BAB III BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN MOHAMMAD FAUZIL ADHIM TENTANG KELUARGA DAN PENDIDIKAN ANAK
A. Latar Belakang Sosial Mohammad Fauzil Adhim adalah seorang penulis yang berkompeten tentang keluarga dan pendidikan anak, beliau mengawalinya sebagai kolumnis di berbagai majalah yang kaitannya dengan keluarga. Dari beberapa bukunya yang telah diterbitkan, diantaranya kupinang engkau dengan hamdalah, kado pernikahan untuk isteriku, menjadi best seller, sehingga namanya tidak cukup asing bagi kalangan para remaja muslim. Beliau dilahirkan pada tanggal 29 Desember 1972 di daerah Mojokerto sebuah kabupaten yang berbatasan dengan Jombang. lbunya bernama Aminatuz Zuhriyah berasal dari keluarga pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang, sedang ayah berasal dari Pacitan, termasuk keluarga pesantren Termas.1 Dari Pacitan yang berpindah ke daerah Banyuwangi, nenek dari ibu juga berasal dari keluarga kiai, tetapi pesantrennya telah bubar pada saat Fauzil (masih kecil), sehubungan dengan pesantren ini dulunya menjadi tempat belajar kader NU dan kader Muhammadiyah2 1. Pendidikan, pengalaman dan karya-karya Muhammad Fauzil Adhim Pendidikan formal beliau – SDN Ketidur, Kecamatan Mojokerto Jawa Timur. – SMPN Kutorejo, Mojokerto – SMAN 2 Jombang – SI Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Beliau menikah pada saat masih kuliah dengan seorang akhwat bernama Siti Mariana Anas beddu, sampai sekarang telah dikaruniai empat
1 2
Dokumen Pribadi Fauzil, (tulisan tidak diterbitkan) Ibid
34
35
putra, yaitu Fathimatuz Zahra, Muhammad Husain As-Sajjad, Muhammad Hibatillah Hasanin. Muhammad Nashiruddin An-Nadwi. Alamat sekarang : Jln. Monjali Gg. Masjid Mujahadah RT 15 RW 40 Karangjati, SIA, Sleman, Yogyakarta. 2. Pengalaman kerja – Koresponden majalah Ayahanda (Jakarta), freelance, 1994-1995 – Staf pengajar sekolah guru taman kanak-kanak Islam terpadu (SGTKIT), Yogyakarta, 1996-1998 – Dosen psikologi keluarga (marriage dan parenting) dan psikologi komunikasi Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, 2001-2004 Kolumnis tetap jendela keluarga majalah suara Hidayatullah mulai Agustus 2002 khusus untuk masalah parenting. – Kolumnis tetap majalah An-nida' selama setahun sampai Agustus 2003 – Pengaruh rubrik konsultasi psikologi majalah Nebula, majalah komunitas ESQ Jakarta 3. Kegiataan sekarang ini – Staf pengajar fakultas psikologi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. – Kolumnis tetap majalah Hidayatullah Surabaya untuk kolom Tarbiyah. – Kolumnis tetap untuk harian umum republika untuk renungan jum'at kolom DIY-Jateng. – Menjadi pemateri tetap untuk pelatihan menulis ibu-ibu rumah tangga di Yogyakarta. – Menjadi pemateri tetap forum diskusi parenting para orang tua di Yogyakarta. – Narasumber dalam berbagai forum diskusi, seminar talkshow diberbagai
daerah
seluruh
Indonesia
pernikahan, keluarga dan pendidikan.
tentang
masalah-masalah
36
– Pembina SDIT Hidayatullah Yogyakarta sekaligus menjadi anggota team perancang kurikulum SD unggulan. 4. Karya-karya Mohammad Fauzil Adhim – Kupinang Engkau dengan Hamdalah – Mencapai Pernikahan Barokah – Disebabkan oleh Cinta – Kado Pernikahan untuk Isteriku – Indahnya Pernikahan Dini – Agar Cinta Bersemi Indah – Membuat Anak Gila Membaca – Membuka Jalan ke Syurga – Menuju Kreativitas – Janda – Saat Anak Kita Lahir – Dunia Kata Mewujudkan Impian Menjadi Penulis Brilian – Saatnya untuk Menikah – Di ambang Pernikahan – Bahagia Saat Hamil bagi Ummahat – Salahnya Kodok, Bahagia Mendidik Anak bagi Ummahat – Mendidik Anak Menuju Taklid – Menembus UMPTN Tanpa Stres – Bersikap terhadap Anak – Memasuki Pernikahan Agung
B. Pemikiran Mohammad Fauzil Adhim tentang Keluarga 1. Pembentukan Keluarga Al-Qur'an
telah
menjelaskan
berbagai
aspek
kehidupan,
diantaranya menyangkut penciptaan yang telah mengejutkan dan membuat detak kagum para ilmuan masa kini dan tidak menyisakan celah keraguan sedikitpun dalam ketepatannya bagi siapapun dan apapun kedudukan atau
37
posisinya serta fakta bahwa (Al-Qur'an) merupakan pembimbing dalam kehidupan manusia. Allah berfirman
(2 : )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ.ﲔ ﺘ ِﻘﻯ ﱢﻟ ﹾﻠﻤﻫﺪ ﺐ ﻓِﻴ ِﻪ ﻳﺭ ﺏ ﹶﻻ ﺎﻚ ﺍﹾﻟ ِﻜﺘ ﹶﺫِﻟ "Inilah kitab yang tiada keraguan di dalanmnya sebagai petunjuk bagi orang yang bertakwa". (QS. al-Bagarah: 2)3 Kemurahan dan rahmat Allah tampak melalui fitrah seluruh pasangan jenis apapun (berupa) kecenderungan, daya tank, hubungan cinta, afinitas (ketertarikan atau simpati) yang kuat satu sama lain yang dapat
menuntun
(masing-masing
pasangan),
menuju
perkawinan,
membangun kesempurnaan perkawinan, kelahiran dan pertambahan populasi. Keberpasangan, kopulasi, dan reproduksi d.i dunia, tanamtanaman dan hewan-hewan didasarkan pada aturan-aturan penciptaan dan keteraturan yang benar berkaitan dengan instink-instink.4 Hal tersebut merupakan isu vital dan program yang bagus dan alamiah, bagaimanapun harus dilaksanakan dan didasarkan pada peraturan-peraturan Allah yang bermanfaat yang telah ditunjukkkan dalam Al-Qur'an dan dalam perkataan-perkataan mulia para Nabi dan para imam maksum, unsur-unsur dari kebenaran ini (perkawinan) telah dianugerahkan kepada pria dan wanita dalam bentuk instink-instink, daya tarik, persahabatan, cinta dan kebahagiaan, serta tersusun dengan kehendak bijak Allah SWT. Mohammad Fauzil Adhim menjelaskan sebuah pernikahan adalah mencapai pernikahan yang barakah beliau mendasarkan pada kisah Ukail Bin Abi Thalib yang ditegur oleh Rosulullah SAW yang berbunyl; "katakanlah oleh kalian": jawab Uqail semoga Allah
3
Soenarjo, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: Depag RI, 1986), hlm. 8
4
Husyain Ansyarian, Membangun Keluarga Yang Dicintai Allah, hlm. 30
38
memberkahi anda sekalian dan melimpahkan barakah kepada anda, demikian yang diperintahkan kepada kita.5 Ada beberapa alasan yang cukup relevan dengan mencapai sebuah pernikahan-pernikahan
yang
barakah,
Mendo'akan
barokah
yang
dimaksudkan disini adalah: Pertama mendoakan agar mereka menjadi suami-istri yang penuh barakah, sehingga sekelilingnya ikut terkena barakahnya Kedua mendoakan agar mereka mendapatkan barakah.6 Ada beberapa proses untuk mencapai barakah, orang terlebih dahulu memperoleh salam dan rahmat. Sebuah keluarga bisa barokah jika didalamnya ada sakinah, mereka merasakan ketentraman, dalam keadaan keguncangan kesulitan atau dikaruniai kesuksesan suami dan istri, merasakan ketentraman saat bersama. Dengan membentuk keluarga barakah bisa melahirkan banyak keutamaan, termasuk tumbuhnya sunnah Hasanah (kebiasaan baru yang baik), sebaliknya, pernikahan yang tidak ada barakahnya sama sekali, bisa melahirkan berbagai sunnah Sayyi'ah (kebiasaan baru yang buruk) sebagaimana barakah, keburukan dari sunnah Sayyi'ah bisa berkembang terus sampai bentuk yang kuat dan jelas, sehingga menjadi kultur yang cukup diantara suami isteri. Senada dengan yang disampaikan oleh Musthofa Aziz tentang. keluarga yang barakah yaitu "Keluarga muslim harus bertujuan untuk membentuk insan-insan takwa sehingga keluarga muslim tersebut akan mendapat berkah dari Allah SWT".7 Sebagaimana yang telah difirmankan Allah SWT berikut ini:
ﺽ ِ ﺭ ﺍ َﻷﺎ ِﺀ ﻭﺴﻤ ﻦ ﺍﻟ ﻣ ﺕ ٍ ﺮﻛﹶﺎ ﺑ ﻴﻬِﻢﻋﹶﻠ ﺎﺤﻨ ﺘﺗﻘﹶﻮﹾﺍ ﹶﻟ ﹶﻔﺍﻮﹾﺍ ﻭﻣﻨ ﻯ ﺁﻫ ﹶﻞ ﺍﹾﻟ ﹸﻘﺮ ﻮ ﹶﺃﻥﱠ ﹶﺃ ﻭﹶﻟ ِ ﻳ ﹾﻜ ﻮﹾﺍﺎ ﻛﹶﺎﻧﻢ ِﺑﻤﺎﻫﺧ ﹾﺬﻧ ﻮﹾﺍ ﹶﻓﹶﺄﻭﻟﹶـﻜِﻦ ﹶﻛ ﱠﺬﺑ (96 : )ﺍﻷﻋﺮﺍﻑ.ﻮ ﹶﻥﺴﺒ 5
Moh Fauzil Adhim, Kado Pernikahan Untuk Istriku, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002),
6
lbid., 28 Mustafa Aziz, op. cit., hlm. 38
hlm. 26 7
39
"Jikalau sekiranya penduduk negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami itu), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya". (QS. al-Araf 96).8 Pembentukan keluarga juga bisa dipengaruhi oleh pertama kali ketika akan membentuk keluarganya, menurut Mohammad Fauzil Adhim dalam proses pembentukan keluarga ada tiga hal yang paling mendasar. a. Niat Ada
berbagai
interpretasi
dalam
memahami
niat
dari
pembentukan keluarga. Allah telah memerintahkan pada kita untuk menikah.9
Dengan
melangsungkan
niat
yang
pemikahan
sungguh-sungguh
supaya
diluruskan
untuk
dahulu,
segera dengan
mensucikan niat prasangkaan, bagi orang-orang yang telah kuat tekadnya (Azzam). Seorang yang telah menikah, berarti menyelamatkan setengah dari agamanya bahkan bagi seorang remaja berarti menyelamatkan dua pertiga dari agamanya.10 b. Menjaga kehormatan Kita sering menjumpai beberapa hadits yang memberi jaminan kepada kita yang ingin menikah demi menjaga kehormatan dan kesucian farjinya. Sudah menjadi keharusan bagi manusia untuk bisa menjaga eksistensinya di muka bumi ini maka dengan menjaga kehormatannya merupakan sebuah upaya untuk memposisikan dirinya di alam semesta ini. c. Memenuhi sunnah Rasul Rasulullah
tidak
pernah
mengharapkan
umatnya
untuk
menghabiskan hidupnya dengan membujang, karena itu beliau memperingatkan kepada kita untuk memenuhi amr' tersebut, masih
8
Soenarjo, op. cit., hlm. 237 Mohammad Fauzil Adhim, op. cit., hlm. 159 10 Ibid., hlm. 62 9
40
banyak orang yang merasa itu sangat berat, apalagi zaman sekarang ini, hal ini bisa disebabkan karena internal dan eksternal seseorang. Proses pemilihan jodoh Rosul telah memberikan beberapa kriteria, yang mesti diperhatikan sehingga tidak sembarang mencari atau memutuskan talon teman hidupnya, supaya tetap mengikuti syari'at agama ketika dalam proses selektifitas.
ﺗﻨﻜﺢ: ﺍﻟﻨﱮ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﻋﻦ ﺍﰉ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻓﺈﻇﻔﺮ ﺑﺬﺍﺕ, ﻭﻟﺪﻳﻨﻬﺎ,ﻭﳉﻤﺎﳍﺎ, ﻭﳊﺴﺒﻬﺎ, ﳌﺎﳍﺎ: ﺍﳌﺮﺃﺓ ﻷﺭﺑﻊ ( )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﻴﺬﻯ. ﺗﺮﺑﺖ ﻳﺪﺍﻙ.ﺍﻟﺪﻳﻦ Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. dan Nabi SAW : wanita itu dinikahi karena empat faktor : karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya, pilihlah yang bagaiman, mudah-mudahan anda beruntung (berhasil baik)" (HR. Jamaah kecuali Tirmidzi).11 Menciptakan nuansa Islami dalam rumah untuk meraih mardlotillah (ridlo Allah SWT) adalah suatu dambaan bagi setiap keluarga muslim. Hal tersebut bukan hanya merupakan hisapan jempol belaka manakala mau bersungguh-sungguh merealisasikannya.12 Dengan mengacu pada normatif seharusnya alasan untuk menikah mempunyai suatu niat yang positif bila proses pembentukan awal sudah tidak mempunyai landasan kerangka fikir yang sesuai dengan syariat, maka hal ini merupakan awal dari runtuhnya suatu bangunan karena didirikan di tempat yang tidak bisa menopang bangunan tersebut, lain halnya bila bangunan yang ingin di kontruks berada pada fondamen yang kokoh dan kuat maka bangunan tersebut bisa cukup kokoh, untuk tetap berdiri dan berfungsi melindungi penghuninya.
11 12
hlm. 35
Sunan At-Tirmidzi, Jamius Shosih, Juz III Darul Kutub Beirut, Libanon 279, hlm. 396 Aziz Mushoffa, Untaian Mutiara Buat Keluarga, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002),
41
2. Perceraian Tidak ada yang berharap pernikahannya harus terbentur oleh konflik-konflik,
apalagi
sampai
menyebabkan
gelombang
besar
menghantam mahligai rumah tangga yang dengan sungguh-sungguh dibangun sejak awal, sehingga ada yang terampas haknya, dalam hal ini yang merasakan langsung adalah dari pihak anak, karena dengan perceraian tidak ada lagi tempat menggantungkan diri, jiwanya goyah karena tercerabut oleh keadaan. Bahtera rumah tangga ibarat kapal yang berlayar di lautan yang setiap saat terbentur oleh ombak dilautan dan hal ini bisa menimpa siapapun, kapanpun Mohammad Fauzil Adhim menjelaskan ada beberapa hal yang menyebabkan perceraian, sebagian besar disebabkan oleh sesuatu hal yang tidak sepatutnya menjadi penyebab perceraian. a. Perbedaan yang wadag Suami istri yang secara psikis belum matang, mudah terpengaruh oleh perbedaan yang sifatnya wadag (sangat permukaan) contohnya, suami-istri kadang mempersoalkan tentang perbedaan selera makan atau perbedaan perilaku ketika makan, mereka bisa mengalami konflik terbuka, hanya gara-gara persoalan kecil.13 b. Sikap terhadap teman hidup Dalam hal ini Mohammad Fauzil Adhim mencontohkan perbedaan sikap terhadap ulang tahun, bisa memicu konflik bila tiada proses
tabayyun
(saling memberi dan meminta penjelasan) secara
lapang dada, masing-masing berjalan dengan asumsi sendiri-sendiri, keduanya
tidak
saling
meluruskan
kekeliruan,
tetapi
saling
14
menyalahkan, dan orang cenderung tidak mau disalahkan.
Selanjutnya sikap tidak mau melakukan tabayyun ini membuat masing-masing tidak bisa memperbaiki hubungan, mereka tidak bisa menemukan titik temu dan saling menyadari kekhilafan untuk 13
Mohammad Fauzil Adhim, Disebabkan Oleh Cinta, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002),
14
Ibid., hlm. 214
207
hlm.
42
kemudian menemukan yang terbaik, atau dengan kata lain tidak bisa melakukan ishlah (perbaikan). c. Perbedaan prinsip keimanan Perubahan naik turunnya keimanan atau perubahan dalam menghayati keimanan kepada Allah, kadang tidak terjadi secara bersamaan dan seimbang antara suami-istri, perbedaan ini bisa memunculkan konflik lebih-lebih pada orang yang baru menggali penyadaran, biasanya sangat peka terhadap kesalahan orang lain dan cenderung mudah bersikap reaktif, begitu ada kesalahan segera ditanggapi, repotnya kadang tidak bijak caranya.15 Konflik semacam ini bisa muncul bukan karena salah satunya mengalami perubahan secara mencolok tanpa diimbangi oieh (antara suami-isteri saling menunjukkan egonya), kadang konflik bisa muncul karena memang ada perbedaan yang mendasar dalam memahami dan meyakini soal-soal aqidah. 3. Menjaga eksistensi keluarga Segala sesuatu yang ada disekitar kita, ternyata jika tidak pandai memelihara dan merawatnya maka akan mudah rusak dan musnah, namun kebanyakan kita hanya pandai memanfaatkan sisi guna dari sesuatu yang dibarengi dengan langkah-langkah pemeliharaan dan perawatan yang berkesinambungan, bahkan ironisnya tanpa disadari kebanyakan dari kita justru lebih pandai dan lincah melakukan perusakan dan pemusnahan hingga kembali sadar setelah nilai guna tidak lagi bisa dinikmati. Mohammad Fauzil Adhim mengungkapkan beberapa konsep tentang menjaga eksistensi keluarga ketika terjadi konflik yang mengarah pada perceraian diantarnya; a. Melakukan Ishlah
15
Ibid., hlm. 216
43
Melakukan ishlah tidak berarti suami-istri mengkompromikan apapun yang dianggap tidak sesuai, asal keharmonisan hubungan keduanya bisa terjaga dengan baik, tidak demikian, lebih-lebih kalau ketidak sesuaian sikap itu menyangkut hal-hal tentang benar dan salah, akan tetapi keduanya menemukan titik perbedaan ketika harus mengoreksi perilaku yang salah. b. Dialog Dialog suami-istn dimaksudkan untuk mengikis hambatan psikis, kadang masalah bukan karena tidak kecocokan di kedua belah pihak, malainkan karena kurangnya kesempatan bagi keduanya untuk saling berdialog dari hati ke hati, boleh jadi hanya dengan dialog atau sekedar obrolan ringan, konflik yang sulit dicari solusinya dapat mencair sendiri.16 Usaha ini dilakukan untuk bisa memperbaiki hubungan, membangun kembali bagian yang retak, memaafkan kesalahankesalahan teman hidup kita dan memberi kesempatan kepada teman hidup kita untuk memperbaiki diri, mau menerimanya bahwa untuk malakukan perbaikan perlu proses dan waktu. c. Mencari penengah Jika konflik sudah tidak bisa diatasi dengan dialog, hal ini bisa disebabkan karena keduanya sudah tidak bisa mengadakan dialog lagi, sementara keadaan semakin kritis, maka kehadiran penengah yang adil, hal ini sesuai firman Allah surat an-Nahl ayat 90 sebagai berikut ini:
ـ ِﻦﻰ ﻋﻨﻬﻳﻭ ﻰﺮﺑ ﺎﺀ ﺫِﻱ ﺍﹾﻟ ﹸﻘﻭﺇِﻳﺘ ﺎ ِﻥﺣﺴ ﺍ ِﻹﺪ ِﻝ ﻭ ﻌ ﺑِﺎﹾﻟﺮﻳ ﹾﺄﻣ ﻪ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﹼﻠ .ﻭ ﹶﻥـ ﹶﺬ ﱠﻛﺮﻢ ﺗ ﻌﱠﻠﻜﹸـ ﻢ ﹶﻟ ﻳ ِﻌ ﹸﻈﻜﹸـ ـ ِﻲﺒﻐﺍﹾﻟﻨﻜﹶـ ِﺮ ﻭﺍﹾﻟﻤﺎﺀ ﻭﺤﺸ ﺍﹾﻟ ﹶﻔ (90:)ﺍﻟﻨﺤﻞ 16
Disebabkan Oleh Cinta, hlm. 22
44
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran".17 Bisa diterima penengah yang adil dan mengerti tentang keduanya serta berdiri ditengah-tengah, artinya dia netral dan tidak cenderung membela salah satu pihak, dan ia belum mengetahui permasalahan diantara keduanya. d. Sabar Saat koflik memuncak, maka yang dibutuhkan adalah kesabaran, yang meliputi kerelaan menerima, ketahanan menghadapi, kemampuan menahan din dari melakukan sesuatu yang mampu memperkeruh permaslahan.18 Sabar tidak sama dengan ketidakberdayaan sebagaimana kadang di fahami sebagian orang, sabar juga bukan kejumudan, sehingga kita hanya terdiam tak melakukan apa-apa, tetapi sabar lebih condong kepada kemampuan mengendalikan diri untuk tidak mengambil tindakan sebelum tepat saatnya, tetapi sabar iebih cenderung kepada usaha untuk menjaga kejernihan.
17
Soenarjo, op. cit., hlm. 415
18
Mohammad Fauzil Adhim, Disebabkan Oleh Cinta, hlm. 220
44 45
C. Pemikiran Mohammad Fauzil Adhim tentang Pendidikan Anak 1. Hakekat Pendidikan Menurut Mohammad Fauzil Adhim, dengan merunut pada hakekatnya penciptan manusia, yaitu mampu berperan sebagai kholifah tidak hanya sekedar diciptakan untuk sekedar memakmurkan bumi sebab jika hanya untuk itu manusia diciptakan, maka tidak ada perbedaan mengapa manusia diciptakan, hal ini berarti tugas keholifahan memiliki nilai lebih dibandingkan dengan para malaikat dan makhluk ciptaan Allah lainnya, nilai lebih kekholifahan itu terletak pada kelengkapan tatanan yang harus dipenuhi oleh manusia dari sang pencipta.19 Sisi kebiasaan cenderung melekat kuat dan sulit menerima hal baru-terutama apabila mendapat pembenaran menurut angan-angannya disisi lain mudah terhapus begitu saja. 2. Prinsip-prinsip utama dalam mendidik anak Ada beberapa pendekatan yang digunakan Rosulullah dalam mendidik anaknya, hal ini bisa kita contoh dalam mendidik anak kita, seperti, pendekatan-pendekatan positif, dengan lembut, kemesraan, menahan diri dengan tidak marah dan lain-lain.20 3. Metode mendidik anak dalam keluarga Metode mendidik anak sesuai dengan tahapan usia. Pertama; Masa bayi dan kanak-kanak, masa ini pendidikan terutama dilakukan dengan memberi sentuhan pada dzauqnya.21 Kedua; Masa tamyiz atau ketika anak mulai mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, serta mana yang salah dan benar dengan kemampuan akalnya, pada masa ini orang tua menjelaskan dengan bayan (penjelasan) dan pendisiplinan.22 Ketiga; Masa menjelang taklif, orang tua mendidik dengan merangsang tanggung jawab, menumbuhkan missinya serta memberi 19
Mohammad Fauzil Fauzil, Bercermin Pada Nabi, (tulisan tidak diterbitkan), hlm. 8 Ibid., hlm. 14 21 Ibid. 22 Ibid. 20
45 46
pendidikkan agama dan akhlak dengan bayan serta burhan (paparan argumentatif).23 Keempat; Mendidik anak sesuai karakter, tiap anak membawa keunikan sendiri-sendiri, tiap anak juga memiliki kecerdasan sendiri yang berbeda, meskipun ia dibesarkan oleh orang tua yang sama, yang sama dengan lingkungan yang sama, namun anak memiliki kecenderungan sendiri-sendiri yang berbeda, cara terbaik dalam mensikapi hal ini adalah dengan mendidik mereka sesuai karakter masing-masing, jangan lupa keunikan mereka secara cerdas.24 Perlu adanya pendekatan pada anak, salah satunya yaitu cara bermain, meningkatkan tingkat kecerdikan anak, dengan merangsang fungsi-fungsi inderanya.25 Proses pendampingan terhadap anak dengan mengedepankan menjaga sisi kejiwaan anak karena yang mengalami masa perkembangan awal menjadi hal yang penting. Masa kanak-kanak membutuhkan berbagai keperluan demi untuk perkembangannya, dalam hal ini sating berbeda menurut tingkatannya, masa ini harus selalu diperhatikan dan dicukupkan dengan hal-hal yang sesuai dengan fitrah yang telah diciptakan Allah agar fitrah tetap baik.26 Orang tua sering memperlakukan anaknya sama, antara orang dewasa dan masa kanak-kanak hal ini bisa menyebabkan psikhis anak tereduksi masa-masa yang semestinya bisa is nikmati, untuk itu perlu memahami berbagai hal dalam memperlakukan anak agar sesuai dengan usianya. Pendekatan yang sesuai menurut Moh Fauzil Adhim secara sederhana ada dua. Pertama kesesuaian menurut usia, kedua, kesesuaian yang berhubungan dengan keunikan tiap-tiap anak, prinsip kesesuaian menurut usia (Age Appropriateness) memberikan perlakuan sesuai jenjang 23
Ibid., hlm. 14 Mohammad Fauzil Adhim, Pendidikan Berkarakter, (tulisan tidak diterbitkan) 25 Husain Abdullah, at-Tarbiyah al-Islamiyah, (Beirut: Darul Fikir Arabi, 1988), 24
hlm. 132 26
Abdul Kholik, Pendidikan Anak Putri dalam Keluarga, terj. Kathur Suhardi, (Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar, 1994), hlm. 41
46 47
usia anak, tiap-tiap rentan usia anak yang khas, hal ini menuntut pendekatan yang berbeda.27 Proses pembelajaran secara kognitif ini akan berhasil jauh lebih baik apabila sebelumnya telah ada proses pembelajaran melaui aspek afeksi dan konasinya, berpadunya pembelajaran yang menyentuh tiga aspek secara menyeluruh. Membuat anak memiliki sikap yang benar-benar kokoh. Keluarga muslim merupakan lembaga pendidikan yang paling penting untuk mengubah manusia, sehingga Allah pun akan merubah keadaan yang ada pada suatu kaum. - Menerapkan Supporting Comminication dalam mendidik anak Proses komunikasi yang mendukung, dengan menumbuhkan keyakinan pada diri anak bahwa ia mampu melakukan tugas.28 a). Meyakinkan kemampuannya Terkadang anak merasa tidak percaya diri atas kemampuan yang ia miliki untuk itu perlu support dari semua pihak, supaya rasa mindernya berkurang dan mengembangkan potensisnya. b). Sekecil apapun adalah keberhasilan Penghargaan
terhadap
keberhasilan
anak
akan
menunjang
prestasinya, sebagaimana ungkapan Mustaqim sebagai berikut "Tanpa pengertian dan pemahaman yang lengkap, maka motive yang murni tidak akan ada dalam diri si pelajar bila jalan menuju kearah perwujudan dan motivasi murni ini mengalami rintangan maka pengahargaan bisa dipillih alternatif sementara sampai dengan motive yang asli bisa dalam diri mereka".29 c). Setiap inisiatif positif merupakan anugerah Sebagaimana
niat
yang
baik
sudah
bernilai
pahala,
dalam melakukan supporting Communication kita harus belajar 27 28
Mohammad Fauzil Adhim, Agar Mereka Menutup Aurat, (tulisan tidak diterbitkan), hlm. 1
Dokumen Fauzil 29 Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 1988), h1m. 61
48
mengahargai setiap inisiatif positif, meski itu belum terjadi, sesungguhnya setiap tindakan itu bermula dari pikiran, perasaan dan inisiatif, maka kita perlu belajar melihat bahwa setiap inisiatif positif merupakan anugerah.30 Perlu ada motivasi bagi anak ketika memiliki inisiatif secara persuasif, karena bisa membuat anak merasa nyaman dengan ideide barunya yang lahir imaginasinya, sehingga anak tidak mengalami cidera dalam berfikir, dari sisi kejiwaan anak merasa orang-orang di sekelilingnya mampu memahaminya.
D. Implikasi Konsep Keluarga Muslim menurut Mohammad Fauzil Adhim terhadap Pendidikan Anak Dengan adanya pelurusan niat dalam sebuah pernikahan, supaya pernikahan bisa mencapai barokah, sehingga suatu saat nanti keluarganya mampu mengaplikasikan segala yang telah diperintahkan dan yang dilarang oleh Allah.31 Pasca pembentukan keluarga muslim, akan ada persamaan persepsi antara suami istri sehingga tahu apa yang mesti dilakukan pasca pernikahan, karena mempunyai agenda besar dalam hidupnya, jadi proses selektifitas yang dilakukan selama ini akan bisa dirasakan setelah menjalani kehidupan berumah tangga. Dalam hal ini antara suami-istri mampu mengadakan pengelolaan, terhadap rumah tangga karena menjaga eksistensi pasca pernikahan sama beratnya dengan pembentukannya.32 Bentuk komunikasi dalam keluarga banyak memberi kontribusi dalam pendidikan anak, karena kondisi keluarga bisa tercermin dari bagaimana pola hidup yang ada dalam satu keluarga.33
30
Mohammad Fauzil Adhim, Mengajak Anak Berpuasa, (tulisan tidak diterbitkan),
h1m. 33 31
Wawancara dengan Fauzil Adhim tanggal 15 Oktober 2004 Ibid., Dokumen pribadi 33 Ibid., Dokumen pribadi 32
49
Pola hidup tersebut bisa membentuk bagaimana kepribadian anak, untuk itu perlu persiapan sejak awal pembentukan keluarga, dalam hal ini A. Tafsir menegaskan bahwa proses pemilihan jodoh merupakan proses persiapan pendidikan.34 Sedangkan masa aktif mendidik anak dimulai semenjak diketahui adanya janin dalam rahimnya, dari sinilah di mulai bagaimana orang tua proaktif dalam mensikapi sang janin, semenjak dini hal ini merupakan kesadaran dari orang tua yang bisa memahami apa yang seharusnya dilakukan ketika sudah memasuki pendidikan aktif. 1. Membentuk Keluarga Sakinah Dengan adanya niat tujuan dan pengelolaan yang sesuai dengan ajaran Islam maka akan terbangun keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rohmah sebagaimana dalam Q. S. Ar-Rum : 21
ﻌ ﹶﻞ ﺟ ﻭ ﺎﻴﻬﻮﺍ ِﺇﹶﻟﺴ ﹸﻜﻨ ﺘﺍﺟﹰﺎ ﻟﱢﺯﻭ ﻢ ﹶﺃ ﺴﻜﹸ ِ ﻦ ﺃﹶﻧﻔﹸ ﻣ ﻖ ﹶﻟﻜﹸﻢ ﺧﹶﻠ ﺎِﺗ ِﻪ ﹶﺃ ﹾﻥﻦ ﺁﻳ ﻭ ِﻣ (21 : )ﺍﻟﺮﻭﻡ.ﻭ ﹶﻥﺘ ﹶﻔ ﱠﻜﺮﻳ ﻮ ٍﻡ ﺕ ﱢﻟ ﹶﻘ ٍ ﺎﻚ ﻟﹶﺂﻳ ﻤ ﹰﺔ ِﺇﻥﱠ ﻓِﻲ ﹶﺫِﻟ ﺣ ﺭ ﻭ ﺩ ﹰﺓ ﻮ ﻣ ﻨﻜﹸﻢﻴﺑ Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu diberi dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram keadaannya, dan jadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. ArRum: 21)35 Berbekal pemahaman sakinah, mawaddah, wa rohmah, hal ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kecerdasan masyarakat, yang berimbas meningkatkan kesejahteraan masyarakat tertentu. 2. Membentuk Pribadi Muslim Orang tua yang tercerahkan akan mempengaruhi generasi selanjutnya karena dalam keluarganya akan tercipta suatu kebiasaan tertentu yang normatif, dan berlaku dalam keluarga tersebut.
34
A. Tafsir, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995),
35
Soenarjo, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: Depag, 1985), hlm. 644.
hlm. 11.
50
Adanya budaya dalam keluarga akan terbentuk sebuah nilai yang ada dalam suatu keluarga, bagaimana bisa tercipta suatu budaya keluarga, hal ini membutuhkan kesadaran dari pihak suami dan istri.36 Islam memandang
manusia sebagai makhluk pendukung dan pencipta
kebudayaan, dengan akal, ilmu dan perasaan, ia membentuk kebudayaan dan sekaligus mewariskan kebudayaannya itu kepada anak dan keturunannya, kepada orang/kelompok lain yang dapat mendukungnya, kesanggupan mewariskan dan menerima warisan ini sendiri merupakan anugerah Allah yang menjadikan makhluk manusia itu mulia.37 Sebagaimana firman Allah yang menjelaskan tentang potensi untuk mentransfer pengetahuan:
(28 : )ﺍﻟﺪﺧﺎﻥ.ﻦ ﺧﺮِﻳ ﻣﹰﺎ ﺁﺎ ﹶﻗﻮﺎﻫﺭﹾﺛﻨ ﻭ ﻭﹶﺃ ﻚ ﻗﻠﻰ ﹶﻛ ﹶﺬِﻟ Demikianlah (kata Tuhan) Kami mewariskan semua itu kepada kaum yang lain. (Q.S. 44: Ad-Dukhaan :28)38 Hal ini ditegaskan lagi dalam surat lain yang berbunyi:
ﻤ ﹰﺔ ﻢ ﹶﺃِﺋ ﻌﹶﻠﻬ ﺠ ﻧﻭ ﺽ ِ ﺭ ﻀ ِﻌﻔﹸﻮﺍ ﻓِﻲ ﺍ َﻷ ﺳﺘ ﻦ ﺍ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﱠﻟﺬِﻳ ﻤﻦ ﺪ ﺃﹶﻥ ﻧ ﻧﺮِﻳﻭ (5 : )ﺍﻟﻘﺼﺺ.ﲔ ﺍ ِﺭِﺛ ﺍﹾﻟﻮﻢﻌﹶﻠﻬ ﺠ ﻧﻭ Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi). (Q.S. 28: Al-Qashash : 5)39 Pewaris berarti penerus dan penyambung kebudayaan dan selanjutnya, meningkatkan dan mengembangkan kebudayaan, menjadi kewajiban manusia yang diberi kemampuan untuk mejadi pemegang amanah yang paling tinggi bila dibandingkan dengan makhluk yang lain.
36
Wawancara Dengan Fauzil Adhim I Ramadhan 1425 H/15 November 2004, Jam 09.30-
11.30. 37
Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 8. Soenarjo, op. cit., hlm. 810. 39 Ibid., hlm. 609. 38
51
Dengan mengawali niat yang benar dan mempunyai orientasi yang jelas, serta mengelola rumah tangga dengan baik maka akan memunculkan “budaya keluarga”, hal ini bisa kita lihal pada proses pendidikan yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, kepada masyarakat dan juga keluarganya, sehingga terjadi perubahan yang cukup signifikan, Inilah yang perlu kita ambil pelajaran.
ﻚ ﺑﺭ ﻭ ﺮﹾﺃ ﺍ ﹾﻗ.ﻋﹶﻠ ٍﻖ ﻦ ﺎ ﹶﻥ ِﻣﻖ ﺍ ِﻹﻧﺴ ﺧﹶﻠ .ﻖ ﺧﹶﻠ ﻚ ﺍﱠﻟﺬِﻱ ﺑﺭ ﺳ ِﻢ ﺮﹾﺃ ﺑِﺎ ﺍ ﹾﻗ (5-1 : )ﺍﻟﻌﻠﻖ.ﻢ ﻌﹶﻠ ﻳ ﻢ ﺎ ﹶﻟﺎ ﹶﻥ ﻣﻢ ﺍ ِﻹﻧﺴ ﻋﻠﱠ .ﻢ ﺑِﺎﹾﻟ ﹶﻘﹶﻠ ِﻢ ﻋﻠﱠ ﺍﱠﻟﺬِﻱ.ﺮﻡ ﺍ َﻷ ﹾﻛ “Bacalah dengan nama Tuhan-mu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S. Al-Alaq : 1-5 )40 Ayat tersebut menunjukkan betapa yang Maha pencipta telah memuliakan manusia melebihi kodratnya, di antara kemuliaan yang diberikan Allah kepada manusia adalah Dia telah meningkatkan tingkat darah yang melekat di dinding rahim ke tingkatan sebagai manusia yang memiliki potensi untuk mengetahui. Sudah menjadi konsekuensi logis bagi setiap manusia, untuk dapat memanfaatkan segala potensi essensi yang telah diamanahkan oleh SAW kepadanya, maka sosok pribadi muslim yang terbentuk dari keluarga muslim, yang dibutuhkan zaman sekarang, supaya mampu menetralisir segala persoalan pada saat ini dan turut menjaga generasi mendatang. Marcel A.Boisard mengidentifikasi beberapa corak khusus dari pribadi muslim, sebagai berikut : a. Adanya wahyu Allah yang memberi ketetapan kewajiban pokok yang harus dilaksanakan oleh seorang muslim, yang mencakup seluruh lapangan hidupnya, baik yang mneyangkut tugas terhadap Allah, maupun terhadap masyarakat. 40
Ibid., hlm. 1079
52
b. Dengan ajaran kewajiban ini menjadikan seorang siap sedia untuk berpartisipasi dan beramal saleh dan bersedia untuk mengorbankan jiwanya demi terlaksananya ajaran agama, pratek ibadah yang harus dilaksanakan dengan aturan-aturan yang pasti dan teliti, hal in] akan mendorong rasa kekeluargaan terhadap sesamanya. c. Konsepsi Al Qur'an tentang alam yang menggambarkan penciptaan manusia secara harmonis dan seimbang dibawah perlindungan Allah SWT.41 Berdasarkan ajaran Islam maka seorang pribadi muslim tidak egoistik tetapi seorang pribadi yang penuh dengan sifat pengabdian baik kepada Allah maupun kepada sesamanya. Allah telah menyusun hukum-hukum berumah tangga dalam masyarakat, merinci hukum-hukum perkawinan, perceraian dan waris, sunnah Rasulullah juga telah menjelaskan hak suami-istri, hak bapak atas anak, hak anak atas bapak, kewajiban bagi semua anggota keluarga, Islam memberi perhatian besar terhadap keluarga, karena peranan keluarga sangat penting, apalagi untuk membangun masyarakat Muslim.42 Pendidikan kita telah gagal melahirkan manusia, karena sekolah memperlakukan peserta didik semata sebagai hard disk yang siap dimasuki informasi apa saja, tetapi tanpa program untuk mengolahnya, setiap hari mereka hanya belajar menyimpan informasi kedalam otak, dan mengingat kembali saat ulangan. Sementara pendidikan agama nyaris tidak ada, yang disebut sebagai pendidikan agama sebenarnya adalah pelajaran menghafal dengan materi agama, dan dalam partisi otak diberi nama pendidikan atau pelajaran agama, ini berakibat sangat fatal terhadap perkembangan religiusitas. Lebih khusus lagi spiritualitas-peserta didik. Gara-gara penanamaan pelajaran menghafal sebagai pendidikan agama, peserta
didik
mengalami
dereligiusasi
dan
despiritualisasi
yang
menyedihkan. 41
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendididkan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 202 Kholid Ahmad asy-Syantu, Pendidikan Anak Putri dalam Keluarga, Penerjemah Khatur Suhardi, (Jakarta Timur: CV. Pustaka al-Kautsar, 1993), hlm. 41 42
53
Model pendidikan yang mereduksi agama menjadi hanya seperti pelajaran bahasa indonesia, IPA. Hal ini membuat potensi ruhiyah peserta didik tumpul dan mati. Bertambahnya jam pelajaran agama tidak menambah kekuatan ruhiyah mereka, sebaliknya justru bisa rentan masalah. Mereka kehilangan kepercayaan pada agama, meskipun mereka tetap beragama. Setidaknya saat ini, itulah yang terjadi, anak-anak kita banyak yang mengalami disorientasi hidup. Anak dilahirkan dalam keluarga yang terdiri dari ayah ibu saudara, yang melaksanakan pendidikan anak, merawatnya hingga sampai pada masa dewasa, ketika dewasa anak mampu hidup secara terpisah dengan kedua orang tuanya.43 Tentang bagaimana posisi keluarga dalam pendidikan anak seperti yang diungkapkan Muhammad Nur Abdul Hafidz tentang keluarga muslim yang diibaratkan bagaikan pioner dari sebuah masyarakat Islam, rumah diibaratkan sebagai benteng aqidah.44 Secara fitrah sejak manusia dilahirkan telah membawa potensi, yang menjadi tanggungjawab keluarga, untuk bisa dibimbing dan diarahkan supaya potensinya tidak terbengkalai tanpa tujuan yang jelas, disia-siakan begitu saja, dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak, Islam memandang bahwa selain potensi bawaan, peran orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak, orang tua adalah lingkungan pertama yang mengadakan kontak langsung dengan anak hal ini bisa dilakukan dengan cara “good and interactive”. 45 Lingkungan anak termasuk cara perlakuan orang tua merupakan faktor penting dalam pembentukan kepribadian, pembiasaan sikap, kecenderungan dan pandangan terhadap hidupnya. Dengan pandangan filosofis manusia sebagai homo sapien yaitu makhluk yang mempunyai
43
Sholeh Abdul Aziz, At-Tarbiyatu Wathorquth al-Tadris, Juz I Darul Ma'arif Bimathor, t.th., hlm. 84 44 Suharsono, Mencerdaskan Anak, (Jakrta: Inisiasi Press, 2000), hlm. 79 45 Kamran Buseri, Ontologi Pendidikan Islam dan Dakwah, (Yogyakarta: UII Press, 2003), hlm. 10
54
kemampuan untuk berilmu pengetahuan dari sinilah manusia mempunyai curiosity yang tinggi terhadap segala yang ada disekitarnya, oleh karena itu manusia bisa didik. Sebagaimana ungkapan Muhammad Qutb bahwa kedua orang tua merupakan figur yang paling berpengaruh terhadap perkembangan anak, karena intensitas interaksi antara orang tua dengan anak lebih banyak dibandingkan waktunya diluar.46 Orang tua merupakan figur yang diuswahi seharusnya mampu memberikan tauladan yang baik, kepada anaknya sehingga anak ketika pada masa imitasion tidak salah mengambil figur, salah dalam mencari figur berakibat fatal untuk pembentukan pribadi yang mengalami proses. Proses berfikir yang efektive memiliki dasar dan kerangka yang jelas dengan didasari rasa tanggung jawab, iman disini meyakini dalam hati, mengucapkan dengan lesan serta mengamalkan dengan perbuatan, karena iman sebagai rujukan proses berfikir secara aktual yang dimanifestsikan dalam bentuk amal sholeh yaitu suatu bentuk aktifitas, kerja kreatif yang berupa tauhid untuk mewujudkan Rahmatallil Alamin, keseimbangan bagi alam dan segala isinya.47 Islam selau mendorong umatnya untuk mempergunakan akal dan menunutut
ilmu
pengetahuan,
dengan
demikian
mereka
dapat
membedakan mana yang benar dan mana yang salah dapat menyelami hakekat alam, dapat menganalisa segala pengalaman yang telah alami umat terdahulu. Lalu Mohammad Fauzil memberi kasus Aya Lorrine Monro yang menangani sebuah SMU dengan latar belakang sebagian siswa, berasal dari keluarga yang broken-home dan hidup dengan logika kekerasan. Ada dua hal yang harus la selesaikan pertama, membangkitkan high level of expectation (tingkat harapan yang tinggi) mereka di motivasi untuk 46
Khatib Ahmad Syaltut, Menumbuhkan Sikap dan Moral dan Spiritual Anak dalam Keluarga Muslim,Terjemah Ibnu Burdah (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1998), hlm. 16 47 Ary Ginanjar Agustian, ESQ (Ernitional Spiritual Quotion), (Jakarta: Arga, 2001), hlm. 66
55
memiliki target-target, tujuan dan cita-cita besar. Kedua, meletakkan landasan berupa keyakinan (belief) yang kuat sebagai penggerak untuk melakukan dan mencapai terbaik (the spirit of excellence). Proses untuk membangkitkan kekuatan ruhiyah berupa keyakinan yang kuat pada Allah, serta kesadaran akan kasih sayang dan kekuasaan Allah harus mencakup semua aspek, pendidikan dirancang untuk secara seimbang memberi sentuhan yang menggerakkan aspek kognitif, afektif, konatif, psikomotorik, dan spiritual anak, tidak bisa dipisah-pisahkan pendidikan yang hanya menyentuh salah satu aspek saja, akan lunak dan rapuh, boleh jadi tampaknya kuat tetapi tidak memiliki landasan yang kuat.
ﺎﻌﻞﹸ ﻓِﻴﻬ ﺠ ﺗﺧﻠِﻴ ﹶﻔ ﹰﺔ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﹾﺍ ﹶﺃ ﺽ ِ ﺭ ﺎ ِﻋ ﹲﻞ ﻓِﻲ ﺍ َﻷﻲ ﺟﻼِﺋ ﹶﻜ ِﺔ ِﺇﻧ ﻤ ﹶ ﻚ ِﻟ ﹾﻠ ﺑﺭ ﻭِﺇ ﹾﺫ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﻚ ﻗﹶﺎ ﹶﻝ ﹶﻟﺱ ﹶﻘﺪﻭﻧ ﻙ ﻤ ِﺪ ﺣ ِ ﺢ ﺴﺒ ﻧ ﺤﻦ ﻧﻭ ﺎﺀﺪﻣ ﺍﻟﺴ ِﻔﻚ ﻳﻭ ﺎ ﻓِﻴﻬﺴﺪ ِ ﹾﻔﻦ ﻳﻣ (30 : )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ.ﻮ ﹶﻥﻌﹶﻠﻤ ﺗ ﺎ ﹶﻻ ﻣﻋﹶﻠﻢ ﻲ ﹶﺃِﺇﻧ Sesungguhnya Aku hendak menciptakan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: mengapa Engkau hendak menjadikan (kholifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahakan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman, sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. (Q.S. Al-Baqarah: 2:30)48 Anak-anak yang memiliki motivasi intrinsik, merasa nyaman dengan apa yang dikerjakan, menemukan kegembiraan saat menghadapi tantangan, bahagia ketika mengerjakan tugas-tugas sehingga is terlibat penuh secara emosional. Mereka berpartisipasi melakukan kegiatan karena menemukan kegembiraan, kebahagiaan, keasyikan atau makna dan apa yang dilakukannya, bukan demi memperoleh hadiah. Dalam tindakan itu sendiri, ada yang dia dapatkan sebagaimana pendaki gunung memperoleh
48
Ibid., hlm. 13
56
kepuasan. Kebahagiaannya terletak pada kemampuannya mengatasi rintangan. Bukan pada decak kagum orang yang memandang.49 Dalam pendidikan tidak bisa terlepas dari sebuah keterbatasan dan kelebihan dari anak didik kelebihan merupakan yang dimiliki anak, hal ini merupakam motivasi bagi anak untuk tetap berkembang menjadi manusia yang baik hal ini di tunjang oleh konsep fitrah. Pendidikan Islam juga bertujuan untuk mengembangkan potensipotensi baik jasmaniah maupun rohaniah emosional maupun intelektual, serta ketrampilan agar manusia mampu mengatasi problema hidup secara mandiri serta sadar dapat hidup menjadi manusia-manusia yang berfikir bebas sehingga dapat bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakat serta dapat mempertanggungjawabkan amal perbuatannya dihadapan Allah.50 Tujuan pendidikan membentuk insan ulil albab yang dilakukan. secara integral, supaya manusia mampu memposisikan diri sebagai utusan dari Allah di dunia ini. Proses pemenuhan mencapai tingkat tersebut tidak begitu saja dapat diperoleh secara instan, namun perlu tahapan-tahapan yang wajib dilalui dan dilaksanakan selama manusia masih mampu berproses untuk mengadakan sebuah perubahan (pada diri sendiri ). Perlu adanya tanggungjawab dari semua unsur pendidikan bila ingin mencapai tujuan dengan menafikan salah satu unsur merupakan suatu kendala dalam dunia pendidikan, hal ini sama dengan menafikan fungsi dari salah.satu pemeran dalam dunia pendidikan, tingginya signifikansi dari semua pihak baik keluarga masyarakat dan sekolah, pendorong kesuksesan anak dimasa depan, untuk itu buatlah anak berfikir dengan tercerahkan. Lingkungan juga berperan dalam pendidikan anak, oleh karena itu sebesar apa porsi keluarga dalam melaksanakan proses pendidikan anak 49
Kreatif Tanpa Musik Cerdas Tanpa Sempoa, Dokumen Mohammad Fauzil Adhim,
hlm 18 50
Yusuf al-Qardhawy, Pendidikan Islam dan Madrasah al-Banna, Terjemahan Bustani A, Ghani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 101
57
akan nampak tingkat keberhasilannya ketika anak sudah melakukan interaksi dengan masyarakat, karena itu keluarga ibaratnya memberikan sebuah landasan awal dan bagaimana mengarahkan anaknya supaya mempunyai kepribadian yang kuat sehingga mampu memfilter segala fenomena yang terjadi. Membuat anak yang mampu mengakselerasikan segala potensi daya imajinasi yang dimiliki, dalam bentuk bentuk riil namun tidak meninggalkan transendensi yang harus dijadikan parameter dalam segala aktivitasnya, tidak mudah terwarnai oleh arus negatif dampak dari globalisme, survive bagi anak hal ini merupakan sebuah harapan dari pelaksanaan suatu pendidikan, dalam kondisi apapun, mampu dihadapi oleh seorang anak yang telah ditempa dengan proses pendidikan dalam keluarga muslim.