NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN CINDERELLA COMPLEX DENGAN SIKAP TERHADAP TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Oleh : DEBY SURYANINGRUM QUROTUL UYUN
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2006
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN CINDERELLA COMPLEX DENGAN SIKAP TERHADAP TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Telah Disetujui Pada Tanggal
----------------------
Dosen Pembimbing Utama
(Quratul Uyun, S. Psi, M. Si.)
HUBUNGAN CINDERELLA COMPLEX DENGAN SIKAP TERHADAP TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Deby Suryaningrum Qurotul Uyun INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara cinderella complex dengan sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara cinderella complex dengan sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga. Semakin tinggi cinderella complex akan menunjukkan sikap menerima terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga, begitu pula sebaliknya semakin rendah cinderella complex maka semakin menunjukkan sikap penolakan terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga. Subjek penelitian ini adalah wanita yang menikah dan memiliki pekerjaan baik sebagai pegawai negeri, swasta ataupun wiraswasta, yang berada di kota Magelang. Adapun skala yang digunakan adalah skala cinderella complex sejumlah 27 aitem berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Dowling (1992) dan skala sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga yang berjumlah 23 berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Allport (Dayakisni dan Hudaniah, 2003). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik Product Moment dengan perangkat lunak program SPSS versi 12,00 untuk menguji apakah ada hubungan antara cinderella complex dengan sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga pada wanita yang bekerja. Korelasi product moment dari Spearman menunjukkan korelasi sebesar r = 0.099; p = 0.177 atau p>0.05 yang artinya tidak ada hubungan positif antara cinderella complex dengan sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga pada wanita yang bekerja. Jadi hipotesis penelitian ini ditolak. Kata kunci : Cinderella complex, Sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga
Pengantar Setiap manusia yang berada di permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan kebahagiaan dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Rakhmat (2004), menyebutkan bahwa tujuan akhir dari proses kehidupan manusia adalah meraih kebahagiaan. Salah satu upaya untuk mencapai kebahagiaan adalah dengan pernikahan sehingga akan terbentuklah rumah tangga. Namun fakta-fakta yang terjadi di masyarkat justru menunjukkan rumah tangga sebagai tempat pertama kalinya kekerasan dirasakan (Purnianti dan Kolibonso, 2003). Gelles dan Straus (1979) mendefinisikan kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan niat, atau merasa niat, sehingga menyebabkan kesakitan fisik atau luka-luka maupun kerugian bagi orang lain. Banyak bukti menunjukkan betapa banyaknya kekerasan yang terjadi di lingkup rumah tangga tanpa membedakan status kerja korban, sebagaimana terlihat pada Gambar 1.
Gambar tersebut menunjukkan
Wanita dengan
berbagai latar belakang aktivitas, mulai dari ibu rumah tangga murni, wanita yang bekerja paruh waktu, karyawan perusahaan swasta, pegawai negeri, guru, maupun dosen, dan termasuk mereka yang memiliki posisi cukup tinggi di tempat kerjanya, dapat menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
STATUS KERJA PEREMPUAN KORBAN
Kalyanamitra, Jakarta 2000
Ade Latifa Soetrisno Jakarta, 1999
Rifka Annisa, Yogyakarta, 1994-1999
29%
54%
50%
41%
46%
Bekerja
17%
9%
54%
Tidak bekerja
Lain-lain
Gambar 1 Gambaran Status Kerja Perempuan Korban (Sumber : Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia, Oktober 2002)
Sebuah penelitian deskriptif kualitatif yang dilakukan oleh Suparno (2002) di Solo dengan 9 korban kekerasan terhadap istri berhasil membuktikan bahwa sebagian besar korban akan mengambil langkah bertahan “defend” pada tahap awal sebelum korban memberikan reaksi perlawanan kepada suami.
Sikap
menerima korban kadang-kadang ditunjukkan dengan menerima saja tindakan suami atau “nrimo”. Seperti yang diceritakan oleh dua orang korban, walaupun secara batin mereka sebenarnya sudah tidak tahan namun karena keyakinan agama mereka, bahwa perceraian merupakan suatu tindakan yang dilarang Tuhan, maka mereka hanya menjalani kehidupan pernikahan dengan mengalir saja. Studi ini juga menunjukkan sikap tidak terima korban yang kadang ditunjukkan dengan melakukan aksi diam, tidak berbicara pada suami. Namun hal ini tidak berlangsung lama, karena justru sikap suami akan semakin emosi. Intensitas bentakan dan pukulan suami akan semakin bertambah. Kondisi ini yang menyebabkan korban akhirnya menjadi semakin takut dan akhirnya lebih memilih untuk diam dan menerima saja perlakuan suami.
Penelitian yang dilakukan oleh Ellsberg (2000) dengan subjek sebanyak 360 wanita berstatus menikah dimana sebanyak 188 subjek pernah mengalami tindak kekerasan dari suami. Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa sebanyak 66% wanita memilih untuk bertahan dalah hubungan yang terdapat tindak kekerasan tersebut, 41% memilih untuk meninggalkan rumah secara temporal dan 20% memilih untuk meminta bantuan dari luar rumah. Wanita yang mengalami tindak kekerasan yang intens akan memilih untuk meninggalkan rumah daripada wanita yang hanya kadang-kadang menerima tindak kekerasan, mereka akan memilih untuk tetap bertahan. Berdasarkan beberapa penelitian di atas, terdapat fakta bahwa alasan yang membuat wanita korban kekerasan dalam rumah tangga tetap bertahan dalam hubungan tersebut adalah karena ketergantungan secara psikologis kepada suami termasuk pad wanita yang telah bekerja. Ketergantungan psikologis ini disebut oleh Dowling (1992) sebagai cinderella complex. Suatu ketergantungan yang ditunjukkan dengan ketakutan akan kemandirian dimana terdapat keinginan kuat untuk dirawat dan dilindungi oleh laki-laki (Dowling,1992). Sindrom ini dialami oleh hampir semua wanita yang menjadikan mereka menghindari kemandirian sehingga tidak berani memanfaatkan kemampuan otak dan kreativitasnya secara maksimal. Ternyata sumber yang sama juga menyebutkan bahwa wanita yang bekerjapun mengalami cinderella complex, walaupun mereka telah mencapai sejumlah keberhasilan dalam karir dan profesi mereka. Biasanya para wanita ini akan menyembunyikan sindrom ketergantungan dengan memakai topeng bagi dirinya, yaitu tampak kuat, tegar, mandiri di luar namun dalam diri mereka menginginkan untuk tetap bergantung pada laki-laki untuk mendapatkan
cinta, pertolongan terhadap apa yang terlihat sulit dan menantang sebagaimana di ungkapkan oleh Symonds (Dowling,1992). Dowling (1992) menyebutkan salah satu karakteristik dari kepribadian yang tergantung adalah mengabaikan tanda-tanda masalah dengan meminimalkan keinginan untuk mencari jalan keluar.
Artinya wanita yang memiliki sindrom
cinderella complex akan memilih untuk menunggu adanya suatu perubahan dari masalahnya,
tanpa
melakukan
suatu
usaha
pemecahan,
sebagaimana
Cinderella yang terus menyapu abu dari perapian dapur. Hal yang sama juga terjadi pada wanita korban kekerasan yang memiliki keyakinan bahwa suami mereka akan berubah sehingga mereka akan tatap menunggu perubahan dari suami mereka (Stahly, 2003). Peneliti mencoba meneliti cinderella complex sebagai salah satu faktor penyebab wanita bersikap menerima terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga. Cinderella complex dapat mempengaruhi sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga karena cinderella complex merupakan hasil dari budaya yang membuat wanita ingin tetap bergantung pada laki-laki. Wanita yang memiliki sindrom cinderella complex membuat mereka tidak menghiraukan perlakuan yang ia terima dari suami termasuk tindak kekerasan dalam rumah tangganya sekalipun mereka adalah wanita yang bekerja. Apabila lingkungan tetap mengajarkan pada wanita untuk bergantung pada laki-laki dan dalam diri wanita memiliki keyakinan bahwa semua akan berubah dengan sendirinya maka wanita tidak akan memiliki keberanian untuk hidup mandiri.
Hal ini akan
mempengaruhi sikapnya terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan latar belakang permasalah tersebut, muncullah pertanyaan apakah ada hubungan positif antara cinderella complex dengan sikap terhadap
tindak kekerasan dalam rumah tangga. Peneliti tertarik untuk menguji secara empirik masalah tersebut dalam penelitian ini. Metode Penelitian Subjek penelitian ini adalah wanita yang menikah dan memiliki pekerjaan baik sebagai pegawai negeri, swasta ataupun wiraswasta, yang berada di kota Magelang. Metode pengumpulan data dengan menggunakan skala cinderella complex dan skala sikap terhadap tindak kekersan dalam rumah tangga. Skala cinderella complex terdiri atas 27 aitem yang disusun berdasarkan aspek yang dikemukakan Dowling (1992). Skala menggunakan empat alternatif jawaban yang harus dipilih salah satunya oleh subjek yaitu SL (Selalu), SS (Sering), JR (Jarang) dan TP (Tidak Pernah). Nilai-nilai tersebut berkisar antara 4 sampai dengan 1 untuk butir-butir pernyataan yang favourable (SL, SR, KK, TP) dan berkisar antara 1 sampai 4 untuk pernyataan-pernyataan yang unfavourable (SL, SS, KK, TP). Skala sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga terdiri atas 23 aitem yang disusun berdasarkan aspek yang dikemukakan Allport (Dayakisni dan Hudaniah, 2003). Skala menggunakan empat alternatif jawaban yang harus dipilih salah satunya oleh subjek yaitu SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), KS (Kurang Sesuai) dan TS (Tidak Sesuai). Nilai-nilai tersebut berkisar antara 4 sampai dengan 1 untuk butir-butir pernyataan yang favourable (SS, S, KS, TS) dan berkisar antara 1 sampai 4 untuk pernyataan-pernyataan yang unfavourable (SS, S, KS, TS). Untuk menguji adanya hubungan antara cinderella complex dengan sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga digunakan teknik product
moment dari Spearman. Perhitungan statistik dan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis komputer program SPSS 12,00 for windows. Hasil Penelitian Sebelum dilakukan analisis data dengan teknik korelasi Product Moment maka terlebih dahulu peneliti harus melakukan uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas yang merupakan syarat sebelum dilakukannya pengetesan terhadap nilai korelasi antara sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga dan cinderella complex. Uji asumsi ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 12.0 for windows. a. Uji Normalitas Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel penelitian ini terdistribusi secara normal. Uji normalitas terhadap masing-masing variabel yaitu sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga dan cinderella complex dilakukan dengan teknik One Sample Kolmogorov-Smirnov test menggunakan komputer program SPSS 12.0 for windows. Dari hasil uji normalitas diperoleh data sebagai berikut : Tabel 1 Hasil Uji Normalitas Variabel Sikap thdp KDRT Cinderella complex
Skor S-KZ 0,495 0,690
P 0,967 0,728
Kategori Normal Normal
Dari hasil uji normalitas menunjukkan bahwa hasil sebaran variabel sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga adalah normal (K-SZ=0,495 atau p > 0,05). Untuk sebaran skor variabel cinderella complex juga menunjukkan normal (K-SZ = 0,690 ; p > 0,05). b. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga dan variabel cinderella complex memiliki hubungan yang linear. Uji linearitas dilakukan dengan teknik Bivariation Linear menggunakan komputer program SPSS 12.0 for windows. Dari hasil uji linearitas diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 2 Hasil Uji Linearitas Variabel Sikap thdp KDRT Cinderella complex
F 1.986
P 0.164 p > 0.05
Keterangan Tidak Linear
Dari hasil uji linearitas terhadap variabel sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga dengan cinderella complex diperoleh F = 1.986 dengan p = 0.164 karena p > 0.05 maka dapat dikatakan bahwa asumsi linearitas variabel sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga dan cinderella complex tidak terpenuhi. c. Uji Hipotesis Uji hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product moment dari Spearmen.
Karena skor kedua variabel berdistribusi
normal namun kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang tidak linear. Uji hipotesis ini dilakukan melalui prosedur Bivariate Correlation dari komputer progran SPSS 12.0 for windows. Hasil dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 3 Korelasi antara cinderella complex dan sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga Korelasi Spearman Sikap thdp KDRT Cinderella complex p Sikap thdp KDRT
1.000
0.099
0.177
Cinderella complex
0.099
1.000
(p > 0.05)
Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa besarnya koefisien korelasi antara variabel cinderella complex dan sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga sebesar rxy = 0.099 dengan p = 0.177 atau p > 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan hubungan positif antara cinderella complex dengan sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga. Dengan demikian hipotesis yang diajukan peneliti ditolak. Pembahasan Beberapa hal yang dapat diidentifikasi sebagai kemungkinan sebab tidak adanya
hubungan
tersebut
adalah
pertama,
cinderella
complex
yang
diasumsikan memiliki hubungan dengan sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga pada wanita bekerja ternyata tidak memiliki hubungan. Hal ini disebabkan salah satunya oleh telah adanya pergeseran budaya yang terjadi di masyarakat termasuk dalam lingkup keluarga yang pada teori sebelumnya berperan dalam pembentukan ketergantungan atau cinderella complex pada wanita.
Teori tersebut juga mengungkapkan bahwa wanita yang bekerjapun
mengalami sindrom cinderella complex, nampaknya dewasa cinderella complex tidak lagi tampak pada diri wanita yang telah bekerja. Asumsi ini tidukung oleh hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa cinderella complex pada wanita yang bekerja berada pada kategori rendah. Wanita yang telah bekerja memiliki kebanggan tersendiri karena dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bergantung pada orang lain (suami) sebagaimana diungkapkan oleh Hadjam (1998).
Wanita yang bekerja akan mendapatkan berbagai manfaat positif
seperti; mendukung ekonomi keluarga, meningkatkan harga diri dan pemantapan identitas, memiliki pola pikir yang terbuka, memenuhi kebutuhan sosial serta meningkatkan keterampilan dan kompetensinya (Rini, www.e-psikologi.com,
2002). Hadjam (1998) juga menjelaskan bahwa wanita bekerja juga tidak terlepas dari pengalaman yang dialaminya atau melihat pengalaman orang lain, seperti setelah menjadi janda karena meninggal atau cerai. Wanita yang bekerja dituntut untuk hidup mandiri untuk mempertahankan kelangsungan rumah tangganya sebagaimana diungkapkan oleh Tjirosubono (1998). Kemandirian yang dimiliki wanita sekarang ini tidak lepas dari perjuangan Kartini untuk membebaskan kaumnya dari ketergantungan dengan orang lain, terutama kaum laki-laki
serta
semakin banyaknya
kesempatan
bagi
perempuan
untuk
mengembangkan diri (Soeratman dalam Tjirosubono, 1998). Wanita tidak lagi berada dalam mimpi-mimpi untuk selamanya bergantung pada laki-laki tidak pula gentar menghadapi serangkaian masalah, memiliki pikiran yang realistis, berdiri mantap serta mencintai dirinya sendiri. Semua ini dan tidak kurang dari semua itu, adalah milik wanita yang telah bebas (Dowling,1992). Kedua, pada prosedur pengambilan data yang dilakukan tanpa adanya kontrol atau pengawasan memungkinkan beberapa subjek memberikan jawaban yang sama dan tidak lengkapnya pengisian identitas subjek yang diberikan guna melakukan analisis tambahan pada penelitian ini. Terbatasnya waktu karena mobilitas kerja memungkinkan beberapa subjek memberikan jawaban secara tergesa-gesa sehingga kurang sesuai dengan keadaan diri mereka. Ketiga, terdapat kelemahan pada alat ukur penelitian, yaitu: pada skala cinderella complex penulis kurang dapat memberikan batasan yang jelas untuk mengukurnya serta penulis tidak memasukkan hubungan suami istri pada penyusunannya, sehingga terdapat beberapa aitem yang dirasa kurang mengena karena tidak semua sesuai dengan kondisi subjek, hal ini menyebabkan hasil pengukuran cinderella complex belum terungkap dengan maksimal.
Sebagai
contoh aitem-aitem tersebut adalah “Saya ingin menarik perhatian orang lain” seharusnya “Saya ingin menarik perhatian orang lain agar menemukan tempat untuk bersandar”, “Saya merasa cemas apabila harus mengerjakan segala sesuatunya sendiri” seharusnya “Saya merasa cemas jika melakukan segala sesuatu tanpa bantuan suami”, “Saya merasa sulit untuk mencari penyelesaian masalah” seharusnya “Saya merasa sulit untuk mencari penyelesaian masalah jika suami sedang tidak bersama saya”. Sedangkan pada skala sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga penulis hanya menggunakan komponen dari sikap serta konsep dari kekerasan dalam rumah tangga tanpa memasukkan berbagai bentuk kekerasan dalam penyusunan aitem secara keseluruhan. Hal ini menyebabkan skala yang disusun penulih kurang dapat mengungkap sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga. Sebagai contoh aitem-aitem tersebut adalah “Bentuk keluarga ideal adalah suami bekerja dan istri mengurus rumah tangga” dan “Saya tidak keberatan jika gaji saya habis untuk memenuhi kebutuhan keluarga”.
Beberapa aitem tersebut dirasa kurang sesuai karena
kurang melihat latar belakang subjek penelitian, misalnya kondisi ekonomi mengharuskan
istri
bekerja
guna
menambah
penghasilan
suami
demi
kelangsuangan hidup keluarga. Hasil analisis menghasilkan koefisien determinasi (R squared) variabel cinderella complex dan sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga sebesar 0.02 angka ini berarti bahwa sumbangan efektif cinderella complex kepada sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga hanya sebesar 2% sedangkan sisanya sebanyak 98% disebabkan oleh faktor-faktor lain. Kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga dipahami sebagai masalah pribadi sehingga orang lain tidak diperkenankan untuk ikut campur
(Ridwan, 2006). Seluruh anggota keluarga harus menutup rapat bila terjadi kekerasan dalam rumah tangga termasuk istri walaupun ia menjadi korban, karena bila berbicara maka sama dengan membuka aib keluarga (Komnas Perempuan, 2002). Hal tersebut sesuai dengan data yang penulis peroleh dari Women Crisis Center (WCC) Cahaya Melati bahwa terdapat korban kekerasan yang
menyatakan
kalau
ia
bertahan
dalam
kekerasan
bukan
karena
membutuhkan dukungan ekonomi dari suaminya tetapi karena ia malu jika harus membuka aib keluarga. Penelitian Uyun (2005) membuktikan bahwa pelatihan asertivitas dapat meningkatkan ketahanan istri terhadap tindak kekerasan suami. Peningkatan tersebut disebabkan karena subjek dapat belajar mengenai prilaku asertif kepada suaminya baik kognitif maupun secara behavioral, sehingga dapat meningkatkan aspek-aspek asertivitas yang mempengaruhi tingkat ketahanan istri terhadap tindak kekerasan suami.
Istri yang asertif menjadi lebih percaya diri dalam
menghadapi permasalahan dengan suaminya. Artinya istri yang memilih untuk tetap bertahan karena malu menunjukkan adanya asertivitas yang rendah. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa istri takut jika suami akan melakukan pembalasan jika ia melakukan perlawanan terhadap tindak kekerasan suami (Hindmarsh, 1998).
Ancaman itu dapat berupa tindakan suami untuk
berlaku yang lebih kasar kepada istri bahkan kepada anak-anak mereka, senada dengan ungkapan Stahly (2003) bahwa korban yang melaporkan tindak kekerasan maka suami akan menyalahkan korban dan akan melakukan pembalasan yang bisa jadi akan lebih sadis. Bertahannya korban kekerasan juga dapat dimungkinkan karena adanya keyakinan bahwa orang tua lengkap akan lebih baik bagi anak daripada single
parents Agar (2003). Korban berusaha untuk memberikan keluarga yang lengkap bagi anak-anak mereka dengan adanya keyakinan bahwa “manusia tidak boleh melukai orang-orang yang dicintainya” Pilowsky (Nevid, 2005).
Artinya istri
mengorbankan dirinya agar anak-anak yang dicintainya tidak terluka karena perpisahan kedua orang tuanya. Korban juga merasa takut apabila benar-benar terjadi perceraian maka ia akan kehilangan anak-anaknya karena dibawa oleh suami (Hindmarsh, 1998). Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa cinderella complex tidak memiliki hubungan positif dengan sikap terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga.
Dengan hasil analisis data yang
diperoleh nilai rxy = 0,099 dengan p = 0,177 atau p> 0.05, jadi hipotesis penelitian ini ditolak. Sikap yang ditunjukkan oleh wanita bekerja pada penelitian ini berada pada kategori netral namun cenderung negatif atau menolak. Sedangkan cinderella complex berada dalam kategori rendah. Saran Penelitian ini tentunya masih terdapat beberapa kekurangan sehingga peneliti merasa perlu adanya saran-saran membangun yang ditujukan pada beberapa pihak supaya manfaat yang diperoleh lebih komprehensif dan aplikatif. Saran-saran tersebut ditujukan pada; 1. Bagi para istri agar meningkatkan kemandiriannya.
Bentuk kemandirian
seorang istri terlebih dalam hal finansial dan emosional karena dengan begitu akan meningkatkan kepercayaan diri serta aktualisasi diri. Hal ini diharapkan akan mengurangi ketergantungan seorang istri terhadap suami mereka.
Terlebih lagi wanita yang bekerja hendaknya ikut berperan dalam mengubah stereotype wanita yang berada di bawah laki-laki dengan keluar dari konflik dalam dirinya antara keinginan untuk mandiri dan tetap bergantung. Wanita sendirilah yang dapat keluar dari konflik tersebut yaitu dengan menyadari bahwa kecemasan dan ketakutan merupakan hal yang wajar dan jangan sampai menghambat aktualisasi diri. 2. Bagi lembaga atau organisasi perempuan hendaknya bisa menjadi sarana untuk memberikan kesadaran pada wanita untuk lepas dari kecemasan dan ketakutan akan kemandirian atau terbebas dari cinderella complex. Jangan sampai organisasi perempuan menyebabkan wanita semakin terkungkung dalam dunia domestik dan meningkatkan ketergantungan wanita. 3. Bagi peneliti selanjutnya bisa melihat variabel-variabel lain yang membuat wanita tetap tinggal dalam hubungan yang terdapat kekerasan di dalamnya. Peneliti selanjutnya hendaknya juga memperluas subjek penelitian seperti ibu rumah tangga dengan begitu dapat dilihat apakah akan menunjukkan hasil yang sama dengan subjek wanita yang bekerja, serta untuk mengetahui perbedaan tingkat cinderella complex diantara keduanya. Apabila hendak menggunakan skala yang sama, maka perlu dilakukan penyempurnaan pada skala guna meningkatkan kualitas penelitian guna mengurangi kemungkinan adanya aitem-aitem yang mengandung social deserability atau tidak sesuai dengan kondisi subjek. Sedangkan untuk mengukur variabel yang mengukur kekerasan hendaknya menggunakan bentuk-bentuk kekerasan dalam penyusunannya dan lebih baik menggunakan jenis aitem favourable karena dari penelitian ini terlihat bahwa aitem yang gugur lebih banyak aitem yang unfavourable.
Daftar Pustaka
Agar, S. 2003. Safety Planning with Abused Partners: A Review and Annotated Bibliography. Vancouver: The British Columbia Institute Against Family Violence. www.bcifv.org. 23-03-2006. Dowling, C. 1981. Cinderella Complex; Ketakutan Wanita akan Kemandirian. (Edisi Bahasa Indonesia). Jakarta : Erlangga. Ellsberg, M., Winkvist, A., Pena, R. & Stenlund, H. 2000. Women’s Strategic Responses To Violence in Nicaragua. Candies in Hell Research and Action On Domestic Violence Against Women in nicaragua. Sweden: Mary Carroll Ellsberg. Gelles, R.J. and Straus, M. A.1979. Determinants Of Violence In The Family: Toward A Theoretical Integration. Contemporary Theories about the Family. New York: Free Press. www.findarticles.com. 05-05-2006. Hadjam, M. N. R. 1998. Dampak Psikologi Wanita Bekerja. Wacana Perempuan Dalam Keindonesiaan Dan kemodernan. Jakarta: PT Pustaka CIDESINDO. Hindmarsh, E., Knowlden, S., McMurchie, M., Schofield, C. & Hegarty, K. 1998. Women and Violence. Second Edition. Melbourne: The Royal Australian College of general Practitioners. Komnas Perempuan. 2002. Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia. Jakarta: Ameepro. Nevid, J. S., Rathus, S. A & Greene, B. 2005. Psikologi Abnormal. Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Purnianti dan Kalibonso, R.S. 2003. Menyingkap Tirai Kekersan Dalam Rumah Tangga. Jakarta:Mitra Perempuan. Rakhmat, J. 2004. Meraih Kebahagiaan. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Ridwan. 2006. Kekerasan Berbasis Gender. Purwokerto : Pusat Studi Gender. Rini, J.F. 2002. Wanita Bekerja. www.e-psikologi.com. 28-04-2006. Stahly, G. B. 2003. Lectures on The Psychology of Women : Battered Women Why Don’t They Just Leave. Third Edition. New York : The Mc Graw-Hillo Companies, Inc. Suparno, I. dan Ratih, A. 2002. Persepsi, Pengetahan Perempuan dan Gambaran Situasi Kekerasan Terhadap Istri. Solo: SPEK-HAM.
Tjirosubono & Muharto, S. S. 1998. Kedudukan Wanita dalam Kebudayaan Jawa Dulu, Kini dan Esok. Wacana Perempuan Dalam Keindonesiaan Dan Kemodernan. Jakarta: PT Pustaka CIDESINDO. Uyun, Q. 2005. Pelatihan Asertivitas untuk Meningkatkan ketahanan Istri terhadap Tindak Kekerasan Suami. Sosiosains. Volume 18. Yoyakarta: Pascasarjana UGM.
Identitas Penulis Nama
: Deby Suryaningrum
Telp/HP
: 0852 287 19319 / 0293368891
[email protected]