NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA, KETIDAKPUASAN KERJA DAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN PERUSAHAAN GARMEN
Disusun Oleh : EVITHA RAHMAYANTI lUBIS SUS BUDIHARTO EMI ZULAIFAH
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI & ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA, KETIDAKPUASAN KERJA DAN INTENSI TURNOVER
Telah Disetujui Pada Tanggal _______________
Dosen Pembimbing
Sus Budiharto, S.Psi., M.Si., Psi Emi Zulaifah, S. Psi., Psi
HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA, KETIDAKPUASAN KERJA DAN INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN PERUSAHAAN GARMEN
Evitha Rahmayanti Lubis Sus Budiharto Emi Zulaifah
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara stres kerja, ketidakpuasan kerja dan intensi turnover. Hasil survey peneliti di sebuah perusahaan garmen berlokasi di Yogyakarta sebelah Barat menyatakan bahwa angka turnover pada karyawan bagian produksi di perusahaan tersebut menunjukan 5% setiap bulannya. Masalah muncul ketika karyawan yang tinggal belum mampu menyamai kemampuan dan kualitas kerja karyawan yang keluar. Kondisi ini tentunya berpengaruh pada proses produksi. Sebelum memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya, seorang karyawan tentunya akan mempertimbangkan baik buruknya konsekuensi yang akan didapatkan. Ketika keinginan untuk keluar itu ada pada diri karyawan, karyawan tersebut artinya sedang berada pada proses intensi turnover. Menurut Mackay dan Wilford (dalam Fraser,1992), seseorang jika setiap harinya dituntut untuk melakukan pekerjaan atau aktivitas yang sebenarnya kurang ia sukai (negative attitude), didalam diri orang tersebut akan terjadi suatu ketidakseimbangan antara tuntutan kerja dan kemampuan individu dalam menanggulangi tuntutan yang diikuti dengan suatu pengalaman emosional yang negatif dan perubahan psikologis maupun fisiologis, kondisi tersebut merupakan stress. Tingginya level stres menurut Cooper & Kelly (dalam Munadar, 2001), akan menurunkan produktivitas, dan meningkatkan kemungkinan karyawan akan bersedia keluar dari pekerjaannya. Hal lain yang dapat mempengaruhi keinginan karyawan untuk keluar adalah ketidakpuasan kerja, menurut Robbins (1986) ketidakpuasan kerja akan membuat karyawan lebih memilih untuk keluar. Hipotesis mayor dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara stres kerja, ketidakpuasan kerja dan intensi turnover. Berdasarkan analisis data menggunakan analisis regresi, diperoleh nilai persamaan garis regresi sebesar F=25,111 dengan p=0,000 (p<0,01), artinya ada hubungan yang sangat signifikan antara stres kerja, ketidakpuasan kerja dan intensi turnover, maka hipotesis mayor diterima, akan tetapi dari analisis regresi metode stepwise stres kerja memberikan kontribusi pada intensi turnover sebesar 21,6% dengan r=0,478 dan p=,0,000 (p<0,01), sedangan ketidakpuasan kerja memiliki kolerasi r=0,132 dengan p=0,210 (p>0,05). Hasil Analisis tersebut menunjukkan hipotesis minor pertama diterima, terdapat hubungan antara stres kerja dan intensi turnover, dan hipotesis minor kedua ditolak, tidak ada hubungan antara ketidakpuasan kerja dan intensi turnover. Rincian hasil penelitian dideskripsikan dalam laporan penelitian ini. Kata kunci : stres kerja, ketidakpuasan kerja, intensi turnover
Pengantar
Latar Belakang Masalah Sumber Daya Manusia (SDM) dalam sebuah organisasi merupakan aset yang paling berharga karena para karyawan memegang peran yang penting dalam pelaksanaan kegiatan dan fungsi-fungsi di organisasi. Peran karyawan bagian produksi memegang kendali dalam proses produksi. Dengan kata lain, lancar atau tidaknya sebuah proses produksi akan sangat tergantung pada karyawan pelaksana produksi tersebut. . Santamaria (dalam Dahesihsari dan Seniati, 2002) mengatakan bahwa karyawan tidak hanya memperhitungkan
reward dalam bentuk uang yang diperoleh dengan bekerja. Sebagai tambahan reward, karyawan juga mengharapkan kualitas tertentu dari perlakuan dalam tempat kerjanya. Organisasi yang memiliki karyawan yang berprestasi, tentunya akan dikelola dengan baik karyawan-karyawan tersebut sehingga mereka bisa menjadi aset bagi organisasi, memotivasi para karyawan untuk berlomba-lomba berprestasi
dan
berkompetisi
secara
adil
untuk
kemajuan
organisasi,
meningkatkan kinerja dan produktivitas, menambah kepuasan karyawan terhadap organisasi, menekan absensi serta meningkatkan loyalitas dan kepercayaan karyawan agar output yang diterima organisasi atau perusahaan dapat meningkat. Akan tetapi pada faktanya, masih banyak kasus keluarnya karyawan (turnover) yang terjadi di dalam organisasi. Berdasarkan hasil survey peneliti di perusahaan garmen tanggal 8 Januari 2008, Manager personalia di sebuah garmen di kawasan Yogyakarta bagian barat menyatakan bahwa angka turnover pada karyawan bagian produksi di
perusahaan garmen tersebut menunjukan 5% setiap bulannya atau sekitar 2225 orang setiap bulannya. Masalah muncul ketika karyawan yang tinggal tidak mampu mengimbangi kualitas kinerja karyawan yang telah keluar dari perusahaan, sehingga organisasi mengalami kebingungan dalam mencari karyawan yang akan menggantikan posisi yang kosong, kondisi ini tentunya berpengaruh pada proses produksi. Seorang karyawan sebelum memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya, tentunya akan mempertimbangkan baik buruknya konsekuensi yang akan didapatkan. Ketika rencana dan keinginan untuk keluar itu ada pada diri karyawan, karyawan tersebut
berada pada proses intensi turnover. Intensi
turnover diindikasikan sebagai sikap individu yang mengacu pada hasil evaluasi mengenai kelangsungan hubungannya dengan organisasi dimana dirinya bekerja dan belum terwujud dalam tindakan pasti (Suwandi dan Indriantoro dalam Juliandi 2003). Menurut Abelson (dalam Juliandi 2003) intensi turnover adalah keinginan individu untuk meninggalkan organisasi lain guna mencari alternatif pekerjaan lain. Hasil survey pada perusahaan garmen di kawasan Yogyakarta bagian Barat, tanggal 8 Januari 2008, terungkap bahwa karyawan perusahaan tersebut merasa beban kerja mereka terlalu tinggi, jam kerja yang melebihi jam kerja normal gaji yang dibayar tidak tepat pada waktunya, komunikasi yang kurang baik dengan atasannya, dan seringkali merasa letih saat bekerja, Menurut Cox da Mackay dan Wilford (dalam Fraser,1992) kondisi tersebut merupakan stres. Menurut Robbins (2003), tingginya level stres akan menurunkan produktivitas,
rendahnya kepuasaan kerja dan meningkatkan kemungkinan karyawan akan bersedia keluar dari pekerjaannya. Hal lain yang dapat mempengaruhi keinginan karyawan untuk keluar adalah ketidakpuasan kerja. Menurut Robbins (2003) kepuasaan kerja adalah sikap umum yang dimiliki seorang individu terhadap pekerjaannya. Locke (dalam Juliandi,2003), menyatakan jika seseorang merasa tidak puas terhadap pekerjaannya, maka keinginan untuk keluar menjadi lebih tinggi. Berdasarkan penjelasan diatas dapat diuraikan bahwa stres kerja, ketidakpuasan kerja memiliki kontribusi terhadap keinginan keluar (intensi
turnover). Karyawan yang merasa stres dan tidak puas terhadap pekerjaannya akan memicu karyawan untuk keluar. Oleh karena itu, peneliti bermaksud mengadakan penelitian untuk mengetahui hubungan antara stres kerja, ketidakpuasan kerja dengan intensi turnover.
Tinjauan Pustaka Menurut Mobley (1986) turnover adalah berhentinya individu sebagai anggota suatu organisasi dengan disertai pemberian imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan. Hom dan Griffeth (dalam Handi & Suhariadi, 2003) menyatakan bahwa intensi turnover adalah keinginan individu untuk mengundurkan diri secara permanen dari suatu organisasi dengan sukarela. Intensi turnover merupakan suatu hal yang penting karena intensi dapat memicu terjadinya turnover sebenarnya. Intensi turnover memberikan dukungan kuat terhadap proposisi yang menyatakan bahwa intensi untuk keluar dari perusahaan membentuk determinan paling penting dari turnover sebenarnya
(actual turnover) dan tingkat turnover merupakan kriteria yang cukup baik untuk mengukur stabilitas yang terjadi di organisasi dan dapat mencerminkan kinerja organisasi (Hulin, Mobley, Mueller, Steer and Mowday, dalam Poza dan Henneberger, 2002).
Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode tertentu, sedangkan keinginan berpindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan organisasi dan belum diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan organisasi (Arnold & Feldman,1982; Hom, Caranikas-Walker, Prussis, & Griffeth, 1992; Mobley et. al., 1979; Steel & Ovalle, 1984 dalam Kuniasari , 2005). Aspek-aspek intensi turnover pada penelitian ini, mengacu pada penjelasan teori dari Hom & Griffeth (dalam Supriyanti dan Santoso, 2005) dan Mobley (dalam Handi & Suhariadi, 2003), yaitu: 1. Berpikir untuk pindah kerja Pertimbangan tentang manfaat yang diharapkan dari pencarian kerja dan kerugian-kerugian bila meninggalkan pekerjaan. 2. Keinginan mencari pekerjaan alternative Bentuk perilaku nyata dari aspek ini adalah melihat-lihat lowongan pekerjaan diperusahaan lain. Menurut Hom dan Griffeth (dalam Mueller dkk, 2003) mencari pekerjaan berpotensi untuk terjadinya turnover.
3. Mengevaluasi Individu melakukan evaluasi terhadap alternatif pekerjaan yang ada dan akan diikuti dengan upaya membandingkan antara pekerjaan saat ini dengan pekerjaan alternatif Menurut Mobley, Griffeth, Hand dan Meglino (dalam Mobley,1986) menjelaskan bahwa ada empat macam faktor utama yang berpengaruh dalam menentukan intensi turnover karyawan: a. Kepuasan terhadap pekerjaan Karyawan yang merasa puas dengan gaji yang diterima dan fasilitas yang memadai pada perusahaan cenderung akan tetap bertahan bekerja diperusahaan. Sebaliknya karyawan yang merasa tidak puas akan berpikir untuk mencari pekerjaan lain yang lebih baik sehingga kecenderungan untuk melakukan turnover meningkat. b. Peran-peran yang diharapkan dalam organisasi Harapan
negatif
akan
adanya
perubahan-perubahan
dalam
pekerjaan, kurangnya perasaan akan mendapat kesempatan-kesempatan promosi yang diinginkan dan harapan negatif akan adanya perubahan dalam kebijakan, praktek-praktek atau kondisi-kondisi akan membawa karyawan-karyawan
yang
sekarang
merasa
puas
untuk
mencari
pekerjaan-pekerjaan diluar. c. Peran-peran kerja alternatif ekstern yang diharapkan Karyawan yang mempunyai harapan positif mengenai pilihanpilihan lain di dalam organisasi mungkin akan keluar karena merasa adanya pekerjaan diluar yang sangat menarik. Sebaliknya karyawan yang
tidak mempunyai harapan positif tidak akan keluar dari perusahaan karena merasa tidak ada pekerjaan yang menarik diluar. d. Nilai-nilai dan peran-peran yang bukan bersifat pekerjaan Karyawan yang merasa terpenuhi nilai-nilai dan peran-perannya dalam keluarga dan masyarakat akan merasa mampu bekerja dengan tenang. Sebaliknya karyawan yang tidak mampu memenuhi niali-nilai dan peran-perannya dalam keluarga dan masyarakat tidak dapat bekerja dengan tenang dan memilih untuk melakukan turnover.
Menurut Robbins (2006), stres kerja adalah kondisi dinamik yang didalamya individu menghadapi peluang, kendala atau tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting. Selye (Munandar, 2001) membedakan stres menjadi dua, yaitu: (1)
eustress atau stres yang positif, dalam dunia kerja stres yang baik dapat dilihat ketika stres meningkat menjadikan performa kerja lebih optimal. (2) distress atau stres yang negatif. Hal ini terjadi ketika seseorang mempersepsikan suatu pristiwa atau situasi yang dialaminya sebagai ancaman yang mencemaskan Aspek-aspek stres kerja dapat diungkapkan dari gejala-gejala sesseorang yang mengalami stres kerja, menurut Robbins ( 2006) meliputi: a.
Gejala fisik Robbins (2006) dan Jatno (1995) , Stres dapat menciptakan perubahan metabolisme, meningkatnya laju detak jantung, denyut nadi dan pernapasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit
kepala, sekresi adrenalin, gangguan pencernaan, ketegangan otot, banyak berkeringat, gangguan pernapasan, gangguan pendengaran, dan pada kasus stres tingkat berat akan mengakibatkan hipertensi dan jantung koroner. b.
Gejala Psikologis Robbins (2006), tanda-tanda ketika beban berlebih ialah mudah tersinggung dan lupa, kelelahan fisikal dan
mental, kecemasan,
ketidaktegasan, merasa tidak pasti, hilangnya objektivitas, kekhilafan dalam ingatan, gelisah, Somnabulisme (tidak dapat tidur), gugup, sulit berkonsentrasi dalam pengambilan keputusan, khawatir dan mengalami masa-masa lelah yang panjang c.
Gejala Perilaku Gejala stres yang terkait dengan perilaku mencakup perubahan kebiasaan makan, merokok berat dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah gangguan tidur.
Robbins yang mendefinisikan kepuasan kerja hanya sebagai sikap umum karyawan terhadap pekerjaan, maka pada penelitian ini untuk membahas tentang ketidakpuasan kerja, penulis merujuk pada teori kepuasan kerja. Herzberg (dalam Kreitner & Kinicki, 2001) menemukan perbedaan antara kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja. Prinsip teori ini ialah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja (job satisfaction) itu merupakan dua hal yang berbeda (Herzberg dalam As’ad, 2004). Artinya, kepuasan dan ketidakpuan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinyu.
Ketidakpuasan kerja diasosiasikan sebagai faktor dasar dalam konteks kerja atau lingkungan. Herzberg menyebutkan kelompok kedua ini sebagai faktor Hygiene. Dissatisfacfier (hygiene factors) ialah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari: kebijaksanaan perusahaan dan administrasi, penyeliaan, gaji, hubungan interpersonal, kondisi kerja, keamanan dan status kerja. Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan mengurangi atau menghilangkan kepuasan karena ini bukan sumber kepuasaan kerja. Aspek-aspek ketidakpuasan kerja pada penelitian ini mengacu pada teori dua faktor (two faktor teori) yang di kemukakan oleh Frederick Herzberg (dalam Reed & Kratchman, 1987). Menurut Herzberg, serangkaian kondisi ekstrinsik, keadaan pekerjaan (job context) dapat menghasilkan ketidakpuasan kerja di kalangan karyawan jika kondisi tersebut tidak ada atau disebut juga faktor iklim baik (hygiene theory). Aspek-aspek tersebut adalah: 1. Ketidakpuasan terhadap Gaji Perasaan puas atau tidak karyawan tehadap pekerjaan merupakan fungsi jumlah absolut dari gaji yang terima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. 2. Ketidakpuasan terhadap Rekan Kerja Rekan kerja yang sulit diajak bekerja sama memiliki efek yang negatif pada kepuasan kerja, karyawan akan menjadi kurang puas (Lawyer dalam Febrianti, 2003).
3. Ketidakpuasan terhadap Kondisi kerja Kondisi kerja yang kurang memperhatikan prinsip ergonomis seperti ruangan kerja yang sempit, udara yang panas, cahaya lampu yang menyilaukan
mata,
adalah
kondisi
kerja
yang
tidak
mengenakkan
(uncomfortable) akan menimbulkan keengganan untuk bekerja. Karyawan akan mencari alasan untuk sering-sering keluar ruangan kerjanya. 4. Ketidakpuasan terhadap Supervisi Apabila karyawan memandang supervisor sebagai figur ayah dan pemimpin yang bijaksana maka akan menciptakan kepuasan kerja, sebaliknya apabila karyawan memandang supervisor sebagai sosok yang menjengkelkan maka akan mengakibatkan timbulnya ketidakpuasan kerja
Hipotesis dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa bagian, hipotesis mayor yaitu, ada hubungan antara stres kerja, ketidakpuasan kerja dan intensi
turnover diperusahaan garmen di kawasan Yogyakarta bagian Barat. Terdapat dua hipotesi minor pada penelitian ini yaitu: 1.
Ada hubungan antara stres kerja dan intensi turnover diperusahaan garmen di kawasan Yogyakarta bagian Barat.
2.
Ada
hubungan
antara
ketidakpuasan
kerja
dan
intensi
diperusahaan garmen di kawasan Yogyakarta bagian Barat.
turnover
Metode Penelitian Variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini ada dua jenis variabel, yaitu variabel tergantung dan variabel bebas. Kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut: Variabel tergantung
: Intensi turnover
Variabel bebas
: a. Stres Kerja b. Ketidakpuasan kerja
Intensi Turnover Intensi turnover adalah keinginan karyawan untuk meninggalkan perusahaan tempat ia bekerja sekarang secara permanen dan sukarela sebagai hasil evaluasi mengenai hubungannya dengan perusahaan tetapi belum terwujud dalam bentuk tindakan yang pasti. Aspek-aspek yang terdapat dalam intensi
turnover yaitu: (1) berpikir mengenai
manfaat dan kerugian-kerugian bila
meninggalkan pekerjaan. (2) mencari pekerjaan alternatif dengan melihat-lihat lowongan pekerjaan diperusahaan lain. (3) mengevalusi alternatif pekerjaan yang ada dan membandingkan antara pekerjaan saat ini dengan pekerjaan alternatif. Intensi turnover diukur dengan menggunakan skala dengan metode
Likert, intensi turnover
diketahui dengan skor yang diperoleh subjek setelah
mengisi skala intensi turnover. Semakin tinggi skor yang diperoleh, semakin tinggi keinginan karyawan untuk keluar dari perusahaannya.
Stres kerja Stres kerja adalah suatu tanggapan adaptif yang dirasakan karyawan yang muncul dari interaksi antara manusia dan pekerjaannya, dimana kondisi dari pekerjaan tersebut terjadi ketidakseimbangan antara tuntutan kerja dan kemampuan
individu
yang
dirasa
dapat
mengancam
diri
individu
dan
menghasilkan penyimpangan fungsi normal individu baik penyimpangan fisik, psikologis dan perilaku. Aspek-aspek dari stres kerja antara lain : (1) gejala fisik, (2) gejala psikis, (3) gejala perilaku. Stres kerja diukur dengan menggunakan skala dengan metode Likert, stres kerja diketahui dengan skor yang diperoleh subjek setelah mengisi skala stres kerja. Semakin tinggi skor yang diperoleh, semakin tinggi stres yang dirasakan karyawan.
Ketidakpuasan kerja Ketidakpuasan kerja adalah suatu sikap negatif karyawan terhadap pekerjaannya yang berasal dari penilaian kognitif, afektif, dan evaluatif terhadap faktor-faktor ketidakpuasan
ekstrinsik kerja
dari
antara
pekerjaannya. lain: (1)
Aspek-aspek
ketidakpuasan
yang
terhadap
meliputi gaji. (2)
ketidakpuasan terhadap hubungan dengan teman sekerja. (3) ketidakpuasan terhadap kondisi kerja. (4) ketidakpuasan terhadap supervisi. Ketidakpuasa kerja diukur dengan menggunakan skala dengan metode Likert, ketidakpuasan kerja diketahui
dengan
skor
yang
diperoleh
subjek
setelah
mengisi
skala
ketidakpuasan kerja. Semakin tinggi skor yang diperoleh, semakin tinggi ketidakpuasan yang dirasakan karyawan. Subjek Penelitian
Karyawan perusahaan garmen di Yogyakarta bagian Barat yaitu karyawan dan karyawati bagian produksi/operator jahit baik perempuan maupun laki-laki dan memiliki latar belakang pendidikan dari SD sederajat hingga SMU sederajat.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah dengan membuat skala sendiri. Metode ini digunakan dengan mengingat variabel-variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel stres kerja, ketidakpuasan kerja dan intensi turnover. Variabel- variabel diatas dapat lebih mudah untuk diungkapkan dengan skala. Selain itu, metode ini memiliki bentuk yang langsung mendasarkan pada laporan tentang diri sendiri karena metode skala dapat mengungkap pengetahuan dan keyakinan pribadi dari subjek yang diteliti.
Metode Analisis Data Metode analisis data untuk melihat hubungan antara stres kerja, ketidakpuasan kerja dan intensi turnover yaitu dengan menggunakan metode analisis regresi dengan menggunakan bantuan fasilitas komputer yaitu program
SPSS 13 for windows yang meliputi Pengujian Reliabilitas, pengujian Normalitas, pengujian Linieritas dan Analisis Regresi.
Pembahasan
Berdasarkan
hasil
analisis
regresi
dikatakan
bahwa
stres
kerja,
ketidakpuasan kerja dan intensi turnover memiliki nilai persamaan garis regresi sebesar F= 25,111 dengan p=0,000 (p<0,01). Hasil uji hipotesis tersebut menunjukkan adanya hubungan yang sangat signifikan antara ketiga variabel penelitian. Artinya hipotesis mayor diterima, ada hubungan yang sangat signifikan antara stres kerja, ketidakpuasan kerja dan intensi turnover. Menurut Hadi (2000) arti dari signifikan adalah karena nilai koefisien persamaan garis regresi menunjukkan hal yang berarti pada hubungan antara ketiga variabel tersebut. Hasil
analisis
regresi
dengan
menggunakan
metode
Stepwise
menunjukkan sumbangan dari prediktor yang memberikan kontribusi terhadap intensi turnover adalah stres kerja yaitu sebesar 21,6% dengan r=0,478 dan p=0,000 (p<0,01) artinya sangat signifikan, sedangkan ketidakpuasan kerja memiliki kolerasi sebesar r=0,132 dan p=0,210 (p>0,05) artinya tidak signifikan. Angka-angka diatas menunjukkan bahwa hipotesis minor pertama diterima, terdapat hubungan antara stres kerja dan intensi turnover.
Kesimpulan Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stres kerja, ketidakpuasan kerja dan intensi turnover. Artinya hipotesis mayor diterima. Penggunaan metode Stepwise, diketahui sumbangan terbesar dari prediktor yang paling mempengaruhi intensi turnover adalah stres kerja, hasil analisis stres kerja dan intensi turnover menunjukkan bahwa hipotesi minor pertama yang diajukan diterima, ada hubungan yang sangat signifikan antara stres kerja dan intensi turnover, semakin tinggi tingkat stres kerja maka semakin tinggi pula tingkat intensi tunover karyawan. Sedangkan ketidakpuasan kerja dan intensi turnover karena dari proses korelasi tidak memiliki hubungan dengan intensi turnover dan pada analisis Stepwise, tidak ditampilkan atau tidak memberikan kontribusi yang berarti pada intensi turnover. Artinya hipotesi minor kedua yang diajukan ditolak, tidak terdapat hubungan antara ketidakpuasan kerja dan intensi turnover.
Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti mengajukan beberapa saran, yaitu: 1.
Bagi perusahaan tempat penelitian, disarankan agar pihak menejemen perusahaan kondisi fisik dan psikologis para karyawan dalam kemampuan mereka menyelesaikan pekerjaaan baik pengelolaan kembali jam kerja dan
jumlah beban kerja yang diberikan kepada karyawan. Selain ini
disarankan pula bagi manejemen perusahaan untuk memperhatikan
kondisi fisik lingkungan kerja, baik itu mengenai sirkulasi udara, kebersihan lingkungan kerja. 2.
Bagi
peneliti
selanjutnya,
disarankan
untuk
melakukan
penelitian
terhadap variabel bebas lainnya yang berhubungan dengan intensi
turnover seperti persepsi tentang keadilan, ketidaknyamanan kerja, komitmen organisasi. serta tidak menutup kemungkinan pada peneliti selanjutnya menggunakan pendekatan kualitatif dalam mengungkapkan intensi turnover dalam diri karyawan. Jika penelitian lain tertarik untuk mengungkap tentang ketidakpuasan kerja, hendaknya peneliti harus lebih teliti terhadap alat ukur yang dibuat, terutama peliti harus benar-benar mencermati kesesuaian antara pernyataan dan respon jawaban.
Daftar Pustaka Dahesihsari, R dan Seniati. 2002. Hubungan antara Peran Jenis Kelamin, Fear of Success dan Kesukubangsaan dengan Komitmen Dosen Perempuan terhadap Organisasi. Jurnal Anima, Indonesian
Psychologikal Journal Vol. 17 No4
Handi, S.S dan Suhariadi ,F. 2003. Pengaruh Persepsi Karyawn tentang Keadilan Organisasi terhadap Intensi Turnover di PT.ENG Gresik Juliandi.A. 2003. Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja dalam Mempengaruhi Intensi untuk Bertahan atau keluar dari Lingkungan Pekerjaan.
Jurnal Ilmiah “Menejemen dan Bisnis” Vol 3 No 01 April 2003. Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara
Kurniasari. 2005. Pengaruh Komitmen Organisai dan Job Insecurity Karyawan terhadap Intensi Turnover. Tesis. Universitas air Langga, Surabaya. http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=328.15/03/08 W.H.1986. Pergantian Karyawan: Sebab-Akibat Pengendaliaannya. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo
Mobley,
dan
Munandar. 2001. Psikologi dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia press Poza and Henneberger. 2002. Analyzing job mobility with Job Turnover Intenstion: An International Comparative Study. Research Institute
fo Labour Economics and Labour Law
Robbins. 2006. Perilaku Organisai, Edisi Kesepuluh. Alih Bahasa: Drs. Benyamin Molan. Jakarta: PT. Index Schaubroeck and Jennings. 1989. Antecedents and Consequences of Role Stress: a Covariance Structure Analysis. Journal of Organizational
Behavior Vol 10, 35-58; January 1989
Supriyanto dan Santoso, G.A. 2005. Pengambilan Putusan Pindah Kerja (Studi Deskriptif Proses Pengambilan Putusan Karyawan yang Pernah Pindah Kerja). Jurnal Anima, Indonesia Psychological
Journal Vol 20 No4, 365-379