National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
KAJIAN TENTANG PERHITUNGAN INDEKS OBLIGASI PEMERINTAH INDONESIA Oleh: Sudarso Kaderi Wiryono, Deddy P. Koesrindartoto, dan Ahmad Danu Prasetyo Sekolah Bisnis dan Manajemen, Institut Teknologi Bandung (SBM-ITB).
[email protected] Abstrak Sejak diterbitkannya Undang-Undang No.24 tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (SUN), telah terjadi peningkatan dalam penerbitan SUN. Saat ini pembiayaan SUN (netto) telah berkembang menjadi sumber pembiayaan utama dalam APBN. Monitoring harga SUN dapat dilakukan berdasarkan kuotasi masing-masing dealer utama atau pelaku pasar lainnya atau melalui kuotasi harga BEI. Namun untuk melihat pergerakan harga secara keseluruhan yang paling efektif adalah memonitor melalui suatu indeks harga obligasi pemerintah. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu pedoman penyusunan Government Bond Index (GBI) yang andal dan dipercaya oleh pasar. Tujuan riset ini adalah untuk mengidentifikasi serta menyiapkan metodologi perhitungan indeks obligasi pemerintah Indonesia yang tepat agar dapat diterima oleh para investor dan pelaku pasar. Untuk itu, dilakukan perbandingan antara model-model indeks obligasi yang dikembangkan di berbagai negara. Terdapat tujuh model indeks yang telah ditelaah, yaitu model BMX yang digunakan di Hungaria, Daiwa Bond Index yang dikembangkan di Jepang, Dow Jones Corporate Bond Index di Amerika Serikat, Indonesian Government Bond Index yang dikembangkan oleh Bursa Efek Surabaya, ISEQ yang dikembangkan di Irlandia, Russian Government Bond Index yang dikembangkan oleh MICEX, serta S&P/TSX Canadian Bond Index yang dikembangkan oleh Standard & Poor’s. Proses perbandingan model-model tersebut meliputi dua tahapan antara lain (1) perbandingan sensitivitas terhadap perubahan harga dan outstanding amount melalui penurunan model-model indeks secara matematis, dan (2) perbandingan sensitivitas terhadap perubahan harga, perubahan outstanding amount serta, nilai indeks obligasi pada saat pembayaran kupon jatuh tempo melalui simulasi. Model RGBI terpilih sebagai model indeks yang paling sesuai mengukur return pasar obligasi pemerintah di Indonesia. Model ini terbukti kokoh untuk merefleksikan faktor-faktor yang mempengaruhi return portofolio indeks – seperti harga, kupon, dan accrued interest – sekaligus berhasil mengeliminir pengaruh dari faktor-faktor yang seharusnya tidak mempengaruhi indeks – seperti perubahan outstanding amount. Kata kunci: Indeks, Obligasi pemerintah, SUN, return, portofolio indeks
PENDAHULUAN Sejak diterbitkannya Undang-Undang No. 24 tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (SUN), telah terjadi peningkatan dalam penerbitan SUN. SUN (netto) tumbuh dari saldo negatif sebesar Rp 1,9 trilliun pada tahun 2002 menjadi positif senilai Rp 58,5 trilliun pada tahun 2007 (Departemen Keuangan RI, Maret 2008). Dengan demikian, pembiayaan SUN (netto) telah berkembang menjadi sumber pembiayaan utama dalam APBN. Seiring dengan semakin besarnya stok Surat Berharga Negara (SBN) dalam portofolio pemerintah, keberadaan indikator perkembangan SUN dalam pasar modal menjadi semakin mendesak.
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
SUN yang telah diterbitkan banyak diperdagangkan kembali di pasar sekunder, sehingga terjadi peningkatan yang signifikan. Pada akhir Desember 2006, rata-rata harian SUN yang diperdagangkan mencapai Rp 4,4 triliun, dan pada Juni 2007 meningkat menjadi Rp 7,8 trilliun (Departemen Keuangan RI, Maret 2008). Sumber data dari Direktorat Surat Berharga Negara menunjukkan bahwa jumlah tersebut lebih besar dari rata-rata harian perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Di BEI, rata-rata harian perdagangan SUN pada akhir 2006 berjumlah Rp 1,8 trilliun dan pada bulan Juni 2007 meningkat menjadi Rp 3,3 trilliun (Departemen Keuangan RI, Maret 2008). Dalam perkembangan berikutnya, penerbitan SUN juga semakin beragam dari segi jenis, tenor, dan mata uang denominasinya. Selain itu, jumlah investor yang berminat untuk membeli SUN juga semakin meningkat, tidak hanya dari pasar domestik tetapi juga dari luar negeri. Hal ini menyebabkan pemerintah dan pelaku pasar akan selalu memonitor SUN. Monitoring harga SUN tersebut dapat dilakukan berdasarkan koutasi masing-masing dealer utama atau pelaku pasar lainnya atau melalui kuotasi harga BEI. Namun untuk melihat pergerakan harga secara keseluruhan yang paling efektif adalah memonitor melalui suatu indeks harga obligasi pemerintah. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu pedoman penyusunan indeks obligasi pemerintah yang andal dan dipercaya oleh pasar. Indeks obligasi merupakan indikator perkembangan portofolio obligasi yang diperdagangkan di pasar modal. Fungsi indeks obligasi antara lain (Nath, 2005): •
Sebagai pembanding dalam mengevaluasi kinerja portofolio.
•
Sebagai indikator performansi dan perkembangan pasar modal.
•
Sebagai basis acuan pasar option dan futures yang underlying asset-nya berupa obligasi.
•
Sebagai komparator pasar lainnya.
Terdapat beberapa model indeks obligasi yang telah dikembangkan di beberapa negara, lengkap dengan berbagai kebijakan pendukung yang diperlukan agar pengelolaan indeks obligasi pemerintah dapat berjalan dengan baik. Setiap model serta kebijakan pendukungnya disesuaikan dengan kondisi pasar obligasi pemerintah di negara yang bersangkutan serta asumsi-asumsi lainnya. Oleh karena itu muncul pertanyaan model indeks seperti apa yang cocok untuk diterapkan di pasar obligasi pemerintah di Indonesia?
KARAKTERISTIK INDEKS OBLIGASI YANG BAIK Nath (2005) mengungkapkan bahwa indeks obligasi yang baik haruslah memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Representatif, artinya indeks haruslah mencerminkan kondisi pasar yang sesungguhnya b. Mudah untuk direplikasi, hasil yang sama juga harus diperoleh jika langkah-langkah pembentukan indeks diulangi kembali.
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
c. Transparan, artinya semua perubahan yang terjadi dalam indeks harus dapat dipahami dan diprediksi. Publik juga seharusnya memiliki akses ke dalam metodologi dan data pembentuk indeks. Reilly et al. (1992) mengungkapkan bahwa penyusunan indeks obligasi lebih sulit daripada menyusun indeks saham. Hal tersebut dikarenakan: •
Semesta obligasi lebih luas Terdapat banyak jenis obligasi yang beredar di pasar. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan tiga jenis obligasi, yaitu obligasi dengan suku bunga tetap, obligasi dengan suku bunga mengambang, serta obligasi tanpa suku bunga. Tiap jenis obligasi dapat dibagi lagi berdasarkan sisa waktu jatuh temponya. Keberagaman ini menyebabkan sebuah indeks obligasi agregat dapat dibagi menjadi banyak sub-indeks.
•
Semesta obligasi senantiasa berubah Berbeda dengan saham dimana penerbitan setiap unit saham baru otomatis akan menambah kapitalisasi pasarnya. Sebuah perusahaan atau pemerintah dapat menambah ataupun mengurangi jumlah unit yang beredar dari masing-masing seri obligasi, bahkan mengeluarkan seri-seri obligasi baru. Hal ini tentu akan menyulitkan dalam penghitungan kapitalisasi pasar yang digunakan sebagai pembobot pada beberapa model.
•
Volatilitas harga berbeda-beda untuk setiap obligasi Berbeda dengan saham yang tidak memiliki waktu jatuh tempo, setiap tenor obligasi memliki tingkat volatilitas yang berbeda-beda, semakin panjang tenor yang dimiliki oleh sebuah obligasi semakin berfluktuasi harganya.
•
Seringkali muncul permasalahan dalam penilaian harga obligasi Perdagangan obligasi tidak selikuid perdagangan saham, selain itu tidak semua perdagangan obligasi dilakukan di pasar. Di Indonesia bahkan seluruh transaksi obligasi dilakukan di luar pasar (over the counter/ OTC). Akibatnya, data harga tidak dapat diperoleh tepat pada waktunya sehingga menyulitkan untuk menghitung nilai wajar obligasi tersebut.
Brown (1994; dalam Pawaskar et al., 2002) mengemukakan setidaknya delapan hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan indeks, yaitu (1) Dasar perhitungan portofolio, (2) Skema pembobotan, (3) Penentuan kriteria obligasi yang dapat dimasukkan ke dalam portofolio, (4) Penentuan harga yang akan digunakan dalam model, (5) Penyesuaian portofolio, (6) Asumsi reinvestasi, (7) Periode peninjauan indeks, (8) Frekuensi penghitungan dan perlakuan terhadap hari libur. Terdapat beberapa model untuk menghitung indeks obligasi yang telah dilakukan di beberapa negara, namun secara garis besar terdapat tiga kelompok model indeks berdasarkan dasar perhitungannya,
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
yaitu perhitungan berdasarkan Price Return, Interest Return, dan Total Return dari portofolio indeks. Model indeks dengan berdasarkan price return menghitung tingkat pengembalian portofolio yang dicerminkan oleh perubahan harga masing-masing obligasi dalam portofolio, dengan kata lain model ini mencerminkan capital gain yang diperoleh investor dari keseluruhan obligasi dalam portofolio. Model indeks dengan berdsarkan interest return menghitung tingkat pengembalian portofolio obligasi berdasarkan struktur bunganya, dalam model perhitungan indeks ini pada dasarnya dilakukan perhitungan return portofolio indeks dengan menganalisis pertumbuhan suku bunga di masa lalu. Dapat dikatakan model ini mencerminkan nilai intrinsik yang dikandung dalam portofolio indeks. Faktor yang sangat berpengaruh dalam perhitungan model ini adalah pembayaran kupon dan accrued interest masing-masing obligasi. Model indeks dengan berdasarkan total return merupakan model yang paling banyak digunakan dalam menghitung indeks obligasi, hal tersebut dikarenakan semua faktor yang terkait tingkat pengembalian obligasi – baik dari segi tingkat pengembalian harga maupun tingkat pengembalian suku bunga – telah diperhitungkan di dalamnya. Terdapat beberapa metode pembobotan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pengembang indeks dibeberapa negara. Metode yang paling banyak digunakan adalah pembobotan dengan menghitung kapitalisasi pasarnya, dengan demikian proporsi kontribusi obligasi di dalam indeks akan sangat dipengaruhi oleh seberapa besar kapitalisasi obligasi tersebut di pasar. Subramanian (2000; dalam Pawaskar et al., 2002) menegaskan pentingnya memasukkan unsur likuiditas dalam pembobotan obligasi. Hal ini dikarenakan transaksi yang terjadi di pasar obligasi tidak berlangsung setiap hari, yang menyebabkan pasar obligasi tidak selikuid pasar sekuritas lainnya yang aktif diperdagangkan setiap hari. Lembaga-lembaga yang menggunakan pembobotan berdasarkan kapitalisasi pasar beranggapan bahwa kapitalisasi pasar sudah cukup efektif dalam mempertimbangkan likuiditas pasar obligasi. Obligasi-obligasi yang memiliki kapitalisasi pasar yang besar akan memiliki likuiditas yang besar, dan sebaliknya obligasi yang memiliki kapitalisasi yang kecil akan memiliki likuiditas yang kecil pula (Pawaskar et al., 2002) Pada dasarnya obligasi-obligasi yang dimasukkan ke dalam portofolio indeks biasanya adalah seluruh obligasi yang masih beredar di pasar. Namun dalam beberapa model dikembangkan kriteria-kriteria obligasi yang layak untuk diikutsertakan dalam indeks. Kriteria yang umum dipakai dalam menyeleksi obligasi yang layak dimasukkan ke dalam portofolio obligasi adalah (1) nilai nominal (outstanding amount) obligasi tersebut, (2) rating kredit obligasi, (3) sisa tenggang jatuh tempo, dan (4) fitur-fitur yang dimiliki oleh obligasi. Harga merupakan faktor yang amat penting bagi pembentukan indeks, terutama indeks yang berdasarkan Price Return dan Total Return. Mariathasan (2004) mengidentifikasi tiga macam harga yang digunakan dalam pembentukan indeks obligasi berdasarkan metodologi pembentukannya, yaitu:
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
1. Harga terakhir yang diperdagangkan di pasar (harga transaksi) 2. Harga pertengahan (middle price) antara harga bid dan offer 3. Harga indikatif lainnya yang menunjukkan nilai wajar dari obligasi jika kedua harga diatas tidak tersedia. Penyesuaian terhadap portofolio dilakukan setiap ada perubahan dalam komposisi portofolio. Perubahan yang dimaksud adalah pertambahan, pengurangan, ataupun penggantian obligasi dalam portofolio indeks. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan secara karakteristik obligasi memiliki waktu jatuh tempo (maturity date) yang mengakibatkan komposisi obligasi-obligasi dalam portofolio indeks terus berubah secara periodik. Indeks yang baik tidak akan menyebabkan lonjakan yang terlalu besar jika terdapat perubahan struktur anggota portofolio (Pawaskar et al., 2002). Sebagian besar model perhitungan indeks obligasi menggunakan metode perhitungan chain-linked, yaitu perhitungan yang menyertakan nilai indeks yang lampau sebagai koefisien pengali dalam perhitungan return hari ini. Fungsi dari penyertaan tersebut adalah untuk meredam gejolak apabila terdapat perubahan return yang drastis dalam perhitungan indeks. Frekuensi peninjauan (review) portofolio indeks obligasi sangat terkait pada kebijakan dalam penentuan kelayakan obligasi untuk dimasukkan ke dalam portofolio indeks. Dalam beberapa model yang memiliki kebijakan auto-rebalancing (ISE, 2005; Pawaskar et al., 2002) , frekuensi peninjauan portofolio indeks akan bergantung pada seberapa sering struktur portofolio indeks tersebut berubah, terkait kebijakan buyback, re-opening, ataupun jatuh tempo serta penerbitan obligasi baru. Dalam beberapa model yang memiliki kebijakan model yang membutuhkan data yang lebih panjang dalam menganalisis kelayakan obligasi, frekuensi peninjauan portofolio indeks akan bergantung kepada kesepakatan. Frekuensi penghitungan dan perlakuan terhadap hari libur dalam asumsi pembentukan model indeks merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan, terutama bagi model indeks yang dihitung berdasarkan interest return dan total return. Hal ini disebabkan accrued interest yang merupakan salah satu variabel penting dalam model tersebut dihitung secara harian. Umumnya indeks dihitung harian dengan menggunakan data harga pada saat penutupan (Ryan Labs, 2006; S&P’s, 2007; S&P’s, 2005; Daiwa Institute of Research, 2003; Pawaskar et al, 2002; BES, 2004; BMX; FTSE International Ltd., 2006). Namun ada pula model yang dihitung 2 kali dalam sehari (ISEQ), Real time (MICEX; IIC, 2007), bahkan hingga 15 detik sekali (S&P’s, 2006).
PENYUSUNAN INDEKS OBLIGASI PEMERINTAH INDONESIA Pada tahap ini, Penulis melakukan perbandingan antara model-model indeks obligasi yang dikembangkan di berbagai negara. Model indeks yang diperbadingkan hanya model-model yang
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
berdasarkan kepada perhitungan total return, dengan anggapan bahwa model total return index telah memperhitungkan berbagai hal yang mempengaruhi tingkat pengembalian portofolio indeks, baik itu dalam bentuk capital gain/loss maupun interest gain. Selain itu, dari model total return tersebut dapat dengan mudah dipisahkan elemen-elemen pembentuknya sehingga dapat dihasilkan model price return dan interest return yang relevan dan konsisten dengan hasil yang diperoleh dari perhitungan model total return. Terdapat tujuh model indeks yang telah ditelaah, yaitu model BMX yang digunakan di Hungaria, Daiwa Bond Index yang dikembangkan di Jepang, Dow Jones Corporate Bond Index di Amerika Serikat, Indonesian Government Bond Index yang dikembangkan oleh Bursa Efek Surabaya, ISEQ yang dikembangkan di Irlandia, Russian Government Bond Index yang dikembangkan oleh MICEX, serta S&P/TSX Canadian Bond Index yang dikembangkan oleh Standard & Poor’s.
Tabel 1. Model-model yang diperbandingkan
Negara
Pengembang
HUNGARIA
Nama Indeks
Model
BMX
JEPANG
Daiwa Institute of Research
Daiwa Bond Index
AMERIKA SERIKAT
Ryan Labs
Dow Jones Corporate Bond Index (DJCI)
INDONESIA
Bursa Efek Surabaya
Indonesian Governmen t Bond Index
IRLANDIA
Irish Stock Exchange
ISEQ®Bon d Index
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
RUSIA
MICEX
Russian Governmen t Bond Index
KANADA
Standard & Poor's
S&P/TSX Canadian Bond Index
Proses perbandingan model-model tersebut meliputi dua tahapan antara lain: 1. Perbandingan sensitivitas terhadap perubahan harga dan outstanding amount melalui penurunan model-model indeks secara matematis. 2. Perbandingan sensitivitas terhadap perubahan harga, perubahan outstanding amount serta, nilai indeks obligasi pada saat pembayaran kupon jatuh tempo melalui simulasi. Langkah pertama dalam proses perbandingan model-model indeks obligasi adalah dengan menurunkan perumusan-perumusan model-model indeks obligasi tersebut secara matematis terhadap perubahan harga obligasi dan jumlah outstanding amount yang beredar di pasar. Tujuan dilakukannya penurunan model indeks secara matematis adalah untuk mengetahui efek yang diberikan setiap unit perubahan harga ataupun outstanding amount tersebut terhadap nilai indeks. Dari Tabel 2 terlihat bahwa terdapat lima model yang memiliki hasil penurunan terhadap perubahan harga yang memiliki nilai sama, yaitu model DBI, IGBX, ISEQ, RGBI, dan S&P. Dalam modelmodel tersebut, kontribusi tiap poin kenaikan ataupun penurunan harga suatu obligasi juga ditentukan oleh besarnya indeks hari kemarin, jumlah outstanding amount obligasi tersebut dan kapitalisasi pasar secara keseluruhan. Dari penurunan tersebut tersirat pula bahwa semakin besar jumlah outstanding amount maka semakin besar kontribusi harga pada kenaikan ataupun penurunan indeks obligasi. Tabel 2 Hasil penurunan rumus model indeks obligasi terhadap perubahan harga BMX
ISEQ
DBI
RGBI
DJCI
S&P
IGBX
Dalam model DJCI, selain jumlah outstanding amount, kontribusi harga terhadap perubahan indeks juga ditentukan oleh bobot masing-masing obligasi yang bergantung oleh seberapa banyak jumlah
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
obligasi yang tergabung dalam portofolio indeks. Berbeda dengan hasil penurunan model indeks lainnya dimana seluruh harga obligasi (gross price) yang terdapat dalam portofolio model menjadi pembobot terhadap nilai indeks, dalam model DJCI hanya harga unit obligasi yang diteliti yang mempengaruhi pertambahan nilai indeks. Hal tersebut akan menyebabkan nilai indeks menjadi lebih berfluktuatif, karena perubahan harga yang tajam pada setiap obligasi di dalam portofolio indeks dapat mempengaruhi nilai indeks walaupun harga pada obligasi lainnya dalam portofolio tidak berubah. Begitu pula pada hasil penurunan model BMX, karena hanya dibobot berdasarkan harga (gross price) hari kemarin maka indeks hanya akan tergerak oleh faktor harga tanpa diredam proporsi bobotnya di dalam portofolio, akibatnya nilai indeks juga akan cenderung berfluktuatif. Begitu pula dalam hasil penurunan rumus model indeks terhadap perubahan outstanding amount seperti yang terlihat pada Tabel 3, pada sebagian besar model menyiratkan bahwa semakin besar outstanding amount sebuah obligasi beredar maka semakin besar kontribusinya terhadap perubahan indeks. Sebuah pengecualian, model BMX tidak mempertimbangkan outstanding amount sebagai pembobot return portofolionya, maka setiap tindakan buyback atau reopening dalam setiap seri obligasi ataupun penerbitan atau penarikan obligasi di pasar tidak akan memberikan pengaruh apapun terhadap indeks. Tabel 3 Hasil penurunan rumus model indeks obligasi terhadap perubahan outstanding amount BMX
DBI
DJCI
IGBX
ISEQ
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
RGBI
S&P
Yang perlu diperhatikan, kecuali pada model DJCI dan S&P, perubahan pada outstanding amount sebuah obligasi tidak akan langsung berpengaruh pada perubahan indeks pada saat itu juga. Perubahan pada outstanding amount tersebut baru akan berpengaruh pada indeks keesokan harinya, hal tersebut diakibatkan asumsi bahwa portofolio indeks baru akan memberikan return setelah dipegang minimal selama sehari. Pada model DJCI, efek perubahan outstanding amount akan langsung mempengaruhi indeks pada saat perubahan outstanding amount itu efektif diberlakukan, sementara dalam model S&P sebagian besar pengaruh perubahan outstanding amount terhadap nilai indeks akan terlihat pada hari perubahan tersebut efektif dilaksanakan, sedangkan sebagian kecil pengaruhnya baru akan terasa keesokan harinya. Langkah berikutnya adalah melakukan simulasi analisis sensitivitas terhadap masing-masing model indeks. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui perilaku indeks pada kondisi-kondisi ekstrim yang mungkin terjadi di pasar. Terdapat dua macam simulasi yang dilakukan dalam analisis sentivitas ini, yaitu (1) Simulasi analisis sensitivitas obligasi individual dan (2) Simulasi analisis sensitivitas portofolio obligasi Terdapat lima kasus yang ditelaah pada kedua simulasi tersebut, yaitu: (1) perubahan nilai indeks apabila terjadi kenaikan harga yang tajam, (2) perubahan nilai indeks jika terjadi penurunan harga yang tajam, (3) perubahan nilai indeks pada saat pembayaran kupon obligasi, (4) perubahan nilai indeks pada saat penambahan outstanding amount, serta (5) perubahan nilai indeks pada saat pengurangan outstanding amount. Dari analisis sensitivitas obligasi individual dapat terlihat bahwa perubahan nilai indeks berasosiasi langsung dengan perubahan harga masing-masing obligasi, hal ini senada dengan hasil penurunan
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
rumus yang telah dilakukan pada tahap-1. Pada kasus yang ketiga, dapat dilihat bahwa pada sebagian besar indeks nilainya berubah secara mulus, perubahan nilai indeks terjadi hanya sebesar accrued interest. Hal yang berbeda terjadi pada indeks IGBX, hal ini dikarenakan model IGBX tidak menyertakan pembayaran kupon obligasi ke dalam perhitungan indeks, sehingga pada hari kupon jatuh tempo portofolio indeks justru kehilangan return-nya. Begitu juga pada saat terjadi perubahan nilai outstanding amount, baik pada saat reopening ataupun buyback. Sebagian besar indeks melakukan auto-rebalancing sehingga meskipun menyertakan perhitungan terhadap outstanding amount pada modelnya namun perubahan terhadap outstanding amount tersebut tidak memberikan dampak yang besar terhadap nilai indeks. Perubahan nilai indeks bahkan hanya terdorong oleh perubahan accrued interest. Pengecualian terjadi pada indeks S&P, perubahan outstanding amount sedikit mempengaruhi nilai indeks, terutama pada hari dimana tindakan buyback atau reopening efektif dilaksanakan. Hal yang unik terjadi pada indeks DJCI, walaupun pembobotan yang dilakukan dalam model indeks DJCI adalah pembobotan setara – yang diklaim dilakukan untuk menghindari efek negatif yang timbul pada sistem pembobotan berdasarkan kapitalisasi pasar – ternyata perubahan pada outstanding amount salah satu obligasi dalam portofolio indeks masih mempengaruhi nilai indeks. Tabel 4 Hasil Simulasi Obligasi Individual pada saat Harga naik sebesar 20% Day 1 Day 2 Day 3 Day 4 Day 5
BMX 100.0000 100.0250 120.0500 120.0750 120.1000
DBI 100.0000 100.0250 120.0500 120.0750 120.1000
DJCI 100.0000 100.0250 120.0500 120.0750 120.1000
IGBX 100.0000 100.0250 120.0500 120.0750 120.1000
ISEQ 100.0000 100.0250 120.0500 120.0750 120.1000
RGBI 100.0000 100.0250 120.0500 120.0750 120.1000
S&P 100.0000 100.0250 120.0500 120.0750 120.1000
Tabel 5 Hasil Simulasi Obligasi Individual pada saat Harga turun 20% Day 1 Day 2 Day 3 Day 4 Day 5
BMX 100.0000 100.0250 80.0500 80.0750 80.1000
DBI 100.0000 100.0250 80.0500 80.0750 80.1000
DJCI 100.0000 100.0250 80.0500 80.0750 80.1000
IGBX 100.0000 100.0250 80.0500 80.0750 80.1000
ISEQ 100.0000 100.0250 80.0500 80.0750 80.1000
RGBI 100.0000 100.0250 80.0500 80.0750 80.1000
S&P 100.0000 100.0250 80.0500 80.0750 80.1000
Tabel 6 Hasil Simulasi Obligasi Individual pada saat Kupon Jatuh Tempo Day 1 Day 2 Day 3 Day 4 Day 5
BMX 100.0000 100.0229 100.0459 100.0709 100.0959
DBI 100.0000 100.0229 100.0459 100.0709 100.0959
DJCI 100.0000 100.0229 100.0459 100.0709 100.0959
IGBX 100.0000 100.0229 91.7852 91.8082 91.8311
ISEQ 100.0000 100.0229 100.0459 100.0709 100.0959
RGBI 100.0000 100.0229 100.0459 100.0709 100.0959
S&P 100.0000 100.0229 100.0459 100.0709 100.0959
Tabel 7 Hasil Simulasi Obligasi Individual pada saat Outstanding amount berkurang 50% Day 1 Day 2 Day 3 Day 4 Day 5
BMX 100.0000 100.0250 100.0500 100.0750 100.1000
DBI 100.0000 100.0250 100.0500 100.0750 100.1000
DJCI 100.0000 100.0250 100.0750 100.1250 100.1750
IGBX 100.0000 100.0250 100.0500 100.0750 100.1000
ISEQ 100.0000 100.0250 100.0500 100.0750 100.1000
RGBI 100.0000 100.0250 100.0500 100.0750 100.1000
S&P 100.0000 100.0250 100.0250 100.0500 100.0750
Tabel 8 Hasil Simulasi Obligasi Individual pada saat Outstanding amount bertambah 50% BMX
DBI
DJCI
IGBX
ISEQ
RGBI
S&P
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
Day 1 Day 2 Day 3 Day 4 Day 5
100.0000 100.0250 100.0500 100.0750 100.1000
100.0000 100.0250 100.0500 100.0750 100.1000
100.0000 100.0250 100.0417 100.0583 100.0750
100.0000 100.0250 100.0500 100.0750 100.1000
100.0000 100.0250 100.0500 100.0750 100.1000
100.0000 100.0250 100.0500 100.0750 100.1000
100.0000 100.0250 100.0750 100.1000 100.1250
Dalam analisis sensitivitas portofolio obligasi, penulis membentuk sebuah portofolio yang terdiri atas 2 obligasi, dimana Obligasi-1 memiliki outstanding amount yang lebih kecil dari pada Obligasi-2. Pengubahan variabel hanya dilakukan terhadap Obligasi-1, sementara untuk Obligasi-2 diasumsikan seluruh variabelnya tetap, kecuali accrued interest yang tetap berjalan setiap hari. Tujuan dilakukannya simulasi ini adalah untuk melihat seberapa besar sebuah obligasi yang memiliki kapitalisasi pasar lebih kecil dapat mempengaruhi keseluruhan portofolio obligasi dimana kapitalisasi pasarnya jauh lebih besar. Dari hasil analisis sensitivitas tersebut terlihat bahwa pada indeks BMX dan DJCI terjadi lonjakan pada saat terjadi perubahan harga. Pada model indeks BMX nilai indeks hanya dibobot berdasarkan total harga dalam portofolio, sehingga jika terjadi harga salah satu obligasi melonjak sementara harga obligasi lainnya dalam portofolio tetap maka nilai indeks akan ikut melonjak. Sedangkan pada model DJCI, perubahan harga pada salah satu obligasi portofolio dapat langsung mempengaruhi nilai indeks tanpa mempertimbangkan harga obligasi-obligasi lainnya dalam portofolio. Akibatnya, jika terdapat lonjakan harga pada salah satu obligasi di dalam portofolio maka nilai indeks juga akan langsung terimbas. Sementara pada model indeks DBI, IGBX, ISEQ, RGBI, dan S&P, konsep pembobotan berdasarkan kapitalisasi pasar yang digunakan oleh model-model tersebut mampu meredam pengaruh gejolak Obligasi-1 terhadap nilai indeks.
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
Gambar 1 Hasil simulasi sensitivitas portofolio obligasi
Dari hasil analisis sensitivitas baik melalui penurunan model secara matematis maupun melalui simulasi, penulis berhasil menemukan 3 buah model indeks yang cukup kokoh (robust) untuk dijadikan model Indeks Obligasi Pemerintah Indonesia. Ketiga model tersebut antara lain: model DBI, model ISEQ, dan model RGBI. Permasalahan likuiditas kembali mencuat dalam pemilihan model indeks obligasi yang sesuai untuk diterapkan pada pasar obligasi pemerintah di Indonesia. Hal ini terjadi karena dalam ketiga model alternatif, pembobotan tiap obligasi dalam portofolio indeks masih menggunakan kapitalisasi pasar, dengan berpegang pada asumsi yang menyatakan bahwa semakin besar kapitalisasi sebuah obligasi di pasar maka semakin baik likuiditas obligasi tersebut. Penulis menguji kebenaran asumsi yang digunakan oleh ketiga model tersebut melalui serangkaian uji hipotesis statistik. Ada banyak parameter yang diajukan untuk mengukur likuiditas dari suatu obligasi, dalam uji ini Penulis menggunakan parameter yang paling banyak digunakan yaitu jumlah transaksi dan total nilai transaksi masing-masing seri obligasi. Dalam pengujian ini penulis menyertakan obligasi-obligasi yang ditransaksikan pada rentang waktu 1 April 2007 hingga 31 Maret 2008, seriseri yang jatuh tempo ataupun terbit pada rentang waktu tersebut tidak disertakan dalam pengujian untuk menghindari bias. Data-data tersebut kemudian diurut berdasarkan besarnya outstanding amount masing-masing obligasi, dibagi menjadi empat kuartil. Penulis lalu melakukan uji hipotesis paired t-test (two-tailed pada tingkat kepercayaan 95%) terhadap jumlah transaksi dan total nilai transaksi antara masing-masing kuartil dengan hipotesis sebagai berikut: H0a:
Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara outstanding amount dengan jumlah transaksi obligasi
H1a:
Terdapat pengaruh yang signifikan antara outstanding amount dengan jumlah transaksi obligasi.
dan H0b:
Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara outstanding amount dengan total nilai transaksi obligasi
H1b:
Terdapat pengaruh yang signifikan antara outstanding amount dengan total nilai transaksi obligasi
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
Dari hasil uji paired t-test terhadap jumlah transaksi dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata jumlah transaksi obligasi-obligasi yang tergabung dalam Kuartil 1 dan Kuartil 3, Kuartil 1 dan Kuartil 4, Kuartil 2 dan Kuartil 3, serta Kurtil 2 dan Kuartil 4. Selain itu dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan berarti antara rata-rata jumlah transaksi obligasiobligasi yang tergabung dalam Kuartil 1 dan Kuartil 2, serta Kuartil 3 dan Kuartil 4. Demikian pula halnya dengan hasil uji paired t-test yang dilakukan terhadap total nilai transaksi dalam masingmasing kuartil. Melihat kenyataan tersebut, obligasi-obligasi yang berada dalam Kuartil 1 dan Kuartil 2 kemudian digabungkan ke dalam kelompok Median 1, begitu pun obligasi-obligasi yang berada dalam Kuartil 3 dan Kuartil 4 digabungkan dalam kelompok Median 2. Lalu Penulis melakukan uji independent sample t-test terhadap jumlah transaksi dan total nilai transaksi masing-masing obligasi yang tergabung dalam kelompok Median 1 dan Median 2 (two tailed, pada tingkat kepercayaan 95%) dengan menggunakan hipotesis yang sama. Tabel 9 Hasil uji paired t-test terhadap jumlah transaksi pada tiap-tiap kuartil
Mean Pair 1 Pair 2 Pair 3 Pair 4 Pair 5 Pair 6
Q1_JT Q2_JT Q1_JT Q3_JT Q1_JT Q4_JT Q2_JT Q3_JT Q2_JT Q4_JT Q3_JT Q4_JT
Paired Differences Std. Error Std. Deviation Mean
t
Sig. (2tailed)
df
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
-158.12500
459.74075
162.54290
-542.47788
226.22788
-.973
7
.363
-1979.37500
1396.01452
493.56567
-3146.47235
-812.27765
-4.010
7
.005
-2190.25000
1420.20348
502.11776
-3377.56982
-1002.93018
-4.362
7
.003
-1821.25000
1413.14884
499.62356
-3002.67200
-639.82800
-3.645
7
.008
-2032.12500
1474.93171
521.46711
-3265.19877
-799.05123
-3.897
7
.006
-210.87500
2188.71753
773.82850
-2040.68864
1618.93864
-.273
7
.793
Tabel 10 Hasil uji paired t-test terhadap total nilai transaksi pada tiap-tiap kuartil
Mean Pair 1
Pair 2
Pair 3
Pair 4
Pair 5
Q1_NT Q2_NT Q1_NT Q3_NT Q1_NT Q4_NT Q2_NT Q3_NT Q2_NT Q4_NT
4236530000000 .00000 4780869250000 0.00000 4548953500000 0.00000 4357216250000 0.00000 4125300500000 0.00000
Paired Differences Std. Error Std. Deviation Mean 1132096695244 9.65000
40025662508 32.97500
3842645099596 5.47000
13585802038 089.87000
3470997987219 4.84000
12271831071 238.77000
3320503385005 7.28000
11739752302 452.18000
3261295591298 3.85000
11530421140 304.40000
t 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 5228035225326 1370109522532 .46000 6.46000 7993400947660 1568337552339 5.90000 4.01000 7450780436250 1647126563749 1.00000 8.93000 7133226550207 1581205949792 0.60000 9.35000 6851811845944 1398789154055 1.90000 8.09000
Sig. (2tailed)
df
-1.058
7
.325
-3.519
7
.010
-3.707
7
.008
-3.712
7
.008
-3.578
7
.009
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
Pair 6
Q3_NT Q4_NT
2319157500000 .00000
5025580513778 5.00000
17768110303 458.77000
3969574702853 4.22000
4433406202853 4.22000
.131
7
.900
Hasil uji independent sample t-test terhadap jumlah transaksi dalam tiap-tiap median menghasilkan tvalue sebesar -5,897 yang berada di luar area penerimaan H0, hal ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata jumlah transaksi obligasi-obligasi yang tergabung dalam kelompok Median 1 dan Median 2. Begitupun, pada uji independent sample t-test terhadap total nilai transaksi dalam tiap-tiap median memberikan kesimpulan yang sama. Dengan melihat polaritas data jumlah transaksi antara kedua kelompok tersebut dapat disimpulkan bahwa asumsi yang menyatakan likuiditas mengikuti besarnya kapitalisasi pasar masing-masing obligasi pada pasar obligasi pemerintah Indonesia benar adanya. Tabel 11 Hasil uji independent sample t-test terhadap jumlah transaksi pada tiap-tiap median Levene's Test for Equality of Variances F JT
Equal variances assumed Equal variances not assumed
19.604
Sig.
.000
t
Sig. (2tailed)
df
t-test for Equality of Means Mean Std. Error Difference Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
-5.897
31
.000
-2014.46691
341.63718
-2711.24054
-1317.69329
-5.738
16.932
.000
-2014.46691
351.09128
-2755.43150
-1273.50232
Tabel 12 Hasil uji independent sample t-test terhadap total nilai transaksi pada tiap-tiap median Levene's Test for Equality of Variances F NT
Equal variances assumed Equal variances not assumed
14.159
Sig.
.001
t
Sig. (2tailed)
df
-5.510
31
.000
-5.365
17.244
.000
t-test for Equality of Means Mean Std. Error Difference Difference 4450757845588 2.35000 4450757845588 2.35000
80773276329 83.51000 82958259931 13.02000
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 609813967742 280337601374 99.70000 64.99000 619914245642 270237323475 62.90000 01.74000
Pada pasar obligasi pemerintah Indonesia, terdapat beberapa seri obligasi yang dijadikan acuan likuiditas pasar untuk tiap-tiap sel time to maturity, seri-seri tersebut dikenal dengan seri obligasi benchmark. Pemerintah terus memantau likuiditas obligasi seri benchmark dengan menetapkan peraturan untuk menjaga spread bid-offer kepada para dealer utama SUN. Kemudian muncul pertanyaan, apakah dengan ditetapkannya kebijakan penjagaan likuiditas tersebut, obligasi-obligasi seri benchmark akan memiliki likuiditas yang lebih tinggi daripada obligasi-obligasi lain yang bukan merupakan seri benchmark? Jika benar demikian maka tentunya perlu dilakukan penyesuaian terhadap pembobotan seri-seri benchmark tersebut dalam portofolio indeks.
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, Penulis melakukan uji independent sample t-test pada tingkat kepercayaan 95%. Hipotesis yang dibangun adalah: H0
: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara likuiditas seri-seri obligasi benchmark dan seri-seri obligasi non-benchmark
H1
: Terdapat perbedaan yang signifikan antara likuiditas seri-seri obligasi benchmark dan seriseri obligasi non-benchmark
Pengukuran likuiditas dilakukan dengan membandingkan rata-rata jumlah transaksi dan total nilai transaksi seri-seri obligasi benchmark dan seri-seri obligasi non-benchmark pada selang waktu 20 Maret 2007-4 januari 2008. Dari hasil pengujian hipotesis tersebut, secara statistik ditemukan bahwa terdapat cukup bukti untuk menolak H0.
Tabel 13 Hasil uji independent sample t-test terhadap jumlah transaksi obligasi benchmark dan nonbenchmark periode 20 Maret 2007-4 Januari 2008 Levene's Test for Equality of Variances
F JT_2007
Equal variances assumed Equal variances not assumed
1.624
Sig. .212
t-test for Equality of Means
t
Sig. (2tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
4.928
31
.000
2423.4928 6
491.75492
1420.552 08
3426.433 63
3.716
4.665
.016
2423.4928 6
652.14529
710.2012 5
4136.784 47
Tabel 14 Hasil uji independent sample t-test terhadap total nilai transaksi obligasi benchmark dan nonbenchmark periode 20 Maret 2007-4 Januari 2008 Levene's Test for Equality of Variances
F NT_2007
Equal variances assumed Equal variances not assumed
1.788
Sig. .191
t-test for Equality of Means
t
Sig. (2tailed)
df
3.219
31
.003
2.627
4.842
.048
Mean Difference 431474995 71428.570 00 431474995 71428.570 00
Std. Error Difference 134046245 55804.150 00 164274498 91957.310 00
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 15808587 70486411 545973.4 596883.6 5000 0000 50214538 85792853 9040.766 753816.3 00 0000
Untuk menguatkan uji tersebut, penulis kembali menguji hipotesis yang sama pada periode 18 Februari 2008 – 17 Juni 2008, hal tersebut dilakukan karena pada periode tersebut susunan portofolio seri benchmark telah mengalami perubahan seluruhnya. Dari hasil pengujian tersebut muncul hasil yang mengejutkan. Hasil uji independent sample t-test terhadap jumlah transaksi obligasi-obligasi seri
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
benchmark pada selang waktu 18 Februari 2008 – 17 Juni 2008 menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% tidak terdapat cukup bukti untuk menolak H0, atau dengan kata lain, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara likuiditas obligasi-obligasi seri benchmark dan obligasi-obligasi seri non-benchmark. Tabel 15 Hasil uji independent sample t-test terhadap jumlah transaksi obligasi benchmark dan nonbenchmark periode 8 Februari 2008-17 Juni 2008 Levene's Test for Equality of Variances
F JT_2008
Equal variances assumed Equal variances not assumed
8.077
Sig. .007
t-test for Equality of Means
t
Sig. (2tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
2.000
37
.053
299.00000
149.49445
-3.90452
601.9045 2
1.049
5.218
.340
299.00000
284.90536
424.2557 2
1022.255 72
Tabel 16 Hasil uji independent sample t-test terhadap total nilai transaksi obligasi benchmark dan nonbenchmark periode 8 Februari 2008-17 Juni 2008 Levene's Test for Equality of Variances
F NT_2008
Equal variances assumed Equal variances not assumed
6.011
Sig.
.019
t-test for Equality of Means
t
Sig. (2tailed)
df
Mean Difference
Std. Error Difference
3.130
37
.003
9420035196 969.69000
3009146909 480.27100
1.724
5.273
.142
9420035196 969.69000
5464894833 050.70000
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper 33229244 15517145 08834.24 985105.1 100 5000 23252149 44120791 527916.3 33976.97 7000 800
Penulis kemudian menelusuri penyebab kontradiksi kedua hasil uji tersebut, dan menemukan bahwa pada periode 20 Maret 2007-4 Januari 2008, seri-seri obligasi yang dijadikan seri benchmark memiliki outstanding amount yang relatif lebih besar ketimbang seri-seri non-benchmark. Sebaliknya seri-seri obligasi yang dijadikan seri benchmark pada periode 18 Februari 2008 – 17 Juni 2008, tidak tergolong ke dalam seri-seri yang memiliki outstanding amount yang lebih besar daripada seri-seri non-benchmark. Dengan temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa, pengaruh penetapan seri benchmark tidak signifikan terhadap likuiditas obligasi-obligasi tersebut. Preferensi investor untuk berinvestasi di dalam obligasi – yang menentukan likuiditas obligasi tersebut – lebih dipengaruhi kepada seberapa besar outstanding amount obligasi tersebut. Oleh karena itu, tidak diperlukan penyesuaian terhadap pembobotan obligasi-obligasi seri benchmark di dalam portofolio indeks; obligasi-obligasi seri benchmark akan tetap dibobot berdasarkan kapitalisasi pasarnya.
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
Untuk menentukan model yang paling layak untuk digunakan sebagai model Indeks Obligasi Pemerintah Indonesia, Penulis mencoba untuk menyederhanakan masing-masing model. Hasil penyederhanaan rumus model DBI akan sama dengan rumus yang digunakan dalam model RGBI. Sekilas terlihat bahwa bentuk sederhana dari model ISEQ mirip dengan persamaan yang digunakan oleh RGBI. Yang membedakan dari persamaan model ISEQ dan RGBI adalah pada model ISEQ perhitungan pembayaran kupon pada saat jatuh tempo berbentuk nominal rupiah, sementara pada model RGBI perhitungan kupon dalam bentuk persentase. Namun yang perlu diperhatikan adalah, jumlah nominal rupiah kupon yang dibayarkan pada saat t merupakan hasil kali antara persentase kupon dengan jumlah obligasi yang beredar di pasar pada saat itu, yang dirumuskan dengan:
dimana
adalah pembayaran kupon dalam bentuk persentase.
Selama tidak terjadi perubahan outstanding amount terhadap obligasi i pada saat pembayaran kupon jatuh tempo, maka nilai
akan sama dengan nilai
, dengan demikian nilai indeks S&Q pada
saat terdapat kupon obligasi dalam portofolio yang jatuh tempo akan sama dengan nilai indeks pada model RGBI ataupun DBI. Namun, pada kasus pemerintah melakukan buyback/re-opening terhadap sebuah obligasi pada saat kupon obligasi tersebut jatuh tempo, maka indeks akan mengalami penyimpangan sebesar:
Hal tersebut menunjukkan kurang kokohnya model ISEQ, sehingga model tersebut tidak direkomendasikan untuk digunakan sebagai model indeks obligasi pemerintah Indonesia. Penulis merekomendasikan untuk menggunakan model RGBI sebagai model indeks yang mengukur return pasar obligasi pemerintah di Indonesia. Model ini terbukti kokoh untuk merefleksikan faktorfaktor yang mempengaruhi return portofolio indeks, seperti harga, kupon, dan accrued interest, sekaligus berhasil mengeliminir pengaruh dari faktor-faktor yang seharusnya tidak mepengaruhi indeks, seperti perubahan outstanding amount. Selain itu model RGBI lebih sederhana, mudah dipahami, dan mudah direplikasi. Kehandalan model ini juga telah teruji di berbagai negara, model yang sama digunakan pula oleh National Security Exchange di India, serta International Index Company Ltd dan FTSE International Ltd untuk mengukur pasar obligasi di Eropa serta berbagai negara di seluruh dunia. Agar cocok dengan data-data yang tersedia di Indonesia, perlu dilakukan sedikit penyesuaian terhadap model RGBI. Di Indonesia, harga yang dikuotasikan adalah berbentuk clean price yang berbasis 100, oleh karena itu variabel harga pada model RGBI harus dikonversikan ke dalam bentuk persentase. Secara matematis pengkonversian nilai clean price yang berbasis 100 menjadi bentuk persentase
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
adalah dengan membagi variabel harga dengan nilai 100, sehingga model RGBI yang telah disesuaikan menjadi:
Dimana: TRt = Nilai Indeks pada saat t = Harga kuotasi (clean price) obligasi i pada saat t (dalam basis 100). Pit Ait = Accrued Interest obligasi i pada saat t (dalam bentuk persentase) Cit = Pembayaran kupon obligasi i pada saat t (dalam bentuk persentase) Mit = Outstanding amount obligasi i pada saat t
Gambar 2. Pergerakan Indeks Obligasi Pemerintah Indonesia selama bulan May 2008
KESIMPULAN 1. Dengan semakin berkembangnya pasar obligasi pemerintah Indonesia, keberadaan sebuah indeks yang handal sebagai parameter pengukur perkembangan pasar obligasi tersebut menjadi semakin penting pula. Dalam penelitian ini dikaji berbagai macam model indeks yang dikembangkan dan digunakan di berbagai negara, sehingga didapatkan sebuah model yang layak untuk dijadikan model Indeks Obligasi Pemerintah Indonesia. Model-model yang diperbandingkan antara lain: model BMX yang digunakan di Hungaria, Daiwa Bond Index yang dikembangkan di Jepang, Dow Jones Corporate Bond Index di Amerika Serikat, Indonesian Government Bond Index yang dikembangkan oleh Bursa Efek Surabaya, ISEQ yang dikembangkan di Irlandia, Russian Government Bond Index yang dikembangkan oleh MICEX, serta S&P/TSX Canadian Bond Index yang dikembangkan oleh Standard & Poor’s. 2. Melalui perbandingan sensitivitas terhadap perubahan variabel harga dan outstanding amount baik secara matematis maupun melalui simulasi, didapatkan bahwa ketiga model alternatif – yaitu model DBI, model ISEQ, dan model RGBI – yang tergolong kokoh terhadap berbagai shock yang diberikan dalam kasus-kasus yang dianalisa, adalah model-model yang menggunakan pembobotan berdasarkan kapitalisasi pasar. Dalam model yang menggunakan
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
pembobotan berdasarkan kapitalisasi pasar, terdapat asumsi yang menyatakan bahwa semakin besar kapitalisasi sebuah obligasi maka semakin baik likuiditas obligasi tersebut. Asumsi tersebut telah diuji dalam penelitian ini, dan hasilnya dapat disimpulkan bahwa asumsi tersebut juga berlaku pada pasar obligasi pemerintah Indonesia. 3. Model RGBI dianggap sebagai model yang paling cocok untuk dikembangkan menjadi model Indeks Obligasi Pemerintah Indonesia. Karena selain kokoh, model tersebut juga lebih sederhana, mudah dipahami, dan mudah untuk direplikasi. Agar cocok dengan data-data yang tersedia di Indonesia, perlu dilakukan sedikit penyesuaian terhadap model RGBI, yaitu dengan mengkonversikan nilai clean price yang berbasis 100 menjadi bentuk persentase. 4. Agar model indeks ini dapat dengan layak digunakan pada pasar obligasi pemerintah Indonesia, berbagai kebijakan terkait dengan perhitungan indeks haruslah terlebih dahulu dibenahi, termasuk mengenai ketersediaan dan persistensi data, penetapan kebijakan harga, kriteria obligasi dalam portofolio indeks, periode peninjauan portofolio indeks, dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kesediaan pemerintah sebagai regulator dan Bursa Efek Indonesia sebagai penyedia data untuk duduk bersama membenahi masalah-masalah tersebut.
REFERENSI Bildersee, John S. 1975. Some New Bond Indexes. The Journal of Business Oct 1975 BMX. Benchmark indices BMX2Y, BMX3Y, BMX5Y and BMX10Y for the government securities market. http://www.akk.hu//kepek/upload/2004-02/BMX_indexek_EN.pdf - diunduh pada tanggal 1 April 2008 Bursa Efek Surabaya. 2004. Indonesian Government Bond Index. http://asianbondsonline.adb.org/documents/introducing_indonesia_GB_index.pdf. diunduh pada tanggal 27 Maret 2008 Daiwa Institute of Research. 2003. About Daiwa Bond Index (DBI). http://www.dir.co.jp/InfoManage/dbi/expdbi.html. diunduh pada tanggal 25 Maret 2008 Fabozzi, Frank. 2005. Fixed Income Mathematics: Analytical and Statistical Analysis, 4th edition. McGraw-Hill FTSE International Ltd . 2006. Ground Rules for the Management of the FTSE Global Bond Index Series. http://www.ftse.com/Indices/FTSE_Global_Bond_Index_Series/Downloads/FTSE_Global_B ond_Index_series_Ground_Rules_v1_5.pdf. diunduh pada tanggal 1 April 2008 Houweling, Patrick; Mentink, Albert; Vorst, Ton. 2005. Comparing Possible Proxies of Corporate Bond Liquidity. Journal of Banking and Finance Vol. 29 2005. International Index Company Ltd. (IIC). 2007. iBoxx EUR Benchmark Index Family: Index Guide. http://deutscheboerse.com/dbag/dispatch/de/binary/gdb_navigation/information_services/30_Indices_Index_ Licensing/60_Guidelines_Short_Information/Content_Files/50_rentenindizes/iboxx_eur_guid e.pdf. diunduh pada tanggal 7 April 2008 Irish Stock Exchange. http://www.ise.ie/index.asp?locID=451&docID=-1. diunduh pada tanggal 25 Maret 2008 Mandiri Sekuritas. 2006. Mandiri Bond Indices. Tidak dipublikasikan
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….
National Conference on Management Research 2008
ISBN: 979-442-242-8
Makassar, 27 November 2008
Mariathasan, Joseph. 2004. Bond indices: understanding all the angles. Balance Sheet Vol 12 No.4 2004 Moscow Interbank Currency Exchange. http://www.micex.com/state/index_technics.html. diunduh pada tanggal 25 Maret 2008 Nath, Golaka C. 2005. Designing a Sovereign Bond Index. Tidak dipublikasikan Pawaskar, Vardhana; Roy, Sudipta Dutta; Darbha, Gangadhar. 2002. The NSE-Government Securities Index: Issues in Construction. Tidak dipublikasikan. National Stock Exchange of India Ltd. Reilly, Frank K.; Kao, G. Wenchi; Wright, David J. 1992. Alternative Bond Market Indexes. Financial Analysts Journal, May/Jun 1992 Ryan Labs. 2006. Guide to Dow Jones Corporate Bond Index. Tidak dipublikasikan. Dow Jones Indexes, Princeton, New Jersey. Standard&Poor’s. 2005. S&P/TSX Canadian Bond Index. http://www2.standardandpoors.com/spf/pdf/index/SP_Canadian_Bond_Indices_Methodology _Web.pdf. diunduh pada tanggal 25 Maret 2008 Standard & Poor’s. 2006. S&P/CITIC China Bond Indices – Index Methodology. http://www2.standardandpoors.com/spf/pdf/index/SP_CITIC_China_Bond_Indices_Methodo logy_Web.pdf. diunduh pada tanggal 25 Maret 2008 Standard & Poor’s. 2007. S&P National Municipal Bond Index – Index Methodology. http://www2.standardandpoors.com/spf/pdf/index/SP_National_Municipal_Bond_Index_Met hodology_Web.pdf . diunduh pada tanggal 25 Maret 2008 UU No. 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara www.dmo.or.id. diunduh pada tanggal 27 Maret 2008 www.ksei.co.id. diunduh pada tanggal 27 Maret 2008
Kajian Tentang Perhitungan Indeks Obligasi…….