KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM TAFSIR IBNU KATSIR ANALISIS SURAT LUQMAN
SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh AHMAD DUMIATI NIM 11108100
JURUSAN TARBIYAH PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2013
MOTTO
“
Sesungguhnya aku diutus, (tiada lain, kecuali) supaya menyempurnakan akhlak yang mulia” (H.R Muslim)
PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan untuk: Keluarga tercinta Ayahanda dan Ibunda yang telah membesarkan dan mendidikku dengan penuh kerelaan dan pengorbanan baik secara lahir maupun batin dengan iringan do’a restunya. Seluruh keluarga-keluagaku terima kasih atas dorongan dan motivasinya. Kepada bapak M. Gufron M.Ag selaku pembimbing dan sekaligus sebagai motivator serta pengarah sampai selesainya penulisan skripsi ini. Kepada seluruh sahabat-sahabatku yang selalu memberikan semangat untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Kawan-kawan seperjuangan anggakatan 2008 khusus kelas PAI.C yang telah memberikan motivasi dan semangat belajar.
KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrahiim
Segala Puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah serta Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih jauh dari kesempurnaan. Sholawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sebagai tauladan kita untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Penulis menyadari bahwa selesainya penyusunan karya tulis sederhana ini berkat motivasi, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Yang terhormat Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag., selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. 2. Yang terhormat Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M.Si., selaku Kepala Program Studi Pendidikan Agama Islam. 3. Yang terhormat Bapak M. Gufron, M.Ag.,selaku Dosen Pembimbing yang bersedia meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan. 4. Kepada bapak dan ibu dosen yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman dengan penuh kesungguhan dan kesabaran, serta bagian akademik STAIN Salatiga yang telah memberikan layanan serta bantuan kepada penulis. 5. Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan segala kebutuhan lahiriyyah maupun batiniyyah bagi penulis.
6. Keluarga besar dan teman-temanku yang telah memberikan motivasi dan bantuan apapun sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Salatiga, 2 September 2013 Penulis
Ahmad Dumiati Nim 11108100
ABSTRAK
Dumiati, Ahmad. 2013. Konsep Pendidikan Akhlak Anak Dalam Tafsir Ibnu Katsir Analisis Surat Luqman. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: M. Gufron, M.Ag.
Kata kunci: konsep Pendidikan akhlak anak
Penulis meneliti tentang pendidikan akhlak anak dalam tafsir Ibnu Katsir analisis surat Luqman. Tafsir Ibnu Katsir merupakan kitab tafsir yang paling tersohor di dunia Islam. Ketersohorannya itu didukung oleh beberapa fattor yaitu kepakaran penulisan, metode penulisan tafsir, kemurnian tafsir dan validitasnya, sehingga perlu untuk di teliti. Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak anak dalam tafsir Ibnu Katsir analisis surat Luqman. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah 1. bagaimana konsep pendidikan akhlak anak dalam tafsir Ibnu Katsir analisis surat Luqman. 2. Bagaimanakah implikasi pendidikan akhlak anak dalam tafsir Ibnu Katsir analisis surat Luqman terhadap kehidupan sekarang. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka kajian ini menggunakan penelitian library research. Sumber data dalam penelitian ini yaitu Kitab Tafsir Ibnu Katsir Karya Ismail bin Amr bin Katsir bin Dhau bin Katsir bin Zar al-Basri ad-Dimasyqi dan data-data yang diperoleh dari penafsiran ahli tafsir yang didukung dengan hadits-hadits yang relevan dan sumber data yang dijadikan sebagai alat bantu dalam menganalisis masalah yang muncul, yaitu Terjemahan Kitab Tafsir Ibnu Katsir, Fadail alQur‟an diterbitkan pada halaman terakhir tafsir Ibnu Katsir, al-Qur‟an dan terjemahan, ulumul qur‟an dan buku-buku yang ada relevansinya dengan pembahasan. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tahlili yaitu metode yang menjelaskan ayat al-Qur‟an dengan meneliti berbagai aspeknya dan meyikapi seluruh maksud yang dikandung. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pendidikan akhlak anak analisis surat Luqman yang meliputi: pendidikan akhlak anak agar anak mempunyai akhlaqul karimah yang tinggi. pendidikannya terdiri dari pendidikan akhlak kepada Allah, pendidikan akhlak kepada orang tua, pendidikan akhlak kepada orang lain, pendidikan akhlak kepada diri sendiri. Implikasinya terhadap kehidupan sekarang terdiri dari penerapan di era modern, peran orang tua dalam pendidikan akhlak bagi anak.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………
i
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………….............
ii
HALAMAN PENGESAHAN.…………………………………………….............
iii
HALAMAN PERNYATAAN..………….………………………………………..
iv
HALAMAN MOTTO……………………………………………………………..
v
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………….......
vi
KATA PENGANTAR……………………………………………………..............
vii
ABSTRAK…………………………………………………………………….......
ix
DAFTAR ISI……………………………………………………………................
x
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………................
1
A. Latar belakang Masalah……………………………………………….
1
B. Rumusan Masalah………………………………………….................
7
C. Tujuan Penelitian………………………………………………….......
7
D. Kegunaan Penelitian…………………………………………………..
8
E. Metode Penelitian…………………………………………………......
9
F. Penegasan Istilah………………………………………………...........
15
G. Sistematika Penulisan………………………………………………....
18
BAB II SISTEMATIKA KITAB TAFSIR IBNU KATSIR……………………....
20
A. Riwayat Hidup Ibnu Katsir……………………………………............
20
B. Sistematika Tafsir Ibnu Katsir………………………………...............
21
C. Karya-Karya Ibnu Katsir………………………....................................
26
BAB III KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM TAFSIR IBNU 28
KATSIR ANALISIS SURAT LUQMAN.................................................. A. Konsep Pendidikan Akhlak Anak Dalam Al-Qur‟an..........…...............
28
B. Surat Luqman.........................................................................................
32
C. Arti Kosa Kata................………………………………………............ 34 D. Asbabun Nuzul...…................…………………………………............
38
E. Munasabah Ayat..................................................................................... 40 F. Pendidikan Akhlak Anak Dalam Surat Luqman...................................
45
BAB IV PENERAPAN PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM TAFSIR IBNU KATSIR ANALISIS SURAT LUQMAN.......................................
58
A. Penerapan Pendidikan Akhlak Anak Analisis Surat Luqman Di Era Kehidupan Modern................................................................................. 58 B. Peran Orang Tua Terhadap Pendidikan Akhlak Bagi Anak..................
67
BAB V PENUTUP…………………………………………………………….......
69
A. Kesimpulan………………………………………………....................
69
B. Saran-Saran…........……………………………………………………
72
C. Penutup.....…………………………………………………………….
73
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. (Permendiknas no 22, 2007: 1). Jika
kita
perhatikan
akhir-akhir
ini
banyak
orang
telah
mengabaikan pembinaan akhlak anak padahal masalah akhlak tidak bisa dianggap remeh karena akhlak merupakan kunci
perubahan individu
sosial atau kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki. Akhlak anak merupakan dasar dan landasan yang kokoh untuk kehidupan manusia, karena dengan pendidikan akhlak anak akan menjadikan hidup manusia bermanfaat, baik di rumah, madrasah maupun di masyarakat. Dijelaskan bahwa pendidikan akhlak anak dalam buku pendidikan anak usia dini dalam Islam, pendidikan akhlak adalah anak usaha sungguhsungguh untuk mengubah akhlak buruk menjadi akhlak yang baik. Dapat diartikan bahwa akhlak itu adalah dinamis tidak statis, terus mengarah
kepada kemajuan dari tidak baik menjadi baik, bukan sebaliknya. (Mansur, 2011: 274). Sedangkan pendidikan akhlak anak menurut Ahmad Amin, yaitu merupakan usaha yang dilakukan dengan sadar untuk membimbing serta mengarahkan kehendak seseorang guna mencapai tingkah laku yang baik dan diarahkan agar menjadikannya sesuatu kebiasaan. (Ahmad Amin, 1972: 3). Dari uraian di atas yang telah dikemukakan dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud pendidikan akhlak anak adalah suatu usaha bimbingan, pengenalan nilai-nilai ajaran agama Islam, yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalm bertindak atau bertingkah laku yang harus dimiliki dan harus dibiasakan oleh setiap anak dalam kehidupan sehari-hari. Agar anak memiliki kehendak jiwa yang bisa mengembangkan perbuatan baik menjauhi perbuatan yang buruk. Pendidikan akhlak anak wajib dimulai dari lingkungan keluarga yaitu dengan diberi bimbingan dan petunjuk-petunjuk yang benar agar anak-anak terbiasa dengan adat dan kebiasaan yang baik. Mereka harus dilatih sedini mungkin berperilaku yang baik dari dalam keluarga. Sebab anak pada saat yang demikian ini dalam keadaan masih bersih dan mudah dipengaruhi atau dididik, ibarat kertas putih yan belum ada coretan tinta sedikitpun. Sekarang ini banyak orang tua yang mempunyai kesibukan diluar rumah karena mengejar dan mementingkan karir, sehingga melupakan
untuk menanamkan pendidikan akhlak anak dirumah. Sebagai akibatnya, banyak anak-anak yang belum dewasa terjebak dalam pergaulan bebas. Mereka mudah dipengaruhi oleh sesuatu yang dianggap baru, mudah terbawa arus asing tanpa melakukan filterisasi yang ketat. Mereka beranggapan bahwa segala yang datang dari barat pasti modern. Masalah moral (akhlak) anak adalah suatu yang menjadi perhatian dimana saja, karena kerusakan akhlak seseorang akan mengganggu ketenteraman orang lain. Di negara kita tercinta ini sudah banyak orang yang rusak moralnya, terbukti banyak pejabat yang korup dan ini jelas merugikan negara. Dengan demikian masalah akhlak harus diperhatikan. Terutama dari kalangan pendidik, alim ulama, pemuka masyarakat dan orang tua. Pendidikan akhlak harus ditanamkan sejak anak masih dalam kandungan agar nantinya terbiasa dengan hal-hal yang baik. Hidupnya mempunyai pedoman baik di rumah, di madrasah maupun di lingkungan masyarakat yang dihadapinya. Sebagai contoh adalah akhlak Nabi Muhammad saw. dalam perjalanan hidupnya sejak masih kanak-kanak hingga dewasa dan sampai diangkat menjadi Rasul, beliau terkenal sebagai seorang yang jujur, berbudi luhur dan mempunyai kepribadian yang tinggi. Tak ada sesuatu perbuatan dan tingkah lakunya yang tercela yang dapat dituduhkan kepadanya, berlainan sekali dengan tingkah laku dan perbuatan kebanyakan pemuda-pemuda dan penduduk kota Mekah pada umumnya yang gemar berfoya-foya dan bermabuk-mabukan. Karena demikian
jujurnya dalam perkataan dan perbuatan, maka beliau diberi julukan “Al Amin”, artinya orang yang dapat dipercaya. Nabi Muhammad sejak kecil hingga dewasa tidak pernah menyembah berhala, dan tidak pernah pula makan daging hewan yang disembelih untuk korban berhala-berhala seperti umumnya orang Arab jahiliyyah waktu itu. Ia sangat benci kepada berhala itu dan menjauhkan diri dari keramaian dan upacara-upacara pemujaan kepada berhala itu. (Tim Departemen Agama RI, 1984: 58). Berdasarkan hal tersebut maka anak perlu sekali diperhatikan akhlaknya yang baik agar berguna dalam pembentukan pribadinya. Islam menuntut supaya para ibu dan bapak mendidik ana-anaknya dengan pendidikan keagamaan, akhlak serta ketrampilan dengan berbagai ilmu pengetahuan. Alangkah bahagianya jika mempunyai anak yang mau menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai idola dan contoh dalam kehidupan sehari-harinya, karena hanya beliaulah yang pantas dijadikan teladan dalam segala hal. Firman Allah SWT :
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. al-Ahzab/33 : 21). (Terjemahan al-Quran: 420). Manusia berusaha untuk membina dan membentuk akhlaknya anak melalui sarana yang disebut pendidikan. Pendidikan sebagai salah satu alat
kemajuan dan ketinggian bagi seseorang dan masyarakat secara keseluruhan. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan dimulai dari lahir sampai mati. Dengan kata lain adalah Long Live Education yang berarti pendidikan seumur hidup. Jauhari Muchtar: 2005, dalam ilmu pendidikan ada tiga unsur utama yang harus terdapat dalam proses pendidikan, yaitu : 1. Pendidik (orang tua, guru, ustadz, dosen, ulama, pembimbing). 2. Peserta didik (anak, santri, siswa, mahasiswa). 3. Ilmu atau pesan yang di sampaikan (nasihat, mata pelajaran, kuliah, ceramah, bimingan). Sedangkan menurut Prof. Dr. A. Sigit, menambahkan adanya unsur tujuan, alat-alat dan lingkungan. Selain itu ada tiga beberapa unsur lain sebagai pendukung atau penunjang dalam proses pendidikan agar mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu: 1. Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai. 2. Metode yang menarik. 3. Pengelolaan atau manajemen yang profesional. Perlu diketahui bahwa semua unsur-unsur tersebut tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi saling mempengaruhi dan saling berhubungan satu sama lainnya. Jadi apabila kita mengupas salah satu unsur maka tidak akan bisa meninggalkan unsur yang lain. Misalnya jika kita mengupas unsur tujuan, maka denga sendirinya akan menyangkut unsur pendidik unsur peserta didik, ilmu, alat-alat dan unsur-unsur yang lainnya.
Dari uraian di atas, maka penulis meneliti tentang pentingnya pendidikan akhlak anak yang akan dikaitkan dengan tafsir Ibnu Katsir menganalisis surat Luqman Dewasa ini banyak orang tua, bahkan tidak tahu akan kewajibannya terhadap anak-anak dalam keluarga, mereka lebih condong untuk sibuk dengan dirinya sendiri dan pekerjaannya
tanpa
meluangkan waktu dalam hal pendidikan dan perkembangan kepribadian untuk anak-anaknya, pada hal penanaman nilai-nilai budi pekerti itu lahir dari keluarga yakni orang tua sebagai pendidik tunggal dalam lingkungan keluarga. Tafsir Ibnu Katsir dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman pembentuk jiwa dan kepribadian yang agamis sekaligus berfungsi sebagai stabilisator dalam seluruh aktifitas kehidupan manusia yang mempunyai keilmuan dan beriman kepada Allah SWT. Melalui Tafsir Ibnu Katsir pula nilai-nilai akhlak anak dan pandangan hidup Islam dipribumisasikan dengan basis fundamentalis sosial budaya masyarakat. Begitu pula nilainilai luhur menjadikan renungan bagi para pembaca disetiap ayat. Asbabun Nuzul Ayat merupakan peristiwa sejarah, sedangkan sejarah adalah peristiwa yang terjadi sepenuhnya atas kesengajaan, karena itu selalu berlangsung menurut suatu perencanaan. Jadi sejarah selalu bersifat rasional dan empirik. Dalam surat Luqman dengan ajaran nilai pendidikan akhlak anak yang pastinya memiliki cakupan dengan nilai nilai akhlak, penulis tertarik mengetahui konsep pendidikan akhlak anak dalam surat tersebut melalui
kajian pustaka atas tafsir Ibnu Katsir. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat tema tersebut dengan mengambil judul skripsi “KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK ANAK
DALAM
TAFSIR IBNU KATSIR ANALISIS SURAT LUQMAN”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan di atas maka yang menjadi masalah pokok dalam bahasan ini adalah: 1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak anak dalam al-Qur‟an? 2. Bagaimana konsep pendidikan akhlak anak dalam Tafsir Ibnu Katsir analisis surat Luqman? 3. Bagaimanakah implikasi pendidikan akhlak anak dalam tafsir Ibnu Katsir analisis surat Luqman terhadap kehidupan sekarang? C. Tujuan Penelitian Bedasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat menentukan tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan akhlak anak dalam al-Qur‟an. 2. Untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan akhlak anak dalam Tafsir Ibnu Katsir analisis surat Luqman. 3. Untuk mengetahui bagaimanakah implikasi pendidikan akhlak anak dalam tafsir Ibnu Katsir analisis surat Luqman terhadap kehidupan sekarang.
D. Kegunaan Penelitian Manfaat dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua sisi: 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan khusus nya dunia pendidikan islam. 2. Manfaat praktis a. Bagi Penulis Menambah wawasan penulis mengenai konsep pendidikan akhlak anak untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman dalam bersikap dan berprilaku. b. Bagi Lembaga Pendidikan I.
Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang ada, termasuk para pendidik yang ada di dalamnya dan penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan serta pemerintah secara umum.
II.
Dapat menjadi pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Indonesia sebagai solusi terhadap permasalahan pendidikan yang ada.
c. Bagi Ilmu Pengetahuan I.
Menambah khazanah keilmuan tentang konsep pendidikan akhlak anak yang terkandung dari surat Luqman sehingga
mengetahui betapa besar perhatian Allah SWT dalam dunia pendidikan. II.
Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan sehingga dapat memperkaya dan menambah wawasan dibidang tersebut.
Bagi
peneliti
berikutnya
dapat
dijadikan
sebagai
bahan
pertimbangan atau dikembangkan lebih lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang sejenis. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Metode penelitan ini merupakan penelitian pustaka (library research) yang difokuskan pada penelusuran dan penelaahan literature serta bahan pustaka lainnya. 2. Sumber Data a. Sumber primer Kitab Tafsir Ibnu Katsir Karya Ismail bin Amr bin Katsir bin Dhua bin Katsir bin Zar al-Basri ad-Dimasyqi. b. Sumber sekunder Sumber data lain yang di gunakan penulis dalam penelitian ini berupa buku buku lain yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi pokok bahasan penelitian ini. Antara lain : Tafsir Ibnu Katsir Terjemahan, Tafsir al-Qur’an al-Azim, Fadail al-Qur’an diterbikan pada halaman terakhir tafsir Ibnu Katsir, Al-qur’an dan terjemahan, Ulumul
Qur’an dan buku-buku lain yang bersangkutan dengan pembahasan skripsi ini. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi sumber data primer yaitu kitab Tafsir Ibnu Katsir dan sekunder yaitu ringkasan dan kajian tafsir Ibnu Katsir yang berjudul “Lubaabut Tafsiir”. di susun oleh DR. „Abdullah bin Muhammad bin „Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Kapita Selekta, dan buku yang relevan lainnya. Setelah data terkumpul
maka
dilakukan
penelaahan
serta
sistematis
dalam
hubungannya dengan masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data atau informasi untuk bahan penelitian. 4. Teknik Analisis Data Menurut Miles & Huberman (1992: 16) “Bahwa analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi. a. Reduksi Data; reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data “kasar”
yang
muncul
dari
catatan-catatan.
Reduksi
data
berlangsung terus-menerus selama proyek yang berorientasi penelitian kualitatif berlangsung. Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang
tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga
kesimpulan-kesimpulan
finalnya
dapat
ditarik
dan
diverifikasi. Dengan “reduksi data” peneliti tidak perlu mengartikannya sebagai kuantifikasi. Data kualitatif dapat disederhanakan dan dalam aneka macam cara yakni: melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkan-nya dalam satu pola yang lebih luas dan sebagainya. Kadang kala dapat juga mengubah data ke dalam angka-angka atau peringkat-peringkat, tetapi tindakan ini tidak selalu bijaksana. b. Penyajian Data menurut Miles & Huberman membatasi suatu “penyajian” sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Mereka meyakini bahwa penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. Dengan demikian seorang penulis yang merupakan juga penganalisis dapat melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik kesimpulan yang benar atau kah terus melangkah melakukan analisis yang menurut saran yang dikisahkan oleh penyajian sebagai sesuatu yang mungkin berguna.
c. Menarik Kesimpulan Penarikan kesimpulan menurut Miles & Huberman hanyalah sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis (peneliti) selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi begitu seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali serta tukar pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan “kesepakatan intersubjektif” atau juga upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain. Makna-makna yang muncul dari data yang lain harus diuji kebenarannya. Dalam
penarikan
kesimpulan
penulis
juga
menggunakan
pendekatan dan metode antara lain : I.
Pendekatan deduktif
Pendekatan deduktif (deductive approach) adalah pendekatan yang menggunakan logika untuk menarik satu atau lebih kesimpulan (conclusion) berdasarkan seperangkat premis yang diberikan. Dalam sistem deduktif yang kompleks, peneliti dapat menarik lebih dari satu kesimpulan. Metode deduktif sering digambarkan sebagai pengambilan kesimpulan dari sesuatu yang umum ke sesuatu yang khusus (going from the general to the specific).
Dengan pendekatan deduktif ini penulis menganalisa data yang berupa berbagai intepretasi tafsiran surat Luqman baik dari sumber data primer maupun sekunder untuk kemudian ditemukan kekhususan konsep pendidikan akhlak anak yang terkandung di dalam berbagai ayat surat Luqman. II.
Pendekatan induktif
Pendekatan induktif menekanan pada pengamatan dahulu, lalu menarik kesimpulan berdasarkan pengamatan tersebut. Metode ini sering disebut sebagai sebuah pendekatan pengambilan kesimpulan dari khusus menjadi umum (going from specific to the general). Berangkat dari hasil analisa konsep khusus pendidikan akhlak anak yang terkandung dalam surat Luqman, kemudian konsep tersebut dapat ditarik kesimpulan yang merupakan esensi dari konsep pendidikan yang terkandung dalam surat luqman secara umum. III.
Metode Tahlili
Metode tahlili adalah metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran dari seluruh aspeknya, dimulai dengan menguraikan arti kosa kata yang di ikuti dengan penjelasan mengenai arti ayat secara global, kemudian mengemukakan munasabah (korelasi) ayatayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain dilanjutkan dengan membahas asbabun nuzul (latar belakang turunnya ayat) dan dalil-dalil yang berasal dari Rasul, atau sahabat, atau para tabi‟in yang kadang-kadang bercampur baur dengan pendapat para penafsir itu
sendiri dan diwarnai oleh latar belakang pendidikannya, dan sering pula bercampur baur pembahasan-pembahasan dan lainnya yang dipandang dapat membantu memahami nash al-Quran tersebut. (Abdul al Hayy, 1996: 12). Menurut Nashrudin Baidan bahwa metode tafsir tahlili adalah menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Sesuai dengan analisis yang penulis gunakan, penulis dalam penelitian ini menggunakan berbagai referensi berusaha menjelaskan makna yang terkandung dalam surat Luqman secara menyeluruh dan berurutan dari ayat ke ayat berikutnya, dan juga mengungkapkan arti kosa katanya, sebab turunnya, serta munasabah (korelasi) surat Luqman dengan surat atau ayat sebelum atau sesudahnya. Setelah itu, selanjutnya penulis berusaha mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari pada anak. Dengan memiliki konsep pendidikan akhlak anak sebagaimana yang terkandung dalam surat Luqman tersebut, diharapkan para orang tua mampu memberikan pendidikan kepada anaknya sebagai pendidikan yang pertama dan utama. Menurut Neong Muhadjir bahwa Metode ini juga berperan untuk mencari makna yang tersurat, selain itu juga mencari makna yang tersirat serta mengkaitkan hal-hal yang terkait yang sifatnya logik teoritik, etik dan
transendental. Metode ini digunakan dalam rangka mencari kandungan surat Luqman tentang konsep pendidikan akhlak anak. F. Penegasan Istilah 1. Konsep Pendidikan Akhlak Anak Konsep berarti rancangan atau buram surat, ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkrit, dan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. (Depdikbud, 1997: 519). Konsep juga berasal dari kata latin Concipere yang berarti mencakup, mengambil, menangkap. Dari kata concipere
muncul kata
benda conceptus yang berarti tangkapan. Konsep ini dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan istilah pengertian, yakni makna yang dikandung oleh sesuatu. (Nour Bakri, 1986: 2). Pendidikan adalah berasal dari kata men-didik berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara perbuatan mendidik. (www.artikata.com/arti-325206-didik.php.). Sedangkan
menurut
memperkenalkan,
memilih,
Daoed merawat,
Joesoef
pendidikan
meneruskan,
adalah
mengolah
dan
mengembangkan seluruh hasil pikiran, kemauan dan perasaan manusia melalui
training yang diberikannya
kepada
anggota
masyarakat.
Pendidikan dalam arti luas meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi
tua
untuk
mengalihkan
pengetahuannya,
kecakapannya,
ketrampilannya kepada generasi muda, sebagai upaya menyiapkan agar dapat berfungsi hidupnya baik jasmani maupun rohaninya. Salah satu dari ajaran Islam adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan. Karena menurut ajaran Islam, pendidikan adalah juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus dipenuhi, demi untuk kesejahteran dan kebahagiaan dunia akhirat. (Said, 1985: 5). Akhlak adalah berasal dari bahasa Arab, jamak dari “khuluqun” yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Menurut pengertian sehari-hari umumnya akhlak itu disamakan dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun. Akhlak merupakan gambaran sifat batin manusia, akhlak merupakan gambaran bentuk lahir manusia, seperti raut wajah dan body. Dalam bahasa Yunani, pengertian akhlak ini dipakai kata eticos atau ethos artinya adab kebiasaan, perasaan batin kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika. (Zarnuji, 2009: 7). Imam Ghazali dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin mengatakan bahwa akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan lebih lama. Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama
dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk. (Al Ghazaly, tt: 52). Akhlak adalah suatu pengetahuan yang membicarakan tentang kebiasaan-kebiasaan pada manusia yakni budi pekerti mereka dan prinsipprinsip yang mereka gunakan sebagai kebiasaan. Kebiasaan adalah sebuah perbuatan yang muncul dengan mudah. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang masih dalam kandungan (Undang-undang Perlindungan Anak, 2002:3). Maka pendidikan akhlak anak adalah bimbingan atau pimpinan yang dilakukan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Pendidikan akhlak anak dapat juga diartikan sebagai berikut : a. Perbuatan (hal cara) mendidik. b. Ilmu, Ilmu didik, Ilmu mendidik dan pengetahuan tentang didik atau pendidikan. c. Pemeliharaan (latihan-latihan) badan, batin dan jasmanipun. 2. Surat Luqman Surat Luqman terdiri dari 34 ayat, termasuk golongan surat-surat Makkiyyah diturunkan sesudah surat Ash Shaffaat, dalam tafsir ibnu katsir pada jilid 7. Dinamai Luqman karena pada ayat 12 disebutkan bahwa Luqman telah diberi oleh Allah nikmat dan ilmu pengetahuan, oleh sebab itu dia bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang diberikan itu. Dan pada
ayat 13 sampai 19 terdapat nasihat-nasihat Luqman kepada anaknya. Ini adalah sebagai isyarat dari pada Allah supaya setiap ibu bapak melaksanakan pula terhadap anak-anak mereka sebagaimana yang telah dilakukan oleh Luqman. 3. Tafsir Ibnu Katsir Mengenai nama tafsir yang dikarang oleh Ibnu Katsir ini tidak ada data yang dapat memastikan berasal dari pengarangnya. Hal ini karena dalam kitab tafsir dan karya-karya lainnya Ibnu Katsir tidak menyebutkan judul/nama bagi kitab tafsir, padahal beliau menamainya untuk karyakarya lainnya (Qodli, tt). G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi merupakan suatu cara menyusun dan mengolah hasil penelitian dari data serta bahan-bahan yang disusun menurut susunan tertentu, sehingga menghasilkan kerangka skripsi yang sistematis dan mudah dipahami. Adapun sistematika akan penulis jelaskan sebagai berikut: Pada halaman pembuka tercakup halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman pernyataan keaslian tulisan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar, abstrak dan daftar isi. BAB I
: Pendahuluan, pada bab ini berisi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
metode penelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan. BAB II
: Sistematika Kitab Tafsir Ibnu Katsir, pada bab ini berisi tentang: riwayat hidup Ibnu Katsir, sistematika Tafsir Ibnu Katsir dan karya-karya Ibnu Katsir.
BAB III
: Konsep Pendidikan Akhlak Anak Dalam Tafsir Ibnu Katsir Analisis Surat Luqman.
BAB IV
: Implikasi pendidikan akhlak anak dalam tafsir Ibnu Katsir analisis surat luqman dalam kehidupan Sehari-hari .
BAB V
: Penutup menguraikan tentang kesimpulan dan saran.
BAB II SISTEMATIKA KITAB TAFSIR IBNU KATSIR
A. Riwayat Hidup Ibnu Katsir. Ibnu katsir adalah Imam utama al-Hafizh Imadudin Abul-Fida Ismail bin Amr bin Katsir bin Dhau bin Katsir bin Zar al-Basri adDimasyqi, ahli fiqih pengikut Syafi‟i. Datang ke kota Damaskus pada usia 7 tahun bersama saudaranya setelah ayahnya meninggal. Belajar pada Ibnu Syahnah, Al-Amidi, Ibnu Asakir dan Imam lainnya. Ibnu Katsir mendampingi Al-Mizzi dan membaca padanya kitab Tahdzib al-Kamal lalu dinikahkan dengan putrinya. Ibnu Katsir menimbah ilmu dari Ibnu Taimiyah dan mendapat ujian karena kecintaannya kepadanya. Ibnu Qadhi Syuhbah bercerita dalam kitab Thabaqatnya, “Ibnu Katsir memiliki khususan dengan Ibnu Taimiyah. Ia membelanya dan mengikuti banyak pendapatnya. Ia bahkan berfatwa dengan pandangannya tentang thalak yang karenanya ia mendapatkan siksaan dan ujian”. (Eksiklopedia Tafsir, 2010: 229). Ilmu Ibnu Katsir rahimahullah punya ilmu melimpah para ulama menjadi saksi atasnya, utamanya dalam bidang tafsir, hadits dan sejarah. Karya-karyanya beredar di banyak negri saat hidupnya yang diambil manfaatnya oleh umat manusia setelah kematiannya. Ia tidak menempuh cara ahli hadits dalam mendapatkan perawi-perawi lebih tinggi dan hal
sejenis dari bidang mereka. Ia tidak lain ahli hadits para fuqaha. Ia meringkas kitab Ibnus-Salah yang banyak memberi faedah. Ibnu Katsir ilmunya nampak begitu jelas bagi orang yang membaca tafsir atau sejarahnya. Keduanya merupakan karya terbaik yang diper-sembahkan untuk umat manusia. (Eksiklopedia Tafsir, 2010: 229-230). Ibnu Katsir lahir pada tahun 700 H dan kembali ke hadirat Ilahi pada bulan sya‟ban tahun 774 H, dimakamkan di pekuburan Sufiah disisi kuburan gurunya Ibnu Taimiyah. Pada akhir hayatnya matanya buta. Semoga Allah mengucurinya rahmat. (Eksiklopedia Tafsir, 2010: 229).
B. Sistematika Tafsir Ibnu Katsir 1. Gambaran Umum Tafsir Ibnu Katsir Salah satu karya Ibnu Katsir yang monumental dan populer hingga sekarang adalah Tafsir Ibnu Katsir. Mengenai nama tafsir yang dikarang oleh Ibnu Katsir ini tidak ada data yang dapat memastikan berasal dari pengarangnya. Hal ini karena dalam kitab tafsir dan karyakarya lainnya Ibnu Katsir tidak menyebutkan judul/nama bagi kitab tafsir, padahal untuk karya-karya lainnya ia menamainya. Para penulis sejarah tafsir al-Qur‟an seperti Muhammad Husain al-Zahabi dan Muhammad „Ali al-Sabuni menyebut tafsir karya Ibnu Katsir ini dengan nama Tafsir al-Quran al-„Azim. Dalam berbagai naskah cetakan yang terbit pun pada umumnya diberi judul Tafsir al-Qur‟an al-„Azim. Namun, ada pula yang memakai judul Tafsir Ibnu Katsir, perbedaan nama/judul tersebut hanyalah
pada namanya sedangkan isinya sama. Sementara Ibnu Thaqri Bardi menyebut karya tersebut dengan nama Tafsir Al-Quran al-Karim. Ketiga nama itu sebenarnya bisa diterima sebagai esensi yang dimaksudkan tidak lain adalah Tafsir Ibnu Katsir karya Ibnu Katsir sendiri. Hal ini sebagaimana diperkuat dalam ensiklopedi Islam bahwa Ibnu Katsir adalah pengarang Tafsir al-Quran al-„Azhim. Dari masa hidup penulisnya diketahui bahwa kitab tafsir ini muncul pada abad ke-8 H/14 M. Berdasarkan data yang diperoleh kitab ini pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 1342 H/ 1923 M yang terdiri dari empat jilid. Berbagai cetakan dan penerbitan lainnya pada umumnya formatnya hampir sama, hanya saja dengan semakin majunya teknologi naskah cetakan tafsir ini dicetak dengan semakin bagus. Bahkan sekarang kitab ini telah banyak beredar dalam bentuk CD sehingga dengan memanfaatkan teknologi komputer pengkajian
dapat
dilakukan
secara
relatif
cepat
dan
akurat.
(http://helfinarayya.blogspot.com/2012/04/metode-ibnu-katsir-dalamtafsirnya.html). Tafsir ini menggunakan sumber-sumber primer yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an dengan bahasa yang sederhana dan gampang dipahami. Tafsir ini lebih mementingkan riwayat-riwayat yang otentik dan menolak pengaruh-pengaruh asing seperti israiliyat. Tafsir ini merupakan salah satu kitab yang berkualitas dan otentik. Kitab ini telah dicetak beberapa kali dan edisi ringkas telah dipublikasikan, tetapi disunting oleh Muhammad Ali Al-Shabuni. Tafsir ini disusun oleh Ibnu Katsir
berdasarkan sistematika tertib susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf al-Qur‟an yang lazim disebut sebagai sistematika tertib mushafi. Secara rinci kandungan dan urutan tafsir yang terdiri dari empat jliid ini ialah jilid 1 berisi tafsir surah al-Fatihah (1) s/d an-Nisa (4), jilid II berisi tafsir surah al-Maidah (5) s/d an-Nahl (16), jilid III berisi tafsir surah alIsra(17) s/d Yasin (36), dan jilid IV berisi surah al-Saffat (37) s/d an-Naas (114).
(http://helfinarayya.blogspot.com/2012/04/metode-ibnu-katsir-
dalam-tafsirnya.html) 2. Metode Tafsir Ibnu Katsir Keberadan metode analisis (tahlili) telah memberikan sumbangan yang besar dalm melestarikan dan mengembangkan khazanah intelektual Islam khususnya dalam bidang tafsir al-Qur‟an. Berkat metode inilah, maka lahirlah karya-karya tafsir yang besar, diantaranya kitab tafsir alTabari, tafsir Ruh al-Ma‟ani, tafsir al-Maraghi dan lain-lain. Metode tafsir Ibnu Katsir dari segi tafsirnya termasuk dalam katagori tahlili, sesuatu metode
analisis
yang
menafsirkan
ayat-ayat
al-Qur‟an
dengan
memaparkan segalah aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. (Nasiruddin Baidan, 2000: 31 ). Ibnu Katsir dalam metode penafsiran punya kelebihan dalam metode yakni menyebutkan ayat lalu menafsirinnya dengan ungkapan yang mudah dan ringkas. Jika satu ayat dapat ditafsiri oleh ayat lain, maka
ia menyebutkannya lalu membandingkan kedua ayat dan menjelaskan maksudnya. Metode yang dikenal dengan menafsiri ayat dengan ayat ini sangat mendapat perhatian darinya, kelebihan lainnya Ibnu Katsir mengingatkan kita terhadap kisah-kisah israiliyat, mengingatkan secara umum terkadang secara merinci. (Ensiklopedia Tafsir, 2012: 231). Dalam metode ini biasanya mufasir menguraikan makna yang terkandung dalam al-Qur‟an ayat demi ayat dan surat demi surat sesuai dengan urutannya di dalam mushaf atau disebut juga tartib mushafi. Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang terkandung ayat yang ditafsirkan, seperti: pengerian kosa kata, konotasi kalimatnya, latar belakang turunnya ayat, kaitannya (korelasi) dengan ayat-ayat lain, baik sebelum maupun sesudahnya (munasabah), dan tidak ketinggalan pula pendapat-pendapat yang telah diberikan berkenaan dengan tafsiran ayatayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi, sahabat, para tabi‟in, maupun ahli tafsir lainnya. (Tartib Mushafi, 2002: 35-35). 3. Corak Tafsir Ibnu Katsir Tafsir Ibnu Katsir disepakati oleh para ahli termasuk dalam katagori tafsir al-Ma‟tsur. Katagori atau corak ma‟tsur yaitu penafsiran ayat dengan ayat, penafsiran ayat dengan hadis Nabi yang menjelaskan makna sebagian ayat yang dirasakan sulit atau penafsiran dengan hasil Ijtihaj para sahabat, atau penafsiran ayat dengan hasil ijtihaj para tabi‟in. Sistematiaka yang ditempuh Ibnu Katsir dalam tafsirannya yaitu, menafsirkan seluruh ayat-ayat al-Quran sesuai susunannya dalam mushaf
al-Qur‟an, ayat demi ayat dan surat demi surat, dimulai dengan surat alFatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas. Maka secara sistematis tafsir ini menempuh tartib mushafi. (Abd al-Hayy al-Farmawi, 1994: 13 ). 4. Sumber Tafsir Ibnu Katsir Secara garis besar sumber-sumbernya dapat dibagi dua yaitu: a) Sumber Riwayah Sumber ini antara lain meliputi: al-Qur‟an, Sunnah, pendapat sahabat, pendapat tabi‟in. Sumber-sumber tersebut merupakan sumber primer dalam Ibnu Katsir. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa materi sumber ini berasal dari sumber kedua (dirayah), karena walaupun Ibnu Katsir hafiz dan muhadits yang mempunyai periwayatan hadis dan menguasahi periwayat tentang hadis tafsir, dia cenderung mengutip riwayat-riwayat
penafsiran
dari
kitab-kitab
kodifikasi
dari
pada
menyampaikan hasil periwayatannya, maka sumber-sumber tersebut adalah sumber riwayah. Sebagai ulama Mutaakhirin yang sudah jauh rentang masanya dengan pemilik sumber riwayah adalah suatu sikap yang berhati-hati dan menjaga diri apabila dia merujukan riwayat tafsir dengan kitab kodifikasi, sekalipun menguasai periwayatan. (Abd al-Hayy alFarmawi, Metode Tafsir). b) Sumber Dirayah Yang dimaksud dengan sumber Dirayah adalah pendapat yang telah dikutip oleh Ibnu Katsir dalam penafsirannya. Sumber ini selain dari kitab-kitab kodifikasi dari sumber riwayah juga kitab-kitab tafsir dan
bidang selainnya dari para mutaakhirin sebelum atau seangkatan dengannya. Terdapat pula pada sumber ini karya ulama Mutaqoddimin. Hal ini merupakan bukti keterbukaan Ibnu Katsir terhadap karya-karya dari ulama mutaakhirin yang berorientasi ra’yi. Maksudnya dia tidak membatasi pada kutipan karya tafsir ma‟tsur saja, namun juga memasukan pendapat para ulama dalam Islam, namun tafsirnya lebih condong atau dominan kedalam riwayat. (Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir).
C. Karya-Karya Ibnu Katsir Ibnu Katsir adalah sosok ulama yang terkenal. Kontribusi beliau dalam disiplin ilmu begitu besar, sehingga beliau di juluki al-hafiz, hujjah al-muhaddist, al-mu‟arrikh, al-mufassir dan lain sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari begitu banyaknya karya-karya beliau yang dijadikan referensi bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam bidang tafsir antara lain : 1) Tafsir al-Quran al-Azim, lebih dikenal dengan tafsir Ibnu Katsir yang diterbitkan pertama kalinya di Kairo pada 1342 H / 1923 M. 2) Fadail al-Quran, yang berisikan ringkasan sejarah al-Quran, kitab ini diterbitkan
pada
halaman
akhir
tafsir
Ibnu
Katsir
sebagai
penyempurnaan 3) Kitab Jami al-masanid wa al-sunnah,(kitab menghimpun musnad dan as-sunnah).
4) Takhrij al-hadis Adillah al-Tanbih li Ulum al-Hadits, dikenal dengan al-Bait al-hadits. 5) Al-Kutub al-Sittah. 6) Al-Takmilah fi Ma’rifat al-Sighod wa al-Duafa wa al-Mujahil, merupakan perpaduan dari kitab Tahdzib al-Kamal karya al-Mizzi dan Mizan al-I’tidal.
BAB III KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM TAFSIR IBNU KATSIR ANALISIS SURAT LUQMAN
A. Konsep Pendidikan Akhlak Anak dalam al-Qur’an Dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah selain dijadikan sebagai pegangan hidup juga dijadikan sebagai dasar atau alat pengukur baik buruknya sifat seseorang. Apa yang baik menurut Al-Qur‟an dan AsSunnah itu berarti baik dan harus dijalankan sedangkan apa yang buruk menurut Al Qur‟an dan Sunnah berarti tidak baik dan harus dijauhi. (Ali Hasan, 1982: 11). Sebagai dasar umum dari pendidikan akhlak adalah QS. At-Tahrim ayat 6 : Artinya: Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S. AtTahrim/66: 6). (Terjemahan alQur‟an: 560).
Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur‟an. Diriwayatkan oleh Saad bin Hisyam, Suatu hari aku menemui Aisyah yang ketika itu ia bersama ayahnya Abu Bakar. Lalu aku bertanya tentang akhlak Rasulullah, Aisyah berkata, Apakah kamu pernah membaca Al-Qur‟an? Aku menjawab, Tentu. Aisyah kembali berkata, akhlak Rasullah adalah al-Qur‟an. Rasulullah dibina akhlaknya langsung oleh Al-Qur‟an, seperti beberapa ayat berikut yang memberikan pembinaan kepada beliau. Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (Q. S. an-Nahl/16:90). (Terjemahan al-Qur‟an: 277). Artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Q. S. Lukman/31: 17). (Terjemahan al-Qur‟an: 417). Artinya:
tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, Sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diutamakan. (As-Syuura/42: 43). (Terjemahan al-qur‟an: 487). Artinya: (tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. mereka suka merobah Perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) Senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Q. S. Al-Maidah/5: 13). (Terjemahan al-Qur‟an: 109). Dan dalam surat
Fushshilat/41 : 34, Ali Imran/3 : 134, al-
Hujurat/49 : 12 dan lain-lainnya. Semua ayat al-Qur‟an diatas hanyalah sebagian dari pembinaan tentang pendidikan akhlak yang dilakukan oleh Rasulullah kemudian
ayat-ayat itu disampaikan kepada seluruh umat
Islam. Rasulullah menjelaskan kepada manusia bahwa Allah sangat mencintai akhlak mulia dan sangat membenci akhlak tercela. Tak ada satu perbuatan baik pun kecuali Rasulullah telah memerintahkan manusia untuk mengerjakan dan tidak ada satu perbuatan jelek pun kecuali beliau melarangnya. Allah berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang dari perbuatan keji kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(QS.an-Nahl/16 : 90). Demikianlah Allah membina akhlak-akhlak hamba-hamba-Nya terutama
Rasulullah
dalam
akhlak-akhlak
yang
mulia.
Dengan
berpedoman pada dasar atau landasan pendidikan akhlak anak, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pendidikan akhlak anak adalah : 1.
Menyiapkan manusia (peserta didik) agar memiliki sikap dan perilaku yang terpuji baik ditinjau dari segi norma-norma agama maupun norma-norma sopan santun, adat istiadat dan tata krama yang berlaku di masyarakatnya.
2.
Agar setiap orang berbudi pekerti atau berakhlak mulia, bertingkah laku (tabiat) berperangai atau beradat istiadat yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Dalam hal ini Prof. Dr. Athiyah Al-Abrasy berpendapat bahwa:
tujuan dari pendidikan moral (akhlak) ialah untuk mementuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersikap bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci. Secara lebih terperinci lagi bahwa tujuan pendidikan akhlak anak adalah mengkaji dan menginternalisasi nilai, mengembangkan ketrampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak mulia
dalam diri anak serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari dalam konteks sosio-kultural yang berbhineka sepanjang hayat. Untuk itu pendidikan akhlak anak menghendaki agar dari setiap orang tua, guru atau pendidik supaya didalam mendidik mengusahakan cara-cara yang bermanfaat untuk membentuk adat istiadat yang baik, mendidik akhlak, menguatkan niat bekerja mendidik panca inderanya, mengarahkan untuk berjalan yang lurus dan membiasakan beramal yang baik. Adapun yang menjadi dasar tujuan pendidikan akhlak menurut Prof. Dr. M. Athiyah Al-Abrasy adalah sebagai berikut : 1. Pembentukan budi pekerti yang mulia. 2. Memperhatikan aspek duniawi dan ukhrawi yang seimbang. 3. Memperhatikan segi manfaat ilmu. 4. Mempelajari ilmu semata-mata untuk ilmu saja. 5. Mempersiapkan untuk mencari rezeki. B. Surat Luqman Surat Luqman tentang pendidikan akhlak anak:
Artiya: 12.Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barang siapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". 13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". 14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. 15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. 16. (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan memberikan (membalasan). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha mengetahui. 17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). 18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. 19. dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Q.S. Luqman/ 31: 12-19). (Al-Qur‟an dan Terjemahan: 412). C. Arti Kosa Kata ( Mufrodat ) Kosa kata (Mufrodat) surat luqman: AYAT 12
AYAT 13
: Dan Sesunggunya.
: Dan Ketika.
: Kami Telah Memberikan.
: Berkata.
: Luqman.
: Luqman.
: Hikmah.
: Kepada Anaknya
: Agar.
: Dan Dia.
: Bersyukur.
: Memberi Pelajaran Padanya.
: Kepada Allah.
: Wahai Keturunan.
: Dan Barang Siapa.
: Janganlah.
: Bersyukur.
: Kamu Mempersekutukan.
:Maka sesunggunya hanyalah.
: Dengan Allah.
: Ia Besyukur.
: Sesunggunya.
: Untuk Dirinya Sendiri.
: Mempersekutukan
: Dan Barang Siapa Yang.
: Benar-Benar Kezaliman.
: Ingkar.
: Yang Benar.
: Maka Sesunggunya. : Allah. : Maha Kaya. : Maha Terpuji
AYAT 14
AYAT 15
: Dan Kami Wasiatkan.
: Dan Jika.
: Manusia.
: Keduanya Memaksamu.
: Terhadap Kedua Orang
: Untuk.
Tuanya.
: Bahwa. : Mengandungnya. : Ibunya. : Kelelahan. : Atas. : Kelelahan. : Dan Ia Menyapihnya. : Dalam. : Dua Tahun. : Agar.
: Mempersekutukan. : Dengan-Ku. : Apa-apa. : Tidak. : Bagimu. : Dengannya Tentang Itu. : Pengetahuan. : Maka Jangan. : Kamu Mentaati Keduanya.
: Bersyukurlah. : Kepada-Ku. : Dan Kepada Kedua Orang Tuamu. : Kepada-Ku. : Tempat Kembali.
:
Dan
Keduanya. : Di. : Dunia. : Dengan Baik. : Dan Ikutilah. : Jalan. : Orang yang. : Kembali. : Kepada-Ku.
Pergaulilah
: Kemudian : Kepada-Ku : Tempat Kembalimu. : Lalu Akan Ku-Beritahukan Kamu. : Tentang Apa. : adalah Kamu. : Kamu Kerjakan.
AYAT 16
AYAT 17
: Wahai Keturunan.
: Wahai Keturunan.
: Sesunggunya.
: Dirikanlah.
: Jika.
: Shalat.
: Adalah Kamu.
: Dan Suruhlah.
: Seberat.
: Dengan yang Baik.
: Biji.
: Dan Cegahlah.
: Dari.
: Dari
: Sawi.
: Perbuatan Yang Mungkar.
: Maka Adalah.
: Dan Bersabarlah.
: Dalam.
: Atas.
: Batu.
: Apa.
: Atau.
: Menimpa Kamu.
: Di.
: Sesunggunya.
: Langit.
: Demikian Itu.
: Atau.
: Dari.
: Di dalam.
: Ketetapan/ Kesungguhan.
: Bumi.
: Perkara/Perintah.
: Mendatangkan. : Dengannya. : Allah. : Seseunggunya. : Allah. : Maha Halus. : Maha Mengetahui.
AYAT 18
AYAT 19
: Dan Jangan.
: Dan Sederhanakanlah.
: Kamu Memalingkan.
: Didalam.
: Mukamu.
: Berjalanmu.
: Kepada Manusia.
: Dan Lunakkan.
: Dan Jangan.
: Dari.
: Kamu Berjalan.
: Suara.
: Di Muka.
: Sesungguhnya.
: Bumi.
: Seburuk-buruk.
: Angkuh.
: Suara-suara.
: Sesunggunya.
: Sunggu Suara.
: Allah.
: Keledai.
: Tidak. : Menyukai. : Setiap. : Orang Yang Sombong. : Kebanggaan Diri. D. Asbabun Nuzul Secara etimologi, kata asbab al-nuzul berarti turunnya ayat-ayat AlQur‟an diturunkan Allah SWT kepada Muhammad SAW secara berangsur-angsur bertujuan untuk memperbaiki aqidah, ibadah, akhlak dan pergaulan manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran. Karena itu dapat dikatakan bahwa terjadinya penyimpangan dan kerusakan dalam tatanan manusia merupakan sebab turunnya Al-Qur‟an. Asbab al-nuzul (sebab turun ayat) di sini dimaksudkan sebab-sebab yang secara khusus berkaitan dengan turunnya ayat-ayat tertentu. Sedangkan menurut sebagian ulama seperti Imam Asy-Sya‟bi mengatakan turunnya al-Qur‟an ke Baitul Izzah pertama-tama di mulai pada malam Qadar. Setelah itu, diturunkan secara beransur-ansur, sedikit demi sedikit dalam berbagai kesempatan dari beberapa waktu yang berlainan. (Abdul Djalal, 2012: 5155).
Surah ini diturunkan disebabkan bani Quraish senantiasa menanyakan kepada Rasulullah SAW tentang kisah Luqman bersama anaknya dan tentang berbuat baik kepada kedua ibu bapak. Ayat 12-19 menceritakan
secara
khusus
tentang
pendidikan
akhlak
anak.
(http://muhammadabduh13yahoocoid.blogspot.com/p/skripsi-nilai-nilaipendidikan-dalam.html?zx=2be7d842c6816e9a) Adapun sebab turunnya ayat 12-19 dari surat Luqman sejauh penulusuran yang penulis lakukan tidak ditemukan adanya sebab yang melatar belakangi turunnya ayat tersebut, hanya saja dalam ayat 13 dalam riwayat hadits yang bersumber dari imam bukhari, hadits tersebut yang berbunyi:
Artinya: Telah bercerita kepada kami Abu Al Walid telah bercerita kepada kami Syu'bah dari Al A'masy dari Ibrahim dari 'Alqamah dari 'Abdullah berkata; "Ketika turun firman Allah Ta'ala yang artinya: ("Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezhaliman ….") (QS al-An'am ayat 82), para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata; "Siapa diantara kita yang tidak mencampur adukkan imannya dengan kezhaliman?". Maka kemudian Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya: ("Janganlah kamu berbuat syirik (menyekutukan Allah), karena sesungguhnya syirik itu benar-benar kezhaliman yang besar"). (QS Luqman ayat 13). (Sumber : Imam Bukhari, No. Hadist: 3174). Dan hadis yang berikutnya pada ayat 13 yang berbunyi:
Artinya: Telah bercerita kepadaku Ishaq telah mengabarkan kepada kami 'Isa bin Yunus telah bercerita kepada kami Al A'masy dari Ibrahim dari 'Alqamah dari 'Abdullah berkata; "Ketika turun firman Allah Ta'ala yang artinya: ("Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezhaliman ….") (QS al-An'am ayat 82), membuat kaum muslimin menjadi ragu lalu mereka berkata: "Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, adakah orang di antara kami yang tidak menzhalimi dirinya?". Maka beliau berkata: "Bukan itu maksudnya. Sesungguhnya yang dimaksud dengan kezhaliman pada ayat itu adalah syirik. Apakah kalian belum pernah mendengar apa yang diucapkan Luqman kepada anaknya saat dia memberi pelajaran: ("Wahai anakku, Janganlah kamu berbuat syirik (menyekutukan Allah), karena sesungguhnya syirik itu benar-benar kezhaliman yang besar"). (QS Luqman ayat 13). (Sumber: Bukhari, No. Hadist: 3175). Kemudian dalam ayat 14 Nabi saw sendiri memerintahkan agar seorang anak lebih mendahulukan berbuat baik kepada ibunya dari pada kepada bapaknya, sebagaimana diterangkan dalam hadits:
Artinya: "Dari Bahaz bin Hakim, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata "Aku bertanya Ya Rasulullah. kepada siapakah aku wajib berbakti?" Jawab Rasulullah . "Kepada ibumu". Aku bertanya: "Kemudian kepada siapa?". Jawab Rasulullah: "Kepada ibumu". Aku bertanya: "Kemudian kepada siapa lagi?". Jawab Rasulullah: "Kepada ibumu". Aku bertanya: "Kemudian kepada siapa lagi?". Jawab Rasulullah: "Kepada bapakmu" kemudian kerabat yang lebih dekat". (H.R. Abu Daud dan Tirmizi, dikatakan sebagai hadis hasan) E. Munasabah Ayat
Menurut bahasa munasabah berarti persesuaian, hubungan, relevansi yaitu hubungan persesuaian antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang sebelum atau sesudahnya. Ilmu munasabah berarti ilmu yang menerangkan hubungan antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang lain. (Abdul Djalal, 2012: 154). Seperti yang telah dikemukakan di atas, mengenai munasabah, para mufasir mengingatkan agar dalam memahami atau menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an, khususnya yang berkaitan dengan penafsiran ilmiah, seseorang dituntut untuk memperhatikan segi-segi bahasa Al-Qur‟an serta korelasi antar ayat. 1.
Munasabah surat Luqman dengan surat sebelum dan sesudahnya a. Surat sebelumnya (ar-Rum) Munasabah surat Luqman dengan surat sebelumnya (ar-Rum) adalah: 1.) Dalam surat Luqman, Allah menerangkan bahwa barang siapa yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk kemaslahatan dirinya sendiri. Dia sedikitpun tidak merugikan Allah, sebagaimana yang bersyukur tidak menguntungkan-Nya, karena sesungguhnya Allah maha kaya tidak butuh kepada apapun, lagi maha terpuji oleh makhluk di langit dan di bumi. 2.) Dalam
surat
Ar-Rum,
dijelaskan
bahwa
angin
yang
memberikan manfa‟at yang besar bagi kehidupan manusia
menunjukan
adanya
Maha
Pencipta,
manusia
harus
mengimani-Nya dan bersyukur kepada-Nya. b. Surat sesudahnya (as-Sajdah) Munasabah surat Luqman dengan surat sesudahnya (as-Sajdah) adalah : 1.) Dalam surat Luqman dijelaskan bahwa Ash-Sha‟ru adalah sebuah penyakit yang menimpa unta sehingga membengkokan lehernya. Gaya bahasa Al-Qur‟an dalam memilih peribahasa ini bertujuan agar manusia lari dari gerakan yang mirip AshSha‟ru
ini.
Yaitu
gerakan
sombong
dan
palsu,
dan
memalingkan muka dari manusia karena sombong dan merasa tinggi hati. 2.) Dalam surat as-Sajdah, Allah menerangkan tanda-tanda orang beriman yaitu jika disebut nama Allah, mereka bersujud memuji Tuhannya dan mereka bukanlah orang yang sombong. Mereka bangun di malam hari untuk shalat dan berdoa kepada Allah agar diberi rezeki yang halal untuk mereka infakkan, mereka selalu mengharapkan karunia yang besar. 2.
Munasabah dengan Ayat Surat Luqman ayat 12-19 juga memiliki munasabah (korelasi) dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Dalam surat Luqman ayat 111 dijelaskan bahwa Allah menjadikan al-Qur‟an sebagai petunjuk, obat penawar bagi orang-orang yang berbuat baik. Yaitu orang-orang
yang memperbaiki amalnya dengan mengikuti syari‟at, lalu mereka mendirikan shalat yang wajib dengan batas-batasnya, waktu-waktunya serta shalat-shalat yang mengiringinya, baik tambahan yang bersifat rawatib maupun yang tidak bersifat rawatib. Mereka pun menunaikan zakat yang wajib kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Mereka yang meyambung silaturahmi dan kerabat-kerabat mereka serta menyakini batasan pahala di negeri akhirat. Sehingga mereka amat berharap agar Allah memberikan pahala-Nya, tidak berbuat riya, serta tidak menghendaki balasan dan ucapan terima kasih dari manusia mana pun. (Tafsir Ibnu katsir: 197-198). Kemudian menyebutkan kondisi orang-orang yang berbahagia, yaitu yang mengambil petunjuk dari Kitabullah serta mengambil manfaat
dari
pendengarannya,
Dia
mengiringinya
dengan
menyebutkan kondisi orang-orang yang celaka, yaitu orang-orang yang berpaling untuk mengambil manfaat dari mendengarkan Kalamullah serta antusias mendengarkan alat-alat musik dan lagu dengan senandung dan alat-alat musik. Dan menyebutkan tempat kembali orang-orang yang berbakti dari orang-orang yang berbahagia di negeri akhirat, yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan para Rasul serta melakukan amal-amal shahih dengan mengikuti syari‟at Allah, serta menjelaskan tentang kekuasaan-Nya yang agung dalam menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. (Tafsir Ibnu Katsir: 198-202).
Kemudian dilanjutkan ayat 12 sampai 19 dijelaskan bahwa Allah telah memberikan hikmah dan kearifan kepada Luqman, ia bersyukur dan memanjatkan puji kepada-Nya, bersyukur kepada Allah bukan untuk kepentingan-Nya tetapi faedahnya akan diperoleh orang yang bersyukur itu sendiri, karena Allah akan menambah nikmat kepada
setiap
orang
yang
bersyukur
kepada-Nya.
Luqman
mewasiatkan kepada anaknya untuk mengesakan Allah dan tidak memepersekutukan-Nya, berbakti kepada orang tua sepanjang keduanya tidak menyuruh berbuat maksiat kepada Allah, beramal shaleh, selalu mendirikan shalat, mengajak manusia berbuat makruf dan mencegah dari perbuatan mungkar, tidak sombong dan angkuh.(Tafsir Ibnu Katsir: 202-209). Dilanjutkan ayat 20 sampai 34 dijelaskan bahwa Allah menghadapkan
kembali
pembicaraan-Nya
kepada
orang-orang
musyrik dan menegur mereka karena sikapnya
yang dapat
menyaksikan berbagai dalil di jagat raya yang menunjuk kepada keesaan Allah, tetapi mereka tetap saja mengingkarinya. Allah menjelaskan keadaan orang-orang yang menyerahkan diri kepada Allah dan akibat apa yang akan mereka peroleh. Sesudah itu, Allah menenangkan Nabi-Nya karena penderitaan yang beliau alami dengan menjelaskan bahwa tugas Rasul hanyalah menyampaikan risalah Allah. Selanjutnya, Allahlah yang membuat perhitungan dan pembalasan.
Allah
menjelaskan
bahwa
orang-orang
musyrik
mengakui bahwa yang menjadikan langit dan bumi adalah Allah. Konsekuensinya, segala puji haruslah dikembalikan kepada Allah. Setelah itu, Allah menjelaskan bahwa tidak ada yang mampu menghitung nikmat-Nya selain Dia dan memelihara semua itu sama dengan memelihara orang seorang. Pada akhirnya Allah menjelaskan sebagian dari tanda-tanda yang ada di langit dan sebagian tanda-tanda yang ada di bumi. Allah menyuruh kita untuk bertakwa dengan mengingatkan kita kepada hari kiamat. (Tafsir Ibnu Katsir : 212-221). F. Pendidikan Akhlak Anak dalam Surat Luqman Dalam Al–Qur'an surat Luqman ayat 12-19, ada sebuah kisah yang menarik mengenai proses interaksi pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan seorang ayah kepada anaknya. Dalam kisah ini jika di perhatikan dari Al-Qur'an surat Luqman ayat 12-19 Allah memberi penghargaan kepada sang ayah dengan mengabadikan namanya sebagai nama kisah Al-Qur'an karena usahanya yang gigih memberikan nasihat kepada anaknya dengan pelajaran yang mulia. Pendidikan akhlak anak yang terkandung di dalam tafsir Ibnu Katsir pada surat Luqman antara lain adalah : 1. Akhlak Kepada Allah
Artinya: Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barang siapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".(Q.S. Luqman: 31/1213). (Al-Qur‟an dan terjemahan: 412). Ayat tersebut mengisyaratkan bagaimana seharusnya para orang tua mendidik anaknya untuk mengesakan penciptanya dan memegang prinsip tauhid dengan tidak menyekutukan Tuhannya. Kemudian anakanak hendaklah diajarkan untuk mengerjakan sholat. Sehingga terbentuk manusia yang senantiasa kontak dengan penciptanya. Artinya: Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (Q.S. Luqman: 31/17). (Al-Qur‟an dan Terjemahan: 412). Dari ayat-ayat di atas akhlak kepada Allah dalam surat Luqman antara lain adalah: a. Syukur
Kata syukur secara bahasa mempunyai arti pujian secara istilah yaitu mentasarufkan segala kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah sesuai dengan fungsinya.(Ahmad Ad Damanhuri, tt: 5). Syukur manusia kepada Allah dimulai dengan menyadari dari lubuk hatinya yang terdalam betapa besar nikmat dan anugerah-Nya, dan dorongan untuk memuji-Nya dengan ucapan sambil melaksanakan apa yang dikehendaki-Nya dari penganugerahannya itu. Syukur didenifisikan oleh sementara ulama dengan memfungsikan anugerah yang diterima sesuai dengan tujuan penganugerahannya. Ia adalah menggunakan nikmat sebagaimana yang dikehendaki oleh penganugerahannya, sehingga penggunaannya itu mengarah sekaligus menunjuk penganugerah. tentu saja untuk maksud ini, yang bersyukur perlu mengenal siapa penganugerah (dalam hal ini Allah SWT). Mengetahui nikmat yang di anugerahkan kepadanya, serta fungsi dan cara menggunakan nikmat itu sebagaimana dikehendaki-Nya sehingga ini yang dianugerahi nikmat itu benar-benar menggunakannya
sesuai
dengan
apa
yang
dikehendaki
oleh
Penganugerah.(M.Quraisy Shihab, 2002: 122). Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa seseorang yang mensyukuri nikmat Allah, maka sebenarnya bersyukur untuk kepentingan dirinya sendiri. Sebab, Allah akan memberi pahala yang banyak atas kesyukurannya dan melepaskannya dari siksa. Orang yang menyangkal nikmat Allah, tidak mau mensyukuri-Nya, berarti membuat keburukan
terhadap dirinya sendiri, Allah akan menyiksa karena penyangkalannya itu. b. Aqidah Kata aqidah ( aqdu (
) menurut bahasa arab berasal dari kata al-
) yang berarti ikatan, sedangkan menurut istilah yang umum,
bahwa aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang menyakininya.(Yazid bin Abdul Qodir Jawas, 2006: 27). Menurut Muhamad Alim, aqidah berarti perjanjian yang teguh dan kuat, terpatri dan tertanam di dalam lubuk hati yang paling dalam. Secara terminologis berarti keyakinan hidup iman arti khas, yakni pengikraran yang bertolak dari hati. Dengan demikian aqidah adalah urusan yang wajib diyakini kebenaranya oleh hati, menentramkan jiwa, dan menjadi keyakinan yang tidak bercampur dengan keraguan. (Muhammad Alim, 2006: 124). Pendidikan Islam sangat memperhatikan pendidikan aqidah, karena pendidikan aqidah merupakan inti dasar keimanan seseorang yang harus ditanamkan kepada anak sejak dini. Hal ini tersirat dalam firman Allah SWT : Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah,Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".(QS. Luqman: 31/13). (Al-Qur‟an dan Terjemahan: 412). Pendidikan aqidah serta meliputi pengertian, kemudian hakekatnya, dalam hal ini adalah mengenai sifat-sifat Allah baik wajib, mustakhil maupun sifat
ja‟iz Allah serta tanda-tanda kekuasaan Allah harus
ditanamkan pada keluarga Muslim sehingga akan muncul kesadaran bahwa Allah Maha kuasa, dan karena ke-Mahakuasaan Allah itu maka hanya Allah-lah yang patut disembah. Segala sesuatu yang ada di dunia ini hanyalah makhluk ciptaan Allah yang menyiratkan tanda-tanda kebesaran Allah, oleh karena itu dengan demikian dengan pendidikan aqidah ini akan tumbuh generasi yang sadar akan sifat-sifat Ilahiah. (Ibnu Musthafa, 1993: 92-93). Luqman memulai nasihatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik atau mempersekutukan Allah. Larangan ini sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud dan keesaan Tuhan. c. Shalat Shalat dalam arti etimologi adalah do‟a sedangkan secara terminologi shalat adalah perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan yang diawali, takbir dan di akihiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu. Shalat ialah berharap hati kepada Allah sebagai ibadah, yang diwajibkan atas tiap-tiap orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan, berupa perkataan / perbuatan berdasarkan syarat-syarat dan rukun tertentu yang
dimulai dengan “ takbir” dan di akhiri dengan “salam”. (M. Nur Sahid, 2012: 28). Shalat merupakan amalan yang pertama yang akan dihisab di yaumul hisab sebagaimana dalam hadits Nabi yang berbunyi :
Artinya: Dikisahkan oleh Ali bin Nashr bin Ali Aljhima Diriwayatkan Sahl bin Hammad,Hammam menceritakan: Qatada mengatakan dari hasan dari huraits bin Qabisoh mengatakan kota membuat saya senang, saya berkata: ya Allah mudahkanlah aku duduk dengan orang shaleh, kemudian saya duduk dengan Abu Hurairah, kemudia aku berdoa, aku meminta Tuhan untuk memberikan rizki berupa orang yang shaleh, kemudian Abi Hurairah menceritakan hadits yang telah didengar dari Rasulullah, semoga Allah memberikan manfa‟at kepadaku lewat hadits ini, kemudian Abi Hurairah berkata: aku telah mendengar dari Rasulullah, Beliau bersabda: bahwa hal pertama yang dihisab oleh hari kiamat adalah shalatnya, apabila shalatnya baik maka dia akan selamat, apabila shalatnya rusak maka dia akan merugi, bila shalat fardlunya berkurang, Allah berkata: apakah hambaKu melakukan shalat sunah, maka shalat sunah itu bisa menyempurnakan shalat fardlu. (HR. Tirmidzi). (Sunan at-Tirmidzi: 126). Luqman melanjutkan nasihatnya kepada anaknya, nasihat yang dapat menjamin kesinambungan Tauhid serta kehadiran Ilahi dalam buku
kalbu sang
anak. Beliau berkata sambil tetap memanggilnya dengan
panggilan: wahai anakku, laksanakan shalat
dengan sempurna syarat,
rukun dan sunnah-sunnahnya. Dan disamping engkau memperhatikan dirimu dan membentenginya dari kekejian dan kemungkaran, anjurkan pula orang lain berlaku serupa. (Tafsir Ibnu Katsir,2008: 208). 2. Akhlak Kepada Orang tua Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Q.S. Luqman: 31/14-15). (Al-Qur‟an dan Terjemahan: 412). Islam mendidik anak-anak untuk selalu berbuat baik terhadap orang tua sebagai rasa terima kasih atas perhatian, kasih sayang dan semua yang telah mereka lakukan untuk anak-anaknya. Bahkan perintah untuk
bersyukur kepada orang tua menempati posisi setelah perintah bersyukur kepada Allah. Dalam surat luqman ayat 14 menjelaskan bahwa anak diharuskan untuk berbakti, memuliakan, menghormati kepada orang tuanya, karena merekalah yang memelihara, merawat sejak kecil. Bila anak telah berani berbuat dosa kepada orang tuanya, ini berarti telah terjadi penyimpangan dengan mental anak. Padahal berterima kasih adalah paling mudah dari pada membalas budi. Membalas budi adalah perbuatan yang paling sukar karena budi oarng tua kepada kita sangat tak terhingga. (Umar Hasyim, 1983: 137-138). Seorang anak tidak mungkin dapat dan tidak akan sampai mampu membalas budi kedua orang tuanya, walaupun anak tersebut mewaqafkan seluruh umurnya bagi keduanya. Inilah ayat yang mengisyaratkan itu : Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman: 31/14). (Al-Qur‟an dan Terjemahan: 412). Ayat ini menggambarkan nuansa pengorbanan yang agung dan dahsyat. Seorang Ibu dengan tabiat-nya harus menanggung beban yang lebih berat
dan lebih kompleks. Namun luar biasa, ia
tetap
menanggungnya dengan senang hati dan cinta yang lebih dalam, lembut dan halus.( Tafsir Ibnu Katsir, 2008 : 205). Dalam surat luqman ayat 15 dijelaskan bahwa berbakti terhadap orang tua adalah wajib apabila kebaktian itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang melanggar syari‟at Islam, jadi apabila tidak menuruti perintah orang tua untuk berbuat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai syari‟at Islam seperti berbuat kemusyrikan maka ini tidak tergolong ke dalam golongan anak yang durhaka. (Umar Hasyim, 1983: 138).
3. Ahklak Kepada Orang Lain Artinya: Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Q.S. Luqman: 31/18). (AlQur‟an dan Terjemahan: 412). Kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat. Anak-anak haruslah dididik untuk tidak bersikap acuh terhadap sesama, sombong atas mereka dan berjalan dimuka bumi ini. Karena perilaku-perilaku tersebut tidak disenangi oleh Allah dan dibenci manusia. Amar ma‟ruf nahi mungkar adalah suatu amalan yang konstruktif dalam masyarakat, ajaran membangun masyarakat dan sebagai manifestasi
dari rasa tangggung jawab dalam masyarakat. Bagi yang melaksanakan ajaran amar ma‟ruf nahi mungkar dalam keluarga maupun dalam masyarakat adalah sebagai pelopor perbuatan yang membangun. Juga termasuk salah satu dari kerangka demokrasi dan ketertiban menyeluruh. (Umar Hasyim : 140-141). Surat luqman ayat 18 ada nilai-nilai moral yang bisa diambil, yaitu: a. Jangan memalingkan muka saat di ajak berbicara Ketika saat berbicara dengan orang lain sebaiknya tidak memalingkan muka karena meremehkannya, hal ini juga dapat menyinggung perasaan orang yang diajak bicara, akan tetapi hadapilah dengan muka yang berseri-seri dan gembira, tanpa rasa sombong dan tinggi diri. (Tafsir Ibnu Katsir, 2008: 208). b. Tidak bersikap takabur Akhlak itu meliputi seluruh perilaku manusia termasuk cara berjalan, disini memberikan nasehat untuk tidak berjalan di muka bumi ini dengan angkuh dan menyombongkan diri, karena hal itu adalah cara jalan orang-orang yang angkara murka dan sombong, yaitu mereka yang gemar melakukan kekejaman di muka bumi dan suka berbuat zhalim terhadap orang lain. Akan tetapi berjalanlah dengan sikap sederhana karena sesungguhnya cara jalan yang demikian mencerminkan rasa rendah diri, sehingga pelakunya akan sampai kepada semua kebaikan. (Tafsir Ibnu Katsir 2004, 404). Dan di dalam sebuah hadits Nabi telah disebutkan pula :
Artinya: Abdullah diriwayatkan mengatakan kepada saya ayah saya mengatakan kepada kami, Ismail mengatakan kepada Ayyub dari Nafi dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah bersabda : Sesungguhnya orang yang menyeret pakaiannya karena sombong niscaya Allah tidak akan melihatnya (tidak memberi rahmat kepadanya kelak) di hari kiamat, Nafie berkata: aku memberikan kabar bahwa Ummu Salamah berkata, bagaimana kita, Nafie‟ menjawab: satu jengkal, Ummu Salamah bertanya: ketika aku mengawali dengan kakiku, Nafie‟ menjawab:satu dzira‟ maka kamu jangan menambahkannya. (H.R. Ahmad bin Hanbal). (Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad: 2008: 14). 4. Akhlak Kepada Diri Sendiri Artinya: Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (Q.S. Luqman: 31/19). (Al-Qur‟an dan Terjemahan: 412). Maksud ayat di atas Allah memerintahkan untuk sederhana dalam berjalan, dengan tidak menghempaskan tenaga dalam bergaya, tidak melengak-lengok, tidak memanjangkan leher karena angkuh, akan tetapi berjalan dengan sederhana, langkah sopan dan tegap. Memelankan suara adalah budi yang luhur. Begitu pula percaya diri dan tenang karena berbicara jujur. Suara lantang (melengking) dalam berbicara termasuk perangai yang buruk.
Akhlakul karimah merupakan hal yang sangat penting untuk di perhatikan dalam pendidikan keluarga. Yang paling utama ditekankan dalam pendidikan Islam adalah pendidikan akhlak dengan jalan melatih anak membiasakan hal-hal yang baik, menghormati kepada orang tua, bertingkah laku yang sopan baik dalam perilaku keseharian maupun bertutur kata. Pendidikan akhlak tidak hanya dikemukakan secara teoritik, melainkan disertai contoh-contoh konkrit untuk dihayati maknanya, dicontohkan bagaimana kesusahan ibu yang mengandung serta jeleknya suara khimar bukan sekedar untuk diketahui, melainkan untuk dihayati apa yang ada dibalik yang nampak tersebut, kemudian direfleksikan dalam kehidupan kejiwaannya. (Mahfud Junaedi, 2009: 39). Dengan demikian dalam surat luqman ayat 18-19 ada nilai-nilai moral yang bisa diambil yaitu: a. Berjalan dengan sederhana Dalam berjalan hendaknya dengan cara yang sederhana, janganlah berjalan dengan cara tergesa-gesa dan janganlah berjalan dengan terlalu lambat. Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa cara melangkah, janganlah berjalan dimuka bumi dengan angkuh, tetapi berjalanlah dengan lemah lembut sesungguhnya Allah tidak menyukai yakni tidak melimpahkan anugerah kasih sayang-Nya kepada orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri, bersikaplah sederhana dalam berjalan, yakni jangan membusungkan dada jangan juga merunduk bagaikan orang sakit. Jangan berlari tergesa-gesa dan jangan juga sangat perlahan
menghabiskan waktu. Dan lunakkanlah suaramu sehingga tidak terdengar kasar bagaikan teriakan keledai. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. b. Jangan terlalu keras ketika berbicara Ketika
berbicara
sebaiknya
mengurangi
tingkat
kekerasan
suaranya, dan pendekanlah cara bicaranya, janganlah meninggikan suara bilamana tidak diperlukan sekali. Kemudian Luqman menjelaskan penyebab mengapa hal itu dilarang sebagaimana yang disindir oleh ayat di atas. Sesungguhnya suara yang paling buruk dan paling jelek karena dikeraskan lebih dari pada apa yang diperlukan tanpa penyebab adalah suara keledai. Dengan kata lain, bahwa orang yang mengeraskan suaranya itu berarti suaranya mirip suara keledai. Dalam hal ini ketinggian nada dan kekerasan suara dan suara yang seperti itu sangat dibenci oleh Allah SWT. Pendidikan yang di ambil dari ayat tersebut rendah hati. Rendah hati adalah suatu sikap atau kepribadian dimana seseorang tidak sombong ataupun tinggi hati, meskipun orang tersebut mempunyai keunggulan, kelebihan dan prestasi tertentu dibandingkan dengan yang lainnya. Sifat ini perlu kita ajarkan agar tidak menimbulkan sifat sombong, perlu diketahui rendah hati berbeda dengan " rendah diri " rendah diri adalah sikap yang kurang baik, bahkan negative, dimana seseorang merasakan kekhawatiran, takut, tidak mampu tidak percaya diri dan minder anak yang rendah diri biasanya cenderung menyendiri dan sulit bergaul dengan
teman-temannya, seorang anak yang rendah diri sudah barang tentu sulit untuk berkembang dan prestasi secara baik.
BAB IV PENERAPAN PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM TAFSIR IBNU KATSIR ANALISIS SURAT LUQMAN
A. Penerapan pendidikan akhlak anak analisis surat luqman di era kehidupan modern. Affan
Gaffar
mengatakan
bahwa
modernisasi
membawa
konsekuensi terhadap terjadinya social displecement ( masyarakat yang kehilangan pegangan/jati diri ). (Affan Gaffar, 1990: 111). Dimana ada sekelompok orang yang mampu beradaptasi dengan kehidupan yang berubah-ubah dengan cepat dan ada pula yang tertinggal di belakang. Yang termasuk dalam kelompok yang terakhir inilah yang dikatakan Affan Gaffar akan mengalami proses social displasement yang pada akhirnya dapat menciptakan frustasi dan keputus-asaan yang sangat tinggi. Hubungan antara manusia menjadi sangat mekanistis karena selalu dikaitkan dengan persoalan untung rugi. Manusia menjadi sangat pamrih. Dalam kondisi seperti ini, manusia biasanya menjadi gampang putus asa dan pikirannya pendek. Jika melihat gejala-gejala di atas, fenomena yang terjadi di sekitar kita (pada mayarakat) saat ini menunjukkan adanya apa yang disebut Affan sebagai social displecement. Pola pikir masyarakat kita sudah bergeser pada material oriented. Dimana benda merupakan tujuan bukan
menjadi alat semata. Penulis hendak memaparkan ayat-ayat yang berbicara tentang surat Luqman dan mencatat poin-poin yang terpenting dari keindahan dan ungkapannya, argumen, nasehatnya dan isyarat yang dapat menjadi suri tauladan. Ungkapan
adalah isyarat bahwa hikmah itu tidak
datang kecuali dari Allah, diberikan kepada setiap hamba yang kehendaki. Oleh karena itu orang yang diberi hikmah berarti diberikan kebaikan yang banyak sehingga hikmah pada dasarnya bukan semata-mata diperoleh dari perbuatan dan usaha. Sedangkan pada ungkapan
hikmah dapat ditafsirkan
dengan syukur. Oleh karena itu, syukur kepada Allah merupakan buah dari hikmah, syukur kepada Allah merupakan syarat keimanan. Maka tidak dapat disebut hakim kecuali orang yang bersyukur kepada Allah dan menyerahkan kehidupannya kepada Allah. Diungkapkan syukur dengan menggunakan fiil amar, sebagaimana diketahui bahwa fiil amar menunjukkan perbuatan yang dinamis, pelakunya orang - orang yang aktif dan progresif. Sehingga hikmah dari ungkapan syukur yang berbentuk fiil amar adalah untuk memberi pengarahan kepada setiap mukmin agar selalu memperbaharui syukurnya kepada Allah. Artinya selalu mengemukakan rasa syukurnya kepada Tuhannya di setiap kesempatan yang ada, setiap detik dari hari-harinya, karena nikmat Tuhannya kepadanya juga selalu baru, tidak terlepas dari satu waktupun.
Ayat-ayat surat Luqman ini menyebutkan dua objek syukur. Pertama, syukur kepada Allah sebagaimana pada firmannya di atas. Kedua, syukur kepada orang tua, dalam firmannya.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bolehnya bersyukur kepada orang yang memberikan kebaikan. Maka berterima kasih kepada ibu bapak adalah wajib menurut konteks ayat tersebut. Akan tetapi syukur yang sebenarnya hanya boleh diberikan kepada Allah. Seseorang tidaklah bersyukur kepada orang-orang yang berbuat baik melainkan ia bersyukur kepada Allah, karena Allah-lah yang memberikan Ilham kepada manusia untuk berbuat baik. Sehingga tidak bersyukur kepada orang tua melainkan bersyukur kepada Allah, meskipun pada dzahirnya
bersyukur kepada
orang tua, akan tetapi pada dasarnya kita bersyukur kepada Allah yang telah menjadikan keduanya sebab bagi keberadaan kita. Surat Luqman kepada anaknya mengingatkan kepada setiap orang tua (bapak) akan kewajibannya memberikan nasehat kepada anaknya, menasehatinya meskipun tidak menurutinya. Salah satu nasehat Luqman kepada anaknya adanya larangan untuk berbuat syirik. Janganlah kamu menyekutukan Allah, hal ini merupakan isyarat bahwa nasehat itu harus bersifat menyeluruh pada setiap aspek keislaman, mulai dari masalah keimanan, dakwah, aturan-aturan, hukum-hukum, keutamaan-keutamaan, sampai pada masalah adab dan tata krama.
Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada ibu bapaknya. Pada ayat tersebut ada petunjuk bahwa sesungguhnya Allah mewasiatkan hal itu kepada orang yang suka melalaikan dan mengabaikan (kewajiban) terhadap orang tuanya. Sedangkan dalam firman Allah:
“Ibunya telah mengangdungnya dalam keadaan bertambahtambah” Terdapat satu catatan yang sudah pasti benarnya, bahwa seorang ibu pada masa kehamilannya yang panjang terus menerus dalam keadaan lemah, lesu, dan lelah selanjutnya dalam firmannya:
“Dan menyapihnya dalam dua tahun” Ada petunjuk bahwa masa menyusui yang baik untuk seorang anak adalah sampai dua tahun. Tampaknya rahasia rahasia penyakit yang ada pada anak zaman sekarang adalah karena mereka tidak disusui secara alami. Padahal asi sangat penting untuk keselamatan anak, baik jiwa dan raganya. Surat Luqman juga menemukan kepada anak suatu metode yang aman dan indah dalam berhubungan dengan ibu bapaknya dan berbuat baik kepada keduanya. Berbuat baik itu harus dilakukan anak kepada orang tua, walaupun keduanya dosa dan maksiat, bahkan tidak boleh berhenti meskipun keduanya berada dalam kekafiran di dunia dengan baik. Tetapi harus dipahami bahwa taat anak terhadap orang tuanya itu merupakan taat yang dipikirkan oleh akal dan disadari oleh hati. Yaitu mentaati keduanya hanya pada apa-apa yang diridhai Allah. Ayat ini pada
dasarnya membedakan dua hal: kebaikan dan ketaatan, berbuat baik kepada orang tua dituntut dalam segala hal, meskipun keduanya dalam keadaan kafir. Namun, taat itu terikat dengan taat kepada Allah, maka tidak boleh taat kepada keduanya jika perintah-perintah keduanya bertentangan dengan perintah-perintah Allah SWT. Dalam suasana keyakinan dan keimanan, anak yang dapat dipengaruhi oleh gambaran yang dikemukakan tentang ilmu Allah dan kekuasaan-Nya maka seorang bapak baru membebani anaknya dengan masalah-masalah ibadah, dan menyuruhnya untuk mendirikan shalat, menyeru kepada kebaikan dan melarang kepada kemungkaran. Sehingga pembeberan kewajiban itu ada maknanya, hidup dan kehidupannya, karena hati yang penuh keimanan kepada Allah dan mengagungkan-Nya. Perintah-perintah yang diarahkan oleh Luqman kepada anaknya sebagaimana telah dipaparkan adalah sangat relevan dengan era modern ini dimana nilai-nilai religius yang sudah mulai bergeser dengan adanya arus modernisme dan arus globalisasi. Maka kisah Luqman dapat dijadikan pelajaran untuk menata dan melangkah pada setiap perbuatan yang hendak kita kerjakan, tanpa harus memperdebatkan bahwa Luqman adalah nabi atau bukan, yang lebih baik adalah tawaquf (tidak meniadakan dan tidak menetapkan). Bagaimanakah penerapannya bila di terapkan dalam kehidupan sehari-hari? Sebagaimana kita ketahui pendidikan merupakan suatu yang sangat penting bagi manusia. Dan Islam menempatkan pendidikan sebagai
sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia yang harus ditempuh bahkan merupakan sebuah kewajiban. Bila melihat dalam Al Quran banyak ide atau gagasan kegiatan atau usaha pendidikan, salah satunya dapat dilihat dalam surat Luqman ayat 12-19. Dalam Al-Quran surat Luqman tidak menjelaskan banyak tentang kehidupan Luqman hanya menjelaskan tentang wasiatnya kepada putranya yang merupakan konsep pendidikan bagi anak untuk dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana Allah SWT telah menjadikan Luqman dan anaknya sebagai contoh proses pendidikan dari seorang bapak kepada anaknya dan contoh tersebut dikemukakan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada segenap umatnya. Proses pendidikan akhlak anak yang diajarkan oleh Luqman bila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari diantaranya adalah: 1. Akhlak kepada Allah yang patut diterapkan dalam kehidupan seharihari atau keluarga Pembelajaran yang digunakan Luqman dalam mendidik anaknya yaitu dengan bahasa dan nada yang lembut sebagai ungkapan kasih sayang kepada anaknya yakni “Hai Anakku”, disitu menandakan ada “mahabbah”. Dari orang tua ke anak, inilah yang patut diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari atau keluarga agar anak tidak terbiasa mendengar perintah yang bermotif kasar. Oleh karena itu ia menyatakan tentang pendidikan aqidah dengan bahasa yang lembut dengan harapan agar pendidikan ini mudah diterima, dicerna dan
dilaksanakan oleh anak. Dan juga harus menyadari bahwa keimanan kepada AllahYang Maha Esa merupakan fondasi yang utama dalam kehidupan seorang anak dalam melakukan berbagai ibadah, ibadah yang benar adalah apabila dilandasi oleh keyakinan yang benar, dan keyakinan yang benar dalam keyakinannya adalah keimanan kepada Allah Yang maha Esa. Bertolak pada uraian di atas, maka jelas bahwa permasalahan tauhid harus diterapkan kepada anaknya dalam kehidupan sehari-hari, dan sekaligus memerintahkannya. Pesan mulia orang tua kepada anak ini terjadi karena sikap tulus orang tua yang bijaksana terhadap nasib masa depan anaknya. Inilah pesan secara emosional yang sangat menonjol sehingga perlu dilakukan adanya sebuah pendidikan di tengah keluarga. Persoalan jangan menyerikatkan Allah SWT ( Syirik) itu, yang dalam ajaran Islam masuk dalam bidang tauhid, aqidah, adalah merupakan landasan pokok dalam kehidupan sehari-hari manusia. Tidak heran apabila soal itu diletakkan pada nomor satu dalam urutan rangkaian nasihat itu. Syirik adalah penyakit berat dan sangat berbahaya. Syirik disebut kezhaliman yang besar karena seorang meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya, Seseorang tidak pantas melakukan ibadah kepada selain Allah SWT. 2. Akhlak kepada kedua orang tua yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari atau kehidupan keluarga supaya anak "berbuat baik kepada
orang tua" adalah agar anak/ manusia selalu bersyukur setiap saat menerima nikmat yang dilimpahkan kepada mereka, dan berterima kasih serta menghormati kepada orang tua karena mereka telah membesarkan, memelihara, mendidik dan bertanggung jawab atas kehidupan anak-anaknya. Sejak mereka dalam kandungan sampai pada suatu saat ketika anak-anaknya sanggup berdiri sendiri. 3. Akhlak kepada diri sendiri yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari kepada anak agar memiliki kepribadian yang kuat jika penanaman sejak dini dalam keluarga sehingga anak mempunyai sebuah kemampuan untuk menjaga diri dari segala perbuatan keji dan mungkar dalam perkembangannya dikehidupan sehari-hari. Untuk mempertahankan kehormatan, harga diri, dan meningkatkan harkat dan martabat dalam hidup ini, kita memerlukan akhlaq terhadap diri sendiri, antara lain: Menjaga kehormatan dan harga diri, membersihkan diri lahir dan batin. Memiliki dan memupuk sifat-sifat terpuji. Taat menjalankan ajaran agama. Menjaga lisan, mata, telinga, dan tangan dari perbuatan tercela. Mencari rezeki yang halal. Selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah, beramal shaleh, meningkatkan iman dan takwa.
4. Akhlak kepada orang lain Pendidikan yang terakhir yang diajarkan yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari kepada anaknya adalah
pendidikan
budi
pekerti,
atau
akhlak
dalam
hidup
bermasyarakat, diantaranya: a.) Ketika berhadapan dengan orang lain, ketika berbicara maka hadapkanlah dengan muka yang sempurna karena rendah hati dan sebagai rasa hormat, jangan memalingkan muka dengan orang lain dengan sebagian muka atau hanya menampakan bagian samping muka (pipi) saja karena semacam ini adalah kebiasaan orang-orang yang sombong. Termasuk dalam budi pekerti, sopan santun dan akhlaq al karimah adalah apabila anak/seseorang sedang berbicara dengan orang lain, hendaklah dia menghadapkan muka kepada orang tersebut. Menghadapkan muka adalah sebagai isyarat menghadapkan hati, apabila seseorang sedang bebicara dengan orang lain, dan mukanya dihadapkan ke arah yang lain, tentu perbuatan yang semacam ini akan menyinggung perasaan. b.) Hendaklah sederhana ketika berjalan dan lemah lembut dalam berbicara, sehingga orang yang melihat dan mendengar merasa senang dan tenteram hatinya. Berbicara dengan suara yang keras, angkuh, dan sombong dilarang Allah, karena pembicaraan yang demikian itu tidak enak didengar dan menyakitkan hati. Yang dimaksud dengan sederhana dalam berjalan dan berbicara bukanlah
berjalan itu harus menunduk dan berbicara dengan lunak, tetapi berbicara dengan sopan dan lemah lembut sehingga orang lain senang mendengarnya. B. Peran orang tua terhadap pendidikan akhlak bagi anak Bagi orang tua, anak adalah penyejuk hati dan pelengkap jiwa yang tidak dapat terbeli oleh apapun. Anak juga merupakan titipan Allah subhanahu wa ta‟ala yang wajib untuk dijaga, dibina dengan baik. Maka Bersyukurlah bagi semua yang telah dipercayakan oleh Allah untuk memiliki sang buah hati. Namun jangan lalai dengan anugrah tersebut, karena pada akhirnya nanti, manusia pasti akan dimintai pertanggung jawaban tentang semua kesenangan yang telah Allah amanahkan kepada manusia. Sungguh Islam adalah agama yang sempurna hingga pendidikan anak pun diperhatikan dengan serius. Disana sangat ditekankan bahwa pertanggung jawaban orang tua tentang pendidikan anak yang baik sesuai Al Qur‟an dan As sunnah adalah hal yang sangat luar biasa penting, agar mereka terbekali dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akherat. Salah satu hal yang penting dari cabang pendidikan untuk anak adalah mengajarkan kepadanya tentang akhlak yang baik. Sebagai contoh, menyenangkan hati orang lain dan atau bahkan yang sesederhana sekalipun yaitu memberikan wajah berseri saat bertemu dengan saudara muslim yang lain.
Selain itu, hendaknya para orang tua juga menekankan tentang pembelajaran sederhana bagi anak untuk membentuk karakter yang baik lewat beberapa contoh teladan berikut ini. a. Mengajarkan kejujuran. b. Mengajarkan berbuat baik kepada lingkungan mereka. c. Mengajarkan amanah. d. Mengajarkan untuk mengucapkan salam. e. Mengajarkan tidak berboros kata. f. Mengajarkan tidak memanggil dengan Julukan yang Dibenci. Akhlak yang baik setelah bimbingan dan taufik Allah subhanahu wata'ala, merupakan buah kesungguhan usaha anak-anak kita untuk melatih diri mereka dengan berbagai sifat terpuji. Juga merupakan hasil dari jihad yang mereka lakukan tanpa henti dan tak kenal lelah dalam memerangi segala perangai, tabiat dan sifat buruk yang mungkin muncul dalam diri mereka sendiri. Pendidikan seperti inilah yang menjadi wasiat dan warisan yang baik bahkan saat nanti kita telah tiada sekalipun. Dan wasiat baik ini adalah lebih dari sekedar harta atau perhiasan dunia.
BAB V PENUTUP
Dalam bab ini penulis sajikan mengenai ringkasan dari beberapa pembahasan yang telah penulis paparkan di atas dengan judul “Konsep Pendidikan Akhlak Anak dalam Tafsir Ibnu Katsir Analisis surat Luqman” serta sekaligus merupakan jawaban dari rumusan masalah yang menjadi fokus pembahasan ini. Begitu juga penulis sajikan saran-saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan kedepan bagi pendidik lembaga pendidikan serta bagi peneliti yang selanjutnya. A. Kesimpulan Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya bahwa konsep pendidikan akhlak anak dalam tafsir Ibnu Katsir analisis surat Luqman dapat disimpulkan antara lain: 1. Konsep pendidikan akhlak anak dalam al-Qur‟an. Pendidikan akhlak anak dalam Al-Qur‟an adalah dijadikan sebagai pegangan hidup juga dijadikan sebagai dasar atau alat pengukur baik buruknya sifat seseorang. Apa yang baik menurut Al-Qur‟an itu berarti baik dan harus dijalankan sedangkan apa yang buruk menurut Al Qur‟an berarti tidak baik dan harus dijauhi.
2. Pendidikan akhlak anak dalam surat Luqman. a) Akhlak kepada Allah Pendidikan dalam hal ini maksudnya berkaitan dengan ajaran tauhid atau ajaran mengesakan Allah SWT tidak menyekutukan-Nya dan mensyukuri segala nikmat-Nya. b) Akhlak kepada orang tua Menghormati dan taat terhadap kedua orang tua itu wajib dengan ketentuan tidak melanggar atau melenceng dari perintah Allah. Ini memberikan isyarat bahwa kedua orang tua wajib dimulyakan karena jasa-jasanya kepada anak yang tak terhingga. c) Akhlak kepada diri sendri Anak akan memiliki kepribadian yang kuat jika penanaman sejak dini dalam keluarga sehingga anak mempunyai sebuah kemampuan untuk menjaga diri dari segala perbuatan keji dan mungkar dalam perkembangannya. d) Akhlak kepada orang lain Keluarga
memegang
peranan
penting
sekali
dalam
pendidikan akhlak untuk anak-anak sebagai institusi yang pertama berinteraksi dengan anak. 3. Implikasi pendidikan akhlak anak a) Penerapan di era mdern Perintah-perintah yang diarahkan oleh Luqman kepada anaknya sebagaimana telah dipaparkan pada bab sebelumnya adalah
sangat relevan di era modern ini dimana nilai-nilai religius yang sudah mulai bergeser dengan adanya arus modernisme dan arus globalisasi. Maka kisah Luqman dapat dijadikan pelajaran untuk menata dan melangkah pada setiap perbuatan yang hendak kita kerjakan, tanpa harus memperdebatkan bahwa Luqman adalah Nabi atau bukan yang lebih baik adalah tawaquf (tidak meniadakan dan tidak menetapkan). Persoalan jangan menyerikatkan Allah SWT ( Syirik) itu yang dalam ajaran Islam masuk dalam bidang tauhid, aqidah adalah merupakan landasan pokok dalam kehidupan sehari-hari manusia. Berbuat baik kepada orang tua" adalah agar anak atau manusia selalu bersyukur setiap saat menerima nikmat yang dilimpahkan kepada mereka, akhlak kepada diri sendiri yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari kepada anak agar memiliki kepribadian yang kuat dan menanamkan nilai-nilai budi pekerti dalam bermasyarakat. b) Peran orang tua dalam pendidikan akhlak bagi anak. Para orang tua hendaklah menekankan tentang pembelajaran sederhana bagi anak untuk membentuk karakter yang baik lewat beberapa teladan berikut ini: g. Mengajarkan kejujuran h. Mengajarkan berbuat baik kepada lingkungan mereka i.
Mengajarkan amanah
j.
Mengajarkan untuk mengucapkan salam
k. Mengajarkan tidak berboros kata l.
Mengajarkan tidak memanggil dengan julukan yang dibenci
B. Saran-Saran Dari pemaparan di atas, maka penulis akan memberikan saran bagi: 1. Bagi Pendidik Dari konsep pendidikan akhlak anak dalam tafsir Ibnu Katsir Analisis surat Luqman diharapkan menjadi wahana yang konstruktif bagi peningkatan guru Pendidikan Agama Islam kedepan. 2. Bagi Lembaga Pendidikan Lembaga pendidikan sebagai fasilitas dimana terdapat interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam proses pembelajaran, maka dalam hal ini lembaga pendidikan dituntut untuk bersikap terbuka terhadap lingkungan sekitarnya, baik dari perkembangan zaman maupun dari tuntutan masyarakat, karena lembaga sekolah disebut sebagai lembaga investasi manusia. 3. Bagi Peneliti Bahwa hasil dari analisis tentang pendidikan akhlak anak dalam surat Luqman ini masih banyak kekurangannya, maka dari itu diharapkan ada peneliti baru yang mengkaji ulang dari hasil penulisan ini.
C. Penutup Puji syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, rahmat, taufiq dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang sederhana ini. Penulis menyadari meskipun dalam penelitian ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun dalam penulisan ini tidak lepas dari kesalahan dan kekeliruan. Hal itu semata-mata merupakan keterbatasan ilmu dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif dari berbagai pihak demi perbaikan yang akan datang untuk mencapai kesempurnaan. Akhirnya penulis hanya berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi sumbangsih kepada penulis, baik berupa tenaga maupun do‟a. Semoga mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, 2008, Terjemahan Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsir. Jakarta: Pustaka Imam Syafi‟i. Al-Hamid, Husein, Zeid, 2007, Terjemahan ihya Ulum al Din, Jakarta: Pustaka Amani Abdul Wahid, Ramli, 2002, Ulumul Qur’an I, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Adz-Dzahabi, Husaen, Muhammad, 2010, Ensiklopedia Tafsir, Jakarta: Radar Jaya Offset Jakarta. Ad-Damanhuri, Ahmad, 2003, Terjemahan Idohul Mubham, Semarang: Toha Putra. Az- Zhabidi, Imam, 2008, Ringkasan Hadits-Hadits Bukhari, Jakarta: Pustaka Amani. Ahid, Nur, 2010 Pendidikan Keluarga Dalam Perspektif Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Al-Farmawi, Abdul al Hayy, 1996, Metode Tafsir Mawdhu’iy Sebuah Pengantar, Jakarta: PT raja Grafindo Persada. Al-Mas‟udi, Hafidh Hasan, 2012, Akhlak Mulia, Surabaya: PT. Al-Matah. Alim, Muhammad, 2006, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Baidan, Nashruddin, 1998, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bakri Nour, 1986, Logika Praktis, Bandung: Liberty. Bahresi, Husein, 2007, Hadits Shahih Bukhari Muslim, Surabaya: Karya Utama.
Djalal, Abdul, 2012 Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu. Departemen Agama RI, 2007, Al-Qur’an dan Terjemahan: Media Insani. Depdikbud, 1997, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka. Gaffar, Affan, 1990, Medernitas Dalam Islam, Yogyakarta: Sinpress. Ghoffar, M. Abdul dan al-Atsari, Abu Ihsan, 2004, Tafsir ibnu Katsir, Terj. http://helfinarayya.blogspot.com/2012/04/metode-ibnu-katsir-dalamtafsirnya.html. http://muhammadabduh13yahoocoid.blogspot.com/p/skripsi-nilai-nilaipendidikan-dalam.html?zx=2be7d842c6816e9a. Hasyim, Umar, 1983, Cara Mendidik Anak dalam Islam, Surabaya: PT Bina Ilmu. Jawas, Yazid bin Abdul Qodir, 2006 Syarah, Aqidah Ahlussunah Waljama’ah, Bogor: Pustaka Imam Syafi‟ i. Junaedi, Mahfud, Kiai Bisri Musthafa, 2009, Pendidikan Keluarga Berbasis Pesantren, Bandung: Walisongo Press. Milles, Huberman, 1992 Analisis Data Kualitatif, Jakarta: UI-Press. Mansur, 2011, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, Yogyakarta; Pustaka Pelajar. Moleong, Lexy j. 2011, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Offset Rosda Karya. Muchtar, Heri Jauhari, 2005, Fikih Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Mundziri Al, 2008, Ringkasan Hadits-Hadits Muslim, Jakarta: Pustaka Amani. Mustafa, Ibnu, 1993, Keluarga Islam , Bandung: Al-Bayan.
Muhadjir , Noeng, 1996, Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin. Muhajir, Nur, 1972, Toeri Pendidikan, Yogyakarta: Rake Press. Permendiknas, 2007, Standar Isi, Lampiran No. 22 Tahun 2006: Inas Pendidikan. Sahid, Muhammad, nur, 2012, Risalah tuntunan shalat lengkap, Semarang: Widya Karya. Salim basyarahil, 2002, Di Bawah Naungan Al-Qur‟ an, Jilid XXI, Jakarta : Gema Insani Press. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2007. Yogyakarta: pustaka pelajar. Uhbiyati, Nur, 2013, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan Islam, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra. www://118.97.239.242/hadist/kaca=temahadist&imam=bukhari&ID_Bab=2008. htm?indeks=3. Zarnuji, az, 2009, tuntutunan akhlak guru terhadap murid, Semarang: PT. Aneka Ilmu.
RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS
BIODATA DIRI
:
Nama Lengkap
:
Ahmad Dumiati.
Tempat/Tgl Lahir
:
Sindang Marga, 21 April 1987.
Jenis Kelamin
:
Laki-laki.
Agama
:
Islam.
Suku/ Bangsa
:
Melayu/ Indonesia.
Alamat
:
Desa 1 Sindang Marga Kec Sungai Keruh Kab Musi Banyuasin Palembang (Sumsel).
JENJANG PENDIDIKAN : 1. SD Negeri Sindang Marga Palembang. 2. MTs PP. Qodratullah Langkan Palembang. 3. MA Ar-Rahman Pandeglang. 4. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, Angkatan 2008
Demikian daftar riwayat pendidikan penulis yang dibuat dengan data yang sebenarnya dan semoga menjadi keterangan yang lebih jelas.
Salatiga, 2 September 2013
Penulis
Ahmad Dumiati NIM: 11108100