NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECEMASAN SUAMI YANG ISTRINYA BERPENGHASILAN LEBIH TINGGI
Telah Disetujui Pada Tanggal
Dosen Pembimbing Utama
(Qurotul Uyun S.Psi, M.si)
HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECEMASAN SUAMI YANG ISTRINYA BERPENGHASILAN LEBIH TINGGI
Sarri Pertiwi Qurotul Uyun
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara harga diri dan efektivitas komunikasi suami istri terhadap kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi dan apakah ada hubungan negatif antara harga diri dan komunikasi suami istri dengan kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi. Subyek dalam penelitian ini adalah para suami yang memiliki istri yang bekerja dengan penghasilan yang lebih tinggi, berusia antara 20-65 tahun dan tidak ada batasan dalam pendidikan. Adapun skala yang digunakan adalah skala kecemasan yang disusun berdasarkan manifestasi kecemasan dari Sue dan Sue (1986) dan memodifikasi skala kecemasan milik Atamimi (1988), skala harga diri yang disusun berdasarkan ciri-ciri harga diri menurut Coopersmith (1967) dan memodifikasi skala harga diri Atamimi (1988) dan skala efektivitas komunikasi suami istri yang disusun berdasarkan komunikasi interpersonal dari DeVito (1986). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 12.00 untuk menguji apakah terdapat pengaruh antara harga diri dan efektivitas komunikasi suami istri dengan kecemasan suami dan apakah terdapat hubungan harga diri dan efektivitas komunikasi suami istri dengan kecemasan suami. Analisis regresi menunjukkan koefisien korelasi R=0.549 dengan p=0.000 yang artinya ada pengaruh yang sangat signifikan secara bersama-sama antara harga diri dan efektivitas komunikasi suami istri terhadap kecemasan suami dan sumbangan efektifnya sebesar 30.1%. Untuk hipotesis kedua r=-0.389 dan p=0.004 yang artinya ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara harga diri dengan kecemasan suami dan hipotesis ketiga r=-0.350, p=0.011 yang berarti ada hubungan negatif yang signifikan antara efektivitas komunikasi suami istri dengan kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi. Jadi hipotesis yang diajukan diterima. Kata Kunci : Harga Diri, Efektivitas Komunikasi Suami Istri, Kecemasan Suami, Penghasilan Istri yang Lebih Tinggi
Pengantar Latar Belakang Masalah Dewasa ini wanita dihadapkan pada banyak pilihan yang ditimbulkan oleh perubahan peran di dalam masyarakat. Perubahan tersebut menyebabkan peran wanita di dalam keluarga juga mengalami perubahan. Munandar (1985) menyebutkan bahwa peran wanita adalah sebagai istri, sebagai ibu dan sebagai pengurus rumah tangga, akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman dan tuntutan sosial ekonomi, banyak wanita yang turut bekerja dengan ruang lingkup di dalam maupun di luar rumah dan berbagai faktor yang melatarbelakanginya. Salah satu alasan istri turut bekerja adalah untuk memenuhi tuntutan ekonomi keluarga yaitu membantu suami mendapatkan tambahan penghasilan bagi keluarga (Kumolohadi, 2001). Menurut Voydanoff (Goldsmith, 1989) faktor ekonomi di dalam keluarga mempunyai kontribusi penting terhadap keutuhan dan kestabilan keluarga. Faktor penghasilan atau uang dianggap sebagai sumber yang sangat penting bagi keseimbangan suatu hubungan menurut Blumstein dan Schwart (DeFrain dan Olson, 2003). Oleh sebab itu ketika seseorang memiliki pekerjaan dan jabatan yang tinggi, kelangsungan hidup, keutuhan dan kestabilan keluarga dapat terwujud. Dengan begitu, penghasilan dan karir yang dimiliki oleh seorang istri seharusnya dapat menunjang kelangsungan hidup, keutuhan dan kestabilan keluarga sehingga suami tentunya akan merasa senang dan nyaman bahkan karirnya dapat berkembang lebih baik karena suami tidak terbebani dan akan terbantu oleh istri dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Perasaan
yang
senang
karena
tidak
terbebani
dan
terbantu
akan
menimbulkan perasaan aman. Perasaan tersebut akan menghindarkan seseorang
dari kecemasan dan dari lingkaran kegagalan (a cycle of failure) (Feldman, 1998) Pada kenyataannya, bekerja dan berpenghasilan tinggi pada wanita dapat memunculkan kekhawatiran pada pihak suami. Kekhawatiran pada sesuatu yang belum
terjadi
disebut
dengan
kecemasan (Mahmud, 1990). Pengertian
kecemasan menurut Atkinson, dkk (1983) adalah segala bentuk situasi yang mengancam
kesejahteraan
organisme.
Bentuk
situasi
yang
mengancam
kesejahteraan suami sehingga menimbulkan kecemasan dengan istri yang bekerja dan berpengahsilan lebih tinggi adalah suami merasa istrinya menjadi kurang perhatian kepada dirinya dan keluarga, urusan rumah tangga akan menjadi terbengkelai sehingga tanggung jawab atau kewajiban sebagai istri dan ibu tidak dapat dijalankan secara maksimal. Ada pula anggapan jika istri lebih sukses maka kekuasaan suami atas keluarga menjadi terganggu karena istri tidak lagi selalu patuh dengan apa yang dikatakannya dan lain-lain (Ancok, 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Sulastri dan Retnowati (2003) menyimpulkan bahwa suami akan merasa cemburu, khawatir apabila istrinya bekerja dan mempunyai kedudukan atau penghasilan yang lebih tinggi daripadanya dan hal tersebut menjadikan suami merasa rendah diri. Perasaan rendah diri dan kecemburuan
tersebut
dapat
mengarah
kepada
perilaku
yang
tidak
menyenangkan bahkan sampai dapat menimbulkan kekerasan. Sikap atau respon terhadap situasi yang dianggap tidak mengenakkan atau yang membuat mereka cemas ditunjukkan antara lain dengan kata-kata yang menyinggung perasaan kepada istri, tuduhan-tuduhan yang beralasan sampai yang tidak beralasan, tindakan negatif seperti sering meninggalkan rumah dan pulang larut malam, lebih mudah marah bahkan sampai tindakan yang
melibatkan fisik dan lain sebagainya (Sajogjo, 1985; Sulastri dan Retnowati, 2003). Sikap suami terhadap istri seperti yang dijelaskan di atas menunjukkan bahwa suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi merasa dirinya dikalahkan oleh istri karena ego dan harga diri sebagai suami terganggu serta pemahaman yang salah mengenai peran suami-istri (Ancok, 2004). Kondisi yang demikian dapat mengarahkan situasi keluarga menjadi penuh konflik. Tidak hanya pengendalian harga diri saja yang diperlukan dalam menyikapi suatu perbedaan atau permasalahan di dalam keluarga tetapi juga diperlukan suatu komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang efektif (DeVito, 1997). Sejalan dengan hasil dari sebuah penelitian nasional di Amerika Serikat yang menyimpulkan bahwa kunci dari suksesnya hubungan dengan pasangan dikarenakan adanya komunikasi (DeFrain dan Olson, 2003). Reaksi suami dari istri yang berpenghasilan lebih tinggi berbeda-beda sesuai dengan harga diri dari suami dan efektivitas komunikasi yang terjadi di dalam keluarga. Suami yang memandang rendah dirinya akan merasa cemas dengan kenyataan bahwa istrinya lebih unggul karena khawatir peran istri akan berubah dan mengancam kekuasaannya atas keluarga serta urusan rumah tangga akan menjadi terbengkelai. Komunikasi yang tidak berjalan lancar juga akan mempengaruhi hubungan keduanya karena komunikasi adalah kunci suksesnya hubungan dengan pasangan (DeFrain dan Olson, 2003). Ketika komunikasi tidak berjalan lancar, hal tersebut dapat menambah kecemasan karena individu tidak dapat mengungkapkan perasaan, kecemasan ataupun keinginannya dengan baik kepada pasangan dan malah dapat menghindarkan diri dari komunikasi sehingga konflik tidak akan terselesaikan, akan tetapi apabila
komunikasi berjalan efektif maka suami dapat mengungkapkan perasaannya kepada istri dengan baik sehingga dapat mengurangi tingkat kecemasannya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh antara harga diri dan efektivitas komunikasi terhadap kecemasan suami dan untuk mengetahio hubungan antara harga diri suami dan efektivitas komunikasi suami istri dengan kecemasan suami yang memiliki istri yang berpenghasilan lebih tinggi. Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian berupa ide bagi pengembangan ilmu pengetahuan bidang psikologi khususnya psikologi sosial yang berkaitan dengan materi the self, komunikasi dan masalah peran ganda sedangkan secara praktis diharapkan dapat memberikan informasi dan pemahaman terhadap khalayak umum mengenai masalah harga diri suami dan komunikasi suami istri terhadap masalah kecemasan suami yang memiliki istri yang berpenghasilan lebih tinggi sehingga di dalam keluarga dapat tercipta hubungan yang harmonis.
Tinjauan Pustaka Kecemasan 1. Pengertian kecemasan Menurut Hilgard, dkk (1975) dan Atkinson, dkk (1983) kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah-istilah seperti “kekhawatiran”, “keprihatinan”dan “rasa takut”, yang dapat dialami setiap waktu dengan tingkat yang berbeda-beda sedangkan Branca (1964) menjelaskan bahwa kecemasan adalah bentuk dari perasaan yang tidak menyenangkan atau
ketidakberanian yang ditambah kerisauan terhadap hal-hal yang tidak jelas. Halhal yang tidak jelas tersebut dapat berasal dari sesuatu di masa lampau ataupun sekarang dan tentunya ada kaitannya dengan hal-hal di masa mendatang sehingga menimbulkan perasaan cemas. Lain pula apa yang disampaikan Dayakisni dan Hudaniah (2003), kecemasan yaitu respon yang beragam terhadap situasi-situasi yang mengancam, yang pada umumnya berwujud ketakutan kognitif, keterbangkitan syaraf fisiologis dan suatu pengalaman subyektif dari ketegangan atau kegugupan. Kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih besar yaitu keadaan dari perasaan yang tidak menyenangkan yang timbul karena merespon penghasilan istrinya yang lebih besar sehingga mengakibatkan timbulnya perubahan seperti perubahan pada fisik, kognitif, afektif dan perilaku.
2. Gejala kecemasan Maher (Calhoun dan Acocella, 1989) mengemukakan ada tiga hal untuk mengetahui bahwa seseorang mengalami kecemasan yaitu emosi, kognitif dan fisik. Ketika individu merasa cemas secara langsung fisik turut berubah menyesuaikan perubahan psikis individu. Jantung berdegub cepat, mengambil nafas cepat dan pendek-pendek, tegang dan sebagainya, sedangkan kognitif individu yang cemas sering kali menjadi kurang mampu berpikir jernih. Sue dan Sue (1986) menjelaskan bahwa kecemasan akan timbul karena merespon situasi yang ianggap berbahaya, gejala kecemasan dapat dilihat dari reaksi kognitifnya yang sering berpikir akan mati, selalu berpikiran takut akan sesuatu yang tidak pasti, berpikir tidak mampu, tidak mampu berkonsentrasi,
susah tidur, dari gerakan motorik yang terlihat mudah lelah, menggigit bibir dan kuku, gemetar,melakukan gerakan berulang, dari perubagan seperti mulut yang kering, bernafas dengan cepat dan pendek-pendek, tangan dan kaki menjadi dingin dan berkeringat, sering buang air, sakit perut, jantung berdegub kencang dan cepat dan dari reaksi afektif yang merasa tidak aman, tidak tentram, gelisah, khawatir. Menggunakan penjelasan dari Sue dan Sue (1986) tersebut kemudian dibuat skala kecemasan suami.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan Spielberg (Kuper dan Kuper, 2000) menjelaskan bahwa kecemasan dipengaruhi oleh kemampuan, kecakapan, pengalaman dan bakat cemas seseorang. Orang yang tinggi bakat cemasnya lebih sering mengalami kecemasan daripada orang yang rendah bakat cemasnya. Hal ini dikarenakan orang yang tinggi bakat cemasnya lebih rentan menghadapi evaluasi dari orang lain karena mereka kurang percaya diri dan kurang menghargai diri mereka sendiri, sedangkan Tucker (1997) menyebutkan bahwa kecemasan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adalah faktor genetis, persepsi, kemampuan coping, kepercayaan diri dan makna hidup seseorang. Atkinson, dkk (1983) menjelaskan bahwa kecemasan yang terjadi pada diri seseorang dapat timbul apabila seseorang berada di dalam suatu situasi yang menurutnya akan mengancam kesejahteraan dirinya. Konflik, frustasi, ancaman fisik, ancaman terhadap harga diri dan tekanan-tekanan untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan adalah sesuatu yang dapat menimbulkan kecemasan. Ketika seorang individu merasa takut, khawatir, mendapat berbagai
tekanan dan lain sebagainya dan individu tersebut merasa kurang mampu maka timbullah kecemasan. Individu yang mempunyai kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya juga akan mudah terpengaruh dan akhirnya terjerumus ke dalam kecemasan karena individu yang mengalami kesukaran akan dengan mudah terbawa ke dalam suasana emosi yang tidak menyenangkan sehingga dapat menimbulkan kecemasan (Schneider, 1964). Sadarjoen (2005) mengungkapkan bahwa konflik dari perkawinan dapat mengembangkan kecemasan. Konflik tersebut bermula dari tidak berjalannya komunikasi antar pasangan. Apabila tidak adanya komunikasi maka seseorang tidak dapat mengungkapkan perasaan dan keinginannya sehingga dapat menimbulkan konflik dan kemudian muncul kecemasan.
4. Kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi Menurut Mappiare (1983) laki-laki menjadikan penghasilan sebagai pengukur atas keberhasilan atau penghargaan atas kemampuannya. Menurut Blumstein dan Schwartz (DeFrain dan Olson, 2003) penghasilan atau sesuatu yang identik dengan uang dianggap sebagai kekuatan dan kekuasaan. Sehingga oleh laki-laki penghasilan dianggap sebagai wujud tanggung jawabnya kepada keluarga, penghargaan
kepada
dirinya,
lambang
kekuatan
serta
kekuasaan
atas
keluarganya. Oleh sebab itu ketika seorang wanita terlebih lagi istrinya memiliki penghasilan yang lebih tinggi maka hal tersebut dapat dianggap menyalahi aturan dan kodrat wanita pada umumnya sehingga laki-laki merasa tersaingi, merasa direndahkan, merasa diinjak dan terkalahkan (Pangkahila dkk, 1997; Ancok, 2004).
Perubahan-perubahan yang dialami suami adalah reaksi dari kecemasan karena penghasilan istri yang lebih tinggi. Perubahan sebagai respon dari kecemasan dapat dilihat dari gejala kecemasan menurut Sue dan Sue (1986) yaitu dari segi somatis, kognitif, gerakan motorik dan afektif.
Harga Diri 1. Pengertian harga diri Evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu; sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif negatif adalah pengertian harga diri menurut Baron dan Byrne (2003). Pengertian tersebut dikuatkan oleh Worchel, dkk (Dayakisni dan Hudaniah, 2003) yang mengartikan harga diri adalah komponen evaluatif dari konsep diri, yang terdiri dari evaluasi positif dan negatif tentang diri sendiri yang dimiliki seseorang. Pendek kata, harga diri adalah evaluasi terhadap diri sendiri menurut James (Baron dan Bryne, 2003). Menurut Coopersmith (1967) harga diri diartikan sebagai penilaian yang dilakukan dan dirancang oleh individu berdasarkan pandangan individu terhadap dirinya, yang dinyatakan dalam sikap menerima atau menolak dirinya. Sikap menerima atau menolak dirinya tersebut menunjukkan sejumlah keyakinan individu terhadap kemampuannya, rasa berarti, keberhasilan serta rasa berharga.
2. Tingkatan dan ciri harga diri Diungkapkan oleh Coopersmith (1967) bahwa harga diri terbagi ke dalam tingkatan yang berbeda yaitu tinggi, sedang dan rendah, dan setiap tingkatan tersebut mempunyai ciri yang berbeda-beda. Ciri-ciri tersebut yaitu
a. Harga diri yang tinggi mempunyai ciri-ciri independent atau tidak tergantung, kreatif, ekspresif, asertif, dalam suatu diskusi terlibat aktif, tidak hanya menjadi
pendengar,
berani
mengungkapkan
opini,
cenderung
tidak
mengalami kesulitan dalam beradaptasi, mau menerima kritik dan perbedaan pendapat, mempunyai perhatian, optimistik. b. Tingkat menengah mempunyai ciri yang hampir sama dengan di atas, akan tetapi yang termasuk ke dalam tingkat ini masih menunjukkan kebimbangan dalam menilai dirinya sehingga masih memerlukan dukungan sosial. c.
Pada tingkatan yang rendah, harga diri menunjukkan ciri-ciri rendah diri, kurang ekspresif, kurang aktif, dalam aktivitas sosial lebih suka sebagai pendengar dan pengikut, kurang berani mengemukakan pendapat, takut terhadap pendapat yang bertentangan dengan dirinya, dirinya merasa tidak dicintai, kurang dapat menerima kritik dan mudah tersinggung. Ciri di atas digunakan untuk menyusun skala harga diri.
Efektivitas komunikasi suami istri 1. Pengertian efektivitas komunikasi suami istri Pengertian efektif dalam kamus bahasa Indonesia (1994) adalah tindakan membawa hasil ataupun berhasil guna, sedangkan pengertian efektivitas adalah keefektifan. Komunikasi antara pasangan atau antara suami dan istri termasuk ke dalam jenis komunikasi antarpribadi atau komunikasi interpersonal. Cangara (1998) dan Tan (Liliweri, 1997) mengemukakan definisi dari komunikasi antarpribadi yaitu proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap
muka, sedangkan DeVito (Liliweri, 1997) memberikan pengertian bahwa komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik secara langsung. Oleh sebab itu efektivitas komunikasi suami istri adalah proses penyampaian informasi, pengetahuan dan lain sebagainya dari pihak suami kepada istri ataupun sebaliknya melalui media agar dihasilkan tujuan-tujuan tertentu untuk kebaikan kedua belah pihak; seperti mengurangi penderitaan yang dialami pasangan dan mencapai kesepakatan
2. Efektivitas komunikasi suami istri DeVito (1997) mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi mempunyai karakteristik tertentu agar apa yang dikomunikasikan dapat tercipta kesamaan. Karakteristik tersebut disebut dengan efektivitas komunikasi yaitu keterbukaan (opennes) yaitu kesediaan untuk mengungkapkan diri (self disclose), keinginan untuk memberikan tanggapan sejujur-jujurnya terhadap setiap stimulus yang diterimanya, pengakuan dan sikap bertanggung jawab terhadap segala pikiran dan perasaan yang telah diungkapkannya, empati, dukungan, perasaan positif dan kesamaan. Karakteristik komunikasi interpersonal menurut DeVito (1997) tersebut digunakan dalam pembuatan skala komunikasi suami istri.
Pengaruh antara Harga Diri dan Efektivitas Komunikasi Suami Istri terhadap Kecemasan Suami yang Istrinya Berpenghasilan Lebih Tinggi Sikap dan pikiran yang positif menurut Koentjoro (1989) dan ciri seseorang yang berani mengungkapkan pendapat (Coppersmith, 1967) sama halnya
dengan ciri komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif menurut DeVito (1997) adalah komunikasi yang bercirikan keterbukaan, kesetaraan, dukungan, empati
dan
positiviness.
Sikap
dan
pikiran
yang
positif
serta
berani
mengungkapkan segala sesuatunya kepada orang lain akan mengurangi kecemasan yang dirasakan suami. Suami yang menilai positif dirinya sendiri akan terlepas dari perasaan cemas dan ketakutan karena penghasilannya lebih rendah dari istri dan suami dapat mengutarakan apa yang mengganjal kepada istrinya dengan baik melalui komunikasi. Akan tetapi apabila suami merasa rendah diri, merasa tidak mampu terhadap kemampuan dan segala hal yang dimilikinya di tambah komunikasi yang ada tidak berjalan dengan lancar karena tidak mencerminkan efektivitas komunikasi maka suami yang memiliki istri dengan penghasilan yang lebih tinggi akan semakin merasa cemas. Oleh sebab itu harga diri yang dimiliki suami dan efektivitas komunikasi suami istri mempunyai pengaruh terhadap kecemasan yang dialami suami yang memiliki istri dengan penghasilan yang lebih tinggi.
Hubungan antara Harga Diri dengan Kecemasan Suami yang Istrinya Berpenghasilan Lebih Tinggi Cohen; Combs dan Snygg (Azwar, 1979) menilai bahwa orang yang mempunyai harga diri tinggi adalah orang yang memandang positif dirinya sendiri dan dunianya sehingga merasa mampu menghadapi segala rintangan yang ditemuinya. Pernyataan tersebut diperkuat oleh Frey dan Carlock (Koentjoro, 1989) bahwa orang yang mempunyai harga diri tinggi cirinya mengetahui kelebihan dan kekurangannya sehingga individu tersebut giat
berusaha. Suami dengan harga diri yang tinggi akan dengan ikhlas mengakui keunggulan istrinya, bersyukur kepada Tuhan memiliki istri yang pandai, akan lebih berusaha dan mengembangkan potensi dirinya sehingga kehidupannya menjadi lebih tenang karena tidak memiliki pikiran-pikiran yang negatif bahkan akan senantiasa mendukung karier istrinya. Berbeda dengan orang yang memiliki harga diri rendah, penelitian milik Sulastri dan Retnowati (2003) dan kasus di Rifka Annisa (Hasyim, 2005) menunjukkan banyak kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya adalah disebabkan karena penilaian harga diri (self esteem) yang merasa rendah terhadap pasangannya. Seseorang yang mempunyai harga diri rendah akan menilai dirinya secara negatif, cemas dan tertekan akan masa depannya, cenderung merasa gagal dan akhirnya dapat memperangkap diri mereka sendiri ke dalam lingkaran kegagalan. Coopersmith (1967) juga mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki harga diri yang rendah lebih mudah mengalami kecemasan daripada yang memiliki harga diri yang tinggi. Dari penjabaran diatas disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki harga diri yang rendah akan lebih rentan mengalami kecemasan karena disebabkan penilaian diri yang negatif sehingga akan merasa cemas melihat kesuksesan istrinya dan sebaliknya individu yang memiliki harga diri yang tinggi cenderung tidak akan merasa cemas dengan kesuksesan yang diraih istri melainkan akan dapat menjadikannya lebih bekerja dengan keras, bersyukur kepada Tuhan dan mendukung istrinya terhadap pekerjaan yang dijalaninya.
Hubungan antara Efektivitas Komunikasi Suami Istri dengan Kecemasan Suami yang Istrinya Berpenghasilan Lebih Tinggi Komunikasi yang efektif ditandai dengan adanya sikap keterbukaan, positiviness, memberikan dukungan dan empati serta kesetaraan (DeVito, 1997). Efektivitas komunikasi suami istri berarti proses penyampaian pesan dari suami kepada istri ataupun sebaliknya yang bertujuan untuk kebalikan bersama yang tercermin dari adanya sikap keterbukaan, positiviness, memberikan dukungan dan empati serta kesetaraan. Penghasilan lebih tinggi yang dimiliki oleh istri tidak akan menimbulkan kecemasan bagi seorang suami apabila komunikasi terjalin dengan efektif. Hal tersebut dapat terjadi karena sesuatu yang sekiranya mengganjal, sesuatu yang menimbulkan kecemasan pada diri suami akan dikomunikasikan kepada istri dengan tercermin dalam sikap terbuka dan tidak berburuk sangka. Menurut Sadarjoen (2005), kecemasan yang dirasakan salah satu pasangan disebabkan karena buruknya komunikasi antara keduanya. Suami yang merasa cemas karena penghasilan istri yang lebih tinggi akan semakin merasa cemas apabila komunikasi yang ada tidak berjalan dengan efektif. Komunikasi yang tidak efektif adalah komunikasi yang tidak mencerminkan keterbukaan, tidak adanya dukungan dan empati, tidak adanya rasa positif ataupun tidak adanya rasa kesetaraan sehingga sesuatu yang menimbulkan kecemasan pada diri suami tidak dapat diketahui oleh istri, maka dari itu apabila komunikasi yang terjadi di antara suami istri tidak dapat berjalan dengan efektif, kecemasan yang dirasakan salah satu pasangan dapat bertambah.
Segala perbedaan, permasalahan dan lainnya tidak akan menimbulkan pertengkaran dan konflik yang panjang kalau saja antar pasangan dapat mengkomunikasikan dengan baik (DeFrain dan Olson, 2003). Begitu halnya dengan penghasilan yang dimiliki oleh istri, setinggi apapun penghasilannya kalau komunikasi yang terjadi antara suami istri berjalan dengan efektif yaitu komunikasi yang mencerminkan keterbukaan, positivines, dukungan, empati dan kesetaraan maka suami tidak akan merasa cemas dengan penghasilan istri yang lebih tinggi.
F. Hipotesis Penelitian Uraian di atas dapat diajukan hipotesis sebagai berikut 1. Ada pengarih antara harga diri dan efektivitas komunikasi terhadap kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi. 2. Ada hubungan yang negatif antara harga diri suami dengan kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi. 3. Ada hubungan yang negatif antara efektivitas komunikasi suami istri dengan kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi.
Metode Penelitian Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian 1. Variabel tergantung
: Kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi
2. Variabel bebas
: Harga diri suami : Efektivitas komunikasi suami istri
Subyek Penelitian Subyek dalam penelitian ini adalah para suami yang memiliki istri bekerja dengan penghasilan yang lebih tinggi, berusia antara 20-65 tahun dengan pertimbangan bahwa rentangan usia tersebut pada umumnya orang telah menikah dan telah bekerja serta tidak ada batasan dalam pendidikan subyek.
Metode Pengumpulan Data Menggunakan tiga skala yaitu skala kecemasan suami dan skala efektivitas komunikasi suami istri dengan alternatif jawaban : selalu (SS), sering (S), kadang-kadang (KK), tidak pernah (TP) dan skala harga diri dengan alternatif jawaban sangat sesuai (SS), sesuai (S), kurang sesuai (KS) dan tidak sesuai (TS). Disajikan dalam bentuk pernyataan yang bersifat favorable dan unfavorable yang penilaiannya bergerak dari 1-4 untuk unfavorable dan 4-1 untuk favorable. Kecemasan suami diungkap berdasarkan aspek kecemasan menurut Sue dan Sue (1986) yaitu secara somatis, kognitif, gerakan motorik dan afektif dan memodifikasi skala kecemasan milik Atamimi (1988). Skala harga diri yang digunakan disusun menurut teori harga diri Coopersmith (1967) dan memodifikasi skala harga diri Atamimi (1988) yang mengacu pada skala self esteem bentuk pendek Coopersmith yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia. Skala komunikasi suami istri ini digunakan untuk mengungkap efektivitas komunikasi yang terjadi diantara suami istri. Berisi pernyataan-pernyataan mengenai aspek yang berkaitan dengan komunikasi antarpribadi menurut DeVito (1986) yaitu keterbukaan, dukungan, empati, kesamaan dan positiviness.
Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan untuk pengujian ketiga hipotesis penelitian ini adalah analisa regresi dengan menggunakan bantuan komputer program statistik SPSS for windows versi 12.00.
Hasil Penelitian Deskripsi Data Penelitian Berdasarkan deskripsi statistik data penelitian pada skala kecemasan, skala harga diri dan skala komunikasi , dapat dilihat dalam tabel : Tabel 1 Deskripsi Data Penelitian Variabel
Empirik Min Maks
Kecemasan Suami Harga Diri Suami Komunikasi Suami Istri
22 68 77
53 120 104
Hipotetik M
SD
39.3 7.438 89.4 10.876 93.17 8.131
Min Maks M 19 30 26
76 120 104
SD
47.5 9.5 75 15 65 13
Hasil Uji Asumsi Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang mencakup uji normalitas dan uji linieritas. Hasil uji normalitas sebagai berikut Tabel 2 Hasil Uji Normalitas Variabel Kecemasan Suami Harga Diri Suami Komunikasi Suami Istri
Skor KS-Z 0.962 0.619 0.992
p 0.313 0.838 0.279
Kategori Normal Normal Normal
Disimpulkan bahwa data kecemasan, harga diri dan efektivitas komunikasi suami istri adalah normal karena p>0.05.
Hasil uji linieritas diperoleh dengan melihat di dalam tabel berikut : Tabel 3 Hasil Uji Linieritas Variabel Kecemasan SuamiHarga Diri Suami Kecemasan SuamiEfektivitas Komunikasi Suami Istri
F 12.184
p 0.002
Kategori Linier
9.709
0.004
Linier
Diketahui bahwa antara harga diri dan kecemasan suami dan antara efektivitas komunikasi suami istri dengan kecemasan adalah linier karena p<0.05.
Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan analisis regresi hipotesis pertama diketahui bahwa terdapat pengaruh yang sangat signifikan secara bersama-sama antara harga diri dan efektivitas komunikasi suami istri dengan kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi. Ini dapat diketahui dari R=0.549, p=0.000 (p<0.01), sedangkan pengaruhnya, R square=0.301 atau sebesar 30.1%. Hasil uji hipotesis kedua berdasarkan regresi menunjukkan korelasi negatif dengan r=-0.389 dan p=0.001 (p<0.01) berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara harga diri suami dengan kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi. Hasil uji hipotesis ketiga berdasarkan regresi menunjukkan besarnya r=0.350 dan p=0.011 (p<0.05) berarti ada hubungan negatif yang signifikan antara efektivitas komunikasi suami istri dengan kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi.
Pembahasan Berdasarkan hasil analisis regresi diketahui bahwa harga diri dan efektivitas komunikasi secara bersama-sama mempengaruhi kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Koentjoro (1989), DeVito (1998) dan Sadarjoen (2005). Koentjoro (1989) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki harga diri yang tinggi adalah seseorang yang mempunyai sikap dan pikiran yang positif. Sikap dan pikiran yang positif termasuk ke dalam ciri efektivitas komunikasi menurut DeVito (1998). Menurutnya, sikap dan pikiran yang positif akan menghindarkan seseorang dari kesalahpahaman dan kesalahpahaman biasanya berujung dengan konflik. Sadarjoen (2005) mengungkapkan konflik yang dialami pasangan terjadi apabila komunikasi yang ada tidak berjalan dengan efektif. Komunikasi yang tidak efektif adalah komunikasi yang tidak mencerminkan keterbukaan, kesetaraan,
positiviness dan tidak adanya dukungan serta empati sehingga
suami yang merasa cemas karena penghasilan istri akan bertambah cemas dengan penilaian mengenai dirinya ditambah dengan komunikasi yang ada. Hipotesis kedua disimpulkan bahwa ada hubungan yang negatif antara harga diri suami dengan tingkat kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi mengartikan bahwa semakin tinggi harga diri yang dimiliki suami maka semakin rendah pula tingkat kecemasan yang dialami oleh suami yang istrinya memiliki penghasilan lebih tinggi. Hal tersebut sesuai dengan ciri yang diungkapkan Coopersmith (1967) bahwa semakin tinggi harga diri seseorang maka relatif rendah pula tingkat kecemasan seseorang.
Sumbangan efektif harga diri suami dengan tingkat kecemasan suami yang istrinya
berpenghasilan
lebih
tinggi
sebesar
20.3%.
Faktor
lain
yang
mempengaruhi tingkat kecemasan suami tidak diteliti lebih lanjut oleh peneliti. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa hipotesis ketiga menunjukkan adanya hubungan yang negatif antara efektivitas komunikasi suami istri dengan tingkat kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi mempunyai arti bahwa semakin efektif komunikasi di antara suami istri akan semakin rendah kecemasan suami yang istrinya memiliki penghasilan yang lebih tinggi dan sebaliknya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Sastropoetro (1986) yang menyatakan bahwa dengan komunikasi yang baik berarti memelihara hubungan yang telah terjalin sehingga menghindarkan diri dari situasi yang dapat merusak hubungan dan pernyataan DeVito (1997) bahwa komunikasi yang baik adalah komunikasi yang efektif, yang mempunyai ciri saling terbuka, saling memberikan dukungan dan empati, memiliki rasa positif dan kesetaraan. Sebuah penelitian menyimpulkan 90% pasangan yang merasa bahagia dengan hubungannya mengatakan bahwa dengan berkomunikasi satu dengan yang lainnya, mereka dapat merasakan dan mengerti apa keinginan dan perasaan pasangan (DeFrain dan Olson, 2003) sehingga apabila terdapat suatu perbedaan atau masalah dapat diselesaikan dengan saling berkomunikasi. Sumbangan efektif efektivitas komunikasi suami istri dengan tingkat kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi sebesar 9.8%.
Penutup Kesimpulan 1. Ada pengaruh yang sangat signifikan antara harga diri dan efektivitas komunikasi terhadap kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi. Harga diri dan efektivitas komunikasi mempunyai sumbangan efektif sebesar 30.1%. 2. Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara harga diri dengan kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi. Harga diri menyumbang sebesar 20.3% untuk tingkat kecemasan suami. 3. Ada hubungan negatif yang signifikan antara efektivitas komunikasi suami istri dengan kecemasan suami yang istrinya berpenghasilan lebih tinggi. Efektivitas komunikasi antara suami istri mempunyai sumbangan sebesar 9.8% untuk kecemasan suami.
Saran Para suami sebaiknya berpikiran positif atau jangan mempunyai pikiran negatif mengenai keunggulan istri dalam hal penghasilan karena segala hal yang dimiliki istri adalah bentuk bantuan atau pelayanan yang diberikan oleh istri kepada dirinya untuk membantu memenuhi kebutuhan keluarga. Suami dan istri sebaiknya
tetap
menjalin
komunikasi
yang
baik
agar
tidak
terjadi
kesalahpahaman dan menimbulkan kecemasan. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan meneliti lebih lanjut mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan dan juga teliti dalam pembuatan instrumen agar menghasilkan instrumen yang benar-benar valid dan reliabel.
DAFTAR PUSTAKA
Acocella & Calhoun. 1989. Psychology of Adjusment and Human Relationship. New York : McGraw-Hill Book Company Ancok, Djamaludin. 2004. Psikologi Terapan. Jogyakarta : Darussalam Offset Atkinson, Rita. L. 1983. Alih bahasa Nurdjanah Taufiq. Pengantar Psikologi Jilid 2. Jakarta : Erlangga Atamimi, N. 1988. Self Esteem dan Tingkat Kecemasan pada Wanita Pekerja di Kotamadya Yogyakarta. Laporan Penelitian (Tidak Diterbitkan). Jogyakarta : Fakultas Psikologi UGM Azwar, S. 1979. Self Esteem dan Prestasi Akademis Mahasiswa Tingkat Sarjana Muda. Laporan Penelitian (Tidak Diterbitkan). Jogyakarta : Fakultas Psikologi UGM Baron & Byrne. 1994. Social Psychology : Understanding Human Interaction Seventh Edition. Massachusetts : Needham Heights . 2003. Alih bahasa Dra. Ratna Juwita. Psikologi Sosial Jilid1. Jakarta : Penerbit Erlangga Coopersmith, S. 1967. The Antecedent of Self Esteem. San Francisco : W.H Freeman&Co Dayakisni & Hudaniah. 2003. Psikologi Sosial. Malang : UMM Press DeFrain, J. & Olson, D. 2003. Marriages and Families. New York : McGraw-Hill Book Company DeVito, Joseph. A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta : Proffesional Books Fauziah. 1999. Hubungan antara Kemampuan Manajemen Waktu dan Dukungan Sosial Suami dengan Tingkat Stres pada Ibu Berperan Ganda. Anima, 15, 33-51 Feldman, R. S. 1998. Social Psychology Second Edition. New Jersey : Prentice Hall Goldsmith, E. B. 1989. Work And Family. California : SAGE Publications, Inc Hilgard, A., Atkinson. 1975. Introduction to Psychology. NewYork : Harcourt Brace Jovanovich, Inc
Kartono, Kartini. 2002. Patologi Sosial 3. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Kelvens, C. 1997. Fear and http://csun.edu/~vpsy00h/students/fear.htm5/09/05
Anxiety.
Koentjoro. Drs. 1989. Perbedaan Harga Diri Remaja di Daerah Miskin Penghasil Pelacur dan Bukan Penghasil Pelacur. Laporan Penelitian (Tidak Diterbutkan).Jogakarta : Fakultas Psikologi UGM Kumolohadi, Retno. 2001. Tingkat Stres Dosen Perempuan UII Ditinjau dari Dukungan Suami. Jurnal Psikologika, Nomor 12 Tahun VI, 29-42. Yogyakarta Kuper, A & Kuper, J. 2000. The Social Science Encyclopedia : First Edition. Diterjemahkan oleh Haris Munandar, dkk ke dalam bahasa Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Lazarus, R.S. 1969. Pattern Of Adjustment And Human Effectiveness. New York : McGraw-Hill Book Company Mahmud, Dimyati M, Drs. 1990. Psikologi Suatu Pengantar Edisi 1. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta Marsudi. 1995. Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dan Harga Diri dengan Prestasi pada Pegawai Asuransi. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Jogyakarta : Fakultas Psikologi UGM Munandar, Utami ., S.C. 1985. Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia. Jakarta : UI Press Ramaiah, S. 2003. Kecemasan : Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Jakarta : Pustaka Populer Obor Sadarjoen. S.S. 2005. Konflik Marital. Bandung : PT. Refika Aditama Schneider, A.A. 1964. Personal Adjustment and Mental Health. New York : Holt Reinchart & Winston Senduk, Safir. 2003. Perlukah Istri Anda Bekerja dalam majalah NOVA. Edisi 658/XIII. Jakarta Sue & Sue. 1986. Understanding Abnormal Behavior. Boston : Houghton Mifflin Company Sulastri & Retnowati. 2003. Studi Eksploratif Tentang Kekerasan Terhadap Perempuan. Psikologika, 16, 28-37 Tucker-Ladd, C. 1997. Theories Explaining Stress and Anxiety. http://mentalhelp.net/psyhelp/chap5/chap5e.htm.November/2005
IDENTITAS PENULIS
Nama Mahasiswa
: Sarri Pertiwi
No. Mahasiswa
: 01320051
Alamat Rumah
: Barek, Jl. Kaliurang Km.5 No.81A RT 11/RW 057 Yogyakarta
No. Telepon
: (0274) 519402