HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN OTORITER DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN
Naskah Publikasi
Disusun Oleh: EVID MAFTUKHAH F 100 080 197
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN OTORITER DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN
Naskah Publikasi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi
Diajukan oleh: EVID MAFTUKHAH F 100 080 197
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015
ii
02
i
ABSTRAKSI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN OTORITER DENGAN INTENSI TURNOVER KARYAWAN Evid Maftukhah Mohammad Amir
[email protected] Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Di era global saat ini, sumber daya manusia yang berkompeten dan berkualitas sangat dibutuhkan, baik itu untuk perusahaan maupun instansi lain yang ingin meningkatkan kinerja dan hasil dari perusahaan. Akan tetapi ada hal yang perlu diingat, bahwa tidak selamanya perusahaan akan berjalan dengan baik dengan kondisi karyawan yang serba terbatas, banyaknya faktor penghalang salah satunya yakni intensi turnover karyawan. Intensi turnover mengakibatkan perusahaan merugi karena banyaknya anggaran untuk rekruitmen serta memulai dari awal bagi pekerja baru, sehingga adaptasipun perlu waktu lama. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan intensi turnover karyawan; 2) mengetahui seberapa besar peranan persepsi terhadap kepemimpinan otoriter terhadap intensi turnover karyawan; 3) mengetahui tingkat persepsi terhadap kepemimpinan otoriter; 4) mengetahui tingkat intensi turnover karyawan. Hipotesis yang diajukan “Ada hubungan positif antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan intensi turnover karyawan”. Subjek penelitian adalah 40 karyawan Toko Tekstil Mac Mohan yang memiliki pengalaman di atas 3 tahun. Alat pengumpulan data menggunakan skala persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dan skala intensi turnover karyawan. Metode analisis data menggunakan teknik korelasi product moment. Hasil analisis korelasi product moment diperoleh koefisien korelasi r sebesar 0,552; p = 0,000 (p < 0,01) berarti ada hubungan positif sangat signifikan antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan intensi turnover. Sumbangan persepsi terhadap kepemimpinan otoriter terhadap intensi turnover sebesar 30,5%. Persepsi terhadap kepemimpinan otoriter subjek penelitian tergolong sedang. Intensi turnover subjek penelitian tergolong rendah. Kata kunci : persepsi terhadap kepemimpinan otoriter, intensi turnover, Mac Mohan Surakarta.
v
keluar dari perusahaan. Yaitu dengan datang terlambat, membolos, kurang antusias atau kurang memiliki keinginan untuk berusaha dengan baik. (Russ dan McNeily dalam Panggabean, 2004). Pentingnya peran dari seorang pemimpin dalam sebuah perusahaan menjadi fokus yang menarik untuk diteliti dan tingkat intensi turnover sebagai bukti peran pimpinan yang dirasa kurang memihak terhadap karyawan. Banyak yang menyatakan kepemimpinan merupakan suatu unsur kunci dalam perjalanan perusahaan atau organisasi dan karyawan sebagai alat penunjang dari keberhasilan perusahaan. Sehingga perlu adanya pimpinan yang berjiwa pemimpin, dalam hal ini seorang pemimpin memiliki sifat-sifat standar dari pemimpin. Di era global saat ini, sumber daya manusia yang berkompeten dan berkualitas sangat dibutuhkan, baik itu untuk perusahaan maupun instansi lain yang ingin meningkatkan kinerja dan hasil dari perusahaan. Akan tetapi ada hal yang perlu diingat, bahwa tidak selamanya perusahaan akan berjalan dengan baik dengan kondisi karyawan yang serba terbatas, banyaknya faktor penghalang salah satunya yakni intensi turnover karyawan. Turnover menurut Novliadi (2007) adalah keluar atau berpindahnya karyawan dari perusahaan baik secara sukarela maupun terpaksa dan disertai pemberian imbalan. Intensi turnover pada karyawan dapat diakibatkan dari berbagai faktor, diantaranya ketidak puasan karyawan akan kepemimpinan,
PENGANTAR Tingkat turnover karyawan masih menjadi pembahasan yang paling intens dan penting saat ini bahkan dimasa yang akan datang, karena perusahaan tidak akan berkembang tanpa adanya karyawan, apalagi karyawan tersebut memiliki trade recored yang baik. Karyawan sebagai tenaga ahli dalam bidang produksi perusahaan dan dapat menghasilkan produk yang perusahaan inginkan. Upaya mengatasi segala macam permasalahan yang menyangkut masalah ketenagakerjaan tersebut, harus dapat dicari suatu jalan yang terbaik bagi keduanya yaitu bagi perusahaan dan para karyawan, sebab apabila masalah ketenagakerjaan ini berlarut-larut, tidak adil dan tidak terselesaikan, maka akan menyebabkan karyawan tidak taat pada peraturan perusahaan, misalnya ogah-ogahan dalam bekerja, mangkir atau membolos kerja, tidak bertanggung jawab atas pekerjaannya, kurang bisa bekerjasama bahkan keluar dari pekerjaan tersebut. Terlebih jika kepindahan kerja karyawan terjadi dalam lini menengah, kerugian yang ditanggung perusahaan akan semakin membengkak. Apabila karyawan mulai berpikir untuk pindah kerja, maka mereka akan sibuk untuk mencari kesempatan kerja di luar dan secara aktif akan mencarinya, dan jika mereka memperoleh kesempatan yang lebih baik mereka akan pindah kerja. Namun jika kesempatan itu tidak tersedia atau yang tidak tersedia tidak lebih baik daripada yang sekarang/kurang menarik, maka secara emosional dan mental mereka akan
1
pembayaran yang diterima dan internal perusahaan itu sendiri. Faktor penghalang kinerja perusahaan yang muncul dari tingkat intensi turnover karyawan, terjadi pada obyek penelitian saat ini. Adanya intensi turnover pada karyawan Mac Mohan menjadikan bahan evaluasi bagi manajemen dalam mengelola perusahaan untuk keluar dari permasalahan tersebut. Adanya intensi turnover yang selama ini terjadi, mengakibatkan perusahaan merugi karena banyaknya anggaran untuk rekruitmen serta memulai dari awal bagi pekerja baru, sehingga adaptasipun perlu waktu lama. Adapun setiap harinya pelanggan banyak yang tidak terlayani, karena minimnya karyawan yang bekerja, hal tersebut mengakibatkan konsumen kurang merasa puas dengan pelayanan yang ada. Kepemimpinan otoriter dari seorang pemimpin dapat berdampak positif bagi perusahaan atau bahkan dapat menjadi blunder dari apa yang telah diperbuat oleh pimpinan. Sehingga dari sikap dan gaya kepemimpinannya, pemimpin yang otoriter dapat merusak sistem kerja perusahaan. Setiap pimpinan akan melakukan suatu untuk mendapatkan mimpinya, akan tetapi tidak harus dengan gaya kepemimpinan otoriter. Sikap karyawan yang akan keluar dari tempat kerja merupakan bentuk kekecewaan terhadap manajemen atau pimpinan perusahaan. Sebaliknya dengan gaya kepemimpinan yang dapat merangkul seluruh karyawannya dan mengayomi dapat meningkatkan
kinerja karyawan serta merasa nyaman dalam kerjanya. Menurut Ramadhyaz (2012) menyebutkan ada 10 alasan karyawan mengundurkan diri, yaitu: Merasa tak dihargai, kompensasi yang tak cukup, merasa waktu libur tak cukup, perubahan manajemen, mesin dan alat Kantor yang ketinggalan jaman, target yang tak realistis, kurang dukungan manajemen, mencari tantangan baru, suasana kerja yang tak nyaman, dan mencari jalan lain untuk sukses. Alasan merasa tak dihargai, target yang realistis, dukungan manajemen, dan kerja yang tak nyaman ialah bentuk-bentuk ketidak puasan karyawan akan kepemimpinan perusahaan. Menurut Choi, Lee, Wan Ismail and Ahmad Jusoh (2012) dalam penelitiannya menyebutkan ada hubungan antara gaya kepemimpinan dengan turnover karyawan, akan tetapi hal tersebut tidaklah signifikan. Artinya terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan dengan turnover karyawan, akan tetapi tidaklah kuat. Uraian di atas dapat diketahui bahwa persepsi terhadap kepemimpinan otoriter mempunyai hubungan dan pengaruh terhadap intensi turnover karyawan. Adanya hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan intensi turnover karyawan telah dinyatakan dalam penelitian terdahulu, yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan dengan turnover karyawan, akan tetapi hal tersebut tidaklah signifikan. Sehingga perusahaan dan pimpinan harus dapat menggunakan jabatannya
2
secara baik, supaya bawahan atau karyawan dan atasan dapat hidup berdampingan.Penelitian ini hipotesisnya adalah “Ada hubungan positif antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan intensi turnover karyawan”. Artinya, adanya peningkatan persepsi terhadap kepemimpinan otoriter mengakibatkan semakin tingginya tingkat intensi turnover pada karyawan. Sebaliknya jika terdapat kecenderungan penurunan persepsi terhadap kepemimpinan otoriter maka akan diikuti penurunan tingkat intensi turnover pada karyawan.
r sebesar 0,552; p = 0,000 (p < 0,01) berarti ada hubungan positif sangat signifikan antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan intensi turnover. Semakin tinggi persepsi terhadap kepemimpinan otoriter maka semakin tinggi pula intensi turnover, dan sebaliknya semakin rendah persepsi terhadap kepemimpinan otoriter maka semakin rendah intensi turnover karyawan. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Lewin (Jewell & Siegall 1998) karakteristik pemimpin yang otoriter antara lain adalah didominasi yang sangat kuat, bawahan tidak memiliki hak memprotes kebijakan pimpinan, dalam pengambilan keputusan tidak melakukan negosiasi dengan berbagai pihak di luar satuan kerja yang bersangkutan. Komunikasi berjalan satu arah ke bawah, pemimpin atau atasan cenderung menjadi pribadi dalam pujian dan kecaman terhadap kerja setiap anggota dan mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukkan keahliannya. Selain itu pemimpin yang otoriter dalam pemberian petunjuk menekankan pada penyelesaian tugas ataupun kesempurnaan tugas dengan cara memotivasi orang-orang melalui rasa takut dan hukuman sebaliknya jarang memberikan penghargaan atau hadiah, sehingga dapat dikatakan jika kepemimpinan dipegang oleh orang yang mempunyai sikap otoriter tinggi, semuanya mutlak ada ditangan atasan atau pimpinan perusahaan. Artinya bawahan tidak dimintai pendapat atau gagasan terhadap keputusan yang diambil oleh pimpinan meskipun
METODE PENELITIAN Variabel - variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Intensi Turnover Karyawan sebagai variabel tergantung dan persepsi terhadap Kepemimpinan Otoriter sebagai variabel bebas. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah populasi dari karyawan Mac Mohan Beteng Trade Center(BTC) Surakarta, dimana datadata maupun identitas karyawan telah tercatat pada manajemen perusahaan. Pengambilan sampel menggunakan purposive sample sebanyak 40 karyawan. Alat ukur yang digunakan yaitu skala persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dan skala intensi turnover. Metode analisa data menggunakan teknik korelasi product moment dengan bantuan program SPSS for windows. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis korelasi product moment diperoleh koefisien korelasi
3
keputusan tersebut menyangkut kepentingan bawahan, Menurut Kartono (1998) tipe pemimpin otoriter ditandai dengan ciri-ciri sikap pemimpin yang kaku dan keras dalam menerapkan peraturan-peraturan maupun disiplin, bersikap memaksa dengan selalu menuntut kepatuhan karyawan, agar bertingkah laku seperti yang dikehendaki oleh pemimpin. Berbagai sikap pemimpin menurut apa yang dinggap terbaik oleh mereka sendiri, diantaranya adalah dengan hukuman dan sikap acuh tak acuh, sikap ini dapat menimbulkan ketegangan dan ketidaknyamanan, sehingga memungkinkan kericuhan di dalam perusahaan dan menyebabkan karyawan tidak betah bekerja di perusahaan. Nawawi (2003) menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan otoriter adalah perilaku kepemimpinan atau gaya kepemimpinan dalam mengimplementasikan fungsi-fungsi kepemimpinan sangat besar pengaruhnya dan bersifat sangat menentukan dalam mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuannya. Sehubungan dengan itu apabila perilaku kepemimpinan ditampilkan dalam bentuk tindakan tegas, keras, sepihak, tertutup pada kritik dan saran, mengancam setiap pelanggaran atau kesalahan anggota organisasi dangan sanksi/hukuman yang berat, tidak mengikutsertakan dan tidak memperbolehkan bawahan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan tidak mentoleransi terjadinya penyimpangan.
Pola kepemimpinan otoriter selalu memusatkan kekuasaan dan keputusan pada diri sendiri dan mendominasi dalam pengambilan kebijakan dengan tidak memperhatikan kondisi karyawan menyebabkan perilaku karyawan menjadi kurang terkontrol. Hal ini dapat menyebabkan karyawan kurang dapat mengelola perilaku kerja yang dimiliki, sehingga karyawan justru cenderung menerapkan sifat perfeksionis yang maladaptif, yaitu berusaha mencapai kesempurnaan dalam pelaksanaan tugas-tugas pekerjaan hanya untuk memenuhi tuntutan dari sang pemimpin tanpa mempertimbangkan kemampuan dan kekurangan yang dimiliki. Billwoods (dalam Dale,2001) mengungkapkan bahwa pemimpin otoriter adalah pemimpin yang membuat keputusan sendiri karena kekuasan terpusatkan dalam diri satu orang. Dengan tanggung jawab yang penuh dan ketatnya pengawasan maka setiap keputusan dipaksakan dengan menggunakan imbalan dan kekhawatiran akan dihukum. Jika ada komunikasi bersifat turun ke bawah. Bawahan akan merasa takut dan tidak pasti apabila wewenang dan kekuasaan pemimpin otoriter menjadi menekan. Rivai (2003) menambahkan gaya kepemimpinan otoriter yaitu pemimpin yang bertindak sebagai pemain tunggal. Kedudukan dan tugas karyawan semata-mata hanya sebagai pelaksana keputusan perintah bahkan kehendak pemimpin. Kemampuan bawahan dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa diperintah karena ia merasa dirinya lebih unggul
4
dibandingkan dengan bawahannya. Senada dengan pendapat di atas Terry (Kartono, 1998) mengemukakan tipe pemimpin otokratis pada intinya mendasarkan diri pada kekuasaan atau paksaan yang selalu harus dipatuhi, dirinya selalu mau berperan sebagai “pemain tunggal” pada “one man show” dan selalu merajai situasi.
memiliki persepsi terhadap kepemimpinan otoriter tinggi, terdapat 15 subjek (37,5%) memiliki persepsi terhadap kepemimpinan otoriter sedang, dan terdapat 15 subjek (37,5%) memiliki persepsi terhadap kepemimpinan otoriter rendah. Intensi turnover subjek penelitian tergolong rendah ditunjukkan oleh rerata empirik (RE) sebesar 61,25 dan rerata hipotetik sebesar =70. Hasil analisis perhitungan kategorisasi diketahui dari 40 subjek penelitian terdapat 1 subjek (2,5%) memiliki intensi turnover tinggi, terdapat 23 subjek (57,5%) memiliki intensi turnover sedang, 14 subjek (35%) memiliki intensi turnover rendah, dan terdapat 2 subjek (5%) memiliki intensi turnover sangat rendah.
Karyawan yang menilai kepemimpinan secara negatif maka akan merasa tertekan terus menerus atau stress yang berlarut-larut yang akan membawa kondisi karyawan menderita kelelahan baik fisik dan mental kondisi semacam ini jika ini tidak dapat diatasi maka karyawan merasa tidak betah lagi bekerja di perusahaan, sehingga terjadilah intensi turnover. Sumbangan efektif menunjukkan seberapa besar peran atau kontribusi variabel bebas terhadap variabel tergantung. Sumbangan persepsi terhadap kepemimpinan otoriter terhadap intensi turnover sebesar 30,5% (rsquare=0,305), sehingga masih terdapat 69,5% faktor lain yang mempengaruhi intensi turnover diluar variabel persepsi terhadap kepemimpinan otoriter : misalnya kondisi ruang kerja, upah, keterampilan kerja, dan supervisi. Berdasarkan hasil perhitungan kategorisasi diketahui persepsi terhadap kepemimpinan otoriter subjek penelitian tergolong sedang ditunjukkan oleh rerata empirik (RE) sebesar 97,53 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 102,5 Dari 40 subjek penelitian terdapat 10 subjek (25%)
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ada hubungan positif sangat signifikan antara persepsi terhadap kepemimpinan otoriter dengan intensi turnover. Semakin tinggi persepsi terhadap kepemimpinan otoriter maka semakin tinggi pula intensi turnover, begitu pula sebaliknya . 2. Sumbangan persepsi terhadap kepemimpinan otoriter terhadap intensi turnover sebesar 30,5% 3. Persepsi terhadap kepemimpinan otoriter subjek penelitian tergolong sedang. 4. Intensi turnover subjek penelitian tergolong rendah.
5
yang positif terhadap model kepemimpinan yang diterapkan diperusahaan. Untuk menghindari munculnya intensi turnover maka karyawan perlu memiliki keinginan kuat untuk tetap mempertahankan keanggotaan dalam perusahaan dengan menyeimbangkan tugas dan tanggung jawab kerja dengan kemampuan yang dimiliki, berusaha disiplin dan selalu semangat dalam bekerja, menjalin hubungan yang harmonis dengan pimpinan dan rekan kerja serta berusaha memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara :
1. Bagi Pimpinan Mac Mohan Surakarta Berdasarkan hasil penelitian diketahui persepsi terhadap kepemimpinan otoriter tergolong sedang, dari hasil ini maka pimpinan diharapkan menurunkan kondisi tersebut dengan berusaha menerapkan model kepemimpinan yang mampu mendorong karyawan untuk berperan aktif dalam memberikan ide, gagasan atau pendapat, memberikan dukungan dan motivasi, memberi gaji insentif dan fasilitas kerja yang memadai, serta menciptakan suasana yang aman dan nyaman dalam bekerja, sehingga karyawan akan merasa betah bekerja di tempat tersebut. Secara operasional hal tersebut dapat dilakukan dengan cara :
a. Disiplin dan taat dengan peraturan yang ditetapkan perusahaan dan bekerja sesuai dengan SOP yang ada di perusahaan. b. Tidak melakukan kesalahan yang dapat menyebabkan pelayanan kepada pelanggan menjadi terganggu. c. Bersedia menerima sanksi atau hukuman jika melakukan kesalahan secara sengaja.
a. Mengajak atau melibatkan bawahan untuk ikut berdisuksi ketika akan mengambil atau memutuskan kebijakan-kebijakan perusahaan. b. Tidak memberikan sanksi atau hukuman pada bawahan yang melakukan kesalahan sebelum benar-benar mengetahui alasannya. c.
3. Bagi peneliti selanjutnya Diharapkan lebih meningkatkan kualitas penelitian lebih lanjut khususnya yang berkaitan dengan hubungan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan otoriter dengan intensi turnover, misalnya membandingkan intensi turnover antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan, atapun menambah variabel-variabel lain yang belum diteliti, seperti kondisi
Mengajak bawahan dan keluarganya piknik atau rekreasi untuk menjalani keakraban dan keharmonisan antara bawahan dengan pimpinan.
2. Bagi karyawan Mac Mohan Surakarta Diharapkan mempertahankan intensi turnover yang sudah tergolong rendah dengan cara memiliki persepsi
6
ruang kerja, upah, keterampilan kerja, dan supervisi.
Locke,
Daftar Pustaka Agung, Anak KSA, dan Kusdewi Yanti. 2012. Pengaruh Kepemimpinan Dan Budaya Perusahaan Terhadap Turnover Karyawan Pada PT. Planet Selancar Mandiri, Badung Bali. Jurnal Manajemen & Akuntansi STIE Triatma Mulya. Vol 18,No. 2 Edisi Desember 2012, page 154167. Nawawi, H, 2003, Kepemimpinan yang Efektif, Yogyakarta, Gadjah Mada University. Kartono, K. 1998. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Dale T, A. 2001. Kepemimpinan (Seri Ilmu dan Seni Manajemen Bisnis). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Choi Sang Long, Lee Yean Thean, Wan Khairuzzaman Wan Ismail & Ahmad Jusoh. (2012). “Leadership Styles and Employees’ Turnover Intention: Exploratory Study of Academic Staff in a Malaysian College”. World Applied Sciences Journal, 2012. 19 (4): 575-581. Jewel, L.N, & Siegel Marc. (1998). Psikologi Industri/Organisasi Modern. Penerjemah: A. Hadyana Pudjaatmaka dan Maetasari. Jakarta: Penerbit Archan.
A.E. 1997. Esensi Kepemimpinan, Empat Kunci Untuk Memimpin dengan Keberhasilan (Terjemahan : Aris Ananda). Jakarta: Mitra Utama.
Novliadi, Ferry. 2007. “Intensi Trunover Karyawan Ditinjau dari Budaya Perusahaan dan Kepuasan Kerja”. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Ramadhyaz, Peppy. (2013). “10 Alasan Karyawan Mengundurkan Diri”. http://plasadana.com/detail.php?id =3359. Diakses pada jam 08:03 tanggal 03 April 2014.
7