newsletter #12 | JUNI 2014
pengantar
Dari, oleh, dan untuk Mayoritas? Untuk pertama kalinya pemilu presiden dan wakil presiden secara lansung di putaran pertama hanya ada dua pasangan calon. Para pihak berperhatian terhadap pemilu berbeda pendapat. UUD 1945 Pasal 6 (A) ayat (3) menuliskan jelas syarat keterpilihan pilpres ada dua syarat: 50 persen + 1 suara dan sebaran 20% suara per provinsi setidaknya di setengah dari total provinsi. Tapi ayat (4) memungkinkan penafsiran ayat (3) berkonteks putaran pertama lebih dari dua pasangan calon. Apakah keterpilihan presiden langsung ditentukan suara terbanyak? Apakah keterpilhan presiden tetap menyertakan syarat sebaran suara provinsi layaknya putaran pertama di pilpres 2004 dan 2009? Apakah betul demokrasi beserta pemilu mutlak berpegang dan lebih mengutamakan suara terbanyak? >> KE HALAMAN 2
#SinemaPemilu
Kaleidoskop Pemilu 2014
NEWSLETTER #12 | JUNI 2014
pengantar
Dari, oleh, dan untuk Mayoritas? daerah menjadi pertimbangan yang dituliskan di konstitusi. Penulis buku “Representasi Politik” (Puskapol UI: 2013), Nuri Soeseno menjelaskan (hal.79), demokrasi dan keterwakilan berasumsi: pertama, teritori merupakan basis keterwakilan demokrasi (liberal); kedua, untuk makin mendemokrasikan keterwakilan perlu menginklusifkan ruang perpolitikan; ketiga, makin infklusif ruang perpolitikan maka ketewakilan makin demokratis. Merujuk asumsi itu, keterpilihan presiden di negara yang majemuk, luas, dan timpang, jika hanya ditentukan satu variabel (misal suara terbanyak) saja, akan mengurangi kadar demokrasi keterwakilan. Jika syaratnya hanya suara terbanyak, penduduk di Pulau Jawa yang menentukan. Atas kebutuhan keterwakilan yang lebih luas dan terbuka, keutamaan suara terbanyak disertakan dengan variabel keterwakilan yang lain. Di sini syarat sebaran daerah berfungsi.
Untuk pertama kalinya pemilu presiden dan wakil presiden di putaran pertama hanya ada dua pasangan calon. Para pihak berperhatian terhadap pemilu berbeda pendapat. UUD 1945 Pasal 6 (A) ayat (3) menuliskan jelas syarat keterpilihan pilpres ada dua syarat: 50 persen + 1 suara dan sebaran 20% suara per provinsi setidaknya di setengah dari total provinsi. Tapi ayat (4) memungkinkan penafsiran ayat (3) berkonteks putaran pertama lebih dari dua pasangan calon. Apakah keterpilihan presiden langsung Berdasar pengalaman ini kita makin sadar ditentukan suara terbanyak? Apakah keterpilhan demokrasi, sebagaimana pemerintahan lain, presiden tetap menyertakan syarat sebaran suara bertantangan mengendalikan khaos. Ia sistem provinsi layaknya putaran pertama di pilpres sekaligus prosedur. Pemilu, sebagai pembedanya 2004 dan 2009? Apakah betul demokrasi beserta dengan pemerintahan lain, haruslah praktis. pemilu mutlak berpegang dan lebih Kecenderungan, atau mungkin aksioma, ini mengutamakan suara terbanyak? membuat kita bertanya, betulkah “dari, oleh, dan Syarat keterpilihan presiden dan wakil untuk rakyat” berpangkal pada suara terbanyak? presiden di Pemilu 2014 cenderung disepakati, Efisiensi dan kekhawatiran akan khaos benarkah ditentukan oleh tafsir Mahkamah Konstitusi. perlu diutamakan? [] Tapi, apa pun tafsirnya, penting membahas mengapa syarat suara terbanyak dan sebaran daerah menjadi pertimbangan yang dituliskan di konstitusi. Newsletter rumahpemilu.org Penulis bukuSadikin, “Representasi Politik” Redaksi: Usep Hasan Heru Suprapto, Maharddhika, Nelvia Gustina, Bagus Purwoadi; (Puskapol UI: 2013), Nuri Soeseno menjelaskan Layout: Usep Hasan Sadikin; Ilustrasi: Usep Hasan Sadikin. (hal.79), demokrasi dan keterwakilan berasumsi: Redaksi rumahpemilu.org menerima tulisan berita, opini, resensi film, feature seputar pemilu. Tulisan pertama, teritori merupakan basis keterwakilan akan dimuat untuk kebutuhan dan newsletter. Tulisan dikirim demokrasi (liberal); kedua,publikasi untukwww.rumahpemilu.org makin berformat word ke
[email protected]. mendemokrasikan keterwakilan perlu menginklusifkan ruang perpolitikan; ketiga,
NEWSLETTER #12 | JUNI 2014
opini
Presiden dari, oleh, dan untuk Indonesia? OLEH USEP HASAN SADIKIN Demokratisasi Indonesia mengalami kesadaran penting di Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014. Pilpres langsung ketiga NKRI ini untuk pertama kalinya di putaran pertama hanya ada dua pasangan calon. Para pihak berperhatian terhadap pemilu berbeda pendapat. Apakah keterpilihan presiden langsung ditentukan suara terbanyak? Apakah keterpilhan presiden tetap menyertakan syarat sebaran suara provinsi layaknya putaran pertama di pilpres 2004 dan 2009? Apakah betul demokrasi beserta pemilu mutlak berpegang dan lebih mengutamakan suara terbanyak? Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 6 (A) ayat (3) bertuliskan, pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi presiden dan wakil presiden. Sebuah ayat beredaksi gamblang dan jelas sekali. Ada dua syarat keterpilihan presiden dan wakil presiden di ayat ini, suara terbanyak dan sebaran daerah. Lalu ayat (4) bertuliskan, dalam hal tidak adanya pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Pertanyaannya: jika di putaran pertama cuma ada dua pasangan lalu pasangan yang memperoleh suara terbanyak tak memenuhi syarat minimal sebaran wilayah, apakah wajar jika kita memilih lagi presiden dan wakil presiden yang sama untuk kedua kalinya di putaran dua? Menjawab wajar tak wajar, kita perlu tahu hal prinsipil apa yang menjadi semangat amandemen untuk pemilihan presiden secara langsung.
Asal dan penerapan syarat sebaran daerah Pakar hukum tata negara, Saldi Isra menceritakan (Media Indonesia 9/6’14), ketika membahas materi sistem pilpres dalam amandemen UUD 1945, pengubah konstitusi tak hanya berdebat pada angka minimal 50 persen tambah satu untuk menentukan pasangan terpilih. Menurut profesor hukum Universitas Andalas ini, dalam risalah amandemen dapat dilacak, pengubah UUD 1945 pada 2001 juga memikirkan masalah sebaran pendudukan yang tak merata di Pulau Jawa dengan di luar Pulau Jawa. Pakar pemilu, Ramlan Surbakti pun mengatakan itu. Dalam diskusi syarat keterpilihan pilpres yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum di Jakarta Pusat (12/6’14), Ramlan yang di 2001 terlibat sebagai salah satu dari tim perumus pilpres langsung menekankan, keterpilihan presiden Indonesia harus mewakili suara Indonesia secara nasional. Profesor bidang politik dari Universitas Andalas ini mengingatkan, awalnya perolehan lebih dari 50 persen suara diikuti dengan komposisi sebaran suara minimal 20 persen provinsi yang tersebar di dua pertiga (bukan setengah) dari jumlah provinsi. Tim perumus beralasan persyaratan seperti itu ditujukan agar proses pemilu dan kampanye tak terkonsentrasi di Pulau Jawa tapi juga mengharuskan setiap calon berkampanye dan mencari dukungan dari luar Pulau Jawa. Penyertaan syarat keterpilihan melalui suara terbanyak dan sebaran daerah merupakan hasil studi tim perumus di Nigeria. Dipilih Nigeria karena konteksnya sangat mirip dengan Indonesia. Negara federal ini di bagi 36 daerah (negara bagian) beserta kompleksitas kebhinekaannya. 9 etnis utamanya merupakan 90 persen jumlah penduduk dan 10 persen penduduk sisanya merupakan ragam etnis minor. Dua agama utamanya, Islam dan Kristen berimbang jumlahnya dan berdampingan dengan agama 3 lainnya serta keyakinan lokal. Sebagian wilayah
NEWSLETTER #12 | JUNI 2014
lainnya serta keyakinan lokal. Sebagian wilayah mengalami konflik berkepanjangan dan berkeinginan lepas dari Republik Nigeria. Selain keragaman SARA-nya, salah satu pertimbangan penting merujuk ke Nigeria adalah banyaknya jumlah penduduk. Saat tim perumus berstudi banding di 2001, jumlah penduduk Nigeria 130-an juta (Indonesia +206 juta). Nigeria pun mengalami ketimpangan sebaran penduduk yang lebih banyak di daerah pusat pemerintahan/kota. Keterwakilan sebaran daerah di parlemen diakomodir dengan senator atau dewan wakil negara bagian. Sedangkan keterwakilan daerah untuk presiden dipilih rakyat secara langsung melalui penghitungan suara mayoritas dan sebaran daerahnya. Ada ambang batas negara bagian (states threshold) keterpilihan presiden sebesar 25 persen dari jumlah total negara bagian. Jika tak ada pasangan calon yang memenuhi kedua syarat itu, pilpres diulang diikuti dua pasangan calon bersuara terbanyak [inecnigeria.org, nigeriaelections.org]. Dalam teori sistem pemilu, konsep jumlah keterpilihan daerah (electoral vote/electoral collage) yang diterapkan dalam sistem mayoritas (majority system) merupakan pijakan terdekat untuk menjelaskan dasar sebaran atau persentase daerah dijadikan syarat keterpilihan presiden (juga dewan). Sistem yang relatif cocok untuk dua peserta terkuat ini berprinsip menjaga keutuhan pemerintahan nasional yang terbagi oleh banyak negara bagian atau provinsi [Gianfranco Baldini and Adriano Pappalardo: 2009]. Sistem ini pun berprinsip menjaga nilai kesetaraan dalam fragmentasi wilayah untuk mencegah dominasi pusat yang berpenduduk mayoritas. Dalam sistem ini, provinsi/negara bagian berpenduduk banyak dengan berpenduduk sedikit nilai suaranya sama. Sistem ini diterapkan Amerika Serikat dalam pemilu presiden. Format first past the post (FPTP), membuat Al Gore (Demokrat) yang meraih suara terbanyak nasional (popular vote) di Pilpres 2000 harus mengakui kemenangan Bush (Republik) yang lebih sedikit meraih suara nasional tapi lebih banyak raihan sebaran daerahnya [Electoral System Design, IDEA 2008].
Mengambil semangat demokrasi dari Nigeria dan Amerika Serikat bukan karena menilai lebih bagus dari Indonesia. Pun bukan berarti kita tak perlu mempertimbangkan semangat demokrasi negara lain karena Indonesia lebih bagus. Selain menguatkan pentingnya kebhinekaan untuk harus dipertimbangkan dalam pemilu, semangat demokrasi di Negeria telah menguatkan pemahaman, demokrasi bukan hanya soal suara terbanyak. Terkait pemilihan presiden, ini bukan soal berapa banyak pasangan dan berapa kali putaran pemilihan harus dilakukan. Ini soal bagaimana “dari, oleh, dan, untuk rakyat” dimaknai sebagai keadaan sekaligus upaya agar mayoritas dan minoritas merupakan entitas setara dalam proses dan tujuannya. Legislatif telah dipilih suara terbanyak dan sebaran daerah melalui format DPR/D dan DPD. Jelas merupakan kebutuhan penguatan eksekutif bagi Indonesia yang bersistem pemerintahan presidensial agar presidennya juga dipilih berdasarkan suara terbanyak dan sebaran daerah yang merata. Proyeksi Pilpres 2014 Pentingnya syarat sebaran suara bisa nampak dalam proyeksi Pilpres 2014. Berdasarkan data situs KPU (13/6) tercatat 190.307.134 nama pemilih pada daftar pemilih tetap (DPT). Ini sudah termasuk pemilih luar negeri berjumlah 2.038.711. DPT total Pulau Jawa adalah 108.904.238 dengan rincian tiap provinsinya: Banten 7.985.599, DKI 7.096.168, Jabar 33.045.082, Jateng 27.385.217, DIY, 2.752.275, dan Jatim 30.639.897. Artinya lebih dari setengah pemilih ada di Pulau Jawa. Dari total 33 provinsi di Indonesia, lebih dari separuh total pemilih hanya ada di 6 provinsi. Syarat sebaran wilayah tampak penting di keadaan ini. Kalau pun Pulau Sumatera yang berjumlah 9 provinsi dihitung, jumlahnya provinsinya tetap tak lebih dari setengah dari total provinsi di Indonesia. Sedangkan jumlah pemilihnya makin menggambarkan ketimpangan jumlah penduduk antara Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur. Aceh 3.330.719, Sumut 9.902.948, Sumbar 3.611.551, Riau 4.208.306, Jambi 2.480.927, Sumsel 5.865.025, Bengkulu 1.379.067, Babel 925.058, dan Kep. Riau 1.323.627. Total, DPT Pulau Sumatera adalah 33.027.228.
Mengambil semangat demokrasi dari Nigeria dan 4 Jika keterpilihan presiden hanya bersyarat suara
NEWSLETTER #12 | JUNI 2014
4.208.306, Jambi 2.480.927, Sumsel 5.865.025, Bengkulu 1.379.067, Babel 925.058, dan Kep. Riau 1.323.627. Total, DPT Pulau Sumatera adalah 33.027.228. Jika keterpilihan presiden hanya bersyarat suara terbanyak, jelas keterpilihan adalah bagaimana mengamankan suara Pulau Jawa saja atau Pulau Jawa dan Pula Sumatera. Jika ini dibiarkan akan mendorong pola penguasaan politik yang mengesampingkan pulau yang lebih banyak tapi penduduknya jauh lebih sedikit. Lalu bagaimana dengan keadaan Pemilu 2014 yang hanya dua pasangan calon dan kedua capresnya orang Jawa? Dengan Prabowo Subianto dan Joko Widodo, apakah masih relevan mempertimbangkan keterwakilan etnisitas di luar Jawa? Jawabannya, kita perlu mengingat bahwa keterwakilan bukan hanya soal identitas terberi seperti perempuan, lelaki, suku, dan ras. Keterwakilan pun bukan juga soal identitas memilih seperti ideologi, agama, dan antar golongan. Keterwakilan pun juga soal aspirasi. Jika keterwakilan identitas terberi dan memilih tak bisa dipenuhi peserta pemilu yang ada, tinggal bagaimana aspirasi rakyat yang banyak, berbhineka, dan tersebar bisa diwakili peserta pemilu. Demokrasi menjadi kuat substansinya saat memberikan ruang kepada pemilih untuk melihat kemungkinan tiga variabel keterwakilan itu. Prabowo dan Jokowi, keduanya muslim. Dan keduanya berupaya menunjukan identitas Islam simboliknya untuk bisa dinilai mewakili Islam bagi rakyat mayoritas. Tapi identitas pilihan ini (yang berbeda dengan identitas terberi seperti etnisitas) pun memungkinkan multi-makna keterwakilan. Di antara Prabowo dan Jokowi bisa dimaknai pemilih sebagai perbedaan mencolok dengan pertanyaan, siapa yang mewakili Islam tertentu dan Islam atau kelompok lainnya yang lebih bhineka? Dan keterwakilan capres pun sangat mungkin dipertimbangkan bukan hanya diri si capres saja tapi juga diri cawapres dan para orang-orang yang mendukungnya dalam tim kemenangan. Selain itu, hendaknya idealisme nilai dalam demokrasi dan pemilunya harus bisa 5
Selain itu, hendaknya idealisme nilai dalam demokrasi dan pemilunya harus bisa diterapkan dalam bernegara. Semangat kebebasan, kesetaraan, dan keadilan di UndangUndang Dasar sebisa mungkin tercermin dalam redaksi pasal dan ayatnya sehingga memang tak lekang dimakan waktu dan keadaan. Etnisitas Jawa dan Islam dari kedua capres di Pemilu 2014 mungkin ada yang menilai tak relevan jika keterpilihannya menyertakan syarat sebaran daerah. Tapi bagaimana jika pilpres berikutnya di putaran pertama cuma ada dua pasangan calon berikut: No. 1, Jawa-Islam dan Sumatera-Islam sedangkan No. 2, Papua-Protestan dan BaliHindu? Kita mau membiarkan pola penguasaan politik hanya di Jawa dan Sumatera (15 provinsi) dan keterpilihan pemilu yang hanya ditentukan suara terbanyak? Jika kita mengatakan pengandaian pasangan itu tak mungkin secara realitas, kita telah diskriminatif dalam alam pikir saat peluang kemungkinan itu dituangkan pada konstitusi. [] USEP HASAN SADIKIN Redaktur pelaksana rumahpemilu.org
NEWSLETTER #12 | JUNI 2014
#sinemapemilu
Berebut Legitimasi Nasional di Daerah OLEH MAHARDDHIKA “Even If I win, I can’t win” (Albert Arnold Gore) Suara Gore liris. Di telepon, ia harus bilang pada Ron Klain, manajer kampanyenya, bahwa ia harus mengakhiri perang melawan George W. Bush. Ia menyerah. Ia mengaku kalah. Di pemilu Amerika tahun 2000 ini, pemilu yang disebut majalah Times sebagai “the wildest election ever,” Gore kalah setelah disalip di tikungan akhir—di Florida, tempat ia memperjuangkan penghitungan suara ulang. Penghitungan suara ulang di Florida diakhiri dengan perbedaan suara yang tipis. Proses panjang penghitungan suara ulang selama 36 hari berakhir dengan keputusan Supreme Court (Mahkamah Agung/MA) yang memenangkan Bush di Florida dan pada akhirnya mengukuhkannya menjadi presiden Amerika ke43. Recount (2008) dengan cerdik Recount memfilmkan situasi ketegangan ini. Beberapa Sutradara: Jay Roach; Pemain: Laura aktor dan aktris ternama mendukung dramatisasi Dern, Tom Wilkinson, Kevin Spacey; keriuhan di Florida. Kevin Spacey memerankan Rilis: 2008; Durasi: 116 menit. Ron Klain, penasihat senior Gore yang pada akhirnya memimpin upaya penghitungan ulang suara Gore di Florida. Tom Wilkinson menawar atas “chad” pada surat suara, serta memainkan James A. Baker III, lawan Klain dari ketegangan keputusan Sekretaris Negara Bagian pihak Partai Republik. Yang menarik, Laura Dern Florida, Katherine Harris, dengan para hakim secara memukau memerankan Katherine Harris, MA. Recount melihat secara lebih serius, dalam sang pejabat publik yang juga membantu sistem pemilu Amerika yang rumit, bagaimana pemenangan Bush di Florida. Potret Dern paling keteguhan karakter, pengaruh politik, unik memarodikan Harris dengan make up tebal keberuntungan, dan kecurangan saling dan tingkah yang genit. Berkat acting-nya, Dern berkelindan. memenangkan The 66th Golden Globe Awards (2009) untuk kategori Best Supporting Actress. Sistem Pemilu Electoral College Film yang disutradarai Jay Roach ini Gore sebetulnya memenangkan selisih 337.576 merekam momen-momen ganjil (dan bahkan suara pada popular vote. Tapi Bush, setelah memalukan) dengan cara yang mengasyikkan. penghitungan ulang di Florida, menang di Kebingungan desain “butterfly ballots”, tawar electoral vote (selisih 5) dari Gore. menawar atas “chad” pada surat suara, serta 6 ketegangan keputusan Sekretaris Negara Bagian Sistem electoral college memungkinkan seorang Florida, Katherine Harris, dengan para hakim kandidat kalah dalam jumlah suara electoral vote
NEWSLETTER #12 | JUNI 2014
Sistem electoral college memungkinkan seorang Ramlan Surbakti sebagai kekonyolan. Indonesia kandidat kalah dalam jumlah suara electoral vote juga tidak mungkin hanya mensyaratkan suara (dewan pemilih) sekalipun dia menang dalam terbanyak (popular vote) yang banyak dilakukan jumlah suara popular vote (rakyat yang memilih). di negara-negara Amerika Latin. Indonesia Metode pemilihan presiden Amerika ini menuai mensyaratkan dua variabel itu—suara mayoritas perdebatan teoritis yang panjang. dan sebaran suara di daerah. Sistem politik Amerika menentukan bahwa Ini dilakukan karena sebaran penduduk presiden tidak dipilih oleh popular vote secara Indonesia yang tidak merata. Selain itu, Indonesia nasional. Total electoral vote lah yang juga dihuni oleh masyarakatnya yang sangat menentukan pemenang pemilihan. Popular vote di majemuk dari segi suku dan agama. Maka sangat setiap negara bagian menjadi basis untuk aneh jika syarat sebaran 20 persen suara di pembagian electoral vote bagi setiap kandidat. setangah provinsi di Indonesia ini hendak Empat puluh delapan dari lima puluh negara direduksi (untuk tidak menyebut dihilangkan). bagian (termasuk District of Columbia) Hal itu akan mengingkari semangat UUD yang memberikan electoral vote berdasarkan sistem menghendaki presiden dan wakil presiden RI “the-winner-takes-all” Misalnya, jumlah total 25 adalah presiden dan wakil presiden segenap suara electoral vote Florida akan menjadi milik Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah kandidat yang memenangkan popular vote di Indonesia. negara bagian itu, meskipun perbandingannya Dua filosofi penting electoral college yang dengan kandidat di tempat kedua hanya 49 ada pada konstitusi Amerika perlu diperhitungkan berbanding 51 persen. di konteks Indonesia yang majemuk. Pertama, Dalam konteks Indonesia sebaran suara di sistem ini adalah pemelihara bentuk pemerintahan wilayahnya yang majemuk juga menjadi republik. Kedua sistem ini menjadi penyeimbang pertimbangan. Bedanya dengan Amerika, kekuasaan antarnegara bagian dan antardaerah Indonesia juga mempertimbangkan perolehan dengan luas dan latar belakang yang berbeda. suara rakyat. Singkatnya, Indonesia Ia tidak hanya memperkuat status mempertimbangkan dua variabel keterpilihan kelompok minoritas dengan membuat suara presiden: popular vote dan electoral vote. mereka secara proporsional mempunyai pengaruh Presiden harus menang dengan dua syarat yang lebih besar, namun juga menjamin tersebut. masyarakat tersebar luas secara geografis Konstitusi Indonesia mengatur khusus sehingga dominasi regional atau dominasi daerah tentang pemilu presiden ini, khususnya urban atas daerah suburban atau rural menjadi keterpilihan presiden. Undang-Undang No.42 sulit. Dalam konteks Indonesia, kita tidak mau Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden mempunyai presiden yang hanya dimiliki oleh Dan Wakil Presiden menjelaskan bahwa satu bagian Indonesia yang pemilihnya banyak. pemenang pilpres ditentukan oleh dua syarat. Di Amerika, ketika membentuk Pertama, pemenang harus memperoleh suara pemerintahan federal, negara bagian kecil takut lebih dari 50 persen. Kedua, pemenang harus bahwa ia tidak punya suara dan karenanya tidak mengantongi sedikitnya 20 persen suara di setiap ada perlindungan dalam menghadapi negara provinsi yang tersebar di lebih dari setengah bagian besar. Pada saat yang sama, daerahprovinsi di Indonesia. Undang-undang ini adalah daerah pertanian di pedalaman dengan jumlah pengejawantahan Undang-undang Dasar 1945 penduduk yang sedikit takut akan Pasal 6A ayat 3. ketidakmampuan melindungi kepentingan Indonesia tak hendak mengadopsi mentahmereka melawan industri yang dominan di mentah Amerika yang hanya memperhitungkan wilayah dengan jumlah penduduk yang lebih electoral vote—hal yang disebut pakar pemilu, banyak. Ramlan Surbakti sebagai kekonyolan. Indonesia juga tidak mungkin hanya mensyaratkan suara 7 Inilah pelajaran penting untuk Indonesia dari terbanyak (popular vote) yang banyak dilakukan film Recount. Tidak ada seorang kandidat pun
NEWSLETTER #12 | JUNI 2014
Inilah pelajaran penting untuk Indonesia dari film Recount. Tidak ada seorang kandidat pun bisa menjadi presiden tanpa basis pemilh yang luas secara signifikan. Luasnya basis pemilih sama pentingnya dengan jumlah suara yang didapatkan seorang kandidat, sehingga boleh dikatakan bahwa seorang kandidat yang ingin menjadi presiden harus memperoleh konsensus nasional secara luas sebagai dasar legitimasinya. Di pemilu Amerika tahun 2000 yang menjadi latar belakang Recount, pertarungan meraih legitimasi dasar ini gamblang tergambar. Gore sedikit memenangkan popular vote dengan memenangkan daerah-daerah perkotaan yang sangat padat penduduk namun kurang terkonsentrasi. Sementara Bush menjadi pilihan sebagian besar negara bagian dan daerah-daerah rural Amerika Serikat. Maka dari itu, Florida menjadi medan pertempuran yang menarik bagi Gore dan Bush untuk melegitimasi kemenangan. Pertarungan di Florida menjadi menarik karena Bush dan Gore relatif punya kekuatan yang sama. Bush diuntungkan karena sejumlah pejabat di Florida adalah anggota Partai Republik dan juga menjadi bagian dari tim kampanye Bush. Bahkan, Gubernur Florida saat itu adalah adik kandung Bush. Sementara, Gore yang diusung oleh Partai Demokrat memiliki keuntungan karena pengadilan di Florida, mayoritas hakimnya dipilih ketika Partai Demokrat menguasai negara bagian dengan ibukota Tallahassee itu.
mendapatkan 270 electoral vote yang dibutuhkan untuk menang. Gore sementara mendapatkan 260 dan Bush 246. Pertarungan mencapai minimal 270 electoral vote berlangsung di Florida yang belum menyelesaikan perhitungan. Yang memenangkan Florida akan menjadi presiden ke43 Amerika. Keesokan paginya, pengumuman beberapa media massa yang sebutkan electoral vote Florida jatuh ke tangan Bush membuat Gore lekas menelepon Bush, ucapkan selamat sekaligus akui kekalahannya. Namun, Gore kembali menelepon Bush untuk mengatakan bahwa ia belum kalah. Selisih suara keduanya sangat tipis, kurang dari 0,5 persen. Ketatnya perolehan suara ini membuat kemenangan belum bisa dipastikan karena hukum Florida menetapkan keharusan dilakukannya penghitungan dalam keadaan selisih suara yang tipis itu. Demokrat mempermasalahkan hasil penghitungan suara pemilih di Florida (yang gubenurnya adalah Jeb Bush, adik George W. Bush) karena beberapa kecurangan. Beberapa kecurangan itu antara lain, desain “butterfly ballot”, “chad” pada surat suara, serta penolakan pemilih kulit hitam. Desain kartu suara “Butterfly ballot” dianggap membingungkan. Aturan hukum Florida mengatur dua kandidat dari partai-partai besar diletakkan berurutan bersamaan dengan lubang tempat memberikan pilihan. Dalam format kartu suara Palm Beach, county di Florida, kandidat Partai Reformasi Pat Buchanan diletakkan di antara Bush dan Gore. Kebingungan untuk Keriuhan di Florida melubangi ini telah menjadikan sebagian Dalam kacamata Recount, Gore, dan bangsa pendukung Gore salah mencoblos Pat Buchanan Amerika, telah dikelabui oleh tim pengacara dan dan kemudian meralatnya dengan mencoblos konsultan politik Partai Republik yang lihai. Tapi Gore, suatu hal yang tentu tidak sah. Sekitar yang penting adalah bagaimana Gore melawan 3000-an suara Gore jatuh ke Buchanan. secara elegan dalam pertarungan panjang 36 hari Sementara “chad,” sebuah kata baru yang penghitungan suara ulang. masuk di kosakata politik Amerika, mengacu Pertarungan dimulai ketika sore menjelang pada sebagian kecil kertas yang lepas dari kartu di hari pemungutan suara itu—7 November 2000. suara ketika pemilih menggunakan mesin Gore sementara mengungguli Bush di popular pemberian suara. Bila sebuah coblosan tidak vote dengan selisih suara tipis 216.427. Dua membuat chad lepas, mesin penghitung mungkin kandidat ini punya peluang sama untuk tidak dapat membaca coblosan sehingga mendapatkan 270 electoral vote yang dibutuhkan konsekuensinya kartu suara itu dianggap tidak untuk menang. Gore sementara mendapatkan 260 8 sah. Kesalahan ini diyakini akibat dari masih
NEWSLETTER #12 | JUNI 2014
konsekuensinya kartu suara itu dianggap tidak sah. Kesalahan ini diyakini akibat dari masih digunakannya “hopelessly outdated 1960’s punch card technology” yang digunakan oleh 37 persen daerah pemilihan. Kecurangan yang lain ditemukan setelah adanya tuduhan ketidakberesan pemungutan suara, khususnya di kalangan warga kulit hitam. Ini terjadi di beberapa county yang selama ini dikenal sebagai wilayah Demokrat. Salah satu Ketua NAACP (The National Association for the Advancement of Colored People), Julian Bond, mengatakan bahwa beberapa Tempat Pemungutan Suara di Florida menolak warga kulit hitam memberikan suara karena mereka diasosiasikan sebagai pendukung Demokrat. Kecurangan ini membuat Demokrat berupaya keras mendorong penghitungan ulang secara manual. Sebaliknya, pihak Bush menghalangi penghitungan ulang secara manual. Perdebatan ini terus berlangsung alot hingga 36 hari. Pertarungan dua kubu ini berlanjut di peradilan, Mahkamah Agung. Hasil akhir pemilihan presiden akhirnya harus ditentukan oleh keputusan pengadilan negara bagian maupun federal. Pada akhirnya, Bush secara resmi oleh komisi pemilu Florida dinyatakan unggul 537 suara dari Gore di Florida. Sertifikasi itu telah mendapatkan pengesahan secara otomatis melalui keputusan Mahkamah Agung Federal. Jumlah 537 suara itu cukup untuk memberinya kemenangan Florida dan memenangkan pemilihan presiden ke-43 Amerika. Bush memenangkan kursi kepresidenan setelah memperoleh 48 persen popular vote (49.820.518) dan 271 electoral vote, sementara Gore mendulang 48 persen popular vote (50.158.094) dan 266 electoral vote. Sekalipun Gore memenangkan pemilihan popular vote di tingkat nasional dengan selisih 337.576 suara, ia harus menelan kekalahan karena tertinggal di electoral vote. Kemenangan Gore tak berarti apa-apa. Ia tidak berhasil memecah suaranya di negaranegara bagian dengan jumlah pemilih yang tak cukup banyak. Ia hanya memenangkan daerah- 9 daerah perkotaan yang sangat padat penduduk.
negara bagian dengan jumlah pemilih yang tak cukup banyak. Ia hanya memenangkan daerahdaerah perkotaan yang sangat padat penduduk. Ini membuat Gore tak bisa raih hal terpenting di sistem pemilu Amerika yaitu konsensus nasional yang sebarannya mesti luas di negaranegara bagian sebagai dasar legitimasi. Gore pada akhirnya harus mengaku: meskipun menang, ia tak bisa jadi pemenang. [] MAHARDDHIKA Jurnalis rumahpemilu.org Penikmat film dan pemilu
NEWSLETTER #12 | JUNI 2014
Kaleidoskop Pemilu 2014
Mei 2014 05/05.
Rapat pleno rekapitulasi suara pemilu legislatif tingkat nasional yang digelar sejak 26 April lalu baru menuntaskan 11 dari 33 provinsi. Padahal, sesuai jadwal, rekapitulasi suara harus sudah tuntas Selasa (6/5). Hingga pukul 22.00, Minggu (4/5), provinsi yang sudah disahkan: Banten, Bangka Belitung, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, dan Aceh. Provinsi yang sudah dimulai proses rekapitulasinya, tetapi belum bisa dituntaskan di antaranya Sulawesi Utara dan Sulawesi Barat. Di Sulawesi Utara harus digelar rekapitulasi ulang di Manado, sementara di Sulawesi Barat, pengecekan ulang harus dilakukan di sejumlah lokasi. Menurut anggota KPU, Hadar N Gumay, pemicu utama lambannya rekapitulasi suara di tingkat nasional adalah tak sinkronnya sejumlah data, khususnya terkait jumlah pemilih dan jumlah yang menggunakan hak pilih.
06/05. KPU mengubah isi Peraturan KPU No 21/2013 dengan memundurkan jadwal rekapitulasi dari maksimal 6 Mei menjadi 9 Mei 2014. Hal ini dilakukan karena hingga Senin (5/5), rekapitulasi suara yang disahkan di tingkat nasional baru 12 dari 33 provinsi. Ada tahapan yang tak bisa ditawar KPU, yaitu penetapan hasil pemilu legislatif, yang menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, harus dilakukan paling lambat 30 hari setelah pemungutan suara atau 9 Mei 2014.
07/05. KPU tetap optimistis bisa menetapkan hasil Pemilu Legislatif 2014 secara nasional pada 9 Mei 2014. Padahal, hingga Selasa (6/5) malam, rapat pleno terbuka rekapitulasi nasional baru mengesahkan rekapitulasi 13 provinsi dari total 33 provinsi. Selain menjadi tenggat terakhir rekapitulasi nasional, 9 Mei juga menjadi tenggat terakhir menetapkan hasil pemilu secara nasional dan ambang batas parlemen. Partai bisa diikutkan dalam penentuan 10
rekapitulasi nasional, 9 Mei juga menjadi tenggat terakhir menetapkan hasil pemilu secara nasional dan ambang batas parlemen. Partai bisa diikutkan dalam penentuan perolehan kursi DPR jika memperoleh suara minimal 3,5 persen dari suara sah nasional. Sementara penghitungan kursi dan penetapan calon terpilih akan dimulai pada 11 Mei dan ditetapkan paling lambat 17 Mei.
08/05.
Kementerian Dalam Negeri menyiapkan draf peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk mengantisipasi jika penyelenggara pemilu tak bisa menuntaskan rekapitulasi suara tingkat nasional sebelum Jumat (9/5) sesuai ketentuan undang-undang. Mengacu pada UU No.8/2012 tentang Pileg, penetapan hasil pileg harus dilakukan paling lambat 30 hari setelah pemungutan suara atau jatuh pada 9 Mei 2014. Pasal 22 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan perppu. Hingga kemarin malam, KPU baru mengesahkan rekapitulasi perolehan suara untuk 19 dari 33 provinsi. Ke-19 provinsi itu adalah Bangka Belitung, Banten, Jambi, Gorontalo, Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Bali, Kalimantan Tengah, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Lampung, Papua Barat, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Kepulauan Riau, dan Jawa Tengah. Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, mengatakan, pihaknya masih optimistis rekapitulasi dan penetapan hasil pemilu bisa dilakukan 9 Mei.
09/05.
MK khawatir KPU memaksakan rekapitulasi perolehan suara selesai sesuai dengan jadwal, sehingga tak melalui penghitungan yang ketat. Menurut Ketua MK, Hamdan Zoelva, sikap KPU berpotensi menuai protes yang bisa berujung masifnya gugatan hasil pemilu ke MK. Menurut Hamdan, rekapitulasi cermat akan mempermudah dan mempercepat sengketa pemilu di MK. perkara yang masuk ke MK tak akan sebanyak Pemilu 2009 yang diikuti 38 partai. Dengan Peserta hanya 12 partai, Hamdan memperkirakan jumlah perkara hanya sepertiga dari pemilu lalu.
10/05.
Akhirnya, setelah menggelar rapat pleno terbuka rekapitulasi perolehan suara nasional selama 14
NEWSLETTER #12 | JUNI 2014
10/05.
Akhirnya, setelah menggelar rapat pleno terbuka rekapitulasi perolehan suara nasional selama 14 hari sejak 26 April, KPU menetapkan hasil Pileg 2014 secara nasional pada Jumat (9/5) pukul 23.30, atau 30 menit menjelang tenggat. Hasil resmi KPU tak beda jauh dengan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei. Posisi teratas ditempati PDI-P dengan perolehan 23.681.471 suara atau 18,95 persen, diikuti Golkar dengan 18.432.312 suara (14,75 persen). Posisi ketiga dan keempat diduduki Partai Gerindra dan Demokrat.
12/05.
Berdasarkan laporan harian penerimaan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Legislatif (PHPU) 2014 yang dikeluarkan MK, sejak pendaftaran dibuka, Jumat (9/5), pukul 23.51, sampai Minggu (11/5), pukul 20.00, baru 1 calon anggota DPD Provinsi Jawa Timur yang mendaftarkan gugatan sengketa. Pada hari kedua registrasi sengketa hasil Pileg 2014, masih sedikit gugatan dari partai ataupun calon anggota DPD yang terdaftar di MK. Kendati demikian, MK tetap memutuskan untuk TAK mengundurkan tenggat akhir pendaftaran, yakni Senin (12/5), pukul 23.51 WIB. Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedri M Gaffar, Minggu, di gedung mk mengatakan, diperkirakan gugatan akan masuk Senin subuh. Gugatan harus dipersiapkan pemohon dalam menyusun berkas permohonan. Di luar itu, partai atau calon anggota DPD yang menghubungi atau mendatangi petugas MK, pada umumnya, hanya berkonsultasi terkait hal-hal teknis pengajuan permohonan. Janedri mengatakan, keputusan terhadap permohonan gugatan yang diajukan di luar tenggat diserahkan kepada majelis hakim.
Setiap panel yang dibentuk terdiri atas tiga orang hakim. Dalam panel satu ada Hamdan Zoelva sebagai ketua panel, dengan anggota Muhammad Alim dan Wahiduddin Adams. Panel dua diketuai Arief Hidayat dengan beranggotakan Patrialis Akbar dan Anwar Usman.
14/05.
Meskipun jumlah partai peserta Pemilu 2014 jauh lebih sedikit dibandingkan 2009, jumlah perkara sengketa pemilu legislatif yang masuk ke MK justru jauh lebih banyak. MK menerima 702 perkara yang diajukan 14 partai (12 partai nasional dan dua partai lokal Aceh) dan 30 calon anggota DPD. Rata-rata perkara yang diajukan partai naik tajam. Jika pada 2009 rata-rata 17 perkara, pada 2014 tiap partai jika dirata-rata mengajukan 48 perkara. Sekretaris Jenderal MK, Janedjri M Gaffar mengungkapkan, semua partai mempersoalkan perolehan suara hampir di semua provinsi, kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta. Hanya satu provinsi yang tak dimohonkan sengketa oleh peserta pemilu, DIY.
16/05.
KPU telah menetapkan perolehan jumlah kursi serta calon anggota legislatif DPR dan DPD terpilih yang digelar di kantor KPU, Jakarta, Rabu (14/5). Dari 560 caleg terpilih, 79,1 persen di antaranya adalah mereka yang menduduki nomor urut satu dan dua dalam daftar calon tetap. Komisioner KPU, Hadar N Gumay mengatakan, dari 560 caleg terpilih itu, ada 348 caleg yang nomor urut satu di DCT dan 95 caleg di nomor urut dua DCT. Di masyarakat, akhirnya dianggap nomor atas atau nomor kecil merupakan simbol prioritas.
17/05.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang dugaan pelanggaran kode etik terhadap tiga komisioner Jelang pengadilan perkara pemilu KPU Palopo di kantor Bawaslu Sulawesi Selatan, legislatif, MK mempersiapkan tiga panel hakim. kemarin. Mereka adalah Ketua KPU Palopo, MK membuat aturan, para hakim dalam panel itu Haidar Jidar dan dua anggotanya, yaitu Syamsu tak akan menangani sengketa pemilu di daerah Alam dan Muhammad Amran Anas. tempat tinggal mereka. Sekretaris Jenderal MK, Mereka dilaporkan ke DKPP oleh Janedjri Mahilli Gaffar mengatakan, pengaturan Amiruddin Alwi, caleg dari Partai Demokrat itu dibuat untuk menghindari konflik kepentingan Palopo. Anna Herliana, ketua majelis sidang, dan meminimalkan kecurigaan pihak tertentu. mengatakan pengadu menyampaikan tiga poin Setiap panel yang dibentuk terdiri atas tiga 11 keberatan, yakni terjadinya pengurangan suara di orang hakim. Dalam panel satu ada Hamdan TPS 2 dan 4 Kelurahan Rempoang, Kecamatan
13/05.
NEWSLETTER #12 | JUNI 2014
keberatan, yakni terjadinya pengurangan suara di TPS 2 dan 4 Kelurahan Rempoang, Kecamatan Wara Utara; penggunaan aula kantor secara tertutup saat rekapitulasi TPS; dan intervensi KPU Palopo saat rapat klarifikasi oleh Panwaslu Palopo. Amiruddin meminta DKPP memberhentikan komisioner KPU Palopo.
19/05.
Wajah perempuan legislator di DPR periode 2014-2019 akan lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah perempuan legislator di DPR hasil Pemilu 2009. Dari sebelumnya 18 persen atau 103, kini turun menjadi 17 persen atau 97 perempuan caleg. Laporan ”Analisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014” yang dilakukan Puskapol FISIP UI pun menyebutkan, kebanyakan perempuan caleg berasal dari kerabat elite dan pejabat partai politik.
20/05.
22/05. Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 7,9 triliun untuk penyelenggaraan Pilpres 2014. Putaran satu dialokasikan anggaran Rp 4 triliun dan untuk putaran kedua Rp 3,9 triliun. Anggaran Rp 3,9 triliun untuk putaran kedua akan dikembalikan ke kas negara karena pemilu akan berlangsung satu putran. Dengan anggaran sebesar itu, Komisi II DPR meminta KPU dapat menyelenggarakan pemilu presiden dengan lebih profesional. Hal ini merupakan penekanan Rapat Dengar Pendapat Komisi II dengan KPU (21/5) dengan tema evaluasi penyelenggaraan pemilu legislatif dan persiapan pemilu presiden.
23/05.
Jumat (23/5) pukul 08.00 MK menggelar sidang maraton penyelesaian perkara sengketa Pileg 2014 yang diajukan 14 partai dan 32 calon anggota DPD. Sembilan hakim konstitusi akan mendengarkan uraian partai/calon anggota DPD terkait 903 perkara yang diajukan sebelumnya.
MK menyatakan tak lagi berwenang mengadili perkara sengketa pilkada, Senin (19/5). MK membatalkan dua pasal di UU No 12/2008 DKPP (Dewan Kehormatan tentang Pemerintahan Daerah dan UU No Penyelenggaraan Pemilu) memecat enam 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang penyelenggara pemilu dalam sidang putusan yang menjadi dasar kewenangan MK mengadili digelar kemarin. Ketua DKPP, Jimly Asshiddiqie sengketa pilkada. mengatakan, mereka dipecat karena terbukti MK, yang sejak tahun 2008 telah melanggar asas independen dan netral yang menangani 689 perkara sengketa pilkada, kemarin seharusnya dipegang oleh penyelenggara pemilu mengabulkan permohonan Forum Kajian Hukum saat menjalankan tugas selama pemilu legislatif dan Konstitusi, BEM Fakultas Hukum yang lalu. Universitas Indonusa Esa Unggul Jakarta, dan Putusan pemecatan final dan mengikat. perseorangan Joko Widiarto dan Achmad Berlaku sejak diputuskan. Mereka yang dipecat Saifudin Firdaus. Mereka meminta MK adalah Ketua KPU Karimun, Kepulauan Riau, menghapus Pasal 236 Huruf c UU No 12/2008 Bambang Hermanto; Ketua KPU Bulukumba, dan Pasal 29 Ayat (1) Huruf e UU No 48/2009. Sulawesi Selatan, Sudirjaya dan anggotanya, MK menegaskan, pilkada tidak masuk Ahmad Sainal; serta Ketua PPK Bulukumba, rezim pemilu seperti yang diatur di dalam Pasal Husni; Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan Rilau 22 E UUD 1945 sehingga menyerahkan Ale, Asriady; dan anggota Panitia Pengawas penyelesaian sengketanya kepada MK adalah Pemilu Kabupaten Tanjung Pinang, Kepulauan tindakan inkonstitusional. Bagi MK, yang Riau, Baharuddin. dimaksud pemilu (seperti maksud Pasal 22 E) adalah pemilu yang dilaksanakan lima tahun Komisi Penyiaran Indonesia mencatat sekali untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, stasiun televisi milik petinggi partai politik presiden, dan wakil presiden serta dilakukan oleh menunjukkan keberpihakan kepada pasangan sebuah komisi pemilihan umum yang bersifat calon-calon presiden tertentu. Wakil Ketua nasional. Komisi Penyiaran, Idy Muzayyat, menyatakan 21/05 12 keberpihakan itu terlihat dari penayangan iklan Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Kementerian dan berita.
24/05.
26/05.
NEWSLETTER #12 | MEI 2014
Komisi Penyiaran, Idy Muzayyat, menyatakan keberpihakan itu terlihat dari penayangan iklan dan berita. Sejumlah pemilik media terafiliasi pada masing-masing pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Bos Metro TV yang juga Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, mendukung Jokowi. Sedangkan pemilik TV One dan ANTV sekaligus Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakrie, serta bos Media Nusantara Citra, Hary Tanoesoedibjo, menyokong Prabowo. Data Komisi Penyiaran menunjukkan, Metro TV menayangkan berita soal Jokowi sebanyak 62 kali pada 6-15 Mei. Kepala SubBagian Pemantauan dan Pengaduan Isi Siaran Televisi dan Radio Komisi Penyiaran, Heryadi Purnama mengatakan, Metro TV cukup banyak memberitakan keberhasilan Jokowi selama menjadi Gubernur DKI Jakarta. Pada periode yang sama, iklan kampanye Jokowi di Metro TV mencapai 96 kali. Sebaliknya, pemberitaan soal Prabowo di Metro TV hanya 22 kali. Adapun iklan kampanye Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya tersebut nihil. Menurut Heryadi, Metro TV pada 8 dan 10 Mei lalu menayangkan soal pelanggaran hak asasi manusia dan penculikan aktivis 1998. Ini, kata Heryadi, cenderung menjelekkan Prabowo yang dipecat dari TNI karena terlibat penculikan aktivis.
28/05.
Kedua pasang calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, dipastikan melanjutkan ke tahapan berikutnya setelah persyaratan administratif berupa kelengkapan berkas dokumen dipenuhi pada Selasa (27/5). Selanjutnya, Sabtu (31/5), Komisi Pemilihan Umum segera menetapkan keduanya sebagai capres dan cawapres yang resmi bersaing pada pemilu presiden dan wapres pada 9 Juli 2014. Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, kemarin, mengatakan, tim sukses kedua pasang capres-cawapres sudah melengkapi berkas administratif dengan tepat waktu, yakni Selasa pukul 16.00. Jadi, KPU akan melanjutkan proses ke tahap berikutnya, yakni verifikasi terhadap dokumen yang sudah dilengkapi tersebut. 13 Selanjutnya, setelah menetapkan kedua pasang
dokumen yang sudah dilengkapi tersebut. Selanjutnya, setelah menetapkan kedua pasang capres-cawapres, KPU akan mengumumkan nomor urut kedua pasang capres dan cawapres tersebut. Masa kampanye dijadwalkan berlangsung mulai 4 Juni hingga 5 Juli mendatang.
30/05.
MK memutuskan tak melanjutkan pemeriksaan terhadap 196 dari 903 perkara sengketa Pemilu Legislatif 2014 karena perkara itu tak memenuhi persyaratan. Partai Bulan Bintang menjadi partai yang perkaranya paling banyak tak dilanjutkan, yaitu 54 perkara. Hal itu terungkap dalam sidang pembacaan putusan sela, Rabu (28/5) malam. Perkara-perkara itu dinyatakan tak memenuhi persyaratan antara lain karena didaftarkan melampaui batas waktu yang ditetapkan dan tidak mendapatkan persetujuan DPP partai masing-masing untuk calon yang mengajukan secara perseorangan (sengketa internal partai). Sejumlah partai juga menarik perkara yang mereka daftarkan.
31/05. Kebutuhan terhadap kompilasi hukum pemilu sudah tidak dapat dihindari menyusul putusan MK tentang pemilu serentak. Kompilasi hukum pemilu harus menjadi prioritas dalam pembahasan rancangan undang-undang oleh DPR periode 2014-2019. Hal ini menjadi pembahasan seminar ”Pemilihan Umum Nasional Serentak” di Sawahlunto, Sumatera Barat (30/5). Seminar merupakan salah satu rangkaian kegiatan Konferensi Nasional Hukum Tata Negara dan Anugerah Konstitusi Muhammad Yamin. Guru besar hukum tata negara, Saldi Isra mengatakan, paling lambat awal tahun depan harus disiapkan UU Pemilu yang baru. Pakar ilmu politik, Ramlan Surbakti juga mengungkapkan, sistem yang ada saat ini penuh kontradiksi maka perlu dipisahkan antara pemilu nasional dan pemilu lokal. []