National Conference on Management Research 2008___________________
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
CORRELATION BETWEEN AUDIENCE’S EDUCATION LEVEL AND PUBLIC SERVICE ADVERTISEMENT OUTCOME LEVEL IN BANDUNG, WEST JAVA Study Case: A-Mild ad “Taat Cuman Kalo Ada yang Liat” version Drs. Herry Hudrasyah, MA dan Dian Kurnia Rizki Business Strategy and Marketing, Sekolah Bisnis dan Manajemen, InstitutTeknologi Bandung
Abstraksi Peraturan pemerintah mengenai iklan rokok di Indonesia yang semakin ketat dan gerakan anti rokok yang semakin gencar menjadikan iklan rokok sebagai arena perang tersendiri bagi semua pemain di industri ini. A-Mild, sebagai pencetus sekaligus market leader di rokok Mild, adalah pihak yang sukses menarik perhatian konsumennya melalui iklan-iklannya yang unik dan menarik dengan tagline nya yang terkenal, Tanya Kenapa. Salah satu seri iklan TV di tahun 2007 yang cukup tertanam di benak masyarakat adalah iklan A-Mild versi “Taat Cuman Kalo Ada yang Liat” atau lebih dikenal dengan versi “Polisi Ngumpet”. Selain bertujuan untuk menjual rokok, iklan ini juga mempunyai tujuan dasar yaitu untuk mengajak pemirsanya mengubah perilaku lalu lintas mereka agar lebih taat terhadap peraturan lalu lintas. Dengan tujuan dasar tersebut, maka iklan versi ini dapat dikategorikan sebagai iklan layanan masyarakat.Di lain pihak, ada teori yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan pemirsa sangat mempengaruhi respon mereka terhadap suatu iklan. Maka, dapat diperkirakan bahwa adanya perbedaan respon terhadap iklan layanan masyarakat ini pada setiap tingkat pendidikan yang berbeda. Namun, sampai saat ini, belum pernah dilakukan penelitian terhadap iklan layanan masyarakat tersebut tentang bagaimana sebenarnya korelasi tingkat pendidikan dengan tingkat hasil dari iklan ini. Padahal hal ini sangat penting sebagai umpan balik iklan ini sekaligus referensi bagi A-Mild dalam melakukan perbaikan di seri iklan berikutnya. Dalam mengukur tingkat hasil dari iklan layanan masyarakat, perlu diperhatikan faktor-faktor kualitas dari iklan tersebut seperti kredibilitas dari pembuat iklan, daya tarik iklan, kemudahan iklan untuk dimengerti, dan relevansi dari pesan iklan yang disampaikan. Setelah itu, tingkat hasil iklan tersebut dapat diukur dengan melihat dari tiga tingkat yaitu kognitif, afektif, dan perilaku. Karena iklan versi ini mempunyai tujuan dasar untuk mengubah perilaku lalu lintas para pemirsanya ke arah yang lebih baik, maka iklan ini dikatakan mencapai tujuannya jika tingkat hasilnya sampai pada tingkat perilaku. Kata kunci: iklan layanan masyarakat, faktor kualitas dari iklan layanan masyarakat, tingkat pendidikan, dan tingkat hasil iklan layanan masyarakat. 1. Pendahuluan Sampoerna A Mild adalah salah satu produk yang sukses dari PT HM Sampoerna Tbk, Diperkenalkan pada Desember 1989 dan dinyatakan bahwa produk ini adalah rokok satu-satunya dengan kadar tar paling rendah (15 mg) dan nikotin (1,1 mg) dimana pada saat itu menjadi unique selling point dari produk ini dubandingkan dengan produk rokok lainnya. Dalam melakukan produk periklanan, berdasarkan squirrel consulting 2007, A Mild melakukan beberapa evolusi terhadap positioningnya, dengan pisotioning terakhir ‘Tanya Kenapa’ (2005-2008) yang mengangkat isu social sehari-hari di Indonesia. Salah satu iklannya berjudul ‘Taat Cuma Kalo Ada Yang Liat’. Iklan ini mengangkat isu tentang pelanggaran peraturan lalu lintas di Indonesia yang sering sekali terjadi karena sang pelanggan merasa bahwa tidak ada polisi lalu lintas yang memperhatikannya. Iklan tersebut menayangkan seorang wanita muda yang sedang mengendarai sebuah mobil. Dia mengaku kepada polisi yang menangkapnya bahwa dia melakukan pelanggaran setelah merasa yakin bahwa tidak ada seorang polisi pun yang menjaga, maka situasi tersebut menjadi pembenaran terhadap sikapnya. A Mild meluncurkan iklan ini sebagai sindiran kepada para pelanggar lalu lintas, sekaligus mengajak
Correlation Between Audience’s Education Level And Public Service Advertisement.......
National Conference on Management Research 2008___________________
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
mereka untuk lebih taat kepada peraturan lalu lintas, seperti tujuan utama dari iklan ini. Di sisi lain seperti yang (Lynn, 1974) katakan bahwa iklan layanan masyarakat adalah bentuk khusus komunikasi yang digunakan untuk memberikan informasi tentang isu public kepada masyarakat dan untuk mempromosikan isu yang sesuai dengan kaidah social (Garbett, 1989). Dengan memiliki tujuan utama yang dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang sesuai denga dengan kaidah sosial, maka iklan ini dapat diklasifikasikan sebagai iklan layanan masyarakat. Mempertimbangkan klasifikasi tersebut maka muncul pertanyaan sampai sejauh manakah kualitas iklan layanan itu dapat mempengaruhi pemirsanya. Berdasarkan (Atkin, 2001) hal ini dapat dilihat melalui tiga tingkat yaitu kognitif, afektif, and perilaku. Selain itu, mengacu pada pernyataan Fiske dan Kinder (1981) yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi bagaimana ia bereaksi terhadap iklan, serta mengingat bahwa setiap pemirsa mempunyai tingkat pendidikan yang berbeda, maka timbul adanya kemungkinan perbedaan pengaruh diantara pemirsa terhadap tingkat hasil iklan layanan masyarakat. Dengan kata lain, ada kemungkinan timbulnya perbedaan respon kepada iklan layanan masyarakat ini pada setiap tingkat pendidikan yang berbeda. Sampai saat ini, tidak ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana tepatnya tingkat pendidikan berkorelasi dengan respon permirsa pada iklan layanan masyarakat. Padahal hal ini sangat penting karena dapat digunakan sebagai masukan untuk iklan layanan masyarakat sekaligus referensi perbaikan bagi A-Mild khususnya jika A-Mild menargetkan iklan tersebut pada orang dengan tingkat pendidikan tertentu. Oleh sebab itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi dari tingkat pendidikan dengan tingkat hasil dari iklan layanan masyarakat. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menemukan alasan jika benar ditemukan adanya perbedaan tingkat hasil iklan layanan masyarakat pada tiap tingkat pendidikan yang berbeda. Peneliti melakukan penelitian ini hanya di Kota Bandung, Jawa Barat dengan beberapa batasan masalah seperti, penelitian hanya membahas satu versi iklan A-Mild yaitu versi “Taat Cuma Kalo Ada yang Liat”, peneliti mengukur tingkat efektifitasnya hanya berdasarkan faktor kualitatif dari iklan, dan tingkat pendidikan permirsa sebagai satu-satunya pertimbangan untuk menemukan korelasi antara tingkat pendidikan mereka dengan tingkat hasil iklan layanan masyarakatnya. 2. Landasan Teori 2.1 Periklanan Definisi modern dari periklanan adalah sebuah komunikasi persuasive komersial yang menggunakan media massa dan bentuk komunikasi interaktif lainnya untuk mencapai pemirsa secara luas demi menghubungkan serta mengenalkan pihak terkait dengan target permirsanya (Wells, Moriarty, &Burnett, 2006). Iklan bersifat kompleks karena banyak pelaku iklan yang berbeda mencoba meraih banyak tipe pemirsa iklan yang berbeda pula. Mengingat semua situasi periklanan yang berbeda, maka hal ini dapat diidentifikasikan menjadi tujuh tipe iklan dimana salah satunya adalah Iklan Layanan Masyarakat (ILM). 2.2 Iklan Layanan Masyarakat (ILM) Berdasarkan pada Evans (1978, 28) ILM dibuat untuk memberikan informasi yang jelas terhadap beberapa masalah publik yang juga merupakan kepentingan mereka. Lynn (1974) mengatakan bahwa iklan layanan masyarakat adalah bentuk khusus komunikasi yang digunakan untuk memberikan informasi tentang isu public kepada masyarakat dan untuk mempromosikan isu yang sesuai dengan kaidah social (Garbett, 1989). ILM cenderung digunakan untuk membantu meningkatkan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat dengan menyediakan informasi untuk menghasilkan hal-hal tersebut (Lamay, 2002). Mengingat bahwa tujuan utama dari iklan A-Mild versi “Taat Cuma Kalo Ada yang Liat” adalah untuk membujuk target permirsanya agar lebih sedia untuk mengubah perilaku lalu lintas mereka, maka versi ini bias diklasifikasikan sebagai salah satu ILM. 2.3 Efektifitas dari Iklan Layanan Masyarakat Correlation Between Audience’s Education Level And Public Service Advertisement.......
National Conference on Management Research 2008___________________
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
ILM mampu menghasilkan intensi perilaku yang berkaitan dengan perubahan perilaku terhadap norma tertentu (Evans, 1978). ILM mampu meningkatkan kesadaran, mengubah kepercayaan, dan memperngaruhi baik intensi maupun perilaku yang sebenarnya (Advertising Research Foundation, 1991). Sedangkan menurut Atkin (2001), efektifitas dari ILM pada dasarnya ditentukan oleh kualitatif faktor yang mencakup isi, bentuk, dan gaya penyampaian pesan seperti gambar yang argumentatif dan profokatif . Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan efektifitas: a) Kredibilitas yaitu tingkat dimana isi pesan dipercayakan akurat dan falid, hal ini biasanya diikuti oleh kelayakan untuk dipercaya dan kompetensi dari sumber penyampai pesan dan ketetapan dalam memberikan bukti yang meyakinkan; b) Gaya penyampaian yang menarik dan ide yang mampu menarik perhatian dengan menggunakan gaya bahasa yang atraktif dan menghibur, serta isi yang menarik, menimbulkan semangat mental atau emosional; c) Pesan yang dapat dimengerti membantu penerima pesan dalam memproses pesan dan mempelajarinya melalui penyampaian yang komperhensif, sederhana, eksplisit dan cukup detail; d) Untuk mempengaruhi perilaku, ILM harus mampu menimbulkan perasaan keterlibatan terhadap permirsa dan bersifat relevan, sehingga mereka merasa bahwa pesan nya dapat diaplikasikan atau sesuai dengan situasi dan kebutuhan mereka. 2.4 Tingkat Hasil Iklan Layanan Masyarakat Ada tiga tingkatan hasil dari iklan layanan masyarakat yang harus diukur untuk menilai pengaruh sebenarnya dari iklan media masa (Atkin &Arkin, 1990): a)
b)
c)
Tingkat Kognitif. Beberapa bentuk komunikasi mengatakan bahwa kesuksesan sebuah iklan bergantung kepada rantai respon, di mana urutan pertamanya melibatkan pengetahuan kognitif (Atkin & Freimuth, Formative evaluation research in campaign design, 1989). Menurut Atkin & Arkin (1990), hasil kognitif dari ILM berkorelasi dengan pengetahuan dan pengertian permirsa terhadap isunya. Maka, pada tingkat ini, pengetahuan lalu lintas terutama tentang fenomena yang didiskusikan serta pengertian respoden kepada ILM harus diukur. Tingkat Afektif. Reaksi perasaan atau emosional kepada suatu objek menggambarkan komponen afektif dari sebuah perilaku (Hawkin, Mothersbaugh, & Best, 2007). Model proses informasi pada umumnya mengasumsikan bahwa sebuah perubahan pada struktur kognitif akan mengakibatkan perubahan pada sikap, intesi, dan perilaku. Teori sosial mengasumsikan melalui sebuah pola bahwa korelasi antara pengetahuan dan perilaku dihubungkan oleh persepsi individu terhadap kegunaan atau nilai dirinya (Bandura, 1977). Nilai diri tersebut difasilitasi melalui pengamatan terhadap individu lain yang memberikan contoh perilaku baik. Namun, nilai diri ini hanya dapat dipengaruhi jika individu lain tersebut dinilai baik. Sebagai contoh, penelitian tentang media mendapatkan hasil bahwa perilaku yang dicontohkan melalui televisi lebih mudah ditiru jika perilaku tersebut mudah dilakukan dan dicontohkan oleh model yang menarik (Wallack, 1990). Selain itu, Atkin (2001) menyatakan bahwa tingkat afektif mengandung orientasi yang bervariasi, seperti kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, sikap dan intensi perilaku. Maka pada tingkat afektif, perubahan sikap dan pikiran yang berkaitan dengan persepsi akan pentingnya perilaku lalu lintas, kepercayaan kepada ILMnya, keinginan untuk bertindak, dan pemikiran yang berkorelasi dengan tindakan selanjutnya harus diukur. Tingkat Perilaku. Komponen perilaku dari sebuah sikap adalah suatu kecenderungan untuk merespon dengan cara tertentu terhadap suatu objek atau aktifitas (Hawkin, Mothersbaugh, &Best, 2007). Menurut McGuire (1981), pengaruh perilaku hanya dapat berhasil ketika proses komunikasi atau iklan memberikan informasi yang berarti tentang suatu isu kepada para permirsa di mana sebelumnya mereka merasa tidak yakin (p. 58). Sebagai pendukung atas pernyataan ini, Maccoby dan Solomon (1981) menemukan bahwa program media masa akan berhasil jika dilengkapi oleh instruksi yang spesifik. Di dalam sebuah penelitian, kesimpulan yang eksplisit atau rekomendasi yang disampaikan secara langsung biasanya digunakan untuk memaksimalkan perubahan perilaku, terutama jika perilaku yang dianjurkan tidak dapat dibuktikan sendiri (Tubbs, 1968; Weiss &Steenbock, 1965). Maka, pada tingkat perilaku, variabel eksplisit seperti perilaku yang dianjurkan atau perilaku taat lalu lintas harus dinilai.
Correlation Between Audience’s Education Level And Public Service Advertisement.......
National Conference on Management Research 2008___________________
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
2.5 Tingkat Pendidikan di Indonesia Seperti yang tertulis pada website Kementrian Pendidikan Nasional (2008), pendidikan adalah suatu usaha yang dirancang untuk menghasilkan lingkungan dan proses belajar sehingga para siswa dapat mengembangkan potensi diri mereka untuk meraih spirit religius, pengendalian diri, kecerdasan dan keterampilan yang mereka dan masyarakat butuhkan. Sedangkan tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang telah dibuat berdasarkan perkembangan personal siswa, tujuan belajar, dan keterampilan yang perlu dikembangkan. Indonesia mempunyai tiga tingkat pendidikan yaitu primer, sekunder, dan tertier, seperti yang dijelaskan berikut ini: •
•
•
Pendidikan Primer. Ini adalah sebuah institusi di mana siswa menerima tahap pertama pendidikan wajib mereka. Pendidikan primer terdiri dari tahun-tahun awal pendidikan formal dan terstruktur. Beberapa sistem pendidikan, termasuk Indonesia, mempunyai sekolah menengah yang terpisah sebagai transisi menuju tahap akhir pendidikan sekunder, biasanya dilaksanakan pada saat siswa berumur 14 tahun. Pendidikan primer di negara ini seringkali dibagi menjadi sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Pendidikan Sekunder. Pada sistem pendidikan yang kontemporer di dunia, pada umumnya pendidikan sekunder terdiri atas tahun-tahun pendidikan formal yang berlangsung pada masa remaja. Di sistem pendidikan Indonesia, sekolah pada periode ini sering disebut sekolah menengah atas. Pendidikan Tersier. Tingkat pendidikan ini biasanya diambil pada tahap pendidikan strata satu (S1) dan strata dua (S2), atau sama juga dengan pendidikan kejuruan dan training. Perguruan tinggi dan universitas adalah institusi pokok yang menyediakan pendidikan tersier, atau sering juga disebut institusi tersier. Hasil dari pendidikan tingkat ini pada umumnya berupa sertifikat, diploma, atau gelar akademis.
3. Metodologi 3.1 Identifikasi Masalah Untuk mengidentifikasi masalah, penulis melakukan wawancara dengan salah satu konseptor iklan AMild yang membuat versi “Taat Cuma Kalo Ada yang Liat”. Dari hasil wawancara, penulis menemukan bahwa tidak ada penelitian sampai saat ini untuk meneliti ILM tersebut tentang bagaimana tepatnya tingkat pendidikan berkorelasi dengan hasil dari ILM nya. Selain itu, belum pernah terbukti sebelumnya bahwa benar ada perbedaan respon pada setiap tingkat pendidikan yang berbeda. Dan tentu saja belum terjawab alasannya jika korelasi tersebut benar-benar terjadi. Padahal hal ini sangat penting bagi A-Mild sebagai penilaian balik terhadap ILM tersebut sekaligus sebagai referensi perbaikan untuk versi iklan selanjutnya. 3.2 Desain Penelitian Penulis melakukan eksploratori dan deskriptif studi. Untuk studi eksploratori, penulis melakukan wawancara dengan konseptor iklan untuk mendapatkan semua informasi tentang iklan tersebut seperti dasar ide, tujuan, jangka waktu penayangan pada media, dan esekusinya. Ia menggunakan data penduduk Bandung dari Badan Pusat Statistik untuk menentukan proporsi responden di setiap area Bandung. Selain itu, penulis melakukan studi literatur yang berkorelasi dengan topik yang dibahas dari bahan-bahan yang dipublikasikan baik dalam bentuk e-jurnal dari internet maupun dari buku. Studi literatur ini sangat penting sebagai referensi pada landasan teori untuk menentukan variabel operasional yang dibutuhkan pada desain kuesioner. Selanjutnya, metode yang digunakan pada studi deskriptif adalah survey. Melalui ini, peneliti mampu mendapatkan informasi berdasarkan pada pertanyaan-pertanyaan dalam tulisan yang diberikan kepada responden, di mana pertanyaanpertanyaan tersebut berkaitan dengan pengetahuan, kepercayaan, sikap dan perilaku mereka terhadap topik. 3.3 Identifikasi Metode Skala
Correlation Between Audience’s Education Level And Public Service Advertisement.......
National Conference on Management Research 2008___________________
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
Untuk mengukur sikap responden, skala Likert dapat mengekspresikan intensitas sebuah perasaan yang mudah digunakan oleh responden dengan menggunakan angka 1, yang berarti sangat tidak setuju, sampai 5, yang berarti sangat setuju dengan pernyataan yang diberikan. 3.4 Identifikasi Desain Kuisioner Berdasarkan landasan teori yang digunakan, penulis menggunakan variabel operasional sebagai landasan dalam mendesain kuisioner. Selanjutnya, kuisioner disebar kepada 30 responden untuk menguji validitas dan reliabilitasnya. Menurut tabel-r, kuisioner dinyatakan valid dan reliabel jika nilai Cronbach Alpha nya 0.361 dengan 30 responden dan tingkat kepercayaan 95%. Hasil dari tes tersebut menyatakan bahwa kuisioner sudah cukup valid dan reliabel.
3.5 Identifikasi Desain Sampel Responden adalah masyarakat diatas 18 tahun, yang tinggal di Bandung dan telah terekspos oleh iklan layanan masyarakat tersebut, dan juga mengendarai kendaraan. Berdasarkan Malhotra (2004), ukuran sampel yang digunakan pada penelitian iklan televisi memerlukan minimal 150 sampel untuk setiap versi iklan yang dites. Namun, untuk mendapatkan data yang lebih valid, penulis memutuskan untuk mengambil 200 sampel. Untuk teknik sampling, penulis menggunakan kuota sampling dengan latar belakang pendidikan sebagai karakteristik kontrol. Demi menjaga data responden seakurat mungkin, penulis memproses data dari Badan Pusat Statistik Kota Bandung untuk menghitung proporsi responden pada setiap area di Bandung. Setelah itu, penulis lalu menghitung proporsi responden untuk setiap tingkat pendidikan pada area tersebut. Tabel 3. 1 Data Proporsi Responden Pendidikan SD Wilayah
SMA
Total
Utara
8
6
13
Universitas 5
Timur
20
18
27
12
77
Selatan
3
3
6
4
16
23
17
25
10
75
54
44
71
31
200
Barat Total
SMP
32
3.6 Metode Pengambilan Data Untuk mendapatkan data primer melalui survey, penulis mendistribusikan kuesioner langsung kepada para responden, terutama untuk yang lulusan SD dan SMP. Sedangkan untuk responden yang lulusan SMA dan universitas, penulis mendistribusikannya melalui web-survey, surveymonkey.com, kepada beberapa komunitas di mailing lists. Selain itu, penulis juga menggunakan beberapa agen untuk membantunya membagikan kuesioner. Agen-agen tersebut adalah orang-orang yang memiliki akses lebih mudah kepada responden yang dituju. 3.7 Metode Analisa Data Penulis menggunakan beberapa metode statistik untuk menganalisa data, yaitu cross tabulation, Chisquare dan Tau b. Dengan menggunakan cross tabulation, penulis mudah untuk membuat interpretasi karena data yang ditampilkan sederhana walaupun mengandung hal yang kompleks. Di lain pihak, untuk mengetahui tingkat signifikan dari korelasi yang berada pada cross tabulation, penulis menggunakan Chi-square. Jika hasilnya menunjukan nilai Chi-square variabel lebih besar daripada nilai Chi-square pada tabel, hal ini menandakan adanya korelasi antara variabel tersebut. Namun, penulis perlu mengetahui bagaimana variabel tersebut berkorelasi, terutama jika berkorelasi dengan variabel tingkat pendidikan. Dengan statistik Tau b, yang mempunyai nilai antara +1 sampai -1, korelasi positif atau negatif dapat diketahui.
Correlation Between Audience’s Education Level And Public Service Advertisement.......
National Conference on Management Research 2008___________________
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
3.8 Kesimpulan dan Saran Ketika hasil dari penelitian ini selesai dianalisa, penulis menarik benang merah diantara mereka untuk membuat kesimpulan penelitian. Lalu, berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis memberikan beberapa saran baik untuk pihak yang bersangkutan dengan penelitian ini dan juga untuk peneliti selanjutnya yang ingin melanjutkan penelitian mengenai topik ini. 4. Pengambilan dan Analisa Data 4.1 Pengambilan Data Sesuai rencana, penulis membagikan kuesioner langsung kepada para responden, melalui web-survey dan menggunakan beberapa agen. Untuk membagikan langsung kepada responden yang lulusan SD dan SMP, penulis pergi ke beberapa terminal angkot dan pangkalan ojek di beberapa area di Bandung. Para responden tersebut juga diraih melalu agen-agen yang mempunyai akses lebih mudah untuk meraih mereka, contoh pembantu rumah tangga dan supir. Di lain pihak, untuk mendistribusikan langsung kepada responden yang lulusan SMA dan universitas, penulis pergi ke beberapa mall di Bandung. Para agen juga digunakan untuk meraih mereka. Ditambah lagi, untuk responden tersebut, penulis mendistribusikan melalui web-survey yang linknya dikirimkan kepada beberapa mailing list, seperti Civitas untuk komunitas SBM, NOD-alumni untuk komunitas NOD, dan KSEP-alumni komunitas KSEP ITB. Selama pengambilan data secara langsung, penulis kerap berkomunikasi dengan para responden untuk mendapatkan informasi tambahan yang dapat digunakan di analisa data. 4.2 Analisa Data • Tingkat Kognitif Iklan Layanan Masyarakat dapat dikatakan telah mencapai tingkat kognitif jika responden mengerti pesan dari ILM tersebut (Rakhmat, 2007). Poin ini diwakilkan dengan variabel pengertian terhadap pesan ILM. Untuk mendukungnya, penulis menghubungkan hal ini dengan variabel pengertian terhadap perilaku lalu lintas. Nilai Chi-square dari dua variabel ini adalah 80.67 atau lebih tinggi daripada nilai Chi-square tabel yang hanya 16.92, sedangkan nilai Tau b nya positif (.430). Selain itu, kedua variabel tersebut masing-masing berkorelasi positif dengan variabel pendidikan yang ditujukan oleh nilai Chi-square 27.23 dan 26.73. maka, dapat dikatakan bahwa semakin mengerti seorang responden terhadap perilaku lalu lintas, semakin mengerti mereka terhadap pesan ILM tersebut. Sebagai contoh, dengan hanya menunjukan seorang wanita dalam iklan itu yang tetap memutar balik mobilnya dan mengacuhkan rambu dilarang memutar, responden dengan pendidikan lebih tinggi akan langsung mengerti isi pesan ILMnya. Tidak seperti mereka, responden dengan pendidikan lebih rendah akan mengerti isi pesannya setelah tampilan seorang polisi yang keluar dari tempat persembunyiannya dan menanyakan sang wanita kenapa dia melanggar peraturan. Lalu, penulis juga mencoba menghubungkan pesan ILM dengan faktor dapat dimengerti. Berdasarkan nilai Chi-square mereka, seperti yang digambarkan di bawah ini, variabel-variabel tersebut mempunyai korelasi yang signifikan. Tabel 4. 1 Chi Square Pengertian kepada pesan ILM – Faktor dapat dimengerti Chi Square Pengertian kepada pesan ILM – Faktor dapat dimengerti Variabel Dapat Nilai Tes Nilai Tabel Korelasi Dimengerti Chi-Square Chi-Square Kesederhanaan pesan 85.71 16.92 Signifikan ILM Pengertian Kejelasan pesan ILM 90.59 16.92 Signifikan kepada pesan Pesan ILM yang dapat ILM 78.473 21.03 Signifikan dimengerti
Disamping itu, penulis juga mengidentifikasi korelasi koresponden antara pendidikan – variabel pengertian kepada pesan ILM dengan pendidikan – faktor dapat dimengerti yang keduanya menandakan adanya korelasi positif. Selain itu, pendidikan – figur kognitif di bawah ini juga
Correlation Between Audience’s Education Level And Public Service Advertisement.......
National Conference on Management Research 2008___________________
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
menandakan korelasi positif yang ditandai oleh angka respon positif yang semakin besar seiring tingkat pendidikan yang semakin tinggi.
Figur 4. 1 Pendidikan - Kognitif
Dari beberapa penjelasan tersebut, penulis dapat menemukan alasan mengapa korelasi tersebut dapat terjadi. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, semakin mengerti mereka akan pesan ILM dibandingkan dengan responden yang pendidikannya lebih rendah. Hal ini dikarenakan, bagi responden berpendidikan tinggi, pesan ILM ini sangat sederhana, cukup jelas, dan mudah untuk dimengerti.
• Tingkat Afektif Iklan layanan masyarakat dapat dikatakan telah mencapai tingkat afektif jika reponden mempunyai intensi untuk bertindak terhadap isu setelah melihat ILM tersebut (Rakhmat, 2007). Dalam penelitian ini, hal tersebut telah direpresentasikan oleh salah satu variabel, intensi untuk bertindak. Demi mendapatkan analisa lebih dalam, hal ini didukung oleh variabel lain seperti kepercayaan terhadap ILM, kesukaan kepada ILM, dan pentingnya perilaku lalu lintas. Tabel berikut ini adalah hasil perhitungan Chi-square untuk menentukan apakah tiga variabel tersebut memiliki korelasi signifikan terhadap variabel intensi untuk bertindak. Tabel 4. 2 Chi Square Intensi untuk bertindak – Tingkat Afektif Chi Square Intensi untuk bertindak – Tingkat Afektif Variabel tingkat Nilai Tes Nilai Tabel Korelasi afektif Chi-Square Chi-Square Kepercayaan 45.58 26.30 Signifikan terhadap ILM Intensi untuk Kesukaan kepada 52.12 26.30 Signifikan ILM bertindak Pentingnya 42.70 26.30 Signifikan perilaku lalu lintas
Maka, hal ini menggambarkan bahwa responden mempunyai intesi untuk bertindak karena mereka percaya dan menyukai ILM tersebut, selain itu mereka juga menyadari pentingnya perilaku lalu lintas. Selanjutnya, penulis juga mencoba untuk menghubungkan antara variabel kepercayaan terhadap ILM dengan faktor kredibilitas. Dengan menggunakan perhitungan Chi-square, penulis mampu melakukan tes apakah variabel – variabel tersebut mempunyai korelasi yang signifikan. Tabel 4. 3 Chi Square Kepercayaan terhadap ILM – Faktor kredibilitas Chi Square Kepercayaan terhadap ILM – Faktor kredibilitas Variabel Kredibilitas Nilai Tes Nilai Tabel Korelasi Chi-Square Chi-Square Akurasi dari ILM 49.31 21.03 Signifikan Penyampai ILM yang 51.17 26.30 Signifikan Kepercayaan dapat dipercaya Contoh yang terhadap 77.71 26.30 Signifikan meyakinkan dari ILM ILM Kelayakan penyampai 66.39 26.30 Signifikan ILM
Correlation Between Audience’s Education Level And Public Service Advertisement.......
National Conference on Management Research 2008___________________
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
Sebagai tambahan, penulis juga menemukan korelasi yang koresponden antara variabel pendidikan kepercayaan terhadap ILM dan pendidikan – faktor kredibilitas yang keduanya menunjukan korelasi negatif antara satu dengan yang lainnya. Maka penulis dapat mengatakan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan responden, makin rendah tingkat kepercayaan mereka terhadap ILM tersebut, karena mereka berfikir bahwa ILM itu kurang mampu untuk menggambarkan situasi lalu lintas yang sebenarnya di Indonesia dan contoh dalam ILM kurang mampu untuk meyakinkan mereka. Para responden tersebut juga tidak dapat mempercaya A-Mild dalam memberikan iklan layanan masyarakat, terlebih lagi tentang perilaku lalu lintas, mengingat bahwa A-Mild adalah merk rokok terkenal dari HM Sampoerna yang tidak punya korelasi sama sekali dengan perilaku lalu lintas, sehingga A-Mild tidak mempunyai kapasitas untuk menyampaikan pesan mengenai isu tersebut. Lagipula, A-Mild adalah merk rokok yang mempunyai asosiasi negatif mengingat bahwa rokok membahayakan bagi kesehatan. Maka, menurut pendapat responden dengan pendidikan tinggi, AMild dinilai kurang layak sebagai penyampai ILM ini. Dari beberapa alasan tersebut, mereka tidak mempercayai iklan layanan masyarakatnya karena sang penyampai ILM, A-Mild, kurang kredibel untuk menyampaikan isu tersebut. Selanjutnya, penulis mencoba untuk menghubungkan variabel kesukaan terhadap ILM dengan faktor menarik. Tabel berikut ini menunjukan hasil dari perhitungan Chi-square untuk menguji apakah dua variabel tersebut berkorelasi atau tidak:
Tabel 4. 4 Chi Square Kesukaan terhadap ILM – Faktor menarik Chi Square Kesukaan terhadap ILM – Faktor menarik Variabel Nilai Tes Nilai Tabel Korelasi Menarik Chi-Square Chi-Square Kemenarikan ide 60.51 26.30 Signifikan ILM Kesukaan Kemenarikan gaya 81.97 21.03 Signifikan terhadap penyampaian ILM ILM Kemenarikan pesan 78.95 26.30 Signifikan ILM
Berdasarkan tabel di atas, penulis dapat menghubungkan variabel – variabel tersebut karena mereka mempunyai korelasi yang signifikan. Namun, penulis mengidentifikasi korelasi koresponden antara variabel pendidikan - kesukaan terhadap ILM dan pendidikan – faktor menarik, di mana keduanya mengindikasikan korelasi negatif. Atau dengan kata lain, apapun tingkat pendidikan responden, mereka setuju bahwa mereka menyukai iklan layanan masyarakat ini. Ide dasar iklan ini, yaitu mengangkat fenomena di kehidupan sehari hari masyarakat Indonesia yang biasanya hanya taat akan hukum atau peraturan jika seseorang memperhatikan atau mengawasi mereka, dianggap sangat menarik oleh responden karena menurut pendapat mereka, fenomena ini benar – benar terjadi dan belum pernah diangkat sebelumnya. Selanjutnya, gaya sindiran yang dilakukan A-Mild dalam menyampaikan ILMnya juga dinilai atraktif. Pendekatan komedi yang ditunjukan melalui polisi yang berpura – pura menjadi semak – semak, menjadi poin tambahan kepada kemenarikan ILM ini karena benar – benar menarik perhatian masyarakat bahkan melekat erat dalam benak mereka. Bagaimanapun, para responden mengatakan bahwa iklan ini lebih atraktif dengan adanya wanita muda yang cantik dan senyumnya yang menggemaskan. Sebagai tambahan, mereka menyetujui bahwa iklan ini menarik karena pesan yang ingin disampaikan, yaitu agar mereka lebih taat peraturan lalu lintas, cukup unik mengingat tidak ada pihak lain yang pernah menyampaikan ILM seperti ini melalui televisi. Singkatnya, responden menyukai ILM karena hal ini cukup menarik bagi mereka. Selain itu, penulis menyadari bahwa tidak ada korelasi yang signifikan juga antara tingkat pendidikan dengan pentingnya perilaku lalu lintas. Hal ini berarti semua responden, baik berpendidikan rendah maupun tinggi, menyadari bahwa perilaku lalu lintas adalah sebuah hal yang penting mengingat hal ini telah diajarkan kepada mereka sejak sekolah dasar. Sebagai tambahan, figur pendidikan – afektif
Correlation Between Audience’s Education Level And Public Service Advertisement.......
National Conference on Management Research 2008___________________
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
di bawah ini juga menunjukan adanya korelasi negatif antara dua variabel tersebut yang diindikasi oleh angka respon positif yang semakin kecil ketika tingkat pendidikan semakin tinggi. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dan didukung oleh korelasi negatif baik di antara pendidikan – afektif dan pendidikan – intensi untuk bertindak, maka dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden, semakin rendah kapabilitas ILM untuk mempengaruhi responden agar memiliki intensi untuk bertindak lebih taat terhadap peraturan lalu lintas. Meskipun hampir semua responden, baik dengan pendidikan rendah Figur 4. 2 Pendidikan - Afektif dan tinggi, mengatakan mereka menyukai ILM tersebut serta menyadari pentingnya perilaku lalu lintas, namun, responden dengan pendidikan tinggi tidak mempercayai iklan layanan masyarakatnya karena mereka merasa bahwa A-Mild kurang memiliki kredibilitas dalam menyampaikannya. Hal itulah yang menyebabkan mereka tidak mempunyai intensi untuk bertindak lebih taat terhadap peraturan lalu lintas. • Tingkat Perilaku Sebuah iklan layanan masyarakat dapat dikatakan mencapai tingkat perilaku jika para responden mengubah perilaku mereka sesuai dengan rekomendasi ILM itu (Rakhmat, 2007). Dalam kasus ini, hal ini berarti para responden lebih taat atau tidak melanggar lalu lintas lagi setelah melihat ILM tersebut. Pernyataan ini direpresentasikan oleh variabel perubahan pada perilaku lalu lintas. Untuk mendukung variabel ini, penulis mencoba mengkorelasikannya dengan variabel perilaku terhadap lalu lintas. Nilai Chi-square kedua variabel ini mencapai 81.3 ketika nilai tabelnya hanya 26.30, di mana nilai Tau b nya positif, yaitu 0.868. Dengan kata lain, kedua variabel tersebut memiliki korelasi positif yang signifikan satu sama lain. Hal ini berarti para responden yang lebih taat terhadap peraturan lalu lintas setelah melihat ILM tersebut, mereka juga tidak lagi melanggar lalu lintas karena ILM itu. Namun, ketika dua variabel tersebut dikorelasikan dengan variabel pendidikan melalui tes Chi-square, hasilnya menunjukan bahwa mereka mempunyai korelasi yang negatif dengan variabel pendidikan. Hal itu diindikasikan dengan nilai Chi-square variabel pendidikan – perilaku lalu lintas hanya 18.52 atau lebih kecil dari nilai tabelnya 21.03, serta memiliki nilai Tau b yang negatif (.08), sedangkan variabel pendidikan – perubahan perilaku lalu lintas memiliki nilai Chi-square 18.77 dengan nilai tabel 21.03, serta nilai Tau b yang negatif pula (.025). Hasil tersebut berarti semakin tinggi tingkat pendidikan para responden, semakin rendah iklan layanan masyarakat tersebut dalam mempengaruhi mereka untuk benar-benar merubah perilaku lalu lintas yang sesuai dengan peraturan. Selanjutnya, untuk mendapatkan analisa yang lebih dalam, penulis mencoba untuk mengkorelasikan variabel perubahan perilaku lalu lintas dengan faktor melibatkan dan relevan. Berdasarkan pada korelasi dua variabel tersebut melalui Chi-square, seperti figur di bawah ini, perubahan perilaku lalu lintas mempunyai korelasi signifikan dengan semua variabel pada faktor melibatkan dan relevan. Tabel 4. 5 Chi Square Perubahan perilaku lalu lintas – Faktor melibatkan dan relevan Chi Square Perubahan perilaku lalu lintas – Faktor melibatkan dan relevan Variabel Melibatkan dan Nilai Tes Nilai Tabel Korelasi Relevan Chi-Square Chi-Square 52.48 26.30 Signifikan Perubahan Relevansi pesan ILM Perhatian pada pesan ILM 40.16 26.30 Signifikan perilaku Aplikasi pesan ILM lalu lintas 71.48 26.30 Signifikan
Selain itu, penulis juga mengidentifikasi korelasi sejenis antara variabel pendidikan Correlation Between Audience’s Education Level And Public Service Advertisement.......
National Conference on Management Research 2008___________________
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
– perubahan perilaku lalu lintas dan pendidikan – faktor melibatkan dan relevan, dengan keduanya menunjukan korelasi negatif. Maka, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden, semakin rendah kesediaan mereka untuk mengubah perilaku lalu lintas mereka. Beberapa diantara mereka mengatakan bahwa mereka telah taat kepada peraturan lalu lintas sebelum iklan layanan masyarakat tersebut merekomendasikannya. Karena kurangnya relevansi, mereka tidak terlalu memberi perhatian kepada pesan yang disampaikan ILM. Bahkan, meskipun beberapa responden berpendidikan tinggi mengakui bahwa mereka adalah pelanggar lalu lintas, namun mereka tetap memberikan respon positif yang rendah pada variabel aplikasi pesan ILM jika dibandingkan dengan responden yang berpendidikan rendah. Hal ini dikarenakan para responden tersebut merasa bahwa suatu hal yang tidak mungkin untuk mengaplikasikan pesan dari iklan layanan masyarakat itu di Indonesia di mana lalu lintas sangat tidak beraturan mengingat begitu banyaknya jumlah pelanggar lalu lintas di jalan yang memaksa orang lain untuk melakukan pelanggaran juga. Figur pendidikan – perilaku berikut ini juga menunjukan korelasi negatif antara satu dengan yang lainnya. Hal ini diindikasikan dengan angka respon positif yang semakin rendah pada tingkat pendidikan responden yang semakin tinggi. Figur 4. 2 Pendidikan - Perilaku
Mengacu pada penjelasan-penjelasan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden, semakin rendah kemampuan ILM ini untuk mempengaruhi mereka agar mengubah perilaku berlalu lintas karena mereka telah taat pada peraturan lalu lintas sebelum ILM merekomendasikannya, dan kalaupun tidak, menurut para responden itu, iklan layanan masyarakat tersebut kurang relevan. 5. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian ini, mayoritas responden menyetujui bahwa iklan layanan masyarakat A-Mild ini mempunyai kualitas yang baik. Di samping sedikit perbedaan angka pada respon responden di setiap tingkat pendidikan, sebagian besar dari mereka setuju bahwa A-Mild cukup mempunyai kapasitas untuk menyampaikan ILM tentang perilaku berlalu lintas yang membuat ILM tersebut mempunyai kredibilitas untuk diikuti. Selain itu juga, mereka sangat setuju bahwa ILM ini sangat menarik mengingat ide, gaya penyampaian, dan pesan yang disampaikan cukup atraktif. Sifat atraktif ini kuat melekat di benak mereka, terbukti dengan betapa mudahnya mereka untuk mengingat kembali secara detail iklan layanan masyarakat ini walaupun telah ditayangkan setahun yang lalu hanya dalam jangka waktu empat bulan. Terlebih lagi, para responden itu setuju bahwa mudah bagi mereka untuk mengerti pesan yang disampaikan ILM tersebut karena penyampaian yang sangat jelas. Terakhir, mereka juga menyetujui bahwa iklan layanan masyarakat ini mempunyai relevansi terhadap kondisi mereka. Faktor-faktor kualitas ILM inilah yang dapat digunakan untuk menganalisa alasan pilihan para responden. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan dan hasil iklan layanan masyarakat pada tingkat kognitif mempunyai korelasi positif. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat pendidikan para responden, semakin mudah bagi mereka untuk mengerti pesan yang disampaikan oleh ILM tersebut bila dibandingkan dengan responden berpendidikan lebih rendah. Hal ini karena, bagi responden dengan pendidikan tinggi, pesan ILM tersebut sangat sederhana, cukup jelas dan mudah untuk dimengerti. Meskipun begitu, pada tingkat afektif terlihat bahwa iklan layanan masyarakat ini kurang mempunyai kapabilitas untuk mempengaruhi responden agar mempunyai intensi untuk lebih taat pada peraturan lalu lintas. Walaupun hampir semua responden menyukai iklan layanan masyarakatnya dan menyadari pentingnya perilaku berlalu lintas, namun responden dengan pendidikan yang tinggi tidak mempercayai ILM tersebut karena mereka merasa bahwa A-Mild kurang mempunyai kredibilitas dalam menyampaikan ILM. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa mereka tidak mempunyai intensi untuk bertindak atau berperilaku lebih taat terhadap peraturan lalu lintas. Sedangkan pada tingkat perilaku, hasil penelitian juga menunjukan bahwa ILM tersebut kurang mampu dalam mempengaruhi responden berpendidikan tinggi untuk mengubah perilaku mereka
Correlation Between Audience’s Education Level And Public Service Advertisement.......
National Conference on Management Research 2008___________________
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
mengingat bahwa mereka telah taat pada lalu lintas sebelum iklan layanan masyarakat itu merekomendasikannya. Bahkan kalaupun mereka tidak taat, mereka merasa bahwa ILM tersebut kurang relevan. 5.2 Saran Hasil penelitian menandakan bahwa iklan layanan masyarakat ini mempunyai pengaruh yang rendah terhadap responden pada tingkat afektif dan kognitif, terutama untuk para responden dengan latar belakang pendidikan SMA ke atas, padahal merekalah sebenarnya target pemirsa dari ILM ini. Dengan kata lain, tidak ada cukup bukti yang menyatakan bahwa ILM ini telah mencapai tujuan utamanya, yaitu mengubah perilaku berlalu lintas masyarakat terutama target pemirsanya. Maka, sangat dianjurkan bagi A-Mild untuk meningkatkan kredibilitasnya dalam menyampaikan iklan layanan masyarakat sehingga para target pemirsa tersebut akan memberikan kepercayaan mereka sekaligus memiliki intensi untuk bertindak sesuai dengan yang direkomendasikan oleh A-Mild. Selain itu, salah satu cara untuk memperbaiki kualitas ILM nya, A-Mild dapat membuat pesan yang disampaikan serelevan mungkin sehingga target pemirsanya mempunyai kesediaan untuk mengubah perilaku mereka. Penulis juga memiliki saran untuk penelitian lebih lanjut. Selain dapat dievalusi melalui faktor kualitas, tingkat efektifitas iklan layanan masyarakat juga bisa diukur melalui faktor kuantitatifnya (Atkin 2001). Faktor kuantitatif tersebut adalah volume stimulus yang cukup, pengulangan esekusi yang baik, penetapan pesan pada media yang tepat, keberlangsungan alat komunikasi (seperti logo, slogan, dsb), jadwal penayangan, dan akhirnya durasi secara keseluruhan.
Lampiran
Ad Story Board I
Correlation Between Audience’s Education Level And Public Service Advertisement.......
National Conference on Management Research 2008___________________
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
Ad Story Board IV
Ad Story Board V
Correlation Between Audience’s Education Level And Public Service Advertisement.......
Ad Story Board VI
National Conference on Management Research 2008___________________
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
Ad Story Board VII
Ad Story Board VIII
Correlation Between Audience’s Education Level And Public Service Advertisement.......
National Conference on Management Research 2008___________________
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
Daftar Pustaka Advertising Research Foundation. (1991). A Strategic Approach to Measuring Advertising Effectiveness. New York: Advertising Research Foundation. Atkin, C. (2001). Impact of Public Service Advertising: Research Evidence and Effective Strategies. Menlo Park, CA: The Henry J. Kaiser Family Foundation. Atkin, C., & Arkin, E. (1990). Issues and initiatives in communicating health information to the public. In C. Atkin, & W. L, Mass communication and public health: Complexities and conflicts (pp. 13-40). Newbury Park, CA: Sage. Atkin, C., & Freimuth, V. (1989). Formative evaluation research in campaign design. In R. Rice, & C. Atkin, Public communication campaign (pp. 131-150). Newbury Park, CA: Sage. Bandura, A. (1977). Social learning theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall. Churchill, G., & Lacobucci, D. (2005). Marketing Research: Methodological Foundation. Ohio: Thomson South Western. Evans, R. H. (1978). Planning Public Service Messages: An Aplication of the Fishbein Model and Path Analysis. Journal of Advertising 7(3) , 28-34. Fiske, S. D. (1981). Personality, cognition, and social interaction. Involvement, expertise, and schema use: Evidence from political cognition (pp. 171-190). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Garbett, T. F. (1989). Corporate Advertising. New York: McGraw-Hill. Hair, J., Bush, R., & Ortinau, D. (2006). Marketing Research. Irwin: McGraw Hill. Hawkin, D., Mothersbaugh, D., & Best, R. (2007). Consumer Behavior, building marketing strategy, tenth edition. New York: McGraw-Hill. Kartajaya, H., Yuswohady, & Sumardy. (2005). 4-G Marketing: A 90-year journey of creating everlasting brands. Jakarta: MarkPlus&Co. Klingle, R., & Aune, K. (2002). Effects of a Daytime Serial and a Public Service Announcement in Promoting Cognitions, Attitudes, and Behaviors Related to Bone-Marrow Testing. Manoa, Hawai. Lamay, C. (2002). Public Service Advertising, Broadcasters, and the Public Interest: Regulatory Background and the Digital Future. Menlo Park, CA: The Henry J. Kaiser Family Foundation. Lwin, M., & Aitchison, J. (2005). Clueless in advertising. Jakarta: Kelompok Gramedia. Lynn, J. (1974). Effects of Persuasive Appeals in Public Service Advertising. Journalism Quartely 51(4) , 622-630. Maccoby, N., & Solomon, D. (1981). Heart disease prevention: Communication studies. In R. Rice, & W. Paisley, Public communication campaign (pp. 105-125). Beverly Hills: Sage. Madjadikara. (2005). Bagaimana biro iklan memproduksi iklan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Malhotra, N. (2004). Marketing Research: An applied orientation (Vol. Fourth). Upper Saddle River, NJ: Pearson Education, Inc. McGivern, Y. (2003). The practice of market and social research. Great Britain: Henry Ling Limited. McGuire, W. (1981). Theoretical foundations of public communication campaigns. In R. Rice, & W. Paisley, Public communication campaign (pp. 41-70). Beverly Hills: Sage. McGuire, W. (1984). Public communication as a strategy for inducing health-promoting behavioral change. Preventive Medicine, 13 , 299-319. Ministry of National Education. (2008). Ministry of National Education. Retrieved July 2008, from Ministry of National Education Website: http://www.depdiknas.go.id/ Rakhmat, J. (2007). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Squirrel Consulting. (2007, December 4). Squirrel Consulting. Retrieved May 2008, from Wordpress: http://squirrelconsulting.wordpress.com/2007/12/04/evolusi-positioning-a-mild/ Correlation Between Audience’s Education Level And Public Service Advertisement.......
National Conference on Management Research 2008___________________
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
Surtherland, M., & Sylvester, A. (2000). Advertising and the mind of the consumer. Great Britain: Kogan Page Limited. Tiye. (2007, December 20). Concept of A-Mild Ad "Taat Cuman Kalo Ada yang Liat" Version. (Dian, Interviewer) Tubbs, S. (1968). Explicit versus implicit audience conclusions and audience commitment. Speech Monographs, 35 , 14-19. Wallack, L. (1990). Mass media and health promotion: Promise, problem, and challenge. In C. Atkin, & L. Wallack, Mass communication and public health: Complexities and conflicts (pp. 41-51). Newbury Park, CA: Sage. Weiss, W., & Steenbock, S. (1965). The influence on communication effectiveness of explicitly urging action and policy consequences. Journal of Experimental Social Psychology, 1 , 396-406. Wells, W., Moriarty, S., & Burnett, J. (2006). Advertising Principles and Practice. New Jersey: Prentice Hall.
Correlation Between Audience’s Education Level And Public Service Advertisement.......