NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN (Conscientiousness dan Openness to Experience) DENGAN INTENSI TURNOVER
Oleh: DIAN ANANDA EKA DEWANGGA HARYANTO FADHOLAN ROSYID
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
2
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN (Conscientiousness dan Openness to Experience) DENGAN INTENSI TURNOVER
Telah Disetujui Pada Tanggal
_______________________________
Dosen Pembimbing Utama
(Haryanto Fadholan R., Drs., MA)
3
HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN (Conscientiousness dan Openness to Experience) DENGAN INTENSI TURNOVER
Dian Ananda Eka Dewangga Haryanto Fadholan Rosyid
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara intensi turnover dengan kepribadian Conscientiousness dan Openness to Experience. Ada dua permasalahan yang dibicarakan dalam penelitian ini, pertama adalah ada hubungan negatif antara kepribadian Conscientiousness dengan intensi turnover, kedua adalah ada hubungan positif antara kepribadian Openness to Experience dengan intensi turnover. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan bagian produksi PT. Swakarya Indah Busana. Tehnik pengambilan subjek yang digunakan adalah teknik sampling purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Adapun skala yang digunakan adalah skala Intensi Turnover yang mengacu pada Mueller (2003) dan skala kepribadian Conscientiousness dan Openness to Experience yang mengacu pada Costa dan McCrae (dalam Pervin dan John, 2005). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 15,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara intensi turnover dengan kepribadian Conscientiousness dan Openness to Experience.
Kata Kunci : Intensi Turnover, Kepribadian Conscientiousness dan Openness to Experience
4
Pengantar Keluar masuknya karyawan dari organisasi adalah fenomena penting dalam kehidupan organisasi. Sebagai pengakuan terhadap kenyataan ini pergantian karyawan dimasukkan dalam bab-bab yang membicarakan tentang “keefektifan organisasi” (Streers dalam Mobley, 1986). Pergantian karyawan harus dianggap sebagai perilaku manusia yang penting, baik dari sudut pandang individu maupun dari sudut pandang sosial (Dalton dan Todor dalam Mobley, 1986). Organisasi selalu berusaha mencari cara menurunkan tingkat perputaran karyawan, terutama dysfunctional turnover yang menimbulkan berbagai potensi biaya seperti biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti dikorbankan, serta biaya rekrutmen dan pelatihan kembali. Walaupun pada kasus tertentu perputaran kerja terutama terdiri dari karyawan dengan kinerja rendah tetapi tingkat perpindahan kerja karyawan yang terlalu tinggi mengakibatkan biaya yang ditanggung organisasi jauh lebih tinggi dibanding kesempatan memperoleh peningkatan kinerja dari karyawan baru (Hollenbeck dan Williams, dalam Suwandi dan Indriantoro, 1999). Booming ekonomi di China ternyata memberikan dampak yang besar terhadap karyawan. Hal itu membuat banyak perusahaan kewalahan dalam mempertahankan staf profesionalnya. Pada saat yang sama, perusahaanperusahaan itu juga menghadapi dilema antara membayar gaji yang lebih tinggi atau mengeluarkan biaya berlebihan untuk rekrutmen. Demikian hasil riset Mercer Human Resource Consulting yang dirilis akhir Agustus 2006 yang
5
melakukan survei terhadap lebih dari 100 organisasi di China, sebagian besar di antaranya perusahaan multinasional, dan menemukan, lebih dari setengah (54%) organisasi itu mengalami peningkatan dalam turnover untuk staf profesional sejak tahun 2004 dan 42% melaporkan turnover yang lebih tinggi untuk staf pendukung (http://www.portalhr.com. 27/11/2007). Pada dasarnya sebelum karyawan mencapai tahap turnover, karyawan terlebih dahulu melalui tahap intensi turnover, dimana karyawan mulai berfikir untuk mencari alternatif pekerjaan, membandingkan pekerjaan, mengevaluasi dan kemudian membuat keputusan apakah akan bertahan pada pekerjaan sekarang atau keluar meninggalkan perusahaan atau organisasi tersebut. Keadaan tersebut memiliki dampak negatif bagi perusahaan seperti karyawan menjadi tidak fokus dalam bekerja karena di sibukkan oleh aktivitas mencari alternatif-alternatif pekerjaan lain sehingga menurunkan kinerja karyawan yang secara langsung mempengaruhi produktifitas karyawan yang juga ikut menurun dan tingkat absenteeism atau tidak masuk kerja pada hari kerja semakin meningkat. Intensi turnover sekarang menjadi masalah yang harus dianggap penting oleh organisasi maupun perusahaan karena mempengaruhi kinerja karyawan yang memiliki niat untuk keluar, hal ini dikuatkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari (2004) yang menemukan bahwa terdapat 61.54% karyawan memiliki niat untuk keluar dari pekerjaannya sekarang. Pada beberapa tahun terakhir ini, lima model faktor dari kepribadian telah menjadi alat penguji kepribadian yang digunakan secara luas di seluruh dunia. Salah satu dari kelima faktor tersebut ialah Openness to Experience yang
6
menunjukkan pada kecenderungan individu dapat melakukan penyesuaian diri terhadap sesuatu yang telah di yakini sejak awal, baik keyakinan yang benar maupun yang salah terhadap sesuatu, perilaku yang mengarahkan kepada terbuka terhadap tipe baru dari informasi maupun ide-ide (John dalam Dowd & McElroy, 2007).
Selain
itu,
diantara
ciri-ciri
kepribadian
yang
banyak
diukur,
Conscientiousness adalah yang paling penting, pengukuran Conscientiousness dalam bidang industri dapat memprediksi prestasi kerja seseorang (Schmidt et al., dalam Goldberg et al, 2005) dan bermacam-macam perilaku yang akan datang, seperti dapat menyesuaikan diri dengan fungsi sosial yang berlaku. Sebagai contoh, skor Conscientiousness berkorelasi secara positif dengan kesuksesan karir jangka panjang (Barrick et al., dalam Goldberg et al, 2005).
Intensi Turnover Intensi adalah niat yang ada pada diri individu untuk melakukan suatu perilaku (Ancok dan Effendi dalam Andrianto, 1999). Sementara itu Presthold (dalam Aribowo, 2006) mengungkapkan bahwa intensi adalah niat yang dimiliki seseorang untuk melaksanakan (atau tidak melaksanakan) perilaku tertentu, determinan awal dari perilaku sebenarnya. Price (dalam Supriyanto dan Santoso, 2005) menekankan turnover pada gerakan individual untuk keluar dari keanggotaan ikatan sistem sosial. Sistem sosial yang dimaksud disini lebih mengacu pada organisasi-organisasi seperti: firma, perusahaan, sekolah, badan pemerintahan, rumah sakit, ketentaraan dan professional associations.
7
Intensi adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara turnover adalah berhentinya seorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela. Jadi intensi turnover adalah kecendrungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri (Zeffane dalam Kurniasari, 2004).
Aspek-aspek Turnover Mueller (2003) menyatakan bahwa ada beberapa aspek dari intensi turnover, yakni: 1. Variabel Kontekstual Pertimbangan dari konteks adalah komponen yang kritis atau penting dari mempelajari perilaku (Eagly & Chaiken dalam Mueller, 2003). Tiga hal penting dari faktor-faktor kontekstual di dalam literatur turnover termasuk didalamnya adalah adanya alternatif pekerjaan lain yang tersedia di luar organisasi, alternatifalternatif dalam organisasi dan individu menerima harga dari merubah pekerjaan (perceived costs of job change). Variabel kontekstual ini tercakup di dalamnya adalah: a. Alternatif-alternatif yang ada di luar organisasi (external alternatives) Karena orang lebih mungkin untuk meninggalkan organisasi mereka ketika mereka memiliki tempat yang menjadi tujuan, literatur lebih menekankan pada persepsi mengenai alternatif eksternal sebagai prediktor dari turnover organisasional (Arnold & Feldman dalam Mueller, 2003). Sementara itu dari sisi individu, umumnya membentuk intensi untuk turnover berdasarkan pada impresi
8
subyektif dari pasar tenaga kerja, dan mereka ini akan benar-benar mengganti pekerjaan ketika persepsi ini benar dan mereka merasa aman dengan pekerjaan baru (Hulin et al., Mueller, 2003). b. Alternatif-alternatif yang ada di dalam organisasi (internal alternatives) Literatur dari pilihan pekerjaan dan daya tarik terus meningkat untuk mengenali banyak pekerja, kualitas dari pekerjaan tidak hanya semata didasarkan pada posisi yang sekarang tetapi juga konteks organisasi secara keseluruhan (Cable dan Turban dalam Mueller, 2003). Salah satu unsur penting dari konteks organisasional ini adalah tersedianya alternatif di dalam organisasi tersebut. Ketersediaan dan kualitas pekerjaan yang bisa dicapai dalam organisasi bisa digunakan sebagai indeks utilitas dari turnover disamping persepsi terhadap alternatif eksternal. c. Harga dari pindah kerja (cost of turnover) Disamping efek dari adanya alternatif-alternatif yang mendorong mereka untuk keluar dari organisasi, Karyawan-karyawan yang memiliki keterikatan (Embeddedness) di dalam konteks organisasi mereka mungkin memiliki sedikit kemungkinan untuk keluar (Mitchell et al., dalam Mueller, 2003). Keterikatan menunjukkan pada kesulitan yang dihadapi
oleh individu untuk merubah
pekerjaan, bahkan mengetahui alternatif yang lebih baik yang tersedia. Faktorfaktor yang kemungkinan meningkatkan harga dari turnover termasuk di dalamnya asuransi kesehatan dan keuntungan-keuntungan finansial misalnya uang pensiun dan bonus-bonus (Meyer dan Allen dalam Mueller, 2003).
9
2. Sikap Kerja (Work Attitudes) Banyak model-model turnover tradisional memfokuskan pada sikapsikap karyawan terhadap pekerjaan dan organisasi mereka sebagai pemicu dari proses turnover (Mobley, dalam Mueller, 2003). Hampir semua model proses turnover dimulai dengan premis yang menyatakan bahwa pertimbangan dari pindah kerja sebagai sebuah pilihan yang di mulai dengan level kepuasan kerja yang rendah dan level komitmen organisasi yang rendah pula (Hom & Griffeth, dalam Mueller, 2003). Tercakup sikap kerja di antaranya adalah: a. Kepuasan kerja. Kemungkinan paling intuitif sikap antesenden dari pindah kerja (turnover) adalah kepuasan dengan pekerjaan, sebagai tambahan hasil meta analisis menunjukkan bahwa kepuasan kerja sangat berkorelasi dengan kesadaran menarik diri (pre-withdrawl cognition), niat untuk keluar, dan pindah kerja sesungguhnya dari segi-segi lain dari kepuasan (Kinicki et al., dalam Mueller, 2003). b. Komitmen Organisasi. Selain kepuasan dengan pekerjaan, komitmen seseorang terhadap organisasi dan tujuan-tujuannya menyediakan alasan tambahan untuk karyawan tetap bertahan. Beberapa teori turnover menempatkan komitmen sebagai faktor penghambat yang kuat dari turnover dibanding kepuasan (Mowday et al., dalam Mueller, 2003).
10
3. Kejadian-kejadian kritis (Critical Events) Kejadian-kejadian kritis merupakan anteseden dari proses penarikan diri dari organisasi (organizational withdrawal), yang diikuti oleh penarikan diri dari pekerjaan (work withdrawl) serta usaha mencari pekerjaan lain (search for alternatives) dan pada akhirnya diakhiri dengan keputusan keluar dari pekerjaan atau turnover (Kurniasari, 2004). Organization withdrawal adalah suatu konstruk yang menjelaskan berbagai macam perilaku yang berkaitan dengan proses penarikan diri yang merupakan pengganti atau isyarat mendahului keputusan pindah kerja. Ada dua model dari penarikan diri, yang pertama adalah mengurangi jangka waktu dalam bekerja (work withdrawal) dan yang kedua adalah mencari alternatif pekerjaan lain (search for alternatives). Dalam perilaku menarik diri dari pekerjaan dimana karyawan melakukan penarikan diri sementara dari situasi kerja. Sedangkan mencari alternatif pekerjaan lain mengindikasikan hasrat atau keinginan untuk menarik diri secara permanen dari situasi kerja. Ada dua macam model penarikan diri, yaitu: Model pertama adalah work withdrawl atau mengurangi jangka waktu dalam bekerja. Hanisch dan Hulin (dalam Mueller, 2003) menyatakan bahwa karyawan-karyawan yang tidak puas akan melibatkan beberapa kombinasi perilaku seperti tidak menghadiri rapat, tidak masuk kerja, menampilkan kinerja yang rendah dan mengurangi keterlibatannya secara psikologis dari tugas-tugas pekerjaan.
11
Model penarikan diri yang kedua adalah mencari alternatif pekerjaan lain (search for alternatives). Model-model turnover umumnya menyebutkan proses mencari pekerjaan sebagai variabel potensial yang menengahi (mediating variable) antara pemikiran tentang berhenti bekerja dan keputusan aktual untuk meninggalkan pekerjaan (Hom dan Griffeth dalam Mueller, 2003). Jika turnover adalah proses rasional, individu akan mencari alternatif kesempatan pekerjaan sebanyak mungkin lalu kemudian membandingkan setiap alternatif untuk keperluan dari pekerjaan yang akan datang (Jovanovic dalam Mueller, 2003).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensi Turnover Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh beberapa ahli, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi intensi turnover karyawan, yaitu : a. Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Suwandi dan Indriantoro, 1999) mendefinisikan job insecurity sebagai “ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam”. Dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam organisasi, karyawan sangat mungkin merasa terancam, gelisah, dan tidak aman karena potensi perubahan untuk mempengaruhi kondisi kerja dan kelanjutan hubungan serta balas jasa yang diterimanya dari organisasi. Sangat jelas bahwa job insecurity sangat mempengaruhi niat karyawan untuk keluar dari pekerjaannya. b. Faktor lainnya ialah komitmen karyawan terhadap organisasi. Armstrong (dalam Kurniasari, 2004) mengungkapkan bahwa komitmen yang kuat terhadap organisasi adalah hasil dari kesadaran dan aplikasi yang diarahkan oleh diri
12
sendiri terhadap pekerjaan yang ditekuni, kehadiran secara rutin, supervisi dan usaha yang kuat dan konsisten. Komitmen terhadap organisasi berkaitan erat dengan niat atau intensi untuk tetap bertahan, atau dengan kata lain bersikap loyal terhadap organisasi. Semakin kuat komitmen karyawan terhadap organisasi maka semakin kecil pula turnover yang terjadi dalam organisasi tersebut. c. Kalnbach dan Griffin (2002) menyatakan bahwa individu yang memiliki skor yang rendah pada Conscientiousness dan tinggi dalam Openness to Experience akan meninggalkan organisasi tanpa mencari alternatif pekerjaan lain terlebih dahulu dari pada individu yang tinggi dalam skor Conscientiousness dan rendah dalam Openness to Experience. Level Conscientiousness yang rendah termasuk di dalamnya tidak berfikir dahulu sebelum mengambil keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan dan kurangnya motivasi dalam bekerja sehingga menampilkan kinerja yang mengecewakan, dan tinggi dalam Openness to Experience termasuk di dalamnya menyukai sesuatu yang baru dan lebih menantang akan meninggalkan organisasi tanpa mencari alternatif pekerjaan lain terlebih. d. Mobley (dalam Suwandi dan Indriantoro, 1999) memandang bahwa karyawan dengan kepuasan kerja akan merasa senang dan bahagia dalam melakukan pekerjaannya dan tidak berusaha untuk mengevaluasi alternatif pekerjaan lain. Sebaliknya karyawan yang merasa tidak puas dalam pekerjaannya cenderung mempunyai pikiran untuk keluar, mengevaluasi alternatif pekerjaan lain, dan berkeinginan untuk keluar karena berharap menemukan pekerjaan yang lebih memuaskan.
13
Karakteristik Kepribadian Kepribadian menurut Allport (dalam Suryabrata, 2006) didefinisikan sebagai suatu organisasi yang dimiliki dalam diri individu yang merupakan sistem psikofisik dan hal tersebut menentukan penyesuain diri individu secara unik terhadap lingkungan. Feist dan Feist (dalam, Mastuti, 2005) mendefinisikan kepribadian sebagai sebuah pola yang relatif menetap, traits, disposisi atau karakteristik di dalam individu yang memberikan beberapa ukuran yang konsisten tentang prilaku. Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik kepribadian menurut peneliti adalah suatu karakter unik yang ada di dalam diri individu dan menetap, diturunkan secara genetik dan dipengaruhi oleh lingkungan dalam perkembangannya, kemudian digunakan oleh individu untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
Aspek – aspek Karakteristik Kepribadian Big Five Aspek-aspek karakteristik kepribadian Big Five menurut Costa dan McCrae (dalam Pervin dan John, 2005) meliputi: a. Openness to Experience Karakteristik kepribadian ini digunakan untuk mengidentifikasi orangorang yang proaktif dan mengapresiasikan pengalaman demi kepentingannya sendiri, toleransi dan mengeksplorasi sesuatu yang tidak lazim. Individu yang memiliki level yang tinggi dalam Openness to Experience berperilaku seperti
14
ingin tahu, punya ketertarikan yang besar, kreatif, penuh daya khayal dan radikal. Sedangkan individu yang memiliki tingkat Openness to Experience rendah cenderung konvensional cara pikirnya, rendah hati, ketertarikan yang sempit dan tidak artistik. b. Conscientiousness Karakteristik kepribadian ini digunakan untuk mengidentifikasi derajat individu dari organisasi, ketekunan, dan motivasi di dalam perilaku tujuan langsung, dapat dipercaya, orang yang tidak mudah puas dengan sesuatu yang lesu dan tidak rapi. Individu yang memiliki level yang tinggi dalam Conscientiousness berperilaku seperti terorganisasi, dapat diandalkan, pekerja keras, memiliki disiplin diri, tepat waktu, cermat, rapi, tekun dan berambisi. Sedangkan individu yang memiliki tingkat Conscientiousness rendah cenderung tanpa tujuan, tidak dapat diandalkan, pemalas, sembarangan, lemah dan tidak memiliki kemaun keras. c. Neuroticism Karakteristik kepribadian ini digunakan untuk mengidentifikasi orangorang yang cenderung mengalami gangguan psikologis yang berupa stress yang mengarah ke negatif atau biasa disebut distress, ide-ide yang tidak masuk akal, memohon yang berlebihan dan maladaptive atau menghadapi masalah dengan cara yang salah. Individu yang memiliki level yang tinggi dalam Neuroticism menampilkan perilaku seperti cemas, gugup, merasa tidak aman dan tidak cukup. Sedangkan individu yang memiliki tingkat Neuroticism yang rendah cenderung tenang, santai, tidak emosional, aman, tabah dan kepuasan terhadap diri.
15
d. Extraversion Karakteristik kepribadian ini digunakan untuk mengidentifikasi kuantitas dan kualitas interaksi interpersonal seseorang, level aktivitas, membutuhkan rangsangan dan kapasitas untuk gembira. Individu yang memiliki level yang tinggi dalam Extraversion berperilaku seperti suka bergaul, aktif, suka bicara, berorientasi orang, optimis, menyukai kesenangan dan penuh kasih sayang. Sedangkan individu yang memiliki tingkat Extraversion rendah cenderung suka menyendiri, seadanya, menjauhkan diri, mengundurkan diri, diam dan berorientasi tugas. e. Agreeableness Karakteristik kepribadian ini digunakan untuk mengidentifikasi satu dari kualitas orientasi interpersonal terus menerus hingga menjadi rangkaian kesatuan dari perasaan kasih sayang menjadi antagonis di dalam menenangkan pikiran, perasaan dan tindakan. Individu yang memiliki level yang tinggi dalam Agreeableness berperilaku seperti mempercayai, penolong, memaafkan, mudah tertipu dan hati yang lembut. Sedangkan individu yang memiliki tingkat Agreeableness rendah cenderung suka memperolok-olokkan, tidak sopan, curigaan, tidak mau bekerja sama, menaruh dendam, kejam dan mudah marah.
Metode Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan PT. Swakarya Indah Busana. Penelitian ini menggunakan dua skala yang diisi langsung oleh subjek, yaitu skala intensi turnover yang disusun berdasarkan aspek-aspek intensi turnover yang
16
diambil dari teori intensi turnover menurut Mueller (2003). Sedangkan skala kepribadian Conscientiousness dan Openness to Experience disusun berdasarkan aspek-aspek menurut Costa dan McCrae (dalam Pervin dan John, 2005) . Metode analisis data untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah menggunakan model analisis korelasi product moment (r) dari Pearson, dengan menggunakan analisis statistik SPSS for windows versi 15.0.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis terhadap data penelitian, diperoleh deskripsi statistik data penelitian untuk masing-masing skala. Rangkuman deskripsi data subjek dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel Deskripsi Statistik Data Penelitian Skor Hipotetik Skor Empirik Variabel X X X X Mean SD Mean SD max min max min Intensi 140 35 87,5 17,5 107 79 91,52 5,762 Turnover Kepribadian Conscientiousness
116
29
73
15
115
64
Kepribadian Openness to Experience
84
21
52,5
10,5
90
45
91,64 9,503
60
6,132
Uji Asumsi Uji normalitas yang dilakukan dengan menggunakan teknik One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test dari program SPSS 15.0 for windows. Dari hasil pengolahan data skala intensi turnover diperoleh koefisien K-SZ=0,544 dengan
17
p=0,928 (p>0,05) dan data skala karakteristik kepribadian Conscientiousness diperoleh K-SZ=0,766 dengan p=0,601 (p>0,05) dan K-SZ=1,371 dengan p=0,047 (p>0,05) pada kepribadian Openness to Experience. Hasil uji normalitas tersebut menunjukkan bahwa skala intensi turnover dan skala karakteristik kepribadian Conscientiousness memiliki sebaran normal, sedangkan kepribadian Openness to Experience sebarannya tidak normal. Sedangkan dari hasil uji linearitas yang dilakukan, menunjukkan koefisien F sebesar 7,389 dengan p= 0,008 (p< 0,05) pada kepribadian Conscientiousness dan koefisien F sebesar 16,925 dengan p= 0,000 (p< 0,05) pada kepribadian Openness to Experience. Hal ini berarti menunjukkan bahwa hubungan antara variabel karakteristik kepribadian Conscientiousness dan Openness to Experience dengan intensi turnover memenuhi asumsi linieritas.
Uji Hipotesis Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda untuk menguji hipotesis yang mencari hubungan antara dua variabel bebas dengan variabel tergantung. a. Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (X1 dan X2) secara sendiri-sendiri terhadap variabel tergantung (Y). Adapun hasil uji-t untuk persamaan diatas dapat ditunjukkan pada tabel di bawah ini :
18
Tabel Hasil Uji-t Variabel Independen
t-Statistik
Sig.
Kesimpulan
Konstanta
7,711
0,000
Signifikan
X1
0,801
0,426
Tidak Signifikan
X2
2,588
0,012
Signifikan
Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa ada satu variabel bebas yang mempunyai nilai t-statistik yang tingkat signifikansinya lebih kecil daripada 0,05. Dengan demikian, pada ? = 5% ada satu variabel bebas yang dimasukkan dalam persamaan tersebut signifikan secara statistik dan secara individual berpengaruh terhadap intensi turnover, yaitu variabel kepribadian Opennes to Experience. Sedangkan variabel kepribadian Conscientiousness tidak signifikan secara statistik dan tidak berpengaruh secara sendiri-sendiri terhadap intensi turnover. Hasil ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan hubungannya signifikan pada taraf signifikansi 5%. Berarti hipotesis pertama yang berbunyi ada hubungan positif antara kepribadian Openness to Experience dengan intensi turnover diterima. Semakin tinggi kepribadian Openness to Experience maka semakin tinggi intensi turnover. Dan hipotesis kedua yang berbunyi ada hubungan negatif antara kepribadian Conscientiousness dengan intensi turnover tidak diterima. b. Uji F Uji F merupakan pengujian secara bersama-sama terhadap variabel tergantung. Dari hasil pengujian diperoleh nilai F-hitung sebesar 6,969 dengan tingkat signifikansi 0,002. Karena tingkat signifikansi ini jauh lebih rendah
19
daripada ? = 0,05 (5%), maka dapat dikatakan bahwa nilai F-hitung tersebut signifikan secara statistik. Ini berarti bahwa secara bersama-sama, variabel bebas dalam penelitian ini berpengaruh secara signifikan terhadap intensi turnover.
Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis tentang adanya hubungan antara karakteristik kepribadian Conscientiousness dan Openness to Experience dengan intensi turnover. Kepribadian memiliki reputasi paling baik sebagai prediktor dari berbagai perilaku dalam dunia kerja (Barrick dan Mount, 2005), peneliti-peneliti mengakui dan
mendokumenkan fakta bahwa kita semua
memiliki kepribadian dan berbagai hal kepribadian karena itu memprediksi dan menjelaskan perilaku dalam dunia kerja (Goldberg dalam Barrick dan Mount, 2005). Pendapat ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Barrick dan Mount (2005) yang menyatakan bahwa karakteristik kepribadian Big Five secara konsisten menunjukkan bahwa kepribadian dapat memprediksi prestasi kerja. Untuk mencari tahu yang sesungguhnya tentang kebanyakan modelmodel dari turnover, ternyata menempatkan niat untuk keluar (intensi turnover) berada pada tahap awal sebelum individu memutuskan untuk benar-benar berhenti dari pekerjaannya (Barrick dan Zimmerman, 2005). Intensi turnover merupakan suatu proses dari berfikir, merencanakan, dan hasrat untuk meninggalkan pekerjaan (Mobley, et al., dalam Lambert, 2006). Secara umum literatur dari turnover kebanyakan setuju bahwa intensi turnover adalah tahap akhir dari berfikir di dalam proses membuat keputusan untuk pindah kerja secara permanen,
20
dan intensi turnover secara konsisten berhubungan dengan pindah kerja secara permanen (Hom dan Griffeth dalam Lambert, 2006). Berdasarkan pada berbagai macam pendapat yang telah dijelaskan di atas, hasil penelitian yang telah didapat ini tidak sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kalnbach dan Griffin (2002) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki skor tinggi dalam Openness to Experience akan mudah meninggalkan organisasi dan tanpa mencari alternatif pekerjaan lain terlebih dahulu. Pendapat ini tidak terbukti, tingginya skor pada kepribadian Openness to Experience tidak diikuti dengan tingginya tingkat intensi turnover pada karyawan, tetapi sebagian besar karyawan (88,2%) berada pada tingkat sedang intensi turnovernya. Menurut peneliti, berdasarkan pendapat Eagly & Chaiken (dalam Mueller, 2003) faktor yang penting dalam permasalahan mengenai turnover adalah adanya alternatif pekerjaan lain (external alternatives) yang tersedia di luar organisasi atau perusahaan. Gambaran tentang adanya alternatif pekerjaan lain di luar pekerjaan yang sekarang, sangat jelas mempengaruhi keinginan karyawan untuk tetap bertahan pada pekerjaan sekarang atau keluar mencari pekerjaan lain. Situasi tersebut disebabkan oleh kondisi sosial, politik dan ekonomi yang tidak stabil di negara ini, sehingga dampaknya mencari bahkan mendapatkan pekerjaan baru bukanlah suatu hal yang mudah untuk didapat apalagi dengan latar belakang pendidikan yang rendah yang dimiliki mayoritas karyawan pada bagian produksi yang menjadi responden dalam penelitian. Dengan mempertimbangkan latar belakang pendidikan yang rendah dan peluang mendapatkan pekerjaan lain sangat kecil sehingga menyebabkan intensi turnover karyawan berada pada level sedang.
21
Kesimpulan Berdasarkan pada beberapa data persamaan dan perbedaan pendapat mengenai hubungan antara kepribadian Conscientiousness dan Openness to Experience dengan intensi turnover yang telah dipaparkan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa, memang benar terdapat hubungan yang signifikan antara kepribadian Openness to Experience dengan intensi turnover dalam uji t maupun uji F pada analisis regresi berganda dan tidak ada hubungan yang signifikan antara kepribadian Conscientiousness dengan intensi turnover dalam uji t tetapi memiliki hubungan yang signifikan dalam uji F pada analisis regresi berganda.
Saran Mencermati hasil penelitian yang telah dilakukan, serta dengan mempertimbangkan berbagai kendala yang penulis hadapi di lapangan, ada beberapa saran yang dapat di sampaikan antara lain: 1. Setiap organisasi maupun perusahaan tidak luput dari fenomena pindah kerja (turnover) yang dialami hampir disetiap organisasi dan isu turnover memang selalu menjadi salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi orang SDM. Maka dari itu peneliti menyarankan agar pihak yang bersangkutan untuk memperlakukan karyawan dengan layak, menciptakan keterikatan terhadap pekerjaan (job embeddedness) dan menciptakan hubungan yang kondusif antara sesama rekan kerja maupun atasan sehingga terciptakan kepuasan kerja pada karyawan, hal ini dilakukan untuk meminimalisir intensi turnover.
22
2. Bagi
penelitian-penelitian
selanjutnya
disarankan
agar
mencoba
menghubungkan intensi turnover dengan karakteristik kepribadian big five secara menyeluruh yang tidak peneliti sertakan dalam penelitian ini, yang terdiri dari Extraversion, Agreeableness dan Neuroticism yang mana juga berhubungan dengan intensi turnover, hal ini dianjurkan agar dapat melengkapi apa yang telah peneliti lakukan sebelumnya.
23
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol, (2004). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. Andrianto, S. (1999). Hubungan Antara Kematangan Beragama Dengan Intensi Prososial Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Aribowo, A. D (2006). Hubungan Antara Negative Moods Dengan Intensi Menunda Tugas-tugas Akademik Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Islam Indonesia. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Azwar, S. (1997). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. _______. (1995). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Edisi 2. Jogyakarta: Pustaka Pelajar. _______. (2003). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Barrick, M. R. dan Mount, M. K. (2005). Yes, Personality Matters: Moving on to More Important Matters. Journal of Human Performance. Vol 18, 359-372. ___________. dan Zimmerman, R. D. (2005). Reducing Voluntary, Avoidable Turnover Through Selection. Journal of Applied Psychology. Vol 90, 159166. Goldberg, L. R., Roberts, B. W., Chernyshenko, O. S., Stark, S. (2005). The Structure of Conscientiousness: an Empirical Investigation Based on Seven Major Personality Questionnaires. Journal of Personnel Psychology. Vol 58, 103-139. Hadi, S. (2004). Metodologi Research. Jilid 1. Yogyakarta: Andi Offset. Harvey, C. & Stalker, C. (2003). Understanding and Preventing Employees Turnover. Kanada: Wilfrid Laurier University. Heinstrom, J. (2003). Five Personality Dimensions and Their Influence on Information Behaviour. Information Research. Vol. 9, No. 1
24
John, O. P dan Srivastava, S. (1999). The Big Five Trait Taxonomy: History, Measurement, and Theoretical Perspectives. University of California at Berkeley. Kalnbach, L. dan Griffin, G. (2002). Predicting and Classifying Voluntary Turnover Decisions for Truckload Drivers. Fargo: North Dakota State University, Upper Great Plains Transportation Institute. Khalid, S.A. dan Ali, H. (2005). The Effects of Organizational Citizenship Behavior on Withdrawal Behavior: A Malaysian Study. International Journal of Management and Entrepreneurship. 1(1):30-40. Kurniasari, L (2004). Pengaruh Komitmen Organisasi dan Job Insecurity Karyawan Terhadap Intensi Turnover. Tesis (tidak diterbitkan). Surabaya: Pengembangan Sumber Daya Manusia Universitas Airlangga. Lambert, E. G. (2006). I Want to Leave: a Test of a Model of Turnover Intent Among Correctional Staff . Journal of Applied Psychology. Vol. 2, No. 1 Mastuti, E (2005). Analisis Faktor Alat Ukur Kepribadian Big Five (Adaptasi dari IPIP) pada Mahasiswa Suku Jawa. Jurnal Insan, Vol. 7, No. 3 McElroy, T. & Dowd, K. (2007). Susceptibility to anchoring effects: How openness to experience influences responses to anchoring cues. Journal of Judgement and Decision Making. Vol 2, 48-53. Mobley, W. H. (1986). Pergantian Karyawan: Sebab Pengendaliannya. Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Akibat
dan
Mueller, J. D. K. (2003). Turnover Processes in a Temporal Context: It’s About Time. University of Florida. Pervin, L. A. dan John, O. P. (2005). Personality : Theory and Reasearch. 9 ed. New York : John Wiley & Sons, Inc. Saucier, G. dan Ostendorf, F. (1999). Hierarchical Subcomponent of the Big Five Personality Factor: A Cross-Language Replication. Journal of Personality and Social Psychology. Vol 76 no 4. 613-627. Sudarsono, W. A. (2006). Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Kinerja Kontekstual Karyawan Bank Bukopin. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Supriyanto dan Santoso, G. A. (2005). Pengambilan Putusan Pindah Kerja (Studi Deskriptif Proses Pengambilan Putusan Karyawan yang Pernah Pindah Kerja). Jurnal Anima, Vol. 20, No.4
25
Suryabrata, S. (2006). Psikologi Kepribadian. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Suwandi dan Indriantoro, N. (1999). Pengujian Model Turnover Pasewark dan Strawser: Studi Empiris pada Lingkungan Akuntansi Publik. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol. 2, No. 2 Zimmerman, R. D. (2008). Understanding the Impact of Personality Traits on Individuals Turnover Decisions: A Meta-Analytic Path Model. Personnel Psychology. Vol. 61 http://www.rumahbelajarpsikologi.com. Big Five Personality. 12/10/07 http://www.portalhr.com. Turnover Bisa Diantisipasi Sejak Rekrutmen. 12/10/07 http://www.portalhr.com. Perusahaan Karyawannya. 27/11/2007
di
China
Kewalahan
Mengurusi
http://www.eworld-indonesia.com. Big Five Personality. 12/10/2007 http://www.swa.co.id. Awas, Karyawan Terbaik Berpotensi Hengkang. 31/05/08 http://www.ebizzasia.com. 27/11/2007
Turnover
dan
Kualitas
Layanan
Call
Center.
http://www.senada.or.id. Tinjauan Rantai Nilai Industri (RNI) Pakaian Jadi 2/7/2008
26
IDENTITAS PENULIS
Nama
: Dian Ananda Eka Dewangga
NIM
: 04 320 378
Alamat
: Jl. Nangka No 3 Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
No Telepon
: 085292412345