NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN MARKETING TIDAK TETAP
Oleh: NINA SEPTYANI M. BACHTIAR, Drs., MM.
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008 1
2
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN MARKETING TIDAK TETAP
Telah Disetujui Pada Tanggal
_________________
Dosen Pembimbing Utama
(M. Bachtiar, Drs., MM)
3
HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN MARKETING TIDAK TETAP
Nina Septyani M. Bachtiar
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis apakah ada hubungan positif antara stres kerja dengan intensi turnover. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara stres kerja dengan intensi turnover pada karyawan. Semakin tinggi stres kerja karyawan maka semakin menguat intensi turnover karyawan. Sebaliknya, semakin menurun stres kerja karyawan maka semakin melemah intensi turnover karyawan. Subjek pada penelitian ini adalah karyawan marketing tidak tetap di CV. Sumber Baru Motor Yogyakarta. Subjek penelitian ini berjumlah 55 responden, terdiri dari 27 laki-laki dan 28 perempuan. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang disusun sendiri oleh peneliti. Adapun skala yang digunakan adalah skala stres kerja dengan mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Beehr dan Newman (Luthans, 2006) dan skala intensi turnover dengan mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Mobley (1986) . Metode analisis data dalam penelitian ini yaitu menggunakan program SPSS versi 16.0 for Windows. Hasil uji normalitas menunjukkan nilai dari variabel stres kerja K-SZ = 0,915; p = 0,372, sedangkan nilai dari variabel intensi turnover K-SZ = 0,584; p = 0,855. Dari hasil kedua variabel ini menunjukkan sebaran data normal. Akan tetapi, hasil uji linieritas stres kerja dengan intensi turnover menunjukka nilai F = 0,914; p = 0,347 (p > 0,05). Dari hasil uji linieritas ini menunjukkan tidak linier karena p > 0,05. Sehingga metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik non-parametic dari Spearman. Hasil yang diperoleh dari analisis data menunjukkan angka korelasi sebesar r = 0,076 dan p = 0,582 (p > 0,01) yang artinya tidak ada hubungan positif yang sangat antara stres kerja dengan intensi turnover pada karyawan. Jadi hipotesis yang diajukan pada penelitian ini ditolak. Kata Kunci : Intensi Turnover, Stres Kerja
4
PENGANTAR Organisasi merupakan tempat terjadinya interaksi berbagai komponen, baik sumber daya manusia, sumber daya finansial, sumber daya fisik maupun sumber daya informasi. Pada komponen sumber daya manusia dalam hal ini karyawan merupakan bagian yang sangat penting, jika karyawan mengalami gangguan atau hambatan maka tidak dapat disangkal lagi akan menjadikan penurunan produktivitasnya dalam organisasi. Setiap perusahaan atau organisasi mempunyai visi dan misi yang akan dicapai. Produktivitas sangat penting bagi organisasi untuk dikelola dengan baik agar dapat membantu tercapainya visi dan misi dari organisasi. Karyawan adalah salah satu aset yang ikut ambil bagian dalam membantu pencapaian tujuan organisasi. Pihak organisasi harus proaktif dan memberikan fasilitas yang memuaskan bagi para karyawannya agar organisasi dapat bertahan dan berkembang serta dapat meningkatkan produktivitas para karyawannya. Masalah yang akhir-akhir ini sering menjadi perbincangan adalah keinginan berpindah kerja (turnover) yang dilakukan oleh karyawan. Terjadinya turnover merupakan suatu hal yang tidak dikehendaki oleh perusahaan. Turnover karyawan memang merupakan masalah klasik yang sudah dihadapipara pengusaha sejak era revolusi industri. Menurut McKinnon (Novliadi, 2001) kondisi lingkungan kerja yang buruk, upah yang terlalu rendah, jam kerja ynag melewati batas serta tidak ada jaminan sosial merupakan penyebab utama timbulnya turnover. Turnover biasanya merupakan keputusan akhir yang dilakukan oleh karyawan apabila karyawan tidak
5
mendapati kondisi kerja yang tidak sesuai lagi dengan apa yang diharapkannya dan berusaha mencari pekerjaan yang lain. Gejala yang dapat diamati pada karyawan yang memiliki turnover selain berusaha mencari lowongan kerja dan merasa tidak nyaman bekerja di perusahaan juga memiliki gejala-gejala sering mengeluh, merasa tidak senang dengan pekerjaan, pernyataan bernada negatif dan tidak mau peduli dengan perusahaan tempatnya bekerja. Keluhan yang disampaikan bervariasi dari masalah pekerjaan, hubungan dengan rekan kerja, hubungan dengan atasan, kebijakan perusahaan dan beraneka masalah lain yang dialaminya selama bekerja. Suartana (Toly, 2001) memandang bahwa turnover harus disikapi sebagai suatu fenomena dan perilaku manusia yang penting dalam kehidupan organisasi dari sudut pandang individu maupun sosial, mengingat bahwa tingkat keinginan berpindah karyawan tersebut akan mempunyai dampak yang cukup signifikan bagi perusahaan dan individu yang bersangkutan. Perusahaan terkadang juga memerlukan turnover terutama bagi karyawan yang memiliki kinerja rendah, namun tingkat turnover tersebut harus diupayakan agar tidak terlalu tinggi sehingga perusahaan masih memiliki kesempatan untuk memperoleh manfaat atau keuntungan atas peningkatan kinerja dari karyawan baru yang lebih besar dibanding biaya rekrutmen yang ditanggung perusahaan (Toly, 2001). Fenomena intensi turnover terjadi pada karyawan marketing PT. Aseli Dagadu Djokjda. Dimana pada perusahaan ini mengalami tingkat intensi turnover 25 %
6
hingga 35 % setiap tahun pada karyawan marketing yang ditinjau dari kepuasan kerja (Sari, 2007). Turnover yang terjadi merugikan organisasi baik dari segi biaya, sumber daya, maupun motivasi karyawan. Turnover yang terjadi berarti perusahaan tersebut kehilangan sejumlah tenaga kerja. Kehilangan ini harus diganti dengan karyawan baru. Perusahaan harus mengeluarkan biaya mulai dari perekrutan hingga mendapatkan tenaga kerja siap pakai. Keluarnya karyawan berarti ada posisi tertentu yang lowong dan harus segera diisi. Selama masa lowong maka tenaga kerja yang ada kadang tidak sesuai dengan tugas yang ada sehingga menjadi terbengkalai. Karyawan yang tertinggal akan terpengaruh motivasi dan semangat kerjanya. Karyawan yang sebelumnya tidak berusaha mencari pekerjaan baru akan mulai mencari lowongan kerja, yang kemudian akan melakukan turnover. Hal ini jelas membawa kerugian bagi perusahaan. Akan tetapi, tidak semua dampak dari turnover selalu negatif. Ada kalanya turnover akan berdampak positif terhadap organisasi. Dampak positif yang dapat diambil oleh organisasi kerja dari adanya turnover antara lain : adanya pergantian bagi mereka yang kurang berprestasi, adanya pembaharuan yang dibawa oleh karyawan baru dan juga dapat berdampak pada berkurangnya konflik pada organisasi kerja karena karyawan yang keluar adalah karyawan penyebab konflik. Tidak sedikit perusahaan-perusahaan besar di Indonesia yang mengalami kejadian seperti tersebut di atas. CV. Sumber Baru Motor Yogyakarta pun tidak luput mengalami permasalahan turnover. Perusahaan yang bergerak dalam bidang otomotif ini sering mengalami
7
pergantian karyawan dengan cepat, yang akhirnya membuat perusahaan merekrut karyawan baru dalam waktu yang singkat dan memberikan trainning knowledge pada karyawan baru tersebut. Dimana hal ini berdasarkan hasil obeservasi dan interview dengan Bapak Didit Setiadi selaku KA. Personalia CV. Sumber Baru Motor Yogyakarta bahwa banyak karyawan yang melakukan turnover pada masing-masing jenis pekerjaan, terutama pada bagian marketing yaitu pada kisaran 20 % hingga 40 % tiap tahunnya. Hal ini dikarenakan perbaikan kesejahteraan karyawan yang diberikan oleh perusahaan tidak sepenuhnya sesuai dengan keinginan karyawan dan ketidakmampuan karyawan dalam pekerjaannya, sehingga kemungkinan karyawan mengalami stres. Misalnya pemberian gaji akan diberikan kepada karyawan marketing setelah mereka mampu menjual tiga unit motor dalam satu bulan, tidak ada jaminan kesehatan dan uang lembur yang diberikan pada karyawan marketing. Hal ini mengakibatkan performansi karyawan menjadi menurun dalam bekerja, sehingga karyawan melakukan turnover dan perusahaan yang ditinggalkannya ini mengalami kerugian yang besar. Rohman (2004) menambahkan bahwa karyawan marketing harus memiliki keyakinan akan kemampuan dalam menjalankan tugas yang diberikan oleh perusahaan, serta kemantapan diri dalam menentukan tindakan-tindakan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya. Sehingga mampu mengurangi tingkat stres pada karyawan marketing. Faktor stres kerja dapat diduga berperan dalam mengungkap turnover. Dalam hal ini
NIOSH Research (Widhiastuti, 2002) berpendapat bahwa stres kerja
merupakan keadaan respon fisik dan emosi yang muncul ketika persyaratan-
8
persyaratan kerja tidak sesuai dengan kapabilitas, sumber daya atau kebutuhan dari karyawan. Pendapat ini didukung oleh Beehr dan Newman (Nuzulia, 2005) bahwa stres kerja merupakan suatu interaksi antara kondisi kerja dengan sifat-sifat pekerja yang mengubah fungsi fisik maupun psikis yang normal. Muchinsky (Nurhayati, 2005) mengungkapkan bahwa individu dalam suatu organisasi akan selalu berinteraksi dengan lingkungannya, akan tetapi interaksi tersebut tidak selalu menguntungkan. Interaksi yang sesuai antar komponen kerja akan menghasilkan performansi tinggi, serta tingkat stres yang rendah. Sedangkan, apabila interaksi tidak harmonis maka akan mengakibatkan performansi rendah dan tingkat stres menjadi tinggi. Kartono (Lenny dkk, 2006) berpendapat bahwa gejala dari performansi rendah itu muncul dalam diri seseorang apabila terus-menerus mengerjakan suatu tugas pekerjaan dalam waktu yang lama yang dapat mengakibatkan kelelahan. Kelelahan merupakan isyarat bahwa energi tubuh menjadi susut sehingga membuat segenap fungsi jasmaniah dan rohaniah bekerja tidak efisien, yang kemudian menimbulkan ketegangan-ketegangan yang mengakibatkan stres. Dampak stres dalam pekerjaan menyebabkan menurunnya efisiensi kerja dan produktivitas kerja, dengan gangguan mood dan emosional, serta kehilangan gairah kerja (Kompas, 2001). Penurunan kinerja yang mengakibatkan stres juga dapat menjadikan perusahaan menghadapi fleksibilitas karyawan yang tinggi. Fleksibilitas karyawan ditandai dengan berpindahnya karyawan dari satu fungsi ke fungsi lain,
9
dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya atau dari satu negara ke negara yang lainnya. Fenomena stres kerja pada karyawan marketing juga terjadi pada PT. Lion Metal Works Jakarta. Dimana fakta menunjukkan bahwa tingkat stres kerja yang tinggi pada karyawan marketing di perusahaan tersebut disebabkan oleh karyawan yang kurang memiliki keyakinan dan kemampuan dalam menjalankan pekerjaannya. Hal ini dikarenakan bahwa keyakinan dan kemampuan kerja berpengaruh besar terhadap kinerja karyawan (Yuliarti, 2007). Fakta lain mengungkapkan bahwa Bank HSBC juga mengalami permasalahan stres kerja yang dialami oleh karyawan marketing. Selama lebih dari 120 tahun, HSBC (lebih dikenal dengan The Hongkong and Shanghai Corporation Limited) telah melayani nasabah di Indonesia dengan tujuan untuk memajukan perdagangan dan kesempatan penanaman modal. Dalam struktur organisasi Bank HSBC, karyawan bagian pemasaran (marketing) memegang peranan penting dalam memasarkan produk perusahaan, seperti Reksa Dana dan Deposito. Sehingga karyawan bagian pemasaran pada Bank HSBC memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk terkena stres. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah lingkungan kerja fisik, individu, kelompok dan organisasi (Permatasari, 2006). Berdasarkan fakta-fakta maupun data-data di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti seberapa jauh hubungan antara stres kerja dengan intensi turnover pada karyawan.
10
METODE PENELITIAN
A. Subjek Penelitian Subjek penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah karyawan tidak tetap bagian marketing CV. Sumber Baru Motor Yogyakarta.
B. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Peneliti akan menggunakan dua buah skala untuk mengukur kedua variabel, yaitu: 1. Skala Intensi Turnover Skala intensi turnover yang digunakan merupakan skala modifikasi dari Novliadi (2001) berdasarkan teori-teori intensi turnover yang dijelaskan oleh Mobley (1986). Skala intensi turnover di sini terdiri dari tiga aspek; berpikir untuk keluar atau mengundurkan diri (thingking of quiting), intensi untuk mencari alternatif pekerjaan lain (intention to search), intensi untuk keluar atau mengundurkan diri (intention to quit). Skala yang digunakan dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti menurut kriteria-kriteria yang sesuai dengan aspek yang hendak diukur. 2. Skala Stres Kerja Skala stres kerja disusun berdasarkan teori-teori stres kerja. Skala Stres Kerja di sini menyangkut aspek psikis, fisik dan perilaku yang dikemukakan oleh Beehr dan
11
Newman (Luthans, 2006). Skala yang digunakan dalam penelitian ini disusun sendiri oleh peneliti menurut kriteria-kriteria yang sesuai dengan aspek yang hendak diukur.
C. Metode Analisis Data Penelitian ini termasuk jenis penelitian korelasional, yaitu mencari hubungan positif antara stres kerja dengan intensi turnover pada karyawan. Untuk metode analisis data, peneliti menggunakan analisis staristik. Penelitian ini menggunakan statistik korelasi product moment Pearson. Teknik korelasi ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara stres kerja dengan intensi turnover pada karyawan. Dalam pengolahan data, peneliti menggunakan program komputer SPSS 16.0 for Windows.
HASIL PENELITIAN 1. Hasil Uji Asumsi Uji asumsi dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan analisis data. Uji asumsi ini meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Uji normalitas dan uji linieritas merupakan syarat sebelum dilakukannya pengetesan nilai korelasi, dengan maksud agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya ditarik (Hadi, 2000).
12
a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah variabel penelitian ini terdistribusi secara normal atau tidak. Kaidah yang digunakan yaitu jika p > 0,05 maka sebaran data normal, sedangkan jika p < 0,05 maka sebaran data tidak normal. Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa hasil sebaran skor variabel intensi turnover adalah normal dengan nilai K-SZ = 0,584 atau p = 0,855 (p > 0,05). Untuk sebaran variabel stres kerja juga menunjukan hasil yang normal dengan nilai K-SZ = 0,915 atau p = 0,372 (p > 0,05). b. Uji Linieritas Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel stres kerja dan intensi turnover memiliki hubungan yang linear. Hubungan antara kedua variabel dikatakan linier apabila p < 0,05 begitu pula sebaliknya, hubungan antara kedua variabel dikatakan tidak linier apabila p > 0,05. Hasil uji linearitas terhadap variabel stres kerja dengan intensi turnover diperoleh hasil F = 0,914 dengan p = 0,347 maka dapat dikatakan bahwa variabel stres kerja dengan intensi turnover mempunyai korelasi yang tidak linear karena p > 0,05. 2. Uji Hipotesis Uji hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi nonparametric dari Spearman, karena kedua variabel tidak memenuhi syarat uji uji linearitas, yaitu skor kedua variabel berdistribusi normal tetapi kedua variabel
13
tersebut tidak mempunyai hubungan yang linear dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows. Analisis yang digunakan menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara variabel stres kerja dan intensi turnover sebesar rxy = 0,076 dengan p = 0,582 (p > 0,01). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara stres kerja dengan intensi turnover, dengan demikian hipotesis yang diajukan ditolak. 3. Analisis Tambahan Uji beda dalam penelitian ini dilakukan sebagai analisis tambahan terhadap subjek penelitian. Uji beda dilakukan dengan uji-t (t-test for independent sample) untuk membedakan stres kerja dan intensi turnover pada karyawan marketing ditinjau dari jenis kelamin, usia dan lama bekerja. Hasil dari analisis tambahan ini adalah bahwa tidak ada perbedaan stres kerja dan intensi turnover pada karyawan marketing tidak tetap ditinjau dari jenis kelamin, usia dan lama bekerja. Hal ini ditandai dengan nilai P yang menunjukkan P > 0,05.
PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan hipotesis bahwa tidak ada hubungan positif antara stres kerja dengan intensi turnover pada karyawan. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis korelasi menggunakan non-parametric dari Spearman yaitu koefisien korelasi (r) sebesar 0,076 dengan p = 0,582 atau p > 0,01. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ditolak.
14
Hasil analisis yang mengatakan tidak ada hubungan positif antara stres kerja dengan intensi turnover dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti dapat dikarenakan oleh data yang diperoleh tidak linear (F = 0,914 dengan p = 0,347; p > 0,05). Tidak linear ini penelitian ini dikarenakan subjek yang digunakan adalah karyawan marketing tidak tetap. Sehingga sebaran dari data-data tersebut tidak merata dan banyak data yang tidak mengikuti garis lurus. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Hadi (2000) bahwa data dapat dikatakan linear apabila dibuat diagram pencaran (scatter diagram) dari nilai-nilai variabel X dan Y, maka dapat ditarik garis lurus pada pancaran titik-titik kedua nilai variabel tersebut. Tidak konsistennya subjek dalam menjawab pernyataan-pernyataan dalam angket penelitian khususnya pada skala intensi turnover dapat sebagai penyebab hipotesis ini ditolak. Dimana hasil observasi dan interview dalam latar belakang masalah menunjukkan tingkat turnover yang tinggi dalam perusahaan ini, sedangkan pada hasil analisis menunjukkan tingkat intensi turnover yang sedang. Faktor yang mempengaruhi intensi turnover selain stres kerja yaitu faktor ekonomi, oganisasi, individu dan budaya perusahaan. Mobley (1986) mengemukakan faktor ekonomi ditunjukkan oleh tingkat pengangguran dan tersedianya pekerjaan. Apabila pengangguran meningkat, maka tingkat turnover karyawan menurun dan sebaliknya. Jika tingkat lapangan pekerjaan meningkat, maka tingkat turnover karyawan meningkat. Banyaknya alternatif pekerjaan yang tersedia di luar, disinyalir mendorong karyawan untuk mencari pekerjaan lain yang dianggap lebih
15
menguntungkan dari sebelumnya. Faktor ekonomi menjadi sumber terjadinya turnover (Ongori, 2007). Dimana ketika kondisi ekonomi dalam suatu daerah baik maka ini akan membuat kondisi bisnis di daerah tersebut stabil. Menurut Idson dan Feaster (Ongori, 2007) akan ada banyak organisasi atau perusahaan yang menyediakan kesempatan yang lebih untuk para karyawan. Tipe organisasi dan besar kecilnya organisasi merupakan faktor yang dianggap mempengaruhi intensi turnover pada karyawan. Situasi organisasi yang tidak stabil membuat karyawan cenderung untuk berhenti dan mencari organisasi yang lebih stabil, karena pada organisasi yang stabil karyawan mudah untuk meramalkan kemajuan karir mereka. Berarti di sini kestabilan organisasi juga turut mempengaruhi terjadi turnover pada karyawan (Ongori, 2007). Faktor individu meliputi faktor demografik dan pribadi yang memiliki pengaruh terhadap intensi turnover juga, seperti: usia, masa jabatan, jenis kelamin, tingkat pendidikan, minat, bakat dan kemampuan, dan kepuasan kerja. Porter dan Steers (Mobley, 1986) mengatakan bahwa karyawan yang lebih muda mempunyai kemungkinan kesempatan yang lebih banyak untuk mendapat pekerjaan yang baru dan memiliki tanggung jawab kekeluargaan yang lebih kecil, sehingga dengan demikian lebih mempermudah mobilitas pekerjaan. Hal ini sejalan dengan penelitianpenelitian terdahulu mengemukakan bahwa adanya hubungan negatif antara usia dengan turnover. Gilmer (Novliadi, 2001) berpendapat bahwa tingkat turnover yang cenderung tinggi pada karyawan yang berusia muda. Hal ini disebabkan karena
16
mereka masih memiliki keringinan untuk mencoba-coba pekerjaan serta ingin mendapatkan keyakinan diri lebih besar melalui coba-coba tersebut. Masa jabatan merupakan faktor yang memiliki hubungan dengan turnover. Dimana turnover lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa jabatan yang singkat (Mobley, 1986). Hasil penelitian yang diperoleh dari Prihastuti (Novliadi, 2001) menunjukkan bahwa adanya korelasi negatif antara masa kerja dengan turnover. Semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan turnovernya. Hasil dari analisis tambahan dalam penelitian ini mununjukkan bahwa tidak adanya perbedaan stres kerja dengan intensi turnover pada karyawan marketing tidak tetap ditinjau dari jenis kelamin, usia, dan lama bekerja. hal ini dapat disebabkan karyawan memiliki kemampuan, pengalaman maupun minat yang hampir sama. Karyawan yang memiliki intelegensi dan berpendidikan tinggi dapat mempengaruhi intensi turnover, seperti yang dikatakan oleh Price (Mobley, 1986), tingkat inteligensi berpengaruh pada dorongan turnover. Dikatakan sebagai pengaruh yaitu dimana individu yang mempunyai tingkat inteligensi tidak terlalu tinggi akan memandang tugas-tugas yang susah sebagai tekanan dan sumber kecemasan. Sebaliknya, individu yang mempunyai tingkat inteligensi yang lebih tinggi akan merasa cepat bosan dengan pekerjaan yang monoton. Menurut Handoyo (Puspasari, 2005), karyawan yang memiliki tingkat inteligensi yang lebih tinggi akan lebih berani keluar dan mencari pekerjaan baru daripada mereka yang tingkat pendidikannya terbatas.
17
Faktor lain yang mempengaruhi intensi turnover yaitu minat. Dimana minat yang dimiliki oleh individu dalam bekerja sangat berpengaruh dengan kondisi dirinya. Menurut Porter & Steers serta Muchinsky & Tuttle (Mobley, 1986) mengemukakan semakin besar minat yang dimiliki oleh individu maka semakin rendah intensi turnover. Munculnya minat pada karyawan menciptakan motivasi bekerja guna mencapai prestasi kerja yang sesuai dengan keinginan. Prestasi kerja yang diharapkan oleh karyawan yaitu memperoleh reward yang sesuai dengan yang mereka harapkan. Misalnya peningkatan gaji, kenaikan jabatan dan lain sebagainya. dengan memperoleh reward seperti ini, maka menimbulkan harapan yang baru yang lebih tinggi. Sehingga karyawan termotivasi untuk berusaha memperoleh hasil kerja yang lebih baik lagi. Selain itu, bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan juga mempengaruhi tingkat turnover (Mobley, 1986). Jika individu tidak memiliki bakat dan kemampuan yang seimbang ataupun tidak sesuai dengan pekerjaannya, maka individu tersebut akan memiliki keinginan untuk keluar dari perusahaan. Kepuasan kerja karyawan merupakan faktor yang mempengaruhi intensi turnover juga. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Pareke dkk (Nasution, 2006) dan Novliadi (2001) yang menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara kepuasan kerja dengan keinginan berpindah. Semakin tinggi kepuasan kerja maka semakin rendah keinginan untuk berpindah. Budaya organisasi yang terdapat dalam suatu perusahaan memiliki pengaruh terhadap intensi turnover. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian dari Novliadi (2001) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan budaya perusahaan dengan intensi
18
turnover yang bersifat negatif. Robbins (1998) juga mengungkapkan bahwa budaya perusahaan yang cukup besar terhadap perilaku karyawan dan secara langsung mengurangi turnover. Dalam budaya yang kuat, nilai-nilai utama dalam sebuah organisasi atau perusahaan sangat dipegang teguh dan tertanam pada seluruh karyawannya. Semakin banyak karyawan yang menerima nilai-nilai tersebutdan semakin besar komitmen terhadapnya maka semakin kuat budaya perusahaan itu. Faktor-faktor intensi turnover yang telah diungkapkan di atas menggambarkan seberapa besar keyakinan karyawan untuk memutuskan meninggalkan ataupun bertahan pada pekerjaannya tersebut. Dengan adanya sikap tersebut, hal ini didukung dengan sikap normatif yaitu keyakinan untuk mengambil keputusan melakukan tindakan turnover yang didukung oleh keadaan lingkungannya dan bukan dikarenakan faktor stres kerja. Penelitian ini menggunakan subjek karyawan bagian marketing tidak tetap CV. Sumber Baru Motor Yogyakarta. Dalam penelitian ini memiliki banyak keterbatasan diantaranya adalah jumlah subjek yang digunakan tidak terlalu banyak oleh peneliti, hal ini dikarenakan subjek penelitian sibuk dengan pekerjaannya yang dikerjakan di luar kantor. Banyaknya aitem yang gugur pada variabel stres kerja juga merupakan kelemahan dari penelitian ini, hal tersebut dikarenakan peneliti kurang cermat dalam menyusun aitem sehingga kurang dapat mengukur stres kerja yang dialami oleh subjek penelitian. Selain itu, pada saat uji coba maupun pengambilan data penelitian membutuhkan waktu yang cukup lama, hal ini dikarenakan subjek penelitian yang
19
peneliti gunakan menjalankan tugas pekerjaannya di luar kantor. Namun begitu, secara keseluruhan penelitian ini telah berjalan dengan lancar.
20
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Dampak Stres Pada Pekerjaan. Kompas 3 Agustus 2001. Jakarta: Surat Kabar Harian. Hadi, S. 2000. Statistik Jilid 2. Yogyakarta: Andi. Lenny, Irma, dkk. 2006. Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Stres Kerja Pada Perawat Di Rumah Sakit Umum Daerah Pekanbaru. Jurnal Psikologi, Vol. 2, No. 1, 11- 17. Luthans, F. 2006. Perilaku Organisasi Edisi Sepuluh. Yogyakarta: Andi. Mobley, H. William. 1986. Pergantian Karyawan : Sebab Akibat Dan Pengendaliannya. Jakarta : PT. Pustaka Binaman Pressindo. Novliadi, Ferry. 2001. Intensi Turnover Karyawan ditinjau sdari Budaya Perusahaan dan Kepuasan Kerja. Skripsi. (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Nurhayati. 2005. Hubungan antara Persepsi Karyawan terhadap Kemampuan Mendengarkan Aktif Atasan dengan Tingkat Stres Kerja Karyawan. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Nuzulia, S. 2005. Peran Self-Efficacy Dan Strategi Coping Terhadap Hubungan Antara Stressor Kerja Dan Stres Kerja. Jurnal Psikologika, No. 19. Ongori, Henry. 2007. A Review Of The Literature On Employee Turnover. African Journal Of Business Management. Permatasari, H. 2006. Pengaruh Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Bagian Pemasaran Pada Bank HSBC Di Surabaya. http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2006-handayanip2883&node=356&start=131&PHPSESSID=d1d1da53d1997f16e72bc038d69ee 2dc. 18 Desember 2008 Puspasari, K. 2005. Intensi Turnover Ditinjau Dari Kepuasan Terhadap Imbalan. Skripsi (Tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
21
Rahmawati, F., Y. 2003. Intensi Turnover Ditinjau Dari Strategi Coping Yang Dikembangkan Karyawan. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Robbins, S. P. 1998. Organizational Behavior: Concepts, Controversies, And Application Eight Edition. Engelwood Cliffs: Prentice-Hall. Sari, E., K. 2007. Intensi Turnover Karyawan Ditinjau Dari Kepuasan Kerja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Siagian, S., P. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Toly, A., A. 2001. Analisis Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Turnover Intentions Pada Staf Kantor Akuntan Publik. Jurnal Akuntansi & Keuangan, Vol. 3, No. 2, 102- 122. Widhiastuti, Hardani. 2002. Studi Meta – Analisis Tentang Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Prestasi Kerja. Jurnal Psikologi, No. 1. Widyasari, Putri. 2007. Stres kerja. http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/streskerja.html. 3 april 2008 Yuliarti, A. 2007. Hubungan Antara Kepuasan Terhadap Imbalan Kerja Dengan Intensi Turnover. http://etd.library.ums.ac.id/go.php?id=jtptums-gdl-s1-2007yuliartiai-7755&node=1167&start=26. 18 Desember 2008
22
Identitas Penulis Nama
: Nina Septyani
Alamat
: Jl. Swadaya RT. 32 No. 37 Balikpapan, Kal-Tim
No HP
: 0817 973 7343