METODE PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN ANAK (KAJIAN TERHADAP BUKU SPIRITUAL TEACHING KARYA ABDULLAH MUNIR) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh ISWANTO NIM : 111-12-246 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2017
ii
METODE PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN ANAK (KAJIAN TERHADAP BUKU SPIRITUAL TEACHING KARYA ABDULLAH MUNIR) SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh ISWANTO NIM : 111-12-246 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2017
iii
iv
v
vi
MOTTO
CINTA ADALAH SIKAP BATIN YANG AKAN MELAHIRKAN KELEMBUTAN, KESABARAN, KELAPANGAN, KREATIVITAS, SERTA TAWAKAL, SEBAGAIMANA DICONTOHKAN RASULULLAH SAW.
(ABDULLAH MUNIR)
vii
PERSEMBAHAN
Dengan penuh ketulusan hati dan segenap rasa syukur, skripsi ini saya persembahkan kepada:
Allah Subhanahu wata‟ala serta kekasih-Nya al-Habib al-Musthofa Muhammad Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam.
Bapak ibu, dan semua kakakku, serta keponakan-keponakanku tercinta yang selalu memberikan semangat dan do‟anya sehingga skripsi ini bisa penulis selesaikan.
Bpk Imam Mas Arum, M.Pd. yang telah membimbing penulis dalam pembuatan skripsi ini penuh dengan kesabaran dan ketelatenan. Sehingga penulisan skripsi ini berjalan lancar sampai selesai.
Untuk para dosenku yang telah memberikan bekal ilmu untuk masa depanku.
Sahabat-sahabatku seiman dan seperjuangan.
Teman-teman PAI G yang selalu ceria dan kompak.
Almamterku tercinta IAIN Salatiga tempat aku menuntut ilmu.
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, yang telah meberikan keutamaan ilmu dan amal kepada anak cucu adam a.s. melebihi seluruh alam. Sehingga penulis dapat dan mampu menulis skripsi ini. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW, juga kepada keluarga, sahabat dan keturunannya yang menjadi sumbernya ilmu dan hikmah. Dengan bershalawat dan salam semoga kita termasuk golongan yang memperoleh syafaat Rasulullah SAW. Amin. Penyusunan skripsi ini bertujuan guna memenuhi prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (SPd.I) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Terselesaikannya skripsi ini tidak semata-mata hasil dari jerih payah penulis sendiri melainkan banyak pihak yang terkait yang telah membantu baik moril maupun spiritual, oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd.,selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). 3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). 4. Bapak
Imam Mas Arum, M.Pd., selaku pembimbing skripsi, yang telah
meluangkan
waktunya
untuk
memberikan
arahan
dan
dukungan
kepada
penulis, sehingga penulisan skripsi ini berjalan lancar sampai selesai. 5. Ayahanda terkasih dan ibunda terkasih (Bpk Sipur dan Ibu Parinah) yang telah tulus
dan ikhlas mencurahkan segalanya demi penulis, serta kakak-kakakku tercinta Asmirah, Khomsiah, Zuliani Dan Rohidah yang telah memberiku semangat.
ix
6. Bapak dan Ibu dosen IAIN Salatiga yang telah membekali berbagai ilmu
pengetahuan,
sehingga
peneliti
mampu
menyelesaikan
penelitian
skripsi
ini. 7. Semua teman-teman seperjuangan pai 2012 dan teman-teman sekelilingku yang telah
banyak membantu serta mengisi hari-hari dengan canda, duka, dan tawa. 8. Karyawan-karyawati
IAIN
Salatiga
yang
telah
memberikan
layanan
serta bantuan. Akhirnya hanya kepada Alloh SWT penulis berserah diri dan semoga apa yang tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para pembaca pada umumnya. Amin ya robbal „Alamin.
Salatiga, 14 Maret 2016 Penulis
Iswanto 111-12-246
x
ABSTRAK Iswanto. 2017. Metode Pembelajran Dalam Pendidikan Anak (Kajian Terhadap Buku Spiritual Teaching Karya Abdullah Munir). Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Imam Mas Arum M.Pd. Kata kunci: Metode Pembelajaran, Pendidikan Anak, Buku Spiritual Teaching Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji Metode Pembelajaran dalam Pendidikan (Kajian Terhadap Buku Spiritual Teaching Karya Abdullah Munir). Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana metode pembelajaran dalam pendidikan Anak yang terkandung dalam buku Spiritual Teaching?, dan (2) Bagaimana relevansi metode pembelajaran dalam pendidikan Anak pada buku Spiritual Teaching dengan konteks pendidikan saat ini?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian menggunakan pendekatan kepustakaan (Library Research).Metode penelitian yang digunakan dengan jenis penelitian literer, sumber data primernya adalah buku Spiritual Teaching karya Abdullah Munir. Sedangkan sumber data sekundernya adalah buku-buku lain yang relevan dengan obyek pembahasan penulis.Metode pengolahan data yang dipakai adalah metode analisis kualitatif. Temuan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yaitu (1) Metode pembelajaran dalam pendidikan Anak yang terkandung dalam buku spirirtual teaching yaitu metode keteladanan dan sikap guru dalam proses pembelajran diantara: melembutkan hati, menyemai benih kasih sayang, istiqomah diri dan indikator cinta. (3) Metode pembelajaran yang terkandung dalam buku Spiritual Teaching sangat relevan dengan konteks pedidikan masa sekarang (kekinian), dan memang sangat penting untuk diterapkan.
xi
DAFTAR ISI
SAMPUL.………………………………………………….............................
i
LEMBAR BERLOGO....................................................................................
ii
JUDUL.............................................................................................................. iii PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................. iv PENGESAHAN KELULUSAN.....................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN......................................................
vi
MOTTO........................................................................................................... vii PERSEMBAHAN........................................................................................... viii KATA PENGANTAR....................................................................................
ix
ABSTRAK .....................................................................................................
xi
DAFTAR ISI..................................................................................................
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………………………………................
1
B. Rumusan Masalah……………………………………….................
5
C . Tujuan Penelitian………………………………………..................
6
D. Kegunaan Penelitian…………………………………….................
6
E. Metodologi Penelitian…………………………………...................
7
F. Penegasan Istilah……………………………………......................
10
G. Sistematika Penulisan……………………………………..............
12
BAB II BIOGRAFI ABDULLAH MUNIR A. Riwayat Hidup Abdullah Munir…………………………..............
14
B. Karya-Karya Abdullah Munir…………………..............................
16
C. Gambaran Umum Materi Buku Spiritual Teaching.........................
17
xii
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN A. Metode Pembelajaran dalam Buku Spiritual Teaching....................
27
B. Tujuan Metode Pembelajaran dalam Buku Spiritual Teaching.......
60
BAB IV ANALISIS PENELITIAN A. Metode Pembelajaran dalam Pendidikan.........................................
62
B. Relevansi Metode Pembelajaran dalam Pendidikan dengan Buku Spiritual Teaching...........................................................................
65
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………………………………………..........................
72
B. Saran-Saran………………………………………...........................
74
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HI
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan kombinasi aktifitas di dalam pendidikan yang dilakukan peserta didik dan guru. Di dalam pembelajaran perlu adanya rencana pembelajaran yang matang dan terperinci, sehingga dapat memberi peluang tercapainya keberhasilan guru. Menurut Gagne, pembelajaran dapat diartikan sebagai proses memodifikasi dalam kapasitas manusia yang bisa dipertahankan dan ditingkatkan levelnya (Huda, 2014: 3). Pembelajaran dalam undang-undang RI No. 20 tahun 2003 Pasal 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional diterangkan bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik
dan
sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar”. Berdasarkan UU diatas dapat dikatakan bahwa proses pembelajaran yang layak adalah pembelajaran yang di dalamnya terdapat komunikasi dan hubungan timbal balik antara guru dan siswa. Maka dalam mewujudkan suasana pembelajaran yang membawa
keaktifan siswa dan membimbingnya kearah kedewasaan,
seorang guru harus memilih metode mengajar yang digunakan. Karena penggunaan metode harus sesuai dan selaras dengan karakteristik siswa, materi, dan kondisi lingkungan pengajaran.
1
Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan
oleh
guru
guna
kepentingan
pembelajaran.
Dalam
melaksanakan tugas guru sangat jarang menggunakan satu metode, tetapi selalu memakai lebih dari satu metode. Karena karakteristik metode yang memiliki kelebihan dan kelemahan menuntut guru untuk menggunakan metode yang bervariasi (Djamarah, 2000: 19). Dalam pandangan filosofis pendidikan, metode merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan (Arifin, 1994: 97). Dari keterangan diatas yaitu metode sebagai sebuah alat, tentunya metode harus dipersiapkan dengan baik, karena dengan alat yang tepat, proses yang dilakukan akan semakin efekif dan efisien. Metode pembelajaran yang tidak efektif akan menjadi penghambat kelancaran proses pembelajaran sehingga banyak tenaga dan waktu terbuang sia-sia. Oleh karena itu, metode yang diterapkan oleh seorang guru akan berdaya guna dan berhasil jika mamp dipergunakan dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Metode merupakan dasar yang paling tepat dalam meningkatkan kulaitas pembelajaran. Karena kesesuaian metode dengan metode materi yang diajarkan akan membantu siswa dalam memahami materi yang sedang disampaikan, sehingga peran metode sangatlah penting dalam menunujang proses keberhasilan pembelajaran. Metode pembelajaran juga berarti pilihan cara yang digunakan dalam proses pembelajaran (Assegaf, 2
2011:119). Jadi, pemilihan kata metode pembelajaran disini dimaksudkan sebagai variasi cara yang dilakukan dalam proses pembelajaran. Idealnya seorang guru tidak hanya sekedar mengajar di dalam kelas, membacakan buku, kemudian memberikan tugas. Tetapi guru juga harus bisa membekali anak didiknya dengan akhlak dan moral yang baik. Sealain harus mempunyai bekal keilmuan yang tinggi seorang guru harus mampu membimbing dan menjadi teladan bagi muridnya dan panutan di dalam masyarakatnya, mempunyai semangat, niat yang ikhlas, sabar serta ketulusan hati. Bila seorang guru mengajar sesuai niat panggilan jiwanya tentu akan mampu mengantarkan anak didiknya pada kehidupan intelektual dan sosial yang baik. Begitupula menjadi seorang guru harus tahu betul seluk-beluk hakikat guru itu sendiri memahami dengan seksama peranan dirinya. Dalam hal mengajar guru harus benar-benar memperhatikan berbagai hal atau etika baik di dalam ruang kelas maupun di luar kelas. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Undang-Undang Guru dan Dosen No.14 Th.2005 Bab Guru, Pasal 8). Selain membekali kecakapan akademik kepada murid guru juga harus mampu menciptakan hubungan yang baik antara guru dengan siswa seperti yang dinyatakan oleh Mark Twain. Guru bukanlah satu-satunya
3
sumber ilmu pengetahuan karena jika hanya itu, maka google berfungsi jauh lebih sempurna sebagai sumber belajar. (Asmani, 2009: 22). Dalam interaksi edukatif antara guru dan siswa untuk menciptakan suasana yang menyenangkan perlu adanya sentuhan-sentuhan dari dalam diri sang guru kepada siswa, sehingga akan terjadi sebuah ikatan batin antara guru dan siswa, terciptanya rasa kasih sayang yang menjadikan siswa akan semangat dalam belajar. Namun pada realitasnya hal inilah yang sering diabaikan oleh para guru di sekeliling kita. Banyak guru yang kurang atau bahkan tidak mencintai profesinya sehingga dia pun kurang mencintai anak didiknya. Mengajar hanya sekedar memenuhi tugasnya sebagai pengajar, dan mengabaikan hal yang lainya. Ada pula yang bersikap acuh pada murid, sehingga mereka pun menerima ilmu pengetahuan yang telah di ajarakan oleh guru hanya sekedar menerima tanpa memahami. Sebab, guru hanya mengajarkan tanpa memahamkan. Dari sisi yang lain, guru tidak memperhatikan metode-metode pembelajaran yang digunakan. Padahal sudah disinggung di bagian atas bahwasannya metode lebih penting daripada materi. Untuk itu guru pun perlu menggunakan metode. Tetapi guru lebih penting daripada metode. Sebab dengan semangat guru yang paling penting dari semua hal tersebut. Dengan semangat guru tersebut nantinya yang akan mampu menghidupkan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, menarik dan menyenangkan dengan sentuhan batin yang berupa kasih, sayang, dan cintanya pada anak didik.
4
Dalam konteks pengunaan metode pembelajaran di atas, Abdullah Munir dengan ilmu dan pengalamannya melalui buku Spiritual Teaching ingin memberi bimbingan kepada para guru agar dapat menikmati hariharinya di depan murid dan mengantarkan anak didiknya kelak menjadi manusia yang mengerti tujuan hidupnya. Menjalani kegiatan mengajar lebih dalam lagi, mendidik dengan metode pembelajaran yang berbekal rasa cinta yang melimpah. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis terdorong mengkaji untuk lebih lanjut tentang “METODE PEMBELAJARAN DALAM PENDIDIKAN
(KAJIAN
TERHADAP
BUKU
SPIRITUAL
TEACHING KARYA ABDULLAH MUNIR)”
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini secara umum adalah bagaimana metode pembelajaran dalam pendidikan yang disamapaikan oleh abdullah munir. Rumusan masalah tersebut, dirinci sebagai berikut: 1. Bagaimana metode pembelajaran dalam pendidikan pada buku Spiritual Teaching? 2. Bagaimana relevansi metode pembelajaran dalam pendidikan pada buku Spiritual Teaching dengan konteks pendidikan saat ini?
5
C. Tujuan Penelitian Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mendeskripsikan
metode
pembelajaran dalam pendidikan yang digagas oleh Abdullah Munir yang tertuang di dalam buku Spiritua Teaching. Adapun tujuan umum tersebut dirinci menjadi tujuan khusus sebagai berikut: 1. Mengetahui konsep metode pembelajaran dalam pendidikan pada buku Spiritual Teaching. 2. Mengetahui deskripsi relevansi metode pembelajaran pada buku Spiritual Teaching dengan konteks pendidikan saat ini. Ketiga tujuan penelitian yang nanti hasilnya semoga bermanfaat bagi khalayak umum dan khususnya bagi penulis, sehingga dapat membuka wawasan serta pemikiran baru yang yang dapat menambah pengetahuan tentang isi yang terkandung dalm buku Spiritual Teaching yang mengacu pada metode pembelajaran dalam pendidikan yang terkandung di dalamnya.
D. Kegunaan Penelitian Adapun penelitian atau pembahasan terhadap masalah tersebut di atas mempunyai maksud agar berguna sebagai berikut : 1. Teoretis : Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif bagi dunia pendidikan pada umumnya dan
6
khusunya yang menyangkut metode pembelajaran dan relevansinya di dalam pendidikan yang digunakan dalam proses pembelajaran. 2. Praktis : a) Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana dalam memperoleh informasi dan pengetahuan peneliti dalam memakai metode
pembelajaran
dan
relevansinya
di
dalam
proses
pembelajaran. b) Bagi Lembaga Pendidikan Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan kajian dalam pengembangan metode pembelajaran dan relevansinya di dalam pendidikan islam.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library reseacrh), yakni penelitian yang data diolah dan digali dari berbagai sumber buku, surat kabar, majalah dan beberapa tulisan yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini (Subagyo. 1991: 109). Adapun dalam penelitian ini mempunyai sifat penelitian deskriptif-analisis, yakni memaparkan pandangan dan pemikiran Abdullah Munir tentang metode pembelajaran dalam
7
pendidikan dan relevansinya dengan konteks pendidikan saat ini di dalam buku Spiritual Teaching. 2. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan atau (library research) dengan langkah : a. Membaca buku-buku sumber, baik primer maupun sekunder. b. Mempelajari dan mengkaji serta memahami kajian yang terdapat dalam buku-buku sumber. c. Menganalisis untuk diteruskan identifikasi dan mengelompokan serta klasifikasikan sesuai dengan sifatnya masing-masing dalam bentuk per bab. Dalam pengambilan dan pengumpulan data penelitian ini juga menggunakan metode. Pengumpulan data yang dapat berupa buku, kitab, jurnal, artikel, dokumen dan lain sebagainya. Dengan demikian, penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut (Suryabrata, 1995: 66). 3. Sumber Data Penelitian ini menggunakan sumber data yang bersifat kepustakaan yang sumber datanya diambil dari dokumen-dokumen kepustakaan seperti buku, majalah, paper, koran, kitab dan sumber literatur lainnya yang dibutuhkan. Dalam pengumpulan data ini digunakan dua sumber data yaitu:
8
a. Sumber Data Primer Sumber data primer adalah sumber data yang paling utama digunakan dan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah buku tentang Spiritual Teaching karya Abdullah Munir. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah buku-buku, dan sumber lain yang mendukung penelitian ini, berbagai literatur yang berhubungan dan relevan dengan objek penelitian, baik itu berupa buku, artikel di surat kabar, majalah, tabloid, website, dan blog di internet yang berupa jurnal. 4. Metode Analisis Data Melihat objek penelitian ini adalah buku-buku atau literatur yang termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan, maka penelitian ini adalah ini merupakan library research. Data yang terkumpul selanjutnya akan penulis analisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif dengan cara: a. Deduktif Yaitu apa yang dipandang benar dalam peristiwa dalam satu kelas atau jenis, berlaku pada hal yang benar pada semua peristiwa dalam suatu kelas jenis. Hal ini adalah suatu proses berfikir dari pengetahuan yang bersifat umum dan berangkat dari pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengetahuan yang khusus (Hadi, 1990: 26).
9
Metode ini bertujuan untuk mengetahui perpindahan dari pola pemikiran yang bersifat umum kepada penarikan pola pemikiran yang khusus. Metode ini digunakan oleh penulis untuk menganalisa data tentang metode pembelajaran dalam pendidikan. b. Metode Induktif Yaitu metode yang berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa kongkrit, kemudian dari fakta-fakta dan peristiwa yang kongkrit ditarik dalam generalisasi yang bersifat umum (Hadi, 1990: 26). Metode ini bertujuan untuk mengetahui fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang khusus kemudian ditarik kesimpulan menjadi umum. Metode ini penulis gunakan untuk menganalisis data tentang metode pembelajaran dalam pendidikan di dalam buku Spiritual Teaching karya Abdullah Munir.
F. Penegasan istilah Untuk memahami judul dan mempermudah serta menghindari kesalahan , maka akan dijelaskan beberapa kata pokok yang terdapat pada judul di atas, yaitu: 1. Metode Metode berarti cara atau teknik-teknik tertentu yang dianggap baik (efisien dan efektif), sedangkan mengajar berarti merangkaikan kegiatan yang dilakukan oleh guru atau pengajar untuk menyampaikan sejumlah pengetahuan pada peserta didik (transfer of knowledge) (Asril,
10
2011: 4). Sedangkan menurut Ramayulis metode dalam bahasa Arab, dikenal dengan istilah Thoriqoh yang berarti langkah-langkah strategi yang dipersiapkan untuk melakukan suatu kegiatan. Bila dihubungkan dengan pendidikan maka metode ini harus diwujudkan dalam proses pendidikan, dalam rangka mengembangkan sikap mental
dan
kepribadian agar peserta didik (Ramayulis, 2008: 188). 2. Pembelajaran Pemebelajaran juga diartikan sebagai suatu peristiwa atau situasi yang sengaja dirancang dalam rangka membantu dan memeper mudah proses belajar dengan harapan dapat membangun kreativitas siswa (Nazarudin, 2007: 163). 3. Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara (Maslikhah, 2009: 130). 4. Spiritual Kata spiritual sendiri dapat dimaknai sebagai hal-hal yang bersifat spirit atau berkenaan dengan spirit, dari sini kita dapat mengartikan “spiritual” sebagai suatu hal yang berkaitan dengan kemampuan kita dalam membangkitkan “semangat”. Misalnya, bagaimana kita benar-
11
benar
memperhatiakn
“jiwa”
dan
“sukma”
kita
dalam
menyelenggarakan kehidupan di bumi (Alya, 2009: 748). 5. Teaching Adapun “Teaching” disini berarti mengajar. Mengajar adalah suatu proses yang kompleks. Tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa, untuk proses mengajar sebagai proses menyampaikan pengetahuan, akan lebih tepat diartikan dengan menanamkan ilmu pengetahuan seperti yang dikemukan Smith bahwa mengajar adalah menanamkan pengetahuan atau ketrampilan (Teaching Is Imparting Knowledge) (Sanjaya, 2006: 96).
G. Sistematika penulisan Sistematika penulisan skripsi yang disusun terbagi dalam tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri dari sampul, lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan orisinalitas, halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman daftar isi, halaman daftar lampiran. Bagian inti atau isi dalam penelitian ini, akan disusun ke dalam lima bab yang rinciannya adalah sebagai berikut: Pada BAB I, akan memaparkan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitan, penegasan istilah dan sistematika penulisan.
12
Pada BAB II, diuraikan mengenai gambaran riwayat hidup dari Abdullah Munir sebagai penulis buku, perjalanan intelektual atau pemikiran, dan karya-karya yang beliau hasilkan, dan gambaran umum isi materi buku Spiritual Teaching karya Abdullah Munir. Pada BAB III, membahas tentang deskripsi pemikiran Abdullah Munir tentang metode pembelajaran dan tujuan metode pembelajaran menurut Abdullah Munir pada buku Spiritual Teaching. Pada BAB IV, akan memaparkan analisis penelitian, yang terdiri dari analisis metode pembelajaran dan relevansi metode pembelajaran pada buku Spiritual Teaching dengan konteks pendidikan saat ini. Pada BAB V, berisi mengenai kesimpulan dan saran. Daftar Pustaka. Lampiran-Lampiran.
13
BAB II RIWAYAT HIDUP ABDULLAH MUNIR DAN GAMBARAN UMUM BUKU SPIRITUAL TEACHING
A. Biografi Abdullah Munir Abdullah Munir dilahirkan di Brebes, Jawa Tengah, 1 Januari 1975. Dia merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Pendidikan dasar hingga menengah ia tempuh di Kota kelahirannya dari tahun 1984 sampai 1987 yaitu di Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatus Sibyan, Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah, Madrasah Aliyah Muhammadiyah. Karena beliau mencintai dunia pendidikan beliau pun memilih studi jenjang sarjana di Fakultas Tarbiyah pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN), yang kini menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan lulus pada tahun 2002 (Munir, 2010). Abdullah Munir adalah seorang yang aktif dalam ber organisasi, sehingga semenjak remaja, dia mengembangkan bakat kepemimpinannya diberbagai organisasi, sehingga kariernya sebagai pendidik tergolong cemerlang. Contohnya pada masa remaja (pada saat ia duduk di bangku MA Muhammadiyah Brebes) ia aktif diorgaisasi IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah Brebes) dan menjabat sebagai sekretaris. Kemudian pada saat beliau di perguruan tinggi beliau pun melanjutkan organisasinya yaitu masuk sebagai anggota IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Namun semasa
14
kuliah ia menyibukkan diri untuk menekuni dunia tulis menulis dan juga sebagai pendidik. Hal ini dapat dilihat kesibukannya sebagai editor sekaligus anggota Tim penyusun buku Pendidikan Agama Islam untuk SD pada penerbit Cempaka Putih, Klaten. Abdullah Munir adalah seorang yang aktif di dunia pendidikan, semenjak remaja beliau mengembangkan bakat kepemimpinannya di berbagai organisasi sehingga kariernya sebagai pendidik tergolong cemerlang. Hal ini dapat terlihat pada waktu semasa kuliah beliau sudah aktif sebagai guru sehingga pada tahun 1998 beliau merintis SD Islam Terpadu Hidyatullah di Sleman, Yogyakarta dan menjabat sebagai Kepala Sekolah Dasar Islam Terpadu Hidayatullah (1998-2002). Dilanjutkan pada tahun 2002 beliau merintis sekolah serupa yakni SD Islam Terpadu AlMadinah di Kebumen, Jawa Tengah (2003-2008). Selanjutnya, mulai tahun 2008 ia diberi amant untuk mengajar di SMP Integral Hidayatullah (Munir, 2010). Baginya hidup adalah ibadah, hal ini yang menjadi motto dalam mengabdikan dirinya menjadi guru. Dapat dilihat dari ketekunan abdullah munir dalam mendidik Yayasan Hidayatullah dan SD IT Hidayatullah Yogyakarta sebagai bentuk kepeduliannya terhadap dunia pendidikan dan menginginkan untuk meningkatkan profesionalisme guru, karena melihat betapa memprihatikannya profesionalisme guru. Dengan begitu Abdullah Munir bergegas untuk berusaha membangun citra guru. Menurutnya, sebagai guru harus mempunyai motivasi yang berlandaskan Islam, yang
15
berarti guru harus mempunyai sifat tawakal dan istikomah yang mana setiap pekerjaan harus diserahkan kepada Alloh SWT. Hal ini sebagi bentuk penghambaan dan pengabdiannya kepada Alloh. Dengan begitu sikap istiqomah dan rasa ikhlas pun datang dengan sendirinya. Karena apabila seorang guru yang tidak memilliki.sikap seperti itu maka guru akan menjadi manusia materialistik yakni segala sesuatnya mengharapkan imbalan atau uang.
B. Karya-Karya Abdullah Munir Selain profesinya sebagai seorang guru, Abdullah Munir juga sebagi seorang penulis buku. Adapun beberapa karya-karya buku yag dihasilkan oleh Abdullah Munir, meliputi antara lain: 1. Buku panduan PAI untuk SD, yang diterbitkan oleh Cempaka Putih, tahun 2003. 2. Buku dengan judul Spiritual Teaching, yang diterbitkan oleh Pustaka Insani Madani, tahun 2006. 3. Buku dengan judul Safar; Fikih Praktis, yang diterbitkan oleh Pustaka Insan Madani, tahun 2007. 4. Buku dengan judul 100 Masalah Puasa Yang Sering Ditanyakan, yang diterbtkan oleh Qadasia, tahun 2008. 5. Buku dengan judul Super Teacher, yang diterbitkan oleh Pedagogia, tahun 2010.
16
6. Buku dengan judul Catatan Cinta Seorang Guru, yang diterbitkan oleh Pedagogia, tahun 2010. 7. Buku dengan judul Pendidikan Karakter; Membangun Karakter Anak Sejak Dari Rumah, yang diterbitkan oleh Pedagogie, tahun 2010. 8. Buku dengan judul 101 Kesalahan Orang Tua Ketika Berinteraksi dengan Anak Usia Dini, yang diterbitkan oleh Pedagogie, tahun 2012.
C. Gambaran Umum Materi Buku Spiritual Teaching Buku Spiritual Teaching : Agar Guru Semakin Mencintai Pekerjaan Dan Anak Didiknya karya dari Abdullah Munir ini terdiri dari 5 Bab, yang disajikan dengan penulisan gaya bahasa yang praktis, cerita, dan juga beserta contoh-contohnya. Sebagai gambaran umum dari buku ini, yakni: Bab Pertama, Teladan Mulia. Terdapat 8 tema, yaitu: 1. PeDE Boleh, Overacting Jangan! Menejelaskan walaupun berpendidikan tinggi, guru tetap memiliki peluang kegagalan besar. Hal ini dapat terjadi ketika guru terlalu yakin dengan kemampuan yang dimilikinya, atau terlalu percaya diri dengan ilmu yang telah dipelajarinya. Sikap guru yang terlalu yakin dengan kemampuannya, hingga mengabaikan peran alloh akan memebuatnya kehilangan kekuatan jiwa tatkala menemui masalah. Untuk itu guru tidak boleh melupakan peran Alloh dan selalu Bertawakal kepada Alloh SWT sebagai Sang Pencipta yang telah menentukan takdir.
17
2. Waspada Emosi Guru harus pandai mengendalikan emosinya. Jangan sampai persoalan
internalnya
dibawa-bawa
saat
ia
berada
disekolah.
Mempunyai kemampuan mengelola emosi yang baik dan canggih. Misalnya, mengambil posisi badan berjongkok ketika ingin berbicara dengan siswa. 3. Menjadi Sosok Pemaaf Dalam kondisi situasi apapaun guru tidak boleh memberi klaim negatif pada anak. Untuk menghindari hal itu maka guru harus menjadi sosok pemaaf. 4. Naluri Hewaniah Anak Tak ada untungnya sama sekali bila guru menerima kesalahan anak didiknya, kemudian menyimpannya didalam hati. Seharusnya guru menyadari anak berbuat kesalahan tidak dengan kesadaran sebagaimana kesadaran orng dewasa. Anak berbuat kesalahan karena dorongan naluri kekanak-kanakannya ketimbang pertimbangan rasional. Naluri inilah, jika dicermati, sangat mirip naluri yang ada pada hewan. 5. Tidak Otoriter Tidak Pula Demokratis Tidak selamanya pelanggaran yang dilakukan siswa terjadi karena mereka tidak taat peraturan. Ada juga pelanggaran yang dilakukan siswa terjadi karena kurangnya rasa memiliki terhadap peraturan. Pemahaman bahwa peraturan itu ditegakan demi kebaikan semua warga sekolah termasuk diri mereka, sangatlah minim. Dalam keadaan
18
semacam ini, harus ditumbuhkan budaya musyawarah dan dialog. Msalnya dengan mengadakan musyawarah secara serentak, hingga tak ada satu pun siswa yang tidak terlibat di situ, semuanya boleh berpendapat. 6. Ada yang Perlu disipakan Agar dapat tampil logis dan penuh dengan sikap bijak, ada hal-hal yang perlu disiapkan terlebih dahulu. Diantaranya kesiapan guru untk mendengar kata-kata siswa. Ini bukanlah pekerjaan gampang. Sebab guru sering terjebak pada posisi seolah “serba tahu”. 7. Bertawakal Dengan memahami prinsip takdir Allah, guru tidak akan muda berputus asa. Ia akan memiliki kesadaran, bahwa sepandai apa pun keahlian mengajar yang dimilikinya, hasil akhir tetap ditangan Alloh. 8. Cara Muda Bertaakal Pertama adalah meyakinkan diri bahwa ilmu Allah berada di atas ilmu siapapun. Alloh swt. Adalah sumber dari segala sumber ilmu. Kedua, meyakini kehendak (masyiah) Allah swt. Guru harus yakin bahwa kehendak Allah berada diatas semua makhluk-Nya, termasuk dirinya sendiri dan anak didiknya.
19
Bab Kedua, Melembutkan Hati. Terdapat 6 tema, yaitu: 1. Proklamasi Pertama: Aku Juga Mencintaimu Sederhananya, segala yang dilakukan anak sesungguhnya adalah teriakan yang berbunyi, “cintailah aku, cintailah aku!”. Oleh karena itu, tak perlu tergesa-gesa menyalahkan anak. Lebih baik segeralah menangkap pesan rahasia dari anak itu, yakni pesan cinta. Dan proklamasikan di dalam hatinya: “aku juga mencintaimu, nak...” itu adalah bahasa cinta. 2. Proklamasi Kedua: Aku Hadir Demi Kamu Jika guru telah menganut filsafat “aku dihadirkan oleh Allah ke dunia ini memang kalian semua”, insya Alloh, bagaimanapun karakter siswa yang dihadapi, guru akan mampu menerima apa adanya. 3. Gunjingan di Ruang Guru Terkadang
guru
malah
menunjukan
perilaku
yang
tidak
menunjukan cintanya kepada muridnya. Misalnya, anak-anak biang keladi menjadi gunjingan di ruang guru. Tingkah pola mereka yang konyol, apalagi prestasi yang amburadul, menjadi gosip yang mengasyikan. 4. Proklamasi Ketiga Akulah Sahabatmu Posisi teman dekat atau sahabat bagi seorang anak sangatlah penting. Menjadi sangat berbahaya bila seorang anak merasa tidak memiliki teman dan komunitas sebaya (Peer Group) nya. Maka para
20
guru berkepentingan dan berkewajiban untuk turut menciptakan suasana pergaulan yang penuh persahabatan, diantara para muridnya. 5. Cuma Jadi “Teman Dinas” Kadang-kadang, guru tidak banyak berperan sebagai teman sejati bagi para siswanya. Pertemanan yang sering terjadi tak lebih hanya “Pertemanan Dinas”. Hampir seluruh komunikasi yang terjadi antara guru dengan siswa dilakukan ketika hanya terkait dengan profesi. 6. Menjadi Teman Sejati Guru yang memilih peran “Teman Sejati” tidak menegur siswanya. Tetapi dengan sapaan yang lain seraya menyempatkan diri duduk di sisinya. Inilah yang dimaksud dengan komunikasi “pemecah es” (ice breaker).
Bab Ketiga, Menyemai Benih Kasih Sayang. Terdapat 10 tema, yaitu: 1. Membangun Citra Sekolah Langkah yang efektif untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat adalah membuktikan bahwa sekolah kita benar-benar berkualitas. Diukur dari kualitas lulusan sekolah itu. Apakah sekolah kita mempunyai kualitas yang sama, lebih atau malah lebih buruk. Kelebihan kualitas ini dapat diukur dari karakter-karakter unggul, bukan hanya secara akademiknya, melainkan juga dari rasa percaya diri, keuletan, keberanian, dan kemandirian siswa.
21
2. Terapkan Kiat-Kiat Sederhana Guru perlu berbagai cara untuk memoles dan mewarnai hubungannya dengan anak. Sebab, ada beragam karakter anak. Untuk itu dibutuhkan kiat-kiat khusus. Kiat-kiat ini hubungan yang berkualitas akan menghasilkan keselarasan (harmoni). Sebaliknya hubungan yang buruk akan menimbulkan kekacuan (disharmoni). 3. Istimewakan Setiap Anak Ada beraneka cara untuk mengistimewakan anak didik. Dan intinya bentuk pengistimewaan adalah kita menyempatkan diri untuk berinteraksi dengan mereka sambil bermain peran (role playing) walau hanya sebentar. 4. Curahkan Perhatian, Berilah Hadiah Sebagai guru janganlah segan untuk meluangkan waktu dan perhatian kita pada mereka. Dan beri hadiah pada yang berprestasi. 5. Bantulah Kesulitan Mereka Karena anak belum mampu melakukan sosialisasi dan internalisasi kebudayaannya. Maka, sebagai guru, biasakanlah membantu mengatasi setiap kesulitan mereka. 6. Jangan Pelit Memuji Bagi anak, pujian orang dewasa akan memuaskan jiwanya. “pujian bagi anak adalah piala.”.
22
7. Tanggapi Obrolan “Tak berguna” Mereka Sebagai pendidik yang melandasi pekerjaannya dengan cinta. Anak didik perlu didengar dan ditanggapi pertanyaan-pertanyaannya. 8. Jangan Lupa. Sentuhan Fisik Mendekap, mengelus kepala, menggendong, menggandeng tangan, mengajak bermain bersama, atau memberikan tepukan di bahu tanda bangga adalah hal yang lazim diraskan sebgai bentuk kasih sayang orang dewasa pada anak-anak, apalagi untuk anak TK dan SD. 9. Hadirkan Mereka Dalam Do‟a Guru bisa mendoakan anak didiknya setiap selesai shalat fardhu, sunah atau bahkan menghadirkan mereka didalam do‟a-do‟a khusus pada saat shalat malam. 10. Cobalah Angket Cinta Siapa guru yang menyayangi kamu? Atau, kamumerasa dicintai oleh guru siapa? Dan mengapa kamu merasa dicintai oleh guru itu?
Bab Empat, Beristiqamah Diri. Terdiri dari 7 tema, yaitu: 1. Ingatlah Janji Alloh Apabila anak adam mati, maka putuslah seluruh amalnya kecuali tiga. (yaitu) sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdo‟a untuknya. (H.R. Muslim).
23
2. Mengelola Resiko Repot, penghasilan pas-pasan, dan sering sakit hati, itulah resiko seorang guru. 3. Miliki Totalitas Mencurahkan seluruh potensinya, waktu, tenaga, ketrampilan, metri, pikiran, bahkan “kehormatan”, semua dipertaruhkan tidak setengah-setengah. 4. Membandingkan Diri dengan Orang Lain Membulatkan tekad menjadi guru adalah hal yang penting, dan berhati-hati dalam membanding-bandingkan diri dengan orang atau profesi lain. 5. Figur Nyata utuk Bercermin Guru harus menentukan figur nyata yang dikagumi prestasi dandedikasinya, yang dapat dipelajari dan dijadikan cermin. Untuk menjaga semangat dan standar kinerja yang jelas sehingga tahu kapan berhasil dan kapan gagal. 6. Bekali Diri dengan Segudang Keterampilan Mengajar adalah seni. Sebab, mengajar membutuhkan ketrampilan dan kreativitas. 7. Luruskan Niat, Antisipasi Masalah Sedia payung sebelum hujan. Adalah ungkapan yang pas untuk menerjemahkan istilah “Antisipasi”.
24
Bab Kelima, Indikator Cinta. Terdiri dari 8 tema, yaitu: 1. Dekasi dan Cinta Guru Pada akhirnya, guru akan mampu menunjukan dedikasinya terhadap profesinya sebab dan hanya cuma cinta, kasih, dan sayanglah yang menjadi landasannya. 2. Pasokan Energi yang Berlimpah Orang yang sedang jatuh cinta akan memiliki pasokan energi yang luar biasa. 3. Kesediaan Berkorbaan Kreativitas seorang guru muncul ketika komitmen, konsentrasi, dan dedikasi dia curahkan sepenuhnya bagi keberhasilan proses pendidikan dan anak didiknya. 4. Selalu Ingin Memberi yang Terbaik Dengan modal kasih-sayang total, seorang ibu mampu berperan laksana matahari bagi anak-anaknya. Begitu pun guru, mampu memberikan yang terbaik buat anak didiknya. 5. Respons Balik Siswa Gru yang ideal adalah guru yang dijadikan figur lekatan oleh siswanya. Figur lekatan tidak bisa dipaksa, ia hadir atas dasar pengakuan. 6. Lebih Didengar Seluruh
tutur
kata
guru
yang
telah
melandasi
profesionalnya dengan cinta akan lebih didengar oleh siswanya.
25
dedikasi
7. Merasa Aman Nilai-nilai cinta, kasih, dan sayang yang melandasi pelaksanaan tugas guru akan berdampak pada timbulnya rasa aman pada anak didik. 8. Imbalan Terbaik Imbalan terbaik selain pahala dari allah swt. Adalah kelak dikemudian hari, guru-guru terbaik bakal memperoleh persembahan terbaik-dalam beraneka bentuk, material maupun nonmaterial-dari mantan murid-muridnya, namun tanpa disangka-sangka sebelumnya.
26
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Metode Pembelajaran dalam Buku Spiritual Teaching Abdullah Munir dengan pemikirannya Spiritual Teaching menekankan pada para guru untuk bersikap “Spiritual”. Artinya menjalankan profesi guru sebagai sebuah profesi yang mulia, agung, dan suci dan mencintai profesinya dan menguatkan sikap cinta, kasih, serta sayang kepada para anak didiknya. Berkenaan dengan hal ini Abdullah Munir menjelaskan metode-metode pembelajaran agar guru senantiasa mencintai pekerjaan dan anak didiknya. Sebagaimana akan disajikan sebagai berikut:
1. Teladan Mulia
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun
bagi
mereka,
dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian
27
apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (Ali Imron [3]: 159).
Dengan ayat tersebut, Allah memberi pelajaran bagi kita bahwa Rasulullah senantiasa bersikap lemah-lembut dalam dakwahnya. Pesona cinta yang ditebarkan Rasulullah SAW Mampu membuat suku demi suku, bangsa demi bangsa, berbondong-bondong memeluk agama Islam. Cinta adalah sikap batin yang akan melahirkan kelembutan, kesabaran,
kelapangan,
kreativitas,
serta
tawakal,
sebagaimana
dicontohkan Rasulullah SAW. Cinta selalu meniscayakan sikap-sikap tersebut. Maka, sungguhlah ironis manakala ada guru berkata ”Aku menyayangi kalian.” Kepada siswanya, namun sikapnya justru tidak menampakan kasih-sayang secuil pun dalam interaksi dengan siswa. Selama ini, banyak umat Islam menegenal Rasulullah sebagai juru dakwah saja. Umat islam hanya menyebut para pengikut beliau sebagai “sahabat”, bukan “murid” seperti halnya pengikut Nabi Isa a.s. Padahal, upaya dakwah Rasululloh saw. Dapat dimaknai sebagai suatu proses pendidikan bagi umat manusia. Sehingga diibaratkan, Muhammad Adalah guru sejati dan segenap pengikut beliau adalah para “murid”. Maka, seluruh ilmu dan kebajikan yang beliau sampaikan adalah “pelajaran”, tahap-tahap dakwah yang beliau terapkan adalah “kurikulum”, cara penyampaian ajaran beliau pun disebut seagai “metode pembelajaran”.
28
Dengan begitu sangatlah tepat apabila para guru dapat meniru dan menerapkan metode dakwah Rasulullah dalam kegiatan belajar-mengajar sehari-hari disekolah, sesuai tuntutan situasi dan kondisi masing-masing. a. PeDe Boleh, Overacting Jangan! Walaupun berpendidikan tinggi, guru tetap memiliki peluang kegagalan besar. Gelar yang disandang bukanlah jaminan keberhasilan. Bahkan, sebaliknya, sangat mungkin gelar dan status pendidikan menjadi penyebab menuju kegagalan. Hal ini dapat terjadi ketika guru terlalu yakin dengan kemampuan yang dimilikinya, atau terlalu percaya diri dengan ilmu yang telah dipelajarinya. Menjadi manusia hanya mampu berusaha. Selebihnya, keputusan akhir atas hasil usaha kita tetap bergantung kepada Allah SWT. Sebagian orang memang kerap melupakan, kerja keras mesti dibarengi tawakal,
yakni berserah diri sepenuhnya kepada Allah serta
mengharapkan peran Allah sebagai Sang Pencipta dan Pengatur. Sikap guru yang terlalu yakin dengan kemampuannya, hingga mengabaikan peran Allah akan memebuatnya kehilangan kekuatan jiwa tatkala menemui masalah. Padahal, dalam dunia pendidikan terlalu banyak masalah yang mungkin terjadi sewaktu-waktu. Salah satu masalah terpenting adalah subjek pendidikan, yakni murid. Murid adalah anak manusia, yang dalam kehidupannya masih tetap misterius tidak dapat dipahami dengan rumus baku yang dihafal dan dicatat. Oleh
29
karena itu kemisteriusannya tetap melekat pada kehidupannya dan menjadi bagian dari rahasia Sang Pencipta b. Waspada Emosi Guru juga harus pandai mengendalikan emosinya. Jangan sampai persoalan pribadinya dibawa saat ia berada di sekolah. Persoalan pribadi ini biasanya muncul ketika guru sedang menghadapi masalah rumah tangga. Memang, namanya manusia biasa, tidak sedikit guru yang tak mampu memisahkan masalah tersebut dari wilayah tugas profesionalnya. Inilah yang sering menyebabkan masalah yang terjadi di rumah berimbas ke sekolah. Semestinya guru mempunyai kemampuan mengolah emosi secara lebih baik dan canggih. Misalnya dengan mengambil sikap badan berjongkok bila ingin berbicara dengan siswa. Dengan sikap demikian, waja guru akan sejajar dengan wajah siswa, sehingga pengendalian emosi lebih mudah dilakukan oleh guru dibanding ketika ia berbicar sambil berdiri, apalagi dengan berkacak pinggang! Contoh lain, sikap memegang lembut bahu murid terlebih dahulu ketika hendak mengatakan sesuatu juga merupakan sikap penghilang jarak antara guru dan murid. c. Menjadi Sosok Pemaaf Bagi guru, bertemu dengan anak-nak yang mngesalkan adalah santapan sehari-hari. Apalagi jika guru bertemu murid yang selalu menjadi biang keributan di kelasnya. Biasanya, anak-anak seperti itu
30
bertingkah dengan target memancing emosi gurunya. Jadi, apabila guru terpancing marah ketika bertemu anak ini, berarti dia telah berhasil. Sering pula guru berjumpa dengan anak yang memang telah membawa maslah dari rumah. Dalam kondisi demikian, segala yang ditawarkan guru oleh guru seolah salah melulu dihadapan anak semacam itu. Karena itu, bila tidak betul-betul memiliki kontrol emosi yang kuat, guru mudah terpancing bersikap kasar. Untuk menghindari hal-hal seperti itu, guru harus menjadi sosok pemaaf. Rasulullah SAW Memberikan contoh sempurna untuk sikap mulia ini. Misalnya, ada kisah yang menceritakan bahwa beliau memaafkan orang yang amat membenci beliau. Padahal, orang itu sampai meludahi beliau setiap kali menjumpai. Namun, apa yang Rasulullah lakukan kemudian? Saat orang itu sakit, Rasulullah menjadi orang yang pertama yang menengoknya. d. “Naluri Hewani” Anak? Tak ada untungnya sama sekali bila guru menerima kesalahan anak didiknya, kemudian menyimpannya ke dalam hati. Seharusnya guru menyadari anak berbuat kesalahan tidak dengan kesadaran sebagaimana kesadaran orng dewasa. Anak berbuat kesalahan karena dorongan naluri kekanak-kanakannya ketimbang pertimbangan rasional. Naluri inilah, jika dicermati, sangat mirip naluri yang ada pada hewan. Manusia adalah makhluk Allah yang ahsanu taqwim, sesempurnasempurnanya makhluk. Manusia dibekali Allah SWT dua naluri yang
31
menunjukan kesempurnaannya itu, yakni “naluri malaikat” dan “ naluri hewani” sekaligus. Akalnya nanti yang akan membuat dua hal yang bertolak belakang ini menjadi bersnergi. e. Tidak Otoriter, Tidak Pula Demokratis Tidak selamanya pelanggaran yang dilakukan siswa terjadi karena mereka tidak taat peraturan. Ada juga pelanggaran yang dilakukan siswa terjadi karena kurangnya rasa memiliki terhadap peraturan. Mereka merasa bahwa peraturan sekolah ada hanya untuk memaksa mereka. Pemahaman bahwa peraturan itu ditegakan demi kebaikan semua warga sekolah termasuk diri merek, sangatlah minim. Dalam keadaan semacam ini, harus ditumbuhkan budaya musyawarah dan dialog. Sekolah dapat memulainya dengan melibatkan siswa dan guru dalam membuat peraturan. Msalnya dengan mengadakan musyawarah secara serentak, hingga tak ada satu pun siswa yang tidak terlibat di situ, semuanya boleh berpendapat. Dengan demikian, dewan guru dan kepala harus merumuskan kesepakatan khusus sebelum mengadakan forum musyawarah dengan siswa. Tetap ada poin-poin khusus yang merupakan “harga mati”, sebelum musyawarah pembuatan peraturan berlangsung. Argumenargumen untuk memepertahankannya juga sudah disiapkan terlebih dahulu. Tentu saja bagi pengelola pendidikan Islam, argumen yang harus dibawa adalah nas-nas dari ajaran Allah dan Rasul-Nya. Nilainilai yang merupakan harga mati adalah nilai-nilai yang bersumber dari
32
Al-Qr‟an dan Hadis Nabi. Peraturan itu, jangan lupa, harus tetap berada didalam koridor keseimbangan antara hak dan kewajiban semua pihak dalam proses pendidikan. inilah salah satu contoh pentingnya musyawarah dan dialog. f. Ada yang Perlu Disiapkan Agar dapat tampil logis dan penuh dengan sikap bijak, ada hal-ahal yang perlu disiapkan terlebih dahuulu. Diantaranya kesiapan guru untk mendengar kata-kata siswa. Ini bukanlah pekerjaan gampang. Sebab guru sering terjebak pada posisi seolah “serba tahu”. Oleh karena itu, alasan siswa perlu didengar dan diuji keenarannya. Ini akan lebih aman bagi dirinya, dan ia akan selamat dari berburuk sangka (su‟uzan) sebelum kelas duduk masalahnya. Hal lain yang harus dimiliki guru pendialog adalah kemempuan untuk berempati. Empati adalah sikap membayangkan diri sendiri berada pada posisi orang lain. Prinsipnya adalah berbaik sangka (husnuzan), tanpa rasa curiga. Pengandaian seperti itu mempermudah guru menangkap dan mengerti inti penjelasan siswa. Apakah pelanggaran dilakukan karena kehilangan kontrol atau karena rasa keadilan yang terusik. g. Bertawakallah! Dengan memahami prinsip takdir Allah, guru tidak akan muda berputus asa. Ia akan memiliki kesadaran, bahwa sepandai apa pun keahlian mengajar yang dimilikinya, hasil akhir tetap di tangan Allah. Ketika menghadapi masalah, ia tak gampang surut. Baginya, kegagalan
33
terjadi bukan karena semata kebodohannya, melainkan mungkin juga karena Allah belum menghendaki keberhasilan seperti yang diinginkan. Menurut guru yang telah menyadari keterbatasan darinya, bisa jadi kegagalan justru menuju jalan keberhasilan. Jadi sungguh penting untuk tak berputus asa. Dan satu-satunya jalan menuju ke sana adalah mempertebal tawakal kepada Allah Rabbul „Izzati. h. Cara Muda Bertawakal Minimal ada dua hal yang perlu ditanamkan kedalam jiwa supaya guru mudah bertawakal. Pertama adalah meyakinkan diri bahwa ilmu Allah berada di atas ilmu siapa pun. Allah SWT adalah sumber dari segala sumber ilmu. Di dalam Al-Qur‟an sudah ditandaskan bahwa Allah SWT adalah Zat yang telah mengajarkan kepada manusia. Kedua, meyakini kehendak (masyiah) Allah SWT guru harus yakin bahwa kehendak Alloh berada di atas semua makhluk-Nya, termasuk dirinya sendiri dan anak didiknya. Dengan keyakinan tersebut, jika guru menemui kegagalan, dia akan merasa bahwa kegagalan itu bukanlah akhir segalanya. Dia yakin bahwa dibalik kegagalan akan ada kesuksesan. Dengan bertawakal, guru akan memiliki kepribadian yang menakjubkan! Ketika mendapat kesulitan ia bersabar; dan ketika mendapat keberhasilan ia bersyukur. Dua sifat ini sabar dan syukur, jka
34
ditempatkan secara tepat akan menjadi temeng sejati yang melindungi diri dari sifat sombong dan putus asa.
2. Melembutkan Hati Semua guru ingin mencintai siswanya. Dengan harapan siswa juga dapat mencintai dirinya. Inilah fitrah. Namun pada kenyataannya tidak semua guru dapat berhasil melakukan itu. Jadilah seperti kisah cinta yang tidak terbalas. Niat guru untuk mendidik siswa dengan cinta kasih, tanpa harus membentak, mencubit, atau berteriak keras, tidak kesampaian. Ada dua kemungkinan yang menyebabkan situasi demikian. Pertama, guru tidak mampu membahasakan cintanya, sehingga sinyalsinyal cintanya tidak tertangkap oleh siswa. Kedua, tidak menyiapkan hatinya dengan baik sehingga tak sabar ingin melihat respon cinta dari siswa. Ia tak sadar bahwa semua itu membutuhkan proses dan memakan waktu. Maka, guru wajib menumbuhkan cinta di dalam hatinya terlebih dahulu, lalu membahasakannya dengan benar kepada siswa. Dengan cara hati guru perlu disiapkan. Kiat-kiat berikut dapat diterapkan untuk melembutkan hati guru. Nantinya, setelah hati melembut, tanam dan rawatlah cinta diatasnya. Cintalah yang akan menjadi landasan hubungan guru dengan siswa. Ada tiga “Proklamasi Hati” yang mesti dilakukan dengan tepat (pada waktu yang sesuai) dan cermat (cocok dengan situasinya).
35
a. Proklamasi Pertama: Aku Juga Mencintaimu Ada naluri di dalam diri anak yang selalu mendorong mereka untuk banyak bertingkah. Naluri ini jarang tertangkap oleh orang dewasa. Itulah “naluri cinta”. semua tingkah laku anak adalah “bahasa cinta”. Sederhananya, segala yang dilakukan anak sesungguhnya adalah teriakan yang berbunyi, “cintailah aku, cintailah aku!” bila permohonan untuk dicintai itu tidak endapat respons positif dari orang-orang di sekelilingnya, bahasa cinta anak itu akan berubah menjadi sebaliknya. Oleh karena itu, tak perlu tergesa-gesa menyalahkan anak. Lebih baik segeralah menangkap pesan rahasia dari anak itu, yakni pesan cinta. Dan proklamasikan di dalam hatinya: “Aku juga mencintaimu!” itu adalah bahasa cinta. Misalnya dengan elusan, dekapan, hadiah, bantuan, senyuman, sapaan, dan lain-lain. b. Proklamasi Kedua: Aku Hadir Demi Kamu Jika guru telah menganut filsafat “Aku dihadirkan-Nya ke dunia ini memang memang demi kamu seorang”, Insya Allah, bagaimanapun karakter siswa yang dihadapi, guru aka mampu menerima apa adanya. Tidak mudah terpancing untk segera memberi “stempel” bahwa si A anak baik, si B anak malas, si C biang kerok, dan seterusnya. Sebab memahami kondisi anak adalah kondisi awal yang baik untuk berseminya cinta.
36
Demikianlah. Ketika guru menghadapi anak-anak biang keladi keributan, dan dia sudah hampir-hampir tak tahan, saat itulah ia perlu memakasa hatinya untuk memproklamasikan kembali pernyataan suci ini. “Aku dilahirkan dan dihadirkan-Nya, memang untuk mereka!” pernyataan ini memunculkan kesiapan hati untuk menerima keadaan siswa secara tulus, tanpa syarat. c. Gunjingan Di Ruang Guru Terkadang
guru
malah
menunjukan
perilaku
yang
tidak
menunjukan cintanya kepada muridnya. Misalnya, anak-anak biang keladi menjadi gunjingan di ruang guru. Tingkah pola mereka yang konyol, apalagi prestasi yang amburadul, menjadi gosip yang mengasyikan. Lebih baik, setiap kali berinteraksi dengan anak yang biang onar atau anak yang kurang pandai, guru selalu memproklamasikan pernyataan di dalam hati “Saya dilahirkan dan dihadirkan Allah memang untuk kamu, Nak!” pernyataan ini juga mampu melupakan catatan hitam para siswa biang keladi keributan dan mampu membuat emosional guru kembali ke titik netral. d. Proklamasi Ketiga: Akulah Sahabatmu Salah satu keunikan yang ada pada ajaran islam adalah pemakaian istilah “sahabat” untuk para teman dekat Rasulullah Muhammad SAW Berbeda dengan Nabi Isa a.s., misalnya yang memakai istilah “murid” untuk para pengikut beliau. Meski semua mengakui bahwa Rasulullah
37
adalah guru paling utama bagi umat manusia, dan para sahabat adalah murid-murid beliau, Rasulullah lebih memilih istilah sahabat sebagai sebutan untuk para rekan beliau. Hal ini menandakan bahwa antara beliau dengan umatnya tidak ada jarak sosial dan psikis. Beliau setara dengan mereka dan teman bagi mereka. Posisi teman dekat atau sahabat bagi seorang anak sangatlah penting. Menjadi sangat berbahaya bila seorang anak merasa tidak memiliki teman dan komunitas sebaya (peer group) nya. Maka para guru berkepentingan dan berkewajiban untuk turut menciptakan suasana pergaulan yang penuh persahabatan, di antara para muridnya. e. Cuma Jadi “Teman Dinas”? Kadang-kadang, guru tidak banyak berperan sebagai teman sejati bagi para siswanya. Pertemanan yang sering terjadi tak lebih hanya “Pertemanan Dinas”. Hampir seluruh komunikasi yang terjadi antara guru dengan siswa dilakukan ketika hanya terkait dengan profesi. Bila bertemu guru selalu menyapa, dengan sapaan seputar teguran dan kritik tentang kedisplinan, kerapian dan kepatuhan. Memang sapaan-sapaan itu tidak salah. Sembari menyapa mungkin guru mengajak siswa untuk berdisiplin dan menaati tata aturan. Bila melihat guru harus menjadi teman sejati bagi mereka, hal itu belum menunjukan perannya. Karena sapaan semacam itu, lama-kelamaan akan terbangun citra guru dimata sang anak bahwa guru tak lebih sebagai sosok “polisi”.
38
f. Menjadi teman sejati Pola hubungan “teman dinas” sangat berbeda denga pola hubungan “teman sejati”. Guru yang memilih peran “teman sejati” tidak menegur siswanya. Tetapi dengan sapaan yang lain seraya menyempatkan diri duduk di sisinya. Setelah itu, silakan guru memberi perhatian pada kerapian, kedisplinan, atau adab anak. Tegurlah dengan tegas jika kesalahan itu memang berat. Guru tidak perlu lagi khawatir. Sebab, sebelum guru memberikan perhatian negatif, dia telah mendahuluinya dengan perilaku positif. Untuk menjaga agar guru selalu konsisten dalam menjaga hubungan pertemanan dengan siswa, ada baiknya setiap kali berjumpa dengan mereka guru selalu mengingatkan diri sendiri akan sebuah proklmasi. “Aku adalah temanmu, Nak!” proklamisakan hal ini di dalam hati secara terus-menerus, setiap kali berjumpa dengan mereka. Insya Alloh, pada akhirnya guru akan betul-betul berhasil menjadi teman sejati bagi para siswanya.
3. Menyemai Benih Kasih Sayang Setelah membahas tentang kiat-kiat menyiapkan hati agar senantiasa lembut, langkah berikutnya adalah menyemai dan merawat bibit-bibit cinta, kasih, dan sayang diatas lahan hati yag sudah dilembutkan tadi.
39
Mendidik
dengan
berlandaskan
cinta
akan
berefek
pada
bertambahnya kepercayaan masyarakat kepada guru, juga terhadap sekolah. Sebab, bila anak didik penuh dengan rasa cinta, kasih, dan sayang, didalam dirinya akan tumbuh sifat-sifat positif, seperti kepercayaan diri yang tinggi, berani, dan tidak mudah patah semangat. a. Membangun Citra Sekolah Ketika sebuah lembaga pendidikan berdiri, tentu “citra” (image) akan dibangun pula. Pengelola sekolah akan menerbitkan brosur, memasang spanduk, serta menyelanggarakan promosi. Semua itu tidak lain ditunjukan untuk membangun citra. Dengan berbagai usaha memperkenalkan keberadaan sekolah sebaik mungkin dengan harapan agar mendapat respon positif dari masyarakat. Jika respon itu datang, akan banyak siswa yang masuk pada setiap tahun ajaran baru. Sebenarnya pekerjaan berat telah menunggu yaitu memlihara dan mempertahankan citra sekolah. Membangun lebih sulit, tetapi merawat bangunan jauh lebih sulit. Ini sama saja membangun kepercayaan pada masyarakat. Langkah yang efektif untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat adalah membuktikan bahwa sekolah kita benar-benar berkualitas. Biasanya diukur dari kualitas lulusan sekolah itu. Apakah sekolah kita mempunyai kualitas yang sama, lebih atau malah lebih buruk. Kelebihan kualitas ini dapat diukur dari karakter-karakter
40
unggul, bukan hanya secara akademiknya, melainkan juga dari rasa percaya diri, keuletan, keberanian, dan kemandirian siswa. Salah satu kiat jitu untuk membangun karakter unggul adalah dengan menekankan kepada semua guru, agar mendidik siswa dengan cinta, kasih, dan sayang. Jika hal itu sudah mampu dijalankan, tentu kepercayaan para orang tua terhadap guru dan sekolah akan semakin bertambah. b. Terapkan Kiat-Kiat Sederhana Untuk menumbuh dan merawat kasih sayang, dibutuhkan kiat-kiat khusus. Kiat-kiat ini hubungan yang berkualitas akan menghasilkan keselarasan (harmoni). Sebaliknya hubungan yang buruk akan menimbulkan kekacuan (disharmoni). Guru perlu berbagai cara untuk memoles dan mewarnai hubungannya dengan anak. Sebab, ada beragam karakter anak. Ada anak yang suka diberi hadia, tapi belum tentu suka di beri pujian. Ada yang mungkin lebih suka ditemani mengobrol ketimbang dibantu pekerjaannya. Itu menegaskan bahwa guru harus mempunyai cara-cara khusus yang disukai anak. Guru dituntut untuk mampu kreatif dalam menerjemahka teori (yang tertulis) menjadi tindakan (yang praktis) di sekolah. c. Istimewakan Setiap Anak Murid memang berkewajiban memuliakan guru. Namun, apakah relasi seperti itu yag harus dijalankan? Sebagai guru, anda tidak perlu ragu untuk mengistimewakan anak-anak didik anda.
41
Ada beraneka cara untuk mengistimewakan anak didik. Misalnya, ketika bersalaman dengan siswa guru menyapa dulu sambil berkelakar, Assalamualaikum, Pakde, Bude!” atau saya beli rujaknya, Mbok,” ketika guru melihat segerombolan nak putri sedang bermain rujakrujakan. Intinya bentuk pengistimewaan adalah kita menyempatkan diri untuk berinteraksi dengan mereka sambil bermain peran (role playing) walau hanya sebentar. d. Curahkan Perhatian, Berilah Hadiah Karena anak-anak harus selalu diperhatikan, sebagai guru janganlah segan untuk meluangkan waktu dan perhatian kita pada mereka. Bahkan bila perlu mampu berprestasi, berilah hadiah khusus yang bakal mereka terima dengan penuh suka cita dan membuat hati mereka tersanjung. e. Bantulah Kesulitan Mereka Dalam masa kanak-kanak, manusia melakukan sosisalisasi dan internalisasi kebudayaannya. Mereka sedang belajar untuk hidup. Karena itu, kapasitas atau kemampuan anak dalam meghadapi persoalan demi persoalan hidup masih belum sempurna. Maka, sebagai guru biasakan diri anda untuk membantu mengatasi kesulitan mereka. Adakalanya anak meminta tolong karena memang kesulitan, adakalanya juga karena semata-mata ingin disayang. Celakanya, kadang orangorang dewasa sudah terlebih dahulu menyerang anak dengan kata-kata,
42
“begitu saja ndak bisa. Jangan cengeng, ah!” atau “selesaikan sendiri, kamu „kan sudah besar!”. Tak perlu ragu-raagu atau canggung dalam memeberi pelayanan kepada murid ketika mereka mengalami kesulitan, apalagi kalau sampai mereka meminta tolong kepada kita. Namun, kita kita tidak boleh membiarkan mereka jadi orang yang manja dan kolokan yang kita berikan, sehingga anak tak punya ketrampilan sama sekali. Guru membantu murid dengan memeberikan kata “kunci” atau “kail”, untuk menyelesaikan masalah, bukan meneyelasaikan masalah itu sendiri yang membukakan pintu, atau memeberikan ikan. Namun begitu ada saat-saat di mana guru harus memabantu siswa. Misalnya, ketika mereka betul-betul tak mampu menegrjakan soal-soal latihan yang diberikan guru, atau benar-benar tak mampu lagi mengerjakan PR. Mungkin, guru memang sudah berkali-kali memberi contoh mengerjakan. Namun, ketika anak tak mampu lagi mengerjakan, lebih baik saat itu guru memberikan bantuan. Target bantuan ini tak lagi menjadikan anaka paham tetapi, lebih sebagai antisipasi agar anak tidak stres atau putus asa. Dengan dibantu seperti itu, anak akan merasa kasih-sayang guru walau, sebenarnya, dia dalam sedang keadaan tidak mampu berprestasi. Jadi, kasih sayang guru tetap ada baik ketika “anak pintar” atau tidak. Yang perlu dicermati adalah bagaiman memastikan bahwa anak betul-betul sudah tidak mampu, atau sebenarnya mereka masih mampu
43
tetapi malas. Kalau guru menyimpulkan anak itu malas, maka guru bisa menggunakan cara-cara lain untuk merayunya. Guru bisa melakukan negosiasi atau menawari hadiah yang menarik agar anka mau mengerjakan tugas-tugasnya. f. Jangan Pelit Pujian Bagi anak pujian orang dewasa akan memuaskan jiwanya. “pujian, bagi anak, adalah piala”. Maka, guru harus banyak-banyak memeberi pujian kepada anak. Bagi anak, pujian adalah kebutuhan pokok. Kalau guru masih sering meras canggung untuk memuji anak, ada dua kemungkinan penyebabnya. Pertama, karena guru memnag belum ikhlas untuk memuji anak sehingga terlihat sekali bahwa pujian itu dipaksakan. Kedua, guru masih jarang melakukan hal itu. Maka ketika dia mengerjakannya akan merasa canggung dan keki. Jadi, kuncinya adalah ikhlas dan sering melakukan. Yang salah-kaprah justru ialah guru guru mengungkapkan kemauannya terlebih dahulu, baru kemudian memuji anak. g. Tanggapi Obrolan “Tak Berguna” Mereka Mengganggap pertanyaan-pertanyaan anak tak berguna juga akan mendorong guru untuk memangkas potensi verbal mereka. Umpanya denga jawaban yang dengan setengah menghardik agar si anak tidak lagi banyak bicara. Jika ini yang terjadi, mungkin tidak berlibihan anak bisa jadi dikemudian hari bakal menjadi gagu ataupun pasif.
44
Tak mengapa bila guru menanggapi obrolan anak-anak yang ceplas-ceplos itu dengan tanggapan yang ceplas-ceplos pula, aslakan masih dalam koridor akhlak yang terjaga, baik dari sisi cara berbicara ataupun isi pembicaraan itu sendiri. Guru harus menghindari perilakuperilaku buruk seperti mengumpat, berbohong, berdusta, menyebu sesuatu dengan gelar atau sebutan yang jelek, atau bahkan mengucapkan kata-kata kotor. h. Jangan lupa, sentuhan fisik Jangan menganggap jabat tangan dan elusan sebagai sesuatu yang remeh. Sentuhan fisik seperti itu membawa pengaruh yang sangat besar pada diri anak. Itulah salah satu saran guru untuk mengungkapkan rasa kasih-sayang pada anak didiknya. Dengan demikian sinyal kasihsayang para guru bakal terpancar secara kuat dan tertangkap dengan baik oleh siswa. Sapaan anak-anak jangan disambut sambil lalu saja. Anak akan merasa tidak disayang bila sapaan mereka tidak digubris oleh guru. Hal ini bakal membuahkan kekecewaan di dalam dirinya-walaupun, sebenarnya, tak ada sama sekali tak ada rasa benci di dalam hati guru. Kalaupun di dalam hati guru yang ada justru rasa sayang kepada murid, tetap saja tiada gunanya bila sinyal kasih-sayang tidak mampu ditangkap oleh radar anak. Akibatnya, radar anak-yang, sebenarnya, sangat sensitif itu-akan mencari-cari sinyal lain. Yang dikhawatirkan
45
justru bahwa anak akan menangkap sinyal tidak sayang dari guru: “Aku nggak dipedulikan, berarti aku nggak disayang!” Inilah pentingnya ungkapan sayang dengan menggunakan bahasa tubuh. Cara ini sangat sederhana dan sangat mudah dilakukan, asalkan guru bersedia meluangkan waktunya sebentar. Mendekap, mengelus kepala, menggendong, menggandeng tangan, mengajak bermain bersama, atau memberi tepukan di bahu tanda bangga adalah hal-hal yang lazim dirasakan sebagai bentuk kasihsayang orang dewasa bagi anak-anak, apalagi untuk anak TK dan SD. Guru harus melakukan ini setiap saat dan di manapun tatkala berinteraksi dengan siswa. Namun sentuhan fisik ini tidak tepat bila dilakukan kepada anak yang sudah remaja. Yang perlu dilakukan guru adalah mengenalkan nilai-nilai islam tentang pergaulan. Misalnya, guru perlu menjelaskan adab pergaulan anatarlawan jenis melalui praktik tentang kehidupan nyata. Selain itu, perbanyaklah melibatakan diri di dalam berbagai kegiatan mereka yang edukatif. i. Hadirkan Mereka Dalam Do‟a. Hendaknya guru juga berusaha menjadi “orangtua ke-dua” bagi anak. Maksudnya, guru mulai melakukan hal-hal yang tidak dilakukan untuk anak kecuali orangtuanya. Salah satu contoh adalah mendoakan anak secara rahasia-tiada yang tahu, termasuk anak yang didoakan. Guru bisa mendoakan murid setelah selesai shalat fardhu, shalat sunah,
46
atau menghadirkan mereka di dalam doa khusus dimalam hari pada saat mengerjakan shalat malam. Ini snagat penting untuk memudahkan guru menuju keberhasilan proses pendidikan. Ada manfaat lain yang bisa didapat dengan teknik berdoa. Ketika di kelas sebelum pelajaran dimulai, guru bisa melibatkan anak-anak berdoa secara langsung. Melalui doa bersama ini, guru bisa mengenalkan eksistensi Allah SWT mengajari mereka tentang nikmatnya bersyukur, dan bisa juga dijadikan media yang efektif untuk mengungkapkan rasa cinta guru kepada siswa. Guru bisa merangaki sendiri doa yang akan dibacakan bersama siswa. j. Cobalah “Angket Cinta” Jika diperlukan guru bisa membuat angket yang isinya memastikan apakah usahanya untuk mencintai siswanya telah berhasil atau belum. Apabila kasih-sayang telah mendapat respon siswa, berarti sudah saatnya guru berharap perkembangan kemampuan siswa segera naik. Tetapi, jika respon siswa itu belum ada, guru masih perlu bersabar lagi. Guru bisa membuat pertanyaan yang disebar keseluruh siswa, baik secara lisan maupun tulisan. Bentuk pertanyaan yang baik adalah: siapa guru yang menyayangi kamu?” atau, kamu merasa dicintai oleh siapa?” setelah pertanyaan itu dijawab siswa, guru bisa melanjutkan dengan pertanyaan berikutnya: “mengapa kamu merasa dicintai oleh guru itu? Pertanyaan pertama bertujuan untuk mengetahui apakah sikap guru sudah berhasil ditangkap oleh siswa sebagi benar-benar sikap kasih
47
sayang ataukah belum; sedangkan pertanyaan kedua untuk mengetahui bagaiman bahasa cinta masing-masing anak. Pada pertanyaan kedua, jawaban siswa akan sangat beragam. Nah, jawaban dari pertanyaan kedua inilah tercermin dari bahasa cinta anak. Mereka merasakan cinta dari hal yang sangat sederhana, dan setiap anak bisa berbeda. Dengan
angket
seperti
ini,
guru
menerapkan
mekanisme
pengawasan dan evaluasi diri. Yang lebih penting, hasil angket bisa menjadi bahan perenungan diri yang amat berharga.
4. Beristiqomah Diri Berusaha untuk bisa menikmati profesi sebagai seorang guru adalah hal yang mendasar dan penting. Sebabnya, mendidik adalah pekerjaan berat yang menuntut komitmen dan konsistensi tinggi. Guru yang tidak mencintai profesinya akan mudah merasa gagal, sehingga gampang muncul di dalam pikirinnya keinginan untuk berpindah ke profesi lainalias tidak betah jadi guru. Agar guru senantiasa merasa betah dengan pekerjaannya, bahkan dapat menikmatinya, sehingga bisa istiqamah dalam bekerja, beberapa hal ini, Insya Allah, bisa dijadikan bahan motivasi diri: a. Ingat Janji Allah Allah SWT menjajikan kemuliaan dan pahala yang besar kepada para pendidik. Jika anak di ajari kebaikan itu. Lantas, para pendidiknya
48
akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat berupa pahala dan kemuliaan yang tak pernah putus. Kalau seorang pendidik meletakan motivasi lain selain kemuliaan dari Allah SWT sebagai landasan utamanya dalam bekerja, ia akan menjadi rapuh, walaupun ia sering mengatakan, “saya menjadi pendidik bukan untuk mencari uang.” Atau, tidak sedikit pula guru yang salah dalam memahami kemuliaan pahala ini. Allah maha kaya. Bisa saja seorang guru akan diberi-Nya kekayaan yang melimpah, melebihi orang-orang yang berprofesi lain. Hal ini tergantung pada doa yang dipanjatkannya, dan keseriusannya dalam menolong (Agama) Allah SWT semakin serius dia di mata Allah SWT, maka semakin besar pertolongan yang akan diberikan kepadanya. Jadi, bagi guru yang serius bekerja dan menempatkan pekerjaannya di dalam kerangka “menolong (Agama) Allah SWT”, biarlah bagi mereka di akhirat kelak masuk surga meskipun di dunia mereka juga kaya raya. b. Mengelola Resiko Guru sulit untuk bisa nyambi profesi lain, sebagaiman banyak di profesi yang lain. Profesi guru menuntut konsentrasi. Sebabnya, profesi guru tidak mungkin dijalani setengah-setengah. Salah satu cara agar mampu mencari jalan keluar atas masalah tersebut adalah memahami dan mengelola risiko-risiko (managing risks). Seorang telah memahami betul risiko pekerjaan yang ditekuninya, ia akan selalu dapat bekerja selalu mantap. Baik mantap
49
untuk menekuninya atau sebaliknya mantap untuk meninggalkannnya. Jika seseorang memilih untuk menekuni profesi guru maka ia akan menjadi seorang guru yang ikhlas. Jadi, ketika keikhlasan mulai tumbuh, segalanya bakal terasa ringan dan bermakna. Inilah risikorisiko yang perlu dipahami sorang guru. Pertama, risiko seorang guru adalah repot. Karena kadang-kadang yang diurusi guru bukan hanya anak didiknya, tetapi juga orang tua mereka. Ini terjadi karena seringkali anak yang bermasalah bermula dari orangtuanya di rumah yang juga bermasalah. Kedua, risiko seorang guru adalah berpenghasilan pas-pasan. Ketiga, risiko yang bisa didapat seorang guru adalah sering sakit hati. Guru sering mendapat kritik, keluhan, ungkapan kekecewaan, dan sejenisnya dari orang tua siswa. c. Miliki Totalitas Bila kita menyimak wawancara atlet yang baru saja meraih juara, atau artis yang sedang naik daun, atau tokoh politik yang tengah populer,atau pengusaha yanga sukses meraup untung, sering dijumpai pernyataan-pernyataan
“Totalitas”.
Para
orang
sukses
bakal
menggambarkan bahwa dirinya bisa meraih prestasi spektakuler itu karena “tidak main-main” di bidang yang digelutinya. Dia mencurahkan seluruh prestasinya. Waktu, tenaga, ketrampilan, materi, pikiran, bahkan “kehormatan”, semua dipertaruhkan tidak setengah-setengah. Dari mulut mereka sering didapati pernyataan, “hidup saya, ya, di sini!”
50
Inilah yang dimkasud dnegan totalitas. Nah, guru juga perlu bersikap total terhadap profesinya. Sebagaimana banyak atlet, artis, pengusaha, atau politisi, jika mereka ingin prestasi yang spektakuler. Para pendidik besar pun, umumnya, tidak menganggap remeh sosal totalitas ini. d. Membandingkan Diri dengan Orang Lain Dibandingkan dengan sesama profesi guru saja, yaitu guru negeri, kesejahteraan guru swasta tak seberapa. Apalagi jika dibandingkan dengan profesi-profesi empuk di dunia bisnis, politik atau wirausaha, tingkat keberhasilan guru pasti jauh di bawahnya. Di sinilah pentingnya sesorang yang sudah membulatkan tekadnya untuk menjadi guru, terutama di sekolah swasta, untuk berhati-hati bila membandingbandingkan diri dengan orang atau profesi lain. e. Figur Nyata untuk Bercermin Guru perlu mengukur sejauh mana pengabdiannya berhasil memberi dampak yang cukup berarti. Guru juga perlu menjaga semangat supaya tidak berhenti ditengah jalan. Guru juga perlu standar kinerja yang jelas, sehingga dia tahu kapan berhasil dan kapan gagal. Untuk menemukan standar itu, guru harus menentukan figur nyata yang dikagumi prestasi dan dedikasinya, yang dapat dipelajari dan dijadikan cermin. Bila perlu guru perlu mendatangi figur-figur teladan yang telah mengabdikannyaa hidupnya sebagai pendidik selam berpuluh-puluh tahun. Mintalah pada mereka untuk menceritakan pengalaman-
51
pengalaman berharganya, yang darinya bisa dipetik pelajaran. Atau minta mereka untuk menceritakan prinsip-prinsip yang dipegangnya sehingga membuat mereka mampu bertahan menjadi guru. Setelah itu, tetapkan dalam hati sebuah tekad: “Aku ingin seperti dia!” Namun, jika sulit menemukan figur nyata seperti itu disekitar anda, bacalah buku-buku yang memuat kisah-kisah para guru teladan. Pada akhirnya, temukan figur yang betul-betul bisa dijadikan sebagai cermin. Keberadan figur untuk bercermin ini sangat penting artinya guna menjaga stabilitas psikologi seorang guru dalam menghadapi berbagai kondisi. f. Bekali Diri dengan Segudang Ketrampilan Memebekali diri dengan ketrampilan tidaklah sama dengan mencari rumus-rumus sakti yang bisa digunakan untuk menghipnotis anak. Jangan memebayangkan ada sebuah pelatihan yang melatih jurusjurus ampuh mengatasi anak, kemudian setelah mengikuti pelatihan tersebut setiap masalah bakal bisa diselesaikan dengan juurus-jurus itu. Tidak ada urus paten dalam menghadapi anak. Yang dimaksud membekali diri dengan ketrampilan adalah menjadikan informasi, pengetahuan, atau yang diperoleh melalui berbagai pelatihan tadi atau diambil dari buku-buku bacaan, atau juga pelajaran semasa kuliah dulu, sebagai bahan untuk melahirkan inspirasi. Setelah itu, guru harus mencoba menciptakan metode-metode baru
52
setiap kali menghadapi masalah. Catat dalam diary anda, metode apa saja temuan anda yang berhasil diterapkan dan yang tidak. Mencari ilmu dan inspirasi juga bisa dengan sering-sering pergi ke toko buku. ingat, dengan mengajar ilmu seorang guru memeang tidak akan berkurang. Tetapi, jika guru berhenti belajar daya tariknya akan berkurang karena pengetahuan dan ketrampilannya semakin terbatas atau bahka tertinggal. Akan semakin banyak sisiwa yang tidak tertarik kepadanya, bahkan tidak menyukainya. Sementara itu, akan muncul permasalahan baru yang lebih mutakhir melebihi ilmu yang dimilikinya sat ini. Kini sudah banyak ditemukan teori-teori baru dalam psikologi pendidikan, sperti multiple inteligence, quantum learning, teaching, reading, atau writing, dan sebagainya. Jika tidak rajin membaca buku, mustahil seorang guru akan tahu itu semua dan bisa mengikuti perkembangan. Dengan memiliki banyak ketrampilan, seorang guru juga akan semakin profesional. Dan di zaman modern seperti ini, masyarakat akan meninggalkan guru dan sekolah yang tidak memiliki profesionalisme. g. Luruskan Niat, Antisipasi Masalah Unsur yang paling berkaitan dengan hati adalah niat.
) وإنما لكل امرئ ما نوى (متفق عليه, إنما األعمال بالنيات Artinya: Setiap amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan setiaporang tergantung pada apa yang ia niatkan (Muttafaq „Alaih). 53
Niat yang masih lurus akan membuat kondisi hati tetap stabil. Kondisi hati yang stabil akan melahirkan emosi yang stabil pula. Maka, emosi yang stabil inilah yang snag dibutuhkan guru di dalam menghadapi anak didiknya. Salah satu cara untuk menstabilkan emosi adalah dengan memisahkan wilayah pribadi dan wilayah tugas. Seorang guru yang mampu memisahkan kedua hal tersebut akan terhindarkan dari kelabialn emosi. Untuk menghindari kelabialn emosi seperti ini, guru perlu meluruskan niatnya setiap hari, bahkan sesering mungkin.setaiap kali hendak melangkahkan kaki, meninggalkan rumah sediakan waktu sebentar untuk berwudhu dan meluruskan niat. Lebih baik jika pelurusan niat ini dilakukan sebelum masuk kelas. Semakinserig pelurusan niat dilakukan, maka dampaknya akan semakin baik. Sangat mungkin bahwa saat itu, sebenarnya guru sedang menghadapi problem rumah tangga atau problem pribadi lainnya. Dengan melruskan niat, problem-problem itu akan mudah disimpan di dalam wilayah tersendiri, tak ikut terbawa ke sekolah atau di dalam kelas.
5. Indikator Cinta Guru yang berhasil dalam dalam hidupnya adalah guru yang mencintai profesi dan anak-anak didiknya. Cinta guru terhadap profesinya bisa terwujud profesionalisme, totalitas, ketulusan, kesabaran, dan
54
kerelaan menghadapi risiko-risiko yang harus ditanggung, sedangkan cinta guru kepada siswa terejahwentahkan melalui kedekatan, keakraban, penerimaan yang tulus, atau cairnya hubungan yang terbangun bersama mereka. Curahan cinta, kasih, dan sayang guru kepada siswa akan menghasilkan sesuatu yang spektakuler, respons balik dari siswa yang berupa cinta, pengabdian dan prestasi. Maka, memunculkan
kesemua suatu
hal
itu
interaksi
berlangsung proses
secara
timbal-balik,
belajar-mengajar
yang
menggairahkan, mencerdaskan, dan menerahkan antara guru denagn siswa. Dari mana kiata dapat mengidentifikasi terjadinya proses yang dahsyat itu. Tentunya melalui indikator-indikator cinta di bawa ini: a. Dedikasi dan Cinta Guru Sekurang-kurangnya ada tiga hal yang menjadi indikator cinta seorang guru terhadap profesi dan anak-anak didiknya. Pertama, pasokan energi yang berlimpah. Kedua, kesediaan untuk berkorban. Dan ketiga, selalu ingin memberi yang terbaik. Ketiga hal ini bisa dijadikan tolok ukur apakah seorang guru sudah menjalani profesinya dengan berlandaskan cinta ataukah belum. Di sisi lain, ketiga hal ini juga bisa membuat seorang guru bisa merasa nikat dalam menjalain profesinya. Ia takkan merasa terbebani, bahkan mungkin saja profesi guru yang ia geluti sebagai hiburan yang menyenangkan, karena adanaya kepuasan batin yang ia peroleh.
55
Pada akhirnya, guru bakal mampu menunjukan dedikasinya terhadap profesinya sebab hanya dan cuma cinta, kasih, dan sayanglah yang menjadi landasannya. b. Pasokan Energi yang Berlimpah Demi meraih kesuksesan dalam menjalani profesinya seorang guru harus mempunyai cadangan energi yang luar biasa untuk menampik segala hal yang bisa menghambatnya. Namun, sayangnya, yang sering tampak pada banyak guru bukanlah sikap tangguh seperti itu. Kadang-kadang, belum lagi mendapatkan hambatan, baru merasa tidak ada dorongan dari orang sekeliling sudah membuat seorang guru kendor semangatnya. Bahkan, ada juga guru yang, sebenarnya, selalu mendapat dorongan dan motivasi dari kerabat dekatnya, namun tetap saja itu semua tidak membuatnya kuat. Sebabnya, faktor penguat yang berasal dari dalam dirinya sendiri belum kuat, yakni cinta terhadap profesinya. Maka, wajar saja bila cadangan energinya selalu habis. Tiada energi yang setiap waktu akan mampu membuatnya terus bertahan. c. Kesedian berkorban Seorang kepala sekolah mengungkapkan keheranannya terhadap perilaku beberapa guru yang, menurutnya, “terlalu banyak menuntut”. Bayangkan, ada sebagian dari mereka yang sudah diberi motivasi, diikutkan seminar dan pelatihan, diberi banyak fasilitas, namun tetap saja tak mampu menumbuhkan semangat mengajarnya. Buakn kualitas
56
sumber daya
yang meningkat,
yang didapat
sekolah setelah
mengikutsertakannya dalam pelatihan, tapi justru keluhan-keluhan tentang capeknya mengikuti acara, kurangnya fasilitas, dan anggapan miring tentang penyelenggaraan acara itu. Cerita di atas sangat berkebalikan jika dibandingkan dengan cerita berikut. Ada seorang guru yang selalu membiayai dirinya sendiri untuk bisa mengikuti kegiatan-kegiatan yang diaanggap dapat mendukung profesinya. Di sela-sela waktu mengajarnya, ia masih menyempatkan diri membaca buku dan mengikuti seminar-seminar untuk menambah wawasan dan memeperkaya dirinya dengan menambah banyak metode dan kreativitas dalam mengajar. Ia rela mengeluarkan biaya yang, sesungguhnya, bukan menjadi tanggung jawabnya, Dari kedua cerita di atas, tampak sekali perbedaan antara guru yang menjalani profesinya dengan berlandaskan cinta atau semata-mata terpaksa. Kreativitas guru muncul tatkala berkomitmen, konsentrasi, dan dedikasi dia curahkan sepenuhnya bagi keberhasilan proses pendidikan da anak-anak didiknya. d. Selalu Ingin Memberi yang Terbaik Meski demikian, dengan cinta dan ketulusan yang dimiliki guru, hal itu tidak membuat guru surut dari kesetian untuk menunaikan tugasnya yang mulia, cinta telah membuat guru tak mengharapkan balasan apapun dari apa yang telah dia lakukan. Cinta telah membuat guru telah menyerahkan semua yang dimilikinya, ilmu dan budi pekerti,
57
untuk menjadi milik anak didiknya, tanpa syarat atau agunan. Inilah salah satu indikasi cinta bila guru betul-betul mendasari semua aktifitas dengan cinta. Guru yang mencintai anak didik dan profesinya, tentu saja, takkan merasa kesulitan untuk selalu memeberikan yang terbaik, walau guru tahu, kelak yang akan menikmati buah dari jerih-payahnya bukanlah dirinya sendiri. e. Respon Balik Siswa Guru yang ideal adalah guru yang dijadikan figur lekatan oleh siswanya. Jika guru sudah mampu menjadikan figur lekatan bagi semua siswanya, atas cinta yang telah dicurahkannya, maka sekuangkurangnya ada tiga hal yang bakal diperoleh guru seabagi respons balik dari para siswanya. Pertama, seluruh tutur kata akan lebih di dengar oleh siswa. Kedua, sisiwa bakalmerasa aman untuk menjadikan guru sebagi tempat mengadu dan kawan berdekat-dekat. Dan, ketiga, anak terdorong untuk memepersembahkan apa saja yang terbaik bagi gurunya kelak. Tiga hal inilah yan bisa disebut sebagai “indikator cinta siswa”. f. Lebih didengar Seluruh
tutur
kata
guru
yang
telah
melandasi
dedikasi
profesionalnya dengan cinta akan lebih didengar oleh siswanya. Keberadaan guru di sekolah, yang selalu mendampingi mereka belajar, sejak mereka tiba di kelas hingga pulang, memang mengandung nilai
58
khusus. Jika anak sudah menganggap guru sebagai sosok yang menyayangi mereka sepenuh hati, Insya Allah mereka pun akan membalasnya dengan sikap kepatuhan. nasihat, teguran, dan dorongan guru lebih ditaati ketimbang omongan orangtuanya. g. Merasa Aman Nilai-niali cinta, kasih, dan sayang yang melandasi pelaksanaan tugas guru akan berdampak pada timbulnya rasa aman pada siswa. Sehubungan dengan dunia guru, sikap anak yang merasa aman ini adalah modal penting. Anak selalu terpacu untuk selalu bertanya tenatang apa saja, tanpa takut dianggap banyak omong. Dengan begitu, pengetahuannya akan bertambah setiap saat. Anak juga akan terlatih kejujurannya karena tidak khawatir akan di marahi atau di hukum berat bila dia jujur menceritakan kekhilafannya. h. Imbalan Terbaik, Kelak Bila guru sudah menunjukan dedikasi yang tinggi terhadap profesinya juga sikap cinta, kasih, dan sayang kepada anak-anak didiknya, pada akhirnya, tiadalagi imbalan terbaik lagi selain pahala dari Allah SWT. Mendidik anak manusia adalah amal (jariyah) yang tiada terukur nilai kemuliaannya. Amal seperti itulah yang kelak, bakal menjadi sumber “Devisa” bagi seorang guru di akhirat. Nilai devisa ini tiada habis-habisnya, mengalir terus-menerus, seperti telah ditegaskan Allah SWT. Melalui firman-Nya berikut:
59
Artinya: kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah rendahnya (neraka),kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (Q.S. At-Tin [95]: 6)
B. Tujuan Metode Pembelajaran dalam Buku Spiritual Teaching Metode merupakan salah satu yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan. Metode pembelajaran yang terdapat di dalam buku Spiritual Teaching karya Abdullah Munir, menekankan pada metode pembelajaran keteladanan, yang dilakukan oleh para guru yang menjadi subyek perubahan. Gurulah yang harus menjadi pihak pertama sebagai orang yang melakukan perubahan terhadap anak didiknya. Guru sebagai salah satu dari sekian kelompok sosial, setiap harinya tidak lepas dari interaksi dengan pihak lain, dengan semua guru, dengan siswa, dengan orang tua siswa, dan dengan kalangan lain yang lebih luas. Interaksi antara guru dan siswa menjadi hal yang penting dalam proses kegiatan belajar mengajar dalam pendidikan. proses interaksi edukatif tersebut tentunya membutuhkan metode pembelajaran dengan tujuan suapaya apa yang telah menjadi visi dan misi pendidikan tercapai. Di dalam interaksi pendidikan, hubungan timbal balik antara guru (pengajar) dan anak (murid) harus menunjukan adanya hubungan edukatif
60
(mendidik), dimana interaksi itu harus diarahkan pada satu tujuan tertentu yang bersifat mendidik. Dalam buku Spiritual Teachinng ini, Abdullah mengarah pada metode keteladanan dan memberi dorongan semangat kepada para guru untuk bersikap “spiritual”. yang berarti menyadari bahwa guru adalah profesi yang mulia, agung dan suci. Kalau ingin sukses dalam menjalani profesinya, guru harus melakukan proses alih ilmu kepada anak didiknya dalam kerangka pengabdian kepada Allah SWT sebagai sang pemilik ilmu. Ikhtiarnya memperbaiki pendidikan nasional, dengan pertama kali menyentuh guru memperkuat kepribadian sang guru agar senantiasa mencintai profesinya dan menegakkan sikap-sikap cinta, kasih, serta sayang kepada sang anak didik.
61
BAB IV ANALISIS RELEVANSI METODE PEMBELAJARAN ABDULLAH MUNIR PADA BUKU SPIRITUAL TEACHING DENGAN KONTEKS PENDIDIKAN SAAT INI
A. Metode Pembelajaran dalam Pendidikan Dapat dikemukakan bahwa kajian metode pembelajaran yang dimaksud ialah yang ada hubungannya dengan pengertian tentang metode pembelajaran di dalam buku Spiritual Teaching kesesuainnya dengan keadaan saat ini. Menurut Armai dalam kutipannya secara etimologi, istilah metodelogi berasal dari bahasa yunani “metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata; yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan “hodos” yang berarti jalan atau cara. Metode berarti jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan (Aramai, 2002: 40). Dalam bahasa arab metode disebut “thariqat”, dalam kamus besar bahasa indonesia, “metode” adalah cara yang teratur dan berfikir baik-baik untuk mencapai maksud, sehingga dapat difahami metode berarti suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pengajaran (Armai, 2002: 40). Metode dapat didefinisikan sebagai cara kerja yang bersistem untuk mempermudah pelakasanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditentukan (Departemen Agam RI, 2001: 19). Pemebelajaran juga diartikan sebagai suatu peristiwa atau situasi yang sengaja dirancang dalam rangka membantu dan memepermudah proses belajar dengan harapan dapat
62
membangun kreativitas siswa (Nazarudin, 2007: 163). Jadi metode pembelajaran dalam pendidikan adalah suatu cara kerja secara sistematis yang bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan kegiatan belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan berhubungan dengan pendidikan. Kita perhatikan bahwa jumlah metode ini sangat banyak, sehingga menjadi bukti tidak lagi dibutuhkannya metode baru. Banyaknya metode ini membuat para pendidik dapat menerapkannya dalam setiap aspek kehidupan anak, baik dari sisi akal maupun kejiwaan. Karena, metode inilah yang nantinya menerangi
jalan
mereka,
permasalahan-permasalahan
mempersembahkan yang mereka
berbagai
hadapi
dalam
solusi
untuk
membangun
kepribadian, bimbingan dan pembentukannya sesuai dengan metode tersebut (Suwaid, 2010: 138). Mengenai metode mengajar di lembaga pendidikan khusunya Islam di lingkungan sekolah, lazimnya metode-metode ceramah, tanya jawab, diskusi, dan sebagian metode karya wisata. Namun, yang paling dominan adalah metode ceramah. Metode pendidikan lain yang perlu dikedepankan juga mestinya metode keteladanan dari guru, metode latihan-latihan atau tugatugas di rumah namun guru memberikan satu contoh lebih dahulu, tinggal peserta didik mengembangkannya di rumah. Atau metode induktif, deuktif, dan analisis (Supriyono, 2001: 49). Dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi SAW dapat ditemukan berbagai metode pendidikan yang sangat menyentuh perasaan, mendidik jiwa dan membangkitkan semangat (An-Nahlawi, 1989: 283).
63
Dalam buku Spiritual Teching menggunakan metode keteladanan, dan kasih sayang. Metode keteladanan sebagai suatu metode digunakan untuk merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan yang baik kepada siswa agar mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pendidikan ibadah, akhlak, kesenian dll. Untuk menciptakan anak yang saleh, pendidik tidak cukup hanya memberikan prinsip saja, karena yang lebih penting bagi siswa adalah figur yang memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut tentunya figur gurulah yang digugu dan ditiru. Sedangkan metode merupakan komponen dasar yang utama dalam proses pendidikan dan pembentukan karakter atau akhlak anak. Demikian juga murid yang dididik dengan menggunakan metode akan merasa betah dan lebih cepat mengerti dan memahami pelajaran yang disampaikan kepadanya dibandingkan dengan mengajar tanpa menggunakan metode.
64
B. Relevansi Metode Pembelajaran dalam Pendidikan dengan Buku Spiritual Teaching Pola relevan metode pembelajaran di dalam buku Spiritual Teaching bagi pendidikan saat ini yaitu terdiri dari: 1. Relevansi dengan Buku Abdullah Nasih Ulwan Menurut pendapat Abdullah Munir dalam bukunya metode pendidikan menggunakan metode keteladanan. Yaitu cara penyampaian sebuah materi pelajaran dengan memberi contoh teladan yang mulia pada peserta didik kemudian baru merambah ke aspek psikiologi peserta didik yaitu melembutkan hati, menyemai benih kasih sayang, beristiqamah diri dan indikator cinta. Ini relevan dengan definisi yang dikemukakan oleh Abdullah Nasih Ulwan yang dikutip dari buku Pendidikan Anak dalam Islam (Tarbiyatul Aulad Fil Islam) yang diterjemahkan oleh Jamaludin Miri, bahwa “ seorang pendidik yang bijaksana, sudah barang tentu akan terus mencari metode alternatif yang lebih efektif dengan menerapkan dasar-dasar pendidikan yang berpengaruh dalam mempersiapkan anak secara mental dan moral, siantikal, spiritual dan etos sosial, sehingga anak dapat mencapai kematangan yang sempurna, memiliki wawasan yang luas dan berkepribadian integral”. Yaitu dengan; penddikan dengan metode keteladanan, metode
pendidikan dengan
adat
kebiasaan,
metode
pendidikan dengan nasehat, metode pendidikan dengan memeberikan perhatian, metode pendidikan dengan memberikan hukuman.
65
Dari kedua definisi diatas, terlihat bahwa substansi metode adalah sama yaitu menerangkan materi pelajaran kepada anak didik dengan keteladanan, kelembutan, kasih sayang, istiqomah dan cinta. Menurut Abdullah Nasih Ulwan mengenai metode yang telah disebutkan di atas, pertama Keteladanan, setiap guru baik pemula ataupun bukan, tetaplah memerlukan seorang figur pendidik yang sejati agar upaya pendidikan yang dilakukannya dapat terarah sehingga berhasil dengan baik. Tidak ada tokoh ideal yng pantas untuk dijadikan sebagai figur teladan, kecuali nabi muhammad saw yang telah mempunyai misi dakwah sebagai penyempurna akhlak. Beliau adalah seorang rasul pilihan yang diutus bagi umat manusia dengan keutamaan sifat-sifat luhurnya, baik spiritual, moral, maupun intelektual. Seorang guru harus mempuyai kategori dalam hal takwa, ikhlas, ilmu, santun, dan tanggung jawab agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh anak didik, dan menjadi teladan atau contoh yang baik bagi muridnya. Kedua Adat Kebiasaan, penddidikan dengan metode pembelajaran dan pembiasaan ini adalah termasuk prinsip utama dalam pendidikan dan merupakan metode paling efektif dalam pembentukan akidah dan pelurusan akhlak anak. Sebab pendidikan ini didasarkan pada perhatian dan pengikutsertaan, didirikan atas dasar targhib dan tarhib serta bertolak dari bimbingan serta pengarahan.oleh karena itu, para pendidik yang menunaikan
tugas
risalahnya
66
dengan
sempurna
mungkin,
atau
mencurahkan perhatian sepenuhnya kepada dunia pendidikan islam dengan tekun, tabah dan penuh kesabaran. Ketiga Nasehat, metode yang cukup berhasil dalam pembentukan akidah anak dan mempersiapkannya baik secara moral, emosional maupun sosial, adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikan kepadanya dengan nasehat-nasehat. Karena nasehat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata ank-anak kesadaran akan hakikat sesuatu, mendorong mereka menuju harkat dan martabat yang luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia serta membekalinya dengan prinsip-prinsip islam. Keempat Perhatian, metode yang lurus. Jika diterapkan maka kita akan menjadi penyejuk hati, menjadi anggota masyarakat yang saleh, bermanfaat bagi umat islam. Karenanya, hendaknya kita selalu memperhatikan dan mengawasi anak-anak dengan sepenuh hati, pikiran dan perhatian. Perhatian segi keimanan, rohani, akhlak, ilmu pengetahuan, pergaualan dengan orang lain, sikap emosi dan segala sesuatunya. Dan kita berikan sepnuhnya hak serta tanggung jawab kita kepadanya. Kelima Hukuman, dalam metode ini pendidikan islam telah memeberikan perhatian besar terhadap hukuman, baik hukuman spiritual maupun material. Hukuman ini telah diberi batasan dan persyaratan, dan pendidik tidak boleh melanggar. Sangat bijaksana jika pendidik meletakan hukuman pada proporsi yang sebenarnya, seperti juga meletakkan sikap ramah tamah dan lemah lembut, pada tempat yang sesuai.
67
Mengenai metode pembelajaran dalam pendidikan saat ini, guna untuk mempersiapkan anak didik dan juga guru tentu sangat membutuhkan metode-metode yang sebagaimana telah dilakukan oleh Abdullah Munir. Menurut pengamat penulis dalam penyampaian materi Abdullah Munir banyak menggunakan metode perhatian, kasih-sayang, dan cinta. Metode ini sangat relevan jika mengajar peserta didik yang notabene adalah anak yang masih ditingkatan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
Taman
Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). 2. Relevansi dengan Pendidikan Karakter Ada kaitannya antara metode pembelajaran menurut Abdullah Munir dengan pendidikan karakter. Menurut Daryanto,
kegiatan
pendidikan
interaksi
dan
pembelajaran
adalah
proses
kegiatan
guru/pendidik dengan anak didik/siswa. Pendidik dan guru berperan sebagai model pengembang karakter dengan membuat penilaian dan keputusan profesional yang didasarkan pada kebajikan sosial dan moral. Setiap anak didik dan guru mereka dapat menjadi contoh atau model, teladan baginya (Daryanto, 2013: 12). Secara
akademis,
pendidikan
karakter
dimaknai
sebagai
pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, atau pendidikan akhlak
yang tujuannya
mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Karena itu, muatan pendidikan
68
karakter secara psikologis mencakup dimensi moral thinking, moral feeling, dan moral action (Zuchdi, 2013: 3). Seperti pepatah yang diperkenalkan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu, ing ngarso sung tulodho, maksudnya bila seseorang atau guru berada di depan diharapkan mampu menjadi teladan atau contoh yang baik bagi anak-anaknya (siswa). Ing madyo mangun karso, bisa diartikan seorang guru hendaknya berada di tengah yang selalu memberikan bibingan dan mendampingi anak didiknya. Dan tut wuri handayai berarti pemimpin atau guru mengikuti dari belakang, memberi kemerdekaan bergerak yang dipimpinnya. Memberi dorongan anak-anaknya agar maju ke depan, tampil, dan berani mengambil keputusan. Untuk itu hubungan antara guru/pendidik dan siswa, harus dilandasi cinta kasih, saling percaya, jauh dari sifat otoriter dan situasi yang memanjakan. Memberikan teladan
yang baik bagi
siswa,
memberikan cinta, kasih dan sayang pada mereka adalah metode yang sangat cocok untuk diterapkan. Siswa bukan hanya objek, tetapai juga dalam kurun waktu yang bersamaan sekaligus menjadi subjek. Guru juga seagai fasilitator atau kawan yang mengarahkan anak didiknya untuk mempunyai karakter yang baik.
Menurut pengamatan penulis, sangat sesuai apabila disetiap sekolah saat ini menggunakan metode dan sikap kepribadian guru yang ada pada buku Spiritual Teaching. Karena bagi guru, berawal dari kesadaran guru akan
69
mulianya profesi yang ia jalani akan melahirkan sebuah rasa cinta pada profesinya, cinta pada muridnya yang kemudian akan tumbuh kelembutan hati, keistiqomahan, dan kasih sayang pada siswanya. Yang mana itu adalah sebuah metode yang relevan untuk pembelajaran saat ini karena metode tersebut dibarengi dengan sebuah pendekatan psikologis. Sehingga semangat belajar siswa akan melejit dan berpengaruh pada prestasi yang baik. Tidak hanya itu, moral atau sikap spiritual siswa yang menjadi penilaian utama dalam kurikulum sekarang (Kurikulum 2013) akan mudah untuk ditanamkan karena penanaman moral dilakukan dengan metode keteladanan dari figur seorang guru. Sedangakn bagi peserta didik, metode keteladanan yang ada pada buku Spiritual Teaching menjadi sebuah pengajaran moral dan akhlak. Karena siswa sudah menemukan figur panutan sekaligus figur lekatan yang selalu memberikan dedikasi cinta dalam pembelajrannya di sekolah. Memang metode pendidikan ataupun pembelajaran yang dikemukakan Abdullah Munir terlihat berbeda dengan metode-metode yang sudah ada dibuku lain. Metode dari Abdullah Munir ini hanya memiliki metode keteladanan, tetapi kalau dipahami lebih dalam lagi terdapat metode-metode yang sangat relevan apabila diterapkan dalam pendidikan pembelajaran sekarang ini. Metode keteladanan yang berpusat pada seorang guru, memberi teladan mulia pada anak didiknya, sebagai contoh saat mengajarkan sebuah pelajaran akhlakul karimah, gurulah yang dijadikan figur panutan dan contoh anak didiknya. Tidak cukup hanya itu saja akan tetapi perlu pendekatan sikap
70
dari seorang guru untuk membuat metode pembelajaran ataupun pendidikan bisa tercapai sesuai yang diinginkan. Pendekatan sikap tersebut adalah melembutkan hati, menyemai benih kasih sayang, beristiqomah diri, dan cinta.
71
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah melalui pembacaan bab demi bab, akhirnya penulis dapat membuat beberapa butir atas kesimpulan yang dituangkan dalam buku “Spiritual Teaching” karya Abdullah Munir. Adapun butir-butir tersebut sebagai berikut: 1. Metode pembelajaran dalam pendidikan di dalam buku Spiritual Teaching? Dalam buku spiritual teaching itu Abdullah Munir dengan memberikan tekanan pada para guru untuk bersikap “Spiritual”. Artinya menjalankan profesi guru sebagai sebuah profesi yang mulia, agung, dan suci dan mencintai profesinya dan menguatkan sikap cinta, kasih, serta sayang kepada para anak didiknya. Berkenaan dengan hal ini Abdullah Munir menjelaskan metode keteladanan dalam kegiatan belajar-mengajar sehari-hari di sekolah sesuai tuntutan situasi dan kondisi masing-masing, dan sikap guru dalam proses pembelajaran yaitu; 1) Melembutkan hati, guru perlu melembutkan hatinya agar tidak keras atau menyiapkan hatinya, agar di dalamnya bisa tubuh cinta. Karena cintalah yang akan menjadi landasan hubungan guru dengan siswa dalam mengajar. 2) Menyemai benih kasih sayang, stelah hati lembut, metode selanjutnya adalah merawat bibit-bibit cinta, kasih dan
72
sayang. Sebab dengan mendidik dengan penuh rasa cinta, kasih dan sayang, akan tumbuh di dalam dirinya sifat-sifat yang positif, seperti kepercayaa diri yang tinggi, berani dan tidak mudah patah semangat. 3) Beristiqamah diri, profesi guru dituntut untuk selalu komitmen dan konsistensi tinggi. Untuk itu guru harus menikmati profesinya. 4) Indikator cinta, melalui metode ini kita dapat memunculkan interaksi proses-belajar mengajar yang menggairahkan, mencerdaskan, dan mencerahkan antara guru dan siswa. Karena itu adalah hasil dari curahan cinta, kasih, dan sayang guru kepada siswa. 2. Relevansi metode pembelajaran dalam pendidikan di dalam buku Spiritual Teaching dengan konteks pembelajaran saat ini? Mengenai metode pembelajaran dalam pendidikan saat ini, guna untuk mempersiapkan anak didik dan juga guru tentu sangat membutuhkan metode yang sebagaimana telah dilakukan oleh Abdullah Munir. Dan
menurut pengamat penulis dalam penyampaian materi
Abdullah Munir banyak menggunakan metode keteladanan. Metode ini sangat relevan jika mengajar peserta didik yang notabene adalah anak yang masih ditingkatan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD). Yang mana metode tersebut menggunakan sebuah pendekatan psikologis yang bertujuan pada pembentukan karakter siswa. Sehingga semangat belajar siswa akan melejit dan berpengaruh pada prestasi yang baik. Tidak hanya itu, moral atau sikap spiritual siswa yang menjadi penilaian utama dalam
73
kurikulum sekarang (Kurikulum 2013) akan mudah untuk ditanamkan karena penanaman moral dilakukan dengan metode keteladanan dari figur seorang guru dan dibarengi dengan sikap kelembutan hati, kasih sayang, istiqomah diri, dan cinta.
B. Saran-saran 1. Bagi pendidik untuk bisa sukses dalam mengemban tugasnya itu terlebih dahulu ia harus mencintai profesinya dan mencintai anak didiknya. Karena mustahil apabila tanpa mencintai pekerjaan dan siswanya seorang guru bisa sukses dalam mengemban amanahnya sebagai pendidik. 2. Pendidik untuk lebih memperhatiakn penggunaan metode keteladanan lalu dibarengi dengan sikap cinta, kasih dan sayang dalam pembelajarannya, bila metode itu sudah berhasil Insya Allah metode pembelajaran yang lain pun akan mudah di terapkan, karena metode itu adalah landasan dalam interaksi edukatif antara guru dan siswa.
74
DAFTAR PUSTAKA
Alya, Qanita. 2009. Kamus Bahasa Indonesia Untuk Pendidikan Dasar. Jakarta: PT. Indah Jaya An-Nahlawi, Abdurrahman. 1989. Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung: Diponegoro Arif, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Pres Arifin, M. 1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara Asril, Zainal. 2011. Micro Teaching. Jakarta: Rajawali Pers Assegaf, Abd. Rachman. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Bahri Djamarah, Syaiful. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT. Rineka Cipta Daryanto, Darmiatun. 2013. Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Gava Media Departemen Agama Ri. 2001. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Dirjend Pemdinaan Kelembagaan Agama Islam Hadi, Sutrisno. 1990. Metedologi Research. Yogyakarta: Andi Ofset Huda, Miftahul. 2014. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ma‟mur Asmani, Jamal.2009. 7 Kompetensi Guru Menyenangkan dan Profesional. Yogyakarta: Powerbooks Maslikha. 2009. Ensiklopedia Pendidikan. Salatiga: Stain Salatig Press Munir, Abdullah. 2006. Spiritual Teaching: Agar Guru Senantiasa Mencintai Pekerjaan dan Anak Didiknya. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani 75
Munir, Abdullah. 2010. Catatan Cinta Seorang Guru. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani Munir, Abdullah. 2010. Super Teacher. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani Nasih Ulwan, Abdullah. 1999. Pendidikan Anak Dalam Islam Terjemah. Terj. Jamaludin miri. Jakarta: Pustaka Amani Nazarudin, Mgs. 2007. Manajemen Pembelajaran. Yogyakarta: Teras P. Joko Subagyo. 1991. Metodelogi Penelitian Teori Dan Praktek. Jakarta: Rhineika Cipta Ramayulis. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia Redaksi Sinar Grafika. 2006. Undang-Undang Guru dan Dosen. Jakarta: Sinar Grafika Sanjaya, Wina. 2006. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Suryabrata, Sumadi. 1995. Metodelogi Penelitian. Cet-IX, Jakarta: Raja Grafindo Persada Suwaid, Muhammad Nur Abdul Hafizh.2010. Propethic Parenteting: Cara Nabi Mendidik Anak. Yogyakarta: Pro-U Media Undang-Undang Repubik Indonesia No.20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Zuchdi, Dimyati. 2013. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: UNY Pres
76
Daftar Nilai Satuan Kredit Kegiatan (SKK)
Nama
: Iswanto
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
NIM
: 111-12-246
Dosen P.A.
: Mukti Ali, M.Hum.
No
1
2
3
4
5
6
7 8
Nama Kegiatan OPAK ( Orientasi pengalaman Akademik dan Kemahasiswaan ) STAIN Salatiga, “Progresifitas Kaum Muda, Kunci perubahan Indonesia” oleh DEMA STAIN Salatiga. OPAK Jurusan Tarbiyah “Mewujudkan Gerakan Mahasiswa Tarbiyah Sebagai Tonggak kebangkitan pendidikan Indonesia”. oleh STAIN Salatiga. Orientasi Dasar Keislaman(ODK) STAIN Salatiga “Membangun Karakter Keislaman Bertaraf Internasiona Di Era Globalisasi Bahasa” Seminar Entrepreneurship dan Perkoprasian 2012 dengan tema “explore your entrepreneurship talent” yang di selenggarakan oleh MAPALA MITAPASA dan KSEI STAIN Salatiga. Achievment Motivation Training dengan AMT, Bangun Karakter Raih Prestasi LIBRARY USER EDUCATION (Pendidikan Pemakaian Perpustakaan) yang diselenggarakan oleh UPT perpustakaan STAIN salatiga Musabaqoh lughoh „arobiyah(MLA) di selenggarakan oleh Ittaqo STAIN Salatiga Dialog Publik dan Silaturahim 77
Pelaksanaan Keterangan Nilai
05-07 September 2012
Peserta
08-09 September 2012
Peserta
10 September 2012
Peserta
11 september 2012
peserta
2
12 desember 2012
peserta
2
Peserta
2
Peserta
2
10 November Peserta
8
13 september 2012
17 oktober 2012
3
3
2
9
10 11
12
13 14 15
16
17
18
19
20
Nasional dengan tema “Kemanakah Arah Kebijakan BBM? Mendorong Subsidi BBM Untuk Rakyat” Kegiatan sesorah bahasa jawa dengan tema “mekar ngrembagaaken budoyo jawi kanthi jumbuhaken lati, ati lan pakerti” Bedah buku 24 cara mendongkrak IPK Pelatihan karya tulis ilmiyah(PKTI) diselenggarakan HMJ Tarbiyah STAIN Salatiga Penerimaan Anggota Baru(PAB) 2013 dengan tema kristalisasi nilai qur‟ani menuju insan yang penuh hikmah Training kader I diselenggarakan oleh LDK Darul Amal STAIN Salatiga Ibtida‟ Lembaga Dakwah Kampus (LDK) daru amal STAIN Salatiga Training pengembangan diri dan komunikasi diselenggarakan oleh KAMMI komisariat Salatiga Workshop Nasional dengan tema “Sukses akademik, sukses bakat dan hidup bermartabat dengan karya” Seminar Nasional Kewirausahaan bersama Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koprasi(DISPERINDAGKOP) Salatiga Seminar Nasional dengan tema “Pendidikan karakter untuk melahirkan pemimpin masa depan” oleh HMJ PGMI Dialog Nasional yang bertema “Peningkatan Konsep Hablum Minannas melalui Ramadhan” Seminar Nasional dengan tema “Melawan radikalisme dan komunisme” yang di selenggarakan oleh PC PMII Salatiga
78
2012
26 november 2012
Peserta
2
05 desember 2012
Peserta
2
06 maret 2013
Panitia
3
23-24 November 2013
Peserta
2
15-16 maret 2014
Peserta
2
12-13 april 2014
Panitia
3
18 september 2014
Peserta
2
16 desember 2014
Peserta
8
30 oktober 2015
Peserta
8
17 november 2015
peserta
8
19 Juni 2016
Peserta
8
1 Agustus 2016
Peserta
8
79
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Iswanto
Tempat / tanggal lahir
: Kebumen, 12 Agustus 1995
Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Nama ayah
: Sipur
Nama ibu
: Parinah
Tempat tinggal sekarang
: Ngasinan RT 03 RW 04 Desa Ngasinan, Kecamatan Bonorowo, Kabupaten Kebumen.
Menerangkan dengan sesungguhnya : RIWAYAT PENDIDIKAN 1. SD Negeri 2 Ngasinan
: Lulus Tahun 2006
2. SMP PGRI 2 Bonorowo
: Lulus Tahun 2009
3. MA Negeri Kebumen 2
: Lulus Tahun 2012
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sbenar-benarnya.
Salatiga, 14 Maret 2017 Penulis
Iswanto
80