REGULASI EMOSI ISTRI YANG MEMILIKI SUAMI STROKE Oktavia Dewi Kusumaningrum Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan
[email protected]
Abstract The presence of stroke experienced by the husband in a family is certainly going to affect the lives of all the other family members, especially his wife and children. The purpose of doing research is to know the description of emotion as well as how the regulation of emotion associated with stoke’s wife husband and factors that influence the use of emotion regulation as a result of the events that give rise to emotion In this research using methods qualitative with the approach phenomenology. The technique of collecting data in this research is using methods observation and an interview conducted to a subject and significant other. A subject of study that is, two people wife which a husband has a stroke a.s 58 years and 68 years. Emosi-emosi experienced by the wife of which a husband has a stroke in this research is quite varied. Angry, emotion sad, love and harapan perceived almost entirely by the subject of associated with comportment and the condition of the husband. Regulatory processes emotion used by the subject of another pemilihan situation, between change the situation, the spread of attention, cognitive change, change response. The result showed wife which a husband has a stroke suffered a great variety of emotions between another negative emotions as shocked stress, impatient, angry, cry, sad, stress, aggravation, appear and pressed, a positive emotion as patience, altruistic, receive, surrender, hopes empathy, glad when it can be joking with husband, coping and factors that affects the use of emotion stressor, among other regulations physiological factors, a factor of age, cognitive, social aspect, especially the influence of the family culture Conclusion this research is the capacity of varying regulatory emotion each individual influenced by stressor, physiological factors, a factor of age, cognitive, social aspect, especially the influence of the family and culture Key words : regulation of emotion, stroke, Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran emosi dan regulasi emosi istri terkait dengan stoke suami, serta faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan regulasi emosi sebagai akibat dari peristiwa yang menimbulkan emosi.
Oktavia Dewi Kusumaningrum
199
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara yang dilakukan kepada subjek dan significant other. Subjek penelitian yaitu dua orang istri yang memiliki suami stroke, masing-masing berusia 58 tahun dan 68 tahun. Emosi-emosi yang dialami oleh istri yang memiliki suami stroke dalam penelitian ini cukup beragam. Emosi marah, sedih, cinta dan harapan dirasakan hampir seluruhnya oleh subjek berhubungan dengan tingkah laku dan kondisi suami tersebut. Proses regulasi emosi yang digunakan oleh subjek antara lain pemilihan situasi, perubahan situasi, penyebaran perhatian, perubahan kognitif, dan perubahan respon. Hasil penelitian menunjukkan istri yang memiliki suami stroke mengalami berbagai emosi negatif seperti kaget, stres (tertekan), tidak sabar, marah, menangis, sedih, jengkel, dan emosi positif seperti sabar, ikhlas, menerima, pasrah, berharap, empati, senang ketika dapat bercanda dengan suami. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan regulasi emosi antara lain stresor, faktor fisiologis, faktor usia, kognitif, aspek sosial terutama pengaruh keluarga, dan faktor budaya. Kesimpulan penelitian ini adalah kemampuan regulasi emosi setiap individu berbeda-beda dipengaruhi oleh stresor, faktor fisiologis, faktor usia, kognitif, aspek sosial terutama pengaruh keluarga, dan faktor budaya. Kata kunci : regulasi emosi, stroke
PENDAHULUAN Stroke (berasal dari kata strike) berarti pukulan pada sel otak, biasanya disebabkan adanya gangguan distribusi oksigen ke sel otak. Adanya gangguan aliran darah pada pembuluh darah otak dimungkinkan karena aliran yang terlalu perlahan, atau sebaliknya aliran terlalu kencang sehingga pecah (mengalami pendarahan), yang pada akhirnya sel-sel otak yang diatur oleh pembuluh darah tersebut mati. Gejala stroke yang terlihat tergantung dari sel otak yang rusak. Pada stroke terjadi penurunan fungsi dan aktivitas pada salah satu atau sekelompok otot yang diatur oleh satu saraf otak tertentu. Kejadian stroke sangat tiba-tiba. Pada kondisi yang berat, dapat terjadi kelumpuhan sebelah badan dan kesadaran menurun (Yatim, 2005). Secara sederhana, stroke terjadi jika aliran darah ke otak terputus. Otak sangat tergantung pada pasokan darah yang berkesinambungan, yang dialirkan oleh arteri (pembuluh nadi). Jika pasokan darah berhenti akibat pembekuan darah atau pecahnya pembuluh darah, sedikit atau banyak akan terjadi kerusakan pada otak yang tidak dapat diperbaiki (infark otak). Dampaknya adalah fungsi kontrol bagian tubuh oleh daerah otak yang terkena stroke akan hilang atau mengalami gangguan yang dapat mengakibatkan kematian (Sustrani, dkk., 2006). Stroke memiliki konsekuensi yang besar terhadap kehidupan seseorang secara pribadi, sosial, vokasional dan fisikal. Mereka yang mengalami kerusakan minimal setelah stroke dapat kembali ke pekerjaannya semula, namun banyak yang tidak dapat kembali bekerja walaupun untuk paruh waktu. Stroke membuat seseorang mengalami ketergantungan dengan orang lain, setidaknya untuk sementara, dan sebagai konsekuensi hubungan keluarga atau sosial lainnya
200
EMPATHY Vol.I No.1 Desember 2012
akan sangat terpengaruh langsung. Setelah stroke biasanya terjadi kesulitan motorik, gangguan fungsi kognitif dan emosi, tergantung daerah otak yang mendapatkan serangan (Hasan, 2008). Kejadian stroke tidak hanya menimpa penderitanya melainkan juga mempengaruhi kehidupan keluarga. Salah seorang anggota keluarga mendadak menjadi tidak berdaya, menghilang perannya di keluarga dan menjadi beban keluarga. Readaptasi merupakan hal yang penting dalam mempertahankan kehidupan keluarga menghadapi keadaan baru. Lumbantobing (Handayani dan Dewi, 2009) berpendapat bahwa keluarga perlu didorong dan dimotivasi untuk menghadapi keadaan secara nyata. Menurut Tang (Handayani dan Dewi, 2009) saat salah satu anggota keluarga mengalami stroke maka seluruh keluarga kadang-kadang ikut menderita. Situasi ini akan bertambah sulit apabila hanya ada satu anggota keluarga yang merawat penderita stroke. Menurut Sutrisno (2011) tidak semua keluarga siap menerima kondisi seperti ini, yang sering terjadi stroke memicu timbulnya gangguan emosional. Penderita menjadi pribadi yang pemurung, putus asa, sedih, gampang tersinggung dan kecewa. Kondisi buruk ini harus siap dihadapi anggota keluarga. Diperlukan kesabaran dan ketenangan baik dari suami stroke maupun dari pihak keluarga. Menurut Sunaryo (Pambudi, 2008) sebuah keluarga merupakan unit dasar dari masyarakat yang anggotanya mempunyai suatu komitmen untuk memelihara satu sama lain baik secara emosi maupun fisik. Sebuah keluarga dapat dipandang sebagai sistem terbuka, sehingga suatu perubahan atau gangguan pada salah satu bagian dari sistem dapat mengakibatkan perubahan atau gangguan dari seluruh sistem. Stres atau cemas yang dihadapi dan dialami oleh salah satu anggota keluarga mempengaruhi seluruh keluarga. Cemas merupakan perasaan internal yang sumbernya sering kali tidak spesifik serta mengancam keamanan seseorang dan kelompok. Cemas disebabkan oleh krisis situasi, tidak terpenuhinya kebutuhan, perasaan tidak berdaya dan kurang kontrol pada situasi kehidupan. Cemas dapat terjadi pada siapa saja baik orang sehat atau orang sakit. Bagi orang sakit kecemasan akan meningkat, terlebih jika yang bersangkutan didiagnosis menderita penyakit terminal seperti stroke yang dipandang oleh masyarakat sebagai penyakit penyebab kematian. Pihak keluarga juga merasa cemas jika yang sakit adalah orang yang sangat dicintai, sebagai tulang punggung keluarga atau sumber dari segalanya bagi keluarga. Berdasarkan latar belakang masalah, tampak salah satu permasalahan yang cukup penting pada istri yang memiliki suami stroke adalah masalah emosional. Oleh karena itu, permasalahan pada penelitian ini adalah ingin mengungkap bagaimana regulasi emosi istri yang memiliki suami stroke dengan pendekatan kualitatif meliputi gambaran emosi-emosi yang mucul pada istri yang memiliki suami stroke, dinamika regulasi emosi istri terkait dengan stroke suami, dan faktorfaktor yang mempengaruhi penggunaan regulasi emosi pada istri yang memiliki suami stroke. Menurut Gross (2003) suatu emosi dimulai dengan evaluasi terhadap isyarat emosi, ketika emosi muncul dan dievaluasi dengan cara tertentu, isyarat emosi memicu terkoordinasinya kecenderungan respon yang melibatkan pengalaman, perilaku, dan sistem fisiologi, setelah kecenderungan emosi kemudian memunculkan respon. Emosi terungkap dari waktu ke waktu. Menurut Nolen, dkk. (Gross dan John, 2003) regulasi dipandang secara positif. Individu yang melakukan regulasi emosi akan lebih mampu melakukan pengontrolan emosi. Individu yang mampu mengekspresikan emosi dapat mengubah lingkungan sosial menjadi lebih baik. Regulasi emosi memungkinkan situasi yang menyebabkan individu marah akan berubah menjadi lebih baik. Gross dan Thompson (2007) mengemukakan regulasi emosi adalah sekumpulan berbagai proses tempat emosi diatur. Proses regulasi emosi dapat otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak disadari dan dapat memiliki efek pada satu atau lebih proses yang membangkitkan emosi. Emosi adalah proses yang melibatkan banyak komponen yang bekerja terus menerus sepanjang waktu. Regulasi emosi melibatkan perubahan dalam dinamika emosi, atau waktu munculnya,
Oktavia Dewi Kusumaningrum
201
besarnya lamanya dan mengimbangi respon perilaku, pengalaman atau fisiologis. Regulasi emosi dapat mengurangi, memperkuat atau memelihara emosi tergantung pada tujuan individu. Menurut Cole, dkk. (2004) ada dua jenis pengaturan emosi yaitu emosi sebagai pengatur dan emosi yang diatur. Emosi sebagai pengatur menunjukkan adanya perubahan yang tampak sebagai hasil dari emosi yang aktif, sedangkan emosi yang diatur berhubungan dengan perubahan jenis emosi aktif, termasuk perubahan dalam pengaturan emosi itu sendiri, intensitas serta durasi emosi yang terjadi dalam individu, seperti mengurangi stres dengan menenangkan diri. Strategi regulasi emosi menurut Gross dan Thompson (2007) dibagi menjadi dua. Strategi pertama berupa Cognitive Reappraisal (Antecedent-Focused) regulasi emosi yang berfokus pada antecedent menyangkut hal-hal individu atau orang lain lakukan sebelum emosi tersebut diekspresikan. Strategi ini adalah suatu bentuk perubahan kognitif yang meliputi penguraian satu situasi yang secara potensial mendatangkan emosi dengan cara mengubah akibat emosional. Penjelasannya adalah sebagai berikut, hal ini terjadi di awal, dan menghalangi sebelum kecenderungan respon emosi muncul semuanya b.Expressive Suppression (response focused) expression suppresion merupakan suatu bentuk modulasi respon yang melibatkan hambatan perilaku ekspresif emosi yang terus menerus. Suppression adalah strategi yang berfokus pada respon, munculnya relatif belakangan pada proses yang membangkitkan emosi. Strategi ini efektif untuk mengurangi ekspresi emosi negatif. Aspek-aspek Regulasi Emosi menurut Gross (2007) sebagai berikut : a. Mampu mengatur emosi dengan baik yaitu emosi positif maupun emosi negatif b. Mampu mengendalikan emosi sadar, mudah dan otomatis c. Mampu menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapi Proses Regulasi Emosi Lima proses regulasi emosi menurut (Gross dan John, 2003) : a. Pemilihan situasi yaitu individu mendekati atau menghindari orang, tempat,atau objek. b. Perubahan situasi yang bertujuan untuk mengubah situasi sehingga mengubah dampak emosionalnya, sama dengan problem-focused coping c. Penyebaran perhatian yang mencakup strategi seperti gangguan / binggung dan penurunan konsentrasi. d. Perubahan kognitif, yaitu perubahan penilaian termasuk disini pertahanan psikologis dan pembuatan pembandingan sosial, pada umumnya merupakan transformasi kognisi untuk mengubah pengaruh kuat emosi dari situasi. e. Perubahan respon, bertujuan untuk mempengaruhi fisiologis, pengalaman, atau perilaku aspek dari respon emosional. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan penggunaan analisis isi. Teknik pengumpulan data dengan wawancara semi struktur, dan observasi partisipasi pasif. Penelitian ini juga melengkapi data dengan wawancara kepada significant person sebagai triangulator. Dalam penelitian ini, triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber. Triangulasi sumber berupa penggabungan data dari subjek dan significant person. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Emosi Istri yang memiliki Suami Stroke Emosi (emotion) adalah perasaan, atau afeksi yang dapat melibatkan rangsangan
202
EMPATHY Vol.I No.1 Desember 2012
fisiologis, pengalaman sadar, dan ekspresi perilaku (King, 2010). Emosi pada kedua subjek memiliki gambarannya masing-masing, subjek pertama gambaran emosi negatif seperti kaget (shock), stres, tidak sabar, marah, menangis, sedih. Seperti halnya pernyataan significant persons sebelum suami subjek sakit, subjek nampak bahagia, saat ini kebahagiaan itu tidak tampak seperti dulu. Menurut Abdullah, (Ayu dan Zulkaida, 2009) stres adalah sebuah kata sederhana yang sudah tidak asing lagi diucapkan sehari-hari oleh setiap individu dan selalu menggambarkan kondisi, jika dapat akan dihindari oleh setiap individu karena sering berarti collaps, down, shock, panik, pingsan, pikiran buntu, lemah ingatan, pusing dan sebagainya. Seperti halnya gambaran emosi negatif subjek kedua seperti : stres, sedih, muncul kejengkelan dan represi. Menurut Freud (Feist dan Feist, 2010) represi adalah ego terancam oleh dorongan dorongan-dorongan id yang tidak dikehendaki, ego melindungi dirinya dengan merepresi dorongan-dorongan tersebut dengan cara memaksa perasaan-perasaan mengancam masuk ke alam tidak sadar. Gambaran emosi positif subjek pertama seperti sabar, ikhlas, acceptance, pasrah, hope, empati. Peran penting emosi positif dalam penyesuaian individu terhadapa stress dapat dijelaskan melalui the broaden-and-build theory of positive emotions yang disampaikan oleh Frederickson. Menurut teori ini, emosi positif dan negatif memiliki perbedaan dan fungsifungsi adaptif yang saling melengkapi, termasuk juga efek-efek kognitif maupun psikologisnya. Munculnya emosipositif merupaka hasil dari adanya regulasi emosi. Mengacu pada penjelasan Lazarus & Alfert, (Gross dan John, 2003) bahwa regulasi emosi memiliki dua bentuk strategi, yaitu Cognitive reappraisal dan expressive suppression. Cognitive reappraisal merupakan bentuk perubahan kognitif yang melibatkan penafsiran terhadap situasi yang secara potensial memunculkan emosi,melalui suatu cara yang mampu merubah pengaruh emosionalnya. Bentuk ini merupakan antecedent focused strategy yang terjadi pada saat awal sebelum kecenderungan respon emosi terbangkitkan secara penuh. Hal ini berarti bahwa cognitive reappraisal dapat merubah seluruh lintasan emosi berikutnya secara efisien. Lebih khusus lagi, ketika digunakan untuk meregulasi penurunan emosi negatif baik secara prilaku maupun secara experimental. B. Dinamika Regulasi Emosi Istri yang Memiliki Suami Stroke Suami subjek pertama sebelum sakit adalah seorang pegawai BUMN, seorang olahragawan, tidak merokok, kondisi suami sehat. Dokter memvonis suami terkena stroke pendarahan di otak. Kronologis kejadian serangan stroke secara tiba-tiba (acute), suami merasa lemas tidak bisa apa-apa, setelah suami stroke terjadi perubahan dalam kehidupan subjek, subjek harus menyediakan waktu ekstra untuk merawat suami. Pada subjek kedua kondisi suami sehat karena lelah mendadak stroke. Pertama kali mengetahui kondisi suami subjek binggung, tidak tahu harus berbuat apa (stres). Menurut Hans Selye (King, 2010) stres sebagai kerusakan pada tubuh dikarenakan tuntutan yang diberikan pada individu. Latar belakang suami mengalami stroke, suami subjek pertama mengalami stroke disebabkan faktor makanan yang dikonsumsi. Perubahan yang terjadi setelah suami stroke, suami lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan. Subjek pertama melakukan perubahan respon. Hal ini sesuai dengan teori proses regulasi emosi menurut (Gross dan John, 2003) perubahan respon, bertujuan untuk mempengaruhi fisiologis, pengalaman, atau perilaku aspek dari respon emosional. Subjek Kedua latar belakang suami mengalami stroke, kelelahan langsung stroke (acute) karena kelelahan jalan jauh.
Oktavia Dewi Kusumaningrum
203
Perubahan yang terjadi setelah suami stroke membutuhkan waktu ekstra untuk merawat suami. Subjek menyiapkan menu makanan yang sesuai dengan kondisi suami stroke. Suami kurang berselera bila menu makanannya tidak sesuai dengan keinginan suami, saat menunya tidak cocok, suami ingin marah dan tidak berselera makan. Subjek kedua akibat stroke suami tidak bisa apa-apa (defisiensi), subjek tetap berusaha memenuhi kebutuhan suami. Cara subjek beradaptasi dengan suami subjek pertama dilakukan dengan sabar, ikhlas merawat suami, hampir setiap waktu subjek merawat suami disela-sela kesibukkannya sesuai dengan teori proses regulasi emosi menurut Gross dan John, (2003) perubahan respon, bertujuan untuk mempengaruhi fisiologis, pengalaman, atau perilaku aspek dari respon emosional. Subjek kedua, suami subjek tenang setelah subjek berada dekat suami. Subjek menjaga suami dan menyiapkan yang suami perlukan. Subjek kedua melakukan pemilihan situasi yaitu individu mendekati atau menghindari orang, tempat,atau objek (Gross dan John, 2003), pemilihan situasi yang subjek lakukan dengan menjaga suami. Problem-problem yang dialami subjek antara lain kondisi lelah menyebabkan subjek mudah marah, subjek menyadari semua merupakan bagian dari hidupnya, sesuai dengan teori (Gross dan Thompson, 2007) expression suppresion merupakan suatu bentuk modulasi respon yang melibatkan hambatan perilaku ekspresif emosi yang terus menerus. Suppression adalah strategi yang berfokus pada respon, munculnya relatif belakangan pada proses yang membangkitkan emosi. Strategi ini efektif untuk mengurangi ekspresi emosi negatif. Subjek kedua merawat suami dengan baik walaupun reaksi suami marah membuang barang-barang (acceptance) sesuai dengan teori Roger dikutip dalam Sutikno (Rachmayanti dan Zulkaida, 2007) mengatakan bahwa penerimaan merupakan dasar bagi setiap orang untuk dapat menerima kenyataan hidup, semua pengalaman baik ataupun buruk. Cara subjek pertama menyikapi masalah dengan memasrahkan semuanya pada Allah (resignation), subjek yakin (trust) Allah akan membantu. Sosial suport yang dilakukan subjek terhadap suami berupa dukungan informasi, sesuai dengan teori (Gross dan Thompson, 2007) cognitive reappraisal (antecedent-focused) regulasi emosi yang berfokus pada antecedent menyangkut hal-hal yang dilakukan sebelum emosi tersebut diekspresikan. Strategi ini adalah suatu bentuk perubahan kognitif yang meliputi penguraian satu situasi yang secara potensial mendatangkan emosi dengan cara mengubah akibat emosional. Penjelasannya adalah sebagai berikut, hal ini terjadi di awal, dan menghalangi sebelum kecenderungan respon emosi muncul semuanya (Gross dan Thompson, 2007). Subjek kedua berusaha menjalani dengan biasa, tetap merawat suami. Memilih tenang ketika ada konflik (suppresion), Cara subjek menyikapi masalah dengan bersabar, Reaksi saat suami marah membuang barang-barang (stressor suami), subjek menyediakan air mentimun untuk menurunkan emosi marah pada suami, sesuai dengan teori Gross dan Thompson, (2007) expressive suppression (response focused) merupakan suatu bentuk modulasi respon yang melibatkan hambatan perilaku ekspresif emosi yang terus menerus. Suppression adalah strategi yang berfokus pada respon, munculnya relatif belakangan pada proses yang membangkitkan emosi, strategi ini efektif untuk mengurangi ekspresi emosi negatif. Subjek pertama merupakan subjek yang mampu mengekspresikan perasaan yang dirasakan sehingga suami mengetahui jika keadaan subjek sedang jengkel (ketidakmampuan subjek untuk melakukan regulasi emosi dengan baik), berbeda dengan subjek kedua lebih kepada represi, cara subjek menyikapi masalah subjek berusaha menyelesaikan masalahnya
204
EMPATHY Vol.I No.1 Desember 2012
sendiri (self evaluation). Jenis-jenis Pengaturan Emosi yang dilakukan pada subjek pertama belajar untuk bersabar, dan menerima kondisi suami dengan baik begitupun dengan subjek kedua. Menurut Cole dkk. (2004) ada dua jenis pengaturan emosi yaitu emosi sebagai pengatur adalah emosi sebagai pengatur berarti adanya perubahan yang tampak sebagai hasil dari emosi yang aktif. Emosi sebagai pengatur lebih mengarah pada perubahan interdomain sedangkan emosi yang diatur berhubungan dengan perubahan jenis emosi aktif, termasuk perubahan dalam pengaturan emosi itu sendiri, intensitas serta durasi emosi yang terjadi dalam individu, seperti mengurangi stres dengan menenangkan diri. Dilakukan subjek pertama dengan memberikan pengertian kepada suami untuk bersabar (perubahan kognitif) upaya subjek untuk memunculkan emosi positif. Strategi Regulasi Emosi (Gross dan Thompson, 2007) yang dilakukan subjek pertama adalah cognitive reappraisal (antecedent-focused) upaya subjek di awal untuk mensiasati perasaannya saat suami menuntut sesuatu, subjek banyak memberikan pengarahan terhadap suami ,subjek kedua berusaha dan bertawakal pada Allah, yang bisa subjek kerjakan subjek akan mengerjakannya, dan expressive suppression (response focused) : Upaya subjek menurunkan reaksi emosional, subjek pertama mencurahkan semuanya pada Allah dan subjek yakin Allah akan memberikan ketenangan dan subjek teringat kebaikan suami dan subjek menyayangi suami sehingga rasa jengkel mereda, begitu juga dengan subjek kedua melakukan suppresion. Aspek-aspek Regulasi Emosi (Gross dan Thompson, 2007) yang dilakukan subjek adalah mengatur emosi dengan baik yaitu emosi positif maupun emosi negatif. Upaya subjek mengelola perasaan dengan mengingat kebaikan suami, emosi negatif menjadi berkurang. Upaya subjek mengelola perasaan dengan banyak mengalah terhadap suami berharap suami memaklumi sikap subjek. Hal ini sesuai dengan proses regulasi emosi menurut (Gross dan John, 2003) yaitu penyebaran kognitif. Pemilihan situasi dilakukan subjek pertama dengan menghindar. Subjek kedua lebih kepada represi. Subjek pertama dan subjek kedua selaras beliau berusaha memasrahkan semua pada Allah (resignation), subjek memiliki keyakinan kuat terhadap Allah (trust), sesuai dengan aspek regulasi emosi yaitu kemamampuan mengendalikan emosi sadar, mudah dan otomatis (Gross dan Thompson, 2007). Subjek pertama upaya subjek menyiasati perasaan negatif dengan menghindar (pemilihan situasi) berbeda hal nya dengan subjek kedua lebih kepada coping sesuai dengan aspek regulasi emosi menurut (Gross dan Thompson, 2007) mampu mengatur emosi dengan baik yaitu emosi positif maupun emosi negatif. Aspek regulasi emosi selanjutnya adalah kemampuan mengendalikan emosi sadar, mudah dan otomatis (Gross dan Thompson, 2007) subjek pertama dilakukan dengan menenangkan diri dengan istigfar mengingat kebaikan suami menangis dan berdoa (perubahan respon), berdoa kepada Allah hati menjadi tenang (perubahan respon). Subjek kedua dengan memohon pada Allah agar diberi kesabaran (perubahan respon), menghindar tidur sejenak untuk menghilangkan kejengkelan (pemilihan situasi),Sabar dan telaten (perubahan kognitif). Penerimaan diri subjek memiliki suami stroke dilakukan subjek pertama dengan menerima semata-mata mengharap ridho Allah sesuai dengan teori cognitive reappraisal (antecedent-focused) (Gross dan Thompson, 2007). Ada hikmah dibalik semua kejadian (positive reappraisal). Regulasi emosi yang berfokus pada antecedent menyangkut halhal yang individu lakukan sebelum emosi tersebut diekspresikan. Penjelasannya adalah sebagai
Oktavia Dewi Kusumaningrum
205
berikut, hal ini terjadi di awal, dan menghalangi sebelum kecenderungan respon emosi muncul semuanya. Subjek kedua dengan menerima kondisi suami dan subjek memiliki keyakinan subjek kuat terhadap Allah (trust), hampir setiap saat subjek merawat suami, aktifitas keseharian subjek sebelum stroke, dengan senang hati merawat suami (acceptance) hal ini sesuai dengan teori (Gross dan Thompson, 2007) yaitu mampu mengendalikan emosi sadar, mudah dan otomatis. Proses Regulasi Emosi menurut (Gross dan John, 2003) yang dilakukan subjek yaitu: 1. Pemilihan situasi Subjek pertama situasi yang diinginkan subjek, berharap suami bisa bersabar harapan subjek Allah memberikan yang terbaik (positive reappraisal). Subjek kedua keinginan (desire) subjek suami sembuh seperti sediakala. Sebaliknya situasi yang tidak diinginkan subjek pertama yaitu terjadi perbedaan keinginan, keinginan subjek dan keinginan suami berbeda sehingga menimbulkan tidak berkenan (stressful), dan subjek memilah yang harus dikerjakan terlebih dahulu (decisive action), melakukan perubahan kognitif dengan banyak mengalah pada suami walau dihati jengkel (perubahan respon). Subjek kedua hal yang tidak diinginkan subjek saat suami rewel tetapi subjek berusaha menerima kondisi suami dan bersyukur. 2. Perubahan situasi Subjek pertama berkeyakinan setiap masalah pasti ada jalan keluarnya (optimis), subjek tidak mengetahui diamnya suami mengindikasikan apa (kepekaan interpersonal subjek kurang), belajar pasrah dan ikhlas, berusaha bersabar menerima kondisi suami walaupun tidak seperti dulu (acceptance), subjek sadar (awareness) sebagai manusia biasa sering merasa kesal terhadap suami. Pada subjek kedua belajar untuk menerima keadaan apapun kondisinya, dan optimis. Cara-cara yang dapat membantu subjek dalam mengelola perasaan pada subjek pertama subjek berharap (hope) suami bisa memaklumi subjek sebagai penjual jasa sehingga waktunya harus dibagi-bagi 3. Penyebaran perhatian Perasaan yang muncul saat bingung dan putus asa pada subjek pertama seperti menangis dan diam, subjek menyadari setiap manusia pasti mempunyai masalah (penyebaran perhatian), setiap masalah sudah digariskan Allah subjek berusaha menerima sebagai jalan ibadah insya Allah pada akhirnya akan lebih baik (receiving), sehingga upaya yang dilakukan menghadapi perasaan tersebut dengan motivasi subjek dalam menjalani hidup dengan suami (motivation). 4. Perubahan kognitif Hal-hal yang dapat motivasi subjek dalam menjalani hidup dengan suami pada subjek pertama dan kedua sama yaitu suami. 5. Perubahan respon Penggambaran perasaan subjek pertama memiliki suami stroke yaitu mengharapkan kesembuhan suami seperti dulu , ambivalensi dengan pernyataan subjek yang mengatakan bahwa berharap kesembuhan suami walaupun tidak pulih seperti dulu. Pada subjek kedua lebih kepada penggambaran perasaan positif subjek.
EMPATHY Vol.I No.1 Desember 2012
206
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan regulasi emosi 1. Stressor Stressor yang mempengaruhi regulasi emosi pada kedua subjek adalah suami. Suami subjek kedua apabila marah membuang barang yang ada di dekatnya, suami subjek pertama lebih kepada keinginan subjek yang segera harus dipenuhi. 2. Faktor Fisiologis Faktor Fisiologis yang mempengaruhi regulasi emosi pada subjek pertama berdampak pada kondisi kesehatan subjek memunculkan penyakit asma. 3. Faktor Usia Subjek kedua lebih mampu melakukan regulasi emosi dibandingkan dengan subjek pertama karena dilihat dari usianya subjek kedua jauh lebih tua dibanding subjek pertama. Usia subjek pertama 58 tahun sedangkan usia subjek kedua jauh lebih tua yaitu 68 tahun, terpaut 10 tahun, faktor usia turut berpengaruh dalam kemampuan regulasi emosi. Faktor usia terkait dengan kematangan organ, menurut Beer dan Lombardo (Gross, 2007) menyatakan bahwa regulasi emosi seseorang melibatkan peran dari proses kerja lobus frontal di otak, cingulate anterior, lobus temporal, dan kemungkinan amygdala. Calkins (Gross, 2007) menyatakan bahwa lobus frontal bertanggung jawab dalam perilaku menghindar atau mendekat terhadap stimulus yang menimbulkan emosi. Kemampuan ini semakin berkembang seiring usia, dari kemampuan instrumental hingga bersifat affektif dan kognitif. Implikasi lain dari faktor biologis ini adalah bahwa kemampuan regulasi emosi pada seseorang pada awal-awal usia kehidupan lebih dilakukan secara ekstrinsik dalam arti lebih diregulasi oleh fihak eksternal dirinya. Seiring meningkatnya usia bentuk regulasi emosi dari yang bersifat interpersonal (lebih dipengaruhi faktor eksternal) menjadi lebih bersifat intrapersonal (bersifat internal, dilakukan secara mandiri baik instrumental maupun kognitif). 4. Kognitif Keselarasan antara subjek pertama dan kedua dalam hal perubahan kognitif, pada subjek pertama upaya subjek untuk mengelola perasaan dengan memberikan pengertian kepada suami untuk bersabar (perubahan kognitif), pada subjek kedua sabar dan telaten merawat suami mengingat kondisi suami yang sakit beliau melakukan perubahan kognitif dengan cara tidak jadi jengkel dengan suami. Zelazo (Gross, 2007) menyatakan bahwa regulasi emosi berhubungan langsung dengan executive function (EF). EF merupakan pemahaman tentang kontrol kesadaran akan pemikiran dan aksi. 5. Aspek sosial terutama pengaruh keluarga Keluarga dan teman sebaya dianggap dapat menjadi komponen dalam konstruksi sosial pada berbagai keadaan individu. Begitu pula regulasi emosi dibentuk oleh berbagai pengaruh ekstrinsik yang berinteraksi dengan pengaruh intrinsik yang telah dibahas
Oktavia Dewi Kusumaningrum
207
sebelumnya, dan dari sudut perkembangan, Thompson dan Meyer (Gross, 2007) menyatakan bahwa regulasi emosi dipengaruhi oleh keluarga dan teman sebaya, sesuai dengan pernyataan subjek pada subjek pertama mengingat kisah hidup subjek dengan suami yang sudah cukup lama, sehingga memotivasi subjek dalam menjalani hidup dengan suami (motivation). Pada subjek kedua subjek tidak merasa keberatan merawat suami setelah suami mengalami stroke, subjek tetap merawat suami dengan sabar, dan tetap memohon kepada Allah agar diberi kekuatan. 6. Budaya Cultural models theory menekankan bahwa proses sosial dan psikologis bermakna secara bervariasi di berbagai budaya Mesquita (Gross, 2007) dan menurutnya begitu pun dalam hal regulasi emosi. Regulasi emosi tidak hanya berkaitan dengan proses intrapersonal, akan tetapi emosi di regulasi sesuai dengan cara individu menjalani kehidupan. Regulasi emosi terjadi pada tataran budaya praktis melalui penstrukturan situasi sosial dan dinamika interaksi sosial, usaha orang terdekat untuk memodifikasi situasi individu yang bersangkutan, fokus perhatian seseorang atau makna yang diambil dalam berbagai situasi, dan kesempatan yang tersedia dalam perilaku emosional dalam hal ini regulasi emosi. Kemudian dalam tataran kecenderungan psikologis individu menunjukkan perbedaan budaya melalui orientasi yang berbeda seperti menghindari atau menghadapi suatu situasi tertentu, perspektif umum tentang situasi dan makna yang menonjol didalamnya, dan kecenderungan perilaku yang berkaitan dengan emosi yang ada. Aspek budaya ini menjadi berhubungan dengan motivasi, regulasi emosi dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjaga hubungan baik dengan orang. Budaya jawa mengajarkan bahwa kepada suami, istri harus tunduk dan patuh. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi istri yang memiliki suami stroke sebagai berikut : Penelitian pada istri yang memiliki suami stroke pada kedua subjek diketahui terdapat berbagai macam emosi yang muncul antara lain gambaran emosi negatif seperti kaget (shock), stres, tidak sabar, marah, menangis, sedih, stres, muncul kejengkelan dan represi, gambaran emosi positif seperti sabar, ikhlas, acceptance, pasrah, hope, empati, senang ketika dapat bercanda dengan suami, coping. Emosi istri ketika mengetahui suami divonis stroke terkejut (shock), stres, binggung, subjek melakukan proses regulasi emosi antara lain : a. Pemilihan situasi dilakukan subjek dengan menghindar dengan cara mengambil kesibukan yang lain yang tidak melihat suami secara langsung, tidur sejenak. b. Perubahan situasi dilakukan subjek dengan ketika suami marah subjek tetap melayani suami dengan baik, berdoa, membaca Al-Qur’an, membuatkan jus mentimun untuk suami,bercanda dengan suami. c. Penyebaran perhatian dilakukan subjek dengan muncul reaksi stress dan ketidaknyamanan yang dirasakan ketika suami dalam berkata kurang berkenan. d. Perubahan kognitif dilakukan subjek dengan menyadari dengan kondisi suami, bertawakal pada Allah, memberikan pengertian kepada suami untuk bersabar, dengan mengingat kebaikan suami, mengalah, memandang setiap masalah pasti ada jalan keluar, sabar dan pasrah.
208
EMPATHY Vol.I No.1 Desember 2012
e. Perubahan respon dilakukan subjek dengan bersabar, menerima, memberikan pengarahan kepada suami, membaca istighfar, berdoa, dan berdampak pada kondidi fisik subjek timbul penyakit asma Melakukan strategi regulasi emosi yaitu cognitive reappraisal dengan cara subjek memberikan banyak pengarahan kepada suami dan expressive suppression berupa menangis, diam, mencurahkan semuanya pada Allah, subjek teringat akan kebaikan suami, ada hikmah dibalik semua kejadian . Cognitive reappraisal berdampak pada faali respon yang dimunculkan repression dan expressive suppression berdampak pada behavior asma kambuh. Saran 1. Saran Teoritis a. Untuk penelitian selanjutnya yang tertarik mengenai regulasi emosi agar menambag subjek agar lebih dapat memahami dinamika regulasi emosi. b. Bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian dalam bidang kajian yang sama disarankan untuk memperkuat arah penelitian dengan menyusun panduan yang bersifat mendalam dan terstruktur. Apabila memungkinkan disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk meningkatkan jumlah responden penelitian serta menambah waktu wawancara sehingga hasil yang diperoleh lebih bervariasi dan detail. 2. Saran Praktis a. Bagi istri yang memiliki suami stroke lebih percaya diri dan meningkatkan penghargaan atas diri sendiri, dengan cara itu hidup akan terasa lebih bermakna. b. Bagi Keluarga memberikan dukungan terhadap suami dan istri yang memiliki suami stroke , menciptakan rasa kasih sayang dengan sesama. DAFTAR PUSTAKA Ayu, Zulkaida. 2009. Stressor and Stress Coping Mom and Households that do not Work (descriptive study). http://www.gunadarma.ac.id. Cole, P.M., Martin, S.E. dan Dennis, T.A. 2004. Emotion Regulation as a Scientific Construct : Methodological Challenges and Directions for Child Development Research. Child Development,. 75 (2), 317 – 333. Gross dan John. 2003. Individual Differences in Two Emotion Regulation Processes: Implications for Affect, Relationships, and Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology, 85, No. 2, 348-362. Gross, J.J. dan Thompson, R.A. 2007. Emotion Regulation. Conceptual Foundations. Handbook of Emotion Regulation, edited by James J. Gross. New York: Guilford Publications. Hasan, A.B.P. 2008. Buku Pengantar Psikologi Kesehatan Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Handayani dan Dewi. 2009. Analisis Kualitas Hidup Penderita dan Keluarga Pasca Serangan Stroke (dengan Gejala Sisa). Purwokerto. Universitas Muhammadiyah King, L.A. Psikologi Umum Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta: Salemba Humaika.
Oktavia Dewi Kusumaningrum
209
.Pambudi, H.A. 2008. Studi Fenomenologi : Kecemasan Keluarga pada Pasien Stroke yang Dirawat di Ruang HND Santo Lukas Rumah Sakit Santa Elisabeth Semarang.Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Rachmayanti dan Zulkaida. 2007. Penerimaan Diri Orang Tua Terhadap Anak Autisme dan Perannya dalam Terapi Autisme. Depok. Fakultas Psikologi. Universitas Gunadarma. Susastrani, dkk. 2006. Stroke. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Sutrisno. Alfred. 2011. Stroke??? You must Know Before You Get it!. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Yatim, F.2005. Waspadai Jantung Korone, Stroke, Meninggal Mendadak atasi dengan Pola Hidup Sehat. Jakarta: Pustaka Popoler Obor.