PEMIKIRAN PENDIDIKAN MENURUT SYAIKH AZ ZARNUJI (Studi Analisis Kitab Ta’limul Muta’alim)
SKRIPSI Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh : FENNY RISKYA NIM: 11111112
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016 i
ii
iii
iv
v
MOTTO
Dengan Ilmu, Hidup Menjadi Mudah, Dengan Seni, Hidup Menjadi Indah, Dengan Agama, Hidup Menjadi Terarah & Bermakna.
vi
PERSEMBAHAN
Dengan segala puji bagi Allah Skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan untuk: 1. Bapak-ibu tercinta yang telah mencurahkan pengorbanannya dan yang senantiasa tidak pernah berhenti memberikan semangat serta do’anya, sehingga skripsi ini bisa selesai. 2. Ibu Hj. Siti Fatimah Di Kebumen, Banyubiru beserta keluarganya. 3. Terimah
kasih
yang
tak
terhingga
buat
dosen-dosen,
terutama
pembimbingku Bapak. Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag. yang tak pernah lelah dan senantiasa sabar memberikan bimbingan dan arahan kepadaku 4. Suami
tercita
yang
selalu
mendo’akan,
memberikan
motivasi,
menemaniku mencari buku-buku referensi dan selalu ada waktu untuk mengantarkan aku kekampus, tanpa beliau skripsi ini tidak akan selesai secepat ini. 5. Seluruh keluarga besar di Bringin dan di Magelang yang selalau memberikan do’a, motivasi dan mendukungku, sehingga skripsi ini bisa selesai dengan lancar. 6. Sahabat-sahabat dan teman-teman seperjuangan yang tidak pernah berhenti memberikan suport dan keceriaannya, sehingga aku selalu bahagia bersama kalian dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Semua yang telah mendo’akan aku yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
vii
KATA PENGANTAR
ميحرلا نمحرلا هللا مسب ّ ّ الصالة ّ ثم ّ والسالم على ّ الذى وكفى سيدنا املصطفى وعلى أله وأصحابه أهل الحمد هللا ّ .الصدق والوفى أم بعد Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana. Salam sejahtera semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW. yang telah menuntun umatnya dari zaman kejahilan menuju zaman keislaman. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, S.Pd, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam. 4. Bapak Prof. Dr. Budihardjo, M. Ag. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bantuan dan bimbingannya dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
viii
5. Bapak dan Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan , sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini 6. Bapak, ibu tercinta dan seluruh keluargaku yang telah memberikan do’a restu bagi keberhasilan penulis 7. Suami tercinta yang selalu memberikan motivasi dan dorongan dalam skripsi ini. 8. Semua pihak, terutama sahabat-sahabat dan teman-teman seperjuangan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini. Atas jasa-jasa dan kebaikan beliau di atas, penulis berdo’a semoga Allah SWT. Menerima amalnya dan memberikan balasan yang lebih baik. Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, semua itu karena katerbatasan penulis. Tiada kalimat yang pantas penulis ucapkan kecuali kalimat Alhamdulillahi Robbil Alamin. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat. Amiin Ya Rabbal ‘Alamin.
Salatiga, 10 Februari 2016 Penulis,
Fenny Riskya
ix
ABSTRAK Riskya, Fenny. 2016. Pemikiran Pendidikan Menurut Syaikh Az-Zarnuji Studi Analisis Kitab Ta’limul Muta’alim. Skripsi. Jurusan Terbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Slatiga. Pembimbing: Prof. Dr. H. Budihardjo, M.Ag. Kata kunci : Pemikiran, Pendidikan, Kitab Ta’limul Muta’alim Sebagaimana telah penulis ketahui sangat pentingnya sebuah pendidikan dalam rangka untuk mencapai interaksi belajar-mengajar, sudah tentu perlu adanya komunikasi yang jelas antara guru dengan siswa, sehingga terpadunya kedua kegiatan yang berguna dalam mencapai tujuan pengajaran. Untuk itu, peneliti ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji bagaimana pemikiran pendidikan menurut Syaikh Az-Zarnuji analisis kitab Ta’limul Muta’alim. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimana konsep dasar tentang pendidikan Islam?, (2) Bagaimana pemikiran Syaikh AzZarnuji tentang pendidikan dalam kitab Ta’lim Muta’allim?, dan (3) Bagaimana analisis pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan dalam kitab Ta’lim Muta’allim?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian menggunakan pendekatan kepustakaan. Metode penelitian yang digunakan dengan jenis penelitian kepustakaan (library research), sumber data primer adalah kitab Ta’limul Muta’alim dan sumber sekundernya adalah terjemah Ta’limul Muta’alim, serta buku-buku lain yang bersangkutan dan relevan. Adapun teknis analisis data menggunakan metode Deskriptif Analisis dan Metode content analisis, temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Pemikiran Pendidikan Kitab Ta’limul Muta’alim menurut Syaikh Az-Zarnuji ini sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan, yang nantinya dapat dibiasakan juga dalam keluarga, sekolah, pergaulan, maupun sosial kemasyarakatan. Karakteristik pemikiran beliau dapat digolongkan dalam corak praktis yang tetap berpegang teguh pada al-Qur’an dan hadits. Kecenderungan lain dalam pemikiran beliau adalah mengetengahkan nilai-nilai etis yang bernafaskan sufistik. Pendidikan akhlak yang ditekankan beliau dapat diklarifikasikan menjadi tiga, yakni: Pertama, akhlak kepada Allah, guru dan murid dalam proses belajar mengajar diniatkan hanya kepada Allah, Kedua, akhlak kepada sesama manusia, terutama antara murid dan guru tetapi paling tidak terhadap sesama teman harus saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Ketiga, akhlak kepada ilmu itu sendiri, bahwasanya ilmu itu adalah cahaya bagi kita dan kedudukan yang paling tinggi adalah orang yang berilmu. Dengan hal ini dititik beratkan pada pengertian bahwa belajar merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah yang mengantarkan seseorang memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Karena belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam. Karena itu pemikiran beliau disini berusaha membuat dasar pembangunan masyarakat yang berakhlak religius melalui pembinaan individu. Dari sini diharapkan akan terwujud sebuah tatanan masyarakat yang berakhlak tinggi dan mulia.
x
DAFTAR ISI 1. JUDUL................................................................................................... i 2. LOGO IAIN........................................................................................... ii 3. PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... iii 4. PENGESAHAN KELULUSAN........................................................... iv 5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN............................................ v 6. MOTTO.................................................................................................. vi 7. PERSEMBAHAN................................................................................. vii 8. KATA PENGANTAR.......................................................................... viii 9. ABSTRAK.............................................................................................
x
10. DAFTAR ISI.......................................................................................... xi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakan Masalah................................................................ 1 B. Rumusan Masalah........................................................................ 6 C. Tujuan Penelitian......................................................................... 7 D. Kegunaan Penelitian.................................................................... 7 E. Metode Penelitian........................................................................ 8 F. Penegasan Istilah......................................................................... 10 G. Sistematika Penulisan.................................................................. 11 BAB II. KONSEP DASAR TENTANG PENDIDIKAN ISLAM A. Pengertian Pendidikan................................................................. 14 B. Sumber-Sumber Pendidikan Islam ............................................. 18 C. Unsur-Unsur Pendidikan Islam ................................................... 22 1. Tujuan Pendidikan Islam ...................................................... 22
xi
2. Ruang Lingkup Pendidikan Islam ........................................ 31 3. Peserta Didik .......................................................................... 37 4. Orang yang Membimbing (Pendidik)..................................... 37 5. Lingkungan Pendidikan ......................................................... 38 6. Materi Pendidikan Islam ....................................................... 38 7. Interaksi Edukatif ................................................................. 42 8. Metode Pendidikan Islam ..................................................... 42 9. Evaluasi …………………………………………………… 49 BAB III. PEMIKIRAN SYAIKH AZ-ZARNUJI TENTANG PENDIDIKAN DALAM KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM A. Biografi Syaikh Az-Zarnuji ...................................................... 50 1. Riwayat Hidup Syaikh Az-Zarnuji...................................... 50 2. Latar Belakang Pendidikan Syaikh Az-Zarnuji .................
59
3. Latar Belakang Sosial Politik .............................................
61
B. Karya-Karya Syaikh Az-Zarnuji ..............................................
63
C. Isi Kitab Ta’limul Muta’alim ...................................................
66
D. Pemikiran Pendidikan Syaikh Az-Zarnuji ................................ 70 1. Pembagian Ilmu .................................................................. 72 2. Unsur-Unsur Pendidikan Syaikh Az-Zarnuji …………….. 74 E. Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pola Hubungan Guru dan Murid.......................................................................................... 80 F. Persyaratan Mencari Ilmu .......................................................... 74
xii
BAB IV. ANALISIS PEMIKIRAN SYAIKH AZ-ZARNUJI TENTANG PENDIDIKAN DALAM KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM A. Aplikasi Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Dalam Pendidikan ...... 88 B. Kelebihan dan Kelemahan Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pendidikan................................................................................
93
C. Inti Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pendidikan ……... 95 D. Relevansi Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Terhadap Pemikiran Modern....................................................................................... 96 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................... 101 B. Saran ......................................................................................... 104 C. Penutup ..................................................................................... 105 11. DAFTAR PUSTAKA 12. LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam merupakan agama rahmatan lil’alamin yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Islam sangat memperhatikan segala aspek yang dikerjakan manusia, mulai dari hal-hal yang terkecil sampai pada hal-hal yang terbesar. Baik yang berhubungan dengan Allah maupun dengan manusia. Dalam hal ini Islam memberikan pendidikan kepada manusia dan sebagai pedoman hidup untuk manusia seluruh alam. Sebagai makhluk sosial, manusia dalam kehidupannya membutuhkan hubungan dengan sesama ketika sesuatu yang dilakukan tidak dapat dikerjakan seorang diri. Kebutuhan yang berbeda-beda dan karena saling membutuhkan, membuat manusia cenderung untuk melayani kebutuhan manusia lainnya, selain demi kepentingan pribadi. Allah S.W.T berfirman:
ِ َاِمَّنَاالْمؤِمن و َن اِخوةٌ فَا * اّللَ لَ َعلم ُك ْم تُ ْر ََحُْو َن َ ْ َصل ُح ْوا ب ْي اَ َخ َويْ ُك ْم َواتم ُق ْوا ه ْ َ ْ ُْ ُْ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”.(Q.S. Al-Hujurat: 10) (Depag, 2011: 516) Kecenderungan manusia untuk berhubungan melahirkan komunikasi dua arah malalui bahasa yang mengandung tindakan dan perbuatan. Dengan kata lain, karena ada aksi maka interaksipun terjadi. Pendidikan merupakan sebagian dari fenomena interaksi kehidupan sosial manusia. Menurut K. J. Veeger pada hakekatnya kehidupan sosial itu terdiri dari jumlah aksi dan reaksi yang tidak terbilang banyaknya, baik antara perorangan
1
maupun antar kelompok. Pihak-pihak yang terlibat menyesuaikan diri dengan salah satu pola perilaku yang kolektif. (Huda, 2008: 1) Menurut Djaramah interaksi pendidikan (edukatif) ini terjadi dengan sadar yang didasari atas tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan seseorang. Dengan demikian, memunculkan istilah guru di satu pihak dan murid di lain pihak. Keduanya berada dalam interaksi pendidikan dengan posisi, tugas dan tanggung jawab yang berbeda, namun bersama-sama mencapai tujuan. (Huda, 2008: 38) Dalam proses belajar-mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi anak didik untuk mencapai tujuan. Dan guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi untuk membantu proses perkembangan anak didik.(Slameto, 1991: 99) Interaksi akan selalu terkait dengan istilah komunikasi atau hubungan. Dalam proses komunikasi, dikenal adanya unsur komunikasi dan komunikator. Hubungan antara komunikator dengan komunikasi terjadi karena menginteraksikan sesuatu yang dikenal dengan istilah “pesan” (massage). Kemudian untuk menyampikan atau menginteraksikan pesan itu diperlukan adanya media atau saluran. Maka dari itu, unsut-unsur yang terlibat dalam komunikasi itu adalah komunikator, komunikan, dan pesan. (Sardiman, 2001: 7) Lingkungan pendidikan, anak didik merupakan suatu subyek dan obyek pendidikan yang memerlukan bimbingan dari orang lain untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimiliki serta membimbingnya menuju kedewasaan. Seorang pendidik dalam dunia
2
pendidikan adalah seorang yang wajib dihormati oleh para anak didik, karena pendidik yang membimbing jiwa anak didik agar menjadi manusia sejati, yang mengerti bahwa dirinya adalah hamba Allah SWT. Oleh karena itu anak didik sebagai pihak yang diajar, dibina dan dilatih untuk dipersiapkan menjadi manusia yang kokoh iman dan selamanya harus mempunyai etika dan berakhlakul karimah baik kepada pendidiknya maupun dengan yang lainnya. Anak didik yang mempunyai etika mulia juga akan mampu mewujudkan norma-norma dan nilai-nilai positif yang akan dipengaruhi keberhasilan di dalam proses pendidikan dan pengajaran. Dengan mempunyai etika atau akhlak yang mulia dan menuntut ilmu dengan baik dan benar akan mampu mengetahui mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Dalam dunia pelajar zaman sekarang banyak pelajar yang menyimpang etika, sehingga tidak sedikit pelajar yang berpotensi akhirnya gagal hanya karena salah pergaulan dan salah memahami cara belajar yang baik dan benar. Ahmad Tafsir (1994: 77)menyatakan bahwa interaksi dan relasi antara guru dan murid sangatlah erat sekali sehingga guru dianggap sebagai bapak spiritual (spiritual father), karena berjasa dalammemberikan santapan jiwa dengan ilmu. Akan tetapi dalam sejarahnya hubungan guru dan murid dalam dunia Islam ternyata sedikit demi sedikit mulai berubah, nilai-nilai norma sedikit demi sedikit mulai berkurang. Semua itu dikarenakan antara lain sebagai berikut:
3
1. Kedudukan guru dalam Islam semakin merosot 2. Hubungan murid dan guru yang bernilai penghormatan semakin menurun. 3. Kepatuhan murid terhadap guru mengalami erosi. 4. Harga karya semakin menurun Padahal, guru adalah penyampai kebenaran. Ketabahan dan keikhlasan mengabdi kepada guru merupakan syarat pokok untuk meraih keberhasilan menempuh pendidikan. (Tafsir, 1994: 77) Pembahasan mengenai interaksi guru dan murid, Syaikh AzZarnuji menulis kitabnya Ta’limul Muta’alim:
ِ ِ ِ ال الْعِْل َم َوالَيَْن تَ َف ُع بِه اِالم بِتَ ْع ِظْي ِم الْعِْل ِم َواَ ْهلِه ُ َب الْعِْل ِم الَ يَن َ ا ْعلَ ْم ِبَ من طَل ِوتَع ِظيماالُست ِاذ وتَوقِ ِيه ْ ْ َ َْ ْ ْ َ “Ketahuilah sesungguhnya orang yang mencari ilmu itu tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat mengambil manfaatnya tanpa mau menghormati ilmu dan gurunya. (Az-Zarnuji, 2009:27) Kedudukan akhlak, murid dalam lingkungan pendidikan menempati tempat yang paling penting sekali. Sebab apabila murid mempunyai etika yang baik, maka akan sejahtera lahir dan batinnya, akan tetapi apabila akhlaknya buruk maka rusaklah lahirnya atau batinnya. Murid ketika berhadapan dengan guru, sang murid
harus
senantiasa menghormati. Sekali ia menjadi murid dari seorang guru, selamanya status itu tidak akan bisa lepas. Dalam kamus kehidupan, tidak ada istilah “mantan murid” dan “mantan guru”. (Salamullah, 2008: 115) Salah satu kitab yang membahas tentang pendidikan Islam adalah Ta’limul Muta’alim. Salah satu keistimewaan dari kitab Ta’limul
4
Muta’alim ini terletak pada materi yang dikandungnya. Meskipun kecil dan dengan judul yang seakan-akan hanya membahas metode belajar, sebenarnya esensi kitab ini juga mencangkup tujuan, prinsip-prinsip dan strategi belajar yang didasarkan pada moral religius. Kitab ini tersebar hampir keseluruh penjuru dunia. Kitab ini juga telah tercetak dan diterjemahkan serta dikaji di berbagai penjuru dunia, baik di Timur maupun di Barat. Di Indonesia, kitab Ta’limul Muta’alimyang dikarang oleh Syaikh Az-Zarnuji yang dikaji dan dipelajari di setiap lembaga pendidikan klasik tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren modern. Dari pembahasan kitab ini, dapat diketahui tentang konsep pendidikan Islam yang dikemukakan Syaikh Al-Zarnuji yaitu tentang keutamaan ilmu, niat belajar, cara memilih guru, ilmu, teman dan ketabahan dalam belajar, cara menghormati ilmu dan guru, dsb. (Baharuddin, 2015: 75) Kitab Ta’limul Muta’alim ini secara keseluruhan terdiri dari 1 jilid dan terdapat 273 halaman, serta keseluruhannya merupakan suatu nazamnazam atau syair-syair arab yang diterjemahkan dalam bahasa jawa salaf, bait syair berjumlah 119 bait. Karangan Imam Syaikh Az-Zarnuji yang berisikan pendidikan Islam yaitu akhlak-akhlak yang mulia dalam menuntut ilmu, agar kita bisa mencapai keseimbangan dalam pertumbuhan manusia bisa mendapat ridha Alllah SWT, memperoleh kebahagiaan di akhirat, berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang lain,
5
mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam, serta mensyukuri nikmat Allah SWT. Dari diskripsi yang telah penulis paparkan di atas, maka penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang pendidikan dalam kitab Ta’limul Muta’alim, sehingga melalui kerangka berfikir Syaikh Al-Zarnuji inilah,
maka
PENDIDIKAN
penulis
mengangkat
SYAIKH
judul
skripsi
AZ-ZARNUJI”(Analisis
“PEMIKIRAN Kitab
Ta’limul
Muta’alim).
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana konsep dasar tentang pendidikan Islam itu? 2. Bagaimana pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan dalam kitab Ta’lim Muta’allim? 3. Bagaimana analisis pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan dalam kitab Ta’lim Muta’allim? 4. C. Tujuan Penelitian Adapun dalam penelitian ini tujuan yang ingin dicapai dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk menjelaskankonsep dasar tentang pendidikan Islam. 2. Untuk menjelaskan pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan dalam kitab Ta’lim Muta’allim.
6
3. Untuk mengetahui analisis pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan dalam kitab Ta’lim Muta’allim.
D. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan ini yaitu: 1. Untuk menambah wawasan bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. 2. Sebagai sumbangan yang diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dan pengetahuan sesuai dengan bidangnya yaitu ajaran Islam. 3. Sebagai sumbangan yang dimaksud agar hasil penelitian dapat memberikan dan membantu wawasan masyarakat di bidang ajaran Islam yang berkaitan dengan masalah pendidikan Islam
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah intelektual biografis. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kehidupan Syaikh Az-zarnuji dalam hubungannya dengan masyarakat, sifat watak, pengaruhpengaruh internal dan eksternal yang membentuk pemikirannya. (Nazir, 1998: 62) Serta mengetahui sejauh mana posisi dan kontribusinya dalam perkembangan pendidikan.
7
2. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penulis menempuh langkah-langkah melalui riset kepustakaan (library research), yaitu suatu riset kepustakaan atau penelitian murni. (Hadi, 1987: 9) Dan metode ini mengkaji
sumber-sumber
tertulis
yang
telah
diplublikasikan.
(Arikunto, 1991: 10) Misalnya kitab-kitab buku dan sebagainya yang ada kaitannya dengan yang diteliti penulis. Adapun mengenai sumber data primer adalah “Kitab Ta’limul Muta’alim” dan tanpa menafikan buku-buku lain yang ada hubungannya dengan sumber data primer. 3. Metode Analisis Data Dalam analisis data, penulis berusaha untuk mencoba memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian. (Moleong, 2001: 103) Adapaun metode-mtode yang diapakai dalam menganalisis data sebagai berikut : a. Metode Deskriptif Analisis Sanapiah Faisal mendefisinikan metode deskriptif adalah berusaha mendeskripsikan dan menginterprestasikan apa yang ada, baik kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung dan telah berkembang”. (Faisal, th. h: 19) Sedangkan menurut Ibnu Hajar metode deskriptif
8
adalah memberika gambaran yang jelas dan akurat tentang fenomena yang diselidiki.(Hajar, 1996: 274) Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan dan sekaligus menganalisis pemikiranpemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan. b. Metode Content Analysis Metode content analisis adalah suatu metode untuk mengungkapkan isi pemikiran tokoh yang diteliti. (Nawawi, 1995: 68) Seodjono memberikan definisi content analisis adalah usaha untuk mengungkapkan isi sebuah buku yang menggambarkan situasi
penulis
dan
masyarakatnya
pada
waktu
itu
ditulis.(Soedjono, 1999: 14) Metode ini sangat urgen sekali untuk mengetahui kerangka berfikir Syaikh Az-zarnuji yang tertuang dalam kitab Ta’lim Muta’allim tentang pendidikan.
F. Penegasan Istilah Untuk memperjelas penelitian skripsi ini dan menghindari salah faham, maka akan dijelaskan istilah-istilah dalam judul di atas sebagai berikut: 1. Pemikiran Pendidikan Secara etimologis, pemikiran berasal dari kata dasar “pikir” yang berarti akal budi, ingatan, angan-angan. Dan ketika kata dasar tersebut mendapatkan imbuhan awalan ber-, maka akan mempunyai makna menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan
9
memutuskan sesuatu atau menimbang-nimbang dalam ingatan. Adapun kata pemikiran sendiri mempunyai pengertian proses, cara atau perbuatan memikir. (Tim penyusun kamus pembinaan dan pengembangan bahasa, 1990:682-683) Sedangkan pendidikan secara etimologi, berasal dari kata “didik”, mendapat imbuhan me-
menjadi mendidik, yang berarti
memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Ketika kata dasar tersebut mendapat akhiran –an menjadi didikan, yang berarti hasil mendidik. Ketika mendapat imbuhan pe- menjadi pendidik, yang berarti orang yang mendidik. Dan ketika kata dasar tersebut mendapat awalan pedan mendapat akhiran –an maka menjadiPendidikan yang mempunyai pengertian “Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. (Kamus besar Bahasa Indonesia, 1990: 263 ) Dengan demikian pemikiran pendidikan adalah merupakan usaha yang dilakukan secara sadar untuk membimbing dan mengarahkan seseorang untuk mencapai suatu tingkah laku yang baik dan terpuji serta menjadikannya sebagai suatu kebiasaan untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
10
2. Ta’limul Muta’alim Merupakan kitab dari salah satu karangan Syaikh Az-zarnuji, yang berisikan nazam-nazam yangberjumlah 119 sya’ir, 13 pokok pembahasan atau pasal, yang bermakna tentang cara, tata krama dan akhlak-akhlak
mulia
terutama
bagi
para
pencari
ilmu
agar
mendapatkan ilmu yang bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat terutama dalam memuliakan guru dan ilmu.
G. Sintematika Penulisan Skripsi Sistematika penulisan yang dimaksud oleh penulis di sini adalah gambaran singkat tentang subtansi pembahasan secara garis besar. Agar dapat memberi gambaran yang lebih jelas tentang keseluruhan isi dari skripsi, maka penulis membagi sistematika ke dalam lima bab yang diawali dengan halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar, abstrak dan daftar isi yang selanjutnya diikuti oleh bab ke bab. Bab I: Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metodologi penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi. Bab
II:
Konsep
dasar
tentang
pendidikan
yang
menjelaskanpengertian pendidikan, sumber-sumber pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam, ruang lingkup pendidikan Islam, materi pendidikan Islam dan metode pendidikan Islam.
11
Bab III: Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan dalam kitab Ta’limul Muta’alim, dalam bab ini memuat beberapa pembahasan seperti halnya tentangriwayat hidup Syaikh Az-zarnuji, latar belakang pendidikan Syaikh Az-Zarnuji dan guru-guruya, latar belakang sosial politik, karya-karya Syaikh Az-zarnuji, isi kitab Ta’limul Muta’alimdan pemikiran Syaikh Az-zarnuji tentang pendidikan dalam kitab Ta’limul Muta’alim Bab IV: Merupakan bab analisis yang meliputi, aplikasi pemikiran Syaikh az-Zarnuji dalam pendidikan, kelebihan dan kelemahan pemikiran Syaikh az-Zarrnuji tentang pendidikan, inti pemikiran Syaikh az-Zarnuji tentang pendidikan dalam Kitab Ta’limul Muta’alim dan relevansi pemikiran Syaikh az-Zarnuji terhadap pendidikan modern. Bab V merupakan bab yang terakhir yang mensajikan kesimpulan, saran-saran dan penutup.
12
BAB II KONSEP DASAR TENTANG PENDIDIKAN ISLAM A. Pengertian Pendidikan Banyak sekali definisi pendidikan yang diperkenalkan dengan publik. Sehingga terkadang pendidikan mengalami reduksi yang cukup berarti akibat kurangnya pemahaman pendidikan secara universal. Karenanya perlu memahami apa itu pendidikan (education). Pendidikan secara etimologi, berasal dari kata “didik”, mendapat imbuhan me- menjadi mendidik, yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Ketika kata dasar tersebut mendapat akhiran –an menjadi didikan, yang berarti hasil mendidik. Ketika mendapat imbuhan pe- menjadi pendidik, yang berarti orang yang mendidik. Dan ketika
kata dasar
tersebut mendapat awalan pe- dan mendapat akhiran –an maka menjadi Pendidikan yang mempunyai pengertian “Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. (Kamus besar Bahasa Indonesia, 1990: 263 ) Sesungguhnya nilai hidup seseorang sangat tergantung pada keberhasilan atau tertundanya keberhasilan dalam sistem pendidikan yang mengarahkannya. Karena pendidikan adalah sarana penting yang terarah dan terencana untuk mewujudkan tujuan dari pendidikan yang tidak akan pernah terlepas dari pendidik dan peserta didik.
13
Menurut Hasan Langgulungdalam bukunya Asas-Asas Pendidikan, istilah pendidikan dalam bahasa Inggris education, yang berasal dari bahasa latin educare yang berarti memasukkan sesuatu, barangkali bermaksud memasukkan ilmu ke kepala seseorang. Jadi di sini ada tiga hal yang terlibat: ilmu, proses memasukkan dan kepala seseorang. Lebih jauhnya ia menjelaskan sebenarnya pendidikan dapat dilihat dari dua segi. Pertama dari sudut pandang masyarakat, dan kedua dari pandangan individu. Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewarisan kebudayaan individu generasi tua ke generasi muda, agar hidup masyarakat tetap berkelanjutan. Atau masyarakat punya nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara. Dalam pengertian tersebut kata yang merujuk pada “agar hidup masyarakat tetap berkelanjutan”. Bisa mengandung (Hifdzul nafs, hifdzul al din, hifdzul mal, hifdzul aql, hifdzul Nasl) Bila dilihat dari kaca mata individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Individu itu laksana lautan dalam yang penuh mutiara dan bermacam-macam ikan, tetapi belum tampak. Ia masih berada didasar laut. Ia perlu dipancing dan digali supaya dapat menjadi makanan dan perhiasan bagi manusia. Manusia mempunyai berbagai bakat dan kemampuan yang kalau pandai kita mempergunakannya bisa berubah menjadi emas dan intan, bisa menjadi kekayaan yang berlimpah-limpah. (Langgulung, 1988: 3-4)
14
Sementara Imam Al-Ghazali memberikan definisi tentang pendidikan adalah menghilangkan akhlak yang buruk dan menanamkan akhlak yang baik. Dengan demikian pendidikan merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk melahirkan perubahan-perubahan yang prograssive pada tingkah laku manusia. (Iqbal, 2015: 90) Menurut Zakiyah Daradjad pengertian seperti yang lazim dipahami sekarang belum terdapat di zaman Nabi. Tetapi usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi dalam menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih ketrampilan berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim itu, telah mencangkup arti pendidikan dalam pengertian sekarang. Dengan kaitannya yang akan dibahas penulis adalah pendidikan Islam. Kembali Zakiyah Daradjad memberikan definisi, pendidikan Islam adalah: membentuk kepribadian Muslim, membentuk sikap dan perilaku sesuai dengan petunjuk ajaran Islam. (Daradjad, 2011: 27) Secara tersirat Muhammad Athiyah Al-Abrasyi memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna akhlaknya, teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan maupun dengan tulisan. (Iqbal, 2015: 566)
15
KH. MA Sahal Mahfudh juga memberikan definisi pendidikan agama Islam melalui pengertian pendidikan pesantren adalah, “mendalami ilmu agama dan berakhlak yang mulia”. Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang hidup dan ingin hidup sepanjang masa harus selalu mengembangkan dan meningkatkan peran dirinya demi kepentingan masyarakat. (Zubaedi, 2007: 205) Menurut rumusan Azyumardi Azra, pesantren telah memainkan tiga peranan: transmission of islamic knowledge (penyampaian ilmu-ilmu keislaman), maintenance of islamic tradition (pemeliharaan tradisi Islam) dan reproduction of ulama (pembinaan calon-calon ulama). (Zubaedi, 2007: 16) Dengan demikian bahwasanya pendidikan mempunyai tanggung jawab untuk membentuk, mengembangkan karakter dan jiwa-jiwa muslim, sesuai dengan ajaran Islam. Bahwa setiap warisan budaya Islam tidak hanya berupa seperangkat aturan dan tata tehnis, akan tetapi juga berupa nilai-nilai ajaran Islam. Sesungguhnya nilai hidup seseorang sangat tergantung pada keberhasilan atau kegagalan sistem pendidikan yang mengarahkannya. Dengan memahami bahwa setiap orang adalah bagian masyarakat yang sedikit banyak akan memberikan sumbangsih (negatif maupun positif) bagi kehidupan bersama, sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan satu-satunya sarana terpenting dalam membentuk masyarakat yang ideal.
16
B. Sumber-Sumber Pendidikan Islam Abdurrahman an-Nahlawi dalam bukunya Prinsip-Prinsip dan Metode
Pendidikan
merupakan
Islam
kebutuhan
berpendapat
mutlak
untuk
bahwa dapat
pendidikan
Islam
melaksanakan
Islam
sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah. Berdasarkan makna ini, maka pendidikan Islam mempersiapkan diri manusia guna melaksanakan amanat yang dipikulnya kepada-Nya. Menurut Abdurrahman an-Nahlawi ini berarti, sumber-sumber Islam dan pendidikan Islam itu sama, yakni yang terpenting, Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Tidak diragukan lagi, al-Qur’an telah meninggalkan dampaknya terhadap pribadi Rasulullah saw. Dan para shabahatnya. Aisyah istri beliau, telah memberikan kesaksiannya tentang hal itu,. Dikatakannya:
*َكا َن ُخلُ ُقهُ الْ ُق ْرآ َن
"Akhlak beliau adalah al-Qur’an”. Secara sistematik, kata as-sunnah berarti: perjalanan hidup, metode dan jalan. Secara ilmiah berarti: kumpulan sabda Rasulullah saw., perbuatan, peninggalan, sifat, ikrar, larangan, apa yang disukai dan tidak disukai, bela negara, ihwal dan kehidupannya. Pribadi Rasulullah saw. juga merupakan contoh edukatif yang sempurna bagi manusia. Orang yang mengkaji kepribadian Rasulullah saw. akan mengetahui, bahwa beliau benar-benar seorang pendidik yang agung, mempunyai metode pendidikan yang luar biasa dan memperhatikan segala kebutuhan dan tabiat anak-anak. (An-Nahlawi, 1992: 41, 46-47)
17
Sedangkan, sumber-sumber pendidikan Islam menurut Hasan AlBanna dapat diformulasikan sebagai berikut: Pertama,Al-Qur’an. Alqur’an sebagai pendidikan Islam yang pertama dan utama. Dalam keyakinan AlBanna bahwasanya Al-Qur’an mesti menjadi dasar moralitas individu, dan menekankan penerapan syari’ah dalam seluruh permasalahan termasuk permasalahan pendidikan. Al-Qur’an menduduki tempat paling depan dalam pengambilan sumber-sumber pendidikan lainnya. Segala kegiatan dan proses pendidikan Islam haruslah senantiasa berorientasi kepada prinsip-prinsip dan nilai-nilai Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan Allah untuk menunjukkan manusia ke arah yang lebih baik. Allah menjelaskan ini dalam firman-Nya;
ِ ِ ِ ومآ اَنْزلْنا علَيك الْ ِكت * اختَ لَ ُف ْوا فِْي ِه َوُه ًدى موَر َْحَةً لهَِق ْوٍم يُّ ْؤِمنُ ْو َن ْ ْي ََلُُم المذى َ ب االم لتُبَ ِه َ َ َ ْ َ َ َ ََ
“Dan kami tidak menurunkan kepadamu al-kitab (Al-Qur’an) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi manusia beriman. (QS. An-Nahl/16: 64) (Depag, 2011: 267) Karenanya wajar bila segala kegiatan dan proses pendidikan Islam senantiasa berorientasi kepada prinsip-prinsip Al-Qur’an. Alqur’an memberikan prinsip yang sangat penting bagi pendidikan, yaitu penghormatan kepada akal manusia, bimbingan ilmiah, tidak menentang fitrah manusia, serta memelihara kebutuhan sosial. Kedua, Al-Sunnah. Sumber pendidikan Islam kedua adalah Sunnah Nabi. Menurut Al-Banna sunnah Nabi merupakan cerminan prinsip, manifestasi wahyu dalam segala perbuatan, perkataan dan taqrir Nabi. Sebagai mana Al-Qur’an, Sunnah Nabi mesti menjadi dasar moralitas
18
individu dan menjadi tuntutan yang harus di ikuti. Dalam sunnah Nabi terkandung unsur-unsur pendidikan yang sangat berarti. Sehubungan dengan persoalan di atas, Hasbi Ash-Shiddieqy mengatakan, bahwa sunnah menurut istilah muhaaditsin, ialah segala yang dinukilkan dari Nabi Saw, baik berupa perkataan, perbuatan maupun berupa taqrir, pengajaran sifat, kelakuan perjalanan hidup, baik yang demikian itu sebelum Nabi Saw, diangkat menjadi rasul, maupun sesudahnya. Dalam kaitannya dengan lapangan pendidikan, menurut anNahlawi Sunnah Nabi mempunyai dua faedah yang sangat besar yaitu: 1. Menjalankan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan menerangkan hal-hal kecil yang terdapat di dalamnya. 2. Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah Saw, bersama para sahabatnya, perlakuannya terhadap anak-anak dan penanaman keimanan ke dalam jiwa yang dilakukannya. Ketiga, Kata-kata Sahabat. Sumber ketiga pendidikan Islam adalah kata-kata sahabat. Hal ini disebabkan bahwa para sahabat bergaul dekat dengan Nabi SAW, akhirnya banyak mengetahui Sunnah Nabi yang menjadi sumber kedua pendidikan Islam. Karenanya sudah tentu kata-kata dan perbuatannya sahabat pun dapat dimasukkan sebagai sumber pendidikan Islam. Keempat, Nilai-nilai Sosial Masyarakat. Sumber pendidikan Islam yang keempat adalah nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang tidak
19
bertentangan dengan ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Nabi di atasprinsip mendatangkan kemaslahatan bagi manusia. Dengan sumber ini, maka pendidikan Islam dapat diletakkan di dalam kerangka sosiologis, selain menjadi sarana transmisi pewaris kekayaan sosial budaya yang positif bagi kehidupan manusia. Kelima, Warisan Pemikiran-pemikiran dalam Islam. Sumber kelima pendidikan Islam adalah warisan pemikiran-pemikiran dalam Islam. Dalam hali ini hasil pemikiran para ulama, filosof, cendikiawan muslim, khususnya dalam bidang pendidikan dapat menjadi referensi (sumber) pengembangan pendidikan Islam. (Iqbal, 2015: 413-414)
C. Unsur-Unsur Pendidikan 1. Tujuan Pendidikan Islam Amirah, S.Pd., M.Si. dalam bukunya Mendidik Anak di Era Digital berpendapat bahwa pendidikan merupakan pilar utama dalam membangun bangsa. Tinggi rendahnya derajat suatu bangsa ditentukan kualitas pendidikan masyarakatnya. Karenanya dengan pendidikan yang tepat akan melahirkan anak-anak didik bangsa yang bermoral, cerdas, memiliki etos kerja dan inovasi yang tinggi. Oleh sebab itu yang terpenting dalam sebuah tujuan pendidikan adalah menumbuhkan dan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki manusia sehingga berakhlak mulia, berfikir cerdas, kuat dan kreatif, inisiatif dan responsitif.
20
(Amirah, 2010: 3) Karena tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau kegiatan selesai. (Daradjad, 2011: 29) Menurut KH. MA Sahal Muhfudh Tujuan pendidikan Islam sebagaimana yang terangkum dalam (pendidikan pesantren), ialah membentuk manusia yang akrom (lebih bertakwa kepada Allah SWT.) dan shalih (yang mampu mewarisi bumi ini dalam arti luas, mengelola, memanfaatkan, menyeimbangkan dan melestarikan) dengan tujuan akhir untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. (Zubaedi, 2007: 206) KH. MA Sahal Mahfudh menegaskan bahwa “akrom” merupakan mencapai kelebihan dalam kaitan manusia sebagai makhluk terhadap Kholik-nya, untuk mencapai kebahagiaan di akhirat, seperti firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:
ِ إِ من أَ ْكر م ُكم ِعْن َد * اّللَ َعلِْي ٌم َخبِْي ٌر إِ من ه,اّلل أَتْ َق ُك ْم ه ْ ََ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah SWT. Ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu”. (Depag, 2011: 515) Dalam hal ini, pesantren secara institusional telah menekankan
pandangan terhadap ilmu pengetahuan keagamaan (tafaqquh fiddin). Sedangkan shaleh berarti manusia yang secara potensial mampu berperan aktif, berguna dan terampil dalam kaitannya dengan kehidupan sesama makhluk. (Zubaedi, 2007: 207) Filosofis sholeh diambil dari surat ke 21 Al-Anbiya’ ayat 105:
ِ ِ ِ ِ ِ * صلِ ُح ْو َن ي ال م َ َولََق ْد َكتَ ْب نَا ِِف المزبُ ْوِر م ْن بَ َعد ال هذ ْك ِر اَ من ْاالَْر َ ض يَِرثُ َها عبَاد
“Dan sungguh, telah kami tulis di dalam Zabur setelah (tertulis) di dalam Az-Zikr (Lauh Mahfuz), Bahwasanya bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang sholeh”. (Depag, 2011: 331)
21
Berdasarkanpada ayat ini Pendidikan Islam (pesantren) mencoba memberikan bekal ilmu pengetahuan, yang punya implikasi sosial menyeluruh dan mendasar. Seperti: ilmu pertanian, ilmu politik teknologi, perindustrian, ilmu kebudayaan dan lain sebagainya. Menurut kalangan pesantren, pengkajian ilmu-ilmu semacam itu bersifat kolegial (fardlu kifayah) Baik lembaga pesantren maupun pendidikan yang dikelola pemerintah (madrasah), merupakan proyek besar dari tujuan pendidikan nasional. Sebagaimana yang tercantum dalam BAB II pasal 3 UUSPN disebutkan bahwa; pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UUD no. 20 th 2003, 2003: 12) Pada BAB I pasal 4, tujuan pendidikan agama dalam segala tingkat pengajaran umum adalah sebagai berikut: 1. Menanamkan perasaan cinta dan taat kepada Allah dalam hati kanak-kanak yaitu dengan mengingatkan hikmat Allah yang tidak terhitung banyaknya. 2. Menanamkan itikad yang benar dan kepercayaan yang betul dalam kanak-kanak. 3. Mendidik kanak-kanak dari kecilnya, supaya mengikut suruhan Allah dan meninggalkan segala laranganNya, baik kepada Allah maupun kepada masyarakat, yaitu dengan mengisi hati mereka, supaya takut kepada Allah dan ingin akan pahalaNya. 4. Mendidik kanak-kanak dari kecilnya, supaya membiasakan akhlak yang mulia dan adat kebiasaan yang baik. 5. Mengajar peajaran-pelajaran, supaya mengetahui macammacam ibadah yang wajib dikerjakan dan cara melakukannya,
22
serta mengetahui hikmah-hikmahnya dan pengaruhnya untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. 6. Memberi petunjuk mereka untuk hidup di dunia dan menuju akhirat. 7. Memberi contoh dan suri teladan yang baik, serta pengajaran dan nasihat-nasihat. 8. Membentuk warga negara yang baik dan masyarakat yang baik, yang berbudi luhur dan berakhlak mulia, serta berpegang teguh dengan ajaran agama. Pendeknya tujuan pendidikan agama ialah mendidik anak-anak, pemuda-pemudi dan orang dewasa supaya menjadi orang muslim sejati, beriman teguh, beramal salih dan berakhlak mulia, sehingga ia menjadi salah seorang anggota masyarakat yang sanggup hidup di atas kaki sendiri, mengabdi kepada Allah dan berbakti kepada bangsa dan tanah airnya, bahkan sesama umat manusia. (Yunus, 1983: 13) Kongres se-Dunia ke II tentang pendidikan Islam tahun 1980 di Islamabad, menyatakan bahwa: Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia (peserta didik) secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional; perasaan dan indera. Kerana itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik; aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif dan mendorong semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia. (Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, 2005: 37) Sedangkan menurut Omar Muhammad Attoumy Asy-Syaebani (1992: 60) tujuan pendidikanIslam memiliki empat ciri-ciri pokok, yaitu: 1. Sifat yang bercorak agama dan akhlak
23
2. Sifat keseluruhannya yang mencakup segala aspek pribadi pelajar (subyek didik), dan semua aspek perkembangan dalam masyarakat. 3. Sifat keseimbangan, kejelasan, tidak adanya pertentangan antara unsur-unsur dan cara pelaksanaannya. 4. Sifat realistik dan dapat dilaksanakan, penekanan pada perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku dan pada kehidupan, memperhitungkan perbedaan perbedaan perseorang an di antara individu, masyarakat dan kebudayaan dimanamana dan kesanggupan untuk berubah dan berkembang bila diperlukan. (Achmadi, 1992: 60-61) Dengan bekal itulah diharapkan manusia mampu mencapai kebahagiaannya baik di dunia maupun akhirat bukan semata pencapaian materialisme (sebagaimana kaum materialistik), ataupun hanya mengejar urusan akhirat semata (surga neraka) sebagaimana kaum tradisionalkonservative. Beberapa tokoh pendidikan mengemukakan pendapat mereka, diantaranya: 1. M. Athiyah al-Abrasyi (1970: 2) mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam terdiri dari 5 sasaran, yaitu: a. mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa, b. memperhatikan agama dan dunia sekaligus
24
c. memperhatikan segi-segi manfaat agama, moral dan kejiwaan, d. mempelajari ilmu semata-mata untuk ilmu saja. Dalam buku Kasyfu-Zunnun, Haji Khalifah berkata: “Ilmu adalah sesuatu yang paling lezat dan paling mulia”. e. Mempersiapkan pendidik untuk berkarya, berpraktek dan berproduksi untuk mencari rezeki. (Al-Abrasyi, 1970: 1-4) 2. Abdurrahman an-Nahlawi, mengatakan bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah merealisasikan ubudiyah kepada Allah di
dalam
kehidupan
manusia,
baik
individu
maupun
masyarakat. Hal ini berarti sejalan dengan tujuan diciptakannya manusia dimuka bumi ini, yakni untuk meribadah kepada Allah SWT. QS. Adz-Dzariyat 51: 56
ِ ِْ وما خلَ ْقت * س االم لِيَ ْعبُ ُد ْو ِن ُ َ ََ َ ْاْل من َو ْاالن “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku” (Depag, 2011: 523) 3. Ahmad D. Marimba
mengatakan bahwa
tujuan akhir
pendidikan Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim. (Marimba, 1962: 47) Sedangkan tentang kepribadian muslim, yakni kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya, baik tingkah laku luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya, filsafat hidup dan
25
kepercayaannya menuju pengabdian kepada Tuhan dengan wujud penyerahan diri kepada-Nya. 4. Dalam pandangan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah bahwa tujuan pendidikan Islam yang utama adalah menjaga (kesucian) fitrah manusia dan melindunginya agar tidak jatuh ke dalam penyimpangan
serta
mewujudkan
dalam
dirinya
ubudiyah(penghambaan) kepada Allah Ta’ala. Yang demikian itu dikarenakan bahwa Allah Ta’ala tidak menciptakan hambaNya kecuali untuk beribadah kepada-Nya. (Iqbal, 2015: 472) Jadi ibadah kepada Allah adalah tujuan utama diciptakannya seorang hamba. Allah ta’ala berfirman dalam QS. AzdDzariyat/ 51: 56 yang artinya “Dan saya tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar merek beribadah kepada-Ku”. (Depag, 2011: 523) Dalam kaitannya dengan tujuan pendidikan Islam tersebut, Athiyaah Al-Abrasyi memberikan rumusan-rumusan sebagai berikut: Pertama, Mencapai akhlak yang sempurna. Tujuan pendidikan Islam mempunyai tujuan pokok dan tujuan pendukung, dengan kata lain mempunyai konsentrasi tertentu yang harus ditempuh dan dicapai terlebih dahulu sebelum konsentrasi lainnya. Dalam hal ini Al-Abrasyi mengedepankan pencapaian akhlak yang sempurna, sebagai tujuan pokok pendidikan Islam.
26
Kedua, Memperhatikan Agama dan Dunia sekaligus. Tujuan pendidikan Islam ini mempunyai ruang lingkup yang sangat luas dan mengandung prinsip keseimbangan bukan hanya berorientasi dan memikirkan dunia saja atau akhirat saja, melainkan bersama-sama memikirkan dunia dan akhirat, tanpa memandang sebelah. Ketiga,Memperhatikan segi-segi manfaat. Segi-segi manfaat dijadikan tujuan dalam pendidikan Islam karena hal itu berkaitan dengan tujuan-tujuan sebelumnya, seperti adanya ilmu kedokteran yang berguna dan bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit, ilmu tarbiyah
untuk
memperbaiki atau mendidik peserta didik, namun dalam hal ini Al-Abrasyi lebih menekankan pada bidang agama, akhlak dan kejiwaan serta dasar pendidikan Islam bukanlah perbedaan mencari rizqi atau bersifat materi lainnya.” Dari Ibnu Mas’ud: Saya diajar oleh Tuhan dan Ia telah mendidikku dengan sebaik-baiknya”. Keempat,Mempelajari ilmu untuk mendapatkan dzat itu sendiri. Tema yang paling cocok untuk tujuan ini adalah untuk memperoleh profesionalisme (teoritis). Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan beliau bahwa pendidikan Islam adalah ideal, dimana ilmu diajarkan karena kelezatan-kelezatan ruhiyah, untuk dapat sampai pada hakekat ilmiyah dan akhlak yang terpuji. Setiap apa-apa yang ditinggalkan oleh kaum muslimin dalam bentuk peninggalan-peninggalan ilmiyah, sastra, agama, seni, maka akan mendapat suatu kekayaan dari yang maha besar dan tidak ada bandingannya di dunia ini. Hal ini membuktikan bahwa mereka sangat
27
memperhatikan ilmu karena ilmu, dan sastra karena sastra, dan seni karena seni. Kelima, Pendidikan Kejujuran, Pertukangan untuk mencari rizqi. Tujuan ini pernah disinggung oleh Ibnu Sina.” Apabila seorang anak sudah membaca Al-Qur’a, menghafal pokok-pokok bahasa, setelah itu berulah ia mempelajari apa yang menjadi,
pilihannya dalam bidang
pekerjaan, untuk itu haruslah diberi petunjuk serta dipersiapkan dalam berkarya, praktik, dan berproduksi sehingga ia dapat bekerja, mendapat rizqi, hidup dengan terhormat, serta memelihara segi-segi keruhanian dan keagamaan. (Iqbal, 2015: 575-578) Berdasarkan rumusan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan Islam merupakan proses mendidik, membimbing
dan membina fitrah
secara maksimal peserta didik secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta didik sebagai muslim paripurna (insan kamil). Melalui sosok pribadi yang demikian, peserta didik diharapkan
akan
mampu memadukan fungsi iman, ilmu dan amal. QS. Al-Mujaadilah/58: 11
ِ ََِي يُّ َها الم ِذيْ َن َآمنُ ْوآ اِ َذا قِْيل لَ ُك ْم تَ َف مس ُح ْوا ِِف الْ َم َجل ,س فَافْ َس ُح ْوا يَ ْف َس ِح ماّللُ لَ ُك ْم َ ٍ والم ِذين اُوتُوا الْعِْلم درج, واِ َذا قِيل انْ ُشزوا ي رفَ ِع ماّلل الم ِذين آمنُوا ِمْن ُكم َو ماّللُ ِِبَا,ت َ َ َ َ ْ ْ َ ْ َ ْ ْ َ َ ْ ُ َْ ْ ُ َ ْ َ * تَ ْع َملُ ْو َن َخبِْي ٌر
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, “berilah kelapangan didalam majelis-majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apa dikatakan ,”Berdirilah kamu!, maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orangorang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
28
beberapa derajat. Dan Allah maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. (Depag , 2011: 543) Secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis, baik di dunia maupun akhirat. (Al-Rasyidin, 2005:38) 2. Ruang Lingkup Pendidikan Islam Ruang lingkup pendidikan Islam tidak dapat dilepaskan dari bagaimana ia dibingkai dalam sebuah koridor yang disebut sebagai kurikulum. Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia olah raga yang berarti “a litle racecourse” (suatu jarak yang harus ditempuh dalam pertandingan olah raga). Berdasarkan pengertian ini, dalam konteksnya dengan dunia pendidikan, memberinya pengertian sebagai “circle of instruction” yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid terlibat di dalamnya. Sementara pendapat yang lain dikemukakan bahwa kurikulum ialah arena pertandingan tempat pelajar bertanding untuk menguasai pelajaran guna mencapai garis penamat berupa diploma, ijazah atau gelar kesarjanaan. (Al-Rasyidin, 2005: 55) Dari definisi tersebut Ibnu Khaldun menyimpulkan bahwa kurikulum itu memepunyai empat unsur pokok, yaitu: tujuan pendidikan yang ingin dicapai, pengetahuan-pengetahuan, maklumat-maklumat, data kegiatan-kegiatan, pengalaman-pengalaman dari mana terbentuknya kurikulum itu, metode pengajaran serta bimbingan kepada murid,
29
ditambah metode penilaian yang dipergunakan untuk mengukur kurikulum dan hasil proses pendidikan. (Iqbal, 2015: 529) Omar Muhammad al-Taoumy al-Syaibany (2005: 61), membatasi kurikulum pendidikan Islam dengan ciri-ciri umum sebagai berikut: 1. Mementingkan tujuan agama dan akhlak dalam berbagai hal seperti tujuan dan kandungan, kaedah, alat dan tekniknya. 2. Meluaskan perhatian dan kandungan hingga mencakup perhatian, pengembangan serta bimbingan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologi, sosial dan spiritual. 3. Adanya prinsip keseimbangan antara kandungan kurikulum tentang ilmu dan seni, pengalaman dan kegiatan pengajaran yang bermacammacam. 4. Menekankan
konsep
menyeluruh
dan
keseimbangan
pada
kandungannya yang tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu teoritis, baik yang bersifat aqli maupun naqli, tetapi juga meliputi seni halus, aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer, teknik, pertukangan, bahasa asing dan lain-lain. 5. Keterkaitan antara kurikulum pendidikan Islam dengan minat, kemampuan, keperluan dan perbedaan individual antara siswa. (AlRasyidin, 2005: 61) Sedangkan Abdurrahman an-Nahlawi (1992: 273) menyebutkan ciri-ciri khas kurikulum Islami, yaitu:
30
1. Sistem dan perkembangan kurikulum tersebut hendaknya selaras dengan fitrah insani sehingga memiliki peluang untuk menyucikannya, menjaganya dar penyimpangan dan menyelamatkannya. 2. Kurikulum dimaksud hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, yaitu ikhlas, taat dan beribadah kepada Allah. 3. Pertahapan serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan periodasi perkembangan peserta didik maupun unisitas (ke-khasan)nya seperti karakteristik peserta didik dalam berbagai tahapan perkembangan. 4. Dalam berbagai pelaksanaan, aktivitas, contoh dan nash-Nya, hendaknya kurikulum memelihara segala kebutuhan nyata kehidupan masyarakat, sambil tetap bertopang pada jiwa dan citra ideal Islaminya, seperti rasa syukur serta harga diri sebagai umat Islam serta tetap mendukung dan menegakkannya. 5. Secara keseluruhan struktur dan organisani kurikulum tersebut hendaknya tidak bertentangan dan tidak menimbulkan pertentangan, terarah kepola hidup Islami. 6. Hendaknya kurikulum itu realistik, dalam arti bahwa ia dapat dilaksanakan
sesuai
dengan
situasi
dan
kondisi
serta
batas
kemungkinan yang terdapat di negara yang akan melaksanakannya. 7. Hendaknya metode pendidikan dalam kurikulum bersifat luwes, sehingga dapat disesuaikan dengan berbagai kondisi dan situasi setempat.
31
8. Hendaknya kurikulum itu Efektif, dalam arti menyampaikan dan menggugah perangkat nilai edukatif yang membuahkan tingkah laku yang positif serta meninggalkan dampak efektif (sikap) yang positif pula dalam jiwa generasi muda. 9. Hendaknya kurikulum itu memperhatikan pula tingkat perkembangan siswa yang bersangkutan. 10. Hendaknya kurikulum itu memperhatikan aspek-aspek tingkah laku amaliah Islami. (An-Nahlawi, 1992: 273-277) Selain memiliki ciri-ciri sebagaimana disebutkan di atas, kurikulum pendidikan Islam memiliki beberapa prinsip yang harus ditegakkan. Al-Syaibani dalam hal ini menyebutkan tujuh prinsip kurikulum pendidikan Islam, yaitu: Pertama, prinsip pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran dan lain-lainnya. Setiap bagian yang terdapat dalam kurikulum, mulai dari tujuan, kandungan, metode mengajar dan sebagainya harus berdasar pada agama dan akhlak Islam. Kedua, prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum, yakni mencakup tujuan membina aqidah, akal dan jasmaninya, dan hal-hal lain yang bemanfaat bagi masyarakat dalam perkembangan spiritual, kebudayaan, sosial dan sebagainya. Ketiga,prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan kurikulum.
32
Keempat,prinsip
perkaitan
antara
bakat,
minat,
kemampuan-
kemampuan dan kebutuhanpelajar. Kelima,prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual diantara para pelajar, baik dari segi minat maupun bakatnya. Keenam, prinsip menerima perkembangan dan
perubahan sesuai
dengan perkembangan dan tempat. Ketujuh, prinsip ketekaitan antara berbagai mata pelajaran dengan pengalaman-pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum. Selain itu kurikulum pendidikan Islam juga memiliki landasan yang meliputi dasar agama, dasar filsafat, dasar psikologis dan dasar sosial. Yaknisecara keseluruhan aspek yang ada dalam kurikulum itu harus didasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam agama, filsafat dan kecenderungan manusia dari segi psikologis dan kehidupannya di masyarakat. (Nata, 1997: 128) Sebagaimana yang tercantum pada BAB 10 pasal 36 UUSPN disebutkan bahwa ketentuan-ketentuan dalam kurikulum adalah: Ayat (1)
Ayat (2)
Ayat (3)
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesusai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a. Peningkatan iman dan taqwa; b. Peningkatan akhlak mulia; c. Peningkatan potensi, kecerdasan dan minat peserta didik; d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
33
e. f. g. h. i. j.
Tuntutan pembangunan daerah dan lingkungan; Tuntutan dunia kerja; Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni; Agama; Dinamika perkembangan global; dan Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. (UUD no. 20 th 2003, 2003: 25) Ibnu Khaldun memaparkan pemikirannya mengenai kurikulum pendidikan Islam dengan berpijak pada klasifikasi ilmu pengetahuan yang didasarkan pada materi yang dibahas dan kegunaannya bagi yang memperlajari. Dalam buku Pemikiran Pendidikan Islam (gagasan para ulama muslimin) Ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi dua macam yaitu, pertama (ilmu
ilmu-ilmu tradisional yang bersumber Al-Qur’an dan Hadits
naqliyah),
peran
akal
hanyalah
menghubungkan
cabang
permasalahan dengan cabang utama. Kedua, ilmu aqliyah (bersumber pada akal). Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat di dunia dan sudah ada sejak mula kehidupan peradaban umat manusia di dunia. 3. Peserta Didik Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya. Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah: a. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik. b. Individu yang sedang berkembang. c. Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
34
d. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. 4.
Orang yang membimbing (pendidik) Yang dimaksud pendidik adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkunga yaitu lingkungankeluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masayarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat. 5. Tempat Peristiwa Bimbingan Berlangsung (lingkungan pendidikan) Lingkungan pendidikan biasanya disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. (Tirtarahardja, 2005: 75) 6. Materi Pendidikan Islam Dalam suatu pembelajaran materi bukanlah merupakan tujuan, tetapi sebagai alat untuk mencapai tujuan. Karena itu penentuan materi pengajaran harus didasarkan pada tujuan, baik dari segi cakupan, tingkat kesulitan, maupun organisasinya. Hal ini karena materi tersebut harus mampu mengantarkan peserta didik untuk bisa mewujudkan sosok individu sebagaimana yang digambarkan dalam tujuan. Untuk memilih jenis materi ajaran agama Islam, ada beberapa kriteria yang bisa dijadikan patokan. Penentuan jenis tersebut didasarkan pada berapa jauh materi tersebut dapat memberikan sumbangan pada pencapaian tujuan. Secara garis besar, materi tersebut dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
35
a. Dasar, yaitu materi yang penguasaannya menjadi kualifikasi lulusan dari pengajaran yang bersangkutan. Materi jenis ini diharapkan dapat secara
langsung
membantu
terwujudnya
sosok
individu
“berpendidikan” yang diidealkan. b. Sekuensial, yaitu materi yang dimaksudkan untuk dijadikan dasar untuk mengembangkan lebih lanjut materi dasar. Materi ini tidak secara langsung dan tersendirinya akan mengantarkan peserta didik kepada peningkatan dimensi keberagaman mereka, tetapi sebagai landasan yang akan mengokohkan materi dasar. c. Instrumental, yaitu materi yang tidak secara langsung beguna untuk meningkatkan keberagaman, tetapi penguasaannya sangat membantu sebagai alat untuk mencapai penguasaan materi dasar keberagaman. d. Pengembangan personal, yaitu materi yang tidak secara langsung meningkatkan keberagaman ataupun toleransi keberagaman, tetapi mampu membentuk kepribadian yang sangat diperlukan dalam “kehidupan beragama” ( Thoha, th. 17-19) Pembahasan materi pendidikan Islam juga tidak bisa telepas dari kajian
ilmu
pengetahuan
dalam
pandangan
al-Qur’an.
Manusia
memperoleh ilmu pengetahuan dari dua sumber, yakni sumber ilahi dan manusiawi. Ilmu pengetahuan jenis pertama diperoleh manusia langsung dari Allah SWT melalui wahyu (Qurani dan Kauni), ilham ataupun impian yang benar, sedangkan ilmu pengetahuan jenis kedua diperoleh manusia
36
dari hasil pengamatan dan pengalaman hidup manusia melalui pendidikan, pengajaran, eksperimen dan riset-riset ilmiah. Hasan
Langgulung
mengistilahkan
kedua
sumber
ilmu
pengetahuan tersebut dengan ciptaan (alam jagat) dan wahyu, serta menyebut hubungan keduanya bersifat komplimenter. Wahyu adalah ensiklopedi dari alam jagat, sedangkan alam jagad adalah kamus dari wahyu. Keduanya merupakan kesatuan yang saling melengkapi. Kebenaran di alam dapat dikonfirmasikan lewat wahyu dan kebenaran wahyu dapat dibuktikan melalui kenyataan yang ada di alam semesta. Dalam QS. Yunus. 10 : 57 menjelaskan:
ِِ ِ ْي ُّ س قَ ْد َجآ ءَتْ ُك ْم م ْو ِعظَةٌ ِهم ْن مربِه ُك ْم َو ِش َفآءٌ لهِ َم ِاِف َ ْ َوُه ًدى موَر َْحَةٌ لهْل ُم ْؤمن,الص ُد ْوِر ُ ََي يُّ َها النما * “Hai manusia, sungguh telah datang kepadamu pengajaran dari Tuhanmu dan menyembuhkan apa yang ada dalam dada (hati) lagi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS. Yunus 10: 57) (Depag, 2011: 215) Tentang fungsi al-Qur’an dijelaskan dalam QS. An-Nahl 16: 44:
ِ ِ واَنْزلْنآ اِلَي... ِ ْي للِن * ماس َمانُهِزَل اِلَْي ِه ْم َولَ َعلم ُه ْم يَتَ َف مك ُرْو َن َ ْ ََ َ َ ك ال هذ ْكَر لتُبَ ِه
... Dan Kami turunkan kepada engkau peringatan (al-Qu’an) supaya engaku terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka, mudah-mudahan mereka memikirkannya. (QS. An-Nahl 16: 44) (Depag, 2011: 272)
Ayat pertama mengandung pesan bahwa Allah SWT menurunkan mau’idhah dan obat untuk manusia, Mau’idhah yang dimaksud disini adalah al-Qur’an yang merupakan petunjuk dan jalan kebaikan, yang
37
dengannya dapat mengobati (meluruskan) penyimpangan-penyimpangan perilaku manusia. Al-Qur’an memuat syari’at agama yang lurus, mengantarkan manusia kepada kebahagiaan, berisi kabar gembira dan peringatan, menjelaskan hukum-hukum, pedoman bagi manusia. Al-Qur’an juga peringatan bagi seluruh alam, seluruh manusia, sebagai aturan dan semua isinya adalah benar. Sehingga dapat dikatakan al-Qur’an merupakan materi pendidikan bagi manusia. (Fatchurrohman, 2006: 81-82) Dinamisnya kehidupan peserta didik yang menuntut adanya penyesuaian antara matei pendidikan dengan kondisi kehidupan peserta didik, agar peserta didik dapat
berintregasi dengan sekitarnya.
Menegaskan bahwa materi pembelajaran harus senantiasa sesuai dengan kebutuhan langsung yang dirasakan peserta didik. Isi materi pembelajaran bersifat luwes dan fleksibel. Karena materi pembelajaran bukan merupakan hadiah (sesuatu) yang dipaksakan atau potongan-potongan informasi yang diberikan kepada peserta didik, melainkan penyajian kembali serangkaian pengetahuan yang tersusun rapi dan sistematis kepada peserta didik. Materi pendidikan juga harus senantiasa didasarkan pada situasi kekinian yang konkrit dan mencerminkan kehidupan peserta didik. Karena pendidikan merupakan proses yang mengantarkan peserta didik
mampu
menyelesaikan
masalah
hari
ini,
mengantisipasi
permasalahan hari esok dan mengembangkan budaya hari esok. (Fatchurrohman, 2006: 85-86)
38
Sementara itu teori-teori dalam pengembangan ilmu pendidikan Islam memerlukan berbagai macam cabang ilmu antara lain: ilmu filsafat, ilmu pendidikan, ilmu psikologi, ilmu ekonomi dan lain-lain. Adapun langkah-langkah yang diperlukan dalam pengembangan ilmu pendidikan Islam antara lain: Pertama, harus mampu mengakomodir ilmu pengetahuan; Kedua, meyakini bahwa ilmu pengetahuan berasal dari Allah; Ketiga, mengupayakan adanya keseimbangan pendidikan; Keempat, mengupayakan adanya organisasi dan Kelima, mempunyai ekonomi yang mapan dan memiliki kemampuan politik.(Arief, 2002: 12) 7.
Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif) Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik
antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan manipulasi isi, metode, serta alat-alat pendidikan. (Tirtarahardja, 2005: 76) 8. Metode Pendidikan Islam Metode berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari dua perkataan, yaitu meta yang berarti “melalaui” dan hodos, yang artinya “jalan” atau “cara”. Dengan demikian metode dapat diartikan sebagai cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. (Arifin, 1993: 97) Dalam proes pendidikan pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, tanpa metode suatu materi pelajaran tidak akan berproses secara efesien dan
39
efektif dalam kegiatan belajar mengajar untuk menuju tujuan pendidikan. Makadalam menerapkan metode Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan bisa diperoleh dengan cara: a. Berfikir (Tafakur) Berfikir adalah aplikasi akal untuk membantu analisa dan sintesa melalui alat indra (pendengaran, penglihatan, penciuman dan perasaan). Proses berfikir ini sebagai af’idah (jama’ fu’ad). Adapun tingkatan-tingkatan berfikir sebagaimana diungkapkan Ibnu Khaldun: “Adapun ilmu-ilmu aqliyah adalah alamiyah bagi manusia, karena manusia adalah makhluk yang berfikir. b. Keragu-raguan ( Skeptisme) Manusia pada hakikatnya belum tau apa-apa dan ia menjadi berilmu melalui aktifitas pencarian terhadap pengetahuan. Sudah wataknya bahwa manusia itu belum bisa mengerti karena keraguraguan yang ada pada ilmunya maka ia berilmu melalui pencarian pengetahuan dan kemahiran (pengalaman), dia mencapai obyek yang dicarinya dengan berfikirnya yang berdasarkan syarat-syarat imitative. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa Ilmu pengetahuan dan pengajaran merupakan hal yang alami dalam peradaban manusia. Kata Ibnu Khaldun “ Sesungguhnya ilmu pengetahuan dan pengajaran merupakan hal yang alami dalam peradaban manusia”.
40
c. Pembiasaan (Ta’wid) Pengajaran ilmu pengetahuan adalah suatu kemahiran: “ Bahwa pengajaran merupakan suatu kemahiran”. Pengajaran muncul dari kemahiran dan kemahiran ini berbeda dengan pemahaman dan pengetahuan melalui hapalan, pemahaman akan suatu masalah yang termasuk bagian dari disiplin ilmu tunggal, bisa kita peroleh sama bagus hasilnya dengan mereka yang benar-benar mendalami disiplin ilmu itu baik bagi siswa baru, orang awam maupun para sarjana yang pandai. (Iqbal, 2005: 536-538) Kemampuan ini akan bermanfaat bagi menetapkan materi pendidikan yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Bila pendidik memaksakan materi di luar kemampuan peserta didiknya, maka akan menyebabkan kelesuan mental dan bahkan kebencian terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Bila ini terjadi, maka akan menghambat proses pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara materi pelajaran yang sulit dan mudah dalam cangkupan materi pendidikan. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidikan hendaknya mampu
menggunakan
metode
mengajar
yang
efektif
dan
efisien.Dalam hal ini Ibnu Khaldun sebagaimana dikutip Scheleifer mengemukakan 6 (enam) prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik, yaitu : (1) prinsip pembiasan; (2) prinsip tadrij (berangsurangsur); (3) prinsip pengenalan umum (generalistik); (4) prinsip
41
kontinuitas; (5) memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik; (6) menghindari kekerasan dalam mengajar. (Al-Rasyidin, 2005:95) Sedangkan metode pembelajaran yang digunakan Ibnu Khaldun adalah: 1) Metode pertahapan (tadarruj) 2) Metode pengulangan ( Tikrari) 3) Metode kasih sayang (al-Qur’an wa al-Muyanah) 4) Metode peninjauan kematangan usia dalam mengajarkan alQur’an 5) Metode penyesuaian dengan fisik dan psikis peserta didik 6) Metode kesesuaian dengan perkembangan potensi peserta didik 7) Metode penguasaan satu bidang 8) Metode widya-wisata (Rihlah) 9) Praktek/latihan (Tadrib) 10) Metode menghindari peringkasan buku (Ikhtisar at-Turuk). (Iqbal, 2015: 548) Ibnu Sina juga memiliki beberapa konsep metode pembelajaran, yaitu: Pertama, Metode talqin; perlu digunakan dalam mengajarkan membaca al-Qur’an, mulai dengan cara memperdengarkan bacaan alQur’an kepada anak didik sebagian demi sebagian. Kedua, Metode demonstrasi; dapat digunakan dalam pembelajaran yang bersifat praktis, seperti cara mengajar menulis.
42
Ketiga, Metode pembiasaan dan keteladanan; termasuk salah satu metode pengajaran yang paling efektif, khususnya dalam mengajarkan akhlak. Keempat, Metode diskusi; dapat dilakukan dengan cara penyajian pelajaran dimana siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang dapat berupa pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Kelima, Metode magang; Para murid Ibnu Sina yang mempelajari ilmu kedokteran dianjurkan agar menggabungkan teori dengan praktik. Metode ini akan menimbulkan manfaat ganda, yaitu disamping akan membuat anak didik mahir dalam suatu bidang ilmu juga akan mendatangkan keahlian dalam bekerja yang menghasilkan kesejahteraan secara ekonomis. Keenam,
Metode penugasan;
dilakukan dengan menyusun
sejumlah model atau naskah kemudian menyampaikan kepada para murid untuk dipelajarinya. Ketujuh,Targhib dan tarhib; dalam pendidikan modern dikenal istilah reward yang berarti hadiah dan merupakan salah satu alat pendidikan dan berbentuk reinforcement yang positif, sekaligus sebagai motivasi yang baik. Namun, dalam keadaan terpaksa, metode hukuman (targhib) atau punishment dapat dilakukan dengan cara diberi peringatan atau ancaman terlebih dahulu. (Iqbal, 2015: 11-12)
43
Metode-metode yang dikemukakan Ibnu Sina tersebut telah banyak berpengaruh ke berbagai perguruan Islam dan pendidikan umat di masanya. Rasulullah saw. dalam pengajarannya juga memiliki metodemetode yang di terapkan yaitu: 1) Metode Bil Hikmah, Mauizhah Hasanah dan Jidal (Mujadalah) 2) Metode memotivasi bertanya 3) Metode tes dan melempar pertanyaan 4) Metode penyegaran 5) Metode mengenali kapasitas dan dialek audiens 6) Metode mengalihkan realitas indrawi kepada realitas kejiwaan 7) Metode peragaan 8) Metode ungkapan dengan bahasa kiasan 9) Metode gradual 10) Metode mengapresiasi pertanyaan 11) Metode mendekatkan realitas abstrak dalam bentuk konkret 12) Mentode memperkuat pendapat dengan argumen 13) Metode mengarahkan kepada pemikiran yang bernilai tinggi 14) Metode kisah dan cerita 15) Metode pendekatan perumpamaan. (Al-Maliki, 2002: 47) Syarat-syarat yang harus dijaga dalam menggunakan metodemetode pendidikan agar dalam proses belajar mengajar itu dapat berjalan lancar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, dalam bukunya Abudin
44
Nata, menurut Ibnu Taimiyyah maka yang harus diperhatikan lebih dahulu adalah hal-hal sebagai berikut: a) Perhatian terhadap persiapan dan kemampuan pelajar b) Memperhatikan tahapan dalam belajar c) Kesempurnaan ilmu dan pengetahuan yaitu adanya perpaduan antara teori dan praktek Melalui penjabaran cukup panjang di atas, maka kita menjadi jelas bahwa metode tersebut diarahkan pada penyesuaian materi pendidikan dengan kemampuan individual subyek didik. Ibnu Taimiyah menekankan pentingnya penyesuaian pendidikan dengan daya nalar dan iradat masingmasing subyek didik yang berbeda dengan yang lainnya. (Iqbal, 2015: 60) dan pendidikan Islam atau tarbiyah Islamiyyahmasalah metode mendapat perhatian yang sangat besar. Al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai sumber utama dalam ajaran Islam berisi prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk yang dapat dipahami dan diinterprestasikan menjadi konsep-konsep tentang metode. (Nata, 1997: 108) 9. Evaluasi Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris Evaluation; dalam bahasa Arab: at-taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Dengan demikian secara harfiyah evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan. (Arikunto, 1999: 56) Ralph Tyler, sebagaimana dikutip oleh Suharsimi Arikunto (1999:3), mengatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses 45
pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal ini bagaimana tujuan pendidikan sudah tercapai. Jika belum, bagaimana yang belum dan apa sebabnya. Sedangkan Muhibbin Syah (1999:175), dalam bukunya “Psikologi Belajar” menyatakan, bahwa evaluasi adalah penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program Dari beberapa definisi sebagaimana dikemukakan di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa definisi evaluasi itu dapat ditinjau dari dua sudut pandang, Pertama, evaluasi dalam arti sempit, yaitu penilaian terhadap proses dan hasil kegiatan belajar siswa dalam mencapai tujuantujuan yang telah ditetapkan. Kedua, evaluasi dalam arti luas, yaitu penilaian terhadap semua aspek individu siswa, baik yang berupa achievement test maupun aspek-aspek lain, seperti kepribadian dan tingkah laku siswa, kejujuran, minat, bakat, sifat, sikap dan sebagainya. (Arikunto, 1888: 15) a. Subyek dan Obyek Evaluasi 1) Subyek Evaluasi Secara sederhana, yang dimaksud dengan subyek evaluasi adalah pelaku atau orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Untuk menentukan siapa sebenarnya yang disebut subyek evaluasi, pada dasarnya ditentukan oleh suatu aturan pembagian tugas atau ketentuan yang berlaku, misalnya: a) Untuk melaksanakan evaluasi tentang prestasi belajar siswa, maka sebagai subyek evaluasi adalah guru.
46
b) Untuk melaksanakan evaluasi tentang kinerja karyawan di suatu instansi, maka subyek evaluasi adalah kepala instansi atau petugas yang ditunjuk untuk itu. c) Untuk melakukan evaluasi tentang tingkat kedisiplinan guru dalam mengajar, maka subyek evaluasi adalah kepala sekolah atau wakil kepala yang ditunjuk. Dengan kata lain, yang disebut dengan subyek evaluasi adalah pelaksana evaluasi. Penulis menegaskan dan memilih pengertian ini, sebab dalam beberapa keterangan adakalanya seseorang yang dikategorikan sebagai
subyek
evaluasi
dikatakan
pula
sebagai
obyek/sasaran
evaluasi.Sebagai gambaran dari contoh a) di atas, dikatakan bahwa subyek evaluasi
adalah
guru,
dan
siswa
sebagai
obyek/sasaran
evaluasi.Keterangan ini menyebutkan, bahwa dalam contoh di atas subyek evaluasi adalah siswa, dan obyek evaluasinya adalah prestasi belajar siswa, seperti prestasi matematika, kemampuan membaca, kemampuan menulis, dan lain sebagainya. 2) Obyek Evaluasi Dari uraian tentang subyek evaluasi di atas, secara singkat dapat dikatakan bahwa yang disebut dengan obyek evaluasi adalah orang atau sesuatu yang menjadi sasaran evaluasi. Menurut Suharsimi Arikunto (1999:20), obyek evaluasi itu meliputi tiga hal, yaitu input, transformasi, dan out put, yaitu:
47
a) Input Siswa sebagai input dari sebuah lembaga pendidikan, sebelum dia diterima pada sebuah lembaga pendidikan, biasanya dia dievaluasi terlebih dahulu dengan segala karakteristik yang dimilikinya. Dalam hal ini, minimal ada empat aspek yang perlu dievaluasi, yaitu kemampuan, kepribadian, sikap, dan intelegensinya. b) Transformasi Siswa sebagai input yang telah diterima, kemudian diproses dalam sutu proses transformasi. Dalam proses ini, banyak unsur yang terdapat di dalamnya yang semuanya merupakan obyek/sasaran evaluasi. Unsur-unsur tersebut, adalah: (1) Kurikulum/materi (2) Metode (3) Sarana dan media pendidikan (4) Sistem administrasi (5) Guru dan personil lainnya. c) Output Evaluasi terhadap output lulusan, penting dilakukan untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan prestasi belajar siswa setelah mengikuti program pendidikan. Namun perlu diperhatikan, bahwa dalam evaluasi, output ini hendaknya jangan hanya menitikberatkan pada aspek kognitif saja, tetapi aspek afektif dan psikomotornya pun harus pula diperhatikan dan dievaluasi. Sebab ada kecenderungan yang ada saat ini,
48
bahwa sekolah (guru) hanya mengevaluasi prestasi belajar saja yang bersifat kognitif, sedangkan tingkah laku dan keterampilan apa yang mereka miliki, yang merupakan aspek afektif dan psikomotor, sangat langka dijamah oleh sekolah (guru). (Arikunto, 1999: 29) b. Fungsi Dan Tujuan Evaluasi 1) Fungsi Evaluasi Dengan mengetahui dan memahami makna evaluasi dalam berbagai seginya, maka fungsi evaluasi dalam pembelajaran menurut Suharsimi Arikunto (1999:35) adalah sebagai berikut: a) Evaluasi berfungsi sebagai selektif Dengan mengadakan evaluasi, guru mempunyai cara untuk melakuakn seleksi terhadap siswanya. Seleksi itu sendiri mempunyai berbagai tujuan, antara lain: (1) Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah/kelas tertentu. (2) Untuk memilih siswa yang dapat melanjutkan ke kelas atau tingkat berikutnya, (3) Untuk memilih siswa yang yang berhak mendapat beasiswa, dan lain sebagainya. b) Evaluasi berfungsi sebagai pengukur keberhasilan Fungsi kedua ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana program pembelajaran telah berhasil diterapkan. Dan hasil evaluasi ini, akan menjadi umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
49
c) Evaluasi berfungsi sebagai penempatan Setiap siswa, sejak lahirnya telah membawa bakatnya sendirisendiri, sehingga pelajaran lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Untuk menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, maka digunakan suatu penilaian. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil penilaian yang sama, akan berada dalam kelompok yang sama pula dalam belajar. d) Evaluasi berfungsi sebagai diagnostic Apabila alat yang digunakan dalam evaluasi cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa dan juga sebab musababnya. Jadi, dengan mengadakan evaluasi, sebenarnya guru mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kelebihan dan kelemahannya, sehingga dengan hal ini akan lebih mudah untuk mencari cara dalam meningkatkan kemampuan siswa dan mengatasi kelemahannya. (Arikunto, 1999: 37) 2) Tujuan Evaluasi Berdasarkan pengertian dan fungsi evaluasi pendidikan tersebut di atas, menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2002:58 – 59) maka evaluasi pendidikan juga mempunyai tujuan, yang dapat dilihat dalam dua segi, yaitu: a) Tujuan Umum (1) Mengumpulkan data-data yang membuktikan taraf kemajuan murid dalam mencapai tujuan yang diharapkan;
50
(2) Memungkinkan pendidik/guru menilai aktivitas/pengalaman yang didapat; (3) Menilai metode mengajar yang dipergunakan. b) Tujuan khusus (1) Merangsang kegiatan siswa. (2) Menemukan sebab-sebab kemajuan atau kegagalan. (3) Memberikan
bimbingan
yang
sesuai
dengan
kebutuhan,
perkembangan dan bakat siswa yang bersangkutan. (4) Memperoleh bahan laporan tentang perkembangan siswa yang diperlukan orang tua dan lembaga pendidikan. (5) Untuk memperbaiki mutu pelajaran/cara belajar dan metode mengajar. Pada dasarnya, evaluasi dapat dilakukan dengan secara kuantitatif maupun kualitatif. Dengan cara kuantitatif, berarti data yang diperoleh dari hasil evaluasi, disajikan dalam bentuk skor/angka. Sedangkan secara kualitatif artinya, informasi hasil tes disajikan dalam bentuk pertanyaanpertanyaan verbal, seperti sangat baik, baik, cukup, kurang, dan lain sebagainya.Adapun teknik yang digunakan untuk menghasilkan data yang bersifat kuantitatif, biasanya digunakan teknik tes. Sedangkan untuk menghasilkan data yang bersifat kualitatif, digunakan teknik non-tes Sehubungan dengan itu, guru harus bisa memiliki kemampuan yang sesuai atau memadai, sehingga dalam mengevaluasi siswa yang mengikuti proses pembelajaran pada program pendidikan tertentu itu
51
nantiya siswa tidak akan mengalami banyak hambatan atau kesulitan dalam mencapai tujuan pendidikan.
52
BAB III PEMIKIRAN SYAIKH AZ-ZARNUJI TENTANG PENDIDIKAN DALAM KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM A. Biografi Syaikh Az-Zarnuji 1. Riwayat Hidup Syaikh Az-Zarnuji Az-Zarnuji adalah pengarang kitab Ta’limul Muta’alim akan tetapi nama beliau tidak begitu dikenal dari apa yang ditulisnya. Dalam hal ini terdapat perbedaan pada beberapa penelitian dengan memberikan
nama
lengkap
(gelar)
pada
syaikh
Az-Zarnuji.
Sebagaimana dipaparkan oleh Awaludin Pimay, dalam tesisnya tentang perbedaan nama lengkap (gelar) dari pengarang kitab Ta’limul Muta’alim ini, sebagai berikut; “Khoirudin Al-Zarkeli menuliskan nama Az-Zarnuji dengan Nu’man bin Ibrahim bin Khalil Az-Zarnuji Tajuddin. Seperti dikutip oleh Tatang M. Amirin, M. Ali Chasan Umar dalam kulit sampul buku Az-Zarnuji yang diterjemahannya, menyebutkan nama lengkap azZarnuji sebagai Syaikh Nu’am bin Ibrahim bin Khalil Az-Zarnuji, sementara dalam al-Khalil az-Zarnuji. Busyairi Madjidi yang megutip dari buku Faud al-Ahwani menyebutkan az-Zarnuji isinya. Nama dengan Burhanuddin az-Zarnuji. Demikian juga Muchtar Affandi dan beberapa literature yang dikutip dalam atau Burhan al-Din Az-Zarnuji. Kecuali itu ditemukan pula sebutan lain untuk az-Zarnuji yaitu Burhan al-Islam az-Zarnuji”. (Iqbal, 2015: 370) Mengenai kelahiran atau masa hidup az-Zarnuji hanya dapat diperkirakan lahir pada sekitar tahun 570 H. Sedangkan berkaitan dengan pertanyaan dimana Az-Zarnuji hidup, Van Grunebaum dan Abel memberikan informasi, sebagaimana dikutip oleh Maemonah dalam tesisnyaReward and Punishment Sebagai Metode Pendidikan
53
Anak Menurut Ulama’ Klasik (Studi Pemikiran Ibnu Maskawaih AlGhazali dan Al-Zarnuji) (2009: 52) , mereka berpendapat bahwa azZarnuji adalah seorang sarjana muslim yang hidup di Persia. Lebih lanjut dia menyatakan bahwa az-Zarnuji ahli hukum dari sekolah Imam Hanafi yang ada di Khurasan dan Transoxiana, sayangnya tidak tersedia fakta yang mendukung informasi ini. Meskipun begitu, seorang penulis muslim membuat spekulasi informasi az-Zarnuji aslinya berasal dari daerah Afganistan, kemungkinan ini diketahui dengan adanya nama Burhan al-Din, yang memang disetujui oleh penulis bahwa hal ini biasanya digunakan di negara ini. Terkait dengan hal tersebut, beberapa peneliti berpendapat bahwa dilihat dari nisbahnya nama az-Zarnuji diambil berdasarkan pada daerah dari mana ia berasal yaitu “daerah Zarand”. Zarand adalah salah satu daerah diwilayah Persia yang pernah menjadi ibu kota Sidjistan yang terletak disebelah selatan Heart. (Iqbal, 2015: 370) Dalam masalah riwayat hidup penulis kitab Ta’lim ini juga terjadi ketidak jelasan seperti dikemukakan oleh Abdul Qadiri Ahmad, bahwa sedikit sekali dan dapat dihitung dengan jari, kitab yang menulis riwayat hidup penulis kitab tersebut. Dan beberapa kajian terhadap kitab Ta’lim, tidak dapat menunjukkan secara pasti mengenai waktu kehidupan dan karir yang dicapainya. Sehingga pengetahuan penulis tentang az-Zarnuji sementara ini berdasar pada studi M. Plessner yang dimuat dalam encyclopedia of Islam.
54
Dalam buku Islam Berbagai Perspektif, Didedikasikan untuk 70 Tahun Prof. H. Munawir Sadzali, MA., Affandi Muchtar mendapat informasi lain tentang az-Zarnuji berdasar pada data dari Ibn Khalikan. Yaitu: Menurutnya Imam az-Zarnuji adalah salah seorang guru imam Rukn Addin Imam Zada (wafat 573/1177-1178) dalam bidang fikih. Imam Zada juga berguru pada Syeikh Ridau al-Din an Nishapuri (wafat
antara
Tahun
500-600)
dalam
bidang
Mujahadah.
Kepopulerannya imam Zada diakui karena prestasinya dalam bidang ushuluddin bersama dengan kepopuleran ulama lain yang juga mendapat gelar rukn (sendi). Mereka antara lain Rukn ad-Din atTawusi (wafat: 600). Dan Rukn ad-Din al-Amidi (wafat: 615). Dari data ini dapat dikatakan bahwa az-Zarnuji hidup sezaman dengan syaikh Rida ad-Din an-Nisaphuri. (Iqbal, 2015: 371) Sedangkan tentang kewafatan az-Zarnuji terdapat perbedaan, ada yang menyatakan az-Zarnuji wafat pada tahun 591 H (1195 M) (Iqbal, 2015: 371) dan ada pula yang mengatakan beliau wafat pada 840 H/ 1243 M ( Baharudin dan Wahyuni, 2015: 73). Menurut keterangan Plessnner, bahwasannya ia telah menyusun kitab tersebut setelah tahun 593 H (1197 M), perkiraan tersebut berdasar adanya fakta bahwa az-Zarnuji banyak mengutip pendapat dari guru beliau yang ditulis dalam kitab Ta’lim, dan sebagian guru beliau yang ditulus dalam kitab tersebut meninggal dunia pada akhir abad ke-6 H, dan beliau menimba ilmu dari gurunya saat masih muda, selain itu
55
ditemukan bukti yang memperkuat pendapat ini yakni tulisan dalam bukunya al-Fawahir yang menyebutkan az-Zarnuji merupakan ulama’ yang hidup satu periode dengan Nu’man bin Ibrahim az-Zarnuji yang meninggal pada tahun yang sama, beliaupun meninggal tidak jauh dari tahun tersebut karena keduanya hidup dalam satu periode dan generasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa az-Zarnuji wafat sekitar tahun 620 H. Atau dalam kata lain az-Zarnuji hidup pada seperempat akhir abad ke-6 sampai pada dua pertiga dari abad ke07 H. (Iqbal, 2015: 371)
2. Latar Belakang Pendidikan Syaikh Az-Zarnuji dan Guru-Guruya Az-Zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan Sar Khan, yaitu kota yang menjadi pusat kegiatan keilmuan, pengajaran dan lain-lainnya. Masjid-masjid di kota tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan Ta’lim yang diasuh antara lain oleh Burhanudin al-Maghribi, Syamsuddin Abd. al-Wadjdi, Muhammad bin Muhammad al- Abd asSattar al-Amidi dan lain-lainnya. Selain itu az-Zarnuji belajar dari ulama’-ulama’ lain seperti Ali bin Abi Bikr bin Abdul Jalil al-Farghani al-Marghinani al-Rustami Ruknul Islam Muhammad bin Abi Bakar (w. 573/1177), Hammad bin Ibrahim (w. 592/1196), Ruknuddin al-Farghani (w. 594/1098) dan alImam Sadiduddin al-Shirazi.
56
Adapun guru-gurunya atau yang pernah hubungan langsung dengan az-Zarnuji yaitu sebagai berikut: (a). Imam Burhan al-Din Ali bin Abi Bakr al-Farghinani al-Marghinani, murid Abu Hanifah (w. 593 H/ 1195 M). (b). Imam Fark al-Islam Hasan bin Mansur alFarghani Khadikan, ahli fiqih, sastra dan ilmu kalam, Madzhab Hanafi (w. 592 H/ 1196 M). (c) Imam Zahir al-Din al-Hasan bin Ali alMarghinani (w. 600 H/ 1204 M). (d). Imam Fakhr al-Din al-Khasani (w. 587 H/ 1191 M). (e). Imam Rukn al-Din Muhammad bin Abi Bakr Imam Khwarzade ( 491- 576 H) (f). Ruknul Islam Muhammad bin Abi Bakar, Ahli Fikih, sastra dan syair, Madzhab Hanafi (w. 573 H/ 1177 M). (g). Hamad bin Ibrahim; ulama Fikih, sastra dan ilmu kalam, Mad zahab Hanafi, (w. Tahun 576 H/ 1180M) dan al-Imam Sadiduddin Asy-Syirazi. Ulama’ fikih Madzhab Hanafi. Dengan demikian berdasarkan keterangan tersebut dapat diidentifikasi bahwa pemikiran dan intelektualitas az-Zarnuji sangat banyak dipengaruhi oleh faham fiqih yang berkembang saat itu, sebagaimana faham yang dikembangkan oleh para gurunya, yakni fiqih aliran Hanafiah. Sebagaimana dikemukakan oleh Muid Khan, dalam studinya tentang kitab Ta’lim yang dipublikasikan dalam bahasa Inggris, mengenai karakter pemikiran az-Zarnuji, Muid Khan memasukkan pemikiran az-Zarnuji kekedalam garis pemikiran Madzhab Hanafiyah, yang dikuatkan dengan bukti banyaknya ulama’ Hanafiyah yang
57
dikutip oleh az-Zarnuji, termasuk Imam Abu Hanifah sendiri. Dari sekitar 50 ulama’ yang disebut az-Zarnuji, hanya ada dua saja yang bermadzhab Syafi’iyah, yakni imam Syafi’i sendiri dan imam Yusuf al-Hamdani (wafat tahun 1140). Menurut Muid Khan ide-ide madzhab yang dianutnya mempengaruhi pemikirannya tentang pendidikan. Sehingga Mahmud bin Sulaiman al-Kaffawi yang wafat tahun 990 H/ 1562 M, dalam kitabnya al-A’lamul Akhyar min Fuqaha’i Madzahab al-Nu’ man al-Mukhtar, menempatkan az-Zarnuji dalam peringkat ke12 dari daftar Madzahab Hanafi. Di samping ahli dalam bidang pendidikan tasawuf sangat dimungkinkan, bahwa az-Zarnuji juga menguasai bidang sastra, fikih, ilmu kalam, dan lain-lain.
3. Latar Belakang Sosial Politik Dalam waktu yang diperkirakan sebagai masa hidup az-Zarnuji yakni abad VI H dan memasuki abad VII H atau abad 12-13 M merupakan zaman kemunduran dan kemerosotan daulah Abbasiyah sekitar tahun 292-656 H. Pada masa ini dunia Islam telah mengalami kontak senjata dengan orang-orang Kristen dalam perang salib sejak tahun 1097 M sampai dengan tahun 1291 M dimana kaum muslimin dapat merebut kembali akka. Pada periode yang sama daulah Abbasiyah sedang memasuki periode keempat (447 H/ 1055 M-590 H/ 1194 M), masa kekuasaan bani saljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah yang disebut masa pengaruh Turki kedua, dan periode
58
kelima (590 H/ 1194 M- 656 H/ 1258), pada masa ini kekuasaan khalifah telah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaan khalifah hanya efektif disekitar kota Baghdad. Menurut Luthfi Jum’ah dalam bukunya Tarikh Falsafatil Islam Fil Masyriq wal Maghrib disebutkan bahwa pemimpin-pemimpin militer yang berkebangsaan Turki zaman ini memegang kekuasaan dalam pemerintahan, sedangkan kekuasaan Khalifah semakin lemah. Karena itu banyak amir-amir melepaskan diri dari pemerintahan pusat (Baghdad) dan mendirikan daulat-daulat (kesultanan) yang berdiri sendiri-sendiri. Hal senada juga dikemukakan oleh Philip K. Hitti, bahwa dunia Islam waktu itu sedang mengalami disentegrasi politik. Baghdad sebagai pusat pemerintahan Islam tidak dapat mengendalikan kekuasaannya di daerah-daerah. Hal ini diikuti oleh sikap penguasa daerah yang melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Akan tetapi bahkan ada yang kemudian menguasai pemerintahan pusat (Baghdad), diantaranya Dinasti Buwaihiyyah (320-447 H/932-1055 M), Dinasti Saljuk (Saljuk Besar) didirikan oleh Rukh al-Din Abu Thalib Thughrul Bek ibn Mika’il ibn Saljuk ibn Tuqa, yang menguasai Baghdad dan memerintah selama 93 tahun (429/522 H/ 1037-1127). Dua dinasti ini yang memerintah pada masa az-Zarnuji serta Dinasti Ayubiyah (564648 H/ 1167-1250 M). (Iqbal, 2015: 473-375)
59
B. Karya-Karya Syaih Az-Zarnuji Peneliti tidak mengetahui secara pasti beberapa jumlah kitab yang telah ditulis oleh az-Zarnuji dan hanya mengetahui kitab Ta’lim alMuta’alim adalah satu-satunya karya Imam az-Zarnuji yang dapat dijumpai sampai sekarang dan tanpa keterangan tahun penerbitan. Bahkan beberapa sumber menyebutkan bahwa hanya kitab Ta’lim al-Muta’alim karya az-Zarnuji. Apakah dia hanya menulis sebuah kitab ini saja, ataukan juga menulis kitab-kitab yang lainnya tidak ditemukan catatan yang melaporkan hal itu, teteapi ada indikasi bahwa az-Zarnuji menulis kitab lain namun sudah musnah karena termasuk yang dimusnahkan akibat tragedi sejarah. Sejarah menyebutkan tokoh Jengis Khan dan pasukannya selama 5 tahun (1220-1225 M/ 1617-1622 H) menaklukan dan menghancurkan Persia timur. Ada kemungkinan karya az-Zarnuji lainnya ikut musnah kecuali kitab Ta’lim al-Muta’alim sebagai satu-satunya karya yang terselamatkan. Kitab Ta’lim al-Muta’alim merupakan bagian dari karya az-Zarnuji yang masih sampai sekarang ini. Kitab ini diterbitkan pada tahun 996 H, kitab ini juga diterjemahkan kedalam bahasa Turki oleh Abd. Al-Majid bin Nusuh bin Isra’il dengan judul Irshad al-Ta’lim fi Ta’lim al-Muta’allim. Menurut informasi dari Gesechiehteder Arabschen Litteratur, yang biasa dikenal dengan singkatan G. A. L. Karya Cart Brockelmann, menginforma sikan berdasarkan data yang ada di perpustakaan, bahwa kitab Ta’lim pertama kali diterbitkan di Mursid pada tahun 1265 M, kemudian ditulis
60
tahun 1286, 1873, di Kairo 1281, 1307, 1418, di Istambul 1292, dan di Kasan 1898, selain itu kitab Ta’lim menurut G. A. L.telah diberi catatan atau komentar (syarah), dalam tujuh penerbitan masing-masing atas nama: (a). Nau’i, tanpa keterangan tahun penerbitan; (b). Ibrahim bin Isma’il pada tahun 996 H/ 1588; (c). As-Sa’rani 710/ 711; (d). Ishaq ibn. Ar-Rumi Qili’ 720 dengan judul Mir’atu Atholibin, (e). Qadi B. Zakariya al-Anshari A’saf; (f). Otman Pazari 1986 denagn judul Tafhim al-Mutafahhim; dan (g). H. B. Al-Faqir, tanpa keterangan tahun penerbitan. Kitab Ta’lim al-Muta’alim dikajidan dipelajari hampir setiap lembaga pendidikan Islam, terutama lembaga pendidikan tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren modern, karena pada dasarnya ada beberapa konsep pendidikan az-Zarnuji yang banyak berpengaruh dan patut diindahkan, yakni: (a). Motivasi dan penghargaan yang besar terhadap ilmu pengetahuan dan ulama; (b). Konsep filter terhadap ilmu pengetahuan dan ulama; (c). Pendekatan-pendekatan taknis pendayagunaan potensi otak, baik dalam terapi alamiyah atau moralpsikologis. Sedangkan cara berfikir az-Zarnuji, dapat dikatakan bercorak spiritual atau bersifat metafisis. Hal ini disebabkan oleh pengaruh sosialpolitik yang berlangsung pada saat az-Zarnuji hidup, dimana di zaman kaum saljuk kota Baghdad kembali menjadi ibukota kerohanian sebagai tempat persemayaman. Jadi, corak pemikiran az-Zarnuji banyak
61
dipengaruhi oleh ajaran-ajaran ulama Islam seperti al-Ghazali yang hidup pada masa Abbasiyah. Secara umum, dalam kitab tersebut berisi; Pertama, Pendahuluan. Pada pendahuluan beliau menuliskan pujian dan rasa syukur kepada Allah yang telah melimpahkan melebihkan nikmatnya atas ilmu dan amal atas semesta alam, dan mengucapkan shalawat kepada Muhammad, tokoh arab, dan keluarga, sahabat-sahabat beliau yang merupkan sumber ilmu pengetahuan dan hikmah. Kemudian az-Zarnuji menuliskan kegelisahan beliau terhadap penuntut ilmu yang tekun tapi tidak bisa memetik kemanfaatan dan buahnya. Yaitu, mengamalkan dan menyiarkannya. Karena penuntun tadi salah jalan dan meninggalkan persyaratan yang menjadi keharusan untuk dilakukan. Manusia yang salah jalan akan tersesat dan gagal dalam tujuannya baik besar atau kecil. Maka dengan adanya kitab ini akan memberikan jalan bagi penuntut ilmu, agar mereka tidak tersesat. Selanjutnya az-Zarnuji mengharapkan do’a dari gurunya yang alim dan arif itu untuk para pecinta ilmu semoga diberikannya kebahagiaan di hari kemudian, setelah belajar dari kitab Ta’lim al-Muta’alim tersebut. Kedua, Isi. Kitab ini terdiri dari 13 pasal yaitu: (a). Menjelaskan hakikat ilmu, hukum mencari ilmu, dan keutamaannya; (b). Niat dalam mencari ilmu; (c). Cara memilih ilmu, guru, teman dan ketekunan; (d). Cara menghormati ilmu dan guru; (e). Kesungguhan dalam mencari ilmu, beristiqamah dan cita-cita yang luhur; (f). Ukuran dan urutannya; (g).
62
Tawakal; (h). Waktu belajar ilmu; (i). Saling mengasihi dan saling menasehati; (j). Mencari tambahan ilmu pengetahuan; (k). Bersikap wara’ ketika menuntut ilmu; (l). Hal-hal yang dapat menguatkan hafalan dan yang melemahkannya; (m). Hal-hal yang mempermudahkan datangnya rezeki, hal-hal yang menghambat datangnya rezeki, hal-hal yang dapat memperpanjang dan mengurangi usia. Ketiga, Penutup. Kitab Ta’lim al-Muta’alim diakhiri dengan bab yang ke 13 berisi tentang pasal pendatang dan penghalang rizki, serta pemanjang dan pengurang usia. Setelah itu beliau mengucapkan rasa syukur kepada Allah yang telah mengajarkan manusia sesuatu yang tidak diketahuinya, yang memberikan nikmat dan kemulyaannya dengan adanya petunjuk. Dengan adanya kitab Ta’lim al-Muta’alim yang ditulis oleh Syaikh Ibrahim bin Ismail az-Zarnuji semoga dapat memberi manfaat kepada para penunut ilmu.
C. Isi Kitab Ta’limul Muta’alim Kitab “Ta’limul Muta’alim” yang sedang dikaji ini mempunyai pengertian sopan santun antara pendidik dan peserta didik. Kitab ini sampai sekarang masih dipelajari di berbagai lembaga pendidikan, khususnya pesantren. Sebagaimana judulnya, kitab ini membahas penjelasan berbagai akhlak yang berhubungan dengan guru dan murid. Kitab ini terdiri atas 13 pasal, dimulai dari pengenalan terhadap pengarang (ta’rif bi al-mu’alif),
63
kemudian khutab kitab dilanjutkan dengan pasal satu, dua, tiga sampai tiga belas. Pada bagian akhir ditulis rasa syukur kepada Allah yang telah mengajarkan manusia sesuatu yang tidak diketahuinya, yang memberikan nikmat dan kemulyaannya dengan adanya petunjuk. Bab I. Hakikat ilmu, hukum mencari ilmu dan keutamaannya. Dalam bab ini diterangkan panjang lebar tentang keutamaan orang yang memiliki ilmu pengetahuan dibanding orang yang tidak memiliki ilmu. Bab II. Niat dalam mencari ilmu. Dalam bab ini, mencari ilmu harus diniati dengan niat yang baik sebab dengan niat itu dapat menghantarkan pada pencapaian keberhasilan. Niat yang sungguhsungguh dalam mencari ilmu dan keridlaan Allah akan mendapatkan pahala. Dalam mencari ilmu tidak diperkenankan dengan niat dengan ilmu akan mendapatkan harta banyak. Bab III. Memilih Ilmu, guru, teman dan ketekunan. Dalam bab ini diterangkan bahwa memilih ilmu yang utama adalah ilmu agama, yang didahulukan adalah ilmu tauhid. Dalam memilih guru harus alim, wira'i dan lebih tua. Bab IV. Cara menghormati ilmu dan guru. Bab ini menerangkan bahwa memuliakan guru adalah paling utama dibanding memuliakan yang lain. Sebab dengan gurulah manusia dapat memahami tentang hidup, dapat membedakan antara yang hak dan batil. Memuliakan tidak terbatas pada sang guru namun seluruh keluarganya wajib dimuliakan.
64
Bab V. Kesungguhan dalam mencari ilmu, beristiqamah dan citacita yang luhur. Bab ini menerangkan bahwa orang yang mencari ilmu itu harus bersungguh-sungguh dan kontinyu. Orang yang mencari ilmu tidak boleh banyak tidur yang menyebabkan banyak waktu terbuang sia-sia dan dianjurkan banyak waktu malam yang digunakan belajar. Untuk memperoleh ilmu yang berkah harus menjauhi maksiat. Bab VI. Ukuran dan tertib dalam belajar atau urutannya. Dalam bab ini diterangkan bahwa permulaan dalam mencari ilmu yang lebih afdhal adalah hari Rabu. Kemudian ukuran dalam belajar sesuai dengan kadar kemampuan seseorang dan dalam belajar harus tertib artinya harus diulang kembali untuk mengingat pelajaran yang telah diajarkan. Bab VII. Tawakal. Dalam bab ini diterangkan bahwa setiap pelajar hendaknya selalu bertawakal selama dalam mencari ilmu (dalam pendidikan). Selama dalam mencari ilmu jangan sering menyusahkan mengenai rejeki, hatinya jangan sampai direpotkan memikirkan masalah rejeki. Dalam belajar harus diimbangi dengan tawakal yang kuat. Bab VIII. Waktu belajar ilmu. Dalam bab ini diterangkan bahwa waktu menghasilkan ilmu tidak terbatas, yaitu mulai masih dalam ayunan (bayi) sampai ke liang lahat (kubur), dan waktu yang utama untuk belajar adalah waktu sahur (menjelang subuh), dan antara maghrib dan isya'. Bab IX. Belas kasih dan nasihat. Dalam bab ini diterangkan bahwa orang yang berilmu hendaklah mempunyai sifat belas kasihan kalau sedang memberi ilmu. Tidak dibolehkan mempunyai maksud jahat dan iri
65
hati, sebab sifat itu adalah sifat yang membahayakan dan tidak ada manfaatnya. Bila kita diolok-olok janganlah dibalas dengan kekerasan. Bab X. Mencari faedah atau ilmu tambahan. Dalam bab ini diterangkan bahwa dalam mencari ilmu dan mendapatkan faedah adalah agar dalam setiap waktu dan kesempatan selalu membawa alat tulis (pulpen dan kertas) untuk mencatat segala yang didengar, yang berhubungan dengan faedah ilmu. Bab XI. Wira’i (berlaku hati-hati terhadap hal-hal yang makruh dan hal-hal yang syubhat). Dalam bab ini diterangkan bahwa sebagian dari wara’ adalah menjaga diri dari kekenyangan, terlalu banyak tidur, terlalu banyak bicara (membicarakan sesuatu yang tidak ada manfaatnya). Bab XII. Sesuatu yang dapat menguatkan hafalan dan yang melemahkannya. Dalam bab ini diterangkan bahwa yang menyebabkan mudah hafal adalah bersungguh-sungguh dalam belajar, rajin, tetap, mengurangi makan dan mengerjakan salat malam. Adapun yang menyebabkan mudah lupa adalah maksiat, banyak dosa, susah, prihatin memikirkan perkara dunia, banyak pekerjaan dan ada sesuatu yang melekat dalam hati. Bab XIII. Sesuatu yang memudahkan datangnya rezeki dan menyempitkan rejeki, memperpanjang dan mengurangi umur. Dalam bab ini diterangkan bahwa sabda Rasulullah, "Tidak ada yang mampu menolak takdir kecuali doa. Dan tidak ada yang bisa menambah umur, kecuali berbuat kebaikan. Orang yang rejekinya sial (sempit), disebabkan dia
66
melakukan dosa". Kemudian yang menyebabkan kefakiran adalah tidur telanjang, kencing telanjang, makan dalam keadaan junub, makan sambil tidur miring, meremehkan sisa makanan, membakar kulit bawang merah atau bawang putih, menyapu rumah dengan menggunakan gombal, menyapu rumah pada waktu malam, menyapu sampahnya tidak dibuang langsung, berjalan atau lewat didepan orang tua, memanggil ayah ibunya dengan sebutan namanya, menusuk-nusuk gigi dengan memakai kayu asal ketemu saja, membasuh tangan dengan tanah atau debu, duduk di atas tangga pintu, bersandar pada tepi pintu, berwudlu di tempat istirahat, menjahit pakaian pada waktu sedang dipakai. Kemudian sesuatu yang dapat menambah umur adalah berbuat kebaikan, tidak menyakiti hati orang lain, memuliakan orang tua, atau membaca do'a.
D. Pemikiran Pendidikan Syaikh Az-Zarnuji dalam Kitab Ta’limul AlMuta’alim Salah satu karya monumental Syaikh az-Zarnuji yang berbicara tentang pendidikan adalah kitab Ta’limul Muta’alim yang mengupas masalah belajar mengajar. Kitab ini diakui sebagai karya yang monumental dan sangat diperhitungkan keberadaannya. Kitab ini juga banyak dijadikan bahan penelitian dan rujukan dalam penulisan karyakarya ilmiah, terutama dalam bidang pendidikan. Kitab ini tidak hanya digunakan oleh ilmuwan Muslim saja, tetapi juga dipakai oleh para orientalis dan penulisa barat.
67
Keistimewaan lain dari kitab Ta’limul Muta’alim ini terletak pada materi yang dikandungnya. Meskipun kecil dan dengan judul yang seakanakan hanya membahas metode belajar, sebenarnya esensi kitab ini juga mencakup tujuan, prinsip-prinsip dan strategi yang didasarkan pada moral religius. Kitab ini tersebar hampir keseluruh penjuru dunia. Kitab ini juga telah dicetak dan diterjemahkan serta dikaji di berbagai dunia, baik di Timur maupun di Barat. Di Indonesia, kitab Ta’limul Muta’alim dikaji dan dipelajari hampir di setiap lembaga pendidikan klasik tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren modern. Dari pembahasan kitab ini, dapat diketahui tentang konsep pendidikan Islam yang dikemukakan az-Zarnuji. Secara umum kitab ini mencakup tiga belas pasal yang singkat-singkat, yaitu; (a). Pengertian ilmu dan keutamaannya; (b). Niat belajar; (c). Memilih guru, ilmu, teman dan ketabahan dalam belajar; (d). Menghormati ilmu dan ulama; (e). Ketekunan, kontinuitas dan cita-cita yang luhur; (f). Permulaan dan insensitas belajar serta tata tertibnya; (g). Tawakal kepada Allah; (h). Masa belajar; (i). Kasih sayang dan memberi nasihat; (j). Mengambil pelajaran; (k). Wara’ (menjaga diri dari yang subhat dan haram) pada masa belajar; (l). Penyebab hafal dan lupa; (m). Masalah rezeki dan usia. Pasal-pasal tersebut dapat disimpulkan ke dalam tiga cakupan besar, yaitu pembagianpengetahuan, tujuan pembelajarandan metode
68
belajar (the division of knowledge, the purpose of learning dan the method of study). Ketiga bidang pendidikan inidapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Pembagian Ilmu Syaikh az-Zarnuji membagi ilmu pengetahuan dalam empat kategori. Pertama,ilmu fardhu ‘ain, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap Muslim secara individual. Hal ini didasarkan pada hadits “Menunut ilmu wajib bagi muslim laki-laki dan perempuan”. Dalam kamus istilah fiqih, fardlu ‘ain yaitu perbuatan yang dikerjakan oleh setiap mukallaf, seperti shalat, puasa (dalam bulan Ramadhan), zakat, haji dan sebagainya. (Mujib, dkk. 1994: 74) Adapun kewajiban menuntut ilmu yang pertama kali harus dilaksanakan adalah memperlajari ilmu tauhid, yaitu ilmu yang menerangkan keesaan Allah beserta sifat-sifat-Nya. Baru kemudian mempelajari ilmu-ilmu lainnya, seperti fiqih, shalat, zakat, haji dan lain sebagainya yang kesemuanya berkaitan dengan tata cara beribadah kepada Allah.(Baharuddin dan Wahyuni, 2015: 76-77) Kedua, ilmufardhu kifayah; Kewajiban yang bisa dilakukan oleh hanya sebagian mukallaf. Bila hal itu telah dilakukan oleh seorangatau beberapa orang mukallaf, maka lainnya bebas dari kewajiban tersebut. Akan tetapi jika tidak ada seorang pun yang melakukannya, semuanya mendapat dosa. (Mujib, dkk. 1994: 412)
69
ِ ْ ِض ْاالَ َحا ب ِ ظ َما يَ َق ُع ِِف بَ ْع ض َعلَى َسبِْي ِل الْ ِك َفا يَِة إِذَا قَ َام بِِه ُ َواَما ِح ْف ٌ ْي فَ َف ْر ِ ِ .ْي َ ْ ض ِِف الْبَ ْل َدة َس َق َط َع ِن الْبَاق ُ الْبَ ْع
“Adapun mempelajari amalan agama yang dikerjakan pada saat-saat tertentu seperti salat jenazah dan lain-lain, itu hukumnya fardhu kifayah. Jika disuatu daerah sudah ada orang yang mempelajari ilmu tersebut, maka yang lain bebas dari kewajiban”. (Syaikh azZarnuji, 2009: 9) Tetapi, bilamana seluruh penduduk kampung tersebut tidak melaksanakannya, maka seluruh penduduk kampung itu menanggung dosa. Dengan kata lain, ilmu fardhu kifayah adalah ilmu dimana setiap umat Islam sebagai suatu komunitas diharuskan menguasainya, seperti ilmu pengobatan, ilmu astronomi dan lain sebagainya. Ketiga,ilmu haram;Sesuatu / perkara-perkara yang dilarang oleh syara’. Berdosa jika mengerjakannya dan berpahala jika meninggalkannya. (Mujib, dkk. 1994: 99)
ِض فَت علُّمه حرام ِالَنمه يضُّر والَ ي ْن َفع وا َْلرب ِمن قَض ِاء ا م ِ ِ ِ و ِع ْلم الن ّلل َ ْ ُ ََ َ ُ َ َ ُ َ ُ ٌ َ َ ُ ُ َ َ ِ ُّج ْوم ِبَْن ِزلَة الْ َمَر ُ َ َ ِ .َوقَ َد ِرهِ َغْي ُر ُمُْك ٍن
Sedangkan mempelajari ilmu nujum (ilmu perbintangan yang biasanya digunakan untuk meramal) itu hukumnya haram, karena ia diibaratkan penyakit yang sangat membahayakan. Dan mempelajari ilmu nujum itu hanyalah sia-sia belaka, karena ia tidak bisa menyelamatkan seseorang dari takdir Tuhan. (Syaikh az-Zarnuji, 2009: 9) Tetapi dalam kitabnya Syaikh az-Zarnuji menjelaskan;
ِ اَللمه مم اِالم اِذَا ت علمم ِمن الن ِ ِ ف بِِه الْ ِقب لَةَ واَوقَات ال م .ك ُ ُّج ْوم قَ ْد َرَما يَ ْع ِر َ ص ََلة فَيَ ُج ْوُز ذَل َ َْ ْ ُ ُ َ َ ََ
Boleh mempelajari ilmu nujum (ilmu falak) untuk mengetahui kiblat dan waktu-waktu shalat. Keempat,ilmu jawaz, yaitu ilmu yang hukum mempelajarinya adalah boleh karena bermanfaat bagi manusia. Misalnya, ilmu kedokteran, yang dengan mempelajarinya akan diketahui sebab dari
70
segala sebab (sumber penyakit). Hal ini diperbolehkan karena Rasulullah Saw.sendiri juga berobat. Seperti dalam Kamus Istilah Islam, ilmu Jawaz yaitu boleh. Pernyataan bebas melakukan sesuatu, tidak terikat dengan kewajiban atau larangan. (Mujib, dkk. 1994: 139).
2. Unsur-Unsur Pendidikan Syaikh Az-Zarnuji a. Niat dan Tujuan Belajar Mengenai niat dan tujuan belajar, Az-Zarnuji mengatakan bahwa niat yang benar dalam belajar adalah untuk mencari keridhaan Allah Swt., memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat, berusaha memerangi
kebodohan
pada
diri
sendiri
dan
orang
lain,
mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam dan mensyukuri nikmat Allah.
ٍ سعيد عن ٍ مالك عن ََيَي بن حممد بن َ َبن َم ْسلَم َة ق ٌ ََخبَ َران ُ ََح َدثَن ْ أ:ال ُ اعبدهللا َْ ٍ اهيم عن َع ْل َق َمةَ بن َوقم اَْالَ ْع َمالُبِالنِهيم ِة َولِ ُك ِهل ْام ِر ٍئ:ال َ َاص َع ْن عُ َمَراَ من َر ُس ْو َل هللاِ صلم ق َ إبر ِ َ فَمن َكانَت ِهجرتُه اِ ََل هللاِ ورسولِِه فَ ِهجرتُه اِ ََل هللاِ ورسولِِه ومن َكان.مانَوى ْ ْ َ َ ْ ُ ََ ُت ه ْجَرتُه ُ َْ ُ َْ ْ ْ َ َ َ ْ ُ ََ ِ ِ ٍ ِ . اجَراِلَْي ِه َ ل ُدنْيَا يُصْي بُ َها اَ ِو ْامَرأَة يَتَ َزمو ُج َها فَ ِه ْجَرتُهُ ا ََل َم َ اه
Abdullah ibn Maslamah berkata: Telah memeritahu kami Malik dari Yahya ibn Said dari Muhammad ibn Ibrahim Alqa mah Bin Waqas Dari Umar ra., ia berkata: bahwasanya Rasulullah saw bersabda:”Bahwasanya semua amal itu tergantung niatnya dan bahwasanya apa yang diperoleh oleh seseorang adalah sesuai dengan apa yang di niatkannya. Barangsiapa yang hijrah karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya menuju Allah dan Rasul-Nya. Dab barangsiapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang akan dinikahinya maka hijrahnya itu hanya memperoleh apa yang
71
diniatkannya dalam hijranya itu”. (H.R. Bukahori ). (Bukhori. 1412 H/1992 M: 24) Sehubungan dengan hal ini, Az-Zarnuji mengingatkan agar setiap penuntut ilmu tidak sampai keliru menentukan niat dalam belajar, misalnya belajar yang diniatkan untuk mencari pengaruh, mendapatkan kenikmatan duniawi atau kehormatan dan kedudukan tertentu. Jika masalah niat ini sudah benar, tentu ia akan merasakan kelezatan ilmu dan amal serta berkuranglah kecintaannya pada harta dunia, sebagaimana hadits yang artinya, “Sesungguhnya pokok dari semua pekerjaan bergantung pada niat”. (Baharuddin dan Wahyuni, 2015: 78) Syeikh Imam Hammad bin Ibrahim bin Ismail Assyafar Al Anshari membacakan syairnyakepada Abi Hanifah;
ْ َ ْ َ ََ ْ َ َ َّ َ ْ َ َ َ الرش ِاد فاز ِبفض ِل ِمن# لم ِلل َم َع ِاد من طلب ال ِع ْ ْ ل َن ْيل َف# َف َيا ل ُخ ْس َران َطالبه ض ِل ِم َن ال ِع َب ِاد ِ ِ ِ ِِِ ِ
“Siapa yang menuntut ilmu untuk akhirat, tentu ia akan memperoleh anugerah kebenaran. Dan kerugian bagi orang yang menunut ilmu hanya karena mencari kedudukan di masyarakat”.(Syaikh az-Zarnuji, 2009: 15). b. Peserta Didik (Murid)
Fokus pembahasan banyak ditujukan kepada murid. Syarat – syarat yang harus dimiliki dan dipenuhi oleh murid, baik itu mengenai kognitif (intelektual), afektif (sikap, nilai – nilai) dan psikomotor (kelincahan / keterampilan) dan kehalusan bahasa sesuai dengan tujuan proses balajar. Murid harus memilih ilmu, guru dan teman. (Az Zarnuji,tt:13). Seorang murid harus rajin, tekun dan mempunyai cita –
72
cita, tertiban belajar, wara' dan menguraikan tentang hal – hal yang dapat memperkuat, memperlemah hafalan. (Az Zarnuji,tt:41) c. Pendidik (Guru) Guru dalam belajar itu adalah seorang yang sangat dihormati dan ilmu tidak akan bermanfaat tanpa menghormati guru. Murid memilih guru dengan cara mencari yang alim, yang bersifat wara’ dan yang lebih tua. (Az Zarnuji, tt: 20) d. Alat Pendidikan Yang dimaksud dengan alat pendidikan ialah segala sesuatu yang
dipergunakan
terlaksananya
langsung
pendidikan.
atau
(Wasty
tidak
langsung
Soemanto,tt:149).
membantu Dengan
demikian, alat – alat pendidikan yang dapat digunakan itu cukup banyak. Misalnya, buku, alat tulis dan sebagainya. Materi pendidikan yang tertera dalam berbagai macam bidang studi yang terwujud dalam bentuk buku pelajaran yang merupakan bagian dari komponen alat pendidikan amat diperhatikan oleh Az Zarnuji e. Metode Pembelajaran Dalam kitab Ta’limul Muta’alim Az-Zarnuji menjelaskan bahwa metode pembelajaran meliputi dua kategori. Pertama, metode yang bersifat etik religi. Kedua, metode yang bersifat teknik strategi. Termasuk ke dalam kategori pertama adalah pemikirannya yang mengharuskan para pelajar mempraktekkan beberapa jenis amalan agama tertentu. Kategori ini dikatakan sebagai allogical, dalam arti
73
kita tidak dapat mendiskusikannya secara rasional. Sebagai contoh AzZarnuji mengatakan bahwa untuk dapat diberikan rezeki, hendaknya setiap belajar dianjurkan untuk membaca Subhanallah al-‘azim, Subhanallah wa bihamdih sebanyak seratus kali.(Iqbal, 2015: 380) Kedua, metode bersifat teknik strategis meliputi cara memilih pelajaran, memilih guru, memilih teman dan langkah-langkah dalam belajar. 1) Cara memilih pelajaran; bagi orang yang mencari ilmu sebaiknya mendahulukan memilih/ mempelajari ilmu yang dibutuhkan dalam urusan-urusan agamanya, seperti ilmu tauhid.
َ الدل ْيل َفاء َّن ا ْي َما َن ْاملُ َق ّلد َوإ ْن َك َّ َو ُي َق ّد َم ع ْل َم َّ اَّلل َت َع َالى ب َ َّ الت ْوح ْيد َو َي ْعر َف ان ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ َ ْ َ َ ُ ُ َ .ص ِح ْي ًحا ِع ْن َدنا ل ِك ْن َيك ْون ِآث ًما ِبت ْر ِك ِْلا ْس ِت ْد ال ِل Ilmu tauhid harus didahulukan, supaya santri mengetahui sifat-sifat Allah berdasarkan dalil yang otentik. Karena imannya orang yang taklid tanpa mengetahui dalilnya, sekalipun sah menurut pendapat kami, tetapi is berdosa. 2) Cara memilih guru;
َْ َْ َ َْ ْ َ ْ َ ُْ ْ َ ... َوا َّما اخ ِت َيا ُر ْلا ْس َت ِاذ ف َين َب ِغ ْى ا ْن َيخ َت َار ْلا ْعل َم َوْلا ْو َر َع َوْلا َس َّن Adapun cara memilih guru carilah yang alim, yang bersifat wara’ dan yang lebih tua. 3) Cara memilih teman;
ُ ْ َّ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ ْ َّ ُ َ ْ َّ َ َ َ اْلج َّد َو ْال َو َر َع َو صا ِح َب الط ْب ِع امل ْس َت ِق ْي ِم ِ واما اخ ِتيار الش ِري ِك فينب ِغي انيختار َ َْ ُْ َ ْ ْ ّ ُْ َْ َ ُْ .َوامل َتف ِّه ِم َو َي ِف َّر ِم َن الك ْسال ِن َوامل َع ِط ِل َو ِملكاا ِر َوامل ْف ِس ِد َوالف َّتا ِن Seorang santri harus memilih atau berteman dengan orang yang tekun belajar, bersifat wara’ dan berwatak istiqamah.Dan orang suka memahami ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi. Dan ia harus menjauhi teman yang malas, banyak bicara, suka merusak dan suka menfitnah. 74
Seorang penyair berkata:
َ َ َ َ َْ َ َُْ َْ َ ف ِا َّن الق ِرْي َن ِباملقا ِر ِن َي ْق َت ِد ْى# َع ِن امل ْر ِء ال ت ْسأ ْل َوا ْب ِص ْر ق ِرْي َن ُه ْ ََ َ َ َ َ ْ َ ً َ ْ ُ ُ َّْ َ ّ َ َ َ َ ْ َ ان ذا خ ْي ٍّر فقا ِرن ُه َت ْه َت ِد ْى وِان ك# ف ِان كان ذاش ٍّر فج ِنبه سرعة “Jangan bertanya tentang kelakuan seseorang, tapi lihatlah siapa temannya. Karena orang itu biasanya mengikuti temannya. Kalau temanmu berbudi buruk, maka menjauhlah segera. Dan bila berlaku baik maka bertemanlah dengannya, tentu kau akan mendapat petunjuk”. Langkah-langkah dalam belajar; mengenai hal ini, termasuk juga tiga aspek teknik pembelajaran, menurut Grunebaum dan Abel, terdapat enam hal yang menjadi sorotan Az-Zarnuji, yaitu (1)Kurikulumdanmateri pelajaran (the curiculum and subject matter), (2) Pilihanpengaturandanguru (the choice of setting and teacher), (3) Waktuuntuk belajar (the time for study), (4) Teknik untukbelajar dan carabelajar(techniquea for learning and manner of study), (5) Dinamikapembelajaran(dynamics of learning), (6) Hubungansiswa untuklain (the student’s relationship to other).Dari informasi tersebut terlihat dengan jelas bahwa Az-Zarnuji telah berbicara tentang aspek-aspek pendidikan yang amat penting. Tentang kurikulum terkait dengan pemikirannya tentang pembagian ilmu pengetahuan sebagaimana disebutkan di atas. Sedangkan tentang situasi belajar terkait dengan bagaimana seharusnya seorang pelajar memilih guru dan temannya yang dapat mendorong terjadinya proses belajar-mengajar yang efektif.
75
Strategi pembelajaran dalam konsep Az-Zarnuji ada empat metode pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan murid. 1) Metode menghafal Guru disarankan untuk memilih pelajaran yang ringkas dan mudah sehingga bisa dipahami dan dihafal oleh murid, murid disarankan hendaknya menghafal diluar kepala pelajaran yang didapatkan, walaupun demikian, cara menghafal ini harus disesuaikan dengan karakteristik murid. 2) Metode pemahaman setelah menghafal Murid diupayakan bisa memahami pelajaran dengan cara mengulang-ngulang yang telah diterangkan, dalam hal ini murid disarankan untuk memiliki cara agar bisa memahami apa yang diterangkan oleh gurunya. 3) Metode diskusi Murid harus sering mendiskusikan suatu masalah atau pendapat dengan
teman-temannya,
karena
sifatnya
dialogis-dialektif,
sehingga menimbulkan suasana yang menyenangkan dengan tetib dan tenang serta berdasarkan akal jernih untuk memperoleh jawaban yang menjadi topik pembicaraan. 4) Metode eksplorasi Setelah melewati tiga tahap tadi, barulah seorang murid disarankan untuk mengamati dan menelaah tarutama pelajaran-pelajaran yang
76
sukar dipahami, seorang pelajar harus terus berfikir dan terus menambah pengetahuannya darimanapun sumbernya. (Az-Zarnuji, tth: 38) f. Lingkungan lingkungan adalah lapangan – lapangan berupa keluarga, sekolah dan masyarakat, itu yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan. (Wasty Soemanto,tt:162). Komponen lingkungan secara khusus menekankan agar anak didik memilih teman yang rajin, tekun, wara' dan menjauhi teman yang banyak bicara, suka berbuat keburukan dan gemar membuat fitnah. (Az Zarnuji,tt:14).Disamping besarnya pengaruh pergaulan teman – teman betapa kuatnya pengaruh keluarga, terutama kedua orang tua.
E. Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pola Hubungan Guru dan Murid Ada beberapa pemikiran Az-Zarnuji dalam kitab Ta’limul alMuta’alim yang memberi acuan terhadap pola hubungan guru dan murid. 1. Murid tidak akan memperoleh ilmu yang bermanfaat tanpa adanya pengagungan dan pemuliaan terhadap ilmu dan orang yang mengajarnya (guru), menjadi semangat dan dasar adanya penghormatan murid terhadap guru. Posisi guru yang mengajari ilmu walaupun hanya satu huruf—dalam konteks keagamaan
77
disebut sebagai bapak spiritual sehingga kedudukan guru sangat terhormat dan tinggi, yang memberi konsekuensi bagi sikap dan perilaku murid sebagai manifestasi penghormatan terhadap guru baik dalam lingkungan formal maupun nonformal. Sementara tingginya ilmu yang dimiliki oleh guru, menjadikan fungsi guru seperti dokter, menunjukkan nilai kepercayaan dan pentingnya nasihat bagi murid dalam mencapai tujuan belajar yang optimal. 2. Kontekstualisasi hubungan guru dan murid, menurut az-Zarnuji, menunjukkan bahwa penempatan guru pada posisi terhormat terkait oleh sosok guru yang ideal. Yaitu guru yang memenuhi kriteria dan kualifikasi kepribadian sebagai guru yang memiliki kecerdasan ruhaniah dan tingkat kesucian tinggi, di samping kecerdasan intelektual. Dalam bahasa az-Zarnuji, guru ideal adalah guru yang alim, wira’i dan mempunyai kesalehan sebagai aktualisasi keilmuan yang dimiliki serta tanggung jawab terhadap amanat yang diemban untuk menggapai ridha Allah Swt. Dengan demikian, pemikiran az-Zarnuji berupaya membawa lingkungan belajar pada tingkat ketekunan dan kewibawaan guru dan pengajarannya. Sedangkan murid sebagai
individu
yang belajar,
menunjukkan keseriusan dan kesungguhan dalam belajar sebagai manifestasi daya juang dalam pencapaian ilmu yang diajarkan oleh guru dalam
rangka
mencari
ridha
Allah
SWT.
Dan
untuk
menuai
kemanfaatannya. Karena itu, pola hubungan guru murid yang tercipta
78
adalah pola hubungan timbal-balik yang menempatkan posisi guru murid sesuai proporsi masing-masing menuju tercapainya tujuan pendidikan yang optimal, yaitu terbentuknya pribadi yang berakhlakul karimah. Kontekstualisasi terhadap hubungan guru dan murid saat sekarang adalah pemahaman terhadap pemikiran az-Zarnuji yang signifikan yang bernafas pada religious ethics. Dengan mengambil nilai-nilai dan pesan yang terkandung dalam pemikiran az-Zarnuji tersebut, berarti kita telah menggali dan menghidupkan kembali nilai-nilai etika dalam proses pendidikan dan sekaligus menjadikannya sebagai dasar pembentukan akhlak dan landasan dalam membina hubungan yang harmonis antara guru dengan
murid
yang
berorientasi
pada
hubungan
yang
etis-
ibadah
dan
humanis.(Baharuddin dan Wahyuni, 2015: 78).
F. Persyaratan Mencari Ilmu Menurut Syaikh Az-Zarnuji Menurut
az-Zarnuji,
mencari
ilmu
bernilai
mengantarkan seseorang untuk kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Kebahagiaan duniawi yang dimaksud adalah sejalan dengan konsep pemikiran ahli pendidikan yakni proses belajar hendaknya mampu untuk ilmu yang mencakup tiga ranah yakni kognitif,efektif dan psikomotorik. Sedangkan dimensi ukhrowi adalah sebagai perwujudan rasa syukur manusia sebagai hamba Allah yang telah mengaruniai akal. Ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi berkaitan dengan atmosfir akademik dan nilai estetik relasi antara guru dan murid
79
sebagaimana dituangkan dalam Ta’lim al-Muta’alim, yakni pertama, titik tolak pemikiran pendidikan az-Zarnuji bermula dari pembicaraan tentang substansi dan esensi kehidupan. Dia cenderung menggunakan term-term tasawuf dalam pemikiran pendidikannya. Oleh karena itu, az-Zarnuji sangat menekankan pendidikan akhlak. Baginya, pendidikan yang utama adalah berangkat dari hal-hal yang substansi, yakni masalah akhlak. Dengan kata lain dari masalah yang substansi dan esensi ini akan melahirkan perform yang sejati. Persyaratan dalam mencari ilmu demi mendapat kesuksesan juga ditulis az-Zarnuji dalam bentuk syair. Syair tersebut berbunyi’ Tidak akan berhasil seseorang dalam mencari ilmu kecuali denganenam syarat, Maka akan aku sampaikan kepadamu keseluruhan syarat-syarat tersebut, dengan jelas, cerdas, rasa ingin tahu yang tinggi, sabar, mempunyai biaya, adanya petunjuk dari seseorang guru dan dalam waktu yang lama. Keenam syarat sukses yang ditulis Syaikh Az-Zarnuji antara lain: 1. Cerdas Cerdas dalam kitab Ta’limul Muta’alimThariqat al-Ta’alum berarti سر عة الفطنةyang berarti kecepatan dalam berfikir. Hal ini adalah kecerdasan akal (intelligence). Cerdas bisa diartikan sebagai sempurna dalam perkembangan akal dan budi (untuk berfikir, mengerti). Jadi cerdas bukan hanya menguasai banyak informasi tetapi juga mampu mengolah informasi menjadi sesuatu hal yang baru atau teori baru.
80
2. Rasa Ingin Tahu yang Tinggi Rasa ingin tahu yang tinggi dalam kitab Ta’limul al-Muta’alim Thariqat al-Ta’alum حرص اي علي تحصيلهberarti yang dihasilkan dari kecerdasan. Hal ini diartikan sebagai kemauan keras untuk bisa mengetahui suatu ilmu pengetahuan yang belum diketahui (dikuasai), sehingga dengan kemauan tersebut akan membuat seseorang menjadi termotivasi untuk bisa menguasai ilmu pengetahuan tersebut dan nantinya akan menjadikan dirimu menjadi giat dan gigih serta ulet dalam menghadapi problem-problem yang ada selama proses belajar. Rasa ingin tahu yang tinggi akan menimbulkan suatu unsur dalam diri yang disebut kemauan. Kemauan disebut juga sebagai kekuatan, kehendak, dapat diartikan sebagai kekuatan untuk memilih dan merealisasi tujuan dan untuk merealisasi suatu tujuan memerlukan suatu
kekuatan
yang
disebut
kemauan.
Seseorang
yang
menginginkankesuksesan dalam mencari ilmu haruslah memenuhi syarat ( حرصrasa ingin tahu yang tinggi). Pada dasarnya rasa ingin tahu yang tinggi mempunyai dua elemen, yaitu elemen dalam (inner component) dan elemen luar ( outer component). a. Element dalam (inner component), element ini berupa perubahan yang terjadi didalam diri seseorang, berupa keadaan tidak puas atau ketegangan psikologis. Rasa tidak puas ini bisa timbul karena keinginan-keinginan untuk memperoleh penghargaan, pengakuan serta berbagai macam kebutuhan lainnya.
81
b. Element luar (outer component), element luar dari motivasi adalah tujuan yang ingin dicapai oleh seseorang. Tujuan orang itu untuk mencapainya . Seseorang yang diasumsikan mempunyai kebutuhan akan penghargaan dan pengakuan, maka timbullah tujuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 3. Sabar Kata shabr maknanya habs, yakni menahan. Maka kata sabar dimaknai “usaha menahan diri dari hal-hal yang tidak disukai dengan sepenuh kerelaan dan kepasrahan”. (Ahmad, 2004: 85) Sabar juga yang mempunyai arti واصطبا رعلى محنه وبليا تهberarti atas rintangannya dan cobaannya. Tahan dalam menghadapi cobaan (tidak cepat marah, tidak cepat putus asa dan tidak patah hati). Antara sabar dan syukur ada kriteria seperti keterkaitan antara nikmat dan cobaan. Setiap orang tidak dapat terlepas dari nikmat dan cobaan itu dalam menjalankan kehidupan di dunia. Kesabaran itu dibagi menjadi tiga macam: (a). Sabar dalam ketaatan kepada Allah; (b). Sabar dari kemaksiatan; (c). Sabar ketika mendapat cobaan. Sementara itu (ketaatan, kemaksiatan dan cobaan) merupakan gambaran sebuah kehidupan. Oleh karenanya sabar adalah separuh keimanan karena setiap cabang-cabang iman memerlukan sifat sabar.
82
4. Biaya Biaya dalam pendidikan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam menyelenggarakan pendidikan. Hampir tidakada pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya proses pendidikan tidak akan berjalan. Biaya dalam pendidikan memiliki arti jenis pengeluaran yang berkenan dengan penyelenggaraan pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga. Dalam pengertian ini, misalnya, urusan siswa adalah jelas merupakan biaya, tetapi sarana fisik, buku sekolah dan guru juga adalah biaya. Bagaimana biaya-biaya itu direncanankan, diperoleh, dialokasikan dan dikelola merupakan persoalan pembiayaan atau pendanaan pendidikan. 5. Petunjuk Dari Guru Yang berarti arahan guru atas sisi yang benar. Arahan guru disini adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan,
sehingga
ia
mampu
menunaikan
tugas-tugas
kemanusiaannya. Seorang guru yang ideal seharusnya juga mempunyai sifat dan sikap seperti halnya berikut, antara lain: Adil, percaya dan suka kepada murid-muridnya, sabar dan rela berkorban, memiliki wibawa terhadap anak didiknya dan benar-benar menguasai pelajarannya.
83
6. Waktu yang Lama Yang dimaksud dengan waktu yang lama adalah perlu membutuhkan waktu yang lama sehingga menghasilkan atau mendapatkan ilmu karena sesungguhnya dasar-dasarnya ilmu sangat banyak sehingga ilmu tidak bisa didapatkan dalam waktu yang cepat. Waktu yang lama suatu proses agar benar-benar menguasai suatu ilmu maka haruslah mempelajari ilmu tersebut, sebab hal-hal yang berhubungan dengan ilmu tersebut sangat banyak sehingga tidak bisa ditempuh dalam waktu yang sangat singkat..(Iqbal, 2015: 383-385) Hal ini dikarenakan suatu ilmu mempunyai suatu rangkaian yang sangat erat dengan ilmu yang lain. Dan ilmu itu tidak akan pernah habis apabila dipelajari terus-menerus. Belajar adalah proses mencari tahu terhadap sesuatu yang ditangkap oleh indera dan mampu melakukan apa yang diketahuinya. Belajar tidak akan pernah berhenti, karena itu dimaknai dengan waktu yang lama dan tidak akan pernah selesai bagi orang yang ingin ditinggikan derajatnya Oleh Allah. Manusia yang semakin tahu terhadap sesuatu maka semakin kecil pengetahuan yang mereka punya.
84
BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SYAIKH AZ-ZARNUJI TENTANG PENDIDIKAN DALAM KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM A. Aplikasi Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Dalam Pendidikan Pemikiran Syaikh az-Zarnuji tentang tujuan pendidikan tampaknya tidak lepas dari tujuan ideal dan tujuan operasional. Tujuan ideal biasanya disesuaikan dengan tujuan hidup manusia. Pendapat ini dilandaskan pada asumsi bahwa pendidikan merupakan bagian dan sarana untuk mencapai tujuan hidup. Oleh karena itu, tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup. Sedangkan tujuan operasional adalah suatu kondisi yang ingin dicapai pada setiap tahap dalam proses pendidikan yang sedang dilangsungkan. Tujuan pendidikan menurut Syaikh az-Zarnuji memberikan tekanan yang kuat terhadap akhlak dibanding intelektualitas . Tujuan pendidikan menurut Syaikh az-Zarnuji ditujukan untuk mencari ridha Allah, memperoleh kebahagiaan di akhirat, memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang lain, mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam, serta mensyukuri nikmat Allah. Titik tekannya pada Akhlak dan aspek-aspek pendidikan itu amat penting dan tampak dalam karyanya Ta’limul Muta’alim, seperti yang ada pada pasal Niat dan Tujuan Pembelajaran, Pola Hubungan Guru dan Murid, Metode Pembelajaran dan persyaratan mencari ilmu. Syaikh az-Zarnuji berkata, “Tidak ada kedudukan yang lebih tinggi yang melebihi ilmu, golongan manusia yang paling tinggi derajatnya
85
adalah golongan manusia yang paling berilmu. Orang yang berilmu itu abadi karena dikenang orang, sedangkan orang yang bodoh, bila mati, tidak ada yang mengenang.”(Syaikh Az-Zarnuji, 2009: 51) Untuk memperjelas, beliau juga berpendapat bahwa kurangnya akhlak hanya dapat dihilangkan dengan ilmu. Karena akhlak itu sejajar dengan iman, tauhid dan syari’at. Tauhid itu menyebabkan iman, barang siapa tidak mempunyai iman, berarti tidak bertauhid; iman menyebabkan syari’at, maka barang siapa tidak melaksanakan syari’at, berarti tidak beriman dan tidak bertauhid; syariat menyebabkan akhlak, maka barang siapa yang tidak mempunyai akhlak, berarti tidak bersyari’at, tidak beriman dan tidak bertauhid. Pendidikan akhlak yang ditekankan beliau dalam kitab tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yakni akhlak kepada Allah, akhlak kepada sesama manusia dan akhlak kepada ilmu. Pertama, akhlak kepada Allah,
bahwa hendaknya; a) aktifitas
seorang guru dan murid dalam belajar-mengajar diniatkan kepada Allah semata, bukan karena tujuan duniawi saja. b) menyerahkan semua urusan kepada Allah serta memohon pentunjuk-Nya. c) menerima apa adanya pemberian Allah dan sabar dengan segala kondisi dirinya. Kedua, akhlak kepada sesama manusia, khusunya akhlak murid terhadap guru. Dimana guru dipandang sebagai pribadi yang sangat dihormati, baik dikala beliau masih hidup maupun beliau sudah meninggal. Selain itu akhlak murid terhadap teman senasib seperjuangan juga perlu mendapat perhatian. Karena dari sini akan tercipta sebuah
86
pemahaman bahwa murid mempunyai akhlak yang baik kepada teman sesamanya, sikap saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Ketiga,akhlak kepada ilmu, menghormati ilmu salah satunya yaitu dengan menghormati kitab. Seorang santri dilarang memegang kitab kecuali dengan keadaan suci. Imam Syamsul A’immah Al Halwani berkata, “Aku memperoleh ilmu ini karena aku menghormatinya. Aku tidak pernah mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci. Ilmu itu adalah cahaya, dan wudlu itu juga cahaya. Sedangkan cahaya ilmu tidak akan bertambah kecuali dengan berwudlu. Para santri juga dilarang meletakkan kitab di dekat kakinya ketika duduk bersila, dalam menulis kitabnya tulisannya harus jelas dan memakai tinta merah dalam menulis kitab. (Syeikh Az-Zarnuji, 2009: 33) Sampai disini jelas, bahwa tujuan pendidikan menurut Syaikh azZarnuji mengandung 3 makna sekaligus, yaitu membentuk manusia yang mempunyai akhlak mulia kepada Tuhannya, membentuk manusia yang berakhlak mulia terhadap sesamanya dan membentuk manusia yang berilmu yang hanya bertujuan untuk mencari ridha Allah. Dengan kata lain, tujuan pendidikan menurut Syaikh az-Zarnuji adalah untuk membentuk manusia yang berakhlak. Telah dikemukakan di atas bahwa tujuan pendidikan Syaik azZarnuji adalah membentuk manusia yang berakhlak mulia yang bermanfaat bagi diri sendiri, agama dan lingkungannya. Tamziz membagi
87
menjadi tiga dimensi yang hendak dicapai dalam konsep Syaikh azZarnuji. Yakni, dimensi religius, pengalaman dan keilmuan. Pertama, dimensi religius berarti agama sebagai bagian tak terpisah dari kehidupan manusia. Ia bukan hanya sebagai pelengkap tetapi lebih sebagai kebutuhan yang harus dipenuhi. Manusia tidak hanya sebagai makhluk sosial yang memikirkan hubungan manusia dengan manusia, melainkan juga dengan Allah sebagai pencipta alam semesta. Kedua, dimensi pengalaman berarti santri sebagai manusia yang berilmu harus mengaktualkan ilmunya untuk kebaikan umat. Hal ini dilakukan sebagai kebaktian dan tugas sebagai seorang yang dianugerahi ilmu oleh Allah, disamping juga sebagai pengalaman untuk santri itu sendiri. Ketiga, dimensi keilmuan berarti santri dianjurkan untuk selalu mengembangkan ilmunya, tidak hanya ilmu agama saja, melainkan juga ilmu pengetahuan yang lain, yakni ilmu pengetauan umum. Dengan begitu santri dapat mengetauhi perubahan yang terjadi di sekelilingnya. (Iqbal, 2015: 379) Dari uraian Syaikh az-Zarnuji telah memberikan pemikiran yang baik. Ada tiga pandangan hidup yang bisa ditangkap dari uraian kitab Ta’limul Muta’alim: a. Manusia adalah makhluk yang punya potensi keilmuan yang sempurna dengan akal dan hati, yang sekaligus menempatkan manusia sebagai
88
makhluk yang dapat berkembang menuju kehidupan yang lebih baik, memahami dirinya dan yang lainnya. b. Manusia adalah makhluk yang berinteraksi dengan yang lain dengan aktualisasi keilmuan yang dapat dinikmati orang banyak. Manusia tidak hanya sebagai sosok individu melainkan juga makhluk sosial yang harus berhubungan dengan orang lain. c. Manusia adalah makhluk yang harus berbakti kepada Tuhannya. Tidak sekedar berbentuk ritual keagamaan. Melainkan harus benar-benar menyadarkan segalanya untuk mencari ridla dan kebaikan di sisi-Nya. Konsep pandangan hidup yang diberikan Syaikh az-Zarnuji ini senada dengan persyaratan pandangan hidup
yang dikemukakan
Langeveld, tetapi dengan beberapa kelebihan: a. Pengakuan terhadap manusia sebagai makhluk yang punya potensi keilmuan dan dapat dikembangkan manuju kehidupan yang lebih baik. b. Pengakuan manusia sebagai makhluk yang harus berbakti kepada Tuhannya. Dengan dua kelebihan itu, berarti konsep pendidikan yang dipaparkan kitab Ta’limul Muta’alim mempunyai pandangan yang lebih luas. Yakni mengandalkan kebaikan duniawi sekaligus memperhitungkan kebaikan di akhirat kelak. Dengan demikian, konsep pendidikan pesantren menjadi sangat religius dan khas.
89
B. Kelebihan dan Kelemahan Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pendidikan 1. Kelebihan Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pendidikan Kitab Ta’limul Muta’alim
diakui sebagai
karya
yang
monumental dan sangat diperhitungkan keberadaannya. Kitab ini juga banyak dijadikan bahan penelitian dan rujukan dalam penulisan karyakarya ilmiah, terutama dalam bidang pendidikan. Bukan hanya digunakan oleh ilmuwan Muslim saja, tetapi juga dipakai oleh para orientalis dan penulisa barat. Keistimewaan lain dari kitab Ta’limul Muta’alim ini terletak pada materi yang dikandungnya. Meskipun kecil dan dengan judul yang seakan-akan hanya membahas metode belajar, sebenarnya esensi kitab ini juga mencakup tujuan, prinsip-prinsip dan strategi yang didasarkan pada moral religius. Kitab ini tersebar hampir keseluruh penjuru dunia. Kitab ini juga telah dicetak dan diterjemahkan serta dikaji di berbagai dunia, baik di Timur maupun di Barat. Di Indonesia, kitab Ta’limul Muta’alim dikaji dan dipelajari hampir di setiap lembaga pendidikan klasik tradisional seperti pesantren, bahkan di pondok pesantren modern. Pendidikan menurut Syaikh az-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’alim ini mengutamakan akhlak seseorang terutama murid kepada guru, akhlak terhadap sesama dan akhlak kepada ilmu. Dengan materi yang simple tetapi mudah difahami bagi para pelajar. Sehingga, hampir semua pesantren menggunakan materi pendidikan akhlak dengan kitab
90
Ta’limul Muta’alim. Materi ini telah menggali dan menghidupkan kembali nilai-nilai etika dalam proses pendidikan dan sekaligus menjadikannya sebagai dasar pembentukan akhlak dan landasan dalam membina hubungan yang harmonis antara guru dengan murid yang berorientasi pada hubungan yang etis-humanis. Karena, orientasi pendidikannya bertujuan bahagia dunia dan akhirat. 2. Kelemahan Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pendidikan Jika dilihat dari wilayah seting waktu dan tempat dimana Syaikh az-Zarnuji hidup, maka akan terlihat bahwa ada jarak dan waktu yang merentangkan antara masa lalu dan masa kini. Yang menjadi persoalan dan barangkali kalaulah itu boleh disebut sebagai kelemahan adalah instrumen dan alat yang digunakan untuk mengembangkan pendidikan tentu tidak bisa diterapkan begitu saja pada masa kini. Salah satu contohnya adalah peran dan perilaku dalam menghormati guru. Jika yang dikemukakan oleh Syaikh az-Zarnuji dipaparkan secara eksklusif maka yang pada akhirnya terjadi adalah kepatuhan tanpa syarat. Disinilah pada nantinya pendidikan akan kehilangan signifikasinya. Jadi kelemahan yang dimungkinkan muncul dari pemikiran Syaik az-Zarnuji adalah pemahaman yang tekstual terkait dengan karyanya, akan membuka peluang munculnya sikap ketergantungan.
91
C. Inti Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Tentang Pendidikan Dalam Kitab Ta’limul Muta’alim Setelah melihat kondisi umum pendidikan sebagaimana diuraikan diatas dan memahami konsep Ta’limul Muta’alim, ada beberapa inti pemikiran yang bisa diambil dari kitab tersebut, antara lain: 1) Orientasi tujuan pendidikan yang jelas ada dua arah, yaitu dunia dan akhirat 2) Dalam setiap proses belajar mengajar selalu disertai dengan religiusitas. 3) Optimalisasi religius terhadap ustadz, santri, ilmunya. Orientasi tujuan pendidikan ke dua arah yang jelas akan membawa dampak positif bagi keseimbangan kebutuhan jasmani dan rohani yang akhirnya akan menjadi dasar untuk mencapai kebahagiaan dunia-akhirat. Dengan begitu, perkembangan pendidikan bukan hanya berorientasi pada transfer of knowledge semata, melainkan diharapkan lebih dari pembentukan kepribadian yang mantab dan agamis pada jiwa anak didik. Sedangkan tentang kegiatan yang selalu disertai kegiatan-kegiatan religius berarti membuat suasana belajar-mengajar bukan sekedar penyampaian ilmu pengetahuan saja, tetapi disertai dengan ajaran-ajaran agama. Kontribusi ini mempunyai peran yang cukup besar untuk menumbuhkan moral dan spiritual santri. Berdasarkan keadaan di atas, maka membuat suasana religius dan membiasakan akhlak yang baik dalam setiap kegiatan belajar mengajar
92
merupakan langkah maju menuju cita-cita keseimbangan dunia dan akhirat. Tentang optimalisasi ustadz dan santri sebagai kontribusi kitab Ta’limul Muta’alimmerupakan konsep untuk pengalaman secara maksimal terhadap ajaran-ajaran Islam. Karena ajaran agama tidak boleh dikuasai sebagai pengetahuan belaka, akan tetapi merupakan pengalaman yang mengakar dalam diri dan menjadi kebutuhan jiwa bagi manusia. Dengan optimalisasi religius pada ustadz dan santri tersebut, konsep ini berusaha membuat dasar pembangunan masyarakat moral religius melalui pembinaan individual. Dari sini diharapkan akan terwujudnya sebuah tatanan masyarakat yang bermoralitas tinggi dan berbudi pekerti luhur.
D. Relevansi Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji Terhadap Pendidikan Modern Dunia pendidikan Indonesia saat ini bisa digambarkan dengan pola hidup masyarakat Indonesia yang sudah memprihatinkan. Dalam hal ini terdapat dua kelompok. Satu kelompok melihat nilai-nilai lama mulai runtuh sedang nilai-nilai baru belum muncul untuk menggantikan nilainilai lama. Sedangkan kelompok kedua melihat nilai-nilai lama itu masuk ke dalam nilai-nilai baru dan membantu menegakkannya. Samsul Nizar mengungkapkan bahwa keprihatinan bangsa yang tengah dilanda krisis dalam berbagai aspek kehidupan membuat peran pendidikan khususnya
93
sekolah dipertanyakan. (Nizar, 2002: 175) Ini berarti pendidikan belum mampu membentuk manusia ideal yang dapat diandalkan dalam masyarakat. Melihat kondisi real yang ada sekarang ini, seperti maraknya tawuran, konsumsi dan pengedar narkoba yang merajalela dan pergaulan bebas, membuat peran pendidikan semakin tersudut. Seakan-akan pendidikan sekolahlah yang bertanggung jawab penuh terhadap berbagai permasalahan yang menyelimuti generasi bangsa dan masyarakat. Fenomena seperti ini digambarkan diatas menunjukkan adanya something wrong dalam praktek pendidikan kita, yaitu kurangnya perhatian pada aspek moral, yang perlu dicarikan pemecahannya. Pesantren sebagai model pendidikan yang selama ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah dalam mengambil kebijakan bidang pendidikan, justru sudah membuktikan keberhasilannya dalam mencetak santri yang saleh dan berakhlak mulia. Berbicara tentang pendidikan moral, keberhasilan pesantren merupakan suatu hal yang patut diteladani. Dalam kehidupan sehari-hari dapat diamati bahwa pesantren telah berhasil mendidik santrinya menjadi orang yang taat beragama dan berakhlak mulia. Pesantren yang menggunakan holistik dalam pendidikannya menjadikan semua aktivitas yang
dilaksanakan
di
dalamnya
sebagai
suatu
kesatuan
untuk
mengantarkan santri mencapai tujuan yang dicita-citakan. Ditambah lagi, waktu pendidikannya yang 24 jam setiap hari membuat pesantren mempunyai kesempatan untuk membekali lebih banyak kepada santri dari pada sistem konvensional yang rata-rata hanya menggunakan waktu 6-7
94
jam setiap harinya, disamping kiai dan para ustadzahnya dapat mengontrol kegiatan para santri sepanjang hari. Menyikapi permasalahan di atas, konsep pendidikan yang tertuang dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim karya Syaikh Az-Zarnuji, relatif bagus dalam persoalan bimbingan belajar. Hanya saja ketika mempelajari konsep pendidikan Az Zarnuji dalam kitab Ta’lim Muta’allim harus disertai dengan pemahaman yang dalam, karena belum tentu apa yang dikonsepsikan oleh Az Zarnuji dapat pula diterapkan pada saat ini. Seperti membaca tulisan pada nisan dapat menyebabkan lupa, menyapu di malam hari dapat menghambat rizki. Hal-hal tersebut sudah tidak bisa lagi diterapkan karena sudah dipandang tidak logis. Kitab Ta'lim al Muta'allim, karya Az Zarnuji, apabila dilihat dari isi dan materi yang dibahas didalamnya, pada hakekatnya masih relevan dengan dunia pendidikan sekarang ini. Hal ini dapat dilihat bahwa komponen – komponen pendidikan dan pengajaran yang banyak dikemukakan oleh para pakar pendidikan pada abad ini sebenarnya sudah tercakup dalam kitab tersebut, meskipun harus diakui bahwa dari pola urutan pembahasannya masih kurang sistematis. Dalam unsur-unsur pendidikan dalam kitab Ta’limul Muta’alim evaluasi
belum
dijelaskan
secara
eksplisit
dan
implisit,
dalam
pengembangan kitab tersebut di pesantren, menurut penulis hanya dengan metode setoran hafalan kepada kyai, ustadz / ustadzah dan juga pengembangan materi yang dipelajari sehari-hari hanya melalui diperhatikan oleh Kyai, ini dibuktikan pada bab III pada unsur-unsur pendidikan hanya ditemukan sumber yang membahas lima unsur saja. Tetapi di zaman modern ini
95
evaluasi harus ada dan dilaksanakan, karena pendidikan tidak sempurna tanpa adanya evaluasi, dalam unsur-unsur pendidikan satu dengan lainnya mempunyai hubungan timbal balik dan tidak boleh dipisah – pisah. Unsurunsur pendidikannya yaitu: 1.Tujuan pendidikan ; 2.Anak didik ; 3. Pendidik ; 4. Interaksi Edukatif 5. Materi pendidikan 6.Metode 7.Alat – alat ; 8.Lingkungan. 9.Evaluasi Sebenarnya bila dikaji lebih lanjut, ada banyak hal-hal yang masih relevan untuk diterapkan meskipun juga ada beberapa pendapat beliau yang sudah tidak relevan lagi. Maka, jika kitab ini dikaji di pesantren, supayatidakmenimbulkan akses yang tidak diinginkan, sebaiknya Diajarkan oleh seorang guru yang mempunyai pemahaman mendalam mengenai bimbingan belajar, sehingga ketika mempunyai gagasan yang dianggap kurang relevan dengan zaman sekarang, bisa mengadakan reinterpretasi atau merefleksikan dengan masa Syaikh AzZarnuji hidup. Karya besar ini sebenarnya sangat bisa diterapkan ke arah luar pesantren baik itu madrasah atau sekolah-sekolah umum. Karena bisa
96
diketahui dari analisis konsep pendidikan Az Zarnuji cukup banyak yang masih relevan dan baik untuk diajarkan dan ditanamkan sejak dini. Seperti, menghormati guru; anak didik ditanamkan sejak dini untuk bisa berakhlak baik kepada guru, disiplin dalam belajar, memuliakan ilmu; anak didik bisa diajarkan sejak dini tidak mengotori kitab, meletakkan kitab atau buku ditempat yang tepat, juga kesungguhan dalam mencari ilmu, beristiqamah dan cita-cita yang luhur. Karena, Mencari ilmu itu harus bersungguh-sungguh dan kontinyu. Karena itu, pendidikan menurut Syaikh az-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’alim ini telah menggali dan menghidupkan kembali nilainilai etika dalam proses pendidikan dan sekaligus menjadikannya sebagai dasar pembentukan akhlak dan landasan dalam membina hubungan yang harmonis antara guru dengan murid yang berorientasi pada hubungan yang etis-humanis. Membuat suasana religius dan membiasakan akhlak yang baik dalam setiap kegiatan belajar mengajar untuk melangkah maju menuju cita-cita keseimbangan dunia dan akhirat.
97
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Konsep dasar pendidikan Islam. Pendidikan Islam itu adalah menghilangkan akhlak yang buruk dan menanamkan akhlak yang baik untuk membentuk kepribadian Muslim, membentuk sikap dan perilaku sesuai dengan petunjuk ajaran Islam. Dengan demikian pendidikan merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan secara sistematis untuk melahirkan perubahanperubahan yang prograssive pada tingkah laku manusia. Sumbersumber pendidikan Islam yang terpenting adalah Al-Qur’an dan Hadits. Dalam pendidikan prinsip-prinsip kurikulum pembelajarannya agar efektif dan efisien menggunakan berbagai metode. Dengan demikian bahwasanya pendidikan mempunyai tanggung jawab untuk membentuk, mengembangkan karakter dan jiwa-jiwa muslim, sesuai dengan ajaran Islam. Bahwa setiap warisan budaya Islam tidak hanya berupa seperangkat aturan dan tata tehnis, akan tetapi juga berupa nilai-nilai ajaran Islam. Sesungguhnya nilai hidup seseorang sangat tergantung pada keberhasilan atau kegagalan sistem pendidikan yang mengarahkannya. Dengan memahami bahwa setiap orang adalah bagian masyarakat yang
98
sedikit banyak akan memberikan sumbangsih (negatif maupun positif) bagi kehidupan bersama, sehingga dapat disimpulkan bahwa pendidikan
satu-satunya
sarana
terpenting
dalam
membentuik
masyarakat ideal. 2. Pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan dalam kitab Ta’lim Muta’allim. Dalam pembelajaran hendaknya berniat dan mempunyai tujuan yang jelas, bahwa niat yang benar dalam belajar adalah untuk mencari keridhaan Allah Swt., memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat, berusaha memerangi kebodohan pada diri sendiri dan orang lain, mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam dan mensyukuri nikmat Allah. Adapun kewajiban menuntut ilmu yang pertama kali harus dilaksanakan adalah memperlajari ilmu tauhid baru kemudian mempelajari ilmu-ilmu lainnya, seperti fiqih, shalat, zakat, haji dan lain sebagainya yang kesemuanya berkaitan dengan tata cara beribadah kepada Allah. Sedangkan pembelajaran mempunyai dua metode; metode yang bersifat etik religi dan metode yang bersifat teknik strategi. Metode bersifat teknik strategis meliputi cara memilih pelajaran, memilih guru, memilih teman dan langkah-langkah dalam belajar.Keberhasilan belajar seseorang dalam mencari ilmu kecuali denganenam syarat, keseluruhan syarat-syarat tersebut yaitu; cerdas,
99
rasa ingin tahu yang tinggi, sabar, mempunyai biaya, adanya petunjuk dari seseorang guru dan dalam waktu yang lama. 3. Analisis pemikiran Syaikh Az-Zarnuji tentang pendidikan dalam kitab Ta’lim Muta’allim Tujuan pendidikan tampaknya tidak lepas dari tujuan ideal dan tujuan operasional. Tujuan ideal biasanya disesuaikan dengan tujuan hidup manusia. Pendapat ini dilandaskan pada asumsi bahwa pendidikan merupakan bagian dan sarana untuk mencapai tujuan hidup. Pendidikan akhlak yang ditekankan beliau dalam kitab tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yakni akhlak kepada Allah, akhlak kepada sesama manusia dan akhlak kepada ilmu. Sampai disini jelas, bahwa tujuan pendidikan menurut Syaik az-Zarnuji mengandung 3 makna sekaligus, yaitu membentuk manusia yang mempunyai akhlak mulia kepada Tuhannya, membentuk manusia yang berakhlak mulia terhadap sesamanya dan membentuk manusia yang berilmu yang hanya bertujuan untuk mencari ridha Allah. Dengan kata lain, tujuan pendidikan menurut Syaikh az-Zarnuji adalah untuk membentuk manusia yang berakhlak. Uraian Syaikh az-Zarnuji telah memberikan pemikiran yang baik. Ada tiga pandangan hidup yang bisa ditangkap dari uraian kitab Ta’limul Muta’alim: d. Manusia adalah makhluk yang punya potensi keilmuan yang sempurna dengan akal dan hati, yang sekaligus menempatkan manusia sebagai
100
makhluk yang dapat berkembang menuju kehidupan yang lebih baik, memahami dirinya dan yang lainnya. e. Manusia adalah makhluk yang berinteraksi dengan yang lain dengan aktualisasi keilmuan yang dapat dinikmati orang banyak. Manusia tidak hanya sebagai sosok individu melainkan juga makhluk sosial yang harus berhubungan dengan orang lain. f. Manusia adalah makhluk yang harus berbakti kepada Tuhannya. Tidak sekedar berbentuk ritual keagamaan. Melainkan harus benar-benar menyadarkan segalanya untuk mencari ridla dan kebaikan di sisi-Nya. Berdasakan keadaan di atas, maka membuat suasana religius dan membiasakan akhlak yang baik dalam setiap kegiatan belajar mengajar merupakan langkah maju menuju cita-cita keseimbangan dunia dan akhirat. B. Saran Kajian terhadap kitab-kitab karya ulama besar seperti halnya Syaikh az-Zarnuji, hendaknya tidak selesai pada taraf pemahaman makna tekstualnya. Tetapi juga penting untuk diperhatikan pada situasi dan kondisi apa karya tersebut ditulis. Sehingga yang terjadi pada akhirnya adalah pembacaan yang kontekstual terhadap karya tertentu, bukan tekstual. C. Penutup Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah atas rahmat, taufik serta hidayah-Nya yang dilimpahkan
101
kepada penulis dalam menyusun skripsi yang sangat sederhana dengan segala keterbatasannya. Akhirnya, penulis dapat menyelesaikan karya ini. Meski terasa berat, tetapi bagaimanapun juga penulis cukup berbangga hati mampu menjadi bagian dari komunitas akademik dan berusaha untuk menjadi akademisi, meski dalam pengertian yang paling sederhana. Akhirnya, penulis berharap bahwa karya ini dapat memberikan bahan bacaan baru dalam kajian pendidikan Islam yang dapat memberikan manfaat bagi penulis khusunya dan para pembaca pada umumnya. Tentunya karya ini masih jauh dari sempurna, maka kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan.
102
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 1992. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: AdityaMedia Ahmad, Wahid. 2004. Risalah Akhlak. Solo: Era Intermedia Al-Abrasyi, M. Athiyah. 1970. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang Al-Maliki, M, Alawi. 2002. Prinsip-Prinsip Pendidikan Rasulullah. Jakarta: Gema Insani Al-Rasyidin dan Samsul Nizar. 2002. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press Amirah. 2010. Mendidik Anak Di Era Digital. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo An-Nahlawi, Abdurrahman. 1992. Prinsip Prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung: CV. Diponegoro Arief, Armai. 2002. Penganter Ilmu dan Metodologi Pendidikan Ialam. Jakarta: Ciputat Pers Arifin, HM. 1993. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara Arikunto, Suharsimi. 1991. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta ____________. 1988. Penilaian Program Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara ____________. 1999. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Az-zarnuji. 2009. Terjemah Ta’limul Muta’alim. Surabaya: Mutiara Ilmu Baharuddin dan Era Nur Wahyuni. 2015. Teori Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Belajar
dan
Bukhori. 1992. Sokhih Bukhori. Birut-Libanon: Darul Kitabul Alamiyah Daradjat, Zakiyah. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Depag RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bekasi: Cipta Bagus Sagara Departemen Agama RI. 2006. Undang Undang dan Peraturan Pemerintahan RI Tentang Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama RI Djaramah, Saiful Bahri dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya. Faisal, Sanapiah. T. Th. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional Fatchurrohman. 2006. Demokratisasi Pendidikan Dalam Al-Qur’an. Salatiga: STAIN Salatiga Press Hadi, Sutrisno. 1987. Metode Riset. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Unversitas Gajah Mada Hajar, Ibnu. 1996. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada Huda, Miftahul. 2000. Interaksi Penddikan 10 Cara Qur’an Mendidik Anak. Yogyakarta: UIN-Malang Press Iqbal, Muhammad Abu. 2015. Pemikiran Pendidikan Islam GagasanGagasab Besar Para Ilmuan Muslim. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Langgulung, Hasan. 1987. Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna Marimba, Ahmad D. 1962. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT. Al- Ma’arif Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Muhibbin Syah. 1999. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos Wacana Ilmu Mujieb, M. Abdul, dkk. 1994. Kamus Istilah Fikih. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus Nata, H. Abuddin. 1997. Filsafat Pendidikan Islam 1. Ciputan. Logos Wacana Ilmu Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Salamulah, M. Alaika . 2008. Akhlak Hubungan Vertikal. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani Samsul Nizar, Abdul Halim, 2002. Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis. Jakarta: Ciputan Pres Sardiman A. M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Raja Graffindo Persada Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta Soedjono. 1999. Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan. Jakarta: Rineka Cipta Sunarto, Achmad dkk. 1992. Tarjamah Shahih Bukhori Jilid 1. Semarang: CV. Asy Syifa’ Syeikh Az-Zarnuji. 2009. Terjemah Ta’limul Muta’alim. Surabaya: Mutiara Ilmu Tafsir, Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Thoha, HM. Chabib. Th. Metodologi Pengajaran Agama. Semarang: Pustaka Pelajar Wasty Soemanto, Drs. Dan Dra. Hemdyatsoetopo. Dasar dan Teori Pendidikan Dunia Tantangan Bagi Para Pemimpin Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional, tt. Zubaedi. 2007. Pengembangan Masyarakat Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Berbasis
Pesantren.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Fenny Riskya
Tempat/Tanggal Lahir
: Kab. Semarang, 27 Agustus 1992
Alamat
: Dsn. Ngrajek 2 Rt/Rw: 001/003. Ds. Ngrajek Kec. Mungkid Kab. Magelang
Pendidikan
: RA Masithoh Banyubiru lulus tahun 1996 MI Al-Ma’arif Banyubiru lulus tahun 2005 MTs Roudlotul Furqon Banyubiru lulus th 2008 MA Al-Manar lulus tahun 2011 IAIN Salatiga
Demikian daftar riwayat hidup ini, dibuat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 10 Februari2016 Penulis
Fenny Riskya