KONSEP PENDIDIKAN TAUHID BAGI ANAK DALAM BUKU SEGENGGAM IMAN ANAK KITA KARYA MOHAMMAD FAUZIL ADHIM
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: AYU PERMATASARI NIM: 111-12-247
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016
i
ii
iii
iv
v
MOTTO
ِ ًولْي ْخش الَّ ِذين لَو تَرُكوا ِمن َخل ِْف ِهم ذُ ِّريَّة ض َعافًا َخافُوا َعلَْي ِه ْم فَ لْيَتَّ ُقوا اللَّ َو َولْيَ ُقولُوا قَ ْوًًل َ ََ ْ ْ َ ْ َ َس ِدي ًدا “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (Qs. An-Nisa:9).
vi
PERSEMBAHAN Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, penulis persembahkan skripsi ini kepada: 1. Bp. Suyatno dan Ibu Sumiyati sebagai ayah dan ibu yang telah banyak berkorban dengan jiwa, raga, harta, dan do‟a untuk putrinya. Tidak pernah lelah untuk membimbing, mendidik putrinya dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang. Sehingga putrinya dapat menempuh pendidikan sampai saat ini. 2. Keluarga Mbah Maridjo, Mbah kakung, Mbah putri, Om Ihsan, Bulek Yusi, Om Rosyid, Bulek Tina, Om Ngatiman, Bulek Nur, Om Kholis, Tante Eci yang telah membimbing dan mendidikku dengan penuh kesabaran, rasa cinta dan kasih sayang. Yang telah membantu membiayai sekolah dan kuliahku. Tak pernah lelah memberikan arahan, motivasi, pelajaran, do‟a serta sumber inspirasi dalam hidupku. Semoga Allah membalas segala kebaikan kalian, dimudahkan rezekinya, diberi keselamatan, kesehatan dan selalu dalam lindungan-Nya. Amiin. 3. Bapak K.H. Ihsanudin beserta ibu, serta Ibu Nyai Kamalah Isom, seluruh keluarga PONPES AL-HASAN Salatiga yang dengan tulus ikhlas memberikan pendidikan dasar-dasar keagamaan dan juga semangat spiritual untuk dijadikan bekal dan pedoman hidup.
vii
4. Ibu Djami‟atul Islamiyah sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bantuan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 5. Teman-teman seperjuangan mbak Kholis, Nia, Rikha, Indah, Alifah, Isna, Lida, Dewi, teman-teman PAI G, teman-teman PPP, teman-teman KKN dan semua teman senasib seperjuangan IAIN Salatiga yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
viii
KATA PENGANTAR
ِ بِس ِم الرِح ْي ِم َّ الر ْح َم ِن َّ اهلل ْ Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Konsep Pendidikan Tauhid Bagi Anak dalam buku Segenggam Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil Adhim”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan S1 Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka tidak akan mungkin penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Ketua Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga. 3. Ibu Rukhayati, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga. 4. Bapak Mukti Ali, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing, memberikan nasehat, dan arahan selama per semester.
ix
5. Ibu Dra. Djami‟atul Islamiyah, M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing, memberikan nasehat, arahan serta masukan-masukan yang sangat membantu dan membangun dalam penyelesaian tugas akhir ini. 6. Ayah, ibu, kakek dan nenek tersayang yang telah mencurahkan segalanya demi penulis dan adik-adikku tercinta yang selalu memberikan semangat. 7. Seluruh dosen dan petugas administrasi Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah dan juga penelitian berlangsung. 8. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 9. Terakhir untuk kampus tercinta IAIN Salatiga, terimakasih telah menjadi bagian terpenting dari perjalanan hidup. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penulis selanjutnya. Semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan pada umumnya. Amin Ya Robbal „Alamin. Salatiga, 14 September 2016 Penulis
Ayu Permatasari NIM 111-12-247
x
ABSTRAK Permatasari, Ayu. 2016. Konsep Pendidikan Tauhid bagi Anak dalam Buku Segenggam Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil Adhim. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dra. Djami‟atul Islamiyah, M. Ag. Kata Kunci : Konsep Pendidikan Tauhid, Anak Tauhid adalah masalah yang paling mendasar dan utama dalam ajaran islam. Karena diterima atau tidaknya amal perbuatan manusia muslim di sisi Allah sangat tergantung kepada tauhid itu sendiri. Menghadapi segala tantangan globalisasi modern pada gilirannya bukan tidak mungkin bisa mengikis aqidah anak. Buku Segenggam Iman Anak Kita karangan M. Fauzil Adhim akan membahas cara mendidik anak berbasis tauhid untuk mengarahkan orang tua dalam membekali jiwa tauhid pada mereka. Penelitian ini berupaya untuk mengetahui konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku Segenggam Iman Anak Kita menurut M. Fauzil Adhim. Pertanyaan utama yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana konsep pendidikan tauhid dalam buku Segenggam Iman Anak Kita karangan M. Fauzil Adhim? 2) Bagaimana relevansi konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku Segenggam Iman Anak Kita di konteks kehidupan sekarang? Analisis ini menggunakan metode literature (kepustakaan). Yaitu menghimpun dan menganalisa dokumen-dokumen resmi, buku-buku, kemudian diklarifikasi sesuai dengan masalah yang dibahas dan dianalisa isinya. Buku-buku mengenai pendidikan tauhid, mendidik anak dengan tauhid, serta tulisan mengenai pendidikan tauhid baik di artikel, koran, majalah, penelitian, disertasi maupun jurnal yang dikumpulkan kemudian diadakan analisis yang terkait dengan pembahasan tersebut. Setelah semuanya terkumpul, kemudian memaparkan pemikiran M. Fauzil Adim kepada pendidikan tauhid bagi anak. Berdasarkan hasil analisis konsep dari gagasan Fauzil dalam buku Segenggam Iman Anak Kita antara lain Pertama, membekali pendidikan tauhid kepada anak meliputi membangun orientasi hidup yang jelas dengan memberikan kasih sayang, memberikan rangsangan dengan tantangan yang ada untuk berfikir, dan menumbuhkan cita-cita yang visioner. Dan bekal untuk mengasuh tauhid pada anak meliputi membekali rasa takut terhadap masa depan, takwa kepada Allah, berbicara dengan perkataan yang benar, mendisiplinkan anak dengan shalat, serta menunjukkan kesalahan anak dengan pengarahan. Kedua, mengajarkan dan mendekatkan Al-Qur‟an pada diri anak, meliputi mengajarkan anak untuk membaca Al-Qur‟an, mengajarkan anak untuk menghafal Al-Qur‟an, serta mengajarkan anak untuk mengamalkan Al-Qur‟an. Ketiga, membekali jiwa tauhid pada anak dengan mengenalkan Allah kepada anak, bersyukur kepada Allah, tidak menyekutukan Allah, percaya terhadap takdir, iman melahirkan keteladanan, serta berislam dengan bangga dan berlaku ihsan. Adanya berbagai tantangan globalisasi modern yang mungkin dapat mengikis aqidah anak. Maka ide pemikiran Fauzil menjadi sangat relevan dalam kehidupan sekarang.
xi
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN BERLOGO…….........…………………………………………….. ii HALAMAN NOTA PEMBIMBING ..........……………………………………. iii HALAMAN PENGESAHAN.....………………….........………………………. iv PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN..……….........………………...…….....v MOTTO …………………………………………….......……………………......vi PERSEMBAHAN ………………………………………………………….........vii KATA PENGANTAR ……………………………………………………...........ix ABSTRAK ………………………………………………………………….........xi DAFTAR ISI ……………………………………………………………….........xii DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………….........xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………………………………….........………… 1 B. Rumusan Masalah ………………………........…………………………. 6 C. Tujuan Penelitian ………………………………………........………….. 6 D. Kegunaan Penelitian ………………………………………….......………7
xii
E. Metode Penelitian …………………………………………........………. 8 F. Penegasan Istilah ………………………………………………....…….. 11 G. Sistematika Penulisan Skripsi …………………………………........….. 15 BAB II BIOGRAFI MOHAMMAD FAUZIL ADHIM A. Latar Belakang Sosial M. Fauzil Adhim ……………………….........…. 17 B. Riwayat Pendidikan M. Fauzil Adhim ..........………………........…….. 18 C. Karya-karya M. Fauzil Adhim ...............……………………….........…. 19 BAB III KONSEP PENDIDIKAN TAUHID DALAM BUKU SEGENGGAM IMAN ANAK KITA KARYA MOHAMMAD FAUZIL ADHIM A. Membekali Pendidikan Tauhid Pada Anak …..…………….......……… 22 B. Mengajarkan Al-Qur‟an Pada Diri Anak ……………………........……. 30 C. Membekali Jiwa Tauhid Pada Diri Anak .................................................36 BAB
IV
RELEVANSI
KONSEP
PENDIDIKAN
TAUHID
YANG
TERKANDUNG DALAM BUKU SEGENGGAM IMAN ANAK KITA KARYA MOHAMMAD FAUZIL ADHIM DALAM KEHIDUPAN SEKARANG A. Analisis Konsep Pendidikan Tauhid bagi Anak dalam Buku Segenggam Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil Adhim dengan Pemikiran Tokoh Lain....................………………………………………………… 50
xiii
B. Relevansi Konsep Pendidikan Tauhid bagi Anak yang Terkandung Dalam Buku Segenggam Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil Adhim dalam Konteks Kehidupan Sekarang....................................................................61 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan …………………………………..…………………........….68 B. Saran....................…………………………………………...…………... 69 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Nota pembimbing skripsi 2. Lembar konsultasi 3. Surat Keterangan Kegiatan 4. Riwayat hidup penulis 5. Lembar Power Point
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tauhid adalah masalah yang paling mendasar dan utama dalam ajaran islam. Karena diterima atau tidaknya amal perbuatan manusia muslim di sisi Allah sangat tergantung kepada tauhid itu sendiri. Namun demikian masih banyak dikalangan umat islam yang belum memahami dan menghayati sebenarnya akan makna dan hakikat tauhid yang dikehendaki oleh ajaran islam. Sehingga tidak sedikit dari mereka secara tidak sadar telah terjerumus dalam pemahaman tauhid yang keliru (Qardhawi, 1992:8). Tauhidullah adalah dasar iman kepada Allah swt, bila ketauhidan yang benar tidak terwujud dalam diri seseorang, berarti dia telah terjerumus kedalam lembah kekufuran dan kemusyrikan, kekotoran dan kebohongan. Melakukan tindakan kedzaliman yang besar, serta berada dalam kesesatan yang nyata (Qardhawi, 1992:21). Sebagaimana Allah swt, berfirman:
ِ ِ َّ ِ َ ُوحي إِلَي ك َولَتَ ُكونَ َّن َ ُت لَيَ ْحبَطَ َّن َع َمل َ ين ِم ْن قَ ْب ِل َ ك لَئِ ْن أَ ْش َرْك ْ َ َولََق ْد أ َ ك َوإلَى الذ ِ .ين َ الْ َخاس ِر
ِم َن
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan),
1
niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi”(Qs. Az-Zumar:110). Dalam sejarah manusia, agama tauhid telah begitu tersebar. Ia menyebar kepada masyarakat-masyarakat yang beragam, sehingga konsep tauhid kadang mengalami bias. Banyak orang yang mengakui diri mereka adalah pengemban iman, tetapi kadang tidak mengetahui atau tidak memahami makna sebenarnya dari tauhid (monoteisme) dan syirik (politeisme). Mereka adalah orang islam dari luar tampak keislamannya namun secara tidak sadar telah melakukan perbuatan yang tergolong syirik (Syahid, 2001:77). Menurut Madjid (2005:74) dalam pandangan keagamaan umumnya kaum Muslim Indonesia terdapat kesan amat kuat bahwa ber-Tauhid hanyalah berarti beriman atau percaya kepada Allah. Padahal orang-orang musyrik di Makkah yang memusuhi Rasulullah dahulu itu adalah kaum yang benar-benar percaya kepada Allah swt. Namun tauhid tidak cukup hanya percaya kepada Allah saja, sebab percaya kepada Allah swt masih mengandung kemungkinan percaya kepada yang lain-lain sebagai peserta Allah swt dalam keilaihan. Tauhid adalah fondasi utama dalam pendidikan. Sebagaimana tujuan utama pendidikan untuk mengarahkan manusia kepada fitrahnya dengan sempurna, maka mengajarkan anak tentang Tuhan harus didahulukan dari pada pengajaran yang lain. Orang tua memiliki tanggung jawab penuh dalam hal ini. Pengajaran tauhid kepada anak tidak boleh
2
didelegasikan kepada orang lain (Falah, 2014:161). Keluarga menurut para pendidik merupakan lapangan pendidikan yang pertama dan pendidiknya adalah kedua orang tua. Menurut Rasul Allah swt, fungsi dan peran orang tua bahkan mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka (Jalaluddin, 2012:294). Sebagaimana Rasulullah saw, bersabda:
ِ ُ ال رس ٍ َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن ُش َع ْي صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ُم ُروا َ َب َع ْن أَبِ ِيو َع ْن َجدِّهِ ق َ ول اللَّو ُ َ َ َال ق ِ َّ ِأَوًَل َد ُكم ب ِِ وى ْم َعلَْي َها َو ُى ْم أَبْنَاءُ َع ْش ٍر َوفَ ِّرقُوا ْ ين َوا ُ ُض ِرب ْ ْ َ الص ََلة َو ُى ْم أَبْنَاءُ َس ْب ِع سن ِض )اج ِع (أخرجو أبو داود َ بَ ْي نَ ُه ْم فِي ال َْم Dari „Amr bin Syu‟aib dari ayahnya dari kakeknya berkata : Rasulullah saw bersabda : “Perintahkan anak-anakmu melaksanakan shalat sedang mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka karena tinggal shalat sedang mereka berusia 10 tahun dan pisahkan antara mereka di tempat tidurnya”.(HR Abu Dawud: 417) Hadis ini menjelaskan bagaimana mendidik agama pada anakanak. Pendidikan agama diberikan kepada anak sejak kecil, sehingga nanti usia dewasa perintah-perintah agama dapat dilakukan secara mudah dan ringan. Di antara perintah agama yang disebutkan dalam Hadis ada 3 perintah yaitu perintah melaksanakan shalat, perintah memberikan hukuman bagi pelanggarnya dan perintah mendidik pendidikan seks (Ngatiman, 2016:23) Pendidikan shalat pada anak sangatlah penting dalam menanamkan nilai-nilai tauhid sejak dini. Mengenalkan Allah, menjadikan anak lebih
3
mengerti posisinya sebagai makhluk ciptaan-Nya. Maka kewajiban orang tua mengarahkan anaknya memiliki fondasi yang kuat. Membekali jiwa mereka dengan menanamkan nilai-nilai tauhid dalam dirinya. Agar kelak setelah dewasa dapat menjadi pribadi yang kuat imannya serta memiliki tujuan yang jelas sebagai khalifatul di bumi dan beribadah kepada Allah swt. Dan terhindar dari perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat agama, serta terhindar dari perbuatan syirik. Mohammad
Fauzil
Adhim
adalah
seorang
penulis
yang
berkompeten tentang keluarga dan pendidikan anak. Bukunya yang berjudul “segenggam iman anak kita” menjadi salah satu buku best seller. Buku“segenggam iman anak kita”adalah buku bacaan ringan yang mudah dipahami oleh semua kalangan. Dengan bahasanya yang ringan dan mengalir menjadikan bacaan yang menarik dan mudah di pahami oleh pembaca mengenai membekali anak dengan pendidikan tauhid, disamping buku Tauhid yang lain. Dalam buku ini membahas mendidik anak dengan membekali jiwa mereka dengan iman terbagi menjadi lima bagian antara lain pertama, menjadi orang tua yang baik untuk anak kita.
Kedua,
membekali jiwa anak kita dengan iman. Ketiga, sekedar cerdas belum cukup. Keempat, menempa jiwa anak. Dan kelima, menyempurnakan bekal masa depan. Dalam buku “segenggam iman anak kita” karya Mohammad Fauzil Adhim menjelaskan bahwasanya menanamkan iman dalam jiwa anak agar tumbuh menguat dan berkembang sangatlah penting. Nilai dasar yang
4
ditawarkan oleh Mohammad Fauzil Adhim adalah memiliki kepribadian yang kuat dan memiliki arah yang jelas, yang harus dimiliki anak. Perlunya perhatian orang tua yang lebih dalam memberikan pendidikan tauhid sejak awal. Zaman sekarang ini banyak orang tua yang terlalu sibuk untuk mencari tahu bakat mereka, lupa mencintai tanpa syarat, meluangkan waktu untuk mereka serta menempanya agar mereka memiliki kesungguhan dan tujuan hidup yang jelas. Disamping banyaknya tantangan globalisasi modern yang terjadi, maka orang tua tidak hanya memperhatikan kecerdasan saja akan tetapi lebih memperhatikan iman serta kesalihan mereka. Sepeninggal kita nanti, selain shadaqah jariyah dan ilmu yang manfaat, tak ada lagi yang dapat diharapkan melainkan anak-anak shalih yang mendoakan. Artinya, jika anak-anak menjadi pribadi shalih karena upaya kita atau mengantarkan mereka melalui didikan guru terbaik, maka setiap kebaikan yang mereka perbuat ada pahala yang mengalir untuk kita. Jadi keshalihan itu pun berlimpah manfaatnya walau belum mendoakan kita. Apalagi jika mereka tak putus-putus mendoakan kita (Adhim, 2013:15). Dengan berbekal keimanan serta kesalihan anak akan memiliki tujuan hidup yang jelas dan fondasi yang kuat. Tidak akan mudah terjerumus dalam hal-hal syirik serta perbuatan dosa. Dan juga amalnya menjadi bekal untuk kehidupan selanjutnya yaitu kehidupan akhirat. Dari kelebihan buku Segenggam Iman Anak Kita, menjadikan mudah diterima oleh pembaca semua kalangan dengan pembahasan
5
pembekalan tauhid pada anak yang menarik daripada bacaan tauhid lainnya. Dengan berbagai tantangan globalisasi yang semakin merajalela, dapat mempengaruhi pondasi anak jika tidak dibekali jiwa tauhid sejak kecil. Maka buku tersebut dapat menjadi acuan para pendidik dan orang tua untuk membekali jiwa tauhid pada anak, agar dapat menghadapi tantangan di masa depannya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat tema tersebut dengan mengambil judul skripsi “KONSEP PENDIDIKAN TAUHID BAGI ANAK DALAM BUKU SEGENGGAM IMAN ANAK KITA KARYA MOHAMMAD FAUZIL ADHIM”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah penulis paparkan di atas maka yang menjadi pokok dalam bahasan ini adalah: 1. Bagaimana konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku segenggam iman anak kita karya Mohammad Fauzil Adhim? 2. Bagaimana relevansi konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku Segenggam Iman Anak Kita karya Mohammad Fauzil Adhim dalam konteks kehidupan sekarang? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat menentukan tujuan penelitian ini adalah:
6
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku segenggam iman anak kita karya Mohammad Fauzil Adhim. 2. Untuk mengetahui bagaimana relevansi konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku Segenggam Iman Anak Kita karya Mohammad Fauzil Adhim dalam konteks kehidupan sekarang. D. Kegunaan penelitian Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi: 1. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan khususnya dunia pendidikan Islam. b. Dapat menambah
khasanah teoritis tentang konsep pendidikan
tauhid dalam keluarga dan sekolah. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis Menambah wawasan penulis mengenai konsep pendidikan tauhid untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman sebagai seorang pendidik. b. Bagi Lembaga pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi input pemikiran dalam menumbuh-kembangkan materi pendidikan agama, khususnya islam, terutama pentingnya penanaman konsep
7
tauhid sejak dini serta implikasinya bagi struktur kepribadian di kemudian hari. E. Metode Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal pokok yang mendasari penelitian,
yaitu:
pendekatan
penelitian,
sumber
data,
metode
pengumpulan data dan analisis data. 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini bersifat literature (kepustakaan) yang berfokus pada referensi buku dan sumber-sumber yang relevan. Penelitian dilakukan dengan mencermati sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah bukubuku, artikel atau sumber lain yang berkaitan dengan konsep pendidikan tauhid bagi anak menurut Mohammad Fauzil Adhim. Selain bersifat literature penelitian ini termasuk jenis penelitian bibliografi, hampir sama dengan literature yaitu dilakukan dengan mencari, menganalisis, membuat interpretasi, serta generalisasi dari fakta-fakta hasil pemikiran, ide-ide yang telah ditulis oleh pemikir dan ahli (Nazir, 1998:62). 2. Sumber Data Penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan. Sedangkan data-data tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu primer dan sekunder.
8
a. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah sumber data yang paling utama digunakan dan sesuai dengan permasalahan dalam peneliti ini. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku Segenggam Iman Anak Kita. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah buku-buku, artikel, dan sumber data lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Diantara sumber tersebut adalah Parents Power karya Saiful Falah, Pendidikan Agama Dalam Keluarga karya Dr. H. Moh. Haitami Salim, M.Ag, Kitab Tauhid karya Dr. Shalih bin Al Fauzan, Islam Doktrin dan Peradaban karya Nur Cholish Majid, Positif Parenting karya Mohammad Fauzil Adhim dan buku atau artikel tentang pemikiran Mohammad Fauzil Adhim maupun studi pendidikan tauhid di dalam perkuliahan dan lain sebagainya (Arikunto, 1987:135). 3. Teknik Pengumpulan Data Data penelitian dicari dengan pendekatan Library Research, yaitu penelitian perpustakaan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Mengumpulkan buku-buku yang ada relevansinya dengan kajian permasalahan. b. Mengidentifikasi semua permasalahan yang berkaitan dengan penelitian.
9
c. Menarik suatu kesimpulan sebagai hasil suatu penelitian tentang pokok permasalahan (Komaruddin, 1988:145). 4. Analisis Data Untuk menganalisis data penulis menggunakan beberapa metode, yaitu: a. Metode Deskriptif Metode deskriptif yaitu “perumusan filsafat tersembunyi dideskripsikan sedemikian rupa sehingga terus menerus ada referensi pada masalah konkret sedetail-detailnya” (Anton dan Achmadi, 1994:112). Peneliti melakukan analisis data dengan metode deskripsi, yaitu menggambarkan pemikiran Mohammad Fauzil tentang Konsep Pendidikan Tauhid bagi Anak. b. Metode Analisis Metode Analisa yaitu penanganan terhadap suatu obyekobyek penelitian ilmiah dengan memilah-milah pengertian yang satu dengan pengertian yang lain. Dalam proses analisa ini penulis menggunakan dua cara yang saling bergantian, yaitu: 1) Proses Analisa Deduksi, yaitu analisa dari pengertian yang umum kemudian dibuat eksplisitasi dan penerapan lebih khusus. Yaitu dengan cara mengumpulkan data-data dalam permasalahan umum kemudian mengerucut pada proses pengambilan permasalahan-permasalahan yang bersifat khusus.
10
2) Proses Analisa Induksi (dari khusus ke umum). Induksi pada umumnya
disebut
generalisasi,
yaitu
dengan
cara
mengumpulkan data-data dalam jumlah tertentu, dan atas dasar data itu menyusun suatu ucapan umum. Yaitu dengan cara analisa dari data yang bersifat khusus kemudian yang bersifat umum (Sumargono, 1980:31). F. Penegasan Istilah 1. Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa karya ilmiah berbentuk skripsi yang membahas tentang pemikiran Mohammad Fauzil Adhim. Pertama, skripsi Erny Tyas Rudati dengan judul “Konsep Positive Parenting Menurut Mohammad Fauzil Adhim dan Implikasinya Terhadap Pendidikan Anak”. Penelitian ini berisi tentang konsep positive parenting dalam mendidik anak dapat memiliki kemampuan intelektual dan fisik yang bagus, termasuk perkembangan emosi dan sosialnya. Implikasinya jika anak dididik dengan kasih sayang akan menjadikan anak berjiwa besar dan jika dididik dengan kasar akan menjadikan anak menjadi penakut, brutal, kasar dan tak bermoral. Kedua, skripsi Asmarita dengan judul “Pemikiran Mohammad Fauzil Adzim Tentang Konsep Pendidikan Keluarga”. Penelitian ini berisi tentang pendidikan anak sangat penting dalam keluarga. Perlunya pendidik dan orang tua mengetahui perkembangan anak pada
11
masa usia dini jika ingin generasi yang mampu mengembangkan diri secara optimal. Ketiga, skripsi Irni Iriani Sopyan dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Buku „Salahnya Kodok‟(Bahagia Mendidik Bagi Ummahat) Karya Mohammad Fauzil Adhim. Penelitian ini berisi tentang mendidik dan mengajar anak bukan hal yang mudah, bukan pekerjaan yang dilakukan serampangan, dan bukan pula hal yang bersifat sampingan. Mendidik anak dimulai sejak lahir, dalam hal ini orangtua harus memperhatikan pokok-pokok dasar ajaran sunah Rasul. Mendidik dengan cara humanis akan lebih mengena terhadap keberhasilan pendidikan anak-anak. Minimal ada dua pendidikan islam yang harus diterapkan oleh orang tua kepada anaknya yaitu pendidikan akhlak dan pendidikan aqidah. Setelah pemaparan penyusunan diatas terhadap karya ilmiah terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa belum ada penelitian mengenai pemikiran Mohammad Fauzil Adhim tentang konsep pendidikan tauhid bagi anak. 2. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman dalam mengartikan, maka penulis akan mencoba memberikan sebuah penegasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Dan akan lebih mudah setelah dijelaskan lebih lanjut secara terperinci sebagai berikut:
12
a. Konsep Pendidikan Konsep yang penulis maksud seperti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa, “Konsep yaitu: rancangan, ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (Pusat bahasa Depdiknas, 2007: 588). Menurut Ahmadi (1987:16) Pendidikan adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dengan tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi (sumber daya) insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil). Di dalam UU No. 20/2003 tentang sitem pendidikan nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Suwarno, 2006:21). Kamal Hasan dalam Kurniasih (2010:63) memberikan penjelasan pendidikan dalam perspektif Islam, adalah suatu proses seumur hidup untuk mempersiapkan seseorang agar dapat mengaktualisasikan peranannya sebagai
khalifatullah di muka
bumi. Dengan kesiapan tersebut, diharapkan dapat memberikan
13
sumbangan sepenuhnya terhadap rekonstruksi dan pembangunan masyarakat dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Jadi yang penulis maksud dengan konsep pendidikan adalah suatu rancangan dengan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan
potensi
yang
dimilikinya,
agar
dapat
mengaktualisasikan perannya sebagai khalifah di bumi untuk dapat bermanfaat bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. b. Tauhid bagi Anak Tauhid
artinya
mengesakan
(mengesakan
Allah-
Tauhidullah). Ajaran tauhid adalah tema sentral aqidah dan iman, oleh sebab itu aqidah dan iman diidentikan dengan istilah tauhid (Ilyas, 1992:5). Tauhid adalah awal dan akhir dari seruan Islam. Ia adalah suatu kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (Razak, 1996:39). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(Pusat bahasa Depdiknas, 2007: 41) dijelaskan bahwa anak adalah keturunan kedua, manusia yang masih kecil (baru berumur 6 th). Jadi yang dimaksud penulis dengan tauhid bagi anak adalah ajaran mengesakan Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa, satu satunya tuhan yang disembah ditujukan kepada manusia kecil yang belum dewasa atau anak yang masih perlu bimbingan orang tua.
14
c. Buku Segenggam Iman Anak Kita Buku Segenggam Iman Anak Kita adalah sebuah buku yang disajikan oleh penulis Best Seller Muhammad Fauzil Adhim dengan gaya penulisnya yang khas, disampaikan dengan penuturan yang renyah dan mengalir, serta tidak terjebak pada panjangnya kalam dan rumitnya teori. Buku yang membahas mengenai menanamkan
arti
penting
kepengasuhan
(parenting)
dan
pendidikan anak berbasis tauhid. Maka dari uraian tersebut di atas, judul skripsinya adalah Konsep Pendidikan Tauhid bagi Anak dalam Buku Segenggam Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil Adhim. G. Sistematika Penulisan Untuk
mendapatkan
pemahaman
yang
komprehensif
dan
menyeluruh maka diperlukan sebuah sistematika penulisan yang runtut dari satu bab ke bab yang selanjutnya. Sedangkan sistematika sendiri memiliki arti suatu tata urutan yang saling berkaitan, saling berhubungan, dan saling melengkapi. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, serta sistematika penulisan laporan hasil penelitian. BAB II : Akan dijelaskan tentang biografi Mohammad Fauzil Adhim, setting sosial, riwayat pendidikan dan karya-karyanya.
15
BAB III : Bab ini berisi analisa tentang konsep pendidikan tauhid bagi anak yang terkandung dalam buku Segenggam Iman Anak Kita karya Mohammad Fauzil Adhim. BAB IV : Bab ini berisi relevansi konsep pendidikan tauhid bagi anak yang terkandung dalam buku Segenggam Iman Anak Kita karya Mohammad Fauzil Adhim dalam konteks kehidupan. BAB V : Penutup yang berisi kesimpulan mengenai konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku Segenggam Iman Anak Kita, saran yang dapat diterapkan dalam pendidikan masa kini dan penutup.
16
BAB II BIOGRAFI MOHAMMAD FAUZIL ADHIM A. Latar Belakang Sosial Dalam karya ilmiah yang ditulis Rudati (2008:39) di dokumen pribadi Mohammad Fauzil Adhim adalah seorang penulis yang berkompeten tentang keluarga dan pendidikan anak, beliau mengawalinya sebagai kolumnis di berbagai majalah yang kaitannya dengan keluarga. Dari beberapa bukunya yang telah diterbitkan, diantaranya “Kupinang Engkau Dengan Hamdalah”, “Kado Pernikahan Untuk Isteriku”, “Salahnya Kodok”, “Bahagia Mendidik Anak Bagi Ummahat”, “Membuat Anak Gila Membaca”, menjadi best seller, sehingga namanya tidak cukup asing bagi kalangan para remaja muslim. Beliau dilahirkan pada tanggal 29 Desember 1972 di daerah Mojokerto sebuah kabupaten yang berbatasan dengan Jombang. lbunya bernama Aminatuz Zuhriyah berasal dari keluarga pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang, sedang ayah berasal dari Pacitan, termasuk keluarga pesantren Termas. Dari Pacitan yang berpindah ke daerah Banyuwangi, nenek dari ibu juga berasal dari keluarga kiai, tetapi pesantrennya telah bubar pada saat Fauzil (masih kecil), sehubungan dengan pesantren ini dulunya menjadi tempat belajar kader NU dan kader Muhammadiyah. Beliau menikah pada saat masih kuliah dengan seorang akhwat bernama Siti Mariana Anas beddu, sampai sekarang telah dikaruniai enam 17
putra, yaitu Fathimatuz Zahra, Muhammad Husain As-Sajjad, Muhammad Hibatillah Hasanin, Muhammad Nashiruddin An-Nadwi, Muhammad Navies Ramadhan, dan Safa. Alamat sekarang: Jln. Monjali Gg. Masjid Mujahadah RT 15 RW 40 Karangjati, Melati, Sleman, Yogyakarta. B. Riwayat Pendidikan 1. Pendidikan formal beliau (Rudati, 2008:40-41) a. SDN Ketidur, Kecamatan Mojokerto Jawa Timur b. SMPN Kutorejo, Mojokerto c. SMAN 2 Jombang d. SI Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2. Pengalaman kerja a. Koresponden majalah Ayahanda (Jakarta), freelance, 1994-1995. b. Staf pengajar sekolah guru taman kanak-kanak Islam terpadu (SGTKIT), Yogyakarta, 1996-1998. c. Dosen psikologi keluarga psikologi
komunikasi
(marriage
Universitas
dan Islam
parenting) Indonesia
dan (UII),
Yogyakarta, 2001-2004. d. Kolumnis tetap jendela keluarga majalah suara Hidayatullah mulai Agustus 2002 khusus untuk masalah parenting. e. Kolumnis tetap majalah An-nida' selama setahun sampai Agustus 2003. f. Pengaruh rubrik konsultasi psikologi majalah Nebula, majalah komunitas ESQ Jakarta.
18
3. Kegiataan sekarang ini a. Staf pengajar fakultas psikologi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. b. Kolumnis tetap majalah Hidayatullah Surabaya untuk kolom Tarbiyah. c. Kolumnis tetap untuk harian umum republika untuk renungan jum'at kolom DIY-Jateng. d. Menjadi pemateri tetap untuk pelatihan menulis ibu-ibu rumah tangga di Yogyakarta. e. Menjadi pemateri tetap forum diskusi parenting para orang tua di Yogyakarta. f. Narasumber dalam berbagai forum diskusi, seminar talkshow diberbagai daerah seluruh Indonesia tentang masalah-masalah pernikahan, keluarga dan pendidikan. g. Pembina SDIT Hidayatullah Yogyakarta sekaligus menjadi anggota team perancang kurikulum SD unggulan. C. Karya-karya Mohammad Fauzil Adhim 1. Kupinang Engkau dengan Hamdalah, Mitra
Pustaka, Yogyakarta,
1997, cetakan kedua puluh, terjual lebih dari 55 eksemplar. 2. Mencapai Pernikahan Barokah, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 1997. 3. Disebabkan oleh Cinta kupercayakan rumahku padamu, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 1998, cet. Ke -7.
19
4. Kado Pernikahan untuk Isteriku, mitra Pustaka, Yogyakarta, 1998, cet. Ke -11, memasuki cet. Ke -12 5. Indahnya Pernikahan Dini, Gema Insani Press, Jakarta, januari 2002. Terbit juga kaset dengan judul yang sama sebagai audio book, telah dicetak 25.000 eksemplar dalam waktu 6 bulan. 6. Agar Cinta Bersemi Indah buku kesua trilogi Indahnya Pernikahan Dini, Gema Insani Press, Jakarta, Agustus 2002. 7. Membuat Anak Gila Membaca, Al- Bayan, Bandung, Mendidik dengan hati, Better Life, Surabaya. 8. Membuka Jalan ke Syurga. 9. Menuju Kreativitas, tulisan bersama Wahyudin, Gema Insani Press, Jakarta, 2003. 10. Janda, Gema Insani Press, 1999. 11. Saat Anak Kita Lahir, Gema Insani Press, Jakarta, Desember, 2001. 12. Dunia Kata Mewujudkan Impian Menjadi Penulis Brilian. 13. Saatnya untuk Menikah, Gema Insani Press, Jakarta, 2000, cet ke -5. 14. Di ambang Pernikahan, Gema Insani Press, Jakarta, Juni 2002, Kolaborasi dengan M. Nazhif Masykur. 15. Bahagia Saat Hamil bagi Ummahat. 16. Salahnya Kodok, Bahagia Mendidik Anak bagi Ummahat. 17. Mendidik Anak Menuju Taklid. 18. Menembus UMPTN Tanpa Stres. 19. Bersikap terhadap Anak.
20
20. Memasuki Pernikahan Agung. 21. Positive Parenting: Cara-Cara Islam Mengembangkan Karakter Positif Pada Anak Anda, PT Mizan Pustaka, Bandung, 2006 (Rudati, 2008:41-42).
21
BAB III KONSEP PENDIDIKAN TAUHID BAGI ANAK YANG TERKANDUNG DALAM BUKU SEGENGGAM IMAN ANAK KITA KARYA MOHAMMAD FAUZIL ADHIM A. Membekali Pendidikan Tauhid kepada Anak 1. Membangun Orientasi Hidup Pada Diri Anak Tugas utama orang tua adalah mengantarkan anak menjadi manusia yang mengerti tujuan hidupnya, untuk apa ia diciptakan. Banyak orang tua bekerja keras agar dapat memberikan pendidikan yang terbaik untuk anaknya. Dengan cara memasukkan mereka ke dalam sekolah-sekolah unggulan (Adhim, 2013:40). Dengan harapan di sekolah unggulan anak mendapatkan pendidikan dari guru yang terbaik pula. Agar anaknya dapat cerdas dan membanggakan kedua orang tuanya. Akan tetapi memasukkan landasan hidup ke dalam jiwa anak adalah yang terpenting. Kemanapun mereka pergi maka ridha Allah juga yang mereka cari(Adhim, 2013:40). Dengan orientasi hidup yang ditumbuhkan semenjak dini akan menjadi daya penggerak (driving force) bagi kehidupannya kelak, sehingga anak dapat belajar menimbang dan menilai. Jika orientasinya semenjak awal bagus, insya Allah masa remaja mereka tidak mengalami krisis identitas dan keguncangan jiwa (Adhim, 2013:41). Menurut
Fauzil
Adhim
tugas
orang
tua
dan
guru
bukanlah
mempersiapkan anak-anak memiliki prestasi akademik yang menakjubkan. Akan tetapi membimbing anak-anak agar mencintai ilmu, sehingga dengan
22
kecintaan terhadap ilmu akan menumbuhkan semangat belajar di hati mereka. Kecintaan ilmu mendorong mereka untuk berprestasi, tetapi prestasi akademik bukan tujuan utama. Jika prestasi akademiknya bukan yang terbaik di kelas tidak akan membuat mentalnya runtuh akan tetap kuat (Adhim, 2013:42). Sebelumnya tanamkan pada diri anak tentang kebutuhan akan belajar. Dengan cara membangun perasaan positif terhadap belajar kepada anak. Membangun perasaan positif terhadap belajar kepada anak dimulai semenjak dini, terutama pada rentang usia 4-8 tahun. Sikap positif ditumbuhkan dengan memberi pengalaman belajar yang menyenangkan, membangun kedekatan emosi dengan anak, menciptakan kondisi belajar yang positif sebelum dan selama anak belajar, menunjukkan manfaat belajar. Selain itu, memberi apresiasi terhadap belajar melalui ucapan-ucapan yang terencana maupun spontan, serta menjadikan diri sebagai contoh. Selanjutnya perlu diperhatikan membangun percaya diri terhadap kompetensi yang dimiliki anak perlu juga ditumbuh kembangkan. Jadi hal yang menjadikan belajar sebagai kebutuhan anak, yang perlu dibangun oleh orang tua dan pendidik adalah sikap positif terhadap belajar dan keyakinan bahwa anak memiliki kompetensi (Adhim, 2013:231). Dengan menumbuhkan sikap positif dan keyakinan anak atas kompetensi yang dimilikinya. Membuat anak semangat dalam mencari ilmu, mencintai ilmu dan dapat bermanfaat bagi dirinya serta orang lain. Banyak orang tua berharap anaknya cerdas, memiliki banyak hafalan atas ayat-ayat Al-Qur‟an
23
dan hadis. Akan tetapi ada juga anak hanya mendapatkan ilmunya saja, banyak menghafal tanpa ada cahaya dalam jiwanya. Banyak anak pintar dalam ilmu agama, pintar berbicara tidak menjadikan anak memiliki rasa kecintaan terhadap agama. Hal-hal yang perlu diberikan kepada anak-anak agar memiliki orientasi hidup yang baik menurut Fauzil Adhim (2013:44-46) antara lain: a. Memberikan Kasih Sayang Sebagai orang tua pentingnya menghidupkan perasaan anak dengan memberikan waktu luang di tengah kesibukan bekerja. Sengaja meluangkan waktu untuk bermain bersamanya, bukan mengarahkan permainannya. Kalau ada permainan yang dilarang, itu berkait erat dengan baik buruknya secara mental bagi anak. Contoh teladan yang diberikan oleh Rasulullah saw sebelum mengajarkan tentang kebenaran, Rasulullah saw, lebih dulu melimpahi anak-anak dengan kasih sayang dan menyediakan waktunya untuk bermain-main. Salah satu contohnya yaitu menyempatkan diri untuk bermain kuda-kudaan dengan cucunya dan pada saat Rasulullah saw mengerjakan shalat dengan menggendong cucunya yaitu Umamah putri Zainab. Perilaku Rasulullah saw menunjukkan betapa pentingnya bermain dan perhatian yang hangat bagi akidah anak kelak. b. Memberikan Rangsangan kepada Anak Untuk Berpikir Berikan tantangan dengan melihat kehidupan secara nyata sambil membangun cita-cita yang visioner. Bagaimana dapat memberi manfaat
24
kepada alam semesta ini, menyelesaikan persoalan yang ada di dalam dan kembali kepada Allah dalam keadaan ridha dan diridhai. Orang tua seharusnya memberikan pengalaman berusaha dan menyelesaikan masalah agar meningkatkan kapasitas pribadi seorang anak. Dengan banyaknya pengalaman dalam menyelesaikan masalah dalam hidupnya akan semakin tinggi nilai hidupnya (Adhim, 2013:276). Berusaha melalui do‟a-do‟a dan bersungguh-sungguh dalam perbuatan. Orang-orang besar adalah mereka yang memiliki catatan panjang tentang keteguhan, ketegaran, kegigihan, kejujuran, integritas yang tinggi, keberanian, dan tekad yang kuat untuk menyelesaikan setiap masalah dengan cara sebaik-baiknya sesuai dengan rambu-rambu yang telah diberikan oleh Allah swt dan Rasul-Nya saw (Adhim, 2013:278). Dengan berbagai kesulitan yang ada telah dilalui seorang anak, menjadikan pribadinya kuat. Segala kesulitan dan tantangan membuat jiwa anak kuat untuk menyelesaikan tanpa mengeluh dan menyerah. Karena dukungan motivasi dari orang tua dan atas
ijin Allah swt,
memberi kekuatan pada jiwa anak dalam menghadapinya kesulitan dan tantangan hidup yang dilalui. Melalui tantangan yang datang secara bertahap, anak akan belajar memecahkan kesulitan yang dihadapinya. Karena Allah selalu ada untuk hambanya yang mau berusaha dengan bersungguh-sungguh, setiap kesulitan yang dihadapinya ada kemudahan di dalamnya. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Alam Nasyrah ayat 5-6:
25
﴾٦﴿ ﴾ إِ َّن َم َع ال ُْع ْس ِر يُ ْس ًرا٥﴿ فَِإ َّن َم َع الْعُ ْس ِر يُ ْس ًرا Artinya: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”(Qs. AlamNasyrah:5-6) c. Menumbuhkan Cita-Cita yang Visioner Memberikan rangsangan kepada anak untuk menjadi manusiamanusia idealis yang cerdas. Memiliki cita-cita besar berarti memiliki idealisme yang kuat di atas landasan iman yang kokoh dan akidah yang lurus. Diajak berdiskusi tentang realitas dan melihat bahwa hukum Allah atas kehidupan ini tidak berubah sedikit pun. Membekali anak dengan visi yang kuat menjadikan ia tidak terombang ambing dalam hidupnya. Memiliki iman yang kokoh serta kesediaan hidup yang baik. Dengan demikian Pendidikan tauhid yang ditanamkan oleh orang tua adalah membimbing anak untuk mengerti tujuan hidupnya. Supaya anak mengerti akan hakikat ia diciptakan sebagai khalifah di bumi serta untuk beribadah kepada Allah dengan mengesakan Allah dan bertauhid rububiyyah. Menjadikan imannya kokoh dengan orientasi hidup yang jelas dan anak tidak akan terombang ambing jiwanya dengan segala tantangan dan kesulitan yang akan di hadapi di kehidupannya. 2. Bekal Untuk Mengasuh Anak dengan Tauhid Banyak ahli ibadah yang keturunannya jauh dari munajat kepada Allah Swt. Tak ada anak yang mendo‟akannya sesudah kematian datang. Banyak orang tua yang nasihatnya diingat dan petuahnya dinanti-nanti ribuan
26
manusia, tetapi sedikit sekali yang berbekas dalam diri anak (Adhim. 2013:47). Orang tua seharusnya memiliki bekal dalam mengasuh anak menuju dewasa tanpa menafikan bekal lain yang diperlukan terutama yang berkait dengan ilmu (Adhim, 2013:49). Firman Allah Swt dalam surat AnNisa ayat 9:
ِ ًولْي ْخش الَّ ِذين لَو تَرُكوا ِمن َخل ِْف ِهم ذُ ِّريَّة ض َعافًا َخافُوا َعلَْي ِه ْم فَ لْيَتَّ ُقوا اللَّ َو َولْيَ ُقولُوا َ ََ ْ ْ َ ْ َ قَ ْوًًل َس ِدي ًدا “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (Qs. AnNisa:9). Pelajaran yang penting dari ayat tersebut adalah betapa pun inginnya membelanjakan sebagian besar harta kita untuk kepentingan dakwah illlah, ada yang harus diperhatikan atas anak-anak kita. Beta pun besar keinginan untuk menghabiskan umur di jalan dakwah, ada yang harus diperhatikan terkait kesiapan anak-anak dan keluarga (Adhim, 2013:50). Menurut Fauzil Adhim (2013:50-52) ada beberapa bekal yang perlu diperhatikan dalam mengasuh anak dengan tauhid, antara lain: a. Membekali rasa takut terhadap masa depan mereka. Berbekal rasa takut, mempersiapkan anak agar tidak menjadi generasi yang lemah. Memantau perkembangan mereka kalau ada bagian dari hidup mereka saat ini yang menyebabkan kesulitan di masa mendatang. Dan berusaha sungguh-sungguh agar mereka memiliki bekal
27
yang cukup untuk mengarungi kehidupan dengan kepala yang tegak dan iman yang kokoh. b. Takwa kepada Allah swt. Takwa adalah menghindarkan diri dari kesalahan, kemaksiatan, dan ketakaburan serta senantiasa berada di atas dasar keridhaan Allah (Farhadian, 2005:57). Berbekal takwa kepada Allah swt, menjadikan anak dapat mengendalikan ucapan dan tindakannya tidak akan melampaui batas. Seorang pemarah dan mudah meledak emosinya, akan mudah luluh jika ia bertakwa. Ia luluh bukan karena lemahnya hati, melainkan ia amat takut kepada Allah swt. Menundukkan dirinya agar tidak melanggar larangan-laranganNya. c. Berbicara dengan Perkataan yang Benar (qaulan sadidan). Berbicara dengan perkataan yang benar (qaulan sadidan) akan mendorong kita untuk terus berbenah. Membiasakan anak berkata yang jujur dan benar kepada orang lain. Sehingga anak akan menyampaikan segala hal kepada orang lain tanpa di buat-buat ataupun di tambahtambahkan. d. Mendisiplinkan anak tentang mengerjakan shalat. Fauzil (2013:265) berpendapat orang tua berkewajiban memberi pendidikan iman, akhlak, dan ibadah sedini mungkin. Tetapi ada prinsip memberikan pendidikan tepat pada waktunya. Mendisiplinkan anak tentang mengerjakan shalat dimulai saat anak berumur tujuh tahun.
28
Rasulullah saw, bersabda, “Ajarkanlah anakmu tata cara shalat ketika telah berusia tujuh tahun. Dan pukullah dia pada saat berusia sepuluh tahun (apabila meninggalkannya).” (H.R. At-Tirmidzi) Jadi, kalau anak belum berusia tujuh tahun dan tidak mengerjakan shalat, orang tua harus memakluminya dan melapangkan hati. Tugas orang tua adalah menumbuhkan perasaan positif terhadap kebiasaan baik yang ingin ditumbuhkan pada anak. Serta membangkitkan sense of competence (perasaan bahwa dirinya memiliki kompetensi). e. Menunjukkan Kesalahan Anak dengan Pengarahan. Berkenaan dalam mendidik anak, terutama di usia kanak-kanak. Hadis yang diriwayatkan dari Abu Hafs, yakni Umar bin Abu Salamah ra, anak tiri Rasulullah. Ia menuturkan, “semasa kecil, ketika aku berada dalam pangkuan Rasulullah, aku sering berganti-ganti tangan dalam memegangi mangkuk. Melihat itu, beliau menegurku, „Hai, Anak (Ya Ghulam), bacalah basmalah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan yang terdekat denganmu.‟ Semenjak itu, aku selalu demikian ketika makan.”(H.R. Al-Bukhori dan Muslim) Teguran langsung ketika anak melakukan hal-hal yang tidak bersesuaian dengan adab seorang Muslim. Tiga hal yang perlu diambil dalam hadis tersebut adalah pertama, teguran disampaikan secara langsung dan segera. Kedua, mengawali teguran dengan menggunakan panggilan
sayang
yang
akrab
(ya
ghulam).
Ketiga,
langsung
menunjukkan tindakan apa yang patut. Seakan tak mengoreksi kesalahan, tetapi dengan menunjukkan apa yang seharusnya, kekeliruan yang
29
dilakukan anak dengan sendirinya terkoreksi. Misalnya adapun terhadap kesalahan yang bersangkut-paut dengan hukum halal-haram, dalam hal ini terkait dengan makanan, maka dapat tuntunan yang lebih tegas (Adhim, 2013:251). B. Mengajarkan dan Mendekatkan Al-Qur’an pada Diri Anak 1. Mengajarkan Anak untuk membaca Al-Qur’an Orang tua dapat mengajarkan Al-Qur‟an kepada anaknya, akan tetapi mengajarkannya saja tidak serta merta dapat mendekatkan anak pada Alqur‟an. Mereka cepat membaca, menghafal tetapi hatinya tidak dekat dengan Al-Qur‟an. Dapat membaca dengan baik tidak sama dengan mengambil petunjuk (Adhim, 2013:167). Membaca Al-Qur‟an adalah interaksi pertama dan minimal bagi seorang muslim terhadap Al-Qur‟an. Tidak boleh ada orang yang mengaku beragama islam, namun tidak mampu membaca Al-Qur‟an. Seharusnya tanpa alasan apa pun ia mampu membaca Al-qur‟an, maka tetap berusaha belajar membaca Al-Qur‟an (Qudsy, 2013:18). Mengajarkan keterampilan membaca tanpa menanamkan keyakinan yang kuat sekaligus pengalaman berinteraksi dengan ayat-ayat Al-Qur‟an, sama seperti meletakkan bertumpuk kitab di punggung keledai. Banyak ilmu di dalamnya, tetapi tak bisa mengambil pelajaran darinya (Adhim, 2013:168). Maka dari itu, sebelum membaca Al-qur‟an terlebih dahulu orang tua menanamkan jiwa keimanan dalam hati mereka. Agar nantinya anak dapat melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah melalui kebenaran Al-
30
Qur‟an. Agar nantinya anak tidak dapat membaca atau menghafal Al-Qur‟an sekedar sebagai bacaan atau wacana keilmuan saja. 2. Mengajarkan anak untuk menghafal Al-Qur’an Fauzil Adhim (2013:150) berpendapat bahwa pada zaman sekarang gizi anak semakin baik, akan tetapi kematangan mereka tidak lebih baik dibanding generasi sebelumnya. Misalnya Imam Syafi‟i yang hafal AlQur‟an pada usia 7 tahun bukan karena masuk lembaga tahfidz, tetapi karena kecintaannya yang besar kepada kitabullah mendorong ia untuk bersungguh-sungguh membaca dan mengingatnya. Ada kecintaan dan seorang ibu yang setiap saat mengakrabkannya dengan Al-Qur‟an. Imam Syafi‟i ra, bukanlah satu-satunya, banyak tokoh yang menggetarkan dunia dan mereka telah menampakkan kecintaan amat besar kapada agama. Mereka sangat dekat hidupnya dengan Al-Qur‟an, mencintainya, dan menyakini isinya sehingga dengan itu mereka bersungguh-sngguh menghafalkan seraya memahami maknanya. Untuk zaman sekarang menjadi sesuatu yang tidak nampak dan semakin menjauh dari pribadi orang-orang dan anak-anak (Adhim, 2013:151). Mengingat sejenak nasihat sahabat nabi, Jundub bin Abdillah ra. Mengomentari generasi tabi‟in yng mendahulukan belajar Al-Qur‟an dengan berkata, “kami belajar iman sebelum belajar Al-Qur‟an, kemudian belajar Al-Qur‟an sehingga dengannya bertambahlah iman kami.” Tabi‟in adalah sebaik-baik generasi sesudah generasi sahabat. Sementara ini di
31
sekolah-sekolah islam maupun di rumah-rumah, anak-anak belum mempelajari keduanya (Adhim, 2013:152). Maka sangat penting membekali anak dengan memperkokoh imannya terlebih dahulu, sebelum orang tua dan pendidik mengajarkan Al-Qur‟an pada anak. Selain mengajarkan Al-Qur‟an dengan membaca, selanjutnya mengajarkan anak untuk menghafal Al-Qur‟an. Walau mengajarkan hanya satu ayat atau beberapa ayat setiap harinya, insya Allah anak akan terbiasa mendengarkan ayat-ayat Al-Qur‟an dan dengan sendirinya akan hafal. Cara mengajari anak menghafal alquran dapat diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari, seharusnya di mulai dari usia sedini mungkin bahkan semenjak bayi belum lahir. Menurut islam tentu sangat menginginkan agar anaknya dapat menghafal alquran di usia sedini mungkin agar mereka lebih mengenal agama mereka dari sejak kecil. Dengan menghafal Al-Qur‟an, selain mendapatkan pahala yang agung, juga menjalankan sunah Rasul dan para salafunash saleh dalam menjaga keaslian Al-Qur‟an (Qudsy, 2013:20). Allah Swt, berfirman dalam surat maryam ayat 12-14:
ٍ ِ ِ ) َو َحنَانًا ِم ْن لَ ُدنَّا َوَزَكاةً َوَكا َن تَِقيًّا٢١( صبِيًّا َ ْح ْك َم َ َيَا يَ ْحيَى ُخذ الْكت ُ اب بُِق َّوة َوآتَ ْي نَاهُ ال ِ ) وب ًّرا بِوالِ َديْ ِو ولَم ي ُكن جبَّارا َع٢١( )٢١( صيًّا ً َ ْ َْ َ َ ََ Artinya: “Hai yahya, ambillah Al-Kitab (Taurat) itu dengan sungguhsungguh.” Dan kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanakkanak (hukma shabiyya), dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dari dosa). Dan ia adalah seorang yang bertakwa dan banyak berbakti kepada kedua orang tuanya, dan bukanlah ia orang yang sombong lagi durhaka. (Qs. Maryam: 12-14).
32
Dari surat Maryam ayat 12-14 kita dapat mengambil hikmah tersebut. Bahwasanya alangkah senangnya jika anak-anak mendapatkan hikmah selagi masih kanak-kanak, dengan menghafal ayat Al-Qur‟an. Faui berpendapat selain menjadi pertolongan bagi para orang tua dan pribadi anak, mendapatkan keistimewaan dan kemulian seperti halnya Nabi Yahya. Allah swt, kan melimpahi ilmu dan menolong mereka, menjadikan mereka hamba-Nya yang bersyukur serta dapat meninggikan kalimat Allah swt di muka bumi (Adhim, 2013:153). 3. Mengajarkan anak untuk mengamalkan Al-Qur’an Di zaman keemasan Islam, lahir para pemimpin yang disegani dan ilmuwan yang melahirkan sangat banyak penemuan, termasuk di bidangbidang sains. Mereka produktif melakukan terobosan ilmiah dalam matematika, kimia, mekanika, fluida, sosiologi dan cikal bakal ilmu psikologi terutama karena kedekatan dengan Al-Qur‟an. Mereka membaca, merenungi, mengamalkan dan berusaha untuk senantiasa memperoleh manfaat yang besar (Adhim, 2013:172). Pada saat ini, sudah tidak ada lagi para pemimpin dan ilmuwan yang disegani karena kedekatan dengan Al-Qur‟an. Maka sangat ditekankan oleh para orang tua, pendidik untuk membekali anak-anak dengan rasa kecintaan kepada Al-Qur‟an dan dapat mengamalkannya dalam kehidupannya seharihari. Fauzil (2013:174) berpendapat perlunya memberi pengalaman religius yang mengesankan agar mereka memiliki perasaan religius yang menggelora. Jika bergabung dalam diri mereka pengetahuan agama,
33
pengalaman religius, serta perasaan religius yang kuat, insya Allah mereka akan menjadi pribadi yang kaya inspirasi, penuh semangat, serta gigih berusaha karena dorongan iman. Setelah mengetahui betapa pentingnya membiasakan membaca Alquran dan mengamalkannya serta manfaatnya yang begitu besar. Tidak ada kata terlambat untuk belajar dan mengajarkan Alquran. Apabila menjadi orang tua kurang begitu mengetahui tentang Alquran, awam tentang agama, mulai saat inilah waktu yang tepat untuk belajar, belajar dan terus belajar. Serta jangan lupa untuk mengajarkan apa yang diketahui kepada keluarga meski cuma 1 ayat. Sedangkan waktu terbaik untuk mengajarkan dan membiasakan anak untuk belajar Alquran adalah dapat dimulai sejak buah hati berada dalam kandungan. Para ahli psikologi berpendapat mulai usia 0-8 tahun sangat menentukan dalam mengembangkan potensiny, karena usia ini sering disebut “usia emas” (the golden age) yang sangat menentukan pengembangan kualitas manusia(Mutiah, 2012:2). Karena pada hakikatnya pembentukan manusia dimulai sejak dari janin dan ditiupkan padanya ruh (nyawa) (Huda dan Muhammad, 2008:67). Dengan sering mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Alquran ini akan membantu anak dalam meningkatkan kecerdasannya sehingga dapat berkembang dengan baik. Kebiasaan-kebiasaan
seperti
ini
bertujuan
untuk
melatih
dan
mengenalkan anak agar selalu hidup bersama Alquran. Mulai dari memperkenalkannya, mengenal huruf-hurufnya, cara membacanya dan
34
mendengarkan anak pada bacaan ayat-ayat suci Alquran. Semakin dilatih pendengaran anak, ini akan membuatnya mudah dalam menghafal ayat-ayat Alquran dan ketika anak sudah mampu untuk membaca, orang tua bisa mengajak untuk mengkaji Alquran bersama-sama, memberikan teladan yang baik dan bersama-sama berusaha mengamalkan apa yang diajarkan Alquran dalam kehidupan kita sehari-hari. Selain itu pengalaman religius juga penting diberikan pada saat mengajarkan Al-Qur‟an. Sehingga anak akan memiliki perasaan yang kuat bahwa Al-Qur‟an adalah petunjuk dan sumber inspirasi yang penuh kebaikan (Adhim, 2013:174). 4. Mendekatkan Al-Qur’an pada Diri Anak Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mendekatkan Al-Qur‟an kepada anak menurut Fauzil Adhim (2013:168-170) antara lain: a. Berusaha menghidupkan jiwa anak-anak dengan Al-Qur’an Dengan cara melimpahkan kasih sayang sebagaimana melihat sikap lemah lembut Rasulullah saw terhadap anak. Menghidupkan jiwa juga berarti membuat anak-anak senantiasa melihat dan merasakan “ada ayat Al-Qur‟an” dalam setiap kejadian yang mereka jumpai. b. Membangun Tradisi berpikir yang berpijak pada Al-Qur’an Menanamkan pola pikir tradisi mendeduksikan ayat Al-Qur‟an dengan memahami makna (tafsirnya) dari orang-orang yang memiliki otoritas dan literatur terpercaya. Kemudian mengajak anak untuk menggunakan
nalarnya
agar
mampu
memahami
lebih
jauh.
Membiasakan anak berpikir dan berdiskusi, kemudian melihat bagaimana
35
Al-Qur‟an menjadi pemisah mana yang haq dan mana yang bathil dalam setiap perkara. Al-Qur‟an menjadi penilai setiap urusan. c. Mengajarkan Anak untuk Memegangi Al-Qur’an dengan Kuat. Beberapa aspek yang perlu dibangun pada anak agar bisa berpegang pada Al-Qur‟an antara lain: kekuatan hati sehingga mereka memiliki antusiasme yang kuat, kecintaan yang mendalam, dan kemampuan menghafal yang baik; kekuatan pikiran sehingga memudahkan mereka belajar, menajamkan
kemampuannya dalam
memahami
maupun
mengambil pelajaran; kekuatan fisik sehingga mereka memiliki kesanggupan untuk mempertahankan, memperjuangkannya, dan daya untuk belajar; serta kekuatan motivasi sehingga mereka bisa belajar dengan keinginan yang kuat dan perhatian yang penuh. d. Memberikan Pengalaman Religius Pengalaman religius yang perlu diberikan saat mengajarkan AlQur‟an kepada anak-anak, sehingga mereka memiliki perasaan yang kuat bahwa Al-Qur‟an adalah petunjuk dan sumber inspirasi yang penuh kebaikan. Mengajarkan satu ayat misalnya kemudian gerakkan mereka untuk berbuat. Atau mengajak anak-anak untuk melakukan sesuatu kemudian terangkan ayat yang menjadi landasan untuk bertindak. C. Membekali Jiwa Tauhid Pada Diri Anak 1. Mengenalkan Allah kepada Anak Fauzil (2006:229-236) berpendapat cara memperkenalkan Allah kepada anak adalah dengan membiasakan mereka di setiap memulai
36
pekerjaan apapun bentuknya, untuk membaca basmallah. Dengan begitu membiasakan anak dalam menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Kebiasaan baik tersebut membuat anak mengenal dan dekat dengan Tuhan-Nya. Bercermin pada perintah Nabi saw, dan urutan turunnya ayat-ayat suci yang awal, ada beberapa hal dalam mendekatkan anak kepada Allah yang perlu di cacat dengan cermat antara lain: a. Awali bayi dengan perkataan La Ilaha Illallah Rasulullah Saw. Pernah mengingatkan, “Awalilah bayi-bayimu dengan kalimat la ilaha illallah.” Kalimat ini yang perlu dikenalkan pada awal kehidupan bayi-bayi. Sehingga membekas pada otaknya dan menghidupkan cahaya hatinya. Apa yang didengar bayi pada saat-saat awal kehidupannya akan berpengaruh pada perkembangan berikutnya, khususnya terhadap pesan-pesan yang disampaikan dengan cara yang mengesankan. Apabila anak sudah mulai besar dan dapat menirukan apa yang di ucapkan serta di ajarkan orang tuanya, Rasulullah saw. memberikan contoh bagaimana mengajarkan untaian kalimat yang sangat berharga untuk keimanan anak di masa mendatang. Kepada Ibnu Abbas yang ketika kecil itu masih kecil, Rasulullah saw. berpesan: “Wahai anakku, sesungguhnya aku akan mengajarkanmu beberapa kata ini sebagai nasehat buatmu. Jagalah hak-hak Allah, niscaya Allah pasti akan menjagamu. Jagalah dirimu dari berbuat dosa terhadap Allah, niscaya Allah akan berada di hadapanmu. Apabila engkau menginginkan sesuatu, mintalah kepada Allah. Dan apabila engkau menginginkan pertolongan, mintalah pertolongan pada Allah. Ketahuilah bahwa apabila seluruh ummat manusia berkumpul untuk memberi manfaat padamu, mereka tidak akan mampu melakukannya
37
kecuali apa yang telah dituliskan oleh Allah di dalam takdirmu itu.Juga sebaliknya, apabila mereka berkumpul untuk mencelakai dirimu, niscaya mereka tidak akan mampu mencelakaimu sedikit pun kecuali atas kehendak Allah. Pena telah diangkat dan lembaran takdir telah kering.” (HR. At-Tirmidzi). Dalam hadist tersebut, pelajaran yang dapat dipetik adalah tak ada penolong kecuali Allah Yang Maha Kuasa; Allah yang senantiasa membalas setiap kebaikan. Tak ada tempat meminta kecuali Allah swt, dan semua itu menunjukkan kepada anak bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah swt (Fauzil, 2006:229-232). b. Mengenalkan anak dengan bacaan Iqra‟ Bismirabbikal-ladzi Khalaq. Sifat Allah swt yang pertama kali dikenalkan oleh Rasulullah saw. kepada kita adalah Al-Khaliq dan Al-Karim, sebagaimana firman-Nya, “Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Qs. AlAlaq: 1-5) Setidaknya ada tiga hal yang perlu diberikan kepada anak saat mereka
mulai
bisa
di
ajak
berbicara
antara
lain:
pertama,
memperkenalkan Allah kepada anak melalui sifat-Nya yang pertama kali dikenalkan, yakni Al-Khaliq (Maha Pencipta). Menunjukkan kepada anak-anak bahwa kemana pun mereka menghadapkan wajah, di situlah akan menemukan ciptaan Allah. Dengan demikian, akan muncul kekaguman anak kepada Allah swt dan jiwanya tergerak untuk tunduk kepada-Nya. Kedua, mengajak anak untuk mengenali dirinya dan mensyukuri nikmat yang melekat pada anggota badannya. Dari situlah
38
mereka menyadari bahwa Allah Yang Maha Menciptakan semua itu. Perlahan-lahan kita rangsang mereka untuk menemukan amanah di balik kesempurnaan peniptaan anggota badannya. Ketiga, memberikan sentuhan kepada anak tentang sifat kedua yang pertama kali diperkenalkan oleh Allah swt, melalui Rasulullah saw. yakni Al-Karim. Dalam sifat ini berhimpun dua keagungan yakni kemuliaan dan kepemurahan. Kemudian mengasah kepekaan anak untuk menangkap tanda-tanda kemuliaan dan sifat pemurah Allah dalam kehidupan mereka sehari-hari, sehingga tumbuh kecintaan dan pengharapan kepada Allah. Sesungguhnya manusia cenderung menintai mereka yang mencintai dirinya, cenderung menyukai yang berbuat baik kepada dirinya dan memuliakan mereka yang mulia (Fauzil, 2006:232-236). 2. Membiasakan untuk bersyukur Syukur adalah mengoptimalkan dan memanfaatkan semua karunia Allah swt dengan sebaik-baiknya hingga membawa manfaat bagi semua orang. Bersyukur sebagai setengah dari iman. Jadi orang yang mengakui beriman, pastinya selalu bersyukur (Soebachman, 2014:84). Bersyukur tidak hanya saat kita mendapatkan nikmat yang disukai saja, hal-hal yang menyenangkan akan tetapi nikmat terhadap hal-hal yang tidak disukai dan membuat sedih juga disyukuri. Kehidupan dunia hanya bersifat sementara membuat manusia terjebak dan tertipu. Banyaknya keinginan manusia terhadap kesenangan hidup memunculkan keinginan yang lain, begitu seterusnya. Sehingga segala cara
39
akan ditempuh demi menggapai keinginan akan kesenangan atas segala hal yang bersifat duniawi, tidak peduli lagi baik buruk, halal haram, dan dosa serta neraka. Yang penting dapat hidup senang bergelimang harta dan memiliki kedudukan. Seandainya manusia mengetahui bahwa akhirat itulah sebenar-benar kehidupan yang tidak ada lagi kematian, tentu mereka akan mengambil apaapa yang ada dalam kehidupan dunia ini sedikit saja dan seperlunya. Tetapi bagi orang tidak bersyukur dunia ini pun masih kurang untuk memuaskan keserakahannya. Cara paling ampuh untuk membentengi diri dari sifat serakah dan tidak pernah puas adalah senantiasa bersyukur. Bersyukur akan mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Dengan bersyukur kita akan selalu merasa cukup dengan nikmat yang dilimpahkan Allah, sedikit atau banyak. Bersyukur juga akan menjadikan kita tetap rendah hati dan jauh dari sifat sombong sebab kita menyadari bahwa semua yang ada pada diri kita sekarang adalah pemberian Allah semata. Bersyukur akan membuat jiwa kita diliputi kasih sayang, baik kepada sesama manusia maupun alam. Sebab, dengan rasa syukur kita akan memiliki rasa untuk berbagi dan melindungi. Dengan bersyukur, Allah akan mempermudah jalan bagi setiap muslim untuk meraih impian dan kesuksesan (Effendy, 2012:15). Allah pun memerintahkan kepada manusia agar senantiasa bersyukur, sebagaimana diterangkan dalam banyak ayat Al-Qur‟an. Allah juga menjanjikan bahwa siapa yang bersyukur pasti akan ditambah nikmatnya.
40
Sebaliknya, bagi siapa kufur atas nikmat Allah, maka ia akan mendapatkan siksa yang pedih. Bahkan kemungkinan akan mengalami kesulitan-kesulitan hidup yang lebih rumit (Soebachman, 2014:88). Hal-hal yang dapat dilakukan agar dapat menjadi orang yang senantiasa bersyukur, antara lain: a. Melihat ke bawah untuk urusan duniawi Dengan melihat ke bawah, kita akan mengetahui bahwa kita jauh lebih beruntung dan jauh lebih kaya dibandingkan jutaan manusia di muka bumi ini. Banyak saudara kita yang tidak dapat makan, tidak memiliki tempat tinggal, menderita penyakit parah, hidup di daerah konflik, atau mengalami musibah bencana alam. Dibandingkan dengan mereka, yang terjadi pada diri kita jauh lebih baik. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak bersyukur. Bersyukur membuat karunia yang “tak seberapa” dibanding orang lain, terasa jauh lebih membahagiakan (Adhim, 2013:108). b. Selalu mengingat nikmat yang diterima oleh Allah. Tidak mungkin dapat menghitung nikmat yang diterima oleh Allah SWT saking banyaknya nikmat tersebut. Namun, selalu mengingat sebagian nikmat tersebut akan membawa kita pada rasa syukur. Dengan mengingat nikmat yang diberikan oleh Allah swt, membuat hidup terasa sangat berharga (Adhim, 2013:106).
41
c. Selalu mengucapkan alhamdulillah Ucapan alhamdulilllah yang diucapkan setiap kali mendapatkan karunia dari Allah akan mengingatkan kita betapa Allah adalah Maha Pengasih dan Penyayang, yang selalu memberikan yang terbaik bagi manusia. Dengan ungkapan hamdalah dari setiap kesempatan sebagai anugerah Allah memberi makna tersendiri (Adhim, 2013:106). Sebagaimana Allah swt, berfirman: )(اا
ِّث ْ ك فَ َحد َ َِّوأ ََّما بِنِ ْع َم ِة َرب
Artinya: "Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya." (Qs. Adh-Dhuha:11) e. Membiasakan diri untuk mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih yang kita ucapkan setiap kali menerima kebaikan dari orang akan membiasakan kita untuk senantiasa bersyukur atas hal baik yang kita terima. f. Berhenti mengeluh dan menyesal ketika menghadapi kenyataan yang tidak sesuai harapan. Kita kerap kali tergoda untuk mengeluh. Menyesali, menyalahkan diri sendiri dan kecewa terhadap kejadian yang telah terjadi tidak sesuai dengan harapan (adhim, 2013:76). Mulailah mengubah kebiasaan ini. Lebih baik berhenti mengeluh dan segera produktif berkarya sehingga hasil yang baik akan kita dapat dan kita pun akan lebih mudah bagi kita untuk bersyukur.
42
Membekali anak dengan membiasakan diri untuk bersyukur adalah salah satu langkah agar memperkokoh iman anak. Dengan bersyukur anak akan terbiasa menikmati segala hal yang diterimanya. Tidak merasa kurang atau serakah terhadap apa-apa yang diberikan oleh Allah swt. Inilah harus harus diperhatikan oleh para orang tua dan pendidik untuk senantiasa bersyukur, rendah diri serta mudah mengucapkan terima kasih. Terhadap segala hal yang diberikan oleh Allah swt, yang mana apa yang diterima oleh anak adalah titipan Allah swt yang bersifat sementara. Serta dengan bersyukur membuat anak mempunyai karakter yang unggul. Dapat membentuk sikap yg optimis dalam berjuang, semangat menjalani kehidupannya dan dapat menerima apa adanya dirinya. 2. Tidak Menyekutukan Allah Menyekutukan menyekutukan
adalah
Allah
lawan
secara
dzat,
kata sifat,
dari
tauhid,
perbuatan,
yaitu dan
sikap ibadah.
Menyekutukan secara dzat adalah dengan meyakini bahwa dzat Allah seperti dzat makhlukNya. Akidah ini dianut oleh orang nasrani dan Majussi. Menyekutukan secara sifat artinya seseorang meyakini bahwa sifat-sifat makhluk sama dengan sifat-sifat Allah. Dengan kata lain, makhluk mempunyai sifat-sifat seperti sifat-sifat Allah, tidak ada bedanya sama sekali (Zindani, 2006:184). Sedangkan menyekutukan secara perbuatan artinya seseorang meyakini bahwa makhluk mengatur alam semesta dan rezeki manusia seperti yang telah diperbuat Allah selama ini. Hubungan antara tauhid dan sikap percaya
43
atau beriman kepada Allah adalah tidak menyekutukannya (Madjid, 2005:74). Sedangkan menyekutukan secara ibadah artinya seseorang menyembah selain Allah dan mengagungkannya seperti mengagungkan Allah serta mencintainya seperti mencintai Allah (Zindani, 2006:185). Menyekutukan dalam pengertian tersebut, dalam agama islam adalah perbuatan dosa besar yang tidak mendapat ampunan dari Allah kecuali orang yang bersungguh-sungguh bertaubat. Karenanya, seorang muslim harus
benar-benar
berhati-hati
dan
menghindar
jauh-jauh
dari
menyekutukan seperti yang telah diterangkan di atas Allah swt, berfirman:
ِ شر َك لَظُل ِ ِ ِِ ِ ِ يم َ ََوإِ ْذ ق ٌ ْم َعظ ٌ ْ ِّ ال لُْق َما ُن ًلبْنو َو ُى َو يَعظُوُ يَا بُنَ َّي ًَل تُ ْش ِر ْك باللَّو ۖ إِ َّن ال “Dan (ingatlah) ketika luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”(Qs. Luqman:13). Ayat di atas menjelaskan tentang nasihat luqman kepada anaknya bahwa menyekutukan Allah dikatakan dosa besar yang paling besar dan kezhaliman yang paling besar, karena ia menyamakan makhluk dan Khaliq (Pencipta) pada hal-hal yang khusus bagi Allah. Barangsiapa yang menyekutukan Allah dengan sesuatu, maka ia telah menyamakannya dengan Allah dan ini sebesar-besar kezhaliman. Zhalim adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Umumnya yang dilakukan manusia adalah menyekutukan dalam Uluhiyyah Allah adalah dalam hal-hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, seperti berdo‟a kepada selain Allah di samping berdo‟a kepada Allah,
44
atau memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih (kurban) kepada selain Allah swt, bernadzar, berdo‟a, mempersembahkan sebagian rezeki kepada selain Allah swt dan bentuk-bentuk kemusyrikan yang lain (Zindani, 2006:199). Oleh karena itu, menyembah dan berdo‟a kepada selain Allah berarti ia meletakkan ibadah tidak pada tempatnya dan memberikannya kepada yang tidak berhak, dan merupakan kezhaliman yang paling besar. Berpijak pada Tafsir Ibnu Kasir ayat ini memuat dua pesan utama. Pertama, Luqman bin Anqa‟ bin Sadun berpesan agar anaknya menyembah Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Kedua, wanti-wanti-pesan-kepada anak bahwa “sesungguhnya mempersekutukan Allah itu benar-benar merupakan kezaliman yang besar”. Syirik merupakan perbuatan paling zalim di antara kezaliman-kezaliman (Adhim, 2013:111). Inilah nilai-nilai dasar yang harus ditanamkan kepada anak sejak usia dini. Agar anak nantinya tidak akan terjerumus hal-hal yang berhubungan dengan syirik. Baik menyekutukan Allah secara sifat, dzat, perbuatan, serta ibadah. 3. Mempercayai Takdir Allah Allah mengetahui segala sesuatu yang ada pada makhluk sekecil apa pun di langit dan di bumi. Allah swt mengetahui seluruh makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan, dia juga mengetahui kondisi dan hal-hal yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi di masa yang akan datang. Sebagai seorang mukmin, seharusnya selalu percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi, baik di masa lampau, masa kini, maupun masa yang akan datang,
45
semuanya telah dicatat dalam Lauhul Mahfuzh apa yang akan terjadi sampai hari kiamat (Zindani, 2006:165). Apapun yang Dia kehendaki pasti terjadi meskipun manusia tidak menginginkannya. Begitu pula sebaliknya, apa pun yang tidak dikehendaki pasti tidak akan terjadi meskipun manusia memohon dan menghendakinya. Hal ini bukan dikarenakan Allah tidak mampu melainkan karena Allah tidak menghendakinya. Beriman terhadap takdir Allah, seorang mukmin harus mengimani bahwa Allah-lah pencipta segala sesuatu, tidak ada Khaliq selain-Nya dan tidak ada Rabb semesta alam ini hanya ciptaannya. Apabila mengabaikan atau mendustakan terhadap takdir Allah, niscaya tidak akan pernah sampai kepada gerbang keimanan yang sesungguhnya. Pentingnya mendidik anak dalam menumbuhkan kepercayaan yang kuat kepada Allah terhadap segala hal yang terjadi pada dirinya. Dengan sikap yang benar terhadap takdir Allah, akan lahir anak-anak yang kuat memegangi prinsip, kokoh pendiriannya, kuat keyakinannya kepada Allah beserta segala yang dituntunkan-Nya dan memiliki integritas pribadi yang kuat (Adhim, 2013:119). 4. Keimanan Melahirkan Keteladanan Rasulullah bukan sekedar manusia yang memiliki budi pekerti luhur, akan tetapi juga memiliki kecintaan dan empati yang luar biasa, sedemikian besarnya kecintaan itu sehingga penderitaan kita adalah penderitaannya. Ia turut merasakan penderitaan kita yang banyak. Ada keinginan yang sangat kuat untuk mengantarkan kita pada keselamatan, dan tidak ada keselamatan
46
tanpa iman. Jika berpijak pada aqidah yang lurus dan agama yang benar sehingga tidaklah berserah diri kecuali kepada Allah. Amat besar keinginannya agar kita meraih keselamatan dan kemuliaan, bahkan meskipun untuk itu ia dimusuhi dan disakiti seperti yang di ungkapkannya: “Jika dunia yang menjadi tujuan, maka dien akan menjadi alat. Jika kaya yang menjadi impian, maka surga yang menjadi agunan. Jika menolong agama Allah yang menjadi kegelisahan dan tekad kuat kita, maka kita akan siap berletih-letih untuk berjuang, termasuk mengumpulkan harta yang banyak agar dapat mengongkosi perjuangan dan dakwah kita”(Adhim, 2013:139). Menurut teori di atas bahwa Rasulullah saw, melakukan semua itu bukan untuk meraih dunia serta bukan mengejar kekuasaan dan mahkota, tetapi ia berbuat dengan tulus, melayani, penuh kecintaan, berjuang dengan sungguh-sungguh
demi
kebenaran
imannya.
Bukan
meninggikan
kedudukannya justru merasakan keagungannya. Oleh sebab itu, Rasulullah sebagai teladan yang sempurna bagi pendidikan karakter pada anak terlebih mendidik tauhid pada anak. Dari perjuangan Rasulullah menjadikan contoh dan teladan bagi anak untuk dapat mengarahkan mereka menjadi pribadi yang kokoh imannya, berdakwah di jalan Allah dengan semangat yang menggelora dalam jiwanya serta berorientasi hidup yang jelas. 5. Berislam dengan Bangga dan Bersikap dengan Ihsan Dalam menanamkan jiwa tauhid pada anak, kita yakinkan bahwa agama Islam adalah agama yang paling diridhoi oleh Allah swt dan agama yang sempurna. Menurut Fauzil Adhim (2013:145) hal-hal yang dapat menguatkan anak dengan agama islam antara lain: pertama, membangkitkan
47
kebanggakan menjadi muslim di dada mereka. Semenjak awal kita tumbuhkan kepercayaan diri yang kuat dan harga diri sebagai seorang Muslim. Kedua, membiasakan mereka untuk memperlihatkan identitasnya sebagai muslim, baik bersifat fisik, mental, maupun cara berpikir. Ketiga, membangkitkan diri mereka al-wala‟ wal bara‟ sehingga memperkuat percaya diri mereka. Apabila mereka berjalan, tidak akan menyingkir karena grogi berpapasan dengan orang-orang kafir yang sedang berjalan dari arah lain. Sikap ini perlu ditumbuhkan kepada anak-anak agar mereka sanggup bersikap tegas terhadap orang-orang kafir dan bersikap lembut terhadap orang-orang yang beriman. Allah swt, berfirman:
ٍ ِ ِِ ِ ِ َّ َ س ْو ُف يَأْتِي اللَّوُ بَِق ْوم يُ ِحبُّ ُه ْم َويُ ِحبُّونَو َ ين َ يَا أَيُّ َها الذ َ َآمنُوا َم ْن يَ ْرتَ َّد م ْن ُك ْم َع ْن دينو ف ِ أ َِذلَّ ٍة علَى الْم ْؤِمنِين أ ِ َع َّزٍة َعلَى الْ َكافِ ِرين يج ِ ِاى ُدو َن فِي َسب يل اللَّ ِو َوًل يَ َخافُو َن لَ ْوَمةَ ًلئِ ٍم َُ َ َ ُ َ ِ ِ ِ ِ ِ ْ َك ف يم َ َِذل ٌ ض ُل اللَّو يُ ْؤتيو َم ْن يَ َشاءُ َواللَّوُ َواس ٌع َعل Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Maidah:54) Jika percaya diri terhadap agamanya dalam jiwa anak sudah tumbuh, kemudian mengajarkan mereka untuk bersikap ihsan. Menunjukkan kepada
48
anak-anak bagaimana seorang mukmin dapat dilihat dari kemuliaan akhlak dan lembutnya sikap. Ada kalanya bersikap tegas terhadap orang-orang kafir dan juga ada kalanya bersikap lembut. Bukan karena memuliakan mereka akan tetapi menghormati hak-hak mereka sebagai manusia sosial. Menghormati
hak-hak
tetangga
baik
muslim
maupun
kafir,
menunjukkan mana yang harus didahulukan. Ada tetangga yang dekat dengan pintunya dengan rumah kita, ada pula yang jauh; ada tetangga yang masih memiliki hubungan keluarga, serata ada pula yang orang lain. Masing-masing memiliki hak yang berbeda-beda (Adhim, 2013:146). Dengan menanamkan rasa bangga terhadap islam, anak akan memiliki rasa percaya diri yang kuat sebagai seorang muslim. Selanjutnya menanamkan pada diri anak untuk menyampaikan kebenaran serta mengajak orang lain pada kebenaran. Ini sangat penting untuk menjaga anak dari kebingungan terhadap masalah keimanan dan syariat. Dengan menyampaikan kebenaran anak akan memiliki kemantapan serta percaya diri yang tinggi. Dalam jiwa mereka terdapat perasaan bahwa ada tugas untuk mengingatkan dan menyelamatkan. Akan sangat berpengaruh terhadap citra dirinya kelak. Dan dapat mempengaruhi konsep diri, penerimaan diri dan orientasi hidup (Adhim, 2013:148).
49
BAB IV RELEVANSI KONSEP PENDIDIKAN TAUHID YANG TERKANDUNG DALAM BUKU SEGENGGAM IMAN ANAK KITA KARYA MOHAMMAD FAUZIL ADHIM DALAM KEHIDUPAN SEKARANG
A. Analisis Konsep Pendidikan Tauhid Bagi Anak yang terkandung dalam Buku Segenggam Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil Adhim dengan Pemikiran Tokoh Lain. Terdapat kesan amat kuat dalam pandangan keagamaan Muslim di Indonesia bahwa ber-Tauhid hanyalah berarti beriman atau percaya kepada Allah swt. Padahal sesungguhnya menurut Nurchollis Madjid, tauhid adalah mencakup pengertian yang benar tentang siapa Allah yang kita percayai itu dan bagaimana bersikap kepadaNya dan kepada obyek selain Dia (Madjid, 2005:74-75). Pendapat Nurchollis Madjid tidak jauh berbeda konsepnya dengan pemikiran Fauzil bahwasanya dalam mendidik anak dengan membekali jiwa tauhid tidak hanya mengajarkan beriman atau percaya kepada Allah swt saja, akan tetapi mengajak anak untuk mengenal Allah dengan mendekatkan mereka dengan beberapa muatan dan cara agar dapat bersikap sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi laranganNya. Secara garis besar konsep Fauzil dalam membekali anak dengan tauhid dapat dilihat dalam skema di bawah ini:
50
Konsep Pendidikan Tauhid bagi Anak yang Terkandung dalam Buku Segenggam Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil Adhim
A. Membekali Pendidikan Tauhid Kepada
B. Mengajarkan AlQur‟an pada Diri Anak
C. Membekali Jiwa Tauhid pada Diri Anak
Anak
A. Membekali Pendidikan Tauhid Kepada Anak
B. Mengajarkan AlQur‟an pada Diri Anak
1. Membangun orientasi hidup pada diri anak 2. Membekali rasa takut terhadap masa depan mereka. 3. Takwa kepada Allah swt. 4. Berbicara dengan Perkataan yang Benar (qaulan sadidan). 5. Mendisiplinkan anak tentang mengerjakan shalat. 6. Menunjukkan Kesalahan Anak dengan Pengarahan. 1. Mengajarkan anak untuk membaca AlQur‟an. 2. Mengajarkan anak untuk menghafal AlQur‟an. 3. Mengajarkan anak untuk mengamalkan Al-Qur‟an. 4. Mendekatkan Al-Qur‟an pada diri anak. 1. Mengenalkan Allah kepada anak.
C. Membekali Jiwa Tauhid pada Diri Anak
2. Membiasakan untuk bersyukur. 3. Tidak menyekutukan Allah. 4. Mempercayai takdir Allah. 5. Keimanan melahirkan keteladanan. 6.
Berislam dengan bangga.
51
Konsep Fauzil tentang pentingnya tauhid bagi pendidikan anak selaras dengan ajaran dalam Al-Qur‟an, dalam surat Al-Luqman ayat 13 Allah swt berfirman:
ِ الشر َك لَظُل ِ ِ ِِ ِ ِ يم َ ََوإِ ْذ ق ٌ ْم َعظ ٌ ْ ِّ ال لُْق َما ُن ًلبْنو َو ُى َو يَعظُوُ يَا بُنَ َّي ًَل تُ ْش ِر ْك باللَّو ۖ إِ َّن Artinya: “Dan (ingatlah) ketika luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”(Qs. Luqman:13). Berpijak pada Tafsir Ibnu Kasir ayat ini memuat dua pesan utama. Pertama, Luqman bin Anqa‟ bin Sadun berpesan agar anaknya menyembah Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Kedua, wanti-wanti-pesan-kepada anak bahwa “sesungguhnya mempersekutukan Allah itu benar-benar merupakan kezaliman yang besar”. Hal itu senada dengan apa yang ditulis oleh Fauzil “syirik merupakan perbuatan paling zalim di antara kezalimankezaliman” (Adhim, 2013:111). Uraian-uraian tersebut betapa pentingnya membekali jiwa tauhid pada anak, sehingga nantinya anak tidak akan terjerumus dalam kesesatan dengan mempersekutukan Allah dengan yang lain, karena mempersekutukan Allah termasuk kezaliman yang besar. Selanjutnya penulis ingin memaparkan pendapat atau konsep lain tentang pentingnya menanamkan jiwa tauhid pada anak misalnya pendapat Hafidz, Ulwan dan Al-Ghazali. Pemaparan ini dimaksudkan untuk mengetahui posisi pemikiran Fauzil diatara penulis-penulis lain sebagai bahan analisis.
52
Hafidz (1997:110) dalam buku Mendidik Anak bersama Rasulullah, bahwasanya ajaran Rasulullah saw, dalam menanamkan dasar pembinaan akidah terbagi menjadi lima pola antara lain: 1. Membacakan kalimat tauhid pada anak. Ibnu Abbas ra. Menceritakan bahwa Rasulullah saw, bersabda: “Jadikanlah kata-kata pertama kali yang diucapkan seorang anak adalah kalimat LAA ILAAHA ILLALLAH. Dan bacakan padanya ketika menjelang maut kalimat LAA ILAAHA ILLALLAH.”(HR. Al-Hakim). Tujuan dari memperdengarkan dan mengajarkan kalimat tauhid ini agar pertama kali yang didengar anak yang baru lahir adalah kalimat tauhid dan jadikan suara yang didengar pertama oleh mereka adalah pengetahuan tentang Allah swt (Rif‟ani, 2013:63). 2. Menanamkan pada anak kecintaan pada Allah swt. Hafidz (1997:119) berpendapat Islam memberikan jawaban yang tepat yaitu dengan menanamkan kecintaan anak pada Zat yang Maha Agung dan Maha Kuasa. Allah swt, yang akan memberikan pertolongan bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya dan mengawasi segala apa yang dilakukan umat manusia. Menanamkan keyakinan pada anak akan adanya takdir berupa kebaikan dan keburukan. Maka dari itu, anak telah dapat menghayati bentuk-bentuk keimanan tadi dan anak telah memiliki keyakinan yang kuat serta memiliki pengetahuan tentang penciptanya dengan baik. Keimanan yang sudah melekat di dalam dada mereka akan membuatnya mampu
53
menghadapi persoalan hidup yang sedang dihadapinya hingga dewasa kelak (Hafidz, 1997:119). Mengenalkan Allah pada anak usia di bawah 3 tahun, dapat dilakukan dengan terus-menerus melafazkan kalimat tayyibah. Seperti mengucapkan Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar disertai dengan aktivitas yang dilakukan sehingga anak bisa menyambungkan bacaan dan aktivitasnya (Rif‟ani, 2013:64) 3. Menanamkan pada anak kecintaan pada Rasulullah Muhammad saw. Masa kanak-kanak merupakan masa pertumbuhan emosional anak dengan mulai cara belajar mencintai atau membenci sesuatu. Tugas orang tua adalah membangkitkan potensi alamiahnya dan mengarahkan pada contoh dan teladan kehidupan umat manusia dengan menanamkan rasa cinta kepada Nabi Muhammad saw (Rif‟ani, 2013:64). Nabi Muhammad saw, sebagai tokoh yang dikagumi karena memiliki sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh orang selain beliau. Islam mengajarkan anak-anak Muslim untuk selalu melihat contoh manusia hebat yang patut menjadi pujaan karena kehebatannya, akhlak beliau serta sifat-sifatnya. Dengan contoh teladan yang baik dari Rasulullah saw, diharapkan lahirlah generasi yang memiliki iman yang tinggi dan sanggup menghadapi berbagai tantangan di hadapan mereka (Hafidz, 1997:126).
4. Mengajarkan Al-Qur’an pada anak.
54
Hafidz (1997:138) berpendapat bahwa orang tua memiliki tanggung jawab mengajarkan anak-anaknya Al-Qur‟an sejak kecil. Pengajaran Al-Qur‟an memiliki pengaruh dalam menanamkan akidah yang kuat pada jiwa anak. Dengan begitu anak mulai dikenalkan pada satu keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan mereka dan Al-Qur‟an merupakan firman-firman Allah yang diturunkan pada utusan-Nya yaitu Nabi Muhammad saw, dan disebarkan pada umat manusia dengan tujuan agar
manusia
memiliki
suatu
undang-undang
yang
akan
mengantarkannya menuju jalan kebenaran. Pengajaran Al-Qur‟an merupakan sarana paling ideal dalam membentuk anak menjadi sosok manusia yang selalu berlandaskan AlQur‟an. Jalan hidupnya tidak akan tersesat oleh gangguan sekitarnya dan akan tetap mampu memandang kebenaran dimanapun berada. Allah akan selalu menyinari jiwanya dengan Al-Qur‟an. Sumber cahaya iman yang selalu turun melimpahi diri anak ketika dia telah mencintai Al-Qur‟an (Hafidz, 1997:139). 5. Menanamkan nilai-nilai perjuangan serta pengorbanan pada anak. Dengan ditanamkan sifat pengorbanan dalam mempertahankan keyakinannya pada diri anak, sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw. Diharapkan mereka akan mampu menghadapi gejolak dan tantangan dunia modern saat ini. Karena keyakinan yang kuat akan kemurnian ajaran Islam, anak mampu menghadapi godaan dan upaya setan dalam menyesatkan umat manusia. Dengan aqidah serta keyakinan
55
akan kebenaran Islam tertanam kuat, maka dalam diri anak akan timbul keyakinan kuat dalam mempertahankan kebenaran Islam (Hafidz, 1997:147). Sementara itu Dr. Abdullah Nasih Ulwan menjelaskan pendidikan tauhid pada anak dimulai setelah lahir di dunia (Huda&Muhammad, 2008:80-82) antara lain: 1. Memberikan ucapan selamat Disunnahkan bagi orang muslim untuk memberikan selamat kepada saudara
yang telah melahirkan seorang anak. Dengan
mengucapkan kata-kata yang baik serta mendo‟akannya. 2. Diazani di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri Dengan mengazani anak dan iqamah di telinga kiri, menjadikan anak terbiasa akan kalimat yang baik dan mengenal tuhannya. Mengajak kepada keimanan serta mengakui keagungan Tuhannya. 3. Menyuapi dengan makanan Menyuapi makanan kepada anak dapat dilakukan dengan tangan, lalu memasukkan ke mulut, lalu menggerakkan ke kanan dan kekiri agar membasahi seluruh mulutnya dan mengajari berdo‟a agar mendapat kebaikan. 4. Disunnahkan mencukur rambut Dengan mencukur rambut pada hari ketujuh kelahiran sang bayi, dapat memperingan nafkah fakir miskin dengan sedekah. Secara
56
kesehatan dapat menguatkan daya pikir, daya dengar dan daya penciuman. Kemudian masih dari penjelasan Ulwan (Huda&Muhammad, 2008:8283) dalam mengajarkan pendidikan tauhid dilanjutkan setelah anak lahir, antara lain: a. Membuka perkataan pertama pada pendengaran anak dengan ucapan tauhid. Hal ini berdasarkan pada hadis riwayat Hakim dari Ibn Abbas ra, dari Nabi, beliau bersabda:“Perdengarkanlah pertama kali pada anakmu dengan bacaan tahlil (la ilah illa Allah).” b. Mengenalkan dengan hukum halal dan haram, berdasarkan hadis Ibn Jarir dan Ibn Mundhir, dari Ibn Abbas r.a, sesungguhnya nabi bersabda: "Ajarkanlah mereka untuk taat kepada Allah dan Takut berbuat maksiat kepada Allah serta suruhlah anak-anak kamu untuk mentaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan. Karena hal itu akan memelihara mereka dan kamu dari api neraka." c. Memerintahkan untuk menjalankan ibadah mulai dari umur tujuh tahun dan memukulnya jika ia meninggalkannya pada usia sepuluh tahun. Hal ini berdasarkan hadis: “Al-Hakim dan Abu Daud meriwayatkan dari Ibnu Amr bin ALAsh r.a dari Rasulullah Saw. bahwa beliau bersabda: Perintahkan anakanakmu menjalankan ibadah salat jika mereka sudah berusia tujuh tahun. Dan jika mereka sudah berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya dan pisahkanlah tempat tidur mereka." d. Mengajarkan anak untuk mencintai Nabi, ahlul bitnya dan cinta membaca Al-Qur’an. Hal ini berdasarkan pada hadis: Ath-Thabrani meriwayatkan dari Ali r.a bahwa Nabi Saw bersabda: "Didiklah anak-anak kamu pada tiga hal: mencintai Nabi 57
kamu, mencintai keluarganya dan membaca Al-Qur`an. Sebab, orangorang yang ahli Al-Qur`an itu berada dalam lindungan singgasana Allah pada hari tidak ada perlindungan selain daripada perlindungan-Nya beserta para Nabi-Nya dan orang-orang yang suci." Selanjutnya pendapat dari Al-Ghazali berpendapat bahwa pendidikan yang diutamakan bagi anak adalah pendidikan tauhid. Sesuai dengan fitrah semua manusia yang dilahirkan dalam pengakuan dan beriman kepada Allah swt. Allah swt, berfirman dalam surat Al-A‟raf ayat 172 (Huda&Muhammad, 2008:80) : س ِه ْن أَلَسْتُ بِ َسبِّ ُك ْن ََللُى بَ َل ٰى ْ ََوإِ ْذ أَ َخ َر َزبُّ َك ِهنْ بَنِي آ َد َم ِهنْ ظُ ُهى ِز ِه ْن ُذ ِّزيَّتَ ُه ْن َوأ ِ ُش َه َد ُه ْن َعلَ ٰى أَ ْنف َ َش ِه ْدنَل أَنْ تَقُىلُى يَ ْى َم ْلقِيَل َه ِة إِنَّل ُكنَّل عَنْ ٰ َه َر َغلفِلِين
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anakanak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)". (Qs. Al-A‟raf:172) Al-Ghazali sebagaimana penulis-penulis lain menjelaskan bahwa asas pendidikan keimanan terutama akidah tauhid atau mempercayai ke-Esaan Tuhan harus diutamakan, karena hadir secara sempurna dalam jiwa anak “perasaan ke-Tuhanan” yang berperan sebagai fundamental dalam berbagai aspek kehidupannya. Dengan kata lain penanaman aqidah iman adalah masalah pendidikan perasaan dan jiwa, bukan akal pikiran sedangkan jiwa telah ada dan melekat pada anak sejak kelahirannya, maka sejak mula pertumbuhannya harus ditanamkan rasa keimanan dan akidah tauhid sebaikbaiknya. Al-Ghazali juga menjelaskan keimanan secara luas dan mendalam 58
dengan dua kalimat syahadat. Dengan kata lain prinsip-prinsip keimanan harus didasarkan pada syahadatain yaitu syahadat Tauhid dan syahadat Rasul. Kalimat syahadat tersebut tidak akan berguna dan berhasil, apabila tidak benar-benar meliputi isi dan pokok-pokok yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu Al-Ghazali menjelaskan tentang pembinaan iman harus didasarkan empat rukun yaitu mengeni ma‟rifat kepada dzatNya, sifat-sifatNya, perbuatan-Nya dan mengenai syari‟at (Zainuddin, 1991:97-99). Disamping itu Al-Ghazali menjelaskan cara untuk menanamkan keimanan pada anak didik dengan metode pengajaran yang dilakukan dengan sabar dan kasih sayang (Huda&Muhammad, 2008:80). Selain dengan metode pengajaran yang dilakukan dengan sabar dan kasih sayang, Al-Ghazali dalam menanamkan keimanan pada anak selanjutnya dengan memberikan hafalan. Proses pemahaman harus diawali dengan hafalan terlebih dahulu. Ketika anak hafal akan sesuatu kemudian memahaminya, akan tumbuh dalam dirinya sebuah keyakinan dan anak akan membenarkan apa yang telah dia yakini (Hafizh, 1997:110). Analisis pemikiran Mohammad Fauzil Adhim dengan pemikiran tokoh lain bertujuan untuk mengetahui posisi Fauzil diantara penulis lain. Dari beberapa analisis pemikiran Mohammad Fauzil Adhim dengan pemikiran tokoh lain dapat diambil kesimpulan bahwa pemikiran Fauzil lebih dekat dengan pemikiran Hafidz dan Al-Ghazali, dalam hal cakupan pengertian anak. Dengan kata lain ketiganya tidak membatasi periode anak. Hal itu berbeda dengan Abdullah Nashir Ulwan yang membagi periode anak dalam
59
konteks penanaman jiwa tauhid pada anak menjadi pada saat anak lahir dan setelah lahir. Akan tetapi jika dilihat dari struktur penguraiannya tulisan Fauzil lebih dekat dengan tulisan Hafidz dan Ulwan dalam hal metode dan isi dijabarkan secara sekaligus. Hal itu berbeda dengan tulisan Al-Ghazali yang memisahkan antara keduanya. Paparan tersebut di atas menyimpulkan juga bahwa secara keseluruhan masing-masing tokoh memiliki titik singgung yang sama yaitu pada adanya kesadaran dan titik tekan yang kuat tentang pentingnya pendidikan tauhid pada anak sebagai landasan penting bagi kehidupan selanjutnya. Secara ringkas analisis tersebut dapat dibaca dalam tabel berikut: Permasalahan
Fauzil
Hafidz
Al-Ghazali
Ulwan
√
√
√
√
√
√
√
−
√
√
−
√
Pendidikan Tauhid
pada
anak sebagai landasan pokok kehidupan Cakupan pengertian anak Metode
dan
isi dalam satu ulasan
Keterangan simbol √ : Sama
60
B. Relevansi Konsep Pendidikan Tauhid Bagi Anak yang Terkandung dalam Buku Segenggam Iman Anak Kita Karya Mohammad Fauzil Adhim dalam Konteks Kehidupan Sekarang. Situasi zaman sekarang sangat berbeda dengan zaman-zaman terdahulu, begitu pula dengan tantangan yang dihadapi orang-orang sekarang dengan orang-orang terdahulu. Generasi sebelumnya juga mengalami tantangan yang sama dalam hal mendidik anak(Adhim, 2013:224). Bedanya zaman sekarang menghadapi era globalisasi yang lebih modern daripada zaman terdahulu. Manusia modern telah menciptakan tuhan-tuhan modern yang lebih canggih. Seperti halnya barang-barang elektronik yang canggih, komunikasi jarak jauh yang dapat ditempuh dengan beberapa waktu, contoh hp, internet, wifi, email, fb, twitter, dan lain-lain. Membuat banyak orang tua khawatir mengenai tersebarnya pornografi yang mudah diakses dalam media massa. Dengan media massa yang canggih tersebut menjadikan manusia modern „menuhankan‟ benda-benda tersebut. Saat ini banyak ditemui anak-anak, remaja, orang tua, masyarakat, komponen pemerintahan semuanya tidak terlepas dari media massa tersebut. Misalnya saja saat anak berangkat ke sekolah dan lupa tidak membawa hp, membuat dirinya gelisah, takut, khawatir dan tidak nyaman. Dengan tidak membawa hp anak merasa kehilangan dunianya. Rasa takut jauh dengan hp lebih besar daripada rasa takut jauh dengan Tuhan-Nya. Sehingga kedudukan Tuhan tergantikan dengan adanya media massa tersebut. Saat ini, dengan adanya
61
panggilan dari hp membuat anak bergegas mengangkat hpnya. Berbanding terbalik dengan panggilan adzan yang berkumandang, seruan Tuhan kepada hambanya untuk mengerjakan ibadah shalat tidak segera ditanggapi. Sikap ini termasuk mnyeketukaan Allah dengan yang lainnya, di dalam Al-Qur‟an jelas dikatakan bahwa menyekutukan Allah adalah suatu perbuatan yang zalim. Sepeninggal kita nanti, selain shadaqah jariyah dan ilmu yang manfaat, tak ada lagi yang dapat diharapkan melainkan anak-anak shalih yang mendoakan. Maka sangat diperlukan pendidikan tauhid semenjak anak masih dini. Kewajiban orang tua adalah memberikan pendidikan yang terbaik untuk anaknya agar dapat menjadi anak yang sholeh dan sholehah sesuai dengan orientasi hidupnya sebagai khalifah dan membawa kemuliaan bagi orang-orang di sekitarnya. Zaman modern ini banyak sekali tantangan yang berhubungan dengan moral, mental, jiwa, perilaku yang akan dihadapi oleh anak. Perlunya orang tua, pendidik serta lembaga pendidikan membekali anak untuk memiliki ilmu dan pengetahuan tentang agama. Terlebih lagi membekali anak dengan pendidikan tauhid sebagai tonggak keselamatan seorang hamba kepada Rabb-Nya, sebagai penguat jiwa anak dalam mengahadapi tantangan dalam kehidupannya. Tauhid adalah masalah yang paling mendasar dan utama dalam ajaran islam. Karena diterima atau tidaknya amal perbuatan manusia muslim di sisi Allah sangat tergantung kepada tauhid itu sendiri. Namun demikian masih banyak dikalangan umat islam yang belum memahami dan
62
menghayati sebenarnya akan makna dan hakikat tauhid yang dikehendaki oleh ajaran islam. Sehingga tidak sedikit dari mereka secara tidak sadar telah terjerumus dalam pemahaman tauhid yang keliru (Qardhawi, 1992:8). Menurut Nurchollis Madjid (2005:74), dalam pandangan keagamaan umumnya kaum Muslim Indonesia terdapat kesan amat kuat bahwa berTauhid hanyalah berarti beriman atau percaya kepada Allah. Padahal orang-orang musyrik di Makkah yang memusuhi Rasulullah dahulu itu adalah kaum yang benar-benar percaya kepada Allah swt. Namun tauhid tidak cukup hanya percaya kepada Allah saja, sebab percaya kepada Allah swt masih mengandung kemungkinan percaya kepada yang lain-lain sebagai peserta Allah swt dalam keilaihan. Pemikiran Mohammad Fauzil Adhim mengenai membekali pendidikan tauhid bagi anak sangat diperlukan dan diperhatikan oleh orang tua serta pendidik dalam kehidupan sekarang. Melalui lingkungan keluarga yaitu orang tua sebagai lingkungan terdekat dalam pembentukan kepribadian anak dan unsur utama dalam membekali pendidikan tauhid. Banyak orang tua yang terlalu sibuk mencari kesuksesan tanpa memperhatikan pendidikan yang utama untuk anaknya. Lupa untuk memberikan perhatian, kasih sayang, membekali iman yang kokoh serta salah dalam mengasuh anaknya. Selain tantangan yang dihadapi zaman modern saat ini yang telah disebutkan tadi, banyak orang tua yang tidak memperhatikan dalam
63
membekali anak dengan orientasi hidup yang jelas. Akar dari orientasi hidup itu adalah keimanan kepada Allah swt. Bukan sekedar pengetahuan tentang agama (Adhim, 2013:226). Untuk menghadapi tantangan yang akan dihadapi oleh anak serta kesalahan dalam mendidiknya, maka Fauzil Adhim mengarahkan kepada para orang tua dan pendidik untuk membekali anak dengan menunjukkan orientasi hidup kepada mereka, untuk apa ia diciptakan. Untuk membekali anak agar memiliki orientasi hidup yang jelas salah satunya dengan memberikan kasih sayang. Sebagai orang tua penting meluangkan waktu untuk anaknya di sela kesibukan mencari kesuksesan. Dengan meluangkan waktu untuk bermain bersama mereka tanpa mengarahkan permainannya. Seperti halnya yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, meluangkan waktu bermain serta memberikan pendidikan akidah saat sedang shalat menggendong cucunya yaitu Umamah putri Zainab (Adhim, 2013:44). Berakar pada keimanan, para orang tua dan pendidik seharusnya dapat membangun keyakinan yang kuat dalam diri anak terhadap syari‟at Allah. Al-Qur‟an adalah petunjuk bagi manusia dan penjelas dari petunjukpetunjuk tersebut (Adhim, 2013:227). Al-Qur‟an tidak memberi manfaat jika digunakan sebagai pembenaran atas pendapat dan keinginan pribadi, bukan sebagai sumber kebenaran. Sikap tersebut membuat anak-anak kehilangan kepercayaan terhadap Al-Qur‟an, meski secara kognitif mengakuinya sebagai kitab suci. Maka, untuk mengajak anak-anak
64
menyakini Al-Qur‟an, orang tua maupun pendidik tidak cukup sekedar bisa membaca. Akan tetapi menunjukkan kemanapun mereka pergi, ia akan menunjukkan kepada mereka bagaimana Al-Qur‟an berbicara. Dengan begitu anak mendapatkan pengalaman mental bahwa Al-Qur‟an melingkupi seluruh aspek kehidupannya (Adhim, 2013:162). Dengan begitu Al-Qur‟an sebagai petunjuk dan pedoman bagi kehidupan anak agar dapat menghadapi tantangan zaman modern saat ini. Kepercayaan terhadap Al-Qur‟an dapat mengokohkan iman anak sehingga tidak mudah terkikis oleh perubahan zaman. Pilar selanjutnya untuk mengatasi tantangan yang ada perlunya membekali anak agar mencintai ilmu. Orang tua dan guru kebanyakan mempersiapkan anak-anak memiliki prestasi akademik yang menakjubkan. Padahal pentingnya menunjukkan kecintaan pada ilmu mendorong mereka untuk berprestasi, tetapi prestasi akademik bukan tujuan utama (Adhim, 2013:42). Dengan menumbuhkan sikap positif dan keyakinan anak atas kompetensi yang dimilikinya. Membuat anak semangat dalam mencari ilmu, mencintai ilmu dan dapat bermanfaat bagi dirinya serta orang lain. Banyak orang tua berharap anaknya cerdas, memiliki banyak hafalan atas ayat-ayat Al-Qur‟an dan hadis. Akan tetapi ada juga anak yang hanya mendapatkan ilmunya saja, banyak menghafal tanpa ada cahaya dalam jiwanya. Banyak anak pintar dalam ilmu agama, pintar berbicara, tidak menjadikan anak memiliki rasa kecintaan terhadap agama. Maka
65
mejadikan anak mencintai ilmu dahulu lebih penting dari prestasi akademik. Zaman sekarang banyak generasi muda lebih mementingkan tontotan daripada tuntunan. Kehilangan sosok yang seharusnya lebih diteladani seperti halnya teladan yang baik yaitu dari pribadi Rasulullah Muhammad saw. Akan tetapi mereka lebih mengidolakan para artis yang belum tentu baik tabi‟atnya. Anak lebih banyak hafal tentang idola mereka yang ada di televisi seperti para artis, tokoh dalam film, dan lain-lain. Jika ditanya tentang khulafaur rasyidin, sahabat nabi, tokoh-tokoh islam hanya beberapa yang dikenal, jika ditanya tentang tokoh idola di televisi, mereka langsung bisa menjawab. Sehingga anak-anak kehilangan arah dalam menuju keimanan dan akhlak yang mulia. Maka, perlunya orang tua mengarahkan kepada anak tentang keteladanan yang patut dicontoh. Dengan mengenalkan kecintaan pada Allah swt, menanamkan kecintaan pada Nabi Muhammad saw, dengan menceritakan pengorbanan dan akhlak yang baik dari Nabi Muhammad saw serta para sahabat. Fauzil (2013:139) berpendapat Rasulullah sebagai teladan yang sempurna bagi pendidikan karakter pada anak terlebih mendidik tauhid pada anak. Dari perjuangan Rasulullah menjadikan contoh dan teladan bagi anak untuk dapat mengarahkan mereka menjadi pribadi yang kokoh imannya, berdakwah di jalan Allah dengan semangat yang menggelora dalam jiwanya serta berorientasi hidup yang jelas.
66
Selain itu untuk menghadapi tantangan globalisasi modern yang telah banyak terjadi, Fauzil mengajak para orang tua agar membekali anak dengan rasa takut terhadap masa depan, bertakwa kepada Allah swt, berbicara dengan perkataan yang benar, mendidik anak disiplin dengan ajaran shalat, menunjukkan kesalahan dengan pengarahan seperti teguran, membiasan diri mereka untuk senantiasa bersyukur, tidak menyekutukan Allah swt, mempercayai takdir Allah, serta menanamkan jiwa anak untuk bangga dengan Islam dan bersikap ihsan. Untuk mengarahkan para orang tua dan pendidik dalam mendidik anak berbasis tauhid, membekali tauhid dalam jiwa mereka agar dapat menghadapi tantangan dalam kehidupannya kelak. Merujuk pada uraian-uraian tersebut di atas berkaitan dengan berbagai tantangan di zaman globalisasi modern maka pemikiran dan gagasan Fauzil Adhim tentang konsep pendidikan tauhid bagi anak yang diperlukan dalam konteks kehidupan sekarang sangat relevan. Lebih-lebih dengan kemajuan teknologi modern yang selalu berkembang diperlukan sikap secara khusus dari orang tua, pendidik dan konsep pendidikan tauhid bagi anak dari pemikiran Fauzil Adhim adalah alternatif referensi yang penting. Dengan kata lain tulisan Fauzil, setidaknya dapat membekali orang tua dalam hal pendidikan anak di tengah perubahan masyarakat yang global modern.
67
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konsep pendidikan tauhid bagi anak yang terkandung dalam buku Segenggam Iman Anak Kita karya Mohammad Fauzil Adhim antara lain: Pertama, membekali pendidikan tauhid kepada anak meliputi membangun orientasi hidup yang jelas dengan memberikan kasih sayang, memberikan rangsangan dengan tantangan yang ada untuk berfikir, dan menumbuhkan cita-cita yang visioner. Serta bekal untuk mengasuh tauhid pada anak meliputi membekali rasa takut terhadap masa depan, takwa kepada Allah, berbicara dengan perkataan yang benar, mendisiplinkan anak dengan shalat, serta menunjukkan kesalahan anak dengan pengarahan. Kedua, mengajarkan dan mendekatkan Al-Qur‟an pada diri anak, meliputi mengajarkan anak untuk membaca Al-Qur‟an, mengajarkan anak untuk menghafal AlQur‟an, serta mengajarkan anak untuk mengamalkan Al-Qur‟an. Ketiga, membekali jiwa tauhid pada anak dengan cara mengenalkan Allah pada anak, bersyukur kepada Allah, tidak menyekutukan Allah, percaya terhadap takdir, iman melahirkan keteladanan, serta berislam dengan bangga dan berlaku ihsan. 2. Menghadapi segala tantangan globalisasi modern seperti barangbarang elektronik, pengaruh internet, pornografi, kekerasan, budaya konsumtif. Yang pada gilirannya bukan tidak mungkin bisa mengikis 68
aqidah anak meski secara perlahan. Oleh karena itu ide pemikiran Fauzil yang mengajarkan bukan hanya tentang pentingnya tauhid, materi tauhid tetapi sekaligus juga tentang metode mengajarkannya pada kehidupan anak menjadi sangat relevan dalam konteks kehidupan sekarang. B. Saran Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, ada beberapa hal yang dapat disarankan kepada Departemen Pendidikan maupun Lembaga Pendidikan, antara lain: Konsep pendidikan tauhid bagi anak menurut pemikiran M. Fauzil Adhim sesuai dengan arahan pendidikan Rasulullah saw. Pertama, membekali pendidikan tauhid kepada anak meliputi membangun orientasi hidup yang jelas dengan memberikan kasih sayang, memberikan rangsangan dengan tantangan yang ada untuk berfikir, dan menumbuhkan cita-cita yang visioner. Serta bekal untuk mengasuh tauhid pada anak meliputi membekali rasa takut terhadap masa depan, takwa kepada Allah, berbicara dengan perkataan yang benar, mendisiplinkan anak dengan shalat, serta menunjukkan kesalahan anak dengan pengarahan. Kedua, mengajarkan dan mendekatkan Al-Qur‟an pada diri anak. Ketiga, membekali jiwa tauhid pada anak dengan bersyukur kepada Allah, tidak menyekutukan
Allah,
percaya
terhadap
takdir,
iman
melahirkan
keteladanan, serta berislam dengan bangga dan berlaku ihsan. Dari beberapa konsep tersebut dapat menjadi acuan untuk mendidik anak dengan pendidikan tauhid sesuai dengan arahan dari Rasulullah saw.
69
DAFTAR PUSTAKA Achmadi. 1987. Ilmu Pendidikan Islam. IAIN Walisongo Salatiga. Adhim, Mohammad Fauzil. 2006. Positive Parenting: Cara-Cara Islami Mengembangkan Karakter Positif Pada Anak Anda. Bandung: PT Mizan Pustaka. Adhim, Mohammad Fauzil. 2013. Segenggam Iman Anak Kita. Yogyakarta: Pro U Media. Ahid, Nur. 2010. Pendidikan Keluarga Dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Al-Amir, Najib Khalid. 1994. Tarbiyah Rasulullah. Jakarta: Gema Insani Press. Anshor, Maria Ulfah & Abdullah Ghalib. 2010. Parenting With Love: panduan islam mendidik anak penuh cinta dan kasih sayang. Bandung: PT Mizan Pustaka. Arikunto, Suharsimi. 1987. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta: Rineka Cipta. Az-Zindani, Abdul Majid. 2006. Al-Iman: Kajian Lengkap tentang Iman, Rukun, Pembatal & Konsekwensinya. Solo: Pustaka Barokah. Effendy, Yudy. 2012. Sabar & Syukur: rahasia meraih hidup super sukses. Jakarta: Qultum Media. El-Qudsy, Hasan. 2013. Dasyatnya Bacaan Al-Qur’an bagi Ibu Hamil. Surakarta: Al-Qudwah Publishing. Falah, Saiful. 2014. Parents Power: Membangun Karakter Anak Melalui Pendidikan Keluarga. Jakarta: Republika Penerbit. Farhadian, Reza. 2005. Menjadi Orang Tua Pendidik. Al-Huda. Huda, Miftahul & Muhammad Idris. 2008. Nalar Pendidikan Anak. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Huda, Miftahul. 2009. Idealitas Pendidikan Anak (Tafsir Tematik Qs. Lukman). Malang: UIN-Malang Press Hafizh, Muhammad Nur Abdul. 1997. Mendidik Anak Bersama Rasulullah. Bandung: Al-Bayan. Ilyas, Yunahar. 1992. Kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta: LPPI (Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam). Jalaluddin. 2012. Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Press. Komaruddin. 1988. Kamus Riset. Bandung: Angkasa. Madjid, Nurcholish. 2005. Islam Doktrin & Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemordenan. Jakarta: Paramadina. Muallifah. 2009. Psycho Islamic Smart Parenting. Yogyakarta: DIVA Press Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Jakarta: Ghaha Indonesia. Ngatiman. 2016. Hadist 3. Surakarta: Tiga Serangkai. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Qardhawi, Yusuf. 1992. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan. Surabaya: Pustaka Progressif. Razak, Nasruddin. 1996. Dienul Islam: Penafsiran Kembali Islam Sebagai Suatu Aqidah dan Way Of Life. Bandung: Alma‟arif. Rif‟ani, Nur Kholish. 2013. Cara Bijak Rasulullah Dalam Mendidik Anak. Yogyakarta: Real Books. Rudati, Erny Tyas. 2008. Konsep Positive Parenting Menurut Muhammad Fauzil Adhim & Implikasinya Terhadap Pendidikan anak. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Jurusan Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Soebachman, Adiba. 2014. 6 Spirit Mahadasyat: ikhlas, tawakal, sabar, syukur, do’a, zikir. Yogyakarta: Syura Media Utama.
Sumargono, Sujono. 1980. Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Nur Cahaya. Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Syahid, Syah Ismail. 2001. Menjadi Mukmin Sejati. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Zainuddin, dkk. 1991. Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali. Jakarta:Bumi Aksara.
DAFTAR NILAI SKK
Nama
: Ayu Permatasari
Fakultas / Jurusan
: FTIK/ PAI
NIM
: 11112247
DosenPembimbing
: Dra. Djamiatul Islamiyah, M.Ag
No.
NamaKegiatan
Pelaksanaan
Status
Skor
05-07 September 2012
Peserta
3
1
OPAK STAIN Salatigadengantema: “ProgresifitasKaumMuda, KunciPerubahan Indonesia.”
2
OrientasiPengenalanAkademikdanKema hasiswaan (OPAK) JurusanTarbiyah STAIN Salatiga “MembangunGerakanMahasiswaTarbiy ahsebagaiTonggakKebangkitanPendidik an Indonesia.”
09 September 2012
Peserta
3
3
OrientasiDasarKeislaman (ODK) dengantema: “MembangunKarakterKeislamanBertara fInternasional di Era GlobalisasiBahasa.”
10 September 2012
Peserta
2
4
Seminar Entrepreneurship danPerkoperasian 2012 dengantema: “Explore your Entrepreneurship Talent.”
11 September 2012
Peserta
2
5
Achievment Motivation Training
12 September 2012
Peserta
2
13 September
Peserta
2
Dengan AMT, BangunKarakterRaihPrestasi. 6
Library User Education (PendidikanPemakaiPerpustkaan) oleh
UPT Perpustakaan STAIN Salatiga.
2012
7
Penerimaan Anggota Baru JQH dengan Tema “Membentuk Paradigma Mahasiswa Qur‟ani dengan Panca Indera, Akal, dan Hati”
17-18 November 2012
Peserta
2
8
MAPABA dengan Tema ”Membentuk Militansi Kader untuk Menuju Mahasiswa yang Ideal”
06-08 April 2013
Peserta
2
9
Seminar Pendidikan HMJ Tarbiyah STAIN SALATIGA dengan Tema ”Menimbang Mutu dan Kualitas Pendidikan di Indonesia”
02 Mei 2013
Peserta
2
10
AkhirussanahMa‟had STAIN Salatiga “PesantrensebagaiWadahPerkembangan KarakterPemuda Islam yang BerakhlaqulKarumahdanBernalarIlmiah .”
30 Juni 2013
Peserta
2
11
MAPABA I dengan Tema “Menemukan Jati Diri Menuju Mahasiswa yang Peka dan Peduli”
04-06Oktober 2013
Panitia
3
12
Seminar PMII dengan Tema “Menciptakan Keseragaman dalam Manajement Administrasi dan Keuangan Demi Menuju Tertib Organisasi”
24 Januari 2014
Peserta
2
13
PAC dengan Tema “Menuju Generasi Muda yang Mandiri, Loyal dan Militan dalam Ber-Aswaja dan Berbangsa”
13 April 2014
Peserta
2
14
IPST (Islamic Public Speaking Training) di Festival Dakwah Milad XII LDK Darul Amal STAIN SALATIGA
09 Juni 2014
Peserta
2
15
Khotmil Qur‟an PondokPesantren AlHasan.
15 Juni 2014
Panitia
3
16
MasaOrientasiSantri (MOS) PondokPesantren Al-Hasan,
02 Agustus 2014
Panitia
3
17
Wakil Lurah PONPES Putri Al-Hasan
02 Oktober 2014
Pengurus
4
18
WisataReligidanTadaburAlamPondokPe santren Al-Hasan.
02 November 2014
Panitia
3
19
Diklat Microteaching HMPS PAI Jurusan Tarbiyah STAIN SALATIGA
08 November 2014
Peserta
2
20
PeringatanMaulidNabiPondokPesantren Al-Hasan.
14 Januari 2015
Panitia
3
21
SyahadahKhotmil Qur‟an
31 Mei 2015
Peserta
2
22
Khotmil Qur‟an PondokPesantren AlHasan.
31 Mei 2015
Panitia
3
23
MasaOrientasiSantri (MOS) PondokPesantrenPutri Al-Hasan.
06 Agustus 2015
Panitia
3
24
Seminar Nasional “Pemuda, Peradaban Islam, danKemandirian.”
02 September 2015
Peserta
8
25
PengurusSieKeamananPondokPesantren Al-Hasan.
08 Oktober 2015
Pengurus
4
26
WisataReligidanTadaburAlampondokpe santren Al-Hasan.
18 Oktober 2015
Panitia
3
27
Seminar Nasional Kewirausahaan dengan Tema “Jiwa Muda, Berani Berwirausaha”
30 Oktober 2015
Peserta
8
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Ayu Permatasari
Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 16 September 1993
NIM
: 111-12-247
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Alamat
: Mranggen, Rt 1/3 Joho Sukoharjo, Kab. Sukoharjo
Sukoharjo,
Pendidikan TK
: RA Baiturrahmah Sukoharjo lulus 2000
SD
: MIN Jetis Sukoharjo lulus 2006
SLTP
: MTs N 1 Sukoharjo lulus 2009
SLTA
: SMA N 3 Sukoharjo lulus 2012
Perguruan Tinggi
: IAIN Salatiga lulus 2016
Kec.
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID BAGI ANAK MENURUT MOHAMMAD FAUZIL ADHIM (TELAAH BUKU SEGENGGAM IMAN ANAK KITA)
SKRIPSI OLEH : AYU PERMATA SA RI 111-12-247 PENDIDIKA N AGAMA ISLAM (PAI) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN ) SALATIGA 2016
LATAR BELAKANG MASALAH Tauhid adalah masalah yang paling mendasar dan utama dalam ajaran islam. Karena diterima atau tidaknya amal perbuatan manusia muslim di sisi Allah sangat tergantung kepada tauhid itu sendiri. Sementara ini kaum Muslim Indonesia umumnya terdapat kesan amat kuat bahwa ber-Tauhid hanyalah berarti beriman atau percaya kepada Allah. Namun tauhid tidak cukup hanya percaya kepada Allah saja, sebab percaya kepada Allah swt masih mengandung kemungkinan percaya kepada yang lain-lain sebagai peserta Allah swt dalam keilaihan (Nurchollis Madjid, 2005:74). Sepeninggal kita nanti, selain shadaqah jariyah dan ilmu yang manfaat, tak ada
lagi yang dapat diharapkan melainkan anak-anak shalih yang mendoakan (Fauzil, 2013:15). Maka pentingnya membekali jiwa tauhid pada anak sejak dini. Untuk menghadapi segala tantangan yang akan dihadapi anak di masa depannya. Buku Segenggam Iman Anak Kita karangan M. Fauzil Adhim akan membahas cara mendidik
anak dengan tauhid untuk mengarahkan orang tua dalam membekali jiwa tauhid pada mereka.
RUMUSAN MASALAH 1.
Bagaimana konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku segenggam iman anak kita karya Mohammad Fauzil Adhim?
2.
Bagaimana relevansi konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam
buku
Segenggam
Iman
Anak
Kita
karya
Mohammad Fauzil Adhim dalam konteks kehidupan sekarang?
TUJUAN PENELITIAN 1.
Untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku segenggam iman anak kita karya Mohammad Fauzil Adhim.
2.
Untuk mengetahui relevansi konsep pendidikan tauhid bagi anak dalam buku Segenggam Iman Anak Kita karya Mohammad Fauzil Adhim dalam konteks kehidupan
sekarang.
BIOGRAFI M. Fauzil Adhim A. Latar Belakang Sosial
Fauzil Adhim adalah seorang penulis yang berkompeten tentang keluarga dan pendidikan anak, beliau mengawalinya sebagai kolumnis di berbagai majalah yang kaitannya dengan keluarga. Dari beberapa bukunya yang telah diterbitkan menjadi
best seller, sehingga namanya tidak cukup asing bagi kalangan para remaja muslim. Beliau dilahirkan pada tanggal 29 Desember
1972 di daerah Mojokerto sebuah kabupaten yang berbatasan dengan Jombang.
B. Riwayat Pendidikan 1. Pendidikan formal beliau : SDN Ketidur, Kecamatan Mojokerto Jawa Timur; SMPN Kutorejo, Mojokerto; SMAN 2 Jombang; SI Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada
Yogyakarta 2. Pengalaman kerja -Koresponden majalah Ayahanda (Jakarta), freelance, 1994-1995. -Staf pengajar sekolah guru taman kanak-kanak Islam terpadu (SGTKIT), Yogyakarta, 1996-1998. -Dosen psikologi keluarga
(marriage
dan
parenting)
dan psikologi komunikasi
Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, 2001-2004. -Kolumnis tetap jendela keluarga majalah suara Hidayatullah mulai Agustus 2002 khusus untuk masalah parenting. -Kolumnis tetap majalah An-nida' selama setahun sampai Agustus 2003. -Pengaruh rubrik konsultasi psikologi majalah Nebula, majalah komunitas ESQ Jakarta.
3. Kegiatan Saat Ini -Staf
pengajar
fakultas
psikologi Universitas
Islam Indonesia,
Yogyakarta. -Kolumnis tetap majalah Hidayatullah Surabaya untuk kolom Tarbiyah
dan harian umum republika untuk renungan jum'at kolom DIY-Jateng. -Menjadi pemateri tetap pelatihan menulis ibu-ibu rumah tangga dan forum diskusi parenting para orang tua di Yogyakarta. -Narasumber dalam berbagai forum diskusi, seminar talkshow diberbagai
daerah seluruh Indonesia
tentang
masalah-masalah
pernikahan, keluarga dan pendidikan. -Pembina SDIT Hidayatullah Yogyakarta sekaligus menjadi anggota team perancang kurikulum SD unggulan.
C. Karya-karya M. Fauzil Adhim Kupinang Engkau dengan Hamdalah
Saat Anak Kita Lahir
Mencapai Pernikahan Barokah
Dunia
Saatnya untuk Menikah
Di ambang Pernikahan
Bahagia Saat Hamil bagi Ummahat
Salahnya Kodok, Bahagia Mendidik Anak bagi Ummahat
Membuat Anak Gila Membaca Membuka Jalan ke Syurga Menuju Kreativitas Janda
Impian
Kado Pernikahan untuk Isteriku
Agar Cinta Bersemi Indah
Mewujudkan
Menjadi Penulis Brilian
Disebabkan oleh Cinta
Indahnya Pernikahan Dini
Kata
Mendidik Anak Menuju Taklid
Menembus UMPTN Tanpa Stres
Bersikap terhadap Anak
Memasuki Pernikahan Agung
KONSEP PENDIDIKAN TAUHID BAGI ANAK MENURUT M. FAUZIL ADHIM
A. Membekali Pendidikan Tauhid Kepada Anak
1. Membangun orientasi hidup pada diri anak dengan memberikan kasih sayang, memberikan rangsangan kepada anak untuk berpikir dan menumbuhkan cita-cita yang visioner. 2. Membekali rasa takut terhadap masa depan mereka. 3. Takwa kepada Allah swt.
4. Berbicara dengan Perkataan yang Benar (qaulan sadidan). 5. Mendisiplinkan anak tentang mengerjakan shalat. 6. Menunjukkan Kesalahan Anak dengan Pengarahan.
B. Mengajarkan Al-Qur’an pada Diri Anak
1. Mengajarkan anak untuk membaca Al-Qur’an. 2. Mengajarkan anak untuk menghafal Al-Qur’an.
3.Mengajarkan anak untuk mengamalkan Al-Qur’an. 4. Mendekatkan Al-Qur’an pada diri anak.
C. Membekali Jiwa Tauhid pada Diri Anak 1. Mengenalkan Allah pada anak 2. Membiasakan untuk bersyukur. 3. Tidak menyekutukan Allah. 4. Mempercayai takdir Allah. 5. Keimanan melahirkan keteladanan. 6. Berislam dengan bangga.
A. ANALISIS PEMIKIRAN KONSEP PENDIDIKAN TAUHID BAGI ANAK MENURUT MOHAMMAD FAUZIL ADHIM DENGAN PEMIKIRAN TOKOH LAIN
Pemikiran Konsep Pendidikan Tauhid bagi Anak Menurut Mohammad Fauzil Adhim
A. Membekali Pendidikan Tauhid bagi Anak
B. Mengajarkan Al-Qur’an pada Diri Anak
C. Membekali Jiwa Tauhid Pada Diri Anak
A. Membekali Pendidikan Tauhid bagi Anak
B. Mengajarkan Al-Qur’an pada Diri Anak
1. Membangun orientasi hidup pada diri anak 2. Membekali rasa takut pada masa depan 3. Takwa kepada Allah swt 4. Berbicara dengan perkataan yang benar 5. Mendisplinkan anak tentang mengajarkan shalat 6. Menunjukkan kesalahan anak dengan pengarahan
C. Membekali Jiwa Tauhid pada Diri Anak
1. Mengenalkan Allah pada anak 2. Membiasakan untuk bersyukur 3. Tidak menyekutukan Allah 4. Mempercayai takdir Allah 5. Keimanan melahirkan keteladanan 6. Berislam dengan bangga dan bersikap ihsan
1. Mengajarkan anak untuk membaca AlQur’an 2. Mengajarkan anak untuk menghafal AlQur’an 3. Mengajarkan anak untuk mengamalkan Al-Qur’an 4. Mendekatkan Al-Qur’an pada diri anak
Secara ringkas analisis tersebut dapat dibaca dalam tabel berikut:
Permasalahan
Fauzil
Hafidz
Al-Ghazali
Ulwan
Pendidikan tauhid pada anak sebagai dasar pokok kehidupan
√
√
√
√
Cakupan pengertian anak
√
√
√
−
Metode dan isi dalam satu ulasan
√
√
−
√
Keterangan simbol √ : Sama
Dari
beberapa analisis pemikiran Mohammad Fauzil Adhim dengan pemikiran tokoh lain dapat diambil kesimpulan bahwa pemikiran Fauzil lebih dekat dengan pemikiran Hafidz dan Al-Ghazali, dalam hal cakupan pengertian anak. Dengan kata lain ketiganya tidak membatasi periode anak. Hal itu berbeda dengan Abdullah Nashir Ulwan yang membagi periode anak dalam konteks penanaman jiwa tauhid pada anak menjadi pada saat anak lahir dan setelah lahir. Akan tetapi jika dilihat dari struktur penguraiannya tulisan Fauzil lebih dekat dengan tulisan Hafidz dan Ulwan dalam hal metode dan isi dijabarkan secara sekaligus. Hal itu berbeda dengan tulisan Al-Ghazali yang memisahkan antara keduanya. Paparan tersebut di atas menyimpulkan juga bahwa secara keseluruhan masing-masing tokoh memiliki titik singgung yang sama yaitu pada adanya kesadaran dan titik tekan yang kuat tentang pentingnya pendidikan tauhid pada anak sebagai landasan penting bagi kehidupan selanjutnya.
B. Relevansi Pendidikan Tauhid Bagi Anak Menurut Mohammad Fauzil Adhim dalam Konteks Kehidupan Sekarang
Adanya perbedaan tantangan bagi orang tua dan pendidik
yang semakin berat di era globalisasi modern. Dengan media massa yang canggih tersebut menjadikan manusia modern menuhankan benda-benda tersebut. Membuat banyak orang tua khawatir mengenai tersebarnya pornografi yang mudah diakses dalam media massa. Oleh karena itu ide pemikiran Fauzil yang mengajarkan
bukan hanya tentang pentingnya tauhid, materi tauhid tetapi sekaligus juga tentang metode mengajarkannya pada kehidupan anak menjadi sangat relevan dalam konteks kehidupan sekarang.
KESIMPULAN 1. Konsep pendidikan tauhid bagi anak yang terkandung dalam buku Segenggam Iman Anak Kita karya Mohammad Fauzil Adhim antara lain: Pertama, membekali pendidikan tauhid kepada anak meliputi
membangun orientasi hidup yang jelas dengan memberikan kasih sayang, memberikan rangsangan dengan tantangan yang ada untuk berfikir, dan menumbuhkan cita-cita yang visioner. Serta bekal untuk mengasuh tauhid pada anak meliputi membekali rasa takut terhadap masa depan, takwa kepada Allah, berbicara dengan perkataan yang benar, mendisiplinkan anak dengan shalat, serta menunjukkan kesalahan anak dengan pengarahan.
Kedua, mengajarkan dan mendekatkan Al-Qur’an pada diri anak, meliputi mengajarkan anak untuk membaca AlQur’an, mengajarkan anak untuk menghafal Al-Qur’an, serta mengajarkan anak untuk mengamalkan Al-Qur’an.
Ketiga, membekali jiwa tauhid pada anak dengan cara mengenalkan Allah pada anak, bersyukur kepada Allah, tidak menyekutukan Allah, percaya terhadap takdir, iman melahirkan keteladanan, serta berislam dengan bangga dan berlaku ihsan.
2. Menghadapi segala tantangan globalisasi modern seperti
barang-barang elektronik, pengaruh internet, pornografi, kekerasan, budaya konsumtif. Yang pada gilirannya bukan tidak mungkin bisa mengikis aqidah anak meski secara perlahan. Oleh karena itu ide pemikiran Fauzil yang mengajarkan bukan hanya tentang pentingnya tauhid,
materi tauhid tetapi sekaligus juga tentang metode mengajarkannya pada kehidupan anak menjadi sangat relevan dalam konteks kehidupan sekarang.