newsletter #13 | AGUSTUS 2014
Tagih Janji Pemerintahan Terpilih Opini Efektifitas Pemerintahan Terpilih
#SinemaPemilu
OLEH ERIK KURNIAWAN
Tagih Janji Pemilu Serentak Nasional dan Daerah OLEH USEP HASAN SADIKIN
Janji dan Visi-Misi Jokowi-JK Bidang Pemilu dan Demokrasi Kaleidoskop Pemilu 2014 (Juli)
Pemilu di #RepublikTwitter OLEH BAGUS PURWOADI
NEWSLETTER #13 | AGUSTUS 2014
pengantar
Tagih Janji Pemerintahan Terpilih dalam “Efektifitas Pemerintahan Terpilih” (hal. 3) menjelaskan, jika dihitung berdasarkan indeks dari Marku Laakso dan Rein Tagaapera, Effective Number Of Parliamentary Parties (ENPP) sistem kepartaian yang terbentuk adalah 8,1 atau 8 sistem kepartaian. Dengan demikian misi penyederhanaan partai untuk meciptakan sistem multipartai sederhana telah gagal. Artinya potensi ketakefektifan dalam aspek ini hasil Pemilu 2014 lebih besar. Terbentuknya polarisasi kuat elite kuasa dalam pilpres pun berdampak pada kerja parlemen di akhir periode 2009-2014 dan 20142019. Kontestasi pemilu yang jauh dari ideologi berdampak pada kuatnya kepentingan menjaga pos kekuasaan sebagai dasar koalisi di parlemen. Kita perlu merujuk pada pengalaman relasi eksekutif-legislatif hasil Pemilu 2009 yang dinilai tak efektif. Kurang kuatnya (karakter) kepemimpinan presiden baiknya dijadikan pelajaran untuk keberanian presiden terpilih mewujudkan janji berdasar mandat (mayoritas) rakyat. Terakhir, partisipasi yang cenderung partisan diharapkan bisa teguh dan kritis menagih janji pemerintahan terpilih. Re-Lawan, begitu terma yang diucap aktivis 98, John Muhammad. Partisan berdasar penilaian “kawan vs lawan” ini mendorong pemilih menjadi relawan. Mungkinkah, para relawan itu turut serta dalam gerakan masyarakat re-(baca:kembali me-)lawan pemerintahan yang tak memenuhi janji sebagai bagian cerita lama pemerintahan terpilih? []
Partisipasi bukan saja dibutuhkan dalam pemilu. Sebagai inti dari demokrasi, partisipasi pun dibutuhkan dalam jalannya pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Pesta memang menuntut kemeriahan kolosal, tapi kehidupan bernegara setelahnya berdampak nyata dan berjalan jauh lebih lama. Menagih janji beserta visi misi pemerintahan terpilih menjadi keharusan untuk menjamin pemilu dan demokrasi sebagai penegakan hak-hak warga dalam konstitusi. Partisipasi tagih janji menghadapi tantangan dari capaian pemilu. Harapan terciptanya pemerintahan efektif menghadapi tiga tantangan. Pertama, hasil pileg tak merampingkan jumlah fraksi di parlemen bahkan malah bertambah dibandingkan periode 2009-2014. Kedua, relasi eksekutif-legislatif tak harmonis karena terbentuk dari polarisasi elite kuasa saat pilpres. Ketiga, partisipasi partisan di pilpres. Opini peneliti bidang hukum Indonesia Parliamentary Center (IPC), Erik Kurniawan 2014 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Joko Newsletter rumahpemilu.org Widodo-Jusuf Kalla terpilih sebagai Presiden dan Redaksi: Usep Hasan Sadikin, Heruperiode Suprapto, Maharddhika, Nelvia Gustina, Bagus Purwoadi; Wakil Presiden Republik Indonesia 20142019. IniUsep pasangan nasional Layout: Hasanpemerintahan Sadikin; Ilustrasi: Usepketiga Hasan Sadikin. yang dipilih melalui pemilihan langsung oleh Redaksi rumahpemilu.org menerima tulisan berita, opini, resensi film, feature seputar pemilu. Tulisan rakyat. akan dimuat untuk kebutuhan publikasi www.rumahpemilu.org dan newsletter. Tulisan dikirim Partisipasi berformat word Beragam ke
[email protected]. rakyat beserta bentuk partisipasinya di
NEWSLETTER #13 | AGUSTUS 2014
opini Efektifitas Pemerintahan Terpilih OLEH ERIK KURNIAWAN Sejak awal, salah satu mandat undang-undang pemilu legislatif adalah mendorong efektifitas kerja parlemen. Penyederhanaan partai politik atau menciptakan sistem multipartai sederhana menjadi bentuk mandat itu. Sebagai produk dari pemilu, proyeksi kelembagaan sistem kepartaian di DPR bisa dilihat dari hasil Pemilu 2014. Pemilu 2014 meloloskan 10 partai politik ke DPR, jumlah ini lebih banyak dari Pemilu 2009. Sistem kepartaian menentukan tingkat keefektifan kerja parlemen. Namun pertanyaannya apakah sistem kepartaian yang dibangun pascapemilu juga membentuk sistem kepartaian? Jika dilihat berdasarkan komposisi perolehan kursi yang sangat menyebar dan porsi penguasaan kursi pemenang pemilu hanya 19,46 persen akan mengindikasikan sistem kepartaian yang juga menyebar. Jika dihitung berdasarkan indeks dari Marku Laakso dan Rein Tagaapera, Effective Number Of Parliamentary Parties (ENPP) sistem kepartaian yang terbentuk adalah 8,1 atau 8 sistem kepartaian. Dengan demikian misi penyederhanaan partai untuk meciptakan sistem multipartai sederhana telah gagal. Giovani Sartori dalam “Parties and Praty system: A Frameworks of Analysis” (1976) membagi sistem kepartaian sebagai berikut; sistem partai tunggal (terdiri dari satu partai dominan), sistem dua partai (terdapat dua partai dominan), sistem multipartai sederhana (terdapat 3-5 partai dominan), dan sistem multi partai ekstrim (terdapat lebih dari 6 partai yang hadir di parlemen). Namun harus diingat, jumlah partai yang dimaksudkan oleh Sartori adalah jumlah efektif partai berdasarkan indeks ENPP, dan bukan berdasarkan jumlah riil partai politik yang hadir di parlemen. Dasar pembagian itu bisa dibandingkan dari hasil pemilu pasca-Reformasi. Pemilu 1999, jumlah partai masuk DPR adalah 21 dengan sistem kepartaian berindeks ENPP 4,7. 3
jumlah partai masuk DPR adalah 21 dengan sistem kepartaian berindeks ENPP 4,7. Bandingkan dengan Pemilu 2004 dengan angka 12 (7,1), Pemilu 2009 dengan angka 9 (6, 2), dan Pemilu 2014 dengan angka 10 (8,1). Dari data tersebut bisa diambil kesimpulan semakin sederhana sistem kepartaian yang dibentuk hasil pemilu maka akan berbanding lurus dengan efektifitas kerja parlemen. Indikator sederhana DPR periode 1999-2004 mampu melaksanakan fungsi legislasi dengan baik (175 dari 200 RUU di Prolegnas) ditambah dengan empat kali perubahan UUD 1945. Ini lebih baik jika dibandingkan dengan DPR periode 20042009 maupun 2009-2014. Beberapa hal yang bisa menjadi rekomendasi dalam rangka mengefektifkan kerja parlemen melaui sistem kepartaian. Pertama, RUU MD3 bisa meneruskan mandat UU Pemilu untuk mencapai tujuan penyederhanaan sistem kepartaian di parlemen melalui pengetatan syarat pembentukan fraksi. Kedua, pengelompokan legislator dengan tiga model pengelompokan: 1. Fraksi; 2. Kelompok anggota; 3. Legislator tanpa Fraksi. Pipit R Kartawidjaya dalam “Mempekuat sistem Presidensialisme” (2012) memberikan catatan, biasanya perbedaan antar pengelompokan anggota tersebut pada hak yang melekat. Fraksi paling kuat dalam kepemilikan hak, misalkan masuk AKD dan mengajukan RUU, kelompok anggota hanya bisa masuk AKD tapi tidak bisa mengusulkan RUU namun ikut membahas. Sedangkan legislator tanpa fraksi hanya menjadi penyerap informasi yang ikut rapat saja tanpa hak megusulkan RUU dan masuk dalam AKD. Hal ini untuk mengakomodasi partai yang lolos ke parlemen dengan porsi penguasaan kursi yang minin dan tidak mau bergabung untuk membentuk fraksi. Ketiga, penyederhanaan partai melalui pengisian anggota komisi. Opsi ini bisa diambil jika syarat
NEWSLETTER #13 | AGUSTUS 2014
jumlah partai masuk DPR adalah 21 dengan sistem kepartaian berindeks ENPP 4,7. Bandingkan dengan Pemilu 2004 dengan angka 12 (7,1), Pemilu 2009 dengan angka 9 (6, 2), dan Pemilu 2014 dengan angka 10 (8,1). Dari data tersebut bisa diambil kesimpulan semakin sederhana sistem kepartaian yang dibentuk hasil pemilu maka akan berbanding lurus dengan efektifitas kerja parlemen. Indikator sederhana DPR periode 1999-2004 mampu melaksanakan fungsi legislasi dengan baik (175 dari 200 RUU di Prolegnas) ditambah dengan empat kali perubahan UUD 1945. Ini lebih baik jika dibandingkan dengan DPR periode 20042009 maupun 2009-2014. Beberapa hal yang bisa menjadi rekomendasi dalam rangka mengefektifkan kerja parlemen melaui sistem kepartaian. Pertama, RUU MD3 bisa meneruskan mandat UU Pemilu untuk mencapai tujuan penyederhanaan sistem kepartaian di parlemen melalui pengetatan syarat pembentukan fraksi. Kedua, pengelompokan legislator dengan tiga model pengelompokan: 1. Fraksi; 2. Kelompok anggota; 3. Legislator tanpa Fraksi. Pipit R Kartawidjaya dalam “Mempekuat sistem Presidensialisme” (2012) memberikan catatan, biasanya perbedaan antar pengelompokan anggota tersebut pada hak yang melekat. Fraksi paling kuat dalam kepemilikan hak, misalkan masuk AKD dan mengajukan RUU, kelompok anggota hanya bisa masuk AKD tapi tidak bisa mengusulkan RUU namun ikut membahas. Sedangkan legislator tanpa fraksi hanya menjadi penyerap informasi yang ikut rapat saja tanpa hak megusulkan RUU dan masuk dalam AKD. Hal ini untuk mengakomodasi partai yang lolos ke parlemen dengan porsi penguasaan kursi yang minin dan tidak mau bergabung untuk membentuk fraksi. Ketiga, penyederhanaan partai melalui pengisian anggota komisi. Opsi ini bisa diambil jika syarat fraksi tetap seperti yang diatur dalam RUU Perubahan UU MD3. Setiap partai yang lolos ke parlemen berhak membentuk fraksi, namun tidak semua fraksi bisa masuk ke seluruh komisi. Hasil Pemilu 2014 menunjukan perolehan suara setiap partai adalah Partai Nas-Dem 8.402.812 4
Hasil Pemilu 2014 menunjukan perolehan suara setiap partai adalah Partai Nas-Dem 8.402.812 (6,89%), PKB 11.298.957 (9,26%), PKS 8.480.204 (6,95%), PDI Perjuangan 23.681.471 (19,41%), Partai Golkar 18.432.312 (15,11%), Partai Gerindra 14.760.371 (12,10%), Partai Demokrat 12.728.913 (10,43%), PAN 9.481.621 (7,77%), PPP 8.157.488 (6,69%), Partai Hanura 6.579.498 (5,39%). Simulasi penyederhanaan partai melalui pengisian anggota komisi bisa dilakukan. Partai Nas-Dem dengan 35 kursi (6,25% kursi parlemen) mendapat alokasi 4 komisi. PKB dengan 47 kursi (8,39%) mendapat 5 komisi. PKS dengan 40 kursi (7,14%) mendapat 4 komisi. PDI Perjuangan dengan 109 kursi (19,46%) mendapat 11 komisi. Partai Golkar dengan 91 kursi (16,25%) mendapat 9 komisi. Partai Gerindra dengan 73 kursi (13,04%) mendapat 7 komisi. Partai Demokrat dengan 61 kursi (10,89%) mendapat 6 komisi. PAN dengan 49 kursi (8,75%) mendapat 5 komisi. PPP dengan 39 (6,96%) mendapat 4 komisi. Partai Hanura dengan 16 kursi (2,86%) mendapat 2 komisi. Komisi dan efektifitas kerja parlemen Komisi merupakan tulang punggung DPR dalam melaksanakan tugasnya. Setiap Anggota DPR harus masuk setiap komisi. Pasal 96 UU No. 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan pasal 53 Peraturan Tata Tertib DPR dituliskan, pelaksanaan tugas DPR baik di bidang legislasi, pengawasan dan anggaran sehari-hari dilaksanakan dalam komisi. Yang menjadi permasalahan adalah kekakuan DPR dalam menentukan jumlah komisi, padahal kewenangan tersebut dimiliki oleh DPR. Pembagian komisi dan mitra kerja pada masa jabatan 2009-2014 tak efektif. Komisi I menangani Kemenhan, Kemenlu, TNI, Kominfo, Wantannas, BIN, LEMSANEG, Lembaga Kantor Berita Nasional, Dewan Pers. Komisi II: Kemendagri, Kemen PAN, SetNeg, LAN, BKN, BPN, ANRI, KPU, Bawaslu. Komisi III: Kemenkumham, Kejagung, PORRI, KPK, Komisi Ombudsman Nasional, KHN, KOMNAS HAM, MA, MK, Setjen MPR,Setjen DPD, PPATK, BPHN, KY (14). Komisi IV: Kementan,
NEWSLETTER #13 | AGUSTUS 2014
HAM, MA, MK, Setjen MPR,Setjen DPD, PPATK, BPHN, KY (14). Komisi IV: Kementan, Kemenhut, Kemen K&P, Bulog, dan Dewan Maritim Nasional. Komisi V: Kemen PU, Kemenhub, Kemenpera, Kemen PPDT, BMKG. Komisi VI: Kementrian Perindustrian, Kemendag, Kemenkop & UKM, Kementrian BUMN, BKPM, BSN, BPKN, KPPU. Komisi VII: Kementrian ESDM, Kementrian LH, Kemenristek, BPPT, Dewan Riset Nasional, LIPI,BATAN, BAPETAN, BAKOSURTANAL, LAPAN, BPHMigas, BP Migas. Komisi VIII: Kemenag, Kemenag, KPP & PA, KPAI, BNPB. Komisi IX: Kemenkes, Kemenakertrans, BKKBN, BPOM, BNP2TKI,PT Jamsostek, PT Askes. Komisi X: Kemendiknas, Kemenbudpar & ekonomi Kreatif, Kemenpora, Perpustakaan Nasional, BPBUDPAR. Komisi XI: Kemenkeu, BAPPENAS, BI, Lembaga Keuangan Bukan Bank, BPKP), BPS, BPK. Bisa dibayangkan dengan jumlah komisi yang saat ini hanya sebelas, harus menangani 46 ruang lingkup kerja dan berhadapan dengan 31 kementerian (plus 3 kementerian koordinator) dan mitra kerja lainya. Artinya 1 komisi DPR harus menangani rata-rata 4 ruang lingkup kerja atau 3 kementerian. Ini belum termasuk badan/lembaga negara lainnya. Artinya, jumlah komisi di Indonesia lebih rendah ketimbang jumlah ruang lingkup kerja atau kementerian. Sebagai perbandingan, Di Cile pada tahun 2002, terdapat 17 kementerian, 18 komisi di DPR, dan 19 komisi di Senat. Di DPR Jerman, untuk setiap ruang lingkup kerja terdapat satu komisi, bahkan dalam masa kerja periode ke 17, Bundestag (DPR Jerman) memiliki 22 Komisi dengan 22 ruang lingkup kerja dan hanya berhadapan dengan 14 kementerian. Lebih lanjut, beberapa negara cukup royal dalam menentukan jumlah komisi, misalnya di Argentina dan dan Meksiko, DPR di masing-masing negara tersebut memiliki 38 dan 43 komisi. Pembangunan sistem pendukung yang dijalankan birokrasi harus menyasar pada dua hal: pertama, susunan organisasi sekretariat jenderal (setjen). Kedua, mengenai model kepegawaian dalam rangka mendorong profesionalitas kerja 5 sistem pendukung.
(setjen). Kedua, mengenai model kepegawaian dalam rangka mendorong profesionalitas kerja sistem pendukung. Mengenai susunan organisasi struktur yang ada berdasarkan Draf RUU sudah cukup baik dengan adanya pusat kajian legislasi, pusat kajian anggaran, pusat perancangan UU dan P3Di. Bisa disesuaikan dengan kolompok ruang lingkup kerja DPR atau berdasarkan fungsi yang melekat di DPR. Selain dua hal diatas, skema sistem pendukung juga perlu juga mengkaji mengenai dukungan negara terhadap anggota dewan. Berapakah ideal jumlah tenaga ahli bagi setiap anggota DPR? Mengacu pada tipologi diatas, perlu dibaca kecenderungan model parlemen kita lebih condong kemana. Hal ini sebagai dasar dalam pemberian dukungan oleh negara terhadap anggota DPR. Tentunya disesuiakan dengan kondisi sosiologis dan kemampuan keuangan negara. [] ERIK KURNIAWAN Peneliti Indonesia Parliamentary Center (IPC)
NEWSLETTER #13 | AGUSTUS 2014
opini Tagih Janji Pemilu Serentak Nasional dan Daerah OLEH USEP HASAN SADIKIN Joko Widodo dalam Debat Calon Presiden bertema “Pembangunan Demokrasi Pemerintahan Bersih, dan Kepastian Hukum” mengatakan pentingnya menyelenggarakan pemilu lansung secara serentak. Capres yang akhirnya terpilih jadi presiden RI ke-7 ini menjelaskan dalam janjinya itu, pemilu secara langsung perlu dipertahankan begitu pun untuk pilkada. Menurut lelaki berpanggilan akrab Jokowi ini, cara pemilihan pemerintahan daerah perlu diubah menjadi serentak. Janji Jokowi itu pun tertera dalam visi-misi calon presiden dan wakil presiden Pilpres 2014. Bersama Jusuf Kalla, visi-misi pasangan pemimpin Indonesia 2014-2019 dalam bidang pemilu secara redaksi bertuliskan: Kami memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu dan lembaga perwakilan. Merujuk pada personal, Jusuf Kalla saat menjadi wakil presiden periode 2004-2009 berkeinginan penyelenggaraan pilkada diserentakan. Efisiensi anggaran negara dan daerah menjadi dasar JK berkeinginan. Dari semua hal yang diucap dan yang ditulis itulah kita perlu mengingat dan menagih janji pemerintahan terpilih. Pemilu langsung dan serentak menjadi satu hal yang penting untuk perbaikan pemilu dan demokrasi.
keberhasilan penyelenggaraan pemilu yang prosedural dengan demokrasi yang substansial akan terkikis. Untuk mengetahui pentingnya mewujudkan pemilu serentak, kita perlu menyadari bahwa sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensial. Pemilu serentak yang dimaksud di sini adalah menggabungkan pemilu eksekutif berhasil dan pemilu legislatif. Tujuannya, untuk menguatkan sistem presidensial dengan mengkondusifkan banyaknya kursi di legislatif sehingga pemerintahan kerja eksekutif berjalan efektif. Menggabungkan pemilu eksekutif dengan pemilu legislatif akan memungkinkan kecenderungan pemilih memilih partai yang mencalonkan presiden yang dipilih pemilih tersebut. Kemungkinan besar kecenderungan ini akan menciptakan parlemen yang kondusif dengan presiden. Partai asal presiden terpilih akan memenangkan pemilu dengan persentase suara atau kursi yang banyak. Sebagai contoh, tingginya elektabilitas Jokowi dimanfaatkan PDIP dengan mengumumkan Jokowi sebagai capres sebelum tahap pemungutan suara Pemilu Legislatif 2014. Jika saat itu pemilu eksekutif dan legislatif sudah digabung, perolehan suara PDIP akan jauh lebih besar dan cenderung mendekati perolehan suara Jokowi. Saat pertama kali pemilihan presiden dilakukan melalui pemilu presiden langsung di 2004, masyarakat berharap segala janji dan visimisi presiden terpilih akan lancar dipenuhi. Hasilnya, Susilo Bambang Yudhoyo (SBY) yang berasal dari partai baru dan sedikit suara, Partai Demokrat, terpilih menjadi presiden. JK sebagai wakil SBY menjadi presiden yang sebenarnya karena JK berasal dari Partai Golkar, partai pemenang. Sistem presidensial tak berjalan karena kebijakan lebih berdasar pada kehendak parlemen.
Pentingnya pemilu serentak Penting menagih janji penyerentakan pemilu langsung dan serentak karena memang ini hal terpenting dalam kepemiluan Indonesia, khususnya rekayasa sistem pemilu. Jika bisa diwujudkan, pemilu Indonesia berubah signifikan menuju kemapanan demokrasi. Ya, bukan hanya mapan dalam penyelenggaraan pemilu tapi juga mapan dalam demokrasi. Jauh sesuai antara keberhasilan penyelenggaraan pemilu yang 6 prosedural dengan demokrasi yang substansial Pemilu daerah serentak
NEWSLETTER #13 | AGUSTUS 2014
Pemilu daerah serentak Yang terjadi pada SBY juga banyak terjadi di pemerintahan daerah. Gubernur, bupati/wali kota yang terpilih tak didukung parlemen daerah. Pemilih di pemilu DPR, DPD, dan DPRD tak banyak yang berpemahaman pentingnya memilih kepala daerah yang berasal dari partai yang mempunyai kursi terbanyak di DPRD. Koalisi partai untuk mengusung kepala daerah pun tak berkeinginan kuat untuk menyesuaikan dengan koalisi yang terjadi di pemerintahan nasional. Jadi, pemerintahan eksekutif dengan legislative yang bertepuk sebelah tangan berjalan luas di pusat hingga provinsi dan kabupaten/kota. Menyerentakan pemilu daerah akan memberi banyak dampak positif. Selain terbentuk pemerintahan efektif yang saling mendukung antara pusat serta provinsi dan kabupaten/kota, konsolidasi demokrasi antarpartai pun matang. Partai-partai punya kepastian waktu dan jeda yang cukup untuk menentukan koalisi yang sehat. Partai-partai di daerah akan merujuk koalisi/oposisi yang terjadi di pusat. Di samping itu, kepengurusan partai di pusat pun akan baik membantu untuk terbentuknya pemerintahan hasil pemilu daerah yang kondusif. Mahkamah Konstitusi telah memutuskan pemilu nasional serentak dilaksanakan 2019. Kewajiban pemerintahan terpilih Pemilu 2014 adalah membuat undang-undang pemilu yang di dalamnya juga mengatur penyelenggaraan pemilu daerah serentak. Undang-undang harus mengatur penjadwalan yang bisa menyesuaikan masa pemerintahan daerah, memperpendek atau memperpanjang, untuk bisa melakukan pergantian pemerintahan melalui pemilu daerah serentak di tahun 2021. Siklus pemilu serentak Rentang waktu dua setengah tahun (2019-2021) waktu yang pas untuk mengevaluasi pemerintahan terpilih sebelumnya. Rakyat bisa menentukan, apakah akan mempertahankan pemerintahan nasional hasil Pemilu 2019 dengan memilih eksekutif dan legislatif asal partai yang sama. Sehingga pemerintahan nasional yang berjalan baik bisa di perkuat ke provinsi hingga kabupaten/kota.
berjalan baik bisa di perkuat ke provinsi hingga kabupaten/kota. Jika pemerintahan hasil pemilu serentak nasional pada 2019 tak berjalan baik, pemilih pun tak perlu menunggu sampai 2024 untuk menghukumnya. Melalui pemilu serentak daerah rakyat bisa tak memilih lagi calon eksekutif dan legislatif partai pemenang 2019. Struktur pemerintahan eksekutif dan legislatif dari provinsi hingga kabupaten/kota beserta posisi jabatannya cukup kuat menjadi daya tawar dan kendali antara rakyat dengan partai yang berstruktur dari pusat hingga daerah. Siklus elektoral dua setengah tahun dengan masa pemerintahan lima tahun pun mendorong tumbuhnya oposisi sehat. Kubu oposisi akan kuat mengkritik jalannya pemerintahan terpilih. Pemerintahan terpilih bisa lebih terdorong untuk bisa menjalankan visi-misi dan janji kampanye sebaik mungkin. Jeda dua setangah tahun antarpemilu merupakan waktu yang cukup untuk memberikan pendapat berbeda/alternatif dari kebijakan pemerintahan terpilih. Ini bisa diakumulasi untuk dirumuskan menjadi visi-misi, program, serta janji di pemilu berikutnya. Dari penjelasan itu semua kita bisa mengingatkan pemilu serentak bukan soal efisiensi anggaran. Mengurangi anggaran hanya dampak dari pengupayaan rekayasa pemilu yang bertujuan menciptakan pemerintahan presidensial yang efektif karena kondusif didukung legislatif. Pemerintahan 2009-2014 ternyata masih perlu diingatkan mengenai substansi pemilu serentak. UU pilkada hendaknya tetap menjaga tujuan menciptakan pemerintahan efektif berdasar sistem presidensial yang didukung parlemen. Jika bentuk penjadwalan untuk bisa menyeragamkan periode pemerintahan daerah agar bisa serentak di tahun 2021, penyelenggaraan pilkada serentak di 2015 jelas di luar dari tujuan dan substandi dari pemilu serentak yang dimaksud tulisan ini. Berjarak satu tahun dengan pemerintahan terpilih 2014 bukan waktu yang cukup untuk mengevaluasi pemerintahan. Pemilih pun belum rasional untuk menentukan, memilih eksekutif dari partai pemenang nasional sebagia tanda 7 kepuasan atau memilih eksekutif asal partai lain
NEWSLETTER #13 | AGUSTUS 2014
dari partai pemenang nasional sebagia tanda kepuasan atau memilih eksekutif asal partai lain atau independen tanda tak puas. Hasil Pemilu 2014 hendaknya kita tagih mengenai pemilu serentak nasional dan daerah. Jokowi sudah mengucapkan janji pelaksanaannya. Kita pun perlu terus mengingatkan substansi pemilu serentak. Jangan sampai cenderung dimaknai JK yang sebatas berdasar efisiensi anggaran. Melalui undangundang pemilu yang menampung segala bentuk kebijakan elektoral, termasuk penyelenggaraan pemilu serentak daerah, kebijakan pemilu serentak nasional dan daerah di pemerintahan terpilih harus bisa tagih realisasinya paling lambat awal 2015. [] USEP HASAN SADIKIN (@usephasans)
8
NEWSLETTER #13 | AGUSTUS 2014
#sinemapemilu
Pemilu di Republik Twitter OLEH BAGUS PURWOADI “Enggak semua yang ditulis di Twitter itu sama, kan, sama aslinya?” Nama Pengusaha Arif Cahyadi tak pernah dikenal oleh publik sampai kemudian sebuah akun media sosial memaparkan citra baik tentang dirinya. Pencitraan itu kemudian disusul dengan cuitan berantai dari akun-akun lainnya hingga publik memandang Arif sebagai seorang tokoh yang patut diperhitungkan. Setelah nama, demikian pula pencitraan dirinya, menjadi Trending Topic di jejaring media sosial, isu yang kemudian muncul adalah pencalonan dirinya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sementara itu, Arif sendiri tak pernah tahu perihal pencalonan dirinya sebagai Gubernur. Bukan sekadar tak tahu, Arif bahkan tak pernah berencana untuk mencalonkan dirinya sebagai Gubernur DKI. Seseorang telah memanfaatkan namanya demi kepentingan pribadi. Orang tersebut adalah Kemal, politisi Republik Twitter (2012) yang merancang citra Sang Calon Gubernur. Director: Kuntz Agus; Screenplay: E.S. Ito; Kemal datang ke sebuah warnet kumuh Artis: Laura Basuki, Abimana Aryasatya, Tio tempat di mana sekelompok pemuda bekerja di Pakusadewo; Durasi: 100 menit. depan layar komputer untuk mengendalikan isu yang berkembang di jejaring media sosial, dalam Sukmo ke media cetak tempat di mana ia bekerja. hal ini adalah Twitter. Kepada mereka, Kemal Pada akhirnya publik mengetahui siapa memesan isu untuk membangun sosok Arif. Para Arif. Melalui berita sang jurnalis di media cetak, pemuda itu merancang pencitraan diri Arif publik pun mengetahui rencana busuk Kemal, dengan menggunakan sejumlah akun palsu yang yang ingin memanfaatkan posisi Arif jika kelak ia memaparkan citra baiknya sebagai seorang menjadi Gubernur Terpilih DKI. Dalam Republik pengusaha. Dengan akun-akun palsu itu pula, Twitter, media cetak, dengan investigasi berbasis mereka menyampaikan dukungan kepada Arif fakta, mengalahkan Twitter, yang mencuitkan untuk menjadi Cagub DKI Jakarta. data fiktif. Jaringan di balik isu pencalonan Arif sebagai Cagub DKI kemudian berhasil dibongkar Media Sosial dan dinamika pemilu oleh Sukmo, salah satu perancang isu itu sendiri. Berdasarkan data Statista yang dilansir tahun ini Sukmo menyampaikan modus penciptaan citra (2014), Indonesia adalah negara dengan pengguna Arif kepada seorang jurnalis. Kemudian, jurnalis Twitter terbanyak ketiga, setelah Amerika dan tersebut memuat hasil investigasinya bersama Jepang. Dengan demikian, ketergantungan Sukmo ke media cetak tempat di mana ia bekerja. masyarakat Indonesia terhadap Twitter terbilang Pada akhirnya publik mengetahui siapa Arif. 9 cukup tinggi. Tingginya ketergantungan Melalui berita sang jurnalis di media cetak, publik masyarakat tersebut membuat Twitter mudah
NEWSLETTER #13 | AGUSTUS 2014
masyarakat tersebut membuat Twitter mudah Republik Twitter, penutupan akun tak akan untuk mengendalikan persepsi publik. menimbulkan efek jera terhadap pelakunya. Kemal, dalam Republik Twitter, Penutupan akun sepertinya bakal sia-sia, memanfaatkan jejaring media sosial untuk mengingat mudahnya seseorang dalam membuat menunjang citra seseorang demi di pemilu akun yang baru, dan kemudian kembali daerah. Hal ini pun terjadi pada Pemilu Presiden melakukan hal yang serupa melalui akun barunya dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 lalu. Media tersebut. sosial dimanfaatkan untuk konstestasi pemilu. Sementara itu, Menkominfo, Tifatul Perbedaannya selain menaikan citra calon Sembiring, mengatakan bahwa himbauan untuk presiden atau pasangan calon, media sosial di tak menanggapi kampanye busuk dengan serius Pilpres 2014 pun digunakan untuk menjatuhkan sudah cukup untuk meredam dinamika sosial citra capres atau paslon lain. yang terjadi di masa menjelang pemilu. Menurut Kampanye-kampanye busuk berseliweran penelitiannya, 44 persen pengguna media sosial di lini masa Twitter dan Facebook, juga media adalah remaja. Maka, kampanye busuk di media sosial lainnya seperti Blog, Youtube, atau sosial tak perlu ditanggapi secara serius. Tapi Instagram. Tujuannya satu, menjatuhkan Tim pada kenyataannya kampanye busuk di media Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil sosial benar-benar menimbulkan dinamika sosial Presiden tertentu, sesuai dengan kepentingan yang serius, justru karena penggunanya adalah kelompoknya masing-masing. Kampanye busuk remaja, yang cenderung tak berpikir panjang di jejaring media sosial sangat mudah menuai terhadap konflik sosial yang bakal mereka tanggapan. Kelompok yang sama akan hasilkan dari perilaku politik mereka di media mendukung, dan memperbusuk kampanye sosial. mereka, sementara kelompok yang berseberangan cenderung menanggapi secara emosional. Sinergitas penyelenggara pemilu dan pemerintah Tanggapan emosional akan dibalas dengan Pernyataan antara Bawaslu dan Menkominfo tanggapan yang lebih emosional, hingga menunjukkan, pemerintah dan penyelenggara kemudian menimbulkan dinamika sosial yang tak pemilu belum bersinergi secara maksimal. hanya terjadi di dunia maya, melainkan juga di Mekanisme Penegakkan Hukum Terpadu dalam kehidupan nyata. (Gakkumdu), yang melibatkan Bawaslu, Polri, Bawaslu mengakui, mereka tak bisa dan Jaksa Agung, terlalu panjang untuk mengawasi lalu-lintas kampanye hitam yang mengatasi pelanggaran demi pelanggaran yang mengalir deras di dalam media sosial. Melalui mengalir begitu deras, sementara batas kadaluarsa Komisionernya, Daniel Zuchron, Bawaslu dari sebuah laporan pelanggaran itu sendiri terlalu mengatakan bahwa media sosial bukan ranah pendek. pengawasan mereka. Bawaslu berharap, Menteri Berdasarkan pengalaman dalam Komunikasi dan Informatika cepat tanggap dalam penanganan kasus dugaan pelanggaran hukum menangani persoalan kampanye busuk dalam pemilu yang lalu, sejumlah kasus yang diteruskan jejaring media sosial, sebab, menurut Daniel, oleh Bawaslu ke pihak kepolisian dihentikan, Menkominfo memiliki otoritas untuk mendeteksi sebab tak memenuhi syarat untuk bisa disebut lalu-lintas elektronik. Daniel Zuchron sendiri sebagai pelanggaran hukum pemilu. Jika mengatakan, Bawaslu merekomendasikan untuk Bawaslu, sebagai pihak penyelenggara, telah menutup akun yang terbukti menyebarkan menyerahkan laporan kasus dugaan pelanggaran kampanye-kampanye busuk. Persoalannya, jika kepada pihak kepolisian, sesungguhnya aneh, akun-akun penyebar kampanye busuk tersebut bagi kepolisian, untuk menyatakan laporan adalah akun palsu, seperti akun pendukung tersebut bukan merupakan tindakan pelanggaran. pencalonan Arif sebagai Gubernur DKI dalam Bukankah Bawaslu yang seharusnya punya Republik Twitter, penutupan akun tak akan otoritas untuk menentukan yang mana yang 10 menimbulkan efek jera terhadap pelakunya. pelanggaran dan yang mana yang bukan? Penutupan akun sepertinya bakal sia-sia, Hal itu menunjukkan bahwa persoalan pemilu
NEWSLETTER #13 | AGUSTUS 2014
otoritas untuk menentukan yang mana yang pelanggaran dan yang mana yang bukan? Hal itu menunjukkan bahwa persoalan pemilu belum menjadi prioritas bagi pemerintah. Wewenang Bawaslu sendiri masih sangat terbatas (atau dibatasi) untuk menindaklanjuti segala bentuk pelanggaran yang, menurut mereka, berada di luar ranah pengawasannya. Penyelenggara hanya bisa menindak pelaku pelanggaran yang identitasnya telah terdaftar dalam Komisi Pemilihan Umum (KPU), baik sebagai penyelenggara, peserta, maupun tim kampanye. Lalu bagaimana dengan pengguna jejaring media sosial? Kampanye busuk di media sosial praktis tak tertangani. Republik Twitter menunjukkan kepada kita bahwa Twitter telah menjadi medan tempur paling strategis dalam membangun, pun menjatuhkan, citra seseorang. Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Veri Junaidi, mengatakan, jika memang bukan ranahnya, seharusnya Bawaslu bisa menempatkan pelanggaran di jejaring media sosial dalam kategori pelanggaran lainnya. Seandainya Bawaslu benar-benar memasukkan pelanggaran di jejaring media sosial sebagai bentuk pelanggaran pemilu, kemudian apa langkah selanjutnya? Bagaimana menelusuri pelaku yang identitasnya belum jelas tersebut? Bagaimana jika si pemilik akun menghapus sendiri akunnya, sebelum penegak hukum menangani kasusnya? Mengutip Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, Jimly Asshiddique, sesungguhnya yang dibutuhkan dalam pemilu dan jejaring media sosial (tambahan, dari saya) adalah etika. Jika pengguna media sosial mengenal etika dalam penggunaannya, tentu saja angka kampanye busuk bakal dapat ditekan. Etika pemilu dan masyarakat Dari pengalaman pemilu tahun ini, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), sebagai organisasi yang berada di tengah-tengah masyarakat, harus segera mendampingi mereka dalam mengenal etika dalam pemilu, sebab sanksi hanya berlaku bagi masyarakat yang belum dewasa. Seberat apa pun sanksi dijatuhkan, saya pesimis sanksi tersebut dapat menimbulkan efek jera terhadap 11
bagi masyarakat yang belum dewasa. Seberat apa pun sanksi dijatuhkan, saya pesimis sanksi tersebut dapat menimbulkan efek jera terhadap para pelanggar hukum. Lagipula, animo masyarakat terhadap politik hari ini sudah demikian tinggi, adalah sangat sayang untuk kemudian menekan mereka dengan sanksi-sanksi. Dalam Republik Twitter, etika tersebut hadir dalam diri seorang jurnalis. Jurnalisme menyampaikan fakta berbasis investigasi untuk meredam desas-desus ala warung kopi. Persoalannya, di Pilpres 2014 media massa beserta jurnalisnya melakukan ketaksesuaian fakta dan terlibat dukungan. Media massa televisi, cetak, dan online juga terpolarisasi mendukung paslon Pilpres 2014. Maka, Republik Twitter dan Pilpres 2014 menyadarkan, pekerjaan rumah Indonesia dengan pemilunya adalah bagaimana menyediakan ruang perbincangan di masyarakat yang bisa membuktikan fakta layaknya jurnalistik investigatif. Bagaimana pula ruang perbincangan ini diselenggarakan dan bisa diakses luas masyarakat dengan segala tingkat ekonomi. Pada dasarnya pemilu dan twitter bisa diakses siapa pun. Selain syarat untuk berhak atau layak mengaksesnya, keduanya ada prosedur identifikasi keterlibatan. Tapi prosedur yang menyertakan kebebasan mengakses dan terlibat di pemilu dan twiiter menjadi hal yang normatif saja jika tak menyertakan etika tiap personal dalam interaksinya. [] BAGUS PURWOADI (@BagusPurwoadi) Jurnalis di rumahpemilu.org
NEWSLETTER #13 | AGUSTUS 2014
Janji dan Visi-Misi Jokowi-JK Bidang Pemilu dan Demokrasi “!”Dalam Debat Calon Presiden bertema *Memberikan prioritas “Pembangunan Demokrasi Pemerintahan Bersih, dan Kepastian Hukum” Jokowi mengatakan, pentingnya menyelenggarakan pemilu lansung secara serentak. Pemilu langsung perlu dipertahankan begitu pun untuk pilkada. Cara pemilihan pemerintahan daerah perlu diubah menjadi serentak.
“!”Visi-misi Jokowi-JK dalam Pilpres 2014: TRISAKTI 1. Kedaulatan politik dalam pembangunan demokrasi politik berdasarkan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Kedaulatan rakyat menjadi karakter, nilai dan semangat yang dibangun melalui gotong royong dan persatuan bangsa.
2.
Berdikari ekonomi diwujudkan dalam pembangunan demokrasi ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan di dalam pengelolaan keuangan negara dan pelaku utama dalam pembentukan produksi dan distribusi nasional. 3. Kepribadian kebudayaan diwujudkan melalui pembangunan karakter dan kegotong-royongan yang berdasar pada realitas kebhinekaan dan kemaritiman sebagai kekuatan potensi bangsa dalam mewujudkan implementasi demokrasi politik
dan demokrasi ekonomi Indonesia masa depan.
Dalam Sembilan Agenda Prioritas 1. Memperkuat peran Indonesia dalam kerjasama global dan regional untuk membangun saling pengertian antarperadaban, memajukan demokrasi dan perdamaian dunia. 2. Membuat Pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola Pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Memulihkan kepercayaan publik pada institusiinstitusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu dan lembaga perwakilan. Mewujudkan tata kelola pemerintahan transparan.
pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusiinstitusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu dan lembaga perwakilan.
*Memperkuat peran Indonesia sebagai negara demokratis dan berpenduduk mayoritas Muslim moderat dalam mendorong kerjasama global dan regional untuk membangun demokrasi dan toleransi antar kelompok.
*Mereformasi
sistem dan kelembagaan demokrasi. Dalam kebijakan pelembagaan demokrasi, akan memberi penekanan 6 prioritas: 1. Merestorasi undang-undang tentang partai politik untuk mendorong pelembagaan partai politik, melalui penguatan sistem kaderisasi, rekruitmen, dan pengelolaan keuangan partai. 2. Mendorong pengaturan pembiayaan partai melalui APBN/APBD yang diatur dengan Undang-Undang Partai Politik. Ini adalah konsekuensi dari partai yang eksistensinya adalah piranti dasar bangunan demokrasi. 3. Menginisiasi reformasi pengaturan pembiayaan kampanye. Hal ini bisa dilakukan melalui perubahan UU Pemilu yang memberikan pembatasan pengeluaran partai bagi kepentingan pemilu. Pengaturan ini dimaksudkan agar partai tidak terjebak dalam politik biaya tinggi dan sekaligus membangkitkan kembali semangat voluntarisme. 4. Mereformasi pengaturan pengawasan atas penyelenggaraan pemilu. Mengingat kekacauan penyelenggaraan pemilu merupakan kombinasi dari lemahnya kapasitas KPU dan kaburnya fungsi lembaga pengawas di tengah-tengah kecenderungan penggunaan politik uang, manipulasi suara serta politisasi birokrasi, maka perIu didorong peningkatan fungsi pengawasan lembaga pengawas pemilu, memfasilitasi hak publik yang lebih luas untuk melakukan pengawasan, dan sekaligus mendesak agar 12 netralitas penyelenggara negara, baik TNI,
NEWSLETTER #13 | AGUSTUS 2014
pengawasan, dan sekaligus mendesak agar netralitas penyelenggara negara, baik TNI, POLRI, Birokrasi dan Aparat Intelijen, sebagai prinsip yang ditegakkan secara sungguh-sungguh melalui sanksi yang lebih keras; 5. Memperjuangkan dan mendukung secara terus menerus pendapatan struktur Ketatanegaraan dan Tata Pemerintahan yang mampu melaksanakan good and clean governance, melalui mekanisme checks and balances antar lembaga Negara. Penataan struktur ketatanegaraan perIu dilakukan mengingat terjadi peningkatan jumlah lembagalembaga negara yang selanjutnya justru menyebabkan tumpang tindih dan bahkan fragmentasi antar lembaga negara. Kecenderungan meningkatnya lembaga-Iembaga negara ini terjadi karena beberapa faktor: pertama, kehendak untuk selalu menempuh jalan pintas ketika menghadapi problema kegagalan fungsi lembaga negara yang sudah ada. Fenomena mencari jalan pintas dengan membentuk lembaga baru selanjutnya justru membuat disfungsionalisasi lembaga-lembaga yang sudah ada. Faktor yang kedua, adalah bersumber dari tiadanya tuntutan ideologis yang jelas dalam memandu kerja-kerja lembaga negara dan pemerintahan yang ada. 6. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang didasarkan pada prinsip-prinsip tata kelola yang baik dan bersih. Hal ini bisa terjadi kalau antar lembaga negara pemerintahan juga saling control sesuai dengan prinsip check and balances. Selain itu, keharusan setiap lembaga negara untuk memenuhi prinsip transparasi dan akuntabilitas adalah sesuatu yang perlu didorong ke depan. Di sisi lain, ruang partisipasi dan kontrol publik seharusnya tetap dibuka sehingga lembaga pemerintahan menjadi semakin akuntabel. []
13
NEWSLETTER #13 | AGUSTUS 2014
Kaleidoskop Pemilu 2014 Juli 2014 1/7.
KPU mengingatkan, masyarakat perantau yang belum mengurus pindah memilih menggunakan formulir A5 di tempat perantauan masih bisa mengurusnya hingga H-3 di tempat asal. Tak perlu harus mudik, KPU membolehkan hal itu diurus anggota keluarga di tempat asal. Komisioner KPU Hadar N Gumay di Kantor KPU (1/7) mengatakan, KPU juga membolehkan pengurusan A5 diwakilkan. Pemilih bisa meminta anggota keluarganya untuk menemui Panitia Pemungutan Suara (PPS) tingkat desa/kelurahan guna mengecek apakah sudah terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT). Terkait dengan waktu pencoblosan, Komisioner KPU Ida Budhiati mengatakan, pemilih pindahan yang sudah terdaftar di DPTb memiliki hak yang sama dengan pemilih yang di DPT. Semuanya bisa mencoblos dalam rentang waktu yang sama dengan pemilih tercatat di DPT, yaitu pukul 07.00 hingga 13.00.
2/7.
KPU menyatakan siap menggelar pemilu presiden di luar negeri 4-6 Juli atau lebih awal daripada di dalam negeri yang 9 Juli. Tiga metode penggunaan hak pilih di luar negeri yang diterapkan adalah langsung datang ke tempat pemungutan suara, menggunakan kotak jemputan atau dropbox, dan melalui pos. Ketua KPU, Husni Kamil Manik di Jakarta mengatakan, berdasarkan laporan yang masuk, ketersediaan logistik di luar negeri sudah siap semua untuk digelar pemilu presiden lebih awal pada 4, 5, dan 6 Juli nanti.
3/7.
KPU menggelar pemilihan umum presiden-wakil presiden pada 4-6 Juli 2014 melalui Surat Keputusan KPU tentang Hari dan Tanggal Pemungutan Suara untuk luar negeri di 130 Panitia Pemilihan Luar Negeri.
4/7.
yang menguntungkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu. Permintaan evaluasi itu diajukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) karena kedua stasiun televisi tersebut tak lagi mengindahkan peringatan dan teguran KPI.
6/7.
Ketua Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Qatar Muhammad Kamaluddin mengatakan, jumlah pemilih pada pilpres meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan jumlah pemilih pada pemilu legislative. Jika pada pemilu legislative jumlah pemilih 1.520 orang, pada saat pilpres 3.209 orang memberikan suara. Peningkatan partisipasi pemilih juga terjadi di Jeddah. Menurut Pelaksana Fungsi Pensosbud KJRI Jeddah Syarif Shahabudin, 7.746 pemilih memberikan suara pada 4 Juli, naik dari jumlah pemilih pada pemilu legislative, 6.427 orang.
7/7.
Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengharapkan agar KPPS tidak diskriminatif. Penyerahan C6 ada berita acaranya sehingga bisa dipantau jika ada KPPS yang berusaha curang. Pemilih yang belum mendapatkan C6 bisa menanyakan kepada ketua RT atau langsung ke KPPS setempat. Pada pemilu presiden kali ini, TPS maksimal bisa menampung hingga 800 pemilih, dari sebelumnya pada pemilu legislatif lalu dibatasi 400 orang.
8/7.
KPU memastikan tidak akan menyelenggarakan pemilihan presiden susulan di Hong Kong, menyusul protes pemilih yang tak sempat mencoblos. Menurut anggota KPU, Sigit Pamungkas, Bawaslu menyatakan kelompok penyelenggara pemungutan suara di sana tak melanggar aturan sehingga tidak ada pemilu susulan. Ini sama saja dengan di sini. Pemilih datang setelah pukul 13.00 tak bisa mencoblos. Masyarakat tak bisa berlindung di balik hak memilih, tanpa mengikuti peraturan pemilihan yang diterbitkan KPU.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) diminta mengevaluasi kelayakan izin TVOne dan MetroTV. Kedua lembaga penyiaran 9/7. Ketua KPU Husni Kamil Manik itu dinilai tak layak menyandang predikat televisi mengingatkan semua pihak, mulai Kamis ini ada berita. Alasannya, terus menyiarkan pemberitaan provinsi. Berdasarkan pantauan, rekapitulasi yang menguntungkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu. Permintaan 14 berjalan lancar meski diwarnai protes, tetapi tidak meluas. Hingga kemarin malam, pengunggahan
NEWSLETTER #13 | AGUSTUS 2014
provinsi. Berdasarkan pantauan, rekapitulasi berjalan lancar meski diwarnai protes, tetapi tidak meluas. Hingga kemarin malam, pengunggahan formulir rekapitulasi tingkat TPS (C1) di laman KPU sudah mencapai 98,61 persen. Rekapitulasi tingkat kecamatan (DA1) juga terus merangkak naik hingga 57,36 persen. Adapun rekapitulasi tingkat kabupaten/kota (DB1) sudah 43,26 persen. Melalui laman ini, publik bisa ikut mengawasi ada tidaknya pergeseran suara.
18/7. Rekapitulasi suara Pemilu Presiden 2014 33 provinsi berlangsung (18/7), secara umum, berjalan lancar dan damai. Saksi dari kedua pasangan capres-cawapres, meski ada yang memberikan sejumlah catatan, pada dasarnya menerima penghitungan hasil pemilu. Berdasarkan data yang dihimpun Kompas, hingga berita ini diturunkan pukul 21.00, setidaknya sudah 17 provinsi yang menyelesaikan rekapitulasi suara. Provinsi yang belum menyelesaikan rekapitulasi antara lain DKI Jakarta. Proses rekapitulasi di DKI Jakarta baru bisa dilaksanakan Sabtu ini karena KPU DKI Jakarta harus melaksanakan pemungutan suara ulang di 16 TPS, Sabtu pukul 07.00-13.00. Ketua KPU DKI Jakarta Sumarno mengatakan, keputusan pemungutan suara ulang itu merupakan kesepakatan antara KPU dan KPU daerah setelah mencermati surat rekomendasi Bawaslu.
20/7.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengundang dua calon presiden untuk bersilaturahim, saling merekatkan diri dalam buka puasa bersama, di Istana Negara. Di meja makan yang berbentuk bundar, Yudhoyono duduk diapit Jokowi dan Prabowo. Sementara Wakil Presiden Boediono diapit cawapres Jusuf Kalla dan Hatta Rajasa. Ketua MPR Sidarto Danusubroto, Ketua DPD Irman Gusman, Ketua DPR Marzuki Alie, dan Ketua MA Hatta Ali juga hadir. Dari formulir DC1 yang diunggah di laman KPU http://pilpres2014.kpu.go.id/dc1.php, bisa diperoleh hasil perolehan suara sementara di 33 provinsi. Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mendapatkan 62.262.844 (46,85 persen), sedangkan perolehan suara Joko Widodo-Jusuf Kalla 70.633.576 (53,15 persen).
sedangkan perolehan suara Joko Widodo-Jusuf Kalla 70.633.576 (53,15 persen).
22/7.
KPU pukul 21.33, secara resmi menetapkan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2014-2019, unggul atas pasangan nomor urut 1, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Seusai acara penetapan, dalam pidato kemenangannya di atas kapal pinisi Hati Buana Setia di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, pukul 22.45, Jokowi-JK mengajak semua untuk melupakan nomor 1 dan nomor 2, tetapi bersatu untuk Indonesia Raya. Berdasarkan penetapan KPU, pasangan Jokowi-JK meraih 70.997.833 suara atau 53,15 persen, sedangkan pasangan Prabowo-Hatta meraih 62.576.444 suara atau 46,85 persen dari total suara sah nasional. Jokowi-JK unggul 8.421.389 suara, lebih besar 6,3 persen daripada perolehan suara Prabowo-Hatta. Merasa dicurangi, calon presiden Prabowo Subianto menyatakan dirinya bersama calon wakil presiden Hatta Rajasa menolak pelaksanaan Pemilu Presiden 2014 dan menarik diri dari proses yang sedang berlangsung. Dia juga menginstruksikan kepada saksi- saksi tim Prabowo-Hatta yang sedang mengikuti proses rekapitulasi di KPU untuk tidak lagi melanjutkan proses tersebut. Pernyataan tertulis penolakan dan penarikan diri itu disampaikan Prabowo di Rumah Polonia, Jakarta. Pernyataan disampaikan setelah selama tiga jam Prabowo rapat dengan pimpinan partai dalam Koalisi Merah Putih pengusung Prabowo-Hatta. MK membuka pendaftaran sengketa Pilpres 2014 sejak 22/7 pukul 21.04 hingga 25/7 21.04 atau 3 x 24 jam. Ketua MK Hamdan Zoelva mengatakan, terdapat empat syarat formalitas yang harus diperhatikan tim kuasa hukum capres/cawapres jika ingin mengajukan keberatan ke MK. Pertama, obyek sengketa adalah ketetapan KPU mengenai perolehan suara nasional, subyek hukum yang mengajukan sengketa yaitu pasangan capres dan cawapres, persoalan yang digugat adalah perolehan suara yang memengaruhi kemenangan pasangan calon, 15 dan bukti-bukti awal yang terkait dengan dalil
NEWSLETTER #13 | AGUSTUS 2014
yang memengaruhi kemenangan pasangan calon, dan bukti-bukti awal yang terkait dengan dalil permohonan.
25/7.
Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, pukul 20.00, resmi menggugat keputusan Komisi Pemilihan Umum tentang hasil rekapitulasi suara nasional dan penetapan Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai pasangan terpilih. Gugatan didaftarkan tim hukum Prabowo-Hatta yang diwakili Mahendradatta, Firman Wijaya, Maqdir Ismail, Alamsyah Hanafiah, dan lainnya. Mereka didampingi beberapa pimpinan partai politik pendukung. Anggota Bawaslu, Nelson Simanjuntak, mempersilakan tim Prabowo-Hatta mengajukan gugatan ke MK. Namun, dia menegaskan, tidak betul ada pemilu fiktif di banyak kabupaten/kota di Papua. Dia juga membantah ada puluhan ribu dokumen C1 yang disebut invalid. Terkait pengecekan terhadap 5.802 TPS di DKI Jakarta, anggota Bawaslu DKI Jakarta Muhammad Jufri menegaskan, Bawaslu hanya merekomendasikan pemungutan suara ulang (PSU) di 13 TPS. Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti menegaskan, pihaknya sebenarnya tak pernah memberikan rekomendasi untuk pemilu ulang di 5.800 lebih TPS itu. Rekomendasi yang diributkan itu tertuang dalam surat tertanggal 17 Juli 2014 bernomor 276/BawasluProvDKIJakarta/VIII/2014. Total ada lima rekomendasi Bawaslu DKI ke KPU DKI yang dikeluarkan menjelang rekapitulasi tingkat provinsi DKI Jakarta. Diakui Mimah, rekomendasi dikeluarkan Bawaslu setelah menerima laporan Tim Prabowo-Hatta terhadap 5.841 TPS yang dipersoalkan. Data diberikan dalam bentuk cakram padat (CD) yang merinci ribuan TPS tersebut ditambah daftar pemilih terutama daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb). Bawaslu DKI kemudian mengundang dan mengklarifikasi 75 ketua dan anggota KPPS. Mimah mengatakan, tanggal 12 Juli dapat laporan dari tim nomor 1. Bawaslu panggil KPPS, yang hadir hanya 39, yang bisa direkomendasikan PSU hanya di 13 TPS. Terhadap sisa 5.802 TPS, Bawaslu DKI hanya meminta KPU DKI 16
hanya di 13 TPS. Terhadap sisa 5.802 TPS, Bawaslu DKI hanya meminta KPU DKI melakukan cek silang dokumen di 5.802 TPS DKI. Ketua KPU Husni Kamil Manik sempat mengomentari penjelasan tersebut dengan mempertanyakan adakah bukti-bukti yang disertakan pelapor.