NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN TOLERANSI STRES DENGAN PERILAKU PENGAMBILAN RESIKO PADA KARYAWAN PERUSAHAAN VALAS
Oleh : ADE ERFANI RATNA SYIFA’A R
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007 NASKAH PUBLIKASI
TOLERANSI STRES DENGAN PERILAKU PENGAMBILAN RESIKO PADA KARYAWAN PERUSAHAAN VALAS
Telah Disetujui Pada Tanggal
Dosen Pembimbing :
(Hj. Ratna Syifa’a R, S.Psi., M.Si)
TOLERANSI STRES DENGAN PERILAKU PENGAMBILAN RESIKO PADA KARYAWAN PERUSAHAAN VALAS
ADE ERFANI Hj. Ratna Syifa’a R,
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara toleransi stres dengan perilaku pengambilan risiko pada karyawan perusahaan valas. Hipotesis untuk penelitian ini, yaitu : ada hubungan positif antara toleransi stres dengan perilaku pengambilan risiko pada karyawan perusahaan valas. Semakin tinggi tinggi toleransi stres, maka semakin tinggi perilaku pengambilan risikonya. Semakin rendah toleransi stres, semakin rendah pula perilaku pengambilan risikonya. Subjek dalam penelitian ini adalah keryawan perusahaan valas. Jenis kelamin subjek laki-laki atau perempuan, berusia 20-40 tahun. Jumlah subjek adalah 30 orang. Skala yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini berupa skala perilaku pengambilan resiko pada karyawan perusahaan valas dan toleransi stres. Skala perilaku pengambilan risiko pada karyawan perusahaan valas disusun oleh penulis berdasarkan aspek-aspek pengambilan resiko dari Marfin Zukerman, Harvey Cleckley, terdiri dari 6 aitem. Skala toleransi stres disusun oleh penulis berdasarkan aspek-aspek toleransi stres yang dikemukakan oleh Braham (Leila; 2002), terdiri dari 15 aitem. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis product moment yang digunakan untuk mangetahui hubungan antara perilaku pengambilan risiko dengan toleransi stres pada karyawan perusahaan valas. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa besarnya koefisien korelasi r = -0,467 ( p = 0,00 dengan p < 0,01 ),sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara perilaku pengambilan risiko dengan toleransi stres tidak diterima
Kata kunci : Perilaku Pengambilan Resiko, Toleransi Stres
Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia sebagai negara yang sedang membangun mengadakan perubahan sosial diantaranya kondisi demografi yang menggambarkan angkatan kerja. Hal ini merupakan aset pembangunan yaitu dapat mengalami perubahan dari kondisi masyarakat tertentu ke kondisi masyarakat yang lebih baik. Diantaranya dapat dilihat dengan semakin meningkatnya pembangunan di segala bidang. Dewasa ini peranan sumberdaya manusia semakin penting artinya di dalam menentukan kelangsungan hidup perusahaan, karena betapa pun sempurnanya peralatan yang di miliki, tetapi tanpa manusia yang bermoral baik, dinamis dan bersatu, maka organisasi tidak akan bertahan lama. Sumberdaya manusia tampaknya telah menjadi kebutuhan pokok bagi organisasi tanpa pandang bulu, apakah organisasi publik atau swasta, organisasi sosial atau bisnis, semua berusaha membebani diri melalui manajemen sumberdaya manusia agar dapat hidup dan mampu menjawab tantangan jaman. Di dalam perusahaan akan terdapat tenaga kerja, tenaga kerja merupakan faktor yang paling utama sebab maju tidaknya suatu perusahaan akan di tentukan oleh tenaga kerja itu sendiri. Manajemen Sumber Daya Manusia amatlah penting bagi suatu organisasi, lebih lagi dalam hal yang menyangkut karyawan karena merupakan bagian dari terpenting dalam organisasi. Bagi manajemen sumberdaya manusia mengatasi masalah karyawan bukanlah hal yang luar biasa karena itu sudah menjadi bagian tugas manajemen sumberdaya manusia. Tetapi hal tersebut bukanlah hal yang mudah, terlebih lagi bila hal tersebut sudah menyangkut
kondisi perasaan atau pribadi seseorang. Salah satu kondisi utama karyawan yang perlu diperhatikan adalah cara pandang atau persepsi suatu sistem di perusahaan, dan tentu saja kepuasan karyawan. Persepsi merupakan tanggapan penyelesaian yang diperantarai oleh suatu sistem di perusahaan dan keinginan karyawan yang menetapkan permintaan psikologis atau fisik karyawan di perusahaan. Kinerja karyawan adalah hasil kerja karyawan yang dapat di capai oleh seseorang atau kelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Pada beberapa perusahaan valas saat ini sedang mengalami peningkatan kualitas pelayanan kepada investor, dan itu berarti karyawan dituntut bekerja lebih maksimal dari sebelumnya untuk mengejar target perusahaan, karena jika kinerja karyawan rendah, maka hal ini akan jadi tanggung jawab karyawan. Perusahaan ini bergerak dalam bidang manajemen investasi. Perusahaan ini merupakan perusahaan jasa yang melayani investor dalam penanaman modalnya. Dana investor yang di setorkan melalui perusahaan ini kemudian diputarkan ke dalam Bursa Berjangka Jakarta untuk kemudian dapat mengambil keuntungan yang terjadi akibat selisih pergerakan yang terjadi di pasar modal. Pada pasar modal yang dimaninkan meliputi pasar Asia, Amerika dan Eropa dimana ketiganya tersebut buka selama 24 jam. Setiap saat dapat terjadi perubahan harga yang signifikan, tergantung dari kondisi suatu negara yang bersangkutan. Sedangkan modal yang dibutuhkan untuk dapat masuk ke dalam pasar modal tidaklah sedikit
jumlahnya. Minimlah investasi yang harus dikeluarkan oleh seorang investor adalah sejumlah $10,000.00 yang kemudian disesuaikan dengan kurs mata uang yang berlaku saat itu. Jadi karyawan dalam perusahaan ini harus benar-benar bekerja giat, karena kalau dalam waktu tiga bulan kerja pertama karyawan tidak memiliki investor, maka karyawan akan kehilangan hak mendapatkan gaji sementara yang digunakan untuk menopang transport sementara karyawan yang belum mendapatkan investor. Karena dalam perusahaan ini berlaku komisi dan tidak ada gaji tetap, itu berarti tanpa investor, kerja tanpa penghasilan. Ada investor pun bukan berarti merupakan jaminan seorang karyawan mendapatkan pendapatan, karena dengan mendapatkan investor hanyalah sebuah langkah awal untuk mendapatkan pendapatan yang selama ini diharapkan. Masih ada langkah-langkah selanjutnya yang juga memerlukan kerja keras karyawan. Agar seorang karyawan mendapatkan pendapatan atau komisi haruslah melalukan trading, yaitu melakukan proses jual beli mata uang asing ke pasar internasional. Proses inilah yang memerlukan keahlian dan kejelian seorang karyawan dalam melakukan jual beli, karena kalau salah sedikit perhitungan maka akan terjadi keuntungan atau bahkan kerugian yang tidak sedikit jumlahnya hanya dalam hitungan menit. Ini dikarenakan cepatnya pergerakan pasar mata uang internasional yang dalam detik selalu berubah poin demi poin. Setiap satu poin pergerakan mata uang asing itu berharga $10, bayangkan kalau dia bergerak 1 poin setiap detiknya turun dan naik. Spread atau perbedaan harga jual dan beli adalah 6 poin atau $60 ditambah komisi 5 poin atau $50. Jadi setiap kali masuk transaksi, nasabah sudah rugi 11 poin atau $110. Spread dan
komisi ini bisa dikembalikan kalau posisi yang kita lakukan pada pasar internasional itu benar, misalnya kalau kita pada posisi beli dan ternyata mata uang yang bersangkutan naik terus harganya, maka dengan otomatis akan terbayar spread dan komisi tadi sekaligus mendapatkan keuntungan yang menggiurkan pula, tetapi kalau posisi yang kita ambil salah, maka akan menjadi malapetaka buat investor. Sesuai pedomanya, bertransaksi dalam voluta asing itu ’high risk, high profit’, atau berisiko tinggi dan memiliki keuntungan yang besar pula. Ada beberapa pedoman yang bisa digunakan dalam proses jual beli mata uang asing ini, misalnya fondamental yang berupa berita-berita yang terjadi di luar negeri yang bisa mempengaruhi pergerakan mata uang asing misalkan berita politik, bencana alam, kerusuhan dan lain-lain. Sedangkan pedoman lainya adalan grafik, yang bisa memberikan ramalan pergerakan mata uang asing berdasarkan statistik. Namun demikian, walau bagaimanapun seahli karyawan yang sering kita sebut sebagai broker ini menggunakan pedoman-pedoman tersebut, tetap saja bisa terjadi kesalahan dalam proses jual beli yang mengakibatkan kerugian buat nasabah, hal ini bisa di sebabkan adanya spekulan dari luar negeri yang memiliki modal yang besar sehingga bisa menggerakan pasar semau mereka. Beruntunglah kalau seorang broker mendapatkan nasabah yang memiliki jiwa spekulan tinggi, karena brooker hanya perlu memberikan saran dan yang melakukan proses jual beli adalah nasabah, di akhir bulan broker mendapatkan pendapatan ato komisi. Sedangkan brooker yang di berikan kepercayaan penuh dalam melakukan proses jual beli oleh investor (full outority) akan mengalami
masalah besar, karena dia harus bisa melakukan tindakan mengambil risiko untuk melakukan transaksi. Biasanya broker yang baru sering kali melalukan ini, karena mereka belum terbiasa untuk mengamati pergerakan pasar, hanya dengan menggunakan pengetahuan yang seadanya tentang pedoman untuk transaksi, mereka masuk pasar internasional. Akibatnya fatal, kerugian buat investor. Akan tetapi langkah mengambil risiko ini harus dilakukan, karena tanpa transaksi ama tidak ada pula komisi dan itu berarti tidak ada pendapatan buat broker alias kerja tanpa dibayar. Disisi lain, kalau seorang broker yang salah dalam melakukan transasi, maka ia akan merasa sangat tertekan, akibatnya stres. Ibarat buah simalakama, sorang broker harus berusaha untuk mencari pendapatan, tapi kalau dia salah sedikit saja dalam melakukan mengambil risiko, maka tekanan yang sangat berat akan diterima dan mengakibatkan stres. Tapi kalau tindakan tersebut tidak dilakukan, maka tidak ada pendapatan yang selama ini di idam-idamkan. . Dari hasil observasi penulis, karyawan yang memilki pengambilan risiko yang besar dan toleransi stres yang kecil sering mengalami apa yang sering disebut psikosomatis seperti rasa mual, sakit kepala dan lain-lain. Ada juga yang mengasingkan diri dari lingkungan sosialnya, susah diajak berkomunikasi, dan mudah marah. Penampilan mereka pun menjadi tidak serapih yang diharapkan sebagai sorang karyawan perusahaan valas yang dikenal parlente atau memukau agar bisa menarik perhatian calon klien ataupun yang susah menjadi klien. Bahkan ada karyawan wanita yang sampai menangis kalau sedang dalam tekanan stres dalam pekerjaanya.
Ada juga yang menggunakan hari liburnya dan hasil kerja mereka untuk berfoya-foya ke diskotik, caffe ataupun tempat hiburan lainya untuk melonggarkan jeratan stres yang mereka alami selama ditempat kerja, dan masih banyak lagi tindakan yang mereka lakukan dalam rangka pelepasan diri dari stres ditempat bekerja. Seandainya karyawan tersebut bisa melakukan toleransi stres dalam melakukan pekerjaanya yang dikenal memiliki risiko yang cukup tinggi, mungkin mereka bisa berusaha untuk mengatur tingkat risiko yang mereka akan ambil, bahkan mungkin bisa mengurangi stres yang bakal mereka derita. Hal ini menjadi penting, karena stres bisa menghambat kerja karyawan atau bahkan merusak kesehatan karyawan itu sendiri. Akibat dari rendahnya toleransi stres ini, mengakibatkan perilaku pengambilan risiko pada karyawan perusahaan valas menjadi kecil pula. Hal ini bertolak belakang dengan harapan perusahaan dan harapan karyawan dalam hal pengasilan yang diidam-idamkan. Tanpa pengambilan tingkat pengambilan risiko yang tinggi, maka transaksi tidak bisa berjalan dengan lancar, transaksi tidak berjalan dengan lancar, maka penghasilan akan kecil. Hal ini menjadi masalah bagi karyawan maupun pihak perusahaan.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara toleransi stres dengan perilaku pengambilan resiko pada keryawan perusahaan valas.
Tinjauan Pustaka Dalam www.asuransi-mobil.com dikatakan bahwa istilah risiko sudah biasa dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari, yang kita umumnya secara intuitif sudah memahami apa yang dimaksudkan. Tetapi pengertian secara ilmiah dari risiko sampai saat ini masih tetap beragam, yaitu antara lain : 1. Risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu (Arthur Williams dan Richard, M.H) 2. Risiko adalah ketidaktentuan (uncertainy) yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian (loss) (A. Abas Salim) 3.. Risiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa (Soekarto) 4. Risiko merupakan penyebaran / penyimpangan hasil aktual dari hasil yang diharapkan (Herman Darmawi) 5. Risiko adalah probalitas sesuatu hasil / outcome yang berbeda dengan yang diharapkan (Herman Darmawi) Dengan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa risiko selalu dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak dapat diduga / tidak diinginkan. Jadi merupakan ketidak pastian atau kemungkinan terjadinya sesuatu, yang bila terjadi akan mengakibatkan kerugian. Perilaku pengambilan risiko adalah pasrtisipasi sukarela dalam perilaku yang mengandung risiko, atau merupakan hampir berupa risiko, signifikan derajat dari risiko. Sebagai bentuk awalnya kelompok dari signifikan risiko tanpa sengaja ditemukan, bagaimanapun juga kasus bisa jadi merupanan perilaku yang di
lakukan untuk mengatasi resiko yang lebih tinggi dengan perilaku lainya, dan juga termasuk risiko yang lebih tinggi dan bisa mengakibatkan kemungkinan kematian. Stres menurut Hans Selye adalah respon tubuh tidak spesifik terhadap sesuatu tuntutan yang dihadapi. Ini bukan ketegangan syaraf, melainkan ketegangan tubuh. Stres menerangakn efek- efek dari reaksi tubuh terhadap tekanan. Kalau dilihat dari kacamata psikologi, tidak semua stres itu jelek. Stres dibagi menjadi tiga: Neustres, Distres, dan Eustres. Selama ini yang dikonotasikan lebih ke arah merusak dan negatif itu adalah Distres. Kalau misalnya dilihat dari dasar kata, stres itu berarti tekanan. Setiap orang akan mengalami tekanan-tekanan tertentu, tekanan itu ada yang baik ada yang buruk, tekanan yang baik mungkin akan memacu seseorang melakukan sesuatu dengan lebih baik, sedangkan tekanan yang buruk berjalan sebaliknya (www.percikaniman.com). Beberapa gejala stres yang biasanya berlangsung terus-menerus dan lebih dari dua minggu diantaranya:hilang minat terhadap kegiatan yang disenangi, hilang selera makan, sehingga terjadi penurunan berat badan ( pada beberapa orang justru terjadi hal sebaliknya), terlihat lelah atau kurang energi, memiliki perasaan tidak berharga tidak ada harapan, rasa bersalah yang tidak pada tempatnya, tidak mampu berkonsentrasi dan berfikir jernih, sulit tidur, bahkan stres karena psikologis bisa akhirnya dimanifestasikan dalam sakit fisik seperti: pusing, diare, mual, muntah, gatal-gatal di kulit, dsb (rumah-sehat.blogspot.com)
Perubahan- perubahan serba cepat di bidang perdagangan, sosial, politik, dan lain- lain, membuat para eksekutif sering terkena tekanan (stres). Dengan menjadi berlipat gandanya tuntutan, baik dalam kehidupan perorangan/ perkawinan maupun perusahaan, maka dalam upaya melayani seseorang yang cermat akan mengambil risiko untuk memaksakan dirinya berbuat melampaui batas kemampuan fisik dan mentalnya. Tantangan- tantangan yang pernah dihadapinya
merupakan
pendorong
dan
motivasi,
kini
mengancam
ketepatgunaanya selaku pimpinan dan pengambil keputusan, semata- mata karena jumlahnya yang banyak. Oleh karena itu tidaklah mengehrankan kalau 80% dari mereka terkena stres dan depresi dengan berbagai komplikasi di bidang penyakit fisik lainya. Cary Cooper dan Alison Straw (1995:8-15) mcngcmukakan gejala stress dapat berupa tanda-tanda berikut ini: 1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah. 2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, saiah paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat keputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan hilangnya minat terhadap orang lain.
3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan, penjengkel menjadi meledak-ledak. Sedangkan gejala stres di tempat kerja, yaitu meliputi: 1. Kepuasan kerja rendah 2. Kinerja yang menurun 3. Semangat dan energi menjadi hilang 4. Komunikasi tidak lancar 5. Pengambilan keputusan jelek 6. Kreatifitas dan inovasi kurang 7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif. Gejala-gejala stres mencakup mental, sosial dan fisik. Hal-hal ini meliputi kelelahan, kehilangan atau meningkatnya napsu makan, sakit kepala, sering menangis, sulit tidur dan tidur berlebihan. Melepaskan diri dari alkohol, narkoba, atau perilaku kompulsif lainnya sering merupakan indikasi-indikasi dari gelaja stres. Perasaan was-was, frustrasi, atau kelesuan dapat muncul bersamaan dengan stres. (1797 - 1883 America, www.studygs.net) Menurut Dr. Ko, sumber Stres (Stresor) berasal dari dalam dan dari luar. Faktor dari dalam meliputi kepribadian, harapan dan kesehatan. Sedangkan factor dari luar berupa tekanan pekerjaan, keluarga, teman, pengalaman hidup dan keuangan. (http://www.mitsuilease.co.id). Maramis (1996) menyatakan toleransi stres adalah sebagai daya tahan stres atau nilai ambang frustasi (stres frustation tolerance, frustratic drempel). Menurut
supardi (dalam www.geocities.com) bahwa toleransi stres adalah suatu batas nilai ambnag kemampuan seseorang untuk mengatasi stres yang dihadapi dengan cara yang tidak mengakibatkan gangguan keseimbangan fungsi mental dan fisik. Artinya orang tersebut dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan cara yang baik. Faktor- faktor yang mempengaruhi kerasnya stres antara lain: . kemampuan menerka, kontorol atas jangka waktu, evaluasi kognitif, perasaan mampu, dukungan masyarakat. Adapun Faktor-faktor psikologis yang mengurangi stres antara lain: Cara coping stres, Harapan akan Self-Efficasy, ketahan psikologis, optimisme, oukungan sosial, identitas etnik. Menurut Braham (dalam Handoyo; 2001:68), orang tidak tahan stress akan menunjukan tanda-tanda berikut ini: 1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur lidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencemaan, radang usus, kuiit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan !eher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan energi. 2. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental. 3. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.
4. Interpersonal, yailu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup din secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain. Sedangkan ciri-ciri kepribadian yang tahan terhadap stres atau orangorang tabah oleh Atkinson (Atkinson, 1996) disimpulkan dengan istilah pendek: - bertanggung jawab misalnya berkaitan dengan orang-orang yang memberikan dukungan kepada masyarakat dalam waktu stres. - mempunyai kontrol yang tinggi orang-orang yang merasa bahwa mereka mampu mengenakan kontrol atas situasi yang penuh stres (bukan malah merasa tidak berdaya) - mampu ngatasi tantangan melibatkan evaluatif kognitif , percaya bahwa perubahan dalam hidup merupakan hal yang normal dan harus dipandang sebagai kesempatan untuk berkembang ketimbang sebagai ancaman keamanan. Karyawan perusahaan valas adalah orang yang bekerja dalam perusahaan yang bergerak dalam bisang voluta asing dan bertugas sebagai pencari klien serta sebagai kondultan klien untuk bertransaksi. Transaksi Bursa adalah kontrak yang dibuat oleh Anggota Bursa Efek sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh Bursa Efek mengenai jual beli efek, pinjam-meminjam Efek, atau kontrak lain mengenai Efek atau harga Efek (Peraturan BAPEPAM No. III. A. 10 tentang Transaksi Efek).
Menurut artikel Sawfa dalam www.freelists.org dikatakan bahwa motivasi atau niat utama dalam investasi saham, secara garis besar dikelompokan menjadi dua golongan: 1. Sebagai bagian dari portfolio kekayaan pribadi. Filosofi : Don't put all eggs in the same basket. (kalo keranjangnyajatuh, telurnya pecah semua dong) Ini berarti investor jenis initermasuk orang bingung. Bingung karena duitnya kebanyakan dan bingung karena tidak tahu, duitnya mesti digimanain lagi. 2. Sebagai bagian dari usaha pribadi. Filosofi : Pemasukan harus berasal dari segala sumber. (duit itu sepertinya melayang-layang di udara, tinggal angkat tangan dan tangkap). Investor jenis ini selalu merasa kekurangan duit dan selalu merasakan kebutuhan yang tak pernah terpenuhi.
Hipotesis
Hipotesis untuk penelitian ini, yaitu : Ada hubungan yang positif antara toleransi stres dengan perilaku pengambilan risiko pada karyawan valas”. Semakin tinggi toleransi stress semakin tinggi pula tingkat pengambilan risiko. Semakin rendah toleransi stress, semakin rendah pula tingkat pengambilan risiko.
Pembahasan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara tleransi stresor dengan perilaku pengambilan risiko pada karyawan perusahaan valas. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa besarnya koefisien korelas r = -0,467 ( p = 0,00 dengan p < 0,01 ), antara variabel toleransi stres dengan perilaku pengambilan risiko terdapat hubungan yang sangat signifikan. Tapi dikarenakan hasilnya berupa r = -0,467, ini berarti hubungan yang terjadi adalah hubungan yang negatif, sehingga hipotesis yang berbunyi “semakin besar toleransi stress maka semakain besar perilaku pengambilan risiko, semakin kecil toleransi stress maka akan semakin kecil pula perilaku pengambilan risiko tidak dapat diterima. Hal ini dimungkinkan karena ketidak seriusan responden dalam mengisi koesioner yang bisanya terjadi karena tidak ingin rahasia pribadinya terbongkar atau sedang dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk membaca dengan jelas setiap butir pertanyaan yang diajukan. Faktor lain yang memungkinkan hasil hipotesis yang positif tidak bias diterima adalah istilah “kejar setoran” sehingga walaupun karyawan perusahaan valas memiliki toleransi stress yang kecil, tapi demi penghasilan yang diharapkan maka perilaku pengambilan risiko tetap dilakukan. Berdasarkan table tersebut di atas, dapat diketahui bahwa skor mean emipirik pada skala toleransi stress lebih besar dibandingkan skor mean hipotetiknya, yaitu 43,83 > 40. Ini berarti rata-rata responden memiliki toleransi stres yang tinggi dalam mengatasi tekanan-tekanan yang terjadi dalam
pekerjaanya. Sedangkan untuk skor mean empirik pada skala kecenderungan perilaku pengambilan risiko ternyata lebih kecil jika dibandingkan dengan skor mean hipotetiknya yaitu 12,77 < 15, ini menunjukan rata-rata responden penelitian memiliki kecenderungan perilaku pengambilan risiko yang rendah. Gejala fisik, dapat berupa munculnya keluhan sakit kepala, gangguan tidur, kelelahan/ energi terkuras, sembelit, diare, peningkatan tekanan darah, ketegangan otot (terutama leher dan bahu), penurunan nafsu makan sering dirasakan oleh beberapa karyawan perusahaan valas selama hari kerja. Hanya hari libur sabtu dan minggu mereka bisa beristirahat. Ada yang bisa membiarkan masalah di kantor tetap di kantor, ada juga yang membawa masalah kantor di dalam pikiranya selama hari libur. Jadi secara psikologis, tidak ada hari libut untuk stres buat mereka. Berdasarkan pengertian pengambilan risiko adalah pasrtisipasi sukarela dalam perilaku yang mengandung risiko, atau merupakan hampir berupa risiko, begitu pula karyawan perusahaan valas dalam melakukan pengambilan risiko. Tidandakanya sering dilakukan dengan sukarela dengan pertimbangan toleransi stres yang kecil. Akibatnya banyak karyawan perusahaan valas yang memiliki tingkat stres yang tinggi. Marfin Zukerman mengembangkan teori “sensation Seeking” dan ini mempengaruhi figur dari psikologi perlilaku pengambilan risiko. Dia berpendapat bahwa ada empat sub dimensi dari pencarian sensasi: 1. Ketegangan dan petualangan (Thrill and Andvanture Seeking) 2. Pencarian pengalaman (Experience seeking)
3. Kebebasan (Disinhition) 4. Kebencian terhadap kebosanan (Boredom Susceptibility) Faktor-faktor di atas, juga merupakan faktor perilaku pengambilan risiko dalam pekerjaan karyawan perusahaan valas. Menurut teoritikus terkemuka, Harvey Cleckley (1976), perilaku pengambilan risiko yang dilakukan oleh seseorang, bisa dikarenakan kurangnya kecemasan sebagai respon situasi mengancam sehingga seseorang dengan mudahnya mengambil perilaku pengambilan risiko tanpa berfikir panjang. Anggapan “ini bukan uang saya, maka yang akan rugi bukan saya” mungkin bisa dikaitkan dengan teori ini. Model Model lapar akan stimulasi mengemukakan tingkat keterangsangan yang kurang optimum menyebabkan seseorang mengambil perilaku pengambilan risiko agar dirinya merasa dalam kondisi terbaik dan berfungsi paling efisien. Hal ini bisa menjadi alasan kenapa perilaku pengambilan risiko dilakukan oleh karyawan perusahaan valas, agar merasa lebih berfungsi dan efisien. Coleman (Puspita, 2003), menyatakan bahwa pengertian toleransi stres mengacu pada kemampuan individu untuk bertahan terhadap stres tanpa mengganggu berfungsinya individu dan mengakibatkan kerugian serius. Carson & Buther (1992), menatakan bahwa istilah toleransi stres mengacu pada kemampuan individu untuk bertahan hidup dalam menghadapi stres tanpa mengakibatkan kerugian yang berarti. Lebih lanjut dikatatakan, bahwa toleransi stres sangat berperan dalam menentukan tingkah laku menghadapi stres.
penyesuaian
individu
dalam
Hasil yang mengatakan bahwa perilaku pengambilan risiko pada karyawan perusahaan valas rendah, mungkin dikarenakan tidak disertakanya faktor lain dalam pengambilan risiko, misalnya locus of countrol, perasaan positif, need of power, motivasi berprestasi, sifat altruistik, kepribadian ulet, lingkungan organisasi (kelompok), peraturan dan kebijakan perusahaan, kreatifitas (Puspita, 2003). Seandainya faktor-faktor tersebut disertakan dalam penelitian ini, mungkin hasilnya akan menunjukan tingkat pengambilan risiko yang tinggi. Menurut Braham (dalam Handoyo; 2001:68), orang tidak tahan stress akan menunjukan tanda-tanda berikut ini: 1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur lidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencemaan, radang usus, kuiit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan !eher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan energi. 2. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental. 3. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja. 4. Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari
kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup din secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain. Hal-hal di atas sering dirasakan oleh karyawan perusahaan valas, mungkin dkarenakan oleh lemahnya toleransi stress dalam disi karyawan itu. Tapi tidak menutup kemungkinan juga adanya karyawan yang tahan terhadap stress yang memiliki ciri kepribadian yang tahan terhadap stres atau orang-orang tabah oleh Atkinson (Atkinson, 1996) disimpulkan dengan istilah pendek: - bertanggung jawab misalnya berkaitan dengan orang-orang yang memberikan dukungan kepada masyarakat dalam waktu stres. - mempunyai kontrol yang tinggi orang-orang yang merasa bahwa mereka mampu mengenakan kontrol atas situasi yang penuh stres (bukan malah merasa tidak berdaya) - mampu ngatasi tantangan melibatkan evaluatif kognitif , percaya bahwa perubahan dalam hidup merupakan hal yang normal dan harus dipandang sebagai kesempatan untuk berkembang ketimbang sebagai ancaman keamanan. Ini biasanya dimiliki oleh karyawan yang sudah makan asam garam petualangan dalam bekerja di perusahaan valas, sehingga segala macam risiko dianggap sudah biasa bagi mereka. Di sisi lain lamanya bekerja menjadi karyawan perusahaan valas akan mempengaruhi mereka dalam menjalankan tugasnya sebagai konsultan dan pencari klien. Seorang karyawan perusahaan valas akan terbiasa melakukan
pengambilan risiko dalam memberikan pendapat untuk klien bertransaksi ataupun dalam melakukan transaksi itu sendiri. Disamping itu persaingan antar perusahaan valas atau bahkan antar sangat ketat, sehingga tidak jarang para karyawan melakukan perilaku pengambilan risiko. Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan, terutama pada penggunaan teknik pemberian skala dengan metode try-out terpakai. Alasan yang mendasari peneliti untuk memakai metode try-out terpakai adalah berkaitan dengan masalah teknis pengumpulan data, misalnya jumlah subjek yang terbatas, serta kesibukan para karyawan yang terkadang susah ditemui ditempat kerja karena harus melayani klien ataupun sedang mencari klien di tempat-tempat tertentu yang tidak ditentukan jauhnya. Kelemahan dalam try-out terpakai ini adalah kejenuhan subjek karena mengisi butir pertanyaan yang banyak, peneliti tidak dapat mengorganisasikan kembali validitas tanpa alat ukur, peneliti tidak dapat merevisi butir yang sahih serta peneliti tidak dapat mengantisipasi jika banyak butir pertanyaan yang gugur sehingga validitas isi terganggu. Akan tetapi beberapa kelemahan di muka dapat diantisipasi oleh peneliti sehingga try-out terpakai yang dilakukan oleh peneliti sehingga try-out terpakai yang dilakukan peneliti berjalan dengan baik, misalnya validitas isi alat ukur ada yang terganggu dengan adanya butir yang gugur.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data hasil penelitian dari 30 orang subjek,dapat disimpulkan bahwa : hipotesis yang berbunyi Ada hubungan yang positif antara toleransi stres dengan perilaku pengambilan resiko pada karyawan valas tidak dapat diterima dikarenakan r = -0,467, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah Semakin tinggi toleransi stres semakin rendah pula tingkat pengambilan risiko. Semakin rendah toleransi stres, semakin tinggi tingkat pengambilan risiko. Toleransi stress memiliki sumbangan efektif sebanyak 38,5% dan sisanya 61,5 % adalah faktor-faktor lain yang ikut berpengaruh terhadap pengambilan risiko.
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, R.L. Atkinson, R.C. dan Hilgard, R.E. 1991. Pengantar Psikologi (Terjemahan). Jakarta: Erlangga Hawari, D. 1997. Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Edisi 4. Yogyakarta : Dhana Bhakti Yasa Leila, G. Stres dan Kepuasan Kerja, Fakultas Kedoktran Program Studi Psikologi Unversitas Sumatra Utara Puspita, A.G, 2003. Hubungan Antra Toleransi Stres Dengan Kecendrungan Perilaku Pengmbilan Resiko Pada Wartawan Surat Kabar Harian. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Conceptual Isues : What Is Risk? http://www.Risktaking.co.uk 10/10/06
Saham,
Judi
atau
Bukan.
http://www.freelists.org/archives/mahasathi/01-
2004/msg00070.html 10/10/06
Stres
Membuat
Dinamika
Dalam
Hidup,
http://www.percikan-
iman.com/mapi/index.php?option=content&task=view&id=239&Itemid =64, Februari 2006 Stres
Menurunkan
Daya
Tahan
Tubuh,
http://rumah-
sehat.blogspot.com/2006/07/stres-menurunkan-daya-tahan-tubuh.html, 10/07/2006 Stres
Dapat
Menguasai
Siapapun
Atasi
http://www.mitsuilease.co.id/berita_detail.asp?id=26&jenis=2 8/31/2005
Segera, ,
Investasi Saham di Pasar Modal,http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/eureka/ 2002/05/3 /eur01html 01/10/06