Modul ke:
NEW MEDIA & SOCIETY Tahap Perkembangan Masyarakat Dan Cyber Comunity
Fakultas
ILMU KOMUNIKASI
Program Studi
Penyiaran www.mercubuana.ac.id
ADI SULHARDI.
• Secara sederhana ada 3 tahap perkembangan masyarakat ; Berdasarkan tata kehidupan dan penciptaan serta penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi yakni: • 1. Masyarakat Tradisional • 2. Masyarakat Transisi • 3. Masyarakat Modern
Masyarakat Tradisional •
Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang tertutup, padu monopolitik ( terdapatnya seperangkat pemikiran dan nilai yang meresapi,mengatur dan menguasai, menyatukan semua bidang yang ada.
Ciri-ciri masyarakat pada tahapan ini adalah : – Berbentuk komunitas kecil, tertutup dan homogen – Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan – Secara geografis berada di daerah terpencil dan sulit terjangkau – Masih hidup dengan sistem ekonomi subsistem – Peralatan dan teknologinya sederhana – Ketergantungan kepada lingkungan – Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi dan politik
Masyarakat Transisi • Masyarakat transisi adalah masyarakat yang berada di antara masyarakat tradisional dan modern. Pada umumnya berada di daerah marginal atau pinggiran atau kota-desa. Ciri - ciri dari masyarakat transisi diantaranya : – Adanya pergeseran dalam bidang, misalnya pekerjaan, seperti pergeseran dari tenaga kerja pertanian ke sektor industri – Adanya pergeseran pada tingkat pendidikan. Di mana sebelumnya tingkat pendidikan rendah, tetapi menjadi sekrang mempunya tingkat pendidikan yang meningkat. – Mengalami perubahan ke arah kemajuan – Masyarakat sudah mulai terbuka dengan perubahan dan kemajuan jaman. – Tingkat mobilitas masyarakat tinggi. – Biasanya terjadi pada masyarakat yang sudah memiliki akses ke kota misalnya jalan raya
Masyarakat Modern Masyarakat modern adalah Masyarakat yang telah meninggalkan cara-cara tradisional yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban dunia masa kini. Ciri-ciri masyarakat modern : •
– – – – – – – – – – – – – –
Menerima hal-hal baru. Menyatakan pendapat baik tentang lingkungannya sendiri maupun luar. Masyarakatnya heterogen System pelapisan sosialnya terbuka Mobilitas sosialnya tinggi Melakukan tindakan secara rasional. Tidak terikat pada tradisi/adat.. Menghargai waktu. Memiliki perencanaan dan pengorganisasian. Percaya diri Perhitungan Menghargai harkat hidup orang lain Lebih percaya pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Menjunjung tinggi suatu sikap dimana imbalan sesuai dengan prestasi yang diberikan
Jenis Masyarakat : • •
•
•
Dalam era masyarakat modern ini jenis jenis masyakat pun terbagi menjadi 3 yakni : 1. Masyrakat real : adalah masyarakt yang terbentuk berdasarkan interaksi langung, seperti kerukunan antar tetangga maupun kerukunan antar warga, interaksinya terentuk atas proses ubyektif dan obyektif. 2. masyarkat simbolik : adalah masyarakat yang terbentuk berdasarkan hubungan antara kekuasaan ekonomi maupun politik, dan kekuatan hegemoni berlaku di sini antara penguasa dan yang dikuasai. 3. masyarakat cyber : adalah kelompok-kelompok orang yang menempati sebuah wilayah (territorial) tertentu, yang hidup secara relatif lama, saling berkomunikasi, memiliki simbol-simbol dan aturan tertentu serta sistem hukum yang mengontrol tindakan anggota masyarakat, memiliki sistem stratifikasi, sadar sebagai bagian dari anggota masyarakat tersebut serta relatif dapat menghidupi dirinya sendiri.
Cyberspace –
–
–
–
Cyberspace yaitu sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru berbentuk virtual (tidak langsung dan tidak nyata). Walaupun dilakukan secara virtual, kita dapat merasa seolah-olah ada di tempat tersebut dan melakukan hal-hal yang dilakukan secara nyata, misalnya bertransaksi, berdiskusi dan banyak lagi Menurut William Gibson, cyberspace adalah {consensual hallucination experienced daily by billions of legitimate operators ... a graphical representation of data abstracted from the banks of every computer in the human system}. ‘Cyberspace’ adalah sebuah: “ halusinasi yang dialami oleh jutaan orang setiap han (berupa) representasi grafis yang sangat ompleks dan data di dalam sistem pikiran manusia yang diabstraksikan melalui bank data setiap komputer”. (Gibson, Neuromancer 1993). Cyberspace adalah sebuah ‘ruang imaiiner’ atau ‘maya’ yang bersifat artifisial, di mans setiap orang melakukan apa saja yang biasa dilakukan dalam kehidupan sosial seha& han dengan cara yang baru. (Howard Rheingold)
Cyberspace •
Kita saat ini berada dalam sebuah fase cyber di zaman ini. Dimana hampir semua kegiatan di seluruh dunia menggunakan cyber sources dalam mencapai tujuannya. Komputer, jaringan internet, telepon genggam dengan fasilitas transfer data GPRS atau layanan pesan singkat (SMS) menjadi sesuatu yang sangat akrab dalam keseharian kita.
•
Beberapa aktifitas yang dulunya dilakukan secara manual maupun dengan alat yang lebih sederhana, sekarang bisa dilakukan hanya dengan memencet tombol di keyboard komputer. Mudah sekali. Dunia menjadi sebuah global village. Saya bisa berkomunikasi dengan seorang freelance writer di Amerika dengan layanan e-mail, atau sebaliknya dengan biaya yang sangat murah, sangat cepat dan sangat mudah.
•
Apa yang kita dapatkan dengan semua ini? Dari sisi positif, manusia dapat berhubungan langsung dengan banyak sumber informasi, searching ilmu pengetahuan mutakhir atau data yang urgent sekali. Tapi sisi negatifnya, dengan komputer juga manusia bisa terjebak dalam selera yang sia-sia melalui games, junk e-mail maupun cyber porn
Cyberspace •
Cyberspace adalah sebuah dunia komunikasi berbasis komputer yang menawarkan realitas yang baru berbentuk virtual (tidak langsung dan tidak nyata) tidak ada lagi batas ruang dan waktu. Padahal ruang dan waktu seringkali dijadikan acuan hukum.
•
Cyberspace terdiri dan dua kategori ‘ruang’, yaitu ‘private cyberspace’ (‘ruang’ yang hanya dapat diases oleh individu tertentu) dan ‘public cyberspace’ (yang dapat diases oleh umum).
•
Cyberspace secara umum memiliki kemampuan potensial diantaranya : Cyberspace menciptakan kebahagian hidup bukan lewat ‘benda-benda materi’ tetapi lewat ‘benda-benda virtual’, di dalam cyberspace tidak ada perebutan teritorial dalam pengertian fisik, sehingga dampak konflik akibat perebutan ruang fisik dapat dikurangi, dan cyberspace menjadi sebuah ‘public share’ yang ideal yang tidak dapat ditemukan di dalam kehidupan nyata.
Komunikasi virtual • Substansi cyberspace sebenarnya adalah keberadaan informasi dan komunikasi yang dalam konteks ini dilakukan secara elektronik dalam bentuk visualisasi tatap muka interaktif. • Komunikasi virtual (virtual communication) tersebut - yang dipahami sebagai virtual reality - sering disalah pahami sebagai (alam maya), padahal keberadaan sistem elektronik itu sendiri adalah konkrit di mana komunikasi virtual sebenarnya dilakukan dengan cara representasi informasi digital yang bersifat diskrit.
Aturan dunia maya •
Di dunia maya kita dapat melakukan beberapa kegiatan yang mirip dengan kegiatan di dunia nyata (real space). Kita dapat melakukan perniagaan (commerce) atau sekedar untuk sosialisasi.
•
Dunia maya ini juga memiliki aturan yang didefinisikan bersama. Aturan ini ada yang sama dan ada yang berbeda dengan aturan yang ada di dunia nyata dikarenakan hukum-hukum ilmiah seperti fisika tidak berlaku di dunia maya.
•
Aturan lain sopan santun dan etika berbicara (menulis), meskipun kadang-kadang disertai dengan implementasi yang berbeda yang harus didefinisikan besama adalah hal keamanan.
•
Aturan di dunia virtual (Internet) dapat dibuat. Pada intinya pengaturan dapat dilakukan dengan mendisain arsitektur code yang dapat diatur.
•
Pengamanan di dunia virtual dapat menggunakan teknologi kriptografi untuk mengamankan sistem kita. Namun pengamanan secara teknis ini sifatnya hanya mempersulit orang yang jahat. Kunci dapat dirusak, enkripsi dapat dipecahkan. Keamanan secara teknis harus disertai dengan social pressure.
• Cyberspace menghasilkan manusia yang nyaris tidak perlu berhubungan dalam bentuk tradisional: tatap muka dan bersalaman. Bahkan dapat melakukan hubungan yang sangat akrab tanpa pernah bertemu langsung. Dalam cyberspace, manusia tak perlu lagi menunjukkan identitas diri, wajah, ukuran tubuh, tatapan, nada bicara atau airmata. • Dia cukup membubuhkan tanda-tanda itu lewat lambanglambang yang disepakati dalam dunia maya. Manusia melakukan interaksi semakin lama semakin tidak pribadi sifatnya. Tanggung jawab juga mulai luntur karena interaksi tidak perlu dengan kontak secara langsung. Bahkan dalam sebuah milis-pun, ada banyak orang yang tidak mau menunjukkan identitasnya sama sekali dengan alasan tidak ingin merusak budaya komunikasi di alam maya itu. Hal ini tragis karena mereka telah menjadi "the other self" dalam cyberspace. Cyberspace-pun menciptakan budaya instan yang adiktif dalam kehidupan manusia. Banyak hal yang bisa kita peroleh dengan sangat mudah dalam cyberspace
Potensl Public Cyberspace • • • • • •
• •
Memecahan persoalan matenialisme, dan konsumenisme. Masyarakat pos-industri menciptakan budaya ‘konsumenisme’ yang berbasis ‘materialisme’, bahwa kebahagiaan hidup manusia dicapai lewal ‘dunia materi’. Cyberspace menciptakan kebahagian hidup bukan lewat ‘benda-benda materi’ tetapi lewat ‘bendabenda virtual’. cyberspace dapat memecahkan persoalan eksplorasi yang ditimbulkan oleh budaya materialisme dan konsumenisme, oleh karena landasan produksi cyberspace bukanlah eksplorasi sumber daya (materi), melainkan eksplorasi fantasi. Cyberspace menghancurkan aeocode, dan menciptakan semacam ‘gaya hidup artifisial’ dan ‘egalitanan’ yang tidak dikungkung oleh kepemilikan ruang, benda materi, sebab apa yang disebut ‘place’, ‘ruang dan ‘gaya hidup’ di dalam dunia materi tidak lagi bermakna di dalam cyberspace. Mengurangi persoalan AIDIHIV. Hubungan seksual lewat jaringan internet mengurangi dampak klinis dan hubungan seksual bebas yang berbasis fisik, meskipun muncul persoalan baru psikis dan reproduksi. Mengurangi konflik sosial, ekonorni den politik. Perebutan terhadap ‘space’ den teritorial’ di dalam dunia fisik seringkali menimbulkan konflik sosial bahkan perang. Di dalam cyberspace tidak ada perebutan teritorial dalam pengertian fisik, sehingga dampak konflik akibat perebutan ruang fisik dapat dikurangi. Terbebas dan ‘urban decay’ dan ‘social disintegration’. Persoalan kemacetan, kepadatan penduduk, sampah, merupakan persoalan kota besar yang dapat dikurangi bila sebagian kehidupan fisik dialihkan ke dalarn kehidupan virtual. Memecahakan persoalan kebebasan dan demokrasi. Cyberspace menjadi sebuah ‘public share’ vana ideal, yang tidak dapat ditemukan di dalam kehidupan nyata.
Alasan Orang Menyenangi Dunia Cyberspace •
•
•
•
Cyberspace melepaskan manusia den ‘peniara tubuh’. Tubuh tidak Iagi dibatasi oleh keterbatasan arsitektural don slam. Di dalamnya Orang bisa ‘terbang’, ‘berubah wujud’, ‘mengalir seperti air’, ‘menguap seperti udara’, ‘hidup di dalam berbagai ruang yang berbeda waktu ‘ Cyberspace adalah ‘ecialitanian public space’, menggantikan ‘!aaora’ dalam kebudayaan Yunani, yaitu semacam tempat di mana anggota masyarakat berkumpul untuk mendiskusikan ide -ide untuk memecahkan persoalan bersama. Ia merupakan sebuah great collective mind, yang di dalamnya orang dapat memperbincangkan nasibnya dengan jutaan orang sekaligus. Cyberspace dapat mengisi ‘kehamilaan psikososial’ (‘psychosocial vacuum’) yang diciptakan oleh masyarakat industri. Ia tempat pelepasan tekanan jiwa, tekanen politik, tekanan keluarga (Wentheim, 30) Ia adalah tempat penjelaiahan ‘psilcososial’ (self, peran, identitas, status). Di dalamnya orang dapat mengekspresikan ‘diri vano iamak’ (multiple set). Di dalamnya, orang bahkan dapat berperan sebagai binatang, segumpal awan atau sebuah kursi.
•
•
•
• •
•
(authority) dan kekuasaan’ (power) bagi dirinya sendiri, yang tidak diperoleh di dunia kehidupan nyata: ‘kebebasan informasi’, kebebasan berbincang, kebebasan mengknitik. Di dalamnya, seseorang tidak hanya dapat mengekspresikan ego individualnya, tetapi ia dapat bermain di dalam ‘collectiv drama’ (Bergen) Ia adalah sebuah ‘ruang baru’ tempat bermain dengan berbagai aspek ‘immaterial manusia’, yang tidak diberi tempat di dalam dunia fisik (arsitektur). Di dalam cyberspace berbagai pikiran saling bertemu tanpa tubuh (atau dengan tubuh, diri, identitas artifisial) Ia sebagai pelepasan gejolak hasrat (desire), yang dibatasi di dalam kehidupan nyata. Cyberspace menciptakan semacam komunitas ideal, yang melampaui keterbatasan janak dan terbebas dari berbagai gender, ras dan warna kulit, agama. Berbagai public space telah diambilalih (sebagian) oleh public cyberspace kantor pos (e-mail), public square (MUD), bookstore (bitstone), department store (online shopping mall), perpustakaan (online library), universitas (virtual campus), kantor (teleconference), galeni seni (virtual museum), rumah sakit (telemedicine)
Bahaya Public Cyberspace •
• •
• •
Bahaya utama cyberspace adalah bila orang memasuki ‘batas’ (border) yang seharusnya tidak ia lewati (batas hasrat, fantasi, kesenangan, gairah). Melewati batas berarti menjadi over, menjadi hyper atau menjadi ekstnim. Sayangnya, justru tiga sifat inilah yang menjadi sifat utama cyberspace. Ia menciptakan ‘cyber selfishness’, seorang yang tidak bertanggung jawab secara sosial. Pada kenyatannya ‘egalitanianisme’ itu tidak terbentuk, sebab tetap saja ada elit yang mendominasi komunikasi cyberspace. Tetap terjadi ‘Cvber Western Imperialism’. Eksklusivitas tetap menjadi sifat cyberspace, sebab akses tetap terbatas untuk orang - orang tertentu. ‘Kebaruan’ (newness) menjadi obsesi utama cybernis, sehingga terjadi semacam pemuiaan terhadap masa depan (future worship), dan sebaliknya pelecehan terhadap masa lalu, tradisi, nilai moral, dan keanifan budaya, yang dianggap sebagai nonsense.
•
• •
•
•
‘Cvbercrime’ dan ‘cyberviolence’ tetap menjadi kejahatan masa depan, bahkan Ia mendapatkan tempatnya yang Iebih ‘aman’, karena sifat cyberspace yang tanpa alamat. Cyberporn’ menjadi persoalan moral masa depan,disebabkan cyberspace yang tanpa identitas. Cvberanarchy’ adalah persoalan lain, disebabkan belum dipecahkannya persoalan ‘kontrol sosial’ (social control), dan persoalan hukum di dalam cyberspace. Cyberspace menjadi ajang ‘kejahatan semiotik’ (semiotic violence): orang saling merusak, mendistorsi, menghancurkan, mempermainkan, mempelesetkan tanda-tanda (wajah, simbol, dsb). Cyberspace menjadi ‘saluran bebas hasrat’ yang tak terkendali (energi seksual, energi kejahatan, paranoia, sadisme, kedangkalan, perversi) yang menemukan tempatnya yang ideal di dalam ruang tanpa pembatasan.
Cybercrime •
• •
•
Saat ini ternyata kejahatan cybercrime melalui Internet di Indonesia berada di urutan kedua. Setelah korupsi. Hal ini berdasarkan hasil riset terkini yang dilakukan oleh perusahaan sekuriti ClearCommerce (Clearcommerce.com) yang bermarkas di Texas, Amerika Serikat. Menurut data tersebut, 20 persen dari total transaksi kartu kredit dari Indonesia di Internet adalah fraud. Tidak heran jika kondisi itu semakin memperparah sektor bisnis di dalam negeri, khususnya yang memanfaatkan teknologi informasi (TI). Berdasarkan hasil survei CastleAsia (CastleAsia.com) yang dilansir pada bulan Januari 2002, menunjukkan bahwa hanya 15 persen responden Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia yang bersedia menggunakan Internet Banking. Dari 85 persen sisanya, setengahnya beralasan khawatir dengan keamanan transaksi di Internet. Dari data tersebut terlihat bahwa tingginya angka cybercrime akan berpengaruh secara langsung pada sektor bisnis skala kecil, menengah dan besar. Pengaruh tidak langsungnya adalah memburuknya citra Indonesia di mata komunitas Internet dunia.
•
Tidak itu saja. Pada tingkat yang lebih luas, hasil survei yang dilakukan pada tahun 2002 atas kerja sama Federal Bureau of Investigation’s (FBI) dan Computer Security Institute (CSI) menunjukkan bahwa kerugian akibat serangan cybercrime mencapai nilai sebesar US$ 170.827.000 pada kategori pencurian informasi dan US$ 115.753.000 pada kategori financial fraud (www.gocsi.com).
•
Bahkan, hasil survei yang sama juga menunjukkan kerugian sebesar US$ 4.503.000 akibat penyalahgunaan otoritas oleh orang dalam organisasi itu sendiri. Hal ini dimungkinkan dengan memanfaatkan kelemahan pada sistem keamanan jaringan internal yang kurang diperhatikan. Data tersebut menunjukkan bahwa saat sebagian pihak menekankan pentingnya sisi keamanan Internet, sisi keamanan jaringan internal, termasuk di dalamnya perilaku pengguna yang kurang tepat, ternyata juga berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar, karena kurang mendapat perhatian yang memadai.
Cybercrime •
Perkembangan Internet dan umumnya dunia cyber tidak selamanya menghasilkan hal-hal yang postif. Salah satu hal negatif yang merupakan efek dari perkembangan internet antara lain adalah kejahatan di dunia cyber atau, cybercrime. Beberapa contoh kasus cybercrime di Indonesia : – Pencurian dan penggunaan account Internet milik orang lain Salah satu kesulitan dari sebuah ISP (Internet Service Provider) adalah adanya account pelanggan mereka yang “dicuri” dan digunakan secara tidak sah. Pencurian account cukup dengan menangkap “user_id” dan “password” saja. Akibat dari pencurian ini, penggunan dibebani biaya penggunaan acocunt tersebut. – Membajak situs web Salah satu kegiatan yang sering dilakukan oleh cracker adalah mengubah halaman web, yang dikenal dengan istilah deface. Pembajakan dapat dilakukan dengan mengeksploitasi lubang keamanan. – Probing dan port scanning Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan “port scanning” atau “probing” untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya.
penanganan kasus-kasus cybercrime Cara-cara penanganan terhadap kasus-kasus cybercrime yang terjadi diantaranya : • IDCERT (Indonesia Computer Emergency Response Team) • IDCERT merupakan CERT Indonesia yang menjadi point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah kemanan. • Sertifikasi perangkat security • Perangkat yang digunakan untuk menanggulangi keamanan semestinya memiliki peringkat kualitas. Perangkat yang digunakan untuk keperluan pribadi tentunya berbeda dengan perangkat yang digunakan untuk keperluan militer. Namun sampai saat ini belum ada institusi yang menangani masalah evaluasi perangkat keamanan di Indonesia. Di Korea hal tersebut ditangani oleh Korea Information Security Agency.
Cyber fraud Wigrantoro Roes Setiyadi, Country Coordinator GIPI-Indonesia, mendefinisikan beberapa hal yang menyangkut penipuan melalui Internet ini. – Pertama, penipuan terhadap institusi keuangan, termasuk dalam kategori ini antara lain penipuan dengan modus menggunakan alat pembayaran, seperti kartu kredit dan atau kartu debit dengan cara berbelanja melalui Internet. Penipuan terhadap institusi keuangan biasanya diawali dengan pencurian identitas pribadi atau informasi tentang seseorang, seperti nomor kartu kredit, tanggal lahir, nomor KTP, PIN, password, dan lain–lain. – Kedua, penipuan menggunakan kedok permainan (Gaming Fraud), termasuk dalam kategori ini adalah tebakan pacuan kuda secara online, judi Internet, tebakan hasil pertandingan oleh raga, dan lainlain. – Ketiga, penipuan dengan kedok penawaran transaksi bisnis, penipuan kategori ini dapat dilakukan oleh dua belah pihak; pengusaha dan individu. Umumnya dalam bentuk penawaran investasi atau jual beli barang/jasa. – Keempat, penipuan terhadap instansi pemerintah, termasuk dalam kategori ini adalah penipuan pajak, penipuan dalam proses eprocurement dan layanan e-government, baik yang dilakukan oleh anggota masyarakat kepada pemerintah maupun oleh aparat birokrasi kepada rakyat.
•
Brata Mandala, dari Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat II Ekonomi dan Khusus Mabes Polri, mengategorikan modus operandi cybercrime ini dalam dua hal. – Pertama, kejahatan umum dan terorisme yang difasilitasi oleh Internet. Ini terdiri dari Carding (creditcard fraud), Bank Offences, e-Mail threats, dan Terorisme. – Kedua, penyerangan terhadap computer networks, Internet as a tools and target, yang meliputi DDoS Attack, Cracking/Deface, Phreaking, Worm/Virus/Attack, dan Massive attack/cyber terror.
•
Lebih lanjut, Mandala mengarakteristikkan cybercrime ini di antaranya, bahwa modal untuk menyerang relatif sangat murah. Sebuah serangan yang sangat besar/luas, namun cukup dilakukan dengan menggunakan komputer dan modem yang sederhana. Dapat dilakukan oleh setiap individu, tidak perlu personil/unit yang besar. Risiko bagi yang ditangkap (being apprehended) rendah. Sangat sulit melokalisir tersangka, bahkan kadang-kadang tidak menyadari kalau sedang diserang. Tidak ada batasan waktu dan tempat, sangat memungkinkan untuk diserang kapan saja (setiap saat) dan dari mana saja. Kerugian sangat besar/mahal dan meluas apabila serangan tersebut berhasil.
Terima Kasih Adi Sulhardi, S.Sos, MS.i
• “Di Indonesia, pada tahun 2002, kejahatan umum dan terorisme yang difasilitasi oleh Internet sebanyak 159 kasus yang dilaporkan, 15 di antaranya kini tengah dalam proses pengadilan dan 2 sudah ada di pengadilan. Sementara untuk penyerangan terhadap komputer, ada 7 kasus yang dilaporkan,” tegas Mandala seraya menyangkal data ClearCommerce.com. Baginya, data itu masih simpang siur. “Kalau saya lihat laporan dari Amerika yang menempati urutan kedua itu kartu kredit biasa, bukan di cyber,” tambahnya.
CyberLaw •
•
•
Selain itu untuk mengatasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan cybercrime maka ada Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Selain itu cybercrime law dan regulasi yang tepat di bidang ICT dianggap penting dalam menarik investasi maupun pengembangan perekonomian yang berbasis IT.
Perlunya CyberLaw • • • • •
•
Melindungi integritas pemerintah dan menjaga reputasi suatu negara. Membantu negara terhindar dari menjadi surga bagi pelaku kejahatan, seperti teroris, kejahatan terorganisasir, dan operasi penipuan. Membantu negara terhindar dari sebutan sebagai tempat yang nyaman untuk menyimpan aplikasi atau data hasil kejahatancybercrime. Meningkatkan kepercayaan pasar karena adanya kepastian hukum yang mampu melindungi kepentingan dalam berusaha. Memberikan perlindungan terhadap data yang tergolong khusus (classified), rahasia, informasi yang bersifat pribadi, data pengadilan kriminal, dan data publik yang dianggap perlu untuk dilindungi. Melindungi konsumen, membantu penegakan hukum, dan aktivitas intelligen.
Cyber task force •
•
•
•
Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementrian Informasi dan Komunikasi (Menkominfo) bekerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia membentuk satuan gugus tugas terpadu (Cyber Task Force - CTF) untuk menanggulangi cybercrime ini. Tidak ketinggalan, kalangan swasta yang diwakili komunitas ISP (Internet Service Provider) pun meluncurkan ID-FIRST untuk tujuan yang sama. “Tetapi, pemerintah dan kepolisian ikut mendukung. Karena, ID-FIRST ini untuk kepentingan industri, sehingga industri juga perlu merapatkan barisan,” ujar Heru Nugroho, Sekretaris Jenderal APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia). Kegiatannya, kata Heru, menampung kejahatan ICT (Information and Communication Technology) untuk kemudian memberikan laporan kepada kepolisian. Di samping itu, pihaknya juga sering diminta bantuan oleh kepolisian untuk mendiskusikan cybercrime ini. Namun, Heru mengakui, ID-FIRST memang tengah mencari format yang tepat seperti apa. Pasalnya, pemerintah mempunyai tugas untuk membuat kebijakan, dalam hal ini adalah undang-undang. Nah, industri harus membuat berdasarkan kebijakan tersebut dengan menyesuaikannya terhadap situasi yang ada.
• •
•
•
“Kita belum punya mekanisme yang disepakati secara nasional mengenai langkahlangkah antisipasi soal cybercrime ini,” tegas penggagas ID-FIRST ini kepada eBizzAsia diruang kerjanya. Dalam pernyataannya tentang CTF ini, Sekretaris Menkominfo, JB Kristiadi, mengharapkan lembaga ini bisa mengalang satu jalur komunikasi yang intensif, proaktif dan sejajar. Jalur komunikasi tersebut merupakan salah satu wahana konsultasi dan berbagi informasi, dalam rangka melakukan kajian, analisa dan penentuan langkah antisipatif dalam rangka menghadapi cybercrime. “Kementerian Kominfo, Mabes Polri, dan sektor industri yang diwakili IDFIRST, serta dukungan dari media massa dan masyarakat umum, secara bersama kita menekan seminimal mungkin tingkat cybercrime di Indonesia, sekaligus mengamankan aset bangsa Indonesia dari ancaman cyberterrorism luar negeri,” sarannya. Kehadiran cyber task force ini memang dirancang untuk menghadapi aspekaspek teknis respon darurat bila serangan cyber-terrorists terjadi. CTFC ada pada Markas Besar Kepolisian. Di setiap Polda (Kepolisian Daerah), kita bisa jumpai cyber task force ini. Setiap satuan/unit terdiri dari tujuh orang polisi. Bahkan Satuan tugas ini juga tergabung dalam ASEAN Napol yang beranggotakan 10 negara ASEAN.
•
• •
Misinya adalah mencegah dan merespon keadaan darurat agar kerugian/risiko akibat serangan pada Sistem Informasi terhadap infrastruktur kritis dapat seminimal mungkin. Sementara kegiatannya adalah mengakses kerawanan dari infrastruktur kritis, seperti jaringan listrik, pasokan gas, air dan BBM, jaringan Kominfo, keuangan, pelayanan kesehatan. Fasilitas lain seperti penerbangan, kereta api, pelayanan polisi, kekuatan pertahanan dan pemerintahan. Selain itu, juga merespon secara cepat keadaan darurat agar kerusakannya minim dan menyediakan bimbingan dan bantuan investigasi. Menurut Direktur II Ditserse Mabes Polri, Brigjen Pol. Suyitno, satuan tugas ini juga dapat membuka akses dengan organisasi-organisasi di luar negeri, seperti di Amerika USSF dan US Costomes, yang perwakilannya sudah terdapat di mana-mana. Secara teknis, baik teknis penyelidikan maupun peralatannya, antar-aparat penegak hukum ini saling bekerja sama untuk menangkap pelaku dan penadah tindak kejahatan cybercrime ini. Misalnya, peralatan untuk melacak. Namun, Suyitno enggan menyebutkan teknis penangkapan pelaku dan penadah ini. “Karena itu teknis kita. Kalau kita buka nanti orang sudah lari duluan,” serunya kepada eBizzAsia beberapa waktu lalu.
Masalah-masalah etika komputer • E-commerce yaitu bisnis melalui internet, melahirkan implikasi negatif : bermacam kejahatan, penipuan dan kerugian karena anonymouse-an tadi. • Kejahatan komputer kejahatan yang dilakukan dengan komputer sebagai basis teknologinya, seperti: virus, spam, penyadapan, carding, Denial of Service (DoS). • Cyber ethics • Diperlukan adanya aturan tak tertulis yaitu Netiket, Emoticon • Pelanggaran HAKI • Tanggung jawab profesi