neraka (Ahmadi.Uhbiyati,2015:117).
47
Pembentukan kebiasaan yang demikian ini menunjukkan bahwa keluarga berperan penting, karena kebiasaan dari kecil itu akan diperbuatnya di masa dewasa tanpa rasa berat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini adalah :
اػئِ ْينَ ا َو َط ْقيُ َا ِ ص َّه ِ َ ْ ق ِ ْاضلَ ِ ِى ُ ُو ِ ِه َي غَزْ عُ ْاَ ْخ ََل: ُ َ َّهزْ ِب َي ضا ٍ ِب َ ا ِ ٍإلرْ َػا ِد َو َّه ِ ـ ْي َ ِا َ َّهى تُـْ ِ َح َملَ َ ً ِم ْن َما َ َ ا ِ ْ ت َّه .ُ َّهم تَ ُ وْ ُ َ َ َز تُ َا ْ َ ِ ْيلَ ُا َو ْ َ ي َْز َو ُبَّه ْ َع َ ِل ِ َ ْ ِ ْ َوطَ ِن Tarbiyah ialah : menanamkan akhlak yang utama, budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa anak-anak, sejak kecil sampai ia menjadi orang yang kuasa untuk hidup dengan kemampuan usaha dan tenaganya sendiri. Semuanya itu tidak cukup ditanamkan saja, tetapi bagaikan benih yang ditancapkan di dalam bumi, perlu sekali diberi siraman dengan air, sedangkan menanamkan sesuatu dalam jiwa anak-anak yang berupa akhlak dan budi pekerti itu, bahan penyiramnya ialah memberikan petunjuk yang benar dan nasihat yang berguna, sehingga didikan-didikan yang mereka terima itu tidak hanya mengembang, semacam gabus di atas air, tetapi betul-betul menjadi malakah yakni hal-hal yang meresap kalbu dan jiwa secara mendalam skali. Manakala sudah menjadi malakah, maka buahnyapun akan tampak di luar, yaitu berupa amal perbutan yang utama, kebaikan, kegemaran, bekerja untuk kepentingan tanah, Negara dan bangsa (Al-ghalayaini,t.t: 315). Jadi pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia, yang berlangsung
sepanjang
hayat
karena
dengan
pendidikan
dapat
memperoleh ilmu pengetahuan mengenai hal baik dan buruk, yang akan diterapkan melalui perilaku kesehariannya, keputusan setiap bertindak, dan berinteraksi dengan masyarakat. b. Pengertian Konsep Pendidikan dalam Kitab ‘Idhotun Nasyiin
48
Syaikh Musthafa al-Ghalayaini dengan pemikiranya dalam kitab „Idhotun Nasyiin menekankan pada akhlak, etika dan kemasyarakatan. Kitab ini berisi bimbingan untuk generasi muda muslim, agar menjadi individu-individu yang bersih dari sifat-sifat yang tidak terpuji, berakhlak mulia, dan mengerti, sebagaimana ia bersikap, menghadapi segala peristiwa yang dialami bangsanya. Anak-anak didik yang masih kecil sekarang ini kelak dimasa mendatang akan menjadi pemimpin-pemimpin. Apa bila mereka membiasakan diri dengan akhlak yang baik yang dapat meninggikan derajat mereka dan berhasil mempelajari ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk dirinya dan bermanfaat untuk negara, maka anak-anak itu berarti menjadi dasar yang kokoh bagi kebangkitan umat. Sebagaimana keterangannya Syaikh al-Ghalayaini :
ؽ ِى َع َ ِل تَ ِ بُ تَزْ بِيَ ُ طِّط ْ ِل َعلَى ّ َّهؼ َ ا َع ِا َو ِإل ْق َ ِ َو ْ ُوْ ِدا َو َّه ِ ـ ِْزا َو ْ ِإل ْخ ََل ضا َو ْ ُزْ أَ ِة ْاَ َدبِيَّه ِا َوتَ ْق ِ ي ِْم ْ َ ـْ لَ َ ِ ْ َعا َّهم ِ َعلَى ْ َ ـْ لَ َ ِ ْ َا َّه ِ ؿ ِا َو َػ َز ِ ْ ف ْ َّه ْ َن ْ َ َظا ِدا َو ْ ُزِّط يَّه ِ َّه ِ َ ـ ِ ْي ِ ِؾ ِمنَ َّهؼ َو ا ِ با َو ْ َ َ ِيَّه ِ ْ ُ َ َّهشهَ ِع ِ ِ َو ِّط ي ِْن َا .ِى ْ قَوْ ِغ َو ْ َع َ ِلا َو ُبِّط ْ َوطَ ِن Artinya : Anak itu wajib diberi pendidikan tentang sifat keberanian, maju, kedermawanan, kesabaran, ikhlas dalam beramal, mementingkan kemaslahatan umum di atas kepentingan pribadi, kemuliaan jiwa, harga diri, keberanian yang beradab, pemahaman agama yang bersih dari khurafat, peradaban yang bersih dari kerusakan, kebebasan berbicara dan bertindak yang baik dan cinta tanah air. (AlGhalayaini,t.t:300). Syaikh Musthafa al-Ghalayaini mengutip dalam kitabnya sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang anak didik yaitu sebagai berikut :
49
a. Keberanian Dasar utama keberhasilan berbagai pekerjaan itu terletak pada diri pelaksanaan itu sendiri, yaitu rendahnya dalam jiwa pelaksana terdapat keberanian yang mendorongnya terus bekerja. Dia tidak akan mundur setelah berhasil mendapatkan sesuatu yang dicita-citakan. Para pekerja (pejuang) tidak mungkin berhasil tanpa sifat atau perangai yang mulia ini. Keberanian dapat membuat orang yang memiliki sifat menguasai berbagai persoalan penting dan segala kesulitan dapat teratasi. Menurut Syaikh Musthafa al-Ghalayaini dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin, mengatakan bahwa “keberanian adalah garis yang menengahi antara dua sifat yang tidak terpuji, yaitu antara sifat pengecut dan an sikap kecerobohan. Di dalam sifat pengecut terdapat keteledoran dan di dalam sikap ceroboh terdapat pengawuran, sedangkan
dalam
sifat
berani
ada
keselamatan”
(Al-
Ghalayaini,t.t:37). Maka dari itu sifat berani dapat menyelamatkan umat dari bahaya dan juga keberanian adalah benteng yang kukuh dan tempat berlindung yang paling aman (Al-Ghalayaini,t.t:38) b. Dermawan Harta kekayaan seperti halnya kekuasaan itu berfungsi sebagai pelayan bagi manusia, di saat manusia terdesak oleh kebutuhan. kedemawanan merupakan sifat yang sangat mulia, orang yang
50
dermawan akan berusaha keras mendapatkan harta, namun tidak akan mencintai kekayaan secara berlebihan. Orang yang dermawan menginginkan kekayaan untuk berbagi dengan yang lainya, karna di dunia ini kita tidak sendiri kita pasti membutuhkan kehadiran orang lain juga untuk membantu kita, begitu juga sebaliknya. Intinya kita sebagai manusia saling membutuhkan satu sama lain. Harta kekayaa itu hanyalah suatu perantara untuk dapat hidup perkecukupan, digunakan untuk membantu meringankan beban penderitaan orang-orang yang tidak mampu. Maka dari itu sifat kikir dan bakhil harus dibuang jauh-jauh dari relung kehidupan kita, karena sifat kikir dan bakhil pada akhirnya akan menghalangi untuk bisa hidup senang dan tentram dan juga akan menggiring seseorang pada kesengsaraan.
dalam al-Qur‟an Allah SWT mengingatkan dalam
firmannya yang berbunyi :
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal” (QS.Al-Isra‟:29). Alangkah tepatnya firman Allah diatas bahwa sebagai hambaNya harus menjauhi dari sifat kikir dan bakhil tersebut. oleh karena itu mengambil sikap yang sedang mengikuti pertengahan dalam segala
51
hal, inilah yang menyebabkan kita terhindar dari bencana. Menjadi manusia yang berakal, hendaklah memberikan nafkah kepada keluarga yang
menjadi
tanggung
jawabnya,
juga
orang-orang
yang
membutuhkan pertolongan dan bantuan, demikian pula untuk usaha sosial lainnya, yang jelas akan membawa kemanfaatan dan keuntungan di seluruh lapisan masyarakat. Sebagai nasehat terhirnya Syaikh Musthafa al-Ghalayaini memberikan nasihat bahwa sudah seharusnya kita berpegang teguh dengan sifat kedermawanna itu. Sebagaimana penjelasannya beliau sebagai berikut :
َو ْ شَ ْ َط ِي َْل اَجْ َو ِد ْ ِ َز ِ ا َ ِ َى. َغ ُ ـَّها ِحُا ع َْن هَ ُ َ ِ َوأ ُ َئِك ِ َا ْب َ ِع ْ ا أَيُّي َا َّه الا ِ َّهظ ِي ُل َو ِ َ َوه َُو َم َ طُّي زِّط:ض َ ُ َو ْ َ ْ َ ُ اَ َط ُّي ا َ ِ َّه ْ ُوْ َده َُو ِإل ْع ِ َ ُل .ال ِ الا َو َم ْي َ َ زِّط َج ِ َ َم
َو َم ْ لَى
“Wahai generasi yang baik, menjauhlah dari kelompok orang-orang tersebut. tirulah jejak orang-orang dermawan yang mulia, sebab jejak para dermawan itu adalah jalan yang jelas dan lurus. sesungguhnya kedermawanan itu adalah sikap sedang dalam membelanjakan harta. Disitulah tempat tumpukan permohonan bantuan, itulah sifat yang diidam-idamkan setiap orang dan medan amal orang-orang mulia”. c. Kesabaran Seseorang yang berakal
ialah yang sabar menempuh segala
macam kesulitan, berhati tabah menghadapi segala macam rintangan serta berani mengorbankan jiwa untuk menyingkirkan apa saja yang menghalangi usahanya dengan penuh kesungguhan dan keberanian, bahkan tidak akan mundur setapakpun demi mencapai cita-citanya.
52
Musthafa al-Ghalayaini memberikan pengertian bahwa dalam jiwa yang berakal tertanam rasa ketenangan dan didalamnya telah meresap cara apa yang hendak dilakukan dengan teratur. Sebab setiap akan melakukan sesuatu perbuatan selalu dipikirkan secara matang serta dilakukannya dengan kesabaran dan tabah hati yang dalam. Adapun jiwa orang-orang bodoh itu selalu bingung setiap kali menghadapi kesulitan, meskipun itu sangat kecil. sebab ia telah berkeyakinan, bahwa dirinya tidak sanggup menghadapinya, ia sudah merasa kalah sebelum berusaha. dengan keyakinan tersebut tentu saja semua rintangan tidak akan menyingkir dan semakin lama kesulitan akan menjadi bertumpuk-tumpuk. Itu dikarenakan didalam jiwa tidak memiliki sifat kesabaran dan ketabahan. Al-Ghalayaini dalam memberikan nasehat kepada generasi muda “Allah SWT pasti akan memberikan pahala yang setimpal terhadap umat yang berjiwa sabar dan tabah untuk memberikan didikan pada jiwanya, didikan yang diridhai oleh-Nya, juga akan mengangkat mereka ke derajat yang dapat dicapai oleh manusia yang telah memperoleh petunjuk-Nya, serta menjauhkan mereka dari lembah ketidak tentuan, jurang kebingungan, sehingga tidak dapat membedakan antara kabaikan dan keburukan” (Al-Ghalayaini,t.t:7) d. Keikhlasan Syaikh Musthafa al-Ghalayaini dalam kitabnya mengatakan sebagai berikut :
53
َُ ْ َع َ ُل ِج ْظ ٌمم رُوْ ُ هُ ْ ِإل ْخ ََلؽ Artinya yaitu : “Amal perbuatan itu ibarat jasad, sedangkan rohnya berupa ikhlas”. Maksudnya ialah al-Ghalayaini menggambarkan amal perbuatan kita seperti tubuh, maka yang merupakan roh atau jiwa dalam tubuh itu adalah keikhlasan hati. Sebuah tubuh apabila telah ditinggalkan oleh rohnya, sedangkan kita tahu bahwa roh itulah yang menyebabkan hidupnya dan berharga bagi orang lain, bahkan itulah sendi atau serta pengatur hidupnya. maka jelaslah tubuh itu hanya sebuah mayat atau sepotong bangkai yang tidak berarti sama sekali. Betapa sering kita melihat kaum yang berjuang, tetapi kita belum melihat kesan baik (manfaat) dari usaha pejuang mereka, bahkan sebagian besar mereka gagal, tidak dapat mencapai apa yang mereka cita-citakan. karena kebanyakan manusia berusaha dan berbuat sesuatu karena ingin memperoleh keuntungan yang berlipat ganda demi dirinya dan keluarga.
Syaikh Musthafa al-Ghalayaini
menganggap bahwa hal ini merupakan tindakan yang tidak mulia, bukan keutamaan bahkan bukan pula sesuatu yang patut dibanggakan karena jiwa yang mulia adalah jiwa yang ikhlas dalam berjuang. sebagaimana penjelasannya beliau yaitu : “Wahai generasi muda, jadilah engkau orang yang ikhlas dalam perjuangan, engkau pasti dapat sampai pada puncak cita-cita mu. Waspadalah engkau, jangan sampai menjual atau menukar perjuanganmu dengan emas. sebab, hal yang demikian itu merupakan tabiat orang-orang munafik, yang biasa menukar agama dengan harta kemewahan dunia dan menukar kebenaran dengan kebatilan” (Al-Ghalayaini,t.t:15).
54
e. Kemuliaan Jiwa Kemulian jiwa merupakan hal yang sangat penting bagi para generasi muda, kemuliaan seseorang itu tergantung pada kemuliaan umatnya, kelangsungan hidup seseorang itupun terletak dalam kehidupan umat yang dapat merasakan kenikmatan lahiriyah dan batiniyah, bukan terletak pada harta yang melimpah, kekuasaan maupu kekuatan. Kemuliaan yang sebenarnya itu selalu berhubungan erat dengan kejayaan yang dapat dirasakan. ke dua hal tersebut yaitu kemuliaan dan kejayaan itu hanya dapat dimiliki oleh orang atau bangsa yang hatinya penuh dengan keperwiraan, penuh perikemanusiaan, cukup mempunyai keberanian yang bukan dibuat-buat, suci dalam pemikiran, berbuat jujur serta menjauhi penyelewengan yang melanggar hukum agama dan negara. Disinilah letak kemuliaan dan kejayaan sejati. Orang yang dapat disebut mulia yang sebenar-benarnya adalah orang yang berkhidmat kepada kaumnya dengan arti kata yang sesungguh-sungguhnya, berusaha keras menjunjung tinggi martabat bangsanya, meninggalkan kedudukannya di pandangan dunia, ia tidak kuatir akan menjadi hina dan sengsara demi untuk kemuliaan dan kehidupan serta keluhuran umatnya, bahkan tidak dianggap berat
55
sekalipun ia sampai mengorbankan jiwanya semata-mata untuk kebahagiaan mereka. Musthafa al-Ghalayaini memberi nasehat kepada kaum muda sebagai berikut : “wahai sekalain kaum remaja dan para pemuda serta pemudi, sebangsa dan setanah air. Berpegang teguhlah dengan sifat kemuliaan yang sejati, sebab itulah tali penghubung antara kalian dengan Tuhan, tali pengikat dan penymbung yang maha kokoh dan tidak mungkin terputuskan. Berlindunglah didalam benteng yang berupa sifat kemuliaan yang murni, sebab itupun benteng Tuhan yang tidak mungkin terkalahkan dan tidak pula mungkin ditundukkan oleh musuh yang datang dari manapun” (AlGhalayaini,t.t:59). 2. Tujuan Pendidikan menurut al-Ghalayaini Pendidikan yang digagas oleh al-Ghalayaini yakni pendidikan akhlak yang diperuntukkan oleh remaja, maka dari itu beliau memberikan tujuan pendidikan yang ideal dan praktis, agar para remaja bisa menjadi generasi penerus yang menentukan kemajuan bangsa. Tujuan ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingakat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya (Darajat,2011:29). Menurut al-Ghalayaini pendidikan sejatinya menanamkan akhlak yang utama budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa anak
56
sejak dini. karena jiwa seorang anak bagaikan lilin yang lembek yang dapat dengan mudah diukir dalam bentuk apapun, atau bagaikan kamera foto yang mampu mencetak gambar yang di jepret
melalui lensanya (Al-
Ghalayaini,t.t:301). Syaikh Musthafa al-Ghalayaini mengtakan bahwa pendidikan yang digagas diperuntukkan untuk remaja, karena dalam pandangannya, sebuah bangsa tidaka akan pernah maju kecuali dengan keberanian dan pengorbanan, beliau menyatakan bahwa remaja adalah generasi penerus yang menentukan kemajuan bangsanya. Dapat disimpulkanbahwa tujuan dari kitab „Idhotun Nasyiin ini, adalah bertujuan agar generasi muda muslim menjadi individu-individu yang bersih dari sifat-sifat yang tidak terpuji, berakhlak mulia dan mengerti bagaimana seharusnya dia bersikap menghadapi segala peristiwa yang dialami bangsanya. Dari individu-individu seperti itulah akan terbentuk masyarakat dan bangsa (umat) yang beradab dan bermoral serta menjunjung tinggi kebenaran yang sejati, sehingga mereka menjadi bangsa yang tetap eksis. Sesungguhnya suatu bangsa itu akan hidup dan tetap hidup, selama mereka bermoral dan beradab, jika moral bangsa itu bejat, maka hancur dan binasalah mereka. 3. Metode pendidikan Metode merupakan salah satu yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan
dalam
pendidikan.
Syaikh
Musthafa
al-Ghalayaini
menyampaikan materi pendidikan dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin adalah
57
dengan menggunakan metode mau‟izah (ceramah) seperti nasehat dan anjuran, dengan gaya pidato sebagai berikut :
َ ِ َّه َعقِ َ َ َذ ِكَ َ َ ا ُح َّه َري ِْنا: ب ُ ُوْ ِط ُ ْم آَ ْد ُعوْ ُ ْم َ ِ َى ْ َّه ِ ـ ِْز َعلَى تَ ْ ِذ ْي .َو َط َعا َدةُ ْ َ يَا تَي ِْنا َو ْ َوْ ُس ِباْ ُ ْظ َيَي ِْن Artinya : Saya menyeruhkan kepada kalian semua, hendaklah bersabar dalam mendidik jiwa kalian semua. Sebab, sesungguhnya hal itu menyebabkan kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat (AlGhalayaini,t.t:7) Sejak zaman Rasulullah metode mau‟izah (ceramah) merupakan cara yang paling awal yang dilakukan Rasulullah SAW, dalam penyampaian wahyu kepada umatnya. Karakteristik yang menonjol dari metode ceramah adalah peranan guru tampak lebih dominan, sementara anak didik lebih pasif dan menerima apa yang disampaikan oleh guru.
58
BAB IV RELEVANSI PEMIKIRAN SYAIKH MUSTHAFA AL-GHALAYAINI TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
A. Analisis nilai-nilai pendidikan Dapat dikemukakan bahwa analisis konsep pendidikan yang dimaksud ialah yang ada hubungannya dengan pengertian tentang pendidikan di dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin kesesuainnya dengan pendidikan Islam di Indonesia. Masalah pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan. Bukan saja sangat penting, bahkan masalah pendidikan itu sama sekali tidak dapat dipisahkan dari kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam kehidupan bangsa dan negara. Maju mundurnya suatu bangsa sebagian besar ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan di negara itu. Indonesia sebagai salah satu bangsa terbesar nomor 5 penduduknya di didunia, termasuk yang terlambat dalam menerapkan paradigma baru keunggulan bangsa tersebut, dibandingkan dengan negara-negara yang lain. Kesadaran dan keinginan pemeritah dan rakyat Indonesia untuk memperbaiki mutu pendidikannya itu terjadi
setelah Indonesia memasuki reformasi
sekarang ini. Pada era ini, pemerintah dan rakyat Indonesia tengah berusaha menata kembali seluruh aspek fundamental yang menopang kelangsungan hidup bagsanya, dengan bertumpu pada upaya penataan kembali aspek-aspek fundamental pendidikan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang standar Nasional pendidikan.
59
Pada Bab II, Pasal II Peraturan pemerintah Republik Indonesia dinyatakan, bahwa pemerintah melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) bertekad untuk melakukan standarisasi terhadap isi, proses, kopetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan Berkenaan dengan hal tersebut, bahwa pendidikan merupakan sebuah pranata strategis yang keberadaanya sangat dipengaruhi oleh hampir seluruh disiplin
ilmu
pengetahuan,
perkembangan
masyarakat,
filsafat
dan
kebudayaan suatu bangsa, nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur dan lain sebagainya. Dengan demikian, pendidikan merupakan sebuah pranata yang sangat dinamis dengan tugas utamanya menyiapkan umat manusia untuk siap dan mampu menghadapi masa depannya (Nata,2008:140) yang bertujuan Membangun kualitas manusia yang bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa dan selalu dapat meningkatkan kebudayaan dengan-Nya sebagai warga negara yang berjiwa pancasila mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi pekerti yang luhur dan berkepribadian yang kuat, cerdas, trampil, dapat mengembangkan dan menyuburkan sikap demokrasi, dapat memelihara hubungan yang baik antara sesama manusia dan dengan lingkungannya, sehat jasmani, maupun mengembangkan daya estetik, berkesanggupan untuk membangun diri dan masyarakatnya. Dalam area kehidupan masyarakat yang dipetakan oleh para ahli sebagai suatu kesuraman dan kekusutan karena berbagai dampak ilmu penegtahuan sosial yang menggerogoti nilai-nilai seluruh bidan kehidupan, khususnya
60
dalam bidang moral spiritual, yang menimbulkan keresahan batin yang menyakitkan (Arifin,1991:36) Oleh karena itu untuk mengembalikan moral dan spiritual masyarakat, pendidikan memerlukan adanya pendidikan Islam, karena pendidikan Islam itu sendiri mempunyai tugas pokok, tugas tersebut adalah membantu membina individu agar bertaqwa kepada Allah dan berakhlak karimah, bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan. sebagai mana dalam bukunya Erwati Aziz yang dikemukakan oleh Marimba, merumuskan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau tuntunan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama (Aziz,2003:27) Sedangkan menurut Zakiah Darajat pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik dan tingkah laku pribadi masyarakat menuju kesejahteraan perorangan dan bersama (Darajat,2011:28). Dari kedua pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan islam adalah suatu proses bimbingan Islam secara sadar oleh pendidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama serta berguna bagi kehidupan dirinya, masyarakat dan sekitarnya. Sebagai khalifah di bumi, kekuasaan manusia dibatasi oleh ketentuankatentuan yang telah digariskan Allah SWT untuknya yang berupa hukumhukum Allah SWT baik yang tersirat dan tersembunyi dalam kandungan alam maupun yang tertuang di dalam kitab-kitab suci-Nya. Manusia harus mengikuti kaidah-kaidah hukum Allah SWT yang telah ditentukan sehingga
61
mereka
tidak
tersesat
dalam
mengemban
amanat
Allah
SWT
(Fatchurrohman,2006:26). Dengan demikian bisa dikatakan bahwa manusia sebagai khalifah di muka bumi ini dengan segala bekal potensi kemampuan dan akalnya yang dinamis dan kreatif diberi wewenang untuk mengolah dan mengatur alam semesta secara bebas bertanggung jawab sesui dengan kaidah hukum yang diberikan kepadanya (Fatchurrohman,2006:28). Sebagai mana firman Allah sebagai berikut :
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”(QS.30 Ar-Rum: 30). Fitrah Allah untuk manusia di sini diterjemahkan dengan potensi dapat dididik dan mendidik, memiliki kemungkinan berkembang dan meningkat sehingga kemampuannya dapat melampaui jauh dari kemampuan fisiknya yang tidak berkembang. Kalau potensi itu tidak dikembangkan, niscaya ia akan kurang bermakna dalam kehidupannya. Oleh karena itu perlu dikembangkan dan pengembangan itu senantiasa dilakukan dalam usaha dan kegiatan pendidikan (Darajad,2011:17).
62
Setiap umat Islam di tuntut supaya beriman dan beramal sesuai dengan petunjuk yang digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya. tetapi petunjuk itu tidak datang begitu saja kepada setiap orang, seperti kepada Nabi dan Rasul, melainkan harus melalui usaha dan kegiatan. Karena itu, usaha dan kegiatan membina pribadi agar beriman dan beramal adalah suatu kewajiban mutlak. Usaha dan kegiatan itu disebut pendidikan dalam arti yang umum. dengan kalimat lain dikatakan bahwa pendidikan ialah usaha dan kegiatan pembinaan pribadi. Adapun materi, tujuan dan prinsip serta cara pelaksanaannya dapat dipahami dalam petunjuk Allah yang disampaikan oleh para Rasul-Nya. Pendidikan islam berarti pembentukan pribadi muslim. isi pribadi muslim itu adalah pengamalan sepenuhnya ajaran Allah dan Rasul-Nya. Tetapi pribadi muslim itu tidak akan tercapai atau terbina kecuali dengan pengajaran pendidikan. Membina pribadi muslim adalah wajib. Dan karena pribadi muslim tidak mungkin terwujud kecuali dengan pendidikan, maka pendidikan itupun menjadi wajib dalam pandangan Islam (Darajat,2011:17-18). Gejala
kemerosotan
moral
dewasa
ini
sudah
benar-benar
mengkhawatirkan, kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong menolong dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan penindasan, saling merugikan dan lain sebagainya. Kemerosotan yang demikian itu lebih mengkhawatirkan lagi, karena bukan hanya menimpa kalangan orang dewasa dalam berbagai jabatan, kedudukan dan profesinya melainkan juga telah menimpa kepada para pelajar tunas muda yang diharapkan dapat melanjutkan perjuangan membela kebenaran, keadilan dan perdamaian masa depan
63
(Nata,2008:197). Dengan demikian pendidikan sangat dibutuhkan bagi kaum remaja khususnya pendidikan moral dan pendidikan agama yang pada akhirnya ditujukan untuk membentuk akhlak yang baik. Sejalan dengan permasalahan di atas al-Ghalayaini mengatakan bahwa pendidikan adalah persoalan yang sangat penting dan sangat agung nilainya. Pendidikan menurut beliau adalah menanamkan akhlak yang utama, budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa remaja dan menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat yang berguna, sehingga menjadi sifat yang tertanam dalam jiwa sehigga tampaklah buahnya yaitu berupa amal perbuatan yang utama, kebaikan, kesenangan bekerja untuk kepentingan tanah air dan bangsa. Pendidikan Islam memiliki tujuan yang berkaitan dengan pembinaan masyarakat yang beradab. Dalam bukunya Abudin Nata Athiyah al-Abrasyi mangatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa dan tujuan pendidikan Islam. Tetapi ini tidak bebrarti bahwa kita tidak mementingkan pendidikan jasmani dan akal atau ilmu-ilmu lainnya. Tentang terbentuknya akhlak yang mulia sebagai tujuan utama pendidikan Islam adalah mewujudkan manusia yang berakhlak mulia, disamping mencerdaskan akal pikiran dan keterampilannya. Dengan cara demikian akan lahir manusiamanusia yang pandai, terampil namun berakhlak mulia. Manusia-manusia yang demikian itulah yang diharapkan dapat membangun masyarakat madani (Nata,2008:137-136).
64
Agar peserta didik dapat mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, maka suatu permasalahan pokok yang sangat perlu mendapat perhatian adalah penyusunan rancangan program pendidikan
yang dijabarkan dalam
kurikulum. Pengertian kurikulum dalam tulisan ini adalah segala kegiatan dan pengalaman pendidikan yang dirancang dan diselenggarakannya oleh lembaga pendidikan bagi peserta didiknya, baik di dalam maupun di luar sekolah dengan maksud untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, maka kurikulum pendidikan Islam itu berorientasi kepada tiga hal, yaitu : 1) Tercapainya tujuan hablum minallah, yaitu yang berhubungan dengan Allah. 2) Tercapainya tujuan hablum minannas,yaitu yang berhubungan dengan manusia 3) Tercapainya tujuan hablum minal‟alam, yaitu yang berhubungan dengan alam (Daulay,2004:154-155). Lembaga pendidikan harus menyusun rancangan program pendidikan yang dijabarkan dalam kurikulum. Yang dimaksud dengan kurikulum bukan hanya yang tertulis di atas kertas, melainkan seluruh aktifitas yang mempengaruhi terjadinya pembelajaran. Kurikulum yang berada di atas kertas baru merupakan kurikulum yang bersifat potensial, sedangkan kurikulum yang sesungguhnya adalah kurikulum yang benar-benar aktual, yakni berbagai aktivitas yang mempengaruhi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik (Nata,2008:145).
65
Kurikulum islami harus dapat mewujudkan tujuan pendidikan Islam yang fundamental, memurnikan ketaatan dan peribadatan hanya kepada Allah. Artinya,
kurikulum
Islam
harus
diarahkan
untuk
meluruskan dan
mengarahkan kehidupan sehingga tujuan fundamental pendidikan Islam dapat terwujud (An-Nahlawi,1995:196). Pendidikan yang Islami merupakan pendidikan yang mendasarkan konsepsinya pada ajaran Tuhan dan Rasulnya. dengan dasar inilah, maka orientasi pendidikan Islam diarahkan pada upaya mensucikan diri dan memberi
penerangan
jiwa,
sehingga
setiap
diri
manusia
mampu
meningkatkan dirinya dari tingkatan iman ke tingkatan ikhsan yang melandasi seluruh bentuk kerja kemanusiaannya. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa pendidikan yang islami tidak lain adalah upaya mengefektiftkan aplikasi nilai-nilai agama yang dapat menimbulkan transformasi nilai dan pengetahuan secara utuh kepada manusia, masyarakat dan dunia pada umumnya. Dengan cara demikian, maka seluruh aspek kehidupan manusia akan mendapatkan sentuhan nilai-nilai ilahiyah yang transendental (Nata,2008:195). B. Relevansi Pendidikan Islam dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin Pendidikan Indonesia saat ini lebih mementingakan kecerdasan, intelektual, akal, dan penalaran tanpa diimbangi dengan intensifnya pengembangan kecerdasan hati, prasaan dan emosi. akibatnya apresiasi output pendidikan terhadap keunggulan nilai humanistik, keluhuran budi, dan hati nurani menjadi dangkal.
66
Sehubungan dengan hal tersebut Sudarsono mengungkapkan bahwa masalah konsep pendidikan yang dikategorikan di atas kurang tepat. Menurutnya pendidikan yang hanya mementingkan kecerdasan otak disbanding dengan kecerdasan emosi dan spiritual telah menimbulkan masalah di masyarakat. Pendidikan dasar dan menengah yang seharusnya menjadi dasar penyuburan nilai-nilai luhur dalam dimensi sosial, budaya dan dan kemanusiaan kepada anak didik, menjadi tidak berdaya akibat tidak relevannya antara tuntutan kurikulum dan perkembanagn kondisi sosial budaya, baik lokal, nasional, maupun global. Kondisi yang meliputi dunia pendidikan di atas membutuhkan konsep dan strategi yang integral, yang dapat mendidik seluruh aspek kemanusiaan manusia dalam menghadapi tantangan arus budaya dan sosial yang semikian gencar akibat perkembangan teknologi informasi yang semakin cepat (Sukardjo.Komarudin,2009:80). Pola konsep pendidikan Islam pada anak di dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin bagi pendidikan Islam di Indonesia yaitu terdiri dari : 1. Relevansi Materi pendidikan Materi pendidikan menjadi sangat penting karenanya untuk mencapai tujuan pendidikan maka harus ada hal yang menjadi bahan atau materi yang harus disampaikan kepada anak didik. Mengenai materi pendidikan Al-Ghazali berpendapat bahwa alQur‟an beserta kandungannya adalah merupakan ilmu pengetahuan. Isinya
67
sangat bermanfaat bagi kehidupan, membersihkan jiwa, memperindah akhlak dan mendekatkan diri pada Allah SWT (Nizar,2002:90). Materi pendidikan yang ditulis di dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin membahas yang ada hubungannya dengan kemasyarakatan, kesosialan, budi pekerti luhur serta akhlak yang mulia. Menurut al-Ghalayaini pendidikan adalah usaha menanamkan akhlak terpuji dalam jiwa anakanak, Akhlak yang sudah tertanam itu harus disirami dengan bimbingan dan nasehat, sehingga menjadi watak atau sifat yang melekat dalam jiwa. Sesudah itu buah tanaman akhlak itu akan tampak berupa amal perbuatan yang mulia dan baik serta gemar bekerja demi kebaikan negara. Menurutnya, Kita berkewajiban juga memberi pendidikan kepada anak-anak tentang iradah, yakni kemauan yang keras, kejujuran, senang memberi bantuan dan pertolongan kepada orang-orang yang melarat dan tertindas, proyek-proyek yang bermanfaat
dan melatihnya,
biasa
melakukan kewajiban dan sebagainya, yang berkaitan dengan akhlak yang mulia. Tentu saja kita berkewajiban menjauhkan anak-anak itu dari kebiasaan dan akhlak yang berlawanan dengan kebiasaan dan akhlak terpuji yang tersebut di atas (Al-Ghalayaini,t.t:230). Pendidikan akhlak menjadi perhatian utama al-Ghalayaini untuk mempersiapkan kalangan muda menjadi manusia-manusia yang beradab dan bertanggung jawab. Karena dengan terbinanya akhlak generasi muda ini berarti kita telah memberikan sumbanagan yang besar bagi penyiapan masa depan bangsa yang lebih baik.
68
Dari penjelasan di atas menurut pengamatan penulis materi pendidikan dalam kitab ‘idhotun Nasyiin sangat relevan jika di terapkan di Indonesia sekarang ini. karena di Indonesia pada masa sekarang sangat membutuhkan generasi muda yang berkualitas baik dari segi sosial, emosional dan spiritual untuk meneruskan perjuangan bangsa, mengingat kondisi
generasi
muda
pada
akhir-akhir
ini
sudah
Nampak
memprihatinkan, yang jauh dari akhlak yang baik. keadaan bangsa Indonesia sebagaimana yang digambarkan di atas mirip dengan keadaan pada awal masa kedatangan Islam tersebut harus dicarikan pemecahannya melalui upaya pendidikan, sebagaimana halnya yang dilakukan Rasulullah SAW, karena pendidikan merupakan sarana yang dapat memberikan bekal kepada manusia untuk membudayakan dirinya, membebaskan dirinya dari kebodohan, keterbelakangan, bahkan penindasan dan kemiskinan (Nata,2008:228). 2. Relevansi Metode pendidikan Kata metode berasal dari bahasa yunani “methodos” yang berarti “cara atau jalan” . Di dalam bahasa Inggris kata ini ditulis method dan bangsa Arab menerjemahkannya dengan tariqah dan manhaj. Di dalam pemakaian bahasa Indonesia, kata tersebut mengandung arti cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud, sehingga dapat difahami metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran.
69
Pengertian „metode‟ yang umum itu dapat digunakan pada berbagai obyek, termasuk pendidikan. Jadi, metode pendidikan merupakan cara yang teratur dan terpikir baik-baik yang digunakan untuk memberikan pelajaran kepada peserta didik, serta sebagai salah satu sarana yang amat penting utuk mencapai tujuan pendidikan (Aziz,2003:79). Metode yang digunakan oleh al-Ghalayaini dalam kitab ini adalah metode mau‟izah (ceramah) yaitu penyampaian sebuah materi pelajaran dengan memberikan nasehat kepada siswa atau khalayak ramai. Ini relevan dengan definisi yang dikutip oleh Erwati Aziz bahwa pengertian mau‟idzah menurut At-Thahir Ahmad az-Zawi bawa mau‟idzah adalah pemberitahuan seseorang tentang sesuatu yang baik agar dia dapat melakukannya dan yang jahat agar dia tidak melakukannya. Sedangkat menurut an-Nahlawi, yang termasuk mau‟izah adalah nasihat dan tazkir (memberi peringatan, teguran dan lain sebagainya) (Aziz,2003:84). Menurut Basyirudin metode ceramah adalah teknik penyampaian pesan pengajaran yang sudah lazim dipakai oleh guru di sekolah. Ceramah diartikan sebagai suatu cara penyampaian bahasa secara lisan oleh guru dimuka kelas . peran murid di sisi sebagai penerima pesan, mendengarkan, memperhatikan,
mencatat
keterangan-keterangan
guru
bila
mana
diperlukan (Basyirudin,2002:34). Sejalan dengan pengertian diatas kita dapat melihat nasihat yang diberikan Allah SWT kepada manusia melalui kitab-Nya kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai berikut :
70
“Sekali-kali
jangan! janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)” (QS. Al-„Alaq: 19). Ayat di atas menerangkan tentang larangan dan perintah Allah SWT kepada manusia pada umumnya dan Rasulullah Khususnya, untuk mematuhi sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran Allah SWT dan perintah untuk senantiasa beribadah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Dari uraian diatas tampak jelas bahwa metode mau‟izah (ceramah) merupakan suatu metode yang sangat penting sehingga metode ini diturunkan pada periode awal dari urutan turunnya ayat-ayat al-Qur‟an. Selain itu, mau‟izah tidak hanya ditujukan kepada umatnya saja, tetapi Nabi pun diberi mau‟izah meskipun beliu sudah jelas tunduk dan patuh terhadap perintah dan larangan Allah (Aziz,2003:87). Oleh karena itu, Allah menegaskan pada ayat lain agar Nabi selalu memberikan peringatan yang berisi maui‟idah kepada mukminin, seperti yang tercantum di dalam firman-Nya :
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (QS. AzZariyat : 55) jika demikian, seorang pendidik tidak hanya bertugas memberikan meteri-materi ilmu pengetahuan kepada peserta didik. tetapi juga harus
71
selalu mengingatkan mereka terhadap perintah-perintah Allah yang harus mereka laksanakan dan semua larangan-Nya yang harus mereka tinggalkan hal ini dilakukan agar mereka memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat (Aziz,3003:87-88). Sedangkan metode penyampaian materi pendidikan yang ditulis dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin adalah hanya menggunakan metode mau‟izah (ceramah) seperti nasehat dan anjuran. Dan mengenai pendidikan di Indonesia saat ini, guna untuk mempersiapkan anak didik tentu sangat membutuhkan metode ceramah ini juga di barengi dengan metode-metode lain
seperti metode keteladanan, metode pemberian
agama, metode kebiasaan dan metode pembelajaran lainnya agar kegiatan pembelajaran berjalan lancar dan sesuai dengan tujuan. 3. Relevansi Tujuan pendidikan. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara sadar dan jelas memiliki tujuan. Sehingga diharapkan dalam penerapannya ia tak kehilangan arah dan pijakan. Dalam perkembangannya teori-teori tentang tujuan pendidikan menjadi perhatian yang cukup besar dari para pakar pendidikan. Sesuatu dalam pendidika islam, diharapkan dapat terwujud setelah orang mengalami pendidikan secara keseluruhan yaitu terwujudnya kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi insan kamil dengan pola taqwa. Insan kamil maksudnya adalah manusia yang utuh jasmani dan
72
rohani dapat hidup dan berkembang secara wajar an normal karena taqwanya kepada Allah SWT (Darajat,2011:29). Ini memberikan isyarat bahwa tujuan belajar (menuntut ilmu pengetahuan) itu hanya semata-mata karena mangharapkan keridhoan Allah SWT bukan yang lain. semua pekerjaan yang dimulai dengan niat ikhlas dan hanya mengharapkan ridha Allah semata merupakan ibadah yang tak ternilai harganya. oleh karena itu, sikap ikhlas sangat dituntut aplikasinaya dari semua yang terlibat dalam proses pendidikan. Hal ini sesuai dengan tujuan Allah menciptakan manusia sebagaimana yang terdapat dalam Surat Az-Zariyat ayat 56 yang berbunyi:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Az-Zariyat: 56).
berdasarkan ayat inilah yang merekomendasikan tujuan pendidikan muslim sebagai perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik
secara
pribadi,
komunitas
maupun seluruh umat
Manusia
(Aziz,2003:64). pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir pula. Tujuan umum yang terbentuk Insan Kamil dengan pola taqwa dapat mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam
73
perjalanan hidup seseorang. Perasaan lingkungan dan pengalaman dapat mempengaruhinya. karena itulah pendidikan Islam itu berlalu selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan memelihara, dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Orang yang sudah taqwa dalam bentuk Insan Kamil, masih perlu mendapatkan pendidikan dalam rangka pengembangan dan penyempurnaan, sekurang-kurangnya pemeliharaan supaya tidak luntur dan berkurang, meskipun pendidikan oleh diri sendiri dan bukan dalam pendidikan formal. Lain halnya dengan tujuan ditulisnya buku Idhotun Nasyiin ini, Syaikh Musthafa al-Ghalayaini berpendapat bahwa pendidikan yaitu menanamkan akhlak utama, budi pekerti yang luhur serta didikan yang mulia dalam jiwa remaja dan menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat yang berguna, sehingga menjadi sifat yang tertanam dalam jiwa. sehingga tampaklah buahnya yaitu berupa amal kepentingan yang utama, kebaikan, kesenangan bekerja untuk kepentingan tanah air dan bangsa. Pendidikan Islam di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Ini sesuai dengan rumusan tujuan yang dikemukakan oleh Syaikh Musthafa al-Ghalayaini dalam pendidikan Islam.
74
Ini mengandung makna bahwa pendidikan islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya sendiri dan masyarakat serta suka dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam baik yeng berhubungan dengan Tuhan maupun dengan sesama manusia, serta dapat mengambil manfaat dari alam semesta untuk kepentingan di dunia dan di akhirat. 4. Relevansi pendidikan dengan konsep PAILKEM Strategi pembelajaran PAILKEM
merupakan salah satu strategi
yang dapat diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Dimaksudkan dengan strategi karena bidang garapannya tertuju pada bagaimana cara pertama, Pengorganisasian materi pembelajaran. Kedua, menyampaikan atau menggunakan metode pembelajaran. Ketiga, mengelola pembelajaran sebagaimana yang dikehendaki oleh ilmuan pembelajaran selama ini, seperti Reigeluth dan Merill yang telah Meletakkan dasar-dasar instruksional yang mengoptimalkan proses pembelajaran. PAILKEM merupakan sinonim dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif dan Menarik. Sinonim dari PAILKEM tersebut secara singkat diuraikan sebagai berikut : 1) Pembelajaran yang Aktif Konsep pembelajaran Aktif bukanlah tujuan dari kegiatan pembelajaran, tetapi merupakan salah satu strategi yang digunakan untuk mengoptimalkan proses pembelajaran. Aktif dalam strategi ini adalah memposisikan guru sebagai orang yang menciptakan suasana
75
belajar yang kondusif atau sebagai fasilitator dalam belajar, sementara siswa
sebagai
peserta
belajar
yang
harus
aktif
(Hamzah.Mohamad,2015:10). 2) Pembelajaran yang Inovatif Pembelajaran Inovatif juga merupakan strategi pembelajaran yang mendorong aktifitas belajar. Maksud Inovatif di sini adalah dalam kegiatan pembelajaran itu terjadi hal-hal yang baru, bukan saja oleh guru sebagai fasilitator belajar, tetapi juga oleh siswa yang sedang belajar. 3) Pembelajaran yang Menggunakan Lingkungan Strategi pembelajaran yang menggunkan lingkungan adalah salah satu strategi yang mendorong siswa agar belajar tidak tergantung dari apa yang dalam buku atau kitab yang merupakan pegangan guru. konsep pembelajaran ini berangkat dari belajar konstektual dengan lebih mengedepankan bahwa hal yang perlu dipelajari terlebih dahulu oleh siswa adalah apa yang ada pada lingkungannya. 4) Pembelajaran yang Kreatif Pembelajaran yang kreatif juga sebagai salah satu strategi yang mendorong siswa untuk lebih bebas mempelajari makna yang dia pelajari. Pembelajaran yang kreatif juga sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan
76
agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. 5) Pembelajaran yang Efektif Pembelajaran yang efektif adalah salah satu strategi pembelajaran yang diterapakan guru denga maksud untuk menghasilkan tujuan yang telah ditetapkan. Strategi pembelajara yang efektif ini menghendaki agar siswa yang belajar di mana dia telah membawa sejumlah potensi lalu dikembangkan melalui kompetensi yang telah ditetapkan, dan dalam waktu tertentu kompetensi belajar dapat dicapai siswa dengan baik atau tuntas. 6) Pembelajaran yang menarik Muara dari semua strategi yang digunakan dalam pembelajaran adalah bagaimana proses pembelajaran itu bisa berjalan dengan baik dan menarik bagi siswa yang belajar. Strategi pembelajaran yang menarik tentu tidak akan berjalan hampa tanpa dibarengi dengan penyiapan suasana pembelajaran yang mendorong siswa akan memperdalam apa yang dia pelajari. Dalam kaitan ini peran guru sangat efektif jika guru memosisikan sebagai fasilitator belajar. Artinya guru menyediakan situasi atau suasana agar pembelajaran berjalan dengan baik. Jadi inti dari strategi pembelajaran yang menarik terletak pada bagaimana memberikan pelayanan kepada siswa sebab posisi siswa jika diibaratkan dalam sebuah perusahaan,
77
maka siswa merupakan pelanggan yang perlu dilayani dengan baik (Hamzah.Mohamad,2015:11-14). Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang akan digunakan oleh pengajar untuk memilih strategi kegiayan belajar yang akan digunakan sepanjang proses pembelajaran. Pemilihan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, sumber belajar kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Hubungan antara strategi, tujuan dan metode pembelajaran dapat digambarkan sebagai satu kesatuan sistem yang bertitik tolak dari penentuan tujuan pembelajaran, pemilihan strategi pembelajaran dan perumusan tujuan, kemudian diimplementasikan ke dalam berbagai metode yang relevan selama proses pembelajaran berlangsung (Hamzah.Mohamad,2015:16). Dari penjelasan diatas menurut pengamatan penulis, bahwa konsep pendidikan dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin terhadap konsep PAILKEM tidak ada relevansinya. Karena konsep pendidikan Syaikh Musthafa al-Ghalayaini termasuk konsep pembelajaran tradisional yang mana peserta didik diperlakukan sebagai gelas kosong yang pasif yang hanya menerima ceramah dari sang guru tentang ilmu pengetahuan dan informasi, sehingga ilmu pengetahuan maksimal peserta didik adalah ilmu penegtahuan yang dimiliki oleh guru saja. Sedangkan konsep pembelajaran PAILKEM peserta didik juga ikut berperan aktif dalam
78
pembelajaran, karena pengetahuan juga diambil dari pengalaman peserta didik itu sendiri, disamping itu pembelajaran PAILKEM juga diterapkan muncul ide-ide baru yang digunakan dalam suatu tema pembelajaran yang mana dengan banyaknya variasi membuat pembelajaran tidak monoton sehingga siswa tetap tertarik dan tidak merasa bosan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pembahasan bab demi bab yang diuraikan di depan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pendidikan menurut pandangan al-Ghalayaini merupakan usaha menanamkan akhlak terpuji dalam jiwa anak-anak,Konsep yang dibangun dari pendidikan Syaikh Musthafa al-Ghlayaini dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin, dapat dilihat dari beberapa kriteria sifat-sifat yang harus dimiliki oleh anak didik yaitu sebagai berikut : pertama, sebagai anak didik harus berani maju ke depan; Kedua, anak didik harus mempunyai sifat dermawan; Ketiga, anak didik harus mempunyai rasa kesabaran; Keempat, keikhlasan; Kelima, mempunyai kemuliaan jiwa. 2. Pendidikan Islam dalam kitab ‘Idhotun Nasyiin dengan konteks pendidikan masa sekarang memiliki adanya persamaan penggunaan dan kebutuhan dengan berbagai pernyataan yang rasional baik tentang materi pendidikan, metode pendidikan dan tujuan pendidikan. Sedangkan
terhadap konsep
PAILKEM tidak ada relevansinya. Karena konsep pendidikan Syaikh Musthafa al-Ghalayaini termasuk konsep pembelajaran tradisional yang mana peserta didik diperlakukan sebagai gelas kosong yang pasif yang hanya menerima ceramah dari sang guru tentang ilmu pengetahuan dan informasi,
79
80
3. sehingga ilmu pengetahuan maksimal peserta didik adalah ilmu penegtahuan yang dimiliki oleh guru saja. Sedangkan konsep pembelajaran PAILKEM peserta didik juga ikut berperan aktif dalam pembelajaran, karena pengetahuan juga diambil dari pengalaman peserta didik itu sendiri, disamping itu pembelajaran PAILKEM juga diterapkan muncul ide-ide baru yang digunakan dalam suatu tema pembelajaran yang mana dengan banyaknya variasi membuat pembelajaran tidak monoton sehingga siswa tetap tertarik dan tidak merasa bosan. B. Saran-Saran Dengan selesainya penulisan skripsi ini penulis berharap dapat memberikan tambahan wawasan pengetahuan tentang pendidikan Islam. 1. Pendidikan sangatlah penting maka dari itu pendidikan harus didukung oleh kerja sama yang kompak dan usaha yang sungguh-sungguh dari orang tua (keluarga), sekolah dan masyarakat. 2. Bagi para pendidik hendaknya mampu menjadi seorang pendidik yang mempunyai kepribadian dengan akhlak yang baik sehingga mampu menjadi panutan bagi peserta didik. 3. Bagi peserta didik dalam proses belajar mengajar agar bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam menuntut ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. Dkk. 2015. Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2006. Shahih Sunan Abu Daud. penerjemah, Abd. Mufid Ikhsan. Jakarta: Pustaka Azzam. Al-Ghalayaini, Musthafa. 2002 „Idhotun Nasyiin (Bimbingan Menuju Akhlak Luhur) Diterjemahkan oleh Moh. Abdai Rathomy. Semarang: PT Karya Toha Putra. Al-Ghalayaini, Musthafa.‟Idhotun Nasyiin Alih Bahasa H.M. Fadli Said An-Nadwi. Surabaya: Al-Hidayah Arifin.1991. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineka Cipta. Aziz, Erwati. 2003. Prinsip-prinsip Pendidikan Islam. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Bekker, Anton. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat. Yogyakarta: PT Kanisius. Daulay, Haidar Putra. 2004. Pendidikan Islam(Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia). Jakarta: Kencana. Darajad, Zakiah, Dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. Fatchurrohman. 2006. Demokratisasi Pendidikan dalam Al-Qur‟an. Salatiga: STAIN SALATIGA Press Hadi, Sutrisno. 1980. Metodologi Research.Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Hasan, Hamid. 2008. Evaluasi Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Hamzah, Dkk. 2015. Belajar Dengan Pendidikan PAILKEM. Jakarta: Bumi Aksara. Jumali, Dkk. 2004. Landasan Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Kahalah, Ridho Umar. 1993. Mu‟jam al-Mu‟allafin Tarajum Mushanafi al-Kutub alArabiyah. Beirut: Muassasah al-Risalah.
Langgulung, Hasan. 1986. Daya Cipta dalam Kurikulum Pendidikan Guru. Bangi: UKM Maragustan. 2000. Studi Krisis Ide-Ide Sentral K.H.A Wahid Hasyim Tentag Pendidikan Islam. Yogyakarta: Jurnal Penelitian Agama Nomor 25. Mu‟thi. 2000. Nilai Pendidikan Akhlak dalam kitab‟Idhotun Nasyiin dan Implikasinya terhadap Pendidikan Akhlak Remaja. Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Jurusan Tarbiyah UIN SUKA. Nata, Abudin. 2008. Manajemen Pendidikan (Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis). Jakarta: Ciputat Pers. Pidarta, Made. 2013. Landasan Kependidikan (Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia). Jakarta: Rineka Cipta. Pusat Bahasa Depertemen pendidikan Nasional.2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Subairi, 2005. Nilai Pendidikan Akhlak dalam kitab‟Idhotun Nasyiin dan Implikasinya terhadap Pendidikan Akhlak Remaja. Skripsi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Jurusan Tarbiyah UIN SUKA. Sucipto, Heri. 2003. Ensiklopedi Tokoh Islam dan Abu Bakar sampai Nashr dan Qardhawi. Jakarta: Mizan Publika. Sudarto. 1997. Metode Penelitian Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sukardjo.2009. Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Susilo, Muhammad Joko. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Surya, Muhammad. Dkk. 2010. Landasan Pendidikan MenujuGuru yang Baik. Bogor: Ghalia Indonesia. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional.
Usman. Basyirudin. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Ciputat Pers. Wahyudi, Jindar. 2006. Nalar Pendiidkan Qur‟ani. Penerbit: Apeiron Philotes. Wiji, Suwarno.2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Sindownews.com. Di Akses pada hari Selasa Tanggal 20 September 2016. (http://ngalapberkahtiyangsoleh.blogspot.co.id/2014/01/syekhmustafaalghalayini.htm l. Di Akses pada hari senin tgl 19 Desember 2016 jam 14.00).
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR NILAI SKK
Nama
: Ulfatun Nikmah
NIM
: 111-12-136
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Fakultas
: Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Dosen Pembimbing
: Drs. Abdul Syukur, M.Si.
NO 1.
2.
3.
4.
5.
6
Jenis Kegiatan Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) dengan Tema “ Progresifitas Kaum Muda, Kunci Perubahan Indonesia”. Orientasi Pengenalan Akademik dan Kemahasiswaan (OPAK) Jurusan Tarbiyah dengan tema “ Mewujudkan Gerakan Mahasiwa Tarbiyah sebagai Tonggak Kebangkitan Pendidikan Indonesia” Orientasi Dasar Keislaman (ODK) dengan Tema “ Membangun Karakter Keislaman Bertaraf Internasional di Era Globalisasi Bahasa” Piagam Penghargaan Seminar Entrepreneurship dan Perkoperasian 2012 dengan tema “ Explore Your Entrepreneurship Talent” oleh MAPALA MITAPASA dan KSEI STAIN Salatiga Achievment Motivation Training (AMT) dengan Tema “ Dengan AMT, Bangun Karakter Raih Prestasi”
Pelaksanaan 05-07 September 2012
Keterangan Peserta
Skor 3
08-09 September 2012
Peserta 3
10 September 2012
Peserta 2
11 September 2012
Peserta 2
12 September 2012
Library User Education (Pendidikan 13 September 2012 Pemakai Perpustakaan) oleh UPT Perpustakaan STAIN Salatiga
Peserta 2
Peserta 2
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14
15.
16.
MAPABA PMII Joko Tingkir Salatiga 2012 dengan tema “Membentuk Militansi Kader Menuju Mahasiswa yang Ideal” Training Pembuatan Makalah yang diselenggarakan oleh Lembaga Dakwah kampus (LDK) Darul Amal STAIN Salatiga DIALOG PUBLIK DAN SILATURAHIM NASIONAL DENGAN TEMA “Kemanakah Arah Kebijakan BBM? Mendorong Subsidi BBM Untuk Rakyat” Kegiatan Bersih Kota dengan tema “ TEMANGGUNG BERSIH TEMANGGUNG BERSENYUM” Kegiatan Bersih Kota dengan tema “ MARI JAGA KEBERSIHAN DAN BERSAMA KITA NIKMATI KESEHATAN” Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Mahasiswa V dengan tema “MTQ Wahana Apresiasi untuk Mencetak Insan Qur‟ani” Seminar Pengembangan Program Studi D 3 Perbankan Syari‟ah dengan tema “ Peluang dan Tantangan Mahasiswa D 3 Dalam Kewirausahaan”
05-07 Oktober 2012
Peserta 2
13 Oktober 2012
Peserta 2
23 Novembar 2012
Peserta 8
22 Desember 2012
Panitia 3
07 April 2013
Panitia 3
23 Oktober 2013
Peserta 2
20 Desember 2013
Peserta 2
Kegiatan Bersih Kota dengan tema 16 Februari 2014 “FORMATAS PEDULI LINGKUNGAN”
Panitia
Seminar Nasional Bahasa Arab 04 November 2014 Ittaqo dengan tema “ Implementasi kurikulum 2013 pada mapel Bahasa Arab tingkat dasar, dan tingkat menengah dalam upaya menjawab tantangan pengajaran Bahasa Arab”
Peserta
Pentas Seni dan Diskusi dengan tema 11 Desember 2014
Peserta
3
8
“Potret Kebudayaan Papua Bagian dari Kekayaan Indonesia” 17.
18. 19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
2
Seminar Nasional dengan tema 15 Desember 2014 “Perlindungan Hukum Terhadap Usaha Mikro Menghadapi Pasar Bebas Asean”
Peserta
Surat Keputusan Santri Putri Pondok 10 September 2014 Pesantren Nurul Asna Pelatihan seni baca Al-qur‟an dalam 10 Mei 2015 rangka peringatan Isra‟ Mi‟raj Nabi Muhammad SAW IAIN Salatiga Bersolawat dan Orasi 03 November 2015 Kebangsaan Dengan Tema “Menyemai Nilai-Nilai Islam Indonesia Untuk Memperkokoh NKRI dalam Mewujudkan Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghofur”.
Pengurus
8
4
Peserta 2 Peserta 2
KKN IAIN Salatiga atas Dedikasi 18 Januari-29 Februari Panitia dan Pengabdiannya di Desa Kajoran. 2016 Seminar Nasional “Reiventing 28 Mei 2016 Kebudayaan Indonesia Untuk Kebangkitan HMI di Era Modern” Oleh HMI cabang Salatiga tahun 2015/2016 Seminar Nasional Dewan Mahasiswa 31 Mei 2016 Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga dengan tema “Budaya Sebagai Attitude Pendidikan”
Peserta
Seminar Nasional dalam rangka 09 Agustus 2016 “Melawan Radikalisme dan Komunisme”. Surat Keputusan Santri Putri Pondok 20 September 2016 Pesantren Nurul Asna
Peserta
3
8
Peserta 8
8 Pengurus
4
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi Nama
: Ulfatun Nikmah
Nim
: 111 12 136
Tempat Tanggal Lahir : Temanggung 06 Mei 1993 Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: Kauman RT 005 RW 002, Gondang Wayang, Kec. Kedu Kab. Temanggung.
LatarBelakangPendidikan Formal TK DARMA WANITA
:Tahun1997-1999
SD N 2 GONDANG WAYANG
:Tahun1999-2005
SMP N 2 KEDU
:Tahun2005-2008
MAN PARAKAN TEMANGGUNG :Tahun2008-2011 IAIN SALATIGA
: Tahun 2012- Sekarang