PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM BUKU CARA NABI MENDIDIK ANAK KARYA MUHAMMAD IBNU ABDUL HAFIDH SUWAID SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
OLEH SILVIANA MASITHOH NIM: 111-12-221
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2017
MOTTO
ي َوأَ ْق َربِ ُكى ِيُِّي َيجْ هِسا ً يَ ْى َو انقِيَا َي ِت ؛ أَ َحا ِسَُ ُكى أَ ْخالَقًا َّ َإِ ٌَّ ِي ٍْ أَ َحبُ ُك ْى إِن Sesungguhnya orang yang paling aku (Nabi) cintai dan paling dekat tempat duduknya denganku di hari kiamat adalah yang paling baik akhlaknya. (HR. Tirmidzi)
6
PERSEMBAHAN Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada: 1. Orang tuaku tercinta bapak Muhammad Rifa‟i dan ibu Kuriah, yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, dukungan moral maupun materiil dan do‟a yang tak pernah putus untuk putra-putrinya. 2. Kakak-kakakku tercinta Muhammad Afifudin, Lutvi Suroya, Hendra Abadi, dan Khonsa yang selalu mendukung dan memberikan semangat. 3. Sahabat-sahabatku Imania Najmuna, Intan Rokhania Putri, Nindy Putri Zuniana, Nurul Istikomah, dan Lu‟luul Khasanah yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, dan do‟a dalam penyusunan skripsi ini. 4. Teman-temanku angkatan 2012 yang sama-sama berjuang dan belajar di IAIN Salatiga. 5. Teman-teman KOPMA FATAWA yang senantiasa memberi dukungan dan mendo‟akan dalam penyusunan skripsi ini.
7
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr.Wb Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga bisa menikmati indahnya Islam di dunia ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Agung Muhammad SAW yang menjadi suri teladan dan selalu dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM BUKU CARA NABI MENDIDIK ANAK KARYA MUHAMMAD IBNU ABDUL HAFIDH SUWAID.” Dengan selesainya skripsi ini, merupakan satu bentuk tanggung jawab penulis sebagai mahasiswa terhadap akademiknya dalam menempuh pendidikan strata satu dan tanda bakti kepada keluarga tercinta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih dan penghargaan setinggitingginya kepada semua pihak yang dengan ikhlas membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada : 1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. 3. Ibu Hj. Siti Rukhayati M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI).
8
4. Bapak Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag., selaku pembimbing skripsi yang selalu memberi semangat, bimbingan, arahan dan kesabaran kepada penulis. 5. Ibu Hj. Maslikhah, S.Ag., M.Si. selaku pembimbing akademik. 6. Bapak dan ibu dosen, karyawan/karyawati Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini. Wassalamualaikum Wr.Wb. Salatiga, 13 Maret 2017 Penulis,
Silviana Masithoh 111-12-221
9
ABSTRAK Masithoh, Silviana. 2016. Pendidikan Akhlak Anak dalam Buku Cara Nabi Mendidik Anak Karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid. Pembimbing: Prof. Dr. Mansur, M.Ag. Kata Kunci: Pendidikan, Akhlak, Anak Perhatian tentang pendidikan anak mempunyai daya tarik yang sangat besar bagi pengarang pengarang buku, sehingga banyak karya atau buku ilmiah tentang pendidikan anak. Saat ini, terdapat banyak buku yang mencantumkan arahan atau petunjuk dari Rasulullah tentang pendidikan anak. Buku atau karyakarya tersebut biasa dijadikan acuan orang tua atau pendidik dalam mendidik anak. Terlebih dalam membentuk karakter dan jiwa anak yang kuat semenjak kecil, seperti pendidikan akhlak untuk anak. Penulis tertarik untuk meneliti pendidikan akhlak anak dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui lebih dalam tentang: 1). Bagaimana pendidikan akhlak anak dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid. 2). Bagaimana implementasi pendidikan akhlak anak dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid dalam kehidupan sehari-hari. Setelah melakukan penelitian secara mendalam diharapkan peneliti dapat memberikan sumbangan pemikiran tentang pendidikan akhlak anak dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu abdul Hafidh Suwaid. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kepustakaan (library research). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati pada sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku, artikel atau lainnya yang berkaitan dengan skripsi ini. Pengumpulan data dibagi menjadi dua sumber yaitu data primer dan sekunder yang digunakan peneliti yaitul kepustakaan (library research). Sedangkan analisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis isi (content analysis). Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1). Pendidikan akhlak anak dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak yaitu: nilai-nilai adab yang dijabarkan menjadi adab terhadap orang tua, adab terhadap ulama, adab terhadab menghormati dan memuliakan, adab berukhuwah, adab dengan tetangga, adab meminta izin, adab makan dan minum, adab dalam penampilan anak, adab mendengarkan bacaan Al-Qur‟an, perilaku jujur, perilaku menjaga rahasia, perilaku amanah, dan perilaku kebersihan hati dari iri dan dengki. 2). Implementasi pendidikan akhlak anak dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak pada kehidupan sehari-hari yaitu sebagai acuan dalam berperilaku maupun bertutur kata yang baik sesuai dengan aturan atau norma agama agar tercipta masyarakat yang harmonis.
10
DAFTAR ISI
JUDUL .........................................................................................................
i
LEMBAR BERLOGO .................................................................................
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................
iii
PENGESAHAN KELULUSAN ..................................................................
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................
v
MOTTO........................................................................................................
vi
PERSEMBAHAN ........................................................................................
vii
KATA PENGANTAR .................................................................................
viii
ABSTRAK ...................................................................................................
x
DAFTAR ISI ................................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................
1
B. Rumusan Masalah .........................................................................
5
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ........................................................................
6
E. Metode Penelitian ..........................................................................
7
F. Penegasan Istilah ............................................................................
9
G. Sistematika Penulisan ....................................................................
11
BAB II PEMAPARAN BUKU..................................................................
12
BAB III HASIL TEMUAN A. Pendidikan Akhlak Anak ................................................................
11
28
B. Konsep Pendidikan Akhlak Anak..................................................
30
C. Prinsip-prinsip pendidikan akhlak anak ........................................
31
BAB IV PEMBAHASAN A. Pembahasan Pendidikan Akhlak Anak .........................................
48
B. Implementasi .................................................................................
54
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................
56
B. Saran ..............................................................................................
57
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
12
DAFTAR LAMPIRAN 1. Sampul Buku 2. Daftar SKK 3. Lembar Konsultasi 4. Daftar Riwayat Hidup
13
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah harta paling berharga yang dimiliki orang tua. Maka harus dijaga dengan sebaik mungkin. Bukan hanya dijaga, namun para orang tua mempunyai kewajiban untuk melindungi, membimbing, bahkan mendidik anak-anak sejak usia dini. Orang tua atau keluargalah yang mempunyai peran sangat penting dalam mendidik anak. Pendidikan yang pertama kali diberikan orang tua akan sangat mendasari
kepribadian
seseorang.
Jamal
Abdurrahman
(2010:14)
mengatakan “bila masa anak-anak tersebut dimanfaatkan dengan baik, harapan besar di masa selanjutnya akan mudah diraih. Para ulama berkata bahwa anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Hatinya yang masih suci bagaikan permata yang murni. Bebas dari segala macam ukiran dan lukisan. Ia siap menerima bentuk pahatan dan cenderung kepada apa saja yang ditanamkan kepadanya. Bila ia dibiasakan melakukan kebaikan, ia pasti akan tumbuh menjadi orang yang baik. Kedua orang tua akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, termasuk guru dan pembimbingnya. Namun, bila ia dibiarkan melakukan hal-hal yang buruk dan ditelantarkan tanpa pendidikan dan pengajaran, ia pasti akan menjadi orang yang celaka dan binasa. Dengan begitu, orang yang bertangggung jawab atasnya dan juga walinya akan menanggung dosanya.” Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak. Karena pendidikan yang pertama kali diterima anak berasal dari keluarga, terlebih
14
orang tua. Pendidikan seharusnya mulai dilakukan sedini mungkin, sebab keadaan anak yang masih suci belum tercampur atau terpahat dengan halhal bahkan ilmu-ilmu lain sangat menguntungkan untuk orang tua menciptakan kepribadian baik dalam diri anak. Terdapat usia-usia rawan anak sebagai imitator yang baik. Peran orang tua sangat penting dalam menanamkan hal baik, mencontohkan perilaku baik dan di setiap situasi dapat berkata dengan baik. Kebaikan dan amal shalih kedua orang tua memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak dan bermanfaat bagi mereka, baik di dunia maupun di akhirat. Demikian pula amal buruk dan dosa-dosa besar yang dilakukan oleh kedua orang tua memilki dampak negatif terhadap pendidikan anak (Mushthafa al-„Adawi, 2006:31). Maka dari itu orang tua berkewajiban menjadi suri tauladan bagi anak-anak dengan perangai yang baik dan tabiat yang mulia dengan memegang teguh agama dan rasa cinta kepada Allah swt. dan Rasulullah saw. Anak memiliki hak yang harus dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Di antara hak mereka adalah mendapatkan pendidikan yang baik dari keduanya (Mushthafa al-„Adawi, 2006:9). Maka Rasulullah saw. membebankan tanggung jawab pendidikan anak itu sepenuhnya di pundak orang tua (Muhammad, 2004:5). Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia anak, orang tua merasa telah ikut andil dalam memberikan pendidikan melalui sekolah formal. Namun saat anak mendapatkan pendidikan formal, orang tua seakan perlahan melepaskan kewajiban-kewajibannya sebagai pendidik di lingkungan keluarga.
15
Seorang anak mendapatkan pendidikan bukan hanya lewat sekolah formal. Saat anak berada di masyarakat bahkan di lingkungan keluarga, anak akan tetap mendapatkan pendidikan. Bahkan di lingkungan keluargalah yang paling dominan dalam mendidik anak. Kebersamaan orang tua dan anak dalam waktu yang lama sangat berperan penting untuk memberikan pendidikan kepada anak tentang berperilaku, bersikap yang baik, maupun dalam bertutur kata. Tetapi para orang tua beranggapan pendidikan di sekolah sudah sangat cukup dalam mendidik anak. Orang tua tidak memperdulikan tindak tanduk sang anak. Intensitas waktu yang dimiliki orang tua dan anak perlahan mulai berkurang, pengawasan orang tua mulai pudar, penanaman hal-hal baik seakan teracuhkan. Sebenarnya sudah menjadi kewajiban orang tua untuk mendidik anak. Meskipun tanggung jawab pendidikan cukup besar namun banyak yang teledor dan mengacuhkan sehingga putra-putri mereka rusak dan hidup terlantar akibat menelantarkan pendidikan mereka. Tidak pernah menanyakan tentang kondisi dan keadaan mereka, dan tidak memberi pengarahan yang baik. Akibatnya moral yang ada pada diri anak tidak termonitor orang tua. Karakter yang belum kuat perlahan mulai terkikis yang menjadikan moral anak semakin terpuruk. Maka akan timbul kenakalan-kenakalan yang tidak semestinya diperbuat pada masa anakanak. Banyak terjadi kenakalan atau pun penyelewengan yang dilakukan anak karena kurangnya pembentukan moral yang baik dan karakter yang kuat misalnya, anak kecil berpacaran, mencuri uang teman sekolahnya, berkelahi, berkata kasar. Namun setelah tampak kenakalan dan
16
penyelewengan moral pada mereka, orang tua baru bereaksi dan mengeluh tentang hal itu. Ketika orang tua baru sadar bahwa sumber kenakalan dan kerusakan moral anak berasal dari orang tua itu sendiri (Al Maghribi, 2004:145). Seharusnya para pendidik (orang tua atau guru) tidak puas dengan hanya memberikan pendidikan umum saja. Pendidikan Islam juga sangat penting bagi anak dalam membentuk karakter. Al-Maghribi bin as-Said alMaghribi (2004:250) berkata bahwa di antara nilai Islam yang indah dan sangat mendapat anjuran serta motivasi adalah akhlak mulia. Dan itulah nilai terbaik untuk membentuk pribadi dan membangun generasi serta mendidik anak-anak. Islam telah menjadikan Rasulullah sebagai sumber teladan yang baik dalam akhlak, dan sebaiknya seorang mukmin meneladaninya (Hafidz dan Kastolani, 2009:108). Akhlak adalah sumber segala-galanya, semua kehidupan bergantung pada akhlak. Akhlak yang baik akan tumbuh akibat pergaulan baik. Sedangkan akhlak yang buruk akan timbul akibat pergaulan yang buruk. Akhlak atau dalam bahasa Indonesia disebut juga budi pekerti, tercipta dari suatu kebiasaan. Apabila membiasakan hal baik dari kecil, maka akan menghasilkan akhlak yang baik dan melekat hingga dewasa. Namun apabila dari kecil terbiasa mendapat contoh yang buruk, maka karakter atau budi pekertinya akan buruk hingga dewasa nanti. Jika pendidikan anak jauh dari akidah Islam, terlepas dari arahan religius dan tidak berhubungan dengan Allah, maka tidak diragukan lagi bahwa anak akan tumbuh di atas dasar kefasikan, penyimpangan,
17
kesesatan dan kekafiran. Oleh karena itu pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan untuk menciptakan akhlak yang baik. Pendidikan Islam merupakan faktor yang meluruskan tabi‟at bengkok dan memperbaiki jiwa kemanusiaan („Abdu „I-Lah Nashih „Ulwan, 1981:176). Di dalam Al-Qur‟an pastinya terdapat ilmu-ilmu atau tuntunan untuk orang tua dalam mendidik anak sesuai dengan syari‟at. Bahkan Nabi saw. mencontohkan tentang cara mendidik anak. Jamal Abdurrahman (2010:115) mengatakan bahwa Nabi saw. mendidik mereka (anak-anak), baik pada pagi hari maupun petang hari agar berhati suci, berjiwa bersih, dan berlapang dada, sebagai persiapan untuk menghadapi suatu hari yang tidak berguna lagi harta benda atau anak-anak, kecuali orang yang datang dengan membawa hati yang bersih. Merujuk pada penjelasan di atas maka penulis ingin melakukan penelitian tentang pendidikan akhlak anak dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Ir. Muhammad Abdul Ibnu Hafidh Suwaid. Buku ini memiliki judul asli Manhaj Tarbiyah Nabawiyah Lith Thifli dan diterjemahkan oleh Hamim Thohiri, dkk. Dalam buku ini, sedikit tulisan langsung dari pengarang, akan tetapi lebih mengedepankan sabda-sabda Nabi saw. dari para sahabat dan pendapat para Salafus shalih tentang pendidikan anak. Oleh karena itu, penulis ingin mengeksplorasi tentang pendidikan akhlak anak dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak dan mengambil DALAM
judul BUKU
penelitian CARA
“PENDIDIKAN
NABI
AKHLAK
MENDIDIK
MUHAMMAD IBNU ABDUL HAFIDH SUWAID”.
18
ANAK
ANAK KARYA
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, penulis memfokuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pendidikan akhlak anak yang terdapat di dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid? 2. Apa implementasi prinsip pendidikan akhlak anak yang terdapat dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid pada kehidupan sehari-hari? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan pernyataan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian. Isi dan rumusan tujuan penelitian mengacu pada rumusan masalah, kalimatnya berbentuk kalimat pernyataan (STAIN Salatiga, 2008:16). Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui pendidikan akhlak anak yang terdapat di dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid 2. Mengetahui implementasi prinsip pendidikan akhlak anak yang terdapat dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid pada kehidupan sehari-hari. D. Manfaat Penelitian Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
19
1. Secara teoritis a. Menambah wawasan bagi pembaca tentang cara mendidik anak, terlebih dalam pendidikan akhlak. b. Menambah dan memperkaya keilmuan media sebagai sarana pendidikan. 2. Secara praktis a. Untuk menambah wawasan bagi penulis dalam mengetahui pendidikan akhlak anak yang terkandung dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid. b. Memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri. E. Metode Penelitian Pengertian metode, berasal dari kata mothodos (Yunani) yang dimaksud adalah cara atau suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu objek atau subjek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang
dapat
dipertanggungjawabkan
secara
ilmiah
dan
termasuk
adalah
penelitian
keabsahannya (Ruslan, 2014:24). 1. Jenis penelitian Jenis
penelitian
yang
penulis
lakukan
kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan deskriptif analisis (descriptive of analyze research). Deskriptif analisis ini mengenai blibliografi yaitu pencarian fakta, hasil dan ide pemikiran seseorang melalui cara mencari, menganalisis, membuat interprestasi
20
serta melakukan generalisasi terhadap hasil penelitian yang di lakukan (Moleong, 2005:29). Prosedur dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan data dekriptif yang berupa data tertulis setelah dilakukan analisis pemikiran (content analyze) dari suatu teks. 2. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah metode dokumentasi. Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai halhal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2006: 231). Penelusuran dokumentasi ini penting untuk mengumpulkan data guna menjadi referensi
dalam penyusunan skripsi ini. Melalui
dokumentasi ini juga dapat ditemukan teori-teori yang bisa dijadikan bahan pertimbangan berkenaan dengan judul penelitian ini. 3. Sumber data Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto, 2006:129). a. Data primer Sebagai sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid. b. Data sekunder Sebagai sumber data sekunder dalam penelitian ini diambil dari sumber-sumber yang lain dengan cara mencari, menganalisis buku-
21
buku, internet, dan informasi lainnya yang berhubungan dengan judul penelitian skripsi ini. 4. Teknik analisis data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis isi (content analys). Penelitian dengan metode analisis isi digunakan untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi, yang disampaikan dalam bentuk lambang yang terdokumentasi atau dapat didokumentasikan. Metode ini dapat dipakai untuk menganalisis semua bentuk komunikasi, seperti pada surat kabar, buku, puisi, film, cerita rakyat, peraturan perundang-undangan, dan sebagainya (Hadi, 2005:175). F. Penegasan Istilah Untuk mempermudah pembaca memperoleh pemahaman dan gambaran yang pasti terhadap istilah tersebut, maka penulis akan menjabarkan terlebih dahulu yaitu: 1. Pendidikan Pendidikan
adalah
proses
pemupukan
pengetahuan,
keterampilan dan sikap untuk mewujudkan segenap potensi yang ada dalam diri seseorang (Mochtar, 1994:54). Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia untuk mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai dan norma yang dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat (Mohammad Daud, 2008:179). Pendidikan merupakan upaya mewariskan nilai yang akan menjadi penolong dan
22
penuntun
dalam
menjalani
kehidupan
dan
sekaligus
untuk
memperbaiki nasib dan peradapan umat manusia (Mansur, 2001:1). Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar seseorang untuk memupuk segala potensi yang ada dalam diri seseorang sebagai penuntun dan penolong dalam menjalani kehidupan di masa mendatang. 2. Akhlak Rahmat Djatnika (dalam Mohammad Daud, 2008:346) perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab akhlaq,bentuk jamak kata khuluq atau al-khulq, yang secara etimologis berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabi‟at. Akhlak adalah keadaan yang melekat pada jiwa manusia yang melahirkan perbuatan, mungkin baik mungkin buruk (Mohammad Daud, 2008:345). Jadi, akhlak adalah segala tingkah laku, budi pekerti, perangai yang melekat pada diri seseorang yang melahirkan perbuatan atau tindakan baik maupun buruk. 3. Anak Anak adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum mengalami masa pubertas. Menurut undangundang nomer 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Jadi, Anak adalah
23
seorang anak lelaki atau perempuan yang masih berusia di bawah 18 tahun atau belum mengalami pubertas, termasuk yang masih dalam kandungan. G. Sistematika Penulisan Skripsi Sistematika penulisan skripsi yang disusun terbagi dalam tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari sampul, lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas, halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman daftar isi, halaman daftar lampiran. Bagian inti atau isi dalam penelitian ini, penulis menyusun ke dalam lima bab yang rinciannya adalah sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Bab ini memaparkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II
GAMBARAN UMUM BUKU CARA NABI MENDIDIK ANAK Dalam bab ini akan diuraikan tentang gambaran umum Buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid.
24
BAB III
HASIL TEMUAN Dalam bab ini akan diuraikan tentang pendidikan akhlak anak dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid.
BAB IV
PEMBAHASAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai implementasi pendidikan akhlak anak dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid di kehidupan sehari-hari.
BAB V
PENUTUP Bab penutup berisi kesimpulan dan saran.
25
BAB II PEMAPARAN BUKU Umumnya sebuah karya ilmiah atau buku-buku ilmiah karya seseorang terdapat informasi mengenai pengarang buku. Informasi tersebut bisa berisikan tentang biografi pengarang, latar belakang kehidupan, maupun karya-karya lain dari pengarang. Sehingga memudahkan pembaca untuk mengetahui latar belakang kehidupan pengarang buku. Biografi atau latar belakang kehidupan pengarang biasanya terletak pada halaman terakhir buku. Namun berbeda dengan buku Cara Nabi Mendidik Anak, penulis tidak menemukan informasi secara terperinci tentang pengarang. Di dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak tidak terdapat biografi pengarang seperti umumnya buku ilmiah yang lain. Latar belakang kehidupan atau karyakarya lain juga tidak ditemukan. Penulis berusaha mencari informasi tentang biografi pengarang, baik melalui media internet, bertanya dengan blogger, dan ke perpustakaan. Namun penulis tidak menemukan informasi tersebut. Penulis sekedar mengetahui bahwa buku Cara Nabi Mendidik Anak adalah karya Muhammad Ibnu Abdul Suwaid yang bertempat tinggal di Kuwait. Pada awal buku terdapat pengantar dan beberapa testimoni dari para tokoh. Abdur
Rahman
Hasan
Habnakah
(dalam
Muhammad,
2004:x)
mengemukakan bahwa pengarang buku Cara Nabi Mendidik Anak adalah seorang pemuda mukmin dan seorang insinyur dari Kuwait.
26
Buku ini merupakan terjemahan dari judul asli “Manhaj Tarbawiyah Nabawiyah Lith Thafli” karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid. Cara Nabi Mendidik Anak merupakan buku yang diterjemahkan oleh Hamim Thohari, Tholhah Nuhin, Nur Kosim, dan Saad Mubarok. Diterbitkan oleh Al-I‟tishom Cahaya Umat dengan ketebalan buku 15.5x24cm yang mempunyai 452 halaman. Banyak pengarang buku yang menghasilkan sebuah karya tentang pendidikan anak. Perhatian yang besar terhadap pendidikan anak menjadi salah satu alasan. Namun berbeda dengan buku atau karya-karya lain, buku Cara Nabi Mendidik Anak merupakan buku berisi tentang pendidikan anak yang disusun secara terpadu dan bersumberkan atas petunjuk serta sunnah Rasulullah saw. Seperti yang telah diuraikan di atas, buku karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid termasuk dalam buku yang mengkaji sunnah-sunnah Rasulullah saw. sunnah tersebut adalah petunjuk tarbawi Rasulullah saw untuk para pendidik, baik orang tua maupun guru. Petunjuk ini sebagai dasar dalam membimbing serta mengarahkan anak sesuai dengan sunnahsunnah yang harus diteladani. Pada buku Cara Nabi Mendidik Anak, Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid menekankan perhatiannya pada pendidikan Islam, terlebih pendidikan untuk anak. Akan tetapi dalam bukunya ini, Suwaid tidak memaparkan secara langsung pendapatnya, beliau memaparkan berdasarkan sunnah-sunnah Nabi Muhammad saw. Dalam buku karangan Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid ini sudah mencakup hampir seluruh bahasan tentang pendidikan anak berdasarkan atas petunjuk sang pendidik agung, Muhammad saw. 27
Metodologi yang digunakan Suwaid dalam menyusun buku adalah menjadikan sumber nabawi sebagai dasar utama pijakan berfikir. Muhammad
Ibnu
Abdul
Suwaid
sama sekali
tidak memaparkan
pemikirannya terlebih dahulu sebelum menemukan nash-nash hadits. Dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak, pengarang membagi bahasan menjadi dua bagian dan masing-masing terdiri dari beberapa bab kemudian dijabarkan lagi menjadi subbab. Pengarang menggunakan katakata atau bahasa yang praktis dan mudah dipahami.
Dalam buku ini
terdapat banyak contoh-contoh dari para salafus shalih atau para alim ulama tentang mendidik anak. Judul bagian dan bab-bab serta penjabaran menjadi beberapa subbab dalam buku ini tersusun sebagai berikut: 1. Persiapan menjadi orang tua dan pendidik anak yang sukses. Bagian pertama ini mencakup beberapa subbab, yakni: a. Pengantar umum untuk orang tua. Orang tua sebagai pendidik dan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan anaknya. Rasulullah saw. membebankan tanggung jawab pendidikan anak itu sepenuhnya di pundak orang tua (Muhammad, 2004:5). Orang tua harus menyiapkan secara matang fisik, spiritual, maupun material baik untuk diri sendiri atau kelahiran seorang anak di dunia. Bab ini membahas tentang tanggung jawab pendidikan, berusaha menikah dengan wanita shalihah berjiwa pendidik, pahala
28
memberi nafkah kepada istri dan anak-anak, tujuan pernikahan Islami, sifat-sifat pendidik sukses, kabar gembira buat orang tua, anak-anak adalah hiasan dan ujian dalam kehidupan dunia, pertarungan setan dan manusia memperebutkan keturunannya, keshalihan orang tua dan pengaruhnya terhadap anak-anak, pernikahan dan kekeluargaan, doa ketika akan bersetubuh, merenungkan kejadian manusia, cara Nabi saw. mengatasi kemandulan, gambaran sepintas tentang kejadian manusia dalam rahim, ancaman bagi orang yang tidak mau mengakui anak atau orang tuanya sendiri. b. Bayi, dari lahir hingga berusia dua tahun. Dalam bab ini dijabarkan tentang mendidik anak dari bayi sampai berusia dua tahun. Terdapat pula bimbingan bagi orang tua untuk mendidik anak sejak lahir dari rahim ibunya seperti yang telah disampaikan Rasulullah saw. Salah satunya dengan men-tarbiyah anak dengan kalimat tauhid (Muhammad, 2004:33). Terdapat sembilan bahasan yang dijabarkan dalam bab ini, yaitu tentang amalan dan doa ketika mengalami kesulitan dalam melahirkan, beberapa amalan pada hari pertama kelahiran, beberapa amalan pada hari ketujuh, menyusui hingga dua tahun, hukum kencingnya anak yang masih menyusu dan cara pensuciannya, anak yang masih menyusu boleh dibawa ibunya ke masjid, anak kecil yang belum bisa buang air sendiri makruh dibawa ke masjid,
29
penjagaan dan pengasuhan anak menjadi hak ibu, hak perwalian kepada ayah atau tanggung jawab. c. Cara-cara Nabi mendidik anak. Dalam bab ini dijabarkan tentang panduan dasar untuk orang tua sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Kemudian diperlengkap
dengan
berbagai
petunjuk
Nabi
dalam
mengembangkan pemikiran dan membangun jiwa anak. Pada masing-masing subbab memiliki pembahasan yang berbeda-beda, yakni: 1) Pada subbab panduan dasar untuk orang tua dan pendidik. a) Keteladanan b) Memilih waktu yang tepat untuk menasehati c) Bersikap adil dan tidak pilih kasih d) Memenuhi hak-hak anak e) Mendoakan anak f) Membelikan mainan g) Membantu anak agar berbakti dan taat h) Tidak banyak mencela dan mencaci. 2) Cara efektif mengembangkan pemikiran anak. a) Menceritakan kisah-kisah b) Bicara langsung c) Bicara sesuai dengan kemampuan akal anak d) Dialog dengan tenang e) Metode praktis empiris
30
f) Kebutuhan anak terhadap figur riil yakni Rasulullah saw. 3) Cara efektif membangun jiwa anak a) menemani anak b) Menggembirakan hati anak c) Membangun kompetisi sehat dan memberi imbalan kepada pemenangnya d) Memotivasi anak e) Memberi pujian f) Bercanda dan bersenda gurau dengan anak g) Panggilan yang baik h) Memenuhi keinginan anak i) bimbingan terus menerus j) Bertahap dalam pengajaran k) Imbalan dan hukuman. d. Memotivasi anak agar berbakti dan tidak durhaka kepada orang tua. Dalam bab ini telah dijabarkan tentang panduan bagi orang tua untuk memotivasi anak agar berbakti dan tidak durhaka kepadanya. Baik saat orang tua masih hidup maupun setelah salah satu atau keduanya meninggal. Terdapat banyak sekali ayat al-Qur‟an dan hadits-hadits Nabi saw. tentang berbakti kepada orang tua. Karena dengan berbakti kepada orang tua berpengaruh besar terhadap kebaikan anak. Subbab pertama membahas tentang berbakti kepada orang tua semasa hidup dengan tigabelas poin yang perlu diperhatikan, yaitu
31
pahala berbakti kepada kedua orang tua di dunia dan akhirat, mengutamakan berbakti kepada orang tua di atas fardhu kifayah, tidak ada ketaatan kepada orang tua untuk mendurhakai Allah namun harus tetap berbuat baik kepada keduanya, manusia yang paling berhak untuk didampingi adalah kedua orang tua, mengutamakan berbakti kepada ibu jika kepentingan ayah tidak bisa dikompromikan dengan kepentingan ibu, kamu dan hartamu adalah milik orang tuamu, membebaskan orang tua dari hutang, saling mendoakan, jangan menyebabkan orang lain mencaci orang tua, berbanggalah dengan orang tuamu, menghajikan orang tua, melaksanakan nadzar orang tua, durhaka kepada orang tua termasuk dosa besar yang dipercepat balasannya di dunia dan akhirat. Kemudian subbab kedua membahas tentang berbakti kepada orang tua setelah salah satu atau keduanya meninggal dunia dengan sembilan bahasan, yakni melaksanakan janji dan wasiat keduanya, mendoakan dan memohonkan ampunan untuk keduanya, silaturahim dan berbuat baik kepada kawan-kawan keduanya, bershadaqah atas nama keduanya, menghajikan orang tua, bersegera melaksanakan amal shalih untuk membahagiakan orang tua yang telah meninggal dunia, menziarahi kuburan orang tua, memperlakukan dengan baik peninggalan keduanya dan jangan membiarkan orang lain mencaci keduanya, berpuasa untuk kedua orang tua.
32
e. Cara meluruskan kesalahan perilaku anak. Dalam bab-bab sebelumnya telah dibahas cara Nabi mendidik anak, baik dari aspek pemikiran atau tingkah laku. Namun jika sudah mendidik anak sesuai dengan petunjuk Nabi saw. tetapi tidak menghasilkan sesuatu yang baik, maka perlu adanya ta‟dib (pelurusan perilaku). Pada pembahasan bab ini dijabarkan tentang cara meluruskan perilaku anak dimulai dari pelurusan kesalahan perilaku merupakan kemestian
dalam
pendidikan,
membetulkan
kesalahan
cara
berpikirnya baru perilakunya, bertahap dalam pelurusan perilaku. Dan pelurusan perilaku ini dilakukan secara bertahap, karena menta‟dib anak itu lebih baik dari pada bersadaqah satu gantang (Muhammad, 2004:142). 2. Membangun kepribadian Islam seorang anak. Setelah membahas pada bagian pertama tentang cara atau persiapan bagi orang tua sebagai pendidik yang sukses untuk sang anak, maka pada bagian ini akan dibahas tentang aspek-aspek dalam diri anak menurut Suwaid harus dikembangkan. Terdapat sembilan aspek yang perlu dikembangkan agar menciptakan kepribadian Islam pada diri anak. Aspek-aspek tersebut, antara lain: a. Pembinaan aqidah. Pembinaan aqidah sebaiknya dilakukan pada masa awal pertumbuhan anak. Mulailah dengan membuatnya hafal, kemudian memahami dan membuatnya percaya, yakin, serta membenarkannya. 33
Sedikit demi sedikit anak akan memahami makna yang terkandung di dalamnya. Dalam bab ini dijabarkan menjadi lima pembahasan subbab, yakni men-talqin-kan kalimat tauhid kepada anak, cinta kepada Allah merasa diawasi Allah meminta pertolongan kepadaNya serta beriman kepada qadha dan qadar, mencintai Rasulullah keluarga dan para sahabat, mengajarkan al-Qur‟an kepada anak, mendidik keteguhan aqidah dan siap berkorban untuk mempertahankannya. b. Pembinaan ibadah. Agar aqidah anak tertanam kuat dalam jiwanya, maka harus disirami dengan ibadah dalam berbagai bentuk dan ragamnya. Dengan menjaga shalat serta membiasakan diri ke masjid, berpuasa, melaksanakan haji, dan membayar zakat. Pembinaan ibadah mempunyai lima pilar, yang pertama adalah shalat. Dalam pilar ini telah dijabarkan lagi menjadi tujuh pembahasan,
yakni
periode
memerintahkan
shalat,
periode
pengajaran shalat kepada anak, periode memerintahkan shalat dan memukul jika enggan, mendidik anak agar menghadiri shalat berjamaah, beberapa contoh bagi anak dalam hal Qiyamul Lail (shalat malam), membiasakan anak untuk shalat istikharah, menyertakan anak dalam shalat Id. Pilar kedua adalah anak dan masjid yang diuraikan menjadi dua poin bahasana, yaitu menjaka anak ke masjid, menautkan hati anak dengan masjid. Pilar ketiga yaitu puasa, keempatnya haji, dan yang kelima zakat.
34
c. Pembinaan kemasyarakatan. Sejatinya manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Sehingga mendidik anak tidak hanya membangun interaksi hablum minnallah saja, namun harus membangun juga interaksi dengan masyarakat (hablum minannas). Demikian agar anak terhindar dari sifat memikirkan diri sendiri karena anak akan tumbuh menjadi dewasa di lingkungan masyarakat luas. Terdapat delapan pilar bahasan dalam bab ini. Delapan pilar tersebut antara lain: 1) Mengajak anak menghadiri majelis-majelis orang dewasa 2) Menyuruh anak melaksanakan tugas rumah 3) Membiasakan anak mengucapkan salam 4) Menjenguk anak yang sakit 5) Memilihkan teman-teman yang baik untuk anak 6) Melatih anak berdagang 7) Kehadiran anak dalam acara perayaan yang disyariatkan dan dalam pesta pernikahan 8) Bermalam di rumah sanak keluarga yang shalih Dan pembahasan ini ditutup dengan contoh konkret tentang kehiduoan sosisal Rasulullah saw. dengan anak-anak d. Pendidikan akhlak. Saat anak sudah mampu berinteraksi baik dengan masyarakat maka perlu akhlak yang baik dari dalam diri. Akhlak anak akan
35
tercermin dari pembiasaan yang orang tua lakukan, baik dari perilaku maupun tutur katanya. Pada bab pendidikan akhlak terdapat lima subbab pembahasan. Suwaid menjabarkan prinsip-prinsip tersebut sebagai berikut: 1) Nilai-nilai adab a) Beberapa keterangan tentang menanamkan nilai adab pada anak b) Beberapa contoh perikehidupan salafus shalih dalam membimbing anak c) Macam-macam adab kenabian bagi anak 1. Adab terhadap orang tua 2. Adab terhadap ulama 3. Adab menghormati dan memuliakan 4. Adab berukhuwah 5. Adab dengan tetangga 6. Adab meminta izin 7. Adab makan dan minum 8. Adab dalam penampilan anak 9. Adab mendengarkan bacaan Al-Qur‟an 2) Perilaku jujur 3) Perilaku menjaga rahasia 4) Perilaku amanah 5) Perilaku kebersihan hati dari iri dan dengki
36
e. Membentuk jiwa anak. Ketika sudah membentuk kepribadian anak yang baik, maka akan terciptan jiwa dan karakter anak yang baik pula. Peran dari orang tua merupakan sumber utama tumbuhnya kepribadian pada jiwa anak. Dalam baba ini terdapat delapan prinsip dalam membentuk jiwa anak sesuati petunjuk Rasulullah saw. Dalam membentuk jiwa anak, terdapat delapan prinsip yang telah dijabarkan pada bab ini. Delapan prinsip itu antara lain: 1) Memberi ciuman, perhatian, dan kasih sayang 2) Bermain dan bercanda dengan anak 3) Memberikan hadia, penghargaan, dan pujian kepada anak 4) Mengusap kepala anak 5) Menyambut anak dengan kehangatan 6) Memperhatikan dan menanyakan keadaan anak 7) Pengawasan khusus bagi anak perempuan dan yatim a) Pendidikan anak perempuan b) Pendidikan anak yatim 8) Memberikan kecintaan kepada anak secara proporsional atau tawazun, tidak berlebihan dan tidak juga menelantarkan f. Pembentukan fisik anak. Pertumbuhan fisik sangat mempengaruhi ruang gerak dan keterampilan anak. Rasulullah saw. memberikan arahan kepada anak-anak ataupun orang tua dalam membentuk fisik yang kuat pada diri seorang anak.
37
Bab ini telah menjabarkan empat poin dalam pembentukan fisik anak. Yang pertama adalah hak anak belajar berenang, memanah, menembak, dan menunggang kuda. Kedua, mengadakan lomba olahraga untuk anak. Ketiga adalah keikutsertaan orang dewasa dalam bermain bersama anak-anak. Dan yang terakhir, anak bermain bersama anak-anak lainnya. Pembahasan pada bab ini ditutup dengan beberapa manfaat olahraga bagi anak. g. Pembentukan intelektualitas anak. Dalam membentuk keilmuan dan pola pikir anak, orang tua harus memperhatikan kaidah-kaidah dan prinsip-prinsipnya agar tertanam dalam diri anak ilmu dan pola pikir yang benar dan lurus. Pola pembentukan intelektualitas anak dimulai dengan prinsipprinsip dan mengarahkan anak tentang nilai ilmu, belajar, dan mencintai ulama. Terdapat
delapan
prinsip
dalam
upaya
pembentukan
intelektualitas anak, yakni hak anak untuk belajar dan menanamkan kecintaan mencari ilmu serta adabnya, membimbing anak untuk menghafalkan al-Qur‟an hadits dan menanamkan keikhlasan dalam menghafalnya, memilihkan untuk anak guru yang shalih dan shalihah, mendiidk anak terampil berbahasa arab, mendidik anak terampil berbahasa asing, mengarahkan anak sesuai dengan kecenderungan ilmiahnya, perpustakaan rumah dan pengaruhnya dalam perkembangan anak, serta riwayat anak-anak salafus shalih dalam mencari ilmu.
38
h. Membangunan kesehatan anak. Pada
pembahasan
sebelumnya
telah
dijabarkan
tentang
pembentukan fisik yang kuat pada diri anak. Namun fisik yang kuat saja tidak cukup tanpa adanya kesehatan dalam diri anak. Telah banyak anjuran dari Rasulullah saw. tentang menjaga kesehatan umatnya. Terutama perhatian beliau dalam menjaga kesehatan anak. Untuk membangun kesehatan anak, telah dijabarkan beberapa pembahasan sebagai berikut: 1) Asas-asas bangunan kesehatan bagi si anak 2) Pengobatan cara Nabi a) Bersegera mengobati anak yang sakit b) Menjenguk anak yang sakit c) Pengobatan dengan menggunakan batang al-„uud alhindy dan obat hidung d) Pengobatan dengan hijamah (bekam) dan al-masyiyyu (obat pelangsing) e) Pengobatan dengan doa dan ruqyah f) Pengobatan untuk penyakit mata yang hasad g) Larangan menggantungkan sesuatu pada leher anak, selain al-Qur‟an dan hadits nabawi. i. Meluruskan dorongan seksual anak. Pembahasan ini sangatlah penting ditanamkan pada anak sedini mungkin agar tidak terjadi penyimpangan seksual. Dorongan seksual sebenarnya ada dalam diri setiap jiwa, namun dorongan tersebut
39
harus diluruskan kepada hal-hal yang benar. Suwaid telah menjabarkan di dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak sembilan cara untuk meluruskan dorongan seksual anak. Kesembilan cara ini yaitu izin masuk, membiasakan anak menundukkan pandangan dan menjaga aurat, memisahkan tempat tidur anak, tidur dengan posisi miring di atas lambung kanan, menjauhkan anak dari ikhtilat, mengajarkan mandi wajib dan sunnah-sunnahnya bagi anak yang menginjak dewasa, menjelaskan mukadimah surah an-Nuur dan menghafalnya bagi anak yang menginjak dewasa, penjelasan masalah seks dan perzinaan, pernikahan dini, dan tanda-tanda baligh. Adanya buku ini sebagai pedoman para orang tua atau pendidik dalam mendidik anak, sehingga tercipta kepribadian dan karakter anak yang baik dan kuat. Rasulullah sangat memperhatikan kondisi anak. Sudah menjadi tugas orang tua untuk mengetahui apa yang benar-benar dibutuhkan anak dan sudah menjadi kewajiban orang tua dalam memenuhi hak-hak anak. Pada buku ini juga sudah dijabarkan dengan jelas, bahwa penghulu dari para pendidik, sang pendidik agung, Muhammad saw. Terdapat banyak petunjuk maupun arahan-arahan Nabi dalam mendidik anak. Orang tua bisa membangun anak dengan pribadi yang Islami.
40
BAB III HASIL TEMUAN A. Pendidikan Akhlak Anak Dibutuhkan waktu yang sangat panjang dalam menjalani pendidikan, sepanjang usia manusia itu sendiri. Pendidikan merupakan upaya mewariskan nilai yang akan menjadi penolong dan penuntun dalam menjalani kehidupan dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradapan umat manusia (Mansur, 2001:1). Atau Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia untuk mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai dan norma yang dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat (Mohammad Daud, 2008:179). Jadi berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa pendidikan adalah usaha sadar dalam upaya mewariskan nilai dan mengembangkan potensi dalam diri yang akan menjadi penolong dan penuntun dalam kehidupan. Orang tua seharusnya mendidik anak dengan pendidikan Islam sedini mungkin sebagai bekal dalam kepribadiannya. Tujuan utama pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak dan budi pekerti yang menghasilkan orang-orang yang bermoral, baik laki-laki maupun perempuan, jiwa yang bersih, kemauan keras, cita-cita yang benar dan akhlak yang tinggi serta dapat membedakan hal-hal yang baik dan buruk (Muh. Atiyah al-Abarasyi, 1970:103). Akhlak adalah apa-apa yang diambil dan diserap manusia untuk dirinya dari berbagai perilaku, karena ia menjadi bagian dari dirinya (Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:261). 41
ْ ُِك ٌم َيىْ نُىْ ٍد يُىْ نَ ُد َعهَى ْانف ِّ َِ ص َرا َِ ِّ أَوْ يُ ًَ ِّج َسا ِّ َُُط َر ِة فَأَبَ َىاُِ يُ َه ِّى دَا َِ ِّ أَوْ ي “Setiap anak yang baru dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari Muslim no 1358&1359) Al-„Allamah Syekh Muhammad Al-Khidhir Husain (dalam Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:262) mengatakan bahwa seorang anak dilahirkan dalam keadaan fitrah yang bersih dan tabiat yang lurus. Maka, ketika jiwa yang masih bersih ini menerima satu perilaku, akan terukir dalam jiwanya. Kemudian, sedikit demi sedikit, perilaku tersebut akan memenuhi semua sisi dalam dirinya, dan menjadi perilaku yang kokoh, yang sangat peka dengan hal-hal yang kontradiktif dengannya. Ketika kita melihat di tempat yang asing, orang yang lembut tutur katanya dan ramah, maka kita tidak menyangsikan bahwa dia termasuk orang-orang yang Allah lahirkan dan besarkan dalam keluarga dan lingkungan yang baik serta mulia. Sebab, anak akan tumbuh sesuai dengan kebiasaan yang ditanamkan oleh pendidik di masa kecilnya, misalnya galak, ceroboh, keras kepala, dan terburu-buru. Orang tua akan sulit menghilangkannya ketika anak sudah dewasa. Semua akhlak buruk akan berubah menjadi sifat dan karakter yang tertanam dalam dirinya. Meskipun anak berusaha keras untuk menjauhi atau menghilangkannya, suatu saat nanti akan muncul kembali dan banyak orang yang akhlaknya menyimpang karena salahnya pendidikan sewaktu kecil (Jamal Abdurrahman, 2010:117). Dari pandangan Suwaid, seorang anak sangat membutuhkan pembentukan akhlak. Hal ini diperlukan kesungguhan dan perhatian dari
42
orang tua serta pendidik terutama pada usia kanak-kanak. Karena dalam usia tersebut memiliki keistimewaan yaitu masih terjaga fitrahnya dan tanggap. B. Konsep Pendidikan Akhlak Anak Konsep pendidikan akhlak anak dari Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak selengkapnya dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. Tujuan Pendidikan Akhlak Anak Tujuan pendidikan akhlak anak yang dirumuskan Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid adalah agar aktivitas sosial anak terjaga dan
terhindar
dari
penyimpangan
serta
kesalahan.
Menurut
Muhammad Ibnu Hafidh Suwaid tujuan pendidikan akhlak untuk anak ini untuk membangun karakter yang kuat pada diri anak, sehingga tidak akan terjadi kesalahan dalam bersikap, berpeilaku, maupun bertutur kata yang salah baik di masa sekarang atau yang akan datang. Dengan kepribadian yang baik akan mengahasilkan perilaku yang baik pula, untuk diri sendiri, orang lain, maupun dalam berkehidupan
sosial.
Seseorang
yang
berakhlak
baik
akan
mendapatkan ketenangan dalam dirinya. Menurut Al-Ghazali (dalam Bambang Trim, 2008:7) tujuan pendidikan akhlak adalah membuat amal yang dikerjakan menjadi nikmat, seseorang yang dermawan akan merasa lezat dan lega ketika memberikan hartanya dan ini berbeda
43
dengan orang yang memberikan hartanya karena terpaksa. Seseorang yang merendahkan hati, ia merasakan lezatnya tawadhu‟. 2. Pendidik dan Peserta Didik Pendidik dalam hal ini menurut Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid adalah orang tua atau guru yang dapat mendidik dan mencontohkan perilaku-perilaku baik. Kedudukan orang tua sebagai pendidik, merupakan pendidik yang kodrati dalam lingkungan keluarga. Artinya orang tua sebagai pendidik utama dan yang pertama yang berlandaskan pada hubungan cinta kasih bagi keluarga atau anak yang lahir di lingkungan keluarga mereka. Kedudukan orang tua sebagai pendidik sudah berlangsung lama, bahkan sebelum ada orang yang memikirkan tentang pendidikan. Peserta didik adalah seorang anak pada fase kanak-kanak yang masih terjaga fitrahnya dan tanggap. Pada fase istimewa itu, seorang anak sebagai imitator orang tuanya. Melihat dan menirukan apa yang dilakukan atau pun dikatakan oleh orang tua atau guru. Pendidik harus membentuk karakter yang kuat agar anak berkembang menjadi pribadi yang mulia, dan anak dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. C. Prinsip-prinsip Pendidikan Akhlak Anak Untuk membentuk suatu karakter dan jiwa yang kuat, terdapat beberapa prinsip yang harus dipahami. Dari sabda-sabda Rasulullah saw. terdapat banyak arahan atau petunjuk untuk membangun karakter anak.
44
Namun menurut Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak terdapat lima prinsip yang harus diperhatikan orang tua atau pendidik dalam membentuk akhlak seorang anak (Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:262). Kelima prinsip tersebut, antara lain: 1. Nilai-Nilai Adab Adab menjadi prioritas utama dalam pendidikan akhlak bagi seorang anak. Adab digunakan untuk mengungkapkan perilakuperilaku mulia. Seperti yang dikatakan Al-Hafidz Ibnu Hajar (dalam Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:263) bahwa adab adalah menggunakan dan memakai apa yang disenangi baik berupa ucapan atau perbuatan. Akan tetapi, dapat dikatakan pula, adab adalah menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. a. Menanamkan Nilai Adab Pada Anak Rasulullah
saw.
sangat
memperhatikan
tentang
pembentukan akhlak terhadap anak. Urgensi penanaman nilai-nilai adab sejak kecil nampak begitu jelas pada didikan Rasulullah saw. Aktivitas penanaman adab dalam diri anak dan pembiasaan akan menjadikan tabiat dan perangai dalam kehidupan. Namun tidak sedikit dari orang tua yang melalaikan pentingnya adab dan budi pekerti serta menganggapnya sebagai urusan mudah dan sepele yang tidak memerlukan kesungguhan dan keseriusan. Penanaman nilai adab adalah hak seorang anak atas orang tuanya, dan
45
kewajiban orang tua atas anaknya sebagaimana memberi anak makan dan minum. Orang tua harus memberikan perhatian yang besar terhadap penanaman nilai-nilai adab kepada anak. Dari adab yang baik akan menghasilkan pola pikir yang cerdas dan melahirkan kebiasaan yang baik. Pada diri anak akan terbentuk perangai dan perilaku terpuji. Sebaliknya, adab yang buruk akan membuahkan kerusakan pada pola pikir dan menciptakan kebiasaan buruk. Akan terlahir perangai rendah dan hina serta amalan-amalan buruk yang berujung pada kemurkaan Allah (Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:266). b. Contoh Perikehidupan Salafus Shalih dalam Membimbing Anak Para salafus shalih memberikan pengarahan dan bimbingan kepada anak-anaknya betapa pentingnya adab dan mewariskan nilai-nilai adab kepada anak. Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi (2004:187) mengatakan Salafus shalih merupakan sebaik-baik umat dalam mengikuti sunnah Rasul, di antara mereka ada yang menjadi panutan, sebagian lain ada yang kita ambil ilmu dan pelajaran hidupnya dan kita mengambil dari mereka berbagai cara dan langkah dalam mendidik anak-anak di atas keimanan kepada Allah swt. dan Rasulullah saw. serta bagaimana kondisi anak-anak. Maka hal itu yang menjadi acuan landasan dalam mendidik anak. Seorang salafus shalih, Abu Zakaria Al-„Anbari (dalam Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:267) berkata bahwa
46
ilmu tanpa disertai adab, ibarat api tanpa kayu bakar. Dan adab tanpa ilmu bagaikan jiwa tanpa jasad. Seseorang yang belajar ilmu tanpa adab, akan menjadikannya tidak beradab terhadap ilmu-ilmu yang dipelajarinya. c. Macam-macam Adab Kenabian Bagi Anak 1) Adab Terhadap Orang Tua Berbakti kepada orang tua dengan bertingkah laku sopan dan bertutur kata yang lembut. Seorang anak atau murid dilarang memanggil orang tua atau gurunya dengan namanya secara langsung. Itu merupakan salah satu sopan santun dan cara menghormati orang yang lebih tua. Seperti sebuah riwayat dari kitab Ibnu Sinni dari Abi Hurairah ra., bahwa Nabi saw. melihat seorang laki-laki bersama dengan anaknya. Nabi saw. bertanya pada anak tersebut, “Siapakah ini yang bersamamu?” kemudian ia menjawab, “Ayahku.” Lalu Nabi saw. bersabda, “Janganlah kamu berjalan di depannya dan jangan membuatnya memaki kamu. Jangan pula duduk di depannya dan janganlah memanggil dengan namanya langsung.” (Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:267) Bahkan adab seorang anak dalam memandang kedua orang tua pun penuh santun dan kasih sayang yang menyenangkan hatinya. Sebagaimana orang tua saat memandang sang anak dengan lembut dan penuh kasih. Dari pembiasaan perilaku
47
mulia orang tua, maka anak akan mampu meraih adab-adab yang mulia. Dulu orang-orang shalih berkata, kebaikan adalah berasal dari Allah swt., sedangkan adab atau tata krama berasal dari orang tua (Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:269). 2) Adab Terhadap Ulama Untuk menambah nilai-nilai adab dalam diri anak, para orang tua mengarahkan anak agar mendekatkan diri kepada ulama dan orang-orang shalih. Mengambil dan belajar adab atau tata krama para ulama, sebelum mengambil dan mempelajari ilmu dari mereka. Adab kepada guru atau ulama tidak jauh berbeda dengan adab kepada orang tua. Para ulama adalah ahli waris para Nabi maka hendaklah para pendidik membiasakan anaknya agar menghargai dan menghormati ulama, bersikap sopan dan rendah hati. Ajarkan kepada anak-anak untuk tidak berbicara keras dengan, selalu lembut dan santun kepada ulama (al-Maghribi, 2004:195). Imam Al-Ghazali (dalam Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:270) meriwayatkan ucapan Yahya Ibnu Mu‟adz, yakni “Para ulama lebih sayang kepada umat Muhammad saw. daripada orang tua mereka.” Ditanyakan, “Bagaimana bisa seperti itu?” Ia menjawab, “Karena orang tua hanya menjaga mereka dari panasnya api dunia, adapun ulama menjaga
48
mereka dari api akhirat.” Maka jelaslah pentingnya adab terhadap ulama, menghormati, dan memuliakannya. Seorang salafus shalih mengarahkan anaknya untuk beradab dalam majelis ulama. Anak harus menghormati dan berlaku sopan santun kepada ulama. Jika sang anak duduk dengan ulama, hendaknya mendengar dan menyimak secara seksama. Jangan memotong pembicaraan orang lain. Bertutur kata dengan lembut dan baik. Jadi, umat Islam itu menghormati dan menghargai kedudukan ulama. Dianjurkan agar sang anak diajari cara taat kepada kedua orang tua, pengajar dan pendidiknya, serta setiap orang yang lebih tua dari dirinya. Hendaknya sang anak menghargai dengan pandangan penuh hormat dan memuliakan (Jamal Abdurrahman, 2010:186). 3) Adab Menghormati dan Memuliakan Seorang anak sudah seharusnya menghormati orang yang lebih tua. Namun menyayangi yang lebih muda sudah menjadi kewajiban orang tua. Orang yang lebih tua dapat diartikan kedua orang tua, ulama, atau orang yang dituakan dalam masyarakat. Dari Imam Ahmad, At-Tirmidzi, dan Al-Hakim, dari Ibnu Umar diriwayatkan,
يرََا َ ِص ِغي َرََا َويُ َىقِّرْ َكب َ ْس ِيَُّا َي ٍْ نَ ْى يَرْ َح ْى َ نَي
49
“Tidaklah termasuk golonganku orang yang tidak menyayangi yang lebih muda dan tidak mengenal kemuliaan orang yang lebih tua.”(Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:273). Pentingnya adab menghormati
yang lebih tua dan
menyayangi yang muda akan menghasilkan kedamaian dan jalinan kasih sayang yang semakin erat. 4) Adab Berukhuwah Dalam berukhuwah mencakup beberapa lingkup, seperti ukhuwah
Islamiyah
(persaudaraan
sesama
muslim),
berukhuwah dalam masyarakat, dan berukhuwah dalam keluarga. Adab berukhuwah yang pertama diajarkan kepada anak adalah berukhuwah dalam lingkungan keluarga, seperti persaudaraan antara kakak dan adik. Karena didikan yang pertama kali dimulai di lingkungan keluarga. Imam AtThabrani (dalam Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:275) meriwayatkan dari Kulaib Al-Juhani ra., Rasulullah saw. bersabda, “Saudara tua adalah orang yang menempati posisi orang tua.” Sama halnya adab menghormati dan menyayangi, yang lebih tua menyayangi yang muda dan yang muda menghormati yang lebih tua. Jika orang tua menanamkan pada anak yang lebih tua perasaan cinta kasih kepada yang muda, dan menanamkan pada diri yang muda tentang sifat menghormati dan menghargai yang tua, maka akan terjalin keluarga yang harmonis karena setiap individu mengetahui kewajibannya.
50
5) Adab dengan Tetangga Tetangga adalah keluarga terdekat, karenanya tetangga mempunyai hak yang besar dalam syariat Islam. Seorang anak mempunya adab dan tata krama dengan anak-anak tetangga yang lain. Nabi saw. benar-benar memperhatikan anak tetangga. Hal ini karena pergaulannya dengan anak lebih kental dibandingakan dengan siapa pun. Selalau berbuat baik kepada tetangga adalah salah satu hal yang perlu ditekankan kepada anak. Ini merupakan salah satu bentuk kemudahan dan rahmat agama
Islam
terhadap
tetangga
(Jamal
Abdurrahman,
2010:194). Menurut
Suwaid
petunjuk
atau
arahan
Rasulullah
menekankan kepada orang tua untuk membiasakan anakanaknya dengan adab tersebut. Ikut merasakan kedukaan atau kesedihan yang dialami tetangganya, tidak berperilaku atau bertutur kata yang dapat menyakitinya. Menjaga anak agar tidak keluar rumah dengan membawa barang yang akan menimbulkan iri pada anak tetangga. 6) Adab Meminta Izin Suwaid berpendapat bahwa meminta izin adalah kewajiban untuk semua, baik yang tua maupun yang muda. Adab meminta izin sangatlah penting dalam bermasyarakat dan berkeluarga. Di dalam Al-Qur‟an telah tercantum tentang adab meminta izin
51
dan memerintahkan kepada orang tua untuk mengajarkan adabadab tersebut kepada anak-anaknya. Anak kecil yang belum mencapai baligh dianjurkan meminta izin bila memasuki kamar kedua orang tuanya atau yang lainnya pada tiga waktu aurat. Ketiga waktu tersebut ialah saat menjelang Subuh, saat waktu Dzuhur, dan sesudah shalat Isya‟ (Jamal Abdurrahman, 2010:180). Saat seorang anak sudah memasuki usia baligh, diperintahkan meminta izin setiap saat dan waktu, baik itu di dalam rumah maupun di tempat lainnya.
“Dan apabila anak-anakmu telah sampai usia baligh, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin. Demikianlaj Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nur: 59) Adab meminta izin saat bertamu pun telah dijabarkan dalam sunnah-sunnah Rasulullah. Ketika mendatangi pintu, jangn berdiri tepat dihadapannya melainkan berdiri di sisi kanan atau kiri. Jika diberi izin, maka masuk. Jika tidak, maka pulanglah.
52
7) Adab Makan dan Minum Termasuk adab Islam yang harus ditanamkan kepada anak usia dini adalah tata cara makan dan minum. Begitu Islam menganjurkan
kepada
para
pendidik
agar
melakukan
pengawasan dengan baik terhadap anak dalam membiasakan etika dan adab. Pertama kali yang terlihat dari seorang anak pada umumnya adalah gemar makan. Kebutuhan jasmani yang diperlukan untuk tumbuh kembang anak. Namun, dalam makan pun dibutuhkan adab atau tata krama. Ibnu Qayyim (dalam Jamal Abdurrahman, 2010:127) berkata bahwa salah satu pendidikan yang buruk pada anak ialah
membiarkan
mereka
mengambil
makanan
yang
memenuhi wadah serta banyak makan dan minum. Pendidikan yang lebih bermanfaat baginya ialah hendaknya anak-anak diberi makan yang tidak sampai mengenyangkan agar pencernaan anak berjalan dengan baik. Tidak dibenarkan seorang anak memilih-milih makanan, terlalu banyak makan, ataupun terburu-buru dalam memakannya. Berikut beberapa adab makan yang perlu diajarkan kepada anak, antara lain: a) Tidak mengambil makanan kecuali dengan tangan kanan dan mengucapkan basmalah. b) Mengambil makanan yang terdekat darinya. c) Tidak bersegera mengambil makanan sebelum yang lain.
53
d) Tidak memandangi makanan dan orang-orang yang sedang makan. e) Tidak terburu-buru ketika makan. f) Mengunyah makanan dengan baik. g) Tidak berturut-turut dalam menyantap makanan. h) Tidak mengotori pakaian dan tangannya. i) Menunjukkan kepada anak akan keburukan terlalu banyak makan, sehingga disamakan seperti binatang. j) Menegur anak yang terlalu banyak makan dan memuji anak yang makan sesuai kebutuhan. k) Menerima makanan apa adanya dan tidak mencelanya. Menurut al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi (2004:235) terdapat sembilan adab dalam minum, adab tersebut sebagai berikut: a) Menyebut nama Allah swt. b) Minum dan makan dengan tangan kanan c) Tidak meniup minuman ketika sedang minum d) Bernafas tiga kali ketika minum di luar wadah atau bejana e) Rasulullah saw. melarang anak kecil minum sambil berdiri f) Hendaklah pendidik mengajarkan kepada anak bahwa orang yang memberi minum harus orang yang paling akhir meminumnya g) Tidak boleh minum dan makan dengan wadah yang terbuat dari emas dan perak 54
h) Tidak berfoya-foya dan berlebihan dalam minum i) Tidak boleh minum langsung dari tempat air 8) Adab dalam Penampilan Anak a) Adab Memotong dan Menyisir Rambut Suwaid menjabarkan tentang adab memotong dan menyisir rambut. Terdapat hadits yang isinya larangan mencukur sebagian rambut anak dan menyisakan yang lain. Dalam Bukhari dan Muslim, Ibnu Umar ra. berkata,
َّ ََهَى َرسُى ُل ع ِ َّللاِ َع ٍِ ْانقَ َز “Rasulullah saw. melarang menjambul (rambut anak”) Ibnu Qayyim (dalam Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:280) mengomentari hadits tersebut dalam kitabnya Ahkamul Maulud, bahwa Qaza‟ (jambul) yang dimaksud ada empat macam, yang pertama, beberapa bagian kepalanya dicukur tidak merata (tampak bergaris-garis). Kedua, bagian tengahnya dicukur dan bagian tepinya dibiarkan. Ketiga, bagian tepinya dicukur dan bagian tengahnya dibiarkan. Dan keempat, bagian depannya dicukur dan bagian belakangnya dibiarkan. Terkait rambut anak gadis, Rasulullah saw. tidak lupa memberikan arahannya. Suwaid menekankan tentang larangan menyambung rambut. Allah akan melaknat siapa saja yang meminta disambung rambutnya dan orang yang menyambung
55
rambut orang lain. Maka akan terlihat perbedaan rambut seorang anak muslim dan anak-anak lainnya. Jamal
Abdurrahman
(2010:84)
mengatakan
bahwa
Rasulullah tidak menyukai penampilan anak Islam yang menyerupai penampilan anak-anak orang kafir. Beliau ingin agar anak-anak kaum muslimin memiliki penampilan tersendiri dan kepribadian yang berbeda dari yang lain. b) Adab Berpakaian Dalam adab berpakaian, Suwaid menjabarkan tentang larangan anak laki-laki memakai pakaian yang berwarna-warni dan berbahan sutra. Baik itu lelaki anak-anak maupun dewasa. Karena pakaian tersebut untuk wanita. Seperti pendapat seorang salafus shalih Ibnu Qayyim (dalam Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:283) berkata bahwa diharamkan bagi orang tua memakaikan sutra kepada anaknya karena yang demikian akan menumbuhkannya menjadi anak yang kewanitawanitaan. Khalifah Umar pernah berkata kepada Itbah, “Janganlah sekali-kali kamu menikmati pakaian orang-orang musyrik dan mengenakan pakaian sutera, karena Rasulullah saw. telah melarang
kalian
mengenakan
Abdurrahman, 2010:88)
56
pakaian
sutera”
(Jamal
9) Adab Mendengar Bacaan Al-Qur‟an Menurut Suwaid, saat seseorang mendengar bacaan AlQur‟an, terdapat beberapa adab yang harus dilakukan. Apabila dibacakan ayat al-Qur‟an maka dengarkan baik-baik dan perhatikan dengan tenang. Adab ini perlu diajarkan sedini mungkin, agar anak terlatih taat dan khusyu‟ dalam mendengarkan. 2. Perilaku Jujur Jujur merupakan etika dan nilai ajaran Islam yang paling tinggi dan mulia yang dianjurkan untuk ditanamkan kepada anak-anak sejak usia dini (al-Maghribi, 2004:257). Menurut Suwaid, perilaku jujur merupakan
bagian
pokok
dari
prinsip
akhlak
islami,
yang
membutuhkan keseriusan dalam menanamkannya pada diri anak. Meski kepada anak-anak, orang tua tidak diperkenankan memberikan janji yang tidak bisa ditepati, karena hal itu sama saja dengan berdusta. Suwaid bertumpu pada kaidah umum Nabi saw. bahwa anak adalah manusia, ia memiliki hak-hak sebagaimana manusia lainnya. Tidak dibenarkan orang tua menipunya dengan cara apa pun dan juga bersikap acuh dalam berinteraksi dengannya. Imam Ahmad (dalam Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:283) meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Rasulullah bersabda, “Barangsiapa berkata kepada seorang anak, „Kemarilah, aku akan memberi sesuatu.‟ Kemudian ia tidak memberinya, maka ia ditulis melakukan kebohongan.”
57
Meneladani
sikap
Rasulullah
saw.
yang
begitu
besar
memberikan perhatiannya kepada anak tentang perilaku jujur, ulama juga menekankan perilaku jujur pada diri anak. Para salafus shalih mengajarkan kepada anak-anaknya tentang kejujuran dalam janji, baik janji orang dewasa kepada anak-anak atau pun janji anak-anak kepada sesamanya. Jamal Abdurrahman (2010:95) mengatakan bahwa anakanak itu senantiasa memperhatikan perilaku orang-orang dewasa dan meniru perbuatan mereka. Oleh karena itu, janganlah sekali-kali kedua orang tua berbohong kepada anak-anaknya dengan cara apapun. Kewajiban bagi orang tua atau pendidik untuk menanamkan nilai kejujuran pada jiwa anak-anak baik dalam ucapan, tindakan dan dalam setiap keadaan. Apabila seorang pendidik tidak memiliki perhatian dalam mendidi akhlak dan etika pada anak terutama kejujuran sejak kecil maka mereka akan menjadi generasi yang rusaksehingga sulit menerima nasehat, pengarahan, pendidikan, dan bimbingan. 3. Perilaku Menjaga Rahasia Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid berpendapat jika seorang anak yang terbiasa menjaga rahasia, akan tumbuh dengan memiliki kemauan yang kuat, teguh, terjaga ucapannya, sehingga tercipta budaya masyarakat saling percaya dan kehidupan yang damai. Dalam pertumbuhan anak, Rasulullah menanamkan perilaku menjaga rahasia, karena hal itu akan membawa kebaikan pada masa
58
sekarang dan yang akan datang. Seperti hadits Anas ra. ketika melayani Nabi saw. dan terlambat menemui ibunya. Maka ibunya bertanya, “apa yang menyebabkan kamu terlambat?” Ia menjawab, “Rasulullah saw. menyuruhku untuk suatu keperluan.” Sang ibu bertanya lagi, “keperluan apa?” anas menjawab, “Itu adalah Rahasia.” Ibunya berkata, “Jangan engkau ceritakan rahasia Rasulullah saw. kepada siapa pun.” (Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004:285). Jamal Abdurrahman (2010:125) berkata bahwa tidak diragukan lagi rasa percaya Nabi saw. kepada anak kecil untuk menyimpan rahasia akan membangun rasa percaya diri dalam jiwa anak. Sikap ini membuat anak merasa dipercaya dan dapat memberi pemahaman betapa pentingnya tugas rahasia yang diembankan kepada dirinya. 4. Perilaku Amanah Amanah adalah perilaku dasar yang harus dimiliki setiap anak. Nabi saw. dari masa kaanak-kanaknya hingga masa kenabian disifati dengan sifat ini. Menurut Suwaid, ini menjadi pelajaran bagi anakanak muslim untuk selalu mencontoh perilaku Rasulullah dalam menjaga
amanah
agar
nantinya
bisa
membantu
ketika
ia
menyampaikan risalah Islam. Seorang anak tidak akan selamanya menjadi anak-anak. Rasulullah saw. telah menegaskan tanggung jawab seseorang atas harta orang tuanya. Oleh karena itu, hendaklah ia amanah dalam
59
menggunakannya, tidak boros dan berlebih-lebihan. Nabi selalu menekankan sisi amanah pada diri sang anak agar sifat amanah mengakar dalam dirinya (Jamal Abdurrahman, 2010:259). 5. Perilaku Kebersihan Hati dari Iri dan Dengki Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid berpendapat jika bersihnya hati dari perasaan iri, dengki, dan yang semisalnya akan merealisasikan
keseimbangan
jiwa
pada
diri
manusia
dan
membiasakan mencintai kebaikan. Rasulullah saw. mengarakan kepada naak-anak agar senantiasa membersihkan diri dari dosa dan memaafkan orang yang berlaku salah kepadanya. Dalam bukunya, Jamal Abdurrahman (2010:115) mengatakan bahwa Nabi saw. mendidik anak-anak, baik pada pagi hari maupun petang hari agar berhati suci, berjiwa bersih, dan berlapang dada, sebagai persiapan untuk menghadapi suatu hari yang tidak berguna lagi harta benda atau anak-anak, kecuali orang yang datang dengan membawa hati yang bersih.
60
BAB IV PEMBAHASAN A. Pendidikan Akhlak Anak Akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian, sehingga timbullah berbagai macam perilaku. Apabila perilaku menunjukkan hal-hal yang baik maka dikatakan sebagai akhlak mulia atau perbuatan terpuji. Sebaliknya, jika perilaku menunjukkan hal-hal yang buruk maka dapat dikatakan sebagai akhlak yang buruk atau perbuatan tercela. Seperti pendapat Imam Al-Ghazali bahwa al-khuluq ialah suatu sifat yang tetap pada jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan suatu perbuatan dengan mudah tanpa membutuhkan pemikiran. (Affandi Mochtar: 326). Akhlak merupakan cerminan dari iman yang mencakup dalam segala bentuk perilaku. Orang tua atau pendidik harus memberikan perhatian terhadap perilakunya karena seorang anak akan tumbuh sesuai dengan pembiasaan dari pendidik. Seorang anak membutuhkan pendidikan akhlak semenjak kecil, sehingga mempermudah dalam menciptakan moral yang baik pada anak. Pendidikan akhlak pada anak sangatlah penting agar aktivitas sosial anak terjaga dan terhindar dari penyimpangan dan kesalahan. Akhlak anak akan terbentuk sesuai dengan pembiasaan yang dilakukan orang tua atau pendidik dan lingkungan dalam bergaul. Apabila dibiasakan berbuat baik atau diberi contoh perbuatan baik maka akan terbentuk dalam pikiran dan dirinya hal yang baik begitu pun sebaliknya.
61
Sependapat dengan Aristoteles dalam Ahmad Amin (1985:79) bahwa pembentukan adat kebiasaan yang baik, yaitu membentuk akhlak yang tetap dan dari padanya akan timbul perbuatan-perbuatan yang baik dan terus menerus. Sebagaimana pohon akan dikenal berkat buahnya. Begitupun akhlak yang baik dapat diketahui dengan perbuatan yang baik dan akan timbul secara terus menerus serta berlangsung dengan teratur. Pembentukan akhlak pada fase kanak-kanak sangatlah istimewa karena pada usia emas ini seorang anak masih terjaga fitrahnya dan tanggap. Akhlak dapat dibentuk dalam diri seseorang. Al-khuluq wattakhalluq, al-khuluq adalah akhlak yang memang diwariskan atau sudah menjadi watak dalam diri seseorang. Sedangkan wattakhalluq adalah akhlak yang diperoleh atau diupayakan dengan jalan berusaha. Terdapat bermacam-macam usaha dalam pembentukan akhlak pada anak. Seperti pemikiran Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid (2004:263) bahwa salah satu usaha dalam membentuk akhlak anak dengan penanaman nilai-nilai adab. Salah satu usaha pertama yang dapat dilakukan orang tua atau pendidik dalam menanamkan akhlak pada anak adalah penanaman nilai adab. Ada beberapa macam penanaman nilai-nilai adab, salah satunya penanaman nilai-nilai adab dalam berpenampilan. Adab berpenampilan anak atau seseorang termasuk dalam penampilan fisik, apa yang dikenakan untuk melindungi tubuh serta bagaimana cara berias baik laki-laki maupun perempuan. Dalam Islam, pakaian merupakan sebuah simbol identitas, jati
62
diri, kehormatan dan kesederhanaan bagi seseorang, yang dapat melindungi dari berbagai bahaya yang mungkin mengancam dirinya. “Rasulullah melarang mencukur sebagian rambut anak dan menyisakan sebagian yang lain.” (Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004: 280). Kutipan pendapat dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak di atas menggambarkan larangan untuk mencukur sebagian rambut atau menyisakannya (berjambul) bagi anak laki-laki. Karena dengan gaya rambut seperti itu menyerupai atau meniru orang-orang kafir. Namun untuk anak laki-laki tidak hanya dalam urusan mencukur rambut saja, tetapi dalam hal berpakaian juga harus diperhatikan. Karena Islam melarang anak laki-laki maupun laki-laki dewasa memakai pakaian yang terbuat dari sutera dan tidak warna-warni. Karena pakaian tersebut identik dengan wanita, dan Allah swt serta Rasulullah saw. melaknat laki-laki yang berpakaian kewanita-wanitaan. “Adapun yang terkait dengan rambut anak gadis, Rasulullah saw. memberikan taujih dan arahannya tentang yang menyambung rambutnya dan orang yang menyambungkan rambut orang lain.” (Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004: 281). Dalam kutipan diatas, Suwaid menjabarkan tentang larangan seorang anak perempuan muslim menyambung rambutnya dan orang yang menyambungkan rambut orang lain. Hal ini sebagai pembeda antara rambut seorang anak muslim dengan anak-anak lainnya. Namun larangan bagi seorang anak peremuan tidak hanya dalam berhias saja, akan tetapi dalam berpakaian juga terdapat larangan-larangannya. Seorang anak
63
perempuan dilarang berpakaian seperti anak laki-laki dan berlebihan. Karena Allah melaknat seorang laki-laki yang berpakaian kewanitaan, dan seorang perempuan yang berpakaian kelelakian. Bagi seorang muslimah, pakaian tidak hanya untuk menutup badan saja, melainkan sebagai simbol keagamaan, untuk perhiasan, untuk keindahan, dan untuk perlindungan. Meski demikian, cara berpakaian seorang muslimah juga harus sesuai dengan syariat agama. Seperti firman Allah swt.,
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. AlAhzab/33: 59)
Namun demikian, untuk seorang muslim baik itu laki-laki atau perempuan, pakain terbaik adalah pakaian taqwa. Seperti firman Allah swt.,
“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. Al-A’raf/7: 26).
64
Usaha kedua yang bisa dijadikan pedoman bagi para pendidik dalam membentuk akhlak anak ialah membiasakan berperilaku jujur. Jujur adalah suatu sikap yang menyatakan kebenaran dengan tidak menambahnambahkan atau menguranginya. Perilaku jujur merupakan hal yang sangat penting yang perlu diajarkan kepada anak sejak usia dini. Orang tua sebagai contoh dan pembiasaan dalam sikap anak-anak. Maka dari itu, berawal dari sikap jujur orang tua akan menciptakan kebiasaan terhadap anak. “Rasulullah saw. Memperhatikan bagaimana pola interaksi orang tua terhadap anaknya. Hal ini ditujukan untuk mencegah terjatuhnya orang tua pada perilaku dusta kepada anak.” (Muhammad Ibnu abdul Hafidh Suwaid, 2004: 283). Dari kutipan dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu Suwaid dapat disimpulkan bahwa orang tua atau pendidik memberikan contoh dan membiasakan anak-anak berperilaku jujur baik dalam ucapan maupun perbuatan di kehidupan sehari-hari. Menurut Dian Ibung (2009: 69) bahwa orang tua selalu ingin mempunyai anak yang jujur, karena itu perlu menanmkan nilai-nilai kebenaran dan memeberikan contoh perilaku jujur.
Orang tua tidak diperbolehkan
berdusta kepada anak-anak meski itu dinamakan dusta yang dibenarkan. Karena anak-anak juga manusia, yang memiliki hak-hak mendapatkan kebenaran seperti manusia lainnya. Karena dengan berdusta kepada anak, akan menanamkan nilai-nilai kebohongan yang nantinya akan berdampak pada kebiasaan dan sikap anak.
65
Kemudian usaha
yang dapat dilakukan dalam membantu
pembentukan akhlak anak adalah penanaman perilaku menjaga rahasia. Menjaga rahasia sangat diperlukan bagi setiap individu, baik itu rahasia individu itu sendiri maupun rahasia dalam lingkup umum. Menanamkan perilaku menjaga rahasia sejak kecil sangatlah penting bagi kehidupan anak pada masa sekarang atau yang akan datang. “Seorang anak yang terbiasa menjaga rahasia, akan tumbuh dengan memiliki kemauan yang kuat, tabah, dan tegar. Terjaga ucapannya sehingga tercipta budaya saling percaya antar individu maupun dengan masyarakat.” (Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004: 285) Dari kutipan buku diatas dapat disimpulkan bahwa orang tua harus mengajarkan atau mendidik anak untuk selalu menjaga rahasia. Agar anak tumbuh dengan pribadi yang baik dan kuat serta dapat dipercaya. Hal itu akan membawa kebaikan pada anak pada masa sekarang maupun yang akan datang, dan dalam kebaikan keluarga maupun masyarakat. Setelah terbiasa menjaga rahasia semenjak kecil, maka akan terbentuk akhlak yang baik yaitu perilaku amanah dalam diri anak. Amanah mempunyai arti dapat dipercaya. Namun amanah juga dapat diartikan memelihara dan menjaga sesuatu agar sampai kepada yang berhak memiliki atau mengetahuinya, tanpa mengurangi atau melebihlebihkan. “amanah adalah perilaku dasar yang harus dimiliki setiap anak. Nabi saw. semenjak masa kanak-kanaknya sampai masa kenabian disifati dengan sifat amanah.” (Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004: 285).
66
Dari kutipan buku tersebut secara tidak langsung dapat diartikan bahwa mendidik anak untuk selalu amanah dalam segala hal sangat penting bagi kehidupan anak. Terlebih menanamkan perilaku tersebut semenjak kecil. Maka anak akan terbiasa amanah dalam segala hal sampai usia dewasa, baik amanah terhadap dirinya sendiri, keluarga atau orang lain, bahkan amanah terhadap Allah swt. Terlebih, seorang anak merupakan amanah dari Allah kepada orang tua. Menurut Muhammad Sayyid (2007:323) bahwa amanah artinya bukan hanya menjaga barang titipan orang lain atau menjaga rahasia orang lain. Pengertian amanah lebih luas dari itu, yaitu mencakup seluruh aspek kehidupan manusia: agama, mental, materi, sosial, dan akhlak. Jadi agama adalah amanah, jiwa adalah amanah, keluarga dan hak-hak anggota masyarakat juga merupakan amanah. Taat kepada Allah swt. dan Rasulullah saw. adalah amanah yang harus terus dijaga sepanjang hayat. Seperti firman Allah swt.,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanatamanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS.Al-Anfaal/8:27)
Usaha kelima dalam pembentukan akhlak anak ialah menjaga kebersihan hati dari sifat iri dan dengki. Hati adalah hal yang paling rawan dalam diri seseorang. Apabila terdapat setitik keburukan maka akan menyebarkan virus-virus yang lain ke seluruh tubuh. Untuk mendapatkan kebersihan hati harus menanamkan sifat-sifat baik sejak kecil pada diri
67
anak dan menghindarkannya dari sifat-sifat tercela, termasuk iri dan dengki. Iri merupakan suatu sifat tidak senang terhadap rezeki yang dimilki orang lain, sedangkan dengki adalah sikap susah apa bila orang lain mendapatkan kesenangan dan senang apabila orang lain mendapatkan kesusahan. “Bersihnya hati dari perasaan iri, dengki, dan semisalnya akan merealisasikan keseimbangan jiwa pada diri manusia, membiasakan mencintai kebaikan untuk masyarakat, dan mengoptimalkan kebaikan dalam diri manusia.” (Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, 2004: 286). Dari kutipan buku Cara Nabi Mendidik Anak secara tidak langsung dapat diartikan kebersihan hati dari sifat-sifat tercela akan menghasilkan kebaikan-kebaikan dalam diri manusia itu sendiri maupun masyarakat. Karenanya, sangat diperlukan penanaman perilaku terpuji sejak kecil. Apa yang diajarkan, apa yang ditanamkan kepada anak sewaktu kecil akan membuahkan hasil dan melekat pada diri anak sampai usia dewasa. Bahkan terdapat larangan untuk iri hati terhadap nikmat orang lain seperti yang tercantum dalam al-Qur‟an,
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan,
68
dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’/4: 32)
B. Implementasi Prinsip Pendidikan Akhlak Anak dalam Kehidupan Sehari-hari Sejatinya setiap manusia yang lahir di dunia ini dalam keadaan fitrah (suci). Pahatan-pahatan ataupun goresan yang ditanamkan akan membekas pada diri anak. Terlebih suatu pahatan yang dibentuk oleh orang tua kepada sang anak semenjak kecil. Pahatan yang telah membekas akan menjadi suatu kebiasaan dan karakter dari sang anak. Orang tua atau pendidik memilki kewajiban untuk memberikan kebiasaan yang baik dan kuat dalam diri anak agar terbentuk karakter dan pribadi yang baik. Sebab seorang anak nantinya akan menghadapi kehidupan dan berinteraksi dengan masyarakat luas. Karena manusia bukan makhluk individualis, melainkan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam berinteraksi inilah akan terlihat watak sang anak. Dari perkataan, bersikap, maupun dalam tingkah laku sehari-hari. Watak dan karakter yang baik terbentuk dari didikan yang baik pula. Dalam hal ini orang tua atau pendidik memiliki peran penting dalam mendidik anak. Terlebih orang tua sebagai pendidik pertama, hal-hal yang ditanamkan kepada anak semenjak kecil akan membekas dan membentuk pribadi anak. Maka dari itu, penanaman akhlak mulia sangat penting dilakukan. Agar anak terbiasa dan memiliki pribadi yang baik kapan dan dimana pun anak berada. Namun dalam mendidik anak, orang tua harus memiliki pedoman atau petunjuk-petunjuk tentang mendidik anak sesuai dengan ajaran
69
agama. Buku merupakan salah satu media yang bisa dijadikan rujukan orang tua, tidak terkecuali dengtan buku ilmiah-ilmiah yang berisikan arahan-arahan dalam mendidik anak sesuai dengan ajaran Nabi saw. Melalui buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid ini orang tua bisa menjadikan rujukan atau pun pedoman dalam pendidikan akhlak anak pada kehidupan sehari-hari agar memiliki akhlak yang mulia. Pendidikan akhlak anak meliputi, penanaman nilainilai adab, perilaku jujur, perilaku menjaga rahasia, perilaku amanah, dan perilaku kebersihan hari dari iri dan dengki. Dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak terdapat arahan-arahan atau pelajaran bagi orang tua dalam mendidik anak di kehidupan seharihari, seperti etika atau sopan santun kepada orang tua atau guru, saling menyayangi, berbuat baik dengan tetangga, tata cara dalam berhias dan berbusana. Dan arahan dalam berperilaku, seperti selalu berkata jujur, dapat menjaga rahasia, berlaku amanah (dapat dipercaya), dan saling berbagi dengan yang lainnya. Prinsip-prinsip pendidikan akhlak anak yang telah diajarkan dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak tersebut agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, bagi pendidik (orang tua atau guru) maupun anak.
70
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis mengkaji dan menganalisis pendidikan akhlak anak dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa: 1. Pendidikan Akhlak Anak dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid yaitu apa-apa yang diambil dan diserap manusia untuk dirinya dari berbagai perilaku, karena ia menjadikan bagian dari dirinya. Pembentukan akhlak anak dengan membiasakan sejak dini dengan pola pendidikan dan tingkah laku yang baik, mencontohkan hal-hal yang baik terhadap anak. Karena anak akan tumbuh dengan kebiasaan yang diterimanya. Apabila terbiasa berakhlak baik, maka senantiasa menghasilkan perilaku baik begitu pun sebaliknya. Namun dalam membentuk akhlak pada diri anak, terdapat usaha atau prinsip-prinsip yang bisa menjadi pedoman orang tua atau pendidik. Dimulai dengan penanaman nilai adab, ditambah dengan penanaman sikap jujur, kemudian ditanamkan perilaku menjaga rahasia semenjak kecil, dan nantinya akan terbentuk perilaku amanah dalam diri anak, serta dilengkapi dengan kebersihan hati dari iri dan dengki.
71
2. Implementasi pendidikan akhlak anak dalam buku Cara Nabi Mendidik Anak karya Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid yaitu pelajaran bagi orang tua dalam mendidik anak di kehidupan seharihari, seperti etika atau sopan santun kepada orang tua atau guru, saling menyayangi, berbuat baik dengan tetangga, tata cara dalam berhias dan berbusana. Dan arahan dalam bersikap, seperti selalu berkata jujur, dapat menjaga rahasia, berlaku amanah (dapat dipercaya), dan saling berbagi dengan yang lainnya. B. Saran 1.
Orang tua sebagai pendidik dan penanggung jawab utama harus lebih memperhatikan pergaulan dan tingkah laku sang anak.
2.
Keluarga terlebih ayah, ibu, dan kakak sebagai lingkungan yang pertama dan tempat pendidikan pertama harus lebih mengawasi dan memberikan teladan yang baik bagi anak, baik dalam segi perkataan maupun perbuatan sebagai pembentukan akhlak anak.
3.
Lingkungan masyarakat dan sekolah sebagai pendidikan penunjang harus memperhatikan pula pola pergaulan anak, tingkah laku dan perkataannya.
4.
Orang tua, guru, masyarakat, dan anak sebagai pengguna kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebaiknya diimbangi dengan ketaatan dalam agama, agar tidak terpengaruh dan merusak akhlak anak.
72
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, Jamal. 2010. Islamic Parenting: Pendidikan Anak Metode Nabi. Solo:Aqwam Al-Abarasyi, M. Atiyah. 1970. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam terj. Bustami A.Gani dan Djohan Bahry. Jakarta: Bulan Bintang Al-Adawi, Mushthafa. 2006. Ensiklopedi Pendidikan Anak. Bogor: Pustaka Al-Inabah Al-Maghribi. 2004. Begini Seharusnya Mendidik Anak. Jakarta: Darul Haq Ali, Mohammad Daud. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Press Amin, Ahmad. 1985. Etika Ilmu Akhlak. Jakarta: Bulan Bintang Arikunto, Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: UI Press Az-Za‟balawi, Muhammad Sayyid Muhammad. 2007. Pendidikan Remaja Antara Islam dan Ilmu Jiwa. Jakarta: Gema Insani Press Buchori, Mochtar. 1994. Ilmu Pendiidkan dan Praktik Pendidikan Dalam Renungan. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya Faridl, Miftah. 2015. Lentera Ukhuwah. Mizan Mizania Hadi, Amirul dan Haryono. 1998. Metode Penelitian Pendidikan Untuk UIN, STAIN, PTAIS Semua Fakultas dan Jurusan. Bandung: CV. Pustaka Setia Hafidz dan Kastolani. 2009. Pendiidkan Islam Antara Tradisi dan Modernitas. Salatiga: STAIN Salatiga Press Ibung, Dian. 2009. Mengembangkan Nilai Moral Pada Anak. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Mansur. 2001. Diskursus Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Mochtar, Affandi. Ensiklopedi Tematis Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve Moleon, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Ruslan, Rosay.2010. Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada
73
STAIN Salatiga.2008. Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir. Suwaid, Muhammad Ibnu Abdul Hafidh. 2004. Cara Nabi Mendidik Anak. Jakarta: Al-I‟tishom Trim, Bambang. 2008. Menginstal Akhlak Anak. Jakarta: PT. Grafindo Media Pratama Ulwan, Abdu „I-Lah Nashih. 1981. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam. Semarang: Asy-syifa W.J.S. Poerwadarminta. 1976. Kamus Umum bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka Yaljan, Miqdad. 2004. Kecerdasan Moral. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
74
75
SATUAN KREDIT KEGIATAN MAHASISWA (SKKM)
Nama
: Silviana Masithoh
NIM
: 11112221
Fakultas / Jurusan : Tarbiyah / PAI Dosen P. A No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
: Maslikah, S.Ag., M.Si Nama Kegiatan
OPAK STAIN Salatiga 2012 “Progresifitas Kaum Muda, Kunci Perubahan Indonesia” oleh STAIN Salatiga tahun 2012 OPAK Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga “Mewujudkan Gerakan Mahasiswa Tarbiyah Sebagai Tonggak Kebangkitan Pendidikan Indonesia” oleh HMJ Tarbiyah tahun 2012 Orientasi Dasar Keislaman (ODK) “ Membangun Karakter Keislaman Bertaraf Internasional di Era Globalisasi Bahasa” oleh CEC&Ittaqo STAIN Salatiga tahun 2012 Seminar Entrepreneurship dan Perkoperasian “Explore Your Entrepreneurship Talent” oleh MAPALA MITAPASA dan KSEI STAIN Salatiga Achievment Motivation Training “Dengan AMT, Bangun Karakter Raih Prestasi” oleh JQH & LDK tahun 2012 LIBRARY USER EDUCATION (Pendidikan Pemakai Perpustakaan) oleh UPT Perpustakaan STAIN Salatiga tahun 2012 Seminar Nasional “Urgensi Media Dalam Pergulatan Politik” oleh LPM Dinamika tahun 2012 MAPABA PMII Joko Tingkir “Membentuk Militansi Kader
76
Tanggal Pelaksanaan 5-7 September 2012
Keikutsertaan
Skor
Peserta
3
8-9 September 2012
Peserta
3
10 September 2012
Peserta
2
11 September 2012
Peserta
2
12 September 2012
Peserta
2
13 September 2012
Peserta
2
29 September 2012
Peserta
8
5-7 Oktober 2012
Peserta
2
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15. 16.
17.
18.
19.
Menuju Mahasiswa Yang Ideal” oleh PMII Joko Tingkir Salatiga tahun 20122 Diskusi Publik dan Rujak Party “Merefleksi Hari Pahlawan bagi Para Perempuan Muda (Pemudi) oleh PMII Joko Tingkir Salatiga tahun 2012 Dialog Publik dan Silaturahmi Nasional “Kemanakah Arah Kebijakan BBM? Mendorong Subsidi BBM Untuk Rakyat” oleh PMII Joko Tingkir Salatiga tahun 2012 Bedah Buku “24 Cara Mendongkrak IPK” oleh UPT Perpustakaan STAIN Salatiga tahun 2012 Seminar Nasional “Ahlussunnah Waljamaah dalam Perspektif Islam Indonesia” oleh DEMA STAIN Salatiga tahun 2013 Seminar Nasional “Menumbuhkan Jiwa Entrepreneur Generasi Muda” oleh KOPMA FATAWA STAIN Salatiga tahun 2013 Seminar Nasional “How To Develop the Best Generation” oleh CEC STAIN Salatiga tahun 2013 SK Panitia OPAK Jurusan tahun 2013 Pendidikan Dasar Perkoperasian “Menumbuhkan Jiwa Berwirausaha Melalui Koperasi Mahasiswa” oleh KOPMA FATAWA STAIN Salatiga tahun 2013 Pendidikan Lanjutan Perkoperasian “Membentuk Jiwa dengan Jati Diri Koperasi dan Mental Entrepreneur” oleh KOPMA FATAWA STAIN Salatiga tahun 2014 Training Of Trainer (TOT) “Menguatkan Jiwa Berkoperasi dan Mental Entrepreneurship” oleh KOPMA FATAWA STAIN Salatiga tahun 2014 Seminar Nasional “Perbaikan Mutu Pendidikan Melalui Profesionalitas Pendidikan” oleh HMJ Tarbiyah 77
9 November 2012
Peserta
2
10 November 2012
Peserta
8
5 Desember 2012
Peserta
2
26 Maret 2013
Peserta
8
27 Mei 2013
Peserta
8
1 Juni 2013
Peserta
8
26 Agustus 2013 Panitia
3
27-29 Desember 2013
Peserta
2
16-18 Mei 2014
Peserta
2
27-28 September 2014
Peserta
2
13 November 2014
Peserta
8
20.
21. 22.
23.
24.
25.
tahun 2014 Internasional Seminar “ASEAN Economic Community 2015; Prospects and Challenges for Islamic Higher Education” oleh STAIN Salatiga tahun 2015 SK Kepengurusan KOPMA FATAWA tahun 2015 Seminar Nasional “Peranan Teechnopreneur dalam Mendukung Program Pemerintah Melalui Ekonomi Kreatif” oleh KOPMA FATAWA tahun 2015 Pelatihan Lanjutan Perkoperasian “Membentuk Mental Entrepreneurship dengan Jati Diri Koperasi” oleh KOPMA FATAWA tahun 2015 Training Of Trainer (TOT) “Memahami Kepribadian Kepemimpinan yang Berkualitas serta Fungsi dan Peran dalam Koperasi dan Organisasi” oleh KOPMA FATAWA tahun 2015 Seminar Nasional Kewirausahaan “Jiwa Muda, Berani Berwirausaha” DISPERINDAGKOP Salatiga tahun 2015 Total
28 Februari 2015
Peserta
8
17 Maret 2015
Pengurus
4
15 April 2015
Panitia
8
5-7 Juni 2015
Panitia
3
11 Oktober 2015 Panitia
3
30 Oktober 2015 Peserta
8
111
Salatiga, 30 Agustus 2016 Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama
Achmad Maimun, M.Ag. NIP. 19700510 199803 1 003
78
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri 1. Nama
: Silviana Masithoh
2. Tempat/tanggal lahir
: Kab. Semarang, 8 Juli 1995
3. Jenis kelamin
: Perempuan
4. Agama
: Islam
5. Alamat
: Dsn. Krajan RT 05/07 Ds. Kebumen Kec.Banyubiru Kab.Semarang
B. Pendidikan 1. RA Masyithoh Tegaron lulus tahun 2000 2. SD N Kebumen 3 lulus tahun 2006 3. SMP N 2 Banyubiru lulus tahun 2009 4. SMA N 1 Ambarawa lulus tahun 2012 5. SI IAIN Salatiga sampai sekarang Salatiga, 13 Maret 2017 Penulis,
Silviana Masithoh
79