NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI SUAMI DENGAN KEKERASAN SUAMI TERHADAP ISTRI DALAM RUMAH TANGGA
Disusun oleh: YENI WIDIANA T HEPI WAHYUNINGSIH
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2007
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI SUAMI DENGAN KEKERASAN SUAMI TERHADAP ISTRI DALAM RUMAH TANGGA
Telah Disetujui Pada Tanggal
Dosen Pembimbing Utama
(Hepi Wahyuningsih, S.Psi., M.Si.)
HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI SUAMI DENGAN KEKERASAN SUAMI TERHADAP ISTRI DALAM RUMAH TANGGA
Yeni Widiana Tunjungsari Hepi Wahyuningsih
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga. Semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin rendah kekerasan suami terhadap istri sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi maka akan semakin tinggi kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga. Subjek penelitian ini adalah karyawan yang sudah menikah (suami) di Rumah Makan Ikan Bakar Jimbaran dan Rumah Makan Mai-mai Seturan Yogyakarta. Adapun skala yang digunakan adalah skala kecerdasan emosi sejumlah 42 aitem dan skala kekerasan suami sejumlah 24 aitem. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik dengan bantuan program SPSS versi 11,5 untuk menguji apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga. Korelasi dari Spearman’s menunjukkan korelasi sebesar r = -0,465; p = 0,000 atau p < 0,01 yang artinya ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga. Jadi hipotesis penelitian ini diterima. Kata kunci : Kecerdasan emosi, Kekerasan Suami
PENGANTAR Keharmonisan rumah tangga yang dilandasi dengan saling menerima dan saling mengerti hak dan kewajiban masing-masing merupakan dambaan dalam kehidupan berumah tangga. Keadaan yang terjadi tidak semua kehidupan berumah tangga merasakan hal tersebut, oleh karena sebab-sebab tertentu seperti dari banyaknya kasus kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga. Kekerasan terhadap istri saat ini merupakan masalah sosial yang serius tetapi kurang mendapat perhatian dan tanggapan dari masyarakat. Kasus-kasus kekerasan terhadap istri tidak terungkap secara terbuka karena ada anggapan bahwa keluarga sebagai sebuah institusi yang merupakan wilayah pribadi sehingga tidak seorangpun dapat mencapainya. Nilai yang berkembang bahwa memperlakukan istri sekehendak suami merupakan hak mutlak suami sebagai pemimpin dan kepala keluarga (Alimi, 2002). Banyaknya masalah kekerasan terhadap istri kini sudah menjadi isu hangat yang sering diperbincangkan oleh berbagai komunitas dan mendapatkan tempat yang cukup banyak diberbagai artikel atau media massa, televisi dan radio. Walaupun banyaknya media yang menayangkan dan mengupas permasalahan kekerasan terhadap istri ini, tetapi masalah ini masih kurang banyak ditanggapi atau kurang mendapat perhatian yang serius dari masyarakat. Kekerasan terhadap istri dibagi dalam empat bentuk, yaitu kekerasan fisik yang menimbulkan rasa sakit pada fisik korban atau serangan terhadap integritas fisik seseorang (Rismiati, 2000). Kekerasan fisik secara umum meliputi semua bentuk
serangan dan siksaan seperti menampar, memukul, menendang, menarik rambut, menyodok, menggigit, membakar, mencubit, melakukan eksploitasi, mengabaikan kesehatan istri,dan sebagainya.
Kekerasan psikologis (emosional) merupakan
kekerasan yang berbentuk serangan terhadap integritas mental seseorang (Rismiati, 2000). Kekerasan psikologis mencakup penyiksaan secara emosional dan verbal terhadap korban, sehingga melukai kesehatan mental dan konsep diri perempuan. Kekerasan ini dapat berupa hinaan kepada istri atau melontarkan kata-kata yang merendahkan dan melukai perasaan istri, celaan, makian, ancaman akan melukai atau membunuh istri dan anak-anak, mengancam akan menceraikan istri, pengisolasian perempuan dari kebutuhan-kebutuhan dasarnya (nafkah lahir dan batin), rasa takut dan sebagainya (Rifka Annisa,1995). Kekerasan seksual Rifka Annisa (1995) menyebutkan bahwa kekerasan seksual meliputi semua aktivitas seksual yang dipaksakan pada istri (tanpa persetujuan istri). Meskipun aktivitas seksual yang terjadi adalah antara suami dan istri, tetapi karena sifatnya memaksa, maka termasuk sebagai kekerasan dan penyiksaan, karena tindakan dilakukan sebagai ekspresi power dan bukan semata mata dorongan seksual yang tidak terkontrol. Kekerasan Ekonomi, bentuk-bentuk kekerasan ekonomi antara lain tidak memberi nafkah istri, memanfaatkan ketergantungan ekonomi istri, menguasai hasil kerja istri atau memeras uang dari penghasilan istri, menghabiskan uang belanja untuk berjudi, mamaksa istri bekerja untuk memenuhi kebutuhan suami (Rifka Annisa, 1995).
Menurut Abbott (1992) adapun ciri-ciri khusus dari seseorang yang berkecenderungan melakukan tindak kekerasan yaitu, ketrampilan komunikasi yang kurang, kontrol terhadap impuls yang lemah, dan pengangguran atau stress bekerja. Langley dan Levy (1987) juga menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki rasa percaya diri yang rendah, ketrampilan komunikasi dan kontrol impuls kurang, dan punya kebutuhan tinggi untuk mengontrol orang lain, akan berpengaruh pada tindak kekerasan. Berdasarkan dari faktor-faktor tersebut diatas yaitu adanya ketrampilan komunikasi dan kontrol impuls yang kurang merupakan bagian dari aspek-aspek kecerdasan emosi. Goleman (2005) memberikan definisi kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan tahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. Dari definisi tersebut Goleman (2000) mengklasifikasikan kecerdasan emosi kedalam aspek-aspek yaitu; kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi diri, empati, dan ketrampilan sosial. Berangkat dari hal inilah, suami dituntut untuk mempunyai motivasi diri yang tinggi agar dapat menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan membantu mengambil inisiatif dan bertindak effektif serta mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang ada dengan pikiran dan tindakan yang positif. Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa kecerdasan emosi mempunyai pengaruh positif terhadap kekerasan suami pada istri.
Suami yang
mempunyai kecerdasan emosi yang tinggi maka kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri akan rendah, namun apabila kecerdasan emosi yang dimiliki suami rendah maka suami untuk melakukan tindak kekerasan terhadapistri akan tinggi.
METODE PENELITIAN Subjek penelitian ini adalah laki-laki yang telah berumah tangga (suami) dengan usia yang tidak lebih dari 45 tahun. Sebagian besar dari subjek adalah asli penduduk dari Yogyakarta, namun ada juga beberapa yang merupakan pendatang. Pemilihan subjek yang dilakukan adalah mereka yang telah menikah, dan ditujukan kepada suami.
Hal ini dilakukan karena penelitian yang dilakukan bertujuan
mengungkap perilaku suami akan kekerasan dalam rumah tangga. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuesioner atau yang biasa disebut juga sebagai angket. Metode kuesioner ini berdasarkan laporan tentang diri sendiri (self-report). Dipilih menggunakan metode kuesioner karena sesuai dengan apa yang dikemukakan Hadi ( 2002) bahwa ada tiga kelebihan dalam menggunakan metode ini, yaitu: pertama, subyek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri; kedua, bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya, dan; ketiga, interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti. Jenis penyusunan aitem atau format penyajian berupa format pilihan, dimana responden diminta untuk memilih hanya satu jawaban dari beberapa alternatif
jawaban yang diberikan (Hadi, 2002). Dipilih menggunakan format ini guna lebih memudahkan responden dalam memberikan jawaban atau respon dan umumnya sudah menjadi sifat manusia untuk lebih memilih daripada memberi (Azwar, 2003). Skala kecerdasan emosi yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap tingkat kecerdasan emosi yang dimiliki oleh suami.
Skala
pengukuran ini dibuat oleh peneliti berdasarkan lima aspek kecerdasan emosi yang dikemukakan oleh Goleman (1997), yaitu: kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi diri, empati dan ketrampilan sosial. Skala kecerdasan emosi terdiri atas 42 butir dengan menggunakan skala sikap model Likert, yang terdiri atas pernyataan favourable dan unfovourable. Pilihan jawaban terdiri atas empat kategori, yaitu: SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Skor diberikan berdasarkan jenis pernyataan dan kategori jawaban yang dipilih. Untuk pernyataan favourable, jawaban SS diberi skor 4, jawaban S diberi skor 3, jawaban TS diberi skor 2, dan jawaban STS diberi skor 1. Untuk pertanyaan unfavourable, jawaban SS diberi skor 1, jawaban S diberi skor 2, jawaban TS diberi skor 3, dan jawaban STS diberi skor 4. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka akan semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki suami. Skala kekerasan suami terhadap istri merupakan modifikasi dan pengembangan peneliti yang merupakan adaptasi dari Conflict Tactic Scale disusun oleh Strauss (1979) dan konstruksi Ptacek (1993) tentang perilaku. Skala kekerasan suami terhadap istri terdiri dari 24 butir dan menggunakan 4 kategori jawaban yaitu : Sangat sering (SS), Sering (S), Kadang-kadang (KK) dan Tidak pernah (TP). Untuk
setiap aitem maka jawaban SS diberi skor 4, jawaban S diberi skor 3, jawaban KK diberi skor 2, dan jawaban TP diberi skor 1. Semakin rendah skor yang diperoleh maka akan semakin rendah kekerasan suami terhadap istri. Untuk menguji adanya korelasi antara kecerdasan emosi dengan kekerasan suami terhadap istri, digunakan teknik korelasi Spearman’s dari program SPSS 11.5 for Windows.
HASIL PENELITIAN Deskripsi Data Penelitian Variabel Kecerdasan Emosi Kekerasan Suami
Hipotetik Xmin Xmax Mean SD 42 168 105 21
Empirik Xmin Xmax Mean SD 79 154 121,60 17,966
24
26
96
60
12
69
37,91
11,841
Berdasar deskripsi data di atas dapat dilihat apakah kecerdasan emosi dan kekerasan suami terhadap istri tergolong sangat tinggi, tinggi, sedang atau rendah yaitu dengan cara membuat kategorisasi masing-masing variabel.
Pada sebaran
hipotetik skala kecerdasan emosi dapat dilihat subyek penelitian memiliki skor empirik sebesar µ = 121,60, ini menunjukkan subyek penelitian tergolong kategori tinggi. Tabel 2 Kategori Variabel Kecerdasan Emosi Kategori Skor Sangat rendah
X < 73,5
Frekuensi
Persentase (%)
0
0
Rendah
73,5 = X < 94,5
7
8,97 %
Sedang
94,5 = X < 115,9
15
19,23 %
Tinggi
115,5 = X < 136,5
37
47,43 %
136,5 = X
19
24,35 %
78
100 %
Sangat Tinggi
Sebaran hipotetik skala kekerasan suami terhadap istri menunjukkan subyek penelitian memiliki skor empirik sebesar µ =
37,91, ini menunjukkan subyek
penelitian termasuk dalam kategori sangat rendah. Tabel 3 Kategori Variabel Kekerasan Suami Kategori Sangat rendah
Skor X < 42
Frekuensi 59
Persentase (%) 75,64 %
Rendah
42 = X < 54
10
12,82 %
Sedang
54 = X < 66
4
5,12 %
Tinggi
66 = X < 78
5
6,41 %
Sangat Tinggi
78 = X
0
0
78
100 %
Dari hasil uji normalitas dapat diketahui bahwa hasil sebaran skor variabel kecerdasan emosi adalah normal (p = 0,475 ; p > 0,05). Dan untuk hasil sebaran skor variabel kekerasan suami terhadap istri tidak normal (p = 0,010 ; p < 0,05). Berikut ini tabel hasil uji normalitas : Tabel 4 Tabel Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ks N Normal Parameters(a,b)
Mean Std. Deviation
78 37,91 11,841
ke 78 121,60 17,966
Most Extreme Differences
Absolute Positive Negative
,184 ,184 -,120 1,629 ,010
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
,096 ,075 -,096 ,844 ,475
Test distribution is Normal.
Dari hasil uji linieritas dapat dikatakan bahwa variabel kecerdasan emosi dengan variabel kekerasan suami terhadap istri memiliki korelasi yang linear dengan F = 42,584 dan p = 0,000 (p < 0,05). Berikut ini tabel uji linieritas : Tabel 5 Tabel Uji Linieritas ANOVA Table Sum of Squares ks * ke
Between Groups
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
Within Groups Total
7781,238
Mean Square
df 43
F
Sig.
180,959
2,041
,017 ,000 ,417
3776,378
1
3776,378
42,58 4
4004,860
42
95,354
1,075
3015,133
34
88,680
10796,372
77
Uji hipotesis menunjukkan hasil besarnya koefisien korelasi antara variabel kecerdasan emosi dengan variabel kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga sebesar Gxy = -0,465 dan p = 0,000 (p < 0,01). Hal ini berarti bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga. Maka hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin rendah kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga. Hasil uji korelasi Spearman’s dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6 Tabel Uji Korelasi Spearman’s Correlations ke Spearman's rho
ke
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
ks
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N
ks
1,000
-,465(**)
.
,000
78
78
-,465(**)
1,000
,000
.
78
78
** Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Hasil analisis juga menunjukkan koefisien determinasi (R squared) variabel kecerdasan emosi dengan kekerasan suami terhadap istri sebesar 0,350 %, berarti variabel kecerdasan emosi memiliki kontribusi sebesar 35 % dalam menurunkan kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga.
PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu adanya hubungan negatif antara kecerdasan emosi suami terhadap kekerasan suami terhadap istri. Secara empirik hipotesis dapat dibuktikan dengan r xy = -0,465 menunjukkan hubungan negatif dengan hasil korelasi 0,000 (p < 0,01). Dan ini membuktikan bahwa ada hubungan negative yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga. Semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki suami maka akan semakin rendah perilaku kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga, tetapi apabila kecerdasan emosi suami
rendah maka perilaku kekerasan suami terhadap istri akan semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan oleh peneliti dapat diterima. Dari
hasil
analisis
terbukti
bahwa
kecerdasaan
emosi
suami
mempengaruhi kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga. Hal ini diperkuat lagi dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Salovey dan Mayer (dalam Shapiro, 1997) bahwa kecerdasan emosi sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan dalam memantau perasaan dan emosi, baik pada diri sendiri maupun orang lain, memilah-milah semuanya dan kemudian menggunakan informasi untuk membimbing pikiran dan tindakan. Apabila suami dapat mengendalikan dan memantau kecerdasan sosialnya, maka kemampuan dalam mengelola emosi negatif yang bisa mengakibatkan tindak kekerasan terhadap istri akan mengarah ke emosi positif dan dapat menjalin hubungan sosial secara harmonis. Goleman (1997) kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan tahan mengahadapi frustasi, mengendalikan hubungan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Dutton (dalam Dewi, 1996) bahwa kekerasan terhadap istri biasanya banyak dilakukan oleh suami yang frustasi karena tidak mampu menyelesaikan masalah dalam rumah tangganya. Patton (1998) menyatakan bahwa semakin tinggi kesadaran diri yang dimiliki seseorang, akan semakain pandai dalam menangani perilaku negatif yang ada dalam dirinya sendiri.
Kelemahan penelitian ini dirasakan peneliti saat pengambilan data yaitu kurang terbukanya subjek penelitian dalam menjawab pernyataan pada aitem-aitem yang disediakan hal ini dapat dimaklumi karena masalah yang diungkap merupakan masalah sensitive dan privacy sehingga keterbukaan atau kejujuran dari beberapa subjek penelitian diragukan. Pemilihan kata dan tata bahasa yang digunakan pada skala kekerasan suami maupun skala kecerdasan emosi dapat menimbulkan banyak interpretasi, sehingga penulis lebih kritis dalam pemilihan aitem yang mewakili aspek yang tepat untuk mengungkap hal yang akan diungkap dan pembuatan aitem juga perlu memperhatikan tata bahasa yang tidak menimbulkan penafsiran ganda.
KESIMPULAN Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi suami dengan kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga, dengan koefisien korelasi sebesar Gxy = -0,465 dan p = 0,000 (p < 0,01). Maka hipotesis yang diajukan peneliti diterima, semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki suami maka akan semakin rendah kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga. Kecerdasan emosi mempunyai kontribusi sebesar 35% dalam menurunkan kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga.
Saran 1. Bagi para pelaku kekerasan (suami) Agar bisa mengerti dan memahami kalau anak dan istri adalah merupakan tanggung jawabnya, sehingga masalah-masalah yang timbul tidak terjadi karena adanya rasa tanggung jawab dari suami.
Serta
memperhatikan keinginan
bersama, dan memahami perbedaan karakter dari masing-masing individu untuk lebih dapat terbuka dan menjaga komunikasi karena menjaga perkawinan harus dimulai dari niat yang kuat untuk saling mengerti dan menghargai pasangan. 2. Bagi para istri Hendaknya asertif, dan berani berkata “tidak” pada pasangan apabila ada perilaku ataupun sikap yang tidak berkenan dihatinya. 3. Untuk peneliti selanjutnya a. Untuk peneliti selanjutnya, dengan melihat hasil penelitian dari sumbangan kecerdasan emosi terhadap kekerasan suami 33,6 % maka disarankan untuk lebih menggali faktor-faktor lain yang mempengaruhi kekerasan suami terhadap istri dalam rumah tangga.. b.
Terus-menerus melakukan perbaikan terhadap alat ukur yang digunakan, sehingga tingkat reliabilitas dan validitasnya bisa menjadi lebih baik. Selain itu, pada saat pengambilan data penelitian supaya peneliti mengawasi subjek penelitian secara langsung dalam mengisi skala.
DAFTAR PUSTAKA
Alberta. 1995. Wife Abuse. Alberta Family and Social Servise. 10 April 1995. Abbott. 1992. Masculine & Feminine. USA : Mc. Graw Hill. Azwar, S. 1999 Penyusunan Skala Psikologi, Edisi Ke 1. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Chusairi, A. 1998. Hubungan antara Sikap Gender Patriarkis Suami dengan Perilaku Kekerasan Suami terhadap Istri di Masyarakat Perkotaan Yogyakarta (Skripsi). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Chusairi, A. 2000. Kekerasan terhadap Istri dan Ketidakadilan Jender. Menggugat Harmoni. Yogyakarta : Rifka Annisa Women’s Crisis Center. Cooper, R. and Kand Sawaf, A. 1998. Executive EQ, Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi. (Penterjemah : Kantjono) Jakarta : Gramedia. Cromwell, R. E. and Olson, D. 1975. Power in Families New York : John Wiley. Olson, D. 2003. Marriages and Families 4th ed. Boston: A&B Dewi, S.R. 1996. Kekerasan Suami pada Istri di Masyarakat Perkotaan (Skripsi). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Gerber, G.L. 1991. Gender Stereotype and Power : Perception of the Role in Violence Marriage. Sex Roles, Vol 24. No. 7/8 439-458. Gelles, R. J. 1995. Contemporary Families A Sociological View. London : Sage Publishing. Goleman, D. 1996. Kecerdasan Emosional (Penterjemah : Hermaya) Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Goleman, D. 2000. Kecerdasan Emosional untuk Mencapai Puncak Prestasi (Penterjemah : Widodo)ATK. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Grant, A. 1991. Breaking the Cycle of Violence in the Family. The Providence Journal Bulletin, 24 Desember 1991. Green, H. A. 1982. Child Abuse in Lachenmeyer R. J & Gibbs, S. M (Eds). Psychopathology in Childhood. New York : Gardner Press Inc. Hadi, S. 2002. Metodologi Research, Jilid 2. Yogyakarta : Andi. Hakimi, M., Hayati, E.N., Mailinawati, U.U., Winkuist, A., Ekksberg, M.C. 2001. Membisu Demi Harmoni Laporan Penelitian Kekerasan terhadap Istri dan Kesehatam Perempuan di Jawa Tengah Indonesia. Yogyakarta : LPKGMFK UGM Yogyakarta. Rifka Annisa Women Crisis Center Yogyakarta. Hartati, S. 2006. Mengembangkan Kecerdasan Emosi: Tazkiya. Psychology, Vol. 6. No. 1.
Journal of
Hasanah, M., Alsa, A. dan Rustam, A. 2006. Kekerasan dalam Rumah Tangga: Studi Kualitatif. Jurnal Psikologi Proyeksi,Vol. 1. No. 1. Hasbianto, E.N. 1996. Kekerasan dalam Perempuan Potret Muram Kehidupan Perempuan dalam Perkawinan. Seminar Nasional Yogyakarta : 6 November 1996. Hayati, E.N. 2000. Konseling Berwawasan Gender. Yogyakarta : Rifka Annisa.Women Crisis Center. Hoffman, K. L., Demo, D. H., & Edwards, J. N. (1994) Physical Wife Abuse in Nonwestern Society: An integrated theoretical approach. Marriages and Families. Indrijani, 1998. Hubungan Antara Harga Diri dan Orientasi Peran Jenis dan Motivasi Untuk Berkarier (Skripsi). Yogyakarta, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Koentjoro, 1989. Perbedaan Harga Diri Remaja di Daerah Penghasil Pelacur dan Bukan Pelacur, Laporan Penelitian, Yogyakarta, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Kristyanti, R. J. 2004. Memahami Kekerasan pada Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga : Studi Kualitatif. Jurnal Psikologi, Vol. 13. No. 1. Langley, R dan Richard C, Levy. 1978. Wife Beating : The Silent Crisis NewYork : Pocket Book
Langley, R. dan Richard C. Levy. 1987. Memukul Istri Kejahatan yang Tidak Dihukum. Jakarta : Cakrawala Cinta. Mackenzie, D. A. 1985. WifeAbuse : An Overview of Salient Issue. Journal of Community Mental Health, 4, 111. Malone, J. 1996. The Self Esteem of Women, Human Develpoment. Patrani.
1999. Kekerasan Fisik terhadap Anak dan Strategi Coping yang dikembangkan Anak (Skripsi). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Patton, P. 1998. Emotional Intelligence di Tempat Kerja, (Penterjemah : Zaini Dahlan). Jakarta : Pustaka Delaprasta. Prawitasari, J. E. 1995. Mengenal Emosi melalui Komunikasi Nonverbal. Buletin Psikologi, Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Ptacek, J. 1993. Why do Men Better Their Wives ? Feminist Research. USA : Mc. Graw Hill. Rifka Annisa, 1995. Kekerasan terhadap Perempuan. Yogyakarta: Rifka Annisa Women’s Crisis Center.
Laporan Penelitian,
Rismianti, 2000. Kekerasan terhadap Perempuan Suatu Renungan. Jurnal Psikologi, Vol. 15. No. 1. Unger, R. dan M. Crawford. 1992. Women and Gender A. Feminist Psychology. New York : Mc. Graw Hill Inc. Shapiro, L. 1997. Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. (Penterjemah : Alex Tri Kantjono). Jakarta : Buana Printing. Shehan, C. L. 2003. Marriages and Families 2nd ed. Boston: A&B Subhan, Z. 2004. Kekerasan terhadap Perempuan. Yogyakarta : Pustaka Pesantren. Sulastri, E. dan Retnowati, S. 2003. Studi Eksploratif tentang Kekerasan terhadap Perempuan dalam Rumah Tangga di Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Jurnal Psikologika, No. 16.
Straus, M. A. 1979. Measuring Intrafamily Conflict and Violence : The Conflict Tactics (CT) Scales. Marriages and Families. Stets, J. E. 1991. Verbal and Physical Aggression in Marriage. Journal of Marriage and the Family, 501-514.